Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN LENGKAP SEDIMENTOLOGI

ANALISIS BESAR BUTIR, KANDUNGAN BAHAN ORGANIK, SERTA LAJU

PENGENDAPAN SEDIMEN DI TELUK LAIKANG, DUSUN PUNTONDO, DESA

LAIKANG, KECAMATAN MANGARABOMBANG, KABUPATEN TAKALAR,

SULAWESI-SELATAN.

OLEH :

NAMA : DAVID RANTETANA

NIM : L 111 16 313

KELOMPOK/STASIUN : III (TIGA)/INTERTIDAL

ASISTEN : WIWI, S.Kel.

LABORATORIUM OSEANOGRAFI FISIKA DAN GEOMORFOLOGI PANTAI

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : David Rantetana

NIM : L111 16 313

Kelompok : III (Tiga) A

Lokasi : Perairan Teluk Laikang, Kabupaten Takalar

Tanggal Praktikum : Lapangan : Tanggal 27 sampai 28 Oktober 2018

Laboratorium : Tanggal 06 November 2018

Dibuat oleh :

David Rantetana

L111 16 313

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Koordinator Mata Kuliah, Asisten,

Ir. Marzuki Ukkas, DEA Wiwi, S. Kel

NIP. 196508011985031001

Tanggal Pengesahan:

Makassar, Desember 2018

ii
Kata Pengantar

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, atas segala Berkat dan RahmatNya, sehingga penulisan laporan lengkap

berjudul “Analisis Besar Butir, Kandungan Bahan Organik, Serta Laju

Pengendapan Sedimen di Teluk Laikang, Dusun Puntondo, Desa Laikang,

Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan” ini dapat

terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Keberhasilan dalam penulisan laporan ini tidak lepas dari peran berbagi

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada dosen mata kuliah yang selalu setia berbagi ilmu kepada kami para

mahasiswa. Juga kepada kakak-kakak asistem yang dengan sabar selalu

mendampingi dan membimbing para praktikan mulai ari proses pengambilan

sampel hingga laporan ini dapat selesai dengan baik. Tak lupa penulis

mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuanagn ATHENA’16

yang selalu mendukung dalam segala hal, serta selalu terbuka untuk

memberikan bantuan yang penulis butuhkan.

Penulis menyadari bahwa laporan lengkap ini sangat jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa menantikan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca untuk lebih menyempurnakan penulisan-

penulisan berikutnya di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan ini dapat

memeri manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya untuk menambah

wawasan dari para pembaca serta dapat menjadi salah satu rujukan dari para

pembaca. Terima kasih.

Makassar, 04 Desember 2018

Penulis

David Rantetana

iii
Daftar Isi

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii

Kata Pengantar........................................................................................ iii

Daftar Isi .................................................................................................. iv

Daftar Gambar ......................................................................................... vi

Daftar Tabel ............................................................................................ vii

Daftar Lampiran .................................................................................... viii

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Tujuan Praktikum ................................................................................... 3

C. Ruang Lingkup. ...................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4

A. Sedimentologi. ....................................................................................... 4

B. Asal Usul dan Jenis Sedimen. ............................................................... 6

C. Distribusi Sedimen Di Perairan Laut. .................................................... 7

1. Daerah perairan dangkal. ...................................................................... 9

2. Daerah perairan dalam .......................................................................... 9

D. Besar Butir, Tekstur, dan Struktur Sedimen. ..................................... 10

1. Besar Butir Sedimen ............................................................................ 10

2. Tekstur Sedimen ................................................................................. 12

3. Struktur Sedimen ................................................................................. 13

E. Sortasi Sedimen. .................................................................................. 14

iv
F. Laju Pengendapan. .................................................................................. 16

F. Bahan Organik Terlarut (BOT). ............................................................ 18

III. METODOLOGI PRAKTIKUM ............................................................. 20

A. Waktu dan Tempat. ................................................................................ 20

B. Alat dan Bahan....................................................................................... 20

C. Prosedur Kerja ....................................................................................... 21

3. Analisis Data .......................................................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 28

A. Gambaran Umum Lokasi ....................................................................... 28

B. Hasil dan Pembahasan. ......................................................................... 29

V. PENUTUP ........................................................................................... 34

A. Kesimpulan ............................................................................................ 34

B. Saran ..................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36

LAMPIRAN .............................................................................................. 39

v
Daftar Gambar

Gambar 1. penampang melintang batas pinggiran pantai (Chernia dalam

Hutabarat, 1985). ............................................................................................... 10

Gambar 2.Pembagian ukuran butir sedimen berdasarkan Skala Wentworth ...... 12

Gambar 3. Segi Tiga Tekstur Sedimen (segitiga Shepard) ................................ 13

Gambar 4. Sortasi Partikel Sedimen .................................................................. 15

vi
Daftar Tabel

Tabel 1.Analisis Berat Butir ................................................................................ 29

Tabel 2. Analisis Sortasi Sedimen ..................................................................... 30

Tabel 3. Analisis Kandungan Bahan Organik ..................................................... 31

Tabel 4. Analisis Laju Pengendapan Lempung .................................................. 32

Tabel 5. Analisis Laju Pengendapan Lanau ....................................................... 33

vii
Daftar Lampiran

A. Lampiran I : Analisis Data Besar Butir Sedimen. ........................... 39

B. Lampiran II : Analisis Data Laju Pengendapan. .............................. 40

C. Lampiran III :Analisis Data Kandungan Bahan Organik. ................. 41

D. Lampiran IV : Analisis Data Sortasi Sedimen. ................................ 41

E. Lampiran V : Dokumentasi Kegiatan. ............................................. 42

viii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan laut

lebih dari 75% yang mencapai 5.8 juta kilometer persegi, terdapat lebih dari

17.500pulau dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada,

yaitu sekitar 81.000 km (Murdianto, 2004).

Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen

yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta

tahun. Tujuh puluh persen batuan yang menutupi permukaan dasar lautan ini

terdiri dari batuan sedimen, yaitu batu pasir, batu gamping, lanau, lempung,

breksi, konglomerat dan batuan sedimen lainnya Hutabarat dan Evans (1984).

Kondisi wilayah pesisir pantai Teluk Laikang memiliki tipe substrat yang

beragam sesuai dengan ekosistem yang ada di atasnya, yakni dengan substrat

pasir hingga pasir berlumpur. Selain itu, tekstur dan warna sedimen di wilayah ini

juga sangat beragam, yakni mulai dari berwarna putih kekuningan cerah hingga

kecoklatan, dengan tekstur pasir yang terdiri atas pecahan cangkang dan karang

yang berasal dari lautan. Warna dan tekstur sedimen yang berada di wilayah ini

sangat dipengaruhi oleh posisinya dengan bentuk teluk dan tanjung , sehingga

hanya bentuk sedimen yang ada di perairan ini saja yang kemudian terendapkan

di wilayah pesisir perairan ini. Selain itu, sedimen dengan warna gelap dan halus

sangat jarang ditemukan di wilayah ini akibat tidak adanya aliran sungai dari

daratan yang bermuara di wilayah ini, sehingga sedimen yang ada adalah murni

dari aktifitas fisika, kimia, dan biologis di perairan teluk ini. Pengambilan sampel

dilakukan di 3(tiga) stasiun yang berbeda, yakni pada lingkungan supratidal,

intertidal, dan subtidal. Pelaksanaan praktikum ini dapat menjadi dasar gambaran

1
sebaran sedimen, sortasi, laju pengendapan, serta kandungan bahan organic

dalam struktur sedimen berdasarkan gambaran wilayah temapt pengambilan

sampel sedimen ini sendiri.

Sedimen laut berasal dari daratan dan hasil aktivitas (proses) biologi, fisika

dan kimia baik yang terjadi didaratan maupun di laut itu sendiri, meskipun ada

sedikit masukan dari sumber vulkanogenik dan kosmik. Sedimen laut terdiri atas

materi-materi berbagai sumber. Faktor yang mempengaruhi tipe sedimen yang

terakumulasi antara lain adalah topografi bawah laut dan pola iklim. Distribusi

laut saat ini merupakan refleksi iklim dan pola arus. Tipe sedimen dasar laut

berubah terhadap waktu karena perubahan cekungan laut, arus dan iklim. Urutan

dan karakteristik sedimen baik struktur maupun tekstur yang tergambar dalam

lapisan sedimen menunjukkan sebagian perubahan yang terjadi di atasnya

(Rifardi, 2008).

Ukuran butir merupakan hal yang sangat mendasar dalam partikel

sediment, transportasi dan pengendapan. Analisis ukuran butir dapat

merupakan hal yang penting karena dapat memberikan petunjuk asal

sedimen, transportasi dan kondisi pengendapannya (Ranteta’dung, 2012).

Sedimen terutama terdiri partikel-partikel yang berasal dari hasil

pembongkaran batuan-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa

rangka-rangka dari organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran

partikel-partikel ini sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya

sedimen yang terdapat pada berbagai tempat didunia mempunyai sifat-sifat yang

sangat berbeda satu dengan yang lainnya (Hutabarat dan Evans, 2014).

Oleh karena itu, dianggap penting untuk melakukan praktek lapang

sedimentologi untuk mengumpulkan sampel, serta analis sampel untuk

mengetahui besar butir, tekstur, porositas, sortasi, laju pengendapan, dan

kandungan bahan organic dalam sedimen di perairan Teluk Laikang, dusun

2
Puntondo, Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar,

Sulawesi Selatan.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui ukuran besar butir dengan

beberapa proses sedimentasi dan dapat mengaplikasikan metode pengayakan

untuk melihat ukuran butir sedimen, tekstur sedimen, dan sortasi, serta

penentuan bahan organik sedimen dan laju pengendapan sedimen.

Sedangkan, kegunaan praktikum ini yaitu dapat mengetahui analisis

besar butir sedimen, kandungan bahan organik total sedimen dan laju

pengendapannya.

C. Ruang Lingkup.

Ruang lingkup pada praktikum sedimentologi laut meliputi analisis besar

butir sedimen yang meliputi tekstur, kandungan bahan organik, sortasi,

pengendapan, hubungannya dengan lokasi pengambilan sedimen serta faktor-

faktor yang mempengaruhi sedimentasi yang terjadi di lokasi pengambilan

sedimen.

Selain itu, praktikum ini juga mencangkup tata cara penentuan lokasi

pengambilan sapel di lapangan, dengan menggunakan beberapa peralatan

seperti Vanvehm Grab, Core, dan Bor Tangan untuk mengumpulkan sampel

sedimen yang akan dianalisis.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sedimentologi.

Sedimentologi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi yang

mempelajari mengenai sedimen, yaitu pembentukan lapisan tanah karena

pengendapan tanah yang berpindah dari tempat lain (Hutabarat & Evans, 1984).

Istilah sedimentologi pertama kali dikemukakan oleh H. A. Wadel pada

tahun 1932, yakni merupakan suatu ilmu yang mempelajari sedimen, serta

segala proses yang berkaitan dengan sedimen tersebut. Istilah sedimen

ditujukan pada lapisan kerak bumi yang telah mengalami proses transportasi.

Kata sedimen berasal dari bahasa latin Sedimentum yang artinya pengendapan.

Sebagaimana yang telah digunakan oleh banyak orang, sedimentologi adalah

ilmu yang mempelajari hanya sedimen (endapan) modern. Jika didefinisikan

dalam arti lebih sempit, sedimentologi meliputi proses sedimentasi, suatu ilmu

yang mempelajari proses sedimentary. (Friedman dan Sander, 1978) dalam

(Rifardi, 2012).

Kemudian sedimentologi tergolong ke dalam cabang geologi baru dan

dapat disebut sebagai bidang untuk kelahiran geologi modern, dengan tujuan

utama kelahirannya adalah mengeksplorasi dan mengorganisir tingkatan

lingkungan pengendapan yang menyusun masalah-masalah geologi.

Sedimentologi menitikberatkan ruang lingkupnya pada masalah interpretasi

hubungan secara vertikal dan horizontal tingkatan pengendapan (Rifardi, 2012).

Sedimen adalah material bahan padat, berasal dari batuan yang mengalami

proses pelapukan, peluluhan (disintegration), pengangkutan oleh air, angin dan

gaya gravitasi, serta pengendapan atau terkumpul oleh proses atau agen alam

sehingga membentuk lapisan-lapisan di permukaan bumi yang padat atau tidak

terkonsolidasi (Bates dan Jackson, 1987).pengertian lain dari sedimen adalah

4
partikel organik dan anorganik yang terakumulasi secara bebas (Duxbury et al,

1991dalam Munandar, dkk. 2014). Sedangkan endapan sedimen adalah

akumulasi mineral dan fragmen batuan dari daratan yang bercampur dengan

tulang-tulang organisme laut dan beberapa partikel yang terbentuk melalui

proses kimiawi yang terjadi di dalam laut (Gross,1993 dalam Munandar, dkk.

2014).

Sedimen adalah jenis batuan yang terjadi karena adanya pengendapan

materi hasil erosi. sekitar 80% permukaan benua tertutup oleh sedimen. materi

hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel, ada yang halus, kasar, berat dan

ada juga yang ringan. Cara angkutannya bermacam-macam seperti terdorong

(traction), terbawa secara melompat-lompat (saltation), terbawa dalam bentuk

suspensi, dan ada pula yang larut (salution) (Hartono, 2007).

Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk oleh proses

geomorfologi dan dipengaruhi oleh lamnya waktu. Batuan sedimen secara umum

dibedakan atas tigas jenis yaitu sedimen klastik yang terbentuk oleh proses

mekanik, sedimen non klastik yang terbentuk oleh proses kimiawi dan sedimen

organik (Yani & Ruhimat, 2007).

Proses pengendapan sedimen disebut sedimentasi, termasuk semua

aktivitas yang mempengaruhi dan merubah sedimen menjadi batuan sedimen.

Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil

rombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun

organisme, yang diendapkan pada cekungan sedimentasi yang kemudian

mengalami pembatuan. Pengertian proses sedimentasi meliputi proses

transportasi dan pengendapan sedimen, termasuk dalam hal ini semua sumber

energi yang mampu mentranspor dan mengendapkan seperti angin, air, es, dan

gravitasi (Rifardi, 2012).

5
Oleh sebab itu mempelajari/meneliti sedimentologi berarti

mempelajari/meneliti dua aspek stratigraphi yaitu:

1. Lithostratigraphi: yang mempelajari karakteristik fisik tingkatan pengendapan.

2. Biostratigraphi: yang mempelajari fosil dan masalah-masalah biologi yang

terdapat dalam tingkatan pengendapan (Friedman and Sander, 1978 dalam

Rifardi, 2012).

Sebagai konsekuensi dari ruang lingkup tersebut, sedimentologi akan saling

berinteraksi dengan hal-hal yang berkaitan dengan ekologi baik dalam sedimen

modern (recent sediment) maupun sedimen tua (ancient sediment). Kondisi inilah

yang menyebabkan sedimentologi dipengaruhi oleh cabang ilmu lainnya seperti

oseanografi, fisika, kimia, fisiologi, ilmu-ilmu atmosfera, hidrologi, ilmu antariksa

dan ilmu tanah (Rifardi, 2012).

B. Asal Usul dan Jenis Sedimen.

Asal partikel sedimen menentukan jenis-jenis partikel penyusun sedimen,

Menurut asalnya sedimen dibagi menjadi empat jenis yaitu;

1. Lithogenous

Jenis sedimen ini berasal dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan,

lempeng kontinen termasuk yang berasal dari kegiatan vulkanik. Hal ini dapat

terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim (pemanasan dan

pendinginan) terhadap batuan yang terjadi secara berulang-ulang di padang

pasir, oleh karena adanya embun-embun es dimusim dingin, atau oleh karena

adanya aksi kimia dari larutan bahan-bahan yang terdapat di dalam air hujan

atau air tanah terhadap permukaan batu. Sedimen ini memasuki kawasan laut

melalui drainase air sungai.

6
2. Biogenous

Sedimen ini berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari

remah-remah tulang, gigi-geligi, dan cangkang-cangkang tanaman maupun

hewan mikro. Komponen kimia yang sering ditemukan dalam sedimen ini adalah

CaCO3 dan SiO2. Sedangkan partikel-partikel yang sering ditemukan dalam

sedimen calcareous terdiri dari cangkang-cangkang foraminifera, Cocolithophore,

yang disebut globerigina ooze dan Pteropoda, yang disebut pteropod ooze.

Cangkang Diatomae dan Radiolaria merupakan kontributor yang paling penting

dari partikel Siliceous.

3. Hydrogenous

Sedimen ini berasal dari komponen kimia yang larut dalam air laut dengan

konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di

dasar laut. Contohnya endapan Mangan (Mn) yang berbentuk nodul, dan

endapan glauconite (hydro silikat yang berwarna kehijauan dengan komposisi

yang terdiri dari ion-ion K, Mg, Fe, dan Si).

4. Cosmogenous

Sedimen ini berasal dari luar angkasa di mana partikel dari benda-benda

angkasa ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi

sehingga mempunyai respon magnetik dan berukuran antara 10 – 640 m.

C. Distribusi Sedimen Di Perairan Laut.

Distribusi sedimen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis agen

transportasi, gelombang, pasang surut, angin lokal dan badai episodik yang

masing-masing memiliki karakteristik spasial dan temporal sendiri. Faktor

oseanografi yang berperan dalam distribusi sedimen di suatu perairan adalah

arus, khususnya terhadap sedimen tersuspensi (suspended sediment)

(Nugroho & Basit, 2013).

7
Pada daerah dengan turbulensi tinggi, fraksi yang memiliki

kenampakan makroskopis seperti kerikil dan pasir akan lebih cepat

mengendap dibandingkan fraksi yang berukuran mikroskopis seperti lumpur.

Mekanisme distribusi pasir ini sangat tergantung dari dua faktor yang saling

bergantungan yaitu penyortiran hidrolik (hydrolic sorting) dan pengendapan.

Dalam lingkungan pesisir, sedimen bersifat dinamis yang akan mengalami

pengikisan, transportasi dan pengendapan dalam skala spasial maupun

temporal (Nugroho & Basit, 2013).

Partikel–partikel yang ada di laut dapat berasal dari detritus yang

terangkut oleh sungai, benda atmosferik, aktifitas biologi, reaksi kimia dan

pengadukan dari sedimen laut (Gross, 1972) dalam (Indarto, 1996). Lebih dari

setengah muatan sedimen berasal dari sungai terendapkan di muara sungai,

misalnya endapan berupa delta merupakan bentuk dari endapan sedimen yang

terjadi di muara sungai. Sedimen laut yang paling menonjol berasal dari batuan

klastik dan biasanya dibawa oleh aliran sungai masuk ke dalam laut (Bryan,

1976) dalam (Indarto, 1996).

Partikel-partikel yang terbawa oleh sungai ini misalnya mineral kuarsa

dan lempung. Menurut Bhatt (1978), Gross (1972) dan Bryan (1976) dalam

Indarto (1996) mineral kuarsa, fieldspar dan berbagai mika lainnya termasuk

lempung, merupakan pakan unsur utama yang berasal dari sungai. Apabila di

dalam sedimen yang dominan adalah material organik seperti pada daerah

terumbu, maka sedimen yang berasal dari biogenic akan melimpah.

Sedimen klastik yang tertahan untuk masuk ke dalam laut, karena

digoyang oleh gelombang secara terus-menerus, maka mengakibatkan

pemisahan pecahan-pecahan klastik. Partikel-partikel berukuran kasar akan

diendapkan dekat pantai, partikel ukuran halus masuk ke perairan yang relatif

dalam. Adanya arus local seperti arus turbidity, sewaktu-waktu dapat

8
mempercepat gerakan partikel kasar dan halus ini masuk ke perairan yang relatif

lebih dalam. Segera setelah partikel ini larut ke dalam lingkungan laut, dimana

unsur silikat (Si) dan kalsium (Ca) akan diserap oleh organisme khusus

kemudian dipakainya untuk membentuk kerang kapur atau siliceous (Indarto,

1996).

Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa

sumber yang menurut Reinick (Darmadi,2010), dibedakan menjadi empat yaitu:

Sedimen yang masuk ke dalam laut dapat terdistribusi pada (indarto,

1996):

1. Daerah perairan dangkal.

Daerah perairan dangkal seperti endapan yang terjadi pada paparan

benua (Continental shelf) dan lereng benua (Continental slope). Dijelaskan

oleh Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978) bahwa continental shelf adalah

suatu daerah yang mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4 % dan

berbatasan langsung dengan daerah daratan, lebar dan pantai 50 – 70 km,

kedalaman maksimum dari lautan yang ada di atasnya diantara 100 – 200

meter. Continental slope adalah daerah yang mempunyai lereng lebih terjal

dari continental shelf, kemiringnya antara 3 – 6 %.

2. Daerah perairan dalam

Daerah perairan dalam menjadi salah satu daerah distribusi sedimen

laut seperti endapan yang terjadi pada laut dalam. Terjadi proses distribusi

yang merata pada laut dalam diakibatkan percepatan endapan yang kurang

pada laut dalam.

9
Gambar 1. penampang melintang batas pinggiran pantai (Chernia dalam

Hutabarat, 1985).

D. Besar Butir, Tekstur, dan Struktur Sedimen.

1. Besar Butir Sedimen

Batuan sedimen dibentuk dari batuan yang telah ada oleh kekuatan luar

(gaya) dalam geologi, oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan angin

maka batuan-batuan yang telah ada seperti batuan beku dihancurkan, diangkut

dan kemudian diendapkan di tempat-tempat yang rendah letaknya, misalnya

di laut, samudra atau danau. Distribusi normal adalah suatu distribusi ukuran

butir dimana pada bagian tengah dari sampel mempunyai jumlah butiran paling

banyak. Butiran yang lebih kasar serta lebih halus tersebar disisi kanan dan kiri

dalam jumlah yang sama. Apabila dalam suatu distribusi ukuran butir berlebihan

partikel kasar, maka kepencengannya bernilai negatif. Besar butir rata-rata

merupakan fungsi ukuran butir dari suatu populasi sedimen (missal pasir kasar,

pasir sedang, dan pasir halus). Besar butir rata-rata dapat juga menunjukkan

kecepatan turbulen/ sedimentasi dari suatu populasi sedimen (Kaliti, 1963).

10
Ukuran butir partikel sedimen adalah salah satu faktor yang mengontrol

proses pengendapan sedimen di perairan, semakin kecil ukuran butir semakin

lama partikel tersebut dalam kolam air dan semakin jauh diendapkan dari

sumbernya, begitu juga sebaliknya (Rifardi, 2012).

Krumbein (1934) dalam Dyer (1986) mengembangkan Skala Wentworth

dengan menggunakan unit phi (Φ). Tujuannya untuk mempermudah

pengklasifikasian apabila suatu sampel sedimen mengandung partikel yang

berukuran kecil dalam jumlah yang besar.

Adapun partikel-partikel sedimen oleh Friedman dan Sanders (1978), dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok :

a. Hasil rombakan atau hancuran padat dari endapan tua.

b. Material yang bukan merupakan hasil rombakan atau hancuran padat yang

terdiri dari material yang dikeluarkan lewat semburan gunung berapi dan

material terlarut di air yang ditransportasikan dan diendapkan pada tempat

akumulasi pengendapan oleh sekresi biologis atau proses pengendapan

secara kimia.

Ukuran butiran akan mencerminkan resistensi butiran terhadap proses

pelapukan, erosi dan abrasi, Pada proses transportasi berpengaruh terhadap

bentuk, ukuran butir, kebolaan maupun sifat-sifat dari kumpulan butiran seperti

sortasi, kepencengan dan kepuncakan akibat dari gesekan antara butiran

dengan butiran maupun dengan batuan dasar. Besar kecilnya partikel penyusun

tanah tersebut akan menentukan kemampuan dalam hal menahan air,

mengurung tanah, dan produksi bahan organic. Dalam klasifikasi sedimen

berdasarkan ukuran dapat menggunakan skala wentworth (Koesoemadinata,

1978).

11
Gambar 2.Pembagian ukuran butir sedimen berdasarkan Skala Wentworth

2. Tekstur Sedimen

Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut

butir sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan

sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah

dialami batuan tersebut terutama proses transportasi dan pengendapannya,

tekstur juga dapat digunakan untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan

batuan sediment. Secara umum batuan sedimen dibedakan menjadi dua, yaitu

tekstur klastik dan non klastik (Rifardi, 2012).

Tekstur Sedimen Sebagian besar daerah estuaria didominasi oleh subtrat

berlumpur. Subtratberlumpur ini merupakan endapan yangdibawa oleh air tawar

dan air laut.Diantara partikel yang mengendap diestuaria kebanyakan bersifat

organik, organik. Bahan inilah yang menjadicadangan makanan yang besar bagi

organisme estuari (Dahuri et al (2004) dalam Munandar, dkk. 2014)

12
Gambar 3. Segi Tiga Tekstur Sedimen (segitiga Shepard)

3. Struktur Sedimen

Struktur sedimen merupakan pengertian yang sangat luas, meliputi

penampakan dari perlapisan normal termasuk kenampakan kofigurasi perlapisan

dan/atau juga modifikasi dari perlapisan yang disebabkan proses baik selama

pengendapan berlangsung maupun setelah pengendapan berhenti.

Struktur sedimen dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Rooshardwiadi,2010) :

1. Struktur Sedimen Primer

Struktur Primer adalah struktur yang terbentuk ketika proses

pengendapan dan ketika batuan beku mengalir atau mendingin dan tidak ada

singkapan yang terlihat. Struktur primer ini penting sebagai penentu

kedudukan atau orientasi asal suatu batuan yang tersingkap, terutama dalam

batuan sedimen.

2. Struktur Sedimen Sekunder

Struktur yang terbentuk sesudah proses sedimentasi, sebelum atau

pada waktu diagenesa. Juga merefleksikan keadaan lingkungan

pengendapan misalnya keadaan dasar, lereng dan lingkungan organisnya.

13
3. Struktur Sedimen Organik

Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme, seperti molusca,

cacing atau binatang lainnya.

Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut

butir sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan

sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah

dialami batuan tersebut terutama proses transportasi dan pengendapannya,

tekstur juga dapat digunakan untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan

batuan sediment. Secara umum batuan sedimen dibedakan menjadi dua, yaitu

tekstur klastik dan non klastik (Rifardi, 2008).

Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil

litifikasimaterial-material hasil rombakan batuan yang telah ada sebelumnya.

Sedangkan batuan sedimen nonklastik adalah batuan sedimen yang terbentuk

dari material-material hasil aktivitas kimia (termasuk biokimia) dan biologis.

E. Sortasi Sedimen.

Analisis pemilahan butiran (sortasi) adalah derajat atau tingkat

keseragaman butir sedimen atau kecenderungan tingkat keseragaman dari

berbagai macam ukuran butiran sedimen. Derajat atau nilai sortasi sangat

dipengaruhi oleh proses trasnportasi serta aktivitas arus dan gelombang.

Menyatakan bahwa sedimen dengan nilai sortasi baik umumnya mengalami

penyortiran oleh gelombang dan arus dalam jangka waktu yang lama. Sedimen

sepanjang pantai umumnya tersortasi dengan baik dimana partikel-partikel

sedimen telah dipisah-pisahkan berdasarkan ukuran sebagai akibat dari aksi

gelombang dan arus. Sedimen yang baru saja terkena oleh aksi gelombang dan

arus (dalam waktu yang singkat) akan mengalami bentuk pemilahan butiran

14
(sortasi) jelek yang terdiri dari ukuran partikel yang berbeda-beda dengan variasi

yang cukup luas (Boggs, 1987).

Sortasi adalah pemilahan partikel berdasarkan tingkat keseragaman butiran

atau kecenderungan tingkat keseragaman dari berbagai macam ukuran butiran

sedimen. Sortasi sedimen dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rifardi, 2012) :

a. Very well sorted (terpilah sangat baik): semua besar butir sedimen hampir

sama

b. Well sorted (terpilah baik): besar butir sedimen yang terlihat relatif sama

c. Moderately well sorted (terpilah agak baik): besar butir sedimen agak

terlihat berbeda

d. Moderately sorted (terpilah sedang): besar butir sedimen yang terlihat tidak

begitu sama

e. Poorly sorted (terpilah buruk): cukup banyak perbedaan besar butir

sedimen yang terlihat

f. Very poorly sorted (terpilah sangat buruk): banyak perbedaan besar butir

sedimen yang terlihat

g. Extremely sorted (terpilah amat sangat buruk) : sangat banyak perbedaan

besar butir sedimen yang terlihat.

Gambar 4. Sortasi Partikel Sedimen

15
Sedimen dengan nilai sortasi jelek ditemukan pada daerah surf zone dan

breaker zone (daerah gelombang pecah). Sedangkan nilai sortasi terbaik

ditemukan di daerah swash zone. Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa surf

zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari daerah

gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang pantai. Sedangkan swash

zone adalah daerah yang di batasi oleh garis batas tertinggi naiknnya gelombang

dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.Klasifikasi tingkatan sortasi

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Tingkat Nilai Sortasi (Triatmodjo, 1999)

No Nilai Tingkatan Sortasi

1 1.00 – 1.50 Terpilah Baik

2 1.51 – 2.00 Terpilah Sedang

3 >2.00 Terpilah Buruk

Suatu endapan sedimen disusun dari berbagai ukuran partikel sedimen

yang berasal dari sumber yang berbeda-beda, dan percampuran ukuran ini

disebut dengan istilah Populasi. Pergerakan udara dan air dapat memisahkan

partikel berdasarkan ukuran mereka, menyebabkan endapan terdiri dari berbagai

ukuran. Ada tiga kelompok populasi sedimen yaitu (Rifardi, 2012) :

1. Gravel (kerikil), terdiri dari partikel individual: boulder, cobble dan pebble

2. Sand (pasir), terdiri dari: pasir sangat kasar, kasar, medium, halus dan

sangat halus.

3. Mud (lumpur), terdiri dari clay dan silt.

F. Laju Pengendapan.

Kecepatan sedimentasi adalah sedimen yang mengendap di dasar perairan

selama periode waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan tebal

16
pengendapan per waktu. Kecepatan sedimentasi (laju pengendapan sedimen)

dapat ditentukan dengan berbagai metode tergantung dari bentuk data yang

diinginkan. Ada dua bentuk kecepatan sedimentasi yaitu kecepatan sedimentasi

relatif dan absolut (Rifardi, 2012).

Kecepatan sedimentasi adalah sedimen yang mengendap di dasar perairan

selama periode waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan tebal

pengendapan per waktu.Kecepatan sedimentasi (laju pengendapan sedimen)

dapat ditentukan dengan berbagai metode tergantung dari bentuk data yang

diinginkan.Ada dua bentuk kecepatan sedimentasi yaitu satuan kecepatan

sedimentasi relatif adalah persen (%), satuan kecepatan sedimentasi absolut

adalah ketebalan pengendapan per waktu (mm/tahun) sedangkan satuan

akumulasi adalah satuan volume (ml/ volume sedimen trap /tahun) dan atau

berat per waktu (mg/ volume sedimen trap/tahun) (Rifardi, 2008).

Selain istilah kecepatan sedimentasi, ada istilah lain yang sering digunakan

untuk menjelaskan jumlah (volume dan berat) sedimen yang mengendap

persatuan luas area per waktu, disebut dengan istilah akumulasi sedimen.

Secara umum metode dan peralatan penentuan tingkat akumulasi sedimen

biasanya dipakai Sediment Trap. English dan Baker (1994) mendefinisikan

bahwa Sediment Trap adalah peralatan yang dipakai untuk menentukan

kecepatan sedimentasi. Penulis berpendapat bahwa istilah kecepatan

sedimentasi yang dimaksud oleh English dan Cho sebenarnya adalah kecepatan

akumulasi sedimen, karena peralatan yang digunakan merupakan peralatan

yang cocok untuk mengukur kecepatan akumulasi sedimen (Rifardi, 2012).

Ada perbedaan prinsip antara kecepatan sedimentasi (relatif dan absolut) dan

kecepatan akumulasi sedimen, yaitu satuan kecepatan sedimentasi relatif adalah

persen (%), satuan kecepatan sedimentasi absolut adalah ketebalan

pengendapan per waktu (mm/tahun) sedangkan satuan akumulasi adalah satuan

17
volume (ml/ volume sedimen trap /tahun) dan atau berat per waktu (mg/ volume

sedimen trap/tahun) (Rifardi, 2012).

Masing-masing metode penentuan kecepatan pengendapan sedimen

mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda terutama dalam pengambilan sampel

di lapangan, analisis sampel di laboratorium dan analisis data. Selain itu,

peralatan lapangan dan laboratorium yang digunakan untuk pengambilan sampel

di lapangan dan analisis sampel dilaboratorium juga berbeda. Oleh sebab itu

perlu pertimbangan yang matang sebelum memutuskan tipe kecepatan

sedimentasi yang akan diukur, dan hal ini tentu harus disesuaikan dengan data

yang diinginkan seperti yang dijelaskan di atas (Rifardi, 2012).

Arus dan gelombang merupakan faktor kekuatan utama yang

menentukan arah dan sebaran sedimen. Kekuatan ini pula yang menyebabkan

karakteristik sedimen berbeda sehingga pada dasar perairan disusun oleh

berbagai kelompok populasi sedimen. Oleh sebab itu berbagai hasil penelitian

menunjukkan bahwa sedimen dasar perairan terdiri dari partikel-pertikel yang

berbeda ukuran dan komposisi. Perbedaan ukuran partikel sedimen pada dasar

perairan dipengaruhi juga oleh perbedaan jarak dari sumber sedimen tersebut.

Secara umum partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang tidak

jauh dari sumbernya, sebaliknya semakin halus partikel akan semakin jauh

ditranspor oleh arus dan gelombang, dan semakin jauh diendapkan dari

sumbernya (Rifardi, 2012).

F. Bahan Organik Terlarut (BOT).

Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik

di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

kualitas tanah dan di perairan menjadi faktor kualitas perairan pada suatu

lingkungan. Bahan organik dalamjumlah tertentu akan berguna bagi perairan,

18
tetapi apabila jumlah yang masuk melebihi daya dukung perairan maka akan

mengganggu perairan itu sendiri. Gangguan tersebut berupa pendangkalan dan

penurunan mutu air (Odum, 1997 dalam Asmika, 2014).

Bahan organik terlarut total menggambarkan kandungan bahan organik

total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi

(particulate) dan koloid. Kandungan organik yang terdapat di sedimen laut terdiri

dari partikel – partikel yang berasal dari hasil pecahan batuan dan potongan –

potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut ataupun dari detritus

organik daratan yang telah tertransportasi oleh berbagai media alam dan

terendapkan di dasar laut dalam kurun waktu yang cukup lama. Secara umum,

pendeposisian material organik karbon dan keadaannya (material yang

bersumber dari cangkang dan karang) lebih banyak terdapat di daerah dekat

pantai dan pada lingkungan laut lepas (Kohongia, 2002 dalam Asmika, 2014).

19
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat.

Paktik lapang sedimentologi yang meliputi pengamblan sampel sedimen

di lapangan dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Oktober 2018, bertempat di

kawasan ekowisata Teluk Laikang, Dusun Puntondo, Desa Laikang, Kecamatan

Mangarabombang, Sulawesi Selatan.

Sedangkan, analisis sampel di laboratorium yang meliputi pengayakan

untuk menentukan besar butir sedimen dilaksanakan pada hari Selasa, 06

November 2018. Gambaran lokasi pengambilan sampel, dapat diamati pada

gambar berikut :

Gambar 5. Peta Stasiun Pengambilan Sampel

B. Alat dan Bahan

1. Pengambilan sampel sedimen di lapangan.

Pengambilan sampel di lapangan, dilakukan dengan menggunakan alat

berupa kantong sampel sebagai wadah sampel sedimen yang akan dianalisis,

spidol permanen untuk menandai sampel sedimen yang telah dikumpulkan,

sendok semen untuk membantu pengambilan sampel sedimen di wilayah

supratidal dan Intertidal, core untuk melihat lapisan sedimen, Van Veen Grab

yang digunakan untuk mengambil sampel sedimen pada kedalaman air yang sulit

20
dijangkau, bor tangan untuk mengambil sedimen pada kedalaman tertentu, dan

kamera untuk mendokumentasikan kegiatan yang sedang dilaksanakan.

Sedangkan, bahan yang digunakan adalah sampel sedimen sendiri yang

dikumpulkan untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

2. Analisis Sampel di Laboratorium.

Analisis sampel di laboratorium dilaksanakan dengan menggunakan alat

berupa nampan sebagai wadah untuk mengeringkan sampel sedimen, gelas

kimia 250 ml sebagai wadah untuk mengeringkan sedimen dalam oven, sendok

sebagai alat bantu untuk mengambil atau memasukan sampel sedimen ke dalam

gelas kimia maupun saat penimbangan sampel sedimen, oven untuk

mengeringkan sampel sedimen, timbangan analog untuk menghitung berat awal

sedimen yang akan dianalisis, timbangan analitik untuk menghitung berat akhir

sampel sedimen yang telah dianalisis, saringan bertingkat untuk menganalisis

besar butir sampel sedimen, cawan petri sebagai wadah sampel saat dilakukan

pengukuran massa/berat sampel, alat tulis berupa pulpen untuk menuliskan

hasil data yang didapatkan, serta kamera untuk mendokumentasikan kegiatan.

Sedangkan, bahan yang digunakan adalah sampel sedimen yang akan

dianalisis, kertas makanan sebagai pengalas nampan untuk mengerinkan

sedimen, dan kertas untuk memisahkan hasil penyaringan sedimen serta

menuliskan data hasil analisis.

C. Prosedur Kerja

1. Pengambilan Sampel.

Prosedur kerja pengambilan sampel di lokasi adalah pertama-tama

menentukan lokasi atau stasiun pengambilan sampel. Stasiun ini harus

mencagkup wilayah supratidal, subtidal, dan intertidal, serta memiliki

ekosistem mangrove di dalamnya. Setelah itu, menyiapkan alat yang akan

21
digunakan untuk mengumpulkan sampel, berupa sendok sedimen sebagai

alat bantu untuk mengumpulkan sedimen, kantong sampel untuk

menampung sampel, kamera untuk mendokumentasikan kegiatan, dan alat-

alat lainnya berupa Ekman Grab, Core Sampler, Core, dan bor tangan untuk

mendemokan tata cara pengambilan sedimen di wilayah dalam dan untuk

melihat struktur lapisan sedimen.

Selanjutnya, membagi tempat pengambilan sampel menjadi 3 (tiga)

stasiun yang dibagi dengan jarak antar stasiun sebesar ±10 meter. Selain itu,

masing-masing individu yang mengambil sampel pada stasiun yang sama

diberi rentang jarak ±5 meter antar individu. Penngambilan sampel berupa

pasir dilakukan dengan secara langsung dengan menggunakan tangan

kosong, lalu memasukan atau mengisi kantong sampel yang ada dengan

sampel yang didapatkan hingga ±3/4 bagian kantong. Setelah itu, menutup

rapat sampel agar tidak terkontaminasi dengan partikel atau jenis sedimen

lainnya. Langkah terakhir yang dilalukan adalah menandai setiap sampel

yang didapatkan dengan menggunakan Permanent marker agar sampel tidak

tertukar ketika analisis dilakukan.

Untuk pengambilan sampel lumpur pada ekosistem mangrove,

dilakukan dengan menggunakan sekop kecil, lalu mengisis kantong sampel

sebanyak ±3/4 bagian. Setelah itu, menutup kantong berisi sampel lalu

menandai kantong sampel tersebut dengan menggunakan Permanent marker

agar sampel tidak mudah hilang atau tertukar dengan sampel lainnya.

Hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan ketikan melakukan

pengambilan sampel di lapangan adalah memperhatikan lokasi atau stasiun

tempat pengambilan sampel. Hal-hal yang harus diamati diantaranya ada

tidaknya jejak hewan-hewan atau biota laut seperti avertebrata yang ada di

22
stasiun tersebut, serta pengaruh aktifitas keberadaan biota ini terhadap

sedimentasi yang ada di stasiun tersebut.

2. Analisis Laboratorium.

a. Perlakuan Sampel Sebelum Analisis

Sampel yang telah dikumpulkan atau didapatkan di lapangan

terlebih dahulu dikeluarkan dari kantong sampel yang ada, lalu

dituangkan ke dalam nampan plastic yang terlah terlebih dahulu dialasi

kertas nasi sebagai wadah dari sampel sedimen. Selanjutnya, meratakan

sedimen sehingga sampel tersebar merata di semua bagian nampan

dengan menggunakan sendok atau alat lainnya. Setelah itu, mengangin-

anginkan, atau mengeringkan sampel di bawah cahaya matahari hingga

kadar airnya dianggap sudah berkurang (kering).

Kemudian, sampel yang telah kering tadi dibersihkan dari setiap

sampah dan benda asing yang ada di dalamnya, lalu dimasukan dalam

gelas kimia (Beaker glass) 250 ml hingga batas volume yang tertera pada

gelas , lalu ditekan secara perlahan agar sampel sedimen yang

dimasukan menjadi rata dan benar-benar murni sebanyak 250 ml. setelah

itu, sampel dimasukan ke dalam oven dengan suhu 105º-145ºC selama

±24 jam atau hingga kadar air dalam sampel sedimen dianggap benar-

benar kering. Setelah itu, mengeluarkan sampel dari dalam oven dengan

menggunakan penjepit, lalu mendinginkan sampel pada suhu ruangan

hingga suhunya menjadi stabil agar dengan mudah dapat dianalis.

b. Penentuan Besar Butir Sedimen Dengan Metode Ayakan

Metode penentuan besar butir sedimen, diawali dengan

menimbang ±100 gram sampel sedimen kering (melalui pengeringan

dengan oven) dengan menggunakan timbangan digital/ analitik ataupun

neraca konvensional. Metode ini digunakan untuk mendapatkan fraksi

23
pasir (sand). Setelah itu, sampel tadi kemudian dimasukan ke dalam

Sieve net lalu diayak dengan cara diputar secara perlahan pada bagian

atas penutupnya selama ±12-15 menit hingga menghasilkan pemisahan

ukuran masing-masing partikel sedimen berdasarkan ukuran ayakan,

yakni 2.0 mm, 1.0 mm, 0.5 mm, 0.25 mm, 0.125 mm, 0.063 mm,dan

<0.063 mm.

Setelah proses pengayakan selesai dan sampel dianggap sudah

terbagi berdasarkan ukurannya dengan baik, maka selanjutnya yang

dilakukan adalah menyimpan pembagian dari masing-masing ukuran

sampel (ukuran jarring Sieve net) diatas kertas dengan permukaan licin.

Sampel yang telah diayak ini, kemudian satu persatu ditimbang

berdasarkan ukurannya pada timbangan analitik, untuk mengetahui

massa dari setiap ukuran spartikel sedimen yang terkandung dalam

sampel yang digunakan.

c. Laju Pengendapan

Metode ini digunakan untuk mendapatkan fraksi lanau (silk) dan

lempung (clay). Prosedur kerjanya yakni pertama-tama menimbang ±100

gram sampel lumpur yang didapatkan pada ekosistem mangrove,

kemudian memasukkan ke dalam beaker glass, setelah itu

menambahkan larutan NaOH (Natrium Oksalat) sebanyak 10ml dengan

molaritas 0,01M dan larutan NaCO3(Natrium Karbonat) sebanyak 5ml

dengan molaritas 0,02M dan mengaduknya hingga tidak terjadi

penggumpalan.

Sampel lumpur kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 1000

ml lalu ditambahkan aquades (air suling) hingga tepat pada angka 1000

ml,lalu sampel didiamkan selama 7 menit 44 detik. Setelah itu, mengambil

24
sampel sedimen jenis lempung menggunakan pipet volume pada

kedalaman 20cm sebanyak 10 ml dan disaring menggunakan kertas

saring Whatman No. 42 yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven

selama 1 jam dan telah ditimbang untuk mengetahui massa awalnya.

Selanjutnya, kertas saring tersebut didiamkan hingga kering

selama ±24 jam, kemudian ditimbang kembali dengan menggunakan

timbangan analitik. Larutan sedimen didiamkan kembali selama 2 jam 3

menit, kemudian pengambilan sampel diberikan perlakuan yang sama

seperti sebelumnya untuk melakukan penyaringan sampel jenis lanau.

d. Bahan Organik Total (BOT)

Penentuan bahan organik total, dilakukan dengan pertama-tama

menimbang cawan porselen yang akan digunakan dengan menggunakan

timbangan digital untuk mengetahui berat kosong dari cawan porselen

tersebut.. Kemudian, menimbang berat sampel pasir yang telah

dikeringkan sebanyak ±5 gram lalu memasukkan kedalam cawan

porselin.

Selanjutnya, cawan poselen berisi sampel dimasukan ke dalam

tanur untuk dibakar pada suhu 650ºC selama ±3-4 jam. Setelah proses

pembakaran selesai, sampel kemudian dikeluarkan dari dalam tanur

dengan menggunakan penjepit, lalu dibiarkan hingga suhunya turun

menjadi suhu normal. Langkah terakhir yang dilakukan adalah

menimbang kembali cawan poselen dan sampel yang telah dibakar di

dalamya dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui

selisih berat awal dan akhir. Hasil penimbangan ini, kemudian

dikumpulkan dalam bentuk data untuk dianalisis.

25
3. Analisis Data

Analisis data dalam praktikum ini, mencangkup 3 (tiga) jenis, yaitu :

a. Analisis Besar Butir Sedimen

 Perhitungan % berat

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝑨𝒚𝒂𝒌𝒂𝒏


% 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 = × 𝟏𝟎𝟎 %
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍

 Menghitung % berat kumulatif.

% 𝑲𝒖𝒎𝒖𝒍𝒂𝒕𝒊𝒇 = % 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕𝟏 + % 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕𝟐

 Sortasi sedimen

𝑸𝟏
𝑺𝒐 = ( ⁄𝑸 )𝟏/𝟐
𝟑

b. Penentuan Bahan Organik

Penentuan bahan oraganik (BO) menggunakan rumus sebagai berikut :

 Berat bahan organik

Berat Bo awal = Berat Cawan + Berat

sampel

 Kandungan bahan organik

Kandungan BO = ± ( Baw – Bc) – (Bak-Bc)

Keterangan : Baw = Berat awal (gram)

Bak = Berat akhir (gram)

Bc = Berat cawan (gram

26
 Presentasi Kandenngan Bahan Organik

Berat BO
% bahan Organik = x 100%
Berat sampel

c. Analisis Laju Pengendapan.


𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
% Lempung = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ˣ 100%

%𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
% Berat Lempung = 100
ˣ berat awal

𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
% Lanau = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ˣ 100%

%𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
% Berat Lanau = 100
ˣ berat awal

27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Teluk Laikang merupakan daerah perairan yang memiliki struktur dan

bentuk yang unik, karena merupakan gabungan bentuk teluk dan tanjung, yang

terletak di dusun Pntondo, Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang,

Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Posisi lebih tepat dari Teluk ini, yaitu

119˚29’’16’21 BT dan 5˚35’’45’31 LS dan berjarak sekitar 60 Km dari Kota

Makassar, 25 Km dari pusat Kota Kabupaten Takalar. Untuk menuju teluk ini

dapat ditempuh ±2 jam dari pusat kota Makassar. Teluk Laikkang merupakan

salah satu destinasi wisata yang pengembangannya terus giat dilakukan, dengan

keunggulan aspek ekowisata yang dimilikinya. Di wilayah ini, dapat ditemui 3

(ekosistem) utama pesisir, yakni Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun, dan

Ekosistem Terumbu Karang. Di wilayah ini pula terdapat banyak keramba-

keramba rumput laut yang dibudidayakan para petani di sekitar wilayah ini

Lokasi pengambilan sampel berada di sebelah Timur teluk Laikkang yang

terletak bersebelahan dengan PPLH Puntondo. Stasiun pengambilan sampel

merupakan daerah intertidal sekitar mangrove dan pengambilan sampel

dilakukan pada pagi hari menjelang siang sehingga sudah terdapat sinar

matahari dan dalam kondisi surut.

28
B. Hasil dan Pembahasan.

1. Hubungan Besar Butir dengan Sortasi Sedimen (So).

Dari hasil pengayakan yang dilakukan untuk melihat ukuran butir

sedimen yang ada di dalam sampel yang diperoleh, diketahui bahwa ukuran

butir sedimen sebesar 0,125 mm memiliki berat yang paling besar, yakni

23,945 gram. Sedangkan, nilai massa paling kecil diperoleh pada ukuran

sedimen <0,063 dengan berat 0,603 gram. Ukuran butir sedimen yang

diperoleh dapat diamati pada table berikut :

Tabel 1.Analisis Berat Butir


Ukuran Butir Berat Berat (%)Berat (%)Berat

Sedimen (mm) Awal (Gr) Butir (Gr butir Kumulatif

2 4.321 4.3081 4.3081

1 15.239 15.1934 19.5015

0.5 19.192 19.1345 38.636

0.25 100.3 18.89 18.8334 57.4694

0.125 23.945 23.8733 81.3427

0.063 17.719 17.666 99.0087

< 0.063 0.603 0.6012 99.6099

Jumlah 99.909 99.6099 399.8763

Hal tersebut terjadi akibat kondisi stasiun yang mejadi tempat

pengambilan sampel merupakan daerarah intertidal, dengan ekosistem

lamun di dalamnya. Sehingga, ukuran sedimen dominan yang ada di wilayah

stasiun ini berukuran sedang, karena tidak muara sungai di wilayah ini serta

merupakan tempat perpecahan gelombang. Sehingga, pada daerah ini,

aktifitas fisika air sebagai media transport sedimen sangat rendah, yang

mengakibatkan sedimen yang berasal dari laut/perairan akan mengendap

29
ketika arus dan gelombang yang dibawanya baru mulai memasuki wilayah

ini. Selain itu, dominansi sedimen berukuran sedang di wilayah ini juga

sangat dipengaruhi oleh keberadaaan organism avertebrata yang berhabitat

di stasiun ini, sehingga dari hasil penggalian dan pecahan-pecahan cangkang

biota inilah sedimen yang ada di wilayah ini dapat terbentuk.

Sehubungan dengan hal tersebut, nilai sortasi yang diperleh di

wilayah ini dapat dikatakan sangat besar, yakni sebesar 2,5768 sehingga

sedimennya digolongkan dalam jenis sortasi yang buruk.

Tabel 2. Analisis Sortasi Sedimen


Daerah/ Q1 Q2 So Keterangan

Stasiun

Intertidal 0.83 0.125 2.5768 Buruk ( Poorly

sorted )

Sedimen dengan nilai sortasi jelek ditemukan pada daerah surf zone

dan breaker zone (daerah gelombang pecah). Sedangkan nilai sortasi terbaik

ditemukan di daerah swash zone. Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa surf

zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari daerah

gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang pantai. Sedangkan

swash zone adalah daerah yang di batasi oleh garis batas tertinggi naiknnya

gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

Teori tersebut sejalan dengan hasil sortasi yang didapatkan, karena

lokasi yang menjadi stasiun pengambilan sampel merupakan wilayah dengan

habitat lamun yang tinggi sehingga gelombang dan arus dari lautan yang

membawa partikel sedimen akan pecah ketika memasuki wilayah ini. Hal

tersebut yang menjadi factor utama, buruknya sortasi sedimen yang ada di

wilayah ini.

30
2. Interpretasi Bahan Organik dan Hubungannya Dengan Asal-Usul Sedimen.

Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan

baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat

mencerminkan kualitas tanah dan di perairan menjadi faktor kualitas perairan

pada suatu lingkungan (Odum, 1997 dalam Asmika, 2014). Setelah dilakukan

analisis kandungan bahan organic di laboratoriun dengan system

pembakaran suhu tinggi dalam tanur, diperoleh nilai kandungan bahan

organic dalam sampel sedimen sebesar 0,044 Gram per 5,002 gram sampel,

atau setara dengan 0,88%.

Tabel 3. Analisis Kandungan Bahan Organik


Berat Awal (Gr) Berat Akhir (Gr) Kandungan BO % BO

15.919 15.875 0.044 0.88

Kadar bahan organic tersebut tergolong sedang karena di wilayah

stasiun pengambilan sampel merupakan habitat bagi lamun dan berbagai

jenis biota laut lainnya. Bahan organik yang diperoleh tersebut dapat

disimpulkan bersal dari hasil penguraia sisa-sisa biota yang ada serta

penguaian lamun yang sudah tua/mati.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Kohongoa(2002)

dalam Asmika (2014), bahwa kandungan organik yang terdapat di sedimen

laut terdiri dari partikel – partikel yang berasal dari hasil pecahan batuan dan

potongan – potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut

ataupun dari detritus organik daratan yang telah tertransportasi oleh berbagai

media alam dan terendapkan di dasar laut dalam kurun waktu yang cukup

lama. Secara umum, pendeposisian material organik karbon dan keadaannya

(material yang bersumber dari cangkang dan karang) lebih banyak terdapat

31
di daerah dekat pantai dan pada lingkungan laut lepas (Kohongia, 2002

dalam Asmika, 2014).

Bahan organic dalam sedimen di wilayah ini dominan berasal dari

sisa sisa makhluk hidup yang berhabitat didalamnya atau berjenis Biogeneus,

karena stasiun pengambilan sampel terletak jauh dari pemukiman serta

muara sungai yang juga berkontribusi terhadap bahan organic dari hasil

pertanian atau limbah rumah tangga.

3. Interpretasi Laju Pengendapan dan Hubungannya dengan Besar Butir.

Dari hasil analisis bahwa nilai persen lempung dari sampel yang telah

mengalami pengendapan selama 7 menit 44 detik yaitu sebesar 55,625 %.

Sedangkan nilai persen pada lanau yang telah mengalami pengendapan

selama 2 jam 3 menit yaitu sebesar 44,348 %. Tabel berikut ini

menggambarkan hasil analisis laju pengendapan yang telah dilakukan :

Tabel 4. Analisis Laju Pengendapan Lempung


Berat Berat Berat
Berat Berat Kertas Lempung
Setelah Akhir Lempung
Sampel Saring (gr) (%)
7'4'' (gr) (gr) (%)

100.0001 1.233 1.297 0.064 55.652 0.722

32
Tabel 5. Analisis Laju Pengendapan Lanau
Berat Berat Berat Berat
Berat Lanau
Kertas setelah 2 3' akhir Lanau
Sampel (%)
Saring (gr) (gr) (gr) (%)

100.0001 1.206 1.257 0.051 44.348 0.557

Dari hasil tersebut diketahui bahwa sedimen lempung lebih cepat

mengendap dibandingkan sedimen lanau, hal ini dikarenakan sedimen

lempung lebih berat dibanding dengan sedimen lanau. Hubungannya pada

besar butir dapat diketahui dari pernyataan dari Folk et al, 1990 dalam

Simon J. dan Kenneth 2001 menyatakan ukuran butir merupakan hal yang

sangat mendasar dalam partikel sedimen, transportasi dan pengendapan.

Apabila sedimen memiliki ukuran butir semakin besar maka beratnya pun

akan semakin besar sehingga mengakibatkan massa jenis zat pada butir

sedimen lebih besar dari pada massa jenis zat cair sehingga mengakibatkan

daya gesek sedimen dengan fluida semakin kecil sehingga mempercepat

pengendapan demikian sebaliknya.

33
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis data, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari

laporan ini adalah sebagai berikut :

1. jenis sedimen yang terdapat di Teluk Laikang di diminasi oleh sedimen Pasir

dengan warna putih/cerah serta berukuran sedang. Hal ini dipengaruhi

kondisi wilayah yang merupakan perpaduan antara teluk an tanjung sehingga

aktifitas fisika air tidak terlalu besar. Juga sedimen yang ada hanya

merupakan pecahan dari batuan kapur yang ada di wilayah ini, serta pecahan

cangkang avertebrata maupun pecahan karang di perairan ini

2. Bahan organic total yang terkandung dalam sedimen pasir yang berasal dari

teluk laikang sebesar 0,88%. Hal ini tergolong sedang, mengingat lokasi

pengabilan sampel sangat jauh dari pemukiman serta muara sungai,

sehingga dapat dipastikan bahan organic di dalam sedimen dari wilyah ini

mrni karena penguraian biota di dalamnya.

3. Laju pengendapan pengendapan sedimen lempung lebih cepat dari pada

sedimen lanau. Hal ini disebabkan karena ukuran butir sedimen lempung

lebih besar sehingga massanya juga semakin besar yang mengakibatkan

massa jenis zat pada sedimen lebih besar dari pada massa jenis zat cair

sehingga gaya gesek sedimen dengan fluida sangat kecil sehingga

mempercepat proses pengedapan. Demikan pula sebaliknya pada sedimen

lanau yang ukuran partikelnya kecil sehingga massanya ringan yang

mengakibatkan gaya gesek dengan fluida besar sehingga memperlambat laju

pengendapan.

34
B. Saran

Saran saya untuk praktikum yang akan datang, semoga sistemnya dapat

diperbaiki, seperti analisis sampel di laboratorium ada baiknya untuk dijadwalkan

sesuai kelompok saja, karena jika masing-masing praktikan menyusun jadwal

mereka masing-masing, maka dapat terjadi penggunaan waktu yang tidak

efisien.

35
DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat. S. & Evans S.M. 2014. Pengantar Ocenaografi. UI-Pres. Jakarta.

Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas X

SMA/MA. Citra Praya. Bandung.

Yani, A. & Ruhimat, M. 2007. Geografi: Menyingkap Fenomena Geosfer untuk

SMA/MA Kelas XI. Gralindo Media Pratama. Bandung

Rifardi. 2012. Ekologi Sedimen Laut Moderen. UR Pres Pekanbaru. Pekanbaru.

Nugroho, S. H. & Basit, A. 2013. Sebaran Sedimen Berdasarkan Analisis Ukuran

Butir Di Teluk Weda, Maluku Utara. Ambon: Pusat Penelitian Laut Dalam

LIPI Ambon.

Rifardi. 2012. Ekologi Sedimen Laut Moderen. UR Pres Pekanbaru. Pekanbaru.

Hutabarat, S. dan S. Evans, 1984. Pengantar Oseanografi. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Rizqan Khairan Munandar1, Muzahar, dan Arief Pratomo, 2014. Karakteristik

Sedimen di Perairan Desa Tanjung Momong, Kecamatan Siantang,

Kabupaten Kepulauan Anambas. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Indarto, H, S. 1996. Mengenal Sedimen Laut. Balitbang Sumberdaya Laut,

Puslitbang Oseanologi, LIPI. Ambon. Vol. XIX:51-65

Tiara Asmika Sari , Warsito Atmodjo dan Rina Zuraida, 2014. Studi Bahan

Organik Total (BOT) Sedimen Dasar Laut Di Perairan Nabire, Teluk

Cendrawasih, Papua. JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 1,

Tahun 2014, Halaman 81-86

Ranteta’dung, L. 2012. http://repository.unhas.ac.id.

Hartono. 2007. Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas X

SMA/MA. Citra Praya. Bandung.

36
Boggs, S. Jr., 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. University of

Oregon. London

Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

37
Lampiran

38
LAMPIRAN

A. Lampiran I : Analisis Data Besar Butir Sedimen.


1. % Berat Sedimen.
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
%berat = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑥100%

4,321
 2,0 mm = 100,3 𝑥 100% = 4,3081 %

15,239
 1,0 mm = 𝑥 100% = 15,1934 %
100,3

19,192
 0,5 mm = 100,3 𝑥 100% = 19,1345%

18,890
 0,25 mm = 100,3 𝑥 100% = 18,8334%

23,945
 0,125 mm = 𝑥 100,3 % =23,8733%
100,3

17,719
 0,063 mm = 𝑥 100,3% =17,666%
100,3

0,603
 <0,063 mm =100,3 𝑥 100,3 % =0,6012%

2. % Berat Kumulatif.

%Kumulatif = % Berat I + % Berat II

 2,0 mm = 4,3081%.

 1,0 mm = 4,3081+15,1934 = 19,5015%.

 0,5 mm = 19,505+19,1345 = 38,636 %.

 0,25 mm = 38,636+18,8334 = 57,4694%.

 0,125 mm = 57,4694+23,8733 = 81,3427%.

 0,063 mm = 81,3427+17,606 = 99,0087%.

 <0,063 mm = 99,0087+0,6012 = 99,6099%.

39
B. Lampiran II : Analisis Data Laju Pengendapan.

1. Berat Akhir Lempung (7 menit, 44 detik) :

Berat Akhir = Berat 7’44” – Berat Awal

= 1,297 – 1,233

= 0,064 Gram.

2. Berat Akhir Lanau (2 jam, 3 menit) :

Berat Akhir = Berat 2’3” – Berat Awal

= 1,257 – 1,206

= 0,051 Gram

Sehingga diperoleh nilai berat akhir :

Berat akhir = berat akhir lempung = berat akhir lanau

= 0,064 + 0,051 = 0,115 Gram.

3. Persentase Lempung :

 %Lempung :
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
%Lempung = 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵 100%

0,064
= 0,115
𝑥 100%

= 55,652%.

% 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
 % Berat Lempung = 100
𝐵 1,235

55,652
= 100
x 1,235

= 0,6929 %.

4. Persentase Lanau :
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
 %Lanau = 𝐵 100%
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵

0,051
= 0,115 𝑥 100%

= 44,348 %.

40
% 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
 %Berat Lanau = 100
𝐵 1,25

44,348
= 100
𝐵 1,25

= 0,5521 %.

C. Lampiran III :Analisis Data Kandungan Bahan Organik.

1. Berat Awal = Bc + Bs

= 10,917 + 5,002

= 15,919 Gram.

2. Berat Akhir = 15,875 Gram.

3. Bahan Organik :

Kandungan BO = ± (Baw - Bc) – (Bak - Bc)

= (15,919 – 10,917) – (15,875 – 10,917)

= 5,002 - 4,958

= 0,044 Gram

4. Persentase Kandungan BO :
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵
%BO = 𝐵 100%
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵

0.44
= 5.002 x 100%

D. Lampiran IV : Analisis Data Sortasi Sedimen.


𝑺𝑺 = (𝑺𝑺⁄𝑺𝑺)𝑺/𝑺

Sehingga diperoleh nilai sortasi sedimen :

So = (0,83⁄0,125)1/2

0,83
= √0,125

= 2,5768

41
Maka, nilai sortasi sampel sedimen tersebut digolongkan dalam sedimen

terpilah buruk.

E. Lampiran V : Dokumentasi Kegiatan.

1. Stasiun pengambilan sampel :

Gambar 6. Foto Stasiun arah Darat-Laut

Gambar 7. Foto stasiun arah Laut-Darat

42
Gambar 8. Kondisi Umum Stasiun Pengambilan Sampel

Gambar 9.Proses Pengambilan Sampel Sedimen di Stasiun Intertidal

43
Gambar 10.Perlakuan sampel sedimen yang diperoleh

Gambar 11.Demo Penggunaan Core

44
Gambar 12. Foto Bersama Setelah Pengambilan Sampel

45
2. Dokumentasi Kegiatan Analisis Laboratorium.

Gambar 13.Perlakuan & Penyiapan Sampel Sebeum Analisis

Gambar 14.Proses Pengeringan Sampel Dalam Oven

46
Gambar 15.Penimbangan Sampel Sebelum Diayak

Gambar 16. Proses Pengayakan Sampel

47
Gambar 17.Pemisahan Ukuran Butir Setelah Pengayakan

Gambar 18. Penimbangan Sampel Berdasarkan Ukuran

48
49

Anda mungkin juga menyukai