Anda di halaman 1dari 39

1

ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERADAAN


FITOPLANKTON DI PANTAI PASIR PUTIH PARPAREAN KECAMATAN
PORSEA, KABUPATEN TOBA, SUMATERA UTARA

USULAN PENELITIAN

CINDY AGUSTUS CELESTINA GULTOM


170302054

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
2

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keberadaan


Fitoplankton di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan
Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara
Nama : Cindy Agustus Celestina Gultom
NIM : 170302054
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc


NIP. 197603152006041004

Penguji I Penguji II

Dr. Eri Yusni, M.Sc Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi, M.Si


NIP. 195911161993032001 NIP. 198802122018051001

Mengetahui :
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Eri Yusni, M.Sc


NIP. 195911161993032001
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

usulan penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Air dan Hubungannya

dengan Keberadaan Fitoplankton di Pantai Pasir Putih Parparean

Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc selaku Dosen Pembimbing serta kepada

Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi, M.Si selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan banyak arahan dan masukan serta

bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini jauh dari kata sempurna,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

perbaikan proposal usulan penelitian ini. Penulis berharap semoga proposal ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih.

Medan, September 2021

Penulis

i
4

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang.................................................................................... 1
Rumusan Masalah............................................................................... 4
Kerangka Pemikiran........................................................................... 5
Tujuan Penelitian................................................................................ 7
Manfaat Penelitian.............................................................................. 7

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Lokasi Penelitian................................................................ 8
Fitoplankton........................................................................................ 8
Struktur Komunitas Fitoplankton....................................................... 10
Distribusi Fitoplankton....................................................................... 11
Faktor Pembatas Fitoplankton............................................................ 12
Parameter Fisika
Suhu............................................................................................. 13
Kecerahan Perairan...................................................................... 13
Kecepatan arus............................................................................. 14
Parameter Kimia
Nitrat............................................................................................ 14
Derajat keasaman (pH)................................................................ 15
Oksigen terlarut (DO).................................................................. 16
Fosfat........................................................................................... 18
Biological Oxygen Demand (BOD)............................................. 18

ii
5

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................................. 20
Alat dan Bahan Penelitian.................................................................. 20
Prosedur Penelitian............................................................................. 21
Pengambilan Sampel Fitoplankton.............................................. 21
Identifikasi Jenis Fitoplankton.................................................... 22
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia.................................... 22
Analisis Data....................................................................................... 23
Kelimpahan Plankton (N)............................................................ 23
Keanekaragaman Plankton (H’).................................................. 24
Indeks Keseragaman (E).............................................................. 24
Indeks Dominansi (C).................................................................. 25
Metode Storet.............................................................................. 26
Metode Indeks Pencemaran......................................................... 26
Metode Indeks Saprobik.............................................................. 27
Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment) 27
Analisis Komponen Utama (PCA).............................................. 28

DAFTAR PUSTAKA

iii
6

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1. Hubungan Skor Indeks Pencemaran dengan Deskripsi......................... 27

2. Hubungan Interval Koefisien dengan Tingkat Hubungan..................... 29

iv
7

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air memiliki banyak fungsi, sebagai pelarut umum, air digunakan oleh

organisme untuk reaksireaksi kimia dalam proses metabolisme serta menjadi

media transportasi nutrisi dan hasil metabolisme. Bagi manusia, air memiliki

peranan yang sangat besar bukan hanya untuk kebutuhan biologisnya, yaitu

bertahan hidup. Air tawar diperlukan manusia untuk keperluan masak dan minum,

mencuci, mengairi tanaman, untuk keperluan industri dan lain sebagainya

sehingga tidak terpungkiri terkadang keterbatasan persediaan air untuk

pemenuhan kebutuhan menjadi pemicu timbulnya konflik sosial di masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa penurunan kualitas air dewasa ini merupakan

dampak dari aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan secara

berlebihan (Sulistyorini et al., 2016).

Kualitas air adalah kondisi kuantitatif air yang diukur berdasarkan

parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku ( Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 115

Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air). Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa pencemaran

air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai pada tingkat tertentu

yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Penurunan kualitas pada tingkat tertentu tersebut diatas adalah baku mutu air yang

ditetapkan dan berfungsi sebagai tolak ukur untuk menentukan telah terjadinya

pencemaran air (KN et al., 2020).


82

Perubahan lingkungan dapat dipantau secara biologi, kimia dan fisika.

Secara biologis, kualitas suatu lingkungan dapat diketahui dengan adanya

kehadiran atau ketidakhadiran berbagai makhluk hidup sebagai bioindikator.

Bioindikator atau indikator biologis adalah jenis atau populasi makhluk hidup,

hewan, tumbuhan atau mikroorganisme yang kehadiran dan vitalitasnya dapat

memberikan respon terhadap perubahan kondisi lingkungan. Penggunaan

organisme indikator dalam penentuan kualitas air sangat bermanfaat karena

organisme tersebut akan memberikan reaksi terhadap keadaan kualitas perairan.

Dengan demikian, dapat memperkuat penilaian kualitas perairan berdasarkan

parameter fisika dan kimia (Sulistiowati et al., 2016).

Pencemaran air terjadi bila ada suatu bahan atau keadaan yang dapat

menyebabkan terjadinya penurunan kualitas badan air sampai suatu tingkat

tertentu sehingga tidak memenuhi baku mutu atau tidak dapat digunakan untuk

keperluan tertentu. Jadi pencemaran tidak hanya tergantung kepada wujud dari

bahan pencemar, namun juga tergantung kepada tujuan penggunaan air tersebut.

Masuknya bahan pencemar kedalam sungai dapat mengubah kondisi fisika dan

kimia dari lingkungan tersebut sehingga mengubah keragaman komunitas air,

karena spesies yang ada dalam lingkungan tersebut tidak semua toleran terhadap

tekanan kondisi lingkungan itu (Kusumawati et al., 2018).

Persyaratan yang dilakukan untuk menjaga atau pencapai standar kualitas

air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu

air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian. Air sebagai

komponen lingkungan hidup akan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang

kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi kesehatan dan keselamatan


93

manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan

menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung

dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya

alam (natural resources depletion). Komponen sumber daya alam yang sangat

penting maka harus dipergunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran rakyat

(Faisal dan atmaja, 2019).

Fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidupnya melayang

dekat dengan permukaan air. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa secara umum,

fitoplankton mempunyai peranan penting sebagai produser primer perairan,

mempunyai siklus hidup yang pendek, dan banyak spesiesnya yang sensitif

terhadap perubahan lingkungan. Keberadaan fitoplankton dapat dijadikan sebagai

bioindikator adanya perubahan lingkungan perairan yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan suatu ekosistem akibat pencemaran yang terjadi. Kelimpahan

fitoplankton dapat mengasimilasi sebagian besar zat hara dari perairan

(Desmawati et al., 2020).

Pantai Pasir Putih Parparean merupakan daerah wisata yang airnya berasal

dari Danau Toba yang baru dibuka pada tahun 2018. Pantai pasir putih ini

berlokasi di Desa Parparean dua, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba yang

berjarak kurang lebih dari tiga kilometer dari kota Porsea. Objek wisata di pantai

pasir putih ini merupakan air yang jernih serta pasir putih yang kelembutannya

tidak ada di wisata perairan lain di Toba. Karena keindahan dan pesona pantai ini

maka pengunjung di setiap tahunnya selalu meningkat yang kemudian tidak luput

dari pencemaran yang diakibatkan sampah pengunjung serta limbah pengelola

yang memanfaatkan pantai pasir putih tersebut.


10
4

Penelitian ini dilaksanakan dengan melihat kelimpahan fitoplankton yang

kemudian dianalisis untuk mengetahui status kualitas air di pantai pasir putih

tersebut. Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan di tiga stasiun yakni daerah

inlet, daerah tengah dan daerah outlet pantai pasir putih. Karena kondisi pantai

pasir putih yang pengungjungnya setiap tahun meningkat maka perlu dilakukan

penelitian ini untuk mengetahui struktur komunitas fitplankton, untuk mengetahui

kualitas perairan pantai serta untuk menganalisis hubungan keberadaan

fitplankton dengan kualitas air di Perairan Pantai Pasir Putih Parparean

Kecamatan Porsea Kabupaten Toba.

Rumusan Masalah

Perubahan mutu kualitas air dapat menyebabkan perubahan keseimbangan

ekosistem didalamnya. Banyak persoalan yang menyebabkan status kualitas air

tersebut berubah diantaranya pariwisata yang tidak sesuai dengan kaidah yang

berlaku seperti membuang limbah domestik dan sampah sembarangan. Namun

diharapkan pihak pengelola yang sekaligus membuka usahanya tidak melakukan

tindakan tidak terpuji seperti itu.

Salah satu cara untuk memantau kualitas air adalah melakukan pengukuran

paramater biologi dengan menggunakan bioindikator fitoplankton. Fitoplankton

dijadikan sebagai indikator kualitas perairan karena siklus hidupnya pendek,

respon yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan dan merupakan

produsen primer yang menghasilkan bahan organik serta oksigen yang bermanfaat

bagi kehidupan perairan dengan cara fotosintesis.


5
11

Berdasarkan deskripsi diatas, maka beberapa permasalahan dalam penelitian

ini adalah :

1. Bagaimana struktur komunitas Fitoplankton di Perairan Pantai Pasir Putih

Parparean?

2. Bagaimana status kualitas air di Pantai Pasir Putih Parparean?

3. Bagaimana analisis kualitas air dengan keberadaan Fitoplankton di Pantai Pasir

Putih Parparean?

Kerangka Pemikiran

Pantai Pasir Putih Parparean merupakan salah satu destinasi wisata di

Kabupaten Toba yang dibuka pada tahun 2018. Daerah wisata tidak luput dari

limbah domestik usaha dan juga sampah. Dilakukannya pengukuran kualitas air

ini untuk mengetahui status kualitas air dan hubungannya dengan keberadaan

fitoplankton di Pantai Pasir Putih Parparean.

Perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kabupaten Toba dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat sebagai perikanan tangkap dan pariwsata, karena

pemanfaatan ini dilakukannya pengukuran kualitas air untuk mengetahui status

kualitas perairan di pantai pasir putih tersebut. Kualitas perairan pantai pasir putih

memiliki parameter berupa fisika, kimia dan biologi dimana parameter fisika dan

kimia meliputi suhu, nitrat, kecerahan perairan, derajat Keasaman (pH), oksigen

terlarut (DO), kecepatan arus, fosfat dan biological oxygen demand (BOD) serta

parameter biologi terdiri atas Fitoplankton. Fitoplankton kemudian di identifikasi

dengan analisis data yang meliputi kelimpahan fitoplankton, keanekaragaman

fitoplankton, indeks keseragaman, indeks dominansi, frekuensi jenis, frekuensi

jenis relatif, metode storet, indeks pencemaran, indeks saprobik, metode CCME
12
6

(Canadian Council of Ministers of the Environment) dan analisis komponen

utama (Principal Component Analysis) kemudian dianalisis bersamaan dengan

parameter fisika, kimia dan biologi untuk mengetahui analisis kualitas air dan

hubungannya dengan keberadaan Fitoplankton di Perairan Pantai Pasir Putih

Parparean Kabupaten Toba.

Berdasarkan uraian diatas, maka diperoleh kerangka pemikiran sebagai


berikut :

Perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kabupaten Toba

Aktivitas manusia :
 Perikanan tangkap
 Pariwisata

Kualitas Parairan

Parameter Fisika – Kimia : Parameter Biologi :


 Suhu  Fitoplankton
 Nitrat
 Kecerahan perairan
 Derajat Keasaman (pH) Identifikasi Fitoplankton
 Oksigen terlarut (DO)
 Kecepatan Arus
 Fosfat Analisis Data :
 Biological Oxygen Demand  Kelimpahan Fitoplankton
(BOD)  Keanekaragaman Fitoplankton
 Indeks Keseragaman
 Indeks Dominansi
 Frekuensi Jenis
Analisis kualitas air dan  Frekuensi Jenis Relatif
hubungannya dengan keberadaan  Metode Storet
Fitoplankton di Perairan Pantai  Indeks Pencemaran
Pasir Putih Parparean Kabupaten  Indeks Saprobik
Toba.  Metode CCME (Canadian Council of
Ministers of the Environment)
 Analisis Komponen Utama (Principal
Component Analysis)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


13
7

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui struktur komunitas Fitoplankton di Perairan Pantai Pasir

Putih Parparean Kecamatan Porsea Kabupaten Toba.

2. Untuk mengetahui kualitas perairan di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan

Porsea Kabupaten Toba.

3. Untuk menganalisis kualitas air dan hubungannya dengan keberadaan

Fitoplankton di Perairan Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan Porsea

Kabupaten Toba.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai pertimbangan yang dapat dilakukan untuk penanggulangan limbah

pariwisata setempat.

2. Sebagai informasi kepada instansi terkait dan masyarakat sekitar tentang

kualitas air pantai pasir putih di Pantai Pasir Putih Parparean Kecamatan

Porsea Kabupaten Toba.


14

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Lokasi Penelitian

Porsea merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki luas wilayah

37,88 km2 atau 1,83% dari total luas Kabupaten Toba. Kecamatan Porsea berada

pada 2°04'- 2°48' Lintang Utara dan 99°04' - 99°16' Bujur Timur dengan

ketinggian ± 1.200m dari permukaan laut. Kecamatan Porsea terdiri atas 14 desa

diantaranya, Amborgang, Galagala Pangkailan, Lumban Gurning, Nalela,

Parparean I, Parparean II, Parparean IV, Patane I, Patane II, Patane IV, Patane V,

Raut Bosi, Silamosik I, Simpang Siguragura dan terdiri atas 3 kelurahan

diantaranya, Parparean III, Pasar Porsea dan Patane III.

Pantai Pasir Putih Parparean merupakan salah satu wisata perairan yang

baru dibuka pada tahun 2018 yang terletak di Kecamatan Porsea, Desa Parparean

II, Kabupaten Toba. Pantai ini memiliki luas sebesar 2,5 hektar yang airnya

berasal dari Danau Toba. Banyak masyarakat yang menganggap wisata perairan

ini mirip dengan pantai di Bali karena memiliki pasir putih yang lembut, air yang

sangat jernih dan dapat melihat matahari terbit dan terbenam. Fasilitas-fasiltas

wisata pantai ini tergolong lengkap diantaranya arena bermain anak, banana boat,

perahu karet, tempat makan dan tempat bersantai. Untuk mengakses wisata pantai

ini tidaklah sulit, jika berangkat dari kota Porsea menuju utara melewati RSUD

Tobasa, kemudian belok kanan yang kemudian tiba di wisata pantai ini.

Fitoplankton

Plankton yang terdiri dari fitoplankton dan zooplankton merupakan

organisme yang peka terhadap keberadaan limbah yang masuk ke perairan.


915

Plankton tidak bisa menyerap langsung bahan organik. Oleh karena itu, bahan

organik harus melalui tahap dekomposisi agar bisa diserap oleh plankton. Di

samping itu, faktor fisika dan kimia perairan dapat mengakibatkan perbedaan

komposisi dan kelimpahan plankton antara wilayah perairan yang berbeda.

Fitoplankton berperan sebagai pengendali kualitas air dengan cara menyerap hasil

metabolisme dan sisa pakan sebagai sumber energi (Widiyanti et al., 2020).

Fitoplankton merupakan produsen primer diperairan karena memiliki

kemampuan untuk melakukan fotosintesis. Alga atau fitoplankton dapat berperan

sebagai salah satu parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu

perairan dan juga merupakan komponen biotik penting dalam metabolisme badan

air, karena merupakan mata rantai primer di dalam rantai makanan ekosistem

perairan. Perubahan ukuran, jenis dan jumlah populasi fitoplankton di perairan

dapat menggambarkan keadaan struktur komunitas perairan. Fitoplankton sering

dijadikan indikator kesuburan perairan. Informasi tentang fitoplankton sangat

penting dalam hal mengetahui kualitas perairan suatu perairan terutama pada

perairan yang tidak mengalir atau tergenang (Dwirastina dan Riani, 2019).

Fitoplakton dikelompokkan dalam 5 divisi yaitu: Cyanophyta, Crysophyta,

Pyrrophyta, Chlorophyta dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar), semua

kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air laut dan air tawar kecuali

Euglenophyta. Fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar

adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 µm, sedangkan yang biasa

tertangkap dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok utama yaitu

diatom, dinoflagellata dan alga biru. Fitoplankton dapat ditemukan di beberapa

jenis perairan, yaitu laut, danau, sungai, kolam dan waduk. Fitoplankton dapat
10
16

hidup di berbagai kedalaman, asalkan masih terdapat cahaya matahari yang

mencukupi untuk melakukan fotosintesis (Suryanti et al., 2016).

Sebagai penyokong kehidupan akuatik, fitoplankton dapat memberikan

informasi mengenai kondisi lingkungan. Fitoplankton juga dapat menjadi alat

monitoring atas perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan diikuti oleh

perubahan struktur komunitas fitoplankton, seperti diversitasnya. Perairan yang

tidak tercemar ditandai dengan diversitas yang tinggi dan tidak terdapat dominansi

oleh satu spesies. Sebagai produsen utama di perairan tawar fitoplankton yang

menyokong keberlangsungan kehidupan organisme lainnya (Fitriadi et al., 2021).

Struktur Komunitas Fitoplankton

Struktur komunitas merupakan spesies-spesies yang berada di dalam

komunitas, terikat dalam interaksi biotik dan berfungsi sebagai unit terpadu

meliputi komposisi jenis, densitas (Kerapatan), indeks dominansi, indeks

keanekaragaman, dan indeks kelimpahan. Komposisi jenis, keanekaragaman,

dominansi, dan kelimpahan plankton dapat menunjukkan tingkat kompleksitas

dari struktur komunitas biota perairan Dinamika kelimpahan dan struktur

komunitas fitoplankton terutama dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia,

khususnya ketersediaan unsur hara (nutrien) dan kualitas cahaya serta kemampuan

fitoplankton untuk memanfaatkannya. Kelimpahan fitoplankton sangat ditentukan

oleh tersedianya antara lain unsur hara, cahaya yang cukup, dan gerakan air

(Wijayanti et al., 2021).

Distribusi fitoplankton dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya dalam

perairan atau tersebar dalam zona eufotik. Kemampuan membentuk zat organik

dari zat anorganik dalam perairan menjadikan fitoplankton dikenal sebagai


11
17

produsen primer. Perairan yang subur tentunya dapat mendukung

keanekaragaman sumberdaya biota yang tersedia. Kesuburan perairan dapat

diindikasikan dengan kelimpahan fitoplankton yang tersedia. Perubahan terhadap

kualitas perairan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton.

Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai

kondisi perairan tersebut (Lathifah et al., 2017).

Keberadaan fitoplankton sangat diperlukan dalam menjaga kelangsungan

hidup ekosistem perairan dan memegang peranan penting dalam rantai makanan

di laut. Selain sebagai dasar dari rantai makanan (primary producer) juga

merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan. Terdapat

hubungan positif antara kelimpahan fitoplankton dengan produktivitas perairan.

Jika kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi maka perairan tersebut

cenderung memiliki produktivitas yang tinggi (Yanasari et al., 2020).

Distribusi Fitoplankton

Fitoplankton merupakan komponen populasi pembentuk komunitas dari

suatu ekosistem yang dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan meliputi

produktivitas primer dan tingkat pencemaran (bioindikator) atau blooming spesies

tertentu dari fitoplankton. Pencemaran bahan organik saat ini telah menjadi

fenomena umum dijumpai di hampir semua perairan danau. Indikasi terjadinya

eutrofikasi yaitu ledakan populasi fitoplankton dan tumbuhan air terapung seperti

eceng gondok (Ananda et al., 2019).

Kondisi fitoplankton, seperti keanekaragaman dan distribusi fitoplankton

di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor

atmosfer, faktor lokasi, dan faktor kondisi lingkungan. Tidak seperti zooplankton,
12
18

fitoplankton daya geraknya terbatas sehingga tidak dapat dengan mudah bergerak

atau berpindah tempat, pergerakannya cenderung mengikuti arus air. Komposisi

maupun kelimpahan fitoplankton sangat berpengaruh terhadap keberadaan sumber

daya hayati laut lainnya di perairan. Distribusi vertikal fitoplankton dapat

mempengaruhi produktivitas primer serta transfer energi hingga tingkat trofik

yang lebih tinggi. kondisi fitoplankton baik keanekaragaman dan distribusi

fitoplankton juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor atmosfer, lokasi,

dan kondisi lingkungan di perairan tersebut (Syahbaniati dan Sunardi, 2019).

Keberadaan Fitoplankton di perairan memegang peranan yang sangat

penting yaitu sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaringan yang

menyebabkan Fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan satu

ekosistem. Kelimpahan plankton di suatu perairan juga dapat digunakan untuk

mengindikasikan kelimpahan ikan pemangsa Fitoplankton di perairan.

Penggunaan fitoplankton sebagai bioindikator dalam menggambarkan kualitas air

dikarenakan keberadaan fitoplankton yang erat kaitannya dengan perubahan

lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran. Parameter fitoplankton dapat

menggambarkan kualitas air didasarkan pada ketergantungan fitoplankton

terhadap kualitas air dan berhubungan erat dengan aktivitas manusia. Jumlah jenis

dan individu fitoplankton akan mendeterminasi nilai indeks keanekragaman yang

akan menentukan tingkat pencemaran suatu perairan (Zohri et al., 2020).

Faktor Pembatas Fitoplankton

Penelitian mengenai kehidupan organisme perairan khususnya

fitoplankton bergantung pada parameter fisika dan kimia yang meliputi suhu,

nitrat, kecerahan perairan, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO),


13
19

kecepatan arus dan Fosfat. Beberapa parameter fisika dan kimia yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton di suatu perairan antara lain :

Parameter Fisika

Suhu

Suhu merupakan faktor langsung yang mempengaruhi laju pertumbuhan,

kelangsungan hidup dan meningkatkan laju metabolisme organisme. Peningkatan

suhu perairan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi

kehidupan organisme suatu perairan. Standar baku mutu suhu menurut KepMen

LH No. 51 Tahun 2004 untuk biota laut adalah 28 oC - 32 oC. Suhu ekosistem air

dipengaruhi oleh diantaranya intensitas cahaya matahari dan pertukaran panas

antara air dengan udara sekelilingnya. Fitoplankton erat kaitannya dengan suhu,

yaitu suhu optimal berkisar 20 oC - 30 0C (Inayati dan Farid, 2020).

Kecerahan Perairan

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan

dinyatakan dengan persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah

spektrum yang terlibat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak

lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai

ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan suatu perairan. Dengan mengetahui

nilai kecerahan suatu perairan, berarti dapat mengetahui pula sampai dimana

masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam perairan. Berkaitan dengan

keadaan nilai kecerahan yang diamati dapat dikatakan bahwa memiliki nilai

kecerahan yang agak tinggi (Patty et al., 2020).

Kecerahan merupakan daya penetrasi cahaya untuk menembus kedalaman

air, apabila perairan keruh maka penetrasi cahaya matahari berkurang sehingga
14
14
20

mengakibatkan kecerahan air rendah. Padatan tersuspensi akan berakibat

terbatasnya intensitas matahari masuk ke permukaan air, sehingga dapat

menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton. kecerahan air di bawah 100 cm

tergolong tingkat kecerahan rendah (Rahayu et al., 2018).

Kecepatan Arus

Arus merupakan pergerakan air yang dibangkitkan oleh kerja dari suatu

gaya di badan air. Terdapat bermacam-macam gaya yang dapat membangkitkan

arus di suatu badan air, di antaranya adalah gaya dorong dan hisap dari massa air

masuk dan keluar badan air serta gaya gesek dari dinding wadah badan air yang

dapat memperlambat arus air tersebut. Mekanisme yang demikian, di perairan

dapat menyebabkan terjadinya akumulasi fitoplankton karena masukan dan

pertumbuhannya, sedangkan di area lainnya dapat terjadi pengurangan

fitoplankton karena keluaran dan atau fitoplankton tidak sempat tumbuh.

Konsentrasi fitoplankton yang tinggi terjadi di area dengan kecepatan arus air

kurang dari 10 cm/det, sedangkan konsentrasi fitoplankton semakin menurun

terjadi di area-area dengan kecepatan arus air lebih dari 25 cm/det. Kecepatan arus

yang masih berada dibawah kisaran 0,5 m/s tergolong dalam arus rendah hingga

sedang, sedangkan arus dengan kecepatan 0,5 m/s atau lebih tergolong dalam arus

kuat (Mariyati et al., 2020).

Parameter Kimia

Nitrat

Besarnya kandungan nitrat yang ada pada perairan akan merangsang

pertumbuhan bagi biota, karena kandungan nitrat pada konsentrasi tertentu dapat

memberikan kondisi tumbuh yang baik bagi biota dan dapat menjadi racun di
21
15

perairan apabila konsentrasi melebihi yang dibutuhkan. Kadar nitrat semakin

tinggi bila kedalaman bertambah. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan

berdasarkan kandungan nitrat antara lain: perairan oligotrofik (0-1 mg/l),

mesotrofik (1-5 mg/l) dan eutrofik (550 mg/l). Konsentrasi nitrat di lapisan

permukaan lebih rendah disebabkan karena banyak dimanfaatkan dan dikonsumsi

oleh fitoplankton (Permatasari et al., 2016).

Nitrat dalam perairan berperan sebagai elemen pembatas pertumbuhan

fitoplankton di dalam suatu perairan. Umumnya pemanfaatan nitrat oleh

organisme bertujuan untuk pembentukan biomassa, sebagai komponen asam

amino, dan berbagai protein dari hasil sintesisTingginya kadar nitrat menunjukkan

tingkat kesuburan perairan yang tinggi pula dan bermanfaat untuk penunjang

kehidupan fitoplankton. Fitoplankton dapat melakukan pertumbuhan dengan baik

pada kisaran nitrat 0,028 - 0,140 mg/L (Ginting et al., 2021).

Limbah organik secara tidak langsung dapat meningkatkan kelimpahan

fitoplankton. Kondisi perairan yang cukup mengandung unsur hara diperlukan

untuk pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton seperti N dan P. konsentrasi

nitrat akan meningkat apabila lokasi tersebut semakin dekat dengan lokasi

pembuangan limbah organik ataupun anorganik. rendahnya kandungan nitrat

dalam air danau dapat disebabkan karena sifat nitrat yang tidak stabil dan adanya

penyerapan nitrat oleh makrofita atau fitoplankton sementara pasokan nitrat pada

perairan tersebut terbatas (Suardiani et al., 2018).

Derajat Keasaman (pH)

Salah satu parameter kualitas air adalah pH atau tingkat keasaman.

Perubahan pH yang terjadi pada air dapat terjadi sewaktu-waktu. pH


16
22

merupakan faktor lingkungan yang berperan sebagai faktor pembatas pada

ekosistem perairan. Sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan

nilai pH. tumbuhan ter-masuk fitoplankton akan berfotosintesis dengan baik pada

pH netral yaitu sekitar pH 6-8 dan akan mengalami penurunan jika terlalu asam

atau terlalu basa. pH yang terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas enzimatis dan

metabolisme pada fitoplankton sehingga fotosintesis tidak akan berjalan dengan

maksimal (Dewi dan Mawardi, 2020).

Perubahan pada pH akan menyebabkan terganggunya sistem penyangga

yang dapat menimbulkan ketidak seimbangan kadar CO2, sehingga memberikan

dampak buruk terhadap kehidupan biota perairan, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari.

Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti

fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya, pada pagi hari, CO2 melimpah

sebagai hasil pernapasan ikan. Nilai pH air terendah terjadi pada jam 04.00 dan

tertinggi pada jam 16.00. Nilai pH air dapat menurun karena proses respirasi dan

pembusukan zat – zat organic (Nurjamila et al., 2021).

Oksigen Terlarut (DO)

Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen yang terkandung didalam

air. DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme

atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan

pembiakkan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan

organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu

perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis

organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari
17
23

udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas,

pergerakkan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut

(Muslim et al., 2020).

Kelangsungan hidup biota air yang baik dalam suatu perairan

membutuhkan kisaran kadar oksigen terlarut 2 – 10 ppm dan tidak boleh kurang

dari 2 ppm. Penurunan oksigen terlarut (DO), mengganggu kehidupan biota

perairan, termasuk fitoplankton sedangkan peningkatan nutrien (eutrofikasi) dapat

memicu terjadinya algae-bloom (ledakan populasi alga) dan menyebabkan

kematian ikan secara massal (Garno et al., 2020).

Keseimbangan oksigen di perairan perlu dijaga untuk mempertahankan

ekosistem. Beberapa mikroalga memiliki kemampuan dalam meningkatkan kadar

oksigen terlarut dan menurunkan kadar ammonium dengan menggunakan hasil

oksidasi nitrogen dalam bentuk ammonium sebagai materi organik untuk

fotosintesis. Mikroalga tersebut dapat berupa fitoplankton dan tumbuhan aquatik

lainnya. sumber utama oksigen di perairan selain dari proses difusi oksigen dari

udara adalah dari hasil fotosintesis fitoplankton, sehingga tingginya kandungan

oksigen di perairan akan mencirikan tingginya kelimpahan organisme fitoplankton

pada perairan tesebut. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk

pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat. Kandungan oksigen terlarut

(DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh

senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup

mendukung kehidupan organisme (Panggabean dan Prastowo, 2017).


18
24

Fosfat

Unsur hara merupakan suatu zat yang diperlukan untuk pertumbuhan

fitoplankton. Pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung terhadap suplay unsur

hara di perairan, tanpa unsur hara sel tidak dapat membelah dan pada saat unsur

hara tersedia dalam jumlah yang optimal maka populasi sel mulai meningkat.

Kandungan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada

tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya

adalah adanya peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi ikan

sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di

perairan, serta memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis

fitoplankton berbahaya yang lebih umum (Marlian, 2016).

Unsur fosfat sering dijadikan sebagai faktor pembatas di dalam suatu

perairan karena unsur ini dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah yang besar,

namun bila ketersedian unsur tersebut di bawah kebutuhan minimum, akibatnya

pertumbuhan fitoplankton akan terganggu atau populasinya akan menurun.

Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kadar fosfat (mg/l) adalah

tingkat kesuburan 0 – 0,002, kurang subur 0,0021 – 0,050, cukup subur 0,051 –

0,100, subur 0,101 – 0,200, sangat subur > 0,201. Fosfat akan diabsorpsi oleh

fitoplankton dan seterusnya masuk ke dalam rantai makanan. Sumber

antropogenik fosfor adalah dari limbah industri dan limbah domestik dari sekitar

perairan (Mishbach et al., 2021).

Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD atau Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biologis

yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk memecah bahan


19
25

organik secara aerobic. Proses dekomposisi bahan organik ini diartikan bahwa

mikroorganisme memperoleh energi dari proses oksidasi dan memakan bahan

organik yang terdapat di perairan. Mengetahui nilai BOD di perairan dapat

bermanfaat untuk mendapatkan informasi berkaitan tentang jumlah beban

pencemaran yang terdapat di perairan akibat air buangan penduduk atau industri,

dan untuk merancang sistem pengolahan biologis di perairan yang tercemar

tersebut (Daroini dan Arisandi, 2020).

Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,

melainkan hanya mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mendekomposisi bahan organik tersebut. Walaupun nilai BOD untuk menyatakan

jumlah oksigen terlarut, tetapi dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah

bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Prinsip

pengukuran BOD yaitu sejumlah sampel uji ditambahkan kedalam larutan

pengencer jenuh oksigen yang telah ditambah larutan nutrisi, kemudian diinkubasi

dalam ruang gelap pada suhu 20o C ± 3o C selama 5 hari. Nilai BOD dihitung

berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari

(Andika et al., 2020).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar BOD yang terkandung dalam air

adalah: jenis air, suhu air, derajat keasaman (pH) dan kondisi air secara

keseluruhan, maka dari itu dengan kata lain perbedaan ukuran tidak berpengaruh

terhadap besar kecilnya penurunan nilai BOD. Kandungan BOD yang tinggi

menandakan minimnya oksigen terlarut yang terdapat di dalam perairan. kondisi

tersebut akan berdampak terhadap kematian organisme perairan seperti

fitoplankton akibat kekurangan oksigen terlarut (anoxia) (Zohri et al., 2020).


26

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2021

yang berlokasi di Pantai Pasir Putih Parparean, Kecamatan Porsea, Kabupaten

Toba sebanyak tiga kali dalam interval waktu sepuluh hari (satu bulan). Penentuan

stasiun dalam lokasi penelitian berdasarkan ciri dan tujuan tertentu dengan

memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dan karakteristik lokasi peneltian

yang disebut dengan metode Purposive sampling. Untuk identifikasi fitoplankton

dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis

kualitas air dilakukan secara in situ dengan paramter diantaranya, suhu, pH, DO,

kecerahan dan kecepatan arus sedangkan parameter yang dilakukan pengukuran

secara ex situ diantaranya, nitrat, fosfat dan BOD.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu nelayan sebagai

transportasi dalam pengambilan sampel, plankton net dengan mesh size 50 µm

untuk menyaring sampel plankton, GPS (Global Positioning System) untuk

menentukan koordinat pengambilan sampel, botol sampel 100 ml sebagai wadah

atau tempat sampel, mikroskop untuk mengamati sampel fitoplankton, SRC

(Sedgwick Rafter Counter Cell) sebagai tempat untuk mengamati sampel

plankton, secchi disk untuk mengukur kecerahan perairan, pH meter untuk

mengukur pH perairan, DO meter untuk mengukur DO perairan, thermometer

untuk mengukur suhu perairan, stopwatch dan bola duga untuk mengukur
21
27

kecepatan arus, pipet tetes yang digunakan untuk mengambil larutan lugol dan

sampel fitoplankton serta buku identifikasi plankton sebagai acuan untuk

mengidentifikasi jenis plankton, kertas label, lakban, coolbox, handphone dan alat

tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air fitoplankton

yang akan diamati dan kemudian dilakukan identifikasi, aquades untuk

mensterilkan alat yang telah dipakai, lugol untuk mengawetkan sampel

fitoplankton, serta tissue untuk membersihkan alat penelitian.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Fitoplankton

Penentuan stasiun penelitian menggunakan metode Purposive sampling.

Pengambilan sampel dilakukan pada tiga stasiun. Stasiun I adalah daerah ujung

pantai pasir putih parparean (inlet) pantai. Stasiun II daerah tengah pantai pasir

putih parparean. Stasiun III daerah ujung pantai (outlet) yang airnya mengalir ke

arah aliran sigura-sigura. Pengambilan sampel plankton dilakukan sebanyak tiga

kali dengan rentang waktu sekali dalam sepuluh hari. Pengambilan sampel

dilakukan di setiap stasiun sebanyak tiga kali pada pukul 08.00, 13.00 dan 16.00

WIB karena untuk melihat perubahan kelimpahan dan keanekaragaman

fitoplankton dari waktu ke waktu.

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan dengan menggunakan metode

sampling aktif dengan cara menyaring air menggunakan plankton net dengan

mesh size 50 µm, diameter mulut jaring berukuran 30 cm dan panjang 1 m.

Disetiap stasiun, plankton net pada suatu titik, ditarik menuju ke titik lain

menggunakan perahu nelayan. Plankton net tersebut ditarik sejauh 20 meter dari
22
28

titik stasiun pengambilan sampel, lalu semprot bagian plankton net dengan air dari

sprayer agar fitoplankton yang berada pada plankton net turun ke wadah plankton

net. Kemudian sampel air hasil penyaringan tersebut dimasukkan kedalam botol

sampel 100 ml kemudian dimasukkan larutan lugol menggunakan pipet tetes

sebanyak 4 tetes, lalu ditutup rapat dan diberi label. Kemudian botol–botol yang

berisi air sampel dimasukkan dalam coolbox, selanjutnya dibawa ke dalam

laboratorium guna diidentifikasi.

Identifikasi Jenis Fitoplankton

Untuk mengidentifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium

Lingkungan Perairan, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Sebelum dilakukannya pengidentifikasian

sampel Fitoplankton dilakukan homogenisasi dengan cara mengocok botol sampel

agar tidak ada yang mengendap di dasar botol, lalu sampel diambil menggunakan

pipet tetes dan diteteskan pada Sedgewick Rafter Counting (SRC) dan diamati

dengan mikroskop hingga perbesaran 100x. Untuk mengidentifikasi jenis

fitoplankton digunakan buku Ilustrations Of The Marine Plankton of Japan.

Kemudian catat hasil identifikasi pada buku tulis lalu dilakukan perhitungan

individu atau analisis data dilakukan dengan menggunakan alat hitung berupa

kalkulator.

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan bersamaan dengan

pengambilan sampel, hal ini dilakukan untuk parameter yang metode

pengukurannya secara in situ yakni suhu, DO, pH, kecepatan arus dan kecerahan

(kecuali pengukuran Nitrat, Fosfat dan BOD). Pengukuran suhu dilakukan dengan
23
29

menggunakan thermometer dengan cara mencelupkan ¾ thermometer ke dalam

air selama 1-3 menit. Kemudian diangkat perlahan namun thermometer tersebut

masih menyentuh air dan kemudian diamati nilainya secara rinci, kecepatan arus

diukur menggunakan bola duga dan stopwatch, pengukuran pH dilakukan dengan

menggunakan pH meter, pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan

secchi disk serta DO diukur dengan menggunakan DO meter.

Parameter fisika-kimia yang diukur secara ex situ adalah BOD, nitran dan

fosfat yang dilakukan dengan Uji Lab di Laboratorium. Air sampel dibawa

menggunakan wadah (botol) lalu diambil ± 1 L dari setiap stasiun I, II da III untuk

dilakukan uji guna mengetahui nilai BOD, nitrat dan fosfat. Kemudian botol yang

berisi sampel air tersebut disimpan dalam container box lalu dibawa ke

laboratorium guna diteliti.

Analisis Data

Kelimpahan Plankton (N)

Kelimpahan fitoplankton dinyatakan dalam ind/l yang dihitung dengan

persamaan rumus menurut Fachrul et al (2005) sebagai berikut :

Keterangan:

N : jumlah sel per liter (ind/l)

n : jumlah sel yang diamati

Vr : volume sampel yang tersaring (ml)

V0 : volume air yang diamati (pada SRC) (ml)

Vs : volume air yang disaring (l)


24
30

Keanekaragaman Plankton (H’)

Keanekaragaman jenis biota di lokasi penelitian dihitung dengan

menggunakan Indeks Keanekaragaman Shanon ± Wiener (Odum, 1993) yang

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman

Ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu total

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon – Wiener (H’):

H’ < 1 : Keanekaragaman rendah

1 < H’ ≤ 3 : Keanekaragaman sedang

H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi

Indeks Keseragaman (E)

Keseragaman yang terdapat pada setiap stasiun dapat dihitung dengan

menggunakan indeks keseragaman Eveness dalam Siregar et al (2014) sebagai

berikut:

E=
31
25

Keterangan:

E = indeks keseragaman

H’ = indeks keanekaragaman

H’ max = ln S (S = jumlah spesies yang ditemukan)

Kriteria yang digunakan:

E < 0.4 : keseragaman kecil

0.4 < E < 0.6 : keseragaman sedang

E > 0.6 : keseragaman tinggi

Indeks Dominansi (C)

Dominasi jenis fitoplankton yang terdapat di perairan pantai pasir putih

parparean dapat dihitung dengan menggunakan indeks dominasi (Barus 2002)

sebagai berikut:

C=∑

Keterangan:

C = indeks dominansi

Ni = Jumlah individu spesies ke-i

N = Jumlah total individu

Kriteria indeks dominasi menurut Krebs (1985) dalam Yanasari et al (2020)

adalah :

C < 0,5 : dominasi jenis rendah

0,5 < C < 1 : dominasi jenis sedang

C>1 : dominasi jenis tinggi


32

26

Metode Storet

Kualitas air dinilai berdasarkan ketentuan sistem metode storet yang

dikeluarkan oleh EPA (Environmental Protection Agency) yang

mengklasifikasikan mutu air ke dalam empat kelas, yaitu:

(1) Kelas A: baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu.

(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan.

(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang.

(4) Kelas D: buruk, skor e" -31 cemar berat.

Metode Indeks Pencemaran

Indeks ini menunjukkan satu jenis parameter yang dominan menyebabkan

penurunan kualitas air pada satu kali pengamatan (Marganingrum, 2013). Rumus

yang digunakan untuk menghitung Indeks Pencemaran (IP):

Dimana :

Ipj : Indeks Pencemaran bagi peruntukan j

Ci : Konsentrasi hasil uji parameter

Lij : Konsentrasi parameter sesuai baku mutu peruntukan air j

(Ci/Lij)M : Nilai Ci/Lij maksimum

(Ci/Lij)R : Nilai Ci/Lij rata rata


33
27

Status mutu air berdasarkan hasil perhitungan Indeks Pencemaran sebagai

berikut :

Tabel 1. Hubungan Skor Indeks Pencemaran dengan Deskripsi

No Skor IP Deskripsi
1 0-1,0 Kondisi Baik
2 1,1-5,0 Cemar Ringan
3 5,1-10 Cemar Sedang
4 >10 Cemar Berat

Metode Indeks Saprobik

Indeks ini menggunakan keberadaan organisme yang hadir di perairan

untuk menentukan status perairan yang diukur dengan formula Sagala (2013) :

X = (C + 3D - B – 3A) / (A + B + C + D)

A : grup Ciliata menunjukkan polisaprobitas

B : grup Euglenophyta, menunjukkan α mesosaprobitas;

C : grup Chlorococcales + Diatomae, menunjukkan β mesosaprobitas;

D : grup Peridinae/ Chrysophyceae/ Conjugatae, menunjukkan oligosaprobitas

Metode CCME (Canadian Council of Ministers of the Environment)

CCME WQI merupakan suatu alat yang disederhanakan bagi

masyarakat umum untuk memperoleh data kualitas air yang kompleks. Metode

dapat dihitung dengan rumus Romdania et al (2018) :

CCME WQI – 100 -


2834

Kriteria :

Excellent : (nilai 95-100)

Good : (nilai 80-94)

Fair : (nilai 65-79)

Marginal : (nilai 45-64)

Poor : (nilai 0-44)

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Analisis komponen utama (PCA) adalah teknik analisis statistik

multivarian yang terbaik untuk mengekstrak hubungan linear di antara berbagai

kelompok variable. Salah satu keuntungan dari teknik ini adalah memiliki peluang

untuk menganalisis kelompok data yang jumlahnya banyak. Kelompok data

tersebut terdiri dari banyak variabel dan unit-unit eksperimen. PCA dapat

mengidentifikasi kelompo-kelompok dan kumpulan beberapa variabel yang

memiliki kesamaan dan memungkinkan untuk menyederhanakan deskripsi dari

observasi dengan menemukan struktur atau pola-pola dalam kelompok data yang

beragam. Selain itu metode ini dapat digunakan untuk menganalisis keterkaitan

antar parameter kualitas air (Wiyoto dan Effendi, 2020).

Jika seorang peneliti memiliki sejumlah besar variabel, maka dengan

analisis ini peneliti tersebut dapat melakukan orientasi kembali terhadap data yang

dikumpulkan sedemikian rupa sehingga bisa diperoleh dimensi yang lebih sedikit

namun memberikan informasi sebesar-besarnya dari data aslinya. Hubungan

koefisien dan korelasi dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini :


35
29

Tabel 2. Hubungan Interval Koefisien dengan Tingkat Hubungan

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,199 Sangat Lemah

0,20-0,399 Lemah Sekali

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Kuat Sekali


36

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Y., I. W. Restu dan R. Ekawaty. 2019. Status Tropik dan Struktur
Komunitas Fitoplankton di Danau Beratan, Desa Candikuning, Kecamatan
Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Jurnal Metamorfosa. 6 (1): 58-
66. ISSN : 2655-8122.
Andika, B., P. Wahyuningsih dan R. Fajri. 2020. Penentuan Nilai BOD Dan COD
sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah di Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Jurnal Kimia Sains dan Terapan.
2 (1). ISSN: 2716-0963.
Barus, 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatra
Utara. Medan.
Daroini, T. A dan A. Arisandi. 2020. Analisis BOD (Biological Oxygen Demand)
di Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Jurnal JUVENIL.
1 (4). ISSN: 2723-7583.
Desmawati, I., A. Ameivia dan L. B. Ardanyanti. 2020. Studi Pendahuluan
Kelimpahan Plankton di Perairan Darat Surabaya dan Malang. Journal of
Science and Technology. 13 (1): 61-66. ISSN: 2502-5325.
Dewi, S. S dan Mawardi. 2020. Kelimpahan Plankton di Perairan Sungai Pelawi
Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Jeumpa. 7 (2).
Dwirastina, M dan E. Riani. 2019. Komposisi, Kelimpahan dan Keanekaragaman
Fitoplankton di Pulau Salah Nama Sungai Musi Sumatera Selatan. Jurnal
Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 16 (1): 74-80.
Fachrul, M. F., Haeruman H dan Sitepu L. C. 2005. Komunitas Fitoplankton
Sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. FMIPA Universitas
Indonesia, Jakarta .
Faisal, M dan D. M. Atmaja. 2019. Kualitas Air pada Sumber Mata Air di Pura
Taman Desa Sanggalangit Sebagai Sumber Air Minum Berbasis Metode
Storet. Jurnal Pendidikan Geografi Undiksha. 7 (2): 74-84. ISSN: 2614-
1094.
Fitriadi, R., N. T. M. Pratiwi dan R. Kurnia. 2021. Komunitas Fitoplankton dan
Konsentrasi Nutrien di Waduk Jatigede. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI). 26 (1): 143-150. ISSN: 0853-4217.

Garno, Y. S., R. Nugroho dan M. Hanif. 2020. Kualitas Air Danau Toba di
Wilayah Kabupaten Toba Samosir dan Kelayakan Peruntukannya. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 21 (1): 118-124.
37

Inayati, W dan A. Farid. 2020. Analisis Beban Masuk Nutrien Terhadap


Kelimpahan Klorofil-A Saat Pagi Hari di Sungai Bancaran Kabupaten
Bangkalan. JUVENIL. 1 (3). ISSN: 2723-7583.

KN, A. R., M. Trihasti dan M. S. Haq. 2020. Analisis Kualitas Air DAS Cibanten
dan Cidanau Kabupaten Serang. Jurnal Biologi dan Pembelajarannya. 15
(1). ISSN: 2527-4562.

Kusumawati, I., F. Diana, L. Humaira. 2018. Studi Kualitas Air Budidaya Latoh
(Caulerpa racemosa) di Perairan Lhok Bubon Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Akuakultura. 2(1): 2579-4752.

Lathifah, N., J. W. Hidayat dan F. Muhammad. 2017. Struktur Komunitas


Fitoplankton sebagai Dasar Pengelolaan Kualitas Perairan Pantai Mangrove
di Tapak Tugurejo Semarang. Jurnal BIOMA. 19 (2): 164-169. ISSN: 2598-
2370.
Marganingrum, D., Roosmin, D dan Sabar, A., 2013. Diferesiasi Sumber
Pencemar Sungai Menggunakan Pendekatan Metode Indeks Pencemar (IP)
(Studi Kasus : Hulu DAS Citarum). Pusat Penelitian Geoteknolog Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ris.Geo.Tam. 23 (1): 37-48.

Mariyati, T., H. Endrawati dan E. Supriyantini. 2020. Keterkaitan antara


Kelimpahan Zooplankton dan Parameter Lingkungan di Perairan Pantai
Morosari, Kabupaten Demak. Jurnal Buletin Oseanografi. 9 (2): 157-165.
ISSN: 2089-3507.

Marlian, N. 2016. Analisis Variasi Konsentrasi Unsur Hara Nitrogen, Fosfat dan
Silikat (N, P dan Si) di Perairan Teluk Meulaboh Aceh Barat. Jurnal Acta
Aquatica. 3 (1): 1-6. ISSN: 2406-9825.

Mishbach, I., M. Zainuri., Widianingsih., H. Pancasakti., Kusumaningrum., D. N.


Sugianto dan R. Pribadi. 2021. Analisis Nitrat dan Fosfat Terhadap Sebaran
Fitoplankton Sebagai Bioindikator Kesuburan Perairan Muara Sungai Bodri.
Jurnal Buletin Oseanografi Marina. 10 (1): 88-104. ISSN: 2089-3507.

Muslim, B., Sejati., A. Gusti dan E. Sugriarta. 2020. Kajian Distribusi Spasial dan
Temporar Kadar BOD, TSS dan Oksigen Terlarut (DO) Air Sungai Batang
Harau Kota Padang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 10 (2): 45-51. ISSN:
2089-0451.

Nurjamila, Tenriware dan N. I. S. Arbit. 2021. Kepadatan Skeletonema costatum


pada pH yang Berbeda. Journal of Fisheries and Marine Science. 2 (2).
ISSN: 2686-2832.

Odum, E.P.1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga . Gajah Mada University


Press. Jogjakarta. 134-162.
Panggabean, L. S dan P. Prastowo. 2017. Pengaruh Jenis Fitoplankton Terhadap
Kadar Oksigen di Air. Jurnal Biosains. 3 (2). ISSN: 2460-6804.
38

Patty, S. I., D. Nurdiansah dan N. Akbar. 2020. Sebaran Suhu, Salinitas,


Kekeruhan dan Kecerahan di Perairan Laut Tumbak-Bentenan, Minahasa
Tenggara. Jurnal Ilmu Kelautan dan Kepulauan. 3 (1): 77-87. ISSN: 2656-
7687.

Permatasari, R. D., Djuwito dan Irwani. 2016. Pengaruh Kandungan Nitrat dan
Fosfat Terhadap Kelimpahan Diatom di Muara Sungai Wulan, Demak.
Diponegoro Journal of Maquares. 5 (4): 224-232.
Rahayu, S. Y. S., S. Wiedarti dan R. Astria. 2018. Kelimpahan dan
Keanekaragaman Plankton di Area Waduk Jangari, Bobojong, Cianjur.
Universitas Pakuan, Bogor.

Romdania, Y., A. Herison., G. E. Susilo dan E. Novilyansa. 2018. Kajian


Penggunaan Metode IP, Storet, dan CCME WQI Dalam Menentukan Status
Kualitas Air. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Sagala, E. P. 2013. Komparasi Indeks Keanekaragaman dan Indeks Saprobik


Plankton Untuk Menilai Kualitas Perairan Danau Toba, Propinsi Sumatera
Utara. Jurnal LIMNOTEK. 20 (2): 151-158.
Siregar, L. L., S. Hutabarat dan M. R. Muskananfola. 2014. Distribusi
Fitoplankton Berdasarkan Waktu dan Kedalaman Yang Berbeda di Perairan
Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa. Diponegoro Journal of Maquares. 3
(4): 9-14.
Suardiani, N. K., I. W. Arthana dan G. R. A. Kartika. 2018. Produktivitas Primer
Fitoplankton Pada Daerah Penangkapan Ikan di Taman Wisata Alam Danau
Buyan, Buleleng, Bali. Journal of Current Trends in Aquatic Science. 1 (1):
8-15.

Sulistiowati, D., H. R. T. Rosye, Daniel. L. 2016. Keragamandan Kelimpahan


Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan di Perairan Pantai
Jayapura. Jurnal Biologi Papua. 8(2): 79-96.

Sulistyorini, I. S., M. Edwin dan A. S. Arung. 2016. Analisis Kualitas Air pada
Sumber Mata Air di Kecamatan Karangan dan Kaliorang Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal Hutan Tropis. 4 (1). ISSN: 2337-7992.
Suryanti, E., W. R. Melani dan T. Apriadi. 2016. Keragaman Fitoplankton sebagai
Indikator Kualitas Perairan Kampung Gisi, Kecamatan Teluk Bintan,
Kabupaten Bintan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-
UMRAH.

Syahbaniati, A. P dan Sunardi. 2019. Distribusi Vertikal Fitoplankton


Berdasarkan Kedalaman di Pantai Timur Pananjung Pangandaran, Jawa
Barat. 5 (1): 81-88. ISSN: 2407-8050.
39

Widiyanti, W. E., Z. Iskandar dan H. Herawati. 2020. Distribusi Spasial Plankton


di Sungai Cilalawi, Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Jurnal LIMNOTEK
Perairan Darat Tropis di Indonesia. 27 (2): 117-130. ISSN: 0854-8390.

Wijayanti, K. A. N., M. Murwantoko dan I. Istiqomah. 2021. Struktur Komunitas


Plankton pada Air Kolam Ikan Lele yang Berbeda Warna. Jurnal Perikanan.
23 (1): 45-54. ISSN: 0853-6384.

Wiyoto, W dan I. Effendi. 2020. Analisis Kualitas Air Untuk Marikultur di Moro,
Karimun, Kepulauan Riau dengan Analisis Komponen Utama. Journal of
Aquaculture and Fish Health. 9 (2).

Yanasari, N., J. Samiaji dan S. H. Siregar. 2020. Struktur Komunitas Fitoplankton


di Perairan Muara Sungaitohor Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi
Riau. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, Riau.
Zohri, L. H. Nasirudin., A. A. Idrus dan L. Japa. 2020. Phytoplankton Diversity as
Bioindicator of Pandanduri Dam Waters, East Lombok Regency. Jurnal
Biologi Tropis. 20 (3): 355-362.

Anda mungkin juga menyukai