Kelompok F5
Abstrak
Pati adalah suatu jenis polisakarida yang terdiri atas campuran dua komponen yaitu amilosa
dan amilopektin dengan perbandingan 1:4. Pada Pati biasanya mengandung 15-30% amilosa
dengan 70-85% amilopektin. Dalam air panas, Amilosa bersifat larut sedangkan amilopektin
akan membentuk larutan dengan viskositas tinggi dan membentuk lapisan yang transparan.
Praktikum ini dilakukan agar dapat mengetahui kadar dan tahapan-tahapan penentuan serat
kasar, mengetahui cara menghitung kadar karbohidrat pada tepung putih telur dengan metode
carbohydrate by difference, serta membandingkan kadar karbohidrat hasil analisa tepung putih
telur dengan yang tercantum pada label dan standar yang ada. Pada praktikum ini, dilakukan
metode-metode untuk mengukur kadar karbohidrat pada sampel yaitu; penentuan kadar
karbohidrat dengan penghitungan kadar amilosa, penentuan kadar serat kasar yang terdiri dari
tiga tahapan berurutan yaitu defatting, digestion, dan filtration, dan uji berdasarkan perbedaan
(carbohydrate by difference), yaitu dengan menjumlahkan, kadar lain pada bahan pangan dan
dikurangkan dengan total berat makanan untuk menghitung lemak dari berat total. Hasil yang
didapat pada praktikum ini dapat dilihat bahwa, Hasil dari pengujian serat kasar seluruh
kelompok tidak sesuai dengan standar carbohydrate by difference USDA karena pada semua
kelompok mendapatkan hasil lebih dari 6,02 gram / 100 gram, Kadar serat kasar pada tepung
putih telur “Maoli” lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung “My Snack Hut” dan
Penambahan larutan iodine dapat bereaksi dengan amilosa, membentuk kompleks dan
menghasilkan warna biru pekat,Penentuan kadar serat kasar dibagi menjadi tiga tahapan :
defatting, digestion, dan filtration, Tahap defatting bertujuan untuk mengurangi kandungan
lemak pada sampel dan dapat meluruh bersama dengan pelarut lemak, Hasil akhir dari proses
defatting adalah kadar serat kasar murni, Tahap digestion bertujuan untuk melarutkan kadar
serat kasar dari komponen-komponen lain yang masih tertinggal pada residu tahap pertama,
Proses pelarutan dengan larutan asam (H2SO4) dan basa (NaOH), bertujuan karena pada serat
kasar masih terdapat gugus karboksil bebas dan kandungan asam amino yang merupakan
komponen dari protein Proses pelarutan bertujuan, Tahap terakhir yaitu filtration, residu yang
tertinggal dikertas saring akan dilakukan pencucian menggunakan alkohol 96% dan kemudian
dilakukan penyaringan, Pencucian bertujuan untuk memisahkan serat kasar dari komponen-
komponen lain yang belum larut saat pencucian dengan aquades panas dan memudahkan tahap
penyaringan, Tahap penyaringan bertujuan untuk memisahkan larutan asam dan basa dari
residu pada proses sebelumnya, Semakin lama jarak waktu antara proses filtrasi dengan proses
digestion akan menyebabkan kerusakan serat kasar yang telah diperoleh. Hasil dari pengujian
carbohydrate by difference seluruh kelompok tidak sesuai dengan standar yang digunakan
yaitu standar USDA.
1
tercantum dalam label produk dan pada Tahap terkahir adalah filtration. Tahap
standar yang ada. pertama adalah mencuci kertas saring
dengan alkohol 96% sebanyak 15 ml.
1.2. Prinsip Kerja Kertas saring dan residu kemudian
Pada praktikum ini dilakukan beberapa dimasukkan dalam cawan porselen dan
metode untuk menentukan kadar serat pada dikeringkan dalam oven selama 1 malam.
bahan pangan berupa tepung putih telur. Setelah itu, cawan dan kertas saring
Metode pertama adalah penentuan kadar dimasukkan dalam desikator.
karbohidrat dengan penghitungan kadar Metode terkakhir adalah menentukan
amilosa yang ada, Masing-masing sampel karbohidrat dalam makanan dengan
seberat 100 gram dan ditambahkan dengan berdasarkan perbedaan (carbohydrate by
1 ml etanol 96% dan 9 mL NaOH 1 M. difference), yaitu dengan menjumlahkan,
Sampel dipanaskan selama 10 menit kadar lain pada bahan pangan dan
dengan air mendidih untuk membuat gel dikurangkan dengan total berat makanan
pati. Sampel lalu didingikan dan untuk menghitung lemak dari berat total.
dipindahkan ke labu volumetrik dan
volumenya dibuat hingga 100 mL dengan 2. HASIL PENGAMATAN
air. Kemudian, 1 mL asam asetat 1 N dan 2
mL larutan iodine ditambahkan. Campuran Dari tabel hasil pengamatan penentuan
dicampur dengan air hingga 100 mL (tanda kadar amilosa diketahui bahwa sampel
tera) dan dikocok kemudian didiamkan yang dipakai adalah sampel tepung putih
selama 10 menit. Intensitas warna yang
telur dari dua merk. Kelompok F1 sampai
terbentuk diukur dengan metode alat
spektrofotometri menggunakan panjang F3 menggunakan sampel tepung putih
gelombang pada 625 nm. Kadar amilosa telur “My Snack Hut” dan kelompok F4
yang dihitung dengan menggunakan sampai F6 menggunakan sampel tepung
persamaan yang diperoleh dari kurva putih telur “Maoli”. Rata – rata konsentrasi
standar telah dibuat. amilosa pada tepung putih telur “Maoli”
Tahap kedua adalah penentuan kadar serat lebih tinggi daripada konsentrasi amilosa
kasar. Tahapan ini dibagi menjadi tiga
pada tepung putih telur “My Snack Hut”
bagian yang berurutan, yaitu defatting,
digestion, dan filtration. Sampel yan yaitu kelompok F4 mendapatkan hasil
digunakan adalah sampel yang telah konsentrasi amilosa sebesar 2416 ppm
dilakukan defatting pada pengujian dengan nilai absorbansi 0,0163; kelompok
sebelum ini karena sampel tersebut telah F5 mendapatkan hasil konsentrasi amilosa
dihilangkan kandungan lemaknya dan juga sebesar 2562 ppm dengan nilai absorbansi
dikeringkan. Tahap pertama adalah 0,0225; dan kelompok F6 mendapatkan
defatting dengan tujuan untuk
hasil konsentrasi amilosa sebesar 2331,4
menghilangkan kandungan lemak dalam
sampel dengan menggunakan pelarut ppm dengan nilai absorbansi 0,0127.
lemak. Sedangkan pada sampel tepung putih telur
Tahap berikutnya adalah digestion dengan “My Snack Hut” kelompok F1
menggunakan pelarut asam dan basa. mendapatkan hasil konsentrasi amilosa
Pertama-tama sampel dilarutkan secara sebesar 2210 ppm dengan nilai absorbansi
asam denga penambahan 200 ml larutan
0,0075; kelompok F2 mendapatkan hasil
H2SO4 0,25 N dan juga 5 tetes antifoam ke
dalam sampel, kemudian larutan tersebut konsentrasi amilosa sebesar 2235,4 ppm
dididihkan. Selanjutnya ditambahkan dengan nilai absorbansi 0,0086; dan
NaOH yang bersifat basa dan juga 5 tetes kelompok F3 mendapatkan kadar amilosa
antifoam. Sampel lalu didihkan lagi. sebesar 2339,4 ppm dengan nilai
2
absorbansi 0,0173. Pada tabel analisis serat pertanda adanya karbohidrat dalam bahan
kasar didapatkan hasil bahwa kadar serat (Godghate et al., 2013). Sedangkan H2SO4
kasar sampel tepung putih telur beragam 0,25 N dan 5 tetes antifoam yang
ditambahkan berfungsi untuk
dan ada beberapa kelompok yang memiliki
menghilangkan yang residu larut basa.
perbedaan hasil yang signifikan. Dengan Selanjutnya adalah penambahan NaOH.
berat sampel awal sebesar 1 gram, Penambahan larutan ini adalah untuk
dihasilkan kadar serat kasar pada mengambil ekstrak serat yang tersisa dalam
kelompok F6 yang menggunakan tepung kertas saring. Alkohol tidak dapat larut
putih telur “Maoli” sebesar 5,02% yang dalam aquades (Arpah, 1993), oleh karena
sangat berbeda dengan kelompok F4 dan itu pencucian residu dilakukan dengan
alkohol.
F5 yang menghasilkan nilai kadar serat
Penentuan yang kedua adalah penentuan
kasar sebesaar 10,6% dan 16,1%. kadar serat kasar, terdapat tiga tahapan,
Sedangkan pada sampel tepung putih telur yaitu defatting, digestion, dan filtration.
“My Snack Hut” tidak memiliki perbedaan Tahapan pertama adalah defatting.
yang signifikan yaitu sebesar 9,72% untuk Defatting bertujuan agar kandungan lemak
kelompok F1; 7,7% untuk kelompok F2; pada sampel dapat meluruh bersama
dan 15,4% untuk kelompok F3. Dari tabel dengan pelarut lemak. Lemak dihilangkan
terlebih dahulu, agar lebih mudah
kadar Carbohydrate by Difference
mendapatkan kadar serat murni (Winarno et
didapatkan hasil bahwa kadar karbohidrat al., 1980). Dalam buku karya Anik (2010),
terendah dihasilkan oleh kelompok F4 sampel yang digunakan dalam proses
yang menggunakan sampel tepung putih penentuan serat kasar harus rendah lemah
telur “Maoli” yaitu sebesar 23,24% tetapi (tidak lebih dari 10%), partikel yang kecil,
tidak berbeda terlalu nyata dengan dan kering. Pada praktikum kali ini sampel
yang digunakan adalah sampel bekas
kelompok F2 dengan sampel tepung putih
analisa kadar lemak, karena sampel bekas
telur “My Snack Hut” sebesar 24,55%. analisa lemak telah hilangan kandungan
Sedangkan pada kelompok lainnya tidak lemaknya dan sudah melalui proses
menghasilkan perbedaan yang signifikan. pengeringan serta pengecilan ukuran
Pada kelompok F1 menghasilkan kadar menjadi berbentuk bubuk sehingga sesuai
karbohidrat 31,77%; kelompok F3 dengan teori yang dikemukakan oleh Anik,
menghasilkan kadar karbohidrat sebesar 2010.
28,07%; kelompok F5 menghasilkan kadar
Tahap kedua adalah digestion. Pada tahap
karbohidrat sebesar 35,57%; dan pada ini dilakukan pelarutan dengan larutan
kelompok F6 menghasilkan kadar asam dan basa (Winarno et al., 1980).
karbohidrat sebesar 29,41%. Menurut buku karya Sudarmadji et al.
(1996), pelarutan pada tahap digestion
3. PEMBAHASAN biasanya menggunakan H2SO4 dan NaOH.
Langkah pertama tahap ini adalah pelarutan
Pada penentuan pertama yaitu penentuan dengan asam, yaitu sampel dimasukkan ke
kadar amilosa, ditambahkan larutan alkohol dalam erlenemyer, ditambahkan 200 ml
96% dan NaOH 1 N yang digunakan untuk larutan H2SO4 0,25 N dan 5 tetes antifoam
pemebentukan gel. Larutan iod yang ke dalam sampel. Kemudian larutan sampel
kemudian ditambahkan adalah agar dapat dididihkan selama 30 menit diatas hot plate.
membentuk warna biru pekat karena Hasil akhir langkah pertama ini merupakan
amilosa yang bereaksi dengan senyawa kadar serat kasar murni (Winarno, 1997).
iodin. Warna biru yang terbentuk adalah Penambahan H2SO4 karena larutan tersebut
3
merupakan golongan asam kuat yang Dalam tahapan digestion, pelarut yang
memiliki sifat dapat menghidrolisis suatu digunakan harus sama dan juga jumlah
komponen, namun komponen yang tidak yang digunakan sebanding. Hal ini
dapat dihidrolisis akan menjadi residu dan bertujuan untuk menghasilkan angka nol
tertahan di kertas saring. Pelarutan pada muatan. Jika pelarut yang digunakan
kemudian dilanjutkan dengan pelarutan berbeda serta jumlahnya akan berpengaruh
residu dari hasil langkah pertama, residu pada hasil perhitungan. Proses pelarutan
akan dilarutkan menggunakan pelarut yang bertujuan karena pada serat kasar masih
bersifat basa yaitu NaOH serta terdapat gugus karboksil bebas dan
ditambahkan 5 tetes antifoam, lalu kandungan asam amino yang merupakan
didihkan. Berdasarkan teori Gaman & komponen dari protein. Adanya kandungan
Sherrington (1994), penambahan NaOH protein yang perlu dihilangkan maka diberi
setelah pelarutan asam dan pencucian H2SO4 0,25 N ke dalam sampel sehingga
dengan aquades panas bertujuan untuk gugus amino akan bereaksi terhadap
melanjutkan ekstraksi serat pada residu, senyawa Hidrogen dan membuat
melarutkan kandungan pati yang tidak larut komponen protein menjadi sama-sama
terhadap asam pada residu, dan positif dan molekul protein akan berpindah
menetralkan apabila masih ada kandungan ke katoda pada kondisi elektrolisis. Selain
asam. itu, juga ditambahkan larutan NaOH 0,25 N
Penambahan antifoam bertujuan untuk yang mengakibatkan molekul protein
mengurangi gelembung yang terbentuk menjadi negatif dan bergerak ke anoda
pada saat pemanasan hingga suhu tinggi dalam kondisi elektrolisis (Winarno, 1997).
sehingga endapan dapat disaring dengan Tahap ketiga adalah filtration. Pada tahap
mudah (Winarno, 1997). Menurut filtration, residu yang tertinggal dikertas
Sudarmadji et al. (1996), larutan yang saring akan dilakukan pencucian
ditambahkan yang berasifat asam atau basa menggunakan alkohol 96% sebanyak 15
dan antifoam kemudian dididihkan agar ml. Menurut Ahmed et al. (2005),
memperoleh kadar serat kasar, pada pencucian juga dapat dilakukan dengan
pemanasan juga harus dilakukan dalam menggunakan etanol 78% dan 95%. Jika
kondisi tertutup dan pada suhu terkontrol sampel memiliki jumlah serat sedikit,
hingga mendidih dengan pengaruh dari luar residu yang terbentuk pada kertas saring
seminim mungkin. Kemudian larutan juga sedikit. Pencucian bertujuan untuk
disaring dan dicuci dengan aquades panas, memisahkan serat kasar dari komponen-
yang membuat senyawa larut asam meluruh komponen lain yang belum larut saat
dan menembus kertas saring dan residu pencucian dengan aquades panas. Selain
yang tertahan disaring kembali dengan itu, pencucian bertujuan untuk
aquades panas. Tujuan dari pencucian memaksimalkan dan memudahkan dalam
dengan aquades panas adalah untuk penyaringan (Winarno et al., 1980). Serat
melarutkan senyawa yang lain yang masih kasar mempunyai sifat yang sulit larut
menempel di kertas saring, tetapi serat dalam alkohol sehingga pembilasan dengan
kasar tidak akan larut karena serat kasar alkohol agar zat-zat yang memiliki sifat
tidak larut pada air (Gaman & Sherrington, tidak larut dengan air (aquades) tidak
1994). Penggunaan aquades panas saat menempel dengan serat kasar (Meyer,
mencuci bertujuan agar suhu tetap terjaga. 2003). Tahap penyaringan bertujuan untuk
Selama proses ini kertas saring yang memisahkan larutan asam dan basa dari
digunakan harus sudah melewati proses residu pada proses sebelumnya. Semakin
oven, yang bertujuan untuk menghilangkan lama jarak waktu antara proses filtrasi
senyawa lain seperti kadar air yang dapat dengan proses digestion akan menyebabkan
berpengaruh pada hasil akhir (Sudarmadji kerusakan pada serat kasar yang dihasilkan.
et al., 1989). Kerusakan serat kasar merupakan efek
4
samping dari bahan kimia yang digunakan Berat serat kasar = (berat kertas saring +
yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida residu) – berat kertas saring kosong
(Sudarmadji et al., 1996). Residu yang
sudah dicuci mengandung sekitar 97% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% seratkasar = × 100 %
selulosa dan lignin. Kertas saring dan residu 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
5
gram / 100 gram atau 6,02%. Jika melihat seperti; Spectroscopi, Nuclear Magnetic
pada laporan hasil uji praktikum Resonance (NMR), Mass Spectrometry
(terlampir), dapat dilihat bahwa semua (MS), High-Performance Liquid
produk secara signifikan jauh lebih besar Chromatography (HPLC) dan Gas
dari standar. chromatography (GC) (Herrero &
Namun perlu diperhatikan bahwa juga Cifuentes, 2011). Diantara teknik-teknik
beberapa data memperlihatkan selisih data diatas, salah satu yang paling sering
yang relatif besar diantara kedua produk digunakan adalah metode HPLC. Metode
yang serupa. Dapat dilihat pada semua ini meskipun tidak seakurat GC,
kelompok menghasilkan angka hasil namundapat memberikan hasil yang lebih
analisis yang terpaut cukup jauh satu sama cepat, dan tidak membutuhkan sampel yang
lain. Hal ini dapat terjadi karena oleh telah di derivatisasi. Mode HPLC yang
beberapa kesalahan oleh praktikan. paling banyak digunakan untuk
Kesalahan yang dapat terjadi diantara lain menganalisis karbohidrat adalah Ion-
misalnya saat penimbangan sampel, dan exchange chromatography, size exclusion
penakaran jumlah cairan yang digunakan chromatography dan kromatografi Partisi.
dalam uji. Ion-exchange chromatography dapat
Selain metode-metode pada praktikum ini, diterapkan dengan menggunakan resin
terdapat beberapa teknik lain untuk penukar anionik dan kationik. Khususnya,
menganalisa kadar karbohidrat suatu bahan. high performance anion exchange
Salah satu metode umum untuk pengujian chromatography (HPAEC) telah terbukti
kadar karbohidrat dalam bahan pangan sangat sukses dalam analisis karbohidrat
adalah dengan metode detergen (Mursalina dalam bahan pangan (Cataldi et al., 2000).
et al., 2012). Metode ini menghitung kadar
dengan menggunakan Neutral Detergent
Fiber (NDF) yang dapat mendeteksi lignin
hemiselulosa, dan selulosa (Van Soest et
al., 1991). Metode NDF menggunakan
detergen netral yang dapat melarutkan
pectin, protein, gula, dan lipid; dan
menyisakan kadar serat kasar yang
selanjutnya dapat dianalisis lebih lanjut.
Analisa lebih lanjut yang dapat dilakukan
adalah dengan analisa acid detergent fiber
atau ADF (Caballero et al., 2003). ADF
mengandung selulosa, lignin, dan insoluble
ash. Kadar hemiselulosa selanjutnya dapat
diketahui dengan menghitung perbedaan
ADF dan NDF yang telah dianalisis. Kadar
Amilopektin realtif dapat didapatkan
dengan perhitungan selisih pati dan amilosa
(Rahmawati et al., 2012).
Teknik lain dalam analisa serat dalam
bahan pangan lain dapat berupa metode
4. KESIMPULAN
6
Kadar serat kasar pada tepung putih bebas dan kandungan asam amino
telur “Maoli” lebih tinggi jika
yang merupakan komponen dari
dibandingkan dengan tepung “My
Snack Hut” protein Proses pelarutan bertujuan
Penambahan larutan iodine dapat Tahap terakhir yaitu filtration,
bereaksi dengan amilosa,
membentuk kompleks dan residu yang tertinggal dikertas
menghasilkan warna biru pekat
saring akan dilakukan pencucian
Penentuan kadar serat kasar dibagi
menggunakan alkohol 96% dan
menjadi tiga tahapan : defatting,
kemudian dilakukan penyaringan.
digestion, dan filtration.
Pencucian bertujuan untuk
Tahap defatting bertujuan untuk
memisahkan serat kasar dari
mengurangi kandungan lemak pada
komponen-komponen lain yang
sampel dan dapat meluruh bersama
belum larut saat pencucian dengan
dengan pelarut lemak.
aquades panas dan memudahkan
Hasil akhir dari proses defatting
tahap penyaringan.
adalah kadar serat kasar murni.
Tahap penyaringan bertujuan untuk
Tahap digestion bertujuan untuk
memisahkan larutan asam dan basa
melarutkan kadar serat kasar dari
dari residu pada proses sebelumnya.
komponen-komponen lain yang
Semakin lama jarak waktu antara
masih tertinggal pada residu tahap
proses filtrasi dengan proses
pertama.
digestion akan menyebabkan
Proses pelarutan dengan larutan
kerusakan serat kasar yang telah
asam (H2SO4) dan basa (NaOH),
diperoleh.
bertujuan karena pada serat kasar
masih terdapat gugus karboksil
7
5. DAFTAR PUSTAKA journal of analytical
chemistry, 368(8), 739-758.
Amin, M.N., M.M. Rahman, K.W. Gaman, P.M. dan K.B Sherrington. (1994).
Rahman, R. Ahmed, M. S. Ilmu Pangan Pengantar
Hossain, and M. B. Ahmed. Ilmu Pangan
(2005). Large Scael Plant In Nutrisi dan Mikrobiologi.
Vitro From Leaft Derived Yogyakarta: UGM Press.
Callus of Pineapple (Ananas Godghate, A., Sawant, R., & Sutar, A.
comosus (L) Merr.cv. Galant (2012). Phytochemical
Kew), Internasional Journal analysis of ethanolic extract
of Botany I (2) : 128-132 of roots of carrisa carandus
Anik, Herminingsih. (2010). Manfaat Serat linn. rasayan J. Chem, 5(4),
dalam Menu Makanan. 456-459.
Jakarta: Universitas Mercu Herrero, M., & Cifuentes, A. (2011). 7
Buana Press. Advanced Analysis of.
Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Methods of Analysis of
Pangan. Tarsito. Bandung. Food Components and
BSN. (1996). Standar Tepung Putih Telur Additives, 135.
(SNI 01-4323-1996). Badan Istanti I. (2005). Pengaruh Lama
Standarisasi Nasional, Penyimpanan terhadap
Jakarta. Karakteristik Kerupuk Ikan
Caballero, B., Trugo, L. C., & Finglas, P. SapuSapu (Hyposarcus
M. (2003). Encyclopedia of pardalis). Skripsi. Program
food sciences and nutrition. Studi Teknologi Hasil
Amsterdam: Academic Perikanan. Fakultas
press. Perikanan. Institut Pertanian
Cataldi, T. R., Campa, C., & De Benedetto, Bogor. Bogor
G. E. (2000). Carbohydrate Meyer, L.H. (2003). Food Chemistry. New
analysis by high- York : Textbook Publisher.
performance anion- Mursalina, M., Sinaga, S. M., & Silalahi, J.
exchange chromatography (2012). Penetapan kadar
with pulsed amperometric serat tak larut pada makanan
detection: the potential is keripik simulasi (measuring
still growing. Fresenius' concentration of insoluble
8
fiber in simulation crispy
chips). Journal of Natural
Product and
Pharmaceutical Chemistry,
1(1).
Rahmawati, W., Kusumastuti, Y. A., & Ar
yanti, N. (2012). Karakteris
asi pati talas (Colocasia esc
ulenta (L.) schott) sebagai al
ternatif sumber pati industri
di Indonesia.
Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri, 1(1), 347-351.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi,
(1989). Prosedur Analisa
untuk Bahan
Makanan. Yogyakarta:
Penerbit Liberty.
Sudarmadji. S., Haryono, B., dan Suhardi.
(1996). Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
U.S. Department of Agriculture,
Agricultural Research
Service. (2019). USDA
National Nutrient Database
for Standard Reference.
https://fdc.nal.usda.gov/fdc-
app.html#/food-
details/323793/nutrients.
Van Soest, P. V., Robertson, J. B., & Lewis,
B. A. (1991). Methods for
dietary fiber, neutral
detergent fiber, and
nonstarch polysaccharides
in relation to animal
nutrition. Journal of dairy
science, 74(10), 3583-3597.
Winarno FG. (1982). Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Gamedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz.
(1980). Pengantar
Teknologi Pangan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
9
6. LAMPIRAN
6.1.1. Tabel 1. Kadar Amilosa pada Sampel Tepung Putih Telur My Snack Hut dan
Maoli
Kurva Standar
0.025 0.0225
0.02 0.0173
0.0163
Absorbansi
0.015 0.0127
0.005
0
1.08 1.1 1.12 1.14 1.16 1.18 1.2 1.22 1.24 1.26 1.28 1.3
Konsentrasi
6.1.2. Tabel 2. Kadar Serat Kasar Sampel Tepung Putih Telur My Snack Hut dan
Maoli
Kel Bahan Berat Berat Kertas Berat Kertas Berat Kadar Serat
. Awal (g) Saring Kosong Saring + Serat Kasar (%)
(g) Residu (g) Kasar (g)
F1 Tepung putih telur My 1 0,902 0,776 0,126 9,72%
Snack Hut
F2 Tepung putih telur My 1 0,781 0,858 0,077 7,7%
Snack Hut
F3 Tepung putih telur My 1 0,777 0,931 0,154 15,4%
Snack Hut
F4 Tepung putih telur Maoli 1 0,775 0,881 0,106 10,6%
F5 Tepung putih telur Maoli 1 0,767 0,928 0,161 16,1%
10
F6 Tepung putih telur Maoli 1 0,797 0,856 0,059 5,02%
F4 Tepung putih telur Maoli 5,72% 6,5% 63,04% 1,5% 10,6% 23,24%
F5 Tepung putih telur Maoli 4,70% 6,30% 50,44% 2,99% 16,1% 35,57%
F6 Tepung putih telur Maoli 2,22% 4,80% 11,91% 14% 5,02% 29,41%
11
12
6.3. Foto Kemasan
6.5 Jurnal
13