Anda di halaman 1dari 5

(Nis, dicek dulu ya ini masih ada beberapa tulisan warna merah ehehe gue rada

lupa soalnya itu proses nya kek mana makasih looh)


Proses blansing dilakukan selama 8 menit, pada suhu 85oC. Proses blansing
memiliki beberapa tujuan yaitu menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan yang
dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang merugikan, membersihkan produk dari
partikel-partikel / kotoran-kotoran yang melekat, mengurangi jumlah
mikroorganisme, menghilangkan udara yang terdapat dalam rongga-rongga
antarsel dalam jaringan bahan agar, dan melenturkan jaringan agar bahan mudah
dikemas (Asgar A, 2006). Proses retort juga memiliki tujuan yang hampir sama
dengan blansing, namun retort menggunakan suhu diatas 100oC atau tepatnya
121,1oC menggunakan autoclave. Proses termal dengan suhu diatas 100oC
bertujuan memusnahkan spora patogen dan pembusuk.
Produk pertama yang digunakan untuk proses termal yaitu wortel. Wortel
termasuk salah satu jenis sayuran yang mudah rusak karena setelah dipanen masih
melakukan respirasi. Di samping itu kerusakan dapat diakibatkan pula oleh proses
fisiologis dan faktor mekanis, kimiawi, dan mikrobiologi. Wortel mengandung
beta karoten yang merupakan salah satu unsur pokok dalam bahan pangan yang
mempunyai peranan sangat penting, yaitu memberikan kontribusi terhadap warna
bahan pangan (warna orange) dan juga nilai gizi sebagai provitamin A. Selama
proses termal, suhu tinggi dapat mempengaruhi kadar beta karoten pada wortel
(Histifarina D, 2004).
Pada praktikum proses termal, wortel dikupas lalu diamati warna, tekstur
dan aromanya. Berdasarkan hasil pengamatan, wortel sebelum melalui proses
termal memiliki warna oren, tekstur keras, dan aroma khas wortel. Setelah
dikupas dan diamati, wortel dicelupkan ke dalam larutan garam selama 10 menit.
Penambahan perendaman gula dan garam sebagai pre-treatment pada steam
blanching yang dapat mengurangi berat bahan. Larutan gula dan garam
merupakan osmosis yang memengaruhi perubahan berat, larutan osmosis dapat
menarik air dalam bahan sehingga berat bahan berkurang. Larutan ini juga sebagai
medium sterilisasi yang berfungsi sebagai media pemanas agar penetrasi panas
merata pada setiap sisi produk serta memberikan cita rasa dan juga sebagai
pengawet. Selanjutnya dilakukan 3 perlakuan proses termal pada wortel tersebut.
Pada perlakuan pertama, wortel di blansing menggunakan uap air dengan suhu
85oC selama 8 menit. Perlakuan kedua yaitu wortel dikemas menggunakan alufo
sedangkan perlakuan ketiga yaitu wortel dikemas menggunakan kemasan retort.
Untuk perlakuan kedua dan ketiga, wortel melalui tahapan proses termal dengan
perlakuan di retort menggunakan autoclave dengan suhu 121,1oC selama 15
menit.
Setelah melalui proses termal, wortel diangkat dan didiamkan dahulu
sampai suhu sedikit turun lalu diamati warna, tekstur dan aromanya. Berdasarkan
hasil pengamatan, wortel dengan ketiga perlakuan yang berbeda tersebut tidak
begitu berbeda. Hanya pada segi tekstur, wortel dengan perlakuan ketiga lebih
empuk dibandingkan dengan wortel dengan perlakuan pertama dan kedua. Hal
tersebut diduga karena penggunaan kemasan yang berbeda dari perlakuan kedua
dan ketiga. Pada perlakuan kedua, wortel hanya dikemas dengan menggunakan
alufo sehingga panas tidak terlalu merata, sedangkan pada perlakuan ketiga
dikemas dengan menggunakan kemasan retort. Kemasan retort merupakan
kemasan fleksibel terbuat dari laminasi aluminium foil dan polimer, tahan
terhadap proses sterilisasi, serta lebih kedap udara sehingga panas merata didalam
kemasan.
Dari segi aroma, wortel dengan ketiga perlakuan tersebut memiliki aroma
yang sama yaitu khas wortel rebus. Kemudian dari segi warna juga dari ketiga
perlakuan tersebut memiliki hasil yang sama yaitu oren pekat. Hal tersebut diduga
karena wortel merupakan produk pangan yang mengandung beta karoten. Beta
karoten merupakan salah satu unsur pokok dalam bahan pangan yang mempunyai
peranan sangat penting, yaitu memberikan kontribusi terhadap warna bahan
pangan (warna orange) dan juga nilai gizi sebagai provitamin A. Semakin tinggi
suhu pemanasan maka kadar beta karoten akan semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa pada suhu tinggi telah terjadi degradasi karoten. Degradasi
karoten yang terjadi selama pengolahan diakibatkan oleh proses oksidasi pada
suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten menjadi senyawa ionon berupa
keton. Selanjutnya senyawa karotenoid mudah teroksidasi terutama pada suhu
tinggi yang disebabkan oleh adanya sejumlah ikatan rangkap dalam struktur
molekulnya (Histifarina D, 2004).
Produk kedua yang digunakan untuk proses termal yaitu nanas. Nanas
dikupas lalu diamati warna, tekstur dan aromanya. Berdasarkan hasil pengamatan,
nanas sebelum melalui proses termal memiliki warna, tekstur dan aroma yang
berbeda-beda. Nanas dengan kode 1 berwarna kuning keputihan, memiliki tekstur
agak lunak dan memiliki aroma sangat menyengat. Nanas dengan kode 3
berwarna kuning, memiliki tekstur empuk renyah, dan memiliki aroma nanas
segar. Sedangkan nanas dengan kode 5 berwarna kuning, memiliki tekstur keras
dan beraroma khas nanas. Setelah dikupas dan diamati, nanas dicelupkan ke
dalam larutan gula selama 10 menit. Penambahan perendaman gula dan garam
sebagai pre-treatment pada steam blanching yang dapat mengurangi berat bahan.
Larutan gula dan garam merupakan osmosis yang memengaruhi perubahan berat,
larutan osmosis dapat menarik air dalam bahan sehingga berat bahan berkurang.
Selanjutnya dilakukan 3 perlakuan proses termal pada nanas tersebut. Pada
perlakuan pertama, nanas di blansing menggunakan uap air dengan suhu 85oC
selama 8 menit. Perlakuan kedua yaitu nanas dikemas menggunakan alufo
sedangkan perlakuan ketiga yaitu nanas dikemas menggunakan kemasan retort.
Untuk perlakuan kedua dan ketiga, nanas melalui tahapan proses termal dengan
perlakuan di retort menggunakan autoclave dengan suhu 121,1oC selama 15menit.
Setelah melalui proses termal, nanas diangkat dan didiamkan dahulu sampai
suhu sedikit turun lalu diamati warna, tekstur dan aromanya. Berdasarkan hasil
pengamatan, nanas dengan ketiga perlakuan yang berbeda tersebut tidak begitu
berbeda. Dari segi warna, semua nanas menjadi lebih kuning dari sebelum proses
termal. Dari segi tekstur, semua nanas menjadi lebih lunak atau lembut dari
sebelum proses termal. Dari segi aroma, nanas menjadi tidak begitu menyengat
dan menjadi wangi khas nanas rebus. Perubahan warna pada nanas setelah proses
termal dan sebelum proses termal diduga terjadi karena adanya oksidasi pada
kontak udara sekitar dan perlakuan blansing yang tertunda setelah pengupasan.
Pencegahan ini dapat dilakukan jika suhu blansing di atas 70°C sehingga dapat
menginaktivasikan enzim polifenol oksidase, akan tetapi jika proses blansing
terlalu lama dapat terjadi perubahan warna kecoklatan juga sehingga suhu dan
waktu harus diperhatikan dengan tepat.
SIMPULAN
Proses thermal memengaruhi mutu produk buah dan sayur. Proses thermal seperti
pada proses blanching pada wortel bertujuan untuk menginaktivasi enzim
lipooksidase dan pada nanas untuk menginaktivasi enzim polifenol oksidase
sehingga dapat memperpanjang daya simpan dan menjaga kualitas nanas serta
wortel tersbut juga dari segi keamanan pangan saat mengonsumsinya. Begitu pula
dengan proses retort dengan suhu 121,1°C selama 15 menit bertujuan
memusnahkan spora patogen dan pembusuk. Hal ini berpengaruh pada mutu
pangan tersebut dikonsumsi. Akan tetapi proses thermal yang dilakukan terlalu
lama dapat mendegradasi kandungan vitamin atau komponen lain yang terkadung
dalam nanas dan wortel sehingga titik kritis pada proses thermal yaitu pada
konsistensi suhu dan waktu pemanasan produk.

SARAN

Menyediakan alat yang memadai sehingga nanas dan wortel yang telah dikupas
tidak terlalu kontak langsung dengan udara lingkungan yang menyebabkan
oksidasi sebelum proses retort maupun blanching. Hal ini membuat hasil
praktikum kurang sesuai dengan literatur yang dipelajari karena terdapat
penundaan langkah kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA

Asgar A., Musaddad D. 2006. Optimalisasi cara, suhu, dan lama blansing
sebelum pengeringan pada wortel. Jurnal Hortikultura : 16(3).
Fardiaz, Srikandi, FG. Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
Gramedia
Histifarina, D., Musaddad, D., & Murtiningsih, E. 2004. Teknik pengeringan
dalam oven untuk irisan wortel kering bermutu. Jurnal Hortikultura, 14(2) :
107-112.
Kusuma, TS. 2012. Blansing. Malang: Universitas Brawijaya.
Pratiningsih, Y. 2009. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember : Universitas
Jember.

Anda mungkin juga menyukai