Anda di halaman 1dari 37

STUDI PENGAMBILAN SAMPEL DAN PREPARASI CONTO SERTA

ANALISIS KADAR NIKEL PADA PT. TEKNIK ALUM SERVICE


KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PROPOSAL

Oleh

RESKI S. KASALA
14 31 1 374

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS PEJUANG REPUBLIK INDONESIA
MAKASSAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Potensi sumberdaya mineral Indonesia yang cukup banyak, tersebar

hampir di seluruh wilayah nusantara dan merupakan salah satu modal untuk

kegiatan pembangunan. Terbukti di bidang pertambangan indonesia yang kaya

karena sumberdaya mineral ini menghasilkan pemasukan yang terbilang cukup

besar bagi negara melalui pajak dan royalti setiap tahunnya. Industri

pertambangan merupakan industri yang padat modal, padat teknologi, padat

sumberdaya serta mengandung resiko yang tinggi sehingga diindustri

pertambangan membutuhkan usaha yang lebih untuk menghasilkan sesuatu yang

menguntungkan. Tingkat kepastian dari penyebaran endapan, geometri badan

bijih, jumlah cadangan, serta kualitas cadangan merupakan dasar dalam

perencanaan aktivitas pada industri pertambangan.

Pertambangan merupakan suatu kegiatan pengambilan endapan mineral

berharga dari dalam kulit bumi, baik penggaliannya dilakukan di permukaan

maupun di bawah permukaan. Mengingat bahan galian yang diambil merupakan

kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui dan karena terjadinya suatu endapan

bahan galian memerlukan waktu yang cukup lama, maka dalam pemanfaatannya

diusahakan semaksimal mungkin.

Bahan galian adalah semua bahan atau substansi yang terjadi dengan

sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk keperluan

industrinya. Bahan tersebut dapat berupa logam maupun non logam dan dapat

I-1
berupa bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan. Dewasa ini

penggunaan logam nikel diberbagai sektor industri di dunia semakin meningkat,

bagi Indonesia nikel merupakan salah satu komoditi tambang yang utama hingga

saat ini masih menjadi komoditi penghasil devisa cukup besar bagi Negara,

sehingga nikel laterit merupakan cadangan yang strategis, khususnya bagi Negara

kiata yang mempunyai cadangan nikel laterit yang cukup besar untuk dapat

memberikan konstribusi memasok kebutuhan nikel di dunia.

Oleh karena itu kegiatan eksplorasi merupakan suatu kegiatan penting

yang harus di lakukan sebelum suatu usaha pertambangan di laksanakan. Hasil

dari kegiatan eksplorasi itu harus dapat memberikan informasi yang lengkap dan

akurat mengenai sumber daya mineral/bahan galian maupuan kondisi geologi

yang ada, agar upaya kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang di

maksud dapat di lakukan dengan teliti dan benar (akurat). Ada beberapa upaya

yang dapat dilakukan untuk kegiatan eksplorasi hasil tambang disuatu tempat,

yaitu dapat dilakukan dengan pengambilan sampel melalui pemboran atau juga

peledakan untuk dipreparasi untuk dianalisis kadar nikel. Tingkat kepastian dari

penyebaran endapan, jumlah cadangan serta kualitas cadangan merupakan dasar

dalam perencanaan aktivitas pada industri pertambangan, sehingga peranan

kegiatan eksplorasi menjadi hal yang sangat penting sebagai langkah awal dari

seluruh rangkaian pekerjaan dalam industri pertambangan.

Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat

pelapukan batuan ultramafik yang mengandung nikel 0,2–0,4 %. Nikel laterit

umumnya ditemukan pada daerah tropis, dikarenakan iklim yang mendukung

I-2
terjadinya pelapukan, selain topografi, drainase, tenaga tektonik, batuan induk,

dan struktur geologi. Berdasarkan karakteristik geologi dan tatanan tektoniknya,

terbentuk beberapa lokasi endapan nikel laterit yang potensial untuk ditambang.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa daerah penghasil bijih nikel dengan jumlah

besar antara lain Pomalaa (Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi Selatan),

Gebe (Halmahera), Tanjung Buli (Halmahera) dan Tapunopaka (Sulawesi

Tenggara). Salah satu daerah yang juga memiliki perusahaan tambang bijih nikel

yaitu daerah Kabupaten Morowali (Sulawesi Tengah). Berdasarkan hal tersebut

maka dilakukanlah penelitian mengenai “Studi Pengambilan Sampel dan

Preparasi Conto Serta Analisis Kadar Nikel pada PT. Teknik Alum Service,

Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah sistem pengambilan sampel yang dilakukan PT. Teknik Alum Service

sesuai dengan standar pengambilan sampel ?

2. Apakah sistem preparasi conto yang dilakukan untuk mengetahui kadar dari

hasil pengambilan conto berjalan dengan baik ?

3. Bagaimana cara menganalisis sampel yang telah dipreparasi agar kadar nikel

dapat diketahui ?

I-3
1.2.2 Batasan Masalah

Dari rumusan masalah yang didapatkan, maka penelitian ini dibatasi untuk

mengetahui pengambilan sampel dan preparasi conto dari lokasi tambang serta

Analisis kadar nikel pada PT. Teknik Alum Service, Kabupaten Morowali,

Sulawesi Tengah.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui sistem pengambilan sampel yang dilakukan PT. Teknik Alum

Service sesuai dengan standar pengambilan sampel.

2. Mengetahui sistem preparasi conto yang dilakukan untuk memperoleh kadar

dari hasil pengambilan conto.

3. Mengetahui cara menganalisis sampel yang telah dipreparasi agar kadar nikel

dapat diketahui.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1 Membantu peneliti dalam mengetahui cara pengambilan sampel dan sistem

preparasi contoh serta analisis kadar nikel yang sesuai dengan standard. Serta

berguna bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian

dengan topik yang sama.

2 Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pilihan lain dan bahan masukan

kepada perusahaan mengenai sistem pengambilan sampel dan preparasi

contoh serta cara menganalisis kadar nikel yang harus digunakan.

I-4
1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Dapat menambah wawasan yang lebih luas tentang ilmu pengetahuan

khususnya mengenai pengambilan sampel dan preparasi conto serta analisis

kadar nikel yang dilakukan dalam praktek lapangan.

2. Dapat mendorong perkembangan ilmu pengetahuan yang akan memperluas

perkembangan inovasi atau penemuan baru.

1.5 Kerangka Pikir

PT. Teknik Alum Service

Survey Lokasi

Studi Kelayakan

Pengambilan Prepasi
Sampel Conto

Sesuai standar Analisis


Kadar Nikel

Hasil

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

I-5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan

nikel, PT. Teknik Alum Service berkomitmen untuk mengembangkan potensi

bahan galian nikel di wilayah Sulawesi Tengah, khususnya di desa Buleleng.

Komitmen ini disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Morowali dengan

menerbitkan Surat Keputusan Bupati Morowali No.

540.6/SK.001/DESDM/V/2009 Tanggal 5 mei 2009 tentang Persetujuan Revisi

Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Teknik Alum Service

seluas 1.301 Ha di Wilayah Desa Buleleng dan Torete Kecamatan Bungku Pesisir

Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah (Aryanto, 2016).

Sumber : PT. Teknik Alum Service

Gambar 2.1 Peta IUP PT. Teknik Alum Service

II-1
2.2 Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Teknik Alum Service (TAS) didirikan pada tahun 2007 dan

melakukan kegiatan Eksplorasi (kegiatan drilling/bor) di Desa Buleleng dan

dilanjutkan di Desa Torete sampai dengan Tahun 2009 dan kantor PT. TAS

beralamat di desa Buleleng, dan saat itu masih dipimpin oleh Agam Tirto

Buwono. Sebelum Perusahaan PT. TAS melakukan kegiatan Penambangan Ore

Nickel (Bijih Nikel), PT. TAS melakukan sosialisasi publik pada hari senin

Tanggal, 22 September 2008 yang bertempat di Desa Buleleng. Pada awal tahun

2010, PT.TAS melakukan kegiatan penambangan Bijih Nikel di Desa Buleleng

sampai dengan tahun 2012 Bulan Oktober, dan masih dipimpin oleh Bapak

Agam Tirto Buwono. Pada tahun 2012 Bulan November, PT. TAS kembali

melakukan kegiatan di Lokasi yang sama yaitu di Desa Buleleng dan Torete

dibawah Pimpinan Bapak Syarifudin, dan hanya sampai pada Bulan Agustus

2013. Pada tahun 2013 Bulan Agustus , PT. TAS diambil alih oleh Bapak Joseph

Hong selaku pimpinan PT. TAS sampai dengan sekarang dan kembali melakukan

kegiatan penambangan di Desa Buleleng dan Torete sampai saat ini (Ariyanto,

2016)

2.3 Lokasi Kesampaian Daerah

Secara administratif lokasi Izin Wilayah Usaha Pertambangan Operasi

Produksi (WIUP OP) PT. Teknik Alum Service berada di Desa Buleleng dan

Torete Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi

Tengah. Wilayah izin tersebar dalam beberapa wilayah yang terpisah, luas

totalnya adalah 1.301 Ha.

II-2
Untuk mencapai daerah kegiatan Operasi Produksi pada Lokasi penelitian

pada PT. Teknik Alum Service, ada beberapa alternatif yang dapat ditempuh

dengan jalur darat yaitu, dari palu dapat ditempuh dengan menggunakan

kendaraan roda 4 menuju ke Bungku selama ± 12 jam. Dari bungku ke lokasi

dapat ditempuh sekitar + 3 jam, dan dari Kolaka ke Kendari + 4 jam kemudian

selama + 5 jam dari Kendari ke Buleleng, dengan kondisi jalan beraspal dan

jalan tanah berbatu, terutama setelah akan memasuki perbatasan antara Provinsi

Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.

Sumber : Google Earth 2017

Gambar 2.2 Peta Lokasi Kesampaian Daerah

II-3
2.4 Penduduk dan Sosial Budaya

Secara umum, penduduk di Wilayah desa Buleleng bermata pencaharian

sebagai petani, nelayan, pedagang, dan pegawai pemerintah. Berbagai macam

suku juga hadir di wilayah ini, baik suku lokal itu sendiri yaitu suku Bungku dan

berbagai suku pendatang yaitu suku Bugis, Jawa, Bali, Tator, Tolaki dan

sebagainya. Kepercayaan atau agama yang dianut penduduk di wilayah ini terdiri

dari Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu. Adapun rumah ibadah di wilayah ini

sudah tersebar diberbagai desa. Sedangkan kondisi jalan yang terdapat di wilayah

ini relatif sudah memadai, proyek pengaspalan jalan sedang dilanjutkan dan

sisanya masih berupa jalan berbatu atau jalan tanah yang diperkeras (Ariyanto,

2016).

2.5 Geologi Ragional Daerah Penelitian

Ditinjau dari kedudukan regionalnya, daerah IUP Operasi Produksi PT.

Teknik Alum Service secara geologi termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar

Bungku (S.Supriatna dkk, 1995). Batuan di wilayah penyelidikan secara umum

disusun oleh batuan sedimen dan ultramafik serta terdapat intrusi batuan beku.

Kegiatan tektonik di daerah ini diduga berlangsung semenjak Jura, mengakibatkan

batuan yang berumur Pra – Jura, yaitu batuan ultramafik mengalami alih tempat,

perlipataan dan sesar. Proses ini diikuti oleh kegiatan magma yang menghasilkan

terobosan granit, granodiorit dan diorite pada Kapur Akhir. Sejak Paleosen awal

sampai Eosen awal sampai terjadi pengangkatan, erosi dan pendataran

menghasilkan sedimen darat yang luas (Bankes, 2003).

II-4
Sumber : PT. Teknik Alum Service

Gambar 2.3 Peta Geologi Lokal PT. Teknik Alum Service

2.5.1 Morfologi

Morfologi daerah penyelidikan yang merupakan perpaduan antara

litologi, struktur dan proses tahapan yang berlangsung di daerah

penyelidikan yang dibagi menjadi 2 satuan morfologi (Ariyanto, 2016), yaitu

sebagai berikut :

1. Satuan morfologi perbukitan bergelombang sedang

Satuan morfologi ini terdapat dibagian tengah dari wilayah konsesi

memanjang kearah barat laut – tenggara. Topografi perbukitan bergelombang

II-5
sedang dengan ketinggian antara 75 – 150 meter dari permukaan air laut

dan kemiringan lereng antara 10 – 45% (miring) Slope cembung, pola pengaliran

agak denritik dengan kerapatan 1,1 – 1,25. Tekstur tanah sedang berwarna coklat

muda dan proses geomorfologi yang berlangsung adalah debris slide, erosi alur

lembah yang menjadikan bentuk lembah seperti huruf “V”. Tata guna lahan

berupa hutan produktif, perkebunan liar. Satuan morfologi ini menempati ± 45%

dari luas wilayah penelitian.

2. Satuan morfologi perbukitan bergelombang kuat

Satuan morfologi ini terdapat di sisi Sebelah Utara – Selatan juga

memanjang kearah barat laut – tenggara, dominan disusun oleh litologi

ultramafik pada sebelah utara dan sedimen pada sebelah selatan, topografi

perbukitan bergelombang kuat ini mempunyai ketinggian ± 600 – 800 meter dari

permukaan air laut dan kemiringan lereng curam (15-30%) dengan bentuk

lembah cembung, kerapatan 1,1. Tekstur tanah sedang warna coklat tua– coklat

muda. Proses geomorfologi berupa debris floe, debris slide, erosi lembah, tata

guna lahan hutan produktif, belukar dan perkebunan. Morfologi ini dikontrol

kuat oleh litologi dan struktur yang berkembang di daerah penyelidikan.

Satuan morfologi ini menempati ± 50 % dari luas wilayah penelitian.

2.5.2 Topografi

Ditinjau dari peta topografi yang mencakup daerah Buleleng dan

sekitarnya, morfologi wilayah ini didominasi oleh perbukitan yang memanjang

berarah relatif Barat laut – Tenggara dan Utara – Selatan, yang diduga merupakan

lipatan-lipatan yang dipengaruhi oleh Sesar Matano di sebelah utara dan Sesar

II-6
Lasolo di bagian selatannya. Adanya bukit-bukit soliter yang ditemukan,

diperkirakan merupakan bagian dari lipatan-lipatan yang tersesarkan. Pola

pengairannya didominasi oleh pola dendritik dan rektangular. Satuan

kelerengannya terbagi atas dataran landau di sepanjang pantai timur Sulawesi,

perbukitan bergelombang lemah – kuat, serta perbukitan tertajam kuat di sekitar

patahan (Ariyanto, 2016).

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air

beserta unsur-unsur lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak

perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan

penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan.

Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai

kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan

mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah

air yang meluncur (run off) lebih banyak dari pada air yang meresap ini

dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif (Ariyanto, 2016).

2.5.3 Litologi dan Stratigrafi

Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur batuan, terdapat 3

kelompok batuan (Darman dan Sidi, 2000), pada wilayah sulawesi yaitu :

1. Batuan Malihan Kompleks Mekongga

Batuan malihan berderajat rendah (low grade metamorphic) ini merupakan

batuan alas di lengan tenggara Sulawesi. Batuan malihan kompleks

Mekongga ini diperkirakan berumur Permo-Karbon. Dan termasuk

kepada batuan metamorf fasies epidot-amfibolit. Batuan malihan ini

II-7
terjadi karena adanya proses burial metamorphism. Batuan penyusunnya

berupa sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika-amfibol, sekis grafit

dan genes.

2. Kelompok Batuan Sedimen Mesozoikum

Di atas batuan malihan itu secara tak selaras menindih batuan sedimen

klastika, yaitu formasi Meluhu dan sedimen karbonat Formasi Laonti.

Keduanya diperkirakan berumur Trias Akhir hingga Jura Awal. Formasi

Meluhu tersusun dari batusabak, filit dan kuarsit, setempat sisipan

batugamping hablur. Formasi Laonti terdiri atas batugamping hablur

bersisipan filit di bagian bawahnya dan setempat sisipan kalsilutit rijangan.

3. Kelompok Mollasa Sulawesi

Pada Neogen tak selaras di atas kedua mendala yang saling bersentuhan itu,

diendapkan Kelompok Molasa Sulawesi. Batuan jenis Molasa yang tertua

di daerah penelitian adalah Formasi Langkowala yang diperkirakan

berumur akhir Miosen Tengah. Formasi ini terdiri dari batupasir

konglomerat. Formasi Langkowala mempunyai Anggota Konglomerat

yang keduanya berhubungan menjemari. Di atasnya menindih secara

selaras batuan berumur Miosen Akhir hingga Pliosen yang terdiri

dari Formasi Eemoiko dan Formasi Boepinang. Formasi Eemoiko

dibentuk oleh batugamping koral, kalkarenit, batupasir gampingan dan

napal. Formasi Boepinang terdiri atas batulempung pasiran, napal pasiran,

dan batupasir. Secara tak selaras kedua formasi ini tertindih oleh

Formasi Alangga dan Formasi Buara yang saling menjemari. Formasi

II-8
Alangga berumur Pliosen, terbentuk oleh konglomerat dan batupasir yang

belum padat. Formasi Buara dibangun oleh terumbu koral, setempat

terdapat lensa konglomerat dan batupasir yang belum padat. Formasi ini

masih memperlihatkan hubungan yang menerus dengan pertumbuhan terumbu

pada pantai yang berumur Resen. Satuan batuan termuda yaitu endapan

sungai, rawa, dan kolovium.

2.5.4 Struktur Geologi

Struktur geologi di Sulawesi didominasi oleh arah barat laut – tenggara

yang berupa sesar mendatar sinistral dan sesar naik. Sesar Palu–Koro memotong

Sulawesi bagian barat dan tengah, menerus ke bagian utara hingga ke Palung

Sulawesi Utara yang merupakan batas tepi benua di Laut Sulawesi. Jalur Sesar

Palu – Koro merupakan sesar mendatar sinistral dengan pergeseran lebih dari

750 km (Tjia, 1973; Sukamto, 1975), arah gerak sesuai dengan jalur Sesar

Matano dan jalur Sesar Sorong. Sesar Sadang yang terletak di bagian barat

dan sejajar dengan Sesar Palu berada pada lengan Selatan Sulawesi,

menghasilkan lembah sungai sadang dan sungai masupu yang sistemnya dikontrol

oleh sesar mendatar (Hamilton, 1997).

II-9
Sumber : Hamilton 1997

Gambar 2.4 Struktur Utama di Sulawesi

2.5.5 Mineralogi Endapan

Secara horisontal penyebaran Ni tergantung dari arah aliran air tanah

yang sangat dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah

bergerak dari daerah-daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng,

yang mana sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang

mengalir ke zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung. Pada tempat-tempat

yang banyak mengandung rekahan-rekahan Ni akan terjebak dan

II-10
terakumulasi di tempat-tempat yang dalam sesuai dengan rekahan-rekahan

yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan landai sampai sedang

adalah merupakan tempat pengayaan nikel. Umumnya penjelasan mengenai

profil endapan nikel laterit yang ideal (Waheed, 2002) dibagi menjadi 4 zona

yaitu:

1. Zona Overburden

Zona ini merupakan top soil mempunyai kadar besi yang tinggi tapi

kadar nikel yang rendah (kurang dari 1%). Zona ini tersusun oleh humus dan

limonit. Mineral penyusunnya adalah goethit, hematit, dan mangan yang

mengindikasikan daerah yang sudah lama tersingkap.

2. Zona Limonit

Zona ini merupakan lapisan kaya besi dari limonit soil yang

menyelimuti seluruh area dengan kadar nikel antara 1% – 2%. Pada zona ini

mulai terdapat pengkayaan mineral ekonomis berupa kromit dan kobalt.

Limonit dibedakan menjadi dua, yaitu red limonite (hematit) dan yellow

limonite (goethit). Lapisan ini memiliki ukuran butir halus (fine grained),

berwarna merah-coklat atau kuning, agak lunak, berkadar air antara 30-40 %,

lapisan kaya besi dari tanah limonit menyelimuti seluruh daerah dengan

ketebalan rata-rata 3 – 7 meter. Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal dan

dapat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam

mineral manganese oxide, lithiophorite.

3. Zona Saprolit

Zona ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning

II-11
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonit,

dengan kadar nikel yang lebih tinggi (lebih dari 2%) dan ketebalan rata-

rata 7 meter. Campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonit,

saprolitic rims, vein dari endapan garnierit, nickeliferous quartz, mangan dan

pada beberapa kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari suatu zona

transisi dari limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral kuarsa yang

mengisi rekahan, serta mineral-mineral primer yang terlapukan membentuk

klorit. Garnierit di lapangan biasanya diidentifikasikan sebagai colloidal

talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentine. Struktur dan

tekstur batuan asal masih terlihat. Lapisan ini terdapat bersama batuan

yang keras atau rapuh dan sebagian saprolit. Lapisan ini merupakan

lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.

4. Zona Bedrock (Batuan Dasar)

Zona ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit dengan kadar

nikel yang rendah (kurang dari 1%) dan secara umum sudah tidak

mengandung mineral ekonomis untuk ditambang. Lapisan ini terdiri atas

batuan peridotit yang tidak atau belum mengalami pelapukan. Zona ini

terfrakturisasi kuat, kadang-kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit

dan silika. Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung

dari morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada

bagian bawah bukit dengan relief yang landai.

II-12
2.6 Nikel Laterit

Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat

pelapukan batuan ultramafik yang mengandung nikel 0,2 – 0,4 % (Golightly,

1981). Jenis–jenis batuan tersebut antara lain batuan yang banyak mengandung

mineral olivin, piroksen, dan amphibole. Nikel laterit umumnya ditemukan pada

daerah tropis, dikarenakan iklim yang mendukung terjadinya pelapukan, selain

topografi, drainase, tenaga tektonik, batuan induk, dan struktur geologi.

Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov

batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur

nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai

hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni,

Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir

bersamaan diantara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada

batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan

peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan

proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja

kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.

Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal

dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang

tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni

yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang

sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-

hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan

II-13
haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur

cobalt dalam jumlah kecil (Gleeson, dkk., 2003).

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama

larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral

akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk

membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau

hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap

pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan

krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang

disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya

seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai

batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa

mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-

urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan

segar yang disebut dengan akar pelapukan (Root of weathering) (Gleeson, dkk.,

2003).

Endapan nikel terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan memakan

waktu lama. Proses pembentukan endapan laterit nikel dimulai ketika batuan

mengalami pengangkatan sehingga tersingkap di permukaan bumi, batuan tersebut

akan terurai. Adanya pelapukan kimiawi dan fisika menghancurkan batuan

tersebut hingga menjadi tanah (soil). Apabila batuan tersebut mengandung nikel

maka pelapukan akan menyebabkan kandungan nikel semakin tinggi. Proses

pembentukan bijih laterit nikel dimulai dari proses pelapukan batuan ultrabasa

II-14
(Dunit atau Peridotit). Batuan ultrabasa tersusun atas atas mineral olivine,

piroksen, amfibol, dan mika. Olivin pada batuan ini mempunyai kandungan nikel

sekitar 0,3 %. Batuan ultrabasa yang mengandung nikel ini mengalami proses

serpentinisasi, yaitu proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin

yang kemudian mengalami proses kimiawi yang disebabkan karena adanya

pengaruh dari tanah. Selanjutnya oleh pengaruh iklim setempat batuan induk

mengalami pelapukan fisika dan kimiawi. Proses tersebut mengakibatkan

terbentuknya endapan laterit nikel (Gleeson, dkk., 2003).

Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan

kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat

pelapukan kimia bervariasi antara 10 – 50 m per juta tahun, biasanya sesuai

dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 – 3 kali lebih cepat dalam batuan

ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas

pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan nikel

lateritik, maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat

membantu dalam menentukan zonasi bijih di lapangan (Darijanto, 1986).

Profil endapan nikel laterit keseluruhan terdiri dari 5 zona gradasi sebagai

berikut (Elias, 1981):

1. Iron Capping

Berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron

capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah.

Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.

II-15
2. Limonite Layer

Berwarna merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil

menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan

sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam

mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc,

tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.

3. Silika Boxwork

Berwarna putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan

sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite,

sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang

terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam

boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork

jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.

4. Saprolite

Merupakan campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic

rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada

beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari

limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan,

mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan

biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang

nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

II-16
5. Bedrock

Merupakan bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang

lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum

sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati

atau sama dengan batuan dasar). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang

membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini

diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni,

akan tetapi posisinya tersembunyi.

2.7 Metode Sampling

Menurut Simandjuntak, 1987 eksplorasi dilakukan dalam pertambangan

ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai nilai ekonomis suatu lokasi

atau area yang akan ditambang. Eksplotasi dilakukan oleh geologist yang

mengambil keputusan layak tidaknya suatu area penambangan, yang harus

diperhatikan bagaimana prospek sumberdaya mineral pada suatu area tambang

sehingga dapat menghasilkan nilai tereka (inferred) yang nantinya dapat dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai indikasi (indicated) pada suatu

sumberdaya mineral (mineral resources).

Tahap awal eksplorasi endapan laterit berupa survey area untuk

mendapatkan data awal. Persiapan peralatan yang mendukung dalam melakukan

eksplorasi sangat penting, ini bertujuan agar dapat memperoleh informasi yang

tepat. Untuk pengambilan data biasanya dilakukan Tespit atau tenching yaitu

pengambilan sampel tanah secara sistematik permeter vertikal melalui channel

II-17
sampling dengan cara pembuatan sumuran 1×1 meter peresegi dengan kedalaman

tertentu. sampel tespit ini dapat memberikan gambaran secara visual kenampakan

profil laterit secara vertikal dengan dimensi tertentu pada daerah yang dianggap

representatif.

Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian

dari keseluruhan yang menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan

inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas dan merupakan sebagian dari

populasi statistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan

informasi keseluruhan. Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan

material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi atau badan bijih (endapan)

dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan deskripsi termasuk lokasi dan

komposisi dari batuan, formasi atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses

pengambilan contoh tersebut disebut sampling.

Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun

tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi maupun eksploitasi) (Calvert &

Hard, 2003).

1. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable

thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja tetapi juga

pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk

mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut.

2. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan saja,

tapi juga pada daerah-daerah sekitar endapan dengan tujuan memperoleh

informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan

II-18
metode penambangan.

3. Selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar

(quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif,

kadar pada bench open pit, atau kadar umpan material).

Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil

tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

1. Tipe endapan, pola penyebaran serta ukuran endapan.

2. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi.

3. Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi atau barren).

4. Kedalaman pengambilan conto yang berhubungan dengan letak dan kondisi

batuan induk.

5. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :

1. Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat

masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.

2. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibat masuknya waste ke dalam conto.

3. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi

(lokasi) sampling tidak memperhatikan kondisi geologi.

4. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang

representatif.

5. Kesalahan yang memberikan bobot nilai.

Menurut Japannese Industrial Standard, rencana pengambilan conto

meliputi beberpa hal, diantaranya adalah :

II-19
1. Ukuran Populasi

Populasi adalah sekumpulan besar material yang akan diambil contohnya.

Besarnya populasi akan berpengaruh pada kuantitas atau jumlah conto yang

harus diambil. Semakin besar pengambilan dilakukan, maka semakin baik data

yang diperoleh, tetapi perlu diingat segi biaya, waktu, serta tenaga.

2. Increment

Adalah jumlah satuan mineral yang dikumpulkan dari populasi sebagai

bagian dari contoh yang diperoleh dengan sekali pengambilan contoh.

3. Bentuk dan ukuran material

Bentuk dan ukuran material akan menentukan cara pengambilan sampel/setiap

increment-nya. Keberhasilan analisis terhadap bahan galian ditentukan

berhasil tidaknya hasil sampling.

Ada dua mekanisme sampling, yaitu :

1. Hand sampling

Hand sampling adalah suatu cara pengambilan conto yang dilakukan dengan

tangan. Cara ini sangat sederhana, sehingga hasilnya sangat tergantung pada

ketelitian operatornya. Cara pengambilan conto secara hand sampling ini ada

beberapa macam yaitu :

a. Grab sampling

Grab sampling adalah cara pengambilan sampel yang paling sederhana.

Cara ini memerlukan ketelitian dari operatornya dan dilakukan apabila

material yang akan diambil benar-benar homogen (serba sama). Cara

pengambilannya dengan menggunakan sekop tangan dengan jumlah yang

II-20
sama dan dalam interval tertentu. Sampel yang diperoleh biasanya kurang

representatif.

b. Shovel sampling

Shovel sampling adalah cara pengambilan sampel dengan menggunakan

shovel. Dengan cara ini mempunyai keuntungan antara lain adalah lebih

murah, waktu yang diperlukan sedikit, dan memerlukan tempat yang tidak

begitu luas. Syarat pengambilannya dengan metode ini adalah bahwa

sampel yang diambil tidak boleh lebih dari dua inci ukuran butirnya.

c. Stream sampling

Stream sampling adalah cara pengambilan contoh dengan menggunakan

alat yang disebut hand sampel cutter. Sampel yang diambil harus berupa

pulp basah dan diambil searah aliran yang ada pada stream tersebut.

d. Pipe sampling

Pipe sampling adalah suatu cara pengambilan sampel dengan

menggunakan alat pipa atau tabung dengan diameter ½ inchi, 1 inchi, 1,5

inchi. Bentuk dari alat ini berupa pipa dengan ujung yang satu dibuat rinci

dan ujung lainnya dibuat untuk pegangan. Pipa tersebut terdiri dari dua

buah pipa dimana yang ada dibagian dalam berukuran lebih kecil,

sehingga antara kedua pipa tersebut terdapat celah untuk tempat sampel

nantinya. Cara ini dipakai apabila material yang akan diambil berupa

material padat yang tidak terlalu keras dan halus. Cara pengambilannya

hanya dengan menekankan alat tersebut pada material yang akan diambil

II-21
dengan posisi tegak lurus, kemudian pipa diputar kekanan dan kekiri

kemudian diangkat.

e. Coning and Quartering

Cara ini merupakan cara yang tertua tetapi masih banyak digunakan dalam

laboratorium. Langkah-langkah yang dilakukan dalam cara ini adalah :

1) Dilakukan pencampuran (mixing) terhadap material yang akan diambil

sebagai contoh.

2) Diambil secukupnya dan dibuat bentuk kerucut (cone)

3) Kerucut tersebut ditekan hingga bagian atasnya rata membentuk

kerucut terpotong, kemudian dibagi menjadi empat bagian yang sama

besarnya.

4) Seperempat bagian yang bersilangan diambil sebagai sampel untuk

dianalisa

2. Mechanical Sampling

Metode ini biasanya dipergunakan untuk mengambil contoh dalam jumlah

banyak dibandingkan dengan cara hand sampling. Disamping itu dengan cara

ini akan didapat hasil yang lebih representative dari pada “ Hand Sampling “.

Dari hasil pengambilan contoh baik dengan metode “Hand sampling “

maupun “mechanical sampling”, sebagai langkah selanjutnya adalah

melakukan penganalisaan. Contoh alat termasuk mechanical sampling adalah :

a. Riffle sampler

Alat ini bentuknya berupa persegi panjang dan pada bagian dalam dibagi

menjadi beberapa sekat yang arahnya saling berlawanan. Riffle-Riffle

II-22
inilah yang berfungsi sebagai pembagi contoh tersebut dengan harapan

dapat terbagi sama rata.

b. Vezin sampler

Alat ini pada bagian dalamnya dilengkapi dengan “revolting cutter”. Yaitu

pemotong yang dapat berputar pada porosnya sehingga akan membentuk

suatu area yang bulat/bundar sehingga diharapkan dapat memotong

seluruh alur dari bijih.

Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan

karakteristik endapan yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan

morfologi endapan akan berpengaruh pada tipe dan kualitas sampling. Logam

nikel disamping diambil mineral primer, juga dapat diambil dari endapan sedimen

residu yang berupa mineral granierit. Proses pelapukan kimia yang terjadi pada

batuan ultra basah yang mengandung unsur nikel di dalamnya. Makin lama

endapan yang tertinggal di tempat asal akan terakumulasi, sehingga kemurnian

dan nilai komersil tercapai, karena unsur-unsur yang tidak dikehendaki

meninggalkan tempatnya. Persyaratan yang bisa membentuk endapan laterit nikel

ini antara lain :

1. Batuan induk berupa batuan beku basa-ultra basa yang mengandung unsur Ni.

2. Iklim tropis sampai subtropis, dimana pelapukan kimia jauh lebih besar dari

pada pelapukan mekanis.

3. Pelapukan terjadi pada batuan yang letaknya pada atau dekat permukaan bumi.

Kadang-kadang endapan nikel ditemukan pada retakan ultra basa dan

terdapat di bawah lapisan laterit. Endapan nikel laterit yang ekonomis biasanya

II-23
terdiri dari 1,5 – 3,9 % Ni, 6 – 10% H2O, 40 – 55% SiO2, 20 – 30% MgO, 13 –

20% Fe2O3, 0 – 1% Al2O3 dan CaO, 0 – 2% CO, dan 0,1 – 0,8% Cr2O3.

2.8 Preparasi Sampel (Conto)

Preparasi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam mempersiapkan

conto untuk dianalisis, yang metodenya disesuaikan dengan keadaan conto dan

kepentingan. Berdasarkan keadaan contonya, terdapat 2 jenis preparasi:

1. Conto ruah (bulk samples). Preparasinya meliputi pengeringan, penimbangan

(pengukuran volume), pencucian, pendulangan, pengeringan, pengayakan,

pemagnetan, dan penimbangan masing-masing fraksi.

2. Konsentrat dulang. Prinsip preparasinya adalah pemisahan mineral

berdasarkan sifat kemagnetan (magnetic separation).

Pengambilan sampel/conto adalah tahap awal, untuk selanjutnya

dipreparasi, kemudian dianalisis. Oleh karena itu pengambilan conto ini dipilih

seperlunya saja tetapi representatif. Pengambilan conto merupakan pekerjaan

pengambilan sebagian kecil dari material, sedemikian rupa sehingga conto

mewakili sifat seluruh material tersebut. Didalam melakukan pengambilan, lebih

baik mengambil conto beberapa kali dengan jumlah kecil daripada mengambil

conto hanya sekali dengan jumlah yang banyak. Tingkat kepastian dari

penyebaran endapan, jumlah cadangan serta kualitas cadangan merupakan dasar

dalam perencanaan aktivitas pada industri pertambangan, sehingga peranan

kegiatan eksplorasi menjadi hal yang sangat penting sebagai langkah awal dari

seluruh rangkaian pekerjaan dalam industri pertambangan (Widayati, 2005).

II-24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan di PT. Teknik Alum Service ini

merupakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur

pengambilan sampel dan preparasi Nikel laterit hasil uji laboratorium. Selanjutnya

dengan penelitian kuantitatif menghasilkan data deskriptif berupa tulisan atau

lisan yang didapat melalui observasi pada PT. Teknik Alum Service.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu Pelaksanaan Penelitian tugas akhir di PT. Teknik Alum Service,

Desa Buleleng dan Torete Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali

Provinsi Sulawesi Tengah, dimulai pada bulan September-Oktober 2018.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian

tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis

mengambil lokasi di PT. Teknik Alum Service, Desa Buleleng dan Torete

Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.

III-1
3.3 Sumber Data

3.3.1 Data Primer

Data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari pengamatan

lapangan pada objek penelitian, antara lain :

1. Data pengambilan conto dari front penambangan.

2. Data alur preparasi conto.

3. Hasil Analisis laboratorium instrument.

4. Hasil Analisis kadar.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang sudah ada

berupa:

1. Gambaran umum daerah penelitian, meliputi : peta lokasi perusahaan, peta

wilayah IUP, kondisi geologi setempat, dan data curah hujan.

2. Keadaan umum perusahaan, meliputi : sistem penambangan yang di gunakan,

peralatan – peralatan di gunakan, dan hasil produksi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi, penulis menggunakan metode :

a. Metode Literatur

Dalam metode ini penulis mengumpulkan data-data dengan mempelajari

berbagai literatur penyelidikan yang berkaitan dengan topik permasalahan baik

dari materi kuliah, buku-buku referensi, dan hasil penelitian sebelumnya sebagai

data sekunder.

III-2
b. Metode Interview/Wawancara

Dalam metode ini penulis mengumpulkan data-data dari pembimbing

lapangan dan pihak yang terkait dengan cara melakukan wawancara.

c. Metode Pengamatan/Observasi

Dalam penulisan ini penulis mengumpulkan data-data dengan cara

melakukan pengamatan langsung dilapangan, yaitu dari hasil pengamatan dan

analisis sampel perusahaan.

3.5 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

penelitian yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari kemudian di tarik kesimpulan. Dengan kata lain

populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti

semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

penelitian populasi.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah sampel nikel sesuai

dengan yang diinginkan untuk dipreparasi kemudian dianalisis jumlah kadarnya.

3.6. Metode Pengolahan

Data yang diperoleh di lapangan masih merupakan data mentah yang

memerlukan pengolahan lebih lanjut. Untuk memperoleh nilai data yang

representatif dari jumlah data yang ada maka digunakan metode statistik dan

selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan-persamaan

yang berhubungan dengan mengitung analisis kadar nikel di perusahaan tersebut.

III-3
Berdasarkan data-data yang diperoleh kemudian data tersebut di olah

menggunakan Ms.Excel.

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Pengambilan Sampel

Dari perusahaan akan dilakukan pengambilan sampel yaitu dengan cara

sampling atau pengambilan sampel/conto yang merupakan tahap awal dari suatu

analisis, oleh karena itu pengambilan conto ini dipilih seperlunya saja tetapi

representatif. Pengambilan contoh merupakan pekerjaan pengambilan sebagian

kecil dari material, sedemikian rupa sehingga conto mewakili sifat seluruh

material tersebut.

3.7.2 Prosedur Preparasi Conto

Sebelum dilakukan pengamatan dengan mikroskop, secara umum

preparasi untuk contoh adalah sebagai berikut:

1. Pengeringan

Conto yang diterima dalam keadaan basah dikeringkan terlebih dahulu di

udara terbuka atau dalam oven dengan temperatur di bawah 100°C.

2. Penumbukan

Penumbukan hanya dilakukan terhadap conto berupa sedimen dan batuan

padat untuk mendapatkan butiran mineral dan fragmen batuan yang halus,

tanpa merusak bentuk aslinya.

3. Penimbangan

Conto yang sudah kering ditimbang dan dicatat dalam formulir analisis.

III-4
4. Pembagian

Pembagian conto (cone quartering/splitting) dilakukan apabila berat conto

yang diterima melebihi kebutuhan (> 1000 gram).

5. Pengayakan

Pengayakan dilakukan untuk mendapatkan mineral berdasarkan perbedaan

ukuran besar butirnya.

6. Penghitungan komposisi fraksi

Setiap fraksi dihitung persentasenya terhadap berat conto asal

3.7.3 Analisis Kadar Nikel

Setelah dipreparasi, selanjutnya dilakukan analisis kadar nikel. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menghitung sumberdaya nikel laterit

yang telah didapatkan baik dari hasil pemboran maupun peledakan yang

dilakukan oleh PT. Teknik Alum Service untuk memperoleh nikel laterit. Data

yang dikumpulkan dalam penyusunan ialah data primer dan data sekunder. Data

primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan dari lokasi penelitian kemudian

diolah serta dianalisis agar lebih mudah dalam pemecahan masalah dalam

penelitian ini.

III-5
3.8 Bagan Alir Penelitian

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

III-6
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, D. 2016. Studi Teknis Reklamasi Lahan Pasca Tambang di PT. Teknis
Alum Service. Kolaka.

Bankes., 2003. Estimation of mineral resources and mineral reserves best


practice guidelines. Ensiklopedi Pertambangan Edisi 3, Puslitbang
Teknologi Mineral.
Calvert, S. J. & Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology Of The Lariang
AndKarama Regions, Western Sulawesi: New Insight Into The Evolution
Of The Makassar Straits Region, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum
Association.

Darman, H. dan Sidi, H. 2000. An Outline of the Geology of Indonesia,


Indonesian Geologists Association publication, Jakarta.

Darijanto, Totok., 1986. Genesa Bijih Nikel Lateritik. Gebe

Elias.M., 1981.Nickel Laterite Deposites – Geological Overview, Resources and


Exploitation. CAS Australia.

Gleeson, S.A., Butt, C.R.M., Elias, dan M., 2003. Nickel laterites a review.
Society of Economic Geologist Newsletter, 54, 9-16.

Golightly JP. 1979. Nickel ferous Laterites : a general description. In : Evans DJI,
Shoemaker RS, Veltman H (eds) International Laterite Symposium.
Society of Mining Engineers, New York, pp 3-23.

Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian Regions, U.S.Goverment


Printing Office: Washington.

Simandjuntak, T.O., 1987. Sedimentology and Tectonics of the Collision Complex


in The East Arm of Sulawesi. University of London, UK.

PT. Teknik Alum Service

Waheed A., 2002, Nickel Laterites - A Short Course On The Chemistry,


Mineralogy And Formation of Nickel Laterites, PT. Inco Indonesia
(Unpublished).

Widayati, A. H, 2005. Metode Perhitungan Cadangan. Modul Responsi TE, 323.

Anda mungkin juga menyukai