Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI GIZI PANGAN


EVALUASI KADAR SERAT

NAMA Muhammad Farid Alfarisi


NIM 185100107111028
KELOMPOK A2
KELAS A
ASISTEN Nindya

Foto
3x4

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
2 EVALUASI KADAR SERAT
PRE-LAB
1. Jelaskan prinsip penentuan kadar serat pangan in vitro
Untuk menentukan kadar serat pangan diperlukan metode enzimatik, metode
enzimatik adalah metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang
diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik. Serat pangan akan berupa residu
yang tak terhidrolisis oleh enzim yang kemudian diukur dengan penimbangan residu
(IDF dan SDF) sehingga metode ini disebut metode gravimetric (Adimulyo dkk,.
2010)

2. Enzim apa saja yang digunakan pada penentuan kadar serat pangan in vitro? Apa
fungsinya dan kondisi optimum masing-masing enzim
Enzim yang digunakan dalam penentuan kadar serat pangan adalah enzim α-amilase, enzim pepsin,
dan enzim pancreatin. Enzim α-amilase merupakan endoenzim yang mampu menghidrolisis ikatan α-
1,4 glikosidik pada bagian dalam rantai pati secara acak (Kunamneni et al., 2013). Menurut Alais dan
Linden (2011), enzim ini tidak akan memotong ikatan yang terdapat pada glukomanan yang memiliki
ikatan β-1,4glikosidik dengan komponen penyusun D-glukopiranosa dan D- manopiranosa karena
reaksi sifat enzim spesifik terhadap substrat dengan ikatan penyusun tertentu. Enzim Pepsin
adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah protein menjadi pepton, protease, polipeptida dan
beberapa asam amino bebas. Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam
amino tertentu di protein untuk menghasilkan fragmen – fragmen peptide. Enzim pancreatin adalah
gabungan enzim amilase, protease dan lipase. Pada pengujian kadar serat enzim pancreatin
berfungsi untuk memecah makromolekul seperti protein, pati, dan lemak menjadi mikromolekul agar
pengukuran serat dapat dilakukan (Pratiwi, 2010)

3. Setelah proses pengabuan dalam tanur, residu sampel kemudian dikeringkan dalam
oven dan didinginkan dalam desikator. Apa tujuan perlakuan tersebut?
Pendinginan residu bertujuan agar tidak terlalu panas pada saat ditimbang dan dapat dihitung
karena suhu tanur dan pengovenan menggunakan suhu yang tinggi. Pendinginan dalam desikator agar
residu yang sudah dikeringkan tidak menyerap air yang ada di udara sehingga menjaga sampel
residu tetap kering dan kadar air tidak bertambah (Johnson, 2010).
TINJAUAN PUSTAKA
Apa pengertian serat pangan?

Anik Herminingsih (2010); mendefiniskan serat pangan adalah sisa dari

dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan

manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum, dan

lapisan lilin. Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua yaitu

serat pangan yang terlarut dan tidak terlarut. Didasarkan pada fungsinya di dalam

tanaman, serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a) polisakarida struktural

yang terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pektat;

(b) non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin; dan (c)

polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar- agar. Komposisi kimia serat

pangan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya.

Pada dasarnya komponen-komponen dinding sel tanaman terdiri dari selulosa,

hemiselulosa, pektin, lignin, mucilage yang kesemuanyanya termasuk dalam serat

pangan. Serat pangan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Serat pangan larut

(soluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan

bagian dalam dari sel pangan nabati. Serat ini banyak terdapat pada buah dan

sayur, dan serat tidak larut (insoluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini

adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang banyak ditemukan pada seralia,

kacang-kacangan dan sayuran (Santoso, 2013).

Sebut dan jelaskan klasifikasi serat pangan berdasarkan kelarutannya dan

berikan contohnya!

Serat makanan dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar atas dasar

kelarutan: komponen yang dapat larut, seperti pektin, gom, dan β-glukan; dan

komponen yang tidak larut, yang termasuk selulosa, lignin, dan hemiselulosa

(Dhingra et al., 2012). Serat larut telah dikaitkan dengan penurunan kolesterol

dalam
darah dan penurunan penyerapan glukosa usus sementara serat tidak larut telah

dikaitkan dengan penyerapan air dan pengaruh regulasi usus. Klasifikasi serat

makanan yang paling banyak diterima yaitu untuk membedakan komponen makanan

pada kelarutannya dalam buffer pada pH yang ditentukan, dan / atau

fermentabilitasnya dalam sistem invitro menggunakan larutan enzim encer yang

mewakili enzim pencernaan manusia. Jadi serat makanan yang paling tepat

diklasifikasikan ke dalam dua kategori seperti serat yang tidak larut dalam air /

kurang terfermentasi: selulosa, hemiselulosa, lignin. Serat yang larut dalam air /

terfermentasi dengan baik: pektin, gusi dan lender (Rantika & Rusdiana, 2018)

Apa perbedaan serat kasar dan serat pangan?

Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu

senyawa yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku Daftar

Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar

serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapatdijadikan

indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan

sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan (Korompot, 2018).

Sedangkan serat pangan merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat

dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap

proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami

fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar. Serat pangan tidak

mengandung zat gizi, akan tetapi memberikan keuntungkan bagi kesehatan yaitu

mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit

diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar), serta

mengurangi tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler (Sunarti, 2018)

Sebutkan manfaat dari serat pangan!


Manfaat serat pangan bagi kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau

kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan

gastrointestinal, kanker kolon (usus besar), serta mengurangi tingkat kolesterol

darah dan penyakit kardiovaskuler. Walaupun serat pangan tidak mengandung zat
gizi, tetapi serat pangan mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat

lain dalam menstimulasi perbaikan kondisi fisiologis dan metabolic (Santoso, 2013).
DIAGRAM ALIR a. Persiapan Sampel Beras

Sampel beras putih & beras putih kulit

Dihaluskan dengan blender

Diayak dengan saringan 40 mesh

HASIL

b. Persiapan Sampel Roti

Roti tawar & roti gandum utuh

Dihaluskan dengan mortar hingga halus

HASIL
Persiapan Sampel Analisis

Sampel ditimbang 2,5 gram

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer


25 ml buffer
phosphate 0.1 M
Diaduk secara merata

Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil

Dipanaskan 1000C selama 15 menit dengan kompor listrik

Didinginkan hingga suhu 370C


0,1 M enzim α-amilase 0,1 ml
Diinkubasi dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 370C
20 ml Aquades
pH diatur menjadi 1.5 dengan HCL 4 M
0,1 ml enzim pepsin
Diinkubasi dalam shaker waterbath selama 60 menit pada suhu 37°C
20 ml Aquades
pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH 4 M
100 mg Enzim Pankreatin
Diinkubasi di shaker waterbath suhu 370C selama 1 jam

pH diatur menjadi 4.5 dengan HCL 4 M

Disaring dengan filter krusible

Residu Filtrat
(serat tidak larut) (serat larut)

HASIL
Analisa Kadar Serat Larut
FILTRAT

Dipindahkan dalam beaker glass 500 ml


400 ml etanol 95%

Dibiarkan mengendap selama 1 jam

Disaring menggunakan filter krusible

Filtrat (dibuang) Residu

Dibilas dengan 20 ml etanol 78% dan 20 ml aseton

Dikeringkan suhu 1050C selama selama 12 jam hingga berat konstan

Didinginkan pada desikator selama 15 menit

Ditimbang dengan timbangan analitik (K2)

Diabukan dengan tanur pada suhu 5500C selama 4 jam

Dioven pada suhu 105°C selama 1 jam

Didinginkan pada desikator selama 15 menit

Ditimbang (A2)

HASIL
Analisa Kadar Serat Tak Larut

RESIDU

Dibilas dengan etanol 78% 20 ml

Dibilas dengan aseton 20 ml

Dikeringkan suhu 1050C selama selama 12 jam hingga berat konstan

Didinginkan pada desikator selama 15 menit

Ditimbang dengan timbangan analitik (K1)

Diabukan dalam tanur pada suhu 5500C selama 5 jam

Dioven pada suhu 105°C selama 1 jam

Didinginkan pada desikator selama 15 menit

Ditimbang (A1)

HASIL
ANALISA PROSEDUR (tanpa sitasi)

Tahapan Pertanyaan
Apa tujuan pengayakan dengan
saringan 40 mesh?
Untuk mendapatkan sampel
beras yang halus dan seragam
agar terhidrolisis oleh enzim
dengan maksimal

Apa tujuan penghalusan dengan


mortar?
Agar sampel halus dan
memperluas kontak antar enzim
hidrolisis dengan sampel

Apa tujuan penambahan HCl


hingga ph 1,5 sebelum
penambahan enzim pepsin?
Untuk memberikan pH optimum
bagi kerja enzim pepsin

Apa tujuan penambahan HCl


hingga ph 4,5 setelah inkubasi?
Untuk menghentikan reaksi
enzim
Apa tujuan penyaringan dengan
filter krusible?
Agar residu dengan filtrat
terpisah pada sampel

Apa tujuan pembilasan dengan


etanol dan aseton?
Fungsi etanol untuk melarutkan
komponen polar tidak ada yang
tersisa
Fungsi aseton untuk melarutkan
komponen non polar

Apa tujuan pengeringan dalam


oven setelah pengabuan?
Untuk menurunkan suhu sampel
dan menjaga kestabilan berat
konstan sampel
DATA HASIL PRAKTIKUM

1. Data pengukuran kadar serat pangan tak larut air

Berat Data Berat Data Berat


Kadar Serat
awal Penge kertas K1 Pengabu Krus A1
Jenis sampel Pangan Tak
(gram) ringan saring (gram) an kosong (gram)
Larut Air (%)
W (gram) kosong (gram) (gram)
Beras pecah (gram)
2,508 3,576 1,045 2,531 24,784 23,214 1,57 38,31%
kulit
Beras putih 2,504 3,484 1,027 2,457 24,613 23,034 1,579 35,06%
Roti putih 2,509 3,478 1,033 2,445 25,243 23,512 1,731 28,46%
Roti gandum 2,504 3,468 1,046 2,422 24,893 23,405 1,488 37,30%

Perhitungan :
% serat pangan tak larut = (K1-A1) gr / W (gr)x 100

1. Beras pecah kulit :


- K1 : 3,576 – 1,045 = 2,531
- A1 : 24,784 – 23,214 = 1,57
(2,531−1,57)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 38,31%
2,508
2. Beras putih :
- K1 : 3,484 – 1,027 = 2,457
- A1 : 24,613 – 23,034 = 1,579
(2,457−1,579)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 35,06%
2,504
3. Roti putih :
- K1 : 3,478 – 1,033 = 2,445
- A1 : 25,243 – 23,512 = 1,731
(2,445−1,731)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 28,46%
2,509
4. Roti Gandum :
- K1 : 3,468 – 1,046 = 2,422
- A1 : 24,893 – 23,405 = 1,488
(2,422−1,488)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 37,30%
2,504
2. Data pengukuran kadar serat pangan larut air

Berat Berat
Berat Data kertas Kadar Serat
Data Krus
awal Pengeri saring K2 A2 Pangan
Jenis sampel Pengabua kosong
(gram) ngan kosong (gram) (gram) Larut Air
n (gram) (gram)
W (gram) (gram) (%)

Beras pecah
2,503 2,678 1,043 1,635 24,529 23,473 1,056 23,13 %
kulit

Beras putih 2,509 2,539 1,094 1,445 24,837 23,729 1,108 13,43 %

Roti putih 2,501 2,683 1,055 1,628 23,858 23,224 0,634 39,74 %

Roti gandum 2,504 2,783 1,093 1,69 25,039 23,721 1,318 14,86 %

Perhitungan :
% serat pangan larut = (K2-A2) gr/ W (gr) x 100

1. Beras pecah kulit

K2 = 2,678 - 1,043 = 1,635

A2 = 24,529 - 23,473 = 1,056

% serat pangan larut = (1,635-1,056) gr/ 2,503 (gr) x 100

= 23,13 %

2. Beras putih

K2 = 2,539 -1,094 = 1,445

A2 = 24,837 - 23,729 = 1,108

% serat pangan larut = (1,445-1,108) gr/ 2,509 (gr) x 100

= 13,43 %

3. Roti putih

K2 = 2,683 - 1,055 = 1,628

A2 =23,858 - 23,224 = 0,634

% serat pangan larut = (1,628-0,634) gr/ 2,501 (gr) x 100

= 39,74 %
4. Roti gandum

K2 = 2,783 - 1,093 = 1,69

A2 = 25,039 - 23,721 = 1,318

% serat pangan larut = (1,69-1,318) gr/ 2,504 (gr) x 100

= 14,86 %

3. Tuliskan hasil perhitungan kadar serat!

Kadar Serat Kadar Serat Kadar Serat


Jenis sampel
Larut Air (%) Tak Larut Air Total (%)
Beras pecah kulit 23,13 % 38,31%
(%) 61,44%

Beras putih 13,43 % 35,06% 48,49%

Roti putih 39,74 % 28,46% 68,2%


Roti gandum 14,86 % 37,30% 52,16%
Perhitungan :
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut

1. Beras pecah kulit


% serat pangan tak larut = 38,31%

%serat pangan larut = 23,13%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 38,31% + 23,13%
= 61,44%

2. Beras putih
% serat pangan tak larut = 35,06%

%serat pangan larut = 13,43%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 35,06% + 13,43%
= 48,49%

3. Roti putih
% serat pangan tak larut = 28,46%
%serat pangan larut = 39,74%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 28,46% + 39,74%
= 68,2%

4. Roti gandum
% serat pangan tak larut = 37,30%

%serat pangan larut = 14,86%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 37,30% + 14,86%
= 52,16%
ANALISA HASIL
Serat pangan dibagi menjadi 2 yaitu serat larut air dan tidak larut air, serat
larut air terdiri dari pentose, gum, dan musilase, sedangkan serat tidak larut air
terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Gabungan dari serat tidak larut air dan
serat larut air akan menjadi serat total (Hosseinian et al., 2017). Berdasarkan data
hasil praktikum yang diperoleh pada sampel beras pecah kulit kadar serat larut air
sebesar 23,13%, kadar serat tak larut air sebesar 38,31% dan didapatkan kadar serat
total sebesar 61,44%. Pada sampel beras putih kadar serat larut air sebesar 13,43%,
kadar serat tak larut air sebesar 35,06% dan didapatkan kadar serat total sebesar
48,49%. Pada sampel roti putih kadar serat larut air sebesar 39,74%, kadar serat tak
larut air sebesar 28,46% dan didapatkan kadar serat total sebesar 68,2%. Pada
sampel roti gandum kadar serat larut air sebesar 14,86%, kadar serat tak larut air
sebesar 37,30% dan didapatkan kadar serat total sebesar 52,16%. Sebagian besar
kandungan serat pada bahan pangan didominasi oleh serat tidak larut air, hal tersebut
dikarenakan serat tidak larut air tidak mudah dicerna oleh tubuh, berbeda dengan
serat larut air yang mudah dicerna oleh tubuh, sehingga mengakibatkan serat tidak
larut air masih terkandung di dalam tubuh (Stoker, 2015). Kadar serat tidak larut air
maupun kadar serat larut dan serat total pada beras pecah kulit lebih tinggi
dibandingkan dengan beras putih. Karena beras putih mengalami proses penyosohan
yang mengakibatkan hilangnya sumber serat, yaitu bagian bran dalam beras.
Sedangkan beras pecah kulit tidak melewati proses penyosohan sehingga masih
mengandung bran (Dianti, 2010).
PEMBAHASAN
1. Manakah yang lebih tinggi kadarnya antara kadar serat larut air dan serat tak larut

air pada setiap sampel? Jelaskan!

Berdasarkan kelarutan di dalam air, serat pangan dibedakan menjadi, serat


tidak larut dan serat larut. Meskipun tidak dapat dicerna dan diserap, serat
pangan berfungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan berbagai penyakit degeneratif, seperti diabetes, kolesterol tinggi,
stroke, penyakit jantung koroner, kegemukan, serta gangguan pencernaan,
seperti susah buang air besar, wasir, dan kanker kolon (Winarti, 2010). Menurut
penelitian dari (Hartati et al., 2015) kadar serat tak larut (IF) tertinggi dimiliki
beras pecah kulit varietas Sintanur (30,44 ± 0,60 %db) sedangkan kadar serat
larut tidak berbeda secara signifikan yaitu antara 4,04 – 4,14% db. Berdasarkan
data hasil praktikum yang diperoleh beras pecah kulit memiliki kadar serat tak
larut air sebesar 38,31%, sedangkan kadar serat larut air yang paling tinggi dari
sampel roti putih sebesar 39,74%. Menurut penelitian dari (Basito, 2010) kadar
serat roti tawar kontrol dengan penggunaan 100% tepung terigu tanpa
pencampuran tepung ampas tahu dan penambahan baking powder yang nilainya
sebesar 2,35 % atau 2,35 gram per 100 gram bahan. Standar kadar serat untuk
roti tawar tidak ada tercantum dalam SNI 01-3840-1995. Data hasil praktikum
yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur, hal ini dikarenakan beberapa
faktor dimungkinkan karena terdapat perbedaan lokasi penanaman padi dan
lingkungan yang berbeda serta perlakuan pasca panen dan juga proses
pembuatan roti tawar yang berbeda.

2.Apakah terdapat perbedaan kadar serat antara beras pecah kulit dan beras putih?

Jelaskan!

Beras pecah kulit terdiri dari bran (dedak dan bekatul), endosperm, dan embrio
(lembaga). Endosperma terdiri dari kulit ari (lapisan aleurone) dan bagian
berpati. Beras putih diperoleh dari proses penyosohan bagian endosperma yang
akan menghasilkan beras sosoh, dedak, dan bektul. Beras pecah kulit mempunyai
kandungan protein, mineral, serat dan dan antioksidan phytochemicals yang lebih
tinggi dibandingkan dengan beras putih yang lebih pulen. Beras pecah kulit
memiliki kandungan yang lebih besar dari beras putih karena beras putih telah
mengalami penyosohan dan kehilangan sumber serat yaitu bran. Kandungan serat
beras pecah kulit sebesar 0,7-1,2% sedangkan kandungan serat pada beras putih
yaitu sebesar 0,51% (Dianti, 2010). Berdasarkan data hasil praktikum yang
diperoleh sudah sesuai dengan literatur kadar serat total pada sampel beras
pecah kulit sebesar 61,44%, kadar serat larut sebesar 38,31%, kadar serat tak
larut sebesar 23,13%. Sedangkan kadar serat total pada sampel beras putih
sebesar 48,49%, kadar serat larut sebesar 35,06%, kadar serat tak larut
sebesar 13,43%.

3. Apakah terdapat perbedaan kadar serat antara roti putih dan roti gandum? Jelaskan!

Biji gandum memiliki tiga bagian lapisan yang berbeda yaitu bran atau kulit yang
dihilangkan saat penggilingan untuk pembuatan tepung terigu. Bran memiliki
kandungan serat yang tinggi, vitamin B, lemak, protein, mineral, dan germ. Germ
memiliki kandungan lemak yang tinggi, apabila tepung yang masih memiliki
kandungan germ maka akan mudah berbau tak sedap, dan endosperm merupakan
bagian gandum yang tersisa dan terkandung dalam tepung terigu setelah bran
dan germ dihilangkan pada saat proses penggilingan tepung terigu (Astuti, 2013).
Roti gandum memiliki kadar serat yang lebih tinggi karena menggunakan bahan
baku yang kaya akan serat, sedangkan pada tepung terigu sumber seratnya
berkurang yaitu bran (Arnarson, 2015). Berdasarkan data hasil praktikum yang
diperoleh pada sampel roti gandum kadar serat total sebesar 52,16%, kadar
serat tak larut sebesar 37,30%, kadar serat larut sebesar 14,86%. Sedangkan
pada sampel roti tawar 68,2%, kadar serat tak larut sebesar 28,46%, kadar
serat larut sebesar 39,74%. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur faktor
yang mempengaruhi kadar serat total adalah mungkin perbedaan proses
pengolahan roti dan perbedaan varietas jenis tepung dan gandum.
Kesimpulan
Prinsip kadar serat pangan secara in vitro yaitu dengan menghilangkan kandungan
lemak sampel dan hidrolisis komponen pati (menggunakan amilase) dan protein
(menggunakan protease/pepsin). Campuran yang telah dipisahkan komponen pati dan
protein yang telah dihidrolisis, selanjutnya dipisahkan antara filtrat (serat pangan
larut) dan endapan (serat pangan tak larut), lalu dilakukan analisa secara gravimetri.
Tujuan dari percobaan kadar serat pangan adalah mengenalkan metode penentuan
kadar serat pangan dan mempraktekkan prosedur penentuan kadar serat pangan.
Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh pada sampel beras pecah kulit
kadar serat larut air sebesar 23,13%, kadar serat tak larut air sebesar 38,31% dan
didapatkan kadar serat total sebesar 61,44%. Pada sampel beras putih kadar serat
larut air sebesar 13,43%, kadar serat tak larut air sebesar 35,06% dan didapatkan
kadar serat total sebesar 48,49%. Pada sampel roti putih kadar serat larut air
sebesar 39,74%, kadar serat tak larut air sebesar 28,46% dan didapatkan kadar
serat total sebesar 68,2%. Pada sampel roti gandum kadar serat larut air sebesar
14,86%, kadar serat tak larut air sebesar 37,30% dan didapatkan kadar serat total
sebesar 52,16%.
Daftar Pustaka
Alais, C dan B. Linden. 2011. Food Biochemistry. Ellis Horwood, London
Anik Herminingsih, 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan.Universitas Mercu
Buana,
Jakarta.
Dhingra, D., Michael, M., Rajput, H., & Patil, R. T. (2012). Dietary fibre in foods: A
review. In Journal of Food Science and Technology.
https://doi.org/10.1007/s13197-011 0365-5
Johnson, R. 2010. Extraction and characterization of mucilage in Ziziphus mauritiana
Lam. International Food Research Journal, 18: 201-212.
Korompot. (2018). Kandungan Serat Kasar Dari Bakasang Ikan Tuna ( Thunnus Sp .)
The Right Fiber Content Of The Tuna Fish Bakasang ( Thunnus Sp .) On Various
Conditions Of Salt , Temperature And Fermentation Time. Jurnal Ilmiah Sains,
18(1), 31–34.
Kunamneni, A., Permaul, K., and Singh S. 2013. Amylase Production in Solid State
Fermentation By Thethermophilic Fungus Thermomyces Lanuginosus. Journal of
Bioscience and Bioengineering, 100(2): 168-171.
Palupi, N. S., Kusnandar, F., & Lestari, A. (2015). Nilai biologis mi kering jagung yang
disubstitusi tepung jagung termodifikasi melalui Heat Moisture Treatment
[Biological
Values of Dried Corn Noodles Substituted with Heat Moisture Treated ( HMT )
-Corn
Flour]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 25(2),
9–16. https://doi.org/10.6066/jtip.2015.1.9
Rantika, N., & Rusdiana, T. (2018). Artikel Tinjauan: Penggunaan Dan Pengembangan
Dietary Fiber. Farmaka, 16, 152–165.
Santoso, A. (2013). SERAT PANGAN (DIETARY FIBER) DAN MANFAATNYA BAGI
KESEHATAN. Aslib Proceedings, 22(11), 538–549.
https://doi.org/10.1108/eb050265
Sunarti. (2018). Serat Pangan dalam Menangani Sindrom Metabolik. In Gajah Mada
University Press Yogyakarta.
Daftar Pustaka Tambahan
Arnarson, A. (2015). Wheat 101: Nutrition Facts and Health Effects. Food Research
International.
Astuti, TYI. 2013. Karakteristik Tepung Terigu Dan Tepung Gandum. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta
Basito. (2010). Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Beras Organik Mentik
Susu dan IR64; Pecah Kulit dan Giling Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian.
Dianti, RW. 2010. Kajian Karakteristik Fisikokimia Dan Sensoris Beras Organik Mentik
Susu Dan IR;46 Pecah Kulit Dan Giling Selama Penyimpanan. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret
Hartati, S., Marsono, Y., & Santoso, U. (2015). Komposisi Kimia Serta Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Hidrofilik bekatul Beberapa Varietas Padi. Jurnal Agritech,
35(1), 35–42.
Hosseinian, et al. 2017. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber.
Jounal of Agriculture and Food Chemistry 31:476-482.
Stoker, D. 2015. Effect of Dietary Fiber and Phytate on the Homeostatis and
Bioavailability of Mineral. CRC handbook of Dietary Fiber on Human Nutrition. Ed
III. GA Spiller (ed). Boca Raton: CRC Press.
Winarti, P. 2010. Kajian Substitusi Bekatul Beras Merah Dan Beras Hitam Terhadap
Sifat Sensoris Dan Fisikokimia Pada Pembuatan Roti Tawar. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian, Vol. V, No. 2.
Bukti Literatur

(Santoso, 2013)

(Korompot, 2018)
(Dhingra et al., 2012).
Lampiran DHP
DHP PRAKTIKUM EVALUASI KADAR SERAT
1. Data pengukuran kadar serat pangan tak larut air

Berat Data Berat Data Berat


Kadar Serat
awal Penge kertas K1 Pengabu Krus A1
Jenis sampel Pangan Tak
(gram) ringan saring (gram) an kosong (gram)
Larut Air (%)
W (gram) kosong (gram) (gram)
Beras pecah 2,508 3,576 1,045
(gram) 2,531 24,784 23,214 1,57 38,31%
kulit
Beras putih 2,504 3,484 1,027 2,457 24,613 23,034 1,579 35,06%
Roti putih 2,509 3,478 1,033 2,445 25,243 23,512 1,731 28,46%
Roti gandum 2,504 3,468 1,046 2,422 24,893 23,405 1,488 37,30%

K1 = berat pengeringan – berat kertas saring


A1 = berat pengabuan – berat berat cawan kosong

Perhitungan :
% serat pangan tak larut = (K1-A1) gr / W (gr)x 100

1. Beras pecah kulit :


- K1 : 3,576 – 1,045 = 2,531
- A1 : 24,784 – 23,214 = 1,57
(2,531−1,57)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 38,31%
2,508
2. Beras putih :
- K1 : 3,484 – 1,027 = 2,457
- A1 : 24,613 – 23,034 = 1,579
(2,457−1,579)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 35,06%
2,504
3. Roti putih :
- K1 : 3,478 – 1,033 = 2,445
- A1 : 25,243 – 23,512 = 1,731
(2,445−1,731)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 28,46%
2,509
4. Roti Gandum :
- K1 : 3,468 – 1,046 = 2,422
- A1 : 24,893 – 23,405 = 1,488
(2,422−1,488)
% Serat pangan tak larut : 𝑥 100 = 37,30%
2,504
2. Data pengukuran kadar serat pangan larut air
Berat Berat Kadar
Berat Data
kertas Data Krus Serat
awal Penger K2 A2
Jenis sampel saring Pengabua kosong Pangan
(gram) ingan (gram) (gram)
kosong n (gram) (gram) Larut Air
W (gram)
(gram) (%)
Beras pecah 2,503 2,678 1,043 1,635 24,529 23,473 1,056 23,13 %
kulit
Beras putih 2,509 2,539 1,094 24,837 23,729
1,445 1,108 13,43 %
Roti putih 2,501 2,683 1,055 1,628 23,858 23,224 0,634 39,74 %

Roti gandum 2,504 2,783 1,093 1,69 25,039 23,721 1,318 14,86 %
Perhitungan :
% serat pangan larut = (K2-A2) gr/ W (gr) x 100

1. Beras pecah kulit

K2 = 2,678 - 1,043 = 1,635

A2 = 24,529 - 23,473 = 1,056

% serat pangan larut = (1,635-1,056) gr/ 2,503 (gr) x 100

= 23,13 %

2. Beras putih

K2 = 2,539 -1,094 = 1,445

A2 = 24,837 - 23,729 = 1,108

% serat pangan larut = (1,445-1,108) gr/ 2,509 (gr) x 100

= 13,43 %

3. Roti putih

K2 = 2,683 - 1,055 = 1,628

A2 =23,858 - 23,224 = 0,634

% serat pangan larut = (1,628-0,634) gr/ 2,501 (gr) x 100

= 39,74 %

4. Roti gandum

K2 = 2,783 - 1,093 = 1,69


A2 = 25,039 - 23,721 = 1,318

% serat pangan larut = (1,69-1,318) gr/ 2,504 (gr) x 100

= 14,86 %

3. Tuliskan hasil perhitungan kadar serat!


Kadar Serat Kadar Serat Kadar Serat
Jenis sampel
Larut Air (%) Tak Larut Air Total (%)
Beras pecah kulit 23,13 % 38,31%
(%) 61,44%

Beras putih 13,43 % 35,06% 48,49%

Roti putih 39,74 % 28,46% 68,2%


Roti gandum 14,86 % 37,30% 52,16%

Perhitungan :
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
1. Beras pecah kulit
% serat pangan tak larut = 38,31%

%serat pangan larut = 23,13%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 38,31% + 23,13%
= 61,44%

2. Beras putih
% serat pangan tak larut = 35,06%

%serat pangan larut = 13,43%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 35,06% + 13,43%
= 48,49%
3. Roti putih
% serat pangan tak larut = 28,46%

%serat pangan larut = 39,74%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 28,46% + 39,74%
= 68,2%

4. Roti gandum
% serat pangan tak larut = 37,30%

%serat pangan larut = 14,86%

% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 37,30% + 14,86%
= 52,16%

Anda mungkin juga menyukai