Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI DISTRIBUSI KEJADIAN GEMPA

KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geologi Teknik yang diampu oleh:
Muhammad Riza H., S.T., M.T.

Disusun Oleh:

Lutfanny Kusmayanti
2000499
Teknik Sipil – A

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

JL.DR SETIABUDI NO.229, ISOLA, KECAMATAN SUKASARI, KOTA BANDUNG, JAWA BARAT
40154 NO TELP. (022)2013163 FAX. (022) 2013651

TAHUN AJARAN 2020-2021


A. MAGNITUDE GEMPA TERBESAR
Sebaran kejadian gempa di wilayah Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya bisa
diamati dengan menggunakan Peta Distribusi Kejadian Gempa Lembar Pangandaran
Jawa Barat (gambar 1). Berdasarkan peta tersebut dan Tabel Kejadian Gempa Lembar
Pangandaran Jawa Barat 1900-2020 (gambar 2), diketahui kejadian gempa terbesar
yang pernah terjadi di wilayah Pangandaran dan sekitarnya antara tahun 1900-2020
tercatat dengan kekuatan M5,7. Gempa tersebut terjadi pada 1 Januari 1977 sekitar
pukul 17:35:54 (UTC). Pusat gempa berada di Samudra Hindia, tepatnya pada
koordinat 7.885°S 109.014°E yang berjarak 39,90 mil atau sekitar 64,29 km dari
Kabupaten Pangandaran dan berjarak 19,97 mil atau sekitar 32,14 km dari Kabupaten
Cilacap (gambar 3).
Apabila dikorelasikan dengan skala MMI (Modified Mercalli Intensity) yang
dipakai untuk mengukur tingkat kerusakan akibat gempa, kekuatan M 5,7 setara dengan
intensitas VI MMI (gambar 4). Pada intensitas ini, gempa mengakibatkan beberapa
furniture berat akan bergerak, plesteran akan mulai runtuh, dan cerobong mulai retak.
Kendati gempa tersebut merupakan magnitude gempa terbesar yang pernah
terjadi, namun kedalamannya yang mencapai 113 km dan dengan episentrum yang
cenderung jauh dari Kabupaten Pangandaran-Cilacap, maka gempa tersebut memiliki
potensi yang cukup merusak namun tidak menghancurkan.
B. RENTANG NILAI PERCEPATAN GEMPA DI BATUAN DASAR
Percepatan getaran tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA)
adalah nilai percepatan getaran tanah terbesar di suatu tempat yang diakibatkan oleh
getaran gempa bumi dalam periode waktu tertentu (Hadi, 2012). Semakin besar nilai
percepatan getaran tanah yang pernah terjadi di suatu tempat, semakin besar bahaya dan
resiko gempabumi yang mungkin terjadi.
Berdasarkan peta gempa 2017 didapatkan, nilai percepatan gempa dan spektrum
respon di batuan dasar pada periode ulang 500 tahun di Kabupaten Pangandaran dengan
rentan nilai PGA 0.3 sampai 0.4 g. (Sumber: http://petagempa.pusjatan.pu.go.id/)
(gambar 5).

C. SUMBER GEMPA
Pada Peta Distribusi Kejadian Gempa Lembar Pangandaran Jawa Barat (gambar
1), teramati sumber-sumber gempa berada di laut dan di darat yang berlokasi dekat
dengan patahan. Hal ini mengidikasikan gempa-gempa yang terjadi diakibatkan oleh
pergerakan lempeng sehingga masuk pada klasifikasi gempa tektonik. Pengamatan ini
didukung oleh geografis wilayah Pangandaran dan sekitarnya yang terletak di dekat
pertemuan dua lempeng teknonik, yaitu pertemuan antara lempeng eurasia dengan
lempeng indo-australia (gambar 6).
Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah Utara dengan kecepatan 77
mm/tahun menyusup ke dalam Lempeng Eurasia. Desakan ini menyebabkan
pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada
lempeng tidak lagi kuat menahan tekanan sehingga terjadi pelepasan mendadak yang
disebut sebagai gempa bumi. Gempa seperti inilah yang bersumber dari laut dan disebut
sebagai subduksi atau megathrust dengan kuat gempa yang relatif besar. Oleh karena
itu, tidak mengherankan apabila pada wilayah Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya
memiliki struktur geologi berupa patahan dan lipatan yang cukup banyak. Patahan dapat
menjadi sumber gempa di darat. Terlebih lagi, patahan-patahan yang berada di wilayah
Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya merupakan patahan aktif.
1. Gempa Tektonik di Laut
Sebagaimana pembahasan pada poin A, gempa dengan magnitude terbesar
berasal dari gempa tektonik di laut. Meskipun memiliki magnitude yang terbesar,
hiposentrum yang relatif dalam dan episentrum yang cenderung jauh dari
Kabupaten Pangandaran-Cilacap membuat gempa tersebut tidak berpotensi
menyebabkan kerusakan hebat. Hal ini dikarenakan faktor jarak pusat dan
kedalaman gempa sangat mempengaruhi besar atau kecilnya daya guncang di
permukaan.
Rentang kedalaman gempa dibagi ke dalam tiga zona; gempa dangkal (0-70
km), gempa menengah (70-300 km) dan gempa dalam (300-700 km). Gempa bumi
dangkal cenderung lebih merusak meskipun magnitudo gempa tidak terlalu tinggi.
Berbeda dengan gempa dalam karena gelombang seismik harus merambat berkilo-
kilometer ke permukaan sehingga mengalami pengurangan energi.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua kejadian gempa di wilayah
Pangandaran dan sekitarnya yang termasuk ke dalam gempa tektonik dangkal di
laut, yaitu kejadian gempa berkekuatan M 4,9 dengan kedalaman 45,5 km dan
kejadian gempa berkekuatan M 4,5 dengan kedalaman 21,9 km.
Meskipun kedua gempa tersebut merupakan gempa tektonik dangkal, sekali
lagi, karena episentrum yang cukup jauh dari wilayah Kabupaten Pangandaran-
Cilacap, dampak dari gempa-gempa tersebut tidak akan lebih merusak dari gempa
tektonik dangkal bermagnitude terbesar yang dibahas sebelumnya.
Menurut SMS Tsunami Warning, selain memiliki potensi yang cenderung lebih
merusak, gempa bumi dangkal berkekuatan besar yang terjadi di garis patahan
samudra lebih mungkin menghasilkan gelombang tsunami. Namun, adanya
kejadian gempa tektonik dangkal di wilayah Pangandaran dan sekitarnya dalam
kurun waktu 1900-2020, tidak tercatat adanya kejadian tsunami di wilayah ini.
Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai hal ini. Sebab, tidak adanya
kejadian tsunami selama kurun waktu 100 tahun bukan berarti tidak adanya potensi
tsunami di wilayan Pangandaran dan sekitarnya.
2. Gempa Tektonik di Darat

Pada Peta Distribusi Kejadian Gempa Lembar Pangandaran Jawa Barat


(gambar 1), terlihat bahwa gempa-gempa tektonik yang berada di darat wilayah
Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya merupakan gempa yang berasal dari
patahan-patahan aktif dengan kekuatan kurang dari M 5. Jelasnya, gempa-gempa
tersebut berkekuatan antara M 4,5 – M 4,7 dengan kedalaman 100 km – 250 km
(gambar 2) sehingga tergolong ke dalam gempa dengan kedalaman menengah.
Dalam situasi dan karakteristik tempat tertentu, efek dari gempa dalam akan
sama dengan gempa dangkal, yakni berpotensi menyebabkan kerusakan yang
hebat. Ini bisa terjadi karena tanah di daerah yang dihantam gempa tersusun oleh
endapan kuarter dengan sedimen lunak sehingga gelombang gempa di permukaan
tanah bertambah kuat.
Terlihat pada beberapa daerah di wilayah Kabupaten Pangandaran dan
sekitanya memiliki kondisi geologi yang tersusun dari batuan sedimen dengan usia
muda (gambar 7). Contohnya adalah daerah Selatan Kecamatan Pangandaran.
Kondisi geologi pada daerah ini tersusun dari endapan aluvial berusia holosen
sehingga kekuatan batuan masih terhitung lemah. Tepat pada daerah tersebut,
tercatat kejadian gempa berkekuatan M 4,5 dengan kedalaman 117 km.
Apabila dikorelasikan dengan skala MMI (Modified Mercalli Intensity) yang
dipakai untuk mengukur tingkat kerusakan akibat gempa, skala M 4,5 – M 4,9
setara dengan intensitas V MMI (gambar 4). Pada intensitas ini, gempa
mengakibatkan kaca jendela mulai pecah, terjadi keretakan dibeberapa plesteran
semen, benda tidak stabil akan terguling, kerusakan pada pohon, tiang-tiang listrik,
dan objek tinggi lainnya.
Meskipun pada kejadian gempa ini merupakan gempa dengan kedalaman
menengah, namun dampak yang diakibatkan oleh gempa kurang lebih akan sama
dengan apa yang digambarkan oleh skala intensitasnya. Hal ini disebabkan oleh
kondisi geologi wilayah Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya yang berupa
batuan sedimen dengan usia muda yang kekompakan cenderung kurang stabil
sehingga tidak mampu menjadi “peredam” yang baik dari getaran gempa.
DAFTAR PUSTAKA

Firman, T. (2018, Oktober 13). Mengapa Gempa Dangkal Lebih Merusak daripada Gempa
Dalam? Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/mengapa-gempa-dangkal-lebih-
merusak-daripada-gempa-dalam-c6mg
kudwadi, B. (2016). Handout 1-2 Tgempa D3 . sipil.upi.edu, 6 - 19.
SARI, M. A. (2016). PEMETAAN PERCEPATAN GETARAN TANAH MAKSIMUM.
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA, 15-21. Retrieved from
http://eprints.uny.ac.id/.
Aplikasi LINI beta. 2021. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 untuk
Jembatan. Aplikasi LINI versi Beta (pu.go.id). (diakses 11 Januari 2021)
LAMPIRAN

Gambar 1. Peta Distribusi Kejadian Gempa Lembar Pangandaran Jawa Barat

time latitude longitude depth mag


1977-01-01T17:35:54.900Z -7885 109014 113 5.7
1977-11-28T10:35:54.600Z -7584 108642 114 4.7
1983-09-10T02:47:30.430Z -7688 108611 126.5 4.6
1990-12-24T04:55:21.670Z -7921 108787 45.5 4.9
1995-08-18T00:05:26.340Z -7.66 108611 117 4.5
1998-06-23T07:44:43.300Z -7543 108907 123.7 4.6
2000-05-30T18:24:09.130Z -7554 108666 231.1 4.5
2003-02-25T07:57:43.030Z -7747 108816 92.5 4.6
2007-08-09T15:02:05.890Z -7928 109005 21.9 4.5
2009-06-17T19:42:38.550Z -7961 108.54 76.3 4.6
2019-08-25T12:48:46.843Z -79083 1089742 103.77 4.5

Gambar 2. Tabel Kejadian Gempa Lembar Pangandaran Jawa Barat 1900-2020


Gambar 3. Jarak antara Pusat Gempa dengan Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Cilacap

Gambar 4. Intensitas, Mangnitude, Kecepatan Dan Energi Gempa


Gambar 5. PGA di Batuan Dasar untuk Probabilitas 10% dalam 50 Tahun Kab. Pangandaran

Gambar 6. Pelat Tektonik dengan Arah Pergerakannya di Dunia


Gambar 7. Peta Geologi Lembar Pangandaran Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai