Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA ZAT GIZI

ANALISIS LEMAK
Penentuan Kadar Lemak dan Minyak pada Biskuit Sari Gandum dengan Metode Soxhlet,
Penentuan Kualitas Minyak Kelapa Sawit Bimoli dan Minyak Jelantah) dengan Metode
Titrimetri

Disusun oleh:
Nama Aisyah Rahmah
NIM 18/429852/KU/20829
Kelompok 9
Hari,tanggal Senin,25 Maret 2019
Asisten 1. Jihan Ukhti, S.Gz
2. Aphrodite Nadya N

DEPARTEMEN GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
A. Latar Belakang
Hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak. Lemak dan
minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia,
terutama dalam menyediakan sumber energi yang lebih efektif. Karena dalam satu gram
minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan protein dan karbohidrat hanya
menghasilkan 4 kkal/gram (Winarno, 2008)
Lemak dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan dalam bentuk minyak goreng,
lemak gajih, mentega, margarin, dan shortening (mentega putih). Kadar lemak dalam bahan
makanan penting untuk diketahui. Menurut Sudarmadji (2010), tujuan dilakukannya analisis
kadar lemak dalam bahan pangan meliputi:
1. Untuk penentuan kuantitatif kadar lemak atau minyak yang terdapat dalam bahan
makanan.
2. Untuk penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan
dengan proses ekstraksinya.
3. Untuk penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas pada minyak.
Ada berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar lemak
dalam bahan makanan. Dalam praktikum kali ini, metode yang digunakan untuk analisis
kuantitatif lemak atau minyak adalah metode Soxhlet dan analisis kualitatif metode Titrimetri.
B. Tujuan
1. Mempelajari metode analisa lemak dan minyak dari segi kuantitatif dan kualitatif
2. Menentukan kadar lemak dan minyak pada biskuit ‘Sari Gandum’ dengan metode
ekstraksi Soxhlet
3. Menentukan angka asam dan % FFA dari minyak kelapa sawit ‘Bimoli’ dan minyak
jelantah dengan metode Titimetri.
C. Prinsip Analisis
1. Metode Soxhlet
Bahan yang diduga mengandung lemak atau minyak diekstrak dengan pelarut nonpolar
menggunakan tabung ekstraksi soxhlet, banyaknya lemak/minyak dapat ditentukan
secara gravimetri (Sudarmadji et al., 2010).
2. Metode Titrimetri
Mentitrasi minyak yang telah dilarutkan dengan alkohol netral menggunakan KOH untuk
menetralkan asam lemak bebas (Sudarmadji et al., 2010).
D. Alat dan Bahan
1. Metode Soxhlet
Alat Bahan
Tabung extraksi soxhle 2 buah Waterbath 1 buah Sari Gandum 1 buah
Kertas saring 2 lembar Beaker glass 250 ml 1 buah Dietil Eter 80 ml
Oven 1 buah Penjepit 1 buah
Timbangan analit 1 buah Gelas ukur 100 ml 1 buah

1
Stopwatch 1 buah Spatula 1 buah
Eksikator 1 buah
2. Metode Titrimetri
Alat Bahan
Gelas beaker 1 buah Kompor listrik 1 buah Minyak Kelapa sawit 10 ml
Gelas ukur 50 ml 1 buah Pipet tetes 1 buah Minyak jelantah 10 ml
Gelas ukur 10 ml 2 buah Buret 1 buah Alkohol 70% 200 ml
Erlenmeyer 4 buah Statif 1 buah Indikator PP 20 tetes
Alumunium foil 4 lembar Larutan KOH 0,02 N 9,2 ml

E. Cara Kerja

F. Fungsi Reagen dan Perlakuan


a. Metode Soxhlet
- Penghaluskan sampel bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi dan
memperbesar luas permukaan (Sudarmadji et al., 2010).
- Kertas saring digunakan untuk mencegah partikel sampel tidak ikut terbawa aliran
pelarut (Sudarmadji et al., 2010).
- Tabung ekstraksi soxhlet berguna untuk mengalirkan uap ke pipa pendingin yang
berasal dari pendidihan pelarut untuk dilakukan proses ekstraksi (Putro, 2014).

2
- Penambahkan pelarut non polar (dietil ether) berfungsi untuk melarutkan lemak
(Sudarmadji et al., 2010).
- Mensirkulasi sovent berfungsi untuk mendapatkan ekstraksi lemak (Sudarmadji et al.,
2010).
- Menguapkan pelarut non polar dalam waterbath bertujuan untuk menyisakan
endapan atau residu berupa lemak atau minyak (Putro, 2014).
- Pengovenan berguna untuk menguapkan sisa dietil eter sampai suhu 105˚C sampai
berat konstan (Sudarmadji et al., 2010).
- Pendinginan dalam eksikitor berfungsi untuk mencegah kelembapan pada sampel
(Sudarmadji et al., 2010).
- Penimbangan berat konstan berfungsi untuk mendapatkan data berat lemak dalam
sampel (Sudarmadji et al., 2010).
b. Metode Titrimetri
- Memasukkan ke dalam labu erlenmeyer guna memudahkan dalam melakukan reaksi.
- Menambahkan alkohol 70% berfungsi untuk melarutkan lemak dengan mengikat
asam lemak bebas.
- Penutupan labu erlenmeyer dengan alumunium foil berfungsi agar penguapan
alkohol dapat berkurang.
- Alumunium foil dilubangi kecil berfungsi untuk menjaga tekanan di dalam labu
erlenmeyer ketika dipanaskan.
- Pemanasan dengan kompor listirk hingga mendidih untuk mempercepat hidrolisis.
- Penambahan indikator PP berfungsi sebagai penanda adanya reaksi ketika
ditambahkannya KOH sehingga terlihat perubahan warna yang jelas yaitu merah
jambu (Sudarmadji et al., 2010).
- Penggojogan larutan supaya larutan dapat tercampur rata dan homogen.
- Mentitrasi dengan larutan KOH berfungsi untuk menetralkan asam lemak bebas pada
sampel. Karena KOH memiliki sifat basa, sedangkan asam lemak bersifat asam,
sehingga suasana netral tercipta (Sudarmadji et al., 2010).
- Pencatatan volume KOH bertujuan untuk mengetahui berapa volume KOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan larutan tersebut sehingga angka asamnya dapat
dihitung dan pH sampel dapat diketahui.
G. Hasil

a) Metode Soxhlet
No. Sampel Ulangan S T T+S (K+S)’ (K+S)’’ Minyak Minyak
(Sampel) (Tabung) (%wb) (%db)
1. Biskuit 1 1,5 gr 40,28 41,78 40,6179 40,6015 21,43% 21,91%
Sari 2 1,5 gr 40,9706 42,4706 41,3790 41,3043 33,37% 34,12%
Gandum Rata-rata 27,4% 28,015%

3
b) Metode Titimetri
No. Sampel Ulangan Berat Volume %FFA Angka %FFA Angka Asam
sampel KOH Asam Rata- Rata-rata
(ml) (ml) rata
1 1 5 3,6 0,368% 0,806
Minyak Jelantah 0,265% 0,582
2 5 1,6 0,163% 0,358
2 Minyak Kelapa 1 5 2,2 0,225% 0,492
0,204% 0,447
Sawit Bimoli 2 5 1,8 0,184% 0,403

H. Pembahasan
1. Penentuan kadar lemak dengan metode Soxhlet
Dalam penelitian yang dilakukan oleh García-Hernández (2017) yang membandingkan
tiga pelarut (petroleum ether, dietil eter, dan heksan) dalam ekstraksi minyak menggunakan
metode Soxhlet, pelarut dietil eter dinilai sebagai pelarut yang paling efisien dalam
melakukan ekstraksi. Selain itu, pelarut ini memiliki toksisitas rendah untuk manusia dan
lingkungan dan relatif mudah untuk diobati dan dibuang (Metherel et al., 2009). Pelarut yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah dietil eter, dipilih karena eter bersifat non polar
sehingga dapat melarutkan lemak (Rahman, 2013). Titik didih eter juga lebih rendah
dibandingkan air dan eter yang mengikat air menjadi terpisah karena eter lebih cepat
menguap daripada air (Andarwulan, dkk., 2011).
Setelah dilakukan pengulangan sebanyak dua kali, kadar lemak yang dianalisis
dengan metode Soxhlet dapat dihitung %wb (sampel tidak mengalami proses pengeringan)
dan %db (sampel mengalami proses pengeringan) menggunakan rumus sebagai berikut:

(𝑆 + 𝑇)′ − 𝑇 %𝑤𝑏
Keterangan : %𝑤𝑏 = × 100% %𝑑𝑏 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1 − 𝐾𝑎
S = berat sampel
(S+T)’ = berat sampel+botol timbang pada penimbangan ke-2
T = berat botol timbang
Ka = kadar air

Berdasarkan rumus tersebut, didapatkan hasil perhitungan kadar lemak biskuit ‘Sari
Gandum’ dengan kadar %wb1 sebesar 21,43% dan kadar %wb2 sebesar 33,37%. Jika
diambil rata-rata dari kedua hasil, didapatkan %wb sebesar 27,4%. Sedangkan kadar %db1
sebesar 21,91% dan %db2 34,12%, dan jika diambil rata-rata diperoleh hasil %db sebesar
28,015%. Menurut informasi nilai gizi yang tertera pada label kemasan biskuit ‘Sari Gandum’,
dicantumkan kadar lemak total sebesar 4 gr/takaran saji (19,5 g). Maka dapat diperoleh
4 𝑔𝑟
kadar %db sebesar 20,51% dari perhitungan 19,5 𝑔𝑟
× 100%.

Setelah dibandingkan, hasil %db ulangan pertama lebih rendah dan mendekati nilai
yang tertera pada label kemasan. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam proses
penimbangan, maupun adanya zat-zat lain yang dapat ikut terekstraksi sebagai lemak

4
sehingga hasil praktikum lebih besar daripada yang tercantum dalam informasi nilai gizi,
serta perbedaan metode yang digunakan.
Faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian metode Soxhlet adalah ukuran partikel
sampel, jenis pelarut, waktu dan suhu ekstraksi (Andarwulan et al., 2011). Menurut Yenrina
(2015), dalam penelitiannya ia menjelaskan bahwa:
a. Semakin kecil ukuran sampel, maka semakin luas kontak permukaan bahan dengan
pelarut sehingga proses ekstraksi akan semakin efisien.
b. Jenis pelarut yang polaritasnya sesuai dengan polaritas lemak akan memberikan
hasil ekstraksi yang baik.
c. Semakin lama waktu ekstraksi, maka semakin banyak jumlah lemak yang terekstrak
oleh pelarut.
d. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka ekstraksi akan berjalan semakin cepat.
Suhu yang digunakan juga harus disesuaikan dengan titik didih pelarut yang
digunakan.
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode Soxhlet. Keuntungan dari
metode ini yaitu pelarut yang digunakan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil
yang lebih pekat, proses ekstraksi berlangsung dengan pelarut yang selalu baru sehingga
dapat menarik zat aktif yang lebih banyak, dan proses ekstraksi dapat diteruskan sesuai
keperluan tanpa perlu menambah volume pelarut (Sukandar et al., 2019). Beberapa
kerugian dari metode Soxhlet dibandingkan dengan teknik lain, yaitu waktu yang diperlukan
untuk ekstraksi dan penggunaan pelarut dalam jumlah besar. Selain itu, sampel dibawa ke
titik didih pelarut untuk jangka waktu yang lama, meningkatkan kemungkinan dekomposisi
termal komponen minyak tertentu (García-Hernández et al., 2017).
Selain metode Soxhlet, penentuan kuantitatif kadar lemak atau minyak juga dapat
menggunakan metode Goldfish, metode ASTM (American Society Testing Material), metode
Babcock, dan metode Mosonnier (Sudarmadji et al., 2010).

2. Penentuan kualitas lemak dengan metode Titimetri


Asam lemak bebas (FFA) merupakan produk dari hidrolisis trigliserida dan
dekomposisi hidroperoksida. Sehingga kadar FFA dalam minyak sering digunakan sebagai
salah satu indikator kerusakan minyak (Hasfita, 2012). Sedangkan angka asam
menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak.
Dalam praktikum kali ini, angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam satu gram lemak
atau minyak (Herlina and Ginting, 2014). Semakin tinggi angka asam, maka semakin rendah
kualitas minyak tersebut (Sudarmadji et al., 2010).
%FFA dan angka asam dapat dihitung dengan rumus berikut.
𝑚𝑜𝑙 𝐾𝑂𝐻 × 𝑁 𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑑𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛
%𝐹𝐹𝐴 = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
5
(𝑡𝑠 − 𝑡𝑏)𝑚𝑙 𝐾𝑂𝐻 × 𝑁 𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝑀 𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 =
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan:
ts = titrasi sampel N KOH = normalitas KOH (0,02)
tb = titrasi blanko BM KOH = berat molekul KOH (56)
Pada praktikum kali ini, sampel yang digunakan adalah minyak kelapa sawit ‘Bimoli’
dan minyak jelantah yang berasal dari minyak kelapa sawit pula. Sedangkan pada minyak
kelapa sawit, asam lemak yang dominan ialah asam palmitat dehingga mempunyai nilai BM
= 256. Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, maka diperoleh hasil angka asam dan
%FFA untuk masing-masing sampel. Hasil dari rata-rata angka asam minyak kelapa sawit
‘Bimoli’ dan jelantah berturut-turut adalah 0,447 dan 0,582. Sedangkan rata-rata %FFA pada
minyak kelapa sawit ‘Bimoli’ dan jelantah berturut-turut adalah 0,204% dan 0,265%.
Menurut SNI 01-3741-2002, asam lemak bebas %FFA pada minyak kelapa sawit
maksimal 0,3%, sedangkan untuk angka asam maksimal adalah 0,6. Jika dibandingkan
dengan hasil prakrikum, minyak kelapa sawit ‘Bimoli’ menunjukkan kualitas yang baik
sebagai minyak goreng karena tidak melebihi syarat mutu SNI. Sedangkan pada minyak
jelantah, walaupun memiliki nilai angka asam dan %FFA yang masih dibawah batas
maksimal tetapi tetap lebih tinggi daripada minyak kelapa sawit ‘Bimoli’.
Hal ini disebabkan minyak jelantah merupakan minyak kelapa sawit yang sudah
digunakan berkali-kali dengan pemanasan suhu tinggi, sehingga minyak mengalami reaksi
hidrolisis. Hasil hidrolisis menghasilkan gilserol dan asam lemak bebas, sehingga %FFA
pada minyak jelantah lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa sawit yang belum mengalami
proses hidrolisis (Nurhasnawati, dkk., 2015).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas minyak, salah satu nya adalah faktor
reaksi kimia. Oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi termal merupakan reaksi kimia yang
terjadi akibat dari pemanasan minyak goreng berulang kali (Goswami, et al., 2015). Reaksi
hidrolisis ialah proses dimana air dapat menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam
lemak bebas, sehingga menimbulkan bau tengik pada minyak (Muchtadi, 2015). Reaksi
oksidasi yaitu proses terjadinya kontak antara minyak dengan oksigen yang menyebabkan
ketengikan (Muchtadi, 2015). Sedangkan menurut Muchtadi (2015), reaksi enzimatis juga
dapat mempengaruhi kualitas minyak. Enzim lipase yang bekerja memecah lemak menjadi
gliserol dan asam lemak menyebabkan minyak berwarna gelap dan enzim peroksida
membantu proses oksidasi minyak sehingga menghasilkan keton.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter kerusakan lemak adalah
adanya asam lemak bebas yang terjadi karena proses hidrolisis. Semakin tinggi angka
asam, semakin besar kandungan asam lemak bebasnya, maka semakin buruk juga kualitas
lemak dan minyak tersebut (Sudarmadji et al., 2010). Selain itu, parameter kerusakan
minyak juga dapat diketahui melalui angka peroksida yang terbentuk dari proses oksidasi.

6
Semakin cepat proses oksidasi, maka semakin besar peroksida yang terbentuk dan minyak
pun semakin berbau tengik (Maharani, dkk., 2012). Kerusakan minyak juga diketahui melalui
sifat organoleptiknya, yaitu warna minyak gelap dan aroma tengik.
Metode yang digunakan dalam praktikum ini untuk menganalisis %FFA dan angka
asam yaitu metode Titimetri. Kelebihan dari metode ini yaitu sederhana, bahannya mudah
ditemukan, murah, dan cepat (Basavaiah, 2016). Disamping itu, metode Titimetri juga
memiliki kekurangan berupa penilaian yang subjektif sehingga akan ada perbedaan persepsi
mengenai warna pink yang muncul dalam titrasi (Shimamoto, et al., 2016). Selain itu,
kelemahan metode ini dapat berupa lubang keran yang digunakan dan juga kecepatan
praktikan ketika membuka keran titrasi.
Menurut Sudarmadji, et al. (2010), selain menentukan angka asam, terdapat beberapa
metode kualitatif lain yang biasa digunakan untuk mengetahui kualitas lemak atau minyak,
antara lain:
a. Penentuan Angka Peroksida
Angka peroksida digunakan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak berupa
cita rasa akibat dari autooksidasi. Penentuan angka peroksida dapat
menggunakan metode Hills dan Thien atau dengan metode Iodin.
b. Penentuan Asam Thiobarbiturat
Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai malonaldehid.
Banyaknya malonaldehid dapat dianalisa dengan cara destilasi, kemudian
direaksikan dengan thiobarbiturat sehingga terbentuk kompleks berwarna merah.
c. Penentuan kadar air pada minyak dapat dilakukan dengan cara Thermogravimetri
atau cara Thermovolumetri.
I. Kesimpulan
1) Metode analisa lemak secara kuanitatif meliputi metode Soxhlet, metode Goldfisch,
Babcock, dan Majonnier. Sedangkaan metode analisa minyak secara kualitatf yang
meliputi metode Titrimetri, metode Iodin, metode Hills dan Thien, serta penentuan asam
thiobarbiturat.
2) Analisis kuantitatif kadar lemak dengan metode Soxhlet terhadap sampel minyak biskuit
‘Sari Gandum’ diperoleh hasil %wb rata-rata sebesar 27,4% dan %db rata-rata sebesar
28,015%.
3) Analisis kualitatif lemak dengan metode Titimetri terhadap sampel minyak kelapa sawit
‘Bimoli’ dan minyak jelantah didapatkan hasil %FFA berturut-turut sebesar 0,204% dan
0,265% dan hasil angka asam berturut-turut sebesar 0,447 dan 0,582. Berdasarkan
hasil tersebut, minyak ‘Bimoli’ memiliki kualitas yang lebih baik daripada minyak jelantah.

7
J. Daftar Pustaka

Andarwulan, N., dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta.


Badan Standarisasi Nasional. 2002. Minyak. SNI 01-3741-2002.
Basavaiah, dkk. 2016. Aplication of Cerium (IV) as an Oxidimetric Agent for the
Determination of Ethronamide in Pharmaceutical Formulations. Jurnal Farmasi. Volume
2016. Article 10 5410573.
García-Hernández et al., V.M. 2017. Comparison of Soxhlet and Ultrasound Methods for Oil
Extraction From Spanish Flaxseeds. J. Microbiol. Biotechnol. Food Sci. 7, 332–336.
https://doi.org/10.15414/jmbfs.2017/18.7.3.332-336
Goswami, G., et al. 2015. Oxidation of Cooking Oils due to Repeated Frying and Human
Health. International Journal of Science Technology and Management. Vol. 4. No. 1.
Hasfita, F. 2012. Tepung Lengkuas Sebagai Adsorber Untuk Meningkatkan Mutu Minyak
Kopra. J. Teknol. Kim. Unimal 1, 36–48.
Herlina, N., Ginting, M.H.S. 2014. Lemak dan Minyak. USU Digit. Libr. 1–7.
Maharani, Dewi Maya, dkk. 2012. Kinetika Perubahan Ketengikan (Rancidity) Kacang
Goreng Selama Proses Penyimpanan. Jurnal Agritech. Vol. 32. No. 1. Hal:15-22.
Metherel, A. H., Taha, A. Y., Izadi, H., & Stark, K. D. 2009. The application of ultra sound
energy to increase lipid extraction throughput of solid matrix samples (flaxseed).
Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids. 81 (5-6), 417-423.
http://dx.doi.org/10.1016/j.plefa.2009.07.003.
Muchtadi, dkk. 2015. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta, Bandung.
Nurhasnawati, Henny, dkk. 2015. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan
Peroksida pada Minyak Goreng yang Digunakan Pedagang Gorengan di Jl A. W.
Sjahronie Samarinda. Jurnal Ilmiah Manuntung. Vol. 1. No. 1. Hal:25-30.
Rahman, A.. 2013. Analisis Komponen Makanan. Yogyakara: Gadjah Mada Press.
Shimamoto, G. G., et al. 2016. A Simple, Fast and Green Titrimetric Method for the
Determination of the Iodine Value of Vegetable Oils without Wijs Solution (ICl). Food
Analytical Methods. 9(9). 2479-2483.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, 2nd ed.
Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.
Sukandar, D., Hermanto, S., Amelia, E.R., Zaenudin, M. 2019. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Biji Kapulaga (Amomum Compactum Sol. Ex Maton). J. Kim. Terap. Indones. 17, 119–
129. https://doi.org/10.14203/jkti.v17i2.28
Winarno, F. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press, Bogor.
Yenrina, Rina. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif. Padang:
Andalas University Press.

8
K. Lampiran

NUTFACT

Anda mungkin juga menyukai