SKRIPSI
DIAJUKAN OLEH:
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
Berbagi kesulitan dan hambatan saat penulisan tugas akhir ini, namun atas
pertolongan Tuhan, doa, tekad, dan kesabaran serta bantuan dari berbagai pihak
penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala
besarnya kepada Bapakku tercinta Yusuf Rubak Rerung dan Mamaku tersayang
Agustina Rantesalu yang telah membesarkan dan mendidik serta untuk segala
pendidikan selama ini. Dalam skripsi ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak Jahidin, S.Si., M.Si selaku
yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberi arahan dan
bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak
ii
iii
1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun, S.Si., M,Sc selaku Rektor Universitas Halu
Oleo.
2. Dr. Muliddin, S.Si., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi
3. Erzam S. Hasan, S.Si., M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika dan
seluruh jajarannya.
4. Tim penguji, Bapak Dr. La Ode Ngkoimani, M.Si Bapak Erzam S. Hasan,
S.Si., M.Si dan Bapak La Ode Sahiddin, S.Si., M.Sc yang selalu
terkhusus untuk kak Ramlia yang telah sabar membantu dan membimbing
6. Bapak dan Ibu dosen FITK, Terimakasih atas ilmu yang di berikan selama
Terimakasih atas segala dukungan materi, doa, maupun moril yang diberikan.
10. Kepada teman-teman Tim suseptibilitas magnetik (Nana, Yuna, Fadli, Dian,
Ilma, Ulfa, Jun, Sapril). Terimakasih banyak atas bantuan pada saat
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang
kesempurnaan tulisan ini. Atas segala bantuan yang diberikan, semoga Allah
terimakasih.
Penulis
ANALISIS SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BATUAN ULTRABASA
DIAREA PASCA PENAMBANGAN NIKEL KECAMATAN PONDIDAHA
KABUPATEN KONAWE
ABSTRAK
v
ANALYSIS MAGNETIC SUSEPTIBILITY OF ULTRAMAFIC ROCK
POST NICKEL MINING AREA IN PONDIDAHA DISTRICT KONAWE
REGENCY
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL ix
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
D. Manfaat 4
B. Batuan Ultrabasa 10
D. Suseptibilitas Magnetik 21
E. Suseptibility Meter 22
F. Pelapukan Batuan 25
vii
G. XRD (X-Ray Difraction) 29
viii
viii
B. Jenis Penelitian 32
D. Prosedur Penelitian 35
I. PENUTUP 55
A. Kesimpulan 55
B. Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 59
xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
lempeng Eurasia dari Selatan, dan lempeng Pasifik yang menunjam lempeng
Eurasia dari arah Timur. Oleh karena itu, pulau ini secara geologi mempunyai
kompleksitas geologi yang tinggi, tercermin mulai dari struktur geologi, ragam
Konawe secara umum termaksud dalam kompleks batuan ultrabasa yang terdiri
dari batuan peridotit dan harzburgit berukuran sedang sampai kasar, fanerik,
sebagian terserpentinkan, tersusun oleh piroksen, olivin serta bijih, batuan tersebut
(Suhandi, 2011).
Batuan ultrabasa adalah batuan beku yang kaya akan besi, magnesium,
kaitan erat dengan mineral dan batuan. Setiap mineral dan batuan memiliki nilai
suseptibilitas magnetik yang merupakan sifat dan karakter dari batuan dan mineral
2
suseptibilitas batuan akan semakin besar jika di jumpai banyak mineral yang
kemagnetan batuan ini adalah pengukurannya relatif cepat, sederhana serta tidak
bersifat merusak sampel yang diukur sedangkan kekurangan dari metode ini yaitu
pengaruhi oleh keadaan suhu, dimana semakin besar suhu, maka nilai
baik secara mineralogi maupun jenis batuan tersebut. Oleh karena itu, peneliti
Kabupaten Konawe”
3
B. Rumusan Masalah
3. Apa jenis batuan ultrabasa di daerah penelitaian dan berapa nilai suseptibilitas
magnetiknya.
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
D. Manfaat
suseptibilitas magnetik.
3. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat di jadikan sebagai referensi
geologi regionalnya Pulau Sulawesi dan sekitarnya dapat dibagi menjadi beberapa
mandala geologi yakni salah satunya adalah mandala geologi Sulawesi Timur.
Mandala ini meliputi lengan Tenggara Sulawesi, Bagian Timur Sulawesi Tengah
dan Lengan Timur Sulawesi. Lengan Timur dan Lengan Tenggara Sulawesi
tersusun atas batuan malihan, batuan sedimen penutupnya dan ofiolit yang terjadi
dibedakan menjadi empat satuan, yaitu wilayah pegunungan, perbukitan, karst dan
satuan dataran rendah (Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, 2013).
7
dan pegunungan Rumbia yang terpisah diujung selatan Lengan Tenggara. Satuan
pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan
ofiolit. Ada perbedaan morfologi yang khas diantara kedua batuan penyusun itu.
Pegunungan yang disusun ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan
lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam. Sementara itu,
terutama di Selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai
ketinggian 500 meter dpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini
morfologi perbukitan rendah terlampar luas di Utara Kendari dan ujung Selatan
dengan Tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi
yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastik
Satuan ini dicirikan perbukitan kecil dengan sungai bawah permukaan tanah.
Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi batu gamping
2. Struktur Geologi
dan kekar. Sesar dan kelurusan umumnya berarah baratlaut – tenggara searah
dengan Sesar Lasolo. Sesar Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri yang diduga
masih giat hingga kini, yang dibuktikan dengan adanya mata air panas di Desa
dan jalur sesar tersebut di tenggara Tinobu. Sesar tersebut diduga ada kaitannya
dengan sesar Sorong yang giat kembali pada Kala Oligosen (Simanjuntak, 1993).
Kekar terdapat pada semua jenis batuan. Pada batugamping kekar ini tampak
teratur yang membentuk kelurusan (Surono, 2010). Kekar pada batuan beku
umum terdiri dari batuan ultramafik terdiri dari batuan peridotit dan harsburgit
piroksen, olivin serta bijih, batuan tersebut banyak rekahan-rekahan diisi oleh
mineral sekumder (silika dan garnierit), berwarna putih keabu-abuan dan hijau
terang, tebal urat 0,1-0,5 cm. Batuan ultramafik di daerah Pondidaha terdapat pada
batuan dasar (ultramafik), adanya mata air panas di daerah penelitian diperkirakan
3. Stratigrafi Regional
Lembar Lasusua – Kendari dapat dibedakan dalam dua lajur geologi; yaitu Lajur
Tinodo dan Lajur Hialu. Lajur Tinodo dicirikan oleh batuan endapan paparan
benua, dan Lajur Hialu oleh endapan kerak samudra/ofiolit, (Rusmana, 1993).
Secara garis besar kedua mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo.
Batuan yang terdapat di Lajur Tinodo yang merupakan batuan alas adalah
Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur Karbon; terdiri dari
sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak dan genes.
daerah ini diduga terjadi kegiatan magma yang menghasilkan terobosan aplit
kuarsa, latit kuarsa dan andesit PTr (ga), yang menerobos Batuan Malihan
Paleozoikum. Formasi Meluhu (TRJm) yang berumur Trias Tengah sampai Jura,
secara takselaras menindih Batuan Malihan Paleozoikum. Formasi ini terdiri dari
batupasir kuarsa yang termalihkan lemah dan kuarsit yang setempat bersisipan
dengan serpih hitam dan batugamping yang mengandung Halobia sp., dan
Daonella sp., serta batusabak pada bagian bawah. Pada zaman yang sama
terendapkan Formasi Tokala (TRJt), terdiri dari batugamping berlapis dan serpih
Kala Eosen hingga Miosen Tengah, pada lajur ini terjadi pengendapan Formasi
Salodik (Tems); yang terdiri dari kalkarenit dan setempat batugamping oolit.
10
Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri
dari peridotit, harzburgit, dunit dan serpentintit. Batuan ofiolit ini tertindih
takselaras oleh Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri dari
membentuk Formasi Pandua (Tmpp), terdiri dari konglomerat aneka bahan dan
batupasir bersisipan lanau serta Formasi Pandua (Tmpt) terdiri dari batupasir,
konglomerat, batulempung dan tuf dengan sisipan lignit. Formasi ini mendindih
takselaras semua formasi yang lebih tua, baik di Lajur Tinodo maupun di Lajur
Hialu. Pada Kala Plistosen Akhir terbentuk batugamping terumbu koral (Ql) dan
Formasi Alangga (Qpa) yang terdiri dari batupasir dan konglomerat (Suhandi,
2011).
B. Batuan Ultrabasa
mantel atas di bawah kerak benua atau kerak samudera (Kadarusman, Miyashita,
ultramafik adalah batuan beku yang secara kimia mengandung kurang dari 45%
ultramafik merupakan batuan yang menjadi sumber bagi endapan nikel laterit dan
nikel sulfida. Selain sebagai sumber nikel, batuan ultramafik juga dapat menjadi
induk dari kromit, logam dasar, kelompok logam platinum (PGM), intan, dan bijih
Menurut (Gill, Robin, 2010) batuan ultramafik yang paling segar tersusun
terbentuk pada batuan ultrabasa, itu dapat mengindikasikan hadirnya air selama
proses kristalisasi. Batuan ultrabasa dan ultrabasa yang berasal dari manapun
serpentin. Batuan ultrabasa yang didominasi oleh mineral olivin akan terubah
pada batuan ultrabasa akan menghasilkan batuan serpentin atau talk. Beberapa
mineral dominan yang hadir dalam batuan ultrabasa, adalah sebagai berikut: (Gill,
3. Serpentinisasi
eksotermis, hidrasi di mana air bereaksi dengan mineral mafik seperti olivin dan
dalam jurnal (Kuriadi, 2006) ada beberapa hal terjadinya proses serpentinisasi
12
silika), adanya pelepasan besi dalam olivin (Fe,Mg), konversi besi yang lepas dari
ikatan ferro (Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) untuk membentuk magnetit berbutir halus.
Peran atau kemunculan mineral serpentin pada batuan dasar penghasil laterit
tanah laterit yang ada. Secara umum batuan dasar penghasil tanah laterit
merupakan batuan-batuan ultramafik dimana batuan yang rendah akan unsur Si,
namun tinggi akan unsur Fe, Mg dan terdapat unsur Ni yang berasal langsung dari
mantle bumi. Kehadiran mineral serpentin pada batuan ultramafik menjadi suatu
peranan penting dalam pembentukan karakteristik tanah laterit yang ada terutama
pada pengkayaan unsur logam Ni pada tanah laterit. Proses serpentinisasi akan
pada mineralnya.
dari atom. Terdapat dua jenis pergerakan elektron yaitu gerak orbital disekitar inti
penjumlahan secara vektor dari momen magnetik semua elektron dalam atom
keseluruhan tidak memiliki momen magnetik. Sementara itu, jika keadaan saling
a. Diamagnetik
bahwa sebelum bahan magnetik dikenakan medan luar (H = 0), arah momen
magnetiknya bersifat acak. Jika bahan magnetik tersebut diberikan medan luar (H
≠ 0), yang ditandai dengan tanda panah berwarna hitam maka arah momen
magnetiknya (panah putih) melawan arah medan luar yang diberikan. Tetapi
setelah medan luar dihilangkan maka momen magnetiknya akan kembali acak.
kecil dan bernilai negatif, yaitu sekitar -1 x 10-5 dalam satuan internasional (SI)
(Jiles, 1996). Pada temperatur konstan dan medan magnet yang lemah, nilai
14
suseptibilitas akan bernilai konstan. Kondisi ini disebut keadaan linear, yaitu H
b. Paramagnetik
(H = 0), arah momen magnetiknya bersifat acak. Jika bahan magnetik tersebut
diberikan medan luar (H ≠ 0), yang ditandai dengan tanda panah berwarna hitam
maka arah momen magnetiknya (panah putih) searah dengan arah medan luar
yang diberikan dan termagnetisasi dengan lemah. Tetapi setelah medan luar
bernilai positif dan sangat kecil yaitu berkisar antara 1 x10-5 dan 1 x10-3 (SI).
paramagnetik konstan pada temperatur konstan dan pada medan induksi yang
rendah, sehingga pada temperatur tertentu dan di dalam medan magnet yang
c. Ferromagnetik
saat bahan ferromagnetik dikenakan medan luar (H≠ 0), ditandai dengan tanda
panah berwarna hitam, arah momen magnetiknya searah dengan arah medan luar.
Pada saat medan luar dihilangkan (H= 0), maka arah momen magnetiknya tetap
sejajar dengan medan luar dan bahan ferromagnetik termagnetisasi dengan baik,
ferromagnetik tidak memiliki nilai suseptibilitas yang konstan, tetapi besar nilai
ferromagnetik tidak memiliki nilai suseptibilitas yang konstan, tetapi besar nilai
kelompok:, yakni (1) Bahan diamagnetik ( -1 < χ m<0), (2) Bahan paramagnetik (0
< χm<<1), (3) Bahan feromagnetik (χm>> 1) (Marcon & Ostanina, 2012).
empat kategori, yaitu domain jamak atau multidomain (MD), single domain (SD),
mudah untuk termagnetisasi dibandingkan dengan bulir SD, hal ini disebabkan
18
karena adanya pergeseran posisi dinding domain dalam bulir MD. Oleh karena
namun memiliki sifat seperti bulir SD. Bulir SP mempunyai ukuran sangat halus
yaitu kurang dari 0,03 µm Dearing dalam jurnal (Gunawan, 2014) serta tidak
sangat tinggi, yang terkait dengan suseptibilitas magnetik yang tinggi pula.
magnetik resonansi (MR) (Marcon & Ostanina, 2012). Berikut ini merupakan
tabel nilai suseptibilitas magnetik untuk beberapa jenis material / batuan, (Telford,
Geldart, Sheriff_1990).
19
Tabel 1. Sifat magnetik dari sejumlah batuan dan mineral magnetik (Hutchinson
& Diedrichs, 1996)
Suseptibililitas
Massa Jenis Magnetik Tc
Batuan/ Mineral (10 kg m ) Volume (k) (10- Massa (%)
3 -3
( C)
0
6
SI) (10 m kg )
-8 3 -1
Batuan beku
Batuan Sedimen
Suseptibililitas
Magnetik Tc
Massa Jenis
Batuan/ Mineral (10- Massa (%) ( C)
(10 kg m ) Volume (k)
0
3 -3
6
SI) (10 m kg )
-8 3 -1
Magnetitd(Fe3O4; 5.18
1.000.000- 20.000- 575-
Ferimagnetik) 5.700.000 140.000 585
(Fe2O3;canted
4.90 40.000 -600
Maghematit (Fe2O3 2.000.000-
; ferimagnetik) 2.500.000 50.000
D. Suseptibilitas Magnetik
merupakan ukuran mudah tidaknya suatu bahan untuk termagnetisasi jika bahan
M ) yang diperoleh
tersebut dikenakan medan magnetik luar. Jika magnetisasi (⃗
H ), kostanta
suatu bahan sejajar dan sebanding dengan medan magnet luar (⃗
M=χH
⃗ (1)
M ) dan (⃗
Dalam satuan internasional (SI),(⃗ H ) mempunyai satuan A/m sehingga (χ)
M ) dan (⃗
bahwa untuk (⃗ H ) yang sejajar dan sebanding, suseptibilitas magnetik me
rupakan suatu besaran skalar.
bahan suseptibilitas magnetik yang diukur pada suatu rentang medan magnetik
tertentu tertentu akan memberikan hubungan magnetisasi dengan medan tersebut.
Hubungan ini dapat memberikan hubungan yang linear atau tidak linear
intensitas dari respon bahan saat dikenakan medan magnetik dari luar. Ditinjau
dari medan magnetik luar yang dikenakan pada bahan, suseptibilitas magnetik
magnetik, ukuran dan bentuk bulir (grain), serta domain Dearing dalam jurnal
(Gunawan, 2014).
E. Suseptibility Meter
ketika sampel ditempatkan dalam kumparan. Bartington MS2 ini dilengkapi oleh
16 sensor MS2B yang bekerja dengan dua frekuensi yaitu frekuensi rendah 465
Hz dan frekuensi tinggi 4650 Hz. Frekuensi rendah digunakan apabila ingin
frekuensi tinggi maka pada bagian dalam bahan tidak akan terdeteksi karena daya
Sistim ini merespon langsung suseptibilitas pada arah mana medan magnet
diberikan. Instrumen ini terdiri dari sensor MS2B dengan diameter internal 35 mm
dan terhubung dengan MS2 meter yang bekerja berdasarkan perubahan induktansi
coil akibat adanya sampel batuan. Instrumen ini menggunakan medan magnet
Peralatan sensor ini bekerja karena adanya tegangan yang diberikan pada
berintensitas rendah pada ruang sampel. Selanjutnya pada ruang ini diletakan
sampel diletakan. Instrumen ini dapat mengukur harga suseptibilitas dari 1x10-
6
sampai 9999x10-6 dalan satuan cgs atau 1,26x10-5 sampai 1,26x10-1 dalam satuan
SI. Nilai suseptibilitas magnetik dapat dihitung persatuan volume atau persatuan
massa.
Bartington MS2 Suseptibily Meter yang dilengkapi dengan sensor MS2B. Alat ini
memiliki selang pengukuran 1 x 10-6 hingga 9999 x 10-6 dalam cgs dan 1,26 x 10-5
hingga 1,26 x 10-4 dalam SI. Prinsip dari alat ini adalah sirkuit elektromagnetik
dalam kumparan tersebut. Alat ini dilengkapi sensor dengan dua frekuensi, yaitu
24
frekuensi rendah (470 Hz) dan frekuensi tinggi (4700 Hz). Pengukuran
Meter model MS2 yang dihubungkan dengan sensor MS2B yang mempunyai
material tersebut berada di bawah pengaruh sensor. Setiap sensor didesain untuk
aplikasi yang spesifik dari jenis sampel. Sensor dihubungkan ke MS2 meter
yang dapat bekerja pada konjuksi dengan PC yang sesuai dengan software untuk
menghasilkan data PC. MS2 memiliki baterai internal sebagai sumber energi.
(a) (b)
Gambar 9. Bartington MagneticSusceptibility Meter. (a) Model MS2, (b) Sensor
MS2B
MS2B (dual frekuensi), sensor ini memiliki diameter internal dan menerima
25
berupa butiran yang kecil atau sampel cair dengan 10 cc atau 20 cc holder sampel
dan 1” drill core. Keakuratan tinggi pada sensor diperoleh jika bentuk sampel
yang akan digunakan berupa butiran kecil atau sampel cair, sesuai dengan
F. Pelapukan Batuan
mineral yang berada didekat permukaan bumi oleh dekomposisi kimia
beku berada jauh di kerak samudera serta pada kondisi tekanan dan temperatur
yang tinggi. Dengan terjadinya tektonik pada kerak samudera, maka batuan
tersebut terangkat dan tersingkap di permukaan bumi. Batuan dasar yang terdapat
temperatur pada permukaan bumi berbeda dengan tekanan dan temperatur pada
batuan merupakan proses perubahan fisik maupun kimia batuan, proses ini terjadi
1. Pelapukan Fisika
secara fisik merupakan proses mekanik yang menyebabkan batuan masif menjadi
pecah dan hancur serta terfragmentasi menjadi partikel-partikel mikro tanpa ada
perubahan yang bersifat kimia. Proses pelapukan fisika ini terjadi akibat adanya:
a. Perubahan suhu secara drastis, misalnya cuaca yang sangat panas ke cuaca
sehingga hal ini akan memicu proses pecahnya dan hancurnya batuan
permukaan bebatuan maka proses pelapukan yang terjadi akan semakin cepat
c. Warna batuan. Semakin gelap warna bebatuan akan memiliki daya serap
terhadap cahaya lebih banyak. Hal ini akan menyebabkan proses pemuaian
berlangsung lebih cepat, bahkan kontraksi dan ekspansi dan hal-hal tersebut
secara fisik. Untuk proses terjadinya pelapukan secara fisik ini, batuan akan
mengikis sedikit demi sedikit hingga lama kelamaan akan benar-benar mengalami
pelapukan. Sebagai contoh adalah batuan yang rapuh akibat adanya ombak laut
yang menghantamnya setiap hari atau batuan yang rapuh akibat adanya tetesan air
2. Pelapukan Kimia
pembentukan menjadi mineral baru. Dalam proses pelapukan, air menjadi media
yang sangat penting dalam mengubah komposisi mineral. Air akan mengoksidasi
mineral dalam batuan yang dilaluinya. Batuan dasar peridotit merupakan batuan
ultrabasa yang mengandung mineral olivine. Pada daerah tropis, mineral olivine
Mineral olivin terdekomposisi membentuk mineral lain yang kaya akan mineral
Kaolinite
Tingkat pelapukan lanjutan Gibbsite
Hematite (also goethite, limonite)
Anatase (also rutile, zircon)
yang dapat terjadi dan nuga stabilitas mineral. Semakin akhir pengkristalan
mineral yang terjadi, maka semakin stabil juga mineral yang terbentuk.
29
Klasifkasi Keterangan
Tingkat Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar,
Terlapukan butiran kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi
Terlapukan dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman
biasanya akan nampak mulai dari permukaan sampai
kedalaman batuan sejauh 20% dari spasi.
Terlapukan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan
sebagian material batuan terdekomposisi. Tekstur asli
batuan masih utuh namun mulai menunjukkan butiran
batuan mulai terdekomposisi menjadi tanah.
Sangat Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
Terlapukan kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai
tanah namun tekstur batuan masih utuh dan butiran
batuan telah terdekomposisi menjadi tanah.
logam dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisis XRD diketahui dimensi
kisi (d = jarak antar bidang ) dalam struktur mineral. Sehingga dapat ditentukan
apakah suatu material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi
sinar-X suatu kristal seperti pada gambar 6. Hal ini dapat diketahui dari
persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi θ yang berbanding terbalik dengan
nilai jarak d (jarak antar bidang) dalam kristal. Sesuai dengan persamaan Bragg:
inilah yang digunakan untuk analisis. Difraksi sinar X hanya akan terjadi pada
sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu.
tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel
standar.
Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut
bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan
sinar –X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller.
Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga
31
jika disinari dengan sinar –X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram
yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-
puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik
tersebut dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD
RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan
parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui. Melalui grafik XRD, grain
size dari sampel juga dapat diperkirakan. Grain size dihitung dengan
kλ
t= (3)
β cos θ
adalah panjang gelombang sinar-X dan β adalah lebar setengah puncak (full width
at half maximum = fwhm) dari puncak utama dan θ sudut difraksi Bragg (dalam
radian) (Rosita 2014).
32
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai selesai.
Teknik Geofisika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo
(UHO).
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengambilan sampel dilapan
32
33
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Sebagai
2 Kantong sampel - tempat
sampel
Untuk
3 Suseptibilitymet Bartington MS2 mengukur
r dilengkapi dengan nilai
MS2B suseptibilitas
magnetik
sampel
Untuk
4 Palu Geologi - mengambil
sampel dalam
bentuk
bongkahan
33
34
Untuk
menahan
7 Semen - batu pada
kotak kayu
pada saat
pengecoran
Untuk
8 Laptop - mengolah
data
penelitian
9. - Untuk
XRD (X-Ray mengukur
Difraction) kandungan
sampel
34
35
10.Spidol - Untuk
menandakan
pada sampel
35
D. Prosedur Penelitian
c. Membuat grid pada peta geologi yang memuat daerah penelitian dengan
Adapun hal-hal yang dilakukan dalam tahap pengambilan sampel adalah
sebagai berikut:
Sampel batuan beku ultrabasa diambil dari daerah pasca penambangan nikel
bongkahan batuan yang dinamakan sebagai hand sampel. Hand sampel yang
36
batu pada kotak kayu, setelah itu menggunakan semen yang dicampur dengan air
kotak kayu secepatnya dan mengeras dengan cepat setelah itu dilakukan
pengeboran.
memperoleh core sample dengan diameter mata bor 2,58, kemudian dari core
sample ini dipotong-potong. Core sample yang dipotong ini disebut sebagai
magnetiknya dalam dua frekuensi, yaitu 0.47 kHz untuk frekuensi rendah (χLF),
ketelitian 1,0 x 10-8 SI. Pengambilan data suseptibilitas magnetik dilakukan dalam
memperoleh nilai rata-rata dan standar deviasi dari tiap sampel. Rasio pengukuran
36
37
37
38
Mulai
Data Morfologi
Data Statigrafi
Data Litologi
Preparasi sampel
Core sampel
Pengukuran sampel
38
39
interpretasi
Selesai
: Proses / kegiatan
: Keluaran / masukan
: Alur
39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Posisi geografis, jumlah hand sampel dan jumlah spesimen (core sample)
serta hasil pengukuran suseptibilitas magnetik persatuan volume (κ) untuk semua
sampel batuan beku ultrabasa di Kecamatan Pondidaha dapat dilihat pada Tabel 5.
Seperti yang terlihat pada Tabel, nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada
semua stasiun berkisar antara 54,0 x 10-5 SI sampai 160,5 x 10-5 SI dan cenderung
menunjukkan variasi nilai yang berbeda pada setiap sampel batuan. Perbedaan
kandungan mineral magnetik yang berbeda pada setiap sampel batuan ultrabasa.
tingkat pelapukan pada batuan itu sendiri. Seperti yang dilaporkan (Ilma, 2019),
perbedaan variasi nilai suseptibilitas magnetik pada batuan ultrabasa yang berasal
kandungan mineral magnetik serta tingkat pelapukan yang berbeda. (Ulfa, 2019)
berbeda.
40
41
Tabel 5. Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa pada setiap stasiun
Rentang Nilai
Jumlah Kode Hand Jumlah Core
Stasiun Titik Koordinat Suseptibilitas Magnetik Daerah Penelitian
Hand Sample Sample Sample
(10-5 SI)
D1.1 6 111-160,5
S: 03o57’08.23” Daerah Pasca
1 3 D1.2 6 67,9-143,9
E: 122o15’50.80” Penambangan
D1.3 4 68,8-151,3
D2.1 14 74,8-114,4
S: 03o57’14.06” D2.2 1 80,7 Daerah
2 4
E: 122o15’49.65” D2.3 15 54,0-87,5 Penambangan
D2.4 6 114,5-154,3
D3.1 6 72,0-89,1
D3.2 5 68,5-89,2
D3.3 10 65,0-131,7
D3.4 7 65,1-81,5
S: 03o57’14.08” Daerah Pasca
3 9 D3.5 15 65,0-148,6
E: 122o15’47.21” Penambangan
D3.6 6 80,5-99,0
D3.7 15 100,0-146,0
D3.8 3 74,0-95,0
D3.9 3 58,0-60,0
41
42
yang diambil dari daerah pasca penambangan memiliki variasi nilai suseptibilitas
magnetik yang berkisar antara 67,9 x 10-5 SI sampai 160,5 x 10-5 SI. Nilai
suseptibilitas magnetik yang relatif rendah pada stasiun ini diduga berkaitan
dengan jenis dan kandungan mineral magnetik pada batuan ultrabasa yang relatif
mineral magnetik yang relatif tinggi yang dihasilkan selama proses pelapukan
batuan.
beberapa sampel yang menghasilkan dua core dari pengeboran hand sampel
batuan ultrabasa, dijumpai nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada core
pertama (struktur bagian atas) lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan core
kedua (struktur bagian bawah). Hal ini kemungkinan disebabkan core pertama
yang berada di bagian atas struktur batuan ultrabasa sudah mengalami pelapukan
atau tingkat pelapukannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan core kedua yang
magnetik yang terukur (Hutchinson & Diedrichs, 1996 ; Dearing, 1996), mineral
magnetik pada batuan ultrabasa di stasiun 1 diduga terdiri dari hematit (50 x 10 -5
SI - 4.000 x 10-5 SI) dan goethit (110 x 10-5 SI - 1.200 x 10-5 SI). Kehadiran
42
43
dari hasil pengukuran XRD batuan ultrabasa pada salah satu contoh sampel yaitu
D1.1.4.1 (Tabel 6). Sedangkan mineral magnetik hematit (αFe2O3) yang diduga
terukur, akan tetapi hasil analisis XRD menunjukkan bahwa sampel contoh dalam
stasiun ini tidak menunjukkan kehadiran mineral magnetik hematit dalam sampel,
hal ini kemungkinan nilai unsur mineral tersebut sangat rendah berkisaran 0,0 %
saja.
180
160
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)
140
120
100
80
60
40
20
0
D1.1.4 D1.2.1 D1.2.4 D1.3.3
Kode sampel
Gambar 13. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 1 untuk core 1
(struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)
Stasiun 2 dengan 36 core sample dari 4 hand sample batuan ultrabasa
magnetik yang berkisar antara 54,0 x 10-5 SI sampai 154,3 x 10-5 SI. Variasi nilai
suseptibilitas magnetik pada stasiun ini cenderung sama dengan variasi nilai
43
44
yang terukur pada stasiun ini disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral
suseptibilitas magnetik yang terukur pada core pertama (struktur bagian atas)
cendrung lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan core kedua (struktur
terukur, mineral magnetik pada batuan ultrabasa di stasiun 2 diduga terdiri dari
hematit (αFe2O3) dan goethit (FeOOH). Kehadiran mineral magnetik goethit dan
hematit pada pada batuan ultrabasa juga dikonfirmasikan dari hasil pengukuran
XRD pada salah satu contoh sampel yaitu D2.3.6.1 (Tabel 6).
180
160 core
1
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)
140
120
100
80
60
40
20
0
.1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .3
2 .1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.4 2.4
D D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel
Gambar 14. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 2 untuk core 1
(struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)
44
45
yang diambil dari daerah pasca penambangan memiliki variasi nilai suseptibilitas
magnetik yang berkisar antara 58,0 x 10-5 SI sampai 154,3 x 10-5 SI. Seperti
halnya pada stasiun 1 dan 2, variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 3
sampel batuan ultrabasa, dijumpai nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada
core pertama (struktur bagian atas) cenderung lebih tinggi jika dibandingkan
Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun ini yang hampir sama
dengan variasi nilai suseptibilitas magnetik sampel batuan ultrabasa pada stasiun 1
kemungkinan memiliki jenis mineral magnetik yang sama dan tergolong dalam
batuan beku yang sama. Kehadiran jenis mineral magnetik yang cenderung sama
salah satu contoh sampel D3.5.3.1. Dimana hasil pengukuran XRD (Tabel 6)
menunjukkan mineral magnetik yang ada dalam sampel batuan ultrabasa terdiri
45
46
160
core
140 1
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)
120
100
80
60
40
20
0
.1 .3 .3 .4 .2 .4 .3 .5 .7 .2 .5 .9 .4
3 .1 3 .1 3 .2 3 .3 3 .4 3 .4 3 .5 3 .5 3 .5 3 .6 3 .7 3 .7 3 .9
D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel
Gambar 15. Variasi nilai suseptibilitas magnetik pada stasiun 3 untuk core 1
(struktur atas) dan core 2 (struktur bawah)
yang terkandung di dalam batuan ultabasa. Hal tersebut dikonfirmasikan dari hasil
46
47
sampel batuan diambil pada area pasca penambangan, kemudian pada kode hand
sampel D2.3.6.1 yang di ambil pada area penambangan, dan kode hand sampel
(αFe2O3). Dari hasil analisis pengukuran XRD yang dapat dilihat pada Gambar 16
dan Tabel 6 goethite muncul dengan presentase tertinggi 38,7 pada kode hand
sample D1.1.4.1, olivine dengan presentase tertinggi 79,7 pada kode hand sample
D2.3.6.1 dan hematite dengan presentase tertinggi 10,1 pada kode hand sample
47
48
D3.5.3.1. Ada beberapa mineral yang tidak terdeteksi saat XRD seperti pada hand
sampel D1.1.4.1 tidak terdeteksi kandungan unsur mineral hematite dan nikel,
pada hand sampel D2.3.6.1 tidak terdeteksi unsur mineral Cristobalite (SiO2),
Calcite (CaCO3) dan Nikcel (Ni), juga pada hand sampel D3.5.3.1 tidak terdeteksi
Cristobalite (SiO2), dan Calcite (CaCO3), hal ini di karenakan kandungan nilai
unsur mineral tersebut sangat rendah berkisaran 0,0% saja. Presentase mineral
tertinggi berada pada daerah pasca penambangan hal ini dikarenakan pada daerah
Nama Presentase
No. Nama Senyawa Formula Sum
Sampel Senyawa (%)
Cristobalite 2 SiO2
Olivine 52,9 Mg1.5 Fe0.5SiO4
1 D1.1.4.1 Calcite 4,5 CaCO3
Wuestite 1,9 FeO
Goethite 38,7 FeOOH
Olivine 79 Mg1.5Fe0.5SiO4
Geothite 8,5 FeOOH
2 D2.3.6.1
Hematite 7,6 αFe2O3
Wuestite 5 FeO
Hematite 10,1 αFe2O3
Wuestite 4,1 FeO
D3.5.3.1
3 Olivine 70,7 Mg1.5Fe0.5SiO4
Goethite 5,4 FeOOH
Nickel 0,7 Ni
48
49
dengan melakukan analisis petrografi sayatan tipis. Jumlah core sampel yang di
sampel yang mewakili setiap stasiun yang berbeda. Dari hasil analisis petrografi
sayatan tipis dapat di ketahui sampel batuan ultrabasa yang berada di daerah
A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1 1
Cpx
2 2 2
3 3 Qz 3
Ol
4 4 4
5 5 5
Opx
6 6 6
Srp
7 7 Opq 7
// - Nikol X – Nikol
yang diambil dari pasca penambangan merupakan jenis batuan beku ultrabasa.
yang termasuk kedalam satuan dunit terserpentinisasi. Sayatan batuan ini telah
mineral utama seperti orthopiroksen, olivin, klinopiroksin, dan mineral opak yang
49
50
mengisi veinlet nya bersamaan dengan mineral oksida. Adanya mineral ubahan
dengan ukuran mineral penyusun batuan yakni 0,5 mm hingga1 mm, tersusun
nilai suseptibilitas magnetik di stasiun ini relatif rendah, hal ini dikarenakan
proses serpentinisasi pada mineral - mineral yang terdapat batuan di stasiun ini
belum signifikan, sehingga kandungan mineral – mineral yang hadir dari hasil
alterasi atau ubahan akibat proses pelapukan (serpentinisasi) relatif rendah. Hal ini
juga dapat dilihat pada hasil analisis XRD (Gambar 16 dan Tabel 6) menunjukkan
keterdapatan unsur Fe, Mg, dan Si pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe
(goethite dan wuestite) pada batuan maka nilai suseptibilitas magnetiknya akan
rendah.
50
51
A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1 1
2 2 Ol 2
Srp
3 3 Ol 3
4 4 4
5 5
Cpx 5
6 6 6
Opx
7 7 7
// - Nikol X – Nikol
yang diambil dari penambangan merupakan jenis batuan beku ultrabasa. Sampel
ini secara megaskopis merupakan jenis batuan lherzolite. Sayatan batuan ini telah
mineral opak yang mengisi veinlet nya bersamaan dengan mineral oksida dan
nilai suseptibilitas magnetik di stasiun ini relatif rendah, hal ini dikarenakan
proses serpentinisasi pada mineral – mineral yang terdapat batuan di stasiun ini
belum signifikan, sehingga kandungan mineral – mineral yang hadir dari hasil
alterasi atau ubahan akibat proses pelapukan (serpentinisasi) relatif rendah. Hal ini
juga dapat dilihat pada hasil analisis XRD (Gambar 16 dan Tabel 6) menunjukkan
keterdapatan unsur Fe, Mg, dan Si pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe
51
52
goethite (FeOOH) 8,5% dan wuestite (FeO) 5%. Semakin rendah kandungan
mineral mineral-mineral opak (hematite, geothite dan wuestite) pada batuan maka
A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1 1
Cpx Cpx
2 2 2
3 3
Opx 3
Cpx
4 4
Ol 4
Ol
5 5 5
Ol
6 6 Opq 6
7 7 7
// - Nikol X – Nikol
Hasil analisis petrografi sayatan tipis pada kode hand sampel D3.5.3.1
yang diambil dari pasca penambangan merupakan jenis batuan beku ultrabasa.
Sampel ini secara megaskopis merupakan jenis batuan lherzolite. Sayatan batuan
ini telah mengalami alterasi dengan intensitas sedang karena masih banyak
opak yang mengisi veinlet nya bersamaan dengan mineral oksida. Adanya mineral
ubahan yaitu serpentin (20%) kemungkinan hasil dari ubahan dari mineral-
tabel 6 yang menunjukkan nilai suseptibilitas yang tinggi dengan dan hasil
52
53
tambahan seperti hematite (FeO3). Semakin tinggi mineral hematite pada batuan
nilai suseptibilitas magnetik di stasiun ini relatif rendah, hal ini dikarenakan
proses serpentinisasi pada mineral – mineral yang terdapat batuan di stasiun ini
belum signifikan, sehingga kandungan mineral – mineral yang hadir dari hasil
alterasi atau ubahan akibat proses pelapukan (serpentinisasi) relatif rendah. Hal ini
juga dapat dilihat pada hasil analisis XRD (Gambar 16 dan Tabel 6) menunjukkan
keterdapatan unsur Fe, Mg, dan Si pada sampel batuan ultrabasa. Kandungan Fe
10,1%, goethite (FeOOH) 5,4% dan wuestite (FeO) 4,1%. Semakin rendah
dalam skripsi (Ilma, 2019) batuan ultrabasa yang berada di daerah penelitian
sampel batuan ultrabasa dapat di ketahui bahwa sampel batuan ultrabasa yang
53
54
nilai dari kedua tempat tersebut tidak jauh berbeda, dan termasuk dalam tingkat
54
55
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut :
penelitian berada pada rentang nilai yang berkisaran antara pada nilai 58 x 10-5 SI s/d
160,5 x 10-5 SI. Dimana, nilai suseptibilitas magnetik batuan ultrabasa yang di ambil
di daerah pasca tambang memiliki nilai yang lebih tinggi di bandingkan daerah
penambanagan meskipun nilai suseptibilitas magnetiknya tidak jauh bereda, dan core
sampel batauan ultrabasa pada bagian atas memiliki nilai suseptibilitas magnetik
yang lebih tinggi di bandingkan core sampel yang berada pada struktur batuan bagian
bawah. Hal tersebut di pengaruhi oleh kandungan jenis mineral dan tingkat pelapukan
2. Jenis mineral magnetik yang terdapat pada sampel batuan ultrabasa di daerah
(FeOOH).
55
56
B. Saran
56
57
DAFTAR PUSTAKA
Stasiun 1
Stasiun 2
2 1 D2.2.1.1 80,7
3 1 D2.3.1.1 73,1
2 D2.3.1.2 70,7
3 D2.3.2.1 87,5
4 D2.3.2.2 81,3
5 D2.3.2.3 71,2
6 D2.3.3.1 86,3
7 D2.3.3.2 74,3
8 D2.3.3.3 72,3
9 D2.3.4.1 74,8
10 D2.3.4.2 72,6
11 D2.3.5.1 69,2
12 D2.3.5.2 66,5
13 D2.3.5.3 66,9
14 D2.3.6.1 54
15 D2.3.6.2 56
4 1 D2.4.1.1 117,1
2 D2.4.1.2 114,5
3 D2.4.2.1 119,2
4 D2.4.3.1 154,3
5 D2.4.3.2 121,8
6 D2.4.4.1 132,8
Stasiun 3
4 D3.3.3.1 89
5 D3.3.4.1 87,5
6 D3.3.4.2 73,2
7 D3.3.5.1 65
8 D3.3.6.1 131,7
9 D3.3.7.1 66,7
10 D3.3.7.2 65,1
4 1 D3.4.1.1 77
2 D3.4.2.1 74,7
3 D3.4.2.2 72
4 D3.4.3.1 79,5
5 D3.4.3.2 77
6 D3.4.4.1 81
7 D3.4.4.2 81,5
5 1 D3.5.1.1 119,1
2 D3.5.2.1 70,7
3 D3.5.2.2 70
4 D3.5.3.1 148,6
5 D3.5.3.2 90
6 D3.5.4.1 91
7 D3.5.4.2 65
8 D3.5.5.1 103,4
9 D3.5.5.2 76
10 D3.5.6.1 81
11 D3.5.6.2 84
12 D3.5.7.1 75,5
13 D3.5.7.2 67,5
14 D3.5.8.1 124,4
15 D3.5.8.2 85,5
6 1 D3.6.1.1 91,4
2 D3.6.2.1 96,8
3 D3.6.2.2 99
4 D3.6.3.1 89,4
5 D3.6.4.1 92
6 D3.6.5.1 80,5
7 1 D3.7.1.1 121
2 D3.7.2.1 105,8
3 D3.7.3.1 141,6
4 D3.7.3.2 102
5 D3.7.4.1 146
67
6 D3.7.5.1 108,5
7 D3.7.5.2 106
8 D3.7.6.1 133,3
9 D3.7.7.1 141
10 D3.7.7.2 111
11 D3.7.8.1 118
12 D3.7.9.1 100
13 D3.7.9.2 112
14 D3.7.10.1 128
15 D3.7.10.2 120,5
8 1 D3.8.1.1 74
2 D3.8.2.1 83
3 D3.8.3.1 95
9 1 D3.9.4.1 59,5
2 D3.9.4.2 58
3 D3.9.5.1 60
Stasiun 1
68
180
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI) 160
140
120
100
80
60
40
20
0
D1.1.4 D1.2.1 D1.2.4 D1.3.3
Kode sampel
Stasiun 2
69
180
160
core
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)
1
140
120
100
80
60
40
20
0
.1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .1 .3
2 .1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.1 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.4 2.4
D D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel
Stasiun 3
160
core
140 1
Suseptibilitas Magnetik (10-5 SI)
120
100
80
60
40
20
0
.1 .3 .3 .4 .2 .4 .3 .5 .7 .2 .5 .9 .4
3 .1 3 .1 3 .2 3 .3 3 .4 3 .4 3 .5 3 .5 3 .5 3 .6 3 .7 3 .7 3 .9
D D D D D D D D D D D D D
Kode sampel
3500 a : Olivine A 41
b : Geothite a
3000 c : Calcite
d : SiO2
e : Wuestite
2500
2000 d
d a
a
1500 b
a
a
a b a a c e b b a
1000
Intensity (a.u)
b b b
a
6000 F 61
5000
4000
a
3000
b
d
2000 a a
da a a b a
b a e b
1000 a c b
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
2 (deg.)
I n t e n s it y ( a .u )
d
2000 P141
1500 b a ,f
a a
1000 c e b,f b b a b
500
4000
P311 d
3000 d b
a ,f
a
2000 e
b b f
a a a c a
1000
10000
P 312
7500 b
5000
a
2500 c d e a ,f
b
d
2000
P281
1500
b
1000 a c a b da a ,f
a e b a
500
2000 a
a
3L31 d
1500
d b e a ,f
c
1000 a b a a b f b a
500
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
2 (deg.)
Nama Presentase
No. Nama Senyawa Formula Sum
Sampel Senyawa (%)
71
Cristobalite 2 SiO2
Olivine 52,9 Mg1.5 Fe0.5SiO4
1 D1.1.4.1 Calcite 4,5 CaCO3
Wuestite 1,9 FeO
Goethite 38,7 FeOOH
Olivine 79 Mg1.5Fe0.5SiO4
Geothite 8,5 FeOOH
2 D2.3.6.1
Hematite 7,6 αFe2O3
Wuestite 5 FeO
Hematite 10,1 αFe2O3
Wuestite 4,1 FeO
D3.5.3.1
3 Olivine 70,7 Mg1.5Fe0.5SiO4
Goethite 5,4 FeOOH
Nickel 0,7 Ni
Batuan Ultrabasa
D1.1.4.1
D2.3.6.1
D3.5.3.1
72
A: Hematite
Formula sum αFe2O3
Entry number 96-101-1241
Figure-of-Merit (FoM) 0.618380
Total number of peaks 25
Peaks in range 9
Peaks matched 5
Intensity scale factor 0.00
Space group R -3 c
Crystal system rhombohedral
Unit cell a= 5.4300 Å α= 55.280º
I/Icor 3.58
Meas. Density 5.259 g/cm³
Calc. Density 5.261 g/cm³
Reference Pauling L, Hendricks S B, “The Structure of Hematite”, Journal of the
American Chemical Society 47, 781-790 (1925)
B: Cristobalite
Formula sum O2 Si
Entry number 96-900-1582
Figure-of-Merit (FoM) 0.696852
Total number of peaks 64
Peaks in range 18
Peaks matched 9
Intensity scale factor 0.05
Space group P 41 21 2
Crystal system tetragonal
Unit cell a= 4.8757 Å c= 6.7163 Å
I/Icor 4.74
Calc. Density 2.500 g/cm³
Reference Downs R. T., Palmer D. C., “The pressure behavior of
alpha cristobalite P = 1.05 Gpa”, American
Mineralogist 79, 9-14 (1994)
C: Olivine
73
D: Calcite
Formula sum C Ca O3
Entry number 96-900-7287
Figure-of-Merit (FoM) 0.699647
Total number of peaks 43
Peaks in range 12
Peaks matched 10
Intensity scale factor 0.08
Space group R -3 c
Crystal system trigonal (hexagonal axes)
Unit cell a= 5.0492 Å c= 17.3430 Å
I/Icor 3.53
Calc. density 2.604 g/cm³
Reference Prencipe M., Pascale F., Zicovich-Wilson C M,
Saunders V. R., Orlando R., Dovesi R., "The
vibrational spectrum of calcite (CaCO3): an ab initio
quantum-mechanical calculation Note: Theoretically
derived structure", Physics and Chemistry of
Minerals 31, 559-564 (2004)
E: Wuestite
Formula sum Fe O
Entry number 96-900-9771
Figure-of-Merit (FoM) 0.604185
Total number of peaks 11
Peaks in range 3
Peaks matched 3
Intensity scale factor 0.06
Space group R -3
74
F: Goethite
TipeBatuan : BatuanBeku
TipeStuktur : Massive
Klasifikasi : Streckeisen
KenampakanMikroskopis : Warnainterferensiabu-abukebiruan,
warnaabsorbsikuningsampaitidakberwarnateksturberupakristalinitasholokristalin, bentukKristalfaneroporfiritik,
hubunganantarbutir (fabrik) euhedral-subhedralsertarelasiinequigranular. Memilikistruktur massif denganukuran
mineral penyusunbatuanyakni 0,5 mm hingga1 mm, tersusunatas mineral
DeskripsiMineralogi
Rock Fragmen Jumlah(%)
KeteranganOptik Mineral
Warnaabsorbstidak berwarna sampai netral, dengan warna
interferensi coklat, sudut gelapan paralel, bentuk subhedral-
Orthopiroksen anhedral, pleokirisme lemah, relief tinggi, intensitas rendah,
25
(Opx) belahan paralel, pecahan ada dan ukuran mineral 0,250 mm hingga
1 mm
Warnainterferensiputihkeabu-abuanpleokrismedwikroik, bentuk
subhedral-anhedral, tidakmemilikibelahan, pecahantidakada, relief
Olivin (Ol) 30 rendah, intensitasrendah, ukuran mineral 0.08-0.1 mm
sudutgelapan 47° , jenis gelapan bergelombang.
Foto :
A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1 1
Cpx
2 2 2
3 3 Qz 3
Ol
4 4 4
5 5 5
Opx
6 6 6
Srp
7 7 Opq 7
// - Nikol X – Nikol
TipeBatuan : BatuanBeku
TipeStuktur : Massive
Klasifikasi : Streckeisen
KenampakanMikroskopis : Warnainterferensiabu-abukekuningan ,
warnaabsorbsikuningsampaitidakberwarnateksturberupakristalinitasholokristalin, bentukKristalfaneroporfiritik,
hubunganantarbutir (fabrik) euhedral-subhedralsertarelasiinequigranular. Memilikistruktur massif denganukuran
mineral penyusunbatuanya 0,5 mm hingga1 mm, tersusunatas mineral
DeskripsiMineralogi
Rock Fragmen Jumlah(%)
KeteranganOptik Mineral
Warnaabsorbsputih, dengan warna interferensi hijau kebiruanjenis
Olivin gelapan miring, bentuk subhedral-anhedral, relief rendah, intensitas
(Ol) 35 rendah, belahan tidak sempurna, pecahan tidak teratur dan ukuran
mineral 0,1mm hingga 0,3 mm,
Foto :
A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1 1
2 2 Ol 2
Srp
3 3 Ol 3
4 4 4
5 5
Cpx 5
6 6 6
Opx
7 7 7
// - Nikol X – Nikol
TipeBatuan : BatuanBeku
TipeStuktur : Massive
Klasifikasi : Streckeisen
KenampakanMikroskopis : Warnainterferensiabu-abukebiruan,
warnaabsorbsikuningsampaitidakberwarnateksturberupakristalinitasholokristalin, bentukKristalfaneroporfiritik,
hubunganantarbutir (fabrik) euhedral-subhedralsertarelasiinequigranular. Memilikistruktur massif denganukuran
mineral penyusunbatuanyakni 0,5 mm hingga1 mm, tersusunatas mineral
DeskripsiMineralogi
Rock Fragmen Jumlah(%)
KeteranganOptik Mineral
Warnaabsorbsputih, dengan warna interferensi kuning
Olivin (Ol) kebiruanjenis gelapan miring, bentuk subhedral-anhedral, relief
45 rendah, intensitas rendah, belahan tidak sempurna, pecahan tidak
teratur dan ukuran mineral 0,2 mm hingga 0,5 mm,
Foto :
A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1 1
Cpx Cpx
2 2 2
3 3
Opx 3
Cpx
4 4
Ol 4
Ol
5 5 5
Ol
6 6 Opq 6
7 7 7
// - Nikol X – Nikol