Anda di halaman 1dari 13

Genesa Bahan Galian

(Irkamni)

Genesa bahan galian adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara terbentuknya suatu
deposit bahan galian secara alamiah. Dengan mempelajari genesa bahan galian, maka
karakteristik suatu deposit bahan galian dapat diketahui, seperti bentuk deposit, letak
deposit, luas penyebaran, besar cadangan , dan dengan petunjuk itu dapatlah
ditentukan metode penambangan yang dapat dilakukan serta cara pengolahannya.
Dalam membahas genesa bahan galian, maka ada beberapa istilah yang sering
dipakai dan harus dipahami, antara lain :

 Bijih (ore) :
Suatu deposit yang meliputi mineral bijih, mineral gang, dan batuan samping, dimana
dari deposit tersebut dapat diekstraksi satu atau lebih jenis logam. Pengertian bijih ini
harus dibedakan dengan pengertian mineral bijih.
• Mineral Bijih (Ore Mineral) :

Kumpulan dari satu mineral (simple ore) atau beberapa mineral (complex ore) yang
daripadanya dapat diekstraksi satu atau lebih logam secara menguntungkan.
• Mineral Gang (Gangue Mineral) :

Mineral pengiring atau mineral yang biasanya berasosiasi dengan mineral bijih dalam
suatu deposit bijih. Biasanya bersifat tidak ekonomis seperti kuarsa, kalsit, fluorit, pirit,
siderit dan lain-lain
• Deposit Mineral:

Istilah yang digunakan untuk suatu akumulasi atau konsentrasi mineral dalam suatu
tubuh mineral yang terbentuk secara alami dan memiliki nilai ekonomis untuk ditambang
(Bateman, 1950). Dalam suatu deposit dapat dihasilkan beberapa mineral bijih yang
berbeda.
Bagaimana suatu deposit bijih bisa terbentuk? Pembentukan deposit mineral/bijih adalah suatu
proses yang sangat kompleks. Setiap jenis mineral/bijih (ore) dan mineral gangue, memiliki tipe
deposit sendiri yang berbeda dengan tipe deposit lainnya, baik proses pembentukannya,
mineralogy, tekstur, kandungan, bentuk, ukuran, dan lain-lain. Ada banyak hal yang saling
menpengaruhi dalam pembentukan suatu deposit mineral/bijih. Salah satu faktor yang paling
dominan dalam pembentukan deposit suatu mineral adalah fluida pembawa bijih.
Fluida pembawa bijih terdiri atas :

(1) fluida magmatik,


(2) fluida hidrotermal,
(3) air meteoric,
(4) air laut,
(5) air konat, dan
(6) fluida metamorfik.

Temperatur dan tekanan juga memegang peranan yang sangat penting, tapi sebagian
proses bekerja pada temperatur dan tekanan permukaan. Faktor lain yang cukup
berperan adalah gas, porositas dan permeabilitas batuan, atmosfer, organisme dan
batuan samping.

(1) Fluida Magmatik

Magma adalah larutan pijar (a high temperature molten) yang bersifat mobil dan
terbentuk secara alamiah pada mantel bumi bagian atas atau pada kerak bumi.
Temperatur magma sangat tinggi, berkisar antara 625oC (magma felsik) hingga
>1200oC (magma mafik). Umumnya, komposisi magma tidak homogen; sebagian kaya
akan unsur-unsur ferromagnesian, sebagian lainnya banyak mengandung silika,
sodium atau potassium, volatile, xenolith reaktif, atau substansi-substansi lainnya.
Komposisi magma juga terus berubah karena adanya reaksi kimia selama proses
asimilasi dan difrensiasi dalam magma berlangsung. Disamping itu, magma bersifat
tidak static dan bukan merupakan suatu system yang tertutup. Magma terus menuju
suatu kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya.

 Asimilasi magma adalah proses larutnya batuan samping ke dalam magma


akibat pergerakan magma. Pergerakan magma sendiri terjadi akibat adanya :
(1) Tekanan gravitasi batuan sekitarnya terhadap dapur magma
(2) Tekanan lateral karena gerakan tektonik
(3) Perubahan volume pada waktu magma mengkristal dimana gas-gas keluar
(4) Stoping (batuan samping yang jatuh ke dalam magma akibat pergerakan/desakan
magma ke batuan samping).
 Difrensiasi magma adalah proses yang menyebabkan magma terpisah menjadi dua
bagian atau lebih yang berbeda komposisi. Difrensiasi meliputi :
1. Liquid Immiscibility; pembentukan dua liquid yang tidak bercampur dalam suatu tempat
(seperti minyak dan air).
2. Kristalisasi Fraksional; pemisahan kristal yang terbentuk lebih dulu dari larutan karena
gaya gravity settling, mekanika filter pressing, atau pengaruh arus konveksi dalam
dapur magma.
3. Transport material dalam larutan (magma) oleh pemisahan gas dari magma terletak
pada bagian atas dapur magma.
4. Difusi thermal; gradient temperatur menyebabkan perbedaan mineral yang
terbentuk.

Pada proses pendinginan magma, kristalisasi dan pemisahan ke dalam fraksi-fraksi terjadi
karena proses kristalisasi fraksinasi atau difrensiasi. Elemen logam (dalam hal ini) dapat
terkonsentrasi oleh suatu mekanisme pembentukan batuan dalam berbagai bentuk (yang akan
dibahas kemudian).
Selama difrensiasi berlangsung, bagian magma yang bersifat lebih mafik kaya akan
kromium, nikel, platinum dan terkadang fosforous dan elemen-elemen lainnya. Sebaliknya,
konsentrasi tin, zirconium, thorium dan berbagai elemen lain ditemukan dalam unit silicic
(felsik).

• Kumpulan mineral penyusun batuan beku (logam dan non-logam) dari kristalisasi magma
merepresentasikan sifat-sifat magma asal mineral-mineral tersebut.
• Didalam dapur magma, terjadi beberapa proses yang saling terkait dan
berkesinambungan (tergantung sifat magma asalnya).

(2) Fluida Hidrothermal


Sisa magma semakin banyak mengandung air magmatik (juvenil). Air magmatic tersebut
mengandung volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup rendah dan
merupakan ―mother liquors‖ dari larutan hidrotermal. Bowen dan ahli geologi lainnya
menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah residu dari injeksi pegmatite setelah unsur-unsur
pegmatite mengkristal.
Kandungan volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup rendah tersebut
dikenal dengan istilah mineralizers. Mineralizers ini mengandung (1) elemen bersifat mobil
dalam jumlah cukup banyak dalam batuan, (2) elemen seperti tembaga, lead, zinc, perak, emas
dan lain-lain; LIL (large-ion lithophile), (3) elemen seperti Li, Be, B, Rb, dan Cs; dan (4) dalam
jumlah cukup banyak berupa alkali, alkali earth, dan volatile khususnya Na, K, Ca, Cl, dan
CO2. Kesemuanya itu memegang peranan penting dalam transportasi metal pada proses
hidrotermal.
Kandungan air magmatik menyebabkan turunnya viskositas magma, titik beku mineral semakin
rendah dan memungkinkan pembentukan mineral yang tidak bisa terbentuk pada ―dry melt‖.
White (1967) menyatakan bahwa komposisi air magmatik bisa dideterminasi dari (1) tipe
magma dan sejarah kristalisasi, (2) hubungan temperatur dan tekanan selama dan setelah
pemisahan dari magma, (3) jenis air lain yang kemungkinan bercampur dengan air magma
pada saat bergerak, dan (4) reaksi dengan batuan samping.
Air adalah komponen bersifat mobil paling penting dalam magma, jumlahnya yang terus
bertambah seiring dengan proses difrensiasi memegang peranan penting dalam transportasi
komponen bijih. Jumlah air dalam magma berkisar antara 1 – 15 % yang erupakan fungsi dari
berbagai parameter seperti – kandungan air dalam magma awal, banyaknya air yang masuk
dari batuan samping, tingkat porositas-permeabiliatas batuan samping, tekanan magma dan
tekanan dinding dapur magma, dan temperatur.

Pemahaman sifat fluida (hidrotermal) sangat penting untuk menjelaskan potensi kimia
dan bagaimana fluida tersebut dapat bergerak disepanjang zona-zona lemah seperti
patahan, kekar, pori-pori batuan dan lain-lain. Disamping sifat air magmatik diatas,
maka hal-hal lain yang mempengaruhi pembentukan deposit bijih adalah kandungan
volatile, densitas fluida, salinitas dan kandungan senyawa-senyawa kompleks dalam
fluida tersebut.
 Kandungan volatile, meskipun jumlahnya kecil, sangat berperan dalam mengurangi
viskositas larutan, menurunkan titik melting, mengumpulkan dan media transportasi logam,
dan juga berperan penting dalam pembentukan deposit mineral.
 Densitas fluida hidrotermal mempengaruhi viskositas, dinamika aliran (flow
dynamics) dan mengontrol kelarutan komponen bijih (Helgeson, 1964).
 Salinitas berhubungan langsung dengan konsentrasi logam pada temperatur
tinggi, dimana semakin tinggi salinitas fluida semakin besar konsentrasi logam
berat dalam larutan (Ellis, 1970).
 Senyawa kompleks yang paling penting dalam fluida adalah kompleks klorida
karena perannya dalam transportasi dan pembentukan deposit bijih. Kompleks
ini dapat membentuk bijih dengan berbagai unsur seperti Cu+2, Zn+2, Pb+2, Ag,
Hg+2.

(3) Air Meteorik

Air yang berasal dari atmosfir (hujan, salju) disebut air meteorik. Air tersebut
mengalami perkolasi ke bawah dan bereaksi dengan lithosfer dalam proses supergen.
Dalam proses tersebut, air meteoric melarutkan oksigen, nitrogen, karbondioksida, dan
gas-gas lain serta berbagai elemen kerak bumi lainnya - sodium, calcium, magnesium,
sulfat dan karbonat – yang sangat penting untuk mengikat dan membentuk deposit
bijih.

(4) Air Laut

Karakteristik air laut sebagai fluida pembentuk bijih adalah dalam konteks evaporit,
fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, dan endapan kerak samudera. Air laut
diasumsikan dapat (1) berperan pasif sebagai medium dispersi untuk pelarutan ion,
molekul, dan partikel suspensi, dan (2) berperan aktif dalam melarutkan ion dalam
batuan di lantai dasar samudera.

(5) Air Konat


Air yang terperangkap dalam batuan sedimen bersamaan dengan pengendapan
material sedimen disebut air konat. Air konat sangat banyak diteliti dalam
hubungannya dengan eksplorasi dan produksi lapangan minyak. Disamping itu air
konat sangat banyak mengandung sodium dan klorida, dan juga mengandung calcium,
magnesium, dan bikarbonat, dan kadang strontium, barium, dan nitrogen (White,
1968). Pada kondisi aktif, air konat memiliki daya pelarutan yang sangat tinggi
terhadap unsur-unsur logam

(6) Fluida Metammorfik


Air konat dan air meteoric yang berada di dalam bumi karena pengaruh panas dan
tekanan (oleh pengaruh intrusi magma atau metamorfisme regional) menjadi sangat
reaktif (Shand, 1943). Perubahan inilah yang kemudian menjadi air metamorfik yang
diyakini sangat aktif sebagai pembawa bijih.
Gambar Kandungan dan Sirkulasi air dalam magma chamber (dapur magma)

Secara umum, proses pengendapan bahan galian terbagi menjadi:

1. Endapan Primer (Hypogen)


2. Endapan Sekunder (Supergen)
3. Endapan Sedimenter
4. Endapan Metamorf

Endapan-endapan bahan galian yang muncul sesuai dengan bentuk asalnya disebut dengan
endapan primer (hypogen). Jika bahan galian-bahan galian primer telah terubah melalui
pelapukan atau proses-proses luar (superficial processes) disebut dengan endapan sekunder
(supergen).
Endapan Primer
Endapan primer adalah proses pengendapan galian yang berhubungan dengan proses magmatisme.
Proses pengendapan bahan galian jenis ini secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis
proses pengendapan, yaitu :

1. Fase Magmatik Cair

2. Fase Pegmatitik

3. Fase Pneumatolitik

4. Fase Hidrothermal

5. Fase Vulkanik

Gambar Sketsa Proses pengendapan bahan galian berupa endapan primer


1. Fase Magmatik Cair (Liquid Magmatic Phase)

Deposit magmatik dihasilkan dari kristalisasi langsung, atau konsentrasi oleh proses difrensiasi di dalam
dapur magma. Beberapa bijih terbentuk karena adanya efek fisika seperti gravitasi; misalnya
pembentukan kristal kromit yang terendapkan pada lantai dapur magma, dan sebagian lainnya
terbentuk karena perubahan kimia, seperti perubahan pH yang dihasilkan dari reaksi antara fluida
pembawa bijih dengan batuan induk (host rock). Turunnya temperatur dan tekanan, atau perubahan
velocity media transport, atau pemisahan larutan, juga dapat menyebabkan reaksi kimia yang
menghasilkan pengendapan bijih.

Secara umum dalam pembentukan deposit mineralnya, magma asal yang terbentuk pada awalnya masih
bersifat mafik, terutama yang terbentuk di sepanjang zona subduksi (dibawah kerak kontinen atau pada
kerak samudera). Magma mafik ini sebagian besar mengandung komponen silikat dan dalam jumlah
terbatas komponen oksida dan sulfida. Pada kondisi ini elemen metal dapat terkonsentrasi dalam
berbagai bentuk oleh mekanisme pembentukan batuan berupa kristalisasi, fraksinasi, dan difrensiasi
magma.

 Kristalisasi magma mafik menghasilkan kromit, nikel, platinum dan lain-lain.

Kristalisasi magma selanjutnya, magma sisa (rest magma) semakin bersifat felsik dan semakin
banyak mengandung komponen sulfida dan oksida. Proses difrensiasi magma pada tahapan ini
memegang peranan penting dalam membentuk deposit-deposit mineral berharga.

 Kristalisasi magma felsik menghasilkan tin, zirconium, thorium dan elemen lainnya.

Sebagian magma sisa kemudian menerobos batuan samping yang dikenal sebagai peristiwa
injeksi magmatik. Komponen berharga dari proses ini disebut deposit injeksi magmatik.

Jensen & Bateman, 1981, membagi fase magmatic cair ke dalam dua tipe, yaitu :

A. Magmatik Awal (Early Magmatic).

Deposit magmatik awal dihasilkan dari pembekuan magma langsung yang disebut orthotectic dan
orthomagmatic. Deposit ini terbentuk oleh (1) kristalisasi langsung tanpa konsentrasi, (2) segregasi
kristal yang terbentuk lebih dahulu, dan (3) injeksi material padat ke tempat lain oleh difrensiasi.
Mineral bijih mengkristal lebih dulu dibanding batuan silikat dan sebagian kemudian terpisah karena
difrensiasi kristalisasi.

 Diseminasi (Dissemination)

Proses kristalisasi magma untuk pertama kali, terjadi relatif pada kedalaman besar, menghasilkan
batuan beku granular. Kristal mineral (termasuk mineral bijih dalam bentuk fenokris) yang terbentuk
dalam proses ini tidak terkonsentrasi, tapi tersebar merata (disseminated) di dalam tubuh batuan beku
intrusive, bisa berbentuk dike, pipa atau massa berbentuk stok. Ukuran depositnya sangat besar
dibandingkan jenis deposit lainnya. Contoh deposit adalah pipa intan Afrika Selatan yang tersebar
merata dalam batuan kimberlite dan korundum yang tersebar dalam nephelin syenite di Ontario.
 Segregasi (Segregation)

Segregasi magmatik awal adalah konsentrasi pertama pertama yang menghasilkan unsur-unsur berharga
dari magma, terbentuk karena difrensiasi kristalisasi akibat gaya gravitasi. Karena kristalisasi tersebut,
sebagian material menjadi lebih berat dari larutan sehingga material tersebut terendapkan dan
terakumulasi pada bagian bawah dapur magma. Bentuk deposit mineral jenis ini biasanya lenticular dan
berukuran kecil. Kadang juga ditemukan dalam bentuk layer dalam batuan induk. Contoh depositnya
adalah deposit kromit Bushveld Igneous Complex (BIC) di Afrika Selatan.

 Injeksi (Injections)

Beberapa deposit bijih magmatik terbentuk dalam grup ini. Mineral bijih kemungkinan terbentuk karena
difrensiasi kristalisasi, lebih dulu atau bersamaan dengan dengan mineral batuan silikat yang berasosiasi
dengan mineral bijih tersebut. Mineral-mineral yang terbentuk tidak terakumulasi pada tempatnya
terendap, tapi di-injeksi-kan dan terkonsentrasi pada batuan samping. Contoh deposit seperti ini adalah
dike titanoferous magnetit di Cumberland, dan pipa platinum di Afrika selatan.

B. Magmatik Akhir (Late magmatic).

Deposit magmatik akhir terdiri atas deposit mineral bijih yang mengkristal dari magma residual setelah
pembentukan batuan silikat sebagai bagian akhir dari proses magmatik. Gejala yang sering diperlihatkan
berupa pembentukan mineral-mineral kemudian yang memotong endapan magmatik awal, dicirikan
oleh adanya reaction rim pada sekeliling mineral yang telah terbentuk. Deposit yang terbentuk berasal
dari proses difrensiasi kristalisasi, akumulasi gravitatif dari heavy residual liquid, dan pemisahan liqud
sulfide droplets (yang disebut liquid immiscibility), dan berbagai bentuk difrensiasi lainnya. Perbedaan
nyata antara proses magmatik awal dan akhir adalah deposit magmatic awal terbentuk pada tempat
dimana tubuh intrusi batuan beku (magma) terbentuk dan setelah akumulasi mineral bijih membeku,
tidak ada lagi perpindahan tempat. Sedang pada deposit magmatik akhir, kadang-kadang akumulasi
tersebut masih berpindah dan diendapkan pada batuan samping.

 Gravitative Liquid Accumulation

Residual Liquid Segregation Pemisahan yang terjadi di dalam dapur magma oleh proses difrensiasi
kristalisasi sudah terjadi mulai dari tahap awal sampai konsolidasi akhir. Karena mineral-mineral mafik
mengkristal lebih dulu, maka magma residu yang lebih bersifat felsik menjadi sangat kaya akan silika,
alkali, dan air. Kristal yang terbentuk pertama cenderung akan bergerak ke dasar dapur magma karena
berat jenisnya lebih besar dari liquid residu-nya. Deposit mineral pada tipe ini terbentuk karena adanya
proses difrensiasi kristalisasi dan akumulasi magma residual. Contoh endapannya adalah deposit
Titanomagnetik di Bushveld.

Residual Liquid Injection

Liquid residual yang banyak mengandung logam yang terakumulasi di dalam dapur magma, sebelum
terkonsolidasi, bisa mengalami pergerakan dan diinjeksikan ke tempat lain yang tekanannya lebih
rendah (karena adanya tekanan dari batuan induk atau tekanan dari dalam magmanya sendiri)
membentuk mineral-mineral berikutnya secara terkonsentrasi (Residual Liqud Injection).
2. Fase Pegmatitik (Pegmatitic Phase)

Pembentukan pegmatitik dihasilkan dari injeksi fluida magmatik yang mengandung bahan-bahan
mineral pembentuk batuan yang masih tersisa, air, karbondioksida, konsentrasi rare elements,
mineralizers, dan logam. Beberapa deposit pegmatite memiliki deposit mineral berharga dan layak
untuk dieksploitasi. Tubuh pegmatitik biasanya berupa intrusi dike atau intrusi irregular. Pegmatit yang
memiliki nilai ekonomi umumnya berasosiasi dengan batuan beku felsic seperti granit dan diorit. Deposit
pegmatite dicirikan oleh dominasi kuarsa, feldspar, dan mika; mineral tersebut membentuk zonasi dari
dinding (wall) ke inti (core) injeksi. Feldspar dan mika dominan pada bagian dinding hingga intermediet,
kuarsa dominan pada bagian inti. Kristal-kristal besar pada zona inti dihasilkan dari fluiditas magma yang
sangat tinggi (viskositas rendah) memungkinkan ion-ion dapat bergerak lebih cepat untuk membentuk
muka kristal. Deposit logam yang cukup penting adalah tantalium, niobium, tin, tungsten, molybdenum,
dan uranium. Disamping itu, terdapat pula deposit mineral industri seperti feldspar, mika, kuarsa,
korondum, kriolit, gemstone, rare earth, dan mineral-mineral yang mengandung beryllium, lithium,
cesium, dan rubidium.

 Immiscible Liquid

Immiscible Liquid Segregation

Pada tahap ini, terjadi penetrasi larutan magma yang tersisa dan kemudian membentuk mineral-mineral
berikutnya secara terkonsentrasi (Immiscible LiquidSeparation & Acumulation). Skinner & Peck
menemukan suatu larutan immiscible sulfide melt pada tahap akhir pendinginan lava Hawai yang jenuh
akan sulfide sulfur pada temperatur 1065 oC. Sulfide-rich phases terdiri atas dua – yang pertama
immiscible sulfide-rich liquid dan yang kedua adalah copper-rich pyrrhotite solid solution. Sulfide-rich
liquid terdiri atas kombinasi pyrrhotite, chalcopyrite, dan magnetite. Larutan tersebut mengandung
oksigen yang cukup banyak, yang menurunkan permukaan sulfide liquidus. Skinner & Peck
menyimpulkan bahwa pada fase pertama yang mengkristal adalah copper-nickel-rich pyrrhotite solid
solution. Jadifase pertama kristalisasi immiscible sulfide liquid dapat mengkonsentrasikan copper dan
nickel yang dapat menghasilkan suatu ore bodies yang komersial. Vogt dalam Jensen & Bateman, 1981,
melihat bahwa iron-nickel-copper sulfides larut sekitar 6 atau 7 persen dalam magma mafik dan selama
pendinginan larutan tersebut memisahkan diri sebagai immiscible sulfide drops, yang kemudian
terakumulasi pada dasar dapur magma dan membentuk liquid sulfide segregation.

 Dalam hal ini segregasi tersebut akan menyerupai akumulasi molten copper (matte) yang terkumpul
pada bagian bawah tungku peleburan.

Sulfida-sulfida akan tetap dalam bentuk liquid hingga semua silikat mengkristal; karenanya sulfida-
sulfida tersebut melakukan penetrasi dan merusak silikat yang terbentuk lebih dulu dan kemudian
mengkristal disekitarnya. Jadi sulfida adalah mineral pyrogenic yang mengkristal paling akhir, dan karena
sulfida-sulfida tersebut melakukan penetrasi dan merusak silikat yang terbentuk sebelumnya, kadang
mereka dinterpretasikan sebagai hidrotermal.

Immiscible Liquid Injection

Jika fraksi yang kaya akan sulfida telah terakumulasi (seperti dijelaskan diatas) dan kemudian mengalami
gangguan sebelum terkonsolidasi, fraksi tersebut akan mendesak ke dinding dapur magma membentuk
celah atau membentuk daerah breksiasi pada batuan samping dan akhirnya terkonsolidasi membentuk
immiscible liquid injection.

• Setelah proses-proses di atas terjadi (Early Magmatic Process dan Late Magmatic Process) jika magma
asalnya banyak mengandung unsur volatile, maka unsureunsur volatile tersebut bersama larutan sisa,
disebut larutan magma sisa (rest magma) akan membentuk jebakan transisi ke pegmatitit-pneumatolitis.

• Apabila pembentukan deposit pegmatitit-pneumatolitis sudah berakhir, maka larutan sisa magmanya
akan sangat encer, karena tekanan gasnya sudah menurun dengan cepat. Larutan terakhir ini akan
membentuk jebakan hidrotermal

3. Fase Pneumatolitik (Pneumatolitik Phase)

Pneumatolitik adalah proses reaksi kimia dari gas dan cairan dari magma dalam lingkungan yang dekat
dengan magma. Dari sudut geologi, ini disebut kontak-metamorfisme, karena adanya gejala kontak
antara batuan yang lebih tua dengan magma yang lebih muda. Bahan galian kontak ini dapat terjadi bila
uap panas dengan temperatur tinggi dari magma kontak dengan batuan dinding yang reaktif. Bahan
galian-bahan galian kontak yang terbentuk antara lain : wolastonit (CaSiO3), amphibol, kuarsa, epidot,
garnet, vesuvianit, tremolit, topaz, aktinolit, turmalin, diopsit, dan skarn.

Gejala kontak metamorfisme tampak dengan adanya perubahan pada tepi batuan beku intrusi dan
terutama pada batuan yang diintrusi, yaitu: baking (pemanggangan) dan hardening (pengerasan).

Igneous metamorfism ialah segala jenis pengubahan (alterasi) yang berhubungan dengan penerobosan
batuan beku. Batuan yang diterobos oleh masa batuan pada umumnya akan ter-rekristalisasi, terubah
(altered), dan tergantikan (replaced). Perubahan ini disebabkan oleh panas dan fluida-fluida yang
memencar atau diaktifkan oleh terobosan tadi. Oleh karena itu endapan ini tergolong pada
metamorfisme kontak.

Proses pneomatolitis ini lebih menekankan peranan temperatur dari aktivitas uap air. Pirometamorfisme
menekankan hanya pada pengaruh temperatur sedangkan pirometasomatisme pada reaksi penggantian
(replacement), dan metamorfisme kontak pada sekitar kontak. Letak terjadinya proses umumnya di
kedalaman bumi, pada lingkungan tekanan dan temperatur tinggi.

Bahan galian bijih pada endapan kontak metasomatisme umumnya sulfida sederhana dan oksida
misalnya spalerit, galena, kalkopirit, bornit, dan beberapa molibdenit. Sedikit endapan jenis ini yang
betul-betul tanpa adanya besi, pada umumnya akan banyak sekali berisi pirit atau bahkan magnetit dan
hematit. Scheelit juga terdapat dalam endapan jenis ini (Singkep-Indonesia).

4. Fase Hidrothermal (Hydrothermal Phase)

Hidrothermal adalah larutan sisa magma yang bersifat “aqueous” sebagai hasil akhir dari differensiasi
magma. Larutan ini mengandung oksida-oksida dan atau sulfida-sulfida logam emas, perak, timbal, seng,
merkuri dan besi.

Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° sampai >500°C), secara lateral
dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992).
Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida
hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan cenderung
menyesuasikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuasi dengan
kondisi yang baru, yang dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan bijih hidrotermal
terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan mengendapkan
mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik maupun kimiawi (Pirajno, 1992).
Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan
menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan (alteration minerals).

Semua mineral bijih yang terbentuk sebagai mineral ubahan pada fase ini disebut sebagai endapan
hidrotermal. Endapan hidrotermal dapat dibagai menjadi beberapa kelompak, yaitu:

a) Berhubungan dengan batuan beku

· Porfiri: Cu, Au, Mo. Contoh di Grasberg, Batuhijau


· Skarn: Cu, Au, Fe. Contoh Ertzberg complex
· Greisen: Sn, W. Contoh di P.Bangka
· Epitermal (low and high sulphidation type, Carlyn type): Au, Cu, Ag, Pb. Contoh di Pongkor,
Mt.Muro
· Massive Sulphide Volcanogenic: Au, Pb, Zn. Contoh Wetar

b) Tidak berhubungan dengan batuan beku

· Lateral secretion (Missisippi valley type) : Au,Pb,Zn

5. Fase Vulkanis (Volcanic Phase)

Endapan fase vulkanis merupakan produk akhir dari proses pembentukkan bijih secara primer. Sebagai
hasil kegiatan phase vulkanis adalah:

1. Aliran lava (Lava flow)


2. Ekshalasi
3. Mata air panas

Ekshalasi adalah hasil letusan gunung api berupa material gas yang terdiri dari gas uap air,
karbondioksida, dan gas belerang.Ekshalasi dibagi menjadi : fumarol (terutama terdiri dari uap air H2O),
solfatar (berbentuk gas SO2), mofette (berbentuk gas CO2), saffroni (berbentuk baron). Bentuk
(komposisi kimia) dari mata air panas adalah air klorida, air sulfat, air karbonat, air silikat, air nitrat, dan
air fosfat.

Jika dilihat dari segi ekonomisnya, maka endapan ekonomis dari phase vulkanik adalah : belerang (kristal
belerang dan lumpur belerang), oksida besi (misalnya hematit, Fe 2O3). Sulfida masif volkanogenik
berhubungan dengan vulkanisme bawah laut, sebagai contoh endapan tembaga-timbal-seng Kuroko di
Jepang, dan sebagian besar endapan logam dasar di Kanada.

Anda mungkin juga menyukai