Anda di halaman 1dari 54

STUDI BUDIDAYA BENIH BANDENG (Chanos chanos) DI

BALAI BESAR PERIKANAN BADIDAYA AIR PAYAU

(BBPBAP), JEPARA

PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Oleh :
HANIF NI’MATUS SHALIHAH
26040118140101

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul PKL : Studi Budidaya Benih Bandeng (Chanos chanos) di


Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP), Jepara
Nama Mahasiswa : Hanif Ni’matus Shalihah
NIM : 26040118140101
Departemen : Ilmu Kelautan

Praktek Kerja Lapangan ini telah diujikan pada tanggal: 29-Mei-2020

Mengesahkan,

Koordinator PKL Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Delianis Pringgenies Sri Sedjati, M.Si


NIP. 195810071987032001 NIP. 196904101994032004

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

Agus Trianto, ST., M.Sc., PhD


NIP. 19690323 199512 1 001

ii
RINGKASAN

Hanif Ni’matus Shalihah. Studi Budidaya Benih Bandeng (Chanos chanos) di


Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara (Sri Sedjati)

Kebutuhan masyarakat terhadap pemenuhan gizi khususnya protein hewani


sangat dibutuhakan untuk kesehatan dan kecerdasan, sama halnya dengan
permintaan terhadap bandeng. Ikan bandeng di Indonesia adalah jenis ikan
kawasan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, namun dalam pengembangannya
dapat dibudidayakan di wilayah tropis secara masal dengan penerapan teknologi
(sederhana hingga intensif). Upaya keberhasilan budidaya ikan bandeng diawali
dengan ketersediaan benih ikan yang berkualitas. Kegiatan pembenihan di BBPBP
Jepara dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih yang berkualitas bagi
pembudidaya ikan bandeng. Budidaya benih ikan bandeng dilakukan secara
intensif mulai dari penebaran telur hingga monitoring produksi benih. Tingkat
keberhasilan produksi benih sangat dipengaruhi oleh kualitas air dan kecukupan
nutrisi pakan. Air sebagai media hidup ikan merupakan sarana yang vital dalam
proses produksi benih. Untuk memperoleh standart baku air tersebut dapat
dilakukan melalui proses pengendapan, filtrasi dan perlakuan air secara fisik,
ikimiawi dan biologi.

Kata Kunci: Bandeng (Chanos chanos), Benih, BBPBAP Jepara, Budidaya.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat meyelesaikan Laporan PKL dengan Judul “Studi
Budidaya Benih Bandeng (Chanos chanos) di Balai Besar Perikanan Budidaya
Air Payau (BBPBAP), Jepara”.
Laporan PKL ini disusun sebagai bentuk dokumentasi tertulis atas telah di
laksanakannya kegiatan PKL di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
Jepara.
Laporan PKL ini dibuat dengan dukungan serta bantuan dari semua pihak
sehingga dapat diselesaikan. Maka dari itu, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
laporan magang ini, yaitu kepada :
1. 1. Lisa Ruliaty, S.Pi selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam segala proses pelaksanaan
kegiatan PKL ini.
2.
3. 2. Sri Sedjati, M.Si selaku dosen pembimbing yang mengarahkan dan
membantu proses di lingkup kampus.
4.
5. 3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah terlibat banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan PKL dan
penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan PKL ini belum sempurna sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis dalam rangka
menyempurnakan penulisan laporan resmi ini. Akhir kata, Semoga laporan ini
dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan bagi penulis pada khususnya
serta pembaca pada umumnya.

Madiun, 26 Mei 2020

Penulis

iv
v
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. v

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 2
1.2. Perumusan Masalah.............................................................. 2
1.3. Tujuan................................................................................... 2
1.4. Manfaat................................................................................. 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 4


2.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos) ........................................... 4
2.2. Benih Ikan Bandeng (Nener)................................................ 5
2.3. Budidaya Nener.................................................................... 6
2.4. BBPBAP............................................................................... 8

BAB III. MATERI DAN METODE......................................................... 10


3.1. Waktu dan Tempat............................................................... 10
3.2. Alat dan Bahan .................................................................... 10
3.3. Metodologi .......................................................................... 11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 14


4.1. Hasil...................................................................................... 14
4.2. Pembahasan……………………………………………….. 15

BAB V. PENUTUP..................................................................................... 27
5.1. Kesimpulan........................................................................... 27
5.2. Saran..................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 28

LAMPIRAN ............................................................................................... 32

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat di Tempat Budidaya......................................................................... 10

2. Perhitungan Fertilitation Rate dari 31 Desember 2019 -09 Januari 2020 14

3. Pengukuran Suhu Pagi dan Sore.............................................................. 14

4. Pengukuran Parameter Kimia Air............................................................ 15

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi Ikan Bandeng.......................................................................... 4

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Dokumentasi Penelitian........................................................................... 32

2. Sertifikat Melaksanakan PKL ................................................................. 34

3. Log Book ................................................................................................. 35

4. Penilaian Eksternal .................................................................................. 46

ix
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim yang tidak bisa lepas dari budidaya

perikanan. Sektor perikanan merupakan sektor yang mampu memberikan

kontribusi bagi devisa Negara. Meskipun terjadi berbagai gejolak krisis ekonomi

global, sektor perikanan mampu bertahan dan cenderung stabil dibandingkan

sektor yang lainnya. Sektor perikanan di Indonesia sangat bervariasi mulai dari

penangkapan (capture) maupun budidaya (culture) semuanya dapat diterapkan

dengan baik di wilayah Indonesia. Perikanan di Indonesia terbagi dalam tiga

kategori perikanan yaitu air laut, air tawar dan air payau. Ketiga kategori tersebut

memiliki keunggulan karena proses yang bisa dikontrol dan kemudahan dalam

proses budidaya (Andrila et al., 2019).

Sejak akhir tahun 60-an para peneliti di Asia telah berusaha mengungkap

teknik pengembangbiakan bandeng ini, mengingat nilai ekonomis ikan ini cukup

tinggi. Namun, baru pada tahun 1989 teknik pematangan gonad dan pemijahan

bandeng secara buatan berhasil ditemukan oleh Sub-Balitkandita Gondol.

Modifikasi teknis dan pengkajian paket teknologinya mulai dikembangkan oleh

BBPBAP di Jepara tahun 1992. Setelah dilakukan berbagai pengujian di Jepara

selama sekitar dua tahun, diperoleh teknologi pembenihan Bandeng ini

(Direktorat Jenderal Perikanan Balai Budidaya Air Payau Jepara, 1995).

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan laut

konsumsi bernilai ekonomis penting dan merupakan spesies unggulan dalam

pengembangan budidaya air payau. Mulai pertengahan tahun1994 teknologi

1
pembenihan ikan bandeng telah diadopsi oleh masyarakat dalam rangka

memproduksi benih. Benih ikan bandeng merupakan komoditi perikanan bernilai

ekonomis tinggi, terutama di Negara-negara Asia. Permintaan pasar yang

meningkat dengan jumlah benih bandeng sekitar 40 juta ekor/bulan, ekspor sekitar

60 miliar pertahun dan gelondongan bandeng untuk usaha tambak dan Keramba

Jaring Apung (KJA) serta umpan hidup namun saat ini masih belum terpenuhi.

Sehingga usaha ini mempunyai prospek dan berpeluang untuk dikembangkan

(Dharma et al., 2019).

Bertitik tolak pada uraian diatas, keberlanjutan kegiatan bududaya pada

komoditas ikan bandeng harus terus dikembangkan. Hal ini telah membuka

peluang dan kesempatan mahasiswa untuk mencari informasi mengenai teknik

dan metode penbenihan ikan bandeng secara jelas daaan menyeluruh melalui

kegiatan iniPraktik Kerja Lapangan (PKL), sehingga apa yang telah dipelajari

dapat diterapkan dan berguna bagi masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat diangkat

dalam Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk mengetahui cara budidaya

beniih pada ikan bandeng (Chanos chanos), sehingga dapat dilakukan budidaya

dan tindakan untuk mendapatkan benih ikan bandeng yang berkualitas.

1.3. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan PKL ini adalah :

2
1. Mengetahui dan mempelajari teknik pembenihan bandeng (Chanos

chanos) di BBPBAP Jepara

2. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

pembenihan bandeng

3. Memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengamatan kerja

dalam bidang pengembangan benih bandeng.

1.3. Manfaat

1.3.1.Manfaat Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu mengetahui budidaya benih Ikan bandeng (Chanos

chanos) mulai dari manajemen induk hinnga panen benih serta

mengimplementasikan ilmu yang didapatkan selama Praktik Kerja Lapangan dan

mengaitkan dengan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di program studi

Ilmu Kelautan.

1.3.2.Manfaat Bagi Balai

1. Terjalin hubungan kerjasama yang baik dengan dunia pendidikan.

2. Sebagai sarana pertimbangan guna meningkatkan kemajuan dan

kebermanfaatan lembaga

3. Sebagai bahan studi banding kebutuhan lembaga dalam perolehan

sumber daya manusia yang berkualitas dan potensial.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng memiliki klaisfikasi sebagai berikut:

Filum : Chordate

Subfilum : Vertebrate

Superkelas : Gnathostomata

Kleas : Osteichthyes

Subkelas : Teleostei

Ordo : Gonorynchiformies

Subordo : Chanoidei

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Ikan bandeng memiliki tubuh ramping, mulut terminal, tipe sisik cycloid,

jari – jari semuanya lunak, jumlah sirip punggung 13 –17, sirip anal 9 –11, sirip

perut 11 – 12, sirip ekornya panjang dan bercagak, jumlah sisik pada gurat sisi ada

75 – 80 keping, panjang maksimum 1,7 in biasanya 1,0 in.

4
Gambar 1. Morfologi Bandeng (Chanos chanos),Keterangan : Mata (a), Tutup
insang (b), Strip pectoralis (c), Strip abdominalls (d), Strip analis (e),
Strip caudal (f), stripdorsalis (g), Linea lateralls (h), Mulut (1)
(Mas’ud, 2011)

Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah ikan budidaya yang digemari oleh

masyarakat sehingga menjadi komoditas budidaya unggulan. Ikan bandeng

mempunyai potensi untuk dibudidayakan sebagai bahan baku hasil olahan yang

lebih beranekaragam. Ikan bandeng dapat hidup di air tawar dan air laut sehingga

disebut ikan air payau. Menurut data KKP 2018 hasil produksi bandeng tertinggi

pada tahun 2018 dimana sebanyak 778.000 ton. Hasil data perikanan budidaya,

ikan bandeng adalah perikanan budidaya yang diminati selain kakap dan kerapu

(Fitri et al., 2016).

Ikan bandeng memiliki toleransi salinitas (35 ppt) hingga tawar (0 ppt),

sehingga dapat dibudidayakan pada perairan asin sampai tawar. Ikan bandeng

banyak didapatkan di perairan laut, muara sungai, dan perairan pantai. Ikan

bandeng banyak dibudidayakan pada kawasan tambak di Filipina, Indonesia, dan

Taiwan. Panjang ikan bandeng di laut ± 100 cm dan maksimum 180 cm. Ikan

bandeng sebagai pemakan plankton yang cenderung generalis, makanan utamanya

adalah diatom, alga hijau berfilamen dan detritus (Djumanto et al., 2017).

2.2. Benih Bandeng (Nener)

Nener adalah larva yang ditetaskan oleh induk dan berwarna bening dari

ikan bandeng. Kebutuhan nener untuk budidaya bandeng di Indonesia didapatkan

dari unit pembenihan skala kecil dan besar yaitu Bali, Sulawesi Selatan dan Jawa.

Jenis nener berdasarkan ukuran yang diperdagangkan adalah telur, nener,

gelondongan, bandeng dan induk bandeng (Zamroni et al., 2015). Berdasarkan

data Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP)

5
Gondo 2018, Buleleng berhasil mengekspor benih bandeng ke berbagai negara, di

antaranya ke Filipina (2,12 miliar benih), Taiwan, Singapura, Thailand, Srilanka,

Malaysia, Hongkong, China, Colombia, Timor Timor dan Vietnam. Hal tersebut

didukung dengan hatcheri skala besar sebanyak 176 unit dan hatcheri skala kecil

sebanyak 4.500 unit.

Pelepasan telur ikan bandeng terjadi saat malam hari dan menetas selama 2

jam dan menjadi nener berukuran 5 mm. Nener terbawa arus air mendekati pantai

lalu ditangkap oleh para penyeser. Nener dapat diperoleh dari alam, tapi sangat

bergantung pada musim, lokasi , cara dan waktu penangkapan. Ukuran nener yang

ditangkap dari alam biasanya berukuran 13 cm. Pada saat musim nener jumlah

nener melimpah, namun harga nener menurun. Pada saat tidak musim nener,

harga nener dapat meningkat (Gusrina, 2018).

Populasi benih ikan bandeng di alam dipengaruhi faktor alam, seperti arah

arus. Pergerakan arus dari Laut Arafura hingga ke Samudera Hindia dan

pergerakan Laut Cina Selatan hingga Samudera Pasifik. Terdapat dua arus besar

di Indonesia, yaitu pergerakan arus hangat di selatan dari Laut Arafura hingga ke

Samudera Hindia, dan pergerakan arus hangat di Laut Cina Selatan hingga

Samudera Pasifik juga sebaliknya. Arus hangat kaya akan bahan makanan

sehingga rantai makanan menjadi kompleks. Hal inilah menjadikan benih bandeng

alam terdapat di tiga perairan tersebut (Sembiring et al., 2017).

2.3. Budidaya Nener

Kriteria kuantitatif nener alam dan pembenihan memiliki perbedaan untuk

budidaya berdasarkan umur, panjang total dan keseragaman populasi. Umur nener

6
pada nener hasil pembenihan adalah 21 hari dengan panjang 14-15 mm. Berat

nener alam sekitar 7-10 mg dengan keragaman populasi lebig dari atau sama

dengan 80%. Penentuan umur untuk nener dihitung sejak telur menetas dan untk

panjang dihitung dari ujung kepala sampai ujung ekor. Persyaratan kualitatif

untuk budidaya nener adalah nener memiliki kesehatan yang baik, tidak berlumut,

tidak memiliki parasite, memiliki bagian tubuh normal dan geraknya aktif

(Winarsih, 2011).

Nener memiliki karakter yang sensitif dan mudah mati apabila terkena

cekaman (stress). Pada saat budidaya penebaran nener bandeng ke kolam harus

secara aklimatisasi atau penyesuaian dengan air kolam terlebih dahulu. Waktu

yang tepat untuk penebaran nener pagi atau malam hari saat air masi sejuk.

Penebaran nener dihindari pada waktu siang hari karena temperature dan pH yang

relati ti nggi saat siang hari. Sebelum penebaran nener dari alam , salinitas air

dalam tambak harus diukur lebih dulu (Murtidjo, 2002).

Budidaya benih bandeng perlu memerhatikan banyak aspek, terutama dari

kolam bandeng. Jika nener sudah sekitar satu bulan didalam kolam

nener,kemudian nener dilepaskan kedalam tambak besar. Sebelum kolam

digunakan untuk budidaya, kolam harus dibersihkan dengan menggunakan jaring

untuk menangkap predator atau ikanikan yang memakan bibit bandeng, agar nener

dalam keadaan aman sampai umur satu bulan untuk dilepaskan kedalam tambak

besar. Pada beberapa daerah pakan berasal dapat diambil dari alam, seperti yang

dilakukan di daerah Demak. Pakan alami berupa plankton-planton yang terbawa

dari laut atau sungai ke tambak yang terbawa oleh air rob (Romadon dan Subekti,

2011).

7
2.4. BBPBAP

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara merupakan

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengawali aktivitasnya pada tahun 1971.

Pada tahun 1978 berdasarkan SK Menteri Pertanian RI No. 306/Kpts/Org/5/1978

telah ditetapkan lembaga ini sebagai Balai Budidaya Air Payau (BBAP) dibawah

Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Seiring dengan

meningkatnya peran & fungsi dalam pelaksanaan tugas serta beban kerja, maka

berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26C/MEN/2001

menetapkan lembaga ini menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara. Pada tahun 2014 berdasarkan SK Menteri Kelautan dan

Perikanan No. 6/PERMEN-KP/2014 telah dilaksanakan perubahan nama menjadi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

Berbagai teknologi hasil inovasi dan perekayasaan di bidang perikanan

budidaya air payau yang dihasilkan oleh BBPBAP Jepara telah dimanfaatkan oleh

pembudidaya/stakeholder untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan

produktivitas perikanan budidaya air payau secara tepat. Dari teknologi inovasi

tersebut, berbagai spesies ikan komersial air payau berhasil dibudidayakan seperti

ikan bandeng, ikan kerapu, ikan nila salin, kepiting bakau dan rajungan serta

komoditas ekonomis lainnya. Melalui Program National Shrimp Broodstock

Center (NSBC udang windu), BBPBAP Jepara juga telah mengembangkan induk

unggul hasil domestikasi dan benih bermutu tinggi. Selain itu, berhasil

dikembangkan teknologi didalam memproduksi probiotik, vaksin, kit analisa

8
kualitas lingkungan, enzyme, powder mikroalga spirulina dan immunostimulan

untuk ikan/udang.

Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) terhadap budidaya ikan

adalah usaha agar produk yang dihasilkan dari perikanan budidaya mempunyai

jaminan mutu sesuai persyaratan yang diminta dari konsumen. BBPBAP Jepara

sebagai UPT dibawah Direktorat Jenderal perikanan Budidaya memberikan

contoh kepada stakeholder pembudidaya didalam penerapan CBIB pada tambak

budidaya udang dan ikan yang beroperasi. Sehingga produk udang dan ikan yang

dihasilkan oleh tambak BBPBAP Jepara mempunyai jaminan sesuai persyaratan

dalam sertifikasi CBIB (Raharjo, 2018).

9
III. MATERI DAN METODE

III.1. Waktu dan Tempat

Praktik kerja lapangan telah dilakukan selama 2 minggu mulai tanggal 30

Desember 2019 sampai 13 Januari 2020. Praktik kerja lapangan dilakukan di

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau, Jalan Cik Lanang, Bulu Jepara, RW.

IV, Bulu, Kec. Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

III.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Tabel 1. Alat di Tempat Budidaya Benih Bandeng di BBPBAP Jepara

No Alat Fungsi
1. Kolam semen Tempat budidaya benih bandeng
2. Kolam semen rotifer Tempat kultur
3. Aerasi Penambah oksigen
4. Ember Tempat pakan alami
5. Penyaring rotifere Menyaring rotifera
6. Botol Tempat pakan buatan
7. Paralon Saluran air
8. Kantong Plastik Tempat hasil panen
9. Gelas beaker Mengamati benih bandeng
10. Gayung Menebar pakan
11. Hand counter Menghitung telur
12. Sipon Memisahkan telur dan kotoran
13. Kamera Dokumentasi
14. Baskom Tempat telur
15. Terpal Menutup kolam saat hujan
16. Termometer Mengukur suhu

10
17. Alat tulis Mencatat data
18. Pembersih kolam Persiapan bak
19. Blender Mencampur pakan buatan

3.2.2.Bahan

Bahan yang dipakai yaitu telur Ikan bandeng (Chanos chanos), air, rotifera,

pakan buatan, madu, telu bebek, vitamin E, induk bandeng (Chanos chanos),

pakan apung bernama prima feed, kaporit.

3.3. Metedologi

3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam Praktik Kerja Lapanan (PKL) yaitu metode

deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang mampu menggambarkan

objek apa adanya, tanpa perbandingan atau menghubungkan dengan variable lain.

Metode deskriptif atau penguraian empiris adalah metode yang paling sering

digunakan yaitu metode yang menggambarkan kejadian pada daerah tertentu.

Tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau

lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilakukan dengan

dua macam cara, yaitu pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer

didapatkan dengan cara mencatat hasil observasi, wawancara serta partisipasi

aktif, sedangkan data sekunder yaitu data atau informasi yang dikumpulkan dan

dilaporkan oleh seseorang untuk suatu tujuan tertentu maupun sebagai ilmiah.

3.3.2.1. Data Primer

11
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,

kemudian diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer diambil secara

langsung dari sumbernya untuk pertama kali dan belum diproses sama sekali.

Dalam pengumpulan data primer dapat digunakan beberapa metode yaitu

observasi, wawancara dan partisipasi aktif maupun memakai instrument

pengukuran tertentu yang khusus sesuai dengan tujuan. Data primer yang diambil

secara partisipasi aktif yaitu fertilitation rate dan parameter kualitas air.

3.3.2.2. Observasi

Observasi sebagai studi yang dilakukan dengan sengaja atau terencana

melalui penglihatan atau pengamatan terhadap gejala-gejala spontan yang terjadi

saat itu. Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung suatu obyek

yang diteliti dan pencatatan secara sistematis mengenai hasil pengamatan. Dalam

Praktik Kerja Lapangan ini observasi yang dilakukan adalah dengan cara

mengamati, mencatat kegiatan apa yang dilakukan dan mendokumentasikan hal-

hal berkaitan dalam kegiatan pembenihan bandeng (Chanos chanos) di Balai

Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

3.3.2.3. Wawancara

Wawancara sebagai riset atau penelitian yang dilakukan dengan cara

melakukan percakapan antara dua orang yang dimulai pewawancara dengan

tujuan khusus untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan penelitian dan

dipusatkan pada isi yang dititikberatkan pada tujuan deskriptif, prediksi dan

penjelasan sistematik. Wawancara dilakukan dengan cara Tanya jawab kepada

pembimbing Praktik Kerja Lapangan (PKL) mengenai latar belakang kegiatan

teknik pembenihan bandeng (Chanos chanos), struktur organisasi, tenaga kerja,

12
jenis kegiatan serta masalah yang sering dihadapi pada saat melaksanakan

kegiatan teknik pembenihan bandeng di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara.

3.3.2.4. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan pembenihan

ikan bandeng di BBPBAP Jepara. Kegiatan partisipasi aktif ini dapat digunakan

untuk mendapatkan data dan hasil informasi mengenai teknik pembenihan

bandeng, Partisipasi aktif yang dilakukan meliputi persiapan bak pemeliharaan,

manajemen induk, penanganan telur, kultur pakan alami, pemeliharaan larva,

kualitas air dan pemanenan/

3.3.3. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pustaka-pustaka atau dari laporan-laporan

peneliti terdahulu. Dalam Praktik Kerja Lapangan ini, data sekunder diperoleh

dari pihak lembaga pemerintah maupun masyarakat yang terkait pembenihan

bandeng (Chanos chanos).

13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Fertilitation Rate


Hasil perhitungan Fertilitation Rate dari 31 Desember 2019 -09
Januari 2020 benih nener disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Perhitungan Fertilitation Rate (31 Desember 2019 -09 Januari
2020)
Tanggal Asal Induk Jumlah Telur Jumlah Telur Yang
Keseluruhan Diseleksi
31-12-2019 Bak No 2 253,916 butir Mengendap Semua
01-01-2020 Bak No 2 348,333 butir Mengendap Semua
08-01-2020 Bak No 2 149,416 butir Mengendap Semua
09-01-2020 Bak No 2 1.089,916 butir 86 % ditebar

4.1.2. Parameter Fisika Air


4.1.2.1. Suhu
Hasil pengukuran suhu pagi dan sore dari 31 Desember 2019- 9
Januari 2020 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 3. Pengukuran Suhu Pagi dan Sore (31 Desember 2019- 9 Januari
2020)
Waktu Pagi (Celcius) Sore (Celcius)
31-12-2019 29 28
01-01-2020 26 27
02-01-2020 27 26
03-01-2020 27 27
04-01-2020 26 27
05-01-2020 28 27
06-01-2020 27 28
07-01-2020 26 27
08-01-2020 27 27
09-01-2020 27 27

14
4.1.3. Parameter Kimia Air
Hasil pengukuran parameter kimia air 31 Desember 2019 – 7
Januari 2020 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4. Pengukuran Parameter Kimia Air 31 Desember 2019 – 7 Januari
2020
Waktu Kode Lab NH3(mg/l) NO2(mg/l)
31-12-2019 Sardi Plankton 3.101 0.000
31-12-2019 Sardi Nener 0.750 0.018
07-01-2020 Sardi Nener 1.244 0.300

4.2. Pembahasan

4.2.1. Persiapan Bak Pemeliharaan

Hal pertama yang perlu dipersiapkan dalam kegiatan pembenihan ikan

bandeng adalah persiapan bak pemeliharaan. Persiapan bak pemeliharaan yang

telah digunakan sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan cara menyikat

bagian dinding dan dasar bak hingga seluruh kotoran yang menempel hilang.

Selain kotoran, terdapat pula teritip yang menempel pada bagian dinding dan

dasar bak. Sudah sejak lama teritip merupakan masalah yang sangat serius,

kemampuannya dan tempat hidupnya yang menempel pada substrat ternyata

memiliki sifat yang dapat merusak dan memperpendek umur bangunan (Nasution

et al., 2016). Teritip-teritp tersebut perlu dibersihkan dengan menggunakan alat

pembersih hingga teritip yang terdapat pada dinding dan dasar bak hancur. Setelah

kotoran dan teritip hilang, langkah selanjutnya yaitu melakukan pencucian bak.

Hal ini dilakukan dengan cara menyiramkan air pada bagian dinding dan dasar

bak yang sebelumnya telah dilakukan pembersihan. Bak pemeliharaan yang telah

bersih kemudian disterilkan dengan cara menyiramkan larutan kaporit pada

15
dinding dan dasar bak. Kaporit [Ca(OCl2)] merupakan desinfektan yang sering

digunakan dalam disinfeksi karena cukup efektif dan terjangkau dari segi

ekonomi, bersifat stabil serta dapat disimpan lebih lama (Rozanto dan

Windraswara, 2017). Setelah dilakukan sterilisasi, bak kemudian dicuci kembali

dengan air bersih agar sisa-sisa larutan kaporit yang masih terdapat pada bak

hilang dan tidak meracuni ikan ketika dipelihara. Kagiatan persiapn bak

pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2.

4.2.2. Manajemen Induk

4.2.2.1. Pengadaan Induk

Pengadaan induk bandeng merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi

unit pembenihan ikan bandeng. Induk ikan bandeng di BBPBAP Jepara berasal

dari tambak tradisional dan tangkapan dari alam. Induk didatangkan langsung

kurang lebih umur2-3 tahun, kemudian dipelihara di bak calon induk sampai

induk siap untuk memijah setelah mencapai umur 4-5 tahun. Ikan bandeng yang

akan dipijahkan minimal berumur 4 tahun (Dharma dan Wibawa, 2019).

4.2.2.2. Seleksi Induk

Ikan bandeng yang dijadikan sebagai induk di BBPBAP Jepara memiliki

berat badan 3-5 kg dan telah berusia 4-6 tahun. Menurut Murtidjo (2002),

persyaratan calon induk ikan bandeng antara lain ikan bandeng antara lain ikan

badeng dewasa yang sudah mengalami kematangan seksual. Kematangan seksual

ikan bandeng secara alami terjadi ketika ikan bandeng mencapai berat 3 kg atau

lebih serta ikan bandeng tersebut telah berumur 4-6 tahun. Calon induk dipilih

dapat berenang cepat, sisiknya cerahh dan tidak banyak terkelupas.

4.2.2.3. Pemeliharaan Induk

16
Induk ikan bandeng yang telah diseleksi kemudian ditempatkan pada bak

pemeliharaan yang telah tersedia. Pada penempatan indukan, dilakukan

pemisahan berdasarkan asal daerah diperolehnya indukan ikan bandeng. Bak

pemeliharaan dilengkapi dengan aerasi berjumlah delapan unit untuk menyuplai

oksigen terlarut. Dibagian sisi atas dan dasra bak pemeliharaan, terdapat pipa

pengeluaran air. Pipa pengeluaran air yang terdapat di bagian sisi atas bak

berfungsi untuk mengurangi ketinggian air agar air tidak meluap serta sebagai

saluran untuk menyalurkan telur ke bak penampungan, sedangkan pipa yang

berada di dasar bak berfungsi untuk membuang sisa-sisa pakan maupun hasil

ekskresi dari indukan yang dipelihara.

Air yang digunakan untuk media pemeliharaan induk ikan bandeng adalah

air laut. Ikan bandeng termasuk ikan laut, namun juga bisa hidup di air payau dan

air tawar, mampu menghadapi perubahan kadar garam yang sangat besar

(eurihaline) (Dharma et al.,2019). Secara fisik air laut harus jernih, tidak berbau

dan tidak membawa bahan endapan baik suspensi maupun emulsi. Untuk

mendapatkan air laut yang baik maka dibutuhkan instalasi air laut yang terdiri dari

filter, pompa dan jaringan distribusi air laut. Dalam mendapatkan air laut yang

bersih, BBPBAP Jepara menggunakan sistem penyaringan dengan saringan pasir.

Air laut didapatkan sejauh 580 m dari garis pantai dengan pompa yang dilewatkan

terlebih dahulu melalui presurred sand filter. Air yang telah disaring kemudian

diendapkan pada bak tendon yang berada di dekat bak pemeliharaan induk ikan,

setelah itu air disalurkan pada bak pemeliharaan dan siap dipakai untuk media

pemeliharaan bandeng.

17
Pergantian air minimal 150% per hari. Penurunan ketinggian air bak induk

sampai 50% pada pagi hari (08.30 WIB) sampai siang hari (12.00). Hal ini

bertujuan untuk menurunkan pertumbuhan teritip di dinding bak dan stressing

induk agar merangsang pematangan gonad. Ketinggian air dikembalikan ke batas

maksimal bak induk setelah pukul 12.00 WIB. Pompa air laut 8 inchi dijalankan

terus menerus selama 24 jam.

4.2.2.4. Pemberian Pakan Induk

Pakan yang diberikan merupakan pellet terapaung berukuran besar.

Pemberian pakan diberikan 2-3% dari bobot biomas per hari, diberikan sebanyak

tiga kali per hari yakni pagi (09.00 WIB), siang (12.00 WIB) dan sore hari (16.00

WIB). Pakan yang diberikan yaitu pakan dengan kandungan protein sekitar 35%.

Untuk meningkatkan kandungan nutrisi pakan, dilakukan pengkayaan kandungan

pakan. Bahan pengkaya pakan berupa campuran 10 butir telur bebek, 100 ml

madu, 3000 mg vitamin E, vitamin C dan 200 ml air yang diblender menjadi

emulsi. Bahan tersebut kemudian dicampurkan untuk 10 kg pakan bernama prima

feed, diratakan dengan cara diaduk menggunakan tangan, kemudian diangin-

anginkan hingga kering dan disimpan dalam wadah penyimpanan pakan.

Upaya mendukung keberhasilan reproduksi bandeng, nutrient yang

terpenting adalah protein sebagai unsur utama dalam pembentukan embrio.

Protein merupakan komponen esensial yang amat dibutuhkan untuk reproduksi

(Marzuki et al., 2018). Untuk meningkatkan kandungan protein pada pakan

dilakukan penambahan telur bebek dan minyak cumi pada proses pengkayaan

pakan. Proses pematangan gonad pada ikan dipengaruhi adanya peran pemberian

vitamin dan lain yang dicampurkan pada pakan pellet komersial.

18
Vitamin E berperan penting dalam meningkatkan kualitas telur ikan.

Vitamin E memberikan pengaruh terhadap bobot dan diameter telur, karena fungsi

vitamin E sebagai zat antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak

(Prijono et al., 2017). Terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada

fosfolipid dalam membrane sel. Madu dapat meningkatkan kualitas sperma induk

bandeng (Islamiyah et al., 2017). Madu mengandung fruktosa (41%), glukosa

(35%) yang dapat digunakan sperma sebagai sumber energi dan juga madu

mengandung mineral yaitu magnesium (Mg) sebagai kofaktor dalam proses

glikosis. Pengkayaaan pakan akan meningkatkan jumlah total pemijahan, produksi

benih total, fekunditas, daya tetas telur, dan viabilitas sperma.

4.2.2.5. Pemijahan

Proses pemijahan induk dilakukan secara alami. Perbandingan antara

jumlah induk ikan bandeng betina dan jantan yaitu 1:1. Pemijahan induk bandeng

terjadi pada malam hari dan akan terus menerus sepanjang tahun. Pada proses

pematangan gonad dan pemijahannya, ikan bandeng tidak dipengaruhi oleh

musom seperti pada ikan kerapu yang bersifat ikan demersal. Bandeng setiap

bulan dapat memijah secara alami pemijahan tidak mengikuti musim yaitu pada

saat gelap dan terang bulan (Dharma dan Wibawa, 2019).

4.2.3. Penanganan Telur

4.2.3.1. Pemanenan Telur

Telur yang dihasilkan olehbinduk ikan bandeng dalam proses pemijahan

kemudian dipanen. Egg collector dipasang pada bak penampungan telur

berbentuk segitiga pada waktu sore hari. Pada waktu pagi hari, dilakukan

pengecekan telur. Apabila terdapat telur, telur disaring dengan menggunakan seser

19
untuk ditempatkan kedalam ember. Proses pemanenan telur dapat dilihat pada

Gambar 4.

Telur ikan bandeng melayang, bersifat pelagis dengan diameter 1,10-1,25

mm, masa inkubasi sampai menetas berlangsung 20-25 jam pada suhu 16-32 0 C

dan salinitas 29-34 ppt. telur yang telah dipanen kemudian diberi aerasi dan

ditambahkan garam (Mas’ud 2011). Penambahan garam ini untuk meningkatkan

salinitas air. Salinitas air yang tinngi dapat digunakan untuk mengetahui telur

yang terbuahi dan tidak terbuahi. Telur ikan bandeng yang terbuahi berwarna

bening transparan dan mengapung pada salinitas air > 30 ppt, sedangkan yang

tidak terbuahi akan tenggelam akan berwarna putih keruh. Telur yang mati dan

kotoran yang masih bercampur kemudian dibuang dengan cara disipon

menggunakan selang. Hasil proses sipon dapat dilihat pada Gambar 5.

Telur yang baik/terbuahi dihiting untuk mengetahui derajat pembuahan

yang terjadi pada unit pembenihan ikan bandeng di BBPBAP Jepara. Untuk

melakukan perhitungan telur dapat digunakan dengan menggunakan beaker glass

dan kaca pembesar seperti Gambar 6.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengambil sampel

menggunkan beaker glass dihitung secara manual denganbantuan kaca pembesar.

Setelah diketahui jumlah telur sampel, kemudian dibagi degan volume sampel dan

dikalikan dengan volume bak penetasan. Berdasar hasil tersebut dapat dketahui

jumlah telur pada bak inkubasi. Hasil perhitungannya terterapada T abel 1.

Fertilitation Rate dari 31 Desember 2019 -09 Januari 2020 dihitung menggunakan

rumus

20
Jumlah telur terbuahi
FR=
Jumlah telur total
Berdasarkan hasil tabel 2 tanggal 31 Desember 2019 sampai 08 Januari

tidak ada telur yang ditebar karena telur tidak terbuahi. Telur tidak terbuahi

disebabkan terjadinya musim penghujan. Pada musim penghujan, suhu air

pemeliharaan induk bandeng mengalami penurunan 27,0°C pada masing-masing

bak pemeliharaan induk bandeng, air menjadi keruh dan salinitas mengalami

penurunan (Marzuki et al., 2018).

4.2.3.2. Penetasan Telur

Induk bandeng di BBPBAP Jepara berumur kurang lebih 5 tahun dengan

berat 3-5 tahun dengan panjang 0,5 -1,5 m mampu menghasilkan telur sampai

kurang lebih 500.000 butir. Telur yang dikeluarkan berdiameter rata-rata 1,12 mm

dan akan menetas 24-34 jam setelah proses pembuahan. Setelah proses

perhitungan telur, selanjutnya telur dipindahkan ke bak penetasan telur yang juga

merupakan bak pemeliharaann larva dan ditunggu selama 24-34 jam sampai telur

menetas semua (Kordi, 2010). Setelah itu dihitung jumlah larva yang berhasil

menetas untuk mengetahui tingkat fertilisasi dari induk ikan bandeng tersebut

(HR).

4.2.4. Kultur Pakan Alami

4.2.4.1. Budidaya Chlorella sp.

Kepadatan Chlorella sp. yang dihasilkan harus mampu mendukung

produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang

digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan Chorella sp. skala besar

menggunakan bak beton berukuran 6 x 12 meter dan diletakkan di luar ruangan.

Panen Chlorella sp. dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki

21
pemeliharaan rotifer dan larva ikan bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya

pompa benam (submersible) untuk penjamin aliran yang sempurna.

4.2.4.2. Budidaya Rotifera

Budidaya rotifer skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara panen

harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit budidaya berikutnya.

Kepadatan awal bibit (inoculum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan

jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume

wadah. Wadah pemeliharaan rotifera menggunakan bak beton berukuran 4x2

meter dan diletakkkan terpisah jauh dari bak Chlorella sp. untuk mencegah

kemungkinan mencemari kultur Chlorella sp.

Keberhasilan budidaya rotifer berkaitan dengan ketersediaaan chlorella

yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chorella dan

rotifer berkisar 100.000 : 1, untuk mempertahankam kepadatan rotifer 100

individu/ml. Apabila jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi pada

dosis 30 mg/1.000.000 rotiffer untuk meningkatkan kepadatan populasi rotifer.

Panen rotifera dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan

sebelumnya disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jarring

60-70 mikrometer berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang

tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya

per millimeter .

4.2.5. Pemeliharaan Larva

4.2.5.1. Pemberian Pakan

Larva ikan yang baru menetas mempunyai cadangan kuning telur atau

yang disebut yolk sack. Pada saat ini, mulut dan mata larva belum membuka.

22
Larva masih menggunakan kuning telur dan butiran minyak sebagai sumber

energy bagi pertumbuhan pergerakannya. Pemberian pakan dilakukan setelah telur

menetas dan telah berumur 3 hari. Larva diberi pakan alami Chlorella sp. hingga

warna air terlihat kehijauan diberi rotifer dengan kepadatan 20ind/ml. Pemberian

pakan larva tidak diberikan pada hari pertama maupun kedua karena larva masih

mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur dan larva masih belum

mampu mencerna makanan dari luar. Pemberian pakan diberi dengan selang

waktu 7 jam, dikarenakan pada selang waktu terbeut larva membutuhkan asupan

untuk pertumbuhan dan metabolism. Pemeberian plankton khususnya Rotifera

diukur dengan mengamati kepadatan plankton per ml air.

Larva ikan bandeng pada umur 10 hari sudah bisa diberi pakan buatan

yang berupa serbuk yang mengandung protein 43%, lemak 75%, kadar air 12 %,

serat 2%, abu 8%, kalsium 2% dan fosfor 1,5%. Pemberian pakan buatan

dilakukan selang satu jam sebelum pemberian pakan alami dengan frekuensi 2

kali sehari secara adibitium.

4.2.6. Kualitas Air

Air sebagai media hidup ikan merupakan sarana yang vital dalam proses

produsi benih. Oleh karena itu air yang akan digunakan untuk media pemeliharaan

induk, penetasan telur, pemeliharaan benih dan kultur pakan alami harus

memenuhi standar baku mutu air, yaitu bersih, bebas hama dan parasite serta

organisme pathogen. Untuk memperoleh standart baku air tersebut dapat

dilakukan melalui proses pengendapan, filtrasi dan perlakuan air secara fisik,

ikimiawi dan biologi. Pengukuran parameter kualitas air di BBPBAP Jepara

23
dilakukan setiap satu minggu sekali. Parameter fisika yang diukur di BBPBAP

Jepara antara lain:

1. Suhu

Suhu air akan berpengarauh terhadap proses penetasan telur dan perkembangan

telur. Dari hasil pengukuran suhu pagi dan sore hari pada bak 3 diperoleh data

pengukuran suhu pada Tabel 2. Berdasarkan table diatas diketahui bahwa rata-rata

suhu pagi hari berkisar 26-290C, sedangkan sore hari berkisar 26-28oC. suhu ini

sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng yaitu 280C-320C (Harun, 2020).

2. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan komponen penting

bagi metabolism ikan dan organisme lainnya yang dapat berasal dari proses

fotosintesis dan tanaman air serta difusi udara. Berdasarkan data tahun 2018

diketahui bahwa rata-rata DO pagi berkisar 4-6,5 ppm, sedangkan sore hari

berkisar 4,5-6,8 ppm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pusat Penyuluhan

Kelautan Perikanan bahwa kadar oksigen terlarut bagi bandeng yang aman yaitu

3,0-8,5 ppm.

3. Salinitas

Berdasarkan data tahun 2018 diperoleh rata-rata salinitas antara 30-32 ppt. Hal

ini sesuai pernyataan Murtidjo (2002), yang menyatakan bahwa ikan bandeng

umumnya dapat tumbuh pada salinitas kisaran 25-40 ppt. Salinitas yang sesuai

dengan system osmoregulasi ikan dapat meningkatkan pertumbuhan. Pengukuran

parameter kualitas air di BBPBAP Jepara dilakukan setiap satu minggu sekali.

Berdasarkan tabel diatas diperoleh pengukuran amonia berkisar 1,244 mg/l-3,101

mg/l, sedangkan senyawa nitrit 0,000 mg/l-0,300 mg/l. hal ini sesuai WWF

24
(2014), menyatakan bahwa kadar nitrit yang baik untuk budidaya benih bandeng

adalah <1 mg/l, sedangkan kadar ammonia optimum untuk benih bandengadalah

<0,01 mg/l. Amonia yang tiggi ini dikarenakan adanya pecemar pada kolam ikan,

ammonia tertinggi terdapat pada kolam pemeliharaan/budidaya ikan yang

disebabkan karena proses budidaya terutama penumpukan sisa pakan yang tidak

termakan dan kotoran ikan yang menumpuk di dasar kolam. Apabila ikan berada

dalam air dengan konsentrasi ammonia cukup tinggi ikan menjadi lesu, kemudian

ikan mengalami kematian (Sustianti et al., 2014).

4.1.7. Pemanenan

Pemanean benih harus dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa hal,

seperti alat dah bahan , kondisi dan umur benih serta cara panen agar kematian

akibat panen dapat diminimalisir. Sehingga hendaknya sebelum melakukan

pemanenan harus dipersiapkan sebagai berikut:

1. Alat panen harus disesuaikan dengan ukuran benih, memenuhi persyarata

dan higenis dan ekonomis

2. Seser yang digunakan harus terbuat dari bahan yang halus danlunak agra

tidak melukai benih. Akan tetapi lebih baik bila tidak menggunakan

seser, melainkan dengan cara digiring dan dipindahkan bersama air.

3. Benih tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah

pemupukan metabolit yang akna menghasilkan amoniak dan

mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.

4. Pemanenan dapat dipermudah dengan jalan pengurangan volume air

menggunakan saringan seperti jarring plankton ukuran 500

mikron.Pemanenan larva dilakukan setelah umur 17-25 hari dengan

25
ukuran 1,1-1,5 cm. Hal ini untuk menekan tingkat kelulusan hidup

larva bandeng kurang dari 50%.

26
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilaksanakan

di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, dapat

disimpulkan :

1. Teknik pembenihan bandeng di BBPBAP Jepara meliputi manajemen induk,

penanganan telur, kultur pakan alami, pemeliharaan larva dan panen.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembenihan bandeng

diantaranya, asupan pakan, kualitas air dan pembenihan larva.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu dapat meningkatkan hasil produksi

hendaknya dan penerapam system biosecurity untuk menjaga keseimbangan

lingkungan agar bak pemeliharaan tidak mudah terserang hama dan penyakit yang

bisa menurunkan tingkat kelulushidupan larva. Hal ini dilakukan untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi benih ikan bandeng.

27
DAFTAR PUSTAKA

Andrila, R., Karina, S., & Arisa, I. I. 2019. Pengaruh Pemuasaan Ikan Terhadap
Pertumbuhan, Efesiensi Pakan dan Kelagsungan Hidup Ikan Bandeng
(Chanos chanos). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah,
4 (3) : 33-41.
Dharma, T. S., & Wibawa, G. S. 2019. Pengamatan Profil Pemijahan Induk
Bandeng, (Chanos chanos) Generasi 1 (G1) dengan Implantasi Hormon
LHRH-a pada Pemeliharaan Secara Terkontrol. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 11 (1) : 163-170.
Dharma, T. S., Wibawa, G. S., & Alit, A. 2019. Biologi Induk Bandeng (Chanos-
Chanos forskall) Hasil Seleksi dalam Mendukung Pengembangan
Budidaya di Tambak. Prosiding Seminakel, 1 (1) : 26-31
Dharma, T. S., Wibawa, G. S., Alit, A. K., & Sumiarsa, G. S. (2019). Performansi
Biologis Induk Bandeng (Chanos chanos forskall) Hasil Seleksi dalam
Mendukung Domestikasi dan Pengembangan Budidaya di Tambak.
Biotropika: Journal of Tropical Biology, 7(2), 82-86.
Djumanto, D., Pranoto, B. E., Diani, V. S dan Setyobudi, E. 2017. Makanan dan
Pertumbuhan Ikan Bandeng, Chanos Chanos (Forsskål, 1775) Tebaran di
Waduk Sermo, Kulon Progo. Jurnal Ikhtiologi Indonesia., 17(1): 83-100.
Fitri, A. 2017. Penggunaan Daging dan Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos)
pada Stik Ikan Sebagai Makanan Ringan Berkalsium dan Berprotein
Tinggi. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian., 9(2): 65-77.
Gusrina. 2018. Genetika dan Reproduksi Ikan. Deepublish. Yogyakarta, 254 hlm.
Harun, M. A. 2020. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap
Pertumbuhan Ikan Bandeng Chanos-chanos. SIGANUS: Journal of
Fisheries and Marine Science., 2(1): 51-55.
Islamiyah, D., Rachmawati, D., & Susilowati, T. 2017. Pengaruh Penambahan
Madu pada Pakan Buatan dengan Dosis yang Berbeda terhadap Performa
Laju Pertumbuhan Relatif, Efisiensi Pemanfaatan Pakan dan
Kelulushidupan Ikan Bandeng (Chanos chanos). Journal of Aquaculture
Management and Technology., 6(4): 67-76.
Kordi, M. G. 2010. Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya. Pintar Budidaya Ikan di
Tambak Secara Intensif. Lily Publisher, Yogyakarta, 101 hlm.
Marzuqi, M., Andamari, R., Astuti, N. W. W., Andriyanto, W., & Giri, N. A.
2018. Peningkatan Produksi dan Kualitas Telur Induk Bandeng (Chanos
chanos) dengan Penambahan Pengkaya pada PAkan. Media Akuakultur.,
13(1): 11-19.

28
Mas’ud, F. 2011. Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp. pada Insang
Benih Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Tradisional, Kecamatan
Glagah, Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.,
3(1): 27-40.
Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya dan Pembenihan Bandeng.. Kanisius. Yogyakarta,
96 hlm.
Mutidjo, B.A. 2002. Tuntunan Bagi Petambak dan Peminat Budidaya Bandeng
Intensif. Kasinus, Yogyakarta, 204 hlm.
Nasution, M. A., & Mudzni, A. 2016. Kepadatan dan Sebaran Teritip
(Amphibalanus spp.) di Pelabuhan Kota Dumai. Jurnal Perikanan Tropis.,
3(1) : 20-30.
Prijono, A., Sugama, K., Azwar, Z. I., Setiadharma, T., & Sutarmat, T. 2017.
Implantasi vitamin E untuk memacu pematangan gonad induk ikan
bandeng (Chanos chanos Forskal). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesi.,
3(1): 21-28.
Raharjo, S. 2018. Lapora Kerja BBPBP Jepara. Jepara, 210 hlm.
Romadon, A., & Subekti, E. 2011. Teknik budidaya ikan bandeng di Kabupaten
Demak. MEDIAGRO., 7(2) : 47-55.
Rozanto, N. E., & Windraswara, R. 2017. Kondisi Sanitasi Lingkungan Kolam
Renang, Kadar Sisa Khlor, dan Keluhan Iritasi Mata. Journal of Public
Health Research and Development., 1(1): 89-95.
Sembiring, S. B. M., Wibawa, G. S., Setiadharma, T., & Haryanti, H. 2018..
Pertumbuhan dan Variasi Genetik Ikan Bandeng Chanos chanods dari
Provinsi Aceh, Bali dan Goronytalo, Indonesia. Jurnal Riset Akuakultur.,
12(4): 307-314.
Sustianti, A. F., & Suryanto, A. 2014. Kajian Kualitas Air dalam Menilai
Kesesuaian Budidaya Bandeng (Chanos chanos Forsk) di Sekitar PT Kayu
Lapis Indonesia Kendal. Management of Aquatic Resources Journa/., 3(2):
1-10.
Winarsih, W. H. 2011. Budi Daya dan Pengolahan Bandeng. AUP Unair.
Surabaya, 96 hlm.
Zamroni, A., Mulyawan, I., & Priyatna, F. N. 2015. Potensi Ekspor Nener
Bandeng Indonesia: Peluang Dan Tantangan. Jurnal Kebijakan Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan., 5(2): 129-136.

29
LAMPIRAN

30
Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar a. Persiapan Bak Pemeliharaan Gambar b. Pembuatan Bahan Pengkaya

Gambar c. Pemanenan Telur Gambar d. Hasil sipon

Gambar e. Perhitungan Telur


Gambar f. Pakan Buatan PSP

31
Lampiran 1. (Lanjutan)

Gambar g. Pakan Alami Rotifera Gambar h. Melakukan Sipon

Gambar i. Jaring Plankton Ukuran 500


mikron

32
Lampiran 2. Sertifikat

Lampiran 3. Logbook PKL

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
Lampiran 4. Lembar Penilaian

44
Lampiran ?. Lembar Penilaian Ujian PKL

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Jl. Prof. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang Kode Pos 50275
Telepon/Faximile: (024) 7474698
website http://www.fpik.undip.ac.id, Email: fpik@undip.ac.id

Lembar Penilaian Ujian PKL

Nama Mahasiswa :

NIM :

Judul PKL :

Komponen Penilaian:

1. Penulisan Laporan = 30 % 82

2. Penguasaan Materi= 70 % 85

Nilai akhir 84,1

Keterangan Nilai: Semarang, 30 Mei 2020

80 – 100 =A Dosen Pembimbing PKL


70 – 79 =B
60 – 69 =C

Ir. Sri Sedjati, M,Si.


NIP. 19690410 199403 2 004

45

Anda mungkin juga menyukai