Anda di halaman 1dari 93

ANALISIS SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BATUAN

ULTRABASA DIAREA PASCA PENAMBANGAN NIKEL


KECAMATAN PONDIDAHA KABUPATEN KONAWE

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH:

DESTI NATALIA RUBAK RERUNG


R1A115021

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Analisis Suseptibilitas Magnetik Batuan Ultrabasa di Area Pasca

Penambangan Nikel Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe”

Berbagi kesulitan dan hambatan saat penulisan tugas akhir ini, namun atas

pertolongan Tuhan, doa, tekad, dan kesabaran serta bantuan dari berbagai pihak

penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, penulis mengucapak terimakasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada Bapakku tercinta Yusuf Rubak Rerung dan Mamaku tersayang

Agustina Rantesalu yang telah membesarkan dan mendidik serta untuk segala

kesabaran, motivasi, dukungan pengorbanan dan moril selama menempuh

pendidikan selama ini. Dalam skripsi ini penulis menyampaikan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak Jahidin, S.Si., M.Si selaku

Pembimbing I dan Bapak Suryawan Asfar, S.T., M.Si selaku Pembimbing II

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi arahan dan

bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak

langsung membantu penulis, terutama kepada:

ii
iii

1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun, S.Si., M,Sc selaku Rektor Universitas Halu

Oleo.

2. Dr. Muliddin, S.Si., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian Universitas Halu Oleo.

3. Erzam S. Hasan, S.Si., M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika dan

seluruh jajarannya.

4. Tim penguji, Bapak Dr. La Ode Ngkoimani, M.Si Bapak Erzam S. Hasan,

S.Si., M.Si dan Bapak La Ode Sahiddin, S.Si., M.Sc yang selalu

menyempatkan waktunya hadir untuk menguji dan memberi banyak

masukkan pada penulisan ini.

5. Kepala Laboratorium Kemagnetan Alamiah serta seluruh jajarannya,

terkhusus untuk kak Ramlia yang telah sabar membantu dan membimbing

selama penelitian dan penyelesaian tulisan ini.

6. Bapak dan Ibu dosen FITK, Terimakasih atas ilmu yang di berikan selama

menempuh pendidikan di bangku kuliah.

7. Kepada kakak-ku tercinta (Resky, Selling, Marsel, Eppi dan Ayu).

Terimakasih atas segala dukungan materi, doa, maupun moril yang diberikan.

8. Ponakan-ponakan tersayang (Eka, Nanda, Anya, Nona, Jevan dan Sandy).

Terimakasih atas doa-doanya.

9. Seacher Junedi yang telah membantu dan memberikan motivasi, dukungan

serta perhatiannya selama menyelesaikan tugas akhir.

10. Kepada teman-teman Tim suseptibilitas magnetik (Nana, Yuna, Fadli, Dian,

Ilma, Ulfa, Jun, Sapril). Terimakasih banyak atas bantuan pada saat

pengambilan sampel, pengolahan sampel, penyusunan hasil sampai skripsi.


iv

11. Saudara-Saudara seperjuangan ST Teknik Geofisika 2015, Nana Anggara

Dita, Doni Mangera, Muhammad Fadli Falluran, Yuliana, Dian

Ekawaty, Ilma Septya Ningsih, Wa Ode Ulfa Intan Safitri, Muhammad

Darussalam, Fairus Mubakri, La Ode Arafik, Tri Rusmin Juniarto,

Alfira Nurul Fatin, Idhwar Zikir Ramadhan dan saudara-saudara lain

yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, terimakasih banyak atas

bantuannya dalam menyusun skripsi, salam KEKUATAN 5*5 “Bersatu

Dalam Kebersamaan, Kebersamaan Untuk Satu” dari penulis.

12. Teman-teman mahasiswa Teknik Geologi Terimakasih atas bantuannya.

13. Para alumni dan senior Teknik Geofisika UHO.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang

sifatnya membangun dari semua pihak penulis sangat harapkan demi

kesempurnaan tulisan ini. Atas segala bantuan yang diberikan, semoga Allah

senantiasa memberikan pahala yang berlipat ganda. Aamiin

Demikian pengantar ini, akhir kata, penulis mengucapkan banyak

terimakasih.

Kendari, Desember 2019

Penulis
ANALISIS SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BATUAN ULTRABASA
DIAREA PASCA PENAMBANGAN NIKEL KECAMATAN PONDIDAHA
KABUPATEN KONAWE

DESTI NATALIA RUBAK RERUNG


R1A115021
Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Ilmu Dan Teknlogi Kebumian,
Universitas Haluoleo
desti01nataliarubakrerung@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa di area pasca


penambangan nikel pada Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe
menggunakan Metode Suseptibilitas Magnetik. Penelitian ini digunakan
untuk menentukan nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa di Kecamatan
Pondidaha, menentukan jenis-jenis mineral magnetik yang terkandung dalam
batuan ultrabasa berdasarkan data suseptibilitas magnetik dan menentukan
jenis batuan ultrabasa dari nilai suseptibilitas magnetik. Alat yang digunakan
pada penelitian ini adalah MS2B Bartington suseptibility meter dan X-Ray
Difraction (XRD). Nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa di
Kecamatan Pondidaha yaitu 58x10-5 SI sampai 160,5x10-5 SI, jenis mineral
pada batuan ultrabasa yang dominan adalah Olivine (Mg1.5Fe0.5SiO4) dan
Goethite (FeOOH), sedangkan untuk jenis batuan ultrabasa di Kecamatan
Pondidaha yaitu Lherzolite terserpentinisasi dengan nilai suseptibilitas
magnetik 160,5x10-5 SI dan Lherzolite dengan nilai suseptibilitas magnetik
54x10-5.

Kata kunci : Analisis suseptibilitas magnetik, ultrabasa, bartington MS2B dan


X-Ray Difraction (XRD)

v
ANALYSIS MAGNETIC SUSEPTIBILITY OF ULTRAMAFIC ROCK
POST NICKEL MINING AREA IN PONDIDAHA DISTRICT KONAWE
REGENCY

DESTI NATALIA RUBAK RERUNG


R1A115021
Departement of Geophysical Engineering, Faculty of Earth Sciences and
Technology Halu Oleo University
desti01nataliarubakrerung@gmail.com

ABSTRACT

An analysis of the magnetic susceptibility of ultramafic rocks in the post-nickel


mining area of Pondidaha District, Konawe Regency, has been carried out using
Magnetic Susceptibility Method. This study was used to determine the magnetic
susceptibility of ultramafic rocks in Pondidaha District, to determine the types of
magnetic minerals contained in ultramafic rocks based on magnetic susceptibility
data and determine the type of ultramafic rocks with magnetic susceptibility. The
tools used are MS2B Bartington suseptibility meters and X-Ray Difraction
(XRD). The magnetic susceptibility value of ultramafic rocks in Pondidaha
District is 58x10-5 SI to 160.5x10-5 SI, the types of minerals in the dominant
ultramafic rocks are Olivine (Mg1.5Fe0.5SiO4) and Goethite (FeOOH), whereas
for ultramafic rocks types in in Pondidaha District, they are Lherzolite
serpentinite with magnetic susceptibility value of 160.5x10-5 SI and Lherzolite
with a magnetic susceptibility value of 54x10-5.

Keywords: Magnetic susceptibility analysis, ultramafic, bartington MS2B and X-


Ray Difraction (XRD)

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xii

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan 3

D. Manfaat 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 5

A. Geologi Regional Daerah Penelitian 5

B. Batuan Ultrabasa 10

C. Sifat Kemagnetan Bahan 12

D. Suseptibilitas Magnetik 21

E. Suseptibility Meter 22

F. Pelapukan Batuan 25

vii
G. XRD (X-Ray Difraction) 29

viii
viii

III. METODOLOGI PENELITIAN 32

A. Waktun dan Lokasi Penelitian 32

B. Jenis Penelitian 32

C. Alat dan Bahan 33

D. Prosedur Penelitian 35

E. Diagram Alir Penelitian 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 40

A. Nilai Suseptibilitas Magnetik dan Mineral Magnetik Batuan Ultrabasa Di

Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe 40

B. Jenis Batuan Ultrabasa Di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe

Berdasarkan Nilai Suseptibilitas Magnetik 49

I. PENUTUP 55

A. Kesimpulan 55

B. Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 59
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat magnetik dari sejumlah batuan dan mineral magnetik


(Hutchinson & Diedrichs, 1996)...........................................................19
Tabel 2. Representatif Mineral pada Tingkat Pelapukan Ismagil dam
skripsi (Ilma 2019).................................................................................28
Tabel 3. Tingkat pelapukan batuan (Harrison,Borkowski, 2015).........................29
Tabel 4. Alat dan bahan penelitian........................................................................33
Tabel 5. Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa pada
setiap stasiun..........................................................................................41
Tabel 6. Hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD) batuan ultrabasa......................48
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta geologi daerah Kabupaten Konawe..............................................5


Gambar 2. Pembagian Mandala Geologi Pulau Sulawesi dan daerah
sekitarnya (Surono. 2010)...................................................................6
Gambar 3. Bentuk magnetisasi bahan diamagnetik (modifikasi dari Jiles,
1996).................................................................................................13
Gambar 4. Kurva histerisis untuk bahan diamagnetik (modifikasi dari
Jiles, 1996)........................................................................................14
Gambar 5. Bentuk magnetisasi pada bahan paramagnetik (modifikasi dari
Jiles, 1996)........................................................................................15
Gambar 6. Kurva histerisis untuk bahan paramagnetik (modifikasi dari
Jiles, 1996)........................................................................................15
Gambar 7. Bentuk magnetisasi pada bahan ferromagnetik (modifikasi dari
Jiles, 1996)........................................................................................16
Gambar 8. Kurvahisterisis untuk bahan ferromagnetik (modifikasi dari
Jiles, 1996)........................................................................................17
Gambar 9. Bartington MagneticSusceptibility Meter. (a) Model MS2, (b)
Sensor MS2B....................................................................................24
Gambar 10. Difraksi sinar-X suatu kristal............................................................30
Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian.......................................................................32
Gambar 12. Diagram alir penelitian.....................................................................39
Gambar 13. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 1 untuk core
1 (struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)....................................43
Gambar 14. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 2 untuk core
1 (struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)....................................44
Gambar 15. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 3 untuk core
1 (struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)....................................46
Gambar 16. Kurva analisis pengukuran XRD untuk sampel................................47
Gambar 17. Sayatan tipis batuan ultrabasa kode sampel D1.1.4.1.......................49
Gambar 18. Sayatan tipis batuan ultrabasa kode sampel D2.3.6.1.......................51
Gambar 19. Sayatan tipis batuan ultrabasa kode sampel D3.5.3.1.......................52
1

I.  PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya terletak pada pertemuan tiga

lempeng yaitu lempeng Eurasia di Utara, lempeng Indo-Australia yang menunjam

lempeng Eurasia dari Selatan, dan lempeng Pasifik yang menunjam lempeng

Eurasia dari arah Timur. Oleh karena itu, pulau ini secara geologi mempunyai

kompleksitas geologi yang tinggi, tercermin mulai dari struktur geologi, ragam

jenis batuan penyusun hingga stratigrafinya (Surono, 2013, Geologi Lengan

Tenggara Sulawesi, 2013).

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian dan

dipadukan dengan peta geologi Lembar Lasusua - Kendari, Sulawesi (Rusmana,

dkk., 1993), menunjukkan bahwa daerah Kecamatan Pondidaha Kabupaten

Konawe secara umum termaksud dalam kompleks batuan ultrabasa yang terdiri

dari batuan peridotit dan harzburgit berukuran sedang sampai kasar, fanerik,

sebagian terserpentinkan, tersusun oleh piroksen, olivin serta bijih, batuan tersebut

banyak rekahan-rekahan diisi oleh mineral sekunder (silika dan garnierit)

(Suhandi, 2011).

Batuan ultrabasa adalah batuan beku yang kaya akan besi, magnesium,

aluminium dan logam-logam berat. Batuan ultrabasa memiliki beberapa mineral

magnetik yang terkandung didalamnya. Mineral magnetik tersebut dapat diketahui

berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya. Suseptibilitas magnetik memiliki


2

kaitan erat dengan mineral dan batuan. Setiap mineral dan batuan memiliki nilai

suseptibilitas magnetik yang merupakan sifat dan karakter dari batuan dan mineral
2

tersebut. Suseptibilitas magnetik adalah kemampuan suatu bahan untuk

dimagnetisasi, karakteristik dan kandungan mineral batuan adalah faktor yang

paling mempengaruhi harga suseptibilitas suatu bahan, selain itu nilai

suseptibilitas batuan akan semakin besar jika di jumpai banyak mineral yang

bersifat magnet dalam singkapan tersebut (Telford, Geldart, Sheriff_1990). 

Dengan mengetahui stabilitas magnetik suatu batuan kita dapat mengetahui

asumsi bahwa keberadaan dan kelimpahan mineral magnetik merupakan refleksi

dari kondisi lingkungannya. Peningkatan sifat megnetik diungkapkan berdasarkan

suseptibilitas magnetik yang terukur. Sehingga, hubungan antara nilai

suseptibilitas magnetik serta unsur-unsur yang terkandung dalam tanah laterit

dapat di gunakan untuk menganalisis batuan ultramafik. Kelebihan dari metode

kemagnetan batuan ini adalah pengukurannya relatif cepat, sederhana serta tidak

bersifat merusak sampel yang diukur sedangkan kekurangan dari metode ini yaitu

dari segi sifat kemagnetannya apabila melakukan pengukuran cenderung di

pengaruhi oleh keadaan suhu, dimana semakin besar suhu, maka nilai

suseptibilitasnya pun akan semakin berkurang atau semakin lemah.

Berdasarkan konsep tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui nilai sueptibilitas magnetik batuan ultrabasa pada daerah penelitian

baik secara mineralogi maupun jenis batuan tersebut. Oleh karena itu, peneliti

tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Suseptibilitas Magnetik

Batuan Ultrabasa di Area Pasca Penambangan Nikel Kecamatan Pondidaha

Kabupaten Konawe”
3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa di Kecamatan

Pondidaha, Kabupaten Konawe.

2. Mineral magnetik apa saja yang terkandung dalam batuan ultrabasa

berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya.

3. Apa jenis batuan ultrabasa di daerah penelitaian dan berapa nilai suseptibilitas

magnetiknya.

C. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Menganalisis nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa di kecamatan

Pondidaha, Kabupaten Konawe.

2. Menentukan mineral magnetik yang terkandung dalam batuan ultrabasa

berdasarkan nilai suseptibilitas magnetik.

3. Menentukan jenis batuan ultrabasa dan nilai suseptibilitas magnetiknya.


4

D. Manfaat

Adapun manfaat dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi tentang nilai suseptibilitas magnetik pada batuan

ultrabasa di Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe berdasarkan data

suseptibilitas magnetik.

2. Sebagai acuan bagi penlitian lanjutan yang terkait.

3. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat di jadikan sebagai referensi

untuk menentukan tingkat pelapukan batuan ultrabasa di daerah penelitan.


II.   TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Regional Daerah Penelitian

Gambar 1. Peta geologi daerah Kabupaten Konawe


Simanjuntak dalam (Surono. 2010.) menjelaskan bahwa berdasarkan sifat

geologi regionalnya Pulau Sulawesi dan sekitarnya dapat dibagi menjadi beberapa

mandala geologi yakni salah satunya adalah mandala geologi Sulawesi Timur.

Mandala ini meliputi lengan Tenggara Sulawesi, Bagian Timur Sulawesi Tengah

dan Lengan Timur Sulawesi. Lengan Timur dan Lengan Tenggara Sulawesi

tersusun atas batuan malihan, batuan sedimen penutupnya dan ofiolit yang terjadi

dari hasil proses pengangkatan (Obduction) selama Miosen.


6

Gambar 2. Pembagian Mandala Geologi Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya


(Surono. 2010).

1. Geomorfologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian terletak pada Lengan Tenggara Pulau Sulawesi.

Geomorfologi Wilayah yang terdapat pada Lengan Tenggara dimana dapat

dibedakan menjadi empat satuan, yaitu wilayah pegunungan, perbukitan, karst dan

satuan dataran rendah (Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, 2013).
7

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri

atas pegunungan Mengkoka, pegunungan Tangkelemboke, pegunungan Mendoke

dan pegunungan Rumbia yang terpisah diujung selatan Lengan Tenggara. Satuan

pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan

ofiolit. Ada perbedaan morfologi yang khas diantara kedua batuan penyusun itu.

Pegunungan yang disusun ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan

lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu,

pegunungan yang dibentuk batuan malihan, punggung gunungnya terputus

pendek-pendek dengan lereng tidak rata walaupun bersudut tajam.

Satuan morfologi perbukitan yang terdiri dari perbukitan tinggi dan

perbukitan rendah. Perbukitan tinggi menempati bagian Selatan Lengan Tenggara,

terutama di Selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai

ketinggian 500 meter dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini

berupa batuan sedimen klastik Mesozoikum dan Tersier. Sedangkan satuan

morfologi perbukitan rendah terlampar luas di Utara Kendari dan ujung Selatan

dengan Tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi

yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastik

Mesozoikum dan Tersier.

Satuan morfologi karst melampar dibeberapa tempat secara terpisah.

Satuan ini dicirikan perbukitan kecil dengan sungai bawah permukaan tanah.

Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi batu gamping

berumur paliogen dan selebihnya batu gampi mesozoikum. Sebagian batu

gamping penyusun morfologi ini sudah berubah menjadi marmer.


8

2. Struktur Geologi

Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian adalah sesar, lipatan

dan kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut – tenggara searah

dengan Sesar Lasolo. Sesar Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri yang diduga

masih giat hingga kini, yang dibuktikan dengan adanya mata air panas di Desa

Sonai, Kecamatan Pondidaha pada batugamping terumbu yang berumur Holosen

dan jalur sesar tersebut di tenggara Tinobu. Sesar tersebut diduga ada kaitannya

dengan sesar Sorong yang giat kembali pada Kala Oligosen (Simanjuntak, 1993).

Kekar terdapat pada semua jenis batuan. Pada batugamping kekar ini tampak

teratur yang membentuk kelurusan (Surono, 2010). Kekar pada batuan beku

umumnya menunjukkan arah tak beraturan. Geologi Daerah pondidaha secara

umum terdiri dari batuan ultramafik terdiri dari batuan peridotit dan harsburgit

secara megaskopis terlihat berwarna hitam kehijauan-coklatberukuran sedang

sampai kasar, fanerik, sebagian terserpentinkan terserpentinkan, tersusun oleh

piroksen, olivin serta bijih, batuan tersebut banyak rekahan-rekahan diisi oleh

mineral sekumder (silika dan garnierit), berwarna putih keabu-abuan dan hijau

terang, tebal urat 0,1-0,5 cm. Batuan ultramafik di daerah Pondidaha terdapat pada

sepanjang bukit berarah baratlaut-tenggara, banyaknya rekahan-rekahan pada

batuan dasar (ultramafik), adanya mata air panas di daerah penelitian diperkirakan

pengaruh dari struktur regional sehingga batuan dasar tersebut

terubah/terserpentinisasi, di atas batuan dasar terdapat batulempung (endapan

laterit) dan krisopras (Suhandi, 2011).


9

3. Stratigrafi Regional

Berdasarkan himpunan batuan dan pencirinya, geologi Pra-Tersier dan

Lembar Lasusua – Kendari dapat dibedakan dalam dua lajur geologi; yaitu Lajur

Tinodo dan Lajur Hialu. Lajur Tinodo dicirikan oleh batuan endapan paparan

benua, dan Lajur Hialu oleh endapan kerak samudra/ofiolit, (Rusmana, 1993).

Secara garis besar kedua mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo.

Batuan yang terdapat di Lajur Tinodo yang merupakan batuan alas adalah

Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur Karbon; terdiri dari

sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak dan genes.

Pualam Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan Batuan Malihan Paleozoikum

terutama terdiri dari pualam dan batugamping terdaunkan. Pada Permo-Trias di

daerah ini diduga terjadi kegiatan magma yang menghasilkan terobosan aplit

kuarsa, latit kuarsa dan andesit PTr (ga), yang menerobos Batuan Malihan

Paleozoikum. Formasi Meluhu (TRJm) yang berumur Trias Tengah sampai Jura,

secara takselaras menindih Batuan Malihan Paleozoikum. Formasi ini terdiri dari

batupasir kuarsa yang termalihkan lemah dan kuarsit yang setempat bersisipan

dengan serpih hitam dan batugamping yang mengandung Halobia sp., dan

Daonella sp., serta batusabak pada bagian bawah. Pada zaman yang sama

terendapkan Formasi Tokala (TRJt), terdiri dari batugamping berlapis dan serpih

bersisipan batupasir. Hubungan dengan Formasi Meluhu adalah menjemari. Pada

Kala Eosen hingga Miosen Tengah, pada lajur ini terjadi pengendapan Formasi

Salodik (Tems); yang terdiri dari kalkarenit dan setempat batugamping oolit.
10

Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri

dari peridotit, harzburgit, dunit dan serpentintit. Batuan ofiolit ini tertindih

takselaras oleh Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri dari

batugamping berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya.

Batuan sedimen tipe molasa berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal

membentuk Formasi Pandua (Tmpp), terdiri dari konglomerat aneka bahan dan

batupasir bersisipan lanau serta Formasi Pandua (Tmpt) terdiri dari batupasir,

konglomerat, batulempung dan tuf dengan sisipan lignit. Formasi ini mendindih

takselaras semua formasi yang lebih tua, baik di Lajur Tinodo maupun di Lajur

Hialu. Pada Kala Plistosen Akhir terbentuk batugamping terumbu koral (Ql) dan

Formasi Alangga (Qpa) yang terdiri dari batupasir dan konglomerat (Suhandi,

2011).

B. Batuan Ultrabasa

1. Pengertian Batuan Ultrabasa

Batuan Ultrabasa hadir dalam bumi sebagai komponen utama penyusun

mantel atas di bawah kerak benua atau kerak samudera (Kadarusman, Miyashita,

Maruyama, Parkinson, & Ishikawa, 2004). Secara sederhana batuan beku

ultramafik adalah batuan beku yang secara kimia mengandung kurang dari 45%

SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi oleh mineral-mineral

berat. Dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe dan Mg Ahmad dalam jurnal

(Kuriadi, 2006), Menurut (McDonough & Rudnick, 1999) batuan ultrabasa

umumnya tersusun atas olivin, klinopiroks, dan fase alumina baik plagioklas,


11

spinel atau garnet tergantung kesetimbangan suhu dan tekanannya. Batuan

ultramafik merupakan batuan yang menjadi sumber bagi endapan nikel laterit dan

nikel sulfida. Selain sebagai sumber nikel, batuan ultramafik juga dapat menjadi

induk dari kromit, logam dasar, kelompok logam platinum (PGM), intan, dan bijih

besi laterit (Kadarusman, 2004).

2. Petrologi dan Mineralogi Batuan Ultrabasa

Menurut (Gill, Robin, 2010) batuan ultramafik yang paling segar tersusun

seluruhnya oleh mineral anhdrous. Saat mineral hydrous seperti hornblend

terbentuk pada batuan ultrabasa, itu dapat mengindikasikan hadirnya air selama

proses kristalisasi. Batuan ultrabasa dan ultrabasa yang berasal dari manapun

cenderung akan mengalami alterasi hidrotermal. Olivin dan ortopiroksen akan

bereaksi dengan larutan fluida panas yang kemudian membentuk mineral

serpentin. Batuan ultrabasa yang didominasi oleh mineral olivin akan terubah

menjadi serpentin yang disebut dengan serpentinit.  Metamorfisme tingkat rendah

pada batuan  ultrabasa akan menghasilkan batuan serpentin atau talk. Beberapa

mineral dominan yang hadir dalam batuan ultrabasa, adalah sebagai berikut: (Gill,

Robin, 2010) olivin, orthopiroksen, klinipiroksen, spinel, garnet, plagioklas.

3. Serpentinisasi

Serpentinisasi menurut (Palandri & Reed, 2004) adalah suatu reaksi

eksotermis, hidrasi di mana air bereaksi dengan mineral mafik seperti olivin dan

piroksen untuk menghasilkan lizardit, antigorit dan/atau krisotil. Menurut Ahmad

dalam jurnal (Kuriadi, 2006) ada beberapa hal terjadinya proses serpentinisasi
12

adalah adanya penambahan air, adanya pelarutan magnesia (atau penambahan

silika), adanya pelepasan besi dalam olivin (Fe,Mg), konversi besi yang lepas dari

ikatan ferro (Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) untuk membentuk magnetit berbutir halus.

Akibatnya batuan batuan terserpentinisasi umumnya akan menjadi lebih magnetik.

Peran atau kemunculan mineral serpentin pada batuan dasar penghasil laterit

terkadang memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap karakteritisasi

tanah laterit yang ada. Secara umum batuan dasar penghasil tanah laterit

merupakan batuan-batuan ultramafik dimana batuan yang rendah akan unsur Si,

namun tinggi akan unsur Fe, Mg dan terdapat unsur Ni yang berasal langsung dari

mantle bumi. Kehadiran mineral serpentin pada batuan ultramafik menjadi suatu

peranan penting dalam pembentukan karakteristik tanah laterit yang ada terutama

pada pengkayaan unsur logam Ni pada tanah laterit. Proses serpentinisasi akan

menyebabkan perubahan tekstur mineralogi dan senyawa pada mineral olivin

maupun piroksen pengurangan atau perubahan komposisi unsur Mg, Ni dan Fe

pada mineralnya.

C. Sifat Kemagnetan Pada Bahan

Sifat kemagnetan pada suatu bahan bersumber dari pergerakan elektron

dari atom. Terdapat dua jenis pergerakan elektron yaitu gerak orbital disekitar inti

atom dan gerak spin disekitar sumbunya. Masing-masing jenis pergerakan

tersebut mempunyai momen magnetik. Momen magnetik suatu atom merupakan

penjumlahan secara vektor dari momen magnetik semua elektron dalam atom

tersebut. Jika momen magnetik dari elektron-elektron tersebut berorientasi

sehingga momen magnetiknya saling menghilangkan, maka atom tersebut secara


13

keseluruhan tidak memiliki momen magnetik. Sementara itu, jika keadaan saling

menghilangkan momen magnetik tersebut hanya sebagian, maka atom tersebut

mempunyai momen magnetik. Kondisi tersebut memunculkan sifat magnetik

yang berbeda pada suatu bahan. Sifat-sifat magnetik tersebut yaitu :

a. Diamagnetik

Diamagnetik merupakan mineral alam yang tidak mempunyai momen

magnetik, sehingga kemagnetannya sangat lemah. Pada Gambar 2 menunjukkan

bahwa sebelum bahan magnetik dikenakan medan luar (H = 0), arah momen

magnetiknya bersifat acak. Jika bahan magnetik tersebut diberikan medan luar (H

≠ 0), yang ditandai dengan tanda panah berwarna hitam maka arah momen

magnetiknya (panah putih) melawan arah medan luar yang diberikan. Tetapi

setelah medan luar dihilangkan maka momen magnetiknya akan kembali acak.

Gambar 3. Bentuk magnetisasi bahan diamagnetik (modifikasi dari Jiles, 1996)

Gambar 3 menunjukkan nilai suseptibilitas pada (  ) bahan diamagnetik

kecil dan bernilai negatif, yaitu sekitar -1 x 10-5 dalam satuan internasional (SI)

(Jiles, 1996). Pada temperatur konstan dan medan magnet yang lemah, nilai
14

suseptibilitas akan bernilai konstan. Kondisi ini disebut keadaan linear, yaitu H

berbanding lurus terhadap M. Bahan diamagnetik seperti bismuth, gipsum,

marmer, kuarsa dan garam.

Gambar 4. Kurva histerisis untuk bahan diamagnetik (modifikasi dari Jiles,


1996)

b. Paramagnetik

Paramagnetik merupakan sifat material yang mudah termagnetisasi akan

tetapi sifat megnetiknya mudah hilang. Momen magnetik material paramagnetik

searah dengan medan eksternal sehingga menghasilkan suseptibilitas positif.

Gambar 4. menunjukkan bahwa sebelum bahan magnetik dikenakan medan luar

(H = 0), arah momen magnetiknya bersifat acak. Jika bahan magnetik tersebut

diberikan medan luar (H ≠ 0), yang ditandai dengan tanda panah berwarna hitam

maka arah momen magnetiknya (panah putih) searah dengan arah medan luar

yang diberikan dan termagnetisasi dengan lemah. Tetapi setelah medan luar

dihilangkan maka momen magnetiknya akan kembali acak.


15

Gambar 5. Bentuk magnetisasi pada bahan paramagnetik (modifikasi dari Jiles,


1996)

Gambar 5, menunjukkan nilai suseptibilitas pada bahan paramagnetik

bernilai positif dan sangat kecil yaitu berkisar antara 1 x10-5 dan 1 x10-3 (SI).

Seperti halnya mineral diamagnetik, suseptibilitas magnetik pada mineral

paramagnetik konstan pada temperatur konstan dan pada medan induksi yang

rendah, sehingga pada temperatur tertentu dan di dalam medan magnet yang

rendah, M berbanding lurus terhadap H. Contoh bahan paramagnetik adalah

piroksen, olivin, garnet, amfibolit dan biotit.

Gambar 6. Kurva histerisis untuk bahan paramagnetik (modifikasi dari Jiles,


1996)
16

c. Ferromagnetik

Ferromagnetik adalah sifat material yang mudah termagnetisasi dengan

suseptibilitas magnetik yang sangat besar. Gambar 6 menunjukkan bahwa pada

saat bahan ferromagnetik dikenakan medan luar (H≠ 0), ditandai dengan tanda

panah berwarna hitam, arah momen magnetiknya searah dengan arah medan luar.

Pada saat medan luar dihilangkan (H= 0), maka arah momen magnetiknya tetap

sejajar dengan medan luar dan bahan ferromagnetik termagnetisasi dengan baik,

sehingga bahan ferromagnetik menjadi sangat kuat.

Gambar 7. Bentuk magnetisasi pada bahan ferromagnetik (modifikasi dari Jiles,


1996)

Gambar 7 nilai suseptibilitas bahan ferromagnetik sangat besar, berbeda

dengan nilai suseptibilitas pada bahan diamagnetik dan paramagnetik. Oleh

karena itu, ferromagnetik dicirikan dengan bahan yang memiliki nilai

suseptibilitas tinggi. Tidak seperti bahan diamagnetik dan paramagnetik, bahan

ferromagnetik tidak memiliki nilai suseptibilitas yang konstan, tetapi besar nilai

suseptibilitasnya bervariasi sesuai dengan medan magnet yang mempengaruhinya.


17

Gambar 8. Kurvahisterisis untuk bahan ferromagnetik (modifikasi dari Jiles,


1996).

Gambar 8 nilai suseptibilitas bahan ferromagnetik sangat besar, berbeda

dengan nilai suseptibilitas pada bahan diamagnetik dan paramagnetik. Oleh

karena itu, ferromagnetik dicirikan dengan bahan yang memiliki nilai

suseptibilitas tinggi. Tidak seperti bahan diamagnetik dan paramagnetik, bahan

ferromagnetik tidak memiliki nilai suseptibilitas yang konstan, tetapi besar nilai

suseptibilitasnya bervariasi sesuai dengan medan magnet yang mempengaruhinya.

Pengukuran suseptibilitas magnetik umumnya digunakan dalam

paleomagnetism untuk menyelidiki remanen magnetisasi dari batuan. Berdasarkan

nilai suseptibilitas magnetik, semua bahan dapat diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok:, yakni (1) Bahan diamagnetik ( -1 < χ m<0), (2) Bahan paramagnetik (0

< χm<<1), (3) Bahan feromagnetik (χm>> 1) (Marcon & Ostanina, 2012).

Berdasarkan ukuran bulirnya, sifat magnetik suatu bahan dibagi dalam

empat kategori, yaitu domain jamak atau multidomain (MD), single domain (SD),

pseudo single domain (PSD) dan superparamagnetik (SP). Bulir MD cenderung

mudah untuk termagnetisasi dibandingkan dengan bulir SD, hal ini disebabkan
18

karena adanya pergeseran posisi dinding domain dalam bulir MD. Oleh karena

itu, bulir MD merupakan pembawa remanen magnetisasi yang kurang stabil

dibandingkan dengan bulir SD.

Bulir SD memerlukan medan magnetik yang cukup tinggi untuk

mengubah arah momen magnetiknya. PSD merupakan bulir berdomain jamak

namun memiliki sifat seperti bulir SD. Bulir SP mempunyai ukuran sangat halus

yaitu kurang dari 0,03 µm Dearing dalam jurnal (Gunawan, 2014) serta tidak

dapat merekam magnetisasi remanen jika medan magnetik dikenakan sebelumnya

kemudian dihilangkan, seperti halnya bahan paramagnetik. namun demikian, jika

dikenakan pada medan magnetik luar, bulir SP menunjukkan magnetisasi yang

sangat tinggi, yang terkait dengan suseptibilitas magnetik yang tinggi pula.

Beberapa metode yang digunakan untuk pengukuran suseptibilitas magnet

diantaranya skala Faraday, skala Guoy, metode induktif, magnetometer SQUID,

magnetik resonansi (MR) (Marcon & Ostanina, 2012). Berikut ini merupakan

tabel nilai suseptibilitas magnetik untuk beberapa jenis material / batuan, (Telford,

Geldart, Sheriff_1990).
19

Tabel 1. Sifat magnetik dari sejumlah batuan dan mineral magnetik (Hutchinson
& Diedrichs, 1996)

Suseptibililitas
Massa Jenis Magnetik Tc
Batuan/ Mineral (10 kg m ) Volume (k) (10- Massa (%)
3 -3
( C)
0

6
SI) (10 m kg )
-8 3 -1

Batuan beku

Andesite 2,61 170.000 6.500

Basalt 2,99 8,4-6.100


250
Diorite 2,85 22-4.400
630
Gabbro 3.03 24-30.000
1.000
Granite 2,64 0-50.000 0-1.900

Batuan Beku Asam 2,61 38-82.000 1,4-3.100


(rata-rata)
Batuan Beku Basa 2,79 20-4.400
( rata-rata) 550-120.000

Batuan Sedimen

Lempung 1,70 170-250

Batu Bara 1,35 25 1,9

Gamping 2,11 2-25.000 0,1-1.200

Batu Pasir 2,24 0-20.900 0-931

Batu Sedimen 2,19 0-50.000 0-2.000


(rata-rata)
Batuan Malihan

Amphibolite 2,96 750 25

Gneiss 2,80 0-25.000 0-900

Quartzite 2,60 4.400 170

Schist 2,6 26-3.600 1-110


20

Suseptibililitas
Magnetik Tc
Massa Jenis
Batuan/ Mineral (10- Massa (%) ( C)
(10 kg m ) Volume (k)
0
3 -3

6
SI) (10 m kg )
-8 3 -1

Slate 2,79 0-35.000 0-1.00

Batuan Malihan 2,76 0-73.000 0-2.600


(rata-rata)
Mineral Magnetik

Magnetitd(Fe3O4; 5.18
1.000.000- 20.000- 575-
Ferimagnetik) 5.700.000 140.000 585

Hematite 5.26 500-40.000 10-760 675

(Fe2O3;canted
4.90 40.000 -600
Maghematit (Fe2O3 2.000.000-
; ferimagnetik) 2.500.000 50.000

Ilmenit 4.72 45-80.000 -233


2.000
(FeTiO3; antiferom
agnetik) 3.800.000

Pyrit (FeS2) 5.02 35-5.000 1-100

Pyrrhotite (Fe7S8; 4.62 3.200.000 69.000 320


ferimagnetik)
Goethite(FeOOH; 4.27 1.100 -120
26.280
antiferomagnetik) 12.000
Mineral non- magnetic

Kuarsa(SiO2) 2.65 -(13-17) -(0.5-0.6)

Kalsit(CaCO3) 2.83 -(7.5-39) -(0.3-1.4)

Halite(NaCl) 2.17 -(10-16) -(0.48-0.75)

Galena(PbS) 7.50 -33 -0.44


21

D. Suseptibilitas Magnetik

        Suseptibilitas magnetik adalah salah satu parameter magnetik yang

merupakan ukuran mudah tidaknya suatu bahan untuk termagnetisasi jika bahan

M ) yang diperoleh
tersebut dikenakan medan magnetik luar. Jika magnetisasi (⃗

H ), kostanta
suatu bahan sejajar dan sebanding dengan medan magnet luar (⃗

kesebandingannya merupakan suseptibilitas magnetik persatuan massa (χ) dan

dihubungkan melalui persamaan berikut :

M=χH
⃗ (1)

M ) dan (⃗
Dalam satuan internasional (SI),(⃗ H ) mempunyai satuan A/m sehingga (χ)

merupakan besaran yang tidak berdimensi. Persamaan (1) menunjukkan

M ) dan (⃗
bahwa untuk (⃗ H ) yang sejajar dan sebanding, suseptibilitas magnetik me

rupakan suatu besaran skalar. 

Pengukuran suseptibilitas magnetik dapat dilakukan hampir pada semua

bahan suseptibilitas magnetik yang diukur pada suatu rentang medan magnetik

tertentu tertentu akan memberikan hubungan magnetisasi dengan medan tersebut.

Hubungan ini dapat memberikan hubungan yang linear atau tidak linear

bergantung pada besar medan magnetik yang diukur menggunakan

suseptibilitymeter merupakan suseptibilitas magnetik ekstrinsik atau suseptibilitas

semu (apparent magnetic susceptibility) dan bukan suseptibilitas instrinsik.

Perbedaan antara suseptibilitas magnetik ekstrinsik dan instrinsik disebabkan oleh

adanya pengaruh self-demagnetization pada bahan.


22

Suseptibilitas magnetik secara umum mencerminkan karakteristik dan

intensitas dari respon bahan saat dikenakan medan magnetik dari luar. Ditinjau

dari medan magnetik luar yang dikenakan pada bahan, suseptibilitas magnetik

dapat diukur dengan menggunakan medan searah ataupun medan bolak-balik.

Pada pengukuran dengan medan searah, magnetisasi yang dihasilkan konstan

selama waktu pengukuran. Sementara itu, medan bolak-balik yang lemah,

magnetisasi yang ditimbulkan bergantung pada waktu. Suseptibilitas magnetik

pada dasarnya bergantung dari konsentrasi mineral magnetik, komposisi mineral

magnetik, ukuran dan bentuk bulir (grain), serta domain Dearing dalam jurnal

(Gunawan, 2014).

E. Suseptibility Meter

1. Sistem Bartington MS2 suseptibilitas magnetik

Alat yang digunakan untuk mengukur suseptibilitas magnetik adalah

Bartington MS2 Suseptibility Meter. Prinsip kerja Bartington MS2 adalah

pemanfaatan sirkuit elektromagnetik yang mendeteksi perubahan induktansi

ketika sampel ditempatkan dalam kumparan. Bartington MS2 ini dilengkapi oleh

16 sensor MS2B yang bekerja dengan dua frekuensi yaitu frekuensi rendah 465

Hz dan frekuensi tinggi 4650 Hz. Frekuensi rendah digunakan apabila ingin

mengukur suseptibilitas bahan secara keseluruhan, sedangkan jika menggunakan

frekuensi tinggi maka pada bagian dalam bahan tidak akan terdeteksi karena daya

tembus yang rendah.


23

2. Prinsip kerja sensor Bartington MS2B

Sistim ini merespon langsung suseptibilitas pada arah mana medan magnet

diberikan. Instrumen ini terdiri dari sensor MS2B dengan diameter internal 35 mm

dan terhubung dengan MS2 meter yang bekerja berdasarkan perubahan induktansi

coil akibat adanya sampel batuan. Instrumen ini menggunakan medan magnet

lemah 80 A/m rms dan frekuensi rendah 465 Hz.

Peralatan sensor ini bekerja karena adanya tegangan yang diberikan pada

rangkaian osilator sehingga menimbulkan medan magnetik bolak balik yang

berintensitas rendah pada ruang sampel. Selanjutnya pada ruang ini diletakan

sampel yang mengakibatkan perubahan frekuensi osilator. Nilai suseptibilitas

sampel diperoleh dengan membandingkan frekuensi osilator sebelum dan sesudah

sampel diletakan. Instrumen ini dapat mengukur harga suseptibilitas dari 1x10-
6
sampai 9999x10-6 dalan satuan cgs atau 1,26x10-5 sampai 1,26x10-1 dalam satuan

SI. Nilai suseptibilitas magnetik dapat dihitung persatuan volume atau persatuan

massa.

3. Sistem pengukuran suseptibilitas magnetik MS2B

Dalam pengukuran suseptibilitas magnetik, alat yang digunakan adalah

Bartington MS2 Suseptibily Meter yang dilengkapi dengan sensor MS2B. Alat ini

memiliki selang pengukuran 1 x 10-6 hingga 9999 x 10-6 dalam cgs dan 1,26 x 10-5

hingga 1,26 x 10-4 dalam SI. Prinsip dari alat ini adalah sirkuit elektromagnetik

yang berfungsi mendeteksi perubahan induktansi ketika sampel ditempatkan di

dalam kumparan tersebut. Alat ini dilengkapi sensor dengan dua frekuensi, yaitu
24

frekuensi rendah (470 Hz) dan frekuensi tinggi (4700 Hz). Pengukuran

suseptibilitas magnetik menggunakan alat Bartington Magnetic Susceptibility

Meter model MS2 yang dihubungkan dengan sensor MS2B yang mempunyai

diameter internal 36 mm, alat ini menggunakan medan lemah 80 A/m.

MS2 meter menampilkan nilai seseptibilitas magnetik dari material ketika

material tersebut berada di bawah pengaruh sensor. Setiap sensor didesain untuk

aplikasi yang spesifik dari jenis sampel. Sensor dihubungkan ke MS2 meter

dengan kabel koaksial sederhana. Seri RS232 interface menyediakan instrumen

yang dapat bekerja pada konjuksi dengan PC yang sesuai dengan software untuk

menghasilkan data PC. MS2 memiliki baterai internal sebagai sumber energi.

Rangkaian di dalam MS2 menguatkan sensor dan memproses informasi

pengukuran yang dihasilkan. Pengukuran diperoleh secara digital menggunakan

metode yang bergantung pada waktu.

(a) (b)
Gambar 9. Bartington MagneticSusceptibility Meter. (a) Model MS2, (b) Sensor
MS2B

Sensor sangat tidak sensitif terhadap konduktivitas magnet. Sensor

mempengaruhi sampel dalam medan tak tersaturasi yang memiliki keuntungan

mengukur suseptibilitas awal tanpa merusak beberapa remanen magnetik sampel.

MS2B (dual frekuensi), sensor ini memiliki diameter internal dan menerima
25

berupa butiran yang kecil atau sampel cair dengan 10 cc atau 20 cc holder sampel

dan 1” drill core. Keakuratan tinggi pada sensor diperoleh jika bentuk sampel

yang akan digunakan berupa butiran kecil atau sampel cair, sesuai dengan

ketentuan di atas Dearing dalam jurnal (Gunawan, 2014).

F. Pelapukan Batuan

Pelapukan adalah proses ubahan atau rusaknya material batuan dan

mineral   yang     berada   didekat  permukaan    bumi    oleh   dekomposisi   kimia 

(chemical decomposition) dan disintegrasi fisik (physical disintegration). Batuan

beku berada jauh di kerak samudera serta pada kondisi tekanan dan temperatur

yang tinggi. Dengan terjadinya tektonik pada kerak samudera, maka batuan

tersebut terangkat dan tersingkap di permukaan bumi. Batuan dasar yang terdapat

di permukaan hampir semuanya telah berubah. Disebabkan karena tekanan dan

temperatur pada permukaan bumi berbeda dengan tekanan dan temperatur pada

awal pembentukannya, maka secara perlahan-lahan batuan tersebut akan

mengalami perubahan untuk mencapai kesetimbangan yang baru. Pelapukan pada

batuan merupakan proses perubahan fisik maupun kimia batuan, proses ini terjadi

akibat perubahan lingkungan.


26

Proses pelapukan pada batuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu

pelapukan fisika dan pelapukan kimia (McDonough & Rudnick, 1999).

1. Pelapukan Fisika

Proses pelapukan pertama adalah proses pelapukan fisik. Proses pelapukan

secara fisik merupakan proses mekanik yang menyebabkan batuan masif menjadi

pecah dan hancur serta terfragmentasi menjadi partikel-partikel mikro tanpa ada

perubahan yang bersifat kimia. Proses pelapukan fisika ini terjadi akibat adanya:

a. Perubahan suhu secara drastis, misalnya cuaca yang sangat panas ke cuaca

yang sangat dingin

b. Hantaman air hujan yang deras maupun ringan

c. Penetrasi akar tanaman

d. Adanya makhluk hidup lainnya.

Dalam proses pelapukan secara fisika terjadi perbedaan kecepatan proses

pelapukannya. Perbedaan kecepatan pelapukan secara fisika ini dipengaruhi oleh

beberapa hal, yaitu:

a. Tingkat kontraksi dan tingkat ekspansi dari komponen penyusun batuan,

sehingga hal ini akan memicu proses pecahnya dan hancurnya batuan

b. Tingkat kasar atau halusnya permukaan batuan. Bahwa semakin kasar

permukaan bebatuan maka proses pelapukan yang terjadi akan semakin cepat

c. Warna batuan. Semakin gelap warna bebatuan akan memiliki daya serap

terhadap cahaya lebih banyak. Hal ini akan menyebabkan proses pemuaian

berlangsung lebih cepat, bahkan kontraksi dan ekspansi dan hal-hal tersebut

akan menyebabkan proses proses pelapukan terjadi lebih cepat.


27

Itulah beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya pelapukan

secara fisik. Untuk proses terjadinya pelapukan secara fisik ini, batuan akan

mengikis sedikit demi sedikit hingga lama kelamaan akan benar-benar mengalami

pelapukan. Sebagai contoh adalah batuan yang rapuh akibat adanya ombak laut

yang menghantamnya setiap hari atau batuan yang rapuh akibat adanya tetesan air

hujan yang menjatuhinya dalam waktu yang lama.

2. Pelapukan Kimia

Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah struktur dalam

mineral dengan pengurangan atau penambahan unsur pada mineral tersebut.

Batuan yang mengalami pelapukan kimia akan terjadi komposisi mineral. Proses

pelapukan yang terjadi didominasi oleh proses pelapukan secara kimia.

Pelapukan tersebut telah mengubah komposisi mineral batuan pada awal

pembentukan menjadi mineral baru. Dalam proses pelapukan, air menjadi media

yang sangat penting dalam mengubah komposisi mineral. Air akan mengoksidasi

mineral dalam batuan yang dilaluinya. Batuan dasar peridotit merupakan batuan

ultrabasa yang mengandung mineral olivine. Pada daerah tropis, mineral olivine

sangat tidak stabil sehingga lapuk dan mengalami perubahan komposis mineral.

Mineral olivin terdekomposisi membentuk mineral lain yang kaya akan mineral

ekonomis nikel, besi dan kobalt.


28

Tabel 2. Representatif Mineral pada Tingkat Pelapukan Ismagil dam skripsi


(Ilma 2019).

Tingkat Pelapukan Representatif Mineral


Tingkat pelapukan awal Gypsum (also halite, sodium nitrat)
Calcite (also dolomite apatite)
Olivine-hornblende (also pyroxenes)
Biotite (also glauconite, nontronite)
Albite (also anorthite, microcline, orthoclase)

Tingkat pelapukan sedang Quartz


Mus covite (also illite)
2:1 layer silicate (termasuk vermiculite,
diperluas hydrous mica)
Montmorillonite

Kaolinite
Tingkat pelapukan lanjutan Gibbsite
Hematite (also goethite, limonite)
Anatase (also rutile, zircon)

Ismagil dalam skripsi (Ilma 2019) menyatakan proses pengkristalan

mineral dimulai dari olivin + Ca-plagioklas; augit + Ca-Na plagioklas; hornblende

+ Na-Ca plagioklas; biotit + Na-plagioklas; K-feldspar; muscovite, dan kuarsa.

Tahapan proses pengkristalan tersebut menunjukkan tahapan pelapukan mineral

yang dapat terjadi dan nuga stabilitas mineral. Semakin akhir pengkristalan

mineral yang terjadi, maka semakin stabil juga mineral yang terbentuk.
29

Tabel 3. Tingkat pelapukan batuan (Harrison,Borkowski, 2015)

Klasifkasi Keterangan
Tingkat Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar,
Terlapukan butiran kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi
Terlapukan dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman
biasanya akan nampak mulai dari permukaan sampai
kedalaman batuan sejauh 20% dari spasi.
Terlapukan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan
sebagian material batuan terdekomposisi. Tekstur asli
batuan masih utuh namun mulai menunjukkan butiran
batuan mulai terdekomposisi menjadi tanah.
Sangat Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
Terlapukan kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai
tanah namun tekstur batuan masih utuh dan butiran
batuan telah terdekomposisi menjadi tanah.

G. XRD (X-Ray Difraction)

Difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu

padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas

puncak difraksi dengan data standar. Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik

dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakkan

logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisis XRD diketahui dimensi

kisi (d = jarak antar bidang ) dalam struktur mineral. Sehingga dapat ditentukan

apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi

sinar-X suatu kristal seperti pada gambar 6. Hal ini dapat diketahui dari

persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi θ yang berbanding terbalik dengan

nilai jarak d (jarak antar bidang) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg:

n.λ = 2d sin θ (2)


30

dengan : n = 1, 2 , 3, … = orde difraksi, d = jarak antar bidang, θ = sudut

pengukuran (sudut difraksi) dan λ = panjang gelombang sinar-X.

Gambar 10. Difraksi sinar-X suatu kristal.

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai

permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar

tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan

berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif

(menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi

inilah yang digunakan untuk analisis. Difraksi sinar X hanya akan terjadi pada

sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu.

Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah

tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel

standar.

Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut

bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan

sinar –X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller.

Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga
31

jika disinari dengan sinar –X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram

yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-

puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik

tersebut dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD

dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program

RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan

parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui. Melalui grafik XRD, grain

size dari sampel juga dapat diperkirakan. Grain size dihitung dengan

menggunakan persamaan Scherrer, yaitu :


t= (3)
β cos θ

Dengan t adalah ukuran butir Kristal, k adalah konstanta Scherrer (0,89), λ

adalah panjang gelombang sinar-X dan β adalah lebar setengah puncak (full width

at half maximum = fwhm) dari puncak utama dan θ sudut difraksi Bragg (dalam

radian) (Rosita 2014).
32

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai selesai.

Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe

(Gambar 11), selanjutnya akan dilakukan preparasi sampel dan pengukuran nilai

suseptibilitas magnetik serta kandungan unsur mineral sampel di Laboratorium

Teknik Geofisika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo

(UHO).

Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengambilan sampel dilapan

gan dan eksperimen Laboratorium.

32
33

C. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Tabel 4. Alat dan bahan penelitian

NNo Alat Spesifikasi Kegunaan Gambar


Untuk
menentukan
1. GPS (Global koordinat
Position System) Digital posisi
geografis
area
pengambilan
sampel

Sebagai
2 Kantong sampel - tempat
sampel

Untuk
3 Suseptibilitymet Bartington MS2 mengukur
r dilengkapi dengan nilai
MS2B suseptibilitas
magnetik
sampel

Untuk
4 Palu Geologi - mengambil
sampel dalam
bentuk
bongkahan

33
34

NNo Alat Spesifikasi Kegunaan Gambar

5 Portable Rock Diameter dalam mata Untuk


Drill bornya 2.58 cm memperoleh
core sampel

Untuk
menahan
7 Semen - batu pada
kotak kayu
pada saat
pengecoran

Untuk
8 Laptop - mengolah
data
penelitian

9. - Untuk
XRD (X-Ray mengukur
Difraction) kandungan
sampel

34
35

10.Spidol - Untuk
menandakan
pada sampel

35
D.  Prosedur Penelitian

Secara rinci, sistematika penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi pustaka dan observasi daerah penelitian

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari struktur geologi daerah penelitian, yakni melakukan studi pustaka

pada peta geologi yang memuat daerah penelitian.

b. Melakukan analisis peta untuk mengetahui bagian batuan ultrabasa di daerah

pasca penambanagan nikel kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe.

c. Membuat grid pada peta geologi yang memuat daerah penelitian dengan

menggunakan aplikasi google earh dan GPS.

2. Tahap pengambilan sampel

Adapun hal-hal yang dilakukan dalam tahap pengambilan sampel adalah

sebagai berikut:

a. Menentukan batuan ultrabasa yang akan diambil.

b. Menentukan titik koordinat lokasi pengambilan sampel menggunakan GPS

pada setiap titik pengambilan sampel.

c. Batuan tersebut kemudian dilepaskan dari batuan induk.

d. Kemudian dibawa ke labolatorium.

3. Tahap preparasi sampel

Sampel batuan beku ultrabasa diambil dari daerah pasca penambangan nikel

Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe. Dari daerah ini diambil sebuah

bongkahan batuan yang dinamakan sebagai hand sampel. Hand sampel yang
36

diambil ini berupa bongkahan batu, kemudian dibawa kelabolatorium untuk

selanjutnya dilakukan pengecoran. Pengecoran dilakukan dengan menempatkan

batu pada kotak kayu, setelah itu menggunakan semen yang dicampur dengan air

kemudian diaduk sampai campuran menjadi suspensi kemudian dituangkan pada

kotak kayu secepatnya dan mengeras dengan cepat setelah itu dilakukan

pengeboran.

Pengeboran dilakukan untuk mendapatkan apa yang dinamakan core

sample (sampel batangan berbentuk silinder). Alat yang digunakan untuk

memperoleh core sample dengan diameter mata bor 2,58, kemudian dari core

sample ini dipotong-potong. Core sample yang dipotong ini disebut sebagai

specimen (sampel) yang akan diukur suseptibilitasnya dengan menggunakan alat

sensor dengan tipe MS2B.

4. Tahap pengukuran sampel

a. Pengukuran Suseptibilitas Magnetik

Pengukuran pada suseptibilitas magnetik(χ). Semua sampel di masukkan

ke dalam holder standar berbentuk silinder dan selanjutnya diukur suseptibilitas

magnetiknya dalam dua frekuensi, yaitu 0.47 kHz untuk frekuensi rendah (χLF),

menggunakan Bartington MS2 susceptibility meter dan sensor MS2B (Bartington

Instrument Ltd., Oxford, United Kingdom). Pengukuran dilakukan dengan

ketelitian 1,0 x 10-8 SI. Pengambilan data suseptibilitas magnetik dilakukan dalam

setting basis volume. Masing-masing sampel akan diukur 3 kali untuk

memperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi dari tiap sampel. Rasio pengukuran

36
37

pada frekuensi di ekspresikan sebagai frequency-dependnt susceptibility (Xfd) atau

suseptibilitas bergantung frekuensi.

b. Pengukuran Kandungan Mineral

Menganalisis kandungan mineral dengan menggunakan teknik analisis

XRD. Analisis kandungan mineral ini bertujuan untuk mengetahui presentase

kandungan mineral yang terkandung dalam sampel.

5. Tahap analisis data hasil pengukuran sampel

          Setelah tahap pengukuran suseptibilitas magnetik di lakukan, maka

selanjutnya di lakukan tahap pengolahan data yaitu mengolah data hasil

pengukuran yang telah ada ke dalam microsoft excel.

37
38

E. Diagram Alir Penelitian

Seluruh rangkaian tahapan yang dilakukan dalam penelitian tersajikan

dalam diagram alir penelitian sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 12.

Mulai

Studi pustaka danobservasi daerah


penelitian

Data Morfologi
Data Statigrafi
Data Litologi

Pegambilan sampel di lapangan

Data kordinat dan Hand


sampel

Preparasi sampel

Core sampel

Pengukuran sampel

38
39

Suseptibilitas magnetik Mineralogi sayatan XRD


(bartington MS2 dan sensor tipis (X-Ray Difraction)
MS2B)

Nilai suseptibilitas Jenis batuan ultrabasa Kandungan unsur


magnetik

Analisis suseptibilitas magnetik

interpretasi

Selesai

Gambar 12. Diagram alir penelitian


Keterangan :
: Mulai

: Proses / kegiatan

: Keluaran / masukan

: Alur

39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Nilai Suseptibilitas Magnetik dan Mineral Magnetik Batuan Ultrabasa

Di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe

Posisi geografis, jumlah hand sampel dan jumlah spesimen (core sample)

serta hasil pengukuran suseptibilitas magnetik persatuan volume (κ) untuk semua

sampel batuan beku ultrabasa di Kecamatan Pondidaha dapat dilihat pada Tabel 5.

Seperti yang terlihat pada Tabel, nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada

semua stasiun berkisar antara 54,0 x 10-5 SI sampai 160,5 x 10-5 SI dan cenderung

menunjukkan variasi nilai yang berbeda pada setiap sampel batuan. Perbedaan

variasi nilai-nilai suseptibilitas magnetik tersebut diduga berkaitan dengan

kandungan mineral magnetik yang berbeda pada setiap sampel batuan ultrabasa.

Jahidin dalam jurnal (Aprianto, 2017) melaporkan bahwa nilai suseptibilitas

magnetik pada batuan ultrabasa di daerah Wawonii cenderung dipengaruhi oleh

jenis mineral magnetik dan konsentrasinya di dalam batuan.

Selain itu, kandungan mineral magnetik yang berbeda pada batuan

ultrabasa kemungkinan berkaitan dengan perbedaan jenis batuan ultrabasa serta

tingkat pelapukan pada batuan itu sendiri. Seperti yang dilaporkan (Ilma, 2019),

perbedaan variasi nilai suseptibilitas magnetik pada batuan ultrabasa yang berasal

di daerah Pomalaa Kabupaten Kolaka disebabkan oleh perbedaan jenis batuan,

kandungan mineral magnetik serta tingkat pelapukan yang berbeda. (Ulfa, 2019)

juga menunjukkan bahwa perbedaan variasi nilai suseptibilitas magnetik pada

batuan ultrabasa di daerah Penambangan dan Pasca Penambangan Kolaka Utara

dipengaruhi oleh kandungan mineral magnetik dan tingkat pelapukan yang

berbeda.

40
41

Tabel 5. Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa pada setiap stasiun

Rentang Nilai
Jumlah Kode Hand Jumlah Core
Stasiun Titik Koordinat Suseptibilitas Magnetik Daerah Penelitian
Hand Sample Sample Sample
(10-5 SI)
D1.1 6 111-160,5
S: 03o57’08.23” Daerah Pasca
1 3 D1.2 6 67,9-143,9
E: 122o15’50.80” Penambangan
D1.3 4 68,8-151,3
D2.1 14 74,8-114,4
S: 03o57’14.06” D2.2 1 80,7 Daerah
2 4
E: 122o15’49.65” D2.3 15 54,0-87,5 Penambangan
D2.4 6 114,5-154,3
D3.1 6 72,0-89,1
D3.2 5 68,5-89,2
D3.3 10 65,0-131,7
D3.4 7 65,1-81,5
S: 03o57’14.08” Daerah Pasca
3 9 D3.5 15 65,0-148,6
E: 122o15’47.21” Penambangan
D3.6 6 80,5-99,0
D3.7 15 100,0-146,0
D3.8 3 74,0-95,0
D3.9 3 58,0-60,0

41
42

Stasiun 1 dengan 16 core sample dari 3 hand sample batuan ultrabasa

yang diambil dari daerah pasca penambangan memiliki variasi nilai suseptibilitas

magnetik yang berkisar antara 67,9 x 10-5 SI sampai 160,5 x 10-5 SI. Nilai

suseptibilitas magnetik yang relatif rendah pada stasiun ini diduga berkaitan

dengan jenis dan kandungan mineral magnetik pada batuan ultrabasa yang relatif

rendah, sebaliknya nilai suseptibilitas magnetik tinggi disebabkan oleh kandungan

mineral magnetik yang relatif tinggi yang dihasilkan selama proses pelapukan

batuan.

Kontribusi mineral magnetik yang dihasilkan selama proses pelapukan

terhadap peningkatan nilai suseptibilitas diperlihatkan pada Gambar 13. Seperti

yang terlihat pada Gambar, hasil pengukuran suseptibilitas magnetik pada

beberapa sampel yang menghasilkan dua core dari pengeboran hand sampel

batuan ultrabasa, dijumpai nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada core

pertama (struktur bagian atas) lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan core

kedua (struktur bagian bawah). Hal ini kemungkinan disebabkan core pertama

yang berada di bagian atas struktur batuan ultrabasa sudah mengalami pelapukan

atau tingkat pelapukannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan core kedua yang

berada pada bagian bawah struktur batuan.

Klasifikasi mineral magnetik berdasarkan rentang nilai suseptibilitas

magnetik yang terukur (Hutchinson & Diedrichs, 1996 ; Dearing, 1996), mineral

magnetik pada batuan ultrabasa di stasiun 1 diduga terdiri dari hematit (50 x 10 -5

SI - 4.000 x 10-5 SI) dan goethit (110 x 10-5 SI - 1.200 x 10-5 SI). Kehadiran

mineral magnetik goethit (FeOOH) pada batuan ultrabasa juga dikonfirmasikan

42
43

dari hasil pengukuran XRD batuan ultrabasa pada salah satu contoh sampel yaitu

D1.1.4.1 (Tabel 6). Sedangkan mineral magnetik hematit (αFe2O3) yang diduga

terdapat dalam sampel berdasarkan rentang nilai suseptibilitas magnetik yang

terukur, akan tetapi hasil analisis XRD menunjukkan bahwa sampel contoh dalam

stasiun ini tidak menunjukkan kehadiran mineral magnetik hematit dalam sampel,

hal ini kemungkinan nilai unsur mineral tersebut sangat rendah berkisaran 0,0 %

saja.

180

160
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)

140

120

100

80

60

40

20

0
D1.1.4 D1.2.1 D1.2.4 D1.3.3
Kode sampel
Gambar 13. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 1 untuk core 1
(struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)
Stasiun 2 dengan 36 core sample dari 4 hand sample batuan ultrabasa

yang diambil dari daerah penambangan memiliki variasi nilai suseptibilitas

magnetik yang berkisar antara 54,0 x 10-5 SI sampai 154,3 x 10-5 SI. Variasi nilai

suseptibilitas magnetik pada stasiun ini cenderung sama dengan variasi nilai

suseptibilitas magnetik pada stasiun 1. Dimana variasi nilai suseptibitas magnetik

43
44

yang terukur pada stasiun ini disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral

magnetik pada batuan ultrabasa yang dipengaruhi oleh proses pelapukan.

Seperti halnya pada stasiun 1, hasil pengukuran suseptibilitas magnetik

pada beberapa sampel batuan ultrabasa pada stasioun 2, dijumpai nilai

suseptibilitas magnetik yang terukur pada core pertama (struktur bagian atas)

cendrung lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan core kedua (struktur

bagian bawah) (Gambar 14). Berdasarkan nilai suseptibilitas magnetik yang

terukur, mineral magnetik pada batuan ultrabasa di stasiun 2 diduga terdiri dari

hematit (αFe2O3) dan goethit (FeOOH). Kehadiran mineral magnetik goethit dan

hematit pada pada batuan ultrabasa juga dikonfirmasikan dari hasil pengukuran

XRD pada salah satu contoh sampel yaitu D2.3.6.1 (Tabel 6).

180

160 core
1
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)

140

120

100

80

60

40

20

0
.1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .3
2 .1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.4 2.4
D D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel
Gambar 14. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 2 untuk core 1
(struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)

44
45

Stasiun 3 dengan 70 core sample dari 9 hand sample batuan ultrabasa

yang diambil dari daerah pasca penambangan memiliki variasi nilai suseptibilitas

magnetik yang berkisar antara 58,0 x 10-5 SI sampai 154,3 x 10-5 SI. Seperti

halnya pada stasiun 1 dan 2, variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 3

juga dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi mineral magnetik pada sampel

batuan. Disisi lain, hasil pengukuran suseptibilitas magnetik pada beberapa

sampel batuan ultrabasa, dijumpai nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada

core pertama (struktur bagian atas) cenderung lebih tinggi jika dibandingkan

dengan dengan core kedua (struktur bagian bawah) (Gambar 15).

Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun ini yang hampir sama

dengan variasi nilai suseptibilitas magnetik sampel batuan ultrabasa pada stasiun 1

dan stasiun 2 mengindikasikan bahwa sampel batuan dalam penelitian ini

kemungkinan memiliki jenis mineral magnetik yang sama dan tergolong dalam

batuan beku yang sama. Kehadiran jenis mineral magnetik yang cenderung sama

dengan stasiun 1 dan 2 dikonfirmasikan melalui hasil pengukuran XRD pada

salah satu contoh sampel D3.5.3.1. Dimana hasil pengukuran XRD (Tabel 6)

menunjukkan mineral magnetik yang ada dalam sampel batuan ultrabasa terdiri

dari hematit dan goethit.

45
46

160
core
140 1
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)

120

100

80

60

40

20

0
.1 .3 .3 .4 .2 .4 .3 .5 .7 .2 .5 .9 .4
3 .1 3 .1 3 .2 3 .3 3 .4 3 .4 3 .5 3 .5 3 .5 3 .6 3 .7 3 .7 3 .9
D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel
Gambar 15. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 3 untuk core 1
(struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)

Secara umum hasil-hasil pengukuran suseptibilitas pada semua sampel

batuan ultrabasa dalam penelitian ini mengkonfirmasikan bahwa variasi nilai

suseptibilitas magnetik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi mineral magnetik

yang terkandung di dalam batuan ultabasa. Hal tersebut dikonfirmasikan dari hasil

pengukuran XRD terlihat pada Gambar 16 dan Tabel 6.

46
47

Gambar 16. Kurva analisis pengukuran XRD untuk sampel


Pengukuran XRD dilakukan pada kode hand sampel D1.1.4.1 dimana

sampel batuan diambil pada area pasca penambangan, kemudian pada kode hand

sampel D2.3.6.1 yang di ambil pada area penambangan, dan kode hand sampel

D3.5.3.1 diambil pada area pasca penambangan dapat mengkonfirmasikan

hadirnya mineral Goethite (FeOOH), Olivine (Mg1.5Fe0.5SiO4) dan Hematite

(αFe2O3). Dari hasil analisis pengukuran XRD yang dapat dilihat pada Gambar 16

dan Tabel 6 goethite muncul dengan presentase tertinggi 38,7 pada kode hand

sample D1.1.4.1, olivine dengan presentase tertinggi 79,7 pada kode hand sample

D2.3.6.1 dan hematite dengan presentase tertinggi 10,1 pada kode hand sample

47
48

D3.5.3.1. Ada beberapa mineral yang tidak terdeteksi saat XRD seperti pada hand

sampel D1.1.4.1 tidak terdeteksi kandungan unsur mineral hematite dan nikel,

pada hand sampel D2.3.6.1 tidak terdeteksi unsur mineral Cristobalite (SiO2),

Calcite (CaCO3) dan Nikcel (Ni), juga pada hand sampel D3.5.3.1 tidak terdeteksi

Cristobalite (SiO2), dan Calcite (CaCO3), hal ini di karenakan kandungan nilai

unsur mineral tersebut sangat rendah berkisaran 0,0% saja. Presentase mineral

tertinggi berada pada daerah pasca penambangan hal ini dikarenakan pada daerah

pasca penambangan telah mengalami tingkat pelapukan yang tinggi dibandingkan

pada daerah penambangan.

Tabel 6. Hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD) batuan ultrabasa

Nama Presentase
No. Nama Senyawa Formula Sum
Sampel Senyawa (%)
Cristobalite 2 SiO2
Olivine 52,9 Mg1.5 Fe0.5SiO4
1 D1.1.4.1 Calcite 4,5 CaCO3
Wuestite 1,9 FeO
Goethite 38,7 FeOOH
Olivine 79 Mg1.5Fe0.5SiO4
Geothite 8,5 FeOOH
2 D2.3.6.1
Hematite 7,6 αFe2O3
Wuestite 5 FeO
Hematite 10,1 αFe2O3
Wuestite 4,1 FeO
D3.5.3.1
3 Olivine 70,7 Mg1.5Fe0.5SiO4
Goethite 5,4 FeOOH
Nickel 0,7 Ni

48
49

B. Jenis Batuan Ultrabasa Di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe

Berdasarkan Nilai Suseptibilitas Magnetik

Penentuan jenis batuan ultrabasa pada penelitian ini dapat di ketahui

dengan melakukan analisis petrografi sayatan tipis. Jumlah core sampel yang di

gunakan untuk di lakukan analisis petrografi sayatan tipis berjumlah 3 core

sampel yang mewakili setiap stasiun yang berbeda. Dari hasil analisis petrografi

sayatan tipis dapat di ketahui sampel batuan ultrabasa yang berada di daerah

penelitian pada stasiun 1 merupakan jenis batuan lherzolite terserpentinisasi,

stasiun 2 jenis batuan lherzolite, dan stasiun 3 jenis batuan lherzolite.

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J

1 1 1
Cpx
2 2 2

3 3 Qz 3
Ol
4 4 4

5 5 5
Opx
6 6 6
Srp
7 7 Opq 7

// - Nikol X – Nikol

Gambar 17. Sayatan tipis batuan ultrabasa kode sampel D1.1.4.1


Hasil analisis petrografi sayatan tipis pada kode hand sampel D1.1.4.1

yang diambil dari pasca penambangan merupakan jenis batuan beku ultrabasa.

Sampel ini secara megaskopis merupakan jenis batuan lherzolite terserpentinisasi

yang termasuk kedalam satuan dunit terserpentinisasi. Sayatan batuan ini telah

mengalami alterasi dengan intensitas sedang karena masih banyak mineral-

mineral utama seperti orthopiroksen, olivin, klinopiroksin, dan mineral opak yang

49
50

mengisi veinlet nya bersamaan dengan mineral oksida. Adanya mineral ubahan

yaitu serpentin (15%) kemungkinan hasil dari ubahan dari mineral-mineral

tersebut. Secara mikroskopis sayatan ini memiliki warna interferensi abu-abu

kebiruan, warna absorbsi kuning sampai tidak berwarna tekstur berupa

kristalinitas holokristalin, bentuk kristal faneroporfiritik, hubungan antar butir

(fabrik) euhedral-subhedral sertarelasi inequigranular. Memiliki struktur massif

dengan ukuran mineral penyusun batuan yakni 0,5 mm hingga1 mm, tersusun

atas mineral (Streckeisen, 1975).

Berdasarkan hasil pengukuran suseptiblitas pada Tabel 5 menunjukkan

nilai suseptibilitas magnetik di stasiun ini relatif rendah, hal ini dikarenakan

proses serpentinisasi pada mineral - mineral yang terdapat batuan di stasiun ini

belum signifikan, sehingga kandungan mineral – mineral yang hadir dari hasil

alterasi atau ubahan akibat proses pelapukan (serpentinisasi) relatif rendah. Hal ini

juga dapat dilihat pada hasil analisis XRD (Gambar 16 dan Tabel 6) menunjukkan

keterdapatan unsur Fe, Mg, dan Si pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe

yang terkandung dalam batuan kemudian teroksidasi selama proses serpentinisasi

dan membentuk mineral-mineral opak tambahan seperti Goethite (FeOOH) dan

Wuestite (FeO). Semakin rendah kandungan mineral mineral-mineral opak

(goethite dan wuestite) pada batuan maka nilai suseptibilitas magnetiknya akan

rendah.

50
51

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J

1 1 1

2 2 Ol 2
Srp
3 3 Ol 3

4 4 4

5 5
Cpx 5

6 6 6
Opx
7 7 7

// - Nikol X – Nikol

Gambar 18. Sayatan tipis batuan ultrabasa kode sampel D2.3.6.1


Hasil analisis petrografi sayatan tipis pada kode hand sampel D2.3.6.1

yang diambil dari penambangan merupakan jenis batuan beku ultrabasa. Sampel

ini secara megaskopis merupakan jenis batuan lherzolite. Sayatan batuan ini telah

mengalami alterasi dengan intensitas sedang karena masih banyak mineral-

mineral utama seperti orthopiroksen, olivin, klinopiroksin. Terdapat pula sedikit

mineral opak yang mengisi veinlet nya bersamaan dengan mineral oksida dan

terdapat pula mineral serpentin (15%) (Streckeisen, 1975).

Berdasarkan hasil pengukuran suseptiblitas pada Tabel 5 menunjukkan

nilai suseptibilitas magnetik di stasiun ini relatif rendah, hal ini dikarenakan

proses serpentinisasi pada mineral – mineral yang terdapat batuan di stasiun ini

belum signifikan, sehingga kandungan mineral – mineral yang hadir dari hasil

alterasi atau ubahan akibat proses pelapukan (serpentinisasi) relatif rendah. Hal ini

juga dapat dilihat pada hasil analisis XRD (Gambar 16 dan Tabel 6) menunjukkan

keterdapatan unsur Fe, Mg, dan Si pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe

yang terkandung dalam batuan kemudian teroksidasi selama proses serpentinisasi

51
52

dan membentuk mineral-mineral opak tambahan seperti hematite (αFe2O3) 7,6%,

goethite (FeOOH) 8,5% dan wuestite (FeO) 5%. Semakin rendah kandungan

mineral mineral-mineral opak (hematite, geothite dan wuestite) pada batuan maka

nilai suseptibilitas magnetiknya akan rendah.

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J

1 1 1
Cpx Cpx
2 2 2

3 3
Opx 3
Cpx
4 4
Ol 4
Ol
5 5 5
Ol
6 6 Opq 6

7 7 7

// - Nikol X – Nikol

Gambar 19. Sayatan tipis batuan ultrabasa kode sampel D3.5.3.1

Hasil analisis petrografi sayatan tipis pada kode hand sampel D3.5.3.1

yang diambil dari pasca penambangan merupakan jenis batuan beku ultrabasa.

Sampel ini secara megaskopis merupakan jenis batuan lherzolite. Sayatan batuan

ini telah mengalami alterasi dengan intensitas sedang karena masih banyak

mineral-mineral utama seperti orthopiroksen, olivin, klinopiroksin, dan mineral

opak yang mengisi veinlet nya bersamaan dengan mineral oksida. Adanya mineral

ubahan yaitu serpentin (20%) kemungkinan hasil dari ubahan dari mineral-

mineral tersebut (Streckeisen, 1975). Hal tersebut dapat dikonfirmasikan pada

tabel 6 yang menunjukkan nilai suseptibilitas yang tinggi dengan dan hasil

analisis XRD pada Gambar 16 dan Tabel 6 yang menunjukkan keterdapatan Fe

dan Ni pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe yang terkandung dalam

52
53

batuan kemudian teroksidasi selama proses serpentinisasi dan membentuk mineral

tambahan seperti hematite (FeO3). Semakin tinggi mineral hematite pada batuan

maka nilai suseptibilitas magnetiknya akan tinggi.

Berdasarkan hasil pengukuran suseptiblitas pada Tabel 5 menunjukkan

nilai suseptibilitas magnetik di stasiun ini relatif rendah, hal ini dikarenakan

proses serpentinisasi pada mineral – mineral yang terdapat batuan di stasiun ini

belum signifikan, sehingga kandungan mineral – mineral yang hadir dari hasil

alterasi atau ubahan akibat proses pelapukan (serpentinisasi) relatif rendah. Hal ini

juga dapat dilihat pada hasil analisis XRD (Gambar 16 dan Tabel 6) menunjukkan

keterdapatan unsur Fe, Mg, dan Si pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe

yang terkandung dalam batuan kemudian teroksidasi selama proses serpentinisasi

dan membentuk mineral-mineral opak tambahan seperti hematite (αFe2O3)

10,1%, goethite (FeOOH) 5,4% dan wuestite (FeO) 4,1%. Semakin rendah

kandungan mineral mineral-mineral opak (hematite, geothite dan wuestite) pada

batuan maka nilai suseptibilitas magnetiknya akan rendah.

Berdasarkan tabel representatif mineral pada tingkat pelapukan Ismagil

dalam skripsi (Ilma, 2019) batuan ultrabasa yang berada di daerah penelitian

termasuk dalam tingkat pelapukan sedang yang di konfirmasikan terdapatnya

mineral olivine dan geothite pada representatif mineral tersebut. Keterdapatan

mineral olivine dan geothite yang di konfirmasikan melalui pengukuran nilai

suseptibilitas magnetik, analisis petrografi serta analisis pengukuran XRD pada

sampel batuan ultrabasa dapat di ketahui bahwa sampel batuan ultrabasa yang

berada di daerah penelitian pada area pasca penambangan memiliki nilai

53
54

suseptibilitas magnetik yang tinggi di bandingkan daerah penambangan meskipun

nilai dari kedua tempat tersebut tidak jauh berbeda, dan termasuk dalam tingkat

pelapukan sedang yang di buktikan dengan tingginya nilai suseptibilitas magnetik

pada batuan ultrabasa.

54
55

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Nilai suseptibilitas magnetik dalam spesifik volume batuan ultrabasa di daerah

penelitian berada pada rentang nilai yang berkisaran antara pada nilai 58 x 10-5 SI s/d

160,5 x 10-5 SI. Dimana, nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa yang di ambil

di daerah pasca tambang memiliki nilai yang lebih tinggi di bandingkan daerah

penambanagan meskipun nilai suseptibilitas magnetiknya tidak jauh bereda, dan core

sampel batauan ultrabasa pada bagian atas memiliki nilai suseptibilitas magnetik

yang lebih tinggi di bandingkan core sampel yang berada pada struktur batuan bagian

bawah. Hal tersebut di pengaruhi oleh kandungan jenis mineral dan tingkat pelapukan

yang terjadi pada batuan ultrabasa di daerah penelitian.

2. Jenis mineral magnetik yang terdapat pada sampel batuan ultrabasa di daerah

penelitian yang dominan yaitu Olivine (Mg1.5Fe0.5SiO4) dan Goethite

(FeOOH).

3. Jenis batuan ultrabasa yang berada di daearah penelitian menggunakan

klasifikasi menurut Streckeisein, 1976 pada stasiun pertama yaitu lherzolite

terserpentinisasi 67,9 x 10-5 SI – 160,5 x 10-5 SI stasiun kedua lherzolite

dengan rentang nilai suseptibilitas magnetik 54 x 10-5 SI – 154,3 x 10-5 SI dan

stasiun ketiga yaitu lherzolite 58 x 10-5 SI – 148,6 x 10-5 SI.

55
56

B. Saran

Agar penelitaian analisis suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa di daerah

pasca penambangan pada Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe, yang di

lakukan kali ini dapat menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.

56
57

DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, R., & Brtopuspito, K. S. (2017). Analisis Suseptibilitas Magnetik


Batuan Pengeboran di Blok Elang Sumbawa. Jurnal Pendidikan Fisika Dan
Teknologi, 1(3), 226. https://doi.org/10.29303/jpft.v1i3.263
Dearing, J. A., Dann, R. J. L., Hay, K., Lees, J. A., Loveland, P. J., Maher, B. A.,
& O’Grady, K. (1996). Frequency-dependent susceptibility measurements of
environmental materials. Geophysical Journal International, 124(1), 228–
240. https://doi.org/10.1111/j.1365-246X.1996.tb06366.x
Gill, Robin, 2010. (2010). Igneous Rock and Processes, Department of Earth
Sciences Royal Holloway Univesity of London.
Gunawan, Hendri; Budiman, A. (2014). MAGNETIK BIJIH BESI YANG
BERASAL DARI TIGA LOKASI TAMBANG BIJIH BESI DI
SUMATERA BARAT Hendry Gunawan , Arif Budiman. Fisika Unand,
3(4), 249–254.
Harrison, R. J., Dunin-Borkowski, R. E., Kasama, T., Simpson, E. T., & Feinberg,
J. M. (2015). Magnetic Properties of Rocks and Minerals. Treatise on
Geophysics: Second Edition, 2, 609–660. https://doi.org/10.1016/B978-0-
444-53802-4.00048-8
Hutchinson, J. D., & Diedrichs, M. . . (1996). Empirical Design of open stope and
support. Cablebolting in Underground Mines, (1972), 221–252. Retrieved
fromhttps://www.rocscience.com/documents/hoek/corner/04_Rock_mass_cla
ssification.pdf
Ilma Septya, 2019, Analisis Suseptibilitas Magnetik Batuan Ultrabasa di Area
Pasca Tambang Pada Wilayah Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka
Provinsi Sulawesi Tenggara. Skripsi, Universitas Halu Oleo, Kendari,
Sulawesi Tenggara. (n.d.).
Jiles. (1996). Jiles, 1996, Introduction To Magnetism And Magnetite Material,
New York, USA: Champman And Hall.
Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C. D., & Ishikawa, A.
(2004). Kadarusman, A.,Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D. and
Ishikawa, A. Petrology, geochemistry and paleogeographic reconstruction of
the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia. Tectonophysic, 392: 55-83, 2004.
Tectonophysics, 392(1–4), 55–83. https://doi.org/10.1016/j.tecto.2004.04.008
Kuriadi, A. (2006). Karakteristik Batuan Asal Pembentukan Endapan Nikel
Laterit Di. (May 2017).
58

Marcon, P., & Ostanina, K. (2012). Overview of methods for magnetic


susceptibility measurement. Progress in Electromagnetics Research
Symposium, (January 2012), 420–424.
McDonough, W. F., & Rudnick, R. L. (1999). McDonough, William F and
Rudnick, Roberta L., 1999, Mineralogy and Composition of the Upper
Mantle. Department of Earth and Planetary Sciences Harvard University.
Ultrahigh Pressure Mineralogy: Physics and Chemistry of the Earth’s Deep
Interior, (l), 139–164. https://doi.org/10.1515/9781501509179-006
Palandri, J. L., & Reed, M. H. (2004). Palandri, J. L. and Reed, M. H., 2004,
Geochemical Models of Metasomatism in Ultramafic Systems:
Serpentinization, Rodingitization, and Sea Floor Carbonate Chimney
Precipitation, Geochimica et Cosmochimica Acta, vol. 68, h. 1115-1133.
Geochimica et Cosmochimica Acta, 68(5), 1115–1133.
Rosita. (n.d.). Rosita, D.T., Yuni.R., Rusliana, F., Ameliya, Takeshi., Satoshi, I.,
dan Edi, S. 2014. Sintesis Nanopartikel Manganse Ferrite (MnFe2O4)
dengan Metode Kopresipitas dan Karakterisasi Sifat Kemagnetannya.
Jurusan Fisika. FMIPA, Universitas Gadjha Mada, Yogya.
Rusmana. (n.d.). Rusmana E., Sukido, Sukarna, D., Haryanto, E.& Simanjuntak
T.O., 1993, Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1 :
250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Simandjuntak, T.O., Surono, Hadiwijoyo, S., 1993, Geologi Lembar Kolaka,
Sulawesi, skala 1:250.000, P. P. dan P. G. (n.d.). SIMANDJUNTAK, 1993.
Streckeisen. (1975). Streckeisein, A. 1975. Igneous Rock Classification and
Glossary Of Terms. Cambridge University Press, New York. In Streckeisein,
A. 1975. Igneous Rock Classification and Glossary Of Terms. Cambridge
University Press, New York.
Suhandi, Susanto, H., & Hutamadi, R. (2011). Penelitian Bahan Galian Lain dan
Mineral Ikutan pada Wilayah Pertambangan Kabupaten Konawe, Provinsi
Sulawesi Tenggara. 1–14.
Surono, 2010, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Publikasi Khusus Badan
Geologi Kementrian ESDM. Bandung. (n.d.).
Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, pusat penelitian dan
pengembangan geologi. (2013). Surono.
Telford, W. M., Goldrat, L.P., and sheriff, R.P., 1990, Applied Geophysic Second
Edition, Cambridge University Press, New York. (n.d.).
Waode Ulfa, 2019, Analisis Suseptibilitas Magnetik Batuan Ultrabasa Di Daerah
59

Pasca Penambangan Nikel Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka. Skripsi,


Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. (n.d.).
Lampiran 1: Dokumentasi tempat pengambilan dan pengeboran sampel
1. Singkapan batuan ultrabasa stasiun 1, 2, dan 3, serta proses pengambilan
sampel pada batuan.
60
61

2. Proses pengecoran dan pengeboran sampel


62

3. Proses pemotongan sampel


63

4.Pengukuran nilai suseptibilitas magnetik menggunakan MS2 dan MS2B

5. Preparasi sampel yang akan di XRD


64

Lampiran 2. Hasil Data Nilai Suseptibilitas Magnetik

Stasiun 1

hand core kode Nilai Suseptibilitas


stasiun sample sampele sampel Magnetik (10-5 SI)
D1 1 1 D1.1.1.1. 139,1
    2 D1.1.2.1 120,1
    3 D1.1.3.1 111
    4 D1.1.4.1 160,5
    5 D1.1.4.2 111,2
    6 D1.1.5.1 136,4
  2 1 D1.2.1.1 68,9
    2 D1.2.1.2 67,9
    3 D1.2.2.1 143,9
    4 D1.2.3.1 88,3
    5 D1.2.4.1 72,8
    6 D1.2.4.2 71,7
  3 1 D1.3.1.1 121,8
    2 D1.3.2.1 68,8
    3 D1.3.3.1 151,3
    4 D1.3.3.2 89,5

Stasiun 2

hand core kode Nilai Suseptibilitas


stasiun sample sampel sampel Magnetik (10-5 SI)
D2 1 1 D2.1.1.1 114,4
    2 D2.1.1.2 100,3
    3 D2.1.2.1 89,5
    4 D2.1.2.2 92,7
    5 D2.1.3.1 95,8
    6 D2.1.3.2 90,7
    7 D2.1.4.1 85,3
    8 D2.1.4.2 80,7
    9 D2.1.4.3 74,8
    10 D2.1.5.1 107,5
    11 D2.1.5.2 94,3
    12 D2.1.5.3 94,3
    13 D2.1.6.1 95
    14 D2.1.6.2 76,8
65

  2 1 D2.2.1.1 80,7
  3 1 D2.3.1.1 73,1
    2 D2.3.1.2 70,7
    3 D2.3.2.1 87,5
    4 D2.3.2.2 81,3
    5 D2.3.2.3 71,2
    6 D2.3.3.1 86,3
    7 D2.3.3.2 74,3
    8 D2.3.3.3 72,3
    9 D2.3.4.1 74,8
    10 D2.3.4.2 72,6
    11 D2.3.5.1 69,2
    12 D2.3.5.2 66,5
    13 D2.3.5.3 66,9
    14 D2.3.6.1 54
    15 D2.3.6.2 56
  4 1 D2.4.1.1 117,1
    2 D2.4.1.2 114,5
    3 D2.4.2.1 119,2
    4 D2.4.3.1 154,3
    5 D2.4.3.2 121,8
    6 D2.4.4.1 132,8

Stasiun 3

hand core kode Nilai Suseptibilitas


stasiun sample sampele sampel Magnetik (10-5 SI)
D2 1 1 D3.1.1.1 89,1
    2 D3.1.1.2 87,5
    3 D3.1.2.1 80,6
    4 D3.1.2.2 76
    5 D3.1.3.1 80,2
    6 D3.1.3.2 72,2
  2 1 D3.2.1.1 89,2
    2 D3.2.1.2 73,2
    3 D3.2.2.1 75,5
    4 D3.2.3.1 72
    5 D3.2.3.2 68,5
  3 1 D3.3.1.1 97,6
    2 D3.3.1.2 92,6
    3 D3.3.2.1 122
66

    4 D3.3.3.1 89
    5 D3.3.4.1 87,5
    6 D3.3.4.2 73,2
    7 D3.3.5.1 65
    8 D3.3.6.1 131,7
    9 D3.3.7.1 66,7
    10 D3.3.7.2 65,1
  4 1 D3.4.1.1 77
    2 D3.4.2.1 74,7
    3 D3.4.2.2 72
    4 D3.4.3.1 79,5
    5 D3.4.3.2 77
    6 D3.4.4.1 81
    7 D3.4.4.2 81,5
  5 1 D3.5.1.1 119,1
    2 D3.5.2.1 70,7
    3 D3.5.2.2 70
    4 D3.5.3.1 148,6
    5 D3.5.3.2 90
    6 D3.5.4.1 91
    7 D3.5.4.2 65
    8 D3.5.5.1 103,4
    9 D3.5.5.2 76
    10 D3.5.6.1 81
    11 D3.5.6.2 84
    12 D3.5.7.1 75,5
    13 D3.5.7.2 67,5
    14 D3.5.8.1 124,4
    15 D3.5.8.2 85,5
  6 1 D3.6.1.1 91,4
    2 D3.6.2.1 96,8
    3 D3.6.2.2 99
    4 D3.6.3.1 89,4
    5 D3.6.4.1 92
    6 D3.6.5.1 80,5
  7 1 D3.7.1.1 121
    2 D3.7.2.1 105,8
    3 D3.7.3.1 141,6
    4 D3.7.3.2 102
    5 D3.7.4.1 146
67

    6 D3.7.5.1 108,5
    7 D3.7.5.2 106
    8 D3.7.6.1 133,3
    9 D3.7.7.1 141
    10 D3.7.7.2 111
    11 D3.7.8.1 118
    12 D3.7.9.1 100
    13 D3.7.9.2 112
    14 D3.7.10.1 128
    15 D3.7.10.2 120,5
  8 1 D3.8.1.1 74
    2 D3.8.2.1 83
    3 D3.8.3.1 95
  9 1 D3.9.4.1 59,5
    2 D3.9.4.2 58
    3 D3.9.5.1 60

Lampiran 3. Perbandingan Nilai Suseptibilitas Magnetik Antara Core


Pertama dan Core Kedua Pada Sampel Batuan

Stasiun 1
68

180
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI) 160

140

120

100

80

60

40

20

0
D1.1.4 D1.2.1 D1.2.4 D1.3.3

Kode sampel

Stasiun 2
69

180

160
core
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)
1
140

120

100

80

60

40

20

0
.1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .3
2 .1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.4 2.4
D D D D D D D D D D D D D D

Kode sampel

Stasiun 3

160
core
140 1
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)

120

100

80

60

40

20

0
.1 .3 .3 .4 .2 .4 .3 .5 .7 .2 .5 .9 .4
3 .1 3 .1 3 .2 3 .3 3 .4 3 .4 3 .5 3 .5 3 .5 3 .6 3 .7 3 .7 3 .9
D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel

Lampiran 4. Hasil Analisis XRD


70

3500 a : Olivine A 41
b : Geothite a

3000 c : Calcite
d : SiO2
e : Wuestite
2500

2000 d
d a
a
1500 b
a
a
a b a a c e b b a
1000
Intensity (a.u)

b b b

a
6000 F 61

5000

4000
a
3000
b
d
2000 a a
da a a b a
b a e b
1000 a c b

15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
2 (deg.)
I n t e n s it y ( a .u )

d
2000 P141
1500 b a ,f
a a
1000 c e b,f b b a b
500
4000
P311 d
3000 d b
a ,f
a
2000 e
b b f
a a a c a
1000
10000
P 312
7500 b
5000
a
2500 c d e a ,f
b

d
2000
P281
1500
b
1000 a c a b da a ,f
a e b a
500
2000 a
a
3L31 d
1500
d b e a ,f
c
1000 a b a a b f b a

500

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

2  (deg.)

Nama Presentase
No. Nama Senyawa Formula Sum
Sampel Senyawa (%)
71

Cristobalite 2 SiO2
Olivine 52,9 Mg1.5 Fe0.5SiO4
1 D1.1.4.1 Calcite 4,5 CaCO3
Wuestite 1,9 FeO
Goethite 38,7 FeOOH
Olivine 79 Mg1.5Fe0.5SiO4
Geothite 8,5 FeOOH
2 D2.3.6.1
Hematite 7,6 αFe2O3
Wuestite 5 FeO
Hematite 10,1 αFe2O3
Wuestite 4,1 FeO
D3.5.3.1
3 Olivine 70,7 Mg1.5Fe0.5SiO4
Goethite 5,4 FeOOH
Nickel 0,7 Ni

Batuan Ultrabasa

D1.1.4.1

Amount (%) Name Formula sum


79.0 Olivine Mg1.5Fe0.5SiO4
8.5 Goethite FeOOH
7.6 Hematite αFe2O3
5.0 Wuestite Fe O
4.5 Calcite CaCO3

D2.3.6.1

Amount (%) Name Formula sum


2.0 Cristobalite SiO2
52.9 Olivine Mg1.5Fe0.5SiO4
1.9 Wuestite Fe O
38.7 Goethite FeOOH

D3.5.3.1
72

Amount(%) Name Formula sum

79.7 Olivine Mg1.5Fe0.5SiO4


5.4 Goethite FeOOH
10.1 Hematite αFe2O3
4.1 Wuestite Fe O
0.7 Nickel Ni

A: Hematite
Formula sum αFe2O3
Entry number 96-101-1241
Figure-of-Merit (FoM) 0.618380
Total number of peaks 25
Peaks in range 9
Peaks matched 5
Intensity scale factor 0.00
Space group R -3 c
Crystal system rhombohedral
Unit cell a= 5.4300 Å α= 55.280º
I/Icor 3.58
Meas. Density 5.259 g/cm³
Calc. Density 5.261 g/cm³
Reference Pauling L, Hendricks S B, “The Structure of Hematite”, Journal of the
American Chemical Society 47, 781-790 (1925)

B: Cristobalite

Formula sum O2 Si
Entry number 96-900-1582
Figure-of-Merit (FoM) 0.696852
Total number of peaks 64
Peaks in range 18
Peaks matched 9
Intensity scale factor 0.05
Space group P 41 21 2
Crystal system tetragonal
Unit cell a= 4.8757 Å c= 6.7163 Å
I/Icor 4.74
Calc. Density 2.500 g/cm³
Reference Downs R. T., Palmer D. C., “The pressure behavior of
alpha cristobalite P = 1.05 Gpa”, American
Mineralogist 79, 9-14 (1994)

C: Olivine
73

Formula sum Mg1.5Fe0.5SiO4


Entry number 96-900-2617
Figure-of-Merit (FoM) 0.880873
Total number of peaks 168
Peaks in range 43
Peaks matched 32
Intensity scale factor 0.31
Space group Pbnm
Crystal system orthorhombic
Unit cell a= 4.7577 Å b= 10.2279 Å c= 5.9812 Å
I/Icor 1.21
Calc. Density 3.524 g/cm³
Reference Henderson C. M. B., Redfern S. A. T., Smith R. I.,
Knight K. S., Charnock J. M., “Composition and
temperature dependence of cation ordering in Ni-Mg
olivine solid solutions: A time-of-flight neutron powder
diffraction and EXAFS study Sample: Mg80Ni20 at T
= 200 C”, American Mineralogist 86, 1170-1187
(2001)

D: Calcite

Formula sum C Ca O3
Entry number 96-900-7287
Figure-of-Merit (FoM) 0.699647
Total number of peaks 43
Peaks in range 12
Peaks matched 10
Intensity scale factor 0.08
Space group R -3 c
Crystal system trigonal (hexagonal axes)
Unit cell a= 5.0492 Å c= 17.3430 Å
I/Icor 3.53
Calc. density 2.604 g/cm³
Reference Prencipe M., Pascale F., Zicovich-Wilson C M,
Saunders V. R., Orlando R., Dovesi R., "The
vibrational spectrum of calcite (CaCO3): an ab initio
quantum-mechanical calculation Note: Theoretically
derived structure", Physics and Chemistry of
Minerals 31, 559-564 (2004)

E: Wuestite

Formula sum Fe O
Entry number 96-900-9771
Figure-of-Merit (FoM) 0.604185
Total number of peaks 11
Peaks in range 3
Peaks matched 3
Intensity scale factor 0.06
Space group R -3
74

Crystal system rhombohedral


Unit cell a= 6.1320 Å α= 59.340º
I/Icor 6.03
Calc. density 5.942 g/cm³
Reference Fjellvag H., Gronvold F., Stolen S., Hauback B. C.,
"On the crystallographic and magnetic structures of
nearly stoichiometric iron monoxide Locality: synthetic
Note: low-temperature polymorph Sample: Three-
Phase Mixture FeO, T = 12 K", Journal of Solid State
Chemistry 124, 52-57 (1996)

F: Goethite

Formula sum FeOOH


Entry number 96-901-1413
Figure-of-Merit (FoM) 0.710024
Total number of peaks 87
Peaks in range 23
Peaks matched 9
Intensity scale factor 0.61
Space group Pbnm
Crystal system orthorhombic
Unit cell a= 4.5900 Å b= 10.0000 Å c= 3.0300 Å
I/Icor 3.25
Calc. density 4.195 g/cm³
Reference Hoppe W., "Uber die kristallstruktur von alpha-AlOOH
(diaspore) und alpha-Fe OOH(nadeleisenerz) Locality:
Synthetic", Zeitschrift fur Kristallographie 103, 73-89 (1940)
75

Lampiran 5. Deskripsi Mikroskopik Batuan

No lampiran / No conto : D1.1.4.1

Lokasi : Podidaha Nama Batuan : Lherzolite terserpentinisasi

TipeBatuan : BatuanBeku

TipeStuktur : Massive

Klasifikasi : Streckeisen

KenampakanMikroskopis : Warnainterferensiabu-abukebiruan,
warnaabsorbsikuningsampaitidakberwarnateksturberupakristalinitasholokristalin, bentukKristalfaneroporfiritik,
hubunganantarbutir (fabrik) euhedral-subhedralsertarelasiinequigranular. Memilikistruktur massif denganukuran
mineral penyusunbatuanyakni 0,5 mm hingga1 mm, tersusunatas mineral

DeskripsiMineralogi
Rock Fragmen Jumlah(%)
KeteranganOptik Mineral
Warnaabsorbstidak berwarna sampai netral, dengan warna
interferensi coklat, sudut gelapan paralel, bentuk subhedral-
 Orthopiroksen anhedral, pleokirisme lemah, relief tinggi, intensitas rendah,
25
(Opx) belahan paralel, pecahan ada dan ukuran mineral 0,250 mm hingga
1 mm

Warnainterferensiputihkeabu-abuanpleokrismedwikroik, bentuk
subhedral-anhedral, tidakmemilikibelahan, pecahantidakada, relief
 Olivin (Ol) 30 rendah, intensitasrendah, ukuran mineral 0.08-0.1 mm
sudutgelapan 47° , jenis gelapan bergelombang.

Warnaabsorbstidak berwarna sampai netral, dengan warna


interferensi coklat kekuningan, sudut gelapan miring, bentuk
 Klinopiroksin subhedral-anhedral, pleokirisme kuat, relief tinggi, intensitas
20
(Cpx) rendah, belahan paralel, pecahan ada dan ukuran mineral 0,250 mm
hingga 1 mm

Warna absorbsi tidak berwarna sampai netral, warna inteferensi


abu-abu sampai putih, bentuk anhedral, relief sedang, belahan tidak
 Serpentin (Srp) 15 ada, bias rangkap rendah orde-I , ukuran mineral 0,20-0,250 mm.
Jenis gelapan miring.

Warnainterferensihitam, tidaktembuscahaya, membutir, relief


 Opak (Opq) 10 tinggi, intensitastinggi, danmemilikiukuran 1,5 mm
76

Foto :

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J

1 1 1
Cpx
2 2 2

3 3 Qz 3
Ol
4 4 4

5 5 5
Opx
6 6 6
Srp
7 7 Opq 7

// - Nikol X – Nikol

Penentuan Nama Batuan Beku Ultrabasa Menurut Klasifikasi Streickesen, 1975


77

No lampiran / No conto : D2.3.6.1


Lokasi : Pondidaha Nama Batuan : Lherzolite

TipeBatuan : BatuanBeku

TipeStuktur : Massive

Klasifikasi : Streckeisen

KenampakanMikroskopis : Warnainterferensiabu-abukekuningan ,
warnaabsorbsikuningsampaitidakberwarnateksturberupakristalinitasholokristalin, bentukKristalfaneroporfiritik,
hubunganantarbutir (fabrik) euhedral-subhedralsertarelasiinequigranular. Memilikistruktur massif denganukuran
mineral penyusunbatuanya 0,5 mm hingga1 mm, tersusunatas mineral

DeskripsiMineralogi
Rock Fragmen Jumlah(%)
KeteranganOptik Mineral
Warnaabsorbsputih, dengan warna interferensi hijau kebiruanjenis
 Olivin gelapan miring, bentuk subhedral-anhedral, relief rendah, intensitas
(Ol) 35 rendah, belahan tidak sempurna, pecahan tidak teratur dan ukuran
mineral 0,1mm hingga 0,3 mm,

Warnaabsorbstidak berwarna sampai netral, dengan warna


interferensi coklat kekuningan, sudut gelapan miring, bentuk
 Klinopiroksin
25 subhedral-anhedral, pleokirisme kuat, relief tinggi, intensitas
(Cpx)
rendah, belahan paralel, pecahan ada

Warnaabsorbstidak berwarna sampai netral, dengan warna


interferensi coklat, sudut gelapan paralel, bentuk subhedral-
 Orthopiroksen anhedral, pleokirisme lemah, relief tinggi, intensitas rendah,
20
(Opx) belahan paralel, pecahan ada dan ukuran mineral 0,250 mm hingga
1 mm

Warna absorbsi tidak berwarna sampai netral, warna inteferensi


abu-abu sampai putih, bentuk anhedral, relief sedang, belahan tidak
 Serpentin (Srp) 15 ada, bias rangkap rendah orde-I , ukuran mineral 0,20-0,250 mm.
Jenis gelapan miring.

Warnainterferensihitam, tidaktembuscahaya, membutir, relief


 Opak (Opq) 5 tinggi, intensitastinggi, danmemilikiukuran 1,5 mm
78

Foto :

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J

1 1 1

2 2 Ol 2
Srp
3 3 Ol 3

4 4 4

5 5
Cpx 5

6 6 6
Opx
7 7 7

// - Nikol X – Nikol

Penentuan Nama Batuan Beku Ultrabasa Menurut Klasifikasi Streickesen, 1975


79

No lampiran / No conto : D3.5.3.1


Lokasi : Pondidaha Nama Batuan : Lherzolite

TipeBatuan : BatuanBeku

TipeStuktur : Massive

Klasifikasi : Streckeisen

KenampakanMikroskopis : Warnainterferensiabu-abukebiruan,
warnaabsorbsikuningsampaitidakberwarnateksturberupakristalinitasholokristalin, bentukKristalfaneroporfiritik,
hubunganantarbutir (fabrik) euhedral-subhedralsertarelasiinequigranular. Memilikistruktur massif denganukuran
mineral penyusunbatuanyakni 0,5 mm hingga1 mm, tersusunatas mineral

DeskripsiMineralogi
Rock Fragmen Jumlah(%)
KeteranganOptik Mineral
Warnaabsorbsputih, dengan warna interferensi kuning
 Olivin (Ol) kebiruanjenis gelapan miring, bentuk subhedral-anhedral, relief
45 rendah, intensitas rendah, belahan tidak sempurna, pecahan tidak
teratur dan ukuran mineral 0,2 mm hingga 0,5 mm,

Warnaabsorbsi tidak berwarna sampai netral, dengan warna


interferensi abu-abu kebiruan, sudut gelapan paralel, bentuk
 Orthopiroksen subhedral-anhedral, pleokirisme lemah, relief tinggi, intensitas
20
(Opx) rendah, belahan paralel, pecahan ada dan ukuran mineral 0,250 mm
hingga 1 mm

Warnaabsorbs tidak berwarna sampai netral, dengan warna


interferensi coklat kekuningan, sudut gelapan miring, bentuk
 Klinopiroksen
28 subhedral-anhedral, pleokirisme kuat, relief tinggi, intensitas
(Cpx)
rendah, belahan paralel, pecahan ada.

Warnainterferensihitam, tidaktembuscahaya, membutir, relief


 Opak (Opq) 7 tinggi, intensitastinggi, danmemilikiukuran 1,5 mm
80

Foto :

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J

1 1 1
Cpx Cpx
2 2 2

3 3
Opx 3
Cpx
4 4
Ol 4
Ol
5 5 5
Ol
6 6 Opq 6

7 7 7

// - Nikol X – Nikol

Penentuan Nama Batuan Beku Ultrabasa Menurut Klasifikasi Streickesen, 1975

Anda mungkin juga menyukai