SKRIPSI
Oleh:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA SEAM 1 PADA
SAYAP BARAT ANTIKLIN SEMBERAH
MENGGUNAKAN METODE CIRCULAR 891 (USGS, 1983)
DAERAH TANAH MERAH, KOTA SAMARINDA,
KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
Strata 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Mulawarman
Oleh:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada
program studi S1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, sejauh
yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah
dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di
lingkungan Universitas Mulawarman maupun di Perguruan Tinggi atau instansi
manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
ii
ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA SEAM 1 PADA
SAYAP BARAT ANTIKLIN SEMBERAH
MENGGUNAKAN METODE CIRCULAR 891 (USGS, 1983)
DAERAH TANAH MERAH, KOTA SAMARINDA,
KALIMANTAN TIMUR
Oleh:
MUHAMAD ZAENAL MUHTADIN
1409085009
Disahkan Oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kedua orang tua, Ayahanda Muhardi dan juga Ibunda Endang Winartin
Terima kasih telah membesarkan, merawat, mendukung selama masa kuliah ini
iv
RIWAYAT HIDUP
v
Muhamad Zaenal Muhtadin Dosen Pembimbing
1409085009 I. Muhammad Dahlan Balfas, S.T., M.T.
Program Studi S1 Teknik Geologi II. Hamzah Umar, S.T., M.T.
2019, 57 Halaman
ABSTRAK
vi
Muhamad Zaenal Muhtadin Supervisors
1409085009 I. Muhammad Dahlan Balfas, S.T., M.T.
Bachelor Of Geological Engineering Program II. Hamzah Umar, S.T., M.T.
2019, 57 Pages
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Skripsi dengan
judul “Estimasi Sumberdaya Batubara Seam 1 Pada Sayap Barat Antiklin Semberah
Menggunakan Metode Circular 891 (USGS, 1983) Daerah Tanah Merah, Kota
Samarinda, Kalimantan Timur” ini diharapkan akan memberikan beberapa hal penting
mengenai keadaan geologi dan sumberdaya batubara di daerah penelitian.
Penulis menyadari banyak kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis masih sangat
membuka pintu saran dan kritik yang selebar-lebarnya untuk memperbaiki skripsi ini
menjadi lebih baik lagi. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat
bantuan dan bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si., selaku Rektor Universitas Mulawarman
2. Bapak Muhammad Dahlan Balfas, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I atas ilmu, arahan
dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis.
3. Bapak Tommy Trides, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi S1 Teknik Geologi
Universitas Mulawarman
4. Bapak Hamzah Umar, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II atas arahan, saran dan
bimbingan yang sangat membangun bagi penulis.
5. Bapak Koeshadi Sasmito, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji I atas arahan, saran dan
bimbingan yang sangat membangun bagi penulis.
6. Bapak Heriyanto, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji II skripsi atas ilmu, arahan dan
bimbingan yang sangat berarti bagi penulis.
7. Seluruh staff pengajar Program Studi S1 Teknik Geologi Universitas Mulawarman,
semoga ilmu yang disampaikan menjadi manfaat bagi mahasiswanya.
8. Kedua orang tua tercinta, Ibu dan Bapak, serta Mbak ida, yang selalu memberikan
do’a, semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
9. Rekan-rekan angkatan 2014 Teknik Geologi (S1) dan juga seluruh anggota HMTG,
terima kasih atas kebersamaan selama ini.
viii
10. Teman-teman Kontrakan dan bubuhan taaaaaaa Andrew Setiawan, Septian Ade
Pradana (Gopin), Chairul Ikhwan, NurHadi, Iswan Arsidi, M. Dio Mahendra, Risal
Prabowo, Rizki Fauzi, Ilham Wahyudi, Desdy Prabowo dan M.Khairul Anam terima
kasih banyak atas bantuan dan motivasi kalian dalam pembuatan skripisi ini.
11. Teman teman Cewek Teknik Geologi Angkatan 2014 yang terus memberika
masukan dan semangat dalam pembuatan skripsi ini.
12. Adik tingkat yang membantu mencari data di lapangan Adji Zunaid Tualeka, Ade
Santos, Ade Kurniawan, Elvis Yoel Lolorante.
13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan penulis atas bantuannya sewaktu
penulis melakukan kegiatan lapangan maupun penyusunan laporan.
Tidak lepas dari segala kesalahan dan juga kekurangan penulis dalam penyajian skripsi
ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Banyak sekali
kekurangan dalam penyusunannya. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat
berguna bagi semua pihak khususnya mahasiswa ataupun pembaca umum lainnya dalam
memperluas ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
3.1.3 Tahap Pasca Lapangan ............................................................................ 31
3.1.4 Hasil ....................................................................................................... 33
3.2 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35
4.1 Geologi Daerah Penelitian ..................................................................... 35
4.2 Topografi ................................................................................................ 38
4.3 Singkapan Batubara Di Daerah Penelitian ............................................. 39
4.4 Karakteristik Lapisan Batubara Di Daerah Penelitian ........................... 42
4.4.1 Ketebalan ............................................................................................... 42
4.4.2 Kemiringan Lapisan Batubara ............................................................... 43
4.4.3 Pola Sebaran Batubara Daerah Penelitian .............................................. 43
4.4.4 Kemenerusan Lapisan Batubara ............................................................ 44
4.4.5 Bantuk .................................................................................................... 45
4.4.6 Rekahan (Cleat) ..................................................................................... 45
4.4.7 Pelapukan ............................................................................................... 46
4.4.8 Kondisi Roof dan Floor ......................................................................... 47
4.4.9 Keteraturan Lapisan Batubara ................................................................ 48
4.5 Korelasi .................................................................................................. 48
4.6 Permodelan Endapan Batubara .............................................................. 49
4.7 Sumberdaya Batubara Daerah Penelitian ............................................... 52
4.71 Aspek Tektonik Dan Sedimentasi Sebagai Parameter Dalam
Pengelompokan Kompleksitas Geologi ................................................. 52
4.7.2 Estimasi Sumberdaya Batubara Di Daerah Penelitian ........................... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 57
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 57
5.2 Saran ...................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 58
LAMPIRAN ............................................................................................................. 59
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jarak Titik Informasi Menurut Kondisi Geologi (SNI 5015: 2011) ...... 26
Tabel 2.2 Aspek Tektonik dan Sedimentasi sebagai Parameter dalam
Pengelompokkan Kompleksitas Geologi (SNI 5015: 2011) .................. 28
Tabel 4.1 Aspek Geomorfologi Daerah Penelitian ................................................ 35
Tabel 4.2 Data Singkapan Batubara Yang Akan Dihitung Sumberdayanya ......... 39
Tabel 4.3 Nilai Uji Kualitas Batubara .................................................................... 53
Tabel 4.4 Perhitungan Sumberdaya Batubara ........................................................ 56
Tabel 4.5 Perbedaan Perhitungan Sumberdaya Batubara Secara Manual
(Dengan Tabel Diatas) ........................................................................... 56
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
Gambar 4.10 Peta Pola Sebaran Lapisan Batubara Daerah Penelitian .................. 46
Gambar 4.11 Sayatan Pada Peta Cropline Yang Memotong Lapisan Batubara .... 46
Gambar 4.12 Kontak Batuan Antara Batubara Dan Batulempung ........................ 47
Gambar 4.13 Kenampakan Top Batubara Berupa Batupasir Yang
Terjadi Karena Proses Pengendapan Secara Tiba-Tiba .................... 47
Gambar 4.14 Korelasi Profil Seam 1 Pada Lokasi Lokasi pengamatan 39,
Lokasi pengamatan 40 Dan Lokasi pengamatan 41 ........................ 48
Gambar 4.15 Kontur Struktur Roof Pada Lapisan Batubara .................................. 49
Gambar 4.16 Kontur Struktur Floor Pada Lapisan Batubara................................. 50
Gambar 4.17 Lapisan Batubara Yang Dilihat Dibawah Permukaan (3D) ............. 50
Gambar 4.18 Model Lapisan Batubara Terhadap Topografi (3D) ......................... 51
Gambar 4.19 Model Batubara Dalam perhitungan sumberdaya pada kemiringan
lapisan batubara ............................................................................... 51
Gambar 4.20 Sumberdaya Batubara Seam 1 Daerah Penelitian ........................... 54
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Batubara merupakan suatu campuran padatan yang heterogen dan terdapat di alam dalam
tingkatan yang berbeda mulai dari lignit, subbitumit dan antrasit (Sukandarrumidi, 1995).
Sumberdaya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3)
menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat
mineral dan batubara sebagai kakayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan
sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal
mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta
berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara
berkelanjutan.
Perhitungan sumberdaya yang akurat membantu para perancang tambang dapat membuat
rencana penambangan yang optimal, baik dari segi produksi, segi waktu dan segi efisiensi
biaya, bermuara pada pengambilan keputusan dalam teknis eksploitasi cadangan yang
bernilai ekonomis. Prinsip perhitungan sumberdaya adalah berdasarkan pendekatan dari
kondisi yang sebenarnya yang dihasilkan dari kegiatan eksplorasi.
Oleh karena itu, Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dan penting estimasi sumber
daya batubara untuk dilakukan agar setiap kegiatan eksplorasi mulai dari awal hingga ke
tahapan selanjutnya berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah yang
bersifat transparan karena batubara merupakan kekayaan negara yang dipergunakan
untuk kemakmuran rakyat.
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil:
• Bagaimana pola sebaran lapisan batubara di daerah penelitian?
• Bagaimana kontur struktur batubara di daerah penelitian?
• Berapa besar sumberdaya batubara di daerah penelitian?
2
Untuk mencapai lokasi penelitian tersebut, dari Universitas Mulawarman Samarinda
dapat ditempuh melalui jalur darat menuju kurang lebih dalam waktu 30 menit. Kondisi
jalan menuju lokasi penelitian yaitu dalam kondisi aspal dengan jarak tempuh kurang
lebih 13.4 km. Berikut ini peta kesampaian daerah lokasi penelitian pada Gambar 1.1
3
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka membahas mengenai geologi regional, genesa batubara, cropline,
hukum V, perhitungan sumberdaya, dan klasifikasi sumberdaya batubara berdasarkan
SNI beserta kompleksitas geologi nya.
c. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Hasil dan Pembahasan memuat hasil pembuatan peta geomorfologi, kolom stratigrafi
serta struktur geologi pada daerah penelitian serta juga memuat hasil perhitungan
sumberdaya batubara dalam bentuk tabulasi data dan peta.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut S. Supriatna dan E. Rustandi (1995), Cekungan Kutai dicirikan oleh tiga satuan
morfologi. Di bagian Tengah bentang alam berbukit yang sebagian bergelombang, delta
Mahakam di bagian Timur dan bagian Barat adalah dataran berawa.
Daerah perbukitan di bagian tengah dalam menempati lebih dari setengah lembar
samarinda. Daerah penyelidikan termasuk ke dalam morfologi daerah perbukitan. Delta
Mahakam menjorok ke laut. Delta Mahakam merupakan contoh khas delta yang
membentuk kaki burung. Pada perkembangannya timbul sejumlah alur bagi seperti
Muara Kaeli, Muara Pantunan, Sungai Terusan Pamanaran dan Muara Nujit. Medan
delta yang rendah tertutup rawa dengan vegetasi khas yaitu bakau dan rumbia.
Dataran berawa di bagian Barat laut terisolir oleh Sungai Mahakam, karena pengangkatan
terjadi di perbukitan di sebelah Timur maka pengalirannya terhambat dan mengakibatkan
pembentukan rawa dan danau di pedalaman.
Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan
fasies pengendapan yang berbeda - beda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut
(transgresi – regresi) seperti halnya cekungan – cekungan lain di bagian barat Indonesia.
Urutan transgresi ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik berbutir
kasar yang bercampur dengan lempung laut dalam, juga paparan karbonat. Pengendapan
pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan periode genang
laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam
dan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Formasi Antan.
5
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Lembar Samarinda (S. Supriatna dan E. Rustandi, 1995)
6
Gambar 2.2 Stratigrafi regional daerah Samarinda dan sekitarnya (S.Supriatna dan E. Rustandi,
1995)
Urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang
banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit sehingga membentuk kompleks
endapan delta. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah
timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus
sepanjang waktu diselingi oleh tahapan- tahapan genang laut secara lokal. Tiap siklus dimulai
dengan endapan paparan delta (delta plain) sampai ditempat yang lebih dalam diendapkan
endapan delta front dan prodelta.
S.Supriatna dan E. Rustandi, 1995 membagi satuan litostratigrafi daerah penelitian menjadi
6 (enam) formasi dengan urutan dari yang tua ke muda adalah:
Formasi Pamaluan, terdiri dari batupasir kuarsa sebagai batuan utama, warna kelabu
kehitaman – coklat, butir halus – sedang, karbonatan dan gampingan dengan sisipan
batulempung, serpih, batulanau dan lensa – lensa batugamping. Setempat dijumpai struktur
sedimen silang siur dan perlapisan sejajar. Umur formasi ini adalah Miosen Awal. Ketebalan
formasi ini sekitar 3000 m dan merupakan formasi paling bawah yang tersingkap pada lembar
Samarinda.
Formasi Bebulu, terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan
7
serpih. Serpih berwarna kelabu kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua.
Setempat batugamping menghablur dan terkekarkan dengan bentuk tak beraturan. Umur
Formasi ini adalah Miosen Awal – Miosen Tengah, dengan lingkungan pengendapan laut
dangkal. Ketebalan formasi sekitar 2000 meter.
Formasi Pulaubalang, perselingan antara greywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan
batulempung, batugamping, tufa dasit dan batubara. Umur Formasi ini adalah Miosen Tengah,
dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Ketebalan formasi sekitar 2750 m.
Formasi Balikpapan, terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan sisipan serpih,
batugamping, batulanau, dan batubara. Batupasir gampingan mengandung foraminifera kecil,
disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, setempat mengandung sisa – sisa tumbuhan dan
oksida besi mengisi rekahan – rekahan setempat mengandung lensa – lensa batupasir
gampingan Umur Formasi ini adalah Miosen Akhir bagian bawah – Miosen Tengah bagian
atas, dengan ketebalan berkisar 1000 - 3000 m. Formasi ini terbentuk dalam lingkungan
pengendapan paras delta hingga dataran delta.
Formasi Kampungbaru, terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih,
lanau, konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih dan lempung, aneka bahan:
lignit (tebal 1-2m), gambut dan oksida besi. Umur Formasi ini adalah Pliosen, dengan
ketebalan formasi ± 250 – 900 m dan diendapkan pada lingkungan pengendapan delta.
Endapan Aluvial, terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur yang terendapkan dalam
lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.
Struktur geologi yang berkembang di dalam Cekungan Kutai adalah lipatan dan sesar.
Batuan tua seperti Formasi Pamaluan, Formasi Pulau Balang dan Formasi Bebuluh
8
umumnya terlipat cukup kuat dengan kemiringan sekitar 40o, tetapi ada juga yang
mencapai 75o.
Gambar 2.3 Struktur geologi regional Cekungan Kutai (Ken Mc Clay, Tim Dooley,
Angus Ferguson and Joseph Poblet, AAPG Bulletin, 2000)
Struktur geologi yang berkembang di dalam Cekungan Kutai adalah lipatan dan sesar.
Batuan tua seperti Formasi Pamaluan, Formasi Pulau Balang dan Formasi Bebuluh
umumnya terlipat cukup kuat dengan kemiringan sekitar 40o, tetapi ada juga yang
mencapai 75o. Sedangkan batuan yang berumur lebih muda seperti Formasi
Balikpapan dan Formasi Kampung Baru pada umumnya terlipat lemah, namun di
beberapa tempat dekat zona sesar ada yang terlipat kuat. Di daerah ini terdapat 3
(tiga) jenis sesar, yaitu : sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Sesar naik diduga
terjadi pada Miosen akhir yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi
kemudian. Sedangkan sesar turun terjadi pada kala Pliosen (S.Supriatna, Sukardi dan
E. Rustandi, 1995).
9
2.2 Genesa Batubara
Endapan Batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material
organik yang berasal dari bekas tumbuhan yang telah melalui proses penggambutan
dan pembatubaraan litifikasi untuk membentuk lapisan batubara. Material tersebut
telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan
panas dan tekanan selama periode geologis. Bahan bahan organik yang terkandung
dalam lapisan batubara mempunyai berat lebih dari 50% atau volume bahan organik
tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan (inherent moisture) lebih dari 70%.
(SNI 5015, 2011)
Untuk menjadi batubara, ada beberapa tahapan penting yang harus dilewati oleh
bahan dasar pembentuknya (tumbuhan). Tahapan penting tersebut yaitu: tahap
pertama adalah terbentuknya gambut (peatification) yang merupakan proses
mikrobial dan perubahan kimia (biochemical coalification). Serta tahap berikutnya
adalah proses-proses yang terdiri dari perubahan struktur kimia dan fisika pada
endapan pembentuk batubara (geochemical coalification) karena pengaruh suhu,
tekanan dan waktu.
Pada kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan
proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat). Daerah yang ideal
10
untuk pembentukan gambut misalnya rawa, delta sungai, danau dangkal atau daerah
dalam kondisi tertutup udara. Gambut bersifat porous, tidak padat dan umumnya
masih memperlihatkan struktur tumbuhan asli, kandungan airnya lebih besar dari 75
% (berat) dan komposisi mineralnya kurang dari 50% (dalam keadaan kering).
Menurut Bend,1992 dalam C.F.K Diessel (1992), untuk dapat terbentuknya gambut,
beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu :
1. Evolusi tumbuhan
2. Iklim
3. Geografi dan tektonik daerah
Syarat untuk terbentuknya formasi batubara antara lain adalah kenaikan muka
air tanah lambat, perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan energi
relief rendah. Jika muka air tanah terlalu cepat naik (atau penurunan dasar rawa
cepat) maka kondisi akan menjadi limnic atau bahkan akan terjadi endapan
marin. Sebaliknya kalau terlalu lambat, maka sisa tumbuhan yang terendapkan
akan teroksidasi dan tererosi. Terjadinya kesetimbangan antara penurunan
cekungan / land-subsidence dan kecepatan penumpukan sisa tumbuhan
(kesetimbangan bioteknik) yang stabil akan menghasilkan gambut yang tebal
(C.F.K Diessel, 1992).
11
bituminous, bituminous, antrasit sampai meta-antrasit. Proses pembentukan
gambut dapat berhenti karena beberapa proses alam seperti misalnya karena
penurunan dasar cekungan dalam waktu yang singkat. Jika lapisan gambut yang
telah terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi
bahan anaerob, atau oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut
akan mengalami tekanan dari lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan
gambut akan meningkat dengan bertambah tebalnya lapisan sedimen. Tekanan
yang bertambah besar pada proses pembatubaraan akan mengakibatkan
menurunnya porositas dan meningkatnya anisotropi. Porositas dapat dilihat dari
kandungan airnya yang menurun secara cepat selama proses perubahan gambut
menjadi brown coal. Hal ini memberi indikasi bahwa masih terjadi proses
kompaksi.
2.3 Cropline
Cropline merupakan garis yang mengikuti arah penyebaran batuan dalam hal ini
singkapan yang terdapat di permukaan, data cropline ini diperoleh dengan melakukan
mapping atau pengukuran di daerah penelitian. Tujuan dari pembuatan cropline ini
adalah penetuan batas perhitungan untuk luas singkapan lapisan batubara yang
dihitung.
2.4 Hukum V
Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan
dalam peta geologi. Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati
singkapan-singkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan batuan biasanya
12
dilakukan dengan mengambil jalur di sekitar aliran sungai di sepanjang aliran sungai
inilah dapat dijumpai singkapan batuan dengan baik. Penyebaran singkapan batuan akan
tergantung bentuk permukaan bumi. Suatu urutan perlapisan batuan yang miring, pada
permukaan yang datar akan terlihat sebagai lapisan-lapisan yang sejajar. Akan tetapi pada
permukaan bergelombang, batas-batas lapisan akan mengikuti aturan sesuai dengan
kedudukan lapisan terhadap peta topografi.
Untuk Gambar A, Perlapisan horizontal, pola penyebaran lapisan akan condong kea rah
hulu
Untuk Gambar B, Perlapisan yang miring ke hulu bentuk perlapisan akan condong ke
arah hulu juga, yang berbeda yaitu pola penyebaran singkapan di bawah permukaannya,
terlihat dari gambar singkapan arah perlapisan kea rah hulu dengan dip 30⁰
Untuk Gambar C, Perlapisan tegak yang berarti pada penyebaran singkapannya akan
tegak vertical ke atas, penggambaran di peta cukup dengan menarik garis lurus memotong
kontur, yang menandakan bahwa penyebaran lapisannya menerus kea rah dalam atau ke
luar peta topografi.
13
Untuk Gambar D, Dimana lapisannya miring ke hilir, yang berarti arah penyebaran
lapisan batuannya bertolak belakang dengan gambar B dan penggambarannya pada peta
kontur berlawanan dengan garis kontur membentuk huruf “v” seperti pada gambar D
Untuk Gambar E, Perlapisan dengan kemiringan sama dengan arah lereng
Untuk Gambar F, Perlapisan miring ke hilir dengan sudut lebih kecil dari arah lereng.
Korelasi litostratigrafi antara singkapan atau antar penampang lubang bor, biasanya
dimulai dengan mencari dan menghubungkan lapisan kunci (Key beds) yang terdapat
pada setiap singkapan/ penampang kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan layer-
layer lain dari bawah keatas. (Balfas, 2015)
A. Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara adalah unsur penting yang langsung berhubungan dengan
perhitungan cadangan, perencanaan produksi, sistem penambangan dan umur tambang.
Kecenderungan arah perubahan ketebalan, penipisan, pembajian dan splitting terjadi
karena diperngaruhi oleh faktor-faktor geologi. Faktor-faktor yang terjadi selama proses
pengendapan, antara lain akibat perbedaan kecepatan akumulasi batubara, perbedaan
morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar dan proses karst atau terjadi setelah
pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan.
Ketebalan lapisan batubara tersebut termasuk parting (gross coal thickness), tebal lapisan
batubara tidak termasuk parting (net coal thickness), atau tebal lapisan batubara yang
dapat ditambang (mineable thickness). Menurut Jeremic (1985), pembagian kategori
ketebalan lapisan batubara adalah (a) sangat tipis, apabila tebalnya kurang dari 0,5m, (b)
tipis 0,5-1,5m, (c) sedang 1,5-3,5m, (d) tebal 3,5-25m, dan (e) sangat tebal, apabila >25
m.
B. Kemiringan
Besarnya kemiringan lapisan batubara berpengaruh terhadap perhitungan cadangan
ekonomis, nisbah pengupasan dan sistem penambangan. Pola kemiringan suatu
perlapisan batubara dapat berbentuk pola linier, pola lengkung, atau pola luasan (area)
dan pola kemiringan lapisan batubara tersebut dapat bersifat menerus dan sama besarnya
sepanjang cross strike maupun on strike atau hanya bersifat setempat. Menurut Jeremic
(1985), kemiringan lapisan batubara: (a) lapisan horisontal, (b) lapisan landai, bila
15
kemiringannya kurang dari 25°, (c) lapisan miring, kemiringannya berkisar 25°-45°, (d)
lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45°-75°, dan (e) vertikal.
16
melembar, membaji, melensa, atau bongkah. Menurut Sukandarrumidi (1995), bentuk-
bentuk lapisan batubara adalah sebagai berikut (Gambar 2.7):
- Horse back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen yang menutupinya
melengkung ke arah atas, akibat adanya gaya kompresi. Tingkat perlengkungan sangat
ditentukan oleh besarnya gaya kompresi. Makin kuat gaya kompresi yang berpengaruh,
maka makin besar pula tingkat perlengkungannya. Ke arah lateral lapisan batubara dapat
memiliki ketebalan yang sama atau mengalami penipisan.
- Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya
bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis, misalnya
batulempung, sedangkan di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir
yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Bentuk pinch ini bukan penampakan
tunggal, melainkan merupakan penampakan berulang-ulang. Ukuran bentuk pinch
bervariasi dari beberapa meter sampai puluhan meter. Dalam proses penambangan
batubara, batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut tidak terhindar ikut tergali,
sehingga keberadaan fragmen-fragmen batupasir tersebut juga dianggap sebagai pengotor
anorganik.
- Clay Vein
Bentuk ini terjadi apabila di antara 2 bagian lapisan batubara terdapat urat lempung
ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan batubara mengalami
patahan, kemudian pada bidang patahn yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh
material lempung ataupun pasir. Apabila batubaranya ditambang, bentukan clay vein ini
dipastikan ikut tertambang dan merupakan pengotor anorganik (mineral matter) yang
tidak diharapkan.
- Burried Hill
Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana batubara semula terbentuk suatu kulminasi,
sehingga lapisan batubara seperti terintrusi. Lapisan batubara pada bagian yang terintrusi
tersebut dapat mengalami penipisan atau bahkan hilang sama sekali. Bentukan intrusi
mempunyai ukuran dari beberapa meter sampai puluhan meter. Data hasil pemboran inti
17
pada saat eksplorasi akan banyak membantu dalam menentukan dimensi bentukan
tersebut. Apabila bentukan intrusi tersebut merupakan batuan beku, pada saat proses
penambangan dapat dihindari, tetapi apabila bentukan tersebut merupakan tubuh
batupasir, dalam proses penambangan sangat dimungkinkan ikut tergali. Oleh sebab itu
dibutuhkan ketelitian dalam perencanaan penambangan, sehingga fragmen-fragmen
intrusi tersebut dalam batubara yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat
dikurangi.
Gambar 2.5 Bentuk perlapisan batubara menurut Sukandarumidi (1995) adalah A) horse back
B) Pinch C) Clay vein D) Burried hill E) fault F) Fold.
- Fault
Bentuk ini terjadi apabila deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Apabila hal
ini terjadi, akan mempersulit dalam melakukan perhitungan sumberdaya batubara,
kondisi batubara di daerah tersebut akan hancur, hal tersebut mengakibabkan terjadinya
kontaminasi material anorganik.
- Fold
Bentukan ini terbentuk akaibat dari proses tektonik yang kuat, sehingga terjadi perlipatan.
Lipatan tersebut berupa antiklin dan sinklin yang bentuknya dapat menunjukkan tingkat
intensifitas gaya yang bekerja pada lapisan tersebut. Semakin kompleks perlipatan yang
terjadi, maka gaya kompresi yang bekerja juga intensif. Pada umumnya lapisan batubara
yang mengalami perlipatan berasosiasi dengan lapisan batubara yang terpatahkan. Dalam
18
hal untuk melakukan rekonstruksi perlapisan dengan kondisi struktur geologi yang
kompleks diperlupan kegiatan eksplorasi seperti pemboran, sehingga dapat membantu
dalam hal merekonstruksi dan juga perhitungan sumberdaya maupun cadangan batubara.
19
Metode Circular USGS merupakan sistem klasifikasi yang didesain untuk menentukan
jumlah total batubara yang ada didalam tanah sebelum proses penambangan dimulai.
Metode circular USGS menyatakan perhitungan sumberdaya terukur dilakukan pada
radius 400 meter dari singkapan batubara ke arah dip atau kemiringan batubara.
Sumberdaya tertunjuk (indicated resource) (Gambar 2) diukur pada radius 400 hingga
1200 meter dari singkapan batubara ke arah masuknya dip batubara (Wood, dkk. 1983).
Gambar 2.7 Metode Circular USGS yang digunakan sebagai dasar perhitungan
sumberdaya (Wood dkk, 1983)
20
b. Daerah yang berda pada radius 400–1200 m merupakan sumberdaya tertunjuk
(indicated rsources).
c. Daerah yang berada pada radius 1200–4800 m merupakan sumberdaya terkira
(inferred resouces).
3. Berdasarkan radius lingkaran yang telah dibuat berdasarkan metode Circular USGS
(Wood dkk, 1983) sebelumnya, maka akan didapat perpotongan tersebut akan
menghasilkan cadangan daerah yang akan dihitung jumlah sumberdayanya. (Gambar
2.6).
4. Rumus perhitungan jumlah sumberdaya batubara daerah penyelidikan mengacu pada
metode Circular USGS (Wood dkk, 1983), dimana aturan perhitungan ini berlaku
untuk kemiringan lapisan batubara lebih kecil atau sama dengan 30º, sedangkan
untuk batubara yang kemiringannya lebih dari 30º, adalah dengan cara
memproyeksikan radius lingkaran tersebut ke atas permukaan
Adapun rumus peritungan adalah:
(T) = (L/cos α) x t x D,
Keterangan:
T = Tonase Batubara (ton)
t = Tebal batubara (m)
D = Berat batubara per volume (density)
L = Luas area batubara (m2)
Α = Dip lapisan batubara(°)
21
2.8 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI)
Ada dua istilah utama yang digunakan dalam pengklasifikasian endapan, yaitu
sumberdaya (resources) dan cadangan (reserve). Sumberdaya adalah bagian dari
endapan batubara dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek
beralasan yang memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis.
22
Gambar 2.10 Kontrol struktur pada batas sumberdaya batubara (USGS, 1983)
23
Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) 5015:2011, adalah sebagai berikut:
Bagian dari total estimasi sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya hanya
dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang rendah. Titik lnformasi yang
mungkin didukung oleh data pendukung tidak cukup untuk membuktikan kemenerusan
lapisan batubara dan/atau kualitasnya. Estimasi dari kategori kepercayaan ini dapat
berubah secara berarti dengan eksplorasi lanjut.
Bagian dari total sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya dapat
diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang masuk akal, didasarkan pada informasi
yang didapatkan dari titik-titik pengamatan yang mungkin didukung oleh data
pendukung. Titik lnformasi yang ada cukup untuk menginterpretasikan kemenerusan
lapisan batubara, tetapi tidak cukup untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara
dan/atau kualitasnya.
Bagian dari total sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya dapat
diperkirakan dengan tingkat kepercayaan tinggi, didasarkan pada informasi yang
didapat dari titik-titik pengamatan yang diperkuat dengan data-data pendukung. Titik-
titik pengamatan jaraknya cukup berdekatan untuk membuktikan kemenerusan lapisan
batubara dan/atau kualitasnya.
Bagian dari sumberdaya batubara tertunjuk yang dapai ditambang secara ekonomis
setelah faktor-faktor penyesuai terkait diterapkan, dapat juga sebagai bagian dari
sumberdaya batubara terukur yang dapat ditambang secara ekonomis, tetapi ada
ketidakpastian pada salah satu atau semua faktor penyesuai yang terkait diterapkan.
24
e. Cadangan Batubara Terbukti (proved coal reserve)
Bagian yang dapat ditambang secara ekonomis dari sumberdaya batubara terukur
setelah faktor-faktor penyesuai yang terkait diterapkan.
Gambar 2.11 Hubungan antara Sumberdaya Dan Cadangan Batubara (SNI 5015: 2011)
1. Aspek Geologi
Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumberdaya terukur harus mempunyai tingkat
keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya tertunjuk, begitu pula
sumberdaya terunjuk harus mempunyai tingkat keyakinan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sumberdaya tereka, serta sumber tereka harus memiliki tingkat keyakinan yang
lebih besar dari sumberdaya hipotetik. Sumberdaya terukur dan tertunjuk dapat
ditingkatkan menjadi cadangan terkira dan terbukti apabila telah memenuhi kriteria layak.
Tingkat keyakinan geologi tersebut secara kuantitatif dicerminkan oleh jarak titik
informasi (singkapan, lubang bor).
25
dengan tingkat keyakinan tertentu yang disesuaikan dengan kondisi geologi daerah
penyelidikan, Titik informasi dapat berupa singkapan, parit uji, sumur uji, dan titik
pengeboran dangkal atau pun pengeboran dalam, Penentuan titik-titik informasi
disesuaikan dengan penyebaran batubara (garis singkapan) dan jarak pengaruh
Tabel 2.1 Jarak Titik Informasi Menurut Kondisi Geologi (SNI 5015: 2011)
Kondisi Sumberdaya
Kriteria
Geologi Tereka Terunjuk Terukur
Ketebalan minimal lapisan batubara yang dapat ditambang dan ketebalan maksimal
lapisan pengotor atau "dirt parting" yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang,
yang menyebabkan kualitas batubaranya menurun karena kandungan abunya meningkat,
merupakan beberapa unsur yang terkait dengan aspek ekonomi dan perlu diperhatikan
dalam menggolongkan sumberdaya batubara.
Secara umum endapan batu bara utama di indonesia terdapat dalam tipe endapan batu
bara ombilin, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bengkulu. Tipe endapan batu
bara tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yang mencerminkan
sejarah sedimentasinya. Selain itu, proses pasca pengendapan seperti tektonik,
metamorfosis, vulkanik dan proses sedimentasi lainnya turut mempengaruhi kondisi
geologi atau tingkat kompleksitas pada saat pembentukan batu bara.
26
Kondisi Geologi/ Kompleksitas
Endapan batu bara dalam kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi oleh aktivitas
tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batu bara pada umumnya landai,
menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan hampir tidak mempunyai percabangan.
Ketebalan lapisan batu bara secara lateral dan kualitasnya tidak memperlihatkan variasi
yang berarti. Contoh jenis kelompok ini antara lain, di lapangan Bangko Selatan dan
Muara Tiga Besar (Sumatera Selatan), Senakin Barat (Kalimantan Selatan), dan Cerenti
(Riau).
Batu bara dalam kelompok ini diendapkan dalam kondisi sedimentasi yang lebih
bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami perubahan pasca pengendapan
dan tektonik. Sesar dan lipatan tidak banyak, begitu pula pergeseran dan perlipatan yang
diakibatkannya relatif sedang. Kelompok ini dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan
variasi ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya percabangan lapisan batu
bara, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter. Kualitas batu bara
secara langsung berkaitan dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada saat proses
sedimentasi berlangsung maupun pada pasca pengendapan. Pada beberapa tempat intrusi
batuan beku mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batu baranya. Endapan batu bara
kelompok ini terdapat antara lain di daerah Senakin, Formasi Tanjung (Kalimantan
Selatan), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis (Kalimantan Timur), Suban dan Air Laya
(Sumatera Selatan), seta Gunung Batu Besar (Kalimantan Selatan).
27
Kelompok Geologi Kompleks
Batu bara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam sistim sedimentasi yang
komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang ekstensif yang mengakibatkan
terbentuknya lapisan batu bara dengan ketebalan yang beragam. Kualitas batu baranya
banyak dipengaruhi oleh perubahanperubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi
berlangsung atau pada pasca pengendapan seperti pembelahan atau kerusakan lapisan
(wash out). Pergeseran, perlipatan dan pembalikan (overturned) yang ditimbulkan oleh
aktivitas tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan batu
bara sukar dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan
yang terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batu baranya terbatas dan hanya dapat diikuti
sampai puluhan meter.
Endapan batu bara dari kelompok ini, antara lain, diketemukan di Ambakiang, Formasi
warukin, Ninian, Belahing dan Upau (Kalimantan selatan), Sawahluhung (Sawahlunto,
Sumatera Barat), daerah Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jawa Barat), serta daerah
batu bara yang mengalami ubahan intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumatera
selatan).
Tabel 2.2 Aspek Tektonik dan Sedimentasi sebagai Parameter dalam Pengelompokan
Kompleksitas Geologi (SNI 5015, 2011)
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
a) Studi literatur
Kegiatan studi literatur ini dimaksudkan untuk mencari literatur yang berhubungan
dengan penelitian sehingga dapat membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
Literatur dapat berupa buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini serta
menggunakan peta geologi regional dan peta kesampaian daerah sebagai bahan
literatur lanjutan guna mengetahui lebih mendalam kondisi geologi di daerah
penelitian.
b) Perumusan masalah
Dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Adapun maksud
dilakukannya penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan geologi dan
menghitung sumberdaya batubara serta mengetahui pola sebaran nya sehingga
diperlukan suatu kajian tentang aspek geologi didaerah penelitian.
c) Pengamatan lapangan
Sebelum melakukan pengambilan data maka terlebih dahulu melakukan tinjauan awal
lapangan yaitu dengan pengamataan langsung ke lapangan pada objek kajian yang
sedang berlangsung, pengamatan lapangan yang dilakukan adalah pengamatan
terhadap lokasi perencanaan kegiatan pemetaan geologi, kondisi topografi, proses
kegiatan yang berlangsung di lapangan serta kondisi geologi khususnya singkapan
batubara di daerah penelitian.
29
3.1.2 Tahap Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data yang di nantinya dipergunakan untuk
mengetahui kondisi geologi dan menghitung sumberdaya batubara serta pola sebarannya.
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 macam yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan sumberdata yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara
langsung pada objek penelitian dan tanya jawab serta diskusi dengan berbagai pihak yang
mengetahui berbagai pokok permasalahan yang dititikberatkan pada sumberdaya
batubara dan pola sebaran batubara. Adapun data primer yang diperoleh pada penelitian
ini adalah data hasil eksplorasi berupa pemetaan geologi.
Data survey Pemetaan Geologi berupa geomorfologi, stratigrafi dan Struktur Geologi,
Melakukan pengamatan singkapan dengan tahapan kegiatan : plotting koordinat,
pendeskripsian batuan (warna, tekstur, struktur, komposisi, jenis batuan), identifikasi
kandungan fosil, pengukuran unsur struktur (kedudukan lapisan, foliasi, kekar maupun
sesar), pengamatan bidang kontak (selaras/berangsur tegas, tidak tegas), pembuatan profil
stratigrafi, pengukuran tebal lapisan, dokumentasi (foto maupun sketsa), serta
pengambilan sampel batuan. Pengamatan struktur geologi di lapangan, unsur struktur
baik garis (sumbu lipatan, lineasi mineral, gores garis (striation) pada cermin sesar)
maupun bidang (arah jurus (strike), besar kemiringan (dip), kekar, sesar).
2. Data Sekunder
Sumberdata sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil studi yang pernah
dilakukan sebelumnya, dan data pendukung lain Adapun data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain :
30
Data topografi diperlukan untuk mengetahui bentuk morfologi permukaan tanah.
Data topografi biasanya disajikan dalam bentuk peta. Peta ini digunakan untuk
ploting posisi lubang bor agar sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Di samping
itu, peta ini juga berguna dalam perhitungan cadangan batubara karena dijadikan
sebagai batas atas (surface) pada saat perancangan pit.
c) Data-data geologi daerah penelitian dari literatur, jurnal, makalah dan laporan
penelitian terdahulu.
Pengolahan data yang meliputi kajian geologi dan perhitungan sumberdaya serta pola
sebaran batubara. Studi lapisan batubara difokuskan pada perhitungan sumberdaya, serta
integrasi antara data dipermukaan dan struktur geologi terhadap perhitungan sumberdaya.
a) Pemetaan Geologi
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan pengumpulan data-data geologi yang
didapatkan kemudian dilakukan analisa dan pembuatan peta-peta kondisi geologi
daerah penelitian yaitu geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi yang berguna untuk
mengetahui dan merekonstruksi kejadian geologi yang berpengaruh terhadap
karakteristik endapan bahan galian didaerah penelitian.
b) Permodelan Endapan Batubara
➢ Pembuatan kontur topografi
Kontur topografi diperlukan untuk mengetahui bentuk morfologi dari permukaan
tanah. Pada kegiatan penambangan kontur topografi digunakan untuk menentukan
titik-titik outcrop (singkapan). Peta kontur topografi dibuat untuk pengikat posisi
tiap-tiap singkapan batubara. Peta topografi ini juga dapat digunakan untuk
kegiatan validasi data elevasi singkapan batubara dan juga dapat digunakan untuk
kegiatan interpretasi struktur geologi yang berguna untuk membantu perhitungan
sumberdaya batubara.
➢ Pembuatan database geologi
Database geologi berisi kumpulan data-data survey pengamatan singkapan
batubara yang memuat koordinat singkapan, elevasi, tebal, top and buttom,
31
kedudukan batuan, dan deskripsi petrologi nya. Data ini memberikan informasi
yang berguna dalam melakukan analisis data.
➢ Pembuatan titik pengamatan singkapan batubara
Data singkapan batubara yang diperoleh pada saat melakukan pemetaan geologi
kemudian diplot sesuai koordinat yang didapat yang berguna untuk mengetahui
dimana posisi singkapan yang ditemukan terhadap topografi.
➢ Pembuatan Kontur Struktur Batubara
Dari data singkapan yang diperoleh kemudian dibuat database yang disesuaikan
seperti data pemboran yang kemudian dioleh dengan bantuan software geologi.
Pembuatan kontur struktur batubara dilakukan dengan metode ekstrapolasi untuk
memperlebar dan memperbesar kontur struktur yang telah dibuat agar dapat
berpotongan dengan topografi yang juga merupakan cropline batubara.
➢ Pembuatan garis cropline seam
Cropline merupakan garis khayal yang menghubungkan titik-titik (outcrop)
perpotongan kontur topografi dengan kontur struktur batubara. Cropline dibuat
dengan menggunakan data singkapan yang ditemukan dengan dua langkah
pembuatan yaitu dengan bantuan software dan menggunakan pola singkapan.
cropline dibuat dengan dengan tujuan untuk menentukan batas pembuatan
circular sumberdaya yang berpengaruh terhadap perhitungan sumberdaya
batubara.
➢ Pembuatan korelasi endapan batubara
Korelasi yang digunakan adalah lithostratigrafi, Hal ini dilakukan dengan
membuat profil stratigrafi dari singkapan yang ditemukan dan diasumsikan
sebagai satu seam yang sama, kemudian korelasi dilakukan dengan
menghubungkan antara setiap litologi dari lapisan yang berada paling bawah ke
atas dengan memperhatikan lapisan kunci (key beds). Dari korelasi ini dapat
diketahui penyebaran endapan batubara serta lapisan top serta bottom nya.
➢ Pembuatan model sumberdaya batubara
Dengan metode circular USGS serta memakai ketentuan SNI 5015:2011 maka
dapat dibuat model sumberdaya batubara pada tiap lapisannya. Permodelan ini
dilakukan dengan membuat satu lingkaran penuh dengan radius yang telah
ditentukan memakai software autocad dan kemudian dipotong dengan cropline
32
batubara yang telah dibuat sebelumnya sesuai kemiringan endapan batubara yang
ditemukan dilapangan.
➢ Perhitungan sumberdaya batubara
Berdasarkan model sumberdaya yang telah dibuat, kemudian dilakukan
perhitungan luas daerah pengaruh dengan memakai bantuan software
globalmapper dan arcgis. Untuk lebar radius sumberdaya mengacu pada SNI
5015:2011 yang telah dibuat saat pembuatan model sumberdaya batubara dan juga
dilakukan koreksi luas daerah pengaruh karena kemiringan lapisan lebih dari 30°.
Hasil yang didapat dari perhitungan sumberdaya ini ialah total volume dan tonase
sumberdayanya.
3.1.4 Hasil
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada daerah penelitian dibuatlah peta
sebaran (cropline) batubara, kontur struktur batubara dari hasil data singkapan, peta
sumberdaya, dan juga dituangkan dalam bentuk laporan tertulis sehingga memuat
kesimpulan dari rangkaian penelitian yang dilakukan serta merupakan hasil akhir dari
semua masalah yang dibahas.
33
3.2 Diagram Alir Penelitian
• Literatur
Studi Pustaka • Penelitian
terdahulu
Pengumpulan Data
Topografi Korelasi
Pasca Lapangan
• Peta Sumberdaya
• Laporan
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari kegiatan pemetaan geologi adalah kondisi geologi daerah
penelitian pada daerah Tanah Merah, Samarinda Utara, Kota Samarinda Provinsi
Kalimantan Timur meliputi: geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi.
Daerah Tanah Merah secara geomorfologi terdiri dari perbukitan yang terbentuk oleh
gaya endogen (gaya yang berasal dari dalam bumi berupa gaya tektonik) dan pengaruh
gaya eksogen (proses pelapukan) yang berjalan secara lambat dan terus-menerus yang
membentuk dataran aluvial. Kisaran ketinggian daerah yang terbentang di daerah
penelitian adalah ±0-85 mdpl. Sedangkan kemiringan lereng ±0-13%, dengan daerah
yang merupakan lereng yang agak miring di lokasi penelitian.
Berdasarkan stratigrafi daerah penelitian, secara umum daerah penelitian disusun oleh
litologi Batupasir. Penyusunan statigrafi daerah penelitian didasarkan pada kesatuan ciri
35
litologi dominan yang ada di daerah penelitian. Kotak merah merupakan seam batubara
yang akan dihitung besar sumberdayanya.
Selain itu, Struktur geologi pada daerah Tanah Merah yang berkembang dibagi menjadi
dua fase deformasi yaitu deformasi ductile dimana elastic limit batuan dilampaui dan
perubahan bentuk dan volume pada batuan tidak kembali ke keadaan semula sehingga
akan menghasilkan struktur berupa lipatan (fold) pada batuan, serta deformasi brittle yang
terjadi apabila batas atau limit deformasi elastik dan ductile dilampaui dimana batuan
akan patah dan hancur, sehingga menghasilkan struktur berupa kekar (joints) dan Sesar.
Kemiringan lapisan yang variatif pada daerah penelitian juga merupakan hasil dari arah
gaya yang bekerja pada daerah ini dan sebanding dengan arah gaya regional yang berarah
tenggara-baratlaut.
Disamping itu, penentuan struktur geologi juga pada pada tanda-tanda kelurusan sungai,
analisis melalui peta topografi, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan struktur
regional. Lipatan terbentuk dengan arah utara timurlaut-selatan baratdaya dan
kenampakan dilapangan dengan kemiringan antara 230-800. Lipatan berupa antiklin
dengan berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964) didapatkan penamaan lipatan ialah, Upright
Subhorizontal Fold. Sedangkan lipatan berupa sinklin dengan berdasarkan klasifikasi
Fleuty (1964) didapatkan penamaan lipatan ialah, Upright Gentle Plunging Fold. Sesar
yang ditemukan di lapangan berupa bidang sesar yang diukur dan dianalisa jenis sesarnya,
sehingga sesar yang didapat yaitu sesar geser mengiri (sinistral) atau memiliki nama lokal
yaitu sesar geser Girimulyo.
36
Gambar 4.1 Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian
37
Lokasi yang di lakukan perhitungan sumberdaya adalah pada lokasi pengamatan 39, 40,
41. Di lokasi ini terdapat singkapan batubara yang dilakukan pengukuran kedudukan
batuan, deskripsi petrologi, pengukuran ketebalan dan pengambilan koordinat singkapan.
4.2 Topografi
Dari hasil pengamatan dan analisis peta topografi serta citra radar Shuttle Radar
Topografic Mission (SRTM) 1 Arc Second 30 meter yang bersumber dari USGS, unsur
kerapatan kontur dan pola yang beragam menunjukkan bentukan morfologi daerah Tanah
Merah berupa dataran, perbukitan dan adanya gejala struktur. Morfologi berupa dataran
dengan kelerengan 0-2% dan ketinggian kurang dari 15m, memiliki relief yang halus dan
pola kontur yang renggang pada daerah barat-baratlaut daerah penelitian. Dataran di
daerah penelitian umumnya merupakan hasil dari proses pelapukan dan erosi. Sedangkan
morfologi berbukit memiliki kelerengan antara 8-13% dan ketinggian tertinggi di daerah
penelitian mencapai 85m. Memiliki pola kontur yang relatif rapat, dapat dilihat pada
bagian timur daerah penelitian.
Gambar 4.2 Digital Elevation Model Nasional (DEMNAS) dengan resolusi 8,3 meter di
daerah penelitian (Badan Informasi Geospasial)
Perbedaan relief pada bentang alam di daerah penelitian disebabkan oleh adanya
perbedaan tingkat ketahanan batuan (resistensi) terhadap proses erosi yang terjadi di
permukaan. Morfologi tinggian yang memiliki relief sedang hingga kasar dengan pola
38
kontur yang sedang hingga rapat mencerminkan ekspresi dari litologi yang cukup resisten
yaitu litologi yang berupa batupasir, Sedangkan untuk morfologi dataran dan lembah
yang memiliki relief halus hingga sedang dengan pola kontur yang jarang mencerminkan
ekspresi dari litologi yang relatif kurang resisten, yaitu litologi yang berupa batulempung.
(lihat lampiran 7)
Pada daerah penelitian, berdasarkan dari hasil pengamatan lapangan terdapat 3 titik
singkapan batubara yang difokuskan yaitu pada Lokasi pengamatan 39, Lokasi
pengamatan 40, dan Lokasi pengamatan 41 yang diasumsikan merupakan satu lapisan
(seam) batubara yang sama berdasarkan kondisi roof dan floor, kedudukan lapisan
batubara, dan kenampakan sifat fisik beserta nilai kalori batubara/kualitas. Adapun
singkapan tersebut adalah sebagai berikut.
• Lokasi Pengamatan 39
Lokasi Berada pada daerah Tanah Merah (dekat kuburan), Kondisi singkapan bekas
kerukan alat berat dan sedikit lapuk, Kedudukan lapisan N204°E/72°, Pengukuran
kedudukan dilakukan pada top batubara, Tebal 6,10 m, Warna: Hitam, Gores: Coklat
kehitaman, Blocky, Rekahan (cleat) terbentuk tegak lurus terhadap bidang perlapisan,
Kusam (dull), Pengotor: Resin, Komposisi : Karbon, Roof/top : Batulempung, Floor
/bottom : Karbonan, singkapan berada pada dinding lereng, bentuk lapisan batubara
melembar. (Lihat gambar 4.3 dan gambar 4.4)
• Lokasi Pengamatan 40
Lokasi Berada pada daerah Tanah Merah (dekat kuburan), Kondisi singkapan bekas
kerukan alat berat dan sedikit lapuk, Kedudukan lapisan N205°E/70°, Pengukuran
39
kedudukan dilakukan Pada top batubara, Tebal : 5,87 m, Warna: Hitam, Gores: Coklat
kehitaman, Blocky , Rekahan (cleat) terbentuk tegak lurus terhadap bidang perlapisan,
Kusam (dull), Roof/top : Batulempung, Floor/bottom : Batulempung, Singkapan berada
pada dinding lereng yang pada bagian top batubara mengalami longsor, (Lihat Gambar
4.5 dan gambar 4.6)
41
• Lokasi Pengamatan 41
Lokasi berada pada daerah Tanah Merah, Kondisi singkapan bekas penambangan dan
sedikit lapuk, Kedudukan lapisan N207°E/74°, Pengukuran kedudukan dilakukan pada
top batubara, Tebal : 3,20 m, Warna: Hitam, Gores: Coklat kehitaman, Blocky, Rekahan
(cleat) terbentuk tegak lurus terhadap bidang perlapisan, kusam (dull), Roof/top :
Batulempung, Floor/bottom : Karbonan, Singkapan ini berada pada lereng bekas
penambangan. (Lihat gambar 4.7 dan gambar 4.8)
4.4.1 Ketebalan
Ketebalan lapisan batubara merupakan unsur penting yang langsung berhubungan dengan
perhitungan/estimasi sumberdaya. Lapisan batubara didaerah penelitian mempunyai
ketebalan yang bervariasi yakni berkisar antara 0,30 meter hingga 6,76 meter. Lapisan
batubara tipis ditemukan di bagian timur daerah penelitian sedangkan lapisan batubara
42
yag cukup tebal dapat ditemukan di bagian tengah daerah penelitian. Kecenderungan arah
perubahan ketebalan, penipisan, ataupun pembajian dan splitting terjadi karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor geologi.
Pola sebaran lapisan batubara didapat dari data permukaan berupa data kedudukan lapisan
batuan maupun batubara yang kemudian dilakukan penarikan cropline dengan
memperhatikan bentukan morfologi (hukum V).
43
Gambar 4.9 Kemiringan lapisan batubara
Endapan batubara pada daerah penelitian ditemukan pada Satuan Batulempung yang
diendapkan di lingkungan delta plain. Dengan kata lain satuan ini merupakan satuan
pembawa batubara (coal bearing). Penyebaran batubara pada daerah penelitian
dipengaruhi oleh kondisi geologi moderat dimana proses deformasi tektonik telah sampai
pada tingkat tertentu, sehingga mempengaruhi geometri batubara itu sendiri. Hal ini
terlihat dari kemiringan lapisan dan variasi ketebalan yang relatif beragam. rekonstruksi
data lapangan diketahui bahwa lapisan batubara mengikuti pola struktur yang ada berupa
struktur lipatan, pola jurus relatif berarah timurlaut-baratdaya dengan kisaran kemiringan
lapisan 70, dan memiliki arah kemiringan yang sama. Batubara terdapat pada sayap barat
lipatan/antiklin semberah. (Lihat gambar 4.10)
44
kemenerusan lapisan batubara tersebut adalah sedimentasi dan tektonik, pembahasan
mengenai faktor pengendali kemenerusan lapisan batubara tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Sedimentasi
Pada daerah penelitian, kemenerusan lapisan batubara relatif normal dengan pola
sebaran mengikuti pola kemenerusan batuan disekitarnya yaitu ke arah timurlaut-
baratdaya. Proses pengendapan lapisan batubara yang cenderung menipis kearah
timurlaut daerah penelitian.
2. Tektonik
Proses tektonik pada daerah telitian dapat terlihat dari tersingkapnya batubara di
permukaan pada daerah telitian yang menunjukkan adanya proses tektonik berupa
pengangkatan. Pada daerah telitian proses struktur geologi juga berkembang yang
dibuktikan dengan terdapatnya lipatan dan patahan berdasarkan rekonstruksi
struktur geologi yang telah dilakukan, sehingga mempengaruhi pola kemenerusan
lapisan batubara yang membelok dan bergeser pada bagian selatan daerah
penelitian, dapat dilihat dari pola sebaran batubara yang relatif ke arah timurlaut-
baratdaya.
4.4.5 Bentuk
45
4.4.7 Pelapukan
Gambar 4.11 Sayatan Pada Peta Cropline Yang Memotong Lapisan Batubara
46
4.4.8 Kondisi roof dan Floor
Kontak batubara antara roof dan floor di daerah penelitian menunjukkan kontak yang
berangsur yang mana mengindikasikan bahwa proses pengendapan berlangsung secara
perlahan, tetapi dibeberapa tempat menunjukkan proses yang berlangsung secara tiba-tiba
pada bagian roof yang terendapkan litologi batupasir. (lihat pada gambar 4.12 dan gambar
4.13)
Gambar 4.13 Kenampakan Top Batubara Berupa Batupasir Yang Terjadi Karena Proses
Pengendapan Secara Tiba-Tiba
47
4.4.9 Keteraturan Lapisan Batubara
Keteraturan lapisan batubara ditentukan oleh pola kedudukan lapisan batubara (jurus dan
kemiringan) di daerah penelitian dengan kedudukan yakni N204°E/72°, N205°E/70°
N207°E/74°. Pola lapisan batubara dipermukaan menunjukkan pola yang teratur dengan
garis menerus yang lurus dan meliuk/melengkung pada elevasi yang sama.
4.5 Korelasi
Korelasi merupakan penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan
satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu (SSI,1996).
Gambar 4.14 Korelasi profil seam 1 pada lokasi Lp 39, Lp 40, dan Lp 41
Metode korelasi yang dilakukan yaitu lithokorelasi yang mana menghubungkan unit yang
sama litologi dan posisi stratigrafinya. Korelasi lithostratigrafi antara singkapan atau
antar penampang lubang bor biasanya dimulai dengan mencari dan menghubungkan
lapisan kunci (key beds) yang terdapat pada setiap singkapan/penampang, kemudian
dilanjutkan dengan menghubungkan layer-layer dari bawah ke atas. Berdasarkan kolom
48
stratigrafi daerah penelitian, korelasi dilakukan pada seam 1 yang diwakili oleh 3
singkapan yaitu Lp 39, Lp 40, dan Lp 41. (lihat gambar 4.14)
Roof dan floor batubara pada tiap singkapan yang dikorelasikan memiliki karakteristik
yang sama, yaitu berupa batulempung dan karbonan. Kontak antara roof-floor dengan
batubara ialah berangsur, sehingga diinterpretasikan bahwa pengendapannya terjadi
secara lambat. Lapisan batubara juga mengalami perubahan dimensi yaitu menipis ke
kanan (timurlaut daerah penelitian) dan menebal pada bagian tengah (atau kearah relatif
baratdaya daerah penelitian) dari lapisan batubara. Total panjang singkapan yang
dikorelasikan yaitu 423 m dengan skala horizontal 1:1500 dan skala vertikal 1:100.
50
Berdasarkan gambar diatas, jika dilihat dari bawah permukaan kenampakan lapisan
batubara yang berpotongan dengan topografi akan membentuk cropline. Terlihat bahwa
garis kuning adalah kontur struktur batubara dan warna coklat adalah topografi.
Dari gambar diatas terlihat bahwa kemiringan lapisan batubara sebesar 70° yang dibentuk
dari sudut antara topografi dan lapisan batubara.Yang mana garis biru merupakan
topografi dan juga sebagai boundary penelitian.
Gambar 4.19 Model Batubara Dalam perhitungan sumberdaya pada kemiringan lapisan batubara
51
Blok model diatas merupakan gambaran proyeksi dari setiap sumberdaya dengan
kemiringan lapisan batubara yang ditentukan berdasarkan karakteristik/kompleksitas
geologi di daerah penelitian yakni moderat, yang mana manjadi radius koreksi dalam
perhitungan sumberdaya.
• Aspek sedimentasi
Parameter kondisi geologi dalam aspek sedimentasi didaerah penelitian ini antara lain
variasi ketebalan dan kesinambungan. Ketebalan lapisan batubara di daerah penelitian
memiliki ketebalan yang bervariasi, sedangkan kesinambungan lapisan batubara masih
dapat diikuti hingga ratusan meter pada tahap eksplorasi lanjut. Percabangan di daerah
penelitian tidak dapat diketahui karena pada singkapan yang diamati tidak ditemukan
adanya percabangan.
• Aspek Tektonik
Parameter kondisi geologi dalam aspek tektonik di daerah penelitian ini antara lain sesar,
lipatan, dan kemiringan. Struktur geologi berupa sesar dapat ditemui pada bagian selatan
daerah penelitian yakni sesar geser. Lipatan di daerah penelitian berdasarkan rekonstruksi
lipatan yang dilakukan, secara umum litologi di daerah penelitian terlipat sedang. Dan
kemiringan lapisan yang tidak begitu landai ataupun tegak kecuali pada bagian sumbu
lipatan.
• Variasi Kualitas
Secara regional, batubara di kalimantan timur memiliki kualitas batubara yang bervariasi.
Batubara yang paling sering di temui yaitu termasuk batubara lignit sampai sub-
bituminus, tetapi dibeberapa tempat batubara bituminus juga dapat dijumpai. Pada hasil
52
data uji kualitas batubara, batubara di daerah penelitian termasuk kelas batubara lignit A
dengan kalori 4543 cal/gr dan dengan kandungan sulfur antara 0.42-0.95 (% adb).
Luas area (L’) batubara diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan ArcGis 10.2
dengan membuat radius daerah pengaruh 750 m dari titik informasi, maka diperoleh luas
area (L’) sebesar 547.399,14 m2. Luas area terkoreksi (L) batubara diperoleh dari hasil
perkalian L’ dengan nilai cosinus kemiringan perlapisan batubara yaitu 70°. Maka
diperoleh hasil 187.221,53 m2.
Volume batubara pada daerah penelitian dihitung dengan menggunakan variabel luas area
terkoreksi dikalikan dengan tebal rata rata tiap singkapan batubara (tebal rata-rata = 5,05
m), maka diperoleh total volume batubara tereka yaitu 945.468,74 m3. Tonase
sumberdaya tereka batubara diperoleh dari hasil perhitungan volume batubara dikalikan
53
dengan densitas batubara (1,3 ton/m3), maka diperoleh Tonase sumberdaya tereka
batubara yaitu 1.229.109,36 ton.
Luas area (L’) batubara diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan ArcGis 10.2
dengan membuat radius daerah pengaruh 500 m dari titik informasi, maka diperoleh luas
area (L’) sebesar 405.291,53 m2. Luas area terkoreksi (L) batubara diperoleh dari hasil
perkalian L’ dengan nilai cosinus kemiringan perlapisan batubara yaitu 70°. Maka
diperoleh hasil 138.617,87 m2.
54
Volume batubara pada daerah penelitian dihitung dengan menggunakan variabel luas area
terkoreksi dikalikan dengan tebal rata rata tiap singkapan batubara (tebal rata-rata = 5,05
m), maka diperoleh total volume batubara tertunjuk yaitu 700.020,23 m3. Tonase
sumberdaya tereka batubara diperoleh dari hasil perhitungan volume batubara dikalikan
dengan densitas batubara (1,3 ton/m3), maka diperoleh Tonase sumberdaya tereka
batubara yaitu 910.026,30 ton.
Luas area (L’) batubara diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan ArcGis 10.2
dengan membuat radius daerah pengaruh 250 m dari titik informasi, maka diperoleh luas
area (L’) sebesar 202.225,34 m2. Luas area terkoreksi (L) batubara diperoleh dari hasil
perkalian L’ dengan nilai cosinus kemiringan perlapisan batubara yaitu 70°. Maka
diperoleh hasil 69.175,40 m2.
Volume batubara pada daerah penelitian dihitung dengan menggunakan variabel luas area
terkoreksi dikalikan dengan tebal rata rata tiap singkapan batubara (tebal rata-rata = 5,05
m), maka diperoleh total volume batubara terukur yaitu 349.335,77 m3. Tonase
sumberdaya tereka batubara diperoleh dari hasil perhitungan volume batubara dikalikan
dengan densitas batubara (1,3 ton/m3), maka diperoleh Tonase sumberdaya tereka
batubara yaitu 454.136,50 ton. Perhitungan sumberdaya secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 di bawah ini.
Berdasarkan tabel tersebut (Tabel 4.4 dan Tabel 4.5), terjadi perbedaan hasil perhitungan
sumberdaya batubara antara tabel pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan pada proses
pembuatan cropline yang dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan bantuan
software dan secara manual yaitu membuat pola singkapan batubara dengan dip yang
relatif besar. Besar perbedaan dari perhitungan kedua ini yakni sekitar 22.136,12 (tereka),
13.217,15 (tertunjuk), 2.355,49 (terukur) atau sekitar 0,51% (terukur), 1,45% (tertunjuk)
dan 1,8% (tereka).
55
Tabel 4.4 Perhitungan Sumberdaya Batubara
Tabel 4.5 Perbedaan Perhitungan Sumberdaya Batubara Secara Manual (Dengan Tabel Diatas)
56
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen, G.P., Chambers, John L.C. 1998. Sedimentation of The Modern and
Miocene Mahakam Delta. Indonesian Petroleum Assosiation, Jakarta.
2. Badan Standarisasi Nasional, 2011, Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan
Batubara, Rancangan Standarisasi Nasional Indonesia
3. Balfas, M.Dahlan., 2015, Geologi Untuk Pertambangan Umum, Graha Ilmu,
Yogyakarta
4. Diessel C.F.K., 1992, Coal Bearing Depositional Systems, Springer-Verlag, Berlin
Heidelberg
5. Geology Survey Circular 891, 1983, Coal Resource Classification System of
USGS, USGS
6. Horne, J.C. 1978. Depositional Models in Coal Exploration dan Mine Planning in
Appalachian Region. Texas: AAPG Convention SEPM, Houston.
7. Jeremic, M. L., 1985, Strata Mechanics In Coal Mining, A.A. Balkema Publs.
Rotterdam.
8. Koesoemadinata R. P., 1981, Prinsip-Prinsip Sedimentasi, Departemen Teknik
Geologi, Institut Teknologi Bandung.
9. McClay, K., Dooley, T., Ferguson, A., Poblet, J., 2000, Tectonic Evolution of Sanga-
Sanga Block, Mahakam Delta, Kalimantan, Indonesia, American Association of
Petroleum Geologist Bulletin V.84, p. 765-786
10. Sukandarumidi, 1995, Batubara dan Gambut, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
11. Supriatna S., Sukardi R., Rustandi E., 1995, Peta Geologi Lembar Samarinda,
Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia.
12. Wood, G.H., Kehn, T,M., Carter, M.D. and Culbertson, W.C., 1983., Coal
Resource Classification System of the U.S. Geological Survey
13. Zaenal M.M., 2019 Geologi Daerah Tanah Merah Kecamatan Samarinda Utara,
Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. (Laporan Pemetaan Geologi
Mandiri Teknik Geologi Universitas Mulawarman, Samarinda (unpublished))
58
LAMPIRAN 1
PETA KESAMPAIAN DAERAH
LAMPIRAN 2
PETA GEOLOGI REGIONAL
LAMPIRAN 3
PETA GEOMORFOLOGI
LAMPIRAN 4
STRATIGRAFI
LAMPIRAN 5
PETA GEOLOGI
LAMPIRAN 6
PETA LINTASAN
LAMPIRAN 7
PETA TOPOGRAFI
LAMPIRAN 8
PETA SEBARAN SINGKAPAN
LAMPIRAN 9
PETA SUMBERDAYA