Anda di halaman 1dari 9

TIMAH ALLUVIAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Eksplorasi

Daftar Kelompok
Aditya Mahendra

12106013

Andy Yahya Al Hakim

12106023

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2008
1

TIMAH ALLUVIAL

Genesa pembentukan endapan timah


Secara umum endapan timah berdasarkan genesanya terdiri dari endapan
timah primer dan endapan timah sekunder. Timah alluvial merupakan endapan
sedimenter yang artinya endapan yang terbentuk akibat pengkonsentrasian mineral
berharga yang telah tertransportasi dari perombakan batuan asalnya. Karakteristik
utama dari endapan sedimenter alluvial yaitu terjadi akibat pelapukan mekanis dan
harus memiliki perbedaan berat jenis yang besar antara mineral bijih dengan
pengotornya, setelah mineral tersebut terlapukkan maka akan tertransportasi ke
tempat lain menggunakan media fluida, kemudian mineral berharga (bijih) akan
terkonsentrasi atau mengalami pengkayaan.
Endapan timah primer terbentuk dari proses hidrothermal dan berhubungan
erat dengan adanya intrusi granite biotite yaitu terbentuk dari magma cair yang
disebut juga” tin bearing granite” .Proses ini diperkirakan terjadi pada masa Triassic
Atas. Granit cair yang mengandung gas – gas, uap air dan unsur -unsur logam
diantaranya adalah timah (cassiterite). Gas- gas, uap air dan unsur logam tersebut
selanjutnya melepaskan diri dari granit cair dan masuk ke dalam celah – celah pada
batuan di atasnya. Sebagai host-rock adalah batuan dynamo metamorphic yang
berumur Permokarbon dan yang berumur Trias Bawah, yang mempunyai komposisi
batu pasir, kwartsit, shales, fossiliferous limestone, chert, konglomerat, dan diabas.
Proses mineralisasi yang terjadi pada dasarnya yaitu magma yang bersifat
asam mengandung gas SnF4, yang melewati proses pneumatolitik hidrotermal
menerobos dan mengisi celah retakan, dimana terbentuk reaksi dasar :

SnO2, yang dikenal dengan kassiterit adalah senyawa Sn yang utama, dan
merupakan mineral timah ekonomis. Daerah penyebaran timah primer ada 3 variasi:

• Pada bagian teratas/terluar dari sisi batuan granit, daerah kontak dimana
akumulasi fluida terjadi. Disini timah ditemukan tersebar dan tersegresi dalam
batuan yang granitik, metasedimen sampai greisen.
Pada batuan greisen, timah terdapat dalam kristal kassiterit dari bentuk halus
hingga kasar
Pada vein maupun pada bedding plane yang berlangsung proses
pyrometasomatik. Tipe deposit ini umumnya berada jauh dari sumber
granitnya dan berproses dalam temperatur rendah.

Ciri yang mencolok yaitu kehadiran yang dominan dari mineral


magnetik, dan hadirnya mineral calc silica Proses selanjutnya, di alam yang tropis
dan lembab, endapan timah primer tersebut selanjutnya mengalami proses
pelapukan, yang kemudian berlanjut dengan proses erosi, elutriasi dan dilanjutkan
oleh transportasi lewat sungai-sungai dimana terendapkan kassiterit sebagai mineral
berat (BD=7), bersama produk rombakan lain yang lebih ringan. Lapisan pasir
bertimah yang berada di atas bedrock, setempat dikenal dengan nama
kaksa.
Jenis endapan sekunder sangat bervarisai, yang dapat dilihat pada
tabel :

Sumber timah Indonesia merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara, jalur
timah terkaya di dunia yang membentang dari selatan Cina – Thailand – Birma –
Malaysia hingga Indonesia. Di Indonesia, jalur timah ini 2/3 bagian tertutup oleh laut,
sedangkan daratan berupa deretan pulau-pulau yang bertebaran sejak dari arah
barat laut, Pulau Karimun Kundur, Bangka, hingga Belitung dan jejak granit bertimah
terakhir terdapat di Pulau Karimata. Pulau-pulau tersebut diperkirakan terbentuk
3

dalam proses erosi residual dan merupakan sisa bagian yang resisten dari mountain
ranges yang berlangsung pada masa-masa terbentuknya Sunda Shelf. Di Bangka,
Singkep, dan Pulau Karimun Kundur , mineralisasi berlangsung di badan granit,
dengan demikian deposit ditemukan didaerah kontak. Sedangkan di Belitung,
mineralisasi terjadi jauh dari badan granite, dimana fluida berada dalam temperatur
rendah dan mampu mengisi dari celah-celah dari hostrock termasuk bedding plane.
Tingkat erosi terhadap deposit primer berlangsung dengan tingkat intensitas
yang berbeda antara satu pulau timah dengan pulau timah lainnya. Pulau Bangka
dalam massa tersier dan periode kwarter, berada dalam altitute yang tinggi, oleh
karena itu erosi nampaknya berjalan sangat intensif, sehingga terbentuk cebakan
timah sekunder di sungai sungai purba, selain kaya, tetapi juga dalam jumlah besar
dan dapat ditemukan di banyak tempat, baik daratan maupun lautan. Sedangkan
deposit timah primer sedikit saja tersisa. Lain halnya dengan belitung, dimana pada
massa itu kedudukan pulau itu pada latitute yang rendah, yang menyebabkan
proses pembentukan endapan sekunder tidak seintensif di Bangka, sedangkan
endapan primer dapat diketemukan indikasinya di banyak tempat.
Penyebaran konsentrasi lapisan pasir bertimah baik vertikal maupun lateral
sangat dipengaruhi oleh gejala naik turunnya permukaan laut.

Gambar 1. Lokasi pulau – pulau timah Indonesia

Kegiatan Eksplorasi
Karakteristik genesa dari timah alluvial dapat dijadikan sebagai acuan untuk
metoda kegiatan eksplorasi yang dilakukan. Genesa endapan timah berupa mendala
metalogenik yang membentang dari selatan Cina – Thailand – Birma – Malaysia
hingga Indonesia, kontrol pembentukan bijih sehingga terjadi endapan sedimenter
(placer), dan komposisi mineral, serta gejala geologi yang dapat berupa tatanan
tektonik regional atau lokal, struktur geologi, susunan stratigrafi, dan jenis batuan.
Dari peristiwa tersebut akan diketahui tipe dan karakteristik endapan yang berupa
keadaan umum bentuk, ukuran, dan pola sebaran bijih, proses dan zona
pengkayaan, sifat fisik dan kimia endapan, karakteristik mineralogi, karakteristik
batuan induk/samping. Kegiatan eksplorasi akan dibagi kedalam beberapa tahapan :
pertama akan dilakukan peninjauan lapangan berupa survey geologi dan
pengambila sampling secara acak, dari langkah ini kita akan mendapat keadaan
model regional endapan.
Langkah kedua, dilakukan kegiatan eksplorasi pendahuluan, yaitu survey
geokimia dan geofisika, dan pemetaan, baik peta topografi maupun peta geologi.
Survey geofisika, diantaranya dilakukan kegiatan kegiatan sebagai berikut :
Seismik
Metoda Geofisika yang cocok dilakukan untuk endapan timah alluvial dalam (50 m
hingga diatas 100 m) adalah metoda geofisika aktif yaitu seismik. Hal ini dilakukan
untuk mendeliniasi batas-batas lembah. Kegiatan ini dilakukan oleh PT Tambang
Timah untuk pengembangan cadangan alluvial darat.
Survey Mineral Berat
Menurut Sanny et al. (1997), survei gaya berat digunakan untuk menggambarkan
bentuk (struktur) geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi
bumi yang ditimbulkan oleh perbedaan densitas (rapat massa) antar batuan.
Geolistrik
Survei geolistrik menggunakan konduktivitas mineral dan batuan atau kebalikannya
(tahanan jenis), untuk memperkuat informasi geologi dekat permukaan. Metode
tersebut

digunakan

untuk

menyelidiki

kondisi

bawah

permukaan

dengan

mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di bawah permukaan bumi. Penyelidikan

tersebut meliputi pendeteksian besarnya medan listrik yang mengalir di dalam bumi
baik secara alamiah (metode pasif) maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi
(metode aktif) dari permukaan.
Dari langkah langkah ini akan didapat sifat fisik dan sifat kimia dari endapan,
tatanantektonik, model genetic dan sebagainya. Langkah ketiga yang dilakukan
adalah Eksplorasi lanjut sampai Eksplorasi detail. Kegiatan yang dilakukan yaitu
pemboran, sampai pemboran detail.
Pemboran memberikan penentuan akhir, dan sebagai pelengkap data
geologi. Pemboran yang dilakukan di Pertambangan Timah Bangka dilakukan
menggunakan Bor Bangka. Ditemukan dan dibuat oleh seorang Insinyur Belanda
yang bekerja di Pertambangan TImah Bangka pada tahun 1859. Bor Bangka terdiri
dari pipa, dan didalamnya ada pompa, untuk mengambil contoh dan dioperasikan
secara manual. Pemboran dilakukan dalam pola melintang pada poros lembah (20
meter satu sama lain) dan dalam jarak antara 20-40 m antara satu lintang dengan
lintang lainnya. Data yang didapat dari pemboran adalah kadar, batas cebakan,
geometri endapan, sebaran kadar. Dari data-data tersebut dapat dilakukan
pemodelan endapan. Dengan berdasar kepada keadaan ekonomi dan keadaan
teknologi pada saat ini serta perkiraan biaya

produksi, dapat ditentukan cut of

grade, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah perhitungan cadangan.


Kemudian akan dilakukan studi kelayakan apakah tambang ini bernilai ekonomis
atau tidak, jika dilakukan penambangan.

Penambangan Timah di Indonesia


Pertambangan timah di Indonesia yang dilakukan oleh PT Tambang Timah,
pada pulau-pulau yang kaya akan endapan timah, pada umumnya adalah berupa
endapan alluvial, hamper sama dengan penambangan yang dilakukan oleh PT Koba
Tin yang beroperasi didearah Koba Bangka yang juga merupakan endapan alluvial.
Sedangkan tambang primer bawah tanah yang hanya berskala kecil seperti yang
ada di Kelapa Kampit, diusahakan oleh PT Gunung Kikara Mining.
Pada umumnya, penambangan timah dimulai dengan cara sederhana,
dimulai dengan menggali pasir bertimah dengan pacul atau sekop yang dilakukan
oleh penduduk setempat, lalu mencucinya dengan dulang didalam lobang (tambang)
dan kemudian diangkut dengan dipikul ketempat pencucian yang terdiri dari palong
(wasgot-sluice). Pada abad yang lalu, sebuah tambang yang kegiatannya demikian
memerlukan tenaga kerja ratusan orang, dan dengan seiring menaiknya produksi,
tenaga kerja tambang terpaksa didatangkan dari Cina Selatan dengan sistem
kontrak. Sistem tambang dan kontrak seperti ini hampir sama cara dan waktunya
dengan tambang emas yang ada di California.
Pada umumnya bijih timah yang ditambang sejak dahulu kala adalah jenis
endapan timah alluvial yang kadang kala disebut juga dengan endapan “timah
sekunder” atau “timah placer”, yaitu bijih timah yang sudah terlepas dari induk
endapannya semula (endapan primer) oleh proses hidrotermal, kemudian oleh
transportasi air diendapkan kembali di tempat lain pada tempat-tempat yang lebih
rendah. Di Indonesia, seperti juga dinegara-negara lain, penambangan timah alluvial
telah membaku dalam tiga sistem penambangan, yaitu :
Tambang semprot (hydraulic mining) dengan mempergunakan tenaga air
7

semprot untuk proses penggalian, kemudian diangkut dengan pompa ketempat


pencucian dan selanjutnya diolah dalam keadaan berair, dengan mempergunakan
prinsip-prinsip

pengendapan

dan

konsentrasi

oleh

perbedaan

berat

jenis.
Pengupasan tanah atas (overburden) atau pelepasan cebakan menurut keperluan
dan efisiensi dibantu dengan alat-alat berat terutama dengan menggunakan
bulldozer.
Tambang alluvial besar yang menggunakan alat-alat besar untuk penggalian
dan untuk mengangkut dari front penambangan ketempat pengolahan, sering
dikombinasikan dengan cara penyemprotan. Sistem ini biasa dilakukan untuk
endapan yang mempunyai kedalaman yang dalam (15 m) dan skala penambangan
lebih besar. Karena itulah PT Tambang Timah yang menggunakan bantuan alat
besar disebut dengan tambang besar. Tambang-tambang dengan endapan yang
lebih dangkal seperti elluvial dan kulit, dengan penggalian dan pengangkutan yang
berskala lebih kecil, dengan alat-alat besar, yaitu dengan menggunakan shovel
loader dan truk disebut dengan tambang kering.
Sistem penambangan dengan mesin gali mangkok (MGM) atau yang biasa
disebut dengan kapal keruk, alat penggalian dan pengolahan primer ditempatkan
diatas panton (kapal), di Indonesia seluruhnya menggunakan tipe ember dengan
kapasitas 7 ft3-24cu3. Pada waktu lalu, ada juga kapal keruk tipe pisau (cutter),
yang seiring dengan perkembangan waktu dan teknologi, dinilai tidak sesuai lagi
dipakai untuk proses penambangan timah, karena recovery dari cebakan tidak baik.
Kapal

keruk

dioperasikan

di

lembah-lembah

darat

dengan

system

pengontrolan air, sedangkan kapal-kapal keruk di lautan, desainnya dibuat untuk


dapat bekerja dengan keadaan gelombang laut yang tinggi. Penambangan timah
alluvial seperti juga mineral alluvial atau mineral sekunder lainnya dilaksanakan
dengan volume yang relatif besar, yang ditandai dengan proses pemindahan volume
tanah penutup yang sangat besar sedangkan nilai/kadar logam timah dalam satuan
volume tanah tersebut relatif kecil. Pada saat ini, nilai kadar timah yang digali
terletak antara 110 gr/m3 tanah – 350 gr/m3 tanah, sedang kapasitas gali
penambangan adalah :
Tambang semprot : 30-40 m3/jam
Tambang alat-alat besar : 50-100 m3/jam
MGM 9 ft3 : 150.000 m3/jam
8

MGM 14 ft3 : 250.000 m3/jam


MGM 24 ft3 : 400.000 – 500.000 m3/jam
PT Timah beroperasi di tiga pulau dengan jumlah tambang pada tahun 1990 :
Tambang semprot 66, ditambah dengan 207 tambang kontrak,
Tambang besar 7 unit produksi, dan
MGM sebanyak 28 unit produksi
Sedangkan PT Koba Tin mengoperasikan sebuah MGM 24 ft3 dan 12 tambang
besar. Untuk penambangan primer, PT Tambang Timah mengoperasikan tambang
terbuka Pemali dengan menggunakan alat-alat besar dalam proses penggaliannya,
dan juga mengunakan ban berjalan (belt conveyor) dalam proses pengankutannya
yang juga dikombinasikan dengan menggunakan truk.
Berikut ini akan diuraikan secara ringkas, operasi tambang-tambang alluvial
yang meliputi PT Tambang Timah dan PT Koba Tin.

Tambang Semprot Timah


Penambangan dengan cara tambang semprot (hydraulic mining) untuk
endapan timah di Indonesia pada waktu yang lalu telah menjadi tulang punggung
dari operasi PT Tambang Timah sebelum beralih menjadi sistem kapal keruk pada
saat ini.
Pada gambar 2 dapat dilihat bagaimana skema dari proses penambangan
dengan menggunakan tambang semprot. Untuk persiapan pembukaan tambang,
salah satu faktor terpenting adalah pengairan. Sistem pengairan diatur dengan
pembuatan dam, Bandar, sedemikian agar terdapat cukup air bagi para pekerja.
Pompa-pompa yang digunakan adalah pompa putar (centrifugal pump). Kebutuhan
air untuk pompa semprot dan untuk pencucian sedapat mungkin menggunakan air
yang bersih. Pada saat musim kering, waduk tailing dipergunakan sebagai waduk
pengendapan (desliming). Untuk pembuatan dam, dapat dibuat dengan alat besar
seperti dragline atau buldozer. Proses pencucian pada dewasa ini telah
menggunakan standar jig dengan tiga tingkatan.
Didalam perencanaan dan pelaksanaan penempatan tailing dan pengairan air
kolong ke sistem air umum, seperti sungai harus memperhitungkan aspek
lingkungan, yaitu agar air yang dialirkan kesungai-sungai merupakan air yang tidak
beracun, sedangkan bekas bekas tailing diusahakan agar secara alami atau dengan
9

rehabilitasi dapat dipergunakan lagi, sesuai dengan fungsi tanah didaerah


penambangan tersebut dilakukan.

Sistem usaha tambang semprot dari dahulu dikembangkan dengan dua cara,
yaitu seluruh pengurusan dan personil diambil langsung oleh perusahaan,
sedangkan untuk sistem control, dimana penyediaan tenaga dan operasi sehari-hari
dilakukan oleh kontraktor, sedang pengendalian, pengawasan dan pengurusan
lainnya dilaksanakan oleh PT Tambang Timah. Tambang tersebut lazim disebut
dengan Tambang Karya. Sistem tambang semprot, masih dinggap intensif tenaga
kerja, dan sistem teknologi menengah. Karena itu terdapat keunggulan bila tambang
sedemikian diolah oleh kontraktor penyediaan tenaga kerja.
Efisiensi dari tambang semprot tergantung pada efektivitas monitor, daya
semprot, dan daya membelah (shearing) lapisan-lapisan, dan juga sangat
tergantung pada sifat-sifat lapisan. Lapisan clay utuh dank eras (tough clay), lapisan
sementasi berbesi, konglomerat dan batu-batu besar sulit dipecah oleh semprot
(monitor) dan dingkut dengan pompa tanah. Secara umum, produktivitas tambang
semprot relatif rendah, dan dengan demikian kadar timah yang ekonomis ditambang
dengan tambang semprot harus lebih tinggi.

Tambang Alluvial Besar


Untuk penambangan endapan alluvial dalam, umumnya lebih dari 15 m
dalamnya, jika menggunakan pompa, maka pompa tanah harus dipasang dengan
cara seri dan efisiensi pemompaan berkurang. Karena itu, untuk endapan seperti ini
biasa ditambang dengan bantuan alat-alat besar seperti yang dilakukan oleh PT
Koba Tin.
10

Skala penambangan lebih besar bila dibandingkan dengan tambang semprot.


Biasanya terdapat lapisan overburden yang cukup tebal. Karena itu perlu digali
dengan

menggunakan

shovel

kemudian

diangkut

dengan

truk

ketempat

pembuangan. Sebagai contoh (model) dari tambang alluvial besar dibawah ini
diuraikan secara singkat operasi sebuah tambang besar PT Koba Tin. Pada gambar
3 dapat dilihat diagram kolong dengan aliran air dan limbah, dengan tahapan
pengisian kolong dari tahap pertama sampai pada tahap yang berikutnya. Pada
gambar 4

dapat dilihat

diagram tahap

penambangannya. Dalam operasi

penambangannya, tanah penutup ditambang dengan menggunakan alat-alat besar


dan dibuang dikolong (tambang) lama, sedangkan pasir bertimah ditambang secara
semprot dan dipompa ketempat pencucian. Instalasi pencucian sama dengan
tambang semprot, yang terdiri dari jig dalam dua atau tiga tingkat yang nantinya
akan menghasilkan konsentrat berkisar antara 20-30% Sn. Untuk kebutuhan air
semprot, dan sebagai usaha dalam mengurangi polusi, air limbah dialirkan terlebih
dahulu ke kolam pengendap baru dialirkan kesungai. Tanah bekas penggalian
langsung direhabilitasi dan ditanami untuk penghijauan.
Pada daerah PT Tambang Timah terdapat juga endapan tipis dan keras,
biasanya merupakan endapan elluvial tersementasi, bila cukup kaya, ditambang
dengan buldozer dan kemudian diangkut dengan menggunakan truk.

Gambar 5. Diagram air limbah padat dan limbah cair dan sirkulasi air tertutup

11

Gambar 6.Diagarm tahapan penambangan

Kapal Keruk atau Mesin Gali Mangkok (MGM)


Penggunaan teknologi kapal keruk merupakan suatu bentuk peningkatan dan
pengembangan,

dibandingkan

dengan
tambang

semprot,

dimana

alat-alat

penggalian dan pengolahan primer dibangun diatas sebuah kapal (pontoon) yang
mobilitasnya untuk operasi dan perpindahan sudah dimekanisasi.
Sejarah kapal keruk untuk penambangan timah di Indonesia dimulai pada
permulaan abad 20, dan menurut catatan, kapal keruk sederhana pertama
diintroduksikan di Singkep pada tahun 1927. Pengembangan kapal keruk timah di
Indonesia, terutama kapal keruk untuk laut merupakan pionir dengan teknologi yang
sebagian besar berasal dari Belanda dan Negara Eropa lainnya.
Kapal keruk adalah istilah penamaan untuk semua tipe kapal keruk, sedang
mesin gali mangkok (MGM) adalah istilah kapal keruk dengan tipe ember (bucket
dredge), yang pada awalnya adalah tipe utama yang beroperasi di pertambangan
timah di Indonesia. Pada waktu yang lalu ada tipe kapal keruk isap (cutter dredge)
yang saat ini banyak digunakan untuk pengerokan pasir pada pelabuhan, sedang
kapal keruk tipe roda mangkok (bucket wheel) dipergunakan tambang emas.
Penggalian dilakukan dengan rantai ember yang berjalan dari ujung bawah ember,
menggali dengan tekanan dan bergerak diatur oleh kawat depan dan kawat
samping, sedangkan gerakan ujung tangga ember vertical terjadi dengan kawat
tangga.
Penggalian dan pengisian mangkok terjadi pada ujung bawah dan ujung
depan dan tingkat pengisian mangkok dapat dimaksimumkan dengan alat-alat
pengontrol kawat depan, samping dan kawat tangga (ladder hoist). Untuk tanah
alluvial yang bersifat clay coefficient isi mangkok dapat mencapai 150%. Rantai
mangkok berjalan yang berisi tanah timah, diangkat (dibawa) ke atas roda putar atas
(top tumbler) dan dibuang ke chute dan kemudian jatuh kesaringan putar dan
seterusnya mengikuti flow sheet pencucian. Bila ada tanah atas yang tidak perlu
dicuci, maka didalam saring putar dipasang talang tailing (overburden chute) yang
mengalirkan tanah langsung kebelakang MGM.

12

Efisiensi sebuah kapal keruk, merupakan gabungan efisiensi mekanis, atau


jam jalan yang diakibatkan oleh efisiensi motor-motor dan alat-alat mekanis, efisiensi
pengisian mangkok rendement alat pencucian (treatment recovery) dan efisiensi
penggalian, atau bersih tidaknya lapisan dasar digali tamah bertimahnya. Untuk
efisiensi mekanis, diadakan bantuan bengkel dan reperasi bulanan dan mingguan.
Kebersihan penggalian biasanya tergantung dari lapisan dasar bertimah dan lapisan
bedrock. Di beberapa tempat seperti terlihat di tambang-tambang semprot terdapat
lapisan pasir timah yang menjadi konglomerat atau tersemen oleh mineral-mineral
besi (limonitic), juga lapisan bedrock yang belum melapuk merupakan penyebab
kesulitan-kesulian pembersihan lapisan tanah bertimah.
Tenaga-tenaga dan keahlian untuk operasi dan pengurusan kapal keruk
untuk pertimahan Indonesia merupakan spesialisasi dan pembibitan yang harus
dilakukan sendiri oleh perusahaan, dan tergantung kepada pengurusan tenaga kerja
terampil untuk peningkatan efisiensi.

Gambar 7. MGM/ Kapal keruk Singkep1

Gambar 8. Gambar dredging ship


13

DAFTAR PUSTAKA
Simatupang, Marangin dan Soetaryo, Sigit. Pengantar Pertambangan
Indonesia. Asosiasi Pertambangan Indonesia. Jakarta. 1991
Macdonal, Eoin H. Alluvial Mining The Geology, Technology, and
Economic of Placers. Chapman and Hall 733 third Avenue. New York. 1983.
Sulistianto, Budi. Sistem Penambangan. Departemen Teknik
Pertambangan. Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral-ITB.2005
Anthony M. evans. Ore geology and Industrial Mineral.1994
Guilberg,J.M. and Park,C.F.Jr. The Geology of Ore Deposits. W. H.
Freeman. 1986

14

Anda mungkin juga menyukai