Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN

“ KAJIAN BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR DENGAN PARAMETER


BOD DAN DO DARI AREA PERMUKIMAN DI SUNGAI CITEPUS ”

DOSEN PENNGAMPU : RENI JULIANA HASIBUAN, S.SI. M.SI

KELOMPOK 3 :

PUTRA RAMADHAN P00933121018


RANI Y. TAMPUBOLON P00933121019
REDOFOD BAHTERA SEJATI SITEPU P00933121020
RIDIA ANGGELIANA BR SITEPU P00933121021
RISMAULI BR PINAYUNGAN P00933121022
RUTH ELISABETH SAMOSIR P00933121023
RUTH ENJELINA ROSMAULI RITONGA P00933121024
RUTH OKTAVIAR SILALAHI P00933121025
SALLY SAYIDINA BR SITORUS P00933121026

PROGRAM STUDI DIPLOMA-III SANITASI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
2022

I
LEMBAR PENGESAHAN

MATA KULIAH : Kimia Lingkungan

JUDUL PRAKTIKUM : “ Kajian Beban Pencemaran Limbah Cair Dengan Parameter


BOD dan DO Area Permukiman di Sungai Citepus ”

Disahkan tanggal : 25 April 2022

Menyetejui
Pembimbing

Dilaksanakan pada : Rabu, 20 April 2022


Oleh Kelompok : 3 (Tiga)

Ibu Reni Juliana Hasibuan, S.Si. M.Si


NIP…………………………………..

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang maha Esa karena dengan rahmat dan karunia,
dan hidayah-Nya kelompok dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “KAJIAN
BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR DENGAN PARAMETER BOD DAN
DO DARI AREA PEMUKIMAN DI SUNGAI CITEPUS” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini untuk memenuhi tugas Ibu Reni
Juliana Hasibuan, S.Si. M.Si yang diharapkan dapat menunjang nilai kelompok di
dalam mata kuliah Kimia Lingkungan. Selain itu, dengan hadirnya laporan ini dapat
memberikan informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.

Pada kesempatan ini kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Reni Juliana Hasibuan, S.Si. M.Si selaku dosen pembimbing serta kepada seluruh
pihak yang terlibat di dalam penulisan laporan ini.
.
Kelompok menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan laporan
praktikum ini. Demikian kiranya semoga laporan yang telah dibuat ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

III
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................
ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................................
iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
1

1.1 Deskripsi Mata Praktek..............................................................................................


1

1.2 Latar Belakang Penelitian..........................................................................................


1

1.3 Rumusan Masalah......................................................................................................


3

1.4 Tujuan Praktikum.......................................................................................................


3

1.5 Indikator.....................................................................................................................
3

1.6 Rencana Pelaksanaan.................................................................................................


3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................


4

2.1 Pengertian Parameter Air...........................................................................................


4

IV
2.2 Sungai.........................................................................................................................
4

2.3 Pencemaran Air Sungai..............................................................................................


5

2.4 Dampak Pencemaran Air Sungai...............................................................................


6

2.5 Parameter Kualitas Air Sungai yang Diteliti..............................................................


7

a) Disolved Solid (DO)..................................................................................................


7

b) Biological Oxygen Demand (BOD)..........................................................................


11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...........................................................................


13
3.1 Jenis Penelitian...........................................................................................................
13
3.2 Lokasi Penelitian........................................................................................................
13
3.3 Alat dan Bahan...........................................................................................................
13
3.4 Prosedur Kerja............................................................................................................
14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................
18
4.1 Hasil ..........................................................................................................................
18
4.2 Pembahasan................................................................................................................
21

V
BAB V PENUTUP.................................................................................................................
21
5.1 Kesimpulan.................................................................................................................
21
5.2 Saran...........................................................................................................................
21
DOKUMENTASI..................................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
27

VI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 DESKRIPSI MATA PRAKTEK

Kimia lingkungan adalah studi ilmiah terhadap fenomena-fenomena kimia dan


biokimia yang terjadi di alam. Bidang ilmu ini dapat di definisikan sebagai studi
terhadap sumber, reaksi, transpor, efek, dan nasib zat kimia di lingkungan udara,
tanah, dan air; serta efek aktivitas manusia terhadapnya. Kimia lingkungan adalah
ilmu antar disiplin yang memasukkan ilmu kimia atmosfer, akuatik, dan tanah, dan
juga sangat bergantung dengan kimia analitik, ilmu lingkungan, dan bidang-bidang
ilmu lainnya.

Kimia lingkungan mengacu pada kejadian, gerakan, dan transformasi bahan


kimia di lingkungan. Kimia lingkungan berkaitan dengan jenis bahan kimia yang
terjadi secara alami seperti logam, unsur-unsur lain, bahan kimia organik, dan
biokimia yang merupakan produk metabolisme biologis. Kimia lingkungan dimulai
dengan memahami cara kerja lingkungan yang tidak terkontaminasi. Ini
mengidentifikasi bahan kimia yang hadir secara alami. Realitas inilah menjadikannya
studi untuk mempelajari konsentrasi dan efek bahan kimia tersebut. Kemudian, secara
akurat mempelajari efek manusia terhadap lingkungan melalui pelepasan bahan kimia.

1.2 LATAR BELAKANG PRAKTIKUM

Sungai mempunyai peranan yang penting bagi masyarakat. Berbagai aktivitas


manusia seperti pembuangan limbah industri dan rumah tangga menyebabkan
menurunnya kualitas air sungai. Penambahan bahan buangan dalam jumlah besar dari
hulu hingga hilir sungai terjadi terus menerus akan mengakibatkan sungai tidak
mampu lagi melakukan pemulihan, pada akhirnya terjadilah gangguan keseimbangan
terhadap kosentrasi faktor kimia, fisika dan biologi dalam sungai.

Pencemaran di sungai tentunya diakibatkan oleh kehidupan disekitarnya baik


pada sungai tersebut, ataupun perilaku manusia sebagai pengguna. Pengaruh dominan
terjadinya pencemaran yang sangat terlihat adalah kerusakan yang diakibatkan oleh

1
aktivitas manusia. Setiap pinggiran sungai yang padat dengan permukiman, dipastikan
akan terlihat saluran saluran buangan yang menuju ke badan sungai.

Tingginya beban pencemaran organik pada sungai berpengaruh terhadap


kualitas air sungai, kondisi air yang kotor menyebabkan menurunnya kadar oksigen
terlarut dalam air yang bila kondisi tersebut terus berlangsung mengakibatkan ikan
dan kehidupan akuatik lainnya tidak mendapatkan oksigen yang cukup untuk
mempertahankan hidupnya.

Pemodelan kualitas air sungai menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemangku kepentingan dalam rangka merumuskan pengolahan untuk merehabilitasi
kondisi sungai perkotaan yang tercemar. Parameter penting yang menjadi indikator
dalam pemodelan kualitas air adalah DO (dissolved oxygen) oksigen terlarut dan BOD
(biochemical oxygen demand) kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme dalam mendekomposisi secara biokimia. DO memiliki peranan
penting bagi sungai sebagai indikator penentuan kualitas air di sungai tersebut.
Perubahan DO digunakan untuk menggambarkan kemampuan sungai dalam
membersihkan diri (self purification). Perubahan konsentrasi DO pada perairan
dipengaruhi oleh proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas
bakteri dalam menguraikan bahan organik dalam air (dekomposisi bahan organik)
serta proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan oleh turbulensi
aliran sungai (Arbie, dkk., 2015).

Proses utama yang terlibat dalam naiknya turunnya kosentrasi DO dan BOD
adalah dekomposisi serta aerasi. Tingkat pencemaran yang tinggi, terutama yang
bersumber dari limbah domestik, secara alamiah dapat dipulihkan kembali dengan
keberadaan mikroorganisme dan oksigen. Namun berdasarkan penelitian terdahulu,
tingkat pemulihan kembali di sungai-sungai urban di Indonesia ini sangat rendah.
Berdasarkan kondisi tersebut, terlihat bahwa pemodelan yang digunakan di sungai
urban di Indonesia harus memiliki karakteristik tertentu yang sesuai dengan kondisi di
lapangan. Tidak menggunakan model dan koefesien yang berlaku di negara maju.
Pembuangan air limbah domestik harus melalui tangki pengolahan untuk menghindari
kontaminasi pencemaran air tanah atau air baku permukaan, dengan tujuan utama
untuk perlindungan kesehatan masyarakat di kawasan permukiman. Disamping itu

2
harus tersedia fasilitas pendukung seperti MCK umum yang sesuai dengan
kebutuhan.
1.3 RUMUSAN MASALAH

Dalam praktikum kali ini, masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengetahui tingkat pencemaran sungai ditentukan berdasarkan
parameter kualitas air BOD dan DO pada Sungai Citepus?
2. Berapa beban pencemar domestik dari area permukiman berdasarkan parameter
BOD dan DO pada Sungai Citepus?

1.4 TUJUAN PRAKTIKUM

Praktikum ini bertujuan sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui tingkat pencemaran sungai ditentukan berdasarkan parameter
kualitas air BOD dan DO pada Sungai Citepus.
2. Untuk mengetahui berapa beban pencemar domestik dari area permukiman
berdasarkan parameter BOD dan DO pada Sungai Citepus.

1.5 INDIKATOR

1. Mengetahui tingkat pencemaran sungai ditentukan berdasarkan parameter


kualitas air BOD dan DO pada Sungai Citepus.
2. Mengetahui berapa beban pencemar domestik dari area permukiman berdasarkan
parameter BOD dan DO pada Sungai Citepus.

1.6 RENCANA PELAKSANAAN

 Tanggal : 20 April 2022


 Waktu : Pukul 08 - Selesai
 Lokasi : Laboraorium Jurusan Kesehatan Lingkungan, Kabanjahe,
Potekkes Kemenkes Medan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN PARAMETER KIMIA AIR

Parameter kimia air adalah kualitas air yang baik yang harus memiliki pH
yang netral, tidak terlalu asam ataupun basa. Parameter kimia terdiri dari :
1. Tingkat keasaman (pH). Kualitas air yang baik harus memiliki pH yang netral,
tidak terlalu asam ataupun basa. Parameter ini menilai pengaruh tingkat
kesuburan perairan dan kehidupan makhluk hidup.
2. Oksigen terlarut (DO). Berasal dari dua sumber, atmosfer dan hasil fotosintesis
oleh fitoplankton dan tanaman laut. Semakin tinggi oksigen terlarut, semakin baik
pula kualitas air.
3. Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik dalam air.
4. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik di dalam air
5. Salinitas. Merupakan total konsentrasi dari semua ion terlarut di dalam air.
6. Alkalinitas. Merupakan kapasitas air dalam menetralkan tambahan dari asam
tanpa menurunkan tingkat pH.

2.2 SUNGAI

Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada dibumi.
Baik manusia, hewan dan tumbuhan semua mahluk hidup memerlukan air untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sungai mengalir dari hulu ke hilir bergerak
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Air sungai berakhir di laut sehingga
air yang tadinya terasa tawar menjadi asin terkena zat garam di laut luas (Muzamil,
2010).

Air sungai termasuk dalam air permukaan yang banyak digunakan oleh
masyarakat. Pada masyarakat pedesaan, air sungai masih digunakan untuk mencuci,

4
mandi, sumber air minum, dan juga pengairan sawah. Menurut Diana Hendrawan,
“Sungai banyak digunakan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air,
sarana transportasi, pengairan sawah, keperluan peternakan, keperluan industri,
perumahan, daerah tangkapan air, pengendali banjir, ketersediaan air, irigasi, tempat
memelihara ikan, dan juga sebagai tempat rekreasi”.

2.3 PENCEMARAN AIR SUNGAI

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001,


Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya. Menurut
Kristanto (2002) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan
normal. Air dapat tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya
berbagai logam berat yang berbahaya. Komponen-komponen logam berat ini berasal
dari kegiatan industri. Kegiatan industri yang melibatkan penggunaan logam berat
antara lain industri tekstil, pelapisan logam, cat/ tinta warna, percetakan, bahan
agrokimia dll. Beberapa logam berat ternyata telah mencemari air, melebihi batas
yang berbahaya bagi kehidupan. Adanya logam berat dalam lingkungan perairan telah
diketahui dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada kehidupan air.

Industrialisasi dan urbanisasi telah membawa dampak pada lingkungan.


Pembuangan limbah industri dan domestik/rumah tangga ke badan air merupakan
penyebab utama pencemaran air. Pencemaran air terjadi ketika energi dan bahan-
bahan yang dirilis menurunkan kualitas air untuk lain. Polusi air mencakup semua
bahan limbah yang tidak dapat diurai secara alami oleh air. Dengan kata lain, apa pun
yang ditambahkan ke air ketika melampaui kapasitas air untuk mengurainya disebut
polusi. Polusi dalam keadaan tertentu dapat disebabkan oleh alam, seperti ketika air
mengalir melalui tanah dengan keasaman yang tinggi. Tetapi yang lebih sering
menyebabkan polusi pada air adalah tindakan manusia yangtidak bertanggung jawab
sehingga polutan dapat masuk ke air (Safe Dringking Water Foundation). Pencemaran
air permukaan dapat mengakibatkan resiko kesehatan. Hal ini disebabkan karena air
permukaan atau yang lebih dikenal dengan air sungai tersebut sering digunakan secara
langsung sebagai air minum atau sumber air minum. Kekhawatiran juga muncul
ketika air permukaan tersebut terhubung dengan sumur dangkal yang digunakan untuk

5
minum air. Selain itu, aliran air sungai memiliki peran penting karena sering
digunakan masyarakat sekitarnya untuk mencuci dan membersihkan, untuk pertanian
perikanan dan ikan, dan untuk rekreasi.

2.4 DAMPAK PENCEMARAN AIR SUNGAI

Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh


limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara
yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu
kesehatan manusia. Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat
meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak-
seimbangan ekosistem air sungai dan lainnya. Dampak yang ditimbulkan akibat
pencemaran air sungai yaitu:
1. Dampak terhadap kesehatan, Peran air sebagai pembawa penyakit menular
bermacammacam antara lain: sebagai media untuk hidup mikroba patogen
sebagai sarang insekta penyebar penyakit dan jumlah air yang tersedia tak cukup
sehingga manusia tak dapat membersihkan diri.
2. Dampak terhadap estetika lingkungan, Dengan semakin banyaknya zat organik
yang dibuang ke lingkungan perairan,maka perairan tersebut akan semakin
tercemar yang biasanya ditandai dengan bau menyengat disamping tumbukan
yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Selain bau, limbah juga
menyebabkan tempat sekitanya menjadi licin, sedangkan limbah detergen atau
sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak. Hal tersebut
dapat mengurangi estetika lingkungan. Dampak pencemaran tergantung
keberadaan pencemar, daya racun, dan kadar pencemar di lingkungan. Beberapa
istilah pada pencemaran :
a) Biokonsentrasi adalah proses masuknya zat kimia ke dalam tubuh organisme
dan kemudian terakumulasi.
b) Bioakumulasi adalah penumpukkan dari zat-zat kimia seperti pestisida, meti
lmerkuri, dan kimia organik lainnya di dalam atau sebagian tubuh organisme.
c) Biomagnifikasi adalah masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai
makanan yang pada akhirnya tingkat konsentrasi zat kimia di dalam
organisme sangat tinggi dan lebih tinggi dari bioakumulasi yang sederhana.

6
d) Biotransformation adalah proses yang dilakukan oleh mikroorganisme atau
enzim untuk merubah suatu senyawa menjadi suatu produk produk dengan
krangka dasar yang mirip.
3. Dampak terhadap kualitas air tanah, Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa
diukur dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini
dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang
mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut.
4. Dampak terhadap kehidupan biota air, Banyaknya zat pencemaran pada air
limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut.
Sehingga mengakibatkan kehidupan dalam air membutuhkan oksigen terganggu
serta mengurangi perkembangannya. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses
penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga
terhambat. Panas dari industri juga akan membawa dampak bagi kematian
organisme apabila air limbah tidak didinginkan terlebih dahulu.

2.5 PARAMETER KUALITAS AIR SUNGAI YANG DI TELITI

a) DISOLVED OXYGEN (DO)

Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal
dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan
sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup
dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan
dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO).
Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin
baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau
yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.
Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi (Wikipedia, 2011)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad


hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigendalam suatu perairan berasal sari suatu proses

7
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut.

DO penting dalam pengoperasian sistem saluran pembuangan maupun


bangunan pengolahan limbah cair. Air bersih biasanya jenuh akan oksigen,
namun dengan cepat akan berkurang apabila limbah organik ditambahkan ke
dalamnya. Pada daerah yang beriklim panas dan saluran limbah cair yang
mempunyai kemiringan cukup, limbah cair akan mencapai bangunan pengolahan
dalam kondisi yang baik, meskipun derajat kandungan oksigennya mungkin
sangat rendah. Di daerah yang beriklim hangat dan dimana saluran limbah cair
kemiringannya datar, sehingga kecepatan aliran menjadi rendah, akan terjadi
endapan bahan padat, dan limbah cair memerlukan akan menjadi tidak
mengandung oksigen dan sampai pada kondisi septik. (Soeparman. 2001).

Limbah cair yang alam kondisi septik lebih sukar diolah dan
menimbulkan bau pada system sewerage dan bangunan pengolahan. Derajat
kandungan oksigen pada limbah cair sangat bervariasi dan sama sekali tidak
stabil. Tujuan pengolahan limbah cair sebelum diolah adalah memelihara
kandungan oksigen yang terlarut dan cukup untuk mencegah terjadinya kondisi
anaerobik. Meskipun harus mencapai oksigen terlarut yang cukup utnuk
memenuhi persyaratan untuk diolah, pada umumnya sudah cukup. Pada effluent
yang telah diolah, derajat kandungan oksigen 1 atau 2 mg/ltr dapat dicapai.
(Soeparman, 2001).

Dissolved oxsigen (DO) yang digunakan oleh bakteri ketika banyak


organik dari kotoran atau hal lainnya discharges yang hadir di dalam air. DO
yang sebenarnya adalah jumlah oksigen yang tersedia dalam bentuk larut dalam
air. Bila DO turun di bawah tingkat tertentu, yang hidup dalam bentuk yang tidak
dapat air untuk melanjutkan pada tingkat normal. Menurunnya pasokan oksigen
di dalam air memiliki efek negatif pada ikan dan air kehidupan. Membunuh ikan
dan invasi dan pertumbuhan gulma jenis tertentu dapat menyebabkan perubahan
dramatis dalam sungai atau badan air lainnya. Energi yang berasal dari proses
oksidasi. Direksi menentukan kekuatan kotoran. Dalam kotoran pengobatan,
mengatakan bahwa direksi telah berkurang 500-50 menunjukkan bahwa ada
penurunan 90%.

8
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu
(Salmin, 2000) :
1. Metoda titrasi dengan cara Winkler
Metoda titrasi dengan cara winkler secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2
dan Na0H- KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4
atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan
ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan
menggunakan indikator larutan amilum (kanji).

Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO)


adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda Winkler lebih analitis, teliti dan
akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan
dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan
tio dan penambahan indikator amilumnya.

Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis,
akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara
DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa.
Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen
terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang
digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi
lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih
dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran (Anonim, 2011).

Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah


dimana dengan cara Winkler penambahan indikator amilum harus dilakukan pada
saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi
harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap.
Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi

9
kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2
oleh endapan (Anonim, 2011).

Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan
cara (Anonim, 2011) :
1. Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen
terlarut akan menurun.
2. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin
kadar oksigen terlarut menurun karena proses fotosintesis semakin bekurang dan
kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik.

Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah


dengan cara :
1. Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka oksigen
terlarut akan naik.
2. Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin
kadar oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat.
3. Mengurangi bahan-bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya
rendah.
4. Diusahakan agar air tersebut mengalir.

2. Metoda Elektrokimia

Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara


langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya
adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam
dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda
perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara 11 keseluruhan, elektroda ini dilapisi
dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Difusi
oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus konsentrasi oksigen terlarut
(Salmin, 2000).

10
b) BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND (BOD)
(BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan zat-zat organik dalam air. Kebutuhan oksigen biokimia adalah ukuran
kandungan bahan organik dalam limbah cair. Kebutuhan oksigen biokimia ditentukan
dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya
mikroorganisme selama periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur
tertentu, umumnya 20⁰C. Pada laju perubahan tahap pertama atau carbonaceous,
BOD berkurang sesuai dengan pertambahan waktu.

Bila tersedia cukup waktu, dan BOD carbonaceous telah tercukupi, maka
berlangsung BOD nitrogenous. Biasanya BOD ditentukan pada temperatur 20⁰C,
namun untuk negara-negara yang beriklim tropis temperatur yang lebih tinggi dapat
digunakan untuk mengurangi biaya inkubasi yang memerlukan unit-unit pemanasan
dan pendinginan misalnya BOD pada suhu 30⁰C sesuai untuk bagian-bagian dunia
temperatur ambietnya cenderung tinggi. Suhu tersebut juga tepat untuk daerah dimana
temperatur yang lebih tinggi digunakan untuk standar penentuan sehingga lamanya
pemeriksaan dari 5 hari sampai 4 hari bahkan 3 hari. Hal ini akan mengurangi
kapasitas inkubator yang diperlukan karena sampel harus dieramkan pada periode
yang lebih pendek.

BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-
proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat
organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air


buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan
biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa
alamiah jika suatu badan air dicemari oleh zat prganik, bakteri dapat menghabiskan
oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut. Yang bisa mengakibatkan
kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan
bau busuk pada air tersebut.

BOD merupakan salah satu yang paling umumdan tindakan polutan bahan
organik di dalam air. Direksi menunjukkan jumlah putrescible organik masalah hadir
di dalam air. Oleh karena itu, direksi yang rendah merupakan indikator yang baik

11
kualitas air, sedangkan yang tinggi menunjukkan direksi polluted air. Direksi uji
melayani fungsi sangat penting dalam mengontrol aliran polusi-kegiatan. Ini
merupakan prosedur yang bioassay mengukur jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh
organisme hidup sedangkan mereka memanfaatkan organik hadir dalam masalah
sampah, di bawah kondisi serupa di alam. Tradisional yang lain untuk tes atau
indikator kualitas air adalah kebutuhan oksigen kimia (COD) dan pH.

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitas air sungai,


berdasarkan kualitas indikator pencemaran di Sungai Citepus yang telah dilakukan
pada musim hujan.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Pengambilan sampel air dilakukan dengan lima titik sampling yaitu di lima tempat :
- Titik 1 = bagian hulu sungai (jl. Dr. Setiabudhi)
- titk 2 = jl. Pasteur
- titik 3 = jl. Padjajaran
- titik 4 = jl. Kebonjati
- titik 5 = bagian hilir sungai (jl. Caringin)

3.3 ALAT DAN BAHAN

Alat :
1. Labu Ukur
2. Corong
3. Enlemeyer

13
4. Borol Winkler 150 ml
5. Gelas Beaker
6. Gelas Ukur
7. Buret
8. Tisu

Bahan :
1. Sampel
2. Aquades
3. Mangan Sulfat
4. Alkali iodida-azida
5. H2SO4 pekat
6. Amilum
7. Natrium Tiosulfat

3.4 PROSEDUR KERJA

PROSEDUR KERJA DOKUMENTASI


1. Melakukan proses pengenceran
sampel, dengan menambahkan
200 ml sampel ke dalam 1000 ml
labu ukur. Setelah itu kocok
hingga homogen.
2. Memasukkan sampel hasil
pengenceran ke dalam botol
Winkler. Pisahkan menjadi 2
botol guna memisahkan
pengukuran untuk DO5, dan
pengukuran hari ini. Pastikan
tidak ada gelembung yang
masuk.
3. Sebab menggunakan teknik
pengenceran, maka perlu
menggunakan blanko untuk

14
mengetahui kondisi larutan
pengencer yang digunakan.
Pisahkan menjadi 2 botol guna
memisahkan pengukuran untuk
DO5, dan pengukuran hari ini

4. Menginkubasi Blanko dan


sampel yang digunakan untuk
DO5 atau BOD5 pada inkubator
selama 5 hari dengan suhu 20⁰C
dalam kondisi gelap.

5. Untuk botol sampel dan blanko


pengujian hari ini yang
berukuran 150 ml,maka cukup
menambahkan mangan dan alkali
iodida-azida masing-masing 1
ml.Kocok larutan homogen.
6. Menyiapkan Buret dan Natrium
Tiosulfat untuk tritasi.

7. Bilas menggunakan aquades.

8. Selanjutnya bilas dengan larutan


natrium Tiosulfat, guna
mamastikan buret telah bersih
dari larutan sebelumnya.
Lakukan 2 - 3 kali.

15
9. Keluarkan ruang kosong atau
udara yang terdapat pada ujung
buret .

10. Ketika larutan sudah terendap


sempurna, kurangi volume
larutan pada botol Winkler,
kemudian menambahkan H2SO4
pekat sebanyak 1 ml dan dikocok
hingga homogen.
11. Mencampur larutan menjadi satu
ke dalam Erlenmeyer.

12. Melakukan proses titrasi dengan


menggunakan Natrium Tiosulfat.

13. Kocok erlenmeyer hingga terjadi


perubahan warna menjadi lebih
terang.

14. Setelah larutan berwarna lebih


terang, tambahkan amilum 1 ml
dan lanjutkan titrasi sampai
larutan menjadi bening.

16
15. Selanjutnya membaca berapa
jumlah titran yang dibutuhkan
sesuai prosedur yaitu rata-rata
air.

16. Lakukan proses titrasi yang sama


pada blanko.

 Kadar BOD ditentukan dengan rumus :

5 X [ kadar { DO(0 hari) – DO (5 hari) }] ppm

Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD,


diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak
dengan udara bebas. Khusus untuk penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol
sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua isinya dititrasi secara langsung.
Perhitungan kadar DO nya :

DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V

Dimana :

B = volume botol sampel BOD = 250 ml

B – 2 = volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml MnCl2 dan 1 ml


NaOH-KI.

5,6 = konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat

17
10 = volume K2Cr2O7 0,01 N yang ditambahkan

N = normalitas tiosulfat

V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

1) Pembagian Segmen

Sungai Citepus dengan panjang saluran dari hulu hingga hilir sepanjang 14,5
km dibagi menjadi beberapa segmen berdasarkan pada beban pencemaran yang
masuk ke badan sungai Citepus yang disebabkan oleh limbah domestik ataupun
limbah industri. Pengambilan sampel di dasarkan pada lima kelurahan yang dianggap
dapat mewakili perhitungan beban pencemar limbah cair. Adapun ke lima titik
tersebut dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Lokasi pengambilan sample di Sungai Citepus


Titik Jarak Titik Pengambilan Lokasi Pengambilan
Sampel (Km) Sampel
1 0 Jl. Dr. Setia Budi
2 3,75 Jl. Pasteur
3 5,37 Jl. Padjajaran
4 7,37 Jl. Kebonjati
5 14,5 Jl. Caringin

2) Perhitungan koefisien Reaerasi (Ka)

Koefisien Reaerasi yang digunakan untuk perhitungan model pencemaran


organik air digunakan formula O’Connor – Dobbins untuk aliran normal pada Sungai
Citepus dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Koefisien Reaerasi (Ka)


Jarak Titik Kedalaman (m) Kecepatan (m/dt) Ka (Hari-1)

18
Pengamatan (Km) rata-rata rata-rata
0-3,75 0,5 0,17 4,574
3,75-5,37 0,7 0,24 3,28
5,37-7,37 0,78 0,27 2,96
7,37-14,5 0,8 0,17 2,262

3) Perhitungan koefisien Deoksigenasi (Kd)

Untuk mencari koefisien Deoksigenasi digunakan rumus menurut


Hydroscince, 1991 adalah sebagai berikut :

Kd = 0,3 [H/8]-0,434, jika 0 ≤ H ≤ 2,4 m


Kd =0,3 ; jika H ≥ 2,4 m
Adapun perhitungan koefisien Deoksigenasi (Kd) dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Koefisien Deokigenasi (Kd)


Jarak Titik Pengamatan (km) Kedalaman (H) Kd (Hari-1)
Titik awal Titik akhir Rata-rata
0 - 3,75 0,4 0,6 0,5 0,999
3,75 - 5,37 0,6 0,8 0,7 0,864
5,37 - 7,73 0,8 0,75 0,78 0,824
7,37 - 14,5 0,75 0,85 0,8 0,815

4) Perhitungan Nilai Laju Total Penyisihan (Kr)

Untuk mencari nilai total removal (Kr) di perlukan nilai kecepatan


pengendapan (Vs) dan laju pengendapan (Ks). Hasil perhitungan dapat dilihat pada
Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Kecepatan Pengendapan (Vs)


Kedalaman Sampel Dalam Waktu (hari) Vs rata-rata (m/hr)
Inboff (m)
0,325 0,007 4,221
0,325 0,074 4,392
0,325 0,068 4,779
0,325 0,051 6,373

19
Tabel 5. Tabel Perhitungan Nilai Ks
Kedalaman (H)
Titik awal Titik akhir Rata-rata
Vs (m/hari) Ks (hari-1)
0,4 0,6 0,5 4,221 8,442
0,6 0,8 0,7 4,392 6,374
0,8 0,75 0,78 4,779 6,127
0,75 0,85 0,8 6,373 7,966

Tabel 6. Tabel Perhitungan Nilai Kr


Jarak Titik Kd (hari-1) Ks (hari-1) Kr (hari-1)
Pengamatan (Km)
0 - 3,75 0,999 8,422 9,441
3,75 - 5,37 0,864 6,274 7,138
5,37 - 7,37 0,824 6,127 6,951
7,37 - 14,5 0,815 7,966 8,781

5) Perhitungan Konsentrasi BOD

Nilai konsentrasi BOD Sungai Citepus dari hasilperhitungan dengan


menggunakan ModelThomann diperoleh dengan memasukan databerupa debit,
koefisien Reaerasi (Ka), koefisienDeoksigenasi (Kd), dan Total Removal (Kr). Hasil
perhituhan dapat dilihat pada Tabel 7.

20
Tabel 7. Hasil Perhitungan Nilai Konsentrasi BOD

Dilihat dari hasil perhitungan di atas terjadi naik turun nilai BOD antara
segmen yang satu dengan yang lainnya, terutama kenaikan terjadi di titik 10 km, hal
tersebut diakibatkan banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di segmen tersebut,
sehingga pembuangan air limbah menjadi lebih banyak, sehingga nilai BOD di titik
tersebut mengalami kenaikan yang besar.

6) Perhitungan Konsentrasi Defisit Oksigen (Dx)

Nilai konsentrasi DO Sungai Citepus dari hasil perhitungan dengan


menggunakan Model Thomann diperoleh dengan memasukan data berupa debit,
koefisien Reaerasi (Ka), koefisien Deoksigenasi (Kd), dan Total penyisihan (Kr),
sebelum menghitung konsentrasi Defisit Oksigen (Dx) dilakukan perhitungan (Do)
terlebih dahulu. Hasil perhitungan defisit oksigen dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Nilai Konsentrasi Defisit Oksigen (DX)

21
4.2 PEMBAHASAN

1) Segmen 0 km – 3,75 kms

DO di bagian hulu 0,53 mg/l dan dibagian hilir 0,3 mg/l. Dari hasil perhitungan DO
kita bisa melihat adanya penurunan nilai oksigen terlarut, hal ini terjadi karena
banyaknya konsentrasi pencemar yang masuk terutama dari buangan domestik, yang
mengakibatkan kandungan oksigen di daerah ini menjadi turun.
BOD dibagian hulu 1,88 mg/l dan dibagian hilir 7,2 mg/l. dari hasil perhitungan
BOD kita bisa melihat adanya kenaikan nilai BOD yang sangat besar hal ini
disebabkan karena adanya masukan beban pencemar di titik 2 km yaitu sebesar 86,34
mg/l, selain itu juga dipengaruhi jumlah penduduk antara hulu sungai dengan hilir
sungai.
Beban buangan di segmen ini sebesar 86,34 mg/l maka dapat diketahui beban
buangan tiap harinya yaitu sebesar 1,35 ton/hari.

2) Segmen 3,75 km – 5,37 km

DO di bagian hulu 0,45 mg/l dan di bagian hilir 0,4 mg/l. Dari hasil perhitungan DO
kita bisa melihat adanya penurunan nilai oksigen terlarut, hal ini terjadi karena
banyaknya konsentrasi pencemar yang masuk terutama dari buangan domestik, yang
mengakibatkan kandungan oksigen di daerah ini menjadi turun.
BOD dibagian hulu 6,6 mg/l dan dibagian hilir 7,56 mg/l. dari hasil perhitungan
BOD kita bisa melihat adanya kenaikan nilai BOD, hal ini disebabkan karena adanya
masukan beban pencemar di titik 4 km yaitu sebesar 15,5 mg/l, selain itu
kemungkinan lonjakan konsentrasi di akhir segmen terjadi karena di daerah ini
melewati tempat pembuangan sampah para penduduk sekitar yang membuang
sampahnya langsung ke badan sungai,
Beban buangan di segmen ini sebesar 15,5mg/l maka dapat diketahui beban
buangan tiap harinya yaitu sebesar 1,65 ton/hari.

3) Segmen 5,37 – 7,37 km

DO di bagian hulu 0,52 mg/l dan di bagian hilir 7,9 mg/l. Dari hasil perhitungan DO
kita bisa melihat ada kenaikan nilai oksigen terlarut, hal ini terjadi karena terjadi

22
hujan pada saat penelitian dan mengakibatkan air sungai menjadi bertambah sehingga
terjadi pengenceran didalam badan sungai dan menjadikan oksigen terlarut di sungai
ini menjadi bertambah.
BOD dibagian hulu 6,26 mg/l dan dibagian hilir 7 mg/l. dari hasil perhitungan BOD
kita bisa melihat adanya kenaikan nilai BOD, hal ini disebabkan karena adanya
masukan beban pencemar di titik 6 km yaitu sebesar 205 mg/l, selain itu kemungkinan
lonjakan konsentrasi di akhir segmen terjadi karena di daerah ini melewati tempat
pembuangan sampah para penduduk sekitar yang membuang sampahnya langsung ke
badan sungai.
Beban buangan di segmen ini sebesar 205 mg/l maka dapat diketahui beban
buangan tiap harinya yaitu sebesar 0,53 ton/hari.

4) Segmen 7,37 km – 14,5 km

DO di bagian hulu 0,93 mg/l dan di bagian hilir 7,3 mg/l, Dari hasil perhitungan DO
kita bisa melihat ada kenaikan nilai oksigen terlarut, hal ini terjadi karena terjadi
hujan pada saat penelitian dan mengakibatkan air sungai menjadi bertambah sehingga
terjadi pengenceran didalam badan sungai dan menjadikan oksigen terlarut di sungai
ini menjadi bertambah.
BOD dibagian hulu 1,46 mg/l dan dibagian hilir 7,5 mg/l. dari hasil perhitungan
BOD kita bisa melihat adanya kenaikan nilai BOD, hal ini dipengaruhi jumlah
penduduk antara hulu sungai dengan hilir sungai. Semakin banyak jumlah penduduk
maka buangan yang masuk ke sungai juga akan lebih banyak. hal ini disebabkan
karena adanya masukan beban pencemar di titik 10 km yaitu sebesar 1466 mg/l, selain
itu kemungkinan lonjakan konsentrasi di akhir segmen terjadi karena di daerah ini
melewati tempat pembuangan sampah para penduduk sekitar yang membuang
sampahnya langsung ke badan sungai, juga terdapat pipa air buangan yang berasal
dari PDAM.
Beban buangan di segmen ini sebesar 1466 mg/l maka dapat diketahui beban
buangan tiap harinya yaitu sebesar 8,75 tons/hari.

5) Analisis Terhadap Limbah

Karakteristik buangan di sungai Citepus tergantung kepada proses industri


maupun domestik dan pemanfaatan air pada sungai atau badan air penerima, salah

23
satu parameter yang harus diolah secara umum diantaranya organik terlarut, organik
tersuspensi, warna dan kekeruhan dan materi Nonbiodegradable.

6) Analisa

Beban buangan yang paling banyak terdapat pada segmen 4 (Segmen 7,37 km
– 14,5 km), sehingga perlu adanya pengolahan yang paling penting di segmen ini,
karena di segmen ini jumlah penduduknya lebih banyak, terdapat pipa PDAM yang
langsung masuk ke badan sungai tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, juga
kondisi penduduk yang kumuh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Menentukan tingkat pencemaran air sungai akibat limbah/bahan organic yang


umum dilakukan hanya berdasarkan parameter kimia – fisika yang merupakan
indikator sesaat dan penggunaan parameter BOD dan DO dapat melengkapi
penentuan tingkat pencemaran karena merupakan indikator pencemaran yang
permanen.

Dari hasil perhitungan diperoleh bagian hulu sungai kadar BOD-nya antara
6,8 – 7,2 mg/l dan kadar DO 8,4 mg/l. dan dibagian hilir sungai kadar BOD-nya
antara 7,0 – 7,5 mg/l dan kadar DO 0,5 – 0,9 mg/l. Berdasarkan hasil diatas maka
kondisi sungai dibadian hulu kadar BOD di daerah ini telah melebihi ambang batas
(tercemar), tetapi nilai DO sesuai dengan ambang batas, begitu juga dengan bagian
hilir sungai nilai BOD telah melewati ambang batas (tercemar) dan kadar DO
dibawah ambang batas, menurut SK Gubernur Jawa Barat N0.39 Tahun 2000 yaitu
nilai BOD sebesar 6 mg/l dan DO sebesar >3 mg/l.Beban buangan yang masuk ke
sungai Citepus berkisar antara 0,53 ton/hari – 8,75 ton/hari. Beban buangan yang
paling tinggi yaitu di bagian hilir sungai, hal ini disebabkan oleh konsentrasi beban
buangan yang masuk lebih besar dibandingkan dengan dibagian sungai.

5.2 SARAN

24
Berdasarkan pada kesimpulan di atas, kelompok dengan segala keterbatasan
dan kerendahan hati, di akhir penulisan makalah ini, ingin memberikan saran yang
sekiranya dapat berguna bagi semua pihak.
1. Diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan
sungai.
2. Kepada pemerintah diharapkan lebih memantau tidak membuang limbah
langsung ke sungai, dan bagi yang melanggar wajib diberi hukuman/sanksi.

DOKUMENTASI

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Pangestu, R., Riani, E., & Effendi, H. (2017). Estimasi Beban Pencemaran
Point Source dan Limbah Domestik di Sungai Kalibaru Timur Provinsi DKI Jakarta,
Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan , Vol. 7 No. 3:
219-226.

Yustiani, Y. M., Mulyatna, L., & Pranata, F. (2013). The Deoxygenation Rate
Determination Based on Physical Condition of River Body, Case Study of Citepus
River. Padjadjaran International Physics Symposium 2013 (pp. 281-284). Bandung:
AIP Conf. Proc 1554.

27

Anda mungkin juga menyukai