Anda di halaman 1dari 217

ANALISIS PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS AND

CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK


KECAP MANIS PT. X

Lulu Hana Salsabila


11140920000068

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H

i
ANALISIS PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS AND
CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK
KECAP MANIS PT. X

Lulu Hana Salsabila


11140920000068

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada
Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H

ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Lulu Hana Salsabila

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 09 Oktober 1996

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jalan Tanah Seratus, Swadaya II RT/RW


005/004 No. 99, Sudimara Jaya, Kota
Tangerang, 15151

No. Hp : +62812-8040-0702

E-mail : salsabilalulu@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2001 – 2002 : TK Cendrawasih

2002 – 2008 : SDN 005 Samarinda

2008 – 2011 : SMPN 1 Samarinda

2011 – 2014 : SMAN 85 Jakarta

2014 – 2019 : S-1 Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

v
PENGALAMAN ORGANISASI DAN PRESTASI

2009 – 2011 : Anggota Organisasi Intra Sekolah SMPN 1


Samarinda

2012 - 2014 : Anggota Organisasi Intra Sekolah SMAN 85


Jakarta

2012 - 2013 : Anggota Organisasi Ekstra Fotografi SMAN


85 Jakarta

2015 – 2016 : Anggota Divisi Humas LSO Saman Agribisnis


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2015 : Anggota Divisi Humas Saman Festival 2015


Agribisnis UIN Syarif Hidyatullah Jakarta

2016 – 2017 : Ketua Divisi Humas LSO Saman Agribisnis

2016 : Peserta Penari 6600 Ratoeh Jaroe Massal


TMII

2018 : Finalis Quinza Model 2018

2019 : Anggota Gue Anak Radio Season 2

PENGALAMAN KERJA

2017 : Divisi Produksi PT. X

2019 : Divisi Food Safety Quality PT. X

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi berjudul “Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And

Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Kecap Manis PT. X”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

strata satu (S1) pada Program Studi Agribisnis / Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penyelesaian skripsi

tidak mudah dan tidak terlepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai

pihak. Maka pada kesempatan ini, izinkan penulis untuk mengucapkan

banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang memberikan dukungan

dan bantuan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis akan menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Ibu (Iis Helmina) dan Ayah (Edi Sunardi)

yang telah memberikan doa yang tiada henti, kasih sayang yang tidak

terhingga dan berbagai dukungan dalam bentuk moral serta material.

Teteh sayang ibu dan ayah.

vii
2. Kedua adik tercinta yaitu Naura Azzahra Kamila dan Alaric Gibran

Aqila yang selalu memberikan semangat dan menghibur penulis

dikala penulis lelah untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

jajarannya.

4. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis

dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku Sekretaris Program Studi

Agribisnis, terima kasih telah memberikan dukungan kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Eny Dwiningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Rizki

Adi Puspita Sari, MM selaku dosen pembimbing II, terima kasih ibu

yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis

serta memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.

6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku dosen penguji I dan

Ibu Agustina Senjayani, M.Si selaku dosen penguji II yang telah

memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan ilmu, pengetahuan, wawasan, dukungan serta

motivasi tanpa henti kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

viii
8. Bapak Iwan Aminuddin selaku Ketua Prodi Magister Agribisnis,

terimakasih pak selalu memberikan semangat agar penulis segera

menyelesaikan skripsi.

9. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu,

pengetahuan, serta wawasan kepada penulis selama masa perkuliahan

sehingga ilmunya dapat bermanfaat untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Teh Nemi, Mas Willy, Pak Anin, Pak Syarief, beserta anggota divisi

Food Safety Quality, Pak Sudi anggota divisi EHS dan seluruh

karyawan produksi PT. X, terimakasih atas ilmu, pengetahuan,

semangat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini.

11. Sahabat penulis yaitu MILAN (Mutiah Nabilla Ulfah, Iqnestita Dwi

Haqiqi, Andini Fauzia, Maftuhatun Fista Amalia) dan Aulia Badrul

Fat’h yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi

untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi tempat

keluh kesah dalam segala cerita kehidupan penulis dan telah menjadi

mesin tertawa bagi penulis. Love you, Milan & Badrul.

12. Sahabat seperjuangan penulis di kampus (Chabe Syariah) yaitu Ninda

Amillia Putri, Oktaria Dwita Permata, Ulfa Fitriana, Humairra

Avicienna, Tia Septiani, Deannisa Indriyani, dan Vivi Ataini yang

telah menjadi teman dari awal kuliah hingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

ix
13. Adik-adik Agribisnis yaitu Dita Milih Anggraini, Arin Annisa, Anas

Tasya Ayu Wibowo, dan Dewi Wulandari yang selalu memberikan

semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

14. Keluarga besar Agribisnis 2014 terutama kelas Agribisnis 2014 B

yang telah membantu, memberikan semangat, motivasi dan kenangan

indah kepada penulis selama perkuliahan.

15. Kakak-kakak mentor tersayang yaitu Alif Akbar Al Islami dan Wulan

Cahyaningsih yang telah banyak membantu penulis, memberikan

dukungan, ilmu, informasi dan motivasi selama perkuliahan.

16. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dengan tanpa

mengurangi rasa hormat.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah

kalian berikan kepada penulis.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Oktober 2019

Penulis

x
RINGKASAN

Lulu Hana Salsabila, Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And


Critical Control Point (HACCP) pada Produk Kecap Manis PT. X. Di bawah
bimbingan Eny Dwiningsih, M.Si dan Rizki Adi Puspita Sari, MM.

PT. X merupakan salah satu perusahaan produsen kecap di


Indonesia yang memiliki berbagai variasi rasa dan selalu mengembangkan
inovasi terhadap rasa kecap yang diproduksi. Perusahaan memiliki
komitmen besar dalam menjaga kualitas dan keamanan produk dengan
cara melakukan pengawasan pada proses produksi. Pengawasan berfungsi
untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kontaminasi yang dapat
merusak keamanan produk (food safety) dan kualitas produk (food
quality) kecap yang diproduksi perusahaan. Kapasitas produksi kecap
setiap batch sebanyak 4800 liter dengan produksi yang bersifat kontinu
setiap harinya. Dengan melihat banyaknya kapasitas yang diproduksi,
maka penting untuk melakukan suatu tindakan atau upaya mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan potensi bahaya yang ditimbulkan agar
menghasilkan produk aman dan berkualitas. PT. X telah menerapkan
Quality System Internal yang disebut QRMP (Quality Risk Management
Process). Dalam sistem QRMP ini terdapat ISO yaitu ISO 9001, ISO
22000 dan ISO 17025 yang sudah diterapkan oleh perusahaan.
Perusahaan telah menerapkan Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) yang termasuk ke dalam ISO 22000 mengenai keamanan
pangan dan telah mendapat sertifikasi HACCP dalam produksi kecap.
Penerapan HACCP didukung dengan melaksanakan penerapan
persyaratan dasarnya yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Namun dengan
adanya audit yang dilaksanakan baik itu internal maupun eksternal, masih
terjadi hal atau temuan yang akan mempengaruhi kualitas dan keamanan
dari produk kecap yang diproduksi. Konsumen yang mengkonsumsi
kecap X sangat peduli terhadap kondisi keamanan kecap yang diproduksi.
Konsumen tidak hanya dalam negeri, bahkan konsumen yang berasal dari
luar negeri sering melakukan audit terencana bahkan audit yang dilakukan
secara tiba-tiba untuk mengetahui kesiapan dan memastikan penerapan
keamanan pangan perusahaan berjalan dengan baik sehingga
menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi. Temuan yang
terdapat dalam produksi diakibatkan oleh belum maksimalnya penerapan
HACCP yang dilakukan perusahaan, terutama dari segi persyaratan dasar
HACCP. Dari temuan yang masih terdapat dalam proses produksi, maka
diperlukan adanya analisis untuk melihat sejauh mana perusahaan
menerapkan sistem HACCP dan sistem persyaratan HACCP. Penelitian
ini memiliki tujuan, yaitu : (1) Menganalisis penerapan sistem GMP dan
SSOP di PT. X, (2) Menganalisis penerapan HACCP di PT. X, (3)

xi
Merumuskan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan penerapan
HACCP di PT. X.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, observasi,
dokumentasi perusahaan, dan instrumen penelitian terhadap aktivitas
produksi kecap manis X. Data sekunder diperoleh dari berbagai studi
pustaka dan sumber literatur yang mendukung penelitian. Metode analisis
yang digunakan yaitu antara lain metode GAP Analysis yaitu untuk
menganalisis kesenjangan yang terjadi terhadap penerapan sistem
HACCP di perusahaan dan formulir checklist yaitu untuk menganalisis
penyimpangan yang terjadi terhadap penerapan sistem persyaratan dasar
HACCP yaitu GMP dan SSOP di perusahaan. Penelitian ini dilakukan
dengan menyusun instrumen penelitian GMP, SSOP, dan HACCP yang
akan digunakan peneliti dengan teknik wawancara, observasi dan
mengumpulkan dokumentasi internal perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa rata-rata keseluruhan penyimpangan sistem persyaratan dasar
HACCP yaitu GMP dan SSOP di perusahaan sebesar 17,64 % untuk
penerapan GMP, dan 19,27 % untuk penerapan SSOP yang artinya bahwa
penerapan GMP dan SSOP cukup memenuhi instrumen penelitian yang
telah disusun. Kemudian rata-rata kesenjangan penerapan sistem HACCP
sebesar 12,09 % yang artinya bahwa penerapan sistem HACCP telah
dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi
instrumen penelitian yang dibuat berdasarkan panduan HACCP, namun
terdapat sedikit kelalaian dalam pelaksanaan sistem tersebut.
Rekomendasi tindak lanjut yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian
sebanyak 12 rekomendasi untuk penerapan GMP yaitu pada variabel
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan,
laboratorium, karyawan, pengemas, penyimpanan, pemeliharaan sanitasi,
pengangkutan dan pelatihan. Kemudian untuk SSOP dirumuskan 4
rekomendasi tindak lanjut yaitu pada variabel kebersihan permukaan yang
kontak langsung dengan makanan, fasilitas sanitasi dan cuci tangan dan
toilet, pengendalian kesehatan karyawan, dan pemberantasan hama.
Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan HACCP sebanyak 4 yaitu
pada variabel tim HACCP, analisa bahaya, sistem penyimpanan catatan,
dan prosedur verifikasi sistem HACCP.

Kata Kunci : Produksi Kecap, Sistem HACCP, GMP, SSOP, GAP


Analysis, Formulir Checklist, Rumusan Rekomendasi
Tindak Lanjut.

xii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................................. 8
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 9

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Kecap .................................................................................................................. 10


2.2. Keamanan Pangan ............................................................................................. 15
2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan .......................................................... 18
2.4. Good Manufacturing Practices (GMP) .......................................................... 20
2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ...................................... 28
2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) ............................... 29
2.7. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 41
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 46


3.2. Metode Penelitian .............................................................................................. 46
3.3. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 48

xiii
1. Studi Lapangan .............................................................................................. 48
2. Studi Kepustakaan......................................................................................... 49
3.5. Informan ............................................................................................................. 50
3.6. Metode Analisis Data ....................................................................................... 50
3.6.1. Model Pendekatan Miles dan Huberman ............................................ 51
3.6.2. Analisis Kesenjangan (GAP Analysis) ................................................. 54
3.6.3. Formulir Checklist Penilaian GMP dan SSOP ................................... 57
3.7. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 58
3.8. Definisi Operasional ......................................................................................... 59

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1. Profil PT. X ........................................................................................................ 61


4.2. Sejarah PT. X ..................................................................................................... 61
4.3. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan ...................................................................... 62
4.4. Struktur Organisasi PT. X ................................................................................ 64
4.5. Ketenagakerjaan PT. X ..................................................................................... 67
4.6. Produk PT. X ..................................................................................................... 69
4.7. Proses Produksi Kecap PT. X .......................................................................... 71
4.7.1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan ...................................................... 71
4.7.2. Bahan Pengemas ..................................................................................... 71
4.7.3. Produk Akhir ........................................................................................... 74
4.7.4. Proses Produksi ....................................................................................... 76
4.7.5. Pengendalian Mutu Produk ................................................................... 76

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Penyimpangan Penerapan Sistem Good Manufacturing


Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure
(SSOP) PT. X..................................................................................................... 78
5.1.1. Good Manufacturing Practices (GMP) ............................................... 78
5.1.2. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ......................... 111
5.2. Analisis Kesenjangan Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) PT. X ..................................................................... 125
5.3. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP PT. X............... 143
5.3.1. Rekomendasi Tindak Lanjut Persyaratan Dasar Sistem HACCP .. 143
5.3.2. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP................ 149

xiv
BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 151


6.2. Saran ................................................................................................................. 153

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................154

LAMPIRAN ........................................................................................................156

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
Halaman

1. Produsen Kecap Utama di Indonesia tahun 2012 ............................................... 2

2. Varian Kecap PT. X ............................................................................................ 3

3. Identifikasi Bahaya Pada Produksi Kecap ........................................................ 14

4. Jenis-Jenis Bahaya Produk Kecap ..................................................................... 35

5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap .............................................................. 35

6. Penetapan Kategori Risiko ................................................................................ 36

7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X ............................................. 69

8. Standar Kecap Manis SNI dan PT. X................................................................ 74

9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X ........................................ 78

10. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Lokasi ........................ 80

11. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bangunan................... 82

12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi ........ 85

13. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Mesin dan Peralatan .. 89

14. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bahan......................... 91

15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses.... 93

16. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Produk Akhir ............. 97

17. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Laboratorium ............. 98

18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan .................. 99

19. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengemas................. 101

20. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Label dan


Keterangan Produk ........................................................................................ 102

xvi
21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan ........... 103

22. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pemeliharaan dan


Program Sanitasi ........................................................................................... 106

23. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengangkutan .......... 108

24. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Dokumentasi dan


Pencatatan ..................................................................................................... 109

25. Penyimpangan Penerapan GMP PT.X pada Variabel Pelatihan ................... 110

26. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X ................................... 111

27. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Keamanan Air ....................... 112

28. Standar Mutu Air PT. X ................................................................................ 113

29. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Kebersihan Permukaan yang


Kontak dengan Makanan............................................................................... 114

30. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi


Silang ............................................................................................................ 116

31. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Fasilitas Sanitasi Cuci


Tangan dan Toilet ......................................................................................... 119

32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan


Bahan Kimia yang Tepat ............................................................................... 120

33. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pengendalian Kesehatan


Karyawan ...................................................................................................... 122

34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama ............ 123

35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X ................................ 125

36. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Kebijakan Mutu ..... 127

37. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Tim HACCP .......... 128

38. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Deskripsi Produk ... 130

39. Deskripsi Produk dalam Panduan HACCP PT. X ........................................ 131

40. Penilaian Penyimpangan Penerapan GMP PT. X ......................................... 132

xvii
41. Penilaian Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X ........................................ 133

42. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Penyusunan dan


Verifikasi Bagan Alir .................................................................................... 134

43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya ...... 135

44. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Sistem


Penyimpanan Catatan .................................................................................... 140

45. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Prosedur Verifikasi


Sistem HACCP ............................................................................................. 141

46. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Perubahan atau


Revisi Dokumen ............................................................................................ 142

47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X .................. 144

48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X............................... 149

xviii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Halaman

1. Grafik Prioritas Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X ........................... 5

2. Grafik Penyebab Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X ......................... 6

3. Skema Pembuatan Kecap Manis ........................................................................13

4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP ................................................20

5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ..................................31

6. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP ......................................................38

7. Kerangka Pemikiran Penelitian ..........................................................................45

8. Struktur Organisasi PT. X ..................................................................................65

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Halaman

1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan GMP.............................................................. 157

2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan SSOP ............................................................. 175

3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan HACCP ......................................................... 183

xx
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perbincangan mengenai keamanan pangan suatu produk selalu

berkembang dimana konsumen sekarang membutuhkan tingginya tingkat

kualitas, kebersihan, dan kesehatan dari produk makanan serta menilai

makanan yang dikonsumsi melalui penelusuran status, kondisi mutu makanan

serta melihat metode yang digunakan dalam pembuatan makanan tersebut.

Permasalahan keamanan pangan umumnya terletak pada kelemahan

perusahaan dalam hal menjamin keamanan produk terhadap bahaya

mikrobiologi, kimia, dan fisik. Bahaya tersebut seringkali ditemukan karena

rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, dan belum diterapkannya

praktik sanitasi dan higienitas yang memadai, serta kurangnya kesadaran

pekerja maupun produsen mengenai keamanan pangan.

Kondisi keamanan pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan

karena kurangnya pengawasan, tanggung jawab serta rendahnya pengetahuan

produsen mengenai pentingnya keamanan pangan suatu produk sehingga

dapat menyebabkan pangan tersebut menjadi tidak aman. Hal ini membuat

suatu perusahaan perlu untuk menerapkan sistem jaminan keamanan pangan

yaitu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan

sistem pengendalian yang dilakukan pada titik-titik kendali kritis bahan baku,

tahapan proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses untuk

menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan

1
yang ditetapkan. Penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP) dalam perusahaan akan lebih efektif apabila perusahaan telah

menerapkan sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation

Standard Operating Procedures (SSOP) dengan baik dan optimal.

Industri kecap merupakan salah satu industri pangan yang berasal dari

hasil olahan kedelai yang perkembangannya dinilai cukup baik dan produknya

banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya perusahaan yang memproduksi kecap baik industri yang berskala

kecil seperti UMKM, maupun industri dalam skala besar.

Proses produksi kecap harus melalui proses yang benar sehingga dapat

dipastikan bahwa produk kecap tersebut aman untuk dikonsumsi. Pembuatan

kecap berasal dari hasil fermentasi sari kedelai, baik itu kedelai putih atau

kedelai hitam dengan menggunakan beberapa mikroba yang dapat membantu

proses berlangsungnya fermentasi. Namun, perlu diperhatikan faktor-faktor

dalam pembuatan kecap karena proses produksi yang tidak sesuai akan

menimbulkan bahaya tersendiri khususnya bagi kesehatan konsumen.

Beberapa produsen kecap di Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produsen Kecap Utama di Indonesia Tahun 2012


No Merek Perusahaan
1. Kecap X PT. X
2. Kecap Bango PT. Unilever
3. Kecap Sedap PT. Wings Food
4. Kecap Indofood PT. Indofood Sukses Makmur
Sumber : www.swa.co.id (2012)

Salah satu perusahaan yang menjadi produsen kecap di Indonesia

adalah PT. X. Kecap merupakan produk pertama yang diproduksi oleh

2
perusahaan ini. Pada saat ini, kecap X terus mengembangkan berbagai variasi

dan inovasi. Berbagai variasi rasa dari kecap X disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Varian Kecap PT. X


No. Varian Rasa
1. Kecap Manis
2. Kecap Asin
3. Kecap Hoki
4. Kecap Inggris
5. Kecap Minyak Wijen
Sumber : Data PT. X (2019)

PT. X selalu melakukan upaya untuk menjaga keamanan pangan

dengan cara melakukan pengawasan pada proses produksi. Pengawasan

berfungsi untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kontaminasi yang

dapat merusak keamanan produk (food safety) dan kualitas produk (food

quality) kecap yang diproduksi perusahaan.

Proses produksi kecap diawali dengan mempersiapkan bahan baku

hingga menghasilkan produk akhir yang aman dan siap untuk dikonsumsi.

Terdapat kemungkinan kontaminasi yang terjadi ketika proses produksi

sehingga dapat mengubah karakteristik produk dan merusak kualitas produk

yang dihasilkan.

PT. X merupakan salah satu produsen kecap yang memiliki komitmen

besar dalam menjaga kualitas dan keamanan produk. Kapasitas produksi

kecap setiap batch sebanyak 4800 liter dengan produksi yang bersifat kontinu

setiap harinya. Melihat banyaknya kapasitas yang diproduksi, maka penting

untuk melakukan suatu tindakan atau upaya mencegah, mengurangi, dan

menghilangkan potensi bahaya yang ditimbulkan agar menghasilkan produk

3
aman dan berkualitas melalui sistem keamanan pangan yang diterapkan oleh

perusahaan.

Perusahaan menerapkan Quality System Internal yang disebut QRMP

(Quality Risk Management Process). Sistem QRMP merupakan sistem

manajemen mutu yang diterapkan perusahaan untuk merencanakan dan

memfasilitasi perbaikan serta mengukur efektivitas mutu dan keamanan

pangan secara keseluruhan. Sistem QRMP dilakukan mulai dari penerimaan

bahan baku hingga produk diterima konsumen. Sistem QRMP mencakup

beberapa ISO diantaranya ISO 9001, ISO 22000 dan ISO 17025 yang telah

diterapkan oleh perusahaan. Perusahaan menerapkan Hazard Analysis and

Critical Control Point (HACCP) dimana sistem ini merupakan bagian dari

ISO 22000 yang membahas mengenai keamanan pangan. Perusahaan telah

mendapat sertifikasi HACCP dalam produksi kecap. Penerapan HACCP

didukung dengan melaksanakan penerapan persyaratan dasar yaitu Good

Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating

Procedures (SSOP). Namun dengan adanya audit yang dilaksanakan baik itu

internal maupun eksternal, masih terjadi hal atau temuan yang akan

mempengaruhi kualitas dan keamanan dari produk kecap yang diproduksi.

Konsumen yang mengkonsumsi kecap dari PT. X sangat peduli terhadap

kondisi keamanan kecap yang diproduksi. Konsumen tidak hanya dalam

negeri, bahkan konsumen yang berasal dari luar negeri sering melakukan audit

terencana bahkan audit yang dilakukan secara tiba-tiba untuk mengetahui

kesiapan dan memastikan penerapan keamanan pangan dalam perusahaan

4
berjalan dengan baik sehingga menghasilkan produk yang aman untuk

dikonsumsi. Perusahaan telah mengeskpor produk kecap hingga ke luar negeri

dengan tujuan agar produk kecap yang dihasilkan oleh perusahaan dapat terus

bersaing dalam pasar Internasional.

Temuan yang terdapat pada saat kegiatan produksi dikelompokan

berdasarkan prioritasnya dan disajikan pada Gambar 1.

350
300
250
200 Prioritas Critical

150 Prioritas Major


Prioritas Minor
100
Prioritas Opportunity
50
0
Mar-18

Mei-18
Jan-18

Jul-18

Jan-19
Apr-18

Nov-18
Des-18
Jun-18
Feb-18

Agt-18
Sep-18
Okt-18

Gambar 1. Grafik Prioritas Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X


Sumber : Data Perusahaan Diolah (2019)

Gambar 1 menunjukan grafik prioritas temuan yang terjadi dari bulan

Januari 2018 hingga Januari 2019 dimana ketika terjadi temuan, perusahaan

mengelompokkan prioritas temuan tersebut. Terdapat prioritas critical,

prioritas major, prioritas minor, dan prioritas opportunity. Penentuan prioritas

didasarkan pada seberapa fatalnya temuan yang ditemukan pada saat audit dan

penentuan prioritas ini juga menentukan perbedaan waktu terhadap

penanganan temuan di perusahaan. Dapat dilihat untuk satu tahun terakhir

temuan yang sering terjadi di perusahaan yaitu temuan dengan prioritas minor.

Prioritas minor merupakan suatu prioritas yang bersifat ringan dan kecil

5
kemungkinan untuk mempengaruhi produk yang dihasilkan. Penentuan waktu

untuk menyelesaikan temuan prioritas minor tidak lebih cepat dibandingkan

prioritas major dan critical. Namun permasalahan yang terjadi di perusahaan

adalah terletak pada penanganan temuan prioritas minor yang seharusnya

dilakukan perusahaan melebihi batas waktu (due date) yang telah ditetapkan.

Hal ini yang menyebabkan semakin banyak temuan dalam prioritas minor

pada setiap bulannya dan dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas produk

apabila tidak segera ditangani. Selain prioritas minor, terdapat temuan dengan

prioritas major yang terjadi di bulan September. Prioritas major merupakan

suatu prioritas yang lebih serius dibandingkan dengan prioritas minor dimana

prioritas ini dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Terdeteksi adanya

temuan pada saat proses produksi dapat disebabkan oleh beberapa hal yang

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Penyebab Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X


Sumber : Data Perusahaan Diolah (2019)

6
Gambar 2 menunjukkan grafik penyebab temuan yang terdapat pada

saat proses produksi. Penyebab temuan disebabkan oleh beberapa hal

diantaranya people, building, equipment, record, training, Ways Of Working

(WOW), dan methods. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan evaluasi dari

penerapan sistem keamanan pangan khususnya pada penerapan HACCP baik

itu dari sistem persyaratan dasar yaitu GMP dan SSOP untuk mengurangi

temuan yang terdapat saat kegiatan audit berlangsung. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan sistem keamanan

pangan yaitu HACCP baik dari segi kelengkapan panduan HACCP, menilai

penerapan persyaratan dasar yaitu GMP dan SSOP dengan panduan yang

tersusun, menilai dan melihat penerapan serta konsistensi sistem HACCP pada

produksi kecap serta merumuskan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan

dan penyempurnaan sistem HACCP dalam perusahaan, sehingga penulis

memberikan judul penelitian ini yaitu “Analisis Penerapan Sistem Hazard

Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Kecap Manis

PT. X”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu Good

Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating

Procedure (SSOP) di PT. X?

7
2. Bagaimana penerapan sistem HACCP di PT. X?

3. Apa rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan untuk perbaikan

sistem HACCP di PT. X?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penulis

memiliki tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis penyimpangan penerapan sistem persyaratan dasar

HACCP yaitu sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di PT. X.

2. Menganalisis kesenjangan penerapan sistem HACCP di PT. X.

3. Merumuskan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan

perusahaan untuk perbaikan sistem HACCP di PT. X.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan, sebagai salah satu masukan untuk pihak manajemen

mengenai bagaimana pelaksanaan penerapan sistem Hazard Analysis

and Critical Control Point (HACCP) produksi kecap yang sesuai

panduan agar dapat berjalan lebih baik.

2. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana strata satu

(S1) program studi Agribisnis serta untuk menambah wawasan ilmu

pengetahuan dan menerapkan dan membandingkan antara teori yang

dipelajari dengan penerapan yang ada.

8
3. Bagi pembaca, sebagai informasi tentang penerapan sistem Hazard

Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada produk kecap yang

sesuai dengan prosedur atau panduan serta dapat menjadi masukan

bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yaitu dilaksanakan di PT. X dengan

melakukan observasi langsung pada kegiatan produksi kecap untuk

mengetahui penerapan yang berjalan sesuai atau tidak dengan panduan yang

ada. Selain melakukan observasi dilakukan juga diskusi dan wawancara

langsung, pengumpulan data terkait, serta melakukan evaluasi dan analisis

data. Penelitian ini juga mempelajari mengenai keadaan umum perusahaan,

ketenagakerjaan, produk yang dihasilkan, dan sejauh mana pelaksanaan

penerapan sistem HACCP yang berlangsung di perusahaan. Setelah

mengetahui penerapan sistem HACCP yang sedang berlangsung dengan

pengamatan langsung dan membandingkan keadaan di lapangan dengan

panduan, akan dilakukan evaluasi dengan memberikan rekomendasi tindak

lanjut untuk tindakan perbaikan serta saran kepada perusahaan agar dapat

melaksanakan penerapan sistem HACCP dengan lebih baik. Informan dalam

penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam manajemen sistem

keamanan pangan khususnya sistem HACCP yang dilakukan dalam produksi

kecap manis PT. X.

9
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Kecap

Kecap adalah salah satu produk olahan kedelai yang sangat familiar

digunakan sebagai penyedap masakan. Terdapat dua jenis kecap berdasarkan

cita rasanya, yaitu kecap manis dan kecap asin. Komposisi kecap manis

berbentuk kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan

terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak. Kecap

umumnya menggunakan bahan dasar kedelai hitam atau kedelai kuning, dapat

pula menggunakan air kelapa atau ampas padat dari pembuatan tahu. Kecap

yang beredar di pasaran memiliki cita rasa yang berbeda-beda karena masing-

masing produsen memiliki komposisi resep yang berbeda (Salim, 2012:79).

Menurut Fukushima (2003) dalam Muchtadi (2010:33), proses

pembuatan kecap dari kacang kedelai dapat dilakukan secara fermentasi atau

kimiawi, pada proses kimiawi komponen protein dan karbohidrat dalam bahan

baku dihidrolisis dengan menggunakan HCL (asam klorida) pada suhu tinggi

yang akan menyebabkan asam amino triptofan akan rusak, maka dari itu

konsumen lebih menyukai kecap hasil fermentasi.

Sekitar 80% shoyu (kecap asin) yang dipasarkan dan dikonsumsi di

Jepang diproduksi dengan proses fermentasi, sedangkan di Indonesia, kecap

hanya diproduksi melalui proses fermentasi baik dari kedelai hitam, kedelai

kuning maupun bungkil kedelai. Selain itu kecap yang dihasilkan di Indonesia

sebagian besar berupa kecap manis, karena dalam proses pembuatannya

10
ditambahkan gula merah (kelapa atau aren) (Kataoka, (2005) dalam Muchtadi,

2010:33).

Pasar kecap di Indonesia cukup besar yang didominasi oleh

perusahaan-perusahaan besar dan memiliki kecenderungan meningkat dari

tahun ke tahun. Produsen kecap bersaing untuk merebut pasar dengan harga

yang kompetitif dan produk yang berkualitas. Hal ini menjadi peluang bagi

para produsen untuk menyajikan kecap yang berkualitas dalam cita rasa dan

higienis (Salim, 2012:80).

Proses fermentasi pada industri kecap menggunakan jamur

Aspergillus sojae atau Aspergillus oryzae. Mula-mula kedelai difermentasi

dengan kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. menjadi semacam tempe

kedelai. Kemudian tempe ini dikeringkan dan direndam di dalam larutan

garam. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai yaitu bakteri

Zygosaccharomyces dan bakteri Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein

menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma, serta menghasilkan

asam. Kedelai akan terfermentasi pada larutan dengan kadar garam 15-20%.

Kedelai yang umumnya digunakan untuk pembuatan kecap adalah

kedelai hitam. Beberapa varietas kedelai unggul cocok sebagai bahan baku

pembuatan kecap antara lain Merapi dan Cikuray dengan kadar protein tinggi

(42%), Malika dengan kadar protein (37%), Detam-1 dan Detam-2 memiliki

kadar protein lebih tinggi (43-44,6%), dan bobot biji lebih besar (14 g / 100

biji). Detam-1 dan Detam-2 memiliki potensi hasil 3-3,5 ton/ha lebih unggul

11
dibanding dengan varietas Merapi, Cikuray, dan Malika serta beberapa

varietas lain berbiji kuning (Salim, 2012:81).

Kecap juga dapat diproduksi dari bungkil kedelai (sisa hasil ekstraksi

minyak kedelai). Pada proses fermentasi dalam pembuatan kecap terdapat dua

tahapan penting, yaitu fermentasi kapang (tahap pembentukan koji atau

“tempe” dan fermentasi dalam larutan garam jenuh (tahapan moromi)

(Muchtadi, 2010:33). Fermentasi kapang merupakan tahap awal fermentasi

dalam pembuatan kecap, tetapi sangat menentukan kualitas kecap yang akan

dihasilkan. Tahapan koji merupakan tahapan fermentasi kapang terhadap

campuran kedelai yang telah dimasak dan gandum yang telah disangrai.

Sedangkan tahapan moromi merupakan proses fermentasi koji dalam larutan

garam. Proses pembuatan kecap manis di Indonesia disajikan pada Gambar 3

(Muchtadi, 2010:34).

12
KEDELAI BERSIH

Perebusan

Penirisan
Inokulum Gandum (Terigu
(Aspergillus sp.) Sangrai)
Inkubasi, 3 hari

Larutan Garam
(NaCl) 25%
Perendaman dalam larutan
garam, 2 bulan

Ampas Kecap Pengepresan & Penyaringan


(Bungkil)

Bumbu Rempah & Filtrat 1


Gula Rempah (Cairan)

Penyaringan Ampas

Filtrat 2
(Cairan)

Pemasakan

KECAP MANIS Pengemasan

Gambar 3. Skema Pembuatan Kecap Manis


Sumber : Muchtadi (2010:34)

Mutu produk kecap umumnya dinilai dari kadar protein yang

dikandungnya (total nitrogen). Mutu kecap juga dapat dinilai dari rasio

nitrogen terlarut terhadap nitrogen total, yang dapat menunjukan tingkat

13
konversi protein yang berhasil dihidrolisis menjadi peptide larut dan asam

amino. Asam amino yang dihasilkan sangat berperan dalam pembentukan

flavour kecap.

Perusahaan perlu memperhatikan bahaya-bahaya yang mungkin

terjadi pada saat produksi sehingga kecap yang dihasilkan dapat aman untuk

dikonsumsi. Bahaya-bahaya yang mungkin terjadi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Identifikasi Bahaya pada Produksi Kecap


Langkah Proses Input Bahaya
Penanganan bahan Bahan baku dari pemasok Biologi
baku Kapang dan khamir serta
bakteri patogen dalam bahan
baku
Kimia
Kontaminasi bahan kimia
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam , plastik, kayu, kaca)

Perebusan bungkil Bungkil kacang kedelai Biologi


kacang kedelai Kapang dan khamir serta
bakteri patogen dalam bahan
baku
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Pemasakan dan Biji gandum Biologi
penggilingan biji Kapang dan khamir serta
gandum bakteri patogen dalam bahan
baku
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Fermentasi kapang Bungkil kedelai dan biji Biologi
gandum Mikroorganisme yang tidak
diinginkan dari udara
Fermentasi garam Larutan garam dan bibit Biologi
kecap / kapang Mikroorganisme yang tidak
diinginkan dari udara
Pengepresan Tauco Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)

14
Tabel 3. Identifikasi Bahaya pada Produksi Kecap
Langkah Proses Input Bahaya
Pemasakan gula Sari kecap dan gula, larutan Fisik
garam, air Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Penyaringan Campuran sari kecap, gula, Fisik
larutan garam, serta air Kontaminasi benda asing
yang sudah dimasak (logam, plastik, kayu, kaca)
Pencampuran Filtrate hasil penyaringan, Fisik
(blending) sodium, benzoate, dan Kontaminasi benda asing
pewarna caramel (logam, plastik, kayu, kaca)
Separator setelah Sari kecap Fisik
preheating Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Pencucian botol Botol dan obat pencuci Kimia
kemasan Kontaminasi bahan kimia
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:24)

Tabel 3 menunjukkan identifikasi bahaya mulai dari mikrobiologi,

kimia, maupun fisik yang terdapat pada proses pembuatan kecap pada bahan

baku hingga produk jadi. Setelah diidentifikasi, dilakukan kategorisasi bahaya

sesuai dengan panduan keamanan pangan yang dimiliki perusahaan. Bahan

baku atau produk jadi yang memiliki kategori risiko yang lebih tinggi harus

dipertimbangkan dengan lebih seksama untuk penetapan CCP pada langkah

berikutnya.

2.2. Keamanan Pangan

Keamanan pangan merupakan suatu kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya cemaran

biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

15
membahayakan kesehatan manusia. Kegiatan keamanan pangan meliputi

berbagai hal seperti (Laelasari, 2015:14) :

1. Sanitasi pangan

2. Bahan Tambahan Makanan (BTM)

3. Pengaturan pangan produk rekayasa genetik

4. Pengaturan iradiasi pangan

5. Standard kemasan pangan

6. Jaminan keamanan pangan

7. Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang

keamanan, mutu, dan gizi pangan menjelaskan bahwa pangan yang aman ialah

pangan yang memiliki kualitas dengan mutu yang baik dan bergizi. Sistem

keamanan pangan yang paling efektif ditetapkan, dioperasikan, dan

diperbaharui dalam kerangka sistem manajemen yang terstruktur dan

dimasukkan ke dalam kegiatan pengelolaan keamanan pangan secara

menyeluruh yang akan memberikan manfaat maksimal bagi produsen dan

konsumen serta pihak yang berkepentingan (Laelasari, 2015:19).

1. Bahaya Biologis (Biological Hazard)

Keracunan dan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne

illness), pada umumnya sangat terkait dengan kebersihan air di lingkungan

produksi makanan. Terdapat 4 kelompok cemaran mikroba pathogen yang

perlu diwaspadai dalam penggunaan air, yaitu bakteri, virus, protozoa, dan

parasit (cacing) (Surono dkk, 2016:10).

16
Mikroba dan beberapa bahan pangan yang paling bertanggung jawab

terhadap penyakit yang ditularkan melalui makanan, diantaranya adalah :

a Campylobacter (pada produk unggas, susu segar)

b E. coli O157 (daging giling, sayuran hijau, susu segar)

c Listeria (daging, keju lunak yang tidak dipasteurisasi)

d Salmonella (telur, unggas, daging)

e Vibrio (kerang, tiram)

f Norovirus pada berbagai produk makanan

2. Bahaya Kimia (Chemical Hazard)

Kejadian keracunan akibat cemaran bahan kimia dalam makanan

umumnya disebabkan oleh cemaran bahan insektisida, pestisida, cemaran

industri, atau karena sengaja bahkan tidak sengaja ditambahkan sebagai bahan

baku formulasi makanan (ingredient). Cemaran lain yang perlu diwaspadai

pada makanan adalah cemaran limbah industri yang dapat mencemari perairan

umum yang kemudian akan mencemari berbagai produk makanan yang

menggunakan air yang tercemar tersebut. Cemaran industri antara lain Arsenik

(As), Kadmium (Cd), Khromium (Cr), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), dan Timah

(Sn). Cemaran lainnya yaitu penggunaan bahan kemasan yang mengandung

senyawa berbahaya (Surono dkk, 2016:17).

Bahaya kimia juga sering didapati karena penggunaan bahan

tambahan pangan (additive). Bahan kimia lainnya yaitu senyawa toksin yang

terdapat dalam bahan pangan sebagai akibat tumbuhnya kapang. Bahan

pangan seperti biji-bijian dan serealia yang mengandung minyak mudah

17
ditumbuhi kapang dari jenis Aspergillus sp yang dapat menghasilkan toksin

dan berbahaya bagi manusia (Surono dkk, 2016:18).

3. Bahaya Fisik (Physical Hazard)

Bahaya fisik pada makanan adalah benda yang keberadaannya dalam

makanan dapat mencelakakan konsumen. Tingkat kecelakaan akibat bahaya

fisik relatif rendah dibandingkan dengan bahaya biologis dan kimia (Surono

dkk, 2016:21).

2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Sistem manajemen keamanan pangan dikembangkan oleh beberapa

kawasan didunia dengan rujukan pada prinsip yang dikembangkan oleh Codex

Alimentarius Commission (CAC) - World Health Organization (WHO).

Sistem HACCP yang dikembangkan di Eropa telah diperluas dengan

memasukkan unsur manufaktur secara lengkap sehingga persyaratan dasar

(prerequisite) yang diminta sangat lengkap. Standar ISO 9001 yang

mengakomodasikan HACCP telah dikeluarkan dengan nomor seri ISO 15161

2001. Standar terbaru tentang HACCP yakni ISO 22000 telah direncanakan

bulan September tahun 2005. Indonesia melalui BSN telah mengadopsi

standar Codex tentang HACCP, yakni SNI 01-4852-1998 (Thaheer, 2008:2).

2.3.1. Sistem Manajemen Mutu Keamanan Pangan

Bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan

prinsip penerapan dasar yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) yang

18
mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan agar mutu pada

produk pangan dapat diterima. GMP ditujukan pada keamanan mikrobiologis

dan persyaratan mutu pangan (Thaheer, 2008:2).

Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk

mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang berkontribusi

terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi mikroorganisme patogen,

fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung, oleh

pengguna ataupun kondisi penyimpanan. Menurut Mortimore dan Wallace

(1994) dalam Thaheer (2008), terdapat tujuh prinsip yang secara garis besar

dipergunakan untuk menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana

HACCP (Thaheer, 2008:5).

Komponen Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation

Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan persyaratan dasar bagi

berlangsungnya HACCP. Penerapan GMP dan HACCP adalah implementasi

jaminan mutu pangan sehingga produk hasil akhir memiliki mutu yang baik

dan menciptakan kepuasan bagi konsumennya. GMP adalah pedoman yang

berisi penjelasan bagaimana cara memproduksi makanan agar aman, bermutu

dan layak untuk dikonsumsi. Persyaratan minimum pada GMP harus dipenuhi

mulai dari awal hingga akhir pada proses produksi. Setiap tahap proses

produksi harus memiliki dan melaksanakan rencana tertulis yaitu SSOP.

Fungsi dari SSOP yakni sebagai pengontrol untuk setiap karyawan atau

pekerja dalam melakukan pekerjaan serta sebagai alat untuk menjaga

konsistensi kualitas produk perusahaan.

19
HACCP

SSOP

GMP

Gambar 4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP


Sumber : Hermansyah et al., 2013

Prinsip dasar dari GMP adalah mutu suatu produk yang dibuat selama

proses. Jaminan mutu produk tidak hanya untuk mendapatkan spesifikasi akhir

yang diinginkan. Produk yang dibuat melalui sistem keamanan pangan

diperlukan pengendalian mutu dan sistemnya, bahan baku, keseluruhan tahap

produksi, pengujian produk, pelabelan, pemisahan, penyimpanan dan

sebagainya.

2.4. Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Poduksi Makanan

yang Baik merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan

tujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk

menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.

GMP juga merupakan program penunjang keberhasilan atau sebagai

persyaratan dasar dalam implementasi sistem HACCP pada suatu perusahaan

20
sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai

dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008:51).

Secara umum, GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk

pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienis untuk peralatan

yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan, dan disinfeksi

peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan

higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. Komponen dasar GMP

(Thaheer, 2008:59) adalah sebagai berikut :

a. Lokasi Pabrik

Pabrik yang memproduksi pangan sebaiknya berada pada daerah yang

bebas pencemaran, tidak berada di daerah yang mudah banjir, jauh dari sarang

hama hewan pengerat seperti tikus, jauh dari pembuangan sampah dan

sebaiknya pabrik pengolahan pangan jauh dari pemukiman penduduk yang

terlalu padat dan kumuh.

b. Keadaan Lingkungan

Keadaan lingkungan harus selalu dalam kondisi yang baik yaitu

sampah dan limbah pabrik sebaiknya dikumpulkan pada tempat khusus dan

sebaiknya segera dibuang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup agar

tidak menimbulkan bau dan mencegah pencemaran lingkungan, sistem

pembuangan dan pengolahan limbah harus selalu dipantau, saluran

pembuangan berjalan lancar agar air tidak tergenang dan sarana jalan

hendaknya diaspal atau dicor serta dilengkapi dengan sistem drainase yang

baik.

21
c. Bangunan dan Fasilitas Pabrik

Bangunan dan fasilitas pabrik yang meliputi peralatan dan sarana

pengolahan yang baik dirancang sejak awal pembangunan pabrik agar dapat

menjamin dan menjaga pangan yang diproduksi tidak tercemar. Denah lokasi

dan tata letak pabrik harus diatur sesuai dengan arus proses produksi agar

produk tidak tercemar akibat adanya kontaminasi silang. Gudang (tempat

penyimpanan) sebaiknya mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu

bahan yang pertama kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga yang keluar

pertama kali dari gudang.

d. Peralatan Pengolahan

Peralatan pengolahan pangan merupakan peralatan pilihan dan

terpelihara dengan baik. Penempatan peralatan disusun sesuai dengan alur

pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan yang digunakan

untuk pengukuran seperti timbangan, termometer, pengukur kelembaban

udara, pengukur tekanan dan lainnya sebaiknya dikalibrasi setiap periode.

e. Fasilitas Sanitasi

Kegiatan sanitasi dilakukan untuk menjamin bahwa semua peralatan,

ruang pengolahan, ruang penyimpanan, peralatan pengolahan dan peralatan

penyimpanan selalu terjaga dari faktor-faktor pencemaran dan menjaga

kebersihannya.

1. Sumber Air

Air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi semua

kebutuhan pencucian dan pembersihan serta pengolahan dan penanganan

22
limbah. Air yang kontak langsung dengan permukaan bahan pangan harus

memenuhi persyaratan khusus seperti persyaratan bahan baku air untuk

minum.

2. Pembuangan Air Limbah

Sistem pembuangan air dan limbah harus berjalan dengan baik.

Saluran pembuangan dirancang dengan tepat sehingga tidak mencemari air

bersih dan bahan pangan.

3. Fasilitas Pencucian dan pembersihan

Fasilitas pencucian dan pembersihan harus dilengkapi dengan sumber

air panas agar kotoran berlemak atau berminyak dapat dibersihkan dengan

baik serta dapat membunuh mikroorganisme berbahaya. Fasilitas pembersihan

yang digunakan untuk peralatan pangan sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas

pembersihan untuk peralatan dan perlengkapan lainnya.

4. Fasilitas Higien Karyawan

Fasilitas higien karyawan meliputi tempat mencuci tangan yang

dilengkapi dengan sabun, mesin pengering tangan, tempat ganti pakaian dan

toilet dengan keadaan selalu bersih dan jumlahnya mencukupi untuk seluruh

karyawan. Satu buah toilet untuk 10 karyawan dan penambahan satu buah

toilet untuk setiap penambahan 25 karyawan.

5. Penerangan

Sistem penerangan yang baik dapat dilakukan dengan penyinaran

matahari ataupun melalui lampu penerangan. Lampu penerangan harus cukup

terang.

23
f. Higienitas Karyawan

Karyawan yang bekerja pada industri pengolahan pangan sangat

mempengaruhi mutu akhir produk yang dihasilkan. Karyawan yang sakit,

kotor, jorok, tidak disiplin dan tidak dapat bekerja dengan baik bisa

menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk. Oleh karena itu, perlu

adanya standar sanitasi dan higien pada karyawan.

1. Kesehatan Karyawan

Karyawan yang bekerja harus dalam kondisi sehat dan prima serta

tidak sakit atau membawa penyakit. Karyawan yang sakit sebaiknya tidak

diperkenankan untuk bekerja atau diistirahatkan karena dapat menggangu

jalannya proses produksi dan juga bisa mencemari produk yang akan

dihasilkan.

2. Kebersihan Karyawan

Perlengkapan bekerja karyawan harus lengkap. Perlengkapan ini

terdiri atas baju kerja, penutup kepala, sepatu, sarung tangan, masker dan

perlengkapan bekerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.

Karyawan harus selalu menjaga kebersihannya dengan mencuci tangan

menggunakan sabun sebelum dan sesudah bekerja, setelah keluar dari toilet,

setelah menangani bahan kotor, bahan mentah dan hal lainnya yang dapat

menyebabkan pencemaran melalui bagian tubuh karyawan.

3. Kebiasaan Buruk Karyawan

Karyawan yang memiliki kebiasaan buruk sebaiknya diawasi.

Kebiasaan buruk tersebut seperti meludah, merokok, makan atau mengunyah,

24
bersin atau batuk. Selama mengolah pangan karyawan tidak diperkenankan

menggunakan jam tangan, peniti, bros dan aksesori lainnya yang jika terjatuh

ke dalam pangan dapat membahayakan konsumen.

g. Penyimpanan

Penyimpanan harus disesuaikan dengan bahan yang disimpan. Jika

bahan mentah sebaiknya disimpan sesuai dengan standarnya. Bahan sebaiknya

disimpan dengan cara yang baik dan tepat untuk memudahkan produsen dalam

mengambil dan menggunakan bahan, menjaga mutu dan kualitas, menjaga

keamanan pangan, mencegah pencemaran dan mencegah tertukarnya bahan

yang digunakan.

h. Transportasi

Penyaluran produk pangan hingga sampai kepada tangan konsumen

transportasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan

mencegah terjadinya pencemaran. Tempat membawa atau wadah pangan yang

digunakan harus sesuai dengan karakteristik produknya. Wadah tersebut harus

mudah dibersihkan, tidak mencemari produk pangan, melindungi secara fisik,

mudah didesinfeksi, mencegah terjadinya pencemaran, memudahkan

pemeriksaan penyimpanan dan dapat mempertahankan bentuk dan kondisi

produk yang disimpan.

i. Laboratorium

Produk pangan yang akan dikonsumsi harus dalam kondisi aman

untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Oleh karena itu,

pada proses produksi produk pangan perlu dilakukan pemeriksaan secara

25
tepat. Laboratorium pemeriksaan dibutuhkan dalam proses pemeriksaan

produk pangan. Laboratorium ini berfungsi untuk memudahkan pemeriksaan

secara cepat dan tepat terhadap mutu bahan yang diterima dan produk yang

dihasilkan serta pengecekan silang jika terjadi penyimpangan pada produk

yang berada dipasaran. Setiap pemeriksaan tersebut menyebutkan nama

pangan, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah contoh yang

diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan

produk, nama pemeriksa dan hal lainnya yang dibutuhkan. Dianjurkan bagi

perusahaan yang belum memiliki laboratorium pemeriksaan untuk

memeriksakan produknya pada laboratorium lain di luar perusahaan tersebut.

j. Bahan Pengemas

Syarat bahan pengemas yang baik adalah tidak beracun, tidak

menimbulkan penyimpangan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak

menimbulkan reaksi dengan bahan pangan, tahan terhadap perlakuan selama

proses pengolahan, pengangkutan dan distribusi. Bahan pengemas juga harus

mampu melindungi produk pangan dari sinar matahari, panas, kotoran,

kelembaban, air, benturan dan lain-lain. Sebelum digunakan bahan pengemas

perlu diperiksa kondisinya, dibersihkan dan dilakukan sanitasi apabila

diperlukan kondisi yang aseptik.

k. Mutu Produk Akhir

Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia atau

mikrobiologinya untuk mengetahui mutu akhir produk sehingga produk siap

untuk dipasarkan. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan

26
akan menjamin mutu dan keamanan produk serta dapat menjaga dan

meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

Produk akhir seharusnya memiliki standar mutu atau persyaratan yang

ditetapkan dari segi mutu fisik, mikrobiologis, kimia serta aman dan tidak

membahayakan kesehatan. Perusahaan dapat menentukan sendiri standar mutu

atau persyaratan produk akhir jika belum memiliki standar mutu atau

persyaratan produk akhir.

l. Labelling

Informasi mengenai isi produk, kandungan dan semua informasi

tentang produk harus dicantumkan pada kemasan. Keterangan dapat berupa

label, lot atau batch. Fungsi label adalah untuk menginformasikan tentang

produk agar konsumen dapat menangani, mengkonsumsi, mengolah atau

menyajikan produk dengan cara yang tepat. Lot atau batch harus mudah

diidentifikasikan jika terjadi penarikan produk ataupun pergantian stok

pangan. Setiap wadah seharusnya diberikan tanda nama produsen dan nomor

lot.

m. Manajemen dan Pengawasan

Aplikasi GMP harus melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia

(SDM) yang ada di dalam perusahaan termasuk dari manajemen pusat hingga

karyawan. Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan

berkelanjutan serta dikembangkan dan dikelola agar memperoleh efektivitas

dan efisiensi yang lebih baik.

27
2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan

prosedur yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam

mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan

monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktik sanitasi (Thaheer,

2008:80).

Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang maksimal

dalam kegiatan produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air

sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap

cara penanganan pangan. Program sanitasi dan hygiene yang efektif

merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan

industri pengolahan makanan. Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu

membersihkan dan sanitasi. membersihkan yaitu menghilangkan mikroba dan

sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia atau metode fisika untuk

menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat

dan mesin pada pengolah makanan.

Menurut FDA (1995), SSOP terdiri atas delapan aspek utama yaitu :

1. Keamanan Air

2. Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan

3. Pencegahan kontaminasi silang

4. Kebersihan karyawan atau pekerja

5. Perlindungan dari adulterasi

6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang tepat

28
7. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan / pekerja

8. Pencegahan dan pemberantasan hama.

SSOP merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan,

efektivitas, dan efisiensi HACCP, serta menjabarkan prosedur pabrik dalam

mengolah pangan, mengamankan pangan secara saniter. SSOP harus disusun

secara rinci dan tertulis. SSOP setidaknya mengandung prosedur untuk

mencegah terjadinya pencemaran sebelum proses produksi, selama proses

produksi dan setelah proses produksi.

2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau analisa

bahaya dan titik kendali kritis merupakan suatu sistem manajemen yang

digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia,dan fisik

yang diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang diperkirakan

dapat terjadi, dan bukan merupakan reaksi dari munculnya bahaya (Rauf,

2013:27). Evaluasi HACCP dalam pengolahan pangan dilakukan dalam 4

tahap yaitu pendiskripsian produk, pendiskripsian tujuan penggunaan produk,

penyusunan diagram alir, dan penerapan prinsip-prinsip HACCP (Rauf,

2013:30) yang terdiri dari :

1. Melakukan analisis potensi bahaya

2. Menentukan titik kendali kritis

3. Menentukan batas kritis

29
4. Menentukan prosedur monitorin

5. Menentukan tindakan koreksi

HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang

dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan

pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam

menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan

HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya

bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi

tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak

bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan

didistribusikan. Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan

komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan.

Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip

HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan

penerapan sistem HACCP menurut CAC disajikan pada Gambar 5.

30
Gambar 5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
Sumber : Panduan Penyusunan Rencana HACCP dalam eBookPangan (2006:7)

1. Tim HACCP

Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana

HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen

dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman.

Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang

pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik

dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/

31
engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan

brainstorming dalam mengambil keputusan. Tim HACCP harus membuat

rencana HACCP (HACCP Plan), memverifikasi dan mengimplementasikan

sistem HACCP. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya

yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat

dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan

HACCP.

Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana

harus memulai dan dimana harus berhenti serta apa saja yang harus

dimasukkan dalam sistem HACCP. Tim HACCP juga harus mensosialisasikan

sebab-sebab atau mengapa perusahaan atau pabrik menerapkan sistem

HACCP. Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap

mungkin. Seluruh komposisi produk secara rinci harus diketahui dan

dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologi

karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan

patogen untuk tumbuh.

2. Deskripsi Produk

Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau

uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP. Deskripsi

produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk,

termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan,

cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Seluruh

informasi tersebut diperlukan tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara

32
luas dan komprehensif. Penetepan deskripsi produk perlu diperhatikan dan

diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar

memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi,

serta untuk membantu pengembangan batas-batas kritis.

3. Identifikasi Rencana Penggunaan Produk

Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim HACCP yang menuliskan

kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk.

Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk

tersebut yang dapat berasal dari orang umum atau kelompok masyarakat

khusus.

4. Penyusunan Diagram Alir Proses

Penyusunan diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP

dimana pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak

diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk

disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan

keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk

membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi

sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses

dan verifikasinya.

5. Verifikasi Diagram Alir Proses

Pembuatan diagram alir harus dilakukan peninjauan dalam

pelaksanaannya untuk menguji dan membuktikan ketetapan serta

kesempurnaan diagram alir proses yang telah disusun oleh tim HACCP.

33
Apabila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang

sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Tim HACCP harus

mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good Agricultural

Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing

Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering

Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua

tahapan dan jam operasi dan merubah diagram alir dimana yang tepat.

6. Analisa Bahaya (Prinsip 1)

Setelah lima langkah sistem HACCP terpenuhi, tim HACCP

melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara

pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk

dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi,

penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh

konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa

saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga

ke tangan konsumen. Analisa bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi

bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan

kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya.

Tim HACCP dalam melakukan identifikasi HACCP harus mendaftar

semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin

mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Beberapa jenis bahaya yang dapat

mempengaruhi atau membahayakan konsumen disajikan pada Tabel 4.

34
Tabel 4. Jenis-Jenis Bahaya Produk Kecap
Jenis Bahaya Contoh
Biologi - Sel Vegetatif : Salmonella sp,
Escherichia coli
- Kapang : Aspergillus, Penicillium,
Fusarium
- Virus : Hepatitis A
- Parasit : Cryptosporodium sp
- Spora bakteri : Clostridium botulinum,
Bacillus cereus
Kimia Toksin mikroba, bahan tambahan yang tidak
diizinkan, residu pestisida, logam berat, bahan
allergen
Fisik Pecahan kaca, potongan kaleng, ranting kayu,
batu kerikil, rambut, kuku, perhiasan.
Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:8)

Tabel 4 menunjukan bahwa tim HACCP bertugas untuk melakukan

identifikasi HACCP dan harus mendaftar semua bahaya potensial yang terkait

dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan

pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang

dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen, yaitu

bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. Setelah mengidentifikasi, tim

HACCP mengelompokkan bahaya menjadi enam kategori bahaya yang

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap


Bahaya Karakteristik Bahaya
Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat
A untuk konsumsi kelompok beresiko (lansia, bayi,
immunocompromised).
Produk mengandung ingredient sensitive terhadap
B
bahaya biologi, kimia, atau fisik.
Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang
terkendali yang secara efektif membunuh mikroba
C
berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau
fisik.
Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah
D
pengolahan sebelum pengemasan.
Potensi terjadinya kesalahan penanganan selama
E
distribusi/konsumen.

35
Tabel 5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap
Bahaya Karakteristik Bahaya
Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan
atau di tangan konsumen atau tidak ada pemanasan
akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah
F pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan
baku) atau tidak ada cara apapun bagi konsumen
untuk mendeteksi, menghilangkan atau
menghancurkan bahaya kimia atau fisik.
Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:9)

Penentuan resiko atau peluang terjadinya suatu bahaya, dapat

dilakukan penetapan kategori resiko yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Penetapan Kategori Risiko


Karakteristik Bahaya Kategori Jenis Bahaya
Risiko
0 0 Tidak mengandung bahaya
A sampai F
(+) I Mengandung satu bahaya B
sampai F
(++) II Mengandung dua bahaya B
sampai F
(+++) III Mengandung tiga bahaya B
sampai F
(++++) IV Mengandung empat bahaya
B sampai F
(+++++) V Mengandung lima bahaya
B sampai F
A+ (kategori khusus) dengan VI Kategori risiko paling
atau tanpa bahaya B-F tinggi (semua produk yang
mempunyai bahaya A)
Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:10)

Penetapan kategori risiko dapat diterapkan pada seluruh proses

produksi yang dikategorikan hingga VI kategori risiko. Selain itu, bahaya juga

dikelompokkan berdasarkan signifikansinya yang diputuskan oleh tim dengan

mempertimbangkan peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan

keparahan (severity) suatu bahaya.

36
7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)

Critical Control Point atau Titik Kendali Kritis dan biasa dikenal

dengan CCP didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana

pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah,

dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Setiap

bahaya yang telah diidentifikasi, maka akan ditentukan satu atau beberapa

CCP yang dapat dan wajib untuk dikendalikan. CCP dapat diidentifikasi

dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi

bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan

yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan

keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang

lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi

negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat

membahayakan keamanan pangan.

Codex Alimentarius Commission GL/32 1998 telah memberikan

pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree).

Diagram pohon keputusan merupakan seri pertanyaan logis yang menanyakan

setiap bahaya. jawaban dari setiap pertanyaan yang akan memfasilitasi dan

membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan.

Diagram ini dapat membawa pola pikir analisa yang terstrukur dan

memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap

bahaya yang teridentifikasi.

37
Gambar 6. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP
Sumber : Panduan Penyusunan Rencana HACCP Bagi Industri Pangan dalam
eBookPangan (2006:29)

Diagram pohon ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang

mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan

pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap

bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang yang dapat digunakan

untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya dan mengurangi bahaya fisik

dan mikrobiologi.

38
8. Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)

Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus

dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan

memisahkan antara "yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran

toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP

dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis harus dapat

dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan

dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan

studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun

kimia, CODEX dan lain sebagainya.

Penerapan CL memerlukan pertanyaan yang harus dijawab yaitu

apakah komponen kritis berhubungan dengan CCP atau tidak. Suatu CCP

memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin

keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas

fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas

mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena

memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk

pengukuran tersebut.

9. Penetapan Prosedur Pemantauan untuk setiap CCP (Prinsip 4)

Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan

terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan

39
CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan

CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang

ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan.

Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu

checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu

datasheet. Tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan,

waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang

melakukan pemantauan.

10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap

batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi

penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Produk

pangan yang berisiko tinggi mendapat tindakan koreksi berupa penghentian

proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi atau diperbaiki, atau

produk ditahan atau tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan

koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain

mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan

seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses

dan memastikannya agar tetap efektif.

11. Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)

Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk

menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang

ditetapkan. Kesesuaian program HACCP diperiksa melalui kegiatan

40
verifikasi. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk

menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi

juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika

terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.

12. Perekaman atau Dokumentasi Data (Prinsip 7)

Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh

program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan

dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua

catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang

dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya.

Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas

makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh

operator.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang dijadikan

rujukan oleh penulis dalam menyusun penelitian ini. Berikut adalah

penelitian-penelitan yang dijadikan rujukan oleh penulis.

Penelitian pertama, Stephanie Goulding Mansur (2013) melakukan

penelitian yang berjudul “Penerapan Hazard Analysis and Critical Control

Point (HACCP) Produksi Sashimi di Restoran Tomato Surabaya”. Penelitian

tersebut dilakukan dengan mengamati penerapan HACCP pada produk

sashimi kemudian memberikan solusi mengenai hambatan yang ditemukan

41
dalam proses penerapan HACCP. Penulis menggunakan analisa kualitatif

deskriptif untuk mendapatkan data hasil observasi penerapan HACCP dan

wawancara yang mendalam dengan informan. Penelitian ini menggunakan

metode triangulasi sumber untuk membandingkan data yang diperoleh antara

sumber satu dengan lainnya kemudian mencocokkan data agar data tersebut

berkualitas dan dapat dipercaya. Hasil dari penelitian ini yaitu penerapan

HACCP di restoran Tomato Surabaya masih kurang maksimal dimana tingkat

penyimpangan yang paling sering terjadi pada tahap awal yaitu penetapan

bahaya dan resiko. Peneliti merekomendasikan sebaiknya pihak restoran

memiliki checklist yang lebih lengkap mengenai kondisi bahan-bahan yang

diterima dari pihak supplier dan saat kegiatan operasional berlangsung

sebaiknya karyawan khususnya di area dapur memakai pakaian dan

perlengkapan yang sesuai standar untuk menjaga keamanan makanan dan

meminimalisasi kecelakaan kerja.

Penelitian kedua, Citra Nour Aziz Mutiarani (2015) melakukan

penelitian yang berjudul “Implementasi Sistem Keamanan Pangan Berbasis

HACCP dalam Proses Produksi Crackers Sandwich di PT. Mondelez

Indonesia Manufacturing – Cikarang, Bekasi”. Penelitian tersebut meninjau

implementasi sistem HACCP yang telah dilakukan dengan sistem HACCP

yang sesuai. Penelitian tersebut menggunakan gap analysis untuk

membandingkan penerapan HACCP yang telah dilakukan oleh perusahaan

sehingga didapatkan sistem HACCP yang lebih optimal. Hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat gap pada jumlah anggota tim HACCP,

42
diagram alir, analisis resiko, CCP, dan deskripsi produk. Peneliti

merekomendasikan perusahaan melakukan validasi, verifikasi, dan studi

berkelanjutan dalam menentukan batas kritis CCP dan sPP serta perlunya

sosialisasi akan point penting konsep HACCP kepada pekerja secara

menyeluruh.

Penelitian ketiga, R.A. Anandya Surya Dewi (2016) melakukan

penelitian yang berjudul “Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Implementasi

Sistem HACCP di PT. CCBI Cikedokan Plant, Cikarang Jawa Barat”.

Penelitian tersebut mengkaji pelaksanaan GMP dan Implementasi HACCP

dan mengevaluasi kegiatan GMP dan HACCP yang kemudian dapat

digunakan untuk mengajukan sertifikasi HACCP Plan. Metode pengkajian

dilakukan dengan menyesuaikan penerapan GMP dan HACCP dengan

panduan perusahaan yang telah mengacu pada Kepmenkes RI No.

23/MenKes/SK/1/1978 untuk GMP dan SNI 01-4852-1998 untuk HACCP.

Hasil dari penelitian ini yaitu masih ditemukan beberapa temuan terhadap

kegiatan GMP yaitu terdapatnya rumput liar dan semak semak serta masih

adanya karyawan yang melakukan kegiatan makan dan minum di area

produksi. Sedangkan untuk HACCP ditemukan CCP pada jalur produksi pada

proses sterilisasi dan capping. Peneliti telah menyampaikan temuan ini kepada

pihak perusahaan agar segera ditindak lanjuti dan peneliti merekomendasikan

agar perusahaan dapat meningkatkan kegiatan GMP dan mensosialisasikan

mengenai HACCP kepada seluruh departemen yang ada dalam pabrik.

43
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian

PT. X merupakan perusahaan dengan salah satu produknya yaitu

kecap manis. Perusahaan sadar akan pentingnya menerapkan sistem keamanan

pangan agar produk yang dihasilkan aman dikonsumsi untuk konsumen.

Penelitian mengenai analisis penerapan sistem HACCP di PT. X dilakukan

Gap Analysis dengan membandingkan panduan perusahaan yang mengacu

berdasarkan SNI 01-4852-1998 dengan penerapan sistem HACCP yang

sedang dilakukan oleh perusahaan dari segi kelengkapan panduan dan

konsistensi penerapan. Gap Analysis dilakukan untuk dapat mengetahui

kesenjangan yang terjadi dari segi kesesuaian panduan dan penerapan yang

kemudian perlu dilakukan perbaikan dari setiap langkah penerapan HACCP

yang belum sesuai. Kerangka pemikiran penelitian yang menjadi langkah yang

dilakukan peneliti untuk mencapai hasil sesuai dengan rumusan masalah

disajikan pada Gambar 7.

44
Produksi Kecap PT. X

Sistem Keamanan Pangan Perusahaan

Good Sanitation Standard Operating Hazard Analysis And Critical


Manufacturing Procedure (SSOP) Control Point (HACCP)
Practices (GMP)

Pedoman Cara Teori Kunci SSOP Panduan HACCP yang Penerapan


Produksi Pangan Food and Drug mengacu pada SNI 01-4852- HACCP
Olahan yang Baik Administration USA 1998 dan Badan Standardisasi Perusahaan
(CPPOB) 2010 Nasional (BSN) 1004-2002

Formulir Checklist GAP ANALYSIS


Penilaiandengan CHECKLIST
Range Nilai 0-4
Wawancara,
Wawancara, Observasi,
Observasi, Instrumen,
Instrumen, dan dokumen
dan dokumen

Memenuhi Tidak Kesenjangan


Memenuhi Penerapan

Rekomendasi Wawancara,
Tindak Lanjut Observasi,
dan Literatur.

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian

45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan Februari hingga bulan April

2019 yang dilaksanakan setiap hari kerja dari Senin hingga Jumat pukul 08.00

– 17.00 WIB. Penelitian ini berlokasi di PT. X yang berada di daerah

Cengkareng, Jakarta Barat.

Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan bahwa PT. X merupakan perusahaan yang telah

menerapkan sistem HACCP dalam produksi kecap manis. PT. X juga

merupakan produsen kecap yang menempati peringkat pertama dalam TOP

BRAND di Indonesia pada tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan dalam

waktu yang tidak berurutan dan disesuaikan dengan jam kerja perusahaan.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metodologi

kualitatif merupakan suatu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata - kata tertulis atau lisan dari orang - orang berperilaku yang dapat diamati

dan pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik

atau utuh (Moleong, 2013: 4). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

untuk mendeskripsikan bagaimana kesenjangan penerapan Sistem HACCP

46
yang diterapkan oleh PT. X dan menetapkan rekomendasi tindak lanjut yang

harus dilakukan perusahaan untuk perbaikan sistem HACCP.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder

yang bersifat data kualitatif dan kuantitatif serta bersumber dari internal dan

eksternal perusahaan. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari hasil

pengamatan berupa opini, sikap, dan karakterisktik dari seseorang atau

kelompok orang yang menjadi subjek penelitian (responden). Data primer

diperoleh dari hasil observasi (pengamatan langsung), dan wawancara.

Informan merupakan orang yang akan memberikan informasi lebih detail

terkait penelitian. Dalam penelitian ini yang akan menjadi informan yaitu

kepala pabrik PT. X, Kepala Food Safety Quality (FSQ), kepala produksi

kecap manis dan kepala persediaan barang jadi.

2. Data sekunder merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data

primer melalui literatur ataupun studi pustaka yang berkaitan dengan

penelitian. Data sekunder bersumber dari buku, artikel, penelitian

terdahulu, jurnal, dan dokumen resmi perusahaan terkait dengan sistem

keamanan pangan yang berupa panduan manual sistem HACCP, panduan

sistem persyaratan dasar HACCP yaitu GMP dan SSOP serta dokumentasi

kegiatan keamanan pangan PT. X.

47
3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian bertujuan untuk mendapatkan

data yang relevan, akurat dan realible sesuai dengan apa yang diperlukan

untuk kebutuhan penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Studi Lapangan

Peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini

dengan cara melakukan observasi (pengamatan langsung), dan wawancara

yang akan diuraikan sebagai berikut

a. Observasi adalah teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data dengan

cara mengamati langsung objek datanya. Peneliti melakukan observasi

dengan mengamati langsung kegiatan sistem keamanan pangan HACCP

PT. X yang dimulai dari kegiatan proses persiapan bahan baku, proses

fermentasi, proses pengisian dan pengemasan kecap dan proses

penyimpanan kecap yang akan didistribusikan. Proses pengamatan

dilakukan dengan melakukan kesesuaian sistem Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP) dan sistem persyaratan dasar yaitu GMP dan

SSOP dengan panduan perusahaan dalam proses produksi kecap manis.

b. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak

langsung secara bertatap muka (personal face to face interview) dengan

sumber data (informan). Kegiatan wawancara digunakan untuk

48
memperoleh informasi secara akurat dan mendalam serta untuk

mengklarifikasi hasil observasi lapang. Wawancara dilakukan berdasarkan

daftar pertanyaan yang dibuat, namun dimungkinkan adanya variasi

pertanyaan yang sesuai dengan situasi saat wawancara dilaksanakan.

Wawancara melibatkan informan dalam perusahaan yang berhubungan

dan berkaitan langsung dengan aktivitas yang diteliti.

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari

internal perusahaan dan sebagai landasan teori penelitian. Data internal

perusahaan didapat dengan cara sebagai berikut :

a. Menelaah dokumen (on desk research), yaitu mempelajari isi dokumen

untuk menilai penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu GMP dan

SSOP perusahaan berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik

Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi

Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan penerapan

SSOP berdasarkan Food and Drug Administration USA yang berisi

beberapa kunci sistem SSOP.

b. Menelaah dokumen (on desk research), yaitu mempelajari isi dokumen

untuk menilai penerapan sistem HACCP perusahaan berdasarkan panduan

menurut SNI 01-4852-1998.

c. Mencari bukti objektif dan informasi terkait implementasi sistem

keamanan pangan perusahaan. Bukti objektif dapat berupa catatan, foto

49
kegiatan, absensi kegiatan, atau dokumen dalam bentuk apapun yang

berkaitan dengan sistem keamanan pangan perusahaan.

3.5. Informan

Menurut Sugiyono (2014:18) informan merupakan orang yang berada

pada lingkup penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai situasi

dan kondisi latar penelitian. Informan yang dipilih ialah orang-orang yang

memiliki potensi dan pengetahuan untuk dapat memberikan informasi

mengenai pelaksanaan penerapan sistem HACCP perusahaan. Informan dalam

penelitian ini berjumlah empat orang manajer berdasarkan perwakilan dari

masing-masing divisi yang meliputi Manajer Plant, Manajer Food Safety

Quality, Manajer Produksi, dan Manajer Warehouse yang merupakan anggota

tim HACCP perusahaan. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada informan

terkait dengan bagaimana perusahaan mendapatkan sertifikasi dalam sistem

HACCP dimulai dari proses perencanaan HACCP, penerapan sistem HACCP,

hingga rekomendasi tindak lanjut untuk memperbaiki sistem HACCP

perusahaan.

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data digunakan untuk meringkas data yang diperoleh

dengan cara tertentu yang dapat berupa memverifikasi, mengelompokkan data,

mencari kembali data, transformasi, menggabungkan, mengurutkan,

50
menghitung, mengekstraksi data untuk membentuk informasi dan

pengetahuan. Metode Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode analisis deskriptif dimana analisis ini digunakan untuk menganalisa

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan secara umum.

Peneliti merupakan instrumen utama penelitian pada penelitian

kualitatif, dimana peneliti bertindak sebagai perencana yang menetapkan

fokus, memilih informan, pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data,

menarik kesimpulan sementara di lapangan dan menganalisis data di lapangan

secara apa-adanya.

3.6.1. Model Pendekatan Miles dan Huberman

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

pendekatan Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam

analisis data kualitatif terdiri dari 3 tahap (Sugiyono, 2014: 91) yaitu :

1. Data Reduction

Data yang diperoleh dari lapangan berjumlah cukup banyak, oleh

karena itu, maka harus dilakukan analisis data dengan cara mereduksi data.

Mereduksi data ini berarti merangkum, memilah hal-hal yang penting dan

pokok, dan menfokuskan data sesuai tema serta tujuan penelitian. Data yang

telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan fokus agar

dapat mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data penelitian

selanjutnya.

51
2. Data Display

Setelah selesai melakukan reduksi data, maka dilakukan penyajian

data (data display). Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi,

dan studi dokumentasi dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya. Penelitian

kualitatif lebih banyak menggunakan penyajian data dalam bentuk uraian teks

yang bersifat naratif.

3. Conclution Drawing/Verification

Langkah selanjutnya dalam analisis kualitatif adalah penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Berdasarkan data-data yang telah direduksi dan

disajikan, peneliti dapat membuat atau menarik suatu kesimpulan yang

didukung dengan bukti-bukti kuat yang didapat pada saat pengumpulan data.

Kesimpulan yang didapat dalam penelitian kualitatif, mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak. Hal ini dikarenakan rumusan masalah dalam penelitian

kualitatif ini masih bersifat sementara dan dapat berubah serta berkembang

setelah penelitian di lapangan.

Kriteria utama pada data penelitian kualitatif adalah valid, reliable,

dan objektif. Oleh karena itu, uji keabsahan data merupakan tahap yang sangat

penting. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif yaitu dengan

Credibility (validitas internal). Cara pengujian kredibilitas data atau

kepercayaan terhadap data hasil penelitian adalah dengan melakukan

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan pengamatan, triangulasi,

52
diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck

(Sugiyono, 2014: 92). Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan

dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Perpanjangan pengamatan

Kegiatan ini membuat peneliti dapat mengecek kembali apakah data

yang telah diberikan oleh narasumber sudah benar atau tidak. Jika setelah

dilakukan pengecekan kembali terhadap data dan diketahui bahwa data

tersebut tidak benar, maka peneliti dapat melakukan pengamatan lagi.

Perpanjangan pengamatan ini dilakukan peneliti dengan cara melakukan

wawancara kembali kepada para narasumber untuk mendapat informasi yang

lebih mendalam terkait dengan fokus penelitian.

2. Peningkatan ketekunan pengamatan

Peningkatan ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan juga berkesinambungan. Peningkatan ketekunan

pengamatan menggunakan seluruh panca indera peneliti sehingga dapat

meningkatkan derajat keabsahan data dan dapat menghasilkan data yang lebih

sistematis.

3. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian ini dapat diartikan sebagai proses

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu. Triangulasi ini dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu triangulasi

sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Penelitian ini menggunakan

triangulasi sumber, artinya yaitu mengajukan pertanyaan yang sama kepada

53
beberapa narasumber untuk menemukan poin kunci terhadap indikator yang

telah ditetapkan peneliti sebagai fokus penelitian ini.

3.6.2. Analisis Kesenjangan (GAP Analysis)

Analisis kesenjangan (GAP Analysis) merupakan suatu metode

pengukuran untuk mengetahui kesenjangan antara kinerja suatu variabel

dengan harapan atau standar tertentu. Langkah dalam melakukan analisis ini

yang pertama adalah dengan mengidentifikasi kesenjangan dalam sistem

dengan menggunakan GAP Analysis Checklist. Checklist tersebut berisi

kriteria atau persyaratan yang membentuk sistem yang akan dianalisis. Setiap

kriteria akan diberi nilai atau poin yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Skor 5, jika perusahaan atau organisasi tidak memahami apa yang

diperlukan atau tidak memiliki hal tersebut.

b. Skor 4, jika perusahaan atau organisasi tidak memiliki kriteria namun

memahami pentingnya aktivitas tersebut.

c. Skor 3, jika perusahaan atau organisasi memahami aktivitas tersebut dan

mengerti bahwa itu merupakan suatu hal yang baik namun tidak

melakukannya.

d. Skor 2, jika perusahaan atau organisasi melakukan aktivitas terkadang

saja.

e. Skor 1, jika perusahaan atau organisasi melakukan aktivitas tetapi belum

sempurna.

54
f. Skor 0, jika perusahaan atau organisasi telah melakukan aktivitas dengan

baik (tidak terdapat kesenjangan).

Penentuan nilai tersebut berdasarkan hasil temuan baik dari review

document, observasi, wawancara, maupun kuesioner di setiap parameter.

Penjelasan mengenai pemberian skor dalam analisis kesenjangan adalah

sebagai berikut.

Skor nol (0) akan diberikan apabila tidak terdapat kesenjangan sama

sekali baik secara dokumen maupun penerapan sistem keamanan pangan

perusahaan sehingga dinyatakan perusahaan telah menerapkannya dengan

baik.

Skor satu (1) diberikan apabila perusahaan telah melakukan aktivitas

yang sesuai dengan ketentuan dari panduan sistem HACCP menurut SNI 01-

4852-1998 (baik secara dokumen maupun penerapannya), namun masih

terdapat kekurangan dalam aktivitasnya. Kekurangan tersebut dapat berupa

kurang optimalnya perusahaan dalam melakukan aktivitas dalam sistem

keamanan pangan.

Skor dua (2) diberikan apabila perusahaan masih belum konsisten

dalam melakukan aktivitas dalam sistem keamanan pangan. Aktivitas dalam

sistem keamanan pangan diimplementasikan secara menyeluruh dan kontinu,

sehingga ketidakkonsistenan baik dari segi dokumen maupun penerapannya

merupakan kesenjangan yang harus diperbaiki.

Skor tiga (3) diberikan apabila perusahaan tidak melakukan aktivitas

dalam sistem keamanan pangan, namun prosedur, ketentuan, kebijakan telah

55
terdapat di perusahaan dan mengetahui bahwa hal tersebut seharusnya

dilakukan oleh perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan

perusahaan tentang sistem keamanan pangan sudah baik, hanya dari segi

penerapannya belum dilaksanakan karena alasan tertentu.

Skor empat (4) diberikan apabila perusahaan belum memiliki

prosedur, ketentuan, kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas dalam

sistem keamanan pangan, namun mengetahui bahwa hal tersebut sangat

penting untuk dilakukan.

Skor lima (5) diberikan apabila perusahaan tidak memahami aktivitas

sistem keamanan pangan, tidak memiliki prosedur, kebijakan, ketentuan dalam

sistem keamanan pangan sehingga tidak menerapkan aktivitas tersebut.

Tahap yang kedua dilakukan perhitungan persentase kesenjangan

secara keseluruhan (secara dokumen dan penerapan). Nilai persentase yang

didapat kemudian akan diinterpretasikan sebagai berikut :

a. Nilai 81%-100%, artinya tidak ada dokumentasi maupun aktivitas system

keamanan pangan.

b. Nilai 61%-80%, artinya beberapa aktivitas sistem keamanan pangan telah

dijalankan, namun prosedur belum terdokumentasi atau belum

menjalankan secara konsisten.

c. Nilai 41%-60%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan

namun belum terdapat mekanisme yang jelas dan sistematis. Aktivitas

pencatatan tidak konsisten dan memiliki kendali harian.

56
d. Nilai 21%-40%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan

secara sistematis namun tidak dilakukan dokumentasi terhadap

mekanisme. Aktivitas pencatatan konsisten namun tidak memiliki kendali

harian.

e. Nilai 6%-20%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan dan

didokumentasikan serta hampir secara keseluruhan memenuhi persyaratan.

Namun masih terdapat sedikit kelalaian dalam sistem keamanan pangan.

f. Nilai 0%-5%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan serta

didokumentasikan dengan baik. Seluruh persyaratan dipenuhi, aktivitas

dokumentasi konsisten dan terkendali.

Interpretasi pada setiap kategori telah didiskusikan dengan ahli di

bidang keamanan pangan dalam perusahaan yaitu kepala Food Safety Quality

(FSQ) yang bertujuan untuk mengetahui keabsahan alat analisis yang

digunakan oleh penulis. Langkah selanjutnya yaitu dengan memberikan

rekomendasi tindak lanjut agar dilaksanakan oleh perusahaan dalam

pengembangan dan perbaikan sistem keamanan pangan.

3.6.3. Formulir Checklist Penilaian GMP dan SSOP

Formulir checklist berisi parameter yang akan diberi skor dengan

melakukan observasi langsung terhadap penerapan GMP dan SSOP

perusahaan. Hasil dari penilaian dari formulir checklist ini kemudian dianalisis

untuk melihat penyimpangan terhadap penerapan GMP dan SSOP dan

melakukan perumusan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan penerapan

57
sistem GMP dan SSOP. Skor dan nilai persentase serta keterangan dari

formulir checklist adalah sebagai berikut :

a. Skor 0 : Nilai Persentase 0% (Memenuhi)

b. Skor 1 : Nilai Persentase 1-25% (Cukup Memenuhi)

c. Skor 2 : Nilai Persentase 26-50% (Kurang Memenuhi)

d. Skor 3 : Nilai Persentase 51-75% (Sangat Kurang Memenuhi)

e. Skor 4 : Nilai Persentase >75% (Tidak Memenuhi)

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu pedoman wawancara, pedoman observasi, dan studi kepustakaan dengan

menggunakan teknik wawancara dan observasi. Teknik wawancara dilakukan

dengan membuat pedoman wawancara (point of interview) untuk

memudahkan peneliti dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan terkait

dengan fokus penelitian yang diteliti. Teknik observasi dilakukan dengan

menggunakan pedoman observasi (point of observation) untuk memudahkan

peneliti dalam melakukan pengamatan dan pencatatan data apa saja yang

diperlukan dalam penelitian. Studi kepustakaan meliputi dokumen-dokumen

yang dibutuhkan antara lain panduan HACCP berdasarkan SNI 01-4852-1998,

panduan GMP berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik

Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi

Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan panduan

SSOP berdasarkan Food and Drug Administration USA yang berisi beberapa

58
kunci sistem SSOP. Selain itu form – form lain terkait dengan penerapan

sistem HACCP perusahaan.

3.8. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian yang diungkap dalam definisi

konsep secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup objek

penelitian atau objek yang diteliti. Definisi operasional dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia

dan merupakan salah satu tanaman jenis polong-polongan yang menjadi

bahan dasar banyak makanan salah satunya yaitu kecap.

2. Proses produksi adalah suatu kegiatan untuk menciptakan atau menambah

kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang

ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan materi agar lebih

bermanfaat bagi kebutuhan manusia.

3. Kecap merupakan jenis makanan fermentasi yang paling banyak

dikonsumsi di seluruh dunia, dimana kecap merupakan produk cair

berwarna cokelat atau hitam gelap yang memiliki rasa manis atau asin.

4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda

lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan

manusia.

59
5. Sistem Manajemen Keamanan Pangan adalah suatu sistem untuk

menjamin proses produksi dari jenis pangan yang berbahaya bagi

kesehatan dan melindungi produk dari pangan yang tidak memenuhi

standar.

6. Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara

memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi

persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk

makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.

7. Sanitation Standard Operating Procedure adalah prosedur yang dibuat

untuk membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan

prosedur pengawasan sanitasi, melakukan pengontrolan sanitasi, serta

memelihara kondisi dan praktik sanitasi.

8. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah sebuah

sistem manajemen yang ditujukan untuk keamanan pangan melalui

analisis dan kontrol biologi, kimia, dan bahaya fisik dari produksi bahan

baku, pengadaan, dan penanganan, untuk manufaktur, distribusi, dan

konsumsi produk jadi.

9. Penyimpangan penerapan merupakan suatu proses, cara, perbuatan

menyimpang dalam pelaksanaan penerapan sistem keamanan pangan

prosedur atau panduan yang ada.

10. Analisis kesenjangan merupakan suatu metode pengukuran untuk

mengetahui kesenjangan antara kinerja suatu variabel dengan harapan

konsumen terhadap variabel tersebut.

60
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1. Profil PT. X

PT. X memproduksi kecap serta produk ready to drink (Minuman

Kemasan) yang terletak di Cengkareng, Jakarta Barat. PT. X merupakan anak

perusahaan dari X Company yang berpengalaman lebih dari 140 tahun dan

telah memiliki berbagai merek terkemuka. Pabrik PT. X memiliki luas sebesar

16.579 m2.

PT. X memiliki letak yang berbatasan dengan beberapa pabrik baterai

disebelah timur, sebelah barat berbatasan dengan pemukiman warga, sebelah

selatan berbatasan dengan jalur kereta api, dan sebelah utara berbatasan

dengan sungai Mookevart atau dikenal dengan sebutan sungai Daan Mogot.

4.2. Sejarah PT. X

PT. X merupakan salah satu perusahaan produsen kecap di Indonesia

yang telah memiliki berbagai jenis merek cukup dikenal dikalangan

masyarakat. Perusahaan ini awalnya didirikan pada tahun 1975 dimana

memulai usaha pertamanya sebagai produsen kecap kedelai. Perusahaan

membuat suatu variasi dengan memproduksi squash dan sirup, kemudian

diikuti dengan memproduksi saus sambal pada tahun 1979, saus tomat pada

tahun 1980, teh dan jus buah dalam bentuk kemasan tetra pack pada tahun

1982.

61
Mengingat keadaan perusahaan yang semakin berkembang, maka para

pimpinan perusahaan dan pemegang saham merasa perlu merubah bentuk

perusahaan dari CV menjadi PT. Perusahaan mempunyai tujuan untuk

memasarkan produk-produknya dari konsumen tingkat menengah hingga

konsumen tingkat atas dengan menekankan pada kualitas yang baik.

Perusahaan menyalurkan produknya melalui kantor pemasaran dan

mengekspor produknya ke negara-negara diseluruh dunia seperti Amerika

Serikat, Kanada, Australia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan,

Hongkong, Jepang, Republik Maldives, Saudi Arabia, UAE, Rusia, Holland,

Inggris, Denmark, Norwegia, dan lain-lain.

Pemegang saham dari PT. X memutuskan untuk membentuk suatu

aliansi dengan suatu company dari Amerika Serikat pada tahun 1998 dengan

tujuan untuk memperkuat posisinya dipasaran Asia. Perusahaan memiliki

komitmen untuk memberikan produk yang bergizi dan sehat serta berpotensi

tumbuh secara berkelanjutan berdasarkan standar kualitas tinggi, inovasi yang

berkesinambungan, dan manajemen yang sangat baik.

4.3. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan

PT. X memiliki visi yaitu menjadi perusahaan makanan dan minuman

terdepan di dunia yang menghasilkan produk yang unggul dalam cita rasa dan

bergizi bagi konsumen dimana saja. Dengan visi yang dimiliki, lalu

dirumuskan suatu misi dimana perusahaan akan berjuang untuk dapat

menghasilkan produk makanan dan minuman dengan Brand terpercaya,

62
unggul dalam cita rasa, bergizi serta memiliki mutu yang konsisten bagi

seluruh keluarga Indonesia agar dapat hidup lebih sehat dan sejahtera. PT. X

bertanggung jawab untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi

kepuasan konsumen, bermutu, aman untuk dikonsumsi masyarakat.

PT. X memiliki 5 nilai yang wajib untuk dijalankan untuk dapat

mencapai visi yang telah ditetapkan perusahaan. Nilai-nilai dijelaskan sebagai

berikut :

1. Customer First, memiliki arti dimana PT. X selalu peduli dengan

konsumen dan selalu berusaha untuk memenuhi permintaan konsumen

dengan menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.

2. Innovation, memiliki arti dimana PT. X berani untuk mengambil segala

jenis resiko, menyelesaikan tantangan, serta menciptakan produk yang

aman dan menjadi kesukaan seluruh masyarakat di Indonesia.

3. Integrity, memiliki arti dimana PT. X selalu melakukan hal yang benar,

dan selalu membentuk kepercayaan konsumen.

4. Ownership, memiliki arti dimana PT. X selalu berfikir serta bertindak

seperti pemilik dari perusahaan tersebut, membuat pilihan yang sulit, serta

memperlakukan setiap uang perusahaan layaknya milik sendiri. PT. X

memiliki kegiatan yang sederhana, fokus, serta memiliki budaya

meritokrasi artinya adanya pemberian jabatan kepada orang berdasarkan

kemampuannya, sehingga para pekerja akan diberikan reward karena

memiliki performa kerja yang bagus pada setiap tingkat jabatan dalam

perusahaan.

63
5. Quality, memiliki arti dimana PT. X memiliki komitmen untuk

menghasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi standar mutu yang

telah ditetapkan.

4.4. Struktur Organisasi PT. X

PT. X terdiri dari 8 departemen yaitu departemen produksi,

departemen pemeliharaan atau perawatan, departemen material produksi,

departemen teknisi, departemen safety and environmental, departemen

continuous improvement, departemen food safety and quality, dan departemen

human resources.

Struktur organisasi dalam PT. X disajikan pada Gambar 8.

64
Factory Manager

Plant
Administration

Production Maintainance Material & Engineering Safety & Continuous FSQ HR


Manager Manager Production Manager Environmental Improvement Manager Manager
Manager Manager Manager

Production Maintainance FSQ


Supervisor Supervisor Supervisor

Supervisor General
RTD Kecap HR Affair

Gambar 8.Struktur Organisasi PT. X


Sumber : Data perusahaan (2019)

65
Berdasarkan struktur organisasi di atas, masing-masing departemen

memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :

1. Factory Manager, bertugas untuk memberikan arahan dan kebijakan yang

akan diterapkan dalam semua departemen, melakukan pemantauan dan

kesesuaian regulasi yang berhubungan dengan pangan, dan

menginformasikan pihak terkait untuk melakukan perubahan apabila

ditemukan ketidaksesuaian.

2. Production Manager, bertugas untuk mengawasi jalannya produksi yang

dilakukan PT. X serta memastikan penerapan peraturan dan kebijakan

dalam produksi.

3. Maintainance Manager, bertugas untuk memastikan semua fasilitas dan

peralatan telah dilakukan perawatan, perbaikan, dan penyesuaian dengan

baik untuk mendukung kegiatan proses produksi agar dapat berjalan

dengan baik.

4. Material and Production Manager, bertugas untuk memberikan

koordinasi, arahan, penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran seluruh

aspek yang berhubungan dengan proses produksi sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan oleh manager perusahaan.

5. Engineering Manager, bertugas untuk mengarahkan proyek perusahaan

mengenai investasi seluruh alat dan mesin yang terdapat di PT. X.

6. Safety and Environmental Manager, bertugas untuk membuat program

kerja dan perencanaan cara pengimplementasiannya untuk memenuhi

66
aspek keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan yang aman dan

sesuai dengan regulasi.

7. Continous Improvement Manager, bertugas untuk mendukung dan

melakukan peningkatan dalam hal kinerja, baik dalam business process

maupun dalam regulasi yang sedang digunakan.

8. Food Safety and Quality Manager, bertugas untuk menentukan metode

yang akan digunakan untuk menjaga kualitas dalam proses produksi agar

sesuai dengan standar perusahaan, mengawasi dan mengendalikan mutu

agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang telah

ditetapkan, melaksanakan pengawasan dan pengendalian mutu yang

dilakukan dari perolehan bahan baku, bahan dalam proses menjadi produk

jadi.

9. HR Manager, bertugas untuk mengelola seluruh sumber daya manusia

yang terdapat dalam PT. X.

4.5. Ketenagakerjaan PT. X

PT. X memiliki karyawan yang bekerja di office dan di area produksi.

Karyawan yang bekerja di office memiliki jam kerja dimulai pada pukul 08.00

hingga pukul 17.00 dengan adanya waktu istirahat pada pukul 12.00 hingga

pukul 13.00 dan khusus pada hari Jum’at, jam istirahat untuk seluruh

karyawan dimulai pada pukul 11.00 hingga pukul 13.00. Karyawan yang

bekerja di area produksi jam kerja dibagi menjadi 3 shift. Jam kerja pada shift

pertama dimulai dari pukul 07.00 hingga pukul 15.00 dengan jam istirahat

67
dimulai pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Jam kerja pada shift kedua

dimulai dari pukul 15.00 hingga pukul 22.00 dengan jam istirahat dimulai

pada pukul 18.00 hingga pukul 19.00. Jam kerja pada shift ketiga dimulai dari

pukul 22.00 hingga pukul 07.00 dengan jam istirahat dimulai pada pukul

12.00 hingga pukul 03.00. Pergantian shift untuk karyawan yang bekerja di

area produksi dilakukan secara acak setiap minggu dengan jadwal yang

ditentukan oleh manager pada setiap divisi.

Kegiatan perekrutan karyawan dalam PT. X dilakukan secara online

maupun mulut ke mulut dengan sistem yang dimulai dari tahap perencanaan

perekrutan, identifikasi kebutuhan perekrutan, identifikasi sumber kandidat,

penilaian, serta wawancara kandidat secara langsung, eksekusi penawaran,

persiapan administrasi sebelum karyawan bekerja, hingga sampai tahap akhir

dimana calon karyawan dapat bekerja di perusahaan. Calon karyawan yang

telah direkrut di PT. X akan diberikan pelatihan mengenai hal yang berkaitan

dengan ketenagakerjaan.

Seluruh karyawan yang bekerja di PT. X harus memenuhi seluruh

peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan. Apabila terdapat pekerja yang

melanggar peraturan tersebut akan diberikan sanksi berupa surat peringatan

pertama, apabila kembali melanggar akan diberikan surat peringatan kedua,

dan apabila masih diulangi kembali, maka akan mendapat surat peringatan

ketiga dimana masa berlaku sebuah surat peringatan adalah selama 6 bulan.

Pekerja yang mendapat surat peringatan ketiga akan dikenakan sanksi berupa

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

68
Kegiatan penetapan upah gaji pekerja di PT. X digolongkan

berdasarkan posisi jabatan dan lama bekerja karyawan dalam perusahaan.

Upah gaji yang akan diberikan mencakup uang transportasi dan uang makan

yang akan ditransfer melalui rekening bank pada setiap karyawan perusahaan.

Tenaga kerja PT. X akan mendapatkan fasilitas kesehatan berupa Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan asuransi jiwa swasta. Para tenaga

kerja juga akan mendapatkan bonus 2 kali dalam setahun berupa uang

Tunjangan Hari Raya (THR) dan uang tunjangan akhir tahun yang diberikan

berdasarkan upah gaji tenaga kerja selama 2 bulan. Setiap tenaga kerja dalam

PT. X akan mendapatkan jatah cuti kerja selama 12 hari dalam satu tahun dan

akan berlaku apabila pekerja telah bekerja selama kurang lebih 2 tahun.

4.6. Produk PT. X

PT. X memiliki produk yang beraneka ragam terutama dibidang

makanan dan minuman. PT. X memproduksi produk kecap dan minuman siap

minum (Ready To Drink). Varian dari kecap dan minuman Ready To Drink di

PT. X disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X


Kecap

Nama Produk Varian Berat Produk/Netto


Botol Kaca 320 ml / 620 ml
PET 135 ml / 275 ml
65 ml / 225 ml / 520
Kecap Manis Pouch
ml
Sachet 15 ml / 18 ml
Jerigen 6 kg / 25 kg

69
Tabel 7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X
Kecap

Botol Kaca 620 ml


Kecap Asin PET 133 ml
Jerigen 6 kg
Kecap Inggris (Spesial
Botol Kaca 195 ml
Produk)
Botol Kaca 620 ml
Kecap Manis Cap Hoki
Pouch 520 ml
Minyak Wijen Botol Kaca 195 ml

Minuman Ready to Drink

Nama Produk Varian Berat Produk/Netto


Jeruk, Sirsak, Leci, Mangga,
Jus ABC 250 ml
Apel, Jambu
Jus Buah Apel, Jeruk, Jambu 1L
Jus Buah Premium Jambu, Jeruk, Mix Juice 1L
Sari Kacang Hijau - 200 ml / 250 mL/ 1 L
Sari Asam - 250 ml
Soya Milk (tetrapack) - 200 ml / 1 L
Soya Milk (Kemasan Bantal) - 200 ml
Minuman Teh Kembang - 250 ml
Mr. Jussie Jeruk, Jambu, Coklat 90 ml
Mr. Jussie Milky Mangga, Anggur, Stoberi, Jeruk 90 ml
Mr. Jussie Tea Jasmine, Lemon, Apel 90 ml
Cappucini Coffee Cream, Espresso, Coklat 200 ml
Sumber : Data Produk PT. X (2019)

Tabel 7 merupakan daftar produk yang dihasilkan oleh PT. X dimana

perusahaan ini memproduksi khususnya kecap manis setiap harinya secara

kontinu, sedangkan untuk minuman RTD sesuai dengan jadwal produksi yang

telah ditetapkan oleh manager serta supervisor bagian produksi minuman

RTD. Setiap varian kecap maupun minuman RTD memiliki formulasi dan

spesifikasi yang berbeda. Produk jadi (Finished Good) yang dihasilkan

perusahaan harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh

perusahaan sebelum kemudian akan dipasarkan ke konsumen baik itu dalam

maupun luar negeri.

70
4.7. Proses Produksi Kecap PT. X

Proses produksi dalam PT. X meliputi bahan baku utama, bahan

tambahan, bahan kemasan yang digunakan, produk akhir, proses produksi

serta pengendalian mutu produk.

4.7.1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan

Bahan baku dasar yang digunakan untuk memproduksi kecap manis

PT. X yaitu gula, baik itu gula yang berbentuk padat maupun cair. Kemudian

bahan baku lainnya yaitu kedelai, gandum, air, garam, serta bahan tambahan

yaitu asam sitrat, natrium benzoat, pewarna karamel, dan xanthan gum. Bahan

baku yang digunakan oleh perusahaan berasal dari impor maupun lokal yang

akan dikirimkan dengan mengunakan truk angkut dan akan diletakkan di

dalam palet-palet kayu kemudian diletakkan di atas forklift, dan akan

didistribusikan ke dalam masing-masing bagian, baik itu bahan baku untuk

ingredients atau packaging. Bahan baku yang digunakan oleh PT. X telah

diperiksa oleh bagian Quality Control (QC) dan wajib memenuhi standar mutu

yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun

Codex.

4.7.2. Bahan Pengemas

Pengemasan kecap manis di PT. X terdiri dari beberapa jenis yang

dibedakan melalui line atau area sesuai dengan jenis kemasan karena pada

setiap kemasan memiliki mesin dan alat serta perlakuan yang berbeda. Jenis

kemasan pada kecap manis X dibedakan menjadi botol beling, botol PET

71
(plastik), sachet, pouch, dan jerigen. Jenis kemasan ini dikelompokkan ke

dalam masing-masing line atau area yang akan dijelaskan sebagai berikut :

Line A merupakan line atau area pada kemasan kecap manis

berbentuk botol beling dan botol PET (plastik). Botol beling dan botol PET

(plastik) memiliki ukuran yang beraneka ragam. Botol beling memiliki ukuran

620 ml dan 320 ml, sedangkan botol PET (plastik) memiliki ukuran 275 ml

dan 135 ml. Botol beling dan botol PET (plastik) yang akan digunakan telah

diperiksa oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of

Analysist) sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan. Botol beling

yang akan digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu dengan mesin

pencuci botol beling yang menggunakan air dan botol PET (plastik) akan

diperiksa kebersihannya menggunakan mesin dengan bantuan angin. Bahan

lainnya yang digunakan seperti tutup botol, capseal, label, kardus dan partisi

yang akan digunakan telah diperiksa terlebih dahulu khususnya mengenai

kualitas bahan tersebut oleh Quality Control (QC) dan apabila terdapat bahan

yang tidak sesuai, akan dikembalikan kepada supplier bahan tersebut. Kecap

yang diproduksi di line A yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap manis

dikemas ke dalam botol beling (620 ml dan 320 ml) dan botol PET (plastik)

(275 ml dan 135 ml), sedangkan untuk kecap asin dikemas ke dalam botol

beling yang berukuran 620 ml, dan botol PET (plastik) yang berukuran 135

ml.

Line F merupakan line atau area pada kemasan kecap manis berbentuk

pouch yang memiliki 3 ukuran yaitu 520 ml, 225 ml, dan 65 ml. Kemasan

72
pouch ini kecap yang diproduksi yaitu hanya kecap manis. Kemasan pouch

yang akan digunakan untuk proses pengemasan kecap manis telah diperiksa

oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of Analysist)

sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan.

Line H merupakan line atau area pada kemasan kecap manis

berbentuk sachet yang memiliki 2 ukuran yaitu 18 ml, dan 15 ml. Kemasan

sachet ini kecap yang diproduksi yaitu kecap manis dan kecap manis sedang.

Kemasan sachet yang akan digunakan untuk proses pengemasan kecap manis

telah diperiksa oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of

Analysist) sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan.

Line E merupakan line atau area kemasan kecap inggris berbentuk

botol beling dengan ukuran 195 ml. Proses produksi kecap inggris dilakukan

manual di line E karena proses pembuatan kecap inggris berbeda dengan

proses pembuatan kecap manis, dimana pada kecap inggris menggunakan

rempah-rempah sebagai bahan baku utamanya. Kemasan botol beling yang

akan digunakan untuk proses pengemasan kecap inggris telah diperiksa oleh

Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of Analysist) sehingga

dapat dipastikan aman untuk digunakan. Kegitan pelabelan kecap inggris

dilakukan di line A dengan menggunakan mesin labeling.

Line G merupakan line atau area kemasan kecap manis berbentuk

jerigen memiliki 2 ukuran yaitu 6 kg dan 25 kg. Jenis kecap yang akan

dikemas ke dalam jerigen yaitu kecap manis dan kecap asin. Kemasan jerigen

yang akan digunakan untuk proses pengemasan manis dan asin telah diperiksa

73
oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of Analysist)

sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan.

4.7.3. Produk Akhir

PT. X memproduksi kecap manis setiap harinya dengan berbagai

varian dengan formulasi dan spesifikasi berbeda. Produk kecap harus

memenuhi standar mutu produk kecap sebelum kemudian dipasarkan ke

konsumen. Standar mutu kecap disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Standar Kecap Manis SNI dan PT. X


Kecap Manis
No. Parameter Standar Pabrik SNI 3543.1:2013
1. Organoleptik
Bau Normal, Khas Normal, Khas
Rasa Normal, Khas Normal, Khas
Bentuk Viskous -
Warna Coklat tua -
(18 – 16)
2. Fisika/Kimia
Kadar Garam 6 ± 0.3% -
(NaCl)
Protein 1.875 – 3.125% Min 1%
Viskositas 12.5 – 14.5 poise -
Kadar Gula - Min. 30%
(sakarosa)
pH 4.4 – 5.2 3.5 – 6.0
3. Cemaran logam
Timbal (Pb) - Maks. 1.0 mg/kg
Kadmium (Cd) - Maks. 0.2 mg/kg
Timah (Sn) - Maks. 40.0 mg/kg
Merkuri (Hg) - Maks. 0.05 mg/kg
Cemaran Arsen (As) - Maks. 0.5 mg/kg
4. Cemaran Mikrobia
Total Plate Count Maks. 100 CFU/g -
Yeast & Mold Maks. 50 CFU/g Maks. 50 koloni/g
Coliforms Negatif <3 APM/g
Sumber : Data PT. X dan SNI tahun 2013

Beberapa pengujian produk kecap dilakukan sebelum pengemasan

untuk mengetahui apakah kecap yang dihasilkan telah memenuhi standar yang

74
ditetapkan oleh pabrik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analis baik

secara kimia, biologi maupun sensoris.

Pengujian secara kimiawi dilakukan untuk menguji kadar protein,

kadar garam, pH, dan viskositas. Pengujian kadar protein dilakukan dengan

menggunakan metode Kjeldahl, yang didasarkan pada pengukuran total

nitrogen yang ada pada sampel. Pengujian kadar garam dilakukan dengan

metode titrasi menggunakan AgNO3 atau disebut dengan agentometri, dimana

prinsip dari titrasi ini yaitu pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pengujian

viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskotester bernama

brookfield. Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan alat Metrohm pH

meter.

Pengujian secara biologis dilakukan dengan metode pour plate pada

media yang berbeda. Media yang digunakan untuk menguji coliform adalah

Violet Red Bile Agar (VRBA), untuk pengujian yeast-mold adalah Yeast

Extract Glucose Chloramphenical Agar (YGC), dan untuk pengujian Total

Plate Count (TPC) menggunakan Casein – Peptone Glucose Yeast Extract

Agar (PCA).

Produk kecap manis yang telah dikemas kemudian disusun dalam

palet, sebelumnya dilakukan pengecekan oleh bagian quality control (QC),

dimana QC akan memberikan keterangan apabila produk layak untuk

dipasarkan atau tidak. Produk kecap manis yang telah dinyatakan layak untuk

dipasarkan, akan langsung diletakkan pada truk yang akan membawa ke

gudang distributor yang terletak di daerah kalideres. Proses distribusi ke

75
seluruh daerah akan diatur oleh pihak gudang distributor. Apabila truk yang

akan mengangkut produk kecap manis belum datang, maka produk kecap

manis akan diletakkan terlebih dahulu pada gudang finnished good. Tetapi hal

ini biasanya tidak berlangsung lama, sehingga seringnya produk langsung

dibawa menuju gudang distributor. Pengaturan letak produk pada gudang

finnished good dilakukan dengan menggunakan rak dan diberi jarak pada tiap

paletnya.

4.7.4. Proses Produksi

Proses pembuatan kecap manis di PT. X dibagi menjadi dua tahapan,

yaitu proses pembuatan sari kecap dan proses pembuatan kecap manis.

Proses pembuatan sari kecap terdiri atas proses pemasakan bungkil

kedelai, penyangraian gandum, penggilingan gandum, pencampuran bungkil

kedelai dan butiran gandum, inokulasi, inkubasi koji, fermentasi moromi,

pengepresan dan pengolahan sari kecap. Setelah proses pembuatan sari kecap

telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan proses pembuatan kecap manis yang

terdiri dari pemasakan kecap manis, penyaringan, blending, pemanasan awal,

pemisahan padatan, penghilangan buih, pemanasan akhir, pendinginan,

penyimpanan dan pengemasan kecap manis.

4.7.5. Pengendalian Mutu Produk

Pengendalian diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang

ditemukan pada saat pengawasan terjadi, baik di lingkungan produksi maupun

di tempat lain di dalam perusahaan. Pengendalian yang dilakukan di PT. X

yang sangat berperan adalah bagian FSQ (Food Safety Quality) dibantu oleh

76
departemen terkait yang memerlukan pengendalian (produksi, warehouse,

pengolahan air dan limbah). PT. X menerapkan Quality Sistem Internal

disebut QRMP (Quality Risk Management Process) yang memiliki komitmen

dapat menghasilkan produk bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pasar

serta menjamin kepuasan pelanggan melalui penerapan QRMP didukung oleh

seluruh sumber daya manusia yang ada di perusahaan tersebut.

Pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT. X meliputi pemetaan

wilayah penyebaran pest control, pengecekan rutin yang dilakukan setiap

bulan oleh masing-masing pimpinan area produksi, dokumentasi dan audit

internal maupun eksternal. Proses produksi dapat dihentikan jika dalam data

kontrol tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk

meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang.

77
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Penyimpangan Penerapan Sistem Good Manufacturing


Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure
(SSOP) PT. X

Analisis penyimpangan dalam penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan persyaratan dasar sistem HACCP meliputi GMP dan SSOP

yang diterapkan perusahaan sesuai dengan panduan GMP dan SSOP. Panduan

tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia

nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan

Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan penerapan SSOP

mengacu pada Food and Drug Administration USA berisi beberapa kunci

sistem SSOP yang menjadi instrumen dalam penelitian. Instrumen digunakan

untuk melihat penyimpangan penerapan GMP dan SSOP perusahaan dengan

memberi nilai (skoring) secara subjektif berdasarkan hasil observasi.

5.1.1. Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman

cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi

persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk

makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008:51).

Tabel 9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X


Variabel Good Jumlah Σ Skor Tiap Σ Skor Persentase
No Manufacturing Parameter Parameter Maksimal (%)
Practices (GMP) (a) (b) (c = a x 4) (b/c x 100%)
1. Lokasi 7 11 28 39,28
2. Bangunan 11 21 44 47,73
3. Fasilitas Sanitasi 18 16 72 22,22

78
Tabel 9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X
No Variabel Good Jumlah Σ Skor Tiap Σ Skor Persentase
Manufacturing Parameter Parameter Maksimal (%)
Practices (GMP) (a) (b) (c = a x 4) (b/c x 100%)
4. Mesin dan
11 13 44 29,54
Peralatan
5. Bahan 6 2 24 8,33
6. Pengawasan
16 9 64 14,06
Proses
7. Produk Akhir 4 4 16 25
8. Laboratorium 3 2 12 16,67
9. Karyawan 9 7 36 19,44
10 Pengemas
4 1 16 6,25
.
11 Label dan
3 0 12 0
. Keterangan Produk
12 Penyimpanan
11 12 44 27,27
.
13 Pemeliharaan dan
10 11 40 27,5
. Program Sanitasi
14 Pengangkutan
6 8 24 33,33
.
15 Dokumentasi dan
4 4 16 25
. Pencatatan
16 Pelatihan
7 14 28 50
.
Rata-Rata Keseluruhan 17,64
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Berdasarkan Tabel 9 pelaksanaan sistem Good Manufacturing

Practices (GMP) di PT. X memperoleh rata-rata penyimpangan sebesar 17,64

%. Terdapat beberapa variabel yang belum memenuhi persyaratan GMP.

Berikut ini akan dijabarkan penilaian serta penjelasan penyimpangan dari

variabel-variabel dalam penerapan sistem GMP.

1. Lokasi

Lokasi merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan

oleh suatu perusahaan karena sangat berpengaruh terhadap proses produksi

atau kegiatan lainnya yang terdapat dalam perusahaan. Penilaian

penyimpangan pada variabel lokasi disajikan pada Tabel 10.

79
Tabel 10. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Lokasi
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Lokasi pabrik tempat produksi jauh dari daerah
lingkungan yang tercemar atau daerah tempat X
kegiatan industri/usaha.
2. Lokasi pabrik jauh dari tempat pembuangan
sampah umum atau pemukiman penduduk kumuh X
(min. 2km).
3. Lingkungan pabrik bersih dan bebas dari
X
tumpukan sampah.
4. Lingkungan pabrik bebas dari semak-semak atau
X
daerah sarang hama.
5. Pabrik tempat produksi berada di daerah bebas
X
banjir atau tidak mudah tergenang air
6. Kondisi jalan menuju pabrik tempat produksi
tidak menimbulkan debu atau genangan air dan X
tersedia saluran air yang mudah dibersihkan.
7. Lingkungan di luar tempat produksi yang
X
terbuka tidak digunakan untuk kegiatan produksi.

Rata-Rata 11/28 x 100 = 39,28 %

Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel lokasi di PT. X sebesar 39,28 %, artinya penerapan yang berlangsung

kurang memenuhi panduan GMP. Lokasi perusahaan berada dekat dengan

pemukiman warga yang kumuh. Perusahaan juga berada satu kawasan dengan

pabrik non pangan yaitu pabrik baterai dan pabrik pakaian. Hal ini belum

memenuhi persyaratan lokasi untuk industri pangan sesuai dengan panduan

GMP yang memiliki persyaratan bahwa lokasi pabrik tempat produksi pangan

harus jauh dari kawasan pemukiman penduduk kumuh dan tempat kegiatan

industri non pangan. Keberadaan pabrik pakaian dan pabrik baterai sangat

memungkinkan membuat lingkungan sekitar menjadi tercemar. Limbah yang

dihasilkan dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Pabrik

pakaian dan baterai tidak banyak menghasilkan limbah padat, melainkan lebih

80
banyak menghasilkan limbah cair yang mengandung sisa bahan kimia jika

dibandingkan dengan pabrik X. Hal ini merupakan salah satu yang menjadi

permasalahan lingkungan karena dapat mengakibatkan pencemaran oleh

limbah yang dihasilkan pabrik tersebut.

Terdapat pemukiman masyarakat sekitar pabrik yang dapat dinilai

kumuh ditandai dengan kondisi pemukiman tersebut cukup padat dan sering

terjadi banjir akibat sungai yang meluap pada saat musim penghujan datang.

Sungai ini berada di depan lokasi pabrik dengan kondisi air yang berwarna

hitam. Lokasi pabrik yang seharusnya menurut persyaratan GMP yaitu harus

jauh dari lingkungan atau kawasan pemukiman masyarakat kumuh.

Kondisi lingkungan di dalam pabrik bebas dari tumpukan sampah,

karena terdapat tempat sampah organik dan non organik pada setiap sudut

jalan sekitar pabrik dan sampah tersebut tidak dibiarkan menumpuk di sekitar

pabrik. Secara keseluruhan, lingkungan yang terdapat di dalam sekitar pabrik

cukup bersih.

2. Bangunan

Konstruksi bangunan pabrik sangat penting untuk menjamin proses

produksi agar menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Terdapat

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu pabrik

khususnya di bidang makanan dan minuman yaitu struktur suara, keamanan,

layout produk yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi tujuan produksi,

dan pemisahan ruang processing dengan ruangan lain, seperti gudang

81
penyimpanan dan fasilitas lain (Thaheer, 2008:60). Penilaian penyimpangan

pada variabel bangunan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bangunan


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Desain dan tata letak (layout) bagian dalam
ruangan (pengolahan) sesuai dengan urutan X
proses produksi.
2. Desain bangunan dan ruangan sesuai dengan
jenis pangan olahan yang diproduksi. X
3. Penerangan dalam ruang produksi cukup dan
mudah untuk dibersihkan. X
4. Konstruksi dinding tahan lama, terbuat dari
bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan X
dibersihkan.
5. Konstruksi atap tahan lama, tahan air (tidak
bocor) mudah dipelihara dan dibersihkan. X
6. Konstruksi langit-langit tidak berlubang dan
tidak retak, tidak terkelupas serta terbuat dari X
bahan yang tahan lama.
7. Konstruksi lantai tahan lama, pengaliran air
lancar dan tidak tergenang, mudah dibersihkan,
permukaan rata dan tidak licin, kedap air, lantai X
dan dinding tidak membentuk siku-siku.
8. Pintu terbuat dari bahan kuat dan tahan lama,
mudah dipelihara dan mudah dibersihkan dan X
mudah ditutup dengan baik.
9. Jendela dibuat dari bahan tahan lama, tidak
mudah pecah serta mudah dipelihara dan
X
dibersihkan. Jumlah dan ukuran jendela sesuai
dengan besarnya bangunan.
10. Ventilasi yang cukup dan dapat menjamin
peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan X
panas dan dilengkapi dengan kasa pencegah
serangga.
11. Permukaan tempat kerja yang kontak
dengan bahan pangan olahan dalam kondisi
X
baik, tahan lama, mudah dipelihara dan
dibersihkan.
Rata-Rata 21/44 x 100 = 47,73 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel bangunan di PT. X sebesar 47,73 %, artinya penerapan yang

82
berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Desain dan tata letak produksi

pengolahan kurang sesuai dengan panduan GMP karena lokasi antar ruang

proses satu dengan yang lainnya terpisah dan belum membentuk pola desain

tata letak yang seharusnya. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran produk

pada saat proses produksi. Desain dan tata letak dalam suatu pabrik memiliki

dampak yang cukup significant terhadap aktivitas produksi yang dilakukan.

Tata letak seharusnya membentuk pola berdasarkan bentuk lingkaran

(circular) dimulai pada saat material datang yang menjadi titik awal dari

proses produksi hingga produk akhir disimpan sebelum didistribusikan ke

konsumen. Selain itu desain dan tata letak antar ruangan sebaiknya tidak

terpisah dengan jarak yang jauh agar tidak menyebabkan produk

terkontaminasi.

Konstruksi lantai mudah dibersihkan dan tidak licin dimana dalam

pabrik pangan diperlukan lantai selalu kering dan memiliki kemiringan yang

sesuai untuk menuju ke saluran pembuangan. Pengaliran air dalam kegiatan

produksi lancar dan tidak terdapat genangan air. Kondisi antara lantai dan

dinding membentuk landai dan hal ini memenuhi persyaratan GMP dimana

seharusnya kondisi antara lantai dan dinding tidak membentuk siku-siku agar

memudahkan karyawan dalam kegiatan pembersihan. Konstruksi dinding sulit

dipelihara dan terdapat beberapa dinding retak perlu dilakukan perbaikan.

Konstruksi atap dan langit-langit tahan lama dan tahan air. Atap

terbuat dari genteng yang kuat dan memenuhi persyaratan GMP. Namun

lamanya bangunan membuat atap harus dilakukan pemeliharaan serta

83
pembersihan secara berkala, setidaknya satu tahun sekali untuk perawatan

pada atap proses produksi.

Penerangan dalam area sekitar ruang produksi kurang memenuhi

panduan GMP. Terdapat beberapa lampu di area produksi yang tidak

berfungsi sehingga menyebabkan kurangnya penerangan di area produksi.

Penerangan dalam panduan GMP harus cukup guna memudahkan pekerja

pabrik dapat bekerja secara optimal dan mencegah produk terkontaminasi

dengan bahan lain.

Konstruksi pintu dan jendela terbuat dari bahan kuat dan padat dan

memenuhi persyaratan GMP. Pintu yang dibuat anti rayap dan jendela yang

terbuat dari kaca yang tidak mudah pecah. Namun terdapat pintu pada ruang

pengemasan sulit ditutup dengan baik sehingga perlu dilakukan perbaikan

karena kondisi ruang pengemasan pada pabrik harus selalu steril. Jumlah

ventilasi pada area produksi cukup memenuhi, dan terdapat kasa pencegah

serangga pada ventilasi. Namun terkadang masih terdapat serangga yang dapat

masuk ke area produksi akibat celah pintu yang tidak tertutup rapat sehingga

hal ini dapat menyebabkan kontaminasi produk khususnya pada saat proses

pemasakan dan pengemasan produk.

3. Fasilitas Sanitasi

Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga

kebersihan serta merupakan hal yang penting yang wajib dimiliki industri

pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP).

Perusahaan melakukan kegiatan sanitasi sebagai salah satu usaha untuk

84
mencegah penyakit atau kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi

dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di dalam

pengolahan pangan. Penilaian penyimpangan pada variabel fasilitas sanitasi

disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Tersedia pipa-pipa dan penampungan air
untuk mengalirkan air dengan kondisi baik, X
terawat dan bersih.
2. Sumber air bersih, air produksi, dan air
X
minum berasal dari PAM.
3. Kualitas air yang digunakan memenuhi
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 32 tahun
X
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air.
4. Air yang tidak digunakan untuk produksi
memiliki sistem yang terpisah dengan air untuk X
air minum / kebutuhan produksi.
5. Sistem pemipaan dibedakan antara air minum
atau air yang kontak langsung dengan bahan
X
pangan olahan dengan air yang tidak kontak
langsung dengan pangan olahan.
6. Tersedia sumber air bersih yang digunakan
untuk kegiatan pembersihan/pencucian dengan X
kondisi yang layak.
7. Tersedia sumber air mengalir (kran air),
tempat sampah yang tertutup, bak air, sabun,
X
kloset, serta fasilitas pencuci tangan seluruh area
produksi.
8. Tersedia saluran pembuangan air, limbah cair,
semi padat/padat, gas, dan saluran pembuangan X
limbah terolah.
9. Tersedia wadah untuk limbah bahan
berbahaya dan diberi tanda serta tertutup rapat. X
10. Desain dan konstruksi sistem pembuangan
air dan limbah yang dapat mencegah risiko
X
pencemaran pangan olahan, air minum, dan air
bersih terpisah dari area produksi.
11. Tersedia tempat pembuangan limbah padat
X
dan cair.
12. Kondisi toilet bersih dan terawat. X
13.Letak toilet tidak terbuka langsung ke ruang
X
pengolahan dan selalu tertutup.

85
Tabel 12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi
Parameter
Skor
0 1 2 3 4
14. Tersedia tanda peringatan mencuci tangan
X
yang baik dan benar setelah menggunakan toilet.
15. Tersedia penerangan dan ventilasi yang
cukup pada area toilet. X
16. Tersedia fasilitas cuci tangan di depan pintu
masuk seluruh ruang produksi. X

17. Tersedia fasilitas ganti pakaian yang


dilengkapi tempat menyimpan pakaian X
kerja/pakaian luar terpisah.
18. Tersedia fasilitas pembilas sepatu kerja di
X
depan pintu masuk ruang produksi.

Rata-Rata 16/72 x 100 = 22,22 %

Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel fasilitas sanitasi sebesar 22,22 %, artinya penerapan yang berlangsung

cukup memenuhi panduan GMP. Sarana penyediaan air di PT. X bersumber

dari PAM lalu digunakan sebagai air minum, air produk, dan air bersih. Air

yang digunakan perusahaan telah memenuhi standar baku mutu air yang

mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan

Persyaratan Kesehatan Air. Pemeriksaan terhadap air dibedakan menjadi

pemeriksaan harian, pemeriksaan mingguan serta pemeriksaan setiap bulan

yang meliputi pH dan temperatur air, warna air, TPC dan coliform. Hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak pabrik kemudian dikirimkan ke

Kementerian Kesehatan untuk diperiksa bahwa air yang digunakan pabrik

aman untuk digunakan.

86
Perusahaan memiliki sistem pemipaan yang terpisah antara air minum,

air produk, dan air bersih yang dipisahkan setelah melalui serangkaian proses

yang di lakukan di Pengolahan Air Bersih (PAB). Air minum akan dialirkan

melalui pipa menuju ruang yang nantinya air tersebut dapat diminum langsung

oleh para karyawan pabrik. Air produk akan dialirkan melalui pipa menuju

seluruh ruang produksi. Air produk digunakan khusus untuk proses

pemasakan dan juga untuk kegiatan sanitasi alat pada kegiatan produksi. Air

bersih akan dialirkan melalui pipa menuju seluruh kran dan toilet yang

terdapat dalam PT. X.

Selain memiliki Pengolahan Air Bersih (PAB), PT. X juga memiliki

pengolahan untuk air limbah. Limbah yang dihasilkan yaitu terdiri dari limbah

cair dan limbah padat. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan mengolah

limbah hasil dari seluruh kegiatan produksi sehingga limbah dapat diedarkan

langsung keluar pabrik dengan status aman dan tidak mengganggu masyarakat

sekitar. Pengolahan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan produksi

dikumpulkan oleh perusahaan lalu diserahkan kepada pihak ketiga sebagai

pakan ternak. Limbah cair yang dihasilkan memiliki sistem pemipaan yang

berbeda dan tidak kontak langsung dengan sistem pemipaan kegiatan produksi

sedangkan limbah padat dilakukan dengan mengumpulkan limbah pada satu

area dan meletakkan di atas pallet kayu yang telah disediakan. Limbah yang

berasal bukan dari hasil kegiatan produksi langsung dikumpulkan di tempat

pembuangan umum yang terdapat di samping pengolahan air bersih di dalam

perusahaan. Lokasi tempat pembuangan umum yang dekat dengan pengolahan

87
air bersih kurang memenuhi persyaratan GMP karena hal ini dapat

menyebabkan pencemaran terhadap kegiatan proses air bersih dalam

perusahaan.

PT. X memiliki tempat sampah yang cukup dengan kondisi tertutup

sesuai dengan panduan GMP. Terdapat fasilitas pencuci tangan sebelum

memasuki ruang produksi dan di depan kantin perusahaan. Kondisi toilet di

perusahaan khususnya di bagian kantor, klinik, laboratorium cukup bersih dan

terawat, namun berbeda dengan kondisi toilet area pemasakan kecap yang

kurang bersih dan agak bau serta kurangnya penerangan di toilet tersebut.

Seluruh toilet perusahaan belum ada tanda peringatan mencuci tangan yang

baik dan benar setelah menggunakan fasilitas toilet. Petunjuk mengenai

mencuci tangan yang baik dan benar hanya ada pada fasilitas pencuci tangan

ketika ingin memasuki ruang produksi.

PT. X memiliki ruang ganti pakaian karyawan pabrik terpisah dengan

ruang produksi. Ruang ini digunakan karyawan pabrik untuk menyimpan

pakaian ganti serta untuk istirahat dan sholat. PT. X belum memiliki fasilitas

pembilas sepatu kerja di depan pintu masuk ruang produksi. Hal ini tidak

memenuhi persyaratan GMP. Fasilitas pembilas sepatu sangat diperlukan pada

pabrik pangan agar sepatu yang digunakan oleh karyawan maupun visitor

(pengunjung) bebas dari kontaminasi luar ruang produksi.

4. Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi harus

sesuai dengan pangan yang akan diproduksi, tidak menyerap air, tidak

88
berlubang atau bercelah, tidak mengelupas dan tidak mudah berkarat serta

tidak mencemari hasil produksi. Penilaian penyimpangan pada variabel mesin

dan peralatan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Mesin dan Peralatan
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Mesin atau peralatan yang digunakan sesuai
dengan jenis produksi. X

2. Tidak menimbulkan pencemaran terhadap


produk oleh jasad renik, bahan logam yang X
terlepas dari mesin/ peralatan.
3. Setiap mesin/peralatan berfungsi sesuai dengan
kegunaan dalam proses produksi X

4. Mesin/peralatan yang digunakan dalam proses


X
produksi mudah dipantau dan diawasi.
5. Mesin/peralatan dilengkapi dengan alat
pengatur dan pengendali kelembapan, aliran
X
udara, yang mempengaruhi keamanan pangan
produk.
6. Mesin/peralatan yang terbuat dari kayu selalu
dibersihkan untuk menjamin sanitasi agar tidak X
menimbulkan kontaminasi.
7. Kondisi permukaan mesin dan peralatan yang
kontak langsung dengan bahan pangan olahan
X
halus, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak
menyerap air, dan tidak berkarat.
8. Mesin dan peralatan produksi terbuat dari
bahan yang tahan lama, tidak beracun, tidak larut,
X
mudah dipindahkan/dibongkar pasang, dan mudah
dibersihkan.
9. Tata letak mesin/peralatan produksi sesuai
X
dengan urutan proses produksi.
10. Tindakan pengawasan, pemeriksaan, dan
pemantauan terhadap penggunaan mesin/peralatan X
dilakukan setiap hari oleh karyawan produksi.
11. Alat ukur yang terdapat pada mesin/peralatan
selalu diperiksa keakuratannya oleh karyawan X
produksi.
Rata-Rata 13/44 x 100 = 29,54 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

89
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel mesin dan peralatan di PT. X sebesar 29,54 %, artinya penerapan

yang berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Mesin dan peralatan

terdiri dari mesin untuk persiapan bahan, pencampuran bahan, pemasakan,

pengisian produk ke dalam kemasan. Mesin dan peralatan terbuat dari

stainless steel dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembapan

serta aliran udara yang mempengaruhi keamanan produk kecap yang di

produksi. Mesin dan peralatan produksi mudah dibongkar pasang pada saat

melakukan change over dan pembersihan serta sanitasi. Terdapat beberapa

permukaan mesin mengelupas dan berkarat yang kontak langsung dengan

bahan atau produk. Hal ini disebabkan kurang dilakukannya perawatan pada

mesin dan peralatan sehingga dapat menimbulkan kontaminasi terhadap bahan

atau produk yang diproduksi. Beberapa peralatan produksi terbuat dari kayu

seperti pallet yang merupakan alat pengangkut produk jadi maupun

pengangkut bahan baku dari penyimpanan menuju tempat proses kecap. Pallet

ini jarang dilakukan pembersihan dan perawatan sehingga terdapat beberapa

kondisi kayu rapuh. Persyaratan GMP untuk peralatan seharusnya tidak lagi

menggunakan bahan kayu. Hal ini untuk menghindari adanya rayap atau jamur

yang tumbuh sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi terhadap

produk.

Kegiatan pengawasan, pemeriksaan, dan pemantauan terhadap

penggunaan mesin dan peralatan dilakukan setiap hari oleh supervisor untuk

memastikan bahwa mesin dan peralatan berfungsi sesuai dengan kegiatan

90
produksi. Selain itu, untuk mesin dan peralatan juga selalu dilakukan validasi

setiap tahunnya.

5. Bahan

Bahan merupakan material yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu

yang biasanya terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong

pada suatu kegiatan produksi. Penilaian penyimpangan pada variabel bahan

disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bahan


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Formula dasar bahan sesuai dengan jenis dan
X
persyaratan mutu bahan.
2. Bahan yang digunakan selalu diperiksa agar
tidak ada yang rusak, busuk, atau mengandung X
bahan berbahaya.
3. Penggunaan BTP pada produk sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dan memiliki izin X
untuk digunakan.
4. Kualitas air yang digunakan untuk proses
X
produksi memenuhi standar baku air produksi.
5. Tindakan penanganan dan pemeliharaan
terhadap penggunaan air sisa produksi dilakukan X
setiap hari oleh karyawan produksi.
6. Tindakan pemantauan terhadap air, es, dan uap
panas dilakukan oleh karyawan produksi agar X
tidak terkontaminasi bahan berbahaya dari luar.
Rata-Rata 2/24 x 100 = 8,33 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel bahan di PT. X sebesar 8,33 %, artinya penerapan yang berlangsung

cukup memenuhi panduan GMP. Tim HACCP menyusun formula untuk

produksi kecap lokal maupun ekspor. Penyusunan formula dilakukan sesuai

dengan persyaratan GMP dimana formula harus memenuhi standar mutu

bahan dalam produksi kecap. Perusahaan menggunakan standar mutu

91
mengacu pada SNI, salah satunya yaitu SNI 3543.1:2013. Formula yang

disusun untuk ekspor harus sesuai dengan permintaan konsumen karena tiap

konsumen dari berbagai negara memiliki permintaan formulasi yang berbeda

terhadap produk kecap yang akan mereka beli.

Bahan yang digunakan terdiri dari bahan baku dan bahan tambahan

pangan yang diperiksa terlebih dahulu oleh pihak Quality Control. Bahan-

bahan yang digunakan memenuhi persyaratan GMP. Bahan yang digunakan

selalu diperiksa agar bahan tidak ada yang rusak, busuk atau mengandung

bahan berbahaya. Pemeriksaan bahan juga dilakukan oleh setiap Line Leader

dengan cara mencium aroma dan melihat bentuk kenampakan dari bahan baku

atau tambahan yang akan digunakan.

Air produk merupakan salah satu bahan yang mendukung dalam

proses produksi dan telah sesuai dengan standar air produk yang dimiliki

perusahaan. Perusahaan melakukan tindakan penanganan terhadap

penggunaan air sisa produksi dengan melakukan serangkaian proses terhadap

air sisa produksi yang langsung dibuang atau dialirkan menuju kali yang

berada di depan pabrik.

Formula Bahan Tambahan Pangan (BTP) telah memenuhi standar

mutu perusahaan yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Bahan

Tambahan Pangan yang digunakan yaitu asam sitrat, natrium benzoat,

pewarna karamel, dan xanthan gum. Bahan Tambahan Pangan tersebut

digunakan untuk pengatur keasaman, pengawet produk, pengental, dan

92
pewarna produk. Formula Bahan Tambahan Pangan yang telah disusun

perusahaan tidak melebihi batas maksimum penggunaan sesuai dengan

peraturan Kementerian Kesehatan. Namun terdapat karyawan khususnya

bagian proses pemasakan menggunakan BTP tidak sesuai formula. Karyawan

produksi menganggap bahwa jumlah BTP yang diperlukan setiap produk

sama, sehingga karyawan menambahkan kadar BTP dalam jumlah yang sama

pada setiap produk padahal telah diketahui bahwa formula pada jenis produk

kecap berbeda. Hal ini dapat menyebabkan produk menjadi tidak memenuhi

standar dan tidak dapat diedarkan ke konsumen. Produk yang tidak memenuhi

standar harus dicek kembali hingga memenuhi standar yang telah ditentukan.

6. Pengawasan Proses

Pengawasan proses dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh

kegiatan proses produksi yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan sebelumnya oleh perusahaan. Penilaian penyimpangan pada

variabel pengawasan proses disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Terdapat perancangan dan pemantauan
yang dilakukan supervisor terkait dengan X
proses pengolahan.
2. Terdapat deskripsi/penjelasan mengenai
jenis dan jumlah bahan yang digunakan, tahap
produksi, langkah yang perlu diperhatikan X
selama proses produksi, dan informasi lain
yang diperlukan pada proses pengolahan.
3. Terdapat informasi tertulis mengenai nama
produk, tanggal dan kode produksi, jenis dan
jumlah bahan yang digunakan, tahap X
pengolahan, jumlah hasil pengolahan pada
saat produksi akan berlangsung.

93
Tabel 15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses
Parameter Skor
0 1 2 3 4
4. Pengawasan terhadap waktu dan suhu
dilakukan oleh karyawan pada saat produksi X
berlangsung.
5. Pengawasan pada pengisian produk yang
dilakukan setiap hari oleh karyawan produksi
X
untuk mencegah masuknya bahan asing ke
produk.
6. Pengawasan terhadap kondisi kebersihan
X
fasilitas sanitasi area produksi.
7. Karyawan produksi menggunakan
perlengkapan lengkap selama proses produksi
(seragam, topi, sepatu, masker) dan selalu X
mencuci tangan sebelum masuk tempat
produksi.
8. Kondisi permukaan peralatan dan lantai
X
tempat produksi bersih.
9. Lampu di tempat pengolahan, pengemasan,
penyimpanan dilindungi dengan bahan yang X
tidak mudah pecah.
10. Pengawasan setiap hari oleh supervisor
terhadap keadaan lingkungan luar area X
produksi.
11. Pemeriksaan dan pengujian bahan secara
organoleptic, fisik, kimia dan mikrobiologi X
oleh bagian QC.
12. Bahan yang digunakan sesuai mutu yang
telah ditetapkan perusahaan. X
13. Bahan yang memenuhi standar dicatat
X
oleh bagian QC.
14. Bahan yang beracun disimpan jauh atau
terpisah dari tempat penyimpanan pangan dan X
diberi label dengan jelas.
15. Bahan baku, bahan yang telah diolah, dan
X
produk akhir disimpan terpisah.
16. Bahan atau barang yang tidak
berhubungan dengan proses produksi X
disimpan terpisah.

Rata-Rata 9/64 x 100 = 14,06 %


Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel pengawasan proses di PT. X sebesar 14,06 %, artinya penerapan yang

berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Pengawasan dilakukan terhadap

94
seluruh proses produksi. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh supervisor

produksi dan dilaporkan ke dalam daily meeting di hari berikutnya.

Perusahaan telah melakukan perencanaan produksi terlebih dahulu

sebelum memulai kegiatan. Perencanaan ini dibuat agar produk yang

diproduksi sesuai dengan formula yang ditetapkan. Perencanaan tertulis dibuat

oleh manager produksi yang berisi penjelasan mengenai jenis dan jumlah

bahan yang digunakan, langkah yang perlu diperhatika selama proses

produksi, kode produksi, tanggal produksi, jumlah hasil pengolahan dan

informasi lain seputar proses produksi. Perencanaan tertulis ini yang akan

digunakan oleh supervisor untuk melakukan pengawasan proses terhadap

proses produksi yang sedang berlangsung.

Pengawasan proses juga dilakukan terhadap bahan yang akan

digunakan dimana bahan tersebut selalu diperiksa terlebih dahulu dengan

melakukan pengujian secara kimia dan mikrobiologi di laboratorium oleh

bagian Food Safety Quality (FSQ) agar bahan sesuai dengan standar mutu

yang ditetapkan perusahaan. Tersedia catatan mengenai bahan yang akan

digunakan.

Pengawasan yang dilakukan terhadap kondisi permukaan peralatan

dan lantai tempat produksi kurang memenuhi persyaratan GMP. Terdapat

kecap yang berceceran dan tidak segera dibersihkan oleh karyawan dimana

seharusnya kondisi lantai harus selalu dalam keadaan kering dan bersih.

Lampu yang terdapat dalam ruang produksi dilindungi oleh penutup lampu

guna melindungi lampu agar tidak langsung jatuh ke bawah. Namun terdapat

95
beberapa lampu dengan kondisi pelindung yang pecah atau retak. Hal ini perlu

dilakukan pergantian pelindung lampu tersebut dengan bahan yang tidak

mudah pecah sesuai dengan persyaratan GMP.

Selain itu pengawasan juga dilakukan terhadap karyawan produksi

agar karyawan selalu mematuhi instruksi kerja yang telah ditetapkan. Instruksi

kerja berisi karyawan wajib menggunakan perlengkapan lengkap selama

proses produksi seperti seragam, topi, sepatu, pelindung telinga, pelindung

rambut dan masker.

Bahan berbahaya atau bahan beracun diberi label Quality Control

(QC) dan disimpan jauh terpisah dari tempat penyimpanan bahan pangan yang

digunakan. Beberapa hal yang sering ditemukan pada saat performance

monitoring atau pengawasan proses yaitu kebersihan di area sekitar produksi

dan ketertiban karyawan dalam menjalankan instruksi kerja. Selain itu, masih

ditemukan penggunaan barang oleh karyawan yang tidak berhubungan dengan

produksi pada saat proses berlangsung.

7. Produk Akhir

Produk akhir merupakan hasil proses dengan cara atau metoda tertentu

dengan atau tanpa bahan tambahan yang telah sesuai dengan standar mutu

yang ditetapkan perusahaan. Penilaian penyimpangan pada variabel produk

akhir disajikan pada Tabel 16.

96
Tabel 16. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Produk Akhir
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Terdapat spesifikasi produk akhir yang
X
dihasilkan.
2. Produk akhir yang dihasilkan memenuhi
persyaratan atau standar mutu produk. X
3. Produk akhir yang belum memenuhi standar
segera dilakukan penanganan oleh bagian QC. X
4. Pemeriksaan mutu dan keamanan produk akhir
di gudang penyimpanan oleh supervisor sebelum X
di release.
Rata-Rata 4/16 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel produk akhir di PT. X sebesar 25 %, artinya penerapan yang

berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Perusahaan telah menyusun

spesifikasi produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang berbeda

sesuai dengan permintaan konsumen. Produk akhir yang dihasilkan telah

memenuhi spesifikasi atau standar mutu yang ditetapkan baik untuk produk

ekspor maupun lokal. Produk yang belum memenuhi spesifikasi disimpan di

ruang penyimpanan produk jadi kemudian akan dicek kembali oleh bagian

quality control sebelum diedarkan ke konsumen. Namun penanganan produk

yang belum memenuhi spesifikasi belum dilakukan secara maksimal karena

banyaknya produksi yang berjalan setiap harinya sehingga menyebabkan

produk yang belum memenuhi spesifikasi menumpuk di ruang penyimpanan.

8. Laboratorium

Laboratorium merupakan suatu tempat untuk mengadakan percobaan

(penyelidikan, pengujian dan lainnya) yang berhubungan dengan ilmu fisika,

kimia, dan biologi. Laboratorium digunakan untuk melakukan pemeriksaan

97
dan pengujian mutu bahan dan produk akhir. Penilaian penyimpangan pada

variabel laboratorium disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Laboratorium


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Tersedia laboratorium untuk melakukan
pemeriksaan dan pengujian mutu terhadap bahan X
baku dan produk akhir.
2. Proses kalibrasi untuk semua alat ukur yang
dilakukan oleh QC. X
3. Penggunaan laboratorium sesuai dengan Good
X
Laboratorium Practices (GLP) dan ISO 17025.

Rata-Rata 2/12 x 100 = 16,67 %


Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel laboratorium di PT. X sebesar 16,67 %, artinya penerapan yang

berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Terdapat laboratorium yang

dilengkapi alat memadai untuk melakukan kegiatan pengujian mutu bahan dan

produk akhir. Aktivitas laboratorium telah sesuai dengan ISO 17025 mengenai

Standar Akreditasi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.

Namun kondisi saat ini pada laboratorium kecap terdapat kebocoran pada

ruang laboratorium mikrobiologi sehingga menyebabkan kondisi tidak

memenuhi persyaratan ISO. Hal ini akan menimbulkan adanya kontaminasi

terhadap keakuratan pengujian mutu bahan dan produk akhir. Kondisi

seharusnya ruang laboratorium khususnya pada ruang mikrobiologi harus

steril dan bebas dari faktor lain agar tidak mempengaruhi pengujian mutu

bahan dan produk akhir. PT. X memiliki laboratorium biologi dan

laboratorium kimia yang sudah tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Sistem

Manajemen Keamanan Pangan dan laboratorium telah mendapat akreditasi A

98
yang ditetapkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Seluruh alat ukur

dilakukan kalibrasi setiap sebulan sekali untuk keakuratan alat ukur tersebut.

Secara keseluruhan, perusahaan telah memenuhi mengenai tata cara

menggunakan laboratorium yang baik.

9. Karyawan

Karyawan merupakan seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan

untuk melakukan operasional di perusahaan tersebut yang biasanya dibagi

menjadi karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Panduan GMP membahas

mengenai bagaimana kondisi atau keadaan karyawan area produksi sehingga

tidak mencemari produk. Penilaian penyimpangan pada variabel karyawan

disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Karyawan dalam keadaan sehat, bebas dari
luka, atau penyakit kulit atau hal lain yang diduga X
mengakibatkan pencemaran terhadap produk.
2. Karyawan mengenakan pakaian
kerja/pelindung diri sesuai dengan prosedur atau
X
persyaratan hygiene bagi karyawan. (sarung
tangan, tutup kepala, masker, dan sepatu).
3. Karyawan mencuci tangan sebelum melakukan
X
pekerjaan.
4. Karyawan tidak makan, minum, merokok,
meludah, atau melakukan tindakan lain di tempat
X
produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran
produk.
5. Tindakan pengendalian dilakukan dengan
mengistirahatkan, memberi izin pulang, tidak
diperbolehkan masuk ke ruang produksi jika X
ditemukan kondisi kesehatan karyawan yang
dapat mencemari produk.
6. Karyawan dalam unit pengolahan tidak
memakai perhiasan, jam tangan, atau benda X
lainnya yang dapat mencemari produk.
7. Tersedia penanggung jawab bidang produksi. X

99
Tabel 18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
8. Tersedia penanggung jawab bidang
X
pengawasan mutu/keamanan pangan olahan.
9. Terdapat prosedur bagi pihak luar yang akan
X
memasuki area produksi.
Rata-Rata 7/36 x 100 = 19,44 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel karyawan di PT. X sebesar 19,44 %, artinya penerapan yang

berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Karyawan area produksi telah

memenuhi persyaratan GMP yaitu dengan tidak memakai perhiasan, jam

tangan atau benda lain yang akan menyebabkan kontaminasi atau tercemarnya

produk. Karyawan telah mengenakan seragam dan peralatan sesuai dengan

instruksi kerja diantaranya seragam, topi, masker, dan earplug dan hairnet.

Namun masih terdapat karyawan kurang disiplin dalam menjalankan instruksi

kerja seperti tidak menggunakan earplug pada saat berada di tempat produksi

yang bising. Hal ini dapat membahayakan kondisi kesehatan karyawan dalam

jangka ke depan. Selain itu Terdapat prosedur untuk visitor (pengunjung) yang

akan memasuki area produksi. Prosedur visitor (pengunjung) sama dengan

prosedur yang harus dilakukan oleh karyawan area produksi dimana harus

menggunakan masker, sepatu safety, dan hairnet (pelindung rambut).

Permasalahan yang sering terjadi adalah kebiasaan karyawan yang

masih menaruh peralatan atau barang yang tidak diperlukan proses produksi

secara sembarangan. Hal ini dapat menjadi sumber kontaminasi produk.

Perusahaan telah membuat kebijakan apabila terdapat karyawan kurang sehat

100
maka karyawan diperbolehkan untuk ke klinik atau perusahaan memberi izin

karyawan untuk istirahat di rumah.

10. Pengemas

Bahan pengemas yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu

dapat melindungi dan mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh dari

luar dan tidak mempengaruhi isi produk. Penilaian penyimpangan pada

variabel pengemas disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengemas


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Kemasan dapat melindungi dan
mempertahankan produk dalam jangka waktu
yang lama (minimal hingga waktu kadaluarsa X
produk).
2. Bahan kemasan tidak mudah larut/melepaskan
senyawa yang dapat membahayakan
kesehatan/mempengaruhi mutu produk. X
3. Kondisi penyimpanan kemasan yang higienis,
X
terpisah dari bahan baku dan produk akhir.
4. Desain kemasan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap produk (mencegah X
kerusakan, memperkecil kontaminasi).
Rata-Rata 1/16 x 100 = 6,25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel pengemas di PT. X sebesar 6,25 %, artinya penerapan yang

berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Kemasan yang digunakan

terdiri dari botol plastik, botol beling, pouch, dan sachet dimana kemasan ini

telah memenuhi sertifikasi sesuai panduan GMP. Kemasan produk perusahaan

tahan terhadap perlakuan selama proses produksi dan mampu melindungi serta

mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh dari luar. Apabila terdapat

101
kemasan yang belum memenuhi sertifikasi, maka kemasan dikembalikan ke

pemasok dan diganti dengan kemasan baru yang sesuai dengan sertifikasi.

Penyimpanan kemasan khususnya botol beling dilakukan di ruangan terbuka

dimana seharusnya penyimpanan kemasan harus berada dalam ruangan

tertutup yang higienis serta terpisah dengan penyimpanan bahan produksi dan

produk akhir.

11. Label dan Keterangan Produk

Label yang digunakan untuk produk pangan harus memiliki ketentuan

yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan mengenai label dan periklanan.

Keterangan produk dalam produksi pangan harus lengkap dan jelas yang

mencakup cara penggunaan, penyimpanan, dan pengolahan, serta identifikasi

produk pada setiap kemasan. Penilaian penyimpangan pada variabel label dan

keterangan produk disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Label dan Keterangan
Produk
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Adanya informasi mengenai nama, komposisi,
tanggal/kode produksi, tanggal kadaluarsa, cara X
penyajian, cara penyimpanan, sasaran konsumen.
2. Penggunaan label yang berbeda untuk setiap
X
jenis produk yang dihasilkan.
3. Label yang digunakan mengikuti persyaratan
X
yang dibuat konsumen atau ketentuan pemerintah.

Rata-Rata 0/12 x 100 = 0%

Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel label dan keterangan produk di PT. X sebesar 0 %, artinya penerapan

yang berlangsung telah memenuhi panduan GMP. Label telah memenuhi

102
persyaratan yang berlaku memuat nama produk, alamat perusahaan, komposisi

produk, kode produksi, tanggal kadaluarsa, kondisi penyimpanan, label halal,

keterangan produk dan lain sebagainya yang terdapat dalam peraturan Badan

Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 mengenai label pangan

olahan. Ketika label datang lalu diperiksa oleh bagian Quality Check Label

untuk memastikan bahwa label sesuai dengan permintaan perusahaan. Label

yang sudah memenuhi persyaratan sesuai panduan GMP langsung disimpan di

ruang penyimpanan label.

12. Penyimpanan

Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan produk akhir harus

tersimpan terpisah dengan kondisi bersih, bebas serangga, atau binatang

lainnya, dan penerangan yang cukup serta terjaminnya peredaran udara ke

dalam ruang tersebut. Penilaian penyimpangan pada variabel penyimpanan

disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Penyimpanan bahan baku dan produk akhir
X
terpisah.
2. Penyimpanan bahan baku / produk akhir tidak
menyentuh lantai, tidak menempel dinding dan X
jauh dari langit-langit.
3. Adanya pemasangan label dan penempatan
secara terpisah antara bahan dan produk yang X
belum dan sudah diperiksa.
4. Penggunaan catatan dalam penyimpanan
bahan/produk akhir untuk memudahkan
X
mengidentifikasi dan memeriksa bahan dan
produk.
6. Penyimpanan bahan berbahaya terpisah dari
bahan pangan/ produk akhir dan memiliki X
ruangan tersendiri.

103
Tabel 21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan
Parameter
Skor
0 1 2 3 4
7. Tindakan pengawasan terhadap penyimpanan
bahan/produk akhir dilakukan setiap hari oleh X
supervisor.
8. Kondisi ruang penyimpanan (bahan baku /
produk akhir) bersih, suhu sesuai, penerangan X
cukup, bebas hama, dan aliran udara terjamin.
9. Kondisi penyimpanan wadah dan pengemas
X
yang bersih, rapih, dan teratur.
10. Kondisi penyimpanan label yang bersih,
X
rapih dan teratur.
11. Kondisi mesin dan peralatan produksi yang
X
bersih, rapih dan teratur.
Rata-Rata 12/44 x 100 = 27,27 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel penyimpanan di PT. X sebesar 27,27 %, artinya penerapan yang

berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Penyimpanan bahan baku,

bahan kemasan, serta produk akhir terpisah satu sama lain. Kemudian

penyimpanan bahan berbahaya memiliki ruangan sendiri yang terpisah jauh

dari bahan pangan atau produk akhir dan ruangan tersebut selalu terkunci

rapat. Penyimpanan label dalam ruangan rapih dan teratur, tersusun dalam rak

bertingkat dengan bahan besi sehingga tidak mudah adanya kontaminasi pada

label.

Penyimpanan khususnya terhadap bahan masih belum dilakukan

pemasangan label secara kontinyu untuk mengetahui bahan yang belum dan

sudah diperiksa. Pencatatan terhadap penyimpanan belum dilakukan secara

kontinyu sehingga hal ini membuat sulit untuk mengidentifikasi dan

memeriksa bahan yang akan digunakan.

104
Penyimpanan bahan baku atau produk akhir tidak menyentuh lantai,

selalu berada di atas pallet baik itu kayu maupun allergen, tidak menempel ke

dinding karena bahan-bahan tersebut tersusun di dalam rak tinggi. Hal ini

sesuai dengan panduan GMP. Namun kondisi kebersihan di ruang

penyimpanan kurang memenuhi khususnya pada ruang penyimpanan bahan

baku gula dimana masih terdapat banyak serangga dapat masuk ke ruang

tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap bahan baku gula.

Selain itu, banyaknya sarang laba-laba dan debu di area ruang penyimpanan

baik itu penyimpanan bahan baku atau produk akhir. Penerangan kurang pada

ruang penyimpanan bahan baku dimana terdapat beberapa lampu yang sudah

tidak berfungsi dan lampu yang tidak ada pelindungnya. Hal ini sangat

berbahaya dan belum memenuhi panduan GMP.

13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi

Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi meliputi pemeliharaan dan

pembersihan bangunan, pencegahan masuknya binatang baik itu serangga,

unggas, serta binatang lain ke dalam area produksi. Pembasmian jasad renik,

serangga serta binatang pengerat, pembasmian hama, penanganan limbah,

serta pemantauan keefektifan sistem sanitasi. Penilaian penyimpangan pada

variabel pemeliharaan dan program sanitasi disajikan pada Tabel 22.

105
Tabel 22. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pemeliharaan dan
Program Sanitasi
Skor
Parameter 0 1 2 3 4
1. Fasilitas produksi dalam keadaan terawat
X
dengan baik sesuai SOP perusahaan.
2. Mesin/peralatan yang berhubungan langsung
dan tidak berhubungan langsung dengan bahan
X
dan produk dalam keadaan bersih dan diletakkan
sesuai tempatnya.
3. Alat angkut atau alat pemindahan barang dalam
X
keadaan bersih.
4. Pengawasan/pemeriksaan oleh supervisor
terhadap ketepatan dan keefektifan program
X
sanitasi yang dilakukan oleh karyawan produksi
setiap hari.
5. Pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk
X
ke dalam pabrik yang dilakukan oleh bagian FSQ.
6. Kegiatan pembersihan fasilitas produksi
dilakukan sesuai metode dan dilakukan secara X
rutin dan berkala.
7. Kegiatan pembersihan dan sanitasi dicatat rutin
X
oleh karyawan produksi.
8. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi
tidak dibiarkan menumpuk, segera ditangani, X
diolah, atau dibuang.
9. Limbah padat segera dikumpulkan untuk
X
dikubur, dibakar atau diolah.
10. Pengolahan limbah cair dilakukan secara rutin
oleh PAL sebelum dialirkan ke luar pabrik X
(kondisi air harus bening dan bersih).
Rata-Rata 11/40 x 100 = 27,5 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel pemeliharaan dan program sanitasi di PT. X sebesar 27,5 %, artinya

penerapan yang berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Kegiatan

sanitasi dalam PT. Heinz ABC Indonesia, Daan Mogot Plant meliputi sanitasi

terhadap mesin dan peralatan produksi, sanitasi karyawan dan sanitasi

ruangan. Kegiatan sanitasi ruangan dilakukan setiap hari oleh karyawan.

Kegiatan sanitasi mesin dan peralatan dilakukan apabila akan melakukan

106
change over atau saat produksi selesai. Terdapat dua perlakuan pada mesin

dan peralatan yaitu cleaning dan sanitasi. Pada kegiatan cleaning dilakukan

pembersihan mesin dan alat dengan menggunakan air bersih kemudian

melakukan sanitasi yaitu membersihkan mesin dan alat dengan menggunakan

air panas atau air chemical (klorin). Langkah tersebut dilakukan secara

berurutan, namun kegiatan sanitasi hanya dilakukan saat perpindahan produksi

produk dari lokal ke ekspor khususnya produk ekspor yang mengandung non

preservative. Terdapat pencatatan terhadap kegiatan sanitasi yang dilakukan

oleh penanggung jawab yang melaksanakan kegiatan sanitasi. Namun

pencatatan kegiatan sanitasi pada area produksi terkadang masih belum

dilakukan secara berkala. Hal ini disebabkan karena karyawan yang lupa

untuk mencatat kegiatan sanitasi yang telah dilakukan.

Kegiatan pemeliharaan belum dilaksanakan dengan baik, dimana

terdapat fasilitas produksi seperti mesin dan peralatan dalam kondisi yang

kurang baik ditandai dengan belum maksimal atau tidak berfungsinya mesin

dan peralatan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi produk

khususnya pada mesin dan peralatan yang berhubungan langsung dengan

Critical Control Point. Selain itu, alat angkut seperti pallet kayu dan allergen

jarang dilakukan pembersihan oleh perusahaan. Seharusnya dalam panduan

GMP seluruh alat dalam kondisi bersih dan bebas dari adanya kontaminasi.

Perusahaan telah memiliki sistem pengolahan air limbah sebelum

limbah cair dialirkan ke area luar pabrik. Limbah cair dialirkan langsung ke

sungai yang berada di depan pabrik sesuai dengan standar perusahaan yang

107
mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun

2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Selain

limbah cair, proses produksi juga menghasilkan limbah padat. Penanganan

limbah padat langsung diserahkan kepada pihak ketiga yang biasanya limbah

tersebut akan digunakan sebagai pakan ternak.

14. Pengangkutan

Pengangkutan produk merupakan kegiatan transportasi dalam

memindahkan barang atau produk dari satu tempat ke tempat lain.

Penggangkutan produk yang dilakukan perusahaan perlu dipantau agar

menghindari kerusakan dan penurunan mutu produk. Penilaian penyimpangan

pada variabel pengangkutan disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengangkutan


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Desain alat pengangkutan mudah dibersihkan. X
2. Alat pengangkutan di desain agar tidak
X
mencemari produk.
3. Desain alat pengangkutan mampu
mempertahankan suhu, kelembaban, dan kondisi X
penyimpanan produk akhir.
4. Keadaan wadah dan alat pengangkut bebas
X
dari kotoran yang dapat mencemari produk.
5. Wadah/alat pengangkut dibedakan untuk
setiap jenis produksi dan dibersihkan setiap hari X
oleh karyawan produksi.
6. Tersedia jadwal pemeliharaan pembersihan
alat pengangkutan untuk menjaga kondisi agar X
selalu bersih.
Rata-Rata 8/24 x 100 = 33,33 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel pengangkutan di PT. X sebesar 33,33 %, artinya penerapan yang

berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Pengangkutan produk

108
menggunakan pallet dan forklift untuk yang telah di desain agar tidak mudah

mencemari produk sesuai dengan panduan GMP. Perusahaan telah memiliki

jadwal pemeliharaan alat pengangkutan, namun kegiatan pemeliharaan pallet

dan forklift belum dilakukan secara rutin. Selain itu perusahaan jarang

melakukan pembersihan alat pengangkut sehingga menyebabkan produk dapat

terkontaminasi bakteri dan mikroba lain.

15. Dokumentasi dan Pencatatan

Dokumentasi dan pencatatan merupakan proses pengumpulan,

pemilihan, pengolahan, penyimpanan, dan pengendalian distribusi produk

dalam suatu perusahaan. Penilaian penyimpangan pada variabel dokumentasi

dan pencatatan disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24.Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Dokumentasi dan


Pencatatan
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Kegiatan pencatatan produksi lengkap. X
2. Terdapat prosedur metode pengendalian
distribusi, akses, pengambilan dan X
penggunaan dokumen.
3. Terdapat prosedur tentang penempatan atau
penyimpanan dokumen dengan rapih dan X
teratur.
4. Tersedia dokumentasi terkait bahan, proses
produksi, jumlah dan tanggal produksi,
distribusi, inspeksi, dan pengujian, X
penyimpanan, pembersihan dan sanitasi,
kontrol hama, kesehatan karyawan, pelatihan.

Rata-Rata 4/16 x 100 = 25 %


Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel dokumentasi dan pencatatan di PT. X sebesar 25 %, artinya

penerapan yang berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Dokumentasi

109
dilakukan dengan konsisten. Sistem pencatatan tersedia dalam bentuk hard

copy dan soft copy disimpan dalam komputer paralel dalam perusahaan.

Dokumentasi yang terdapat ialah seluruh kegiatan terkait dengan proses

produksi dimulai dari bahan baku yang masuk, proses produksi, jumlah dan

tanggal produksi, penarikan produk, penyimpanan produk, pembersihan dan

sanitasi.

16. Pelatihan

Pelatihan merupakan aktivitas dalam meningkatkan keahlian dan

pengetahuan karyawan sehingga memiliki kinerja yang lebih baik. Penilaian

penyimpangan pada variabel pelatihan disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pelatihan


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Pelatihan penyuluhan yang terkait dengan
X
dasar-dasar hygiene karyawan.
2. Pelatihan penyuluhan faktor yang
menyebabkan penurunan mutu produk. X
3. Pelatihan penyuluhan faktor yang
mengakibatkan penyakit dan keracunan X
melalui pangan olahan.
4. Pelatihan penyuluhan cara produksi pangan
X
yang baik.
5. Pelatihan penyuluhan prinsip dasar
X
pembersihan dan sanitasi.
6. Pelatihan penyuluhan penanganan bahan
X
pembersih atau bahan kimia berbahaya.
7. Adanya bukti absensi kegiatan pelatihan
yang rutin dan efektif. X

Rata-Rata 14/28 x 100 = 50%


Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada

variabel pelatihan di PT. X sebesar 50 %, artinya penerapan yang berlangsung

kurang memenuhi panduan GMP. Perusahaan memahami pentingnya variabel

110
ini dijalankan namun untuk implementasi dari pelatihan jarang dilakukan

khususnya untuk karyawan area produksi. Pelatihan yang dilakukan biasanya

dari pihak luar, namun yang mengikuti pelatihan hanya manager dan

supervisor bagian produksi.

5.1.2. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan suatu

prosedur yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam

mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan, melakukan

monitoring, serta memelihara kondisi dan praktik sanitasi (Thaheer, 2008:80).

Tabel 26. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X


Indikator
Jumlah Σ Skor Tiap Σ Skor Persentase
Sanitation Standard
No Parameter Parameter Maksimal (%)
Operating
(a) (b) (c = a x 4) (b/c x 100%)
Procedure (SSOP)
1. Keamanan Air 7 0 28 0
2. Kebersihan 6 8 24 33,33
Permukaan yang
Kontak dengan
Makanan
3. Pencegahan 12 10 48 20,83
Kontaminasi
Silang
4. Fasilitas Cuci 5 5 20 25
Tangan, Sanitasi
Tangan, dan Toilet
5. Pelabelan dan 6 0 24 0
Penyimpanan
Bahan Kimia yang
Tepat
6. Pengendalian 6 6 24 25
Kesehatan
Karyawan
7. Pemberantasan 13 16 52 30,76
Hama
Rata-Rata Keseluruhan 19,27
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

111
Berdasarkan Tabel 26, pelaksanaan sistem Sanitation Standard

Operating Procedure (SSOP) di PT. X memperoleh rata-rata penyimpangan

sebesar 19,27 %. Terdapat beberapa variabel cukup memenuhi panduan SSOP

namun ada juga variabel belum memenuhi panduan SSOP. Berikut ini

dijabarkan penilaian serta penjelasan penyimpangan dari variabel-variabel

dalam penerapan sistem SSOP.

1. Keamanan Air

Keamanan air mencakup prosedur standar yang digunakan untuk

menjamin air yang digunakan aman dengan kualitas tertentu sesuai dengan

sertifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian penyimpangan disajikan

pada Tabel 27.

Tabel 27. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Keamanan Air


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Saluran pemipaan air untuk kegiatan
produksi/non produksi terpisah. X

2. Water treatment terhadap air untuk


proses produksi dilakukan oleh karyawan X
produksi.
3. Inspeksi visual, sampling dan
pengujian terhadap kualitas sumber air X
dilakukan oleh karyawan produksi.
4. Kualitas air yang digunakan memenuhi
persyaratan air minum/air bersih menurut
X
Kementerian Kesehatan mengenai
Standar Baku Air.
5. Kualitas air yang digunakan untuk
pembersihan/sanitasi bangunan dan X
ruangan memenuhi SOP perusahaan.
6. Tindakan koreksi apabila terdapat
penyimpangan terhadap standar atau X
ketentuan lain
7. Tersedia rekaman/catatan pengujian
X
kualitas air.
Rata-Rata 0/28 x 100 = 0 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

112
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

keamanan air di PT. X sebesar 0 %, artinya penerapan yang berlangsung telah

memenuhi panduan SSOP. Saluran air atau sistem pemipaan air, baik itu air

bersih maupun air sisa produksi di desain terpisah sesuai dengan panduan

SSOP. Penggunaan air selain digunakan untuk kegiatan produksi juga

digunakan untuk pembersihan alat-alat setelah produksi selesai.

Air produk yang digunakan dilakukan serangkaian proses terlebih

dahulu sehingga aman untuk proses produksi. Terdapat 3 jenis air, yaitu air

produk, air bersih, dan air minum. Air produk digunakan untuk kegiatan yang

berhubungan dengan produksi. Air bersih akan dialirkan untuk aktifitas di

kantin, WC, dan seluruh area perusahaan. Kemudian air yang berasal dari

PAM juga diolah menjadi air minum dengan dilakukan serangkaian proses

agar aman untuk dikonsumsi sebagai air minum.

Tabel 28. Standar Mutu Air PT. X


No. Parameter Uji Satuan Jumlah

1. Total Hardness Ppm Max. 100

2. Alkality (HCO3-) Ppm Max. 100

3. Cl- (sebagai NaCl) Ppm Max. 60

4. Chlorine (Cl2) Ppm 0

5. pH - 6,5 – 8,5

6. Warna - Tidak berwarna

7. Bau - Tidak Berbau

Sumber : Data dari PT. X

Pemeriksaan air dilakukan setiap hari oleh karyawan dengan

mengambil sampel kemudian diperiksa di laboratorium khusus Pengolahan

113
Air Bersih (PAB) Hasil pemeriksaan dicatat kemudian dilaporkan kepada

supervisor terkait. Hasil pemeriksaan air baik itu air produksi atau air sisa

produksi juga dilaporkan ke Kementerian Kesehatan untuk memastikan air

aman dan sesuai spesifikasi standar baku air.

2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan

Kebersihan permukaan merupakan salah satu pra syarat wajib

dipenuhi suatu perusahaan pada setiap proses produksi. Indikator ini berisi

standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan, serta

petugas atau karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan

pembersihan dan sanitasi. Penilaian penyimpangan disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29.Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Kebersihan Permukaan yang


Kontak dengan Makanan
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Permukaan mesin, alat, dan perlengkapan
produksi dalam kondisi baik (halus, rata,
X
tidak mengelupas, tidak beracun, terpelihara
kebersihan dan kondisi sanitasinya).
2. Kondisi sarung tangan dan pakaian luar
X
pekerja yang bersih dan layak.
3. Pembersihan dan sanitasi terhadap
permukaan yang kontak langsung dengan
X
produk dilakukan setiap hari sesuai dengan
SOP.
4. Pemantauan dan pemeriksaan terhadap
kondisi kebersihan permukaan yang kontak X
langsung dengan produk.
5. Tindakan koreksi apabila kondisi
permukaan yang kontak langsung dengan
X
produk tidak baik, tidak bersih, dan
menimbulkan kontaminasi.
6. Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi permukaan yang kontak dengan X
makanan.
Rata-Rata 8/24 x 100 = 33,33 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

114
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan makanan di PT. X

sebesar 33,33 %, artinya penerapan yang berlangsung kurang memenuhi

panduan SSOP. Permukaan mesin, alat, dan perlengkapan produksi kurang

memenuhi panduan SSOP. Seharusnya permukaan dalam kondisi baik

ditandai dengan permukaan halus, rata, tidak mengelupas, dan terpelihara

kebersihannya. Namun terdapat beberapa permukaan mesin, alat, dan

perlengkapan produksi mengelupas sehingga mengakibatkan permukaan

menjadi tidak rata atau tidak mulus. Hal ini perlu dilakukan pemeliharaan

untuk permukaan mesin, alat, dan perlengkapan produksi agar kondisi

permukaan memenuhi panduan SSOP. Perusahaan telah melakukan

pembersihan dan sanitasi terhadap permukaan yang kontak langsung dengan

produk secara rutin dan kegiatan ini dipantau oleh supervisor terkait.

Perusahaan telah menggunakan bahan sanitasi sesuai dengan panduan

SSOP dimana bahan sanitasi yang digunakan yaitu dengan air panas dan air

klorin. Hal ini dapat membantu mengurangi kotoran berupa kerak serta

melarutkan kotoran sisa produksi khususnya pada mesin dan peralatan agar

tidak ada mikroba dan menghambat daur hidup mikroorganisme. Terdapat

jadwal untuk pembersihan dan sanitasi yang disusun oleh supervisor produksi.

Jadwal pembersihan dan sanitasi dijalankan oleh karyawan produksi. Namun

pencatatan kegiatan pembersihan dan sanitasi belum dilakukan secara rutin.

Hal ini dikarenakan karyawan lupa untuk mencatat bahwa telah melakukan

kegiatan sanitasi.

115
3. Pencegahan Kontaminasi Silang

Pencegahan kontaminasi silang merupakan tindakan pencegahan

produk dari kontaminasi silang pekerja, bahan baku, bahan pengemas,

permukaan yang kontak langsung dengan makanan. Penilaian penyimpangan

disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30.Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi


Silang
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Karyawan produksi selalu mencuci tangan
sesuai prosedur atau persyaratan hygiene bagi X
karyawan.
2. Penggunaan pakaian kerja karyawan sesuai
X
dengan SOP perusahaan.
3. Karyawan tidak diperkenankan keluar
X
masuk ke area proses lain.
4. Pemantauan dan pemeriksaan yang
dilakukan oleh supervisor terhadap kegiatan X
karyawan ketika produksi berlangsung.
5. Pembersihan dan sanitasi permukaan yang
kontak langsung dengan makanan di area
produksi (alat penanganan dan pengolahan X
pangan) dilakukan setiap hari oleh karyawan
produksi.
6. Bahan baku dan produk akhir
diletakkan/diolah secara terpisah dan
X
supervisor selalu melakukan pemantauan
selama proses produksi.
7. Penyimpanan bahan pangan, bahan
berbahaya, peralatan produksi, peralatan
X
pembersihan, label, wadah pengemas, produk
akhir secara terpisah.
8. Penyimpanan bahan pangan dan produk
akhir tidak menyentuh lantai, tidak menyentuh X
dinding, dan jauh dari langit-langit.
9. Penyimpanan bahan pangan dan produk
akhir yang bersih, suhu sesuai, penerangan
X
cukup, bebas hama, aliran udara cukup, dan
pintu tertutup rapat.
10. Pemantauan atau pemeriksaan setiap hari
oleh supervisor terhadap penyimpanan bahan X
dan produk akhir.

116
Tabel 30. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi
Silang
Parameter
Skor
0 1 2 3 4
11. Tindakan koreksi apabila terjadi
penyimpangan atau ketidaksesuaian yang
X
menyebabkan kontaminasi dalam proses
produksi.
12. Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi area, alat penanganan, pengolahan, dan X
rekaman monitoring.
Rata-Rata 10/48 x 100 = 20,83 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

pencegahan kontaminasi silang di PT. X sebesar 20,83 %, artinya penerapan

yang berlangsung cukup memenuhi panduan SSOP. Kegiatan pembersihan

dan sanitasi area dilakukan oleh karyawan produksi secara rutin sesuai jadwal

yang telah disusun. Pembersihan dilakukan menggunakan air hangat dan

sanitasi dilakukan menggunakan air klorin agar mesin dan peralatan yang

digunakan higiene. Bahan baku dan produk akhir disimpan dan diolah dalam

ruangan terpisah. Letak penyimpanan bahan baku dekat dengan ruang proses

produksi kecap, sedangkan penyimpanan produk akhir dekat dengan ruang

pengemasan. Selain itu, penyimpanan bahan pangan, bahan berbahaya,

peralatan produksi, peralatan pembersihan, label, wadah pengemas, produk

akhir dilakukan terpisah. Kondisi ruang penyimpanan memenuhi panduan

SSOP artinya ruang penyimpanan bahan pangan dan produk akhir tidak

menyentuh lantai, tidak menyentuh dinding, dan jauh dari langit-langit untuk

mencegah terjadinya kontaminasi silang. Namun, kondisi pintu pada ruang

pengisian produk sulit ditutup sehingga memudahkan serangga atau hewan

dari luar masuk dan mengakibatkan kontaminasi produk.

117
Salah satu pencegahan kontaminasi silang dalam panduan SSOP

bahwa dalam perusahaan, karyawan tidak diperkenankan keluar masuk ke area

proses lain. Namun perusahaan ini kurang memenuhi panduan SSOP karena

karyawan di area produksi diperbolehkan untuk keluar masuk ke area proses

lain. Kondisi ruang penyimpanan yang kurang memenuhi panduan SSOP

karena penerangan di ruang penyimpanan bahan kurang dan suhu ruangan

perlu dilakukan pengaturan kembali agar bahan yang akan digunakan tidak

berubah bentuk atau terkontaminasi benda lain. Penerangan dalam area

produksi harus cukup untuk meminimalisir kesalahan yang dilakukan

karyawan.

Aktivitas karyawan cukup memenuhi panduan SSOP dimana

karyawan selalu membersihkan tangan terlebih dahulu sebelum memasuki

area produksi dan karyawan selalu memakai seragam sesuai dengan

persyaratan higien perusahaan. Kegiatan pemantauan dan pengawasan

terhadap aktivitas karyawan dlakukan oleh line leader yang kemudian akan

dilaporkan kepada supervisor terkait. Pemantauan dan pengawasan tidak

hanya dilakukan terhadap aktivitas karyawan, melainkan terhadap

penyimpanan bahan produk akhir yang dilakukan oleh line leader sebagai

penanggung jawab dalam area produksi. Pemantauan dan pengawasan selalu

dicatat agar perusahaan menentukan tindakan apa yang harus dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan penyebab terjadinya kontaminasi silang.

118
4. Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi Tangan, dan Toilet

Indikator ini berisi prosedur, penjadwalan, dan jenis pembersihan

yang digunakan serta kebijakan perusahaan mengenai fasilitas sanitasi cuci

tangan dan toilet. Penilaian penyimpangan disajikan pada Tabel 31.

Tabel 31. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Fasilitas Sanitasi Cuci Tangan
dan Toilet
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Pemeliharaan, pengontrolan, dan
pengecekan kelengkapan dan kondisi
fasilitas cuci tangan dan toilet (petunjuk
cara mencuci tangan yang baik dan benar X
sebelum memasuki area produksi dan
setelah menggunakan toilet).
2. Kegiatan pembersihan fasilitas cuci
tangan, sanitasi tangan, dan toilet setiap X
hari.
3. Pemeriksaan yang dilakukan setiap hari
oleh supervisor terhadap kondisi fasilitas X
cuci tangan yang tidak layak (kotor).
4. Adanya sosialisasi mengenai pentingnya
program pencucian dan sanitasi tangan X
kepada karyawan dan pengunjung.
5. Tersedia petunjuk cara mencuci tangan
yang baik dan benar dekat dengan fasilitas X
cuci tangan dan sanitasi tangan.
Rata-Rata 5/20 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan, dan toilet di PT. X sebesar 25 %, artinya

penerapan yang berlangsung cukup memenuhi panduan SSOP. Terdapat

fasilitas cuci tangan sebelum memasuki ruang produksi dan tersedia petunjuk

cara mencuci tangan yang baik dan benar. Kegiatan pembersihan fasilitas cuci

tangan dilakukan rutin setiap harinya. Pembersihan toilet juga dilakukan rutin

setiap hari. Tersedia petunjuk untuk mencuci tangan dengan baik dan benar

119
sebelum memasuki area produksi. Namun belum terdapat petunjuk untuk

mencuci tangan setelah menggunakan toilet. Pengecekan dan pembersihan

kondisi fasilitas cuci tangan dan toilet selalu dicatat. Pencatatan selalu

dikontrol setiap hari oleh supervisor. Apabila ditemukan kondisi cuci tangan

atau toilet kotor langsung menjadi sebuah temuan akan dibahas pada daily

meeting.

Peneliti pernah menemukan karyawan yang tidak mematuhi panduan

SSOP dimana karyawan tersebut masuk ke area produksi tanpa mencuci

tangan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi yang

dilakukan perusahaan terhadap karyawan mengenai pentingnya mencuci

tangan terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan produksi atau mencuci

tangan setelah menggunakan toilet sehingga masih ada karyawan yang tidak

memenuhi panduan SSOP.

5. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia yang Tepat

Indikator ini berisi tata cara serta jenis pelabelan yang diterapkan pada

bahan-bahan kimia yang digunakan, baik untuk produksi maupun

pembersihan. Penilaian penyimpangan disajikan pada Tabel 32.

Tabel 32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan
Bahan Kimia yang Tepat
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Adanya label dan keterangan yang jelas
mengenai nama bahan, nama dan alamat
produsen/distributor dan petunjuk X
penggunaan.
2. Pemeriksaan label oleh QC pada saat
X
penerimaan label.
3. Pemberian label identitas bahan yang jelas
X
pada wadah yang dilakukan oleh perusahaan

120
Tabel 32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan
Bahan Kimia yang Tepat
Parameter Skor
0 1 2 3 4
4. Penyimpanan bahan kimia di dalam box
tertutup atau rak dengan mengelompokkan X
berdasarkan jenis bahan.
5. Ruangan untuk menyimpan bahan kimia
selalu dalam keadaan tertutup dan aksesnya X
dibatasi serta jauh dari ruang produksi.
6. Pengawasan/pemeriksaan dilakukan oleh
supervisor secara rutin (setiap bulan)
X
terhadap kondisi pelabelan dan penyimpanan
bahan kimia.

Rata-Rata 0/24 x 100 = 0%


Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

pelabelan dan penyimpanan bahan kimia yang tepat di PT. X sebesar 0%,

artinya penerapan yang berlangsung telah memenuhi panduan SSOP. Label

yang digunakan untuk proses produksi diperiksa terlebih dahulu oleh bagian

quality sebelum menuju ruang penyimpanan. Penyimpanan ruang kimia

berada terpisah dari ruang penyimpanan lain dan area produksi. Bahan kimia

disimpan dalam tabung dan diberi identitas dengan jelas (QC Pass).

Penyimpanan bahan kimia selalu dalam keadaan tertutup dan akses menuju

ruang penyimpanan bahan kimia sangat dibatasi oleh perusahaan. Pemeriksaan

kondisi penyimpanan bahan kimia dilakukan saat performance montoring

setiap bulan oleh salah satu tim HACCP.

6. Pengendalian Kesehatan Karyawan

Indikator ini mencakup pengendalian kesehatan bagi karyawan agar

tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk, bahan kemasan, atau

121
permukaan yang kontak langsung dengan makanan. Penilaian penyimpangan

disajikan pada Tabel 33.

Tabel 33. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pengendalian Kesehatan


Karyawan
Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Kondisi kebersihan pekerja yang baik,
dan bersih (rambut, kuku, kulit dan X
sebagainya).
2. Karyawan menerapkan prosedur cuci
tangan dengan baik sebelum dan sesudah X
menangani produk.
3. Line leader melaporkan kepada
supervisor apabila ada karyawan lain yang X
sakit atau terluka.
4. Line leader melakukan pengontrolan
terhadap kesehatan karyawan setiap hari X
sebelum melaksanakan produksi.
5. Terdapat jadwal medical check up rutin. X
6. Perusahaan memiliki kebijakan seperti
mengistirahatkan, memulangkan, dan
X
larangan memasuki area produksi bagi
karyawan yang sakit.
Rata-Rata 6/24 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

pengendalian kesehatan karyawan di PT. X sebesar 25 %, artinya penerapan yang

berlangsung cukup memenuhi panduan SSOP. Kesehatan karyawan

merupakan salah satu aspek yang mendukung kegiatan produksi mencakup

pada pola hidup dan hygiene perorangan dengan mencuci tangan, pemakaian

sarung tangan, kebersihan kuku, serta kebersihan dan kelengkapan pakaian

kerja. Kondisi kebersihan pribadi pekerja kurang memenuhi panduan SSOP

khususnya pada kebersihan kuku karyawan produksi.

PT. X melakukan medical check up setiap tahun untuk seluruh

karyawan. Selain itu, perusahaan juga segera memberikan izin kepada

122
karyawan yang sakit dalam bentuk cuti hingga karyawan pulih. Perusahaan

selalu memperhatikan dan mencatat segala kebiasaan atau prilaku

menyimpang karyawan yang memungkinkan terjadinya kontaminasi terhadap

produk.

7. Pemberantasan Hama

Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikehendaki

keberadaannya dalam makanan. Pengendalian hama dilakukan agar tidak

menyebabkan kontaminasi yang membahayakan kesehatan. Penilaian

penyimpangan disajikan pada Tabel 34.

Tabel 34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama


Skor
Parameter
0 1 2 3 4
1. Program sanitasi dilakukan sesuai SOP (area
dalam dan luar pabrik, mesin/peralatan X
produksi, fasilitas lain).
2. Pengawasan dilakukan oleh QC terhadap
X
bahan-bahan yang masuk area produksi.
3. Tindakan pengawasan oleh supervisor
X
terhadap hewan yang terdapat di area pabrik.
4. Tersedia rekaman atau catatan kegiatan
X
pembasmian hama.
5. Keadaan pabrik atau tempat produksi dalam
X
kondisi terawat dan baik.
6. Lubang dan saluran yang ada di sekitar dan
X
dalam pabrik dalam keadaan tertutup.
7. Terdapat kasa pencegah hama pada jendela,
X
pintu, dan ventilasi.
8. Penyimpanan bahan pangan olahan disusun
dengan baik menggunakan rak dan sesuai X
dengan jenis bahan masing-masing.
9. Ruangan di dalam dan luar pabrik selalu
X
dalam keadaan bersih.
10. Pintu area produksi dan tempat sampah di
luar maupun di dalam ruang produksi selalu
X
dalam keadaan tertutup dan terbuat dari bahan
yang tahan hama.
11. Pemeriksaan terhadap kondisi/keadaan
X
pabrik secara berkala oleh supervisor produksi.

123
Tabel 34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama

Skor
Parameter
0 1 2 3 4
12. Pemusnahan sarang hama seperti semak-
semak, rumput liar, limbah atau sampah,
barang tidak terpakai, peralatan/wadah yang
X
kotor, area yang kotor, dan langit-langit yang
kotor dilakukan secara berkala oleh karyawan
produksi.
13. Pembasmian hama dilakukan dengan bahan
kimia, biologi, dan fisik sesuai petunjuk
kegiatan pembasmian hama dan instruksi X
penggunaan bahan tanpa mempengaruhi mutu
dan keamanan produk.
Rata-Rata 16/52 x 100 = 30,76 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada

pemberantasan hama di PT. X sebesar 30,76 %, artinya penerapan yang

berlangsung kurang memenuhi panduan SSOP. Dokumentasi dan pencatatan

dilakukan dengan baik namun tidak memiliki kendali harian. Penyimpanan

pangan olahan disusun dengan baik. Perusahaan selalu melakukan

pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. Pengendalian

hama dalam perusahaan meliputi pemetaan wilayah penyebaran pest control

dan pengecekan rutin kondisi proses produksi. Adanya kasa serangga pada

pintu setiap ruangan untuk mencegah serangga masuk ke area produksi.

Namun masih terdapat serangga lolos masuk ke area produksi sehingga perlu

selalu dilakukan pengawasan terhadap pengendalian hama. Pengendalian

hama memiliki hubungan dalam mengurangi atau mencegah penyebaran

bahaya kontaminasi seperti serangga maupun hewan pengerat yang biasanya

banyak terdapat pada tempat-tempat yang memproduksi makanan. Pemakaian

pestisida dan jebakan sangat efektif jika dilakukan sesuai dengan dosis dan

124
aturan pemakaian. Perkembangan hama dan hewan yang terdapat di

lingkungan industri harus diperhatikan keberadaannya. Kondisi ruangan di

dalam dan luar pabrik kurang memenuhi panduan SSOP karena belum selalu

dalam keadaan bersih.

5.2. Analisis Kesenjangan Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical


Control Point (HACCP) PT. X

Analisis kesenjangan dalam penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

dengan panduan perusahaan yang menjadi instrumen dalam penelitian.

Instrumen digunakan untuk melihat kesenjangan penerapan HACCP yang

dijalankan perusahaan dengan memberi nilai gap secara subjektif berdasarkan

hasil observasi. Terdapat 12 langkah dengan 7 prinsip HACCP yang mengacu

pada SNI 01-4852-1998 dan Pedoman Badan Standardisasi Nasional 1004-

2002.

Tabel 35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X


Σ Skor Persentase
Jumlah Σ Skor Tiap
Variabel Sistem Maksimal (%)
No. Sub variabel Parameter Parameter
HACCP (c) (b/c x 100%)
(a) (b)
(a x 5)
1. Kebijakan Mutu 2 1 10 10

2. Tim HACCP 8 7 40 17,5

3. Deskripsi Produk 9 0 45 0

Good
Manufacturing
133 138 665 17,64
Practices
(GMP)

4. Persyaratan Dasar Sanitation


Standard
Operating 55 52 275 19,27
Procedure
(SSOP)

125
Tabel 35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X
No. Σ Skor
Jumlah Σ Skor Tiap Persentase
Variabel Sistem Maksimal
Sub variabel Parameter Parameter (%)
HACCP (c)
(a) (b) (b/c x 100%)
(a x 5)
Penyusunan dan
5. Verifikasi Bagan 5 1 20 5
Alir

6. Analisa Bahaya 29 19 145 13,10

Sistem
7. Penyimpanan 5 5 25 20
Catatan

Prosedur Verifikasi
8. 11 1 55 1,81
Sistem HACCP

Perubahan / Revisi
9. 6 5 30 16,67
Dokumen

Rata-Rata Keseluruhan 12,09

Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Berdasarkan Tabel 35, pelaksanaan sistem Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP) di PT. X memperoleh rata-rata nilai gap sebesar

12,09%, artinya aktivitas sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan

serta hampir secara keseluruhan memenuhi persyaratan. Namun masih

terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. Berikut ini akan dijabarkan

penilaian kesenjangan serta penjelasan dari penerapan HACCP perusahaan.

1. Kebijakan Mutu

Kebijakan mutu merupakan salah satu yang harus dimiliki perusahaan

apabila menerapkan sistem HACCP sebagai upaya untuk melaksanakan dan

memelihara kualitas serta keamanan suatu produk. Kebijakan mutu berupa

komitmen suatu perusahaan dalam menghasilkan produk yang aman (bebas

dari kontaminasi) dan berkualitas berdasarkan standar mutu yang ditetapkan.

Bentuk fisik dari kebijakan mutu ialah suatu dokumen yang dipegang dan

dimiliki oleh perusahaan dan dipahami setiap karyawan. Penilaian

kesenjangan pada variabel kebijakan mutu disajikan pada Tabel 36.

126
Tabel 36. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Kebijakan Mutu
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Dokumentasi tentang kebijakan mutu. X
2. Sosialisasi tentang pentingnya kebijakan
X
mutu untuk karyawan produksi.
Rata-Rata 1/10 x 100 = 10%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

kebijakan mutu di PT. X sebesar 10 %, artinya penerapan sistem HACCP

dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi

panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. PT.

X memiliki dokumen mengenai kebijakan mutu dimana dokumen tersebut

berisi komitmen perusahaan untuk menyediakan produk yang aman, halal,

berkualitas, dan bernutrisi kepada seluruh konsumen melalui penerapan

spesifikasi dan persyaratan yang jelas. Produk yang diproduksi harus

memenuhi persyaratan yang ditentukan. Perusahaan selalu memastikan bahwa

produk yang dihasilkan telah memenuhi standar yang ditentukan serta

memenuhi sistem keamanan pangan yang meliputi seluruh elemen dari X

Global Policy dan X Quality Risk Management Process (QRMP).

Perusahaan belum melakukan sosialisasi secara rutin dan berkala

mengenai pentingnya kebijakan mutu kepada karyawan produksi. Sosialisasi

kebijakan mutu seharusnya dilakukan setiap hari sebelum kegiatan produksi

berlangsung oleh supervisor kepada line leader serta karyawan produksi.

Terdapat absensi pada saat kegiatan sosialisasi dilaksanakan.

127
2. Tim HACCP

Tim HACCP merupakan kelompok orang dalam suatu perusahaan

terdiri dari berbagai disiplin ilmu bertugas untuk mengembangkan,

mengimplementasikan, dan memelihara sistem HACCP. Tim HACCP terdiri

dari karyawan yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang keseluruhan

alur produksi. Setiap perusahaan apabila menerapkan sistem HACCP harus

memiliki tim HACCP untuk melaksanakan aktivitas sertifikasi dan

pemantauan dalam penerapan sistem HACCP karena setiap keputusan dari tim

HACCP merupakan sebuah keputusan manajemen yang mutlak. Penilaian

kesenjangan pada variabel Tim HACCP disajikan pada Tabel 37.

Tabel 37. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Tim HACCP
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Tim HACCP ditentukan oleh pimpinan
tertinggi atau ahli HACCP (dari luar X
pabrik).
2. Tim HACCP ditentukan berdasarkan
kompetensi/ kualifikasi/ latar belakang
X
pendidikan serta pengalaman yang dimiliki
setiap karyawan.
3. Terdapat struktur organisasi tim HACCP
X
dalam panduan HACCP perusahaan.
4. Perusahaan mencantumkan job
description dalam panduan HACCP. X
5. Tim HACCP melaksanakan pelatihan
mengenai HACCP yang dilaksanakan dari X
eksternal dan internal.
6. Tim HACCP melaksanakan job
description sesuai SOP perusahaan. X

7. Tim HACCP memahami dan


melaksanakan SOP (instruksi kerja) X
perusahaan.
8. Tim HACCP melaksanakan pelatihan
X
terhadap sistem keamanan pangan.
Rata-Rata 7/40 x 100 = 17,5 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

128
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada tim

HACCP di PT. X sebesar 17,5 %, artinya penerapan sistem HACCP

dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi

panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. Tim

HACCP dipilih melalui seleksi perusahaan berdasarkan prestasi dan

kompetensi karyawan. Seleksi dilakukan oleh pimpinan puncak beserta

jajarannya. Struktur organisasi tim HACCP terdapat dalam panduan HACCP

perusahaan. Namun, panduan HACCP perusahaan belum terdapat job

description tertulis pada masing-masing tim. Hal ini dapat membuat bingung

mengenai tugas dan wewenangnya apa sebagai tim HACCP. Job description

seharusnya tercantum dalam panduan HACCP agar tim HACCP dapat

mengetahui dan memahami apa yang harus dilakukan sebagai tim HACCP.

Pelatihan mengenai HACCP jarang dilakukan, baik dari luar maupun dari

dalam perusahaan.

3. Deskripsi Produk

Deskripsi produk merupakan perincian informasi lengkap mengenai

produk berisi tentang komposisi, sifat fisik atau kimia, perlakuan mikrosida

atau mikrostatis, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, cara

distribusi, dan cara penyajian dan persiapan konsumsinya. Selain itu, perlu

dicantumkan juga informasi mengenai produsen, batch produksi, tanggal

produksi, tanggal kadaluwarsa, dan informasi umum lainnya (Thaheer,

2008:37). Penilaian kesenjangan pada variabel deskripsi produk disajikan

pada Tabel 38.

129
Tabel 38. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Deskripsi Produk
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Terdapat komposisi produk pada panduan
X
HACCP.
2. Terdapat karakteristik (kimia,
X
mikrobiologi, fisik) pada panduan HACCP.
3. Dokumentasi standar mutu produk dalam
panduan HACCP yang digunakan sebagai X
acuan dalam menghasilkan produk.
4. Cara penyajian atau cara penggunaan
produk yang dijelaskan dalam panduan X
HACCP.
5. Cara dan kondisi penyimpanan produk
X
yang dijelaskan dalam panduan HACCP.
6. Metode pendistribusian produk yang
X
dijelaskan dalam panduan HACCP.
7. Tipe pengemas yang digunakan ditentukan
oleh perusahaan yang dicantumkan dalam X
panduan HACCP.
8. Sasaran konsumen dijelaskan dalam
X
panduan HACCP.
9. Daya tahan (umur simpan) atau masa
kadaluarsa produk dijelaskan dalam panduan X
HACCP.
Rata-Rata 0/45 x 100 = 0%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

deskripsi produk di PT. X sebesar 0 %, artinya penerapan sistem HACCP

dijalankan serta didokumentasikan dengan baik. Seluruh persyaratan dipenuhi,

aktivitas dokumentasi konsisten dan terkendali. Perusahaan memiliki daftar

deksripsi produk dalam panduan HACCP yang sesuai dengan standar SNI.

Deskripsi produk dalam panduan disajikan pada Tabel 39.

130
Tabel 39. Deskripsi Produk dalam Panduan HACCP PT. X
Deskripsi Produk
Nama Produk
Nomor SKU
Tipe Produk
Karakteristik Produk Akhir
Metode Pengawetan
Bahan
Kemasan
Rework
Spesifikasi dan Regulasi (Food Safety)
Deskripsi Kemasan
Persyaratan dan Informasi Label
Distribusi/Penyimpanan/Deskripsi (Instruksi
Penyimpanan dan Umur Simpan)
Penggunaan Oleh Konsumen
Potensi Salah Penanganan dan Penggunaan Produk
Sumber : Panduan HACCP PT. X (2019)

Deskripsi produk dibuat oleh bagian produksi dimana pada setiap

produk memiliki deskripsi yang berbeda. Deskripsi dibuat untuk memberikan

informasi kepada konsumen karena akan tercsntum dalam kemasan produk.

4. Persyaratan Dasar

Penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

akan lebih efektif apabila perusahaan telah menerapkan sistem persyaratan

dasar yaitu sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation

Standard Operating Procedures (SSOP) dengan baik dan optimal.

a Good Manufacturing Practices (GMP)

PT. X telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP)

dengan cukup baik namun terdapat beberapa variabel kurang memenuhi

panduan. Penilaian penyimpangan penerapan GMP mengacu pada Peraturan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010

tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good

131
Manufacturing Practices) mencakup lokasi pabrik, bangunan, fasilitas sanitasi,

mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium,

hygiene karyawan, pengemas, label dan keterangan produk, penyimpanan,

pemeliharaan dan program sanitasi, pengangkutan, dokumentasi dan

pencatatan serta pelatihan.

Hasil penilaian penyimpangan penerapan GMP di PT. X dapat dilihat

pada Tabel 40 yang dilakukan menggunakan formulir checklist.

Tabel 40. Penilaian Penyimpangan Penerapan GMP PT. X


No. Variabel Nilai
1. Lokasi 39,28 %
2. Bangunan 47,73 %
3. Fasilitas Sanitasi 22,22 %
4. Mesin dan Peralatan 29,54 %
5. Bahan 8,33 %
6. Pengawasan Proses 14,06 %
7. Produk Akhir 25 %
8. Laboratorium 16,67 %
9. Hygiene Karyawan 19,44 %
10. Pengemas 6,25 %
11. Label dan Keterangan Produk 0 %
12. Penyimpanan 27,27 %
13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi 27,5 %
14. Pengangkutan 33,33 %
15. Dokumentasi dan Pencatatan 25 %
16. Pelatihan 50 %
Sumber : Instrumen Penelitian Diolah (2019)

Penjelasan terkait mengenai penerapan GMP yang dilakukan oleh

perusahaan telah dijelaskan terlebih dahulu di hasil analisis penerapan

persyaratan GMP di halaman 78.

b Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

PT. X telah menerapkan sistem Sanitation Standard Operating

Procedure (SSOP) dengan cukup baik, namun terdapat beberapa variabel

kurang memenuhi panduan. Penilaian penerapan SSOP mengacu pada Food

132
and Drug Administration USA berisi beberapa kunci sistem SSOP mencakup

keamanan air, kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan,

pencegahan kontaminasi silang, fasilitas cuci tangan serta sanitasi tangan dan

toilet, pelabelan dan penyimpanan bahan kimia yang tepat, pengendalian

kesehatan karyawan, dan pengendalian hama. Penilaian penyimpangan

penerapan SSOP di PT. X disajikan pada Tabel 41.

Tabel 41. Penilaian Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X


No. Variabel Nilai
1. Keamanan Air 0%
2. Kondisi / Kebersihan Permukaan yang Kontak 33,33 %
Langsung Dengan Makanan
3. Pencegahan Kontaminasi Silang 20,83 %
4. Fasilitas dan Sanitasi Cuci Tangan dan Toilet 25 %
5. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia yang Tepat 0%
6. Pengendalian Kesehatan Karyawan 25 %
7. Pemberantasan Hama 30,76 %
Sumber : Instrumen Penelitian Diolah (2019)

Penjelasan terkait mengenai penerapan SSOP yang dilakukan oleh

perusahaan telah dijelaskan terlebih dahulu di hasil analisis penerapan

persyaratan SSOP halaman 111.

5. Penyusunan dan Verifikasi Bagan Alir

Bagan atau diagram alir merupakan suatu diagram yang

menggambarkan tahap-tahap operasional dalam suatu produk secara

sistematis. Diagram alir digunakan untuk melakukan analisa bahaya yang

harus dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang

terdapat pada setiap proses produksi. Penilaian kesenjangan pada variabel

penyusunan dan verifikasi bagan alir disajikan pada Tabel 42.

133
Tabel 42. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Penyusunan dan
Verifikasi Bagan Alir
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Tersedia dokumentasi rincian seluruh
X
proses produksi.
2. Bahan yang diolah dalam setiap proses
X
produksi sesuai dengan formula.
3. Cara pengoprasian mesin atau peralatan
yang digunakan dalam produksi dilakukan X
oleh karyawan produksi.
4. Pemantauan terhadap kondisi lingkungan
seperti waktu dan suhu dalam proses X
produksi dilakukan oleh line leader.
5. Tersedia gambaran jelas mengenai titik
masuk dan bentuk keluaran dari proses X
produksi.
Rata-Rata 1/20 x 100 = 5 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

penyusunan dan verifikasi bagan alir di PT. X sebesar 5 %, artinya penerapan

sistem HACCP dijalankan serta didokumentasikan dengan baik. Seluruh

persyaratan dipenuhi, aktivitas dokumentasi konsisten dan terkendali. PT. X

melakukan proses penyusunan diagram atau bagan alir oleh tim HACCP

dengan mengamati setiap langkah proses yang terjadi dalam proses produksi

untuk mendapatkan bagan atau diagram alir yang sesuai. Hal ini sangat

penting dimana diagram atau bagan alir nantinya akan menjadi acuan valid

atau tidaknya tim HACCP dalam menganalisa suatu bahaya yang terdapat

dalam proses produksi. Tim HACCP melakukan verifikasi apabila diagram

atau bagan alir telah tersusun. Verifikasi dilakukan untuk mendapatkan

kesesuaian terhadap rencana HACCP perusahaan kemudian melakukan

validasi terhadap diagram atau bagan alir yang sudah lengkap. Verifikasi

dilakukan dengan mendiskusikan diagram atau bagan alir yang telah disusun

134
oleh tim HACCP dengan bagian produksi kemudian disahkan oleh ketua tim

HACCP (Manager Plant perusahaan). Kegiatan validasi dilakukan setiap satu

tahun sekali.

6. Analisa Bahaya

Analisa Bahaya merupakan proses pendataan yang dilakukan oleh tim

HACCP terhadap seluruh jenis bahaya yang terdapat dalam proses produksi.

Analisa bahaya adalah tahap awal dari perancangan sistem HACCP. Bahaya

yang potensial kemudian akan dievaluasi apakah penting (signifikan) atau

tidak dengan menggunakan berbagai instrumen apabila terbukti signifikan

akan direkam dan disiapkan untuk analisis lanjut pada pemastian titik kendali

kritis (Critical Control Points). Penilaian kesenjangan pada variabel analisa

bahaya disajikan pada Tabel 43.

Tabel 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Pengecekan standar mutu yang ditetapkan
perusahaan mengenai kualitas bahan pangan X
yang dilaksanakan oleh bagian FSQ.
2. Penggunaan bahan pangan yang akan
digunakan dijelaskan kepada karyawan oleh X
Line Leader sebelum memulai produksi.
3. Diskusi dan pendataan untuk identifikasi
bahaya terhadap bahan pangan dilakukan X
oleh Tim HACCP.
4. Penentuan cara pencegahan oleh tim
HACCP untuk mengurangi atau
X
menghilangkan bahaya terhadap bahan
pangan.
5. Pengawasan mutu bahan pangan
dilakukan oleh tim HACCP untuk
X
mengidentifikasi bahaya yang timbul pada
proses produksi.
6. Pengembangan metodologi pengolahan
dilakukan oleh tim HACCP yang dapat X
mengurangi kontaminasi.

135
Tabel 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya
Parameter
Skor
0 1 2 3 4 5
7. Pemantauan langkah dan kriteria produksi
dengan standar yang telah ditetapkan X
dilakukan oleh tim HACCP.
8. Pengecekan terhadap kondisi mesin dan
peralatan yang dapat menimbulkan
kontaminasi terhadap produk (permukaan
X
tidak halus, mudah mengelupas, berkarat,
berlubang, terbuat dari bahan beracun)
dilakukan oleh tim HACCP.
9. Tersedia catatan terhadap penyimpangan
pengoprasian, perawatan, pembersihan,
X
pemeliharaan mesin yang dapat
menimbulkan kontaminasi pada produk.
10. Pengecekan terhadap tata letak mesin
dan peralatan pada setiap proses produksi X
dilakukan oleh tim HACCP.
11. Pemantauan tim HACCP terhadap
karyawan melaksanakan instruksi kerja yang X
telah ditetapkan perusahaan.
12. Pengendalian yang dilakukan tim
HACCP terhadap karyawan yang kurang
X
sehat agar tidak menimbulkan kontaminasi
silang.
13. Pengecekan tim HACCP terhadap
kondisi lingkungan pabrik, ruangan
X
produksi, ruang penyimpanan yang bersih
dan bebas dari sumber pencemaran.
14. Pengecekan tim HACCP terhadap
kondisi konstruksi struktur ruangan (lantai,
langit-langit, dinding, dan sebagainya) yang X
tidak layak, tidak bersih, dan tidak mudah
untuk dilakukan pembersihan.
15. Pengecekan oleh tim HACCP terhadap
X
pengelolaan limbah hasil produksi.
16. Pengecekan oleh tim HACCP terhadap
kemasan yang akan digunakan (mudah X
penyok, sobek, mudah pecah).
17. Pemantauan oleh tim HACCP terhadap
cara penyimpanan produk yang dapat X
menimbulkan bahaya/kontaminasi.
18. Pengendalian masa simpan dilakukan
oleh tim HACCP yang dapat mencegah X
munculnya bahaya dan kontaminasi.
19. Bahan yang datang dari pemasok dicatat
oleh tim HACCP untuk memastikan bahwa X
telah memenuhi persyaratan perusahaan.

136
Tabel 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
20. Pengecekan oleh tim HACCP terhadap
kondisi atau kualitas bahan dan produk akhir
X
(penyebab bahaya) yang disesuaikan dengan
standar mutu perusahaan.
21. Tim HACCP melakukan tindakan
pencegahan terhadap bahaya yang X
teridentifikasi pada proses produksi.
22. Terdapat pihak yang bertanggung jawab
dalam menentukan dan mendokumentasikan X
penentuan CCP.
23. Penentuan oleh tim HACCP terhadap
X
objek yang akan dimonitor atau dipantau.
24. Penentuan oleh tim HACCP terhadap
X
tempat atau lokasi pemantauan.
25. Penentuan oleh tim HACCP mengenai
metode pemantauan (pengukuran fisik, dan
X
kimia, atau pengamatan sensori dan visual)
pada setiap batas kritis.
26. Penentuan oleh tim HACCP mengenai
jadwal dan frekuensi pemantauan pada setiap X
batas kritis.
27. Penentuan personel khusus untuk
melakukan pemantauan pada setiap batas
X
kritis dan melakukan pencatatan selama
proses pemantauan.
28. Penentuan personel yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan masing-masing X
tindakan koreksi dan melakukan pencatatan.
29. Penentuan tindakan/perlakuan khusus
terhadap produk yang dihasilkan dari proses X
yang menyimpang.
Rata-Rata 19/145 x 100 = 13,10 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

analisa bahaya di PT. X sebesar 13,10 %, artinya penerapan sistem HACCP

dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi

panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. Tim

HACCP melakukan pengecekan standar mutu bahan pangan yang digunakan

kemudian menjelaskannya kepada karyawan produksi dengan cukup baik.

137
Kemudian tim HACPP melakukan diskusi dan pendataan untuk identifikasi

bahaya yang mungkin terjadi pada saat proses produksi dengan menggunakan

menggunakan data dari hasil laboratorium, pengawasan mutu perusahaan.

Bahaya yang teridentifikasi langsung dilakukan cara pencegahan untuk

mengurangi atau menghilangkan bahaya tersebut dan segera diterapkan oleh

seluruh karyawan produksi. PT. X mengkategorikan bahaya menjadi SCP

(Secure, Contain, Protect) dan CCP (Critical Control Point) dalam penerapan

sistem HACCP produksi kecap. Analisa bahaya bahan baku yaitu bungkil

kedelai, gandum, kulit gandum, garam, gula, bibit asli, serta bahan tambahan

lain tidak ditemukan SCP ataupun CCP karena seluruh bahan baku telah

dilakukan pengecekan COA (Certificate Of Analysist) saat bahan baku datang

ke pabrik. Analisa bahaya yang ditemukan terdapat pada proses pengolahan

produksi saat penyaringan sari kecap untuk menuju ke ruang pemasakan dan

ruang pencampuran dengan bahan tambahan lain. Penyaringan Perforated

Plate 4 mm dan penyaringan wire mesh dengan kekuatan 100 mesh terdeteksi

SCP dimana dapat terjadi kontaminasi fisik berupa serpihan bambu, plastik,

tali, pasir, serta kerikil yang akan ikut bersama sari kecap yang akan diolah.

Teridentifikasinya SCP ini mengharuskan perusahaan untuk selalu

mengamankan, dan melindungi proses tersebut agar kontaminasi tidak masuk

bersama produk yang diproduksi.

SCP selanjutnya terdapat pada proses penuangan dan penyaringan

kecap setelah melalui proses blending. Hal ini dapat terjadi kontaminasi fisik

berupa kotoran dari luar proses blending (selang penghubung), serpihan

138
kemasan plastik, atau karton. Kemudian pada proses magnetic trap termasuk

ke dalam SCP dimana proses ini bertujuan untuk menangkap besi ataupun

logam yang teridentifikasi berbahaya.

Critical Control Point (CCP) yang teridentifikasi pada proses

produksi kecap manis yaitu pada proses heating dan holding. Terdapat

beberapa mikroba tidak diinginkan atau melebihi batas. Selain itu, pada

penyaringan setelah proses cooling sebelum menuju ke tempat penampungan

kecap di Daily Tank juga termasuk ke dalam CCP. Pada saat penyaringan

dilakukan, memungkinkan terjadinya kontaminasi fisik dari lingkungan luar

masuk ke dalam kecap yang akan disimpan di penampungan kecap (Daily

Tank).

Proses pembilasan botol beling juga termasuk ke dalam CCP, dimana

pada saat botol dibilas masih dapat memungkinkan adanya kontaminasi fisik

seperti serangga, plastik, kardus yang tidak ikut terbilas oleh mesin. Hal ini

dikarenakan karena kinerja mesin yang tidak terlalu maksimal dan perlu

dilakukan perawatan serta pengecekan terhadap mesin pembilas botol beling.

7. Sistem Penyimpanan Catatan

Sistem penyimpanan catatan merupakan sistem atau prosedur yang

dipakai untuk menjamin bahwa semua petunjuk, standar, rujukan, dan

panduan yang telah dibuat selalu benar. Penilaian kesenjangan pada variabel

sistem penyimpanan catatan disajikan pada Tabel 44.

139
Tabel 44. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Sistem
Penyimpanan Catatan
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Pengesahan dokumen HACCP oleh yang
X
dibuat perusahaan oleh Manager Plant.
2. Tim HACCP melakukan identifikasi atau
X
penomoran dokumen HACCP.
3. Distribusi dokumen oleh tim HACCP
X
kepada seluruh karyawan.
4. Perubahan atau perbaikan dokumen
X
dilakukan oleh tim HACCP.
5. Pemusnahan dokumen usang (tidak
dibiarkan menumpuk agar tidak terjadi
X
kesalahan terhadap pemahaman dokumen
HACCP yang baru).
Rata-Rata 5/25 x 100 = 20 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

sistem penyimpanan catatan di PT. X sebesar 20 %, artinya penerapan sistem

HACCP dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan

memenuhi panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam

penerapannya. Perubahan atau perbaikan dokumen dilakukan oleh tim

HACCP. Perbaikan dokumen diberi penomoran sesuai dengan ketentuan

dokumen global kemudian disahkan oleh manager plant di PT. X. Perusahaan

tidak langsung melakukan pemusnahan terhadap dokumen usang atau tidak

terpakai. Dokumen tersebut tetap disimpan dan terdapat beberapa dokumen

yang belum dipisahkan antara dokumen usang dan dokumen yang telah

diperbaharui.

8. Prosedur Verifikasi Sistem HACCP

Prosedur verifikasi merupakan uraian mengenai metode yang

digunakan untuk rencana HACCP yang telah dibuat agar dapat berjalan sesuai

140
dan efektif. Penilaian kesenjangan pada variabel prosedur verifikasi sistem

HACCP disajikan pada Tabel 45.

Tabel 45. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Prosedur Verifikasi
Sistem HACCP
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Verifikasi terhadap keseluruhan sistem
HACCP sesuai dengan panduan oleh tim X
HACCP.
2. Prosedur verifikasi memiliki personel
sendiri (salah satu tim HACCP) yang
X
bertanggung jawab penuh dalam memeriksa
semua kesesuaian sistem.
3. Ketepatan diagram alir dan tata letak
dengan panduan yang telah disusun oleh X
tim HACCP.
4. Pemantauan oleh tim HACCP mengenai
panduan yang berhubungan dengan
X
persyaratan dasar dengan faktual yang
terjadi di perusahaan.
5. Tersedia dokumentasi keluhan pelanggan
terhadap produk dan proses yang X
berhubungan dengan keamanan pangan.
6. Validasi batas kritis dan peninjauan
ulang terhadap tindakan koreksi dilakukan X
oleh tim HACCP.
7. Pengambilan sampel secara acak dan
pengujian produk oleh tim HACCP. X
8. Peninjauan oleh tim HACCP mengenai
hasil rekaman pemantauan CCP yang X
terdapat di panduan HACCP.
9. Terdapat audit internal dan eksternal
X
terhadap implementasi sistem HACCP.
10. Tersedia catatan/dokumentasi hasil
X
audit internal dan eksternal.
11. Auditor internal berasal dari seluruh tim
X
HACCP.
Rata-Rata 1/55 x 100 = 1,81 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

prosedur verifikasi sistem HACCP di PT. X sebesar 1,81 %, artinya penerapan

sistem HACCP dijalankan serta didokumentasikan dengan baik. Seluruh

141
persyaratan dipenuhi, aktivitas dokumentasi konsisten dan terkendali. PT. X

melakukan verifikasi sistem HACCP oleh tim HACCP untuk memastikan

bahwa diagram alir telah sesuai dengan kondisi di lapangan. Penerapan

HACCP di perusahaan teridentifikasi bahaya kemudian tim HACCP mencari

faktor yang menimbulkan bahaya atau kontaminasi terhadap produk.

9. Perubahan atau Revisi Dokumen

Perubahan atau revisi dokumen merupakan salah satu cara

pengendalian agar dokumen selalu sesuai dan merupakan suatu proses tindak

lanjut atas adanya perkembangan terhadap penerapan sistem HACCP.

Penilaian kesenjangan pada variabel perubahan atau revisi dokumen disajikan

pada Tabel 46.

Tabel 46. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Perubahan atau
Revisi Dokumen
Skor
Parameter
0 1 2 3 4 5
1. Tersedia rekaman hasil audit internal
X
dan pengaduan/saran dari konsumen.
2. Terdapat personel yang bertanggung
jawab atas semua kegiatan perubahan X
panduan HACCP.
3. Penerbitan ulang dan distribusi dokumen
baru untuk seluruh karyawan. X

4. Penarikan/pemusnahan dokumen usang


(tidak dibiarkan menumpuk). X

5. Pengesahan panduan baru oleh manager


plant perusahaan. X
6. Perubahan panduan telah disetujui
manager plant dan sesuai dengan hasil
X
verifikasi sistem HACCP yang dilakukan
oleh tim HACCP.
Rata-Rata 5/30 x 100 = 16,67 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

142
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada

perubahan atau revisi dokumen di PT. X sebesar 16,67 %, artinya penerapan

sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan

memenuhi panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam

penerapannya. Pembaruan dokumen dilakukan oleh bagian Quality

Improvement, kemudian disahkan dan disetujui oleh manager plant dan

dipublikasikan agar seluruh karyawan mengetahui adanya perubahan Dalam

dokumen HACCP. Namun kegiatan publikasi ini jarang dilakukan oleh

perusahaan kepada karyawan produksi. Hal ini menyebabkan adanya miss

communication antara karyawan dengan pembaruan dokumen yang telah

dilakukan perusahaan terhadap sistem keamanan pangan yang berjalan dalam

perusahaan.

5.3. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP PT. X

Rekomendasi atau pelaksanaan tindak lanjut merupakan suatu

tindakan yang sangat penting. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan

efektivitas dari suatu sistem yang berjalan dalam suatu perusahaan.

Rekomendasi tindak lanjut dalam penelitian didapatkan dari hasil laporan

observasi lapang sistem HACCP, GMP, dan SSOP yang berjalan di PT. X.

5.3.1. Rekomendasi Tindak Lanjut Persyaratan Dasar Sistem HACCP

Berdasarkan hasil observasi lapang penerapan persyaratan dasar

sistem HACCP, terdapat beberapa variabel belum memenuhi panduan GMP

dan SSOP. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan tindak lanjut untuk

perbaikan yang disajikan pada Tabel 47.

143
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X

Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

GAP
Target yang Rekomendasi Tindak
No (Temuan
Diinginkan Lanjut
Ketidaksesuaian)

- Melakukan
pengendalian
terhadap limbah
pabrik non pangan
Lokasi pabrik tempat yang berada di satu
produksi jauh dari kawasan agar
tempat kegiatan lingkungan tidak
1. Lokasi
industri/usaha dan tercemar.
pemukiman kumuh. - Membuat jadwal dan
melakukan kegiatan
pembersihan
lingkungan sekitar
luar pabrik secara
rutin setiap bulan.

- Melakukan
perawatan serta
pembersihan
Konstruksi dinding, terhadap dinding,
atap, langit-langit, atap, langit-langit,
pintu, jendela, pintu, jendela serta
ventilasi yang tahan ventilasi secara rutin
lama, tahan air (tidak setiap seminggu
2. Bangunan bocor) mudah sekali
dipelihara dan - Menambah
dibersihkan. penerangan
Penerangan cukup dan (pemasangan lampu)
mudah untuk dan mengganti
dibersihkan. bahan pelindung
lampu dengan bahan
yang tidak mudah
pecah.

144
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

GAP
Target yang Rekomendasi Tindak
No (Temuan
Diinginkan Lanjut
Ketidaksesuaian)

- Melakukan
perawatan pada
kondisi toilet
Kondisi toilet bersih
khususnya pada
dan terawat, tersedia
toilet di area proses
tanda peringatan
pemasakan kecap,
mencuci tangan yang
dan membuat serta
baik dan benar setelah
menempelkan pada
menggunakan toilet,
setiap toilet yang ada
3. Fasilitas Sanitasi tersedia penerangan
tentang peringatan
dan ventilasi yang
untuk mencuci
cukup pada area toilet,
tangan yang baik
tersedia fasilitas
dan benar setelah
pembilas sepatu kerja
menggunakan toilet.
di depan pintu masuk
- Menyediakan
ruang produksi
fasilitas pembilas
sepatu kerja pada
setiap area produksi.

- Melakukan tindakan
pengawasan,
pemeriksaan, dan
Kondisi permukaan
pemantauan
mesin dan peralatan
terhadap
yang kontak langsung
penggunaan
dengan bahan pangan
mesin/peralatan
olahan halus, tidak
secara rutin (setiap
berlubang, tidak
hari).
4. Mesin dan Peralatan mengelupas, tidak
- Melakukan
menyerap air, dan
perawatan dan
tidak berkarat.
perbaikan mesin dan
Bahan perlengkapan
peralatan yang
mesin/peralatan yang
berkarat atau tidak
terbuat dari kayu
berfungsi dengan
selalu bersih.
baik

145
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

GAP
Target yang Rekomendasi Tindak
No (Temuan
Diinginkan Lanjut
Ketidaksesuaian)

Melakukan pengecekan
setiap hari khususnya
Bahan yang digunakan
terhadap bahan baku agar
5. Bahan sesuai dengan standar
tidak terjadi lolosnya bahan
mutu perusahaan
baku yang tidak sesuai
standar mutu perusahaan.
Melakukan perbaikan dan
Laboratorium bersih perawatan laboratorium
6. Laboratorium
dan terawat khususnya pada
laboratorium mikrobiologi.
Melakukan peringatan
Karyawan tidak
kepada karyawan yang
makan, minum,
melakukan hal lain di area
merokok, meludah,
produksi (mengambil
atau melakukan
7. Karyawan handphone yang sedang di
tindakan lain di tempat
charger di area produksi) dan
produksi. Karyawan
menyiapkan selalu earplug,
mengenakan pakaian
masker, serta hairnet pada
kerja/pelindung diri
setiap area produksi.

Melakukan pembersihan
Kondisi penyimpanan
rutin setiap hari terhadap
kemasan yang
area penyimpanan kemasan
8. Pengemas higienis, terpisah dari
dan melakukan pengecekan
bahan baku dan
kemasan agar tidak
produk akhir
menimbulkan kontaminasi
terhadap produk akhir.
Kondisi ruang
Melakukan pembersihan dan
penyimpanan (bahan
perawatan secara rutin setiap
baku / produk akhir)
hari terhadap penyimpanan
9. Penyimpanan bersih, suhu sesuai,
bahan baku, memperbaiki
penerangan cukup,
penerangan di ruang
bebas hama, dan aliran
penyimpanan bahan baku.
udara terjamin

Melakukan pembersihan
Fasilitas produksi setiap seminggu sekali
Pemeliharaan dan
10. dalam keadaan terawat terhadap sepatu boot dan jas
Program Sanitasi
dengan baik lab yang digunakan
karyawan atau pengunjung.

146
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

GAP
Target yang Rekomendasi Tindak
No (Temuan
Diinginkan Lanjut
Ketidaksesuaian)
- Melakukan
perawatan dan
pembersihan rutin
seminggu sekali
terhadap alat
Desain alat pengangkutan baik
pengangkutan mampu itu forklift maupun
mempertahankan suhu, pallet kayu yang
kelembaban, dan digunakan.
11. Pengangkutan
kondisi penyimpanan - Mengganti peralatan
produk akhir dan seperti pallet yang
kondisi alat masih terbuat dari
pengangkutan bersih kayu, atau
melakukan
pembersihan secara
rutin setiap hari
terhadap pallet yang
terbuat dari kayu.
Seluruh karyawan Mengadakan pelatihan
produksi mengikuti internal untuk karyawan
pelatihan yang mengenai pentingnya
12. Pelatihan
diadakan oleh keamanan pangan dan safety
perusahaan maupun self secara rutin setiap
luar perusahaan seminggu sekali.

147
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

GAP
Target yang Rekomendasi Tindak
No (Temuan
Diinginkan Lanjut
Ketidaksesuaian)
- Melakukan
perbaikan atau
pemeliharaan
terhadap mesin
khususnya pada
mesin yang sudah
mengalami
Permukaan mesin, pengelupasan dan
alat, dan perlengkapan karat dengan
produksi dalam melakukan
Kebersihan
kondisi baik (halus, pembersihan lebih
Permukaan yang
1. rata, tidak mengelupas, intensif pada mesin.
Kontak dengan
tidak beracun, - Melakukan
Makanan
terpelihara kebersihan pengecekan terhadap
dan kondisi tersedianya
sanitasinya) perlengkapan
produksi seperti jas
lab, hairnet, masker,
covershoes pada
setiap loker yang
terdapat pada area
pinti masuk setiap
aktivitas produksi.

Mengadakan sosialisasi
setiap hari selama 3 kali
Adanya sosialisasi
Fasilitas dan (shift 1, shift 2, dan shift 3)
mengenai pentingnya
2. Sanitasi Cuci mengenai pentingnya
program pencucian
Tangan dan Toilet aktivitas cuci tangan
dan sanitasi tangan
sebelum memasuki area
produksi.
Melakukan pengecekan
Kondisi kebersihanterhadap rambut, kuku,
Pengendalian pribadi pekerja yang pakaian karyawan setiap hari
3. Kesehatan baik, rapi, dan bersihsebelum memulai kerja yang
Karyawan (rambut, kuku, kulit dilakukan oleh setiap line
dan sebagainya) leader pada setiap area
produksi.
Keadaan pabrik atau Melakukan pembersihan
Pemberantasan tempat produksi dalam rutin setiap hari terhadap
4.
Hama kondisi terawat dan area produksi dan
baik lingkungan sekitar produksi.
Sumber : Hasil Observasi (2019)

148
5.3.2. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP

Berdasarkan hasil observasi lapang penerapan sistem HACCP,

penerapan sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan hampir secara

keseluruhan memenuhi panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian

dalam penerapannya. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan tindak

lanjut untuk perbaikan yang disajikan pada Tabel 48.

Tabel 48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

GAP
Rekomendasi
No (Temuan Target yang Diinginkan
Tindak Lanjut
Ketidaksesuaian)

Adanya job description


yang tercantum dalam Menambahkan job
1. Tim HACCP description panduan
struktur organisasi HACCP.
panduan HACCP

Melakukan
pemeriksaan bahan
baku setiap hari dan
pencatatan bahan
Bahan baku selalu
baku yang telah
2. Analisa Bahaya tersedia dan aman dari
diperiksa. agar tidak
kontaminasi yang ada
terjadi kebusukan
bahan baku akibat
lamanya masa
penyimpanan.

Melakukan
pemusnahan dengan
membakar dokumen
Sistem Penyimpanan Pemusnahan dokumen usang agar tidak
3.
Catatan usang yang tidak terpakai disalahgunakan atau
karyawan tidak keliru
terhadap dokumen
usang perusahaan.

149
Tabel 48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

GAP
Rekomendasi
No (Temuan Target yang Diinginkan
Tindak Lanjut
Ketidaksesuaian)
Validasi yang
dilaksanakan setiap
setahun sekali
sebaiknya tidak hanya
dilaksanakan oleh
supervisor namun
diikuti oleh manager
plant, manager
Prosedur Verifikasi Validasi berjalan sesuai
4. produksi, dan
Sistem HACCP dan efektif
beberapa karyawan
bagian produksi agar
pimpinan atas segera
mengetahui langsung
kondisi yang terjadi
di lapangan dan dapat
langsung mengambil
tindakan perbaikan.
Sumber : Hasil Olah Data (2019)

150
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penerapan sistem

HACCP dan penerapan sistem GMP dan SSOP di PT. X, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Rata-rata keseluruhan penyimpangan penerapan GMP sebesar 17,64% dan

untuk SSOP sebesar 19,27%. Terdapat 16 variabel dalam penerapan GMP,

dimana nilai penyimpangan tertinggi terdapat pada variabel pelatihan,

bangunan, dan lokasi dengan nilai masing-masing sebesar 50%, 47,73%,

dan 39,28%. Nilai penyimpangan terendah terdapat pada variabel label dan

keterangan produk, pengemas, dan bahan, dengan nilai masing-masing

sebesar 0%, 6,25%, dan 8,33%. Nilai penyimpangan pada variabel GMP

lainnya yaitu fasilitas sanitasi sebesar 22,22%, mesin dan peralatan sebesar

29,54%, pengawasan proses sebesar 14,06%, laboratorium sebesar

16,67%, karyawan sebesar 19,44%, penyimpanan sebesar 27,27%,

pemeliharaan sanitasi sebesar 27,5%, pengangkutan sebesar 33,33%,

produk akhir, dokumentasi dan pencatatan memiliki nilai penyimpangan

sama sebesar 25%. Terdapat 7 indikator dalam penerapan SSOP, dimana

nilai penyimpangan tertinggi terdapat pada kebersihan permukaan yang

kontak langsung dengan makanan sebesar 33,33%. Indikator keamanan

air, pelabelan dan penyimpanan bahan kimia memiliki nilai 0% artinya

tidak terdapat penyimpangan dan memenuhi panduan SSOP. Nilai

151
penyimpangan pada indikator SSOP lainnya yaitu pemberantasan hama

sebesar 30,76%, pencegahan kontaminasi silang sebesar 20,83%, fasilitas

sanitasi cuci tangan dan toilet serta pengendalian kesehatan karyawan

memiliki nilai penyimpangan sama sebesar 25%.

2. Rata-rata keseluruhan kesenjangan penerapan HACCP sebesar 12,09%,

artinya penerapan sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan

hampir secara keseluruhan memenuhi panduan HACCP, namun terdapat

sedikit kelalaian dalam penerapannya. Kesenjangan tertinggi terdapat pada

variabel pelaksanaan persyaratan dasar meliputi GMP dan SSOP dengan

nilai masing-masing rata-rata kesenjangan sebesar 17,64% dan 19,27.

Variabel deskripsi produk memiliki nilai 0% artinya tidak terdapat

kesenjangan dan penerapan sesuai dengan panduan HACCP. Kesenjangan

pada variabel lain yaitu tim HACCP sebesar 17,5%, analisa bahaya

sebesar 13,10%, perubahan dokumen sebesar 16,67%, penyusunan dan

verifikasi bagan alir sebesar 5%, prosedur verifikasi sistem HACCP

sebesar 1,81%, kebijakan mutu sebesar 10% dan penyimpanan catatan

sebesar 20%.

3. Rekomendasi tindak lanjut berdasarkan hasil observasi sebanyak 12

rekomendasi untuk penerapan GMP, 4 rekomendasi untuk penerapan

SSOP, dan 4 rekomendasi untuk penerapan HACCP. Rekomendasi tindak

lanjut untuk penerapan GMP meliputi lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi,

mesin dan peralatan, bahan, laboratorium, karyawan, pengemas,

penyimpanan, pemeliharaan sanitasi, pengangkutan, dan pelatihan.

152
Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan SSOP meliputi kebersihan

permukaan yang kontak langsung dengan makanan, fasilitas sanitasi cuci

tangan dan toilet, pengendalian kesehatan karyawan, dan pemberantasan

hama. Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan HACCP meliputi tim

HACCP, analisa bahaya, sistem penyimpanan catatan, dan prosedur

verifikasi sistem HACCP.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian peneliti memberikan beberapa saran

sesuai dengan hasil dari penelitian sebagai berikut :

1. Melakukan pengawasan terkait pelaksanaan dan pendokumentasian

penerapan sistem HACCP khususnya pada penerapan persyaratan dasar

HACCP yaitu GMP dan SSOP. Pengawasan ini sebaiknya dilaksanakan

rutin setiap hari, tidak hanya sebulan sekali saat performance monitoring.

Hal ini membuat tindakan perbaikan menjadi lebih cepat apabila terjadi

penerapan yang tidak sesuai atau belum sempurna.

2. Melakukan pelatihan karyawan produksi mengenai pentingnya penerapan

GMP, SSOP dan HACCP dimana karyawan produksi masih belum sadar

akan pentingnya sistem tersebut.

3. Melakukan perbaikan dan perawatan khususnya bangunan dan mesin

peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi. Hal ini dilakukan agar

penerapan sistem HACCP berjalan lebih optimal.

153
DAFTAR PUSTAKA

Antonius. 2011. Perancangan Program Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO


9001:2008 berdasarkan Analisis Kesenjangan Kesiapan (GAP Analysis).
Depok : Universitas Indonesia. [Skripsi].

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. Sistem Analisa Bahaya dan


Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya.
Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998.

Badan Pusat Statistik. 2018. Data Permintaan Kecap Manis di Indonesia.

Dewi, Anandya Surya. 2016. Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Implementasi


Sistem HACCP di PT. CCBI Cikedokan Plant, Cikarang, Jawa Barat.
Bogor : Institut Pertanian Bogor. [Skripsi].

E-book Pangan. 2006. Model Rencana HACCP Industri Kecap.

Hermansyah et, al. 2012. Risiko Baru Penyakit Kardiovaskuler. Ethical Digest
2005 : 3 : 20 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 1, No. 2. Februari
2012 : 79-83.

Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia : Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-
Dimensi Kerja Karyawan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kasiram, Moh. 2008. Metodologi Penelitian. Malang : UIN Malang Pers.

Kementrian Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian Republik


Indonesia Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik
(Good Manufacturing Practices) Nomor 75/M-IND/PER/7/2010.

Laelasari, Ela. 2015. Islam dan Keamanan Pangan. Ciputat : UIN Press.

Lisyanti. 2008. Evaluasi Penerapan Cara Produksi Yang Baik (Good


Manufacturing Practice) dan Penyusunan SSOP Industri Lidah Buaya di
PT. LibeBumi Abadi. Bogor : Sekolah Pascasarjana IPB. [Tesis].

Mansur, Stephanie Goulding. 2013. Penerapan Hazard Analysis And Critical


Control Point (HACCP) Produk Sashimi di Restoran Tomato Surabaya.
Surabaya : Universitas Kristen Petra. [Skripsi].

154
Moleong, Lexi J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Remaja
Rosdakarya.

Muchtadi, Deddy. 2010. Kedelai Komponen Untuk Kesehatan. Bandung :


Alfabeta.

Mutiarani, Citra Nour Aziz. 2015. Implementasi Sistem Keamanan Pangan


Berbasis HACCP dalam Proses Produksi Crackers Sandwich PT.
Mondelez Indonesia Manufacturing Cikarang Bekasi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor. [Skripsi].

Peraturan Pemerintah Nomor 28. 2004. Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.

Purwono dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Pangan Unggul. Depok
: Penebar Swadaya.

Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Salim, Emil. 2012. Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai. Yogyakarta :
Lily Publisher.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Surono, Ingrid, Agus Sudibyom Priyo Waspodo. 2016. Pengantar Keamanan


Pangan Untuk Industri Pangan. Jakarta : Deepublis.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control


Point). Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Zahra, Inas Tahir Nurfaidah. 2011. Evaluasi Good Halal Manufacturing Practice
(GHMP) di Mill MNO PT. ISM Bogasari Flour Mills. Makasar :
Universitas Hasanuddin. [Skripsi].

155
LAMPIRAN

156
Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

Instrumen
Variabel Deskripsi Indikator Parameter
W*) O*) D*)
Lokasi Lokasi adalah tempat Letak pabrik bebas dari - Lokasi pabrik tempat produksi jauh
perusahaan beroperasi sumber pencemaran. dari daerah lingkungan yang
√ √
atau tempat melakukan tercemar atau daerah tempat kegiatan
kegiatan untuk industri atau usaha. (min. 2km).
menghasilkan barang - Lokasi pabrik jauh dari tempat
atau jasa yang memiliki pembuangan sampah umum atau
√ √
letak dan kondisi bebas pemukiman penduduk kumuh (min.
dari sumber 2km).
pencemaran. Keadaan lingkungan - Lingkungan pabrik bersih dan bebas

tempat produksi bebas dari tumpukan sampah.
dari sumber pencemaran. - Lingkungan pabrik bebas dari
semak-semak atau daerah sarang √
hama.
- Pabrik tempat produksi berada di
daerah bebas banjir atau tidak mudah √
tergenang air.
- Kondisi jalan menuju pabrik tempat
produksi tidak menimbulkan debu

atau genangan air dan tersedia
saluran air yang mudah dibersihkan.
- Lingkungan di luar tempat produksi
yang terbuka tidak digunakan untuk

kegiatan produksi.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
157
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Bangunan Bangunan adalah Desain ruangan pabrik - Desain dan tata letak (layout) bagian
tempat atau ruangan sesuai dengan persyaratan dalam ruangan (pengolahan) sesuai √
yang digunakan untuk hygiene pangan olahan. dengan urutan proses produksi.
melakukan kegiatan - Desain bangunan dan ruangan sesuai
produksi atau dengan jenis pangan olahan yang √
penyimpanan makanan diproduksi.
yang sesuai dengan - Penerangan dalam ruang produksi
hygiene pangan olahan. √
cukup dan mudah untuk dibersihkan.
Tata letak ruangan pabrik - Konstruksi dinding yang tahan lama,
memenuhi persyaratan terbuat dari bahan yang tahan lama, √
hygiene pangan olahan. mudah dipelihara dan dibersihkan.
- Konstruksi atap yang tahan lama,
tahan air (tidak bocor) mudah √
dipelihara dan dibersihkan.
- Konstruksi langit-langit yang tidak
berlubang dan tidak retak, tidak

terkelupas serta terbuat dari bahan
yang tahan lama.
- Konstruksi lantai yang tahan lama,
pengaliran air lancar dan tidak
tergenang, mudah dibersihkan,

permukaan rata dan tidak licin, kedap
air, lantai dan dinding tidak
membentuk siku-siku.
- Pintu terbuat dari bahan yang kuat
dan tahan lama, mudah dipelihara

dan mudah dibersihkan dan mudah
ditutup dengan baik.

Keterangan :
W*) : Wawancara 158
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Bangunan Bangunan adalah Tata letak ruangan pabrik - Jendela dibuat dari bahan yang tahan
tempat atau ruangan memenuhi persyaratan lama, tidak mudah pecah serta
yang digunakan untuk hygiene pangan olahan. mudah dipelihara dan dibersihkan.

melakukan kegiatan Jumlah dan ukuran jendela sesuai
produksi atau dengan besarnya bangunan (jarak
penyimpanan makanan dengan lantai minimal 1m).
yang sesuai dengan - Ventilasi yang cukup dan dapat
hygiene pangan olahan. menjamin peredaran udara dengan
baik dan dapat menghilangkan uap,

gas, asap, bau, debu dan panas dan
dilengkapi dengan kasa pencegah
serangga.
- Permukaan tempat kerja yang kontak
dengan bahan pangan olahan dalam

kondisi baik, tahan lama, mudah
dipelihara dan dibersihkan.
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi adalah Sarana penyediaan air - Tersedia pipa-pipa dan penampungan
sarana yang digunakan bersih dan air minum air untuk mengalirkan air dengan √
dalam usaha yang digunakan kondisi terawat dan bersih.
pencegahan penyakit memenuhi persyaratan - Sumber air bersih dan air minum dan
√ √
atau mengatur faktor- mutu air. air produksi berasal dari PAM.
faktor lain yang - Kualitas air yang digunakan
berkaitan dengan memenuhi Peraturan Menteri
perpindahan penyakit. Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2017 tentang √ √
Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 159
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi adalah Sarana penyediaan air - Air yang tidak digunakan untuk
sarana yang digunakan bersih dan air minum produksi memiliki sistem yang
dalam usaha yang digunakan terpisah dengan air untuk konsumsi / √
pencegahan penyakit memenuhi persyaratan air minum / untuk kebutuhan
atau mengatur faktor- mutu air. produksi.
faktor lain yang - Sistem pemipaan dibedakan antara
berkaitan dengan air minum atau air yang kontak
perpindahan penyakit. langsung dengan bahan pangan √
olahan dengan air yang tidak kontak
langsung dengan pangan olahan.
- Tersedia sumber air bersih yang
digunakan untuk kegiatan

pembersihan/pencucian dengan
kondisi yang layak.
- Tersedia sumber air mengalir (kran
air), tempat sampah yang tertutup,
bak air, sabun, kloset, serta fasilitas √
pencuci tangan seluruh area
produksi.
Sarana pembuangan air - Tersedia saluran pembuangan air,
dan limbah mencukupi limbah cair, semi padat/padat, gas,
dan desain sesuai dengan dan saluran pembuangan limbah √
persyaratan hygiene terolah.
pangan olahan.
- Tersedia wadah untuk limbah bahan
berbahaya dan diberi tanda serta √
tertutup rapat.

Keterangan :
W*) : Wawancara 160
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi adalah Sarana pembuangan air - Desain dan konstruksi sistem
sarana yang digunakan dan limbah mencukupi pembuangan air dan limbah yang
dalam usaha dan desain sesuai dengan dapat mencegah risiko pencemaran √ √
pencegahan penyakit persyaratan hygiene pangan olahan, air minum, dan air
atau mengatur faktor- pangan olahan. bersih terpisah dari area produksi.
faktor lain yang - Tersedia tempat pembuangan limbah
berkaitan dengan padat dan cair. √ √
perpindahan penyakit.
Sarana toilet, fasilitas cuci - Kondisi toilet bersih dan terawatt. √
tangan, ganti pakaian - Letak toilet tidak terbuka langsung
karyawan, dan pembilas ke ruang pengolahan dan selalu √
sepatu seluruh area tertutup.
produksi mencukupi. - Tersedia tanda peringatan mencuci
tangan yang baik dan benar setelah √
menggunakan toilet.
- Tersedia penerangan dan ventilasi

yang cukup pada area toilet.
- Tersedia fasilitas cuci tangan di
depan pintu masuk seluruh ruang √
produksi.
- Tersedia fasilitas ganti pakaian yang
dilengkapi tempat menyimpan √
pakaian kerja/pakaian luar terpisah.
- Tersedia Fasilitas pembilas sepatu
kerja di depan pintu masuk ruang √
produksi.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 161
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Mesin dan Mesin dan peralatan Desain mesin dan - Mesin/peralatan yang digunakan
√ √
Peralatan adalah suatu fasilitas peralatan menjamin mutu sesuai dengan jenis produksi.
untuk membantu dalam dan keamanan produk - Tidak menimbulkan pencemaran
proses produksi yang yang dihasilkan. terhadap produk oleh jasad renik,

memiliki desain dan bahan logam yang terlepas dari
tata letak bebas dari mesin/peralatan.
sumber pencemaran - Setiap mesin/peralatan berfungsi
dan menjamin mutu sesuai dengan kegunaan dalam √
yang dihasilkan. proses produksi.
- Mesin/peralatan yang digunakan
dalam proses produksi mudah √
dipantau dan diawasi.
- Mesin/peralatan dilengkapi dengan
alat pengatur dan pengendali
kelembapan, aliran udara, yang √
mempengaruhi keamanan pangan
produk.
- Mesin/peralatan yang terbuat dari
kayu selalu dibersihkan untuk
√ √
menjamin sanitasi agar tidak
menimbulkan kontaminasi.
Tata letak mesin dan - Kondisi permukaan mesin dan
peralatan bebas dari peralatan yang kontak langsung
pencemaran yang dengan bahan pangan olahan halus,

memenuhi persyaratan tidak berlubang, tidak mengelupas,
hygiene pangan olahan. tidak menyerap air, dan tidak
berkarat.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 162
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Mesin dan Mesin dan peralatan Tata letak mesin dan - Mesin dan peralatan produksi terbuat
Peralatan adalah suatu fasilitas peralatan bebas dari dari bahan yang tahan lama, tidak
untuk membantu dalam pencemaran yang beracun, tidak larut, mudah √
proses produksi yang memenuhi persyaratan dipindahkan/dibongkar pasang, dan
memiliki desain dan hygiene pangan olahan. mudah dibersihkan.
tata letak bebas dari - Tata letak mesin/peralatan produksi
sumber pencemaran sesuai dengan urutan proses √
dan menjamin mutu produksi.
yang dihasilkan. Pemeriksaan seluruh - Tindakan pengawasan, pemeriksaan,
mesin dan peralatan area dan pemantauan terhadap
produksi. penggunaan mesin/peralatan √
dilakukan setiap hari oleh karyawan
produksi.
- Alat ukur yang terdapat pada
mesin/peralatan selalu diperiksa

keakuratannya oleh karyawan
produksi.
Bahan Bahan adalah sebuah Tersedianya bahan baku, - Formula dasar bahan sesuai dengan
masukan (bahan baku, bahan tambahan pangan , jenis dan persyaratan mutu bahan. √ √
bahan tambahan bahan penolong untuk
pangan, bahan produksi yang tidak - Bahan yang digunakan selalu
penolong) dalam proses membahayakan bagi diperiksa agar tidak ada yang rusak,
√ √
produksi dari hasil kesehatan manusia. busuk, atau mengandung bahan
pertanian (nabati atau berbahaya.
hewani) untuk - Penggunaan BTP pada produk sesuai
menghasilkan produk dengan persyaratan yang ditetapkan √
akhir. dan memiliki izin untuk digunakan.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 163
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Bahan Bahan adalah sebuah Tersedianya bahan baku, - Kualitas air yang digunakan untuk
masukan (bahan baku, bahan tambahan pangan , proses produksi memenuhi standar √ √
bahan tambahan bahan penolong untuk baku air produksi.
pangan, bahan produksi yang tidak - Tindakan penanganan dan
penolong) dalam proses membahayakan bagi pemeliharaan terhadap penggunaan
√ √
produksi dari hasil kesehatan manusia. air sisa produksi dilakukan setiap
pertanian (nabati atau hari oleh karyawan produksi.
hewani) untuk - Tindakan pemantauan terhadap air,
menghasilkan produk es, dan uap panas dilakukan oleh
akhir. karyawan produksi agar tidak √ √
terkontaminasi bahan berbahaya dari
luar.
Pengawasan Pengawasan proses Pengawasan pengolahan - Terdapat perancangan dan
Proses adalah tindakan proses produksi agar tidak pemantauan yang dilakukan

pencegahan melalui terjadi kontaminasi supervisor terkait dengan proses
pengawasan yang ketat produk. pengolahan.
terhadap kemungkinan - Terdapat deskripsi/penjelasan
timbulnya bahaya pada mengenai jenis dan jumlah bahan
proses produksi. yang digunakan, tahap produksi,
langkah yang perlu diperhatikan √ √
selama proses produksi, dan
informasi lain yang diperlukan pada
proses pengolahan.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan

164
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Pengawasan Pengawasan proses Pengawasan pengolahan - Terdapat informasi tertulis mengenai
Proses adalah tindakan proses produksi agar tidak nama produk, tanggal dan kode
pencegahan melalui terjadi kontaminasi produksi, jenis dan jumlah bahan
pengawasan yang ketat produk. yang digunakan, tahap pengolahan, √
terhadap kemungkinan jumlah hasil pengolahan pada saat
timbulnya bahaya pada produksi akan berlangsung.
proses produksi.
- Pengawasan terhadap waktu dan
suhu dilakukan oleh karyawan pada √ √
saat produksi berlangsung.
- Pengawasan pada pengisian produk
dilakukan setiap hari oleh karyawan
√ √
produksi untuk mencegah masuknya
bahan asing ke produk.
- Pengawasan terhadap kondisi
kebersihan fasilitas sanitasi area √ √
produksi.
- Karyawan produksi menggunakan
perlengkapan lengkap selama proses
produksi (seragam, topi, sepatu, √
masker) dan selalu mencuci tangan
sebelum masuk tempat produksi.
- Kondisi permukaan peralatan dan

lantai tempat produksi bersih.
- Lampu di tempat pengolahan,
pengemasan, penyimpanan

dilindungi dengan bahan yang tidak
mudah pecah.
- Pengawasan setiap hari oleh
supervisor terhadap keadaan √ √
lingkungan luar area produksi.

Keterangan :
W*) : Wawancara 165
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengawasan Pengawasan proses Pengawasan bahan yang - Pemeriksaan dan pengujian bahan
Proses adalah tindakan digunakan agar tidak secara organoleptik, fisik, kimia dan √ √
pencegahan melalui terjadi kontaminasi mikrobiologi oleh bagian QC.
pengawasan yang ketat sebelum digunakan. - Bahan yang digunakan sesuai mutu
√ √
terhadap kemungkinan yang telah ditetapkan.
timbulnya bahaya pada - Bahan yang memenuhi standar
proses produksi. √
dicatat oleh bagian QC.
- Bahan yang beracun disimpan jauh
atau terpisah dari tempat

penyimpanan pangan dan diberi label
dengan jelas.
- Bahan baku, bahan yang telah diolah,
dan produk akhir disimpan terpisah. √
- Bahan atau barang yang tidak
berhubungan dengan proses produksi √
disimpan terpisah.
Produk Akhir Produk akhir adalah Produk akhir dengan - Terdapat spesifikasi produk akhir
√ √
produk makanan atau mutu yang memenuhi yang dihasilkan.
minuman hasil proses standar dan persyaratan - Produk akhir yang dihasilkan
dengan cara atau yang ditetapkan. memenuhi persyaratan atau standar √ √
metoda tertentu dengan mutu produk.
atau tanpa bahan - Produk akhir yang belum memenuhi
tambahan. standar segera dilakukan √
penanganan.
- Pemeriksaan mutu dan keamanan
produk akhir di gudang penyimpanan √ √
oleh supervisor sebelum di release.

Keterangan :
W*) : Wawancara
166
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Laboratorium Laboratorium adalah Penggunaan laboratorium - Tersedia laboratorium untuk
suatu ruangan atau untuk mrngukur melakukan pemeriksaan dan

bangunan atau tempat keamanan produk yang pengujian mutu terhadap bahan baku
untuk mengadakan diproduksi. dan produk akhir.
percobaan - Proses kalibrasi untuk semua alat
√ √
(penyelidikan, ukur yang dilakukan oleh QC.
pengujian dan lainnya) - Penggunaan laboratorium sesuai
yang berhubungan dengan Good Laboratorium

dengan ilmu fisika, Practices (GLP) dan ISO 17025.
kimia, dan biologi.
Karyawan Karyawan adalah setiap Kondisi atau keadaan - Karyawan dalam keadaan sehat,
orang dengan kondisi karyawan yang tidak bebas dari luka, atau penyakit kulit
baik dan mematuhi mencemari produk. atau hal lain yang diduga √
SOP yang akan mengakibatkan pencemaran terhadap
melakukan pekerjaan produk.
untuk menghasilkan
barang/jasa dalam suatu Karyawan menggunakan - Karyawan mengenakan pakaian
peusahaan. perlengkapan/atribut kerja/pelindung diri sesuai dengan
sesuai SOP perusahaan prosedur atau persyaratan hygiene √
bagi karyawan. (sarung tangan, tutup
kepala, masker, dan sepatu).
- Karyawan dalam unit pengolahan
tidak memakai perhiasan, jam

tangan, atau benda lainnya yang
dapat mencemari produk.
Aktivitas karyawan - Karyawan mencuci tangan sebelum
memenuhi SOP agar tidak melakukan pekerjaan. √
mencemari produk.
Keterangan :
W*) : Wawancara 167
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Karyawan Karyawan adalah setiap Aktivitas karyawan - Karyawan tidak makan, minum,
orang dengan kondisi memenuhi SOP agar tidak merokok, meludah, atau melakukan
baik dan mematuhi mencemari produk. tindakan lain di tempat produksi √
SOP yang akan yang dapat mengakibatkan
melakukan pekerjaan pencemaran produk.
untuk menghasilkan Pengendalian perusahaan - Tindakan pengendalian dilakukan
barang/jasa dalam suatu terhadap karyawan agar dengan mengistirahatkan, memberi
peusahaan. tidak mencemari produk. izin pulang, tidak diperbolehkan
masuk ke ruang produksi jika √ √
ditemukan kondisi kesehatan
karyawan yang dapat mencemari
produk.
- Tersedianya penanggung jawab

bidang produksi.
- Tersedianya penanggung jawab
bidang pengawasan mutu/keamanan √
pangan olahan.
- Terdapat prosedur bagi pihak luar

yang akan memasuki area produksi.
Pengemas Pengemas adalah Bahan kemasan yang - Bahan kemasan tidak mudah
wadah atau dapat mempertahankan larut/melepaskan senyawa yang
pembungkus dengan mutu dan melindungi dapat membahayakan
desain untuk produk. kesehatan/mempengaruhi mutu

melindungi produk dan produk.
dilengkapi dengan
informasi tentang
produk tersebut.

Keterangan :
W*) : Wawancara 168
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengemas Pengemas adalah Desain dan jenis kemasan - Jenis kemasan dapat melindungi dan
wadah atau yang dapat mempertahankan produk dalam
√ √
pembungkus untuk mempertahankan mutu. jangka waktu yang lama (minimal
melindungi produk di hingga waktu kadaluarsa produk).
dalamnya dan - Desain kemasan yang dapat
dilengkapi dengan memberikan perlindungan terhadap

informasi tentang produk (mencegah kerusakan,
produk tersebut. memperkecil kontaminasi).
Kondisi penyimpanan - Kondisi penyimpanan kemasan yang
kemasan agar produk higienis, terpisah dari bahan baku √
tidak tercemar. dan produk akhir.
Label dan Label dan keterangan Label dan keterangan - Adanya informasi mengenai nama
Keterangan produk adalah produk yang jelas pada produk, komposisi, tanggal dan kode
Produk keterangan mengenai setiap kemasan produk produksi, tanggal kadaluwarsa, cara √
pangan olahan yang atau pangan olahan. penyajian, cara penyimpanan,
berbentuk gambar, sasaran konsumen.
tulisan, kombinasi - Penggunaan label yang berbeda
keduanya atau dalam untuk setiap jenis produk yang √
bentuk lain yang dihasilkan.
terdapat pada pangan - Label yang digunakan mengikuti
olahan. peraturan yang dibuat konsumen atau √ √
ketentuan dari pemerintah.
Penyimpanan Penyimpanan adalah Cara penyimpanan bahan - Penyimpanan bahan baku dan produk
upaya mengelola dan produk akhir yang akhir terpisah.
barang atau produk dapat mencegah

untuk menjamin penurunan mutu.
ketersedian produk bila
dibutuhkan.

Keterangan :
W*) : Wawancara 169
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Penyimpanan Penyimpanan adalah Cara penyimpanan bahan - Penyimpanan bahan baku / produk
upaya mengelola dan produk akhir yang akhir tidak menyentuh lantai (min.
barang atau produk dapat mencegah 15 cm), tidak menempel dinding √
untuk menjamin penurunan mutu. (min. 5cm) dan jauh dari langit-langit
ketersedian produk bila (min. 60cm).
dibutuhkan. - Adanya pemasangan tanda dan
penempatan secara terpisah antara

bahan dan produk yang belum dan
sudah diperiksa.
- Penggunaan catatan dalam
penyimpanan bahan/produk akhir
√ √
untuk memudahkan mengidentifikasi
dan memeriksa bahan dan produk.
- Penyimpanan bahan berbahaya
terpisah dari bahan pangan/ produk

akhir dan memiliki ruangan
tersendiri.
- Tindakan pengawasan terhadap
penyimpanan bahan/produk akhir
√ √
dilakukan setiap hari oleh supervisor
terkait.
Kondisi penyimpanan - Kondisi ruang penyimpanan (bahan
yang menjaga keamanan baku / produk akhir) bersih, suhu

pangan produk olahan. sesuai, penerangan cukup, bebas
hama, dan aliran udara terjamin.
- Kondisi penyimpanan wadah dan
pengemas yang bersih, rapih dan √
teratur.

Keterangan :
W*) : Wawancara 170
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Penyimpanan Penyimpanan adalah Kondisi penyimpanan - Kondisi penyimpanan label yang

upaya mengelola yang menjaga keamanan bersih, rapih dan teratur.
barang atau produk pangan produk olahan. - Kondisi penyimpanan mesin atau
untuk menjamin peralatan dalam kondisi bersih, rapih

ketersedian produk bila dan teratur.
dibutuhkan.
Pemeliharaan dan Pemeliharaan dan Pemeliharaan dan - Fasilitas produksi dalam keadaan
Program Sanitasi program sanitasi adalah Pengawasan kegiatan terawat dengan baik sesuai SOP √
proses, cara, tindakan pembersihan dan sanitasi perusahaan.
untuk menjaga kondisi dalam menjaga dan - Mesin/peralatan yang berhubungan
dan kebersihan fasilitas memelihara kondisi dan langsung dan tidak berhubungan
produksi (bangunan, kebersihan fasilitas langsung dengan bahan dan produk
mesin produksi, alat produksi. √
dalam keadaan bersih dan diletakkan
dan perlengkapan dan sesuai tempatnya.
peralatan produksi
lainnya). - Alat angkut atau alat pemindahan
barang dalam keadaan bersih. √
- Pengawasan / pemeriksaan oleh
supervisor terkait terhadap ketepatan
dan keefektifan program sanitasi √
yang dilakukan oleh karyawan
produksi setiap hari.
- Pengawasan terhadap bahan-bahan
yang masuk ke dalam pabrik √ √
dilakukan oleh bagian FSQ.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
171
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pemeliharaan dan Pemeliharaan dan Pembersihan dan sanitasi - Kegiatan pembersihan fasilitas
Program Sanitasi program sanitasi adalah seluruh fasilitas produksi produksi dilakukan sesuai metode
√ √
proses, cara, tindakan agar bebas dari dan dilakukan secara rutin dan
untuk menjaga kondisi kontaminasi. berkala
dan kebersihan fasilitas - Kegiatan pembersihan dan sanitasi
produksi (bangunan, dicatat rutin oleh karyawan produksi. √
mesin produksi, alat Tindakan pengendalian - Limbah yang dihasilkan dari proses
dan perlengkapan dan dalam menjaga produksi tidak dibiarkan menumpuk,
peralatan produksi kebersihan fasilitas dan segera ditangani, diolah, atau √ √
lainnya). limbah produksi. dibuang setelah melakukan kegiatan
produksi.
- Limbah padat segera dikumpulkan
untuk dikubur, dibakar atau diolah √
- Pengolahan limbah cair dilakukan
secara rutin oleh bagian PAL

sebelum dialirkan ke luar pabrik
(kondisi air harus bening dan bersih).
Pengangkutan Pengangkutan adalah Desain wadah atau alat - Desain wadah/alat pengangkutan
kegiatan transportasi pengangkutan yang dapat mudah dibersihkan. √
dalam memindahkan menghindari kerusakan
barang atau produk dari dan penurunan mutu serta - Wadah/alat pengangkutan di desain
agar tidak mencemari produk. √
satu tempat ke tempat keamanan pangan olahan.
lain. - Desain wadah/alat pengangkutan
yang mampu mempertahankan suhu,

kelembaban, dan kondisi
penyimpanan produk akhir.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 172
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengangkutan Pengangkutan adalah Kondisi wadah atau alat - Keadaan wadah/alat pengangkut
kegiatan transportasi pengangkutan yang bebas dari kotoran yang dapat √
dalam memindahkan menjaga keamanan mencemari produk.
barang atau produk dari pangan olahan. - Wadah atau alat pengangkut
satu tempat ke tempat dibedakan untuk setiap jenis
lain. √
produksi dan dibersihkan setiap hari
oleh karyawan produksi.
- Tersedia jadwal pemeliharaan
pembersihan wadah atau alat

pengangkutan untuk menjaga kondisi
agar tetap bersih.
Dokumentasi dan Dokumentasi dan Adanya dokumentasi dan - Kegiatan pencatatan lengkap pada

Pencatatan pencatatan adalah pencatatan untuk setiap proses produksi.
proses pengumpulan, meningkatkan jaminan - Terdapat prosedur metode
pemilihan, pengolahan, mutu dan keamanan pengendalian distribusi, akses, √
penyimpanan, serta produk, mencegah produk pengambilan/penggunaan dokumen.
pengendalian distribusi melampaui batas - Terdapat prosedur tentang
mengenai informasi kadaluarsa, dan penempatan atau penyimpanan
tertentu. meningkatkan keefektifan √
dokumen dan dilakukan dengan baik,
sistem pengawasan rapih, dan teratur.
pangan olahan. - Tersedia dokumentasi terkait bahan
yang masuk, proses produksi, jumlah
dan tanggal produksi, distribusi,
inspeksi, dan pengujian, penarikan √
produk, penyimpanan, pembersihan
dan sanitasi, kontrol hama, kesehatan
karyawan, pelatihan.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 173
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indkator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pelatihan Pelatihan adalah Terdapat kegiatan - Pelatihan penyuluhan yang terkait
aktivitas dalam pengembangan keahlian dengan dasar-dasar hygiene √
meningkatkan keahlian dan pengetahuan yang karyawan.
dan pengetahuan berkaitan dengan mutu - Pelatihan penyuluhan faktor yang
karyawan secara dan keamanan produk. menyebabkan penurunan mutu √
sistematis sehingga produk
mampu memiliki - Pelatihan penyuluhan faktor yang
kinerja yang mengakibatkan penyakit dan √
professional di keracunan melalui pangan olahan.
bidangnya. - Pelatihan penyuluhan cara produksi

pangan yang baik.
- Pelatihan penyuluhan prinsip dasar

pembersihan dan sanitasi.
- Pelatihan penyuluhan penanganan
bahan pembersih atau bahan kimia √
berbahaya.
- Adanya bukti absensi kegiatan

pelatihan yang rutin dan efektif.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan

174
Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Instrumen
Variabel Deskripsi Indikator Parameter
W*) O*) D*)
Keamanan Air Keamanan air adalah Saluran pemipaan air - Saluran pemipaan air untuk kegiatan
kondisi air yang bebas yang bebas dari sumber produksi/non produksi terpisah. √
dari bahaya pencemaran.
(mikrobiologis, fisika, Aktivitas karyawan yang - Water treatment terhadap air untuk
dan kimia) sehingga menjaga keamanan air proses produksi yang dilakukan oleh √ √
tidak mengganggu dan dalam proses produksi. karyawan.
membahayakan - Inspeksi visual, sampling dan
kesehatan. pengujian kualitas sumber air yang √
dilakukan oleh karyawan produksi.
Sarana air produksi dan - Kualitas air yang digunakan
sanitasi memenuhi memenuhi persyaratan air minum/air
persyaratan mutu air. bersih menurut Kemeterian √ √
. Kesehatan mengenai standard baku
air.
- Kualitas air yang digunakan untuk
pembersihan/sanitasi
√ √
bangunan/ruangan memenuhi SOP
perusahaan.
Tindakan koreksi dan - Tindakan koreksi apabila terdapat
dokumentasi terhadap penyimpangan terhadap standar atau √
kondisi air yang bebas ketentuan lain.
dari bahaya. - Tersedia rekaman/catatan pengujian √
kualitas air.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 175
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Kebersihan Keadaan permukaan Kondisi atau keadaan - Permukaan mesin, alat, dan
Permukaan yang yang kontak langsung permukaan yang kontak perlengkapan produksi dalam kondisi
Kontak dengan dengan makanan langsung dengan makanan baik (halus, rata, tidak mengelupas, √
Makanan (mesin, alat dan bebas dari pencemaran. tidak beracun, terpelihara kebersihan
perlengkapan dan kondisi sanitasinya).
produksi)yang bebas - Kondisi sarung tangan dan pakaian

dari kotoran sehingga luar pekerja yang bersih dan layak.
tidak memungkinkan Aktivitas karyawan - Pembersihan dan sanitasi terhadap
terjadinya kontaminasi. produksi dalam menjaga permukaan yang kontak langsung
√ √
kebersihan permukaan dengan produk dilakukan setiap hari
yang kontak langsung sesuai dengan SOP.
dengan makanan. - Pemantauan dan pemeriksaan
terhadap kondisi kebersihan

permukaan yang kontak langsung
dengan produk.
- Tindakan koreksi apabila kondisi
permukaan yang kontak langsung
dengan produk tidak baik, tidak √
bersih, dan menimbulkan
kontaminasi.
- Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi permukaan yang kontak √
dengan makanan.
Pencegahan Suatu kondisi Tindakan/upaya - Karyawan produksi selalu mencuci
Kontaminasi pencegahan terhadap mencegah agar tidak tangan sesuai prosedur hygiene bagi
Silang pencemaran yang akan terjadi perpindahan karyawan. √
terjadi pada proses kuman atau bahaya lain
produksi. dari pekerja.

Keterangan :
W*) : Wawancara 176
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pencegahan Suatu kondisi Tindakan/upaya - Penggunaan pakaian kerja karyawan

Kontaminasi pencegahan terhadap mencegah agar tidak sesuai dengan SOP perusahaan.
Silang pencemaran yang akan terjadi perpindahan - Karyawan tidak diperkenankan

terjadi pada proses kuman atau bahaya lain keluar masuk ke area proses lain.
produksi. dari pekerja. - Pemantauan dan pemeriksaan yang
dilakukan oleh supervisor terhadap

kegiatan karyawan ketika produksi
berlangsung.
Tindakan/upaya - Pembersihan dan sanitasi permukaan
mencegah agar tidak yang kontak langsung dengan
terjadi perpindahan makanan di area produksi (alat
√ √ √
kuman atau bahaya lain penanganan dan pengolahan pangan)
dari permukaan yang dilakukan setiap hari oleh karyawan.
kontak dengan makanan.
Tindakan/upaya - Bahan baku dan produk akhir
mencegah agar tidak diletakkan dan diolah secara terpisah
terjadi perpindahan serta supervisor selalu melakukan
√ √
kuman atau bahaya lain pemantauan selama proses produksi.
dari bahan baku dan
produk akhir.
Tindakan/upaya - Penyimpanan bahan pangan, bahan
mencegah agar tidak berbahaya, peralatan produksi,
terjadi perpindahan peralatan pembersihan, label, wadah

kuman atau bahaya lain pengemas, dan produk akhir secara
dari penyimpanan seluruh terpisah.
aspek produksi.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 177
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pencegahan Suatu kondisi Tindakan/upaya - Penyimpanan bahan pangan dan
Kontaminasi pencegahan terhadap mencegah agar tidak produk akhir tidak menyentuh lantai,

Silang pencemaran yang akan terjadi perpindahan tidak menyentuh dinding, dan jauh
terjadi pada proses kuman atau bahaya lain dari langit-langit.
produksi. dari penyimpanan seluruh - Penyimpanan bahan pangan dan
aspek produksi. produk akhir yang bersih, suhu
sesuai, penerangan cukup, bebas √
hama, aliran udara cukup, dan pintu
tertutup rapat.
- Pemantauan atau pemeriksaan setiap
hari oleh supervisor terkait terhadap

penyimpanan bahan dan produk
akhir.
Tindakan koreksi dan - Tindakan koreksi apabila terjadi
pencatatan pada kegiatan penyimpangan atau ketidaksesuaian

produksi agar bebas dari yang menyebabkan kontaminasi
bahaya. dalam proses produksi.
- Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi area, alat penanganan,
√ √
pengolahan, dan rekaman
monitoring.
Failitas Cuci Fasilitas dalam pabrik Upaya menjaga fasilitas - Pemeliharaan, pengontrolan, dan
Tangan, Sanitasi sebagai upaya untuk cuci tangan dan toilet agar pengecekan kelengkapan fasilitas
Tangan, dan mengawasi atau tidak ada kontaminasi cuci tangan dan toilet (petunjuk cara
√ √ √
Toilet memelihara kondisi terhadap proses produksi. mencuci tangan yang baik dan benar
fasilitas cuci tangan dan sebelum memasuki area produksi dan
toilet. setelah menggunakan toilet).

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 178
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Failitas Cuci Fasilitas dalam pabrik Upaya menjaga fasilitas - Kegiatan pembersihan fasilitas cuci
Tangan, Sanitasi sebagai upaya untuk cuci tangan dan toilet agar tangan, sanitasi tangan, dan toilet
√ √
Tangan, dan mengawasi atau tidak ada kontaminasi setiap hari.
Toilet memelihara kondisi terhadap proses produksi.
fasilitas cuci tangan dan - Pemeriksaan yang dilakukan setiap
toilet. hari oleh supervisor terhadap kondisi

fasilitas cuci tangan tidak layak
(kotor).
- Adanya sosialisasi dan bukti absensi
mengenai pentingnya program
√ √
pencucian dan sanitasi tangan kepada
karyawan dan pengunjung.
- Tersedia petunjuk cara mencuci
tangan yang baik dan benar dekat

dengan fasilitas cuci tangan dan
sanitasi tangan.
Pelabelan dan Kegiatan atau proses Langkah yang dilakukan - Adanya label dan keterangan yang
Penyimpanan memberikan label dan dalam memeriksa jelas dari produsen mengenai nama
Bahan Kimia yang menyimpan bahan kegiatan pelabelan agar bahan, nama dan alamat √
Tepat kimia dengan tepat tidak terjadi kesalahan. produsen/distributor dan petunjuk
untuk menjamin produk penggunaan.
pangan aman dan - Pemeriksaan label yang dilakukan

terlindungi dari oleh QC pada saat penerimaan label.
kontaminasi. - Pemberian label identitas bahan yang
jelas pada wadah yang dilakukan

oleh perusahaan (nama bahan,
petunjuk penggunaan).

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 179
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter
Instrumen
W*) O*) D*)
Pelabelan dan Kegiatan atau proses Upaya penyimpanan - Penyimpanan bahan kimia di dalam
Penyimpanan memberikan label dan bahan kimia yang tepat box tertutup atau rak dengan

Bahan Kimia yang menyimpan bahan untuk menjamin proses mengelompokkan berdasarkan jenis
Tepat kimia dengan tepat produksi aman. bahan.
untuk menjamin produk - Ruangan untuk menyimpan bahan
pangan aman dan kimia selalu dalam keadaan tertutup,

terlindungi dari akses dibatasi dan jauh dari ruang
kontaminasi. produksi.
- Pengawasan/pemeriksaan dilakukan
supervisor secara rutin (setiap bulan)

terhadap kondisi penyimpanan bahan
kimia dan penggunaan pelabelan.
Pengendalian Kegiatan mengontrol Kondisi dan aktivitas - Kondisi kebersihan pribadi pekerja
Kesehatan kondisi kesehatan karyawan yang menjaga yang baik, rapih, dan bersih (rambut, √
Karyawan karyawan atau pekerja kebersihan dan tidak kuku, kulit dan sebagainya).
pabrik agar tidak menyebabkan - Karyawan melaksanakan prosedur
menjadi sumber kontaminasi pada produk. cuci tangan dengan baik sebelum dan √
kontaminasi bagi sesudah menangani produk.
produk akhir. - Line leader melaporkan kepada
supervisor apabila ada karyawan lain √
yang sakit atau terluka.
- Line leader melakukan pengontrolan
terhadap kesehatan karyawan setiap √
hari sebelum melaksanakan produksi.
- Medical check up rutin setiap tahun
untuk seluruh karyawan produksi. √

Keterangan :
W*) : Wawancara 180
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter
Instrumen

W*) O*) D*)


Pengendalian Kegiatan mengontrol Kondisi dan aktivitas - Perusahaan memiliki kebijakan
Kesehatan kondisi kesehatan karyawan yang menjaga seperti mengistirahatkan,
Karyawan karyawan atau pekerja kebersihan dan tidak memulangkan, dan larangan
pabrik agar tidak menyebabkan memasuki area produksi bagi √
menjadi sumber kontaminasi pada produk. karyawan yang sakit.
kontaminasi bagi
produk akhir.
Pemberantasan Tindakan penghilangan Aktivitas dalam - Program sanitasi dilakukan sesuai
Hama organisme pengganggu perusahaan yang SOP perusahaan (area dalam dan luar
√ √ √
di seluruh area dilakukan untuk pabrik, mesin/peralatan produksi,
produksi. meminimalkan hama yang toilet, dan fasilitas lain).
dapat mengancam mutu - Pengawasan dilakukan oleh QC
dan keamanan pangan. terhadap bahan-bahan yang masuk ke √
dalam area produksi.
- Tindakan pengawasan oleh
supervisor terhadap hewan yang √
terdapat di area pabrik.
- Tersedia rekaman atau catatan
kegiatan pembasmian hama. √
Kondisi pabrik yang - Keadaan pabrik/tempat produksi

bebas dari hama yang dalam kondisi terawat.
dapat menurunkan mutu - Lubang dan saluran yang ada di
produk. sekitar dan dalam pabrik dalam √
keadaan tertutup.
- Terdapat kasa pencegah hama pada

jendela, pintu, dan ventilasi.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 181
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pemberantasan Tindakan penghilangan Kondisi pabrik yang - Penyimpanan bahan pangan olahan
Hama organisme pengganggu bebas dari hama yang disusun dengan baik menggunakan

di seluruh area dapat menurunkan mutu rak dan sesuai dengan jenis bahan
produksi. produk. masing-masing.
- Ruangan di dalam dan luar pabrik

selalu dalam keadaan bersih.
- Pintu area produksi dan tempat
sampah di luar maupun di dalam
ruang produksi selalu dalam keadaan √
tertutup dan terbuat dari bahan yang
tahan hama.
- Pemeriksaan terhadap
kondisi/keadaan pabrik secara
√ √
berkala oleh manager dan supervisor
produksi.
- Pemusnahan sarang hama seperti
semak-semak, rumput liar, limbah
atau sampah, barang tidak terpakai,
peralatan/wadah yang kotor, area √
yang kotor, dan langit-langit yang
kotor dilakukan secara berkala oleh
karyawan produksi.
- Pembasmian hama dilakukan dengan
bahan kimia, biologi, dan fisik sesuai
petunjuk kegiatan pembasmian hama

dan instruksi penggunaan bahan
tanpa mempengaruhi mutu dan
keamanan produk.

Keterangan :
W*) : Wawancara 182
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen


W*) O*) D*)
Kebijakan Mutu Persyaratan yang Komitmen - Dokumentasi tentang
diungkapkan oleh perusahaan dalam kebijakan mutu yang berisi

pimpinan tertinggi menghasilkan komitmen perusahaan untuk
dari suatu organisasi produk yang aman memenuhi mutu produk.
berupa komitmen (bebas dari - Sosialisasi pentingnya
(janji) untuk kontaminasi) dan kebijakan mutu dilakukan
melaksanakan dan berkualitas untuk karyawan produksi.

menegakkan serta berdasarkan standar
memelihara standar mutu yang
mutu yang tinggi. ditetapkan.
Tim HACCP Kelompok orang Tim HACCP terdiri - Tim HACCP ditentukan oleh
dalam perusahaan dari karyawan yang pimpinan tertinggi atau ahli √
dari berbagai disiplin memiliki HACCP (dari luar pabrik).
ilmu yang bertugas pengetahuan dan - Tim HACCP ditentukan
untuk keahlian tentang berdasarkan kompetensi/
mengembangkan, seluruh alur kualifikasi/ latar belakang

mengimplementasika produksi. pendidikan serta pengalaman
n, dan memelihara yang dimiliki setiap
sistem HACCP. karyawan.
Penjelasan - Terdapat struktur organisasi
mengenai tim tim HACCP dalam panduan √
HACCP yang HACCP perusahaan.
terdapat dalam - Perusahaan mencantumkan
panduan HACCP. job description dalam √
panduan HACCP.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 183
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Tim HACCP Kelompok orang Aktivitas dan - Tim HACCP melaksanakan
dalam perusahaan pengetahuan Tim pelatihan mengenai HACCP
dari berbagai disiplin HACCP dalam yang dilaksanakan dari √ √
ilmu yang bertugas keamanan pangan eksternal dan internal.
untuk olahan.
- Tim HACCP melaksanakan
mengembangkan,
mengimplementasika
job description sesuai SOP √
perusahaan.
n, dan memelihara
sistem HACCP. - Tim HACCP memahami dan
melaksanakan SOP √
perusahaan.
- Tim HACCP melaksanakan
pelatihan terhadap sistem √ √
keamanan pangan.
Deskripsi Produk Rincian informasi Penjelasan lengkap - Terdapat komposisi produk
lengkap mengenai mengenai yang disusun oleh tim
suatu produk yang karakteristik, HACCP pada panduan √
diproduksi. komposisi, dan tipe HACCP.
pengemas produk
yang dihasilkan. - Terdapat karakteristik
(kimia, mikrobiologi, fisik)
produk pada panduan √
HACCP.
- Tipe pengemas ditentukan
oleh tim HACCP dan

terdapat dalam panduan
HACCP.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 184
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Deskripsi Produk Rincian informasi Penjelasan lengkap - Terdapat standar mutu
lengkap mengenai mengenai standar produk disusun tim dalam
suatu produk yang mutu produk yang panduan HACCP yang √
diproduksi. dihasilkan digunakan sebagai acuan
dalam menghasilkan produk.
Penjelasan lengkap - Cara penyajian atau cara
mengenai penyajian penggunaan produk

dan penyimpanan dijelaskan dalam panduan
produk yang bebas HACCP.
dari kontaminasi. - Cara dan kondisi
penyimpanan produk

dijelaskan dalam panduan
HACCP.
Penjelasan lengkap - Metode pendistribusian
mengenai metode produk dijelaskan lengkap
distribusi yang dalam panduan HACCP. √
tidak menimbulkan (distribusi menggunakan alat
kerusakan produk. angkut perusahaan).
Informasi mengenai - Sasaran konsumen dijelaskan
sasaran konsumen dalam panduan HACCP.
yang (untuk siapa produk √ √
mengkonsumsi ditujukan, umur
produk.
Informasi mengenai - Daya tahan/masa kadaluarsa
daya tahan / masa dijelaskan dalam panduan
kadaluarsa produk. HACCP. (terdapat kode

produksi, tanggal produksi,
tanggal kadaluarsa, kode line
kemasan produk).
Keterangan :
W*) : Wawancara 185
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Persyaratan Dasar Good Sebuah prosedur Pelaksanaan cara - Penerapan GMP sesuai
Manufacturing yang dilakukan untuk pengolahan pangan dengan Peraturan Menteri
Practices (GMP) menjamin atau makanan yang Perindustrian Republik
keselamatan produk baik secara Indonesia nomor 75/M-
pangan atau konsisten oleh IND/PER/7/2010 tentang √ √
makanan. perusahaan. Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik
(Good Manufacturing
Practices).
- Dokumentasi prosedur
standar terkait cara

pengolahan makanan yang
baik.
Sanitation Standard Prosedur untuk Pelaksanaan - Penerapan SSOP sesuai
Operating membantu kegiatan sanitasi dengan panduan SSOP
Procedure (SSOP) perusahaan dalam dalam produksi perusahaan yang mengacu √ √
mengembangkan dan secara konsisten pada Food and Drug
menerapkan oleh perusahaan. Administration USA.
pengawasan sanitasi, - Dokumentasi prosedur
dan memelihara standar terkait penerapan

kondisi praktik sanitasi dan hygiene.
sanitasi.
Penyusunan dan Suatu diagram yang Diagram berupa - Tersedia dokumentasi rincian
Verifikasi Bagan menggambarkan tahap-tahap yang seluruh proses produksi.
Alir tahap-tahap dilalui suatu produk

operational dalam dalam operasional
pengerjaan suatu produksi.
produk.
Keterangan :
W*) : Wawancara 186
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Penyusunan dan Suatu diagram yang Diagram berupa - Bahan yang diolah sesuai

Verifikasi Bagan menggambarkan tahap-tahap yang dengan formula.
Alir tahap-tahap dilalui suatu produk - Pengoprasian
operational dalam dalam operasional mesin/peralatan yang
pengerjaan suatu produksi. digunakan dalam produksi √ √
produk. dilakukan oleh karyawan
produksi.
- Pemantauan kondisi
lingkungan (waktu/suhu)
dalam proses produksi √ √
dilakukan oleh line leader.
- Tersedia gambaran jelas
mengenai titik masuk dan
bentuk keluaran dari proses √
produksi.
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya Penentuan potensial - Pengecekan oleh FSQ
merupakan proses bahaya mengenai kualitas bahan
pendataan seluruh (mikrobiologi, pangan sesuai standar mutu
jenis dan letak kimia, dan fisik) perusahaan.
bahaya potensial berdasarkan bahan
yang terjadi dalam pangan (bahan √
setiap proses baku, bahan
produksi. penolong, bahan
tambahan pangan
dan bahan
pengemas).

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan 187
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter
Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya Penentuan potensial - Penggunaan bahan pangan
merupakan proses bahaya yang dijelaskan kepada

pendataan seluruh (mikrobiologi, karyawan oleh Line Leader
jenis dan letak kimia, dan fisik) sebelum memulai produksi.
bahaya potensial berdasarkan bahan - Pendataan identifikasi
yang terjadi dalam pangan (bahan bahaya terhadap bahan

setiap proses baku, bahan pangan dilakukan oleh Tim
produksi. penolong, bahan HACCP.
tambahan pangan - Penentuan cara pencegahan
dan bahan oleh tim HACCP untuk
pengemas). mengurangi atau √
menghilangkan bahaya
terhadap bahan pangan.
- Pengawasan mutu bahan
pangan oleh tim HACCP
untuk mengidentifikasi √
bahaya yang timbul pada
proses produksi.
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya Penentuan potensial - Pengembangan metodologi
merupakan proses bahaya pengolahan dilakukan oleh
pendataan seluruh (mikrobiologi, tim HACCP yang dapat
jenis dan letak kimia, dan fisik) mengurangi kontaminasi.
bahaya potensial berdasarkan √
yang terjadi dalam metode/aktivitas/ko
setiap proses ndisi setiap tahapan
produksi. proses.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 188
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya Penentuan potensial - Pemantauan langkah dan
merupakan proses bahaya kriteria produksi dengan
pendataan seluruh (mikrobiologi, standar yang telah ditetapkan
jenis dan letak kimia, dan fisik) dilakukan oleh tim HACCP.
bahaya potensial berdasarkan √ √
yang terjadi dalam metode/aktivitas/ko
setiap proses ndisi setiap tahapan
produksi. proses.
Penentuan potensial - Pengecekan terhadap kondisi
bahaya mesin dan peralatan yang
(mikrobiologi, dapat menimbulkan
kimia, dan fisik) kontaminasi terhadap produk
berdasarkan mesin (permukaan tidak halus, √
dan peralatan setiap mudah mengelupas, berkarat,
tahapan proses. berlubang, terbuat dari bahan
beracun) dilakukan oleh tim
HACCP.
- Tersedia catatan terhadap
penyimpangan pengoprasian,
perawatan, pembersihan,
pemeliharaan mesin yang √
dapat menimbulkan
kontaminasi pada produk.
- Pengecekan terhadap tata
letak mesin dan peralatan

pada setiap proses produksi
dilakukan oleh tim HACCP.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 189
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)

Analisa Bahaya Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya Penentuan potensial - Pemantauan tim HACCP
merupakanproses bahaya terhadap karyawan
pendataan seluruh (mikrobiologi, melaksanakan instruksi kerja √
jenis dan letak kimia, dan fisik) yang telah ditetapkan
bahaya potensial berdasarkan perusahaan.
yang terjadi dalam karyawan - Pengendalian yang dilakukan
setiap proses (manpower) pada tim HACCP terhadap
produksi. setiap proses karyawan yang kurang sehat √
produksi. agar tidak menimbulkan
kontaminasi silang.
Penentuan potensial - Pengecekan tim HACCP
bahaya terhadap kondisi lingkungan
(mikrobiologi, pabrik, ruangan produksi,

kimia, dan fisik) ruang penyimpanan yang
berdasarkan bersih dan bebas dari sumber
infrastruktur pencemaran.
bangunan/lokasi, - Pengecekan tim HACCP
dan limbah. terhadap kondisi konstruksi
struktur ruangan (lantai,
langit-langit, dinding, dan

sebagainya) yang tidak
layak, tidak bersih, dan tidak
mudah untuk dilakukan
pembersihan.
- Pengecekan tim HACCP
terhadap pengelolaan limbah √
hasil produksi.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 190
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya Penentuan potensial - Pengecekan oleh tim
merupakanproses bahaya HACCP terhadap kemasan
pendataan seluruh (mikrobiologi, yang akan digunakan (mudah √
jenis dan letak kimia, dan fisik) penyok, sobek, mudah
bahaya potensial berdasarkan pecah).
yang terjadi dalam pengemasan, - Pemantauan oleh tim
setiap proses penyimpanan, dan HACCP terhadap cara
produksi. distribusi produk. penyimpanan produk yang √
dapat menimbulkan
bahaya/kontaminasi.
- Pengendalian masa simpan
dilakukan oleh tim HACCP
yang dapat mencegah √
munculnya bahaya dan
kontaminasi.
Tindakan Tindakan Kegiatan dan - Bahan yang datang dari
pencegahan bahaya pencegahan adalah aktivitas yang pemasok dicatat oleh tim
faktor-faktor, dibutuhkan untuk HACCP untuk memastikan √ √
tindakan dan menghilangkan dan bahwa telah memenuhi
kegiatan yang dapat memperkecil persyaratan perusahaan.
digunakan untuk bahaya hingga - Pengecekan oleh tim
mengendalikan suatu tingkat yang dapat HACCP terhadap kondisi
bahaya keamanan diterima. atau kualitas bahan dan
pangan yang telah produk akhir (penyebab √
diidentifikasi. bahaya) yang disesuaikan
dengan standar mutu
perusahaan.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 191
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Lembar Kerja Critical Control CCP merupakan Titik atau tahapan - Tim HACCP melakukan
Control Measure Point (CCP) / Titik suatu titik, tahap, produksi yang tindakan pencegahan
Kendali Kritis prosedur ketika dapat terhadap bahaya yang √
pengendalian dapat mengendalikan teridentifikasi pada proses
diterapkan dan bahaya keamanan produksi.
bahaya dapat pangan dan apabila - Terdapat pihak yang
dicegah, dihilangkan tidak dapat bertanggung jawab dalam
atau dikurangi dikendalikan akan menentukan dan √
hingga pada tahap menimbulkan risiko mendokumentasikan
yang dapat diterima. terhadap kesehatan. penentuan CCP.
Prosedur Prosedur pemantauan Prosedur - Penentuan oleh tim HACCP
Pemantauan Batas batas kritis pemantauan untuk terhadap objek yang akan √
Kritis Setiap CCP merupakan metode menjamin bahwa dimonitor atau dipantau.
pemeriksaan atau suatu prosedur - Penentuan oleh tim HACCP
pengamatan penanganan/proses terhadap tempat atau lokasi √
terjadwal terhadap pada titik kendali pemantauan.
efektivitas suatu kritis (CCP) - Penentuan oleh tim HACCP
proses untuk terkendali atau mengenai metode
mengendalikan CCP batas kritis tidak pemantauan (pengukuran
dan batas kritisnya. terlampaui. fisik, dan kimia, atau √
pengamatan sensori dan
visual) pada setiap batas
kritis.
- Penentuan oleh tim HACCP
mengenai jadwal dan

frekuensi pemantauan pada
setiap batas kritis.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi 192
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Lembar Kerja Prosedur Prosedur pemantauan Prosedur - Penentuan personel khusus
Control Measure Pemantauan Batas batas kritis pemantauan untuk untuk melakukan
Kritis Setiap CCP merupakan metode menjamin bahwa pemantauan pada setiap
pemeriksaan atau suatu prosedur batas kritis dan melakukan
pengamatan penanganan/proses pencatatan selama proses

terjadwal terhadap pada titik kendali pemantauan.
efektivitas suatu kritis (CCP)
proses untuk terkendali atau
mengendalikan CCP batas kritis tidak
dan batas kritisnya. terlampaui.
Tindakan Koreksi Tindakan koreksi Rencana tindak
merupakan tindakan lanjut ketika - Penentuan personel yang
yang harus diambil adanya bertanggung jawab untuk
berdasarkan hasil penyimpangan pada melaksanakan masing- √
monitoringterhadap CCP masing tindakan koreksi dan
CCP (batas kritis (penyimpangan dari melakukan pencatatan.
setiap CCP). Yang batas kritis suatu
mengindikasikan CCP/Proses
bahwa CCP terjadi berlangsung
penyimpangan dan melewati batas - Penentuan
tidak terkendali. kritis). tindakan/perlakuan khusus
terhadap produk yang √
dihasilkan dari proses yang
menyimpang.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
193
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter
Instrumen

W*) O*) D*)


Penyimpanan Sistem atau prosedur Proses - Pengesahan dokumen
Catatan yang dipakai untuk pengendalian HACCP oleh yang dibuat
menjamin bahwa dokumen yang perusahaan oleh Manager √ √
semua petunjuk, terkait dengan Plant.
standar, rujukan, dan program HACCP. - Tim HACCP melakukan
panduan yang dibuat identifikasi atau penomoran √
selalu mutakhir serta dokumen HACCP.
ditetapkan lokasi - Distribusi dokumen oleh tim
penyimpanannya. HACCP kepada seluruh √
karyawan.
- Perubahan atau perbaikan
dokumen dilakukan oleh tim √
HACCP.
- Pemusnahan dokumen usang
(tidak dibiarkan menumpuk
agar tidak terjadi kesalahan

terhadap pemahaman
dokumen HACCP yang
baru).
Prosedur Uraian metode yang Metode/kegiatan - Verifikasi terhadap
Verifikasi digunakan untuk pemeriksaan keseluruhan sistem HACCP
menentukan apakah efektivitas dan sesuai dengan panduan oleh
√ √
rencana HACCP kesesuaian tim HACCP.
yang dibuat telah pelaksanaan
berjalan efektif. HACCP.

Keterangan :
W*) : Wawancara 194
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Prosedur Uraian metode yang Metode/kegiatan - Prosedur verifikasi memiliki
Verifikasi digunakan untuk pemeriksaan personel sendiri (salah satu
menentukan apakah efektivitas dan tim HACCP) yang

rencana HACCP kesesuaian bertanggung jawab penuh
yang dibuat telah pelaksanaan dalam memeriksa semua
berjalan efektif. HACCP. kesesuaian sistem.
- Ketepatan diagram alir dan
tata letak dengan panduan
√ √
yang telah disusun oleh tim
HACCP.
- Pemantauan oleh tim
HACCP mengenai panduan
yang berhubungan dengan

persyaratan dasar dengan
faktual yang terjadi di
perusahaan.
- Tersedia dokumentasi
keluhan pelanggan terhadap
produk dan proses yang √
berhubungan dengan
keamanan pangan.
- Validasi batas kritis dan
peninjauan ulang terhadap

tindakan koreksi dilakukan
oleh tim HACCP.
- Pengambilan sampel secara
acak dan pengujian produk √
oleh tim HACCP.

Keterangan :
W*) : Wawancara 195
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Prosedur Uraian metode yang Metode/kegiatan - Peninjauan oleh tim HACCP
Verifikasi digunakan untuk pemeriksaan mengenai hasil rekaman

menentukan apakah efektivitas dan pemantauan CCP yang
rencana HACCP kesesuaian terdapat di panduan HACCP.
yang dibuat telah pelaksanaan - Terdapat audit internal dan
berjalan efektif. HACCP. eksternal terhadap

implementasi sistem
HACCP.
- Tersedia
catatan/dokumentasi hasil √
audit internal dan eksternal.
- Auditor internal berasal dari

seluruh tim HACCP.
Perubahan atau Cara pengendalian Aktivitas dan - Tersedia rekaman hasil
Revisi Dokumen dan pemutakhiran proses tindak lanjut audit internal dan
dokumen agar selalu atas √
pengaduan/saran dari
tercatat sehingga berlangsungnya konsumen.
dapat diketahui kegiatan perubahan
perubahannya. atau revisi
- Terdapat personel yang
bertanggung jawab atas
dokumen panduan √
sistem HACCP. semua kegiatan perubahan
panduan HACCP.
- Penerbitan ulang dan
distribusi dokumen baru √
untuk seluruh karyawan.
- Penarikan/pemusnahan
dokumen usang (tidak √
dibiarkan menumpuk).
Keterangan :
W*) : Wawancara 196
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Perubahan atau Cara pengendalian Aktivitas dan - Pengesahan panduan baru
Revisi Dokumen dan pemutakhiran proses tindak lanjut oleh manager plant √ √
dokumen agar selalu atas perusahaan.
tercatat sehingga berlangsungnya - Perubahan panduan telah
dapat diketahui kegiatan perubahan
disetujui manager plant
perubahannya. atau revisi
dan sesuai dengan hasil
dokumen panduan √
sistem HACCP. verifikasi sistem HACCP
yang dilakukan oleh tim
HACCP.

Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan

197

Anda mungkin juga menyukai