BANDUNG
MATA KULIAH AT5204 EKSPLORASI HIDROGEOLOGI
ANGGOTA:
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat mengumpulkan laporan pemetaan
hidrogeologi lokasi Goa Pawon dan Situ Ciburuy dengan baik, lancar dan tepat waktu. Laporan
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah AT5204 Eksplorasi Hidrogeologi pada
Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.
Tidak sedikit kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan laporan ini. Namun, berkat
bantuan dan bimbingan beberapa pihak, kendala tersebut dapat terselesaikan. Maka dari itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing mata kuliah AT5204
Eksplorasi Hidrogeologi ini, tanpa ilmu dari beliau, penulis tidak akan dapat
menyelesaikan laporan pemetaan hidrogeologi ini.
2. Orangtua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan dan mendukung
terselesaikannya laporan pemetaan hidrogeologi ini.
3. Teman-teman Teknik Geologi 2014 yang telah memberikan banyak saran, kritik serta
semangat untuk penulis.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca pada
umumnya. Namun, penulis menyadari bahwa laporan pemetaan hidrogeologi ini tidak lepas dari
kesalahan dan kekurangan dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu,
penulis terbuka akan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk lebih
memperbaiki laporan ini. Harapan dari laporan ini yaitu dapat bermanfaat bagi rekan-rekan yang
membutuhkan.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
B. Analisis Kualitas Air Daerah Situ Ciburuy .......................................................................... 26
1. Analisis Penyebaran pH Daerah Situ Ciburuy ................................................................... 28
2. Analisis Penyebaran Bahan Padat Terlarut Daerah Situ Ciburuy ...................................... 28
4.2 Data Pemetaan Hidrogeologi Daerah Pawon ..................................................................... 30
4.2.1. Analisis Geologi Daerah Pawon dan Sekitarnya ............................................................ 30
4.2.1.2 Deskripsi Litologi ......................................................................................................... 30
4.2.2 Analisis Hidrologi Daerah Pawon dan Sekitarnya........................................................... 31
4.2.2.1 Data Pengamatan Sumur Daerah Pawon dan sekitarnya .............................................. 31
4.2.2.2 Analisis Data Daerah Pawon dan sekitarnya ................................................................ 31
A. Analisis Muka Air Tanah dan Pengaruh di Daerah Pawon Terhadap Sumur Warga .......... 31
B. Analisis Kualitas Air Daerah Pawon .................................................................................... 33
1. Analisis Penyebaran pH Daerah Situ Ciburuy ................................................................... 33
2. Analisis Penyebaran Bahan Padat Terlarut Daerah Situ Ciburuy ...................................... 33
4.3 Penampang Daerah Ciburuy dan Pawon............................................................................. 35
4.3.1 Penampang Ciburuy ......................................................................................................... 35
4.3.2 Penampang Pawon ........................................................................................................... 37
DAFTAR GAMBAR
3
Gambar 14 Peta Geologi dan Hidraulic head Daerah Situ Ciburuy dan Sekitarnya .......... 25
Gambar 15 Peta Sebaran pH daerah Situ Ciburuy dan Sekitarnya ..................................... 28
Gambar 16 Peta Sebaran TDS dan MAT daerah Situ Ciburuy ............................................ 29
Gambar 17 Peta Sebaran TDS Daerah Situ Ciburuy.............................................................. 29
Gambar 18 Peta Litologi Daerah Pawon .................................................................................. 30
Gambar 19 Peta Kontur MAT dan hydraulic head daerah Pawon ...................................... 32
Gambar 20 Peta Sebaran pH daerah Pawon ........................................................................... 34
Gambar 21 Peta Sebaran nilai TDS daerah Pawon ................................................................ 34
Gambar 22 Peta BaseMap Kontur Ciburuy ............................................................................ 35
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
penduduk, rembesan air permukaan dan mata air (jika ada), serta pengukuran kedalaman muka
air sumur penduduk.
Lokasi penelitian berada pada daerah Situ Ciburuy dan Goa Pawon yang masuk ke
wilayah Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Daerah Padalarang
diketahui tersusun oleh Formasi Rajamandala yang terdiri dari Batugamping dan Napal Pasiran
yang memiliki kapasitas yang cukup baik dalam menyimpan air pada rongga-rongganya.
Meskipun tergolong pejal dan padat, sifat mineral penyusun pada batuan karbonat mudah larut
oleh air hujan, sehingga seringkali terbetuk rongga-rongga di dalamnya. Bahkan, tidak jarang
ditemukan adanya aliran sungai di bawah tanah.
6
BAB II
DASAR TEORI DAN GEOLOGI REGIONAL
7
2.1.2 Sistem Akuifer
Berdasarkan perlakuannya terhadap air tanah, maka lapisan-lapisan batuan dapat
dibedakan menjadi:
1. Aquifer (Akuifer) adalah formasi geologi atau grup formasi yang mengandung air dan secara
signifikan mampu mengalirkan air melalui kondisi alaminya. Batasan lain yang digunakan
adalah reservoir air tanah, lapisan pembawa air. Contoh : pasir, kerikil, batupasir,
batugamping rekahan.
2. Aquiclude adalah formasi geologi yang mungkin mengandung air, tetapi dalam kondisi alami
tidak mampu mengalirkannya. Untuk keperluan praktis, aquiclude dipandang sebagai lapisan
kedap air. Contoh : lempung, serpih, tuf halus, lanau.
3. Aquifuge merupakan formasi kedap yang tidak mengandung dan tidak mampu mengalirkan
air. Contoh : batuan kristalin, metamorf kompak, lempung pasiran (sandy clay).
4. Aquitard adalah formasi geologi yang semi kedap, mampu mengalirkan air tetapi dengan laju
yang sangat lambat jika dibandingkan dengan akuifer. Meskipun demikian dalam daerah yang
sangat luas, mungkin mampu membawa sejumlah besar air antara akuifer yang satu dengan
lainnya. Aquiclude ini juga dikenal dengan nama formasi semi kedap atau leaky aquifer.
8
Jenis lapisan akuifer berdasarkan aliran air tanahnya dibedakan dalam aliran akuifer
bebas (unconfined aquifer) atau akuifer terkekang (confined aquifer) (Kodoatie, 2005).
1. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan (confined aquifer) merupakan lapisan rembesan air yang mengandung
kandungan air tanah yang bertekanan lebih besar dari tekanan udara bebas/tekanan atmosfer,
karena bagian bawah dan atas dari akuifer ini tersusun dari lapisan kedap air (biasanya tanah
liat). Muka air tanah dalam kedudukan ini disebut pisometri, yang dapat berada diatas maupun
dibawah muka tanah. Apabila tinggi pisometri ini berada diatas muka tanah, maka air sumur
yang menyadap akuifer jenis ini akan mengalir secara bebas. Air tanah dalam kondisi demikian
disebut artesis. Dilihat dari kelulusan lapisan pengurunganya akuifer tertekan dapat dibedakan
menjadi akuifer setengah tertekan (semi-confined aquifer) atau tertekan penuh (confined aquifer)
dan dapat disebut pula dengan akuifer dalam (Kodoatie, 2005).
9
Gambar 2.3 Akuifer Terangkat (Perched Aquifer) (Todd, 1959)
b. Akuifer Lembah (Valley Aquifer), merupakan akuifer yang berada pada suatu
lembah dengan sungai sebagai batas (inlet atau outlet), dapat dibedakan berdasarkan lokasinya
yaitu di daerah yang banyak curah hujannya (humid zone), dimana pengisian air sungai yang ada
di akuifer ini diisi melalui infiltrasi dari daerah-daerah yang sama tingginya dengan ketinggian
sungai serta di daerah gersang (arid zone), dimana pengisian (infiltrasi) ke akuifer tidak ada
akibat dari curah hujan, tetapi berasal dari sungai ke akuifer dengan aliran pada akuifer searah
aliran sungai.
Gambar 2.4 Akuifer Lembah (Valley Aquifer) (Todd, 1959 dalam Kodoatie, 2005)
c. Alluvial Aquifer, merupakan akuifer yang terjadi akibat proses fisik baik
pergeseran sungai maupun perubahan kecepatan penyimpanan yang beragam dan heterogen
disepanjang daerah aliran sungai atau daerah genangan (flood plains), akibatnya kapasitas air di
10
akuifer ini menjadi besar dan umumnya air tanahnya seimbang (equillibrium) dengan air yang
ada di sungai. Di daerah hulu DAS umumya air sungai meresap ke tanah (infiltrasi) dan mengisi
akuifer ini, sedangkan di hilir muka airtanah di akuifer lebih tinggi dari dasar sungai dan akuifer
mengisi sungai terutama pada musim kemarau.
11
2.2 Geologi Regional
2.2.1 Geologi Umum
Satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian adalah Formasi Rajamandala,
dan secara berurutan ditindih oleh Formasi Citarum (Mts), Formasi Jatiluhur (Mtb/Mdn),
Formasi Cantayan (Mtts/Mttc), Satuan tuf batuapung dan batupasir tufan (Mt), Satuan breksi
tufan, lava, batupasir, konglomerat (Pb), Satuan hasil gunung api tua (Qob), Satuan breksi dan
lahar Gunung Gede (Qyg), dan Aluvium. Formasi Rajamandala yang berumur Oligo-Miosen
terdiri atas dua anggota, yaitu Anggota Batugamping (Oml) dan Anggota Lempung, Napal,
Batupasir Kuarsa (Omc). Anggota Batugamping Formasi Rajamandala (Oml) yang berketebalan
sampai 650 m, terdiri atas Batugamping pejal sampai batugamping berlapis dengan fosil
foraminifera berlimpah. Anggota Lempung, Napal, Batupasir Kuarsa Formasi Rajamandala
(Omc) yang berketebalan sampai 1.150 m, terdiri atas lempung, lempung napalan, napal
globigerina, batupasir kuarsa, dan konglomerat kerakal kuarsa.
Gambar 2.6 Peta Geologi Daerah Citatah, Bandung Barat dan Sekitarnya (Sujatmiko, 2003)
12
2.2 Fisiografi
Berdasarkan Van Bemmelen (1949) fisiografi daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam
zona, yaitu:
1. Dataran Pantai Jakarta
2. Antiklinorium Bogor
3. Kubah dan Punggungan pada Zona Depresi Tengah (Zona Bandung)
4. Gunung Api Kuarter
5. Zona Depresi Tengah (Zona Bandung)
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat
Daerah Padalarang termasuk dalam Zona Bandung. Zona Bandung merupakan zona
depresi di antara gunung – gunung. Zona ini berbentuk melengkung dari Pelabuhan Ratu
mengikuti Lembah Cimandiri menerus ke timur melalui kota Bandung, dan berakhir di Segara
Anakan di muara Sungai Citanduy (Cilacap), dengan lebar ± 20 - 40 km. Zona ini berupa
tinggian yang terdiri dari dari endapan sedimen berumur Tersier yang muncul diantara endapan
13
gunung api muda. Salah satu yang penting adalah G. Walat di Sukabumi dan Perbukitan
Rajamandala di daerah Padalarang.
2.2.3 Stratigrafi
2.2.3.1 Stratigrafi Regional
Secara regional, Martodjojo (1984) membagi daerah Jawa Barat menjadi empat mandala
sedimentasi, yaitu:
1. Mandala Paparan Kontinen Utara
2. Mandala Sedimentasi Banten
3. Mandala Cekungan Bogor
4. Mandala Pegunungan Selatan
Daerah Rajamandala termasuk ke dalam Mandala Cekungan Bogor. Batuan tertua pada
mandala ini berupa kompleks Mélange Ciletuh yang merupakan olistostrom. Setelah kompleks
Mélange Ciletuh kemudian diatasnya diendapkan Formasi Ciletuh yang berumur Eosen Awal
(Martodjojo, 1984). Selanjutnya pada umur Eosen Tengah-Akhir Formasi Bayah diendapkan
secara selaras di atas Formasi Ciletuh. Hadirnya komponen kuarsa yang dominan pada Formasi
Bayah memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada waktu itu berasal dari daerah yang
bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari Daratan Sunda yang berada di utara
(Martodjojo, 1984). Perkembangannya selanjutnya di atas Formasi Bayah diendapkan secara
tidak selaras Formasi Batuasih pada umur Oligosen pada saat Asia Tenggara mengalami susut
laut yang sangat besar akibat terjadi pengangkatan regional di mana-mana (Fulthorpe and
Schlanger, 1989). Memasuki Oligosen Akhir - Miosen Awal kemudian diendapkan Formasi
Rajamandala secara selaras di atas Formasi Batuasih.
Pada Miosen Awal berlangsung aktivitas gunung api bersifat basalt sampai andesit yang
berasal dari selatan yang dalam perkembangannya terendapkan dalam Cekungan Bogor sebagai
Formasi Jampang dan Formasi Citarum dimana Cekungan Bogor pada saat itu merupakan
cekungan belakang busur. Cepatnya penyebaran dan pengendapan rombakan batuan gunung api
ini telah mematikan pertumbuhan terumbu Formasi Rajamandala.
Pada Miosen Tengah status Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur
dengan diendapkannya Formasi Saguling pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus
gravitasi. Pada akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan
oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam (Martodjojo, 1984).
14
Pada Miosen Akhir, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur tempat
diendapkannya Formasi Cigadung dan Formasi Cantayan. Lingkungan pengendapan keduanya
adalah laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Sebagian Cekungan Bogor pada Pliosen
sudah merupakan daratan yang ditempati oleh puncak-puncak gunungapi yang merupakan jalur
magmatis (busur vulkanik). Daerah pegunungan selatan bagian selatan mengalami penurunan
dan genang laut yang menghasilkan Formasi Bentang sedangkan di bagian utara terjadi aktivitas
gunung api yang menghasilkan Formasi Beser (Martodjojo, 1984). Pada Plistosen sampai Resen,
geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang. Aktivitas gunung api yang besar terjadi pada
permulaan Plistosen yang menghasilkan Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda
(Martodjojo, 1984).
15
Formasi Rajamandala di G. Karang bagian bawahnya selalu dimulai dengan batugamping
fragmental, pasiran (±2m) kemudian diikuti oleh batugamping berlapis, berwarna abu-abu,
kecoklatan, kaya akan algae dengan ketebalan sekitar 9 m. Diatasnya didapatkan
batugamping berlapis tebal-tebal, kaya akan foraminifera kecil dan besar, dengan matriks halus.
Fragmen lain adalah algae, pelecypoda dan foraminifera kecil jenis milliolid
yang bercangkang kalsit tebal. Batugamping ini dapat dinamakan sebagai batugamping
“wackestone” (Dunham (1962). Ketebalan di G.Karang sekitar 23 m. Diatasnya didapatkan
batugamping kaya akan algae dan foraminifera besar. Koral sangat sedikit, kadang-kadang
ditemukan sebagai fragmen. Fragmen kontak satu terhadap yang lain. Batugamping ini berlapis
tebal antara 0,5 sampai 1 m. Ketebalan interval ini adalah 38 m. Bagian teratas dari Formasi
Rajamandala di G. Karang, terdiri dari algae dan koral, dengan beberapa fragmen foraminifera
dan duri echinoid. Batuannya umumnya masif, berwarna putih abu-abu. Di beberapa tempat,
koral kelihatannya dominan, sedangkan umumnya algae lebih dominan.
16
2.2.4 Struktur Regional
Pola struktur regim Jawa Barat (Katili dan Sudrajat, 1984 dalam Soeria Atmadja dkk,
1989) terdiri dari pola sesar menganan berarah timurlaut-baratdaya di pegunungan selatan Jawa
Barat, sesar normal berarah barat-timur, dan zona sesar mengiri berarah timurlaut-baratdaya di
bagian barat di tengah Jawa Barat yang diwakili zona sesar mengiri Sukabumi-Padalarang.
Jalur subduksi dapat diikuti mulai dari Jawa Barat Selatan (Ciletuh) Pada umur Kapur-
Paleosen, Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut Jawa bagian timur ke Kalimantan
Tenggara, dengan jalur magmatik menempati lepas Pantai Utara Jawa. Pada Zaman Tersier, jalur
subduksi membentuk punggungan bawah permukaan laut yang terletak di selatan Pulau Jawa.
Hal ini menunjukkan adanya pergerakan jalur subduksi ke arah selatan dari Zaman Kapur Akhir
hingga Kala Oligo-Miosen. Pada Zaman Neogen sampai Kuarter jalur magmatis Jawa bergerak
kembali ke arah utara, namun dengan jalur subduksi yang relatif diam. Hal ini mengindikasikan
penunjaman yang relatif lebih landai pada Zaman Neogen dibandingkan dengan Zaman
Paleogen (Satyana dan Purwaningsih, 2003). Menurut Katili (1975) dalam Asikin (1992) sebagai
akibat dari adanya interaksi konvergen maka terbentuk jalur subduksi yang berkembang semakin
muda ke arah baratdaya-selatan dan ke arah utara.
Jawa Barat memiliki tatanan tektonik yang rumit dan tidak memiliki arah umum tektonik,
seperti di Sumatra (Koesoemadinata, 1985). Pada bagian timur Jawa Barat pola strukturnya
berarah baratlaut-tenggara, pada bagian barat di daerah Banten berarah baratdaya, sedangkan di
dataran rendah Jakarta berarah utara-selatan. Di bagian tengah dari Jawa Barat sebelah barat dari
Bandung, pola strukturnya berarah WSW-ENE seperti terlihat pada punggungan Rajamandala
menerus ke Sukabumi sampai ke Lembah Cimandiri di Pelabuhan Ratu. Tatanan tektonik yang
rumit ini dapat mencerminkan struktur batuan dasar yang mungkin terdiri dari blok-blok yang
tersesarkan dan saling bergerak satu sama lain.
Pulunggono dan Martodjojo (1994) membagi struktur Pulau Jawa menjadi tiga pola
kelurusan struktur yang dominan, yaitu:
1. Pola Meratus yang berarah timurlaut-baratdaya, terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu
(Kapur Akhir-Eosen Awal) dan merupakan pola tertua di Jawa. Pola Meratus ini diwakili
oleh Sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang dapat diikuti ke timur laut sampai batas timur
Cekungan Zaitun dan Cekungan Biliton, Sesar naik Rajamandala serta sesar-sesar lainnya di
daerah Purwakarta.
17
2. Pola Sunda yang berarah utara-selatan, terbentuk pada 53-32 juta tahun yang lalu (Eosen
Awal-Oligosen Akhir). Pola ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri,
Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.
3. Pola Jawa yang berarah barat-timur, yang terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu. Pola ini
merupakan pola struktur yang paling muda, memotong dan merelokasi Pola Struktur
Meratus dan Pola Struktur Sunda.
Gambar 2.10 Pola struktur Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3 Pengambilan data pH, TDS (Total Disolved Solid), dan Temperatur
Pengambilan data pH, TDS, dan Temperatur digunakan untuk mengetahui kualitas air
tanah serta keterkaitan pencemaran yang terjadi antar sumber air. Pengambilan data dilakukan
bersamaan dengan pemetaan hidrogeologi
19
3.4.2 Analisis Data Hidrogeologi
Dari data pemetaan muka air tanah, dibuat peta hidrogeologi untuk melihat pola aliran air
tanah. Dibuat kontur MAT dengan metode interpolasi pada perangkat lunak Surfer.
20
BAB IV
21
4.1.1.1 Deskripsi Litologi
Ql : ENDAPAN DANAU (0-125 m) – Lempung tufaan, batupasir tufaan, kerikil tufaan.
Membentuk bidang-bidang perlapisan mendatar di beberapa tempat. Mengandung kongkresi-
kongkresi gamping, sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar dan tulang-tulang bintang bertulang
belakang. Setempat mengandung sisipan breksi.
Qob : HASIL GUNUNGAPI TUA (0-150m) : Breksi, Lahar, Lava - Breksi gunungapi, breksi
aliran, endapan lahar dan lava menunjukkan kekar lempung dan tiang. Susunannya antara andesit
dan basal.
22
769445 9245208 525 290 30 6.7
772586 9245049 718.5 105.55 612.95 30 29
772780 9244899 712 0 712 156 35
772651 9244449 717 4.86 712.14 91 31
772214 9244541 718 4.72 713.28 79 26.4
772170 9244211 709 4.8 704.2 336 30
772577 9243920 719 13.6 705.4 29 30
773871 9244220 730 12.7 717.3 89 29
23
4.1.2.2 Analisis Data Daerah Situ Ciburuy
A. Analisis Muka Air Tanah dan Pengaruh Air Situ Ciburuy Terhadap Sumur Warga
Gambar 13 Peta Topografi dan Hidraulic head Daerah Situ Ciburuy dan Sekitarnya.
Memperlihatkan pola aliran dari air tanah.
24
Gambar 14 Peta Geologi dan Hidraulic head Daerah Situ Ciburuy dan Sekitarnya
Berdasarkan data hydraulic head pada Gambar 4.2, terlihat bahwa terdapat perbedaan
pengaruh air danau Situ Ciburuy terhadap sumur warga dibeberapa lokasi. Pada bagian timur
laut, elevasi daerah sekitar lebih rendah daripada elevasi Situ Ciburuy sehingga hydraulic head
yang tinggi dari Situ Ciburuy akan mengalirkan air menuju sumur warga (air danau effluent
terhadap sumur warga). Pada bagian timur sampai tenggara, elevasi daerah sekitar lebih tinggi
daripada elevasi Situ Ciburuy sehingga hydraulic head yang lebih tinggi pada bagian timur-
tenggara akan mengalirkan air menuju Situ Ciburuy (air danau influent terhadap sumur warga).
Pada bagian barat daya sampai barat, air tanah akan berkumpul ditengah pada daerah dengan
elevasi rendah (air danau effluent terhadap sumur warga). Terdapat hal yang menarik pada
bagian barat laut peta. Air dari Situ Ciburuy effluent terhadap sumur warga, namun elevasi sumur
warga lebih tinggi daripada elevasi Situ Ciburuy. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena adanya
struktur lipatan dibagian barat laut peta yang mengakibatkan akuifer air tanah ikut terlipat
sehingga air tanah mengalir dari elevasi rendah ke elevasi tinggi.
25
B. Analisis Kualitas Air Daerah Situ Ciburuy
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 492/Menkes/Per/IV/2010, persyaratan kualitas air
minum sebagai berikut :
dengan melakukan perbandingan data Sumur dengan persyaratan kualitas air menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No 492/Menkes/Per/IV/2010, didapatkan hasil kelayakan seperti dalam Tabel
4.3 sebagai berikut :
26
Tabel 4.3 Parameter Kelayakan Kualitas Air Daerah Situ Ciburuy Berdasarkan PH dan TDS
No kelayakan
Koordinat UTM Elevasi TDS Suhu
Elevasi MAT PH
MAT (ppm) (oC)
X Y Ph TDS
1 Tidak Layak
772676 9243125 675 5.1 669.9 95 33 5.6
layak
2 Tidak Layak
772834 9243127 712 7.69 704.31 171 31 5.6
layak
3 Tidak Layak
772444 9243130 734 7.69 726.31 120 30 6.2
layak
4 772187 9243309 733 7 726 441 28 6.7 Layak Layak
5 772238 9243269 735 2.82 732.18 238 30 6.7 layak Layak
6 Tidak Layak
773114 9244140 717 6.41 710.59 264 34 6
layak
7 Tidak layak
773065 9244137 712 130 35 9.08
layak
8 Tidak layak
772980 9244619 707 5.03 701.97 280 33 6.1
layak
9 772888 9244901 702 2.11 699.89 192 31 6.73 Layak layak
10 769445 9245208 525 290 30 6.7 Layak layak
11 772586 9245049 718.5 105.55 612.95 30 29 layak
12 772780 9244899 712 0 712 156 35 layak
13 772651 9244449 717 4.86 712.14 91 31 layak
14 772214 9244541 718 4.72 713.28 79 26.4 layak
15 772170 9244211 709 4.8 704.2 336 30 layak
16 772577 9243920 719 13.6 705.4 29 30 layak
17 773871 9244220 730 12.7 717.3 89 29 layak
Berdasarkan data yang tersedia, dari 17 sumur warga, didapatkan empat sumur yang
termasuk layak berdasarkan parameter PH dan TDS, yaitu sumur 4, 5, 9 dan 10. Analisa
penyebaran PH dan TDS pada daerah Situ ciburuy adalah sebagai berikut :
27
1. Analisis Penyebaran pH Daerah Situ Ciburuy
Berdasarkan data sampling sumur warga, dilakukan pemetaan nilai PH sebagai berikut:
28
Gambar 16 Peta Sebaran TDS dan MAT daerah Situ Ciburuy
Nilai TDS tertinggi terdapat pada barat daya dan timur dari dari situ ciburuy. Daerah
barat daya merupakan daerah pemukiman, dengan adanya aliran air tanah yang cenderung dari
dari Situ ciburuy ke derah barat daya, dapat diduga nilai TDS pada bagian barat daya akan
lebih tinggi, karena juga membawa TDS yang ada pada situ Ciburuy.
29
Pada daerah timur situ ciburuy, terdapat anomali nilai TDS, yang diduga karena adanya
pengaruh limbah dari lahan pertanian dan pemukiman, karena adanya aliran hidraulic head ke
arah utara menyebabkan nilai TDS tinggi bergradasi dari Timur situ Ciburuy menuju utara.
Secara umum, Geologi daerah Pawon terdiri dari satu jenis litologi saja yaitu
batugamping. Oleh karena jenis litologi Batugamping, jarang ditemui sungai pada daerah
penelitian. Hanya dijumpai sungai di selatan dan utara daerah penelitian.
4.2.1.2 Deskripsi Litologi
Batugamping
Mudstone (Embry-Klovan. 1971), tekstur klastik, putih, segar, kompak, porositas baik,
komposisi platy coral (10%) mikrit (50%) vein (35%) stylolite (5%)
30
Batugamping kristalin (Dunham, 1962), tekstur kristalin, putih, segar, kompak, porositas baik,
mineral interlocking.
4.2.2 Analisis Hidrologi Daerah Pawon dan Sekitarnya
4.2.2.1 Data Pengamatan Sumur Daerah Pawon dan sekitarnya
Pengamatan dilakukan pada Daerah pawon. Data yang diambil berupa titik koordinat,
elevasi, data Muka Air Tanah (MAT), Elevasi MAT, Total Dissolved Solid (TDS), suhu, dan pH.
Berikut merupakan tabel data pengamatan yang terlampir pada tabel 4.4.
31
Gambar 19 Peta Kontur MAT dan hydraulic head daerah Pawon
32
B. Analisis Kualitas Air Daerah Pawon
Tabel 4.5 Parameter Kelayakan Kualitas Air Daerah Situ Ciburuy Berdasarkan PH dan TDS
Kelayakan
lokasi elevasi (m) MAT (m) TDS (ppm) PH Temperature (C) ket Elevasi MAT Koordinat UTM
pH TDS
1 612 - 84 6.27 29 air dari mesin pump 768638.3693 9244839.771 Tidak Layak Layak
2 620 2.5 353 6.8 25 sumur warga 617.5 768672.7027 9244630.521 Layak Layak
3 592 3.6 271 6.45 28 sumur warga 588.4 768837.851 9244922.28 Tidak Layak Layak
4 557 0.6 381 7.05 27 sumur warga 556.4 768849.8989 9245337.319 Layak Layak
5 551 - 117 6 29 sumur pump, PH TDS, T diambil pada kedalaman 42m 768973.3927 9245702.237 Tidak Layak Layak
6 547 0 (mata air) 288 6.62 28 mata air 547 769034.5418 9245547.024 Layak Layak
7 544 0.76 277 6.71 27 sumur warga 543.24 769040.1504 9245562.663 Layak Layak
8 510 0 (mata air) 237 7.05 27 mata air tepi sungai 510 769158.3549 9245536.806 Layak Layak
9 509 0 (air sungai) 253 7.83 27 air sungai 509 769158.3549 9245536.806 Layak Layak
10 535 0 (mata air) 300 6.98 28 mata air di kebun 535 769225.1088 9245615.581 Layak Layak
11 540 7.5 123 5.65 28 sumur warga 532.5 769340.6731 9245723.807 Tidak Layak Layak
12 615 0.95 204 6.56 25 sumur warga 614.05 768629.7743 9244451.447 Layak Layak
13 611 0.4 378 6.85 25 sumur warga 610.6 768717.9776 9244398.08 Layak Layak
14 666 7.61 98 5.8 25 sumur warga 658.39 769502.1189 9244626.472 Tidak Layak Layak
Berdasarkan data yang tersedia, dari 14 sumur warga, didapatkan 9 sumur yang termasuk
layak berdasarkan parameter PH dan TDS, yaitu sumur 2,4,6,7,8,9,10,12, dan 13. Analisa
penyebaran PH dan TDS pada daerah Pawon adalah sebagai berikut :
33
Nilai TDS tertinggi terdapat pada utara dan barat-daya. Daerah-daerah dengan nilai tinggi
tersebut merupakan daerah yang dekat dengan pemukiman dan kegiatan penambangan. Oleh
karena itu, diduga bahwa nilai TDS yang tinggi dipengaruhi oleh pengaruh limbah pemukiman
dan kegiatan penambangan
34
4.3 Penampang Daerah Ciburuy dan Pawon
4.3.1 Penampang Ciburuy
35
Gambar 23 Peta MAT Ciburuy
36
4.3.2 Penampang Pawon
37
Gambar 26 Peta MAT Pawon
38
BAB V
KESIMPULAN
1. Analisis pH Situ Ciburuy menunjukkan rentang 5,6 – 9,08 dengan nilai pH tertinggi
terletak pada daerah timur Situ Ciburuy. Anomali ini diduga berasal dari bahan-bahan
pencemar yang digunakan pada daerah perkebunan dan permukiman. Total Dissolved
Solid Situ Ciburuy menunjukkan rentang 29-441 ppm, dengan TDS tertinggi terdapat
pada barat daya dan timur Situ Ciburuy. Pada bagian barat daya merupakan daerah
permukiman dimana aliran air tanah cenderung berasal dari Situ Ciburuy sedangkan
bagian timur Situ Ciburuy terdapat anomali TDS yang diduga karena pengaruh
limbah dari lahan pertanian dan permukiman.
Analisis pH Goa Pawon menunjukkan rentang 5,8 – 7,83 dengan nilai pH tertinggi
pada daerah timur bagian utara dan barat daya. Anomali pH diduga akibat pengaruh
primer yaitu litologi yang berupa batugamping dan pengaruh sekunder dari bahan
pencemar hasil penambangan. TDS Goa Pawon menunjukkan rentang 84 – 381 ppm,
dengan TDS tertinggi pada bagian utara dan barat-daya. Nilai TDS yang tinggi pada
daerah tersebut diduga akibat pengaruh limbah permukiman dan kegiatan
penambangan.
2. Pola aliran air tanah daerah Situ Ciburuy berbeda dibeberapa lokasi. Pada bagian
timur laut menunjukkan air danau effluent terhadap sumur warga, bagian timur
sampai tenggara air danau influent terhadap sumur warga , bagian barat daya sampai
barat air danau effluent terhadap sumur warga namun elevasi sumur warga lebih
tinggi dari pada elevasi Situ Ciburuy disebabkan adanya pengaruh struktur lipatan.
Pola aliran air tanah daerah Goa Pawon menunjukan elevasi MAT cenderung
meningkat ke arah selatan dan diduga akifer mengalirkan air tanah dari arah selatan
ke utara. Pada bagian utara menunjukkan pola sungai effluent terhadap sumur-sumur
warga sekitar. Kartstifikasi pada daerah utara Goa Pawon juga terjadi disebabkan
karena pengaruh elevasi.
39
DAFTAR PUSTAKA
(https://www.academia.edu/8569112/FASIES_DAN_UMUR_STRATIGRAFI_BATUGAMPIN
G_FORMASI_RAJAMANDALA, n.d.)
(Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 3, 2009)
Bemmelen, R.W. van, 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA, General Geology. Martinus
Nijhoff, The Hague. Netherlands, 732 h
Kodoatie, Robert J., dan Roestam, Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: Andi.
Martodjojo, S. 1984. Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat. Disertasi Doktor, ITB,
Pengembangan Geologi, Bandung. (tidak diterbitkan)
Sudjatmiko. 2003. Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan
Todd, David Keith. 1959. Ground Water Hydrology. New York: John Wiley.
Wiwobo, Unggul P dan Rubiyanto Kapid. 2014. BIOSTRATIGRAFI NANNOPLANKTON
DAERAH RAJAMANDALA NANNOPLANKTON BIOSTRATIGRAPHY OF THE
RAJAMANDALA AREA J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal. 185 – 194
40
LAMPIRAN GAMBAR
41