PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang bijih besi mulai dari genesa, cara ekplorasi sampai
dengan ke perhitungan cadangan bijih besi
2. Mempelajari studi kasus dari suatu wilayah yang telah dilakukan
eksplorasinya untuk lebih mengenal mengenai eksplorasi dan permodelan
cadangan bijih besi.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah menambah pengetahuan
mahasiswa terutama dalam pembahasan mengenai bahan galian logam dalam hal
ini adalah bijih besi. Pengetahuan ini nantinya diperlukan sebagai dasar sebelum
pembelajaran mengenai cara-cara perhitungan estimasi cadangan dan dalam
eksplorasi suatu endapan bijih besi.
BAB II
DASAR TEORI
2
Suatu mendala metalogenik mungkin memiliki lebih dari satu episode
mineralisasi yang disebut dengan Metallogenic Epoch. Mendala metalogenik
selalu berkaitan dengan siklus-siklus geologi dan formasi endapan mineral.
Proses-proses yang terlibat meliputi pendinginan, kristalisasi, dan perombakan
material-material bumi yang telah ada sebelumnya. Pembentukan bijih dan
perkembangan strukturnya dapat diinterpretasikan sebagai model tektonik
lempeng yang terjadi selama evolusi kerak bumi. Model tersebut menjelaskan
bagaimana kerak yang baru terbentuk di dalam zona regangan (rift zone), terutama
di punggungan tengah samudera, oleh penambahan magma basaltik dari dalam.
Proses tersebut membentuk kerak samudera yang homogen yang telah mengalami
sedikit proses segregasi logam-logam yang membentuk endapan bijih.
Indonesia terletak pada jalur gunungapi tersebut dan merupakan negara
dengan jumlah gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan
jalur yang hampir mirip dengan pola penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas
kegunungapiannya tergantung pada batas lempengnya. Hubungan ini
menunjukkan bahwa volkanismamerupakan salah satu produk penting sistem
tektonik.
Akibatnya berbagai gejala alam di Indonesia sering terjadi. Yang salah
satunya banyak di jumpai gunung api di bagian selatan Indonesia yang merupakan
buah karya dari pergerakan lempeng Indo-Australian dengan lempeng Eurasian.
Jumlah gunung api di Indonesia 177 gunung api, serta gunung api juga ditemui di
daerah sebagain dari pulau Halmahera dan sebagian dari pulau Sulawesi yang
merupakan tempat pertemuan lempeng pasifik dengan lempeng eurasian.
Dari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat
menarik. Kepentingannya terletak pada rupabuminya, jenis dan sebaran endapan
mineral serta energi yang terkandung di dalamnya, keterhuniannya, dan
ketektonikaannya. Oleh sebab itulah, berbagai anggitan (konsep) geologi mulai
berkembang di sini, atau mendapatkan tempat untuk mengujinya (Sukamto dan
Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).
Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya
penyebaran batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan
3
geologi Indonesia yang rumit. Berkenaan dengan hal tersebut, maka usaha-usaha
penelusuran keberadaan mineral ekonomis telah dilakukan oleh banyak orang.
Mineral ekonomis adalah mineral bahan galian dan energi yang mempunyai nilai
ekonomis. Mineral logam yang termasuk golongan ini adalah tembaga, besi,
emas, perak, timah, nikel dan aluminium.
Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas
magmatisme dan vulkanisme, pada saat proses magmatisme akhir (late
magmatism), pada suhu sekitar 200oC. Westerveld (1952) menerbitkan peta jalur
kegiatan magmatik. Dari peta tersebut dapat diperkirakan kemungkinan
keterdapatan mineral logam dasar yang pembentukannya berkaitan dengan
kegiatan magmatik. Carlile dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data mutakhir
Simanjuntak (1986), Sikumbang (1990), Cameron (1980), Adimangga dan Trail
(1980), memaparkan busur-busur magmatik seluruh Indonesia sebagai dasar
eksplorasi mineral. Teridentifikasikan 15 busur magmatik, 7 di antaranya
membawa jebakan emas dan tembaga, dan 8 lainnya belum diketahui. Busur yang
menghasilkan jebakan mineral logam tersebut adalah busur magmatik Aceh,
Sumatera-Meratus, Sunda-Banda, Kalimantan Tengah, Sulawesi-Mindanau Timur,
Halmahera Tengah, Irian Jaya. Busur yang belum diketahui potensi sumberdaya
mineralnya adalah Paparan Sunda, Borneo Barat-laut, Talaud, Sumba-Timor,
Moon-Utawa dan dataran Utara Irian Jaya. Jebakan tersebut merupakan hasil
mineralisasi utama yang umumnya berupa porphyry copper-gold mineralization,
skarn mineralization, high sulphidation epithermal mineralization, gold-silver-
barite-base metal mineralization, low sulphidation epithermal mineralization dan
sediment hosted mineralization.
4
Gambar 2.1. Tektonik Lempeng dan Distribusi Potensi Endapan Bijih di Indonesia
Lingkungan lain adalah kondisi gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut
yang masuk ke dalam tubuh bumi berperan membawa larutan mineral ke
permukaan dan mengendapkannya. Contoh pelapukan granit ini antara lain terjadi
di Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Bintan. Peridotit terbentuk di
lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral berat besi, nikel, kromit,
magnesium dan mangan. Keberadaannya di permukaan disebabkan oleh lempeng
benua Pasifik yang terangkat ke daratan oleh proses obduksi dengan lempeng
benua Eurasia, yang kemudian “disebarkan” oleh sesar Sorong (Katili, 1980)
sebagai pulau-pulau kecil di berada di kepulauan Maluku. Pelapukan akan
menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral terlarut dan tak terlarut.
Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium, serta membawa mineral
besi, nikel, kobalt, silikat dan magnesium silikat dalam bentuk koloid yang
mengendap.
2.2 Pemodelan Bijih Besi Primer
Endapan bijih besi primer merupakan endapan yang terjadi akibat
pembekuan langsung dari magma yang dapat terjadi akibat 3 proses yaitu proses
magmatik (gravity settling), yang kemudian diikuti oleh proses metasomatisme
kontak dan hidrothermal.
5
Gambar 2.2. Proses Magmatik Cair
6
Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal beberapa jenis endapan
hidrothermal, antara lain Ephithermal (T 00C-2000C), Mesothermal (T 1500C-
3500C), dan Hipothermal (T 3000C-5000C). Setiap tipe endapan hidrothermal
diatas selalu membawa mineral-mineral yang tertentu (spesifik), berikut altersi
yang ditimbulkan barbagai macam batuan dinding. Tetapi mineral-mineral seperti
pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit (CuFeS2), florida-florida hampir selalu
terdapat dalam ke tiga tipe endapan hidrothermal.
Paragenesis endapan hipothermal dan mineral gangue adalah : emas (Au),
magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS),
pirrotit (FeS), galena (PbS), pentlandit (NiS), wolframit : Fe (Mn)WO 4, Scheelit
(CaWO4), kasiterit (SnO2), Mo-sulfida (MoS2), Ni-Co sulfida, nikkelit (NiAs),
spalerit (ZnS), dengan mineral-mineral gangue antara lain : topaz, feldspar-
feldspar, kuarsa, tourmalin, silikat-silikat, karbonat-karbonat.
Sedangkan paragenesis endapan mesothermal dan mineral gangue adalah :
stanite (Sn, Cu) sulfida, sulfida-sulfida : spalerit, enargit (Cu 3AsS4), Cu sulfida, Sb
sulfida, stibnit (Sb2S3), tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit (Cu2S), galena (PbS),
dan kalkopirit (CuFeS2), dengan mineral-mineral ganguenya: kabonat-karbonat,
kuarsa, dan pirit.
Paragenesis endapan ephitermal dan mineral ganguenya adalah : native
cooper (Cu), argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit (FeS2),
pirit (FeS2), cinabar (HgS), realgar (AsS), antimonit (Sb2S3), stannit (CuFeSn),
dengan mineral-mineral ganguenya : kalsedon (SiO2), Mg karbonat-karbonat,
rhodokrosit (MnCO3), barit (BaSO4), zeolit (Al-silikat).
7
(Batemen, 1951 dalam Sudradjat, 1987)
8
Gambar 2.4. Pemodelan Endapan Bijih Besi Primer di Carajás Iron Ore
Mine, Brazil
Dari gambar 2.4. dapat dilihat model dari endapan bijih besi primer di
mana suatu endapan bijih besi terbentuk akibat proses hidrotermal yang
mengalami kontak dengan batuan gamping dan shale.
9
Akibat dari kontak ini, pengaruh temperatur tanpa adanya perubahan kimia
pada batuan sekitarnya akan terbentuk batuan metamorf, sedangkan jika terjadi
perubahan kimia oleh pertukaran dan penambahan ion akan terbentuk endapan
metasomatik (Jensen and Batemen, 1981). Mineral logam hasil kontak
metasomatik sangat bervariasi seperti magnetit dan hematit, serta mineral
aditifnya yaitu spinel, wolframit, kasiterit, arsenopirit, pirit, sfalerit, kalkopirit dan
galena.
Proses hidrotermal merupakan produk akhir dari proses diferensiasi
magmatik, di mana larutan hidrotermal ini banyak mengandung logam-logam
yang relatif ringan. Larutan ini makin jauh dari sumber magma, akan makin
kehilangan temperaturnya sehingga dikenal endapan Hipotermal (T 3000C-5000C)
Mesotermal (T 1500C-3500C), dan Epitermal (T 00C-2000C). Berdasarkan bentuk
endapannya dikenal 2 jenis endapan hidrotermal yaitu cavity filing dan
metasomatic replacement (Jensen and Batemen, 1981)
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
Gambar 3.1. Contoh Penambangan Bijih Besi Primer dengan Metode Open
Pit
Cara pengangkutan pada open pit tergantung dari kedalaman endapan dan
topografinya. Pada dasarnya cara pengangkutannya ada 2 (dua) macam, yaitu :
a. Cara konvensional atau cara langsung, yaitu hasil galian atau peledakan
diangkut oleh truck / belt conveyor / mine car / skip dump type rail cars,
dan sebagainya, langsung dari tempat penggalian ke tempat dumping
dengan menelusuri tebing-tebing sepanjang bukit.
3.3. Studi Kasus: Aplikasi Metode Magnetik untuk Eksplorasi Bijih Besi
Bukit Munung Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat
12
3.3.1. Geologi Daerah Penelitian
Pada penelitian ini akan digunakan metode magnetik untuk memetakan
potensi bijih besi di bawah permukaan. Daerah penelitian adalah di kawasan Bukit
Munung yang terletak di Desa Sukabangun Kecamatan Sungai Betung Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat tepatnya berada di sekitar titik koordinat
00o 51’ 22,8’’ LU dan 109o 20’ 16,2’’ BT. Lokasi ini dipilih karena secara
pengamatan langsung di lapangan terdapat beberapa singkapan berupa batuan besi
berwarna hitam kemerahan yang diduga sebagai hematit.
13
Gambar 3.3. Peta geologi Kabupaten Bengkayang
(Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, 1993)
3.3.2. Metodologi
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan
sintesis, akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi
studi geologi daerah penelitian baik secara regional maupun lokal. Pemodelan
sintetik dilakukan untuk mengestimasi respon anomali magnetik di daerah
penelitian dengan mengadopsi besaran-besaran yang diketahui dari studi pustaka.
Respon anomali benda magnetik perlu dimodelkan karena respon anomali ini
tidak hanya bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi dipengaruhi
oleh deklinasi, inklinasi dan intensitas magnetik suatu daerah. Rangkaian
penelitian digambarkan pada Gambar 3.4. di bawah ini. Proses akuisisi data
14
menggunakan 2 magnetometer, satu berperan sebagai base yang berfungsi sebagai
pengukur variasi harian medan total magnet di base station, sementara satu alat
lagi berperan sebagai roover magnetometer yang berfungsi untuk mengukur total
medan magnet di setiap station pengukuran. Medan magnetik observasi (Tobs)
diukur pada setiap stasiun yang tersebar di area penelitian. Medan magnet IGRF
adalah nilai refferensi medan magnet di suatu tempat. Medan magnet IGRF
merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu tempat di permukaan bumi
tanpa adanya pengaruh anomali magnetik batuan. Variasi medan magnet harian
disebut koreksi harian (diurnal correction) diukur di base station. Secara umum
anomali magnetik suatu tempat dapat dirumuskan sebagai :
15
Gambar 3.5. Bijih besi (iron ore) yang diduga sebagai hematit di lembah bukit
Munung
16
Gambar 3.6. Distribusi intensitas medan magnet dalam koordinat UTM 49 N dan
posisi lintasan AB
Dari Gambar 3.7. dapat diinterpretasikan bahwa endapan bijih besi tersebut
terdapat di wilayah barat laut bukit Munung dan terdapat empat buah endapan
bijih besi yang berada di sepanjang lintasan AB. Endapan bijih besi pertama
berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.22 SI berada pada posisi 64 m
hingga 97 m dari posisi awal lintasan (titik A) dan kedalaman 6.13 m hingga
75.78 m dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka dapat diduga
17
bahwa pada batuan tersebut berjenis hematit yang memiliki vein-vein magnetit.
Endapan bijih besi yang kedua berbentuk border memiliki nilai suseptibilitas 0.12
SI berada pada posisi 41 m hingga 53 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman
7.46 m hingga 30.46 m dari permukaan. Berdasarkan nilai suseptibilitasnya maka
dapat diduga bahwa batuan tersebut berjenis hematit. Endapan bijih besi ketiga
menyerupai vein memiliki nilai suseptibilitas 0.15 SI berada pada posisi 165 m
hingga 248 m dari posisi awal lintasan dan kedalaman 8.99 m hingga 58 m dari
permukaan.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai endapan bijih besi pada makalah ini, dapat
ditarik kesimpulan antara lain :
1. Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas
magmatisme dan vulkanisme, pada saat proses magmatisme akhir (late
magmatism), pada suhu sekitar 200oC. Di mana proses aktivitas magma ini
terjadi akibat adanya pergerakan tektonik lempeng.
2. Endapan bijih besi primer merupakan endapan bijih besi yang terbentuk
akibat adanya proses dari tektonik lempeng sehingga terjadilah proses
magmatisme yang kemudian dapat terbentuk akibat beberapa proses seperti
proses magmatik, metasomatik kontak, dan hidrotermal.
3. Metode penambangan yang digunakan untuk proses penambangan bijih besi
primer adalah dengan menggunakan metode open pit.
4. Bijih besi memiliki manfaat yang sangat besar terutama untuk kegiatan
dalam bidang industri.
4.2 Saran
Indonesia memiliki potensi sumber daya bijih besi berkadar rendah dan
cadangan yang kecil. Untuk mengurangi ketergantungan dari impor yang semakin
19
langka dan mahal, diperlukan usaha penambangan bijih besi yang dikembangkan
secara bersama dan saling menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://dearthurjr.blogspot.co.id/2013/05/endapan-mineral.html?m=1
http://geoscity.blogspot.com/2009/03/bijih-besi.html
http://r-jotambang.blogspot.co.id/2011/12/tambang-terbuka_31.html
Ishlah, Teuku. 2009. Potensi Bijih Besi Indonesia Dalam Rangka Pengembangan
Klaster Industri Baja. Perekayasa Madya Pusat Sumber Daya Geologi.
Sampurno, Joko. Aplikasi Metoda Magnetik Untuk Eksplorasi Bijih Besi Studi
Kasus : Bukit Munung Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Univerrsitas Tanjungpura:Pontianak.
20