Anda di halaman 1dari 37

BAB III

FAKTA DAN ANALISIS INTERNAL WILAYAH


KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

A. ANALISIS FISIK DASAR WILAYAH


1. Analisis Topografi dan Kemiringan Lereng
Kepulauan Maluku merupakan pulau-pulau vulkanis, sehingga secara umum
Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki wilayah yang sebagian besar terdiri dari
daerah berbukit dan terkadang berlereng terjal. Kondisi Topografi Kabupaten
Seram Bagian Timur merupakan Daerah yang berbukit dan datar dengan
ketinggian pusat kecamatan berkisar antara 0 3 meter dan keberadaan desa-
desa yang terletak antara 0 200 meter diatas permukaan laut, dengan tingkat
kemiringan lahan yang relatif beragam yaitu Datar (0-3%) yang merupakan daerah
terluas ketiga mencapai 745,76 Km2, Bergelombang (8-15%) mencapai sekitar
1.110,93 Km2, Bergunung-gunung (> 50%) yang merupakan wilayah terkecil di
Kabupaten Seram Bagian Timur (121.33 Km2), sedangkan wilayah terluas
memiliki kemiringan 30 50 % (1.184,04 Km2) dan 8-15 % (1.110,93 Km2) yang
terdapat di hampir seluruh Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Timur.

2. Analisis Geologi
a. Satuan atau Formasi Batuan
Secara umum gambaran dari penyebaran batuan di Seram Bagian Timur
memiliki kondisi dengan penyebaran dari utara ke selatan tersusun atas satuan
batuan dari yang berumur muda ke tua. Hal ini disebabkan oleh sebelum tumbukan
dengan lempeng pasifik Pulau Seram yang tersusun oleh batuan seri Australia
terputar berarah barat-timur. Satuan/Formasi batuan dapat diuraikan sebagai
berikut (Sumber : Peta Geologi Lembar Bula dan Watubela, Maluku):
1) Aluvium (Qa)
Lanau, pasir dan kerikil, terdapat di daerah dataran sepanjang Sungai Bobot
dan Sungai Masiwang serta di daerah pantai utara sedangkan daerah yang
berawa sekitar Wae (sungai) Semos, batuan ini bercampur dengan lempung,
lumpur hitam dan humus.
2) Terumbu Koral Terangkat (Ql)
Batugamping koral, berongga, berstruktur terumbu. Satuan ini menindih
Formasi Fufa secara tak selaras. Sebarannya terdapat di sekitar pantai dan
tanjung di Pulau Parang, Pulau Akat, Pulau Seram Rai, Pulau Seram Laut,
Kepulauan Gorong dan Kepulauan Watubela.
3) Anggota Batugamping Formasi Fufa (Qpfl)
Batugamping mengandung banyak kepingan koral dan ganggang. Umumnya
menunjukkan hubungan menjemari dengan Formasi Fufa (Qpf). Tersingkap di
dekat Fufa, di bagian timur pulau dan di sepanjang Sungai Bobot, Sungai
Wasiwang dan Sungai Semos.
4) Formasi Fufa (Qpf)
Batupasir halus, batulanau dan lensa konglomerat serta gambut. Perlapisan
hampir mendatar atau bersudut kemiringan kecil. Satuan ini tersingkap di sekitar
Sungai Masiwang dan daerah Bula.
5) Formasi Wahai (Tpw)
Napal berlapis tipis sampai setebal lebih dari 1 m, pada bagian atas, di banyak
tempat dijumpai sisipan batugamping pasiran dan batupasir halus, tersingkap di
sekitar Sungai Bobot dan Sungai Masiwang.
6) Kompleks Salas (Tmps)
Berbagai macam bongkahan atau kepingan yang berasal dari batuan sedimen,
batuan beku dan batuan malihan, berukuran dari beberapa cm sampai melebihi
10 m.
7) Formasi Selagor (Toms)
Batugamping, di beberapa tempat kalsilutit, napal dan bersisipan serpih. Di
banyak tempat dijumpain cermin sesar pada napal dan tersingkap di sekitar
Gunung Selagor.
8) Formasi Hatuolo (Teh)
Serpih pasiran berlapis baik dengan sisipan napal dan lensa rijang yang
mengandung radiolaria. Batuan ini terlipat kuat dan pada umumnya tergerus serta
terkekarkan.
9) Formasi Sawai (Ks)
Kalsilutit di beberapa tempat ditemukan sisipan tipis rijang.
10) Kompleks Nif (KTn)
Kalsilutit, serpih dan napal yang tak dapat dipisahkan. Satuan ini telah terlipat
kuat dan tergentengkan. Litologinya dapat disebandingkan dengan Formasi
Sawai, Formasi Hatuolo dan Formasi Selagor.
11) Formasi Manusela (TRJm)
Batugamping berlapis baik di bagian bawah dan makin ke atas perlapisannya
makin kabur. Dijumpai lapisan tipis rijang yang berwarna kelabu sampai
kehitaman. Lokasi tipe formasi ini terletak di Pegunungan Manusela.
12) Formasi Kanikeh (TRJk)
Perulangan antara batupasir, batulanau dan batulempung, kompak dan keras.
Batuan ini tersingkap di bagian tengah pulau dan di dekat pantai, daerah selatan
Gunung Selagor, Kepulauan Gorong dan Watubela.
13) Kompleks Kabipoto (Pzta)
Sekis mika, sekis tremolit aktinolit, sekis klorit, batupualam terdaunkan, sekis
epidot, sekis amfibol dan genes.
14) Batuan Ultramafik (Jku)
Serpentinit, piroksenit dan dunit tersingkap di sebelah Tenggara dan Selatan
Pulau Seram, Pulau Tibor, Pulau Watubela dan Pulau Gorong.

(a) Aluvium (b) Kompleks Niff


Gambar 3.1 Jenis Batuan di Kabupaten Seram Bagian Timur

b. Struktur Tektonik
Sebagian besar batuan di Lembar Bula, telah terlipat kuat dan tercenangga.
Arah sumbu lipatan berkisar dari Barat - Timur sampai Barat laut - Tenggara. Pada
umumnya besar sudut kemiringannya melebihi 30, hanya di beberapa tempat
lebih kecil. Di selatan Bula sumbu lipatannya hampir sejajar dengan garis pantai.
Pada umumnya besar sudut kemiringannya kurang dari 30.
Struktur perdaunan (foliasi) dijumpai pada batuan malihan dengan arah yang
tidak teratur. Sesar yang dijumpai adalah sesar naik, sesar turun dan sesar geser
jurus. Sesar naik arah jurusnya lebih kurang barat laut - tenggara dengan
kemiringan ke arah barat daya. Sesar turun mempunyai jurus yang umumnya
hampir serupa dengan arah jurus sesar naik. Sedangkan sesar geser arah
jurusnya berlawanan dengan jurus sesar naik yakni timur laut - barat daya.
Pada kejadian tektonik yang terakhir menghasilkan sesar naik. Sesar ini
mengakibatkan munculnya batuan ultramafik di atas batuan yang lebih muda.
Pada fase tektonik ini juga, batuan bancuh (Kompleks Salas) terbentuk dan di
beberapa tempat disertai pembentukan olistostrom (sebagai hasil sekunder)
disusul pembentukan sesar sekunder.

3. Analsisi Klimatologi dan Hidrologi


a. Iklim
Iklim yang terdapat di Kabupaten Seram Bagian Timur adalah Iklim laut tropis
dan iklim musim. Terjadi iklim tersebut karena Kabupaten Seram Bagian Timur
dikelilingi oleh laut yang luas, maka iklim di daerah ini sangat dipengaruhi oleh laut
yang berlangsung seirama dengan musim yang ada.
Oleh karena luasnya wilayah ini dimana pulau-pulau yang tersebar dalam jarak
yang berbeda-beda, Keadaan klimatologi pada Stasion Meteorologi Geser yang
menggambarkan iklim di wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur merupakan iklim
musim dan laut tropis, yang dipengaruhi angin dari Samudera Pasifik menuju arah
barat, berinteraksi dengan dinamika laut, dan masa gugus pulau, membentuk 3
(tiga) zona agroklimat, yaitu:

1) Zona agroklimat 1.3 dengan curah hujan bulanan yang merata, ciri-ciri tahunan
lainnya (suhu rata-rata 26,0 0C, dengan curah hujan sebesar 1800-2200 mm),
mempengaruhi bagian timur Kecamatan Seram Timur hingga Kecamatan
Pulau-Pulau Gorom.
2) Zona agroklimat II.6 dengan curah hujan tertinggi antara bulan Desember -
Mei, ciri-ciri tahunan lainnya (suhu rata-rata 26,4 0C, curah hujan sebesar
2500-4000 mm), mempengaruhi umumnya daratan Kecamatan Seram Timur
dan Pulau-pulau Watubela.
3) Zona agroklimat III.1 dengan curah hujan tertinggi antara bulan Juni - Agustus,
ciri-ciri tahunan lainnya (suhu rata-rata 26,1 0C, curah hujan 2000-2500 mm),
mempengaruihi sebagian kecil kawasan pantai Kecamatan Werinama.

Tabel 3.1 Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara Menurut Bulan


Kabupaten Seram Bagian Timur Tahun 2016

Suhu Udara (OC) Kelembaban Udara (%)


No Bulan Rata- Rata-
Minimal Maksimal Minimal Maksimal
Rata Rata
1 Januari 26,4 32,8 29 72 92 81
2 Februari 24,5 30,5 26,8 71 91 81
3 Maret 26,3 32 28,5 75 90 83
4 April 25,9 31,7 28 82 93 87
5 Mei 25,6 31,5 28,2 82 92 87
6 Juni 25 29,8 26,7 75 92 83
7 Juli 25,4 30,2 26,2 76 92 82
8 Agustus 25,5 30,1 26,2 78 91 82
9 September 24,6 29,5 26,2 81 95 85
10 Oktober 24,8 31,7 27,4 81 98 83
11 November 25,5 31,1 28 74 88 81
12 Desember 26,2 31,7 28,5 77 89 79
Rata-Rata 25,5 31,1 27,5 77 92 83
Sumber: BPS, Kabupaten Seram Bagian Timur Dalam Angka 2017

b. Curah Hujan
Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai bagian dari Pulau Seram memiliki
iklim laut tropis dan iklim musim. dengan curah hujan rata-rata 265,0 mm/tahun.
Musim hujan di wilayah ini berlangsung dari Desember Juni curah hujan di Pulau
Seram bisanya mencapai puncaknya pada bulan Juni Juli, kecuali diwilayah
Kabupaten Seram Bagian Timur terjadi bulan Maret - April. Temperatur rata-rata
28,0 C, dan kelembapan berkisar 87%.

Tabel 3.2 Jumlah Curah Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Seram


Bagian Timur, 2016
Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan

75,0 12
Januari
123,6 15
Februari
200,8 12
Maret
311,6 19
April
Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan

185,3 12
Mei
265,0 19
Juni
219,0 20
Juli
91,4 12
Agustus
181,6 16
September
319,9 12
Oktober
107,9 10
November
306,5 18
Desember
199,0 15
Rata-Rata
Sumber: BPS, Kabupaten Seram Bagian Timur Dalam Angka 2017

c. Daerah Aliran Sungai


Berdasarkan pola aliran diketahui bahwa Kabupaten Seram Bagian Timur
dapat dibagi kedalam 3 (tiga) wilayah wilayah tangkapan hujan (Cathment Area).
Adapun ketiga tangkapan hujan tersebut adalah seperti berikut:
1) Wilayah tangakapan hujan bagian utara, dimana sungai-sungainya mengalir
dari arah utara dan bermuara di Laut Seram.
2) Wilayah tangkapan bagian tengah, dimana sungai-sungainya mengalir dari
arah utara dan arah selatan yang bertemu menyatu di sungai Wae Bobot yang
mengalir ke arah barat dan bermuara di Laut Banda, serta bertemu dan
menyatu di Wae masiwang yang bermuara di Laut Seram.
3) Wilayah tangkapan hujan bagian selatan, dimana sungai-sungainya mengalir
ke arah selatan dan bermuara di Laut Banda.
Ketiga wilayah tangkapan hujan tersebut menjadi pemisah air morfologi
(morphologichal water devided) yang berarah hampir Timur - Barat yang
memisahkan ketiga wilayah tangkapan hujan tersebut. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka perwilayahan air tanah di Kabupaten Seram Bagian Timur dapat
dibagi kedalam 3 (tiga akuiter yaitu: akuiter air tanah langka akuiter air tanah
sedang, dan akuiter air tanah tinggi ditinjau dari sisi cadangan airnya.
Wilayah daratan Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai bagian dari Pulau
Seram Bagian Timur, memiliki karakteristik daerah aliran sungai. Luas daerah
tangkapan dan aliran air sungai Wae Masiwang sebesar 1.225 km2 di Kecamatan
Seram Timur merupakan potensi hidrologi air permukaan penting yang sudah
dikenal luas, serta Wae Boboi seluas 945 km2 di Kecamatan Werinama dan Wae
Bubu seluas 370 km2 di Kecamatan Bula. Pengelolaan sumber-sumber air ini
secara baik akan sangat menentukan pembangunan kabupaten di masa depan.

Gambar 3.2 Sungai di Kabupaten Seram Bagian Timur

4. Analisis Hidro-Oceanografi
a. Tinggi Gelombang
Gelombang laut mempengaruhi dinamika dan penyebaran substrat, dimana
komunitas biologis berada, berarti gelombang secara langsung dan tidak langsung
mempengaruhi penyebaran komunitas dan ekosistem perairan pesisir. Selain itu
gelombang juga mempengaruhi kecerahan air dan kelangsungan hidup tanaman
laut di perairan pantai dan upaya melekatkan diri dari larva organisme benthic di
dasar laut (proses metamorfosis). Informasi gelombang juga penting bagi
kebutuhan pengembangan bangunan-bangunan air seperti halnya jembatan
ataupun penempatan alat penangkapan ikan dan konstruksi budidaya laut,
ataupun waktu melaut bagi nelayan.
Pengaruh gelombang paling signifikan terjadi di perairan Seram Bagian Timur
yang menyebabkan kemunduran garis pantai, dan munculnya komunitas lain.
Gelombang laut di perairan Seram Bagian Timur disebabkan oleh angin (musim).
Gelombang di perairan ini juga telah menjadi sarana penyebaran telur ikan terbang
(Cypsilurus sp) pada musim timur di sebahagian pantai di Kabupaten Seram
Bagian Timur. Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut di
perairan Kabupaten Seram Bagian Timur pada bulan Oktober mampu
menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum sebesar 4 meter dengan
periode 7,5 detik. Besarnya energi gelombang yang dihasilkan dapat mencapai
7.680 N/m atau setara dengan daya sebesar 44.932 N.m/s per meter. Tinggi
gelombang dan energi gelombang diasumsikan searah dengan arah angin
dominan pada bulan Oktober.
Wilayah perairan yang dominan mengalami tekanan gelombang yang intensif
terjadi untuk perairan pesisir pantai Kecamatan Bula, Kecamatan Bula Barat dan
Kecamatan Teluk Waru terkonsentrasi di perairan sekitar Wai Masiwang dan
Pulau Parang, Perairan rataan terumbu antara Tg. Namtimor - Tg. Meer.
Konsentrasi gelombang yang besar di perairan Kecamatan Seram Timur,
Kecamatan Kilmury dan Kecamatan Lian Vitu cenderung terkonsentrasi di selat
antara perairan Desa Kifar dengan Pulau Akat, dan perairan segitiga antara Pulau
Akat - Pulau Madorang - Tg. Kopengwatu dan bagian timur perairan yaitu Selatan
terumbu penghalang besar. Dibagian Barat perairan yaitu sepanjang perairan
pantai selatan Pulau Seram Rei sampai dengan Tg. Kisalaut merupakan daerah
konsentrasi maksimum tekanan gelombang di perairan ini.
Tekanan gelombang yang intensif juga terjadi di perairan pantai Selatan Pulau
Seram sepanjang perairan pesisir Kecamatan Werinama dan Kecamatan
Siwalalat sampai di Teluk Teluti di Kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah.
Daerah perairan Kecamatan Pulau Gorom, Kecamatan Gorom Timur dan
Kecamatan Pulau Panjang merupakan kawasan perairan yang rawan gelombang
selama bulan Oktober maupun musim Timur dengan konsentrasi gelombang
maksimum di perairan segitiga Pulau-Pulau Gorom dan selat antara Pulau Koon
dengan Pulau Panjang, Selat Igar dan perairan terbuka antara Pulau Igar, Teon
dan Kesuwi.

b. Salinitas
Salinitas air laut pada permukaan perairan Kabupaten Seram Bagian Timur
memiliki fluktuasi yang relatif sempit, bervariasi antara 33,60 - 34,20 ppt dengan
nilai rata-rata sebesar 33,98 ppt. Konsentrasi nilai salinitas permukaan ini dapat
dikategorikan cukup rendah jika dibandingkan dengan perairan lainnya di Maluku
pada bulan yang sama. Hal ini dapat dimaklumi, karena di perairan Seram Bagian
Timur banyak bermuara sungai-sungai besar dan kecil seperti Wai Masiwang di
Kecamatan Bula, Kecamatan Bula Barat, Kecamatan Teluk Waru dan Wai Bobot
di Kecamatan Werinama dan Kecamatan Siwalalat, sehingga mampu menurunkan
kadar salinitas air laut di perairan ini.
Distribusi salinitas permukaan di perairan Kecamatan Bula, Kecamatan Bula
Barat dan Kecamatan Teluk Waru berkisar antara 33,600 - 34,10 ppt dengan nilai
33,90 ppt, diindikasikan oleh nilai salinitas yang semakin menurun mendekati
perairan pantai. Sementara itu, distribusi salinitas permukaan di perairan
Kecamatan Seram Timur, Kecamatan Lian Vitu dan Kecamatan Kelimury jauh
lebih tinggi dengan nilai bervariasi antara 34 - 34,20 ppt. Tingginya salinitas pada
kecamatan-kecamatan tersebut dapat dimaklumi karena air laut sedikit mengalami
pengenceran oleh air tawar pada perairan ini.
Kandungan salinitas di perairan Kecamatan Werinama dan Kecamatan
Siwalalat cukup rendah dimana nilai salinitas yang terpantau pada dua stasiun
pengamatan di Kecamatan ini sebesar 33,90 ppt sama dengan nilai minimum pada
perairan Kecamatan Pulau Gorom, Kecamatan Gorom Timur dan Kecamatan
Pulau Panjang. Adapun konsentrasi salinitas yang terpantau di ketiga kecamatan
tersebut bervariasi antara 39,90 - 34,10 ppt dengan nilai 33,97 ppt.

c. Arus Pantai
Arus atau perpindahan massa air di perairan sekitar Kabupaten Seram Bagian
Timur merupakan kombinasi arus angin dan arus pasang surut. Arus angin
umumnya memiliki pola yang konstan dan arahnya akan berubah sesuai dengan
musim yang berlaku, sedangkan arus pasut terjadi secara periodik dalam arah dan
kecepatan sesuai dengan tipe pasut yang berlaku di perairan ini.
Pola arus angin permukaan yang berkembang pada bulan Oktober di perairan
Kabupaten Seram Bagian Timur cenderung berasal dari arah Timur dengan
kecepatan bervariasi antara 1 - 2 m.s-1. Di perairan ini, arus yang berasal dari
Timur akan bergerak dan mengalami perubahan arah sebagai akibat adanya
rataan terumbu penghalang yang membentang luas antara Pulau Seram Laut -
Pulau Koon dan tabrakan dengan Pulau Seram. Arah arus akan dibelokan ke arah
Barat Laut menyusuri pantai Utara Pulau Seram dan ke arah Selatan menjauhi
pantai selatan Pulau Seram.
Arus pasut secara periodik terjadi dan mendominasi perairan teluk dan selat
yang sempit. Arus pasut yang terekam bervariasi antara 0,08 - 0,35 m.s-1 dengan
rata-rata kecepatan 0,21 m.s-1. Kecepatan arus pasut maksimum terjadi selama
periode air bergerak surut dan air bergerak pasang terutama pada perairan Selat
Keffing di Kecamatan Seram Timur, Kecamatan Lian Vitu dan Kecamatan
Kelimury. Arus pasut di perairan ketiga kecamatan tersebut terekam bervariasi
antara 0,08 - 0,80 m.s-1 dengan kecepatan rata-rata sebesar 0,19 m.s-1. Kecepatan
minimum arus pasut terkonsentrasi di perairan pantai Pulau Seram Rei sedangkan
kecepatan maksimum terekam pada Selat Keffing yang terletak antara Pulau
Seram Rei dan Pulau Geser.
Untuk kecepatan arus pasut di Perairan Kecamatan Bula, Kecamatan Bula
Barat dan Kecamatan Teluk Waru terekam berkisar antara 0,09 - 0,30 m.s-1
dengan nilai kecepatan rata-rata 0,18 m.s-1. Kecepatan minimum arus pasut
ditemukan pada perairan sekitar Pulau Bais dan kecepatan maksimum di perairan
pantai sekitar pantai Nama Timur dan Perairan depan Bula.
Sedangkan untuk kecepatan arus pasut di perairan Kecamatan Pulau Gorom,
Kecamatan Gorom Timur, dan Kecamatan Pulau Panjang bervariasi antara 0,14 -
0,35 m.s-1 dengan kecepatan rata-rata 0,28 m.s-1. Kecepatan minimum terekam
pada perairan sekitar terumbu penghalang di Pulau Garogos sedangkan
kecepatan arus pada bagian perairan ujung terumbu terekam sebesar 0,32 m.s -1.
Kecepatan maksimum arus pasut terkonsentrasi di perairan pesisir Pulau Kataloka
dan Pulau Panjang. Kecepatan maksimum arus pasut di ketiga kecamatan ini
diduga terjadi pada perairan Selat Igar dengan intensitas yang besar yang dapat
menimbulkan turbulensi pada lapisan permukaan sampai dengan dasar perairan
dengan pola arah tidak beraturan. Kecepatan arus pasut di Kecamatan Werinama
dan Kecamatan Siwalalat tergolong lemah dan terekam di perairan pantai
Werinama dan Bemu memiliki kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,17 m.s-1.

d. Pasang Surut
Pasang surut di perairan Kabupaten Seram Bagian Timur tergolong pasang
surut campuran mirip harian ganda (predominantly semi diurnal tide) seperti
halnya tipe pasang surut di perairan Maluku lainnya. Ciri utama tipe pasang surut
ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, dimana pasang
pertama selalu lebih besar dari pasang kedua.
Tunggang air maksimum di perairan Kabupaten Seram Bagian Timur berkisar
antara 2 - 3 meter. Dengan kondisi tunggang air demikian, daerah dengan
topografi landai. Daerah rataan terumbu antara Tg. Namtimor - Tg. Meer - Tg. Ilor
Kecamatan Seram Timur di perairan bagian Timur sepanjang rataan terumbu
penghalang (Kiffar), bagian barat perairan pantai Pulau Seram Rei, Kwamor dan
Urung Kecamatan Pulau Gorom dengan rataan terumbu Pulau Garogos - Pulau
Koon, pantai Barat Pulau Gorom, pantai utara dan Selatan Pulau Kataloka dan
pantai Pulau Panjang sedangan Kecamatan Werinama memiliki sedikit areal
rataan terumbu yang dangkal seperti di Tg. Tobo, Tg. Kaba dan Tg. Kisi, pada saat
surut terendah akan muncul ke permukaan.
Kejadian surut terbesar pada bulan Oktober atau yang dikenal dengan Meti
Kei, menyebabkan kekeringan hebat dan luas dapat berakibat fatal untuk
beberapa jenis organisme bentik termasuk terumbu karang. Hanya organisme
yang mampu beradaptasi dengan kondisi ekstrim ini dapat bertahan hidup.
Kecepatan arus pasut di perairan Kecamatan Pulau Gorom, Kecamatan
Gorom Timur dan Kecamatan Pulau Panjang bervariasi antara 0,14 - 0,35 m.s-1
dengan kecepatan rata-rata 0,28 m.s-1. Kecepatan minimum terekam pada
perairan sekitar terumbu penghalang di Pulau Garogos sedangkan kecepatan
arus pada bagian perairan ujung terumbu terekam sebesar 0,32 m.s-1. Kecepatan
maksimum arus pasut terkonsentrasi di perairan pesisir Pulau Kataloka dan Pulau
Panjang. Kecepatan maksimum arus pasut di ketiga kecamatan ini diduga terjadi
pada perairan Selat Igar dengan intensitas yang besar dapat menimbulkan
turbulensi pada lapisan permukaan sampai dengan dasar perairan dengan pola
arah tidak beraturan. Arus pasut di perairan Kecamatan Seram Timur, Kecamatan
Kilmury dan Kecamatan Lian Vitu terekam bervariasi antara 0,08 - 0,80 m.s-1
dengan kecepatan rata-rata sebesar 0,19 m.s-1. Kecepatan minimum arus pasut
terkonsentrasi di perairan pantai Pulau Seram Rei sedangkan kecepatan
maksimum terekam pada Selat Keffing yang terletak antara Pulau Seram Rei dan
Pulau Geser.
Sedangkan untuk kecepatan arus pasut di Perairan Kecamatan Bula,
Kecamatan Bula Barat dan Kecamatan Teluk Waru terekam berkisar antara 0,09
- 0,30 m.s-1 dengan nilai kecepatan rata-rata 0,18 m.s-1. Kecepatan minimum arus
pasut ditemukan pada perairan sekitar Pulau Karang Bais dan kecepatan
maksimum di perairan pantai sekitar pantai Nama Timur dan Perairan depan Bula.
Sedangkan untuk kecepatan arus pasut di Kecamatan Werinama dan Kecamatan
Siwalalat tergolong lemah dan terekam di perairan pantai werinama dan Bemu
memiliki kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,17 m.s-1.
e. Bathimetri
Data batimetri merupakan data mengenai kedalaman laut. Kabupaten Seram
Bagian Timur dikelilingi oleh Laut Seram dan Laut Banda. Kedalaman laut yang
berada di Kabupaten Seram Bagian Timur adalah 0 - 5500 meter.
Hasil interpretasi peta batimetri menunjukkan bahwa perairan Kecamatan
Pulau Gorom, Kecamatan Gorom Timur dan Kecamatan Pulau Panjang sampai
pada batas 4 mil laut memiliki kedalaman maksimum mencapai 2000 m, dan pada
batas 12 mil laut mencapai 3000 m. Luas area kedalaman 0 - 200 m adalah 421,9
km2, kedalaman 200 - 500 m 870,3 km2, kedalaman 500 - 1000 m mencapai 4598
km2, kedalaman 1000 - 2000 m 1120 km2 dan kedalaman 2000 - 3000 m mencapai
635,6 km2. Alur kedalaman ini merupakan lintasan pertukaran massa air perairan
dalam dari Laut Seram dan Laut Banda sepanjang musim, juga terjadi pasokan
massa air dari Laut tersebut selama periode pasang surut. Secara fisiografis,
perairan Kecamatan Pulau Gorom, Kecamatan Gorom Timur dan Kecamatan
Pulau Panjang strategis untuk pengembangan perikanan pelagis kecil dan pelagis
besar.
Tabel 3.3 Luas Wilayah Perairan
Kedalaman (m) Luas (km2)
0 200 421,9
200 500 870,3
500 1000 4598,0
1000 2000 1120,0
2000 - 3000 635,6
Sumber: Hasil analisis peta Batimetri

Untuk kelandaian perairan pantai Kecamatan Seram Timur, Kecamatan


Kilmury dan Kecamatan Lian Vitu dikategorikan atas tipe landai dan sedang
dimana kemiringan bervariasi antara 1 - 17 % dengan nilai rata-rata 7,22 %.
Kemiringan minimum dijumpai sekitar perairan Kuffar sedangkan maksimum
dijumpai pada perairan sekitar Pulau Geser. Sementara variasi kemiringan antara
3 - 14 % terkonsentrasi di perairan sekitar pantai Kilbad, Pulau Seram Rei, Urung
dan Air Nanang. Kelandaian perairan pantai Pulau Kidang dan Kifar di perairan
rataan terumbu penghalang bervariasi antara 5 - 7 %.
Berdasarkan sebaran kontur 200 meter teridentifikasi 5 kelas kemiringan
lereng bawah laut di Kecamatan Seram Timur, Kecamatan Kilmury dan
Kecamatan Lian Vitu yakni lereng datar (0 - 2 %), landai (3 - 7 %), miring (8-14
%), sangat miring (14 - 20 %) dan Curam (21 - 55 %). Lereng datar ditemukan
sekitar muara sungai Masiwang, lereng landai di sekitar Urung, Dawang, utara
Geser dan tenggara Madorang, Lereng miring di Selagor dan Air nanang, dan
lereng curam di Kilesi dan Kilaba.

Tabel 3.4 Kemiringan lereng bawah laut Kec. Seram Timur Kec. Kilmury dan
Kec. Lian Vitu

Lokasi Lereng (%) Katagori Lereng Kelas Lereng


Muara masiwang (Tmr) 2.62 Datar 1
Muara masiwang (Tgr) 1.82 Datar 1
Gah dan Kufar (TGr) 1.48 Datar 1
Kilesi dan Kilaba 26.15 Curam 5
Selagor 9.21 Miring 3
Airnanang 8.23 Miring 3
Urung 4.76 Landai 2
Dawang 5.05 Landai 2
Utara Geser 5.72 Landai 2
Utara Madorang 38.01 Curam 5
Tenggara Madorang 5.25 Landai 2
Sumber: Hasil analisis peta Batimetri

Data batimetri Kecamatan Bula, Kecamatan Bula Barat dan Kecamatan Teluk
Waru menunjukkan bahwa perairan kecamatan-kecamatan tersebut sampai pada
batas 4 mil laut memiliki kedalaman maksimum mencapai 1000 m, dan pada batas
12 mil laut mencapai 2000 m. Luas area kedalaman 0 - 200 m adalah 634,2 km2,
kedalaman 200 - 500 m 511,5 km2, kedalaman 500 - 1000 m 2355 km2 dan
kedalaman 1000 - 2000 m 131,1 km2. Kedalaman 1000 m dan 2000 m dicapai
dalam jarak 14,9 km dan 31 km arah timur laut pulau Karang Bais. Alur kedalaman
ini merupakan jalur lintasan pertukaran massa air perairan dalam dari Laut Seram
dan Laut Banda sepanjang musim. Demikian juga terjadi pasokan massa air dari
Laut tersebut selama periode pasang surut. Secara fisiografis letak perairan
Kecamatan Bula sangat strategis untuk pengembangan perikanan pelagis kecil
maupun pelagis besar.
Berdasarkan sebaran kontur 200 meter teridentifikasi 4 kelas kemiringan
lereng bawah laut di Kecamatan Bula yakni lereng landai (3 - 7 %), miring (8 - 13)
sangat miring (14 - 20 %) dan curam (21 - 55 %). Lereng bawah laut sangat miring
ditemukan pada tiga lokasi yaitu Pulau Karang Bais bagian selatan - barat daya,
Pulau Parang, dan Tg. Salas. Bagian timur dan utara Pulau Karang Bais memiliki
lereng curam, sedangkan lereng landai yang luas pada Teluk Waru. Berikut tabel
kemiringan lereng bawah laut

Tabel 3.5 Kemiringan lereng bawah laut Kec. Bula, Kec. Bula Barat dan Kec. Teluk Waru
Lokasi Lereng (%) Katagori Lereng Kelas Lereng
Karang Bais 8,0 41,0 Sangat Miring - Curam 3-5
Parang 5,2 19,4 Landai - Sangat Miring 2-4
Tg Salas 10,6 Miring 3
Waru 3,8 Landai 2
Sumber: Hasil analisis peta Batimetri

Perairan Kecamatan Werinama dan Kecamatan Siwalalat menunjukkan


interpretasi peta batimetri sampai pada batas 4 mil laut memiliki kedalaman
maksimum mencapai 1000 m, dan pada batas 12 mil laut mencapai 2000 m. Luas
area kedalaman 0 - 200 m adalah 634,2 km2, kedalaman 200 - 500 m 371,2 km2,
kedalaman 500 - 1000 m 523,3 km2 dan kedalaman 1000 - 2000 m 393,4 km2.
Kedalaman 1000 m dan 2000 m masing-masing dicapai dalam jarak 5 dan 14 km
arah barat daya dari perairan patai Kecamatan Werinama dan Kecamatan
Siwalalat. Alur kedalaman ini merupakan jalur lintasan pertukaran massa air laut
dalam dari perairan Laut Banda yang bergerak ke arah timur, dan mengalami
sirkulasi air permukaan arah timur barat sepanjang musim. Secara fisiografis letak
perairan Kecamatan Werinama dan Kecamatan Siwalalat sangat strategis untuk
pengembangan perikanan pelagis kecil maupun pelagis besar.
Berdasarkan sebaran kontur 200 meter teridentifikasi 3 kelas kemiringan
lereng bawah laut di Kecamatan Werinama dan Kecamatan Siwalalat yakni lereng
landai (3 7 %), sangat miring (14 20 %) dan sangat curam (55-100 %). Lereng
bawah laut sangat miring ditemukan pada lokasi Atiahu, Bemo, Werinama,
Batuasa dan Tg. Kilmuri. Lereng Landai berada pada kawasan Kilmuri, sedangkan
lereng sangat curam di Tg. Lai.

Tabel 3.6 Kemiringan lereng bawah laut Kec. Werinama Kec. Siwalalat
Lokasi Lereng (%) Katagori Lereng Kelas Lereng
Atiahu 12.09 Sangat Miring 3
Tg.Pasandofer Bemo 10.76 Sangat Miring 3
Tg Lai (Werinama) 71.12 Sangat Curam 6
Werinama 19.00 Sangat Miring 4
Tg Batuasa 8.77 Sangat Miring 3
Kilmuri 5.32 Landai 2
Tg Kilmuri 8.53 Sangat Miring 3
Sumber: Hasil analisis peta Batimetri
Gambar 3.3 Peta Bathimetri Kabupaten Seram Bagian Timur
f. Arah dan Kecepatan Angin
Angin adalah aliran udara yang terjadi diatas permukaan bumi, yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan udara pada dua arah yang berdekatan.
Perbedaan tekanan ini disebabkan oleh suhu udara sebagai akibat perbedaan
pemanasan permukaan bumi oleh matahari. Semakin besar tekanan udara maka
semakin kencang pula angin yang akan ditimbulkan.
Angin umumnya bertiup dari arah Utara - Selatan dengan kecepatan terbesar
adalah 15 knot (30 km/jam). Menurut data (BMKG) Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika arah kecepatan angin di Kabupaten Seram Bagian Timur yaitu
dengan kecepatan 2 - 8 knot.

Gambar 3.4 Arah Kecepatan Angin


Sumber: BMKG Stasiun Meteoroogi Pattimura Ambon

5. Analisis Ekosistem Pesisir


a. Biota Darat (Satwa Liar dan Dilindungi)
Aves (Burung)
Beberapa bagian lahan teresterial pesisir Pulau Seram dan pulau-pulau kecil
di wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur yang bersubstrat relatif berpasir
dengan vegetasi tipe semak selain menjadi habitat yang ideal bagi penyu untuk
bertelur, juga merupakan habitat hidup yang penting bagi burung Maleo.
Berdasarkan pengamatan lapangan dan informasi dari masyarakat maka jenis
burung maleo yang diperkirakan menyebar pada wilayah pesisir Kabupaten Seram
Bagian Timur adalah Megapodus fonstenii buruensis, Megapodus fonstenii
fonstenii, Megapodus reeinwardt reinwardt dan Eulipoa wallacei.
Areal sebaran dari Megapodus fonstenii buruensis, Megapodus fonstenii
fonstenii, dan Eulipoa wallacei adalah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah
ekologis Bula, Geser dan Werinama. Sementara sebaran dari burung maleo jenis
Megapodus reeinwardt reinwardt lebih menonjol pada pesisir dan pulau-pulau
kecil wilayah ekologis Gorom. Fakta lapangan menunjukkan bahwa areal
teresterial Pulau Koon, Pulau Amarsekaru, Pulau Panjang dan Pulau Gorom yang
berada dalam wilayah ekologis Gorom ini terdapat gundukan-gundukan tanah
yang merupakan sarang dan tempat bertelur dari jenis maleo Megapodus
reeinwardt reinwardt.
Burung maleo memiliki nilai penting bagi masyarakat Maluku karena selain
telurnya berukuran besar, juga bernilai gizi tinggi sehingga menjadi bahan
makanan penting bagi masyarakat. Akibat tekanan pemanfataan telur tersebut,
maka populasi burung maleo mengalami degradasi akibat kegagalan natalitasnya.
Kondisi faktual ini menyebabkan burung maleo termasuk satwa yang telah
dilindungan melalui beberapa peraturan perundang-undang yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia (Noerdjito dan Maryanto, 2001). Akan tetapi
masyarakat di empat wilayah ekologis Kabupaten Seram Bagian Timur ini belum
atau tidak memanfaatkan jenis-jenis burung maleo tersebut, termasuk telurnya
walaupun terdapat indikasi kehadirannya melalui sarang yang dibangun pada
lahan teresterial pesisir dan pulau-pulau tersebut di atas. Masyarakat
menganggap gundukan-gundukan tersebut merupakan fenomena ajaib sehingga
menjadi tabu untuk mendekat dan membongkar guna menyelidiki fenomena itu.
Dari sisi konservasi fenomena yang dianggap ajaib ini menjadi penting dalam
pengelolaan berbasis adat dan budaya lokal.
Melalui uraian di atas, maka burung maleo beserta habitat hidupnya pada
wilayah-wilayah ekologis Kabupaten Seram Bagian Timur perlu mendapat
perhatian konservasi dan pengelolaannya. Dengan demikian penataan ruang
pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi penting, yang akan diikuti dengan arahan
pengelolaan, termasuk konservasi habitat dan satwa burung maleo yang dilindungi
tersebut. Selain burung maleo, ternyata beberapa jenis burung laut seperti burung
camar, burung talang, burung kondo abu-abu dan kondo putih ditemukan hadir di
perairan pesisir dan laut dari empat wilayah ekologis Kabupaten Seram Bagian
Timur. Selain itu, terdapat burung pelikan yang menempati perairan pesisir
Kabupaten Seram Bagian Timur. Dapat dipastikan kehadiran jenis burung pelikan
ini berkaitan dengan musim karena bermigrasi dari Australia sebagai habitat
aslinya, memasuki Kabupaten Kepulauan Aru atau Kabupaten Makulu Tenggara
dan selanjutnya tiba di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Lingkungan perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil dari keempat wilayah
ekologis Kabupaten Seram Bagian Timur ini masih mendukung kehadiran jenis-
jenis burung laut tersebut. Kemungkinan vegetasi di pesisir Pulau Seram
(termasuk bakau) dan pulau-pulau kecil dalam wilayah Kabupaten Seram Bagian
Timur menjadi habitat bagi burung camar dan burung talang untuk beristirahat di
malam hari. Sementara daerah pasang surut dan perairan pesisir masih
menyediakan makanan potensial bagi jenis-jenis burung laut tersebut. Dengan
demikian upaya konservasi dan pengelolaan terhadap perairan pesisir, laut dan
vegetasi teresterial pulau dari keempat wilayah ekologis Kabupaten Seram Bagian
Timur ini menjadi penting.

b. Biota Perairan
Perairan nasional mengandung kekayaan hayati dengan berjuta organisme
yang membutuhkan penangan dan perlindungan berkesinambungan, sehingga
konservasi dan pengembangan potensi sumber daya ikan tetap terjaga dan
kontrol. Adapun biota perairan yang terdapat di Kabupaten Seram Bagian Timur:

1) Ikan
Ikan Pelagis
Ikan Pelagis Kecil
Sumberdaya ikan pelagis kecil diperairan Kabupaten Seram Bagian Timur, di
tangkap oleh nelayan di sana dengan menggunakan pukat cincin (purse seine)
dan jaring insang permukaan (surface gill net), serta sebagian juga ditangkap
dengan pukat pantai (beach seine), sero tancap (set net) dan pancing tangan
(hand line) dan pancing lainnya (angling gear). Tingkat pemanfaatan ikan pelagis
kecil dari perairan Kabupaten Seram Bagian Timur bervariasi antar kecamatan
yang satu dengan lainnya selain karena jumlah alat tangkap dan aktifitas
penangkapan berbeda. Potensi sumberdaya perairan ikan pelagis kecil yakni ikan
teri (Steplephorus spp), tembang (Sardinella Fimbriata), kembung (Rastrelliger
spp), selar (Selar spp), ulung-julung (Hemirhamohus spp), alu-alu (Sphyraena
spp), balanak (Mugil spp).
Hasil analisa terhadap sumberdaya pelagis kecil di kawasan konservasi
Kabupaten Seram Bagian Timur menunjukan bahwa potensi sumberdaya pelagis
kecil mencapai 276.605.91 ton dengan MSY sebesar 138.302,96 ton/tahun dan
JTB sebesar 110.642.37 ton/tahun. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa
potensi ikan pelagis kecil di kawasan konservasi ini baru dimanfaatkan sebesar
31.444,56 ton/tahun atau sebesar 29 % dari jatah tangkap yang diperbolehkan.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa potensi sumberdaya budaya ikan
khususnya pelagis kecil belum maksimal dimanfaatkan dan perlu diatur
mekanisme pemanfaatannya secara berkelanjutan sehingga dapat menjamin dan
memberi manfaat bagi kestabilan sumberdaya serta memberikan kontribusi positif
bagi peningkatan pendapatan nelayan setempat.

Ikan Pelagis Besar


Ikan pelagis besar seperti kelompok Tuna (Thunidae) dan Cakalang
(Katsuwonus pelamis), kelompok Marlin (Makaira sp), kelompok Tongkol
(Euthynnus spp) dan Tenggir (Scomberomorus spp), dan cucut ditangkap dengan
cara dipancing menggunakan pancing trolling atau tonda (pole and line), rawai
(longline).
Potensi pelagis besar di perairan Kabupaten Seram Bagian Timur cukup besar
dimana potensi pelagis besar sejauh 4 mil mencapai, 21.163.29ton dengan MSY
sebesar 1.581,64 ton/tahun dengan JTB sebesar 8.465.32 ton/tahun.
Potensi ini berdasarkan hasil pemantauan menunjukan bahwa pelagis besar
kurang dimanfaatkan, ini diakibatkan karena nelayan lokal hanya terfokus pada
pemanfaatan pelagis kecil dan juga ikan karang, ditambah lagi daerah ini jarang
dieksploitasi oleh nelayan dana tau investor berskala besar sehingga pemanfaatan
ikan-ikan pelagis besar sangat kurang.

Ikan Demersal
Ikan Demersal adalah ikan yang umumnya hidup didaerah dekat pasar
perairan, ikan demersal umumnya berenan tidak berkelompok (soliter).
Sumberdaya ikan demersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan demersal
besar seperti kelompok kerapu (Grouper) dan kakap (Snaper). Ikan demersal
ekonomis penting yang paling umum antara lain adalah kakap merah, bawak putih,
manyung, kuniran, gulamah, layur dan peprek. Secara ekologis udang merupakan
sumberdaya demersal. Karena posisinya sebagai komoditas ekspor perikanan
yang penting upaya pengkajian stokmya biasanya dilakukan secara terpisah.
Berbagai jenis ikan demersal ditangkap dengan alat tangkap yang
dioperasikan di dasar perairan seperti trawl, rawai dasar, jaring insang dasar,
jarring klitik/trammel dan bubu. Pengelompokkan jenis ikan sebenarnya lebih
bersifat subyektif karena pemisahan jenis secara tajam sangat sulit dilakukan.
Sebagai patokan umum yang lebih bersifat implikatif tentang kelompok ikan bisa
dilihat dari alat tangkapannya.
Potensi ikan demersal di daerah konservasi Kabupaten Seram Bagian Timur
sangat melimpah dan berdasarkan hasil analisis menunjukan, potensi ikan
demersal di kawasan konservasi ini mencapai 72.605.41 ton, dengan MSY
sebesar, 36.302,71 ton/tahun, dan jatah tangkap yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 7.260,54 ton/tahun. Pemanfaatan potensi ini belum maksimal karena
sebagian besar masyarakat masih terfokus pada pemanfaatan ikan-ikan karang
karena mudah dijangkau dengan peralatan yang dimiliki.

Ikan Karang/Hias
Kelimpahan spesies ikan di terumbu karang Pulau Koon lebih tiggi dengan
jumlah 162 spesies di banding Pulau Garogos yakni 81 spesies. Terumbu karang
Pulau Koon memiliki 67 spesies ikan konsumsi dan 95 spesie ikan hias, sementara
terumbu karang Pulau Garogos memiliki 35 spesies ikan karang ekonomis penting
dan 46 spesies ikan hias. Total potensi (7,56 ton/Ha), MSY (3,78 ton/Ha) dan JTB
(3,03 ton/Ha) ikan karang kelompok konsumsi lebih pada areal terumbu karang
Pulau Koon disbanding Pulau Garogos dengan total potensi (3.44 ton/Ha), MSY
(1,72 ton/Ha) dan JTB (1,38 ton/Ha). Spesies ikan karang ekonomis penting
dengan potensi besar di terumbu karang Pulau Koon adalah Pterocaesio tile dan
Caesio teres (ekor kuning), sementara pada terumbu karang Pulau Garogos
adalah Pterocaesio tile, Caesio caerulaurea dan Pterocaesio diagram. Sediaan
cadang ikan hias (23575 ind/Ha), MSY (11788 Ind/Ha) dan JTB (5170 ind/Ha).
Spesies ikan hias dengan cadang yang besar di terumbu karang Pulau Koon
adalah Pseudanthias huctii, Amblyglyphydodon curacao, Chromis caerulea, C.
ternatensis, C. analis, dan Pseudanthias randalli. Ikan hias dengan sediaan
cadang besar di terumbu Pulau Garogos adalah Chromis analiS, C. ternatensis,
A. curacao dan Pseudanthias huchtii.

2) Makrofauna Bentos
Makrofauna Bentik terdiri atas filum moluska (Kelas Gastropoda dan Bivalvia),
dan ekinodermata. Gambaran tentang sumberdaya Makrofauna Bentik yang ada
pada wilayah perairan pantai Kabupaten terlihat sangat bervariasi. Jumlah spesies
maupun nilai kepadatan pada setiap lokasi terlihat bervariasi berdasarkan luas
serta heterogenitas ekosistem pantainya. Pada ekosistem pantai bersubstrat
keras cenderung memiliki kekayaan spesies yang tinggi dibandingkan dengan
pantai bersubstrat lunak. Sedangkan nilai kepadatan organisma di dalamnya
sangat tergantung pada makanan, kehadiran predator, tipe substrat yang
disenangi serta pengaruh aktivitas manusia di sekitarnya.
Jumlah spesies makrofauna bentik pada terumbu karang Pulau Koon lebih
banyak (76 spesies) dibandinng Pulau Garogos (62 spesies). Terumbu karang
Pulau Koon memiliki kepadatan makrofauna bentik lebih tinggi (307,4 ind/100 m2)
dari Pulau Garogos (230,6 ind/100 m2). Spesies makrofauna bentik dengan
kepadatan individu tinggal di kedua areal terumbu karang ini adalag Chyraea
annulus, C. Moneta, Strombus luhuanus, Stombus sp. (maluska) dan Echinometra
mathai (ekhinodermata). Sebanyak 7 spesies moluska, 6 spesies ekhinodermata
dan 3 spesies udang barong bernilai ekonomis tinggi tetapi tinggi kepadatannya
rendah. Terumbu karang Pulau Koon dan Pulau Garogos memiliki potensi lili laut
yang menonjol dan bernilai ekonomis penting bagi industri akuarium laut, serta 5
spesies spons sebagai sumberdaya laut potensial bagi industri farmasi dan
kedokteran. (Sahetapy.dkk, 2009)
Data makrofauna bentos dilakukan pada 4 titik pengamatan, dengan jumlah
spesies total yang ditemukan sebanyak 25 spesies. Dari ke-25 spesies tersebut
hanya dijumpai satu spesies yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu Trochus
niloticus. Hasil inventarisasi organisme makrofauna bentos di Kecamatan Seram
Timur berhasil ditemukan 8 spesies, dimana dari ke-8 spesies tersebut ternyata
ada 3 spesies yang bernilai ekonomis penting. Spesies-spesies ekonomis penting
tersebut antara lain; Lambis lambis, Lambis chiraggra dan Hyppopus hyppopus.
3) Mamalia Laut
Paus
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang megrasi paus, diantaranya Salm
dan Halim (1984) dalam Monk et,al. (1997), serta survei lapangan
mengindikasikan bahwa setidaknya dalam wilayah perairan pesisir dan laut
Kabupaten Seram Bagian Timur dilalui oleh 6 - 7 jenis paus, yaitu Megaptera
novaeangliae (Humpback whale), Balaenoplera borealis (Sei whale), Balaenoplera
musculatus (Blue whale), Balaenoplera physalis (Fin whale), Physeter catodon
(Sperm whale), Physeter sp., dan Orcinus orca (Killer whale).
Kehadiran dari jenis paus biru, sperm whale dan paus pembunuh di wilayah
pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur merupakan hal yang spesifik
dibanding jenis paus lain yang terdapat di wilayah perairan Nusantara. Tampaknya
rute migrasi paus biru (Balaenoptera musculus) dari samudera Pasifik menuju
samudera Indonesia melintasi perairan antara Pulau Halmahera dan Papua,
kemudian memasuki laut Maluku maupun laut Seram dan melalui perairan antara
pulau-pulau Ambon dan Lease, selanjutnya melintasi perairan pesisir dan laut dari
wilayah ekologis Werinama yang terletak di Pulau Seram Selatan, kemudian ke
wilayah ekologis perairan pesisir dan laut Geser dan Gorom, dan selanjutnya
memasuki laut Banda menuju perairan Nusa Tenggara Timur, dan masuk ke
samudera Indonesia melalui perairan Selat Timor. Selain itu, jenis paus ini
melintasi perairan Seram Utara, kemudian memasuki perairan pesisir dan laut
wilayah ekologis Bula, selanjutnya memasuki perairan dalam antara pulau-pulau
kecil wilayah ekologis Gorom dan Geser menuju Laut Banda menuju perairan
Nusa Tenggara Timur dan masuk ke Samudera Indonesia melalui Selat Timor.
Migrasi jenis paus Physeter sp. dari Samudera Pasifiki menuju Samudera
Indonesi melintasi perairan Laut Maluku antara Pulau Halmahera dan Sulawesi,
antara Pulau Obi dan Kepulauan Sula terus ke perairan antara Pulau Buru, Pulau
Seram, maupun perairan pesisir laut wilayah ekologi Werinama, terus ke wilayah
ekologi Geser dan Gorom dan memasuki laut Banda, kemudian menuju Perairan
Nusa Tenggara Timur menuju Samudera Indonesia melalui Selat Timor. Jenis
paus ini juga melintasi perairan Seram Bagian Utara, kemudian memasuki
perairan pesisir dan laut wilayah ekologis Bula, dan selanjutnya melintasi perairan
dalam antara pulau-pulau kecil wilayah ekologis Gorom menuju Laut Banda,
kemudian menuju perairan Nusa Tenggara Timur dan memasuki samudera
Indonesia melalui perairan Selat Timor.
Paus pembunuh (Orcinus orca) hadir secara temporal di perairan pesisir dan
laut wilayah ekologis Werinama di Pulau Seram Bagian Selatan, termasuk wilayah
perairan pesisir dan laut wilayah ekologis Geser dan Gorom, serta wilayah
ekologis Bula pada musim tertentu. Kelihatannya kehadiran dari jenis paus ini
bertepatan dengan kondisi suhu perairan yang agak dinging setelah upwelling di
laut Banda, serta bersamaan dengan musim dimana terjadi peningkatan populasi
sotong (cumi-cumi), serta ikan pelagis kecil di perairan pesisir dan laut Kabupaten
Seram Bagian Timur. Fakta ini menunjukan kondisi suhu perairan dan
ketersediaan sumber makanan menjadi faktor utama kehadiran paus pembunuh
di perairan pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur.
Migrasi paus tidak hanya pada perairan pesisir dan laut, tetapi seringkali
memasuki wilayah perairan teluk yang agak dalam serta laut antara pulau kecil
yang dalam di Kabupaten Seram Bagian Timur, terutama jenis Physeter catodon
dan Physeter sp., dan sering menjadi tontonan menarik bagi masyarakat di bagian
teluk-teluk serta pulau-pulau kecil tersebut. Melalui uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa posisi wilayah pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur
sangat potensial dan strategis bagi kehadiran paus.
Semua jenis paus yang hadir di Kabupaten Seram Bagian Timur ini termasuk
hewan laut yang dilindungi, baik secara Nasional maupun Internasional (Noerdjito
dan Maryanto, 2001). Oleh karena itu, kehadiran mamalia laut (paus) pada wilayah
perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil Kabupaten Seram Bagian Timur
sebagai ruang migrasi maupun kepentingan berbagai aktivitas hidup (biologis)
perlu ditata untuk selanjutnya dikelola secara baik.

Lumba-Lumba
Lumba-lumba yang termasuk dalam kelompok mamalia laut ditemukan di
hampir seluruh wiayah ekologis perairan peisisir, laut dam pulau-pulau kecil
Kabupaten Seran Bagian Timur. Terdapat lima jenis lumba-lumba yang
menempati perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Seram Bagian
Timur ini yaitu Globicephala macrorhynchus, Pseudorca crassidens, Delphinus
delphis dan D. capensis (lumba-lumba biasa), serta Tursiops truncatus (lumba-
lumba hidung botol).
Lumba-lumba yang umum ditemukan di wilayah perairan dalam wilayah
kabupaten ini adalah lumba-lumba biasa dan lumba-lumba hidung botol. Kedua
jenis lumba-lumba ini bermigrasi hingga ke perairan dangkal, dan memasuki
perairan teluk wilayah ekologis Werinama di Pulau Seram Selatan bagian timur
dan wilayah ekologis Bula sepanjang pesisir Pulau Seram Bagian Timur, serta
selat-selat antara pulau-pulau kecil dari wilayah ekologis Geser dan terutama
Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur ini.
Sama halnya dengan paus, ternyata semua jenis lumba-lumba yang berada di
wilayah perairan Kabupaten Seram Bagian Timur merupakan mamalia laut yang
dilindungi, seperi tertuang dalam PP. No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto,
2001). Oleh karena itu, kebutuhan ruang bagi eksistensi dan keberlanjutan hidup
jenis-jenis mamalia laut yang dilindungi ini menjadi penting serta perlu mendapat
perhatian dalam penataan ruang dan rencana pengelolaan wilayah perairan
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil Kabupaten Seram Bagian Timur.

Dugong (Duyung)
Salah satu jenis mamalia laut yang cukup penting dan hadir pada wilayah
perairan pesisir yang relative dangkal adalah Dugong dugong (Dugong/Duyung).
Melalui laporan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir Kabupaten Seram
Bagian Timur, insiden tertangkapnya Dugong oleh nelayan, serta penemuan dan
pengamatan mereka dalam kegiatan di lingkungan perairan pesisir, diketahui
Dugong hadir di beberapa bagian wilayah perairan pesisir Kabupaten Seram
Bagian Timur. Hasil survei menunjukan, Dugong hadir di wilayah ekologis Geser
dan Bula. Kehadiran Dugong yang terbatas pada beberapa bagian perairan pesisir
Kabupaten Seram Bagian Timur ini berkaitan sangat erat dengan kehadiran
vegetasi lamun (padang lamun) yang merupakan sumber makanan utamanya.
Informasi masyarakat mengindikasikan populasi dugong telah menurun
karena diburu oleh manusia untuk memanfaatkan daging serta taringnya. Selain
itu, diduga penurunan populasi dugong itu akibat intensitas penggunaan perairan
pesisir untuk berbagai kepentingan yang cenderung meningkat. Berkaitan dengan
kenyataan tersebut maka Dugong menjadi salah satu jenis mamalia laut yang
dilindungi undang-undang, dimana secara nasional mamalia laut ini dilindungi
berdasarkan PP. No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto, 2001). Pada bagian
lain, penurunan populasi dugong di wilayah perairan pesisir Kabupaten Seram
Bagian Timur berkaitan erat dengan kehadiran padang lamun sebagai makanan
utamanya yang juga mengalami degradasi yang pesat akibat tekanan lingkungan.
Oleh karena itu, penataan ruang wilayah pesisir dan laut, pengelolaan (konservasi
dan rehabilitasi) padang lamun sebagai salah satu habitat utama wilayah pesisir
Kabupaten Seram Bagian Timur menjadi sangat penting.

4) Reptilia Laut
Penyu
Ternyata hanya dua jenis penyu yang menempati perairan pesisir dan laut
Kabupaten Seram Bagian Timur yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan
penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu sisik lebih umum ditemukan atau menempati
wilayah perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil Kabupaten Seram Bagian
Timur, sementara penyu hijau hanya menempati lokasi dan habitat perairan
tertentu dalam wilayah kabupaten ini. Berdasarkan pendekatan distribusi geografis
dan habitat hiudup (Noerdjito dan Maryanto, 2001), maka jenis penyu sisik dan
penyu hijau adalah penghuni perairan pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian
Timur. Jenis penyu sisik ini menyebar dan menempati perairan pesisir dimana
terdapat terumbu karang, dan penyu hijau pada areal padang lamun serta terumbu
karang Kabupaten Seram Bagian Timur.
Penyebaran penyu sisik lebih dominan di wilayah ekologis Gorom, terutaman
pada perairan dan lingkungan pesisir Pulau Koon, Pulau Panjang, Pulau
Amaskaro, bagian tertentu dari Pulau Gorom, Pulau Watubela, Pulau Kesuai,
Pulau Baan, Pulau Teor serta pulau-pulau terkecil dalam wilayah ekologis ini.
Untuk wilayah ekologis Geser, ternyata kehadiran penyu sisik sangat dominan
dibanding penyu hijau. Sementara pada wilayah ekologis Geser, penyu sisik
ditemukan pada perairan dan lingkungan pesisir Pulau Akat, Pulau Seram Laut
serta pulau-pulau kecil sekitarnya, Pulau Madorang, pesisir lokasi Angar (Pulau
Seram), dan bahkan Pulau Geser, pesisir Pulau Keffing dan Gisik pasir Pulau
Keffing. Pada bagian lain, penyu hijau ditemukan hadir pada areal lamun antara
lokasi Urung hingga Kwamor dan P. Keffing. Untuk wilayah ekologis Bula, penyu
sisik lebih umum ditemukan, baik pada areal terumbu karang maupun tempat
bertelur di pesisir Pulau Parang dan areal gisik pasir dari Pulau Karang Bais. Pada
frekwensi waktu tertentu, penyu hijau ditemukan hadir pada perairan pesisir Pulau
Parang, dimana hal ini diperkirakan berkaitan erat dengan tujuan mencari makan
di areal padang lamun perairan pesisir Pulau Parang.
Hasil pengamatan di lapangan dan pengalaman nelayan atau masyarakat
dapat dikatakan bahwa penyu sisik dan penyu hijau yang menempati wilayah
perairan pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur termasuk ukuran penyu
belum dewasa hingga dewasa. Ini berarti kehadiran penyu di wilayah perairan
Kabupaten Seram Bagian Timur untuk tujuan bertelur (nesting), serta untuk tujuan
mencari makan dan berkembang menjadi dewasa sebelum menuju areal bertelur
(nesting) di beberapa areal tereterial pesisir dari pulau-pulau kecil sekitarnya, atau
kemudian bermigrasi menuju ke pulauan Lucipara (Kabupaten Seram Bagian
Timur) yang merupakan habitat utama bagi jenis penyu tersebut, terutama penyu
hijau.
Kedua jenis penyu yang menempati perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
Kabupaten Seram Bagian Timur ini merupakan jenis reptilia laut yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto,
2001), karena populasinya mengalami penurunan drastis akibat diburu oleh
manusia sebagai bahan konsumsi dan pemanfaatan kulitnya untuk berbagai
kegiatan kerajinan. Pada bagian lain, frekwensi kehadiran penyu di wilayah
perairan pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur telah berkurang akibat
menurunnya areal dan kualitas terumbu karang dan padang lamun karena tekanan
lingkungan dan pemanfaatan. Uraian di atas menuntunjukan upaya perlindungan
terhadap penyu tersebut menjadi penting. Upaya perlindungan itu dapat dilakukan
melalui penataan ruang wilayah pesisir dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur
serta konservasi dan rehabilitasi terumbu karang, padang lamun dan lahan
teresterial pesisir yang merupakan habitat hidup serta reproduksi dari jenis-jenis
penyu tersebut.

Ular Laut
Jenis ular laut yang ditemukan menempati perairan pesisir, laut dan pulau-
pulau kecil Kabupaten Seram Bagian Timur sebanyak 8 spesies, semuanya
termasuk dalam dua kelompok kutama berdasarkan habitatnya yaitu ular laut
penghuni terumbu karang (Allen dan Steen, 2002) yaitu Laticauda colubrina,
Laticauda semifasciata, Aipysurus laevis, Astoria stokesii dan Enhydrina schistose
dan penghuni perairan di luar ekosistem terumbu karang y atau yang hidup pada
lingkungan perairan laut yaitu Hydrophis fasciatus, Hydrophis sp., dan Pelamis
platurus. Kedelapan jenis ular laut tersebut ditemukan hadir pada semua wilayah
ekologis Kabupaten Seram Bagian Timur.
Jenis-jenis ular laut penghuni ekosistem terumbu karang itu tergolong sangat
berbisa, dan sangat sensitif pada waktu musim kawin yang umumnya terjadi pada
akhir musim Timur dan selama musim pancaroba antara musim Timur dan musim
Barat. Dengan demikian kehadiran dan populasi dari kelima jenis ular laut
penghuni terumbu karang itu sangat menonjol pada periode musim tersebut di
atas.
Kedelapan jenis ular laut itu memberi kontribusi sangat penting bagi
keragaman spesies biota laut di Kabupaten Seram Bagian Timur. Kehadiran jenis-
jenis ular laut berdasarkan habitat hidup di atas, memberikan suatu indikasi bahwa
penataan terhadap ruang, diikuti oleh pengelolaan (termasuk konservasi habitat)
perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil dari keempat wilayah ekologis
Kabupaten Seram Bagian Timur, beserta menjadi sangat penting.

Buaya
Selain penyu dan ular laut, wilayah pesisir Kabupaten Seram Bagian Timur
memiliki salah satu jenis reptilia (Monk, et.al., 1997) yaitu Crocodylus porosus
(buaya). Jenis buaya ini hidup pada lingkungan perairan, habitat hutan mangrove
dan muara sungai Masiwang hingga Dusun Kuffar (Desa Kilbat), wilayah ekologis
Geser. Fakta menunjukan populasi dari jenis buaya ini lebih tinggi di lokasi sungai
Masiwang dibanding Dusun Kuffar dan sekitarnya. Kemungkinan kenyataan ini
berkaitan erat dengan kesesuaian kondisi habitat hidup, termasuk ketersediaan
makanannya.
Meskipun pada wilayah ekologis Werinama terdapat sungai, tetapi tidak
memiliki jenis reptilia (buaya) tersebut, dan hal ini berkaitan dengan kesesuaian
habitat sebagai faktor penting kehadiran reptilia ini. Uraian ini menghendaki
adanya penataan ruang dan pengelolaan terhadap habitat hidup dari jenis reptilia
penting ini, karena merupakan salah satu satwa penting ditinjau dari aspek
keragaman biologis Kabupaten Seram Bagian Timur secara khusus, serta Maluku
secara umum.
c. Mangrove
Kehadiran mangrove pada garis pantai selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor,
baik dari laut maupun darat. Di antara faktor-faktor yang menonjol antara lain
adalah jarak perbedaan pasang surut, frekuensi dan lama penggenangan air laut,
dinamika pasang surut, aerasi tanah dan salinitas. Perbedaan faktor-faktor ini
menyebabkan perbedaan dalam penyebaran jenis dan suksesinya. Ekosistem ini
mempunyai fungsi ekologis bagi lingkungan sekitar dan fungsi ekonomi bagi para
pengguna yang terutama masyarakat pesisir. Degradasi ekosistem pesisir yang
terjadi dewasa ini merupakan akibat anthropogenik (ulah manusia). Ini disebabkan
kurang adanya pengetahuan tentang; bagian dan fungsi lingkungan laut,
kesadaran untuk mencintai dan melestarikan lingkungan laut. Disadari atau tidak,
kerusakan tersebut merupakan cermin mentalitas manusia yang memanfaatkan
laut tersebut.

Gambar 3.5 Kondisi Mangrove di Kabupaten Seram Bagian Timur

Komunitas mangrove umumnya menyenangi perairan pantai yang landai dan


terlindung terutama pada daerah teluk dan muara-muara sungai, mangrove
tumbuh lebat jika ditopang oleh suplai air tawar yang masuk ke perairan laut
melalui sungai, mangrove sangat toleran terhadap perubahan kadar garam. Pada
kondisi perairan yang terbuka dengan arus pasang surut yang kuat dan berombak,
mangrove tidak tumbuh baik karena syarat tumbuh mangrove adalah perairan
yang tenang. Di Kabupaten Seram Bagian Timur dijumpai 12 spesies mangrove,
2 spesies semak mangrove (Acantus isotifolis dan Acrosticum aureum).
Komunitas mangrove di Daerah konservasi Pulau Koon dan sekitarnya hanya
ditemukan di Pulau Nukus. Luasnya pun tidak terlalu luas karenanya pengamatan
hanya dilakukan secara visual. Luas kawasan mangrove di Pulau Nukus mencapai
836,225 m2 jenis-jenis mangrove di Pulau Nukus hanya ditemukan di pesisir yang
terdiri dari jenis-jenis Rhizophora apiculate, Sonneratia alba dan Nypa fruticans.
Mangrove famili Sonneratiaceae, Rhyzophoraceae dan famili Verbenaceae
terdapat di semua wilayah (Tabel 3.7), sedangkan tumbuhan pantai yang umum
dijumpai adalah Pandanus sp. Ipomea sp dan Terminalia katapang.
Area mangrove sering dijadikan sebagai tempat mencari anakan biota laut
yang berpotensi untuk dibudidayakan. Karena itu, daerah mangrove yang terdapat
pada wilayah ini dapat dikembangkan menjadi areal konservasi dan areal rekreasi
yang ramah lingkungan (Ecotourism), sehingga kegiatan pemanfaatan daerah
tersebut dapat digunakan untuk menunjang perekonomian masyarakat sekitarnya.

Tabel 3.7 Jenis-jenis mangrove yang dijumpai di Kabupaten Seram Bagian Timur

No. Famili Spesies


1 Sonneratiaceae Sonneratia alba
Rhyzophora apiculata
Rhyzophora stylosa
2 Rhyzophoraceae
Rhyzophora mocronata
Bruguiera gymnorhiza
3 Euphorbiaceae Eksocaria agaloka
4. Verbenaceae Avicennia alba
5. Myrsinaceae Aegiceras corniculatun
Xylocarpus granatum
6. Meliaceae Xylocarpus sp
Lumnitzera litorea
Acantus isotifolis*
7 Acanthaceae
Acrosticum aureum*
Sumber: *koleksi bebas

Di kabupaten Seram Bagian Timur Jumlah kisaran nilai untuk kerapatan dari
vegetasi mangrove kategori pohon memiliki kerapatan volume 0,090 0,1282 m2
dengan luas 462 1282 Ha yang berdiameter 11 43 cm dengan jumlah diameter
rata rata berkisar antara 15 29 cm. Sedangkan untuk kategori sapihan memiliki
volume kerapatan 0,0740 1,161 m2 dengan luas kisaran 740 11610 Ha yang
berdiameter 2,0 - 9,5 cm dengan kisaran diameter rata-rata 6,7 8,3 cm. Dan
yang terakhir dengan kategori anakan memiliki volume berkisar antara 0,1461-
2,4623 m2 dengan luas 1461- 24623 Ha.
Tabel 3.8 Nilai kisaran Kerapatan dan kisaran diameter vegetasi mangrove pada
Kabupaten Seram Bagian Timur
Kisaran
Kisaran nilai Kisaran nilai Kisaran
Kategori diameter rata-
Kerapatan m2 Kerapatan Ha diameter cm
rata cm
Pohon 0,090 - 0,1282 462 - 1282 11 - 43 15 - 29
Sapihan 0,0740 1,161 740 - 11610 2,0 - 9,5 6,7 - 8,3
Anakan 0,1461- 2,4623 1461- 24623 - -

Dari tabel di atas terlihat perkembangan mangrove terjadi secara alami dimana
jumlah individu untuk Kategori anakan lebih besar dari kategori sapihan dan
sapihan lebih besar dari kategori pohon.

d. Terumbu Karang
Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki berbagai fungsi ditinjau dari sudut
ekologis, ekonomi dan sosial-budaya. Pada dasarnya ekosistem terumbu karang
termasuk di dalam kawasan Seram Bagian Timur tergolong habitat produktif
karena merupakan daerah pemanfaatan ikan karang dan berbagai biota laut
ekonomis penting lainnya. Selain itu, terumbu karang juga merupakan daerah
wisata bahari karena memiliki keindahan alami dan khas. Ditinjau dari sudut
ekologi, terumbu karang mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal, tempat
mencari makan, tempat pemijahan, serta tempat asuhan dan pembesaran bagi
berbagai biota laut yang hidup di terumbu karang maupun perairan pesisir dan laut
sekitarnya, termasuk biota-biota penghuni laut lepas.
Sesuai hasil pengamatan, terdapat dua tipe terumbu karang di perairan pesisir,
laut dan pulau-pulau kecil Kabupaten Seram Bagian Timur, yaitu Terumbu Karang
tepi (Fringing Reefs) yang dominan dan tersebar luas, serta Terumbu Karang
Tenggelam (Apron Reefs) dan/atau Saaru. Rataan terumbu karang
tenggelam/Saaru seperti di Wilayah ekologis Geser, mengalami kekeringan saat
surut rendah. Kondisi geomorfologi menunjukan tipe terumbu karang tenggelam
tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai terumbu penghalang (Barrier Reefs).
Variasi sepsies karang batu di perairan pesisir dan laut Kabupaten Seram
Bagian Timur tergolong cukup tinggi (164 spesies karang dari 53 genera dan 16
famili). Karang batu famili Acroporidae dan Faviidae memiliki jumlah spesies lebih
tinggi di tiap wilayah ekologis, maupun antar lokasi terumbu dari tiap wilayah
ekologis. Secara umum panjang terumbu karang di Kabupaten SBT yakni 7,71 km
46,45 km dengan rata-rata lebar terumbur 0,068 km 0,210 km dan mempunyai
luas terumbu dari 7,30 km2 12,57 km2 dengan keliling 63,11 km 426,79 km.
Adapun penjelasan mengenai kondisi sebaran karang hidup dan kondisi sebaran
karang patahan sebagai berikut:
1) Kondisi Sebaran Karang Hidup
Persentase penutupan karang hidup di perairan KPP Koon-Neiden berkisar
antara 0-95% per pengamatan dengan rata-rata sebesar 43%. Hasil pengamatan
menunjukan kondisi penutupan karang hidup berada dalam kategori buruk hingga
memuaskan dengan rata-rata kondisi sedang. Penutupan karang hidup relatif lebih
tinggi terdapat di timur laut Pulau Grogos, timur laut Pulau Koon dan barat daya
Pulau Koon.
Presentase penutupanberdasarkan 8 (delapan) kategori yang digunakan yaitu
(HCL: hard coral live, HCD: hard coral dead, SC: soft coral, Sand: Pasir, Other:
lainnya, RB: rubble, MA: macro alga, RO: rock). Presentase nilai penutupan
karang hidup mengacu pada Gomez dan Yap (1998) menggunakan kategori:
Kategori 1 (1 24 %)
Kategori 2 (25 49 %)
Kategori 3 (50 74 %)
Kategori 4 (75 100 %)
Sebaran terumbu karang berdasarkan data awal yang didapatkan dari data
pengamatan, menunjukkan bahwa tipe karang di perairam ini merupakan
hamparan habitat terumbu karang dengan gugusan terumbu karang tepu yang
memiliki kemiringan dasar perairan dari curam (wall) sampai dengan datar (flatI).
Namun daerah rataan sekeliling Pulau Koon, Pulau Grogos dan Pulau Nukus
merupakan semi atoll yang relatif mirip dengan semi atoll di Kepualauan Ayau,
Raja Ampat (Tomascik, Mah, Nontji dan Moosa, 1997).
Tingkatan tutupan karang yang hidup yang masih terdapat di sisi utara pulau
(Koon dan Gorogos) terutamanya di Pulau Koon dimana bagian selatan dan utara
memiliki sebaran karang hidup yang masih bagus dengan kategori 3. Tipe
pertumbuhan karang yang umu dijumpai sepanjang tarikan di lokasi ini cukup
beragam yaitu karang dengan bentuk pertumbuhan membulat (massive), bentuk
meja (tabulate) dan bercabang (branching). Kondisi sebaran karang dilokasi
lainnya umumnya berkisar dibawah 50% dengan kebanyakan substrat berupa
rubble, pasir ataupun batuan.
60

50

40

30

20

10

0
P. Grogos P. Koon P. Nukus P. Neiden
Gambar 3.6 Persentasi Sebaran Karang Hidup di Perairan Lokasi
Daerah Konservasi Koon dan Sekitarnya (Sumber: Anonimous 2015)

Pulau Nukus dan Neiden menunjukkan persentase penutupan rata-rata


sebesar 32% dan termasuk kedalam kategori 3. Tipe karang di lokasi ini umumnya
berbentuk bulat ataupun mengerak. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh lokasi
yang memiliki arus yang cukup kuat terutamanya pada saat pasang surut air laut
sehingga karang dengan pertumbuhan massive dan encrusting cukup banyak
tersebar di daerah ini. Karang yang umum atau dominan ditemukan di sekitar
Pulau Nukus dan Neiden adalah karang Porites serta Acropora. Karang genus ini
memang memiliki tingkat ketahanan untuk tumbuh di berbagai kondisi perairan
termasuk kondisi yang berarus seperti di Pulau Nukus ini.

2) Kondisi Sebaran Patahan Karang (rubble)


Hasil pengamatan substrat berupa pecahan karang (rubble) menunjukkan
bahwa beberapa lokasi memiliki presentase penutupan rubble yang cukup tinggi.
Sebaran pecahan karang ini, lebih banyak terdapat di bagian selatan Pulau
Garogos dan Nukus. Adanya tutupan patahan karang merupakan indicator adanya
kerusakan dimasa lalu yang disebabkan oleh alam (ombak, badai, gempa bumi)
maupun aktifitas manusia (penangkapan ikan dengan bom). Persentase
penutupan patahan karang berkisar antara 0 90 % per pengamatan dengan rata-
rata 25%. Sebaran penutupan patahan karang relative banyak dijumpai di sisi
selatan Pulau Koon, sisi selatan antara Pulau Grogos dan Pulau Nukus, dan
selatan Pulau Neiden.
Kondisi karang patah, umumnya disebabkan oleh adanya aktivitas yang
bersifat merusak seperti penempatan jangkar jukung/boat. Jaring, pengeboman
ikan, sampah dan lainnya. Pengaruh dari alam juga dapat menyebabkan patahnya
karang seperti arus dan gelombang. Kondisi sebaran karang yang patah lebih
banyak terdapat di sisi selatan Pulau Grogos dan Nukus. Kondisi ini sangat
mungkin dipengaruhi oleh kerasnya gelombang pada saat musim barat. Faktor-
faktor yang membuat kondisi karang buruk karena adanya warga sekitar dan juga
nelayan dari luar yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan
peralatan yang bersifat merusak di sekitar perairan ini, ketidatahuan bahkan
ketidakpedulian dan mungkin juga tidak adanya alternative mata pencaharian.
Peranan institusi pemetintah dan juga lokal sangatlah penting disini. Pemerintah
sebagai pemegang kebijakan dapat mencegah terjadinya praktek-praktek
perusakan terhadap sumberdaya alam laut dan pesisir dengan membuat serta
menerapkan aturan mengenai pemanfaatan wilayah perairan.

6. Analisis Masalah Lingkungan dan Pencemaran


a. Instrusi Air Laut
Lokasi-lokasi yang teridentifikasi rawan intrusi air laut umumnya meliputi
kawasan pulau-pulau kecil, baik di wilayah Kecamatan Pulau Gorom, Kecamatan
Gorom Timur, Kecamatan Pulau Panjang, Kecamatan Seram Timur, Kecamatan
Kilmury, Kecamatan Lian Vitu, Kecamatan Bula, Kecamatan Bula Barat, maupun
Kecamatan Teluk Waru. Sedangkan di wilayah Kecamatan Werinama dan
Kecamatan Siwalalat umumnya ditemukan pada kawasan-kawasan yang
mengalami abrasi intensif.
Lokasi-lokasi yang umum mengalami intrusi air laut ialah Pulau Teor, Kesui,
Gorom, Amarsekaru, Panjang, dan Koon. Pada wilayah lokasi rawan intrusi
ditemukan di seluruh pulau kecil, terutama yang tidak memiliki kawasan resapan
air, dan kawasan memiliki elevasi daratannya sangat rendah dan terpisah dari
pulau induknya. Beberapa lokasi yang teridentifikasi rawan intrusi antara lain
Kiltai/Kilwaru, Geser, Keffing dan Akad.
Pulau kecil yang mendapat tekanan intrusi air laut ialah pulau Parang. Hal ini
sangat jelas terlihat pada beberapa sumur utama masyarakat yang cenderung
menunjukkan kondisi payau. Di sisi lain, di wilayah Kecamatan Werinama memiliki
kawasan berpotensi intrusi sepanjang pesisir yang telah mengalami abrasi, antara
lain di wilayah sekitar Werinama, Bemo, dan Batu asa.
b. Polusi dan Pencemaran
Lokasi yang teridentifikasi mengalami pencemaran relative sedikit, namun
beberapa lokasi yang terindetifikasi meliputi:
Kawasan sekitar perairan pantai desa Bula, termasuk perairan di sekitar
dusun Kampung air termasuk dalam lokasi-lokasi pengeboran minyak
bumi.
Walaupun potensinya kecil, Teluk Geser juga merupakan lokasi yang
teridentifikasi sebagai kawasan rawan pencemaran, terutama limbah
rumah tangga dan limbah kapal motor yang berlabuh sepanjang pelabuhan
Geser yang berada tepat di depan mulut teluk. Potensi ini juga didorong
oleh karena sirkulasi arus yang kurang baik pada kawasan teluk ini.

c. Kerusakan Hutan Mangrove


Permasalahan kerusakan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Seram
Bagian Timur pada beberapa lokasi telah berlangsung lama dan perubahan yang
kecil, sedangkan pada beberapa lokasi terjadi kerusakan dalam skala yang sangat
tinggi dan mengalami perubahan dalam waktu yang sangat cepat. Untuk skala
kerusakan yang kecil umumnya merupakan dampak dari aktvitas masyarakat yang
memanfaatkan kayu bakau untuk kepentingan kayu bakar dan juga untuk bahan
bangunan. Di sisi lain perubahan yang sangat besar teridentifikasi pada kawasan-
kawasan dimana dilakukan pembongkaran untuk kepentingan pengembangan
lahan permukiman dan pembukaan lahan untuk jalan utama yang
menghubungkan beberapa desa hinterland dengan pusat Kabupaten, Kota Bula.
Beberapa lokasi yang umum mendapat tekanan oleh masyarakat antara lain
hutan mangrove di Keffing dan Kuamor yang terdapat di Kecamatan Seram Timur.
Sedangkan kawasan yang mendapat tekanan yang cepat antara lain kawasan
Sesar, Englas dan beberapa dusun di sekitar Bula. Untuk yang disebutkan terakhir
ini, merupakan akibat dari adanya pembukaan lahan untuk pemukiman baru dan
juga pembukaan jalan utama memasuki Bula sebagai pusat Kabupaten. Beberapa
lokasi yang juga mendapat tekanan karena pembukaan lahan permukiman oleh
masyarakat seperti di Kampung Air desa Bula. Adapun tabel kondisi Hutan
Mangrove di Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai berikut:
Tabel 3.9 Luas dan Kondisi Hutan Mangrove Menurut Kecamatan di Kabupaten
Seram Bagian Timur 2016
Kondisi Hutan Mangrove (Ha)
No Kecamatan
Baik Rusak Total Luas
1 Pulau Gorom 169 113 282
2 Wakate 8 2 10
3 Seram Timur 568 429 997
4 Tutuk Tolu 84 56 140
5 Werinama 96 10 106
6 Bula 5.257 2.253 7.510
7 Kilmury 98 25 123
8 Siwalalat 80 15 95
9 Teor 4 1 5
10 Gorom Timur 120 20 140
11 Bula Barat 3.004 751 3.755
12 Pulau Panjang 107 46 153
13 Kian Darat 90 15 105
14 Lian Vitu 75 15 90
15 Teluk Waru 107 46 153
2016 9.944 3.849 13.793
Sumber: BPS, Kabupaten Seram Bagian Timur Dalam Angka 2017

Berdasarkan tabel kondisi mangrove yang ada di setiap kecamatan di


Kabupaten Seram Bagian Timur dapat diketahui bahwa mangrove paling baik dan
rusak terdapat di Kecamatan Bula dengan luas kondisi baik yaitu 5.257 Ha untuk
kondisi buruk yaitu dengan luas 2.253 Ha dan dengan total luas 7.510 Ha.
Selanjutnya yaitu Kecamatan Bula Barat dengan kondisi mangrove baik dengan
luas 3.004 Ha dan kondisi mangrove buruk yaitu 751 Ha dengan total luas 3.755
Ha. Sedangkan untuk kondisi mangrove baik dan buruk dengan luas lahan terkecil
yaitu terdapat di Kecamatan Teor dengan kondisi baik hanya selua 4 Ha dan
kondisi buruk yaitu 1 Ha. Adapun jumlah luas lahan mangrove di Kabupaten Seram
Bagian Timur dengan kondisi baik yaitu 9.944 Ha dan jumlah luas kondisi
mangrove buruk yaitu 3.849 Ha dengan total keseluruhan luas lahan mangrove
yaitu 13.793 Ha.

Gambar 3.4 Kondisi mangrove buruk di Kabupaten Seram Bagian Timur


d. Kerusakan Terumbu Karang

Gambar 3.5 Kerusakan Terumbu Karang di Kabupaten Seram Bagian Timur

Kerusakan ekosistem terumbu karang terjadi di semua wilayah perairan pesisir


dan laut Kabupaten Seram Bagian Timur, kerusakan tersebut bukan hanya terjadi
secara alami tetapi akibat kegiatan manusia terutama menggunakan alat dan
metode penangkapan yang merusak yakni dengan menggunakan bahan peledak
(bom), serta pengambilan karang hidup untuk bahan bangunan, disamping
penggunaan potasium sianida untuk membius jenis-jenis ikan karang. Kegiatan
pengeboman dan pembiusan ikan ini dijumpai pada lokasi-lokasi seperti terumbu
karang sekitar pulau Koon, pulau Panjang, pulau Amarsekaru, pulau Garogos,
Seram laut, Geser, dan Keffing serta Karang Bais. Berikut tabel kondisi terumbu
karang di Kabupaten Seram Bagian.

Tabel 3.10 Luas dan Kondisi Terumbu Karang Menurut Kecamatan di Kabupaten
Seram Bagian Timur 2016
Kondisi Terumbu Karang (Ha)
No Kecamatan
Baik Rusak Total Luas
1 Pulau Gorom 180,7 97,3 278
2 Wakate 242,4 60,6 303
3 Seram Timur 1.827 1.217 3.044
4 Tutuk Tolu 210 115 325
5 Werinama 116 34 150
6 Bula 205.36 51,34 256,7
7 Kilmury 55 15 70
8 Siwalalat 40 10 50
9 Teor 90,9 10,1 101
10 Gorom Timur 145,35 25,65 171
11 Bula Barat 102,64 25,66 128,3
12 Pulau Panjang 180 20 200
13 Kian Darat 98 17 115
14 Lian Vitu 78 25 103
15 Teluk Waru 165 38 203
2016 3.736,35 1.761,65 5.498,00
Sumber: BPS, Kabupaten Seram Bagian Timur Dalam Angka 2017
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat jumlah luas lahan terumbu karang di
Kabupaten Seram Bagian Timur dengan kondisi baik yaitu 3.736,35 Ha dan jumlah
luas kondisi terumbu karang buruk yaitu 1.761,65 Ha dengan total keseluruhan
luas lahan terumbu karang yaitu 5.498,00 Ha.

Anda mungkin juga menyukai