Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS PENCEMARAN AIR AKIBAT PENAMBANGAN

BIJIH NIKEL STUDI KASUS PT. WANATARIA PERSADA


KABUPATEN HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU
UTARA

Disusun oleh:

Nama : M. Risal S. Hi. Yusup

NPM : 07381911053

Kelas : IV

PROGRAM STUDI PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
laporan ini dengan judul “Analisis Perbedaan Cadangan Endapan Bijih Nikel
Saprolit Hasil Eksplorasi Dengan Realisasi Penambangan Pada PT. Harita
Group”.
Meskipun saya telah berusaha menyelesaikan laporan ini sebaik mungkin,
saya menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan untuk
itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna untuk
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Akhir kata,
saya berharap semoga laporan ini berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan.

Ternate, 15 maret 2021

M. Risal S. Hi. Yusup

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul
Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
1.4 Batasan Masalah.......................................................................................2
1.5 Manfaat.....................................................................................................2
1.6 Sistematika Penulisan...............................................................................3
BAB II Tinjauan Umum
2.1 Lokasi Kesampaian Daerah......................................................................4
2.2 Profil Perusahaan......................................................................................6
2.3 Geologi Regional......................................................................................7
BAB III Tinjauan Pustaka
3.1 Genesa Endapan Nikel Laterit ...............................................................15
3.2 Eksplorasi ..............................................................................................17
3.3 Proses penambangan ..............................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang
memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup melimpah, dengan adanya
potensi kekayaan sumber daya alam tersebut, maka daerah Maluku Utara
memiliki prospek yang potensial untuk bahan galian logam maupun non-logam,
seperti nikel-cobalt, tembaga, emas dan perak, yang merupakan sumber daya alam
unggulan untuk dikembangkan lebih lanjut. Khusus bahan galian nikel
penyebarannya di Indonesia didominasi oleh endapan bijih nikel laterit yang
terbentuk akibat hasil pelapukan atau proses laterisasi batuan ultrabasa Peridotit.
Begitu pula dengan penyebaran endapan bijih nikel laterit di Provinsi Maluku
Utara, khususnya Pulau Obi. Endapan nikel laterit di pulau Obi saar ini sementara
di eksploitasi oleh beberapa perusahaan swasta salah satunya PT. Harita Group.
Di Maluku Utara, PT. Harita Group melakukan eksplorasi dan operasi
produksi pertambangan melalui tiga perusahaan yaitu, PT. Gane Permai Sentosa,
PT. Trimega Bangun Persada dan PT. Mega Surya Pertiwi. Usaha pertambangan
dilakukan oleh PT. Gane Permai Sentosa di Pulau Obi, Halmahera Selatan, antara
lain Blok Loji, Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Berdasarkan SK Bupati Halmahera Selatan No 90 Tahun 2007 memiliki luas
1.128,23 Ha. Blok Jikodolong, Desa Baru dsk, Kecamatan Obi, Kabupaten
Halmahera Selatan. Berdasarkan SK Bupati Halmahera Selatan No 53 Tahun
2010 memiliki luas 1.400,06 Ha.
Kegiatan utama dari sistem penambangan yang dilakukan oleh pihak
perusahaan PT. Harita Group adalah dengan sistem penambangan terbuka
(Surface Mining) yaitu menambang dari punggung bukit kebawah (Open Cut
Mining) dengan membuat jenjang (Bench) sehingga terbentuk bukaan - bukaan.
Tahapan kegiatan dalam sistem tambang terbuka disini ialah Land clearing,
Pengupasan lapisan tanah penutup (stripping of overburden), Penambangan bijih
nikel, selanjutnya pengangkutan dan pemuatan bijih nikel.
Kegiatan produksi PT. Harita Group, senantiasa dikontrol dan diawasi kadar
bijih nikel pada saat penambangan, dimana pengontrolan dan pengawasan bijih

1
nikel ini dilakukan baik terhadap kadar air maupun terhadap kadar bijih nikel itu
sendiri. Namun, untuk memenuhi persyaratan tersebut dari pihak manejmen
perusahaan diperhadapkan pada suatu permasalahan, yang mana dari hasil analisis
kimia menunjukan bahwa kadar bijih nikel selalu terjadi perubahan (penurunan)
setelah dilakukan kegiatan penambangan dan hingga dibawa ke stock yard.
Dengan demikian, dari permasalahan inilah sehingga dilakukan penelitian dengan
judul “Analisis Perbedaan Cadangan Endapan Bijih Nikel Saprolit Hasil
Eksplorasi Dengan Realisasi Penambangan Pada PT. Harita Group“.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut :
a. Berapa besar kadar bijih nikel pada saat dilakukan kegiatan eksplorasi ?
b. Berapa besar perubahan kadar bijih nikel saprolit dari kegiatan eksplorasi
sampai pada kegiatan penambangan ?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan kadar
bijih nikel saprolit tersebut ?
1.3 Tujuan
Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kadar bijih nikel saprolit pada saat dilakukan kegiatan
eksplorasi
b. Untuk mengetahui berapa besar perubahan kadar bijih nikel saprolit dari
kegiatan eksplorasi sampai pada kegiatan penambangan.
c. Untuk mengetahui faktor - faktor penyebab terjadinya perubahan kadar
bijih nikel saprolit.
1.4 Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada perubahan kadar biji nikel saprolit dari
hasil kegiatan eksplorasi sampai kegiatan penambangan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan kadar tersebut.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang perubahan kadar nikel saprolit secara praktis. Hasil dari

2
penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menyesuaikan dan
mengurangi terjadinya perubahan kadar Dan sebagai persyaratan studi dalam
jenjang Strata Satu (S-1).

1.6 Sistematika Penulisan


Untuk penulisan laporan ini disajikan dalam 6 (enam) bab dengan
sistematikanya adalah sebagai berikut :
a. Bab satu, merupakan pendahuluan yang memuat tentang Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, Kegunaan
Penelitian dan Sistematika Penulisan
b. Bab dua, tinjauan umum yang mengemukakan tentang keadaan lokasi
penelitian, geologi daerah penelitian, genesa endapan bahan galian dan
kegiatan penambangan
c. Bab tiga, tinjauan pustaka yang memuat antara lain kegiatan eksplorasi,
proses penambangan, pengambilan conto, dan preparasi sampel
d. Bab empat, metode penelitian yang memuat tentang tahapan penelitian,
metode penelitian, variabel penelitian dan analisis data
e. Bab enam, penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi Kesampian Daerah


Lokasi kegiatan kuliah lapangan yang dilakukan tepatnya di daerah Kawasi
secara administratif terletak di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan,
Propinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak pada 127023’26” BT sampai
127028’0’’BT dan 01030’05’’LS sampai 01036’26’’LS. (Gambar 2.1)
Untuk menempuh perjalanan ke daerah penambangan Nikel daerah prospek
Kawasi oleh PT. Harita Group yakni bisa melalui jalur laut dan jalur udara. Untuk
jalur laut perjalanan dilakukan dari kota Ternate dengan kapal penumpang yang
memiliki kapasitas 400 sampai 500 penumpang menuju pelabuhan pertama yaitu
pelabuhan Babang Kecamatan Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan.Untuk
jalur udara menggunakan pesawat terbang dari Bandar Udara Sultan Babullah
menuju Bandar Udara Oesman Sadik dengan jarak tempuh ± 30 menit. Kemudian
perjalanan di lanjutkan menuju ke pelabuhan Semut Kupal dengan jarak tempuh ±
1 jam. Dilanjutkan menuju daerah Kawasi menggunakan speed boat dengan jarak
tempuh ± 3 jam. Setelah sampai di pelabuhan Kawasi, perjalanan di lanjutkan
menggunakan bis menuju perusahaan.
Secara administratif daerah Kawasi dimana tempat kegiatan penambangan
bijih nikel dilakukan berbatasan langsung dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Karo
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Daerah Loji
3. Sebelah Timur berbatasan dengan daerah Kawasan Hutan.

4
Sumber : Peta Administratif Halmahera Selatan, 2008.

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

5
2.2 Profil Perusahaan PT. Harita Group
PT. Harita Group memulai pengembangan divisi Pertambangan dengan
melakukan eksplorasi emas sejak tahun 1976 bersama dengan Rio Tinto Plc
membentuk PT. Kelian Equatorial Mining.Produksi komersial dimulai pada tahun
1992 dengan kapasitas pengolahan 6 juta ton per tahun.Pertambangan PT. KEM
ini telah selesai pada pertengahan tahun 2003 dan dilanjutkan dengan penutupan
pabrik pengolahan pada awal tahun 2005.
Selanjutnya, PT. Harita Group melakukan kerjasama dengan Lanna
Resources Public Co. Ltd., Thailand, mendirikan PT. Lanna Harita Indonesia dan
PT. Citra Harita Mineral untuk mengeksplorasi penambangan batubara di
Samarinda dengan total konsesi 30.000ha dengan proven reserves 10 juta ton.
Harita Group memiliki 35% saham dalam kedua perusahaan tersebut.
Berdasarkan pengalaman dengan perusahaan asing tersebut, maka PT.
Harita Group berkeinginan untuk mengembangkan konsesi mineral yang
dimilikinya yang mencakup batu bara, bauksit, nickel, bijih besi, emas dan
tembaga. Perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi adalah PT. Harita Prima
Abadi Mineral dan PT. Karya Utama Tambang yang mengelola bahan galian
Bauksit. PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang, PT. Gane Permai Sentosa dan PT.
Trimegah Bangun Persada mengelola bahan galian nikel. PT. Dharma Puspita
Mining, PT. Lanna Harita Indonesia dan PT. Citra Harita Mineral mengelola
bahan galian batubara serta masih ada lebih dari 20 konsesi pertambangan yang
saat ini masih dalam tahap eksplorasi.
Di Maluku Utara, PT. Harita Group melakukan eksplorasi dan operasi
produksi pertambangan melalui tiga perusahaan yaitu, PT. Gane Permai Sentosa,
PT. Trimega Bangun Persada dan PT. Mega Surya Pertiwi. Usaha pertambangan
dilakukan oleh PT. Gane Permai Sentosa di Pulau Obi, Halmahera Selatan, antara
lain Blok Loji, Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Berdasarkan SK Bupati Halmahera Selatan No 90 Tahun 2007 memiliki luas
1.128,23 Ha. Blok Jikodolong, Desa Baru dsk, Kecamatan Obi, Kabupaten
Halmahera Selatan. Berdasarkan SK Bupati Halmahera Selatan No 53 Tahun
2010 memiliki luas 1.400,06 Ha.

6
PT. Trimegah Bangun Persada berdasarkan Keputusan Bupati Halmahera
Selatan No 186 A Tahun 2008 tanggal 7 Agustus 2008 tentang Pemberian Kuasa
Pertambangan Ekplorasi Bahan Galian Nikel dmp. memiliki lahan ekplorasi
seluas 6.720,55 Ha di Blok Kawasi Desa Kawasi Kecamatan Obi Kabupaten
Halmahera Selatan. Kemudian berdasarkan Keputusan Bupati Halmahera
Selatan No. 18 Tahun 2010 tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Operasi Produksi Bahan Galian Nikel dmp seluas 4.247 Ha di Desa Kawasi DSK
Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
PT. Megah Surya Pertiwi (Harita Group) bergerak di bidang peleburan
ferro-nickel (Smelter Nickel).Pembangunan tiga lini smelter terdahulu
berlangsung mulai kuartal II 2015.Ketiganya lalu beroperasi per kuartal IV
2016.PT. Megah Surya Pertiwi padatahun 2017 membangun konstruksi pabrik
ferro-nickel dan kuartal I tahun 2018 sudah mengoperasikan smelterferro-nickel
lini keempat berkapasitas 60.000 ton per tahun di Kepulauan Obi, Halmahera
Selatan, Maluku Utara. PT. Megah Surya Pertiwi saat ini memiliki smelter ferro-
nickel berkapasitas 240.000 ton per tahun.

2.3 Geologi Regional


Daerah kegiatan kuliah lapangan termasuk dalam peta geologi regional
Pulau Obi yang dikompilasi dari lembar geologi Pulau Obi (Sudana dkk, 1994),
yang dipublikasikan oleh Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral Bandung,
(Gambar 2.2).

2.3.1 Struktur Geologi


Secara tektonik ada dua jalur sesar besar yang membatasi Pulau Obi, yaitu
sesar Sorong-Sula Utara di Selatan dan sesar Sorong-Maluku di bagian Utara
sedangkan di bagian Timur dibatasi oleh “The Circum Pacific Orogenic Belt,
kegiatan tektonik ini masih aktif sampai saat ini (Katili 1974).
Menurut Hamilton (1978) di daerah ini terdapat sesar normal. Sesar normal
pada umumnya merupakan kontak struktur antara batuan ultrabasa dengan satuan
batuan yang lebih muda. Sesar tersebut berarah Barat-Timur, Baratlaut-Tenggara
dan Timurlaut-Baratdaya. Danau Karu di bagian Barat Pulau Obi diduga dibatasi
dua sesar yang berarah Utara-Selatan. Lipatan berkembang baik pada batuan
sedimen Tersier, berarah Baratlaut-Tenggara, Barat-Timur dan Utara-Selatan.

7
Kelurusan berarah Baratlaut-Tenggara dan Baratdaya-Timurlaut. Kegiatan
tektonik diduga mulai pada sebelum jura ditandai dengan munculnya batuan
ultrabasa dan malihan. Tektonik berikutnya terjadi pada jura, merupakan
penurunan diikuti oleh pengendapan sedimen Formasi Loleo-basso. Pada Kapur
sampai Eosen terjadi pengangkatan dan pemalihan Formasi Loleo-basso. Pada
Oligosen-Miosen terjadi lagi penenggelaman diikuti pengendapan Formasi Fluk
dan Formasi Bacan, kemudian terjadi lagi pengangkatan disertai kegiatan
gunungapi, terobosan diorit dan gabro, yang menghasilkan formasi-formasi Woi,
Obi dan Anggai. Fluktuasi ini terus berlangsung sampai sekarang, yang
ditunjukkan oleh terbentuknya undak-undak pantai dan pertumbuhan
batugamping terumbu disertai kegiatan gunungapi. Batuan tertua yang ditemukan
di Pulau Obi ialah batuan ofiolit dan metamorf berumur pra-tersier. Kontak kedua
batuan tersebut diperkirakan berupa kontak struktur.

2.3.2 Stratigrafi
Berdasarkan geologi regional Pulau Obi (Gambar 2.3), stratigrafi Pulau Obi
tersusun oleh formasi tertua sampai termuda yaitu sebagai berikut :
a. Batuan Ultramafik (pTum)
Batuan ini merupakan batuan tertua didaerah penelitian yang tersusun oleh
mineral serpentinit, piroksenit dan harsburgit. Serpentinit; kalabu kehijauan,
terdiri dari serpentin, olivin, magnetit, dan oksida besi. Piroksenit; kelabu muda
kehijauan, terdiri dari: piroksen, olivin, magnetit dan kromit. Harsburgit, dengan
warna kuning kehijauan, terdiri dari: piroksen, olivin. Batuannya sangat
tergeruskan, mengandung urat kuarsa dan kalsit, lateritisasi dan serpentinisasi kuat
sekali. Setempat ditemukan retas diorit dan gabro yang mengandung pirit.
Umurnya diduga Pra Tersier.

b. Batuan Malihan (pTs)


Terdapat sekis muskovit dan sekis klorit. Umumnya berwarna kelabu,
hijau, dan coklat, dan bentuk pejal, perdaunan yaitu terdiri dari kuarsa,
muskovit, klorit, serisit, epidot, limonit, magnetit dan bijih. Setempat urat kuarsa
dan kalsit. Satuan ini diduga benunur Pra Tersier.

8
c. Formasi Loleobaso (Js)
Diakibatkan proses pemalihan oleh pengaru suhu dan tekanan yang tinggi
sehingga menyebabkan proses metamorfisme terbentuk di formasi tersebut.
Formasi Loleobaso terdapat perselingan batupasir malihan, batulempung, sabak,
serpi, dan tuf. Secara umum berwarna kelabu sampai hijau, pejal, berlapis baik,
perairan sejajar, setempat berdaunan; urat kalsit, terdiri dari lempung, klorit,
serisit, kalsit, felspar, kuarsa dan rombakan karbon dan bijih. Berdasarkan fosil
Phylloceras, Stemphanoceras Maccocephlites, diduga berumur Mesozoikum
(Jura), formasi ini diduga tertindih tak selaras dengan Formasi Bacan. Dengan
tebalnya mencapai 500 m.
d. Formasi Fluk (Tomf)
Dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan tektonik serta aktifitas
volkanisme yang ditandai dengan penerobosan diorit dan gabro dan terdapat
lempung, pasir, serpih, dan konglomerat, dan batugamping. Batupasir, berwarna
kelabu kehijauan, pejal, gampingan berbutir halus sampai sedang, perairan sejajar.
Batulempung, kehijauan, pejal, kersikan, gamping. Serpih, kalabu kehitaman,
pejal, karbonat. Konglomerat terdiri kepingan batuan ultramafik, andesit dan
batugamping. Batugamping hablur, kelabu muda, pejal. Setempat terdapat urat
yang mengandung mineral sulfida besi. Bagian bawah Formasi Fluk menjemari
dengan bagian atas Formasi Bacan. Dengan ketebalan mencapai 100 m. Sebaran
terdapat dibagian tenggah Pulau Obi. Satuan ini tertindih takselarasan oleh
Formasi Anggai, Formasi Woi dan Formasi Obi.
e. Formasi Bacan(Tomb)
Juga dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan tektonik serta aktifitas
volkanisme sehingga terbentuknya breksi dan lava andesit, bersisipan batu pasir
tufan dan batu lempung berwarna kelabu kehijauan. Breksi berkomponen andesit,
berasal dari sedikit rijang merah. Lava yang berwarna kelabu kehijauan, andesit,
terpropilitkan, kalsit dan kuarsa. Sisipan batupasir dan batulempung berlapis baik.
Foraminifera : Globorotalia kulgeri, Globigerina venezuelana dan Austrotlilina.
Menunjukkan umur Oligosen - Miosen bawah. Tebal lebih dari 100 m.
Tersingkap di Pulau Obi tengah dan Pulau Obilatu. Bagian atasnya menjemari
dengan Formasi Fluk dan tak selarasan dengan batuan Ultramafik.

9
f. Batuan Terobosan (Tmd dan Tmg)
Merupakan stok dan retas diorit dan gabro. Diorit (Tmd) berwarna kelabu
kehijauan terdirir dari plagioklas, ortoklas, klorit, kuarsa, bijih dan sedikit zirkon.
Gabro (Tmg) berwarna kelabu bintik hitam terdiri atas plagioklas, piroksen,
aktunolit, dan bijih.
g. Formasi Obi (Tmpo)
Formasi Obi terdapat breksi dan lava bersisipan tuf pasir dan batu lempung
tufa. Breksi berkomponen kerakal andesit dan basal, berwarna kelabu sampai
kehitaman, tufan. Lava yang bersusun andesit piroksen, yang berwarna kelabu
yang terkekarkan. Tufa pasiran dan batulempung tufan mengandung foran:
Globorotalia tosaensis, Globigerinoides olbliquus, Globigerinoides fistolosus dan
Sphaeradinella dehisccen, menunjukkan Miosen Atas – Pliosen, berlingkungan
batial. Satuan ini terletak tak selaras diatas Formasi Bacan dan menjemari
dengan Formasi Woi dan Formasi Anggai.
h. Formasi Anggai (Tmpa)
Terdapat Batugamping dan batugamping pasiran, pejal. Fosil
foraminifera yaitu, Lepidocyclina, Myogipsinades sp, Marginopora sp,
Cycloclypeus sp, menunjukkan umur Miosen atas sampai Pliosen- Sebarannya di
Timur Pulau Obi. Ketebalan kurang lebih 500 m. Formasi Anggai menjemari
dengan Formasi Woi.
i. Formasi Woi (Tmpw)
Formasi ini terdapat endapan batupasir, konglomerat dan napal.
Batupasir berwarna kelabu, terpilah sedang, tufan. Konglomerat berwarna
kelabu, kerakal andesit, basal dan batugamping. Napal kelabu, foraminifers
dan moluska, setempat lignitan. Fosil foraminifera diantaranya
Globigerinoides ruber, Fistolusus, Globoquadrina altispira, Orbulina universe,
Globorotalia acostaensis dan Pulleniatina obliqueloculato. Ini menunjukkan
umur Miosen Atas sampai Pliosen, berlingkungan sublitoral-batiael. Tebalnya
antara 500 m - 600 m.

10
j. Formasi Kayasa (Qpk)
Formasi ini terdapat Breksi dan lava. Breksi berkomponen basal dan
andesit terpilah buruk, pejal. Lava basalan dan andesitan, kelabu, berongga,
terkekarkan. Urnurnya diduga Plistosen.
k. Batugamping Terumbu (Ql)
Terdapat batugamping terumbu dan breksi batugamping, foraminifera dan
moluska, Undak terumbu di Pulau Bisa mencapai ketinggian 50 m, di Pulau
Obi dan utara. Pulau Tapes mencapai 8 m. Foraminifera diantaranya
Marginopora sp dan Calcarina Cf spengllen (Gmelin) umur satuan ini tak lebih
tua dari Pliosen.
l. Formasi Aluvium
Terdapat lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal sebagai endapan pantai
dan sungai. Rombakan karang ditemukan di pulau-pulau kecil di Utara Pulau Obi.

11
Sumber : Peta Geologi Pulau Obi Halmahera Selatan, 1994.

Gambar 2.2. Peta Geologi Lembaran Pulau Obi (Sudana dkk, 1994)

12
Holosen

Plistosen

Pliosen

Miose
n
Oligos
en
Eosen

Paleosen

Gambar 2.3. Kolom Stratigrafi Pulau Obi (Sudana dkk, 1994)

2.3.3 Geomorfologi
Secara morfologi Pulau Obi dapat dibagi menjadi 3 satuan morfologi yaitu
satuan morfologi pegunungan terjal, menempati bagian tengah Pulau Obi, satuan
morfologi perbukitan bergelombang dengan ketinggian 50 – 500 m dpl,
disepanjang pantai mengelilingi Pulau Obi dan satuan morfologi dataran
menempati daerah tepi pantai dan sungai terutama pantai bagian Timur Pulau Obi.

13
Gambar 2.4 Peta Geomorfologi Pulau Obi.

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Genesa Endapan Nikel Laterit


Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan
dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi
dengan udara (O2 atau CO2) menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi
larutan. Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur
setempat membentuk kristal mineral baru.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan
ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan
cepat pada daerah yang lembab atau panas dari pada di daerah kering atau sangat
dingin. Curah hujan rata-rata dapat mencerminkan kecepatan pelapukan, tetapi
temperatur sulit dapat diukur. Namun secara umum, kecepatan pelapukan kimia
akan meningkat dua kali dengan meningkat temperatur setiap 10 0C. Mineral basa
pada umumnya akan lebih cepat lapuk dari pada mineral asam. Itulah sebabnya
basalt akan lebih cepat lapuk dari pada granit dalam ukuran yang sama besar.
Sedangkan pada batuan sedimen, kecepatan pelapukan tergantung dari komposisi
mineral dan bahan semennya.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO 2 berasal dari
udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang
tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultrabasa, menghasilkan Mg, Fe, Ni
yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang
sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-
hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan
haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur
cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama
larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral
akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk
membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau
hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap

15
pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan
krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang
disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya
seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai
batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa
mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-
urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan
segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah :

1. Batuan asal.

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan


nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal
ini pada batuan ultra basa tersebut :
 terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya
 mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak
stabil, seperti olivin dan piroksin
 mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan
memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

2. Iklim.

Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi


kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan
terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan
temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan
mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan

3. Reagen-reagen kimia dan vegetasi.

Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsurunsur dan


senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air
tanah yang mengandung CO memegang peranan penting didalam proses

16
pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan
dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya
dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan :
 penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti
jalur akar pohon-pohonan
 akumulasi air hujan akan lebih banyak

 humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk,


dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat
endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi.
Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan
terhadap erosi mekanis.

4. Struktur.

Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas


yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya
rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan
berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

5. Topografi.

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air


beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan
bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk
mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-
pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah
yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa
ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang
curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak
daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang
intensif.

6. Waktu.

17
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup
intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
3.2 Eksplorasi
Eksplorasi adalah kegiatan teknis ilmiah untuk mencari tahu suatu area,
daerah, keadaaan, ruang yang sebelumnya tidak diketahui keberadaan akan isinya.
Eksplorasi yang ilmiah akan memberikan sumbangan terhadap khazanah ilmu
pengetahuan. Eksplorasi tidak hanya dilakukan disuatu daerah, dapat pula di
kedalaman laut yang belum pernah dijelajah, ruang angkasa, bahkan wawasan
alam pikiran (eksloration of the mind) (Koesoemadinata, 2000). Menurut Thomas
Kunh, 1962 dalam Koesoemadinata, 2000 dalam bukunya The structure of
scientific revolution memberi pengertian bahwa jika seseorang akan mencari
sesuatu sadar/tidak sadar dia harus sudah mempunyai model yang dicarinya.
Begitu juga bagi seorang geolog, harus sudah mempunyai bayangan model dan
konsep dari eksplorasi. Selain itu juga harus mengetahui sistem yang efektif untuk
melakukan kegiatan eksplorasi di suatu daerah yang dicari. Yang terakhir
menentukan metoda untuk mencari dan melacak cebakan mineral, gejala – gejala
geologi, dan sebagainya.
Tujuan kegiatan eksplorasi adalah untuk mengetahui penyebaran jumlah
cadangan dan kadar dari suatu endapan bahan galian serta juga untuk mengetahui
keadaan, posisi atau letak bijih dan lapisan batuan sekelilingnya (Country Rock).
Hasil dari kegiatan eksplorasi ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan
nilai ekonomis dari suatu endapan bijih, menentukan metode dan sistem
penambangan serta umur tambang dari suatu kegiatan penambangan endapan
bahan galian. Untuk mengetahui kadar pada suatu endapan bahan galian maka
diadakan kegiatan eksplorasi, yaitu segala cara penyelidikan geologi
pertambangan untuk menetapkan lebih teliti adanya bahan galian dan sifat serta
letak bahan galian dibawah permukaan bumi dengan cara dilakukannya
pengeboran.

Tahapan-Tahapan Eksplorasi :
1. Eksplorasi Pendahuluan
Dalam eksplorasi pendahuluan ini, tingkat ketelitian yang diperlukan masih
kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga

18
mempunyai skala yang relatif kecil. Sebelum memilih lokasi-lokasi
eksplorasi dilakukan studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari
survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan temuan dan lain-lain,
lalu dipilih daerah yang akan disurvey. Setelah pemilihan lokasi ditentukan
langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan propinsi
metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk memilih daerah
eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan
tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, singkapan-
singkapan batuan pembawa bahan galian dan yang perlu juga diperhatikan
adalah perubahan /batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan
kemiringannya), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya.
2. Eksplorasi Detail
Setelah tahap eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan eksplorasi tahap
detail. Kegiatan utama dalam tahap ini ialah sampling dengan jarak yang
lebih dekat (rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor
untuk memdapatkan data-data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan
ketebalan cadangan (volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara
mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan
cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil
(< 20%), sehingga dengan demikian perencanaan tambang yang dibuat
menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
3. Studi Kelayakan
Pada tahap ini dibuat rencana produksi, rencana kemajuan tambang, metode
penambangan, perencanaan peralatan, dan rencana investasi penambangan.
Dengan melakukan analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi
penjualan dan pemasaran maka dapatlah diketahui apakah cadangan bahan
galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau
tidak.
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemboran
Pelaksanaan kegiatan pengeboran sangat penting jika kegiatan yang
dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan

19
ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan
sebaik mungkin, namun kemudian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika
telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi
bawah permukaan secara menyeluruh.
Kegiatan pemboran juga dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline)
dari beberapa endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang
berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran yang digunakan
bergantung pada akses permukaan. Pada daerah yang tidak mengalami
kendala akses pola pemboran yang digunakan adalah persegi panjang
dengan bentuk teratur. Sedangkan spasi pada lubang borbergantung pada
tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat,
lubang bor pertama digunakan untuk mengidentifikasi struktur, dan tidak
banyak digunakan untuk penentuan kadar karena hal tersebut biasanya
ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk
endapan urat adalah 25-50 meter sedangkan untuk endapan stratiform
spasinya antara 100 meter sampai beberapa ratus meter (Dr. Ir. Sudarto
Notosiswoyo dkk. 2000).
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang
diperoleh. Pada tahap pengenalan dimana seorang geologist belum
mengetahui secara jelas lokasi tersebut maka lubang bor pertama dapat
digunakan untuk orientasi. Penentuan pola pemboran secara normal
dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu zona mineralisasi.
5. Proses Pengambilan Conto Pada Kegiatan Eksplorasi
Ditinjau secara umum proses pengambilan conto dimaksudkan untuk
mengambil sebagian kecil dari suatu massa yang besar, dimana diharapkan
sebagian kecil massa tersebut cukup representatif untuk mewakili
keseluruhan massa yang diwakilinya. Pengambilan conto dilakukan dengan
cara pemboran, dari cara pemboran ini diharapkan dapat diidentifikasi lebih
teliti penyebaran bijih nikel secara vertikal sedangkan penyebaran secara
horizontal dapat diperoleh dengan menggabungkan beberapa titik.
Conto dari hasil kegiatan eksplorasi atau kegiatan pemboran disusun dalam
core box menurut kedalaman satu meter. Setelah selesai pemboran conto

20
dibawah ke Sampel House (Rumah Conto) dan kemudian dimasukan
kedalam kantong conto dan diberikan kode seperti lokasi tempat
pengeboran, kedalaman titik bor, nomor conto, dan nomor titik bor.
Selanjutnya dikirim kebagian persiapan conto untuk kemudian dipreparasi
guna keperluan analisa kimia.

6. Penentuan Kadar Eksplorasi Bijih Nikel


Pada kegiatan eksplorasi, penentuan kadar nikel laterit merupakan bagian
yang terpenting untuk menentukan jumlah cadangan yang telah ada.
Penentuan kadar bijih nikel yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah Cut
Of Grade (COG) yang telah ditetapkan sehingga dari data kadar rata – rata
tiap meter kedalaman lubang bor dapat ditentukan kadar dari titik bor
tersebut. Cut of grade (COG) menurut defenisi memiliki dua pengertian,
yaitu sebagai berikut :
a. Kadar terendah dari suatu endapan bijih nikel yang masih dapat
memberikan keuntungan apabila ditambang.
b. Kadar rata-rata terendah dari endapan bijih nikel yang masih
menguntungkan apabila ditambang sesuai dengan teknologi dan nilai
ekonomis saat ini. Penentuan kadar cadangan eksplorasi suatu daerah
yaitu dari hasil pemboran pada kegiatan eksplorasi yang dianalisa di
laboratorium kimia. Kemudian hasil analisa kadar tersebut dirata-
ratakan mulai dari kadar dibawah sampai diatas cut of grade.
3.3 Proses Penambangan
Proses penambangan nikel pada memiliki alur penambangan yang
terstruktur. Proses penambangan dimulai pada tahapan perencanaan
penambangan, pembersihan lahan (land clearing), pengupasan OB (overburden),
front penambangan kemudian diangkut menuju ETO (Exportable Transit Ore),
selanjutnya ke EFO (Exportable Fine Ore), dan terakhir ke proses pengapalan
(shipping). Selain itu, ada juga proses pengambilan sampel (sampling) yang
dilakukan pada tahapan kegiatan penambangan. Pengambilan sampel ini
dilakukan pada dua tahap proses, yaitu pada saat di ETO dan juga pada saat

21
pengangkutan ore dari EFO ke tongkang. Setelah proses pengambilan sampel tadi,
selanjutnya sampel akan dibawa ke preparasi dan terakhir ke laboratorium untuk
bisa dianalisa dan mendapatkan kadar pastinya.

1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Land clearing (pembersihan lahan) adalah kegiatan pembersihan front kerja
atau tempat kerja dari tumbuh–tumbuhan baik itu semak belukar, pepohonan dan
tumbuhan lainnya yang dapat mengganggu proses penambangan atau
mengganggu aktivitas alat-alat mekanis yang bekerja pada lokasi penambangan.
Kegiatan land clearing umumnya dilakukan dengan menggunakan alat mekanis
berupa bulldozer. Persiapan kegiatan land clearing harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Lahan yang akan di land clearing terlebih dahulu telah di survei dan
bebas dari kemungkinan sengketa karena belum diselesaikan proses
reklamasi.
b. Apabila terdapat pohon dengan diameter = 30 cm dan kuantitas pohon
cukup banyak maka disarankan menggunakan fasilitas gergaji mesin
(chain saw) terlebih dahulu agar lebih mempermudah pengangkutan.
Apabila telah selesai proses penebangan pohon dengan gergaji mesin
(chain saw), selanjutnya digunakan bulldozer untuk tahap akhir dari land
clearing.
c. Luas area yang di land clearing harus mematuhi batas yang telah
dikeluarkan dalam boundary design.
2. Front Penambangan
Front penambangan adalah lokasi kerja dimana dilakukannya proses
penambangan mulai dari kegiatan penggalian pemuatan dan pengangkutan pada
area penambangan. Kegiatan dimulai dengan pembersihan lahan dan perataan
jalan menggunakan bulldozer. Pembersihan dan perataan lahan ini berbeda
dengan land clearing, pembersihan dan perataan dilakukan untuk lebih meratakan
jalan dan juga untuk menyingkirkan lumpur-lumpur yang terjadi karena hujan.
Kegiatan ini perlu dilakukan dengan tujuan agar alat-alat yang bekerja pada lokasi
front penambangan ini dapat melewatinya dan beraktivitas dengan lancar.
Bertujuan juga agar ADT (Articulated Dump Truck) tidak terhambat di jalan pada

22
saat melakukan pengangkutan material ke lokasi penampungan dan yang terutama
adalah untuk faktor keamanannya. Penggalian ore umumnya dilakukan dengan
menggunakan alat gali muat excavator dan untuk pengangkutannya menggunakan
alat angkut ADT.
a. Penggalian dan Pemuatan (Loading)
Setelah kegiatan penggalian dilakukan akan dilanjutkan dengan kegiatan
pemuatan. Kegiatan ini bertujuan untuk memuat ore ataupun waste/OB ke
dalam alat angkut.
b. Pengangkutan (Hauling)
Pengangkutan ini dilakukan dari front setelah dilakukan penggalian
pemuatan dan diangkut ke tempat penampungan. Pengangkutan material
dari front ini memiliki tempat tujuan yang berbeda-beda. Tempat tujuan
ini ditentukan berdasarkan material yang diangkut ADT. Tempat tujuan itu
terbagi sebagai berikut :
 Waste dump
Waste dump merupakan tempat untuk penampungan waste/OB. Ini
berupa inpitdump sebagai backfilling di lokasi yang sudah mineout.
Lokasi yang sudah mineout ini berarti lokasi tambang yang sudah
selesai masa penambangannya dan tidak ditambang lagi.
 Rampstock
Rampstock ini merupakan tempat penampungan untuk material ore
yang memiliki kadar kualitas rendah (Low Grade Saprolite Ore).
 ETO (Exportable Transit Ore)
ETO merupakan tempat penampungan sementara ore yang telah
ditambang.

Kegiatan di front beberapa pengawas mengkoordinasikan kegiatan yang


akan di lakukan. Pengawas pada front ini disebut juga sebagai grade control.
Tugas pengawas lapangan atau grade control, yaitu :
a. Menentukan material yang akan ditambang. Seorang grade control
harus bisa mengetahui jenis langsung ore di front. Penentuan material
ini yaitu berdasarkan nilai kadarnya, harus bisa menentukan mana yang
memiliki kadar HGSO (High Grade Saprolite Ore), MGSO (Medium

23
Grade Saprolite Ore), dan LGSO (Low Grade Saprolite Ore). Sesuai
instruksi dari permintaan planning kadar ore apa yang akan ditambang
maka grade control ini harus menentukan bagian mana di front tersebut
yang memiliki kadar sesuai dengan permintaan.
b. Mengarahkan alat sesuai dengan material yang akan ditambang.
Setelah mengetahui bagian mana yang akan ditambang, selanjutnya
grade control harus menginstruksikan seluruh alat-alat ke tempat yang
telah ditentukan.
c. Mencatat ritase.
Pencatatan ritase ini dilakukan agar bisa mengetahui berapa jumlah rit
setiap ADT per jamnya. Jadi ini dilakukan untuk bisa mengetahui satu
alat angkut ADT ini bisa menghasilkan berapa rit dalam satu jam.
Setelah itu semua dicatat, maka dilakukan penjumlahan keseluruhan
ritasenya. Untuk nilai dari ritase yaitu 1 rit sama dengan 1 ADT.
3. ETO (Exportable Temporary Ore)
ETO (Exportable Temporary Ore) merupakan tempat penampungan
sementara ore yang telah di tambang dari front. Penumpukan pada ETO ini
memiliki kapasitas setiap tumpukannya. Satu tumpukan ETO itu memiliki
kapasitas 30 rit. Setelah 30 rit itu sudah terpenuhi maka untuk penyimpanan
selanjutnya dapat dilakukan pada tempat tumpukan yang baru.

4. Grizzly
Grizzly ini merupakan tempat penyaringan yang digunakan untuk
memisahkan material berukuran >20 cm. Penyaringan ini dilakukan agar dapat
memisahkan ore dengan berbagai bongkahan (boulder). Proses di grizzly ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu proses pengisian grizzly dan proses pengosongan
grizzly. Untuk proses pengisian grizzly yaitu dimana DT yang datang mengangkut
ore dari ETO akan menumpahkan materialnya ke grizzly lalu seluruh material itu
akan tersaring ke bawah. Selanjutnya untuk proses pengosongan grizzly yaitu
material ore yang telah tersaring akan dimuat ke DT lalu akan diangkut ke EFO
dan ke tongkang. Pada grizzly di site Pulau Pakal ini tidak ada pengambilan
sampel, ini dikarenakan pada penyaringan ini tidak ada proses blending atau

24
pencampuran ore. Untuk pengangkutan ore dari ETO ke grizzly menggunakan
DT.

5. EFO (Exportable Fine Ore)


EFO adalah tempat penampungan terakhir ore sebelum diangkut ke
tongkang. EFO ini berlokasi dekat dengan pelabuhan, dikarenakan agar pengisian
tongkang dapat lebih mempersingkat waktu dengan tidak melalui perjalanan yang
jauh. Proses pengangkutan ore dari EFO ke tongkang ini diangkut menggunakan
alat angkut DT.

6. Pengapalan (Shipping)
Pengapalan ini yaitu pengisian ore ke dalam kapal (vessel) melalui
tongkang. Pengisian tongkang ini dilakukan dengan menggunakan alat angkut
DT. Ore yang sudah siap diekspor sesuai dengan permintaan kadar nikel,
kemudian diantarkan menuju tongkang dan setelah itu dikirim ke berbagai tempat
tujuan. Sebelum ore diangkut ke kapal, dilakukan pengambilan sampel untuk
memastikan kadar nikel terakhirnya.

7. Pengambilan Sampel (Sampling)


Sampling ini yaitu pengambilan sampel material ore yang dilakukan untuk
bisa mengetahui keakuratan nilai kadar dari ore yang telah ditambang.
Pengambilan sampel dilakukan pada dua tahapan, yaitu pada saat di ETO dan juga
pada saat pengangkutan ke tongkang.
a. Sampling ETO
Pengambilan sampel pada ETO ini bertujuan untuk mengetahui kadar awal
dari ore. Untuk metoda sampling ETO yaitu :
 Sampel diambil per dua ADT.
 Setiap sampel yang telah diambil dimasukkan ke kantong..
 Sampel diambil pada sepertiga tumpukan ETO, ini dikarenakan faktor
keamanannya. Karena semakin tinggi akan semakin tidak aman.

25
Pertama dilakukan pengambilan sampel ore dengan menggunakan sekop
dan cangkul lalu setelah itu sampel ore tadi dibawa dan dimasukkan ke dalam
kantong. Satu sampel ini ditempatkan per satu kantong. Lalu setelah semua
sampel diambil dalam satu tumpukan ETO maka sampel diberi tanda sesuai
dengan tanggal pengambilan sampel, dari front mana sampel tersebut diambil,
jenis kadar ore, nomor stoknya, dan terakhir keterangan sudah selesai. Setelah
seluruh sampel ini terkumpul lalu sampel akan langsung dibawa ke preparasi dan
lab untuk bisa mendapatkan nilai kadar dari ore.

b. Sampling tongkang
Pengambilan sampel tongkang ini bertujuan untuk bisa mengetahui kadar
akhir dari ore yang telah ditambang. Proses pengambilan sampel ke tongkang ini
dilakukan dengan menggunakan excavator mini caterpillar 303.5D yang memiliki
kapasitas antara 45-55 kg/bucket. Untuk metoda pengambilan sampel ini, yaitu :
 Sampel diambil per dua DT Hino.
 Sampel yang telah diambil dimasukkan ke ember untuk dibawa ke
preparasi.
 pada sekitar areal tumpukan

26

Anda mungkin juga menyukai