Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum PJP Inda Setyawati, PhD.

Karakterisasi Biomolekul
Topik ke 6 Asisten Nurul izza
Tanggal 23 September 2021 Nama Azka Rahmah Meisa
Waktu 13.00-16.00 NIM/Kel G8401201042/K12

PENENTUAN KADAR PROTEIN

PENDAHULUAN

Polipeptida harus mengalami pelipatan membentuk susunan tiga dimensi


tertentu atau konformasi agar dapat berfungsi sesuai fungsinya (Sawitri et al. 2014).
Protein dibagi menjadi protein sederhana dan protein terkonjugasi sesuai dengan
komponennya. Protein sederhana hanya tersusun atas asam amino sedangkan dalam
protein terkonjugasi masih ada bagian non-asam amino umumnya dikenal sebagai
gugus prostetik. Protein dibagi menjadi protein globular dan protein serat berdasarkan
struktur molekulnya.
Protein mempunyai empat struktur, yaitu struktur utama, sekunder, tersier, &
kuartener. Struktur utama adalah urutan asam amino yang dihasilkan dari ikatan
peptida. Struktur utama juga bisa dikatakan sebagai rantai polipeptida linier yang
terdiri dari residu asam amino. Struktur sekunder dibuat oleh ikatan hidrogen antara
gugus amina dan atom hidrogen dalam rantai samping asam amino dan menciptakan
suatu lipatan. Struktur sekunder dibagi menjadi struktur Alfa-heliks & β-sheet.
Struktur tersier suatu protein merupakan gabungan dari beberapa struktur sekunder
yang terbentuk dari interaksi antara rantai samping asam amino. Interaksi tersebut
adalah ikatan ionik, interaksi hidrofobik, ikatan disulfida, dan hidrogen Struktur
kuartener adalah gabungan 2 atau lebih polipeptida tersier (Haryanto & Ardi 2015).
Protein adalah biopolimer yang tersusun dari sejumlah asam amino tertentu
yang terhubung melalui ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan
fungsi sel. Analisis protein dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk mengetahui keberadaan protein dalam suatu bahan,
sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kadar protein yang
terkandung dalam suatu bahan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengukur kadar protein terlarut adalah uji biuret, uji Bradford, uji lowry, bicinchonic
acid, dan derivate amin. Tiap jenis uji mempunyai sensitivitas dan respon yang
berbeda-beda terhadap protein. Contohnya pada uji Bradford yang memiliki
sensitivitas empat kali lebih tinggi dibanding uji lowry. Di lain sisi, penggunaa
metode lowry lebih sulit dalam menentukan nilai kuantitatif protein dalam larutan
standar (Hadinoto dan Syukroni 2019).
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi prinsip uji Bradford dan
Lowry untuk menentukan kadar protein.

METODE

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang dibutuhkan untuk praktikum ini yaitu spektrofotometer UV/Vis,
vortex, neraca analitik, pipt, tips, pipet kaca 5 mL, gelas beaker 100 mL, tabung
reaksi, microtube 1.5 mL, kuvet plastik, kertas Whatman No. 1. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu perekasi Bradford, pereaksi Lowry BSA
(Bovine Serum Albumin).

2.2 Prosedur percobaan


2.2.1 Pengukuran kadar protein metode Bradford
Pereaksi bradford dipersiapkan dengan cara 200 mg pewarna CB G250
dilarutkan ke dalam 50 mL etanol 95%, kemudian campuran tersebut dicampurkan
dengan 100 mL asam fosfat 85%. Diencerkan menggunakan whatman No.1 lalu
dipindahkan filtrate hasil penyaringan ke dalam botol gelap. Disiapkan 100 µL
larutan stok dengan pengenceran bertahap 1, 1:10, 1:100 dan1:1000 dari larutan stok
standar 1 mg/mL. siapkan 15 tabung reaksi dan beri label 1 sampai 15. Dipipet 10 µL,
20 µL, 30 µL, 40 µL, 50 µL, 60 µL, 70 µL, 80 µL, 90 µL dan 100 µL larutan standar
stok 1 mg/mL ke dalam tabung reaksi, siapkan juga tabung reaksi untuk larutan
blanko. Diambil 100 µL dari larutan protein yang tidak diketahui tingkat
pengencerannya, digunakan sebagai sampel uji sebanyak tiga sampel yang berbeda.
Ditambahkan 5 mL pereaksi Bradford ke dalam tabung larutan standar dan tabung
sampel, kemudia divortex hingga merata. Terakhir, diukur absorbansi untuk setiap
tabung pada panjang gelombang 595 nm dalam jangka waktu 5-60 menit.

2.2.2 Pengukuran kadar protein metode lowry


Disiapkan pereaksi lowry. Sebanyak 0.2 mL, 0.4 mL, 0.6 mL, 0.8 mL, dan 1
mL larutan stok standard dan ditambahkan akuades sampai 1 mL. Disiapkan larutan
blanko dengan menambahkan 1 mL akuades tanpa larutan standard. sebanyak 4.5 mL
pereaksi I dan diinkubasi selama 10 menit. Ditambahkan 0,5 mL pereaksi II dan
diinkubasi lagi sebanyak 30 menit. Diabsorbansi larutan standar. Diambil larutan stok
BSA dan diencerkan dengan tingkat pengenceran 60 x, 185 x, dan 360 x. Terakhir
ditambahkan pereaksi dan absorbansi.
HASIL DAN DISKUSI

Tabel 1. Data pengukuran kadar protein pada uji Bradford


No volume stok 1 mg/mL Akuades Konsentrasi Absorbansi
(μL) (μL) (μg/mL)
Larutan standar
1 0 100 0 0.003
2 10 90 100 0.201
3 20 80 200 0.245
4 30 70 300 0.334
5 40 60 400 0.426
6 50 50 500 0.478
7 60 40 600 0.555
8 70 30 700 0.63
9 80 20 800 0.692
10 90 10 900 0.745
11 100 0 1000 0.798

No Volume (mL) Absorbansi Faktor Pengenceran Konsentrasi


(mg/mL)
11 100 (1:1000) 0.095 1000 5714.3
12 100 (1:100) 0.178 100 12428.6
13 100 (1:10) 0.564 10 6757.1
14 100 (1) 1.564 1 2104.3

0.9
0.8 f(x) = 0.000746636363636364 x + 0.0909545454545455
0.7 R² = 0.978746787853989
Absorbansi (nm)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 200 400 600 800 1000 1200

konsentrasi sampel (μg/mL)


Gambar 1. Grafik hubungan konsentrasi sampel (μg/mL) dengan absorbansi pada uji
Bradford

Perhitungan Metode Bradford


Konsentrasi sampel No. 4:
V1 : 30 µL
M1 : 1 mg/mL = 1000 µg/mL
V2 : 100 µL
M2 : ?

V1 × M1 = V2 × M2
(30 µL) × (1000 µg/mL) = (100 µL) × M2
30 µL ×1000 µg /mL
M 2=
100 µL
M2 = 300 µg/mL

Konsentrasi sampel No. 1


y (absorbansi) = 0.095
a = 0.0007
b = 0.091
y = ax + b
0.095 = 0.0007x + 0.091
0.095−0.091 µg /mL
X=
0.0007
x = 5.714 µg/mL

Fp sampel 1
1000
Fp= =1000 x
1
Fp=¿ 5.714 x 1000 = 5714 µg/mL

Tabel 2. Data pengukuran kadar protein pada uji Lowry


No volume stok 1 mg/mL Akuades Konsentrasi Absorbansi
(μL) (μL) (μg/mL)
Larutan standar
1 0 1 0 0
2 0.2 0.8 0.2 0.201
3 0.4 0.6 0.4 0.356
4 0.6 0.4 0.6 0.489
5 0.8 0.2 0.8 0.635
6 1 0 1 0.738

No Volume (mL) Absorbansi Faktor Pengenceran Konsentrasi


(mg/mL)
11 100 (1:60) 1.234 60 98.093
12 100 (1:185) 0.678 185 161.954
13 100 (1:360) 0.197 360 78.629
14 100 (1:60) 1.234 60 98.093

Chart Title
0.8
0.7 f(x) = 0.732142857142857 x + 0.0370952380952381
R² = 0.990382850312967
0.6
Absorbansi (nm)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
konsentrasi sampel (μg/mL

Gambar 2. Grafik hubungan konsentrasi sampel (μg/mL) dengan absorbansi pada uji
Lowry
Perhitungan Metode Lowry
Konsentrasi sampel No. 2:
V1 : 0.2 µL
M1 : 1 mg/mL
V2 : 1 µL
M2 : ?

V1 × M1 = V2 × M2
(0.2 µL) × (1000 µg/mL) = (1 µL) × M2
0.2 µL ×1 µg /mL
M 2=
1 µL
M2 = 0.2 µg/mL

Konsentrasi sampel No. 1


y (absorbansi) = 1.234
a = 0.7321x
b = 0.0371
y = ax + b
1.234= 0.7321x + 0.0371
1.234−0.0371 µg /mL
X=
0.7321 x
x = 1.635µg/mL
Fp sampel 1
60
Fp= =60 x
1
Fp=¿ 1.635x 60 = 98.093 µg/mL

Prinsip metode Bradford yaitu interaksi dye cbb dengan protein yang punya
residu asam amino bermuatan positif dalam suasana basa. Apabila persyaratan itu
semua terpenuhi, baru lah muncul warna biru yang bisa kita ukur absorbansinya
sebagai konsentrasi protein. Fungsi CBB itu sebagai pengikat protein dan pemberi
warna. Metode Bradford merupakan metode pengukuran kadar protein total yang
melibatkan pewarna Coomassie Brillian Blue (CBB). Cbb akan berikatan dengan
protein pada sampel larutan dalam suasana asam (Purwanto dan Marianti 2014).
Menurut Hemiastuti (2013), prinsip metode Bradford adalah peningkatan pewarna
CBB G-250 dengan protein yang mengandung rantai samping tirosin, triptofan,
fenilalalnin, arginine, histidin, dan leusin membentuk kompleks berwarna biru yang
dapat diukur absorbansinya
Perhitungan kadar protein berdasarkan tabel (Tabel 1) metode bradford
dengan menggunakan protein BSA (Bovine Serum Albumin). Data dari hasil
konsentrasi dan absorbansi digunakan untuk membuat kurva standar yang akan d
menentukan konsentrasi pada sampel. Berdasarkan kurva diperoleh persamaan regresi
y = 0.0007x + 0.091 dengan nilai R2 yang mendekati 1 yaitu 0.095. Persamaan ini
digunakan untuk menentukan kadar protein sampel (x) dengan cara mensubstitusi
nilai absorbansi tiap protein sampel ke dalam persamaan regresi sebagai nilai pada Y.
Kurva menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai absorbansi maka nilai konsentrasi
juga semakin tinggi.
Tabel perhitungan menggunakan metode Bradford (Tabel 1) dapat dilihat
tabung ke 12 dengan pengenceran 1000x memperoleh angka sebesar 5714. Tabung ke
13 dengan pengenceran 1x memperoleh angka sebesar 12428.6. Hal ini menunjukkan
bahwa faktor pengenceran berpengaruh kepada nilai absorbansi. Konsentrasi sampel
dan faktor pengenceran sangat berpengaruh kepada nilai absorbansi. Nilai absorbansi
berbanding lurus dengan faktor pengenceran dan konsentrasi. Semakin tinggi
konsentrasi dan semakin sedikit pengenceran akan menghasilkan konsentrasi yang
semakin tinggi (Prabowo 2018)
Prinsip kerja penentuan kadar protein dengan metode Lowry yaitu terjadinya
reaksi kompleks protein dengan reagen folin (fosfomolibdat tungstat). Protein pada
sampel direaksikan dengan ion Cu pada kondisi alkalis menghasilkan kompleks Cu-
tetradentat. Lalu terjadi reaksi reduksi terhadap larutan asam fosfomolibdat-
fosfotungstat menghasilkan warna biru. Reagen lowry I yang mempunyai kandungan
Cu berfungsi sebagai penyedia agen pengkelat dan suasana basa. Agen Pengkelat
yang dimaksud adalah Cu dan punya fungsi untuk mengikat protein dengan
membentuk kompleks. Reagen B lowry yang mempunyai kandungan folin ciocalteu
berfungsi sebagai pemberi warna, sebab apabila tereduksi Cu bakal memunculkan
warna. Metode lowry merupakan pengembangan dari metode biuret. Reaksi oksidasi
gugus aromatic (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna
intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru tegantung pada
kandungan residu tirptofan dan triosin. Prinsip yang digunakan pada metode lowry
adalah terdiri atas 2 reaksi yang berbeda-beda. Pertama protein sampel direaksikan
dengan ion Cu pada kondisi basa selama beberapa menit, lalu akan terbentuk
kompleks Cu-tentradentat menghasilkan warna biru (Botituhe 2016).
Perhitungan kadar protein yang didapat dari uji Lowry sama dengan
perhitungan yang digunakan pada uji Bradford. Data yang diperoleh dari praktikum
uji kuantitatif protein dengan menggunakan uji Lowry dapat dilihat pada Tabel 2.
Data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan grafik kurva standar yang dapat
dilihat di Gambar 2. Kurva standar BSA perlu dibuat karena menjadi dasar dalam
penentuan konsentrasi kadar protein di dalam larutan. Kurva ini menunjukkan
hubungan antara konsentrasi protein dan nilai absorbansinya. Dari pengolahan data
kurva standar, diperoleh persamaan regresi linear y = 0.7321x + 0.0371 dengan nilai
koefisien korelasi (R2) yang mendekati 1 yaitu 1.234, di mana x sebagai konsentrasi
dan y sebagai nilai absorbansi. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan nilai
konsentrasi protein pada sampel. Berdasarkan pengamatan pada data Tabel 2 dan
grafik kurva standar pada Gambar 2, diketahui bahwa semakin besar nilai absorbansi
maka semakin besar pula konsentrasi protein.
Berdasarkan kurva dapat dilihat bahwa konsentrasi dan absorbasi berbanding
lurus. Konsentrasi pada sampel dengan pengenceran 60 adalah nilai paling tinggi
yaitu 98.093 melebihi ambang batas konsentrasi protein yaitu 500 µg/mL, sedangkan
konsentrasi pada sampel dengan faktor pengenceran 185 terbilang cukup rendah
karena masih berada di bawah ambang batas konsentrasi protein yaitu sebesar
161.954. Hal ini sesuai pendapat (Zachariassen et al. 2002) bahwa konsentrasi protein
dipengaruhi oleh faktor pengenceran dimana semakin besar faktor pengenceran maka
semakin rendah konsentrasi yang didapat
Penenetuan kadar protein dapat ditentukan dengan beberaoa metode seperti
metode UV, metode Bradford, dan metode Lowry. Hal yang membedakan antara lain
sampel yang digunakan, prinsip, presentase keakuratan sampel dan lainnya. Contoh
perbedaan sampel adalah pada metode UV sampel protein merupakan protein murni
tanpa pereaksi dan masa inkubasi, Metode Bradford sampel yang ditambah dengan
pereaksi dan masa inkubasi yang tidak terlalu lama, sementara untuk metode Lowry
sampel yang digunakan dicampur dengan dua pereaksi dan masa inkubasinya relatif
lama (Purwanto 2014). Jika dibandingkan lagi metode uji UV-Vis merupakan metode
uji yang paling mudah karena sampelnya tidak membutuhkan reagen lain dan tidak
ada masa inkubasi. Metode Bradford dan Lowry memberikan nilai yang berbed pada
analisis protein terdenaturasi dibandingan dengan keadaan nativenya. Hal ini
dikarenakan sensitivitas metode Bradford lebih tinggi empat kali dibanding metode
lowry (Hardinoto dan Syukroni 2019).
Metode lain untuk pengujian kadar protein ialah metode Kjedahl. Metode
Kjedhal merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan
asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkalikuat, amonia yang
terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan
secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi sehingga cocok
digunakan secara semi mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi
yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Dengan kata lain, kurang akurat bila
diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara
langsung ke oksigen atau nitrogen.
SIMPULAN

Metode Bradford dan Lowry digunakan dalam menentukan kadar protein


dalam sampel. Bradford menggunakan calorimeter untuk mengukur kadar protein
pada sampel, sedangkan uji lowry memanfaatkan reagen folin dan ciocalteu yang
akan menghasilkan kompleks berwarna biru. Kedua metode ini memiliki prinsip yang
berbeda dengan tingkat kesederhanaan serta keakuratan yang berbeda. Konsentrasi
dan pengenceran merupakan faktor yang mempengaruhi nilai absorbansi sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Botituhe DN. 2016. Kandungan protein pada ikan roa asap yang diperoleh dari pasar
tradisional Gorontalo. Jurnal Entropi. 11(2): 232-234.
Hadinoto S, Syukroni I. 2019. Pengukuran protein terlarut air cucian gelembung
renang dan kulit ikan tuna menggunakan metode Bradford. Majalah
Biam, 15(1):15-20.
Haryanto T, Ardi BS. 2015. Penggunaan fitur kimia fisik dan posisi atom untuk
prediksi struktur sekunder protein. JEPIN. 1(2): 133-138.
Hermiastuti M. 2013. Analisis kadar protein dan identifikasi asam amino pada ikan
patin (Pangasius djambal) [skripsi]. Jember: Universitas Jember.
Prabowo AS. 2018. Pengaruh konsentrasi CaCO3 sebagai agen pemutih terhadap
karakteristik fisikokimia surimi beku ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
[skripsi]. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata
Purwanto, Mariaanti MG. 2014. Perbandingan analisa kadar protein terlarut dengan
berbagai metode spektroskopi UV-Visable. Jurnal Ilmiah Sains dan
Teknologi. 7(2) ; 64-71
Sawitri KN, Sumaryada T, Ambarsari L. 2014. Analisa pasangan jembatan garam
residu GLU15-LYS4 ppada kestabilan termal protein 1GB1. Jurnal Biofisika.
10(1): 68-74.
Zachariassen KE, DeVries AL, Hunt B, Kristiansen E. 2002. Effect of ice fraction
and dilution factor on the antifreeze activity in the hemolymph of the
cerambycid beetle Rhagium inquisitor. Cryobiology. 44(2):132-141

Anda mungkin juga menyukai