MANINGGAR KAYUNINGTYAS
Kel C / P27834012021 (REG 17)
PENGAWET
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
prosesa fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi
tidak jarang produsen menggunakanya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan
untuk memperpanjang masa simapan atau memperbaiki tekstur. Tujuan penambahan
bahan pengawet pada pangan secara umum adalah :
- Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat
PEMANIS
Zat pemanis sintetik adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat
membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedang kalori yang
dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula.
Pemanis buatan sering ditambahkan kedalam pangan dan minuman sebagai
pangganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingakan dengan pemanis alami
(gula), yaitu :
a. Rasanya lebih manis.
b. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis.
c. Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah
sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes).
d. Harganya lebih murah.
Pemanis buatan yang diizinkan digunakan dalam pangan
No. Nama pemanis buatan Penggunaan dalam pangan Ukuran maks. Yang
Diizinkan
untuk saus, es lilin, minuman 300 mg/kg
ringan dan minuman yogurt
Sakarin (dan garam berkalori rendah. 200 mg/kg
es krim, es putar dan sejenisnya
1 natrium sakarin) serta jem dan jeli berkalori
rendah.
permen berkalori 100 mg/kg
rendah
permen karet, dan minuman
ringan
fermentasi berkalori 50 mg/kg
rendah.
2 untuk saus, es lilin, minuman 3 g/kg
ringan dan minuman yogurt
berkalori rendah 2 g/kg
Siklamat (dan garam es krim, es putar dan sejenisnya
natrium dan kalsium serta jem dan jeli berkalori
rendah.
siklamat) permen berkalori 1 g/kg
rendah
minuma ringan fermentasi
n
berkalori rendah 500 mg/kg
stabil,
b) Penetapan Kadar
- Penetapan Kadar Benzoat
a) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
b) Memasukkan sejumlah contoh ke dalam corong pemisah
c) Menambahkan 20 ml Buffer pH 4,0 yang tersususun atas (1 bagian
Na Citrat dengan 1 bagian Asam Sitrat 6,5%)
d) Mengekstrasinya dengan eter satu kali saja dengan volume eter 30
ml
e) Mengocoknya dengan perlahan, dengan sesekali bagian katub
dibuka untuk mengetahui apakah proses ekstraksi benar-benar telah
selesai. (Proses ekstraksi diakhiri bila uap dari eter telah benar-benar
habis)
f) Mencuci bagian residu dengan air.
g) Memisahkan bagian air dengan bagian eternya. (Bagian airnya
digunakan untuk peemeriksaan pemanis, sementara bagian residu
(eter dan pewarna) digunakan untuk pemeriksaan pengawet.
h) Menambahkan Air dan MgO pada residu hingga suasana menjadi
netral, kemudiian mengaduknya.
i) Memanaskannya hingga dirasa cukup, kemudian menyaringnya
Maninggar Kayuningtyas P27834012021 Reguler/17 - 2014
Laporan Praktikum Amami Semester V
Analis Kuantitatif
a. Penimbangan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,05 N
Massa= V x N x BE
= 0,1 L x 0,05 N x
= 0, 3152 gr Hasil Penimbangan = 0, 3120 gram
b. Normalitas Asam Oksalat (H2C2O4) hasil penimbangan
Massa = V x N x BE
0,3120 gr = 0,1 L x N x
N =
= 0, 0495 N
c. Standarisasi NaOH 0,05 N
v = 10, 40 ml
maka, normalitas NaOH adalah
N NaOH = 0, 0476 N
d. Penetapan kadar
Penetapan Kadar Asam Benzoat
Massa penimbangan Volume titrasi Asam benzoate = 2, 00
ml
= 0, 0456 %
= 456 ppm
Penetapan Kadar Sakarin
V titrasi = 23, 50 ml
Kadar Sakarin =
Kadar Sakarin =
= 10,2464 %
= 102.464 ppm
sukrosa yang tidak terhidrolisis, karena rasa manis yang dihasilkan seperti rasa
manis pada gula dan aroma yang dihasilkan aroma gula murni. Jadi
kemungkinan dalam pemeriksaan sakarin tersebut rasa manis tersebut
didapatkan dari sukrosa yang belum terhidrolisis dengan sempurna, sehingga
masih tersisa dan menyebabkan adanya karamelisasi dan rasa manis pada residu
yang sudah diuapkan.
1 cm
(Garis dimana eluent berhenti)
12 cm
Tempat penotolan
Maninggar Kayuningtyas P27834012021 Reguler/17 - 2014
2 cm
Laporan Praktikum Amami Semester V
4. Persiapan Contoh
Makanan Berlemak
- Menggiling sampel hingga halus, kemudian menambahkan sedikit aseton dan
sedikit ammonia pekat.
- Mendiamkannya selama 30 menit hingga mengendap, setelah itu menyaringnya
- Menguapkan filtrate hingga kering, kemudian melarutkan sisanya kedalam air
- Setelah itu mengasamkannya dengan asam asetat 6%
Permen
- Menumbek sampel hingga halus, kemudian menambahkan air hingga sampel
larut sempurna
- Mengasamkan sampel dengan asam asetat 6 %
5. Penetapan Sampel
a. Memanaskan sampel yang sudah diasamkan dan diberi sedikit wool, agar warna
melekat pada wool.
b. Mencuci wool dengan aquadest, setelah itu melarutkan pewarna yang ada pada
wool dangan ammonia 10% dan mengumpulkan warna hasil pelarutannya
c. Menotolkan pewarna yang sudah dilunturkan pada kertas whatman no. 1 sampai
warna dirasa cukup kuat
d. Menotolkan larutan baku pembanding disampingnya
e. Menunggu totolan hingga benar-benar kering, kemudian memasukkannya
kedalam bejana kromatografi yang sudah dijenuhkan
f. Menunggu sampai larutan naik hingga batas tanda garis
g. Mengeluarkan kertas dan menunggunya hingga kering, kemudian mengukur nilai
Rf antara sampel dengan larutan baku pembanding
h. Mencatat hasilnya.
G. Hasil :
Nilai Rf =
a) Pewarna Merah
1. Nilai Rf Larutan Baku Pembanding
Carmoisin
Ponceau 4R
Rodamin B
2. Nilai Rf Sampel
- Permen Merah
a. Pewarna 1
b. Pewarna 2
- Sosis
a. Pewarna 1
b. Pewarna 2
b) Pewarna Kuning
1. Nilai Rf Larutan Baku Pembanding
Methanyl yellow
a.
b.
Tartazine
Sunset Yellow
a.
b.
2. Nilai Rf Sampel
- Permen Kuning
a. Pewarna 1
b. Pewarna 2
H. Kesimpulan :
Pada pemeriksaan kandungan pewarna makanan dengan menggunakan metode
kromatografi kertas ini didapatkan hasil sampel Permen merah dengan nilai Rf 0,1167
dan 0,1792, serta sosis dengan nilai Rf 0,2833 dan 0,8917. Kedua sampel tersebut
Maninggar Kayuningtyas P27834012021 Reguler/17 - 2014
Laporan Praktikum Amami Semester V
diperkirakan tidak mengandung pewarna seperti pada larutan pembanding. Demikian pula
dengan permen kuning dengan nilai Rf 0,3167 dan 0,6792 tidak ada larutan pembanding
yang memiliki nilai Rf sama dengan sampel.
I. Pembahasan :
Pada penentuan pewarna dengan menggunakan metode kromatografi kertas ini,
diperlukan keadaan chamber yang jenuh akan uap. Penjenuhan chamber ini sangat
berguna, karena bila keadaan chamber tidak jenuh dan hanya penuh pada salah satu
sisinya saja, maka arah rambatan dari totolan yang terjadi bisa jadi akan menjadi menceng
ke daerah yang belum jenuh dan akan mempersulit proses penghitungan nilai Rf. Selain
itu, dalam proses isolasi zat warna dari sampel, diperlukan ketelitian dan kesabaran.
Penggunaan wool adalah sebagai alat untuk menyerap zat warna sintetis yang ada dalam
sampel. Setelah zat warna yang diserap didalam wool, maka warna tersebut akan
dilunturkan dengan amoniak dan akan ditotolkan pada kertas whatmann. Setelah proses
penotolan tersebut, menunggu rambatan hingga mencapai batas yang diharapkan. Proses
menunggu rambatan ini cukup lama sekitar hamper 5 jam, mungkin dikarenakan chamber
yang kurang jenuh. Dan di dalam 1 chamber digunakan untuk 4 kertas whatman dari dua
kelompok.
Ekstraksi Solven
a. Persiapan sampel
Pengeringan sampel.
Sampel perlu dikeringkan sebelum ekstraksi solven, karena beberapa
pelarut organik tidak bisa berpenetrasi dengan baik bila ada air dalam sampel
makanan, sehingga ekstraksi menjadi tidak efisien.
berbentuk cair maka CO2 dapat melarutkan sejumlah besar lemak (terutama
pada tekanan tinggi).
Metodee Instrumental
Ada banyak metode instrumen tersedia untuk penentuan kadar lemak total
dalam makanan. Berdasarkan prinsip fisikokimianya, metode-metode ini
dikategorikan berdasarkan 3 prinsip yaitu :
a. Penentuan sifat fisik
b. Pengukuran kemampuan absorpsi radiasi gelombang elektromagnetik, dan
c. Pengukuran kemampuan memantulkan radiasi gelombang elektromagnetik
Masing-masing metode mempunyai keuntungan dan kerugian, serta kelompok
sampel makanan yang memungkinkan untuk diuji.
% Minyak / Lemak =
a. Kacang Tanah
- Massa labu destilasi = 106, 7900 gr
- Massa labu + Lemak = 108, 7497 gr
- Massa sampel = 4, 0118 gr
Maka, % minyak atau lemak dalam kacang tanah adalah
% Minyak / Lemak =
= 48, 85%
b. Alpukat
- Massa labu destilasi = 95,0976 gr
- Massa labu + Lemak = 96,1891 gr
- Massa sampel = 2,0446 gr
Maka, % minyak atau lemak dalam kacang tanah adalah
% Minyak / Lemak =
= 53,38%
H. Kesimpulan :
AnalisaKadarAlkohol
Kadar alkohol adalah persen volume atau persen bobot (% v/v atau % b/b) yang
ditetapkandengancaradestilasi.
Penyulingan sampel, kemudian sulingan yang diperoleh ditetapkan bobot jenisnya,
daribobotjenisditetapkankadaralkoholnyadenganmenggunakan daftarbobotjenisdan
0
kadaralkoholpadasuhu20 C.
CaraUji
a. Penetapanberatjenisdenganpiknometer
Pemisahanalkoholdarizatzattambahandengancaradestilasi.Piknometeryangsudah
diketahui beratnya diisi sampel dan ditetapkan beratnya dengan timbangan pada suhu
alcoholmenunjukkanhubunganantarabobotjenisdengankadaralkoholpadasuhu20 0C
0
dimanabobotjenisnyadihitungterhadapairpadasuhu20 C.
PenggolonganMinumanBeralkohol
MelaluiperaturanMenteriKesehatanRepublikIndonesiaNo.86/Menkes/Per/IV/1977
tentangkadaretanoldalamminumankerasyangdibagimenjadi3golongan:
a. GolonganAdengankadaretanol15%.
b. GolonganBdengankadaretenollebihdari520%.
c. GolonganCdengankadaretanollebihdari2055%.
Beberapa macam minuman yang mengandung alkohol banyak digunakan untuk
penyegar,penambahnafsumakan,pencucimulutdansebagainya.Minumanberalkohol
yangdigolongkansebagaiminumankerasumumnyamempunyaikadaralkoholdiatas5%.
Syaratminumanberalkoholantaralain:
a. Kandunganmetilalkoholnyamaksimal0,1%darialkoholabsolutnya.
b. Zatwarnayangdigunakantidakberbahaya.
c. Tidakmengandunglogamberbahaya,misalnya:Pb,Cu,Hg,Ag.
d. Kandunganzatpengawetadalahsebagaiberikut:
- SO3maksimal200ppm.
- SO2bebasmaksimal50ppm.
- Benzoatmaksimal300ppm.
- Baudanrasanormal
BOBOT JENIS
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat disbanding dengan
volume zat pada suhu tertentu (biasanya 25o C). Rapat jenis (specific gravity) adalah
perbandingan antara bobot jenis suatu zat pada suhu tertentu (biasanya dinyatakan
sebagai 25o /25o, 25o/4o, 4o,4o). Untuk bidang farmasi biasanya 25o/25o.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot
jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada
perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250 terhadap bobot air dengan volume dan
suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah
perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang ditetapkan terhadap bobot air dengan
volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 250C zat berbentuk padat, tetapkan bobot
jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada
air yang tetap pada suhu 250C.
G. Hasil :
Penetapan Kadar :
1. Kadar alcohol dalam Vodka
- Berat pikno kosong (A) = 39,09930 g
- Berat pikno + Aquadest (B) = 89,0035 g
- Berat pikno + destilat Alkohol (C) = 87, 0482 g
=
= 39,62 %
,9884
Maka,
=
= 6,72 %
H. Pembahasan :
Menghitung kadar alcohol dengan menggunakan metode destilasi, yakni
berdasarkan perbedaan titik didih zat. Proses destilasi dari penentuan kadar alcohol
(etanol) menggunakan alat destilaasi sederhana dengan suhu yang dijaga konstan
antara 80oC -85oC. hal yang sulit dilakukan adalah menjaga suhu ini. Dengan
menggunakan heater suhu yang didapatkan tidak bisa sampai naik 80 oC, jadi sebagai
alternatifnya menggunakan lampu sprirtus.
Proses destilasi ini dilakukan sampai tidak adanya turbulen atau udara yang rebut
didalam labu destilasi. Bila turbulen ini sudah tidak ada lagi, maka proses destilasi
boleh dihentikan. Dalam analisa ini, sampel vodka masih bisa dilihat dengan jelas
turbulennya, karena warna uap etanol dengan tetesan yang air dapat dibedakan,
sementara itu untuk mengamati turbulen dari sampel tape singkong diperlukan kejalian
dalam mengamati, karena seperti yang diketahui sampe tidak berwarna jernih sehingga
tidak tampak jelas.
Alat gelas yang digunakan apabila itu untuk sesuatu yang kuanti, tidak boleh
dimasukkan kulkas, karena nanti bisa mengalami proses yang menyebabkan hasil tidak
kuanti lagi sehingga perlu dikalibrasi. Oleh karena itu digunakanlah beaker glass,
mengingat sampel dipindah dari tempat A ke tempat B, maka sudah dapat dipastikan
pasti ada sisa-sisa destilat sampel yang tersisa,sehingga mengurangi adanya ketelitian
dalam perhitunga.
Dalam proses penetapan kadar ini BJ dari alcohol yang dihitung, kemudian untuk
menentukan kadar dari alcohol tersebut perlu melihat table dan menghitungnya.
Penetapan BJ dari alcohol harus pada suhu 20 oC karena bila suhunya berbeda 0,1oC
saja maka hasil yang didapatkan akan berbeda. Oleh karena itu dalam prosespenetapan
kadar alcohol yang harus sangat dijaga adalah suhu.
I. Kesimpulan :
Bahwasannya dalam analisa kadar alcohol pada minuman beralkohol merk vodka
dengan kadar alcohol yang tercantum di etiket kemasan 40 % didapatkan hasilnya
adalah 39,62 %, sementara itu untuk tape ketela yang ditimbang kemudian
dihancurkan dan diambil sarinya didapatkan kadar alcohol yang terkandung dalam
tape pohung tersebut adalah 6,72 %.. Kadar alcohol dalam tape, menurut penelitian
yang pernah dilakukan adalah sekitar 5-6%.
Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus
molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak
berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192C.
Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat
mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam
alkohol (1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut
dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam
bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya.
Rumus bangun vitamin C dapat dilihat pada gambar samping (Ditjen POM, 1995):
reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang
lebih kecil ( +0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium.
Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan
indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat
tercapainya titik akhir titrasi.
Metode iodimetri tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C
dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga
bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai titik akhir yang sama
dengan warna titik akhir titrasi vitamin C dengan iodin.
protein . Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat
dibandingkan dalam suasana netral atau basa.
Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak
digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini
lebih baik dibandingkan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak
mengganggu penetapan kadar vitamin C. Reaksinya berjalan kuantitatif dan praktis
spesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5. Untuk perhitungan maka
perlu dilakukan standarisasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol dengan vitamin C
standar.
dan A11 = 556a . Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali mengalami
kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat mungkin.
Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya ditambahkan senyawa pereduksi
yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan
larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin.
- Iodium 0,01 N
- Indikator amylum 1%
- Aquadest
- KIO3 0,01 N
- Na2S2O3 0,01 N
- H2SO4 4 N
- KI 10%
Sampel
- Cabai Rawit
- Minuman rasa buah
- Jeruk
G. Prosedur :
a. Standarisasi Na2S2O3 0,01 N dengan KIO3 0,01 N
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menghitung massa KIO3 yang diperlukan untuk proses standarisasi
3. Menimbang KIO3 sesuai dengan yang diperhitungkan
4. Melarutkan KIO3 dengan aquadesrt, kemudian mengaddkannya hingga tanda
5. Menghitung kembali normalitas KIO3 hasil penimbangan
6. Memipet 10 ml KIO3 kemudian memasukkannya ke dalam Erlenmeyer iod 250
ml
7. Menambahkan 10 ml KI 10% dan menambahkan 10 ml H2SO4 4 N
8. Menutupnya dan mendiamkannya selama 10 menit di dalam ruang gelap
9. Mentitrasinya dengan Na2S2O3 0,01 N hingga berwarna kuning jerami
10. Menambahkan beberapa tetes indicator amylum 1%, kemudian mentitrasinya
kembali hingga warna biru tetap hilang.
11. Mencatat hasilnya dan menghitung normalitas Na2S2O3 hasil titrasi
b. Standarisasi I2 0,01 N dengan Na2S2O3 0,01 N
1. Memipet 10 ml Na2S2O3 0,01 N yang sudah distandarisasi
2. Menambahkan beberapa tetes indicator amylum 1%
3. Mentitrasinya hingga berwarna biru
4. Mencatat hasil standarisasi I2 dan menghitung normalitas hasil standarisasinya
c. Penetapan Kadar
1. Menimbang 200 gram sampel
2. Menghaluskannya hingga halus dan berbentuk slurry
3. Menimbang kembali sebanyak 30 gram sampel yang sudah berbentuk slurry
dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml
4. Menambahkan aquadest hingga tanda batas
5. Menyaring larutan kemudian memisahkan filtratnya
6. Mengambil 25 ml filtrate dengan vol pipet, kemudian memasukkanya kedalam
Erlenmeyer
7. Menambahkan beberapa tetes amylum 1% dan 20 ml aquadest bila diperlukan
8. Mentitrasi sampel dengan larutan standart iodium 0,01 N hingga berwarna biru.
H. Hasil :
a. Perhitungan KIO3
Massa = V x N x BE
= 0,1 L x 0,01 N x
= 0,0356 gr Hasil penimbangan = 0,0360 gr
b. Normalitas KIO3 hasil penimbangan
Massa = V x N x BE
0,0360 gr = 0,1 L x N x
N =
NKIO3 = 0,0101 N
c. Standarisasi Na2S2O7
V1 = 14,50 ml
V2 = 14,90 ml
N Thio =
= 0,0069 N
d. Standarisasi I2
V1 = 4,10 ml
V2 = 3,90 ml
N I2 =
= 0,0173 N
= 0,0075 % = 7,5
Sirup 2
Berat bahan = 30,5501 gr = 30550,1 mg
Volume titrasi
V1 = 0,20 ml
V2 = 0,10 ml
= 0,0030 % = 3,0
2. Jeruk
Jeruk 1
Berat bahan = 30,0929 gr = 30082,9 mg
Volume titrasi
V1 = 3,70 ml
V2 = 2,20 ml
= 0,0597 % = 59,7
Jeruk 2
Berat bahan = 30,2534 gr = 30253,4 mg
Volume titrasi
V1 = 3,00 ml
V2 = 3,50 ml
= 0,0654 % = 65,4
3. Cabe
Cabe 1
= 0,0518 % = 51,8
Cabe 2
Berat bahan = 30,1172 gr = 31117,2 mg
Volume titrasi
V1 = 7,95 ml
V2 = 7,35 ml
= 0,1547 % = 154,7
I. Pembahasan :
Analisa vitamin C dengan menggunakan metode titimetri iodimetri, dalam proses
penetapan kadar ini sebaiknya dihindari adaya kontak langsung dengan oksigen atau
udara yang terlalu berlebih, karena vitamin C dalah zat yang mudah teroksidasi oleh
suhu maupun oleh udara. Proses penetapan kadar menggunakan titrasi iodimetri,
karena, Iodium merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah), sehingga hanya
zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi, seperti vitamin C yang
bersifat reduktor kuat akan dioksidasikan oleh I2 dalam suasana asam dan I2 tereduksi
menjadi ion iodide.
Standarisasi yang dilakukan dalam penetapan kadar ini dalah sebanyak 3 kali,
yakni :
1. Standarisasi KIO3 melalui penimbangan
2. Standarisasi Natriun thiosulfate dengan menggunakan KIO3
3. Standarisasi I2 dengan menggunakan natrium thiosulfate yang sudah distandarisasi.
Proses penetapan kadar ini dengan menggunakan indicator amylum yang diberikan
secara langsung saat awal. Mengapa? Karena seperti yang telah dijelaskan diatas,
bahwasannya dalam proses titrasi iodine akan berikatan dengan vitamin c, selanjutnya
bila vitamin c yang ada sudah berikatan sepenuhnya dengan I 2 maka I2 akan berikatan
dengan amylum dan akan membentuk kompleks warna biru. Volume I 2 yang
digunakan sebanding dengan kadar vitamin c dalam sampel.
Dalam proses penetapan kadar vitamin C, seharusnya dilakukan hingga warna
sampel benar-benar berubah, bukan berubah sementara, karena dalam penetapan kadar
vitamin C yang dilakukan saat ini, proses titrasi dihentikan saat warna larutan sampel
sudah berubah, namun saat didiamkan lagi warnanya kembali seperti semula, jadi
seudah pasti kadar yang ditetapkan diatas kurang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
J. Kesimpulan :
Dari hasil praktikum didapatkan kadar vitamin C dalam sampel adalah sebagi
berikut:
Kadar Vitamin C
No. Sampel Kadar Vitamin C
(pada situs undip.ac.id)
1 Cabe 1 51,8 mg/ 100 g
70 mg/ 100 g
Cabe 2 154,7 mg / 100 g
2 Jeruk 1 59,7 mg/ 100 g
53 mg/ 100 g
Jeruk 2 65,4 mg/ 100 g
3 Rita Active 1 3,0 mg / 100 g
-
Rita Aktive 2 7,5 mg / 100 g
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Wisnu, Dr.Ir.M.Si. 2012. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan. Jakarta : Bumi Aksara
Saparinto, Cahyo, dkk. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jogyakarta : Konisius.
Goodman, Sandra Ph.D. 1994. Ester C (Vitamin C). Jakarta : Gramedia.
Budianto, Krisna Agus, Dr.H. 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press.
Legowo, Anang M, dkk. 2005. Analisis Pangan. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Cresakin. Emmanuel.M.D,D.M.D. 1988. Vitamin C. USA : Bio Communication Press.
(dalam bentuk e-book)
Jurnal Bahan tambahan pangan.2006 (bisa diakses melalui ebookpangan.com)
Azizahwati, Maryati Kurniadi, Heidi Hidayati dalam jurnal Analisis zat warna sintetik
terlarang untuk makanan yang beredar dipasaran. 2007