Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR SERAT KASAR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
Lingga Raras Palupi (240210140004)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21. Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570 Fax. (022) 7795780 Email: linggararas@yahoo.com
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Sayuran
dan
buah-buahan
merupakan sumber serat pangan yang
mudah ditemukan dalam bahan makanan.
Akhir-akhir ini adanya perubahan pola
konsumsi
pangan
di
Indonesia
menyebabkan berkurangnya konsumsi
sayuran dan buah-buahan. Keadaan tersebut
juga menyebabkan terjadinya perubahan
pola penyakit penyebab mortalitas yang
ditandai dengan adanya perubahan penyakit
infeksi mnjadi penyakit degeneratif
(Santoso, 2011).
Serat sangat penting dalam proses
pencernaan
makanan
dalam
tubuh,
kekurangan serat dapat menyebabkan
konstipasi,
apenaistis,
alverticulity,
hamoroid,
diabetes
mellitus, kanker
koloni, penyakit jantung koroner dan batu
ginjal. Kekurangan serat juga dihubungkan
dengan berbagai penyakit gastrointestinal
(Almatsier, 2003)
Anjuran kebutuhan serat yang
ditetapkan bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit-penyakit degeneratif.
United State Food Dietary Analysis
menyatakan anjuran untuk total dietary
fiber adalah 25 g 2000 kalori atau 30 g
2500 kalori.
Serat adalah zat non gizi yang
terbagi menjadi dua jenis, yaitu serat
pangan (dietary fiber) dan serat kasar
(crude fiberSerat membantu mempercepat
sisa-sisa
makanan
melalui
saluran
pencernaan untuk disekresikan keluar.
Tanpa bantuan serat, feses dengan
kandungan air rendah akan lebih lama
tinggal dalam saluran usus dan mengalami
kesukaran melalui usus untuk disekresikan

keluar karena gerakan-gerakan peristaltik


usus besar menjadi lebih lamban.
Serat kasar adalah komponen sisa
hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan
asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan
basa kuat sehingga terjadi kehilangan
selulosa sekitar 50% dan hemiselulosa
85%. Serat makanan tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim-enzim pencernaan. Kandungan
serat dalam makanan dikenal sebagai serat
kasar sebagai sisa yang tinggal setelah
digesi asam dan basa (Sudarmadji dkk,
1996).
Tujuan praktikum kali ini adalah
untuk mengetahui kadar serat kasar dari
sampel. Prinsipnya adalah mengekstraksi
sampel dengan asam dan basa yang dapat
memisahkan serat kasar dalam sampel.
Serat kasar tidak dapat dihidrolisis oleh
H2SO4 dan NaOH. Berat residu dihitung
sebagai berat serat kasar.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan diantaranya, yaitu
daun singkong, kangkung, pepaya, bayam,
dan wortel sebagai sampel. Larutan yang
digunakan adalah H2SO4 0,25 N; NaOH
0,313 N; K2SO4 3%; alkohol 95%, dan
aquades.
Alat yang digunakan, yaitu
erlenmeyer asah 750 ml, grinder, alat
refluks, kertas saring, corong, beaker glass
250 ml, neraca analitik, spatula, batang
pengaduk, oven, desikator, dan kertas
lakmus.
Penentuan Kadar Serat Kasar
Sampel dihaluskan menggunakan
grinder, kemudian ditimbang sebanyak 1,25
gram dan dimasukkan ke dalam erlnmeyer
asah. Setelah itu ditambah 100 ml asam

sulfat 0,25 N. Sampel direfluks selama 30


menit. Setelah itu, residu disaring ketika
masih panas, erlenmeyer dicuci dengan
aquades, saring sampai netral, gunakan
kertas lakmus sebagai indikator apakah
residu sudah netral atau belum. Residu yang
sudah disaring dimasukkan ke dalam
erlenmeyer asah, kemudian ditambah
natrium hidroksida 0,313 N sebanyak 100
ml. Residu direfluks kembali selama 30
menit dan disaring lagi dengan kertas saring
yang telah konstan. Kertas saring dicuci
dengan 2,5 ml K2SO4 3%, setelah itu 25 ml
aquades panas dan 7,5 ml alkohol 95%.
Penambahan larutan harus berurutan untuk
mencegah
terjadinya
penggumpalan.
Kemudian keringkan kertas saring di dalam
oven selama 1-2 jam pada suhu 105 C.
Dinginkan kertas saring dalam desikator
selama 15 menit, kemudian timbang kertas
saring. Berat residu terhitung sebagai berat
serat kasar. Perhitungan kadar serat kasar
adalah sebagai berikut:

Serat kasar=

W akhirW konstan
x 100
W sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN


Serat
makanan
tidak
sama
pengertiannya dengan serat kasar (crude
fiber). Serat kasar adalah senyawa yang
bisa dianalisis di laboratorium, yaitu
senyawa yang tidak dapat dihidrolisis oleh

asam atau basa. Di dalam buku Daftar


Komposisi
Bahan
Makanan,
yang
dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan
kadar serat makanan. Umumnya, di dalam
serat kasar ditemukan sebanyak 0,2-0,5
bagian jumlah serat makanan.
Refluks
dengan
penambahan
H2SO4 ke dalam erlenmeyer berisi sampel
bertujuan untuk menghidrolisis serat
makanan yang terkandung dalam sampel
dengan asam. Sedangkan penambahan
NaOH bertujuan untuk menghidrolisis serat
makanan yang terkandung dalam sampel
dengan
menggunakan
basa.
Proses
penyaringan setelah refluks dilakukan
panas-panas karena dalam keadaan dingin
larutan akan mengental sehingga sulit untuk
disaring. Setelah penyaringan, proses
selanjutnya adalah pembilasan. Larutan
yang ditambahkan harus berurutan gar tidak
menggumpal. Larutan pertama yang
ditambahkan adalah K2SO4, asam ini
dipergunakan dalam keadaan panas, suhu
yang tinggi akan meningkatkan daya
hidrolisis serat makanan oleh asam dengan
tujuan menghilangkan kelebihan sabun
pada reaksi saponifikasi. Setelah itu
pembilasan dengan menggunakan aquades
yang bertujuan untuk melarutkan serat larut
air yang masih tersisa sehingga terbawa
menjadi filtrat. Pembilasan dengan aquades
dilakukan sampai filtrat sedikit bening.
Hasil pengamatan kadar serat kasar
adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar Serat Kasar


Ke
Sampel
W Sampel (g) W konstan (g) W akhir (g)
Kadar Serat Kasar (%)
l
1
Daun
1,2511
0,7109
0,7855
5,9628
6
1,2504
0,7046
0,7795
5,9901
Pepaya
2
Kangkun
0,7876
0,7388
1,2503
3,90
7
0,7371
0,7125
1,2507
1,9669
g
3
1,2503
0,7449
0,7709
2,0795
Pepaya
8
1,2529
0,6990
0,7410
3,3522
4
1,2502
0,7369
0,7774
3,24
Bayam
9
1,2513
0,7459
0,7841
3,05
5
1,2501
0,7269
0,7827
4,5
Wortel
10
1,2500
0,7187
0,7660
3,784
Daun pepaya memiliki kadar serat
literatur, serat kasar yang diperoleh dari
kasar rata-rata sebesar 5,97645%. Menurut
hasil pengamatan masih di bawah standar.
Sudjatinah dan Widyaningrum (2005),
Serat memberikan pengaruh sebagai efek
kandungan serat kasar daun pepaya sebesar
pencahar karena mempersingkat waktu
16,28 %. Jika dibandingkan dengan
transit feses didalam usus (Tensiska, 2008).

Kandungan serat kasar yang


dimiliki kangkung berdasarkan hasil
pengamatan, pada kelompok 2 sebesar
3,90% dan kelompok 7 1,9669%. Hasil
yang didapat berbeda dengan literatur,
karena menurut Klikdokter (2011), serat
kasar pada kangkung dalam 100 gram yaitu
2,0%. Perbedaan hasil yang didapat dari
kedua kelompok mungkin disebabkan
ketika penyaringan yang belum dilakukan
dengan tepat.
Pepaya memiliki kandungan serat
kasar dari perlakuan duplo sebesar 2,0795%
dan 3,3522%. Hasil ini juga menunjukkan
perbedaan yang cukup signifikan sehingga
berbeda dengan literatur. Menurut Food
Fact Asia (1999), kandungan serat kasar
pada pepaya adalah sebesar 0,7% dalam
100 gram. Pepaya mengandung serat
pektin. Serat yang satu ini, memiliki
kemampuan yang sangat hebat, yaitu
mampu menghilangkan rasa lapar satu hari
penuh. Berdasarkan hasil sebuah penelitian
yang dimuat di Journal of The American
College of Nutrition, orang yang
mengonsumsi buah yang mengandung
pektin, memiliki rasa kenyang empat jam
lebih lama daripada orang yang juga
mengonsumsi buah, tapi tidak mengandung
pektin. Pektin ini, terdapat di antara kulit
dan daging buah. Oleh karena itu, jika
mengupas buah, tidak boleh terlalu tebal,
agar pektin tidak terbuang dengan percuma
(Tietze, 2002).
Bayam memiliki kadar serat kasar
rata-rata sebesar 3,145%, sedangkan
menurut Muchtadi (1998) kandungan serat
kasar pada bayam adalah 8,99%. Hasil yang
didapat masih berbeda jauh dengan
literatur. Sayuran berdaun hijau adalah
sumber makanan yang kaya nutrisi penting,
seperti zat besi, beta-karoten dan serat.
Menurut para ahli gizi, sayuran hijau seperti
bayam adalah sumber serat terbaik. Per
porsi 1 cangkir sayuran ini bisa
mengandung 4 sampai 5 g serat.
Wortel memiliki kadar serat kasar
yang berbeda cukup jauh diantara kedua
percobaan, yaitu 4,5% dan 3,784%.
Sedangkan kadar serat kasar wortel
menurut Klikdokter (2011) adalah 0,9%.
Wortel merupakan sumber serat yang baik

bagi tubuh dan berperan penting untuk


menjaga kesehatan sistem pencernaan.
Perbedaan hasil yang didapat
diantara dua kali percobaan dapat
disebabkan karena faktor penambahan
larutan yang tidak sesuai pencucian yang
kurang netral. Selain itu dapat disebabkan
karena penyaringan yang kurang
pas
sehingga hasilnya bisa berbeda. Ada
beberapa serat halus yang tidak ikut larut
dalam air sehingga membuat gumpalangumpalan pada residu.
Serat makanan merupakan sisa-sisa
skeletal sel-sel tanaman yang tahan
terhadap hidrolisa oleh enzim-enzim
pencernaan manusia. Serat makanan sering
juga
disebut
sebagai
unavailable
carbohydrate sedangkan yang tergolong
sebagai available carbohydrate adalah
gula, pati dan dekstrin, karena zat-zat
tersebut dapat dihidrolisa dan diabsorpsi
manusia, yang kemudian di dalam tubuh
diubah menjadi glukosa dan akhirnya
menjadi energi atau disimpan dalam bentuk
lemak. Serat makanan ini terdiri dari
dinding sel tanaman yang sebagian besar
mengandung 3 macam polisakarida yaitu
selulosa, zat pektin dan hemiselulosa.
Selain itu juga mengandung zat yang bukan
karbohidrat yaitu lignin (Piliang dan
Djojosoebagio, 2002).
Fruktosa oligosakarida (FOS) dan
galaktosa oligosakarida (GOS) merupakan
konteks serat makanan. FOS merupakan
salah satu senyawa yang dapat diperoleh
secara sintetik atau diisolasi dari tanaman.
Serat makanan yang berasal dari sayuran,
kacang-kacangan,
dan
buah-buahan
merupakan substansi yang tidak hanya
memperbaiki
flora
usus
melalui
pertumbuhan bakteri Lactobacillus, tetapi
dapat mencegah penyakit degeneratif,
seperti penyakit jantung koroner, kanker
kolon dan diabetes mlitus (Rusilanti dan
Clara, 2007).
Senyawa FOS dan GOS memiliki
fungsi yang sangat penting bagi kesehatan
karena mampu meningkatkan jumlah
bakteri bifidus dan Lactobacillus. Selain itu,
FOS dan GOS dapat menekan pertumbuhan
bakteri patogen, meningkatkan daya tahan
saluran pencernaan, mencegah sembelit,

dan membantu penyerapan makanan


(Rusilanti dan Clara, 2007).
Istilah serat makanan (dietary fiber)
harus dibedakan dengan istilah serat kasar
(crude fiber) yang biasa digunakan dalm
analisa proksimat bahan pangan. Serat
kasar adalah bagian dari pangan yang tidak
dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia
yang di-gunakan untuk menentukan kadar
serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4
1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH
1.25%). Sedang serat makanan adalah
bagian dari bahan pangan yng tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.
Piliang
dan
Djojosoebagio
(2002),
mengemukakan bahwa yang dimaksudkan
dengan serat kasar ialah sisa bahan
makanan yang telah mengalami proses
pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat
selama 30 menit yang dilakukan di
laboratorium. Dengan proses seperti ini
dapat merusak beberapa macam serat yang
tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak
dapat diketahui komposisi kinia tiap-tiap
bahan yang membentuk
Serat kasar sendiri (crude fiber)
bagian dari pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh asam atau basa kuat, serat
kasar berbeda dengan serat makanan
adalah bahan makanan residu sel tanaman
yang tidak dapat dihidrolisis (diuraikan)
oleh enzim pencernaan manusia dalam
suasana keasaman lambung, serta hasilhasil fermentasinya tidak dapat digunakan
oleh tubuh.
Contoh dari serat kasar yang tidak
air adalah selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Selulosa adalah bahan penyusun
utama dari jaringan serat dan dinding sel
tanaman. Hemiselulosa adalah polisakarida
yang mempunyai derajat polimerisasi yang
lebih
rendah
dari
selulosa
(Tjokroadikoesoema, 1986).
Serat yang larut air adalah pektin,
musilse, dan gum. Pektin secara umum
terdapat di dalam dinding sel primer
tanaman, khususnya di sela-sela antara
selulosa dan hemiselulosa. Istilah gum
menunjukan suatu kelompok yang luas dari
polisakarida pembentuk gel dan bahan
pengntal larut air. Musilase dikenal sebagai
zat lendir. Senyawa ini dihasilkan oleh

tanaman dari bagian ruas-ruas, kelenjar atau


saluran-saluran tertentu (Glicksman, 1959).
Serat kasar sangat penting dalam
penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan
menentukan nilai gizi makanan tersebut.
Selain itu, kandungan serat kasar dapat
digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan, misalnya proses penggilingan
atau proses pemisahan antara kulit dan
kotiledon, dengan demikian persentase serat
dapat dipakai untuk menentukan kemurnian
bahan atau efisiensi suatu proses.
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Glicksman, M and R.E. Schatchat. 1959.
Gum Arabic. In Whistler, R.L and
J.N Be Miller. Industrial Gums:
Polysaccharides
and
Their
Derivatives. New York: Academic
Press.
Klikdokter. 2011. Info Nutrisi. http://www.klikdokter.com. Diakses tanggal 3
April 2016.
Muchtadi, D. 1998. Kajian Terhadap Serat
Makanan dan Antioksidan Dalam
Berbagai Jenis Sayuran Untuk
Pencegahan Penyakit Degeneratif.
Bogor: IPB Press.
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj.
2002. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi
Ke-4. Bogor: IPB Press.
Rusilanti dan Clara M. Kusharto. 2007.
Sehat dengan Makanan Berserat.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Santoso, Agus. 2011. Serat Pangan (Dietary
Fiber) dan Manfaatnya bagi
Kesehatan. Magistra Nomor 75.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi,
1996. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta:
Liberty

Penerbit

Sudjatinah, C.H. Wibowo dan P.


Widyaningrum. 2005. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Daun Pepaya
terhadap Tampilan Produksi Ayam
Broiler.
J.
Pengembangan
Peternakan Tropis. 30 : 224-228.

Tensiska. 2008. Serat Makanan. Skripsi,


Bandung: Universitas Padjadjaran.
Tietze,

Harald. 2002. Terapi Pepaya.


Jakarta:
Prestasi
Pustaka
Publishers. Cetakan pertama.

Tjokroadikoesoemo, S., (1986), HFS dan


Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai