Anda di halaman 1dari 83

IDENTIFIKASI SEBARAN DAN KETEBALAN LAPISAN

BATUBARA BERDASARKAN DATA WELL LOGGING DI PT


BORNEO EMAS HITAM LOA TEBU KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Yuyun Ernia
NIM. 1507045025

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
IDENTIFIKASI SEBARAN DAN KETEBALAN LAPISAN BATUBARA
BERDASARKAN DATA WELL LOGGING DI PT BORNEO EMAS
HITAM LOA TEBU KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Diajukan kepada
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mulawarman untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sains bidang Ilmu Fisika

Oleh:

Yuyun Ernia
NIM. 1507045025

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya meyatakan bahwa dalam Skripsi yang berjudul


“Identifikasi Sebaran dan Ketebalan Lapisan Batubara Berdasarkan Data Wel
Logging Di PT Borneo Emas Hitam Loa Tebu Kalimantan Timur” tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelas sarjana/ Magister di suatu
perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Saya sanggup
menerimas konsekuensi akademik dikemudian hari apabila pernyataan yang
dibuat ini tidak benar.

Samarinda, 27 Desember 2019

Yuyun Ernia

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Sarjan berjudul Identifikasi Sebaran dan Ketebalan Lapisan


Batubara Berdasarkan Data Well Logging di PT Borneo Emas Hitam Loa
Tebu Kalimantan Timur oleh Yuyun Ernia telah dipertahankan di depan
Dewan Penguji pada tanggal 27 Desember 2019

SUSUNAN TIM PEMBIMBING

Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Djayus, MT Dr. Supriyanto, MT


NIP: 19660328 199303 1 001 NIP: 196503 19199303 1 003

Mengetahui,
Dekan FMIPA Universitas Mulawarman

Dr. Eng Idris Mandang, M.Si


NIP. 19711008 199802 1 001

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulilahi Robbil Alamin penulis mengucapkan rasa syukur yang


sebesar-besarnya kepada Allh SWT

Saya persembahkan skripsi ini kepada kedua Orang Tua saya


Ayahanda Tercinta Bapak Abdul Ghani dan wanita terhebat Ibunda
tercinta Ibu Erna yang selalu memberikan dukungan motivasi serta doa yang
tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adikku Tersayang dan Keluarga Besar saya

Teman-teman Fisika angakatan 2015 serta keluarga Besar Fisika Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman.

Teman – teman terdekat dari SMP yaitu Rosy, Seane, Delvi, Ranu, Surya
dan Muklis, SMA yaitu Annisa, Ayu, Imah, Yulia, Nina, Iyal, Monica dan Dwi
yang selalu mendukung serta memberikan semangat dan motivasi kepada saya

“Hope is dream of walking man”


(Diagenes)
“Harapan adalah mimpi dari sebuah perjalanan seseorang”

-Thank‟s -

v
ABSTRAK

Yuyun Ernia, 2019. Identifikasi Sebaran dan Ketebalan Lapisan Batubara


Berdasarkan Data Well Logging Di PT Borneo Emas Hitam Loa Tebu
Kalimantan Timur. Dibimbing oleh Dr. Djayus, MT dan Dr. Supriyanto, MT.
Peningkatan permintaan batubara harus diimbangi dengan kegiatan
eksplorasi yang diantaranya adalah mengetahui sebaran dan ketebalan lapisan
batubara. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui sebaran dan
ketebalan lapisan batubara. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data sekunder berupa data Well Logging (Log Gamma Ray dan Log Densitas)
dan data Coring. Log Gamma Ray dan Log Densitas diinterpretasi sehingga
mendapatkan litologi batuan, kemudian diolah menggunakan Software untuk
penyebaran lapisan batubara, korelasi antar lubang bor sehingga menghasilkan
identifikasi arah penyebaran, kedalaman dan ketebalan lapisan batubara.
Berdasarkan hasil analisa Sebaran batubara pada daerah penelitian diidentifikasi
memiliki arah penyebaran lapisan batubara relatif ke arah Barat Daya-Timur
Laut dengan terdapat empat seam batubara. Dari tiga seam lapisan batubara
mengalami split atau percabangan lapisan batubara yaitu pada seam A dengan
memiliki nilai rata-rata ketebalan 0,43 m, Seam B dengan ketebalan 0,26 m dan
Seam D dengan rata-rata ketebalan 0,14 m. Untuk seam C memiliki rata-rata
ketebalan 0,24 m. Pesebaran seam yang paling banyak terdapat pada seam A dan
B, sedangkan seam yang paling sedikit terdapat pada seam D.

Kata kunci : Well Logging, Log Gamma Ray, Log Densitas dan Seam.

vi
ABSTRACT

Yuyun Ernia, 2019. Identification of Coal Seams distribution and


Thickness Based on Well Logging Data at PT Borneo Emas Hitam Loa Tebu,
East Kalimantan. Supervised by Dr. Djayus, MT and Dr. Supriyanto, MT.
The increase of coal demand must followed by the exploration, including
distributin and thickness of coal seam. The data that has beeen used in this
research was recondary data in the form of Well Logging data (Gammar Ray Log
and Density Log) and coring data. Gamma Ray Log and Density Log was
interpreted to obtain rock lithology, then processed by using software to obtain.
Seread and thickness of coal seam, correlation between boreholes. The result are
identification of seread direction, depth and thickness of coal seams bared on. Coal‟s
distribution analysis at research area, identified area of coal seams
distribution. Relative to the southwest and north east. With four coal seams. Three
seams having split or branching. Seam A with average thickness value 0,43 m,
seam B with average thickness value 0,26 m and seam D with average thickness
value 0,24 m. the widest seam distribution was seam A and B while the fewest
seam was seam D

Keywords: Well Logging, Gamma Ray Log, Density Log and Seam

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan sebagai Studi
(S1) Sarjana Fisika Universitas Mulawarman ini dengan judul “Identifikasi
Sebaran dan Ketebalan Lapisan Batubara di PT Borneo Emas Hitam Loa Tebu
Kalimantan Timur”.
Dengan syukur yang mendalam, penulis ingin berterima kasih kepada setiap
orang yang telah berjasa dalam Tugas Akhir ini, ynag mengilhami dan
memberikan dukungan. Untuk dukungan dan sumbangan besar pada perjalanan
penulis dan penciptaan Tugas Akhir ini, Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Mulawarman
2. Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Mulawarman
3. Bapak Dr. Djayus, MT, selaku dosen pembimbing 1 yang telah
membimbing dan memberikan pemahaman penulis selama penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Dr. Supriyanto, MT, selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Piter Lepong, M.Si, Selaku dosen penguji 1 yang telah
memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Dr Adriaus Inu Natalisanto, M.Si, Selaku dosen penguji II yang
telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Donnevi Anas, Selaku Pimpinan PT. Borneo Emas Hitam karena telah
memberikan kesempatan dalam melakukan penelitian.
8. Bapak Renzo selaku pembimbing di PT. BEH yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

viii
9. Teman Geofisika 2015 yaitu Santy Fauziah Brianita, Rachma Putri K,
Honey puspa D, Galih Adenanthera T.R.P, Meyliza Cronika M, Nikita
Adenia G, Muh Jusrang, Ferruzi Agfanny, Bella Dessy, Sri, Waizathul,
Ardi, Habriansyah, Bona, Riski dan Penta yang telah memberikan
semangat, menghibur serta membantu penulis selama penyusunan skripsi
ini
10. Teman–teman Jurusan Fisika Angkatan 2015 yang telah memberikan
semangat dan membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
11. Teman KKN 44 Kedang Murung yang telah memberikan semangat selama
penyusunan skripsi ini
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga selalu
dalam lindungan-NYA.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan berguna bagi kehidupan di masa yang akan dating.

Samarinda, 27 Desember 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i


HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
HALAMAN PERN YATAAN ........................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
ABSTRACK ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR SIMBOL ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional ............................................................................ 4
2.1.1 Pembentukan Cekungan Kutai ....................................................8
2.2 Batubara........................................................................................ 10
2.2.1 Teori Terjadinya Batubara .......................................................... 11
2.2.2 Jenis Batubara dan Sifatnya .............................................................. 13
2.3 Konsep Dasar Well Logging ......................................................... 14
2.3.1 Log Gamma Ray .................................................................. 15
2.3.2 Log Densitas ................................................................... 18

x
2.4 Karakteristik Well Logging Untuk Penentuan Parameter
sumberdaya ................................................................................. 20
2.4.1 Penentuan Litologi ......................................................... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 23
3.2 Rancangan Penelitian ................................................................. 24
3.3 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................... 24
3.4 Prosedur Penelitian..................................................................... 24
3.5 Interpretasi.................................................................................. 25
3.5.1 Sebaran........................................................................ 25
3.5.2 Ketebalan..................................................................... 25
3.6 Diagram Alir .............................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 27
4.1.1 Kondisi Geologi Daerah Penelitian ............................. 27
4.1.2 Topografi Daerah Penelitian ....................................... 29
4.1.3 Data Penelitian ............................................................ 31
4.1.4 Hasil Analisis .............................................................. 34
4.1.4.1 Hasil Analisis Data Log dan Sebaran Data Bor...... 34
4.1.4.2 Hasil Analisis Sebaran Batubara ............................ 37
4.1.4.3 Hasil Analisis Ketebalan dan Kedalaman Lapisan
Batubara setiap Seam .............................................. 44
4.2 Pembahasan................................................................................ 49
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 52
5.2 Saran .......................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Rapat Massa Batuan ................................................................... 22


Tabel 2.2 Karakteristik Respon Gamma Ray ................................................... 22
Tabel 4.1 Koordinat Batas IUP PT Borneo Emas Hitam ..................................... 32
Tabel 4.2 Data titik Bor dan Koordinat Pada Daerah Penelitian .......................... 33
Tabel 4.3 Data Kedalaman dan Ketebalan setiap seam Batubara ........................ 47

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional ........................................................................ 4


Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Kutai ...............................................................6
Gambar 2.3 Struktur Regional Kalimantan Cekungan Kutai ............................... 9
Gambar 2.4 Teori In Situ ...................................................................................... 11
Gambar 2.5 Proses Pembatubaraan ...................................................................... 12
Gambar 2.6 Tahapan Pembatubaraan ................................................................... 13
Gambar 2.7 Respon Log Gamma Ray Terhadap Batuan ..................................... 17
Gambar 2.8 Contoh Respon Log Densitas ........................................................... 19
Gambar 2.9 Hubungan antara satuan CPS dan gr/cc ............................................... 19
Gambar 2.10 Alat Perekaman Log Densitas ........................................................... 20
Gambar 2.11 Respon Log Ideal dari masing- masing litologi .............................. 21
Gambar 3.1 Peta lokasi daerah Penelitian ............................................................ 23
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 26
Gambar 4.1 Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian ............................................. 28
Gambar 4.2 Peta Topografi titik bor dan batas Daerah Penelitian ...................... 29
Gambar 4.3 Peta Kontur Daerah Penelitian ......................................................... 30
Gambar 4.4 Hasil Interpretasi dari Software pada titik bor BEH1-001 ............... 35
Gambar 4.5 Hasil Sebaran titik bor dan well log 3D ...................................... 36
Gambar 4.6 Sebaran Batubara 3D ....................................................................... 38
Gambar 4.7 Cross Line atau sayatan penampang sebaran batubara ..................... 39
Gambar 4.8. Cross Section 3D ............................................................. 42
Gambar 4.9 Cross Section A ................................................................................ 42
Gambar 4.10 Cross Section B .............................................................................. 42
Gambar 4.11 Cross Section C .............................................................................. 42
Gambar 4.12 Cross Section D .............................................................................. 42
Gambar 4.13 Cross Section E .............................................................................. 43
Gambar 4.14 Cross Section F ............................................................................... 43
Gambar 4.15 Grafik Analisis log pada Seam A .................................................... 45
Gambar 4.16 Grafik Analisis log pada Seam B ................................................... 46

xiii
Gambar 4.17 Grafik Analisis log pada Seam C ................................................... 46
Gambar 4.18 Grafik Analisis log pada Seam D ................................................... 47

xiv
DAFTAR SIMBOL

Y adalah Nilai densitas dalam satuan CPS ........................................................... 20


X adalah Nilai densitas dalam satuan gr/cc ............................................................... 20
adalah muatan listrik elektron ......................................................................... 20

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel Kegiatan


Lampiran 2 : Data litologi

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang mudah terbakar dan berasal
dari batuan sedimen. Terbentuknya batubara dari endapan organik dari sisa-sisa
tumbuhan serta melalui proses pembatubaraan terdiri dari unsur-unsur karbon,
hidrogen dan oksigen. Batubara merupakan bahan galian strategis yang menjadi
salah satu sumberdaya mineral batubara yang melimpah di Indonesia. Menyadari
pentingnya ketersediaan batubara untuk pemenuhan energi nasional mengenai
informasi sumber daya serta besar cadangannya menjadi tujuan yang mendasar
dalam merencanakan kebijakan dibidang energi, maka eksploitasi batubara harus
seimbang dengan penemuan lokasi baru yang prospek agar kestabilan energi tetap
terjaga.
Definisi batubara menurut badan standarisasi nasional dalam SNI (1998)
adalah suatu endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang
berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses lithifikasi untuk
membentuk lapisan batubara. Material tersebut telah mengalami kompaksi,
ubahan kimia dan proses metamorphosis oleh peningkatan panas dan tekanan
selama periode geologis. Bahan-bahan organik yang terkandung dalam lapisan
batubara mempunyai berat > 50 % volume bahan organik.
Energi merupakan kebutuhan infrastruktur dasar manusia, yang akan
digunakan dalam segala bidang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Batubara
sebagai salah satu sumber energi yang banyak digunakan. Sumber energi batubara
dimanfaatkan berbagai macam saat ini seperti sebagai sumber energi listrik, kereta
api, bahan bakar dasar dan katalisator dalam industri semen, baja serta kimia
(Suendra, 2016). Untuk memenuhi kebutuhan energi dari batubara harus terus-
menerus dieksplorasi diharapkan dapat dimanfaatkan dan diolah lebih lanjut
secara ekonomis.

1
2

Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam eksplorasi untuk


mendapatkan data geologi batubara bawah permukaan yaitu metode Well
Logging. Menurut Harsono (1997) Metode Well Logging adalah suatu perekaman
besaran-besaran fisis di sumur pemboran yang biasanya dilakukan dari dasar
sumur kemudian ditarik ke atas secara perlahan-lahan dengan maksud agar sensor
atau probe yang diturunkan ke dalam sumur lubang bor mendeteksi batuan di
dinding sumur. Metode ini dapat mengetahui gambaran dan menilai batuan-batuan
yang mengelilingi lubang bor serta dapat memberikan keterangan kedalaman
lapisan yang mengandung mineral batubara. Metode ini juga menghasilkan
tingkat akurasi data yang relatif tinggi dibandingkan metode lain, sehingga
metode ini masih diperlukan pada suatu perusahaan dalam melakukan eksplorasi
meskipun butuh biaya yang relatif besar.
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman tentang karakteristik lapisan batubara
berdasarkan analisis data Well Logging supaya menghasilkan interpretasi yang
akurat. Serta mengetahui kedalaman, ketebalan dan sebaran lapisan batubara pada
daerah penelitian tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana mengetahui persebaran lapisan batubara pada daerah penelitian?
2. Bagaimana mengetahui ketebalan lapisan batubara pada daerah penelitian?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Well Logging (log
Gamma Ray dan Log Densitas)
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dengan 18
sumur bor
3. Pengolahan data menggunakan Software permodelan sebaran batubara 2D dan
3D
3

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan sebaran lapisan batubara pada daerah penelitian
2. Untuk mengetahui ketebalan lapisan batubara pada daerah penelitian

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat bagi instansi dapat memberikan informasi dan masukan bagi
perusahaan PT Borneo Emas Hitam mengenai sebaran lapisan batubara pada
daerah penelitian
2. Manfaat bagi perguruan tinggi dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
referensi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Mulawarman mengenai sebaran lapisan batubara pada daerah penelitian serta
sebagai bahan penelitian lanjutan yang lebih mendalam pada masa yang akan
datang
3. Manfaat bagi mahasiswa menambah pengetahuan tentang menentukan sebaran
lapisan batubara pada daerah penelitian serta sebagai referensi dan bahan
pertimbangan khususnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan penelitian ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional (Satyana et al, 1999)


Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks.
Adanya interaksi konvergen atau tumpukan antara 3 lempeng utama, yakni
lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Asia yang membentuk
daerah Timur Kalimantan. Evolusi tektonik dari Asia Tenggara dan sebagian
Kalimantan yang aktif menjadi bahan perbincangan antara ahli-ahli ilmu

4
5

kebumian. Pada zaman Kapur Bawah, bagian dari continental passive margin di
daerah Barat daya Kalimantan, yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia
Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada zaman Tersier, terjadi
peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi, pada
daerah Kalimantan. Selama zaman Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian
Timur kontinen dataran Sunda. Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi
konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama, yaitu lempeng India dan
lempeng Asia yang mempengaruhi makin terbukanya busur belakang samudra,
Laut Sulawesi dan Selat Malaka (Satyana et al., 1999).
Pada Geologi Regional pada daerah penelitian di PT Bornoe Emas Hitam
termasuk dalam lingkungan pengendapan “Cekungan Kutai” yang merupakan
komplek lingkungan endapan delta yang terdiri beberapa siklus endapan delta.
Tiap siklus dimulai dengan endapan delta plain yang terdiri dari endapan rawa,
endapan alur sungai, point bar, tanggul sungai dan di tempat yang lebih dalam
diendapkan sedimen delta front dan prodelta. Proses pengendapan sedimen
cekungan kutai dimulai pada kala Eosen Awal yaitu dengan fase transgresif
sampai kala oligosen awal dan pada oligosen akhir pengendapan berkembang ke
timur.
6

Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Kutai (E Supriatna dkk, 1995)


Formasi yang terdapat pada cekungan Kutai memiliki beberapa formasi
diantaranya:
a. Aluvium (QA)
Kerikis, pasir dan lumpus terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta
dan pantai.
b. Formasi KampungBaru (Tpkb)
Batupasir kuarda dengan sisipan lempung, serpih; lanau dan lignit; pada
umumnya lunak, mudah hancur, batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan atau
kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis
oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan dan sisipan batupasir
konglomeratan atau kongomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih
merah dan lempung, diameter 0,5 -1 cm, mudah lepas. Lempung kelabu
7

kehitaman mengandung sisa tumbuhan, kepingan batubara, koral. Lanau, kelabu


tua, menyerpih, aminasi. Lignit, tebal 1-2 m. diduga berumur miosen akhir – plio
plistosen, lingkungan pengendapan delta – laut dangkal, tebal lebih dari 500 m.
formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap formasi
Balikpapan.
c. Fromasi Balikpapan (Tmbp)
Perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping
dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 – 3 m, disisipi
lapisan batubara, tebal 5 -10 cm. batupasir gamingan, coklat, berstruktur sedimen
lapisan bersusun dan silang siur, tebal lapisan 20-4 cm, mengandung foraminifera
kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat
mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan – rekahan
setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan,
berlapis tipis, serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran, mengandung
foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah –
Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan perengan “ paras delta –
dataran delta” tebal 1000 – 1500 m.
d. Formasi Pulau Balang(Tmpb)
Perselingan antara grewake dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping,
batulempung, batubara dan tuf dasit. Batupasir grewake, kelabu kehijauan, padat,
tebal lapisan antara 50 – 100 cm. batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat
tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 – 60 cm. Batugamping, coklat muda
kekuningan, mengandung formanifera besar, batugamping ini terdapat sebagai
sisipan atau lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 -40 cm. Di S. Loa
Haur, mengandung foraminifera besar antara lain Austrolinia howchini, Borelis
Sp, Lepidocyclina Sp, Miogypsina sp, menunjukkan umur Miosen Tengah dengan
lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal
lapisan 1 – 2 cm. setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai
4m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.

e. Formasi Bebuluh (Tmb)


8

Batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan serpih. Warna


kelabu, padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang. Setempat
batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan
berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar ysng
dijumpai antara lain: Lepidocyclina Sumatroensis BRADY, Miogypsina sp,
Miogypsinoides sp, Operculina sp, menunjukkan umur Miosen Awal-Miosen
Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 m.
Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Fromasi Pulau Balang.
f. Formasi Pamaluan (Tomp)
Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping dan
batulanau; berlapis sangat baik. Batupasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu
kehitaman-kecoklatan, berbutir halus-sedang,terpilah baik, butiran membulat-
membulat tanggung, padat, karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur
sedimen silang-siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 m.
batulempung tebal, rata-rata 45 cm. Serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat,
tebal sisipan antara 10-20 cm. Batugamping kelabu, pejal, berbutir sedang-kasar,
setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batualanau kelabu tua-
kehitman. Formasi Pamaluan merupakan batuan paling bawah yang tersingkap di
Lembar ini dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi
Bebuluh. Tebal Formasi lebih kurang 2000 m (Supriatna.dkk, 1995).

2.1.1 Pembentukan Cekungan Kutai


Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran.
Secara umum, sumbu perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya
dan subparalel terhadap garis pantai timur pulau Kalimantan. Di daerah ini juga
terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Adapun
struktur Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Yahya, 2014).
9

Gambar 2.3 Struktur regional Kalimantan dan Cekungan Kutai (Yahya, 2014)

Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan yang dihasilkan oleh


perkembangan regangan cekungan yang besar pada daerah Kalimantan. Pada Pra-
10

Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu pusat pengendapan, yang
kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut:
Cekungan Barito yang terletak di Kalimantan Selatan, Cekungan Kutai yang
terletak di Kalimantan Timur, Cekungan Tarakan yang terletak di Timur laut
Kalimantan, Cekungan Sabah yang terletak di Utara Kalimantan, Cekungan
Sarawak yang terletak di Barat laut Kalimantan, Cekungan Melawai dan
Ketungau yang terletak di Kalimantan Tengah (Yahya, 2014).

2.2 Batubara
Batubara merupakan sisa tumbuhan yang telah menjadi fosil yang mudah
terbakar dan mengandung unsur – unsur yang terdiri dari karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan sulfur dengan karakteristiknya berwarna gelap, padat, dan
dibakar (Sukandarrumidi, 2009).
Batubara berasal dari gambut maupun rawa yang menyerap energi selama
proses fotosintesis. Setelah mati maka tumbuhan tersebut terurai dan mengalami
beberapa tahap perubahan. Berawal dari bakteri yang melapukan tumbuhan
hingga membentuk gambut,benda coklat gelap yang halus dan berserat. Di saat
sedimen dan tumbuhan mati di atasnya maka secara perlahan gambut berubah
menjadi batubara lignit, lalu menjadi batubara bituminous, dan apabila
mendapatkan suhu dan tekanan yang cukup tinggi maka akan berubah menjadi
batubara antrasit (Rahim, 2015).
Ada enam parameter yang mengendalikan pembentukan endapan batubara,
yaitu adanya sumber vegetasi, posisi muka air tanah, penurunan yang terjadi
bersamaan dengan pengendapan, penurunan yang terjadi setelah pengendapan,
kendali lingkungan geotektonik endapan batubara dan lingkungan pengendapan
terbentuknya batubara. Model geologi untuk pengendapan batubara menerangkan
hubungan antara genesa batubara dan batuan sekitarnya baik secara vertikal
maupun lateral pada suatu cekungan pengendapan dalam kurun waktu tertentu.
11

2.2.1 Teori Terjadinya Batubara


Ada dua teori yang menjelaskan terjadinya batubara menurut tempatnya yaitu
teori in – situ dan drift, mengenai penjelasan teori In-situ dan drift sebagai berikut:
A. Teori In-situ
Teori In-situ adalah suatu teori yang menerangkan bahwa batubara terbentuk
dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut
terbentuk. Teori In-situ batubara yang terbentuk biasanya terjadi dihutan basah
dan berawa, sehingga pohon – pohon di hutan pada saat mati dan roboh, maka
langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, untuk sisa tumbuhan tidak
mengalami pembusukan secara sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan
yang membentuk sedimen organik. Dapat dilihat pada Gambar 2.3 proses
pembentukan batubara dengan teori In-situ.

Gambar 2.4 Teori In-situ ( Pameramba, 2017)

B. Teori Drift
Teori drift adalah teori yang terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Teori drift
terbentuknya batubara terjadi pada delta – delta, mempunyai ciri –ciri lapisan
batubara tipis, tidak menerus (Splitting), banyak lapisannya (multiple seam),
banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Untuk batubara jenis ini
banyak terdapat di lapangan batubara delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur.
12

Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia (
penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Dapat dilihat pada Gambar
2.5 proses pembentukan batubara.

Gambar 2.5 Proses Pembatubaraan (Pameramba, 2017)


Tahap pembentukan gambut dari tumbuhan disebut juga dengan (
peatification) adalah tahap dimana sisa –sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik). Dengan tidak adanya
oksigen, maka hidorgen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO dan CO2.
Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungsi diubah menjadi gambut.
Tahap pembatubaraan (coalification) adalah proses pembentukan batubara
dari gambut, merupakan gabungan proses biologi, kimia dan fisika yang terjadi
karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur,
tekanan dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini
prosentase karbon akan meningkat sedangkan prosentase hydrogen dan oksigen
akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat
kematangan material organiknya mulai dari lignit, Sub bituminous, bituminous,
semi antrasit, antrasit hingga meta antrasit, proses pembentukan batubara dimulai
sejak zaman batubara pertama ( coarboniferous period / periode pembentukan
karbon atau batubara), yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun
yang lalu ( Sulistiawati, 1992).
13

Dalam proses pembatubaraan maturitas organik sebenarnya menggambarkan


perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentukan batubara. Proses
pembatubaraan dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Tahapan Pembatubaraan (Pameramba, 2017)


(Pameramba, 2017).

2.2.2 Jenis Batubara dan Sifatnya


1. Sifat batubara jenis Antrasit:
Jenis batubara Antrasit ini memiliki warna hitam sangat mengkilat dan
kompak dengan nilai kalor dan kandungan karbon sangat tinggi, memiliki
kandungan air sangat tinggi, tetapi memiliki kandungan abu sangat sedikit.
2. Sifat Batubara jenis Bitummine/Subbitummine
Jenis pada batubara ini memiliki warna hitam mengkilat, kurang kompak,
nilai kalor dan kandungan karbon relatif tinggi, sedangkan pada
kandungan air, abu dan sulfur sedikit.
3. Sifat Batubara Jenis Lignit
14

Pada batubara jenis lignit ini memiliki warna hitam sangat raput, nilai
kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, sedangakan
pada kandungan abu dan sulfur banyak (Pameramba, 2017).

2.3 Konsep Dasar Well Logging


Logging merupakan metode pengukuran besaran-besaran fisik batuan
terhadap kedalaman lubang bor. Sesuai dengan tujuan Logging untuk memperoleh
data kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan batubara yang dikombinasikan
dengan data pengeboran (Harsono, 1997).
Well Logging adalah suatu teknik untuk mendapatkan data bawah
permukaan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang bor untuk
evaluasi formasi dan identifikasi dari ciri-ciri batuan di bawah permukaan, Selain
itu untuk memperkirakan keadaan struktur bawah permukaan dengan cara
mendapatkan rekaman log yang detail mengenai formasi geologi yang terpenetrasi
dalam lubang bor serta untuk menunjang data dari pengeboran sehingga dapat
dikorelasikan tingkat kebenaran yang dihasilkan (Harsono, 1997).
Well Logging dapat dilakukan dengan dua cara dan bertahap, yaitu:
1. Openhole Logging
Openhole Logging ini merupakan kegiatan Logging yang dilakukan pada
sumur/lubang bor yang belum dilakukan pemasangan casing. Pada umumnya
pada
tahap ini semua jenis log dapat dilakukan.
2. Casedhole Logging
Casedhole Logging merupakan kegiatan Logging yang dilakukan pada
sumur atau lubang bor yang sudah dilakukan pemasangan casing. Pada tahapan
ini hanya log
tertentu yang dapat dilakukan antara lain adalah log gamma ray dan log caliper.
Menurut Pameramba (2017) Logging geofisika untuk eksplorasi batubara
dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk
memperoleh berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan
batubara dan juga mengompensasi berbagai masalah yang tidak terhindar apabila
15

hanya dilakukan pengeboran seperti pengecekkan kedalaman seseungguhnya dari


lapisan batubara. Pada eksplorasi batubara, kombinasi Logging densitas dan sinar
gamma adalah yang paling efektif untuk menentukan sifat geologi sekitar lapisan
batubara. Setiap jenis Logging mempunyai keistimewaan masing-masing oleh
karena itu dilakukan kombinasi Logging untuk analisa menyeluruh.
Metode Well Logging dapat mengetahui gambaran dari bawah permukaan
tanah, yaitu dapat mengetahui dan menilai batuan-batuan yang mengelilingi
lubang bor tersebut. Hasil pengukuran berupa grafik besaran fisis terhadap
kedalaman sumur bor ada 4 jenis log yang sering digunakan dalam interpretasi
yaitu:
1. Log listrik, dimana terdiri dari log resistivitas dan log SP (Spontaneous
Potential)
2. Log radioaktif, terdiri dari dari log GR (Gamma Ray), Log Porositas yaitu log
density (RHOB) dan log neutron (NPHI)
3. Log akustik berupa log sonic
4. Log Caliper
(Faisal dkk, 2012).

2.3.1 Log Gamma Ray


Prinsip dari GR adalah perekaman radioaktivitas alami bumi.
Radioaktivitas GR berasal dari 3 unsur radioaktif yang ada dalam batuan yaitu
Uranium -U, Thorium -Th dan Potasium -K, yang secara kontinu mamancarkan
GR dalam bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi Sinar Gamma ini mampu
menembus batuan dan dideteksi
oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detector sintilasi. Setiap GR yang
terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detektor. Parameter yang direkam
adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu (sering disebut cacah GR)
(Harsono, 1997).
Log GR diskala dalam satuan API (GAPI). Satu GAPI =1 /200 dari
tanggapan yang didapat dari kalibrasi standar suatu formasi tiruan yang berisi
Uranium, Thorium dan Potasium dengan kuantitas yang diketahui dengan tepat
16

dan diawasi oleh American Petroleum Institute (API) di Houston, Texas. Log GR
biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama-sama kurva SP dan Kaliper.
Biasanya diskala dari kiri ke kanan dalam 0-100 atau 0-150 GAPI. Tingkat radiasi
serpih lebih tinggi dibandingkan batuan lain karena unsur-unsur radioaktif
cenderung mengendap di lapisan serpih yang tidak permeabel, hal ini terjadi
selama proses perubahan geologi batuan. Pada formasi permeabel tingkat radiasi
GR lebih rendah, dan kurva akan turun kekiri. Sehingga log GR adalah log
permeabilitas yang bagus sekali karena mampu memisahkan dengan baik antara
lapisan serpih dari lapisan permeable (Harsono, 1997). Respon Log Gamma Ray
terhadap batuan dapat dilihat pada Gambar 2.7
Unsur radioaktif umumnya banyak terdapat dalam Shale dan sedikit sekali
terdapat dalam sandstone, limestone, dolomite, coal, gypsum, dll. Oleh karena itu
shale akan memberikan respon gama ray yang sangat signifikan dibandingkan
dengan batuan yang lainnya (Faisal dkk, 2012).
Perbedaan sifat radioaktif dari setiap batuan dapat digunakan untuk
membedakan jenis batuan yang terdapat pada suatu formasi. Selain itu pada
formsi shaly sand, sifat radioaktif ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kadar
kandungan clay yang dapat berkaitan dengan penilaian produktif suatu lapisan
berdasarkan interpretasi data Logging (Faisal dkk, 2012).
17

Gambar 2.7. Respon Log Gamma Ray Terhadap Batuan (Telford, dkk., 1990)
18

2.3.2 Log Densitas


Merupakan log yang mengukur densitas atau berat jenis total formasi prinsip
cara kerja log ini yaitu dengan menggunakan prinsip Compton Scatering. Pada
kejadian hamburan Compton, foton sinar gamma bertumbukan dengan elektron
dari atom di dalam batuan, foton akan kehilangan tenaga karena proses tumbukan
dan dihamburkan ke arah yang tidak sama dengan arah foton awal, sedangkan
tenaga foton yang hilang sebetulnya diserap oleh elektron sehingga elektron dapat
melepaskan diri dari ikatan atom menjadi elektron bebas (Harsono, 1997).
Prinsip kerja log densitas (Harsono, 1993) yaitu suatu sumber radioaktif dari
alat
pengukur di pancarkan sinar gamma dengan intensitas energi tertentu menembus
formasi/batuan. Batuan terbentuk dari butiran mineral, mineral tersusun dari atom
atom yang terdiri dari proton dan elektron. Partikel sinar gamma membentur
elektronelektron dalam batuan. Akibat benturan ini sinar gamma akan mengalami
pengurangan energi (loose energy). Energi yang kembali sesudah mengalami
benturan akan diterima oleh detektor yang berjarak tertentu dengan sumbernya.
Makin lemahnya energi yang kembali menunjukkan makin banyaknya elektron-
elektron dalam batuan, yang berarti makin banyak/padat butiran/mineral penyusun
batuan persatuan volume. Respon log densitas dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Besar kecilnya energi yang diterima oleh detektor tergantung dari
besarnya densitas matriks batuan, besarnya porositas batuan dan besarnya densitas
kandungan yang ada dalam pori-pori batuan (Akbari, 2014).
Konversi satuan Log Densitas dalam penelitian ini, satuan dari log
densitas adalah Count Per Second (CPS). Untuk memudahkan perhitungan, maka
dilakukan konversi satuan dari CPS ke gr/cc, nilai satuan CPS berbanding terbalik
dengan nilai satuan gr/cc. Apabila defleksi log dalam satuan CPS menunjukkan
nilai yang rendah dalam satuan gr/cc. Log density terdiri dari 2 macam yaitu Log
Spacing Density (LSD) dan Shor Spacing Density (SSD). Long Spacing Density
digunakan untuk evaluasi lapisan batubara karena menunjukkan densitas yang
mendekati sebenarnya berkat pengaruh yang kecil dari dinding lubang bor. SSD
19

mempunyai resolusi vertikal yang tinggi, maka cocok untuk pengukuran ketebalan
lapisan batubara (Akbari, 2014).

Gambar 2.8. Contoh Respon Log Densitas (Suendra, 2016)

Gambar 2.9. Hubungan antara satuan CPS dan gr/cc (Akbari,2014)


20

Berdasarkan Gambar 2.9 dapat diperoleh rumus, sebagai berikut:


(2.1)

Keterangan:
Y : nilai densitas dalam satuan CPS
X : nilai densitas dalam satuan gr/cc

Gambar 2.10 Alat Perekaman Log Densitas (Akbari, 2014)

2.4 Karakteristik Well Logging untuk penentuan parameter sumberdaya


2.4.1 penentuan litologi
Dalam intepretasi data log geofisika dilakukan untuk menentukan litologi
pada setiap kedalaman bawah permukaan bumi. Masing – masing batuan
memiliki respon yang khas pada kurva log, sehingga jenis litologi dapat
ditentukan. Respon log yang ideal untuk setiap jenis batuan dapat dilihat pada
Gambar 2.11.
21

Gambar 2.11 Respon Log ideal dari masing – masing litologi (Ajimas,
2016)
Karakteristik log dari berberapa batuan memilki respon yang berbeda,
pada batubara memiliki respon yang rendah pada log Gamma Ray pada log
Density memiliki respon yang rendah. Pada batulempung log gamma ray dan
density memiliki respon yang menengah. Pada batupasir memiliki respon agak
rendah dengan density menengah sampai tinggi. Pada Konglomerat pada log
gamma ray memiliki repon menengah dan density juga menengah. Pada
batugamping memiliki respon rendah pada log gamma ray dengan respon density
menengah sampai tinggi.sedangkan pada batuan vulkanik memiliki respon gamma
ray rendah dengan density tinggi.
Besaran densitas ini selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai
porositas batuan tersebut. Nilai rapat massa batuan pada log densitas dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
22

Tabel 2.1 Nilai Rapat Massa Batuan (Erihartanti., dkk,2015)


Jenis Batuan Rapat Massa (gr/cc)
Batupasir 2,65
Batu Kapur 2,71
Dolomit 2,87
Anhidrit 2,96
Antrasit 1,4 – 1,8
Bituminus 1,2 – 1,5
Pada Log Gamma ray digunakan untuk mengukur radiasi sinar gamma
yang dihasilkan oleh unsur – unsur radioaktif ynag terdapat dalam lapisan batuan
di sepanjang lubang bor. Unsur radioaktif terdapat dalam shale dan sedikit sekali
terdapat dalam sandstone, limestone, dolomite, coal, gypsum, dll. Oleh karena itu
shale akan memberikan respon gamma ray yang sangat signifikan dibandingkan
dengan batuan yang lainnya. Karakteristik respon Log Gamma ray dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik Respon Gamma Ray ( Erihartanti., dkk, 2015)
Tingkat Radioaktif (API) Jenis Batuan
0 -32,5 Anhidrit, Salt, Batubara
32,5 – 60 Batupasri, Batugamping, Dolomit
60 -100 Lempung, Granit
>100 Batuserpih, abu vulkanik, Betonit
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di PT Borneo Emas Hitam Loa Tebu, Tenggarong
serta di Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur
yang akan dilaksanakan dimulai dari bulan Juni-Desember dengan judul
penelitian “ Identifikasi sebaran dan ketebalan lapisan batubara berdasarkan data
Well Logging di PT Borneo Emas Hitam”. Peta lokasi penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

23
24

3.2 Rancangan Penelitian


Secara umum penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, data log yang
diperoleh berupa data sekunder, tahapan penelitian ini memiliki tahapan akusisi
meliputi kajian pustaka (literature), data well log. Hasil dari akuisisi Well
Logging menghasilkan respon log gamma ray dan log densitas. Selanjutnya
dilakukan identifikasi litologi bawah permukaan yang akan menghasilkan berupa
lapisan batubara, ketebalan, dan kedalaman lapisan berdasarkan respon Logging
serta sebaran lapisan batubara.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


1. Data bor / Log
2. Data Titik Koordinat daerah Penelitian
3. Software Pendukung
4. Literatur Pustaka
5. Alat Tulis dan alat pendukung lainnnya

3.4 Prosedur Penelitian


Adapun prosedur penelitian di antaranya:
1. Interpretasi data log
Data log sumur yang dimiliki berupa data LAS file yang selanjutnya akan
dilakukan interpretasi dan di olah dengan menggunakan Software untuk
mendapatkan tampilan berupa grafik log sumur yang terdiri dari log Gamma
Ray, dan Log Densitas. Grafik log diinterpretasikan litologi batuannya
berdasarkan besar kecilnya nilai log Gamma Ray dan Log Densitas.
2. Pengolahan Data
Setelah mengetahui litologi pada masing-masing data log sumur, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan korelasi penampang untuk melihat
kondisi bawah permukaan dan melihat penyebaran lapisan batubara. Pada
pengolahan data ini berbentuk penampang 2D (Dimensi) dan 3D (Dimensi)
dengan tampilan berupa peta persebaran lapisan batubara dengan
25

mendapatkan nilai elevasi dan kedalaman lapisan batubara pada daerah


penelitian
3. Analisis Data
Setelah identifikasi litologi bawah permukaan di analisis dengan melihat pola
penyebaran untuk mengetahui karakteristik lapisan batubara sehingga
menghasilkan lapisan, kedalaman dan ketebalan batubara dibawah permukaan.

3.5 Interpretasi
3.5.1 Sebaran
Pada tahap interpretasi sebaran ini didukung dengan beberapa jenis data
koordinat daerah penelitian, data bor serta elevasi dan data Logging. Dari hasil
interpretasi data log ini mendapatkan litologi, nilai kedalaman dan ketebalan. Pada
interpretasi sebaran lapisan batubara ini berbentuk korelasi penampang 2D
(Dimensi) dengan tampilan berupa peta persebaran Berdasarkan nilai kedalaman,
ketebalan dan luasan, jarak antar titik bor dan posisi singkapan batubara dapat
dilihat penampang sebaran batubara tersebut.

3.5.2 Ketebalan
Pada tahap interpretasi ketebalan lapisan batubara ini menggunakan data
Logging yang merupakan data litologi kedalaman lubang bor yang telah di
interpretasi, kemudian menentukan nilai kedalaman batas litologi, dimana
ketebalan lapisan batubara adalah jarak terpendek antara atap (Top) dan lantai
(Bottom) lapisan batubara pada setiap lubang bor. Dari nilai Top dan Bottom
didapatkan ketebalan untuk lapisan batubara.
26

3.6 Diagram Alir


Adapun Diagram Alir pada daerah penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
3.2

Gambar 3.2 Diagram Alir


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Borneo Emas Hitam yang terletak di
Kelurahan Loa Tebu, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Provinsi Kalimantan Timur. Letak koordinatnya berada terletak pada 117o 10'
52.2" BT - 117o 12' 28.5" BT dan 4o 11' 38.6" LS - 4o 6' 38.4” LU. Situasi daerah
IUP Borneo Emas Hitam mencakup luas wilayah seluas 1.002 Hektar.
Lokasi PT Borneo Emas Hitam dapat ditempuh dari Lokasi dapat dicapai dari
Jakarta - Balikpapan lewat udara selama ± 2 jam dan dilanjutkan dengan
menggunakan kendaraan roda empat dari Balikpapan menuju ke Kota
Tenggarong selama ± 4 jam. Dari kota Tenggarong ke lokasi yang berada di Desa
Loa Tebu dapat ditempuh selama 20 Menit. Lokasi Site PT Borneo Emas Hitam
berada pada Desa Loa Tebu, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kondisi geologi daerah penelitian berdasarkan geologi lokal secara umum
pada cekungan kutai terdapat endapan batubara dengan penyebaran yang cukup
luas, pada geologi daerah penelitian memiliki empat blok, tetapi pada penelitian
ini menggunakan 1 blok saja yang dinamakan blok CD, Formasi pada daerah
penelitian termasuk formasi Balikpapan (Tmbp), dimana morfologi pada daerah
penelitian berupa perbukitan bergelombang landai hingga sedang, lithologi
terdapat pada daerah penelitian didominasi perselingan batupasir dan
batulempung serta batubara, kekerasan sedang hingga lunak, kemiringan lapisan
relatif landai antara 8 sampai 20 derajat. Struktur geologi yang terbentuk
memperlihatkan struktur lipatan sinklin landai dengan jurus batuan antara U 30 –
40 T sampai U180 T. Lingkungan pengendapan pada daerah penelitian termasuk
dalam lingkungan pengendapan Delta. Dapat dilihat pada Gambar 4.1 merupakan
Peta Geologi Lokal Daerah Penelitian.

27
28
Gambar 4.1 Peta Geologi Lokal daerah Penelitian
29

4.1.2 Topografi daerah Penelitian


Topografi daerah penelitian, dimana memperlihatkan morfologi daerah
penelitian terdiri dari perbukitan dan pendataran. Pada topografi ini meliputi
batas IUP PT Borneo Emas Hitam dan batas blok titik bor pada daerah penelitian.
Pada blok daerah penelitian termasuk perbukitan dengan memiliki ketinggian
menengah sampai atas yaitu 35 – 75 meter. Peta topografi pada daerah penelitian
ini diolah menggunakan software dengan parameter data koordinat dapat dilihat
pada Gambar 4.2 yang merupakan batas Operasi PT Bornoe Emas Hitam serta
titik bor pada blok CD di daerah Penelitian.

Gambar 4.2 Peta Topografi titik bor dan batas daerah penelitian
Pada daerah penelitian ini memiliki 18 titik bor yaitu BEH1-001, BEH1-
002, BEH1-003, BEH1-004, BEH1-005, BEH1-006, BEH1-007, BEH1-008, BEH1-
009, BEH1-010, BEH1-011, BEH1-012, BEH1-013, BEH1-014, BEH1-
015, BEH1-016, BEH1-017 dan BEH1-030. Pada daerah ini memperlihatkan
morfologi daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan pendataran. Satuan dari
daerah penelitian memiliki ketinggian antara 20 sampai dengan 60 meter, pada
daerah ini memiliki elevasi terendah pada titik bor BEH1-030 dengan elevasi
30

antara 22 sampai 24 meter dan kontur yang tertinggi pada titik bor BEH1-006 dan
BEH1-007 dengan nilai elevasi antara 54 sampai 60 meter. Dapat dilihat pada
Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Peta Kontur Daerah Penelitian


31

4.1.3 Data Penelitian


Data penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari Data
koordinat daerah penelitian, data titik Bor dan data Well Logging, dalam
penelitian ini memiliki 18 titik bor. Data bor bertujuan untuk mengetahui
sebarannya bor/ lubang sumur pada daerah penelitian. Selain itu, data – data pada
penelitian ini digunakan untuk interpretasi lithologi, sebaran dan ketebalan
batubara pada daerah penelitian. Dapat dilihat pada Tabel 4.1 merupakan data
titik koordinat PT Borneo Emas Hitam. Pada Tabel 4.2 merupakan titik bor dan
koordinat pada daerah penelitian.
Pada data bor bertujuan untuk mengetahui sebaran batubara serta
mengetahui keberadaan suatu hidrokarbon atau seam batubara serta mengetahui
batuan lain yang ada dalam lubang bor. Pada lubang bor terdapat pengambilan inti
batuan (Coring), dimana bertujuan untuk membandingkan ketebalan lapisan
batubara. Dapat dilihat pada lampiran 2.
Pada data Well Logging diolah menggunakan software tujuannya untuk
mengetahui grafik kurva-kurva dari log serta mengetahui kedalaman litologi-
litologi yang berada pada 18 titik bor tersebut. Data Well Logging untuk masing-
masing titik bor yang telah di interpretasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
32

Tabel 4.1 Koordinat Batas IUP PT Borneo Emas Hitam (Departemen Eksplorasi
PT Borneo Emas Hitam)
NO Easting (X) Northing (Y)
1 520105 463576
2 520106 461206
3 520676 461206
4 520678 454251
5 521412 454252
6 521411 455366
7 522117 455366
8 522117 455747
9 523054 455747
10 523054 458575
11 522520 458575
12 522520 461130
13 523075 461130
14 523074 463580
15 522621 463580
16 522621 463116
17 522781 463116
18 522781 462837
19 522932 462837
20 522932 463979
21 522871 462137
22 522871 461658
23 521749 461658
24 521748 463574
33

Tabel 4.2 Data titik bor dan Koordinat Pada Daerah Penelitian
Borehole Koordinat Collar Total Depth
Easting Northing Elevation Elevation
BEH1-001 501931 9962477 35.88 39 30
BEH1-002 502025 9962452 31.42 32 50
BEH1-003 502170 9962430 41.59 49 50
BEH1-004 502164 9962668 28.38 18 30
BEH1-005 502022 9962755 36.00 36 48
BEH1-006 501975 9962772 57.00 57 45
BEH1-007 502013 9962829 55.00 55 50
BEH1-008 502006 9962277 38.55 37 45
BEH1-009 501881 9962223 49.15 54 36
BEH1-010 501972 9962364 30.73 29 40
BEH1-011 502001 9962329 23.00 23 35
BEH1-012 502042 9962291 33.00 33 35
BEH1-013 501633 9962138 26.00 26 40
BEH1-014 501653 9962234 25.00 25 40
BEH1-015 501610 9962278 40.00 40 30
BEH1-016 501735 9962299 34.00 34 30
BEH1-017 502063 9962033 27.00 27 30
BEH1-030 502018 9962455 20.00 20 22
34

4.1.4 Hasil Analisis


4.1.4.1 Hasil Analisis Data Log dan Sebaran Data Bor
Pada analisa log sangat diperlukan sebelum melakukan korelasi tujuannya
untuk mengetahui atau mendapatkan hasil pemboran eksplorasi pada daerah
penelitian. Dimana, dari hasil analisa log dapat diketahui lapisan apa saja yang
terdapat di dalam lubang bor. Sehingga, penulis dapat membuat litologi dari hasil
analisa log tersebut dan memudahkan proses korelasi.
Dari hasil analisa log yang diperoleh dari software berupa data Las.File
yang kemudian di interpretasi dapat diketahui bahwa pada lubang bor tersebut
terdapat beberapa litologi batuan. Seperti batulempung, batupasir dan batubara
yang banyak ditemukan. Dapat dilihat pada Gambar 4.4 merupakan hasil analisa
log dari software pada titik bor BEH1-001. Untuk interpretasi pada titik bor
lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan analisa log yang digunakan untuk interpretasi litologi batuan
dan batubara menggunakan log Gamma Ray dan log Densitas, pada daerah
penelitian pada log gamma ray menggunakan satuan CPS (Count per secon) nilai
dari gamma ray antara 0 – 60 cps dalam tampilan software menunjukkan grafik
nilai gamma ray berwarna merah. Sedangkan log Densitas untuk mengetahui
litologi- litologi batuan lainnya. Pada log densitas nilai antara 0 – 1300 Cps.
Pada pengolahan data selanjutnya membuat penampang litologi penyusun
bore dari hasil interpretasi data Log dalam bentuk tiga dimensi (3D) yang
berbentuk log-log yang tersusun sesuai dengan koordinat borehole. Hasil dari
korelasi penampang well log tiga dimensi (3D) merupakan gambaran bawah
permukaan bawah tanah pada daerah penelitian, terdiri dari 18 titik bor yang
tersusun dari litologi-litologi hasil dari data log. Pada penyusun litologi batuan
untuk tanah penutup atau disebut dengan top soil diberikan warna Orange dengan
symbol (v), pada batubara (Coal) berwarna hitam pekat tanpa memiliki symbol,
pada batu lempung (Claystone) berwarna hijau denga symbol garis – garis kecil,
pada batupasir (Sandstone) berwarna kuning dengan symbol titik-titik. Dapat
dilihat pada Gambar 4.5 merupakan hasil dari korelasi penampang Well Logging
3D pada daerah penelitian.
35

Gambar 4.4 Hasil Analisis log pada titik Bor BEH1-001


36
Gambar 4.5 Hasil Sebaran titik bor dan Well Log 3D
37

4.1.4.2 Hasil Analisis Sebaran Batubara


Berdasarkan hasil sebaran batubara dalam 3D dapat dilihat pada Gambar
4.6 merupakan sebaran batubara. Dimana pada sebaran tersebut memilki sebaran
batubara menyebar ke arah timur laut – barat daya, terlihat dari permukaan
sebaran batubara pada titik bor BEH1-001, BEH1-002, BEH1-030, BEH1-010,
BEH1-011, BEH1-012 dan BEH1-008. Pada sebaran lapisan batubara memiliki 4
seam batubara dengan di berikan warna berbeda-beda pada seam A berwarna
merah, Seam B berwarna kuning, Seam C berwarna Navy/biru gelap dan seam D
berwarna Ungu
Berdasarkan hasil analisis untuk mempermudah penyebaran dibuat
penampang korelasi dengan cara membuat profil atau Cross Section dari setiap
Cross line, dimana setiap titik bor diletakkan pada sayatan secara lateral dan
vertikal. Profil penampang bertujuan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan
dan melihat kemenerusan lapisan batubara. Dapat dilihat pada Gambar 4.7
merupakan Cross line dan sebaran batubara.
38
Gambar 4.6 Sebaran Batubara 3D
39

Gambar 4.7 Cross line atau sayatan penampang sebaran batubara


Untuk mengetahui pesebaran lapisan batubara dalam bentuk model Cross
Section 3D lapisan batubara dan memperlihatkan model seam pada daerah
penelitian berdasarkan data logging, dimana hasil dari bentuk model 3D
didapatkan sebaran lapisan setiap litologi pada semua sumur. Berdasarkan
permodelan seam batubara pada daerah penelitian memiliki empat seam yaitu
Seam A, Seam B, Seam C dan Seam D. Pada lapisan seam A, Seam B dan Seam D
40

mengalamai proses split menjadi 2 dinamakan Seam A1, Seam A2, Seam B1,
Seam B2 dan Seam D1, Seam D2. Arah penyebaran batubara yaitu relatif Timur Laut-
Barat Daya Dapat dilihat pada Gambar 4.8 yang merupakan Model lapisan batubara
3D.
Berdasarkan hasil Cross Section 2D pada section A arah penyebaran
batubara ke Timur laut-barat daya memiliki 3 titik bor yaitu BEH1-007, BEH1-
006 DAN BEH1-015 terdapat beberapa seam yang lengkap di setiap bor yaitu
seam B, C dan D pada seam A hanya terdapat pada bor BEH1-007 dan BEH1-
006. Serta terdapat seam yang mengalami lapisan split atau percabangan yaitu
seam D pada titik bor BEH1-015.Dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Berdasarkan Cross Section B arah penyebaran batubara ke arah Timur Laut-
Barat Daya, dimana terdapat 4 titik bor yaitu BEH1-006, BEH1-005, BEH1- 016 dan
BEH1-014 terdapat 2 seam yang lengkap setiap titik bor yaitu seam B dan seam
C. Dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Berdasarkan Cross Section C arah penyebaran batubara ke arah timur laut-
barat daya, dimana terdapat seam yang lengkap yaitu seam B dan C. sedangkan
seam terdapat pada titik bor BEH1-014 tetapi pada seam ini mengalami lapisan
split (percabangan) pada titik bor BEH1-013. Dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Berdasarkan Cross Section D arah penyebaran batubara ke arah timur laut-
barat daya, dimana terdapat 6 titik bor yaitu BEH1-004, BEH1-030, BEH1-002,
BEH1-010, BEH1-011 dan BEH1-009. Pada section ini memiliki seam yang
lengkap dari Seam A – Seam D. Tetapi pada seam D hanya terdapat pada titik bor
BEH1-004 dan BEH1-030. Dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Berdasarkan Cross Section E arah penyebaran relatip ke timur laut-barat
daya, dimana terdapat 2 titik bor yaitu BEH1-003 dan BEH1-012 terdapat seam
yang lengkap yaitu seam A dan B. Dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Berdasarkan Cross Section F arah penyebaran relatif ke barat laut –
tenggara, dimana terdapat 5 titik bor yaitu BEH1-011, BEH1-008, BEH1-012 dan
BEH1- 017 terdapat seam A dan seam B pada titik bor BEH1-011, BEH1-008 dan
BEH1-012. Dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.8 Cross Section 3D

41
42

Gambar 4.9 Cross Section A

Gambar 4.10 Cross Section B

Gambar 4.11 Cross Section C

Gambar 4.12 Cross Section D


43

Gambar 4.13 Cross Section E

Gambar 4.14 Cross Section F


44

4.1.4.3 Hasil Analisis ketebalan dan kedalaman lapisan batubara setiap seam
Berdasarkan hasil interpretasi dari data Well Logging lapisan batubara
pada software memiliki tampilan log gamma ray lebih ke arah kiri atau mendekati
nilai nol, dengan nilai yang rendah dan sangat rendah dalam skala, pada skala
dalam tampilan software ini memiliki skala antara 0 – 60 Cps pada gama ray
ditunjukkan pada warna merah. Sedangkan tampilan log densitas condong ke arah
yang paling tinggi atau arah kanan dalam skala software tersebut, pada nilai log
densitas memiliki skala antara 0 – 1300 cps ditandai dengan garis berwarna biru.
Pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada Seam A memiliki rata-
rata ketebalan 0,43 meter. Deskripsi dari batubara tersebut memiliki warna batuan
hitam (Black), memiliki garis coklat( brown Streak), 60% kusam agak cerah (dul
bright). Pada nilai satuan log gamma ray 0 sampai 70 cps, maka nilai log gamma
ray pada batubara berkisar antara 14 – 56 cps, sedangkan pada log densitas nilai
satuan 0 sampai 2500 cps maka nilai log densitas berkisar antara 1000 - 2500 cps.
Sebaran seam A ini ada pada 18 titik bor. Dapat dilihat pada Gambar 4.15 contoh
hasil analisis grafik log pada Seam A.
Pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada Seam B merupakan titik
bor BEH1-002 memiliki rata-rata ketebalan 0,26 meter. Deskripsi dari batubara
memiliki warna batuan hitam (black), bergaris coklat ( brown streak), memiliki
kusam sampai 60% cerah (dull – 60% bright), tingkat kekerasan rapuh/mudah
rapuh(brittle), memiliki inti yang rusak (broken core). Pada seam ini memiliki
nilai gamma ray berkisar 28 – 42 cps, sedangkan pada log densitas berkisar antara
1000 – 2000 cps. Untuk sebaran pada seam ini pada titik bor BEH1-001 sampai
BEH1-014. Dapat dilihat pada Gambar 4.16 contoh titik bor BEH1-002 analisis
grafik log pada Seam B.
Pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada seam C menggunakan
contoh titik bor BEH1-002. Pada seam ini memiliki rata-rata ketebalan 0,24 meter
dengan dekripsi memiliki warna hitam (black), memiliki garis coklat (brown
streak), kusam sampai 60% cerah (dull 60% bright), memiliki tingkat kekerasan
rapuh/mudah rapuh (brittle) dan memiliki inti yang rusak (broken core). Pada
45

seam ini memiliki nilai gamma ray berkisar antara 35 – 42 cps, sedangkan pada
log densitas berkisar antara 1000 – 1250 cps. Untuk pesebaran seam C ini ada
pada titik bor BEH1-002,BEH1-003, BEH1-005, BEH1-006, BEH1-009, BEH1-
010, BEH1-011, BEH1-013 dan BEH1-014. Untuk melihat contoh titik bor BEH1-
002 dapat dilihat pada Gambar 4.17.
pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada seam D menggunakan
contoh pada titik bor BEH1-002 dengan ketebalan 0,14 meter. Pada seam ini
memiliki warna hitam (black), bergaris coklat (Brown streak), memiliki 60%
cerah (60% bright), memiliki tingkat kekerasan rapuh/mudah rapuh (brittle),
memiliki inti yang rusak (broken core). Pada seam ini memiliki nilai log gamma
ray berkisar 35 – 30 cps, sedangkan pada log densitas memiliki nilai berkisar
antara 750 – 1250 cps. Dapat dilihat pada Gambar 4.18.

Gambar 4.15 Grafik analisis log titik pada seam A


46

Gambar 4.16 Grafik analisis log pada seam B

Gambar 4.17 Grafik analisis log pada seam C


47

Gambar 4.18 Grafik analisis log pada seam D


Berdasarkan gambar-gambar diatas merupakan contoh grafik analisis log
pada seam A, B, C dan D menggunakan sumur BEH1-002. Untuk mengetahui
jumlah seam pada daerah penelitian dengan mendapatkan ketebalan dan
kedalaman dan jumlah seam pada masing-masing sumur bor dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Kedalaman dan ketebalan setiap seam Batubara
A A1 A2
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m) Bore Hole From DepTo Depth Thick (m) Bore Hole From Depth (m) To Depth Thick
(m (m)
BEH1-001 BEH1-001 BEH1-001
BEH1-002 13.94 14.8 0.86 BEH1-002 BEH1-002
BEH1-003 13.28 13.96 0.68 BEH1-003 BEH1-003
BEH1-004 9.82 10.3 0.48 BEH1-004 BEH1-004
BEH1-005 17.1 17.75 0.65 BEH1-005 BEH1-005
BEH1-006 10.42 11.02 0.6 BEH1-006 9.25 9.6 0.35 BEH1-006 9.9 10.29 0.39
BEH1-007 17.25 17.93 0.68 BEH1-007 12.25 12.55 0.3 BEH1-007 12.8 13.1 0.3
BEH1-008 26.93 27.52 0.59 BEH1-008 BEH1-008
BEH1-009 9.82 10.3 0.48 BEH1-009 BEH1-009
BEH1-010 17.1 17.75 0.65 BEH1-010 BEH1-010
BEH1-011 10.42 11.02 0.6 BEH1-011 BEH1-011
BEH1-012 17.25 17.93 0.68 BEH1-012 BEH1-012
BEH1-013 BEH1-013 6.54 7.14 0.6 BEH1-013 20.4 21.54 1.14
BEH1-014 11.72 12.62 0.9 BEH1-014 BEH1-014
BEH1-015 BEH1-015 BEH1-015
BEH1-016 BEH1-016 BEH1-016
BEH1-017 BEH1-017 BEH1-017
BEH1-030 14.2 14.8 0.6 BEH1-030 BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.43 Rata-rata Ketebalan 0.06 Rata-rata Ketebalan 0.1
48

B B1 B2
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m) Bore Hole From Dep To Depth Thick (m) Bore Hole From Depth (m) To Depth (m Thick (m)
BEH1-001 BEH1-001 17.6 17.98 0.38 BEH1-001 18.1 18. 0.4
5
BEH1-002 20.15 20.64 0.49 BEH1-002 BEH1-002
BEH1-003 22.1 22.5 0.4 BEH1-003 BEH1-003
BEH1-004 BEH1-004 BEH1-004
BEH1-005 8.7 9.12 0.42 BEH1-005 BEH1-005
BEH1-006 21.64 22 0.36 BEH1-006 BEH1-006
BEH1-007 19.9 20.1 0.2 BEH1-007 BEH1-007
BEH1-008 37.1 37.35 0.25 BEH1-008 BEH1-008
BEH1-009 11.3 11.7 0.4 BEH1-009 BEH1-009
BEH1-010 25.15 25.46 0.31 BEH1-010 BEH1-010
BEH1-011 21.75 22.2 0.45 BEH1-011 BEH1-011
BEH1-012 27.62 28.06 0.44 BEH1-012 BEH1-012
BEH1-013 24.4 24.55 0.15 BEH1-013 BEH1-013
BEH1-014 14.65 15.1 0.45 BEH1-014 BEH1-014
BEH1-015 6.85 7.25 0.4 BEH1-015 BEH1-015
BEH1-016 13.65 14 0.35 BEH1-016 BEH1-016
BEH1-017 BEH1-017 BEH1-017
BEH1-030 20.24 20.5 0.26 BEH1-030 BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.26 Rata-rata ketebalan 0.02 Rata-rata Ketebalan 0.02
C
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m)
BEH1-001
BEH1-002 29 29.39 0.39
BEH1-003 32.42 32.82 0.4
BEH1-004 9.34 9.74 0.4
BEH1-005 19.75 20.02 0.27
BEH1-006 32.15 32.4 0.25
BEH1-007 29.6 30 0.4
BEH1-008
BEH1-009 15.8 16.34 0.54
BEH1-010 36.25 36.55 0.3
BEH1-011 32.48 32.84 0.36
BEH1-012 27.62 28.06 0.44
BEH1-013 26.4 26.55 0.15
BEH1-014 17.25 17.5 0.25
BEH1-015 10 10.4 0.4
BEH1-016 15.15 15.35 0.2
BEH1-017
BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.24
D D1 D2
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m) Bore Hole From Dep To Depth Thick (m) Bore Hole From Depth (m) To Depth (m Thick (m)
BEH1-001 BEH1-001 BEH1-001
BEH1-002 36.12 36.46 0.34 BEH1-002 BEH1-002
BEH1-003 37.68 38.1 0.42 BEH1-003 BEH1-003
BEH1-004 14.42 14.84 0.42 BEH1-004 BEH1-004
BEH1-005 25.08 25.4 0.32 BEH1-005 BEH1-005
BEH1-006 35.42 35.74 0.32 BEH1-006 BEH1-006
BEH1-007 36.3 36.7 0.4 BEH1-007 BEH1-007
BEH1-008 BEH1-008 BEH1-008
BEH1-009 BEH1-009 BEH1-009
BEH1-010 BEH1-010 BEH1-010
BEH1-011 BEH1-011 BEH1-011
BEH1-012 BEH1-012 BEH1-012
BEH1-013 BEH1-013 35.7 36.07 0.37 BEH1-013 36.15 36.44 0.29
BEH1-014 BEH1-014 24.5 24.82 0.32 BEH1-014 25.04 25.3 0.26
BEH1-015 BEH1-015 18.45 18.8 0.35 BEH1-015 19.18 19.54 0.36
BEH1-016 BEH1-016 24.24 24.48 0.24 BEH1-016 24.68 25.02 0.34
BEH1-017 19.3 19.75 0.45 BEH1-017 BEH1-017
BEH1-030 BEH1-030 BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.14 Rata-rata Ketebalan 0.07 Rata-rata Ketebalan 0.06
49

Berdasarkan hasil analisis ketebalan setiap seam dapat dilihat bahwa


ketebalan dan kedalaman lapisan batubara setiap titik bor memiliki empat seam
yaitu seam A, seam B, Seam C dan seam D. ketebalan dan kedalaman lapisan
batubara dengan semua seam yang telah dikolerasikan, dimana korelasi seam ini
memperlihatkan pesebaran lapisan batubara dari masing-masing titik bor.
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa ketebalan dan kedalaman lapisan batubara
yang memiliki cukup banyak pada seam A, dimana pada seam A hampir semua
titik bor mendapatkan seam A dengan nilai rata – rata ketebalan batubara 0,43 m.
pada seam B memiliki jumlah nila rata-rata kebetalan batubara sekitar 0,26 m.
pada seam C memiliki ketebalan 0,24 m. Sedangkan pada seam D mendapatkan
lapisan batubara paling sedikit dari 3 seam tersebut dengan nilai rata-rata
ketebalan batubar 0,14 m.

4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di suatu perusahaan batubara yang ada di Kalimantan
timur, tepatnya berada di kecamatan Tenggarong, kelurahan Loa Tebu. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada gambar lokasi penelitian. Pada penelitian ini
memiliki beberapa data sekunder, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data Bor, data Well Logging yang telah diolah menggunakan software, data
Coring dan sebagainya. Data tersebut bertujuan untuk mengetahui sebaran
batubara serta ketebalan lapisan batubara pada suatu daerah penelitian.
Penelitian ini dimulai dengan menginterpretasi litologi penyusun borehole
setiap batuan, khususnya pada batubara. Interpretasi dilakukan pada 18 data Well
Logging, dimana interpretasi ini bertujuan untuk mengetahui litologi penyusun
borehole , dalam interpretasi ini menggunakan software agar dapat menampilkan
nilai log gamma ray dan log densitas dalam bentuk grafik log. Penentuan litologi
batubara pada semua borehole dari 18 titik data Well Logging diinterpretasi
menggunakan log gamma ray untuk mengetahui nilai gamma ray masing-masing
litologi penyusun borehole. Pada log gamma ray menunjukkan nilai antara 0-30
cps lebih rendah jika dibandingkan dengan litologi penyusun borehole lainnya
50

seperti pada batulempung (Claystone) menunjukkan nilai gamma ray lebih dari 30
cps. Perbedaan tersebut memilki kandungan bahan radioaktif alam pada masing –
masing litologi penyusun borehole.
Pada interpretasi log yang digunakan untuk interpretasi litologi batuan dan
batubara menggunakan log Gamma Ray dan log Densitas, pada daerah penelitian
pada log gamma ray menggunakan satuan CPS (Count per secon) nilai dari
gamma ray antara 0 – 60 cps dalam tampilan software menunjukkan grafik nilai
gamma ray berwarna merah. Selain menggunakan log gamma ray sebagai
penentuan lapisan batubara juga menggunakan log Densitas untuk mengetahui
litologi- litologi batuan lainnya. Pada log densitas nilai antara 0 – 1300 Cps
Dalam penelitian ini, satuan dari log densitas adalah Count Per Second
(CPS). Pada dalam referensi menggunakan satuan gr/cc untuk mengetahui atau
memudahkan perhitungan, maka harus dilakukan konversi satuan dari CPS ke
gr/cc, oleh karena itu, nilai satuan CPS berbanding terbalik dengan niilai satuan
gr/cc Apabila defleksi log dalam satuan CPS menunjukan nilai yang tinggi, maka
akan menunjukkan nilai yang rendah dalam satuan gr/cc.
Berdasarkan interpretasi didapatkan pada daerah penelitian memiliki
banyak litologi batuan seperti terdapat batupasir (Sandstone), Batulempung
(Claystone), Batubara (Coal), betulempung karbonan (Carbonaceous Clay),
batulanau (Siltstone), batubara lempungan (Coally Clay) dan batubara serpihan
(Coally shale). Litologi batuan yang banyak terdapat pada daerah penelitian
adalah batupasir (Sandstone) dan batulempung (Claystone) hampir semua sumur
terdapat litologi batuan tersebut. Sedangkan litologi batuan yang paling sedikit
terdapat pada batulanau (Siltstone) dan batubara lempungan (Coally Clay).
Setelah dilakukan interpretasi, pengolahan selanjutnya membuat
penampang litologi penyusun borehole hasil dari interpretasi data Well Logging
dalam bentuk tiga dimensi (3D) yang berupa silinder-silinder yang tersusun sesuai
dengan koordinat borehole. Hasil penampang tersebut merupakan gambaran
bawah tanah daerah penelitian yang tersusun dari litologi penyusun berupa tanah
penutup (top soil), batulempung (Claystone), batupasir (Sandstone) dan batubara
(coal).
51

Berdasarkan sebaran batubara yang diolah menggunakan software dilihat


dari penampang profil atau Cross Section yang memiliki Arah penyebaran
batubara yaitu relatif Timur Laut-Barat Daya dengan rata-rata ketebealan masing-
masing seam yaitu, seam A batubara 0,43 m. pada seam B memiliki nila rata-rata
ketebalan batubara sekitar 0,26 m. pada seam C memiliki ketebalan 0,24 m.
Sedangkan pada seam D nilai rata-rata ketebalan batubara 0,14 m. Setelah itu,
proses selanjutnya menganalisis lapisan batubara setiap seam pada daerah
penelitian tersebut. Berdasarkan hasil analisis lapisan batubara terdapat empat
seam pada daerah penelitian. Dari tiga seam lapisan batubara mengalami split atau
percabangan lapisan batubara yaitu pada seam A, Seam B dan Seam D. Pesebaran
seam yang paling banyak terdapat pada seam A dan B, sedangkan seam yang
paling sedikit terdapat pada seam D.
Penyebaran batubara yang tidak teratur atau ada seam yang hilang
kemungkinan besar disebabkan terjadinya deformasi oleh gaya tektonik, sehingga
menghasilkan batubara dengan model dan bentuk berbeda. Selain itu terjadinya
erosi yang intensif juga dapat menyebabkan bentuk lapisan batubara yang tidak
menerus. Sedangkan untuk penyebaran batubara yang sejajar dan saling
berhubungan antar lubang bor hal ini disebabkan adanya kesamaan dalam proses
pengendapan.
Berdasarkan ketebalan lapisan batubara memiliki bentuk lapisan yang tipis
dan berbeda-beda dari lapisan batubara tersebut sangat dipengaruhi oleh
pembentukan batubara. Timbulnya lapisan tipis tiap lubang bor serta terjadinya
pemisahan lapisan menunjukkan bahwa perbedaan topografi sangat
mempengaruhi ketebalan suatu lapisan. Dalam hal ini topografi dipengaruhi oleh
posisi geotektonik yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap iklim
lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara ataupun kecepatan
penurunan setelah pengendapan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebaran batubara pada PT Borneo Emas Hitam di daerah X Loa Tebu
diidentifikasi memiliki arah penyebaran lapisan batubara dari Barat Daya-
Timur Laut dengan terdapat empat seam batubara. Dari tiga seam lapisan
batubara mengalami split atau percabangan lapisan batubara yaitu pada seam
A, Seam B dan Seam D. Pesebaran seam yang paling banyak terdapat pada
seam A dan B, sedangkan seam yang paling sedikit terdapat pada seam D.
2. Ketebalan seam batubara terdapat di setiap seam, seam yang memiliki
ketebalan rata-rata yang terbanyak terdapat pada seam A dan C yaitu dengan
dengan rata-rata ketebelan masing-masing seam yaitu, seam A batubara 0,43
m. Pada seam B memiliki nila rata-rata ketebalan batubara sekitar 0,26 m.
pada seam C memiliki ketebalan 0,24 m. Sedangkan pada seam D nilai rata-
rata ketebalan batubara 0,14 m.

4.2 Saran
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dalam memperoleh sebaran batubara
secara keseluruhan, maka data bor perlu diperbanyak. Serta selain menggunakan
data logging dan Coring sebaiknya dibutuhkan juga titik pengambilan sampel agar
mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan lebih akurat.

52
DAFTAR PUSTAKA

Rahim A, Ibrahim dan Nurlina. 2015. Interpretasi Sebaran Batubara dan Analisis
Korelasi Antara Log Densitas Dengan Kualitas Batubara Di Daerah
Gunung Mas. Jurnal Fisika FLUX Vol. 12 No.1. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat

Akbari D, Sutrisno. 2014. Interpretasi Data Geophysical Well Logging dan


Analisis Hubungan Density Log Dengan Kualitas Batubara. Jurnal
Fisika. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta

Erihartanti. Simon S dan Ibrahim S. 2015. Estimasi Suberdaya Batubara


Berdasarkan Data Well Logging Dengan Metode Cross Section Di PT.
Telen Orbit Prima Desa Buhut Kab. Kapuas Kalimantan Tengah. Jurnal
Fisika FLUX, Vol. 12 No.2. Banjarmasin: Universitas Lambung
Mangkurat.

Faisal A, Simon S dan Wahyono. 2012. Identifikasi Sebaran dan Batubara Dari
Data Well Logging Di Daerah X, Ampah Barito Timur. Jurnal Fisika
FLUX Vol.9 No.2. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat

Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Edisi Revisi-8 Mei 1997.
Jakarta: Schlumberger Oilfield Service.

Haerani, J. 2013. Penentuan Pola Pneyebaran Batubara Berdasarkan Data Sinar


Gamma danResistivitas Dengan Menggunakan Metode Logging
Geofisika. Jurnal Skripsi Geofisika FMIPA. Makassar: Universitas
Hasanuddin

Pameramba, H. 2017. Identifikasi Penyebaran dan Analisis Srtipping Ratio


Minning Dengan Menggunakan Data Geofisika Logging Pada Lapangan
„‟ DK‟‟ di Daerah Lahat, Sumatera Selatan. Lampung: Universitas
Lampung

Satyana AH, 1999. Tectonic Controls On The Hydrocarbon Habitats Of The


Barito, Kutei, And Tarakan Basins, Eastern Kalimantan, Indonesia :
Major Dissimilarities In Adjoining Basins. Journal Of Asian Sciences 17
(99 -122). Jakarta : JOB PERTAMINA

Ajimas, P.S. 2016. Analisis Karakterisitik Batubara Berdasarkan Rekaman Well


Logging Di Daerah Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah. Kurvatek
Vol, 1. No, 2. Yogyakarta: UPN „ Veteran‟
SNI. SNI 13-5014-1998. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara.
Tersedia pada http://www.dim.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/SNI_13-
51041998.pdf. Diakses tanggal 18 April 2016.

Suaendra, D. P. 2016. Analisis Log Densitas Terhadap Data Proksimat Dan


Perhitungan Volume Batubara Menggunakan Data Log Pada Lapangan
“ DEA” Sumatera Selatan. Universitas Lampung: Sumatra Selatan

Sukandarrumidi. 2009. Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Penerbit


Universitas Gadjah Mada

Sulistiawati. 1992. Proses Pembentukan Batubara, Analisa Penelitian dan


Pengembangan Geologi ITB.

S. Supriatna, Sukardi, E. Rustandi, 1995. Peta Geologi Lembar Samarinda,


Kalimantan, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung

Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., and Keys, D. A., 1990, Applied
Geophysics, Cambridge University Press, London.

Yahya, F. 2014. Cekungan Batubara Daerah Pesisir Kalimantan Timur.


Palangkaraya : Universitas Palangkaraya
LAMPIRAN 1
Tabel Kegiatan
Tabel Kegiatan Penelitian

Waktu Pelaksanaan
No Uraian Kegiatan Bulan Juni Minggu ke - BulanJulimingguke - Bulan Agustus minggu ke - Bulan September minggu Bulan November minggu Bulan Desember minggu
ke- ke- ke-
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Studi Literatur
2 Konsultasi
3 Seminar Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Interpretasi Data
6 Pengolahan Data
Penyusunan Naskah
7
Skripsi
8 Konsultasi
9 Seminar Hasil
LAMPIRAN 2
Data Litologi
Bore Hole From (m) To (m) Thickness (m) Lithology Seam
BEH1-001 0 2.5 2.5 soil
BEH1-001 2.5 3.8 1.3 Sandstone
BEH1-001 3.8 3.9 0.1 coally shale
BEH1-001 3.9 16.6 12.7 Sandstone
BEH1-001 16.6 17.7 1.1 claystone
BEH1-001 17.7 17.8 0.1 coal B1
BEH1-001 17.8 18.1 0.3 coally shale
BEH1-001 18.1 18.5 0.4 coal B2
BEH1-001 18.5 22.3 3.8 Claystone
BEH1-001 22.3 23.9 1.6 Silstone
BEH1-001 23.9 24.86 0.96 claystone
BEH1-001 24.86 25.3 0.44 coal B
BEH1-001 25.3 26.6 1.3 sandstone
BEH1-001 26.6 30 3.4 claystone
BEH1-002 0 4 4 soil
BEH1-002 4 12.2 8.2 sandstone
BEH1-002 12.2 12.84 0.64 claystone
BEH1-002 12.84 12.88 0.04 coally shale
BEH1-002 12.88 14.1 1.22 claystone
BEH1-002 14.1 14.8 0.7 coal A
BEH1-002 14.8 15.05 0.25 coally shale
BEH1-002 15.05 20.25 5.2 claystone
BEH1-002 20.25 20.55 0.3 coal B
BEH1-002 20.55 29 8.45 claystone
BEH1-002 29 29.4 0.4 coal C
BEH1-002 29.4 31 1.6 claystone
BEH1-002 31 35.95 4.95 sandstone
BEH1-002 35.95 36.25 0.3 claystone
BEH1-002 36.25 36.45 0.2 coal D
BEH1-002 36.45 50 13.55 claystone
BEH1-003 0 4 4 soil
BEH1-003 4 12.65 8.65 sandstone
BEH1-003 12.65 13.4 0.75 claystone
BEH1-003 13.4 13.8 0.4 coal A
BEH1-003 13.8 22.2 8.4 claystone
BEH1-003 22.2 22.5 0.3 coal B
BEH1-003 22.5 27.4 4.9 claystone
BEH1-003 27.4 27.8 0.4 sandstone
BEH1-003 27.8 32.6 4.8 claystone
BEH1-003 32.6 32.8 0.2 coal C
BEH1-003 32.8 34.75 1.95 Claystone
BEH1-003 34.75 37.8 3.05 Sandstone
BEH1-003 37.8 37.9 0.1 coal D
BEH1-003 37.9 43.75 5.85 claystone
BEH1-003 43.75 50 6.25 sandstone
BEH1-004 0 2.5 2.5 soil
BEH1-004 2.5 9.45 6.95 claystone
BEH1-004 9.45 9.55 0.1 coal C
BEH1-004 9.55 9.59 0.04 coally shale
BEH1-004 9.59 10.22 0.63 silstone
BEH1-004 10.22 14.55 4.33 claystone
BEH1-004 14.55 14.65 0.1 coal D
BEH1-004 14.65 15.25 0.6 carbonaceous clay
BEH1-004 15.25 29 13.75 claystone
BEH1-004 29 30 1 siltstone
BEH1-005 0 3 3 soil
BEH1-005 3 6.3 3.3 Sandstone
BEH1-005 6.3 7 0.7 siltstone
BEH1-005 7 8.8 1.8 claystone
BEH1-005 8.8 9 0.2 coal B
BEH1-005 9 19.85 10.85 claystone
BEH1-005 19.85 19.95 0.1 coal C
BEH1-005 19.95 25.2 5.25 claystone
BEH1-005 25.2 25.4 0.2 coal D1
BEH1-005 25.4 38.55 13.15 claystone
BEH1-005 38.55 45.65 7.1 Sandstone
BEH1-005 45.55 46.75 1.2 coally shale
BEH1-005 46.75 46.5 -0.25 claystone
BEH1-005 46.5 47 0.5 coal D2
BEH1-005 47 30 -17 claystone
BEH1-006 0 3 3 soil
BEH1-006 3 6 3 siltstone
BEH1-006 6 9.25 3.25 claystone
BEH1-006 9.25 9.6 0.35 coal A1
BEH1-006 9.6 9.9 0.3 coally shale
BEH1-006 9.9 10.25 0.35 coal A2
BEH1-006 10.25 13.1 2.85 claystone
BEH1-006 13.1 15.5 2.4 siltstone
BEH1-006 15.5 19.6 4.1 Sandstone
BEH1-006 19.6 21.85 2.25 claystone
BEH1-006 21.85 22 0.15 coal B
BEH1-006 22 22.8 0.8 siltstone
BEH1-006 22.8 32.15 9.35 claystone
BEH1-006 32.15 32.4 0.25 coal C
BEH1-006 32.4 35.5 3.1 claystone
BEH1-006 35.5 35.7 0.2 coal D
BEH1-006 35.7 45 9.3 claystone
BEH1-007 0 3 3 soil
BEH1-007 3 5 2 claystone
BEH1-007 5 10 5 Siltstone
BEH1-007 10 12.29 2.29 claystone
BEH1-007 12.29 12.43 0.14 coal A1
BEH1-007 12.43 12.45 0.02 claystone \
BEH1-007 12.45 12.74 0.29 claystone
BEH1-007 12.74 12.99 0.25 coal A2
BEH1-007 12.99 13.75 0.76 coally shale
BEH1-007 13.75 13.79 0.04 claystone
BEH1-007 13.79 20 6.21 claystone
BEH1-007 20 20.18 0.18 coal B
BEH1-007 20.18 20.23 0.05 coally shale
BEH1-007 20.23 20.31 0.08 claystone
BEH1-007 20.31 22 1.69 sandstone
BEH1-007 22 25.5 3.5 claystone
BEH1-007 25.5 26 0.5 claystone
BEH1-007 26 29.7 3.7 siltstone
BEH1-007 29.7 29.8 0.1 coal C
BEH1-007 29.8 29.82 0.02 claystone
BEH1-007 29.82 29.93 0.11 claystone
BEH1-007 29.93 29.97 0.04 coally shale
BEH1-007 29.97 30.4 0.43 claystone
BEH1-007 30.4 36.53 6.13 sandstone
BEH1-007 36.53 36.7 0.17 coal D
BEH1-007 36.7 42 5.3 claystone
BEH1-007 42 50 8 siltstone
BEH1-008 0 4 4 soil
BEH1-008 4 5.2 1.2 claystone
BEH1-008 5.2 7.7 2.5 siltstone
BEH1-008 7.7 11.5 3.8 sandstone
BEH1-008 11.5 14.5 3 siltstone
BEH1-008 14.5 19.5 5 claystone
BEH1-008 19.5 24.9 5.4 sandstone
BEH1-008 24.9 26.93 2.03 claystone
BEH1-008 26.93 27.62 0.69 coal A
BEH1-008 27.62 28.9 1.28 claystone
BEH1-008 28.9 31.1 2.2 siltstone
BEH1-008 31.1 34.5 3.4 sandstone
BEH1-008 34.5 37 2.5 claystone
BEH1-008 37 45 8 coal B
BEH1-009 0 2.7 2.7 soil
BEH1-009 2.7 3.3 0.6 claystone
BEH1-009 3.3 7.55 4.25 sandstone
BEH1-009 7.55 9.9 2.35 claystone
BEH1-009 9.9 10.4 0.5 coal A1
BEH1-009 10.4 11.4 1 claystone
BEH1-009 11.4 11.78 0.38 coal A2
BEH1-009 11.78 13 1.22 sandstone
BEH1-009 13 15 2 silstone
BEH1-009 15 16.38 1.38 coal B
BEH1-009 16.38 18.9 2.52 silstone
BEH1-009 18.9 21 2.1 claystone
BEH1-009 21 25.4 4.4 siltstone
BEH1-009 25.4 29.6 4.2 sandstone
BEH1-009 29.6 30.2 0.6 siltstone
BEH1-009 30.2 30.6 0.4 claystone
BEH1-009 30.6 31.25 0.65 siltstone
BEH1-009 31.25 31.9 0.65 claystone
BEH1-009 31.9 33.05 1.15 coal D
BEH1-009 35 36 1 siltstone
BEH1-009 36 40 4 Sandstone
BEH1-010 0 6.9 6.9 soil
BEH1-010 6.9 9.2 2.3 siltstone
BEH1-010 9.2 15 5.8 Sandstone
BEH1-010 15 16.6 1.6 siltstone
BEH1-010 16.6 17.05 0.45 claystone
BEH1-010 17.05 17.85 0.8 coal A
BEH1-010 17.85 19 1.15 claystone
BEH1-010 19 22.7 3.7 siltstone
BEH1-010 22.7 25.25 2.55 Sandstone
BEH1-010 25.25 25.55 0.3 coal B
BEH1-010 25.55 27.5 1.95 Sandstone
BEH1-010 27.5 31.7 4.2 claystone
BEH1-010 31.7 33 1.3 siltstone
BEH1-010 33 33.4 0.4 claystone
BEH1-010 33.4 36.15 2.75 siltstone
BEH1-010 36.15 36.5 0.35 coal C
BEH1-010 36.5 37.8 1.3 siltstone
BEH1-010 37.8 40 2.2 Sandstone
BEH1-011 0 2 2 soil
BEH1-011 2 10.4 8.4 Sandstone
BEH1-011 10.4 10.92 0.52 coal A
BEH1-011 10.92 11.11 0.19 coally shale
BEH1-011 11.11 14 2.89 claystone
BEH1-011 14 20 6 Sandstone
BEH1-011 20 21.8 1.8 claystone
BEH1-011 21.8 21.96 0.16 coal B
BEH1-011 21.96 22.1 0.14 coally shale
BEH1-011 22.1 24 1.9 siltstone
BEH1-011 24 32.4 8.4 claystone
BEH1-011 32.4 32.8 0.4 coal C
BEH1-011 32.8 35 2.2 siltstone
BEH1-012 0 3 3 soil
BEH1-012 3 8.2 5.2 claystone
BEH1-012 8.2 17.3 9.1 sandstone
BEH1-012 17.3 17.8 0.5 coal A
BEH1-012 17.8 18 0.2 coally shale
BEH1-012 18 21 3 claystone
BEH1-012 21 26 5 sandstone
BEH1-012 26 27.7 1.7 claystone
BEH1-012 27.7 27.97 0.27 coal B
BEH1-012 27.97 27.98 0.01 coally shale
BEH1-012 27.98 35 7.02 claystone
BEH1-013 0 3 3 soil
BEH1-013 3 6.54 3.54 claystone
BEH1-013 6.54 6.82 0.28 coal A1
BEH1-013 6.82 6.9 0.08 coally shale
BEH1-013 6.9 7.12 0.22 coal A2
BEH1-013 7.12 11.5 4.38 claystone
BEH1-013 11.5 16 4.5 sandstone
BEH1-013 16 20.4 4.4 claystone
BEH1-013 20.4 20.84 0.44 coal B1
BEH1-013 20.84 20.92 0.08 coally shale
BEH1-013 20.92 21.23 0.31 coal B2
BEH1-013 21.23 21.32 0.09 coally shale
BEH1-013 21.32 21.54 0.22 coal C
BEH1-013 21.54 24.4 2.86 siltstone
BEH1-013 27.3 34.2 6.9 sandstone D1
BEH1-013 34.2 35.64 1.44 claystone
BEH1-013 35.64 35.91 0.27 coal D2
BEH1-013 36.91 36.01 -0.9 coally clay
BEH1-013 36.01 36.4 0.39 coal
BEH1-013 36.4 40 3.6 claystone
BEH1-014 0 2 2 soil
BEH1-014 2 7 5 siltstone
BEH1-014 7 11 4 sandstone
BEH1-014 11 11.74 0.74 siltstone
BEH1-014 11.74 12.58 0.84 coal A
BEH1-014 12.58 12.61 0.03 coally shale
BEH1-014 12.61 14.7 2.09 claystone
BEH1-014 14.7 14.9 0.2 coal B
BEH1-014 14.9 14.99 0.09 shally coal
BEH1-014 14.99 15.23 0.24 coally shale
BEH1-014 15.23 17.29 2.06 claystone
BEH1-014 17.29 17.39 0.1 carbonaceous clay
BEH1-014 17.39 19 1.61 claystone
BEH1-014 19 24 5 sandstone
BEH1-014 24 24.57 0.57 siltstone
BEH1-014 24.57 24.8 0.23 coal C
BEH1-014 24.8 85 60.2 coally shale
BEH1-014 24.85 25 0.15 claystone
BEH1-014 25 25.05 0.05 shally coal
BEH1-014 25.05 25.36 0.31 coal D
BEH1-014 25.36 25.4 0.04 coally shale
BEH1-014 25.4 27 1.6 claystone
BEH1-014 27 40 13 sandstone
BEH1-015 0 3 3 soil
BEH1-015 3 6 3 siltstone
BEH1-015 6 7.02 1.02 coal B
BEH1-015 7.02 11.2 4.18 claystone
BEH1-015 11.2 16.4 5.2 Sandstone
BEH1-015 16.4 18.45 2.05 claystone
BEH1-015 18.45 18 -0.45 coal D1
BEH1-015 18.8 19.18 0.38 claystone
BEH1-015 19.18 19.54 0.36 coal D2
BEH1-015 19.54 30 10.46 Sandstone
BEH1-016 0 1 1 soil
BEH1-016 1 13.6 12.6 Sandstone
BEH1-016 13.6 15.4 1.8 claystone
BEH1-016 15.4 15.45 0.05 shally coal
BEH1-016 15.45 15.66 0.21 coally shale
BEH1-016 15.66 24.4 8.74 Sandstone
BEH1-016 24.4 24.52 0.12 coal D1
BEH1-016 24.52 24.7 0.18 coally shale
BEH1-016 24.7 25.03 0.33 coal D2
BEH1-016 25.03 25.42 0.39 claystone
BEH1-016 25.42 26 0.58 siltstone
BEH1-016 26 30 4 Sandstone
BEH1-017 0 1 1 soil
BEH1-017 1 4 3 claystone
BEH1-017 4 6.4 2.4 siltstone
BEH1-017 6.4 10 3.6 Sandstone
BEH1-017 10 12.3 2.3 siltstone
BEH1-017 12.3 19.35 7.05 claystone
BEH1-017 19.35 19.7 0.35 coal D
BEH1-017 19.7 30 10.3 claystone
BEH1-030 0 3 3 soil
BEH1-030 3 4 1 claystone
BEH1-030 4 5 1 sandstone
BEH1-030 5 14.16 9.16 claystone
BEH1-030 14.16 14.76 0.6 coal A
BEH1-030 14.76 15.01 0.25 coally shale
BEH1-030 15.01 22 6.99 claystone

Anda mungkin juga menyukai