Anda di halaman 1dari 16

REVIEW ARTIKEL BAHAN GALIAN INDUSTRI

ARTIKEL MINERAL INDUSTRI DAN BATU MULIA

Oleh :
ILAL HAMDI
19137021
TEKNIK PERTAMBANGAN
BAPAK ANSOSRY S.T.,M.T.

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
1. Artikel Pertama

Judul : PENDAYAGUNAAN MINERAL UNTUK MENJADI PERMATA


Penuli : Danny Z . Herman
Penerbit : Penyelidik Bumi Madya
Alamat : Museum Geologi, Badan Geologi, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung

Latar Belakang
Mineral non logam sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, hampir semua
peralatan rumah tangga, gedung, bangunan air, obat, kosmetik, alat tulis dan gambar, barang
hasil pecah belah dan lain-lain, dibuat langsung atau dari hasil pengolahan bahan galian tersebut.
Hal ini menjadikan pembahasan menarik dalam review artikel ini, karena agar semua orang tahu
bahwa bahan galian industri sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam
bentuk kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Dalam hal ini, banyak dari orang-orang kesulitan
dalam menilai seberapa berharganya mineral dan batu mulia itu dan kurang juga pemehaman
tentang cara pengolahan yang menyebabkan mineral dan batu tersebut dapat tidak ada nilainya
dimata masyarakat.

Abstrak
Batu mulia atau permata adalah suatu mineral menarik yang ketika disayat dan dipoles dapat
digunakan untuk perhiasan. Namun terdapat juga batuan-batuan dan bahan-bahan organik
tertentu yang digunakan sebagai perhiasan sering dianggap sebagai permata. Sebagian besar
permata yang berasal dari mineral ikutan dan mineral pembentuk batuan dikenal karena
kekerasannya tetapi beberapa mineral lunak dapat juga didayagunakan karena kilapnya atau
sifat-sifat fisik lainnya yang memiliki nilai-nilai estetika. Kelangkaan ditemukannya di alam
merupakan karakteristik lainnya yang membuat permata menjadi sangat bernilai/berharga.
Pemahaman tentang geologi, mula jadi dan keterdapatan sumber-sumber mineral permata
seharusnya menjadi persyaratan; sehingga eksplorasi terhadap mineral tersebut di seluruh
wilayah Indonesia dapat dilakukan secara tepat sasaran.

Konten
Penamaan permata dapat identik dengan nama asli mineral tetapi sebagian besar ternyata
berbeda karena didasarkan kepada kilap dan karakteristik fisika yang memiliki nilai estetika
setelah melalui pengolahan. Di bawah ini disebutkan beberapa mineral penting yang mempunyai
potensi untuk dijadikan permata, kemungkinan sumber asal mineral-mineral dimaksud dan jenis-
jenis permata yang dihasilkan : Beryl (Be3Al2Si6O18), Felspar alkali, Garnet, Intan,
Korundum, Krisoberyl (BeAl2O4), Kuarsa (SiO2), Olivin [(Mg,Fe)2SiO4], Piroksen, Spinel
(MgAl2O4),Topaz[Al2SiO4(F,OH)2],Turmalin[(Na,Ca)
(Mg,Fe+2,Fe+3,Al,Li)3Al6(BO3)3Si3O18(OH)4],Turquoise[CuAl6(PO4)4(OH)8.5H2O],
Zirkon (ZrSiO4).

Permata sering diolah untuk pengembangan warna atau kebersihannya. Tergantung kepada
jenis dan luasnya pengolahan, sehingga dapat berpengaruh terhadap nilai batu mulia. Beberapa
pengolahan digunakan secara luas karena menghasilkan permata yang stabil, sementara yang
lainnya tidak diterapkan karena warna batu tidak stabil dan tergantung jenis batunya. Pengolahan
untuk pengembangan permata ada berbgai macam, seperti ; pemanasan, radiasi, membalur
dengan lilin/minyak, pengisian rekahan, permata sintetik buatan, nilai permata, sayatan atau
polesan dan warna permata.
Dengan mengetahui sumber asal mineral dan jenis-jenis permata yang dihasilkan serta
mengetahui pengolahan dan pengembangannya, orang-orang mengetahui bahwa betapa berharga
mineral dan batu mulia itu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membaca artikel/jurnal ini,
masyarakat dapat mengetahui seberapa berharga mineral atau batu mulia tersebut hanya dengan
beberapa pengolahan sederhana seperti sayatan atau polesan.

Kesimpulan
Indonesia terletak pada pertemuan lempeng tektonik atau batas lempeng konvergen
(convergent plate boundaries) dikenal memiliki keragaman ciri geologi yang dibentuk oleh
proses magmatisme, volkanisme, sedimentasi, metamorfisme dan deformasi. Seluruh proses
tersebut berjalan sepanjang waktu geologi dan menghasilkan beragam litologi dan ubahannya
dengan umur geologi berbeda, sehingga dimungkinkan membentuk aneka batuan sumber
mineral-mineral yang berpotensi untuk dijadikan permata atau batu mulia. Dengan mempelajari
sekaligus memahami geologi, mula jadi dan keterdapatan batuan-batuan sumber mineral permata
maka eksplorasi untuk menemukan mineral dimaksud dapat dilakukan tepat sasaran. Penemuan
sumber-sumber baru mineral permata memberikan peluang pengembangan pemberdayaannya
sehingga diharapkan berdampak positif terhadap nilai ekonominya sehingga terdapatnya
pemgembangan pesat dalam nilai sumber daya di suatu daerah.

Kekurangan dan Kelebihan

-Kekurangan pada jurnal adalah tidak adanya gambar yang disajikan pada proses pengolahan
mineral dan batu mulia yang menyebabkan pembaca harus menelaah ke internet terlebih dahulu.
-Kelebihan pada jurnal adalah pemarapan kalimat yang sangat saintis yang membuat pembaca
sanat tertarik akan membacanya.
2. Artikel Kedua

Judul : Proses Pembentukan Batumulia Pada Rangkaian Pegunungan


Selatan Jawa di Pacitan
Penulis : Chusni Ansori, Defry Hastria, Edi Hidayat
Penerbit : Balai Informasi dan Konserrasi Ke:bumian Kaiangsambung – LIPI
Jenis Jurnal : Jurnal Seminar

Latar Belakang
Aktivitas magmatik yang terjadi sepanjang busur gunungapi dan sejajar dengan zone
penunjaman tersier di pulau Jawa merupakan kawasan yang potensial untuk terbentuknya
cebakan-cebakan mineral logam maupun non logam. Proses pembentukan batumulia pada zone
ini kemungkinan besar dikontrol oleh aktivitas magmatik tersier. Tektonik yang terjadi akibat
tumbukan lempeng samudera dengan busur kepulauan Jawa pada Oligo Miosen adalah penyebab
terjadinya kegiatan magmatisme dan gunungapi padajalur ini dengan lingkungan darat -laut.
Aktivitas magmatisme dan vulkanisme beberapa periode inilah yang diduga kuat sebagai
penyebab tet'adinya alterasi dan mineralisasi hidrotermal yang menyebabkan pembentukan
berbagai jenis mineral logam dan batumulia. Dari aktivitas di gunung jawa ini diperlukan
kejelasan mengenai proses pembentukan batu mulia pada rangkaian pegunungan Selatan Jawa di
pacitan, sehingga dapat dipakai sebagai acuan dalam pencarian batu mulia.

Abstrak
Rangkaian pegunungan selatan merupakan daerah yang didominasi oleh batuan vulkanik
dengan mineralisasi tersier intensif. Di Kabupaten Pacitan, terutama pada Kec. punung dan
Tulakan merupakan daerah mineralisasi penghasil batumulia. Di Kecamatan Punung ditemukan
sebaran fosil kayu dalam jumlah banyak, sedangkan di Tulakan banyak ditemukan jasper, agate
dan kristal kuarsa. penelitian yang dilakukan meliputi penelitian lapangan dan laboratorium.
Penelitian iupungun dilakukan pada lintasan-lintasan terpilih yang selama ini dijumpai indikasi
keterdapatan batu mulia. Penelitian laboratorium meliputi analisa petrografi, difraksi sinar X
serta kimia batuan. Bardasarkan hasil penelitian lapangan dan laboratorium maka pembentukan
batumulia di daerah Pacitan berasosiasi dengan pro.L. hidrotermal,lengkayaan supergen serta
pembentukan endapan sungai purba. Kristal kuarsa dan jasper Tulakan dapat di minati sebagai
batu poles, Sasper dan momento dengan memperhatikan tekstur dan sifat fisiknya. Fosil kayu
dari punung silisifikasinya belum sempurna, namun masih dapat dimanfaatkan sebagai batu
poles dan ornamen.
Konten

Batu mulia merupakan salah satu komoditi yang akhir-akhir ini banyak dicari orang. Sebagai
salah satu bahan galian industri dimana untuk menentukan daerah prospeksi diperlukan panduan
geologis karena proses pembentukannya dikontrol oleh proses-proses geologi.
Menurut H. Samodra, S. Gafoer, S.Tjokrosapoetro (1992) dalam peta geologi lembar Pacitan
(lampiran), maka sratigrafi daerah penelitian meliputi:
1. Aluvium (Qa) ,Tersusun oleh lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan berangkal.
2. Formasi Wonosari (Tmwl), Tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping berlapis,
batugamping mengeping, batu gamping pasiran dan napal
3. Formasi Wuni (Tmw), Formasi ini tersusun oleh breksi gunungapi, tuf ,batupasir tufan,
batupasir sela, dun Uatulanau; setempat bersisipan lignit, berlensa batugamping dan mengandung
kayu terkersikkan
4. Formasi Jaten Qmj) , Konglomerat, bahrpasir konglomeratan, bafupasir kuarsa, batupasir
tufan, batulumpur, bafulinau, lignit dan tuf, setempat mengandung belerang
5. Formasi Arj osari (Toma) Konglomerat aneka bahan, batupasir, bafulanau, dan batulempung;
setempat batugamping, napal pasiran dan batupasir kerikilan berbatu apung; sisipan breksi
gunungapi, lava dan tuf.
6. Formasi Jaten Qmj), Konglomerat, bahrpasir konglomeratan, bafupasir kuarsa, batupasir tufan,
batulumpur, bafulinau, lignit dan tuf, setempat mengandung belerang
7. Formasi Mandalika (Tomm), Perselingan lava, breksi gunungapi dan tuf; bersisipan batupasir
tufan, batulanau dan batulempung.
8. Formasi Watupatok (Tomw), Tersusun oleh lava, bersisipan batupasir, batulempung dan
rijang. Lava berwarna kehitaman, bersusunan basal, afanitik, vesikuler dan terkekarkan.

Dari formasi-formasi yang di kemukakan menurut H. Samoda, S. Gafoer, S.Tjokorosapoetro


tahun 1992, bisa menjadi kejelasan dalam rangkaian pembentukan batu mulia di pegunungan
jawa dengan memahami setiap susunan batuan tersebut. Setelah memahami formasi tersebut
dapat diketahui bahwa pegunungan selatan jawa terjadi karena proses hidrotermal, pengkayaan
supergen serta sebagai endapan sungai purba.

Kesimpulan
Proses pembentukan batumulia pada rangkaian pegunungan selatan jawa di Pacitan terjadi
karena proses hidrotermal, pengkayaan supergen serta sebagai endapan sungai purba. Proses
hidrotermal menghasilkan endapan epitermal dan urat-urat kuarsa suhu rendah. Proses ini akan
membentuk kristal kuarsa, amethyst dan kalsedon pada Formasi Arjosari. Kristal kuarsa yang
dihasilkan sering membentuk struktur comb serta saccaroidal dengan ukuran besar sehingga
bernilai ekonomi. Fosil kayu yang didapatkan di sekitar Kec. Punung dihasilkan dari proses
pengkayaan supergen dari breksi batu apung pada Formasi jaten ying belum maksimal sehingga
silisifikasinya tidak sempurna. Jasper yang banyak ditemukan di S. Tulakan, Jne1ln-akan
endapan sungai purba pada bidang ketidakselarasan antara Formasi Jaten dengai Formasi
Arjosari.
Kekurangan dan Kelebihan

-Kekurangan jurnal adalah tata letaknya membuat pembaca agak susah dalam membaca urutan
jurnalnya
-Kelebihan jurnal adalah isi jurnal sangat jelas dalam hal pemaparan hasil dari penelitiannya dan
disertakan pendapat para ahli yang jelas.
3. Artikel Ketiga

Judul : Pengolahan Batubara dan Pemanfaatannya untuk Energi


Penulis : Edy Nursanto, Sudaryanto dan Untung Sukamto
Alamat : Jl. SWK 104, Lingkar Utara, Condong Catur, Yogyakarta
Jenis Jurnal : Jurnal Seminar

Latar Belakang
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen
yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hydrogen
dan oksigen.Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Namun, pada saat proses pengambilan batu
bara, tidak sepenuhnya batu bara yang akan terambil karena akan ada pengotor yang terbawa saat
pengambilan batu bara. Karena itu ada upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
pengotor di dalam batubara

Abstrak

Pengolahan batubara telah dilakukan untuk menghilangkan pemgotor pada batubara. Tahapan
menghilangkan pengotor yang ada di batubara persiapan, konsentrasi dan pengeringan. Persiapan
adalah ukuran pengurangan batubara, konsentrasi untuk dihilangkan pengotor, sedangkan
dewatering untuk mengurangi kadar air dalam batubara setelah proses pemekatan. Hasil batubara
pengolahan akan menggunakan energi serta bahan bakar langsung dan konversi. Perkembangan
industri batubara Indonesia pada tahun-tahun terakhir mengalami peningkatan sejalan dengan
pertumbuhan ekonomis. Kedepan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi akan meningkat
terutama secara langsung dan bahan bakar konversi. Bahan bakar batubara langsung dapat
digunakan untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri rumah tangga dan domestik. Di sisi
lain bahan bakar konversi batubara diubah menjadi minyak atau batubara cair, gas dan
karbonisasi.

Konten

Pengolahan bahan galian atau batubara adalah suatu proses yang bertujuan untuk
menghilangkan mineral pengotor di dalam batubara. Pengotor yang terdapat di dalam batubara
berupa mineral yang antara lain lempung, pasir, kwarsa dan lain-lain. Pengolahan batubara
bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat di dalam batubara. Pengotor yang
terdapat di dalam batubara akan menjadi abu jika batubara tersebut dibakar. Hal ini menjadi
masalah dalam pemanfaatannya untuk energi karena semakin banyak pengotor di dalam batubara
akan mengurangi nilai kalor atau nilai panas batubara
Pengolahan bahan galian termasuk pengolahan batubara pada umumnya dilakukan dengan
melalui beberapa
tahap, yaitu:

1. Preparasi
Merupakan operasi persiapan yang dilakukan untuk mereduksi ukuran butir dengan tujuan
untuk memenuhi ukuran sesuai dengan penggunaannya. Reduksi ukuran butir biasanya
dilakukan dengan alat peremuk yang antara lain alat crusher atau grinder.

2. Konsentrasi
Suatu operasi pemisahan antara batubara dengan pengotornya. Konsentrasi ini diantaranya bisa
berdasarkan warna atau kilap dan juga berdasarkan specific gravity (SG). Pada specific gravity
cara konsentrasinya disebut gravity concentration.

3. Dewatering
Operasi pemisahan antara cairan dengan padatan dan biasanya dilakukan setelah proses
konsentrasi.

Pemanfaatan Batubara Untuk Energi

1. Pemanfaatan Batubara Sebagai Bahan Bakar Langsung


a. Pembakaran Batubara untuk PLTU
Untuk membangun fasilitas pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, maka hal
terpenting yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas tersebut adalah sifat-sifat dan
gambaran batubara yang digunakan. Pemilihan teknologi pembakaran yang tepat didasarkan
pada sifat-sifat batubara yang digunakan merupakan sesuatu yang penting untuk mendapatkan
pembakaran yang efisien dan teknologi yang ramah lingkungan
b.Pemanfaatan Batubara Dalam Industri Semen
Industri semen merupakan industri yang dalam prosesnya mengkosumsi energi relatif tinggi.
Pada tahun 1970-an, harga minyak yang tinggi hampir mrnjadi penghalang dalam industri
semen. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak negara pada saat ini memakai batubara sebagai
sumber bahan bakar alternatif. Dalam industri semen batubara tidak hanya digunakan sebagai
bahan bakar tetapi juga sebagai bahan baku dalam proses pembuatan semen.
c. Pemanfaatan Batubara Untuk Briket Batubara
Pembuatan briket pada dasarnya adalah upaya membentuk bahan yang kompak dari partikel-
partikel penyusunnya yang relatif lebih kecil dengan cara memberi tekanan tertentu pada suatu
wadah cetakan.

2. Pemanfaatan Batubara Sebagai Bahan Bakar Tidak Langsung


a. Gasifikasi Batubara
Gasifikasi batubara adalah proses untuk mengubah semua material organik batubara menjadi
bentuk gas, peringkat batubara dan temperatur hanya mempengaruhi laju gasifikasi dan jika
diinginkan bisa diperolehgas yang kesemuanya mengandung CO, CO2 dan H2, H2O, CH4
disamping pengotor hidrogen sulfida (%vol.-nya bervariasi, tergantung macam-macam faktor
seperti peringkat batubara, kandungan mineral dalambatubara, ukuran partikel pada saat diproses
dan kondisi reaksinya).
b. Gasifikasi Bawah Tanah
Gasifikasi batubara bawah tanah (setempat) merupakan metode yang mengkombinasikan
ekstraksi dan konversi batubara menjadi satu tahap saja, sehingga mengeliminasi peralatan
penambangan dan pengolahan dan reaktor gasifikasi. Aplikasi metode ini akan menghasilkan gas
low-Btu sampai medium-Btu (tergantung pada apakah udara atau oksigen-uap yang digunakan).
Pada saat yang bersamaan, gasifikasi bawah tanah mengeliminasi permasalahan-permasalahan
kesehatan, keselamatan dan lingkungan dikaitkan dengan penambangan batubara yang secara
konvensional. Metode gasifikasi ini juga mempunyai potensi untuk memperoleh kembali energi
dari lapisan batubara tebal, dalam dan mempunyai kemiringan yang tajam sehingga tidak
ekonomis untuk ditambang secara konvensional.
c. Coalbed Methane (CBM)
Coalbed Methane adalah gas yang terdapat dalam batubara. Selama proses pembentukan
batubara, akan dihasilkan bermacam-macam gas terutama gas methane. Beberapa gas akan
melepaskan diri ke luar ke permukaan melalui media rekahan pada batuan, namun ada beberapa
gas yang terperangkap ke dalam batubara. Rekahan-rekahan pada batubara terbentuk secara
alami dan biasanya disebut Cleat. Rekahan batubara ini biasanya berhubungan dengan
pembentukan sedimen di atasnya, atau bisa juga berhubungan dengan kekar atau sesar (Cobb,
2003).
d.Karbonisasi
Teknologi proses karbonisasi batubara pada dasarnya merupakan proses pemanasan batubara
yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kadar zat terbang sehingga kadar
karbonnya akan meningkat. Realisasi proses karbonisasi dapat dilaksanakan dengan dua cara
yaitu pemanasan secara langsung dan pemanasan secara tidak langsung. Pemanasan secara
langsung biasanya dilakukan dalam tungku beehave yang berbentuk kubah dimana batubara
dipanaskan pada kondisi udara terbatas sehingga zat terbangnya saja yang akan terbakar habis.
Pemanasan secara tidak langsung dilakukan dengan menempatkan batubara dalam
suatu retort dan dipanaskan dari luar, cara ini selain menghasilkan kokas (semikokas) juga
diperoleh produk dampingan berupa tar, amoniak, gas hidrogen dan gas-gas lainnya.

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkanpengotor di dalam batubara


adalah dengan melakukan pengolahan. Proses pengolahan batubara dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu preparasi, konsentrasi dan dewatering. Hasil pengolahan batubara yang sudah hilang
pengotornya untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber energi. Batubara digunakan untuk
sumber energi langsung maupun tidak langsung. Untuk sumber energi langsung antara lain untuk
bahan bakar PLTU, pabrik semen, industri rumah tangga maupun dibuat kokas untuk reduktor
pada blast furnace proses metalurgi, sedangkan batubara sebagai energi tak langsung yaitu
batubara dikonversi menjadi bentuk lain sebelum batubara digunakan sebagai energi. Bentuk
konversi itu antara lain batubara dikonversi menjadi gas, dibuat kokas atau batubara dicairkan
menjadi minyak.
Kesimpulan
1. Pengolahan batubara bertujuan untuk memperkecil ukuran butir dan mengurangi pengotor
dalam batubara.Tahapan dalam pengolahan batubara yaitu preparasi, konsentrasi dan dewatering.
2. Batubara digunakan sebagai sumber energi langsung maupun tidak langsung. Sebagai energi
langsung digunakan
antara lain untuk PLTU, industri semen, bahan bakar industri rumah tangga, sedangkan sebagai
bahan bakar
tidak langsung batubara dikonversi menjadi bentuk lain sebelum digunakan sebagai energi yaitu
dikonversi
antara lain menjadi gas, kokas atau bentuk cair (minyak).

Kelebihan dan Kekurangan


-Kekurangan jurnal adalah pemaparan pada jurnal kurang jelas yang membuat pembaca kurang
paham apa yang di bahas disana.
-Kelebihan jurnal adalah struktur dan urutan jurnal sangat bagus dan enak dilihat mata.
4. Artikel Keempat
Judul : Genesa dan Potensi Pemanfaatan Bahan Galian Kaolin Daerah
Ciptatujah dan Karangnunggal
Penulis : Bagus Dinda Erlanga, Sri Indarto, dan Widodo
Penerbit : Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Alamat : Jl. Sangkuriang, Bandung 40135

Latar Belakang
Indonesia kaya akan paparan bahan galian kaolin dan sangat bervariasi jenisnya, keragaman
kaolin sangat dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya serta mempunyai jenis pemanfaatan
yang berbeda pula. Kaolin banyak diminati oleh turis mancanegara maupun Indonesia karena
menjadi bahan baku dan bahan tambahan di berbagai industri di Indonesia, yakni industri cat,
kertas, keramik, farmasi dll. Selain mempunyai daya tarik di bidang industri, kaolin juga
memiliki daya tarik dibidang geologi, karena proses pembentukannya yang berbeda-beda.
Keterdapan batuan vulkanik hasil gunung api dan alterasi hidrotermal merupakan suatu indikator
adanya pembentukan batuan kaolin. Kaolin merupakan mineral tanah liat dengan kandungan
utama berupa mineral kaolinit yang tersusun dari aluminasilikat terhidrat. Selain kaolinit mineral
lain yang terkandung dalam kaolin adalah dickit, nakrit dan haloisit. Kaolin dengan rumus kimia
Al2SiO5(H2O) di Indonesia mempunyai komposisi, lingkungan pengendapan, genesa
pembentukan serta pemanfaatan yang beragam. Wilayah Kabupaten Tasikmalaya adalah salah
satu wilayah yang memiliki sumberdaya bahan galian kaolin. Namun, kurangnya mengetahui
karakterisasi dan pemanfaatan apa yang sesuai untuk bahan galian kaolin dari Tasikmalaya
menjadi masalah.

Abstrak

Kaolin dengan rumus kimia Al2SiO5(H2O) di Indonesia mempunyai komposisi, lingkungan


pengendapan, genesa pembentukan serta pemanfaatan yang beragam. Wilayah Kabupaten
Tasikmalaya adalah salah satu wilayah yang memiliki sumberdaya bahan galian kaolin.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi dan pemanfaatan apa yang sesuai untuk
bahan galian kaolin dari Tasikmalaya tersebut. Telah dilakukan penelitian tentang genesa dan
karakterisasi pada kaolin yang berasal dari daerah Cipatujah dan Karangnunggal Kabupaten
Tasikmalaya. Kaolin di daerah penelitian berwarna putih kecoklatan dan batuan sekitarnya
berupa tufa. Untuk mengetahui karakteristik dari sampel kaolin dilakukan dengan analisis XRD
(X-Ray Diffraction), petrografi, analisis kimia dan SEM (Scaning Electron Microscope). Hasil
analisis dua sampel tersebut masingmasing adalah: analisis XRD menunjukan kandungan
mineral berupa kaolinit, haloisit, kristobalit, dikit, muskovit, ilit dan hematit; petrografi
menggambarkan fragmen tufa gelas, kuarsa dan lempung; hasil analisis SEM memperlihatkan
bentuk-bentuk kristal berupa kaolinit, halloysit dan dikit; dan hasil analisis kimia mengandung
komposisi: SiO2 (66-68%), Al2O3 (19%), Fe2O3 (0.8- 1,1%) dan LOI (9%). Berdasarkan hasil
analisis XRD, petrografi dan SEM kaolin Cipatujah dan Karangnunggal terbentuk dari hasil
alterasi batuan tufa yang menghasilkan kaolin. Sedangkan dari komposisi kimianya, kaolin ini
dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk gerabah halus tidak padat.

Konten

Endapan kaolin terjadi pada berbagai satuan batuan (misalnya laterit, bauksit, beku berubah dan
batuan metamorf) dan bentuk di berbagai lingkungan pengendapan (misalnya tanah tropis, banjir
deposito biasa) (Dill et al., 1997). Geokimia endapan kaolin sedimen dikendalikan oleh banyak
faktor termasuk: (1) mineral detrital seperti kuarsa, feldspars, zirkon, rutil, dan Leucoxene yang
mencerminkan komposisi daerah sumber, (2) mineral baru terbentuk selama pelapukan termasuk
kaolinit dan non mineral clay asanatase tersebut, dan (3) pasca perubahan pengendapan termasuk
diagenesis perintah pelapukan. Beberapa upaya telah didalilkan untuk memeriksa sumber
endapan kaolin dan asal mula endapan berdasarkan geokimianya.Beberapa penelitian
terdahulumengenai genesis kaolin antara lain, Fialips et al. (1999) menunjukkan bahwa
crystallographical dan karakteristik kimia kaolin sangat bervariasi dan tergantung pada asalusul
dari endpan kaolin tersebut. Endapan kaolin dibentuk oleh pelapukan bahan induk (feldspar,
mika) seperti yang dipelajari di sini, sangat rentan terhadap kontaminasi oleh mineral lainnya,
termasuk tanah liat. Kaolin bercampur dengan komponen minor lainnya yang tergantung pada
kondisi alam dan mengakibatkan sifat dan warna yang berbeda-beda. Cases et all, menyatakan
bahwa Sebuah penyelidikan rinci termasuk apresiasi sifat kristalografi dan morfologi adalah
diperlukan untuk mengidentifikasi kemungkinan aplikasi industri dan ini membutuhkan
pendekatan terpadu yang menggabungkan beberapa metode analisis mineralogi (Cases, et all,
1986) Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses-porses diagenesa yang terjadi
pada daerah penelitian dan diharapkan dapat diketahui komposisi dari kaolin dengan analisis
Xrd, Xrf dan petrografi. Sedangkan tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana data
XRD, petrogarfi dan SEM dapat mendukung dalam penelitian perubahan mineral kaolin pada
daerah penelitian melalui pengamatan proses diagenesa dan komposisi kimianya dengan
menggunakan analisis kimia untuk menentukan alternatif pemanfaatanya dengan mengkaitkan
Standard Industri yang ada.
Dari paparan jurnal tersbut dapat kita tahu bagaimana mengetahui karakterisasi dan pemanfaatan
apa yang sesuai untuk bahan galian kaolin dari Tasikmalaya tersebut

Kesimpulan
Genesa kaolin daerah Cipatujah dan Karangnunggal terbentuk melalui proses alterasi
hidrotermal terhadap batuan tuf. Tipe alterasi hidrotermal yang terjadi adalah tipe alteri agrilik.
Berdasarkan komposisi kimia dan SII 0654-82, Kaolin daerah Karangnunggal dapat digunakan
sebagai bahan baku gerabah halus tidak padat. Sedangkan kaolin Cipatujah belum sesuai dengan
baku mutu tersebut, sehingga perlu dilakukan proses pengurangan Fe2O3 terlebih dahulu.
Kelebihan dan Kekurangan

-Kekurangan jurnal adalah pada paparan materi terlalu ringkas


-Kelebihan jurnal adalah bahasa yang digunakan sejauh pembacaan sangat baik dan mudah
dipahami.
5. Artikel Kelima
Judul : Pemanfaatan Silika dari Pantai Linau Untuk Mengurangi Kadar
Ammonium dalam Limbah Cair Tahu
Penulis : Crisnia Nurbaiti, Rina Elvia dan Nyoman Chandra

Alamat : Universitas Bengkulu

Jenis Jurnal: Jurnal Pendidikan

Latar Belakang

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (Silikon dioksida), dan merupakan
unsur kedua terbanyak penyusun kerak bumi, setetelah oksigen [1]. Di kabupaten Kaur terdapat
banyak pantai yang memiliki potensi alam yang sangat besar salah satunya yaitu pantai Linau,
salah satunya berupa pasir berwarna putih yang melimpah yang biasa disebut sebagai pasir
kuarsa dengan kandungan utama berupa SiO2 [2]. Untuk kehidupan sehari-hari penggunaan
silika terdapat dalam berbagai ukuran partikel yang kecil sampai pada skala mikron atau bahkan
nanosilika. Aplikasi silika pada umumnya dibuat dalam bentuk kristal, gel, aerogel, pirogenik
silika dan silika koloid (Aerosol) [3]. Silika gel dapat digunakan sebagai absorben dalam
mengurangi kadar ammonium pada limbah cair tahu [4]. Di Indonesia terdapat kurang lebih
84.000 unit usaha pembuatan tahu. Dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun.
Industri tahu ini memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun. Di provinsi
Bengkulu sendiri khusus dikota Bengkulu terdapat banyak sekali pabrik-pabrik tahu rumahan.
Setelah dilakukan survei, limbah cair tahu yang dibuang keperairan ataupun yang mengendap
menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu kehidupan dilingkungan sekitar pabrik.

Abstrak

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mensintesisSilika dari pasir pantai Linau dan
aplikasinya sebagai adsorben dalam mengurangi kadar ammonium dalam limbah cair tahu.
Sintesis silika ini dilakukan dengan metode Sol-gel menggunakan bahan baku 20 gram pasir
hasil pemurnian, dengan cara melarutkan pasir kedalam 160 mLNaOH 4 M sambil dipanaskan
dan diaduk konstan pada suhu 105oC selama 90 menit, dan selanjutnya disaring menggunakan
kertas saring. Residu yang diperoleh dikalsinasi pada suhu 500oC selama 30 menit. Padatan yang
diperoleh dilarutkan kedalam 200 mL aqua DM sehingga menjadi larutan Natrium silika.
Larutan natrium silikat yang diperoleh , kemudian ditambahkan larutan HCl 1 M tetes demi tetes
hingga diperoleh pH 7, dan selanjutnya didiamkan selama 18 jam sampai terbentuk gel dan
dilanjutkan dengan pencucian menggunakan aqua DM dan disaring dengan kertas saring. Gel
yang diperolah selanjutnya dikeringkan pada suhu 105oC selama 8 jam didalam oven sehingga
diperolehlah serbuk silika. Redemen silika yang dihasilkan dari sintesis silika dari pasir pantai
Linau diperoleh sebesar 0,405%.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silika sintesis dari pasir
pantai Linau mampu untuk menurunkan kadar ammonium pada limbah cair tahu dengan
parameter hasil berupa penurunan kadar limbah tahu terjadi pada massa optimum 0,25 gram ,
waktu kontak 15 menit dengan efisiensi adsorpsi sebesar 32,59%.

Konten

Sampel pasir untuk sintesis silika berasal dari pantai Linau kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Tahap ekstraksi SiO2 dengan metode sol-gel dilakukan dengan menggunakan 20gram pasir hasil
pemurnian, yang dilarutkan kedalam 160 mLNaOH 4 M dalam erlenmeyer. Campuran diaduk,
lalu dipanaskan pada suhu 105oC selama 90 menit. Selanjutnya larutan didinginkan, setelah itu
disaring dengan kertas saring. Residu yang didapat dibakar pada suhu 500oC selama 30 menit.
Padatan yang didapatkan kemudian dilarutkan dengan 200 mL air demineralisasi sehingga
menjadi larutan natrium silika.
Larutan natrium silikat yang sudah dingin kemudian ditambahkan HCl 1 M tetes demi tetes
hingga memiliki pH 7. Larutan tersebut kemudian didiamkan selama 18 jam sampai terbentuk
gel. Gel yang terbentuk kemudian dicuci dengan air demeneralisasi, kemudian disaring dengan
kertas saring. Silika gel yang sudah disaring kemudian dioven dengan suhu 105oC selama 8 jam.
Sehingga diperolehlah serbuk silika.
Pembuatan larutan standar ammonium dilakukan dengan membuat larutan baku terlebih dahulu
dengan melarutkan sebanyak 0,010 gram NH4Cl dengan air demineralisasi pada gelas kimia,
dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL ditambahkan air demineralisasi sampai tanda batas. Dari
larutan baku dibuat larutan standar dengan konsentrasi 100 ppm.
Pembuatan kurva standar larutan ammonium dilakukan dengan menyiapkan lima labu ukur yang
masing-masing diisi dengan 1,5,10,15, dan 20 mL larutan induk ammonium 100 ppm. Masing-
masing diencerkan dengan aquades sampai tanda batas sehingga di peroleh larutan ammonium
dengan konsentrasi 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm. Kemudian ditambahkan dengan
1 mL reagen nessler pada masing-masing konsentrasi. Campuran didiamkan selama 10 menit.
Campuran dianalisa pada panjang gelombang 410 nm kemudian diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer visible.
Limbah cair tahu yang digunakan adalah limbah tahu dari hasil penyaringan pada proses
pembuatan tahu dan didiamkan selama 10 hari. Lalu diambil sebanyak 550 mL dan disaring
dengan kertas saring. Limbah tahu diatur agar memiliki tingkat keasaman 7 (netral). Pengaturan
pH asam dilakukan dengan penambahan larutan NaOH 0,1 M dan pengaturan pH basa dengan
cara penambahan larutan HCl 0,1 M.
Penentuan konsentrasi awal ammonium pada limbah cair tahu dilakukan dengan cara mengambil
sebanyak 1 mL limbah cair tahu yang telah disaring dan mempunyai nilai pH netral yang
dimasukkan ke dalam Labu Takar 25 mL, lalu ditambahkan air demineralisasi sampai tanda
batas. Kemudian 25 mL larutan tersebut dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan
1 mL reagen nessler. Larutan didiamkan selama 10 menit. Larutan dianalisa pada panjang
gelombang 410 nm menggunakan spektrofotometer visible.
Penentuan massa silika optimum dilakukan dengan menyiapkan sebanyak 4 buah gelas beker.
Pada masing-masing gelas gelas ditambahakan 50 mL limbah cair tahu yang telah mempunyai
nilai pH netral. Kemudian ditambahkan silika berturut-turut 0,125 gram; 0,25 gram; 0,5 gram;
0,75 gram. Masing-masing gelas beker diaduk dengan magnetic stirer selama 30 menit.
Kemudian endapan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis
dengan spektrofotometer visible.
Penentuan massa silika optimum dilakukan dengan menyiapkan sebanyak 4 buah gelas beker.
Masingmasing gelas beker diisi dengan berat dari massa optimum silica yang telah diperoleh.
Kemudian pada masing-masing gelas ditambahkan 50 mL limbah cair tahu yang telah
mempunyai nilai pH netral. Masing-masing gelas selanjutnya diaduk dengan variasi waktu
kontak selama 15 , 30 , 60 , dan 90 menit. Kemudian endapan disaring dengan kertas saring,
serta filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan
spektrofotometer visible.

Kesimpulan

Secara umum dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa silika dari sintesis dari pasir
pantai Linau dapat menurunkan kadar ammonium pada limbah cair tahu.
Penurunan kadar limbah tahu terjadi pada massa optimum 0,25 gram dan waktu kontak 15 menit
dengan efisiensi adsorpsi sebesar 32,59%

Kelebihan dan Kekurangan

-Kekurangan jurnal adalah pemaparan proses secara narasi bukan secara langkah langkah.
-Kelebihan jurnal adalah semua yang dibahas dirasa sudah ada dan membuat pembaca paham.

Anda mungkin juga menyukai