Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIKA SOEGIJAPRANATA


SEMARANG
PENGUKURAN KADAR KARBOHIDRAT

Kelompok F5

Abstrak

Pati adalah suatu jenis polisakarida yang terdiri atas campuran dua komponen yaitu amilosa
dan amilopektin dengan perbandingan 1:4. Pada Pati biasanya mengandung 15-30% amilosa
dengan 70-85% amilopektin. Dalam air panas, Amilosa bersifat larut sedangkan amilopektin
akan membentuk larutan dengan viskositas tinggi dan membentuk lapisan yang transparan.
Praktikum ini dilakukan agar dapat mengetahui kadar dan tahapan-tahapan penentuan serat
kasar, mengetahui cara menghitung kadar karbohidrat pada tepung putih telur dengan metode
carbohydrate by difference, serta membandingkan kadar karbohidrat hasil analisa tepung putih
telur dengan yang tercantum pada label dan standar yang ada. Pada praktikum ini, dilakukan
metode-metode untuk mengukur kadar karbohidrat pada sampel yaitu; penentuan kadar
karbohidrat dengan penghitungan kadar amilosa, penentuan kadar serat kasar yang terdiri dari
tiga tahapan berurutan yaitu defatting, digestion, dan filtration, dan uji berdasarkan perbedaan
(carbohydrate by difference), yaitu dengan menjumlahkan, kadar lain pada bahan pangan dan
dikurangkan dengan total berat makanan untuk menghitung lemak dari berat total. Hasil yang
didapat pada praktikum ini dapat dilihat bahwa, Hasil dari pengujian serat kasar seluruh
kelompok tidak sesuai dengan standar carbohydrate by difference USDA karena pada semua
kelompok mendapatkan hasil lebih dari 6,02 gram / 100 gram, Kadar serat kasar pada tepung
putih telur “Maoli” lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung “My Snack Hut” dan
Penambahan larutan iodine dapat bereaksi dengan amilosa, membentuk kompleks dan
menghasilkan warna biru pekat,Penentuan kadar serat kasar dibagi menjadi tiga tahapan :
defatting, digestion, dan filtration, Tahap defatting bertujuan untuk mengurangi kandungan
lemak pada sampel dan dapat meluruh bersama dengan pelarut lemak, Hasil akhir dari proses
defatting adalah kadar serat kasar murni, Tahap digestion bertujuan untuk melarutkan kadar
serat kasar dari komponen-komponen lain yang masih tertinggal pada residu tahap pertama,
Proses pelarutan dengan larutan asam (H2SO4) dan basa (NaOH), bertujuan karena pada serat
kasar masih terdapat gugus karboksil bebas dan kandungan asam amino yang merupakan
komponen dari protein Proses pelarutan bertujuan, Tahap terakhir yaitu filtration, residu yang
tertinggal dikertas saring akan dilakukan pencucian menggunakan alkohol 96% dan kemudian
dilakukan penyaringan, Pencucian bertujuan untuk memisahkan serat kasar dari komponen-
komponen lain yang belum larut saat pencucian dengan aquades panas dan memudahkan tahap
penyaringan, Tahap penyaringan bertujuan untuk memisahkan larutan asam dan basa dari
residu pada proses sebelumnya, Semakin lama jarak waktu antara proses filtrasi dengan proses
digestion akan menyebabkan kerusakan serat kasar yang telah diperoleh. Hasil dari pengujian
carbohydrate by difference seluruh kelompok tidak sesuai dengan standar yang digunakan
yaitu standar USDA.

Kata kunci : Karbohidrat, Amilosa, Amilopektin, Serat, Tepung, Putih Telur

1. PENDAHULUAN penentuan serat kasar, untuk mengetahui


cara menghitung kadar karbohidrat dengan
1.1. Tujuan Praktikum metode carbohydrate by difference, serta
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk untuk membandingkan kadar karbohidrat
mengetahui kadar dan tahapan-tahapan hasil analisa praktikum dengan yang

1
tercantum dalam label produk dan pada Tahap terkahir adalah filtration. Tahap
standar yang ada. pertama adalah mencuci kertas saring
dengan alkohol 96% sebanyak 15 ml.
1.2. Prinsip Kerja Kertas saring dan residu kemudian
Pada praktikum ini dilakukan beberapa dimasukkan dalam cawan porselen dan
metode untuk menentukan kadar serat pada dikeringkan dalam oven selama 1 malam.
bahan pangan berupa tepung putih telur. Setelah itu, cawan dan kertas saring
Metode pertama adalah penentuan kadar dimasukkan dalam desikator.
karbohidrat dengan penghitungan kadar Metode terkakhir adalah menentukan
amilosa yang ada, Masing-masing sampel karbohidrat dalam makanan dengan
seberat 100 gram dan ditambahkan dengan berdasarkan perbedaan (carbohydrate by
1 ml etanol 96% dan 9 mL NaOH 1 M. difference), yaitu dengan menjumlahkan,
Sampel dipanaskan selama 10 menit kadar lain pada bahan pangan dan
dengan air mendidih untuk membuat gel dikurangkan dengan total berat makanan
pati. Sampel lalu didingikan dan untuk menghitung lemak dari berat total.
dipindahkan ke labu volumetrik dan
volumenya dibuat hingga 100 mL dengan 2. HASIL PENGAMATAN
air. Kemudian, 1 mL asam asetat 1 N dan 2
mL larutan iodine ditambahkan. Campuran Dari tabel hasil pengamatan penentuan
dicampur dengan air hingga 100 mL (tanda kadar amilosa diketahui bahwa sampel
tera) dan dikocok kemudian didiamkan yang dipakai adalah sampel tepung putih
selama 10 menit. Intensitas warna yang
telur dari dua merk. Kelompok F1 sampai
terbentuk diukur dengan metode alat
spektrofotometri menggunakan panjang F3 menggunakan sampel tepung putih
gelombang pada 625 nm. Kadar amilosa telur “My Snack Hut” dan kelompok F4
yang dihitung dengan menggunakan sampai F6 menggunakan sampel tepung
persamaan yang diperoleh dari kurva putih telur “Maoli”. Rata – rata konsentrasi
standar telah dibuat. amilosa pada tepung putih telur “Maoli”
Tahap kedua adalah penentuan kadar serat lebih tinggi daripada konsentrasi amilosa
kasar. Tahapan ini dibagi menjadi tiga
pada tepung putih telur “My Snack Hut”
bagian yang berurutan, yaitu defatting,
digestion, dan filtration. Sampel yan yaitu kelompok F4 mendapatkan hasil
digunakan adalah sampel yang telah konsentrasi amilosa sebesar 2416 ppm
dilakukan defatting pada pengujian dengan nilai absorbansi 0,0163; kelompok
sebelum ini karena sampel tersebut telah F5 mendapatkan hasil konsentrasi amilosa
dihilangkan kandungan lemaknya dan juga sebesar 2562 ppm dengan nilai absorbansi
dikeringkan. Tahap pertama adalah 0,0225; dan kelompok F6 mendapatkan
defatting dengan tujuan untuk
hasil konsentrasi amilosa sebesar 2331,4
menghilangkan kandungan lemak dalam
sampel dengan menggunakan pelarut ppm dengan nilai absorbansi 0,0127.
lemak. Sedangkan pada sampel tepung putih telur
Tahap berikutnya adalah digestion dengan “My Snack Hut” kelompok F1
menggunakan pelarut asam dan basa. mendapatkan hasil konsentrasi amilosa
Pertama-tama sampel dilarutkan secara sebesar 2210 ppm dengan nilai absorbansi
asam denga penambahan 200 ml larutan
0,0075; kelompok F2 mendapatkan hasil
H2SO4 0,25 N dan juga 5 tetes antifoam ke
dalam sampel, kemudian larutan tersebut konsentrasi amilosa sebesar 2235,4 ppm
dididihkan. Selanjutnya ditambahkan dengan nilai absorbansi 0,0086; dan
NaOH yang bersifat basa dan juga 5 tetes kelompok F3 mendapatkan kadar amilosa
antifoam. Sampel lalu didihkan lagi. sebesar 2339,4 ppm dengan nilai

2
absorbansi 0,0173. Pada tabel analisis serat pertanda adanya karbohidrat dalam bahan
kasar didapatkan hasil bahwa kadar serat (Godghate et al., 2013). Sedangkan H2SO4
kasar sampel tepung putih telur beragam 0,25 N dan 5 tetes antifoam yang
ditambahkan berfungsi untuk
dan ada beberapa kelompok yang memiliki
menghilangkan yang residu larut basa.
perbedaan hasil yang signifikan. Dengan Selanjutnya adalah penambahan NaOH.
berat sampel awal sebesar 1 gram, Penambahan larutan ini adalah untuk
dihasilkan kadar serat kasar pada mengambil ekstrak serat yang tersisa dalam
kelompok F6 yang menggunakan tepung kertas saring. Alkohol tidak dapat larut
putih telur “Maoli” sebesar 5,02% yang dalam aquades (Arpah, 1993), oleh karena
sangat berbeda dengan kelompok F4 dan itu pencucian residu dilakukan dengan
alkohol.
F5 yang menghasilkan nilai kadar serat
Penentuan yang kedua adalah penentuan
kasar sebesaar 10,6% dan 16,1%. kadar serat kasar, terdapat tiga tahapan,
Sedangkan pada sampel tepung putih telur yaitu defatting, digestion, dan filtration.
“My Snack Hut” tidak memiliki perbedaan Tahapan pertama adalah defatting.
yang signifikan yaitu sebesar 9,72% untuk Defatting bertujuan agar kandungan lemak
kelompok F1; 7,7% untuk kelompok F2; pada sampel dapat meluruh bersama
dan 15,4% untuk kelompok F3. Dari tabel dengan pelarut lemak. Lemak dihilangkan
terlebih dahulu, agar lebih mudah
kadar Carbohydrate by Difference
mendapatkan kadar serat murni (Winarno et
didapatkan hasil bahwa kadar karbohidrat al., 1980). Dalam buku karya Anik (2010),
terendah dihasilkan oleh kelompok F4 sampel yang digunakan dalam proses
yang menggunakan sampel tepung putih penentuan serat kasar harus rendah lemah
telur “Maoli” yaitu sebesar 23,24% tetapi (tidak lebih dari 10%), partikel yang kecil,
tidak berbeda terlalu nyata dengan dan kering. Pada praktikum kali ini sampel
yang digunakan adalah sampel bekas
kelompok F2 dengan sampel tepung putih
analisa kadar lemak, karena sampel bekas
telur “My Snack Hut” sebesar 24,55%. analisa lemak telah hilangan kandungan
Sedangkan pada kelompok lainnya tidak lemaknya dan sudah melalui proses
menghasilkan perbedaan yang signifikan. pengeringan serta pengecilan ukuran
Pada kelompok F1 menghasilkan kadar menjadi berbentuk bubuk sehingga sesuai
karbohidrat 31,77%; kelompok F3 dengan teori yang dikemukakan oleh Anik,
menghasilkan kadar karbohidrat sebesar 2010.
28,07%; kelompok F5 menghasilkan kadar
Tahap kedua adalah digestion. Pada tahap
karbohidrat sebesar 35,57%; dan pada ini dilakukan pelarutan dengan larutan
kelompok F6 menghasilkan kadar asam dan basa (Winarno et al., 1980).
karbohidrat sebesar 29,41%. Menurut buku karya Sudarmadji et al.
(1996), pelarutan pada tahap digestion
3. PEMBAHASAN biasanya menggunakan H2SO4 dan NaOH.
Langkah pertama tahap ini adalah pelarutan
Pada penentuan pertama yaitu penentuan dengan asam, yaitu sampel dimasukkan ke
kadar amilosa, ditambahkan larutan alkohol dalam erlenemyer, ditambahkan 200 ml
96% dan NaOH 1 N yang digunakan untuk larutan H2SO4 0,25 N dan 5 tetes antifoam
pemebentukan gel. Larutan iod yang ke dalam sampel. Kemudian larutan sampel
kemudian ditambahkan adalah agar dapat dididihkan selama 30 menit diatas hot plate.
membentuk warna biru pekat karena Hasil akhir langkah pertama ini merupakan
amilosa yang bereaksi dengan senyawa kadar serat kasar murni (Winarno, 1997).
iodin. Warna biru yang terbentuk adalah Penambahan H2SO4 karena larutan tersebut

3
merupakan golongan asam kuat yang Dalam tahapan digestion, pelarut yang
memiliki sifat dapat menghidrolisis suatu digunakan harus sama dan juga jumlah
komponen, namun komponen yang tidak yang digunakan sebanding. Hal ini
dapat dihidrolisis akan menjadi residu dan bertujuan untuk menghasilkan angka nol
tertahan di kertas saring. Pelarutan pada muatan. Jika pelarut yang digunakan
kemudian dilanjutkan dengan pelarutan berbeda serta jumlahnya akan berpengaruh
residu dari hasil langkah pertama, residu pada hasil perhitungan. Proses pelarutan
akan dilarutkan menggunakan pelarut yang bertujuan karena pada serat kasar masih
bersifat basa yaitu NaOH serta terdapat gugus karboksil bebas dan
ditambahkan 5 tetes antifoam, lalu kandungan asam amino yang merupakan
didihkan. Berdasarkan teori Gaman & komponen dari protein. Adanya kandungan
Sherrington (1994), penambahan NaOH protein yang perlu dihilangkan maka diberi
setelah pelarutan asam dan pencucian H2SO4 0,25 N ke dalam sampel sehingga
dengan aquades panas bertujuan untuk gugus amino akan bereaksi terhadap
melanjutkan ekstraksi serat pada residu, senyawa Hidrogen dan membuat
melarutkan kandungan pati yang tidak larut komponen protein menjadi sama-sama
terhadap asam pada residu, dan positif dan molekul protein akan berpindah
menetralkan apabila masih ada kandungan ke katoda pada kondisi elektrolisis. Selain
asam. itu, juga ditambahkan larutan NaOH 0,25 N
Penambahan antifoam bertujuan untuk yang mengakibatkan molekul protein
mengurangi gelembung yang terbentuk menjadi negatif dan bergerak ke anoda
pada saat pemanasan hingga suhu tinggi dalam kondisi elektrolisis (Winarno, 1997).
sehingga endapan dapat disaring dengan Tahap ketiga adalah filtration. Pada tahap
mudah (Winarno, 1997). Menurut filtration, residu yang tertinggal dikertas
Sudarmadji et al. (1996), larutan yang saring akan dilakukan pencucian
ditambahkan yang berasifat asam atau basa menggunakan alkohol 96% sebanyak 15
dan antifoam kemudian dididihkan agar ml. Menurut Ahmed et al. (2005),
memperoleh kadar serat kasar, pada pencucian juga dapat dilakukan dengan
pemanasan juga harus dilakukan dalam menggunakan etanol 78% dan 95%. Jika
kondisi tertutup dan pada suhu terkontrol sampel memiliki jumlah serat sedikit,
hingga mendidih dengan pengaruh dari luar residu yang terbentuk pada kertas saring
seminim mungkin. Kemudian larutan juga sedikit. Pencucian bertujuan untuk
disaring dan dicuci dengan aquades panas, memisahkan serat kasar dari komponen-
yang membuat senyawa larut asam meluruh komponen lain yang belum larut saat
dan menembus kertas saring dan residu pencucian dengan aquades panas. Selain
yang tertahan disaring kembali dengan itu, pencucian bertujuan untuk
aquades panas. Tujuan dari pencucian memaksimalkan dan memudahkan dalam
dengan aquades panas adalah untuk penyaringan (Winarno et al., 1980). Serat
melarutkan senyawa yang lain yang masih kasar mempunyai sifat yang sulit larut
menempel di kertas saring, tetapi serat dalam alkohol sehingga pembilasan dengan
kasar tidak akan larut karena serat kasar alkohol agar zat-zat yang memiliki sifat
tidak larut pada air (Gaman & Sherrington, tidak larut dengan air (aquades) tidak
1994). Penggunaan aquades panas saat menempel dengan serat kasar (Meyer,
mencuci bertujuan agar suhu tetap terjaga. 2003). Tahap penyaringan bertujuan untuk
Selama proses ini kertas saring yang memisahkan larutan asam dan basa dari
digunakan harus sudah melewati proses residu pada proses sebelumnya. Semakin
oven, yang bertujuan untuk menghilangkan lama jarak waktu antara proses filtrasi
senyawa lain seperti kadar air yang dapat dengan proses digestion akan menyebabkan
berpengaruh pada hasil akhir (Sudarmadji kerusakan pada serat kasar yang dihasilkan.
et al., 1989). Kerusakan serat kasar merupakan efek

4
samping dari bahan kimia yang digunakan Berat serat kasar = (berat kertas saring +
yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida residu) – berat kertas saring kosong
(Sudarmadji et al., 1996). Residu yang
sudah dicuci mengandung sekitar 97% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% seratkasar = × 100 %
selulosa dan lignin. Kertas saring dan residu 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

yang sudah dicuci kemudian dimasukkan


Penentuan carbohydrates by difference
ke dalam cawan porselen dan dikeringkan
Menurut Winarno (1997) hasil dari semua
menggunakan oven selama 1 malam.
analisa penentuan kadar air, kadar abu,
Setelah dikeringkan, cawan beserta kertas
kadar protein, dan kadar lemak dari masing-
saring dimasukkan ke dalam desikator yang
masing sampel yang telah dianalisa
bertujuan untuk mengurangi kadar air.
kemudian analisa karbohidrat dengan
Desikator digunakan karena bahan yang
menggunakan metode by difference.
sudah dikeringkan menjadi lebih
Menurut Istanti (2005) dapat dihitung
higroskopis (Sudarmadji et al., 1996).
dengan persamaan:
Desikator merupakan wadah yang
didalamnya terdapat bahan seperti
% Kadar Karbohidrat = 100 % - (kadar air
aluminium oksida dan silica gel yang dapat
+ kadarabu +kadarlemak + kadar protein)
menyerap uap air, bahan tersebut seperti
(Meyer, 2003). Apabila silica gel berubah
Analisa karbohidrat yang dilakukan dalam
menjadi warna merah, menandakan silica
praktikum ini dengan menggunakan
gel sudah menyerap banyak kandungan air,
metode carbohydrate by difference yang
dan untuk menghilangkan kandungan air
dimana termasuk kedalam metode
pada silica gel dilakukan proses oven
perhitungan kasar (proximate analysis).
(Winarno et al., 1980).
Menurut Winarno (1982) carbohydrate by
Kadar serat kasar dapat dihitung
difference adalah penentuan karbohidrat
menggunakan metode Luff Schoorl yaitu
dalam suatu bahan makanan secara kasar,
sampel lemak dimasukkan kedalam
dan hasilnya dicatat ke dalam komposisi
Erlenmeyer kemudian ditambahkan
bahan makanan.
H2SO4 0,25 N sebanyak 200 ml dan 5 tetes
Pada pengujian ini dilakukan pengujian
antifoam dan dididihkan selama 30 menit.
sampel dengan menggunakan tepung putih
Residu yang terbentuk disaring dan
telur “My Snack Hut” dan “Maoli”. Pada
tambahkan aquades panas 200 ml dan
kedua kemasan sampel (foto kemasan
dikocok. Kemudian residu masukkan ke
terlampir pada Poin 6.3.), kandungan serat
dalam Erlenmeyer dan tambahkan lagi 200
kasar tidak tertera pada kemasan produk.
ml H2SO4 dan antifoam sebanyak 5 tetes
Karena hal ini, perbandingan tidak bisa
dan dididihkan kembali selama 30menit.
dilakukan. Namun jika mengacu pada
Kertas saring yang telah dioven
pengujian ini, dapat dilihat bahwa “Maoli”
dimasukkan ke desikator selama 15menit
memiliki kandungan serat kasar yang lebih
kemudian ditimbang. residu yang terbentuk
tinggi dengan rata-rata presentase serat
disaring menggunakan kertas saring yang
kasar pada 3 pengujian berbeda adalah
telah dioven lalu ditimbang. Setelah itu
29,41%.
residu dicuci dengan alkohol 96% sebanyak
Pada standar SNI tepung putih telur SNI 01-
15 ml. Lalu diletakkan kertas saring berisi
4323-1996 (BSN, 1996), tidak disebutkan
residu pada cawan porselen lalu
berapa kadar jumlah serat yang harus ada
dikeringkan selama 1 malam. Cawan
pada produk tepung putih telur. Untuk
porselen yang berisi kertas saring ke
referensi standar tepung putih telur,
desikator selama 15 menit dan timbang
digunakan standar USDA (U.S.
berat dari kertas saring + residu.
Department of Agriculture, 2019). Pada
Rumus kadar serat kasar:
standar ini, carbohydrate by difference
untuk produk dried egg whites adalah 6,02

5
gram / 100 gram atau 6,02%. Jika melihat seperti; Spectroscopi, Nuclear Magnetic
pada laporan hasil uji praktikum Resonance (NMR), Mass Spectrometry
(terlampir), dapat dilihat bahwa semua (MS), High-Performance Liquid
produk secara signifikan jauh lebih besar Chromatography (HPLC) dan Gas
dari standar. chromatography (GC) (Herrero &
Namun perlu diperhatikan bahwa juga Cifuentes, 2011). Diantara teknik-teknik
beberapa data memperlihatkan selisih data diatas, salah satu yang paling sering
yang relatif besar diantara kedua produk digunakan adalah metode HPLC. Metode
yang serupa. Dapat dilihat pada semua ini meskipun tidak seakurat GC,
kelompok menghasilkan angka hasil namundapat memberikan hasil yang lebih
analisis yang terpaut cukup jauh satu sama cepat, dan tidak membutuhkan sampel yang
lain. Hal ini dapat terjadi karena oleh telah di derivatisasi. Mode HPLC yang
beberapa kesalahan oleh praktikan. paling banyak digunakan untuk
Kesalahan yang dapat terjadi diantara lain menganalisis karbohidrat adalah Ion-
misalnya saat penimbangan sampel, dan exchange chromatography, size exclusion
penakaran jumlah cairan yang digunakan chromatography dan kromatografi Partisi.
dalam uji. Ion-exchange chromatography dapat
Selain metode-metode pada praktikum ini, diterapkan dengan menggunakan resin
terdapat beberapa teknik lain untuk penukar anionik dan kationik. Khususnya,
menganalisa kadar karbohidrat suatu bahan. high performance anion exchange
Salah satu metode umum untuk pengujian chromatography (HPAEC) telah terbukti
kadar karbohidrat dalam bahan pangan sangat sukses dalam analisis karbohidrat
adalah dengan metode detergen (Mursalina dalam bahan pangan (Cataldi et al., 2000).
et al., 2012). Metode ini menghitung kadar
dengan menggunakan Neutral Detergent
Fiber (NDF) yang dapat mendeteksi lignin
hemiselulosa, dan selulosa (Van Soest et
al., 1991). Metode NDF menggunakan
detergen netral yang dapat melarutkan
pectin, protein, gula, dan lipid; dan
menyisakan kadar serat kasar yang
selanjutnya dapat dianalisis lebih lanjut.
Analisa lebih lanjut yang dapat dilakukan
adalah dengan analisa acid detergent fiber
atau ADF (Caballero et al., 2003). ADF
mengandung selulosa, lignin, dan insoluble
ash. Kadar hemiselulosa selanjutnya dapat
diketahui dengan menghitung perbedaan
ADF dan NDF yang telah dianalisis. Kadar
Amilopektin realtif dapat didapatkan
dengan perhitungan selisih pati dan amilosa
(Rahmawati et al., 2012).
Teknik lain dalam analisa serat dalam
bahan pangan lain dapat berupa metode
4. KESIMPULAN

 Hasil dari pengujian serat kasar semua kelompok mendapatkan


seluruh kelompok tidak sesuai hasil lebih dari 6,02 gram / 100
dengan standar carbohydrate by gram.
difference USDA karena pada

6
 Kadar serat kasar pada tepung putih bebas dan kandungan asam amino
telur “Maoli” lebih tinggi jika
yang merupakan komponen dari
dibandingkan dengan tepung “My
Snack Hut” protein Proses pelarutan bertujuan
 Penambahan larutan iodine dapat  Tahap terakhir yaitu filtration,
bereaksi dengan amilosa,
membentuk kompleks dan residu yang tertinggal dikertas
menghasilkan warna biru pekat
saring akan dilakukan pencucian
 Penentuan kadar serat kasar dibagi
menggunakan alkohol 96% dan
menjadi tiga tahapan : defatting,
kemudian dilakukan penyaringan.
digestion, dan filtration.
 Pencucian bertujuan untuk
 Tahap defatting bertujuan untuk
memisahkan serat kasar dari
mengurangi kandungan lemak pada
komponen-komponen lain yang
sampel dan dapat meluruh bersama
belum larut saat pencucian dengan
dengan pelarut lemak.
aquades panas dan memudahkan
 Hasil akhir dari proses defatting
tahap penyaringan.
adalah kadar serat kasar murni.
 Tahap penyaringan bertujuan untuk
 Tahap digestion bertujuan untuk
memisahkan larutan asam dan basa
melarutkan kadar serat kasar dari
dari residu pada proses sebelumnya.
komponen-komponen lain yang
 Semakin lama jarak waktu antara
masih tertinggal pada residu tahap
proses filtrasi dengan proses
pertama.
digestion akan menyebabkan
 Proses pelarutan dengan larutan
kerusakan serat kasar yang telah
asam (H2SO4) dan basa (NaOH),
diperoleh.
bertujuan karena pada serat kasar
masih terdapat gugus karboksil

Semarang, 22 November 2019


Praktikan,

Jeanette Julia 18.I1.0117


Meghy Uneputty 18.I1.0120
Firman Arief Putra 18.I1.0121
Graciella Yudha 18.I1.0190
Yustika Pusparani 18.I2.0033

7
5. DAFTAR PUSTAKA journal of analytical
chemistry, 368(8), 739-758.
Amin, M.N., M.M. Rahman, K.W. Gaman, P.M. dan K.B Sherrington. (1994).
Rahman, R. Ahmed, M. S. Ilmu Pangan Pengantar
Hossain, and M. B. Ahmed. Ilmu Pangan
(2005). Large Scael Plant In Nutrisi dan Mikrobiologi.
Vitro From Leaft Derived Yogyakarta: UGM Press.
Callus of Pineapple (Ananas Godghate, A., Sawant, R., & Sutar, A.
comosus (L) Merr.cv. Galant (2012). Phytochemical
Kew), Internasional Journal analysis of ethanolic extract
of Botany I (2) : 128-132 of roots of carrisa carandus
Anik, Herminingsih. (2010). Manfaat Serat linn. rasayan J. Chem, 5(4),
dalam Menu Makanan. 456-459.
Jakarta: Universitas Mercu Herrero, M., & Cifuentes, A. (2011). 7
Buana Press. Advanced Analysis of.
Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Methods of Analysis of
Pangan. Tarsito. Bandung. Food Components and
BSN. (1996). Standar Tepung Putih Telur Additives, 135.
(SNI 01-4323-1996). Badan Istanti I. (2005). Pengaruh Lama
Standarisasi Nasional, Penyimpanan terhadap
Jakarta. Karakteristik Kerupuk Ikan
Caballero, B., Trugo, L. C., & Finglas, P. SapuSapu (Hyposarcus
M. (2003). Encyclopedia of pardalis). Skripsi. Program
food sciences and nutrition. Studi Teknologi Hasil
Amsterdam: Academic Perikanan. Fakultas
press. Perikanan. Institut Pertanian
Cataldi, T. R., Campa, C., & De Benedetto, Bogor. Bogor
G. E. (2000). Carbohydrate Meyer, L.H. (2003). Food Chemistry. New
analysis by high- York : Textbook Publisher.
performance anion- Mursalina, M., Sinaga, S. M., & Silalahi, J.
exchange chromatography (2012). Penetapan kadar
with pulsed amperometric serat tak larut pada makanan
detection: the potential is keripik simulasi (measuring
still growing. Fresenius' concentration of insoluble

8
fiber in simulation crispy
chips). Journal of Natural
Product and
Pharmaceutical Chemistry,
1(1).
Rahmawati, W., Kusumastuti, Y. A., & Ar
yanti, N. (2012). Karakteris
asi pati talas (Colocasia esc
ulenta (L.) schott) sebagai al
ternatif sumber pati industri
di Indonesia.
Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri, 1(1), 347-351.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi,
(1989). Prosedur Analisa
untuk Bahan
Makanan. Yogyakarta:
Penerbit Liberty.
Sudarmadji. S., Haryono, B., dan Suhardi.
(1996). Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
U.S. Department of Agriculture,
Agricultural Research
Service. (2019). USDA
National Nutrient Database
for Standard Reference.
https://fdc.nal.usda.gov/fdc-
app.html#/food-
details/323793/nutrients.
Van Soest, P. V., Robertson, J. B., & Lewis,
B. A. (1991). Methods for
dietary fiber, neutral
detergent fiber, and
nonstarch polysaccharides
in relation to animal
nutrition. Journal of dairy
science, 74(10), 3583-3597.
Winarno FG. (1982). Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Gamedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz.
(1980). Pengantar
Teknologi Pangan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

9
6. LAMPIRAN

6.1. Tabel Hasil pengamatan

6.1.1. Tabel 1. Kadar Amilosa pada Sampel Tepung Putih Telur My Snack Hut dan
Maoli

Kel. Sampel Absorbansi Konsentrasi Amilosa (ppm)


F1 Tepung putih telur My Snack Hut 0,0075 2210
F2 Tepung putih telur My Snack Hut 0,0086 2235,4
F3 Tepung putih telur My Snack Hut 0,0173 2439,4
F4 Tepung putih telur Maoli 0,0163 2416
F5 Tepung putih telur Maoli 0,0225 2562
F6 Tepung putih telur Maoli 0,0127 2331,4

6.1.1.1 Grafik Kadar Amilosa

Kurva Standar
0.025 0.0225

0.02 0.0173
0.0163
Absorbansi

0.015 0.0127

0.0086 y = 0.0852x - 0.0866


0.01 0.0075 R² = 1

0.005

0
1.08 1.1 1.12 1.14 1.16 1.18 1.2 1.22 1.24 1.26 1.28 1.3
Konsentrasi

6.1.2. Tabel 2. Kadar Serat Kasar Sampel Tepung Putih Telur My Snack Hut dan
Maoli

Kel Bahan Berat Berat Kertas Berat Kertas Berat Kadar Serat
. Awal (g) Saring Kosong Saring + Serat Kasar (%)
(g) Residu (g) Kasar (g)
F1 Tepung putih telur My 1 0,902 0,776 0,126 9,72%
Snack Hut
F2 Tepung putih telur My 1 0,781 0,858 0,077 7,7%
Snack Hut
F3 Tepung putih telur My 1 0,777 0,931 0,154 15,4%
Snack Hut
F4 Tepung putih telur Maoli 1 0,775 0,881 0,106 10,6%
F5 Tepung putih telur Maoli 1 0,767 0,928 0,161 16,1%

10
F6 Tepung putih telur Maoli 1 0,797 0,856 0,059 5,02%

6.1.3 Tabel 3. Kadar Carbohydrate by difference

Kel Bahan Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar KH


. Air (%) Abu (%) Protein Lemak Serat (%) (%)
(%) (%)

F1 Tepung putih telur My 4,58% 6,20% 55,69% 1,76% 9,72% 31,77%


Snack Hut

F2 Tepung putih telur My 4,30% 7,20% 56,75% 7,2% 7,7% 24,55%


Snack Hut

F3 Tepung putih telur My 4,44% 6,30% 50,07% 11,12% 15,4% 28,07%


Snack Hut

F4 Tepung putih telur Maoli 5,72% 6,5% 63,04% 1,5% 10,6% 23,24%

F5 Tepung putih telur Maoli 4,70% 6,30% 50,44% 2,99% 16,1% 35,57%

F6 Tepung putih telur Maoli 2,22% 4,80% 11,91% 14% 5,02% 29,41%

6.2. Tabel Standar United Stated Department of Agriculture

11
12
6.3. Foto Kemasan

6.3.1 Kemasan Tepung putih telur My Snack Hut

6.3.2 Kemasan Tepung putih telur Maoli

6.4 Laporan Sementara

6.5 Jurnal

6.6 Hasil Scan Plagiasi

13

Anda mungkin juga menyukai