Foto
3x4
2. Enzim apa saja yang digunakan pada penentuan kadar serat pangan in vitro? Apa
fungsinya dan kondisi optimum masing-masing enzim
Enzim yang digunakan dalam penentuan kadar serat pangan adalah enzim α-amilase, enzim pepsin,
dan enzim pancreatin. Enzim α-amilase merupakan endoenzim yang mampu menghidrolisis ikatan α-
1,4 glikosidik pada bagian dalam rantai pati secara acak (Kunamneni et al., 2013). Menurut Alais dan
Linden (2011), enzim ini tidak akan memotong ikatan yang terdapat pada glukomanan yang memiliki
ikatan β-1,4glikosidik dengan komponen penyusun D-glukopiranosa dan D- manopiranosa karena
reaksi sifat enzim spesifik terhadap substrat dengan ikatan penyusun tertentu. Enzim Pepsin
adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah protein menjadi pepton, protease, polipeptida dan
beberapa asam amino bebas. Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam
amino tertentu di protein untuk menghasilkan fragmen – fragmen peptide. Enzim pancreatin adalah
gabungan enzim amilase, protease dan lipase. Pada pengujian kadar serat enzim pancreatin
berfungsi untuk memecah makromolekul seperti protein, pati, dan lemak menjadi mikromolekul agar
pengukuran serat dapat dilakukan (Pratiwi, 2010)
3. Setelah proses pengabuan dalam tanur, residu sampel kemudian dikeringkan dalam
oven dan didinginkan dalam desikator. Apa tujuan perlakuan tersebut?
Pendinginan residu bertujuan agar tidak terlalu panas pada saat ditimbang dan dapat dihitung
karena suhu tanur dan pengovenan menggunakan suhu yang tinggi. Pendinginan dalam desikator agar
residu yang sudah dikeringkan tidak menyerap air yang ada di udara sehingga menjaga sampel
residu tetap kering dan kadar air tidak bertambah (Johnson, 2010).
TINJAUAN PUSTAKA
Apa pengertian serat pangan?
dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan
manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum, dan
lapisan lilin. Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua yaitu
serat pangan yang terlarut dan tidak terlarut. Didasarkan pada fungsinya di dalam
tanaman, serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a) polisakarida struktural
yang terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pektat;
(b) non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin; dan (c)
polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar- agar. Komposisi kimia serat
pangan. Serat pangan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Serat pangan larut
(soluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan
bagian dalam dari sel pangan nabati. Serat ini banyak terdapat pada buah dan
sayur, dan serat tidak larut (insoluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini
adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang banyak ditemukan pada seralia,
berikan contohnya!
Serat makanan dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar atas dasar
kelarutan: komponen yang dapat larut, seperti pektin, gom, dan β-glukan; dan
komponen yang tidak larut, yang termasuk selulosa, lignin, dan hemiselulosa
(Dhingra et al., 2012). Serat larut telah dikaitkan dengan penurunan kolesterol
dalam
darah dan penurunan penyerapan glukosa usus sementara serat tidak larut telah
dikaitkan dengan penyerapan air dan pengaruh regulasi usus. Klasifikasi serat
makanan yang paling banyak diterima yaitu untuk membedakan komponen makanan
mewakili enzim pencernaan manusia. Jadi serat makanan yang paling tepat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori seperti serat yang tidak larut dalam air /
kurang terfermentasi: selulosa, hemiselulosa, lignin. Serat yang larut dalam air /
terfermentasi dengan baik: pektin, gusi dan lender (Rantika & Rusdiana, 2018)
senyawa yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku Daftar
Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar
serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapatdijadikan
indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan
dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap
mengandung zat gizi, akan tetapi memberikan keuntungkan bagi kesehatan yaitu
darah dan penyakit kardiovaskuler. Walaupun serat pangan tidak mengandung zat
gizi, tetapi serat pangan mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat
lain dalam menstimulasi perbaikan kondisi fisiologis dan metabolic (Santoso, 2013).
DIAGRAM ALIR a. Persiapan Sampel Beras
HASIL
HASIL
Persiapan Sampel Analisis
Residu Filtrat
(serat tidak larut) (serat larut)
HASIL
Analisa Kadar Serat Larut
FILTRAT
Ditimbang (A2)
HASIL
Analisa Kadar Serat Tak Larut
RESIDU
Ditimbang (A1)
HASIL
ANALISA PROSEDUR (tanpa sitasi)
Tahapan Pertanyaan
Apa tujuan pengayakan dengan
saringan 40 mesh?
Untuk mendapatkan sampel
beras yang halus dan seragam
agar terhidrolisis oleh enzim
dengan maksimal
Perhitungan :
% serat pangan tak larut = (K1-A1) gr / W (gr)x 100
Berat Berat
Berat Data kertas Kadar Serat
Data Krus
awal Pengeri saring K2 A2 Pangan
Jenis sampel Pengabua kosong
(gram) ngan kosong (gram) (gram) Larut Air
n (gram) (gram)
W (gram) (gram) (%)
Beras pecah
2,503 2,678 1,043 1,635 24,529 23,473 1,056 23,13 %
kulit
Beras putih 2,509 2,539 1,094 1,445 24,837 23,729 1,108 13,43 %
Roti putih 2,501 2,683 1,055 1,628 23,858 23,224 0,634 39,74 %
Roti gandum 2,504 2,783 1,093 1,69 25,039 23,721 1,318 14,86 %
Perhitungan :
% serat pangan larut = (K2-A2) gr/ W (gr) x 100
= 23,13 %
2. Beras putih
= 13,43 %
3. Roti putih
= 39,74 %
4. Roti gandum
= 14,86 %
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 38,31% + 23,13%
= 61,44%
2. Beras putih
% serat pangan tak larut = 35,06%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 35,06% + 13,43%
= 48,49%
3. Roti putih
% serat pangan tak larut = 28,46%
%serat pangan larut = 39,74%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 28,46% + 39,74%
= 68,2%
4. Roti gandum
% serat pangan tak larut = 37,30%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 37,30% + 14,86%
= 52,16%
ANALISA HASIL
Serat pangan dibagi menjadi 2 yaitu serat larut air dan tidak larut air, serat
larut air terdiri dari pentose, gum, dan musilase, sedangkan serat tidak larut air
terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Gabungan dari serat tidak larut air dan
serat larut air akan menjadi serat total (Hosseinian et al., 2017). Berdasarkan data
hasil praktikum yang diperoleh pada sampel beras pecah kulit kadar serat larut air
sebesar 23,13%, kadar serat tak larut air sebesar 38,31% dan didapatkan kadar serat
total sebesar 61,44%. Pada sampel beras putih kadar serat larut air sebesar 13,43%,
kadar serat tak larut air sebesar 35,06% dan didapatkan kadar serat total sebesar
48,49%. Pada sampel roti putih kadar serat larut air sebesar 39,74%, kadar serat tak
larut air sebesar 28,46% dan didapatkan kadar serat total sebesar 68,2%. Pada
sampel roti gandum kadar serat larut air sebesar 14,86%, kadar serat tak larut air
sebesar 37,30% dan didapatkan kadar serat total sebesar 52,16%. Sebagian besar
kandungan serat pada bahan pangan didominasi oleh serat tidak larut air, hal tersebut
dikarenakan serat tidak larut air tidak mudah dicerna oleh tubuh, berbeda dengan
serat larut air yang mudah dicerna oleh tubuh, sehingga mengakibatkan serat tidak
larut air masih terkandung di dalam tubuh (Stoker, 2015). Kadar serat tidak larut air
maupun kadar serat larut dan serat total pada beras pecah kulit lebih tinggi
dibandingkan dengan beras putih. Karena beras putih mengalami proses penyosohan
yang mengakibatkan hilangnya sumber serat, yaitu bagian bran dalam beras.
Sedangkan beras pecah kulit tidak melewati proses penyosohan sehingga masih
mengandung bran (Dianti, 2010).
PEMBAHASAN
1. Manakah yang lebih tinggi kadarnya antara kadar serat larut air dan serat tak larut
2.Apakah terdapat perbedaan kadar serat antara beras pecah kulit dan beras putih?
Jelaskan!
Beras pecah kulit terdiri dari bran (dedak dan bekatul), endosperm, dan embrio
(lembaga). Endosperma terdiri dari kulit ari (lapisan aleurone) dan bagian
berpati. Beras putih diperoleh dari proses penyosohan bagian endosperma yang
akan menghasilkan beras sosoh, dedak, dan bektul. Beras pecah kulit mempunyai
kandungan protein, mineral, serat dan dan antioksidan phytochemicals yang lebih
tinggi dibandingkan dengan beras putih yang lebih pulen. Beras pecah kulit
memiliki kandungan yang lebih besar dari beras putih karena beras putih telah
mengalami penyosohan dan kehilangan sumber serat yaitu bran. Kandungan serat
beras pecah kulit sebesar 0,7-1,2% sedangkan kandungan serat pada beras putih
yaitu sebesar 0,51% (Dianti, 2010). Berdasarkan data hasil praktikum yang
diperoleh sudah sesuai dengan literatur kadar serat total pada sampel beras
pecah kulit sebesar 61,44%, kadar serat larut sebesar 38,31%, kadar serat tak
larut sebesar 23,13%. Sedangkan kadar serat total pada sampel beras putih
sebesar 48,49%, kadar serat larut sebesar 35,06%, kadar serat tak larut
sebesar 13,43%.
3. Apakah terdapat perbedaan kadar serat antara roti putih dan roti gandum? Jelaskan!
Biji gandum memiliki tiga bagian lapisan yang berbeda yaitu bran atau kulit yang
dihilangkan saat penggilingan untuk pembuatan tepung terigu. Bran memiliki
kandungan serat yang tinggi, vitamin B, lemak, protein, mineral, dan germ. Germ
memiliki kandungan lemak yang tinggi, apabila tepung yang masih memiliki
kandungan germ maka akan mudah berbau tak sedap, dan endosperm merupakan
bagian gandum yang tersisa dan terkandung dalam tepung terigu setelah bran
dan germ dihilangkan pada saat proses penggilingan tepung terigu (Astuti, 2013).
Roti gandum memiliki kadar serat yang lebih tinggi karena menggunakan bahan
baku yang kaya akan serat, sedangkan pada tepung terigu sumber seratnya
berkurang yaitu bran (Arnarson, 2015). Berdasarkan data hasil praktikum yang
diperoleh pada sampel roti gandum kadar serat total sebesar 52,16%, kadar
serat tak larut sebesar 37,30%, kadar serat larut sebesar 14,86%. Sedangkan
pada sampel roti tawar 68,2%, kadar serat tak larut sebesar 28,46%, kadar
serat larut sebesar 39,74%. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur faktor
yang mempengaruhi kadar serat total adalah mungkin perbedaan proses
pengolahan roti dan perbedaan varietas jenis tepung dan gandum.
Kesimpulan
Prinsip kadar serat pangan secara in vitro yaitu dengan menghilangkan kandungan
lemak sampel dan hidrolisis komponen pati (menggunakan amilase) dan protein
(menggunakan protease/pepsin). Campuran yang telah dipisahkan komponen pati dan
protein yang telah dihidrolisis, selanjutnya dipisahkan antara filtrat (serat pangan
larut) dan endapan (serat pangan tak larut), lalu dilakukan analisa secara gravimetri.
Tujuan dari percobaan kadar serat pangan adalah mengenalkan metode penentuan
kadar serat pangan dan mempraktekkan prosedur penentuan kadar serat pangan.
Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh pada sampel beras pecah kulit
kadar serat larut air sebesar 23,13%, kadar serat tak larut air sebesar 38,31% dan
didapatkan kadar serat total sebesar 61,44%. Pada sampel beras putih kadar serat
larut air sebesar 13,43%, kadar serat tak larut air sebesar 35,06% dan didapatkan
kadar serat total sebesar 48,49%. Pada sampel roti putih kadar serat larut air
sebesar 39,74%, kadar serat tak larut air sebesar 28,46% dan didapatkan kadar
serat total sebesar 68,2%. Pada sampel roti gandum kadar serat larut air sebesar
14,86%, kadar serat tak larut air sebesar 37,30% dan didapatkan kadar serat total
sebesar 52,16%.
Daftar Pustaka
Alais, C dan B. Linden. 2011. Food Biochemistry. Ellis Horwood, London
Anik Herminingsih, 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan.Universitas Mercu
Buana,
Jakarta.
Dhingra, D., Michael, M., Rajput, H., & Patil, R. T. (2012). Dietary fibre in foods: A
review. In Journal of Food Science and Technology.
https://doi.org/10.1007/s13197-011 0365-5
Johnson, R. 2010. Extraction and characterization of mucilage in Ziziphus mauritiana
Lam. International Food Research Journal, 18: 201-212.
Korompot. (2018). Kandungan Serat Kasar Dari Bakasang Ikan Tuna ( Thunnus Sp .)
The Right Fiber Content Of The Tuna Fish Bakasang ( Thunnus Sp .) On Various
Conditions Of Salt , Temperature And Fermentation Time. Jurnal Ilmiah Sains,
18(1), 31–34.
Kunamneni, A., Permaul, K., and Singh S. 2013. Amylase Production in Solid State
Fermentation By Thethermophilic Fungus Thermomyces Lanuginosus. Journal of
Bioscience and Bioengineering, 100(2): 168-171.
Palupi, N. S., Kusnandar, F., & Lestari, A. (2015). Nilai biologis mi kering jagung yang
disubstitusi tepung jagung termodifikasi melalui Heat Moisture Treatment
[Biological
Values of Dried Corn Noodles Substituted with Heat Moisture Treated ( HMT )
-Corn
Flour]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 25(2),
9–16. https://doi.org/10.6066/jtip.2015.1.9
Rantika, N., & Rusdiana, T. (2018). Artikel Tinjauan: Penggunaan Dan Pengembangan
Dietary Fiber. Farmaka, 16, 152–165.
Santoso, A. (2013). SERAT PANGAN (DIETARY FIBER) DAN MANFAATNYA BAGI
KESEHATAN. Aslib Proceedings, 22(11), 538–549.
https://doi.org/10.1108/eb050265
Sunarti. (2018). Serat Pangan dalam Menangani Sindrom Metabolik. In Gajah Mada
University Press Yogyakarta.
Daftar Pustaka Tambahan
Arnarson, A. (2015). Wheat 101: Nutrition Facts and Health Effects. Food Research
International.
Astuti, TYI. 2013. Karakteristik Tepung Terigu Dan Tepung Gandum. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta
Basito. (2010). Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Beras Organik Mentik
Susu dan IR64; Pecah Kulit dan Giling Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian.
Dianti, RW. 2010. Kajian Karakteristik Fisikokimia Dan Sensoris Beras Organik Mentik
Susu Dan IR;46 Pecah Kulit Dan Giling Selama Penyimpanan. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret
Hartati, S., Marsono, Y., & Santoso, U. (2015). Komposisi Kimia Serta Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Hidrofilik bekatul Beberapa Varietas Padi. Jurnal Agritech,
35(1), 35–42.
Hosseinian, et al. 2017. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber.
Jounal of Agriculture and Food Chemistry 31:476-482.
Stoker, D. 2015. Effect of Dietary Fiber and Phytate on the Homeostatis and
Bioavailability of Mineral. CRC handbook of Dietary Fiber on Human Nutrition. Ed
III. GA Spiller (ed). Boca Raton: CRC Press.
Winarti, P. 2010. Kajian Substitusi Bekatul Beras Merah Dan Beras Hitam Terhadap
Sifat Sensoris Dan Fisikokimia Pada Pembuatan Roti Tawar. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian, Vol. V, No. 2.
Bukti Literatur
(Santoso, 2013)
(Korompot, 2018)
(Dhingra et al., 2012).
Lampiran DHP
DHP PRAKTIKUM EVALUASI KADAR SERAT
1. Data pengukuran kadar serat pangan tak larut air
Perhitungan :
% serat pangan tak larut = (K1-A1) gr / W (gr)x 100
Roti gandum 2,504 2,783 1,093 1,69 25,039 23,721 1,318 14,86 %
Perhitungan :
% serat pangan larut = (K2-A2) gr/ W (gr) x 100
= 23,13 %
2. Beras putih
= 13,43 %
3. Roti putih
= 39,74 %
4. Roti gandum
= 14,86 %
Perhitungan :
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
1. Beras pecah kulit
% serat pangan tak larut = 38,31%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 38,31% + 23,13%
= 61,44%
2. Beras putih
% serat pangan tak larut = 35,06%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 35,06% + 13,43%
= 48,49%
3. Roti putih
% serat pangan tak larut = 28,46%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 28,46% + 39,74%
= 68,2%
4. Roti gandum
% serat pangan tak larut = 37,30%
% serat pangan total = % serat pangan tak larut + % serat pangan larut
= 37,30% + 14,86%
= 52,16%