SKRIPSI
Yuyun Ernia
NIM. 1507045025
SKRIPSI
Diajukan kepada
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mulawarman untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sains bidang Ilmu Fisika
Oleh:
Yuyun Ernia
NIM. 1507045025
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yuyun Ernia
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengetahui,
Dekan FMIPA Universitas Mulawarman
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teman – teman terdekat dari SMP yaitu Rosy, Seane, Delvi, Ranu, Surya
dan Muklis, SMA yaitu Annisa, Ayu, Imah, Yulia, Nina, Iyal, Monica dan Dwi
yang selalu mendukung serta memberikan semangat dan motivasi kepada saya
-Thank‟s -
v
ABSTRAK
Kata kunci : Well Logging, Log Gamma Ray, Log Densitas dan Seam.
vi
ABSTRACT
Keywords: Well Logging, Gamma Ray Log, Density Log and Seam
vii
KATA PENGANTAR
viii
9. Teman Geofisika 2015 yaitu Santy Fauziah Brianita, Rachma Putri K,
Honey puspa D, Galih Adenanthera T.R.P, Meyliza Cronika M, Nikita
Adenia G, Muh Jusrang, Ferruzi Agfanny, Bella Dessy, Sri, Waizathul,
Ardi, Habriansyah, Bona, Riski dan Penta yang telah memberikan
semangat, menghibur serta membantu penulis selama penyusunan skripsi
ini
10. Teman–teman Jurusan Fisika Angkatan 2015 yang telah memberikan
semangat dan membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
11. Teman KKN 44 Kedang Murung yang telah memberikan semangat selama
penyusunan skripsi ini
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga selalu
dalam lindungan-NYA.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan berguna bagi kehidupan di masa yang akan dating.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
x
2.4 Karakteristik Well Logging Untuk Penentuan Parameter
sumberdaya ................................................................................. 20
2.4.1 Penentuan Litologi ......................................................... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 23
3.2 Rancangan Penelitian ................................................................. 24
3.3 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................... 24
3.4 Prosedur Penelitian..................................................................... 24
3.5 Interpretasi.................................................................................. 25
3.5.1 Sebaran........................................................................ 25
3.5.2 Ketebalan..................................................................... 25
3.6 Diagram Alir .............................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 27
4.1.1 Kondisi Geologi Daerah Penelitian ............................. 27
4.1.2 Topografi Daerah Penelitian ....................................... 29
4.1.3 Data Penelitian ............................................................ 31
4.1.4 Hasil Analisis .............................................................. 34
4.1.4.1 Hasil Analisis Data Log dan Sebaran Data Bor...... 34
4.1.4.2 Hasil Analisis Sebaran Batubara ............................ 37
4.1.4.3 Hasil Analisis Ketebalan dan Kedalaman Lapisan
Batubara setiap Seam .............................................. 44
4.2 Pembahasan................................................................................ 49
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 52
5.2 Saran .......................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
Gambar 4.17 Grafik Analisis log pada Seam C ................................................... 46
Gambar 4.18 Grafik Analisis log pada Seam D ................................................... 47
xiv
DAFTAR SIMBOL
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang mudah terbakar dan berasal
dari batuan sedimen. Terbentuknya batubara dari endapan organik dari sisa-sisa
tumbuhan serta melalui proses pembatubaraan terdiri dari unsur-unsur karbon,
hidrogen dan oksigen. Batubara merupakan bahan galian strategis yang menjadi
salah satu sumberdaya mineral batubara yang melimpah di Indonesia. Menyadari
pentingnya ketersediaan batubara untuk pemenuhan energi nasional mengenai
informasi sumber daya serta besar cadangannya menjadi tujuan yang mendasar
dalam merencanakan kebijakan dibidang energi, maka eksploitasi batubara harus
seimbang dengan penemuan lokasi baru yang prospek agar kestabilan energi tetap
terjaga.
Definisi batubara menurut badan standarisasi nasional dalam SNI (1998)
adalah suatu endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang
berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses lithifikasi untuk
membentuk lapisan batubara. Material tersebut telah mengalami kompaksi,
ubahan kimia dan proses metamorphosis oleh peningkatan panas dan tekanan
selama periode geologis. Bahan-bahan organik yang terkandung dalam lapisan
batubara mempunyai berat > 50 % volume bahan organik.
Energi merupakan kebutuhan infrastruktur dasar manusia, yang akan
digunakan dalam segala bidang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Batubara
sebagai salah satu sumber energi yang banyak digunakan. Sumber energi batubara
dimanfaatkan berbagai macam saat ini seperti sebagai sumber energi listrik, kereta
api, bahan bakar dasar dan katalisator dalam industri semen, baja serta kimia
(Suendra, 2016). Untuk memenuhi kebutuhan energi dari batubara harus terus-
menerus dieksplorasi diharapkan dapat dimanfaatkan dan diolah lebih lanjut
secara ekonomis.
1
2
4
5
kebumian. Pada zaman Kapur Bawah, bagian dari continental passive margin di
daerah Barat daya Kalimantan, yang terbentuk sebagai bagian dari lempeng Asia
Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada zaman Tersier, terjadi
peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi, pada
daerah Kalimantan. Selama zaman Eosen, daerah Sulawesi berada di bagian
Timur kontinen dataran Sunda. Pada pertengahan Eosen, terjadi interaksi
konvergen ataupun kolisi antara lempeng utama, yaitu lempeng India dan
lempeng Asia yang mempengaruhi makin terbukanya busur belakang samudra,
Laut Sulawesi dan Selat Malaka (Satyana et al., 1999).
Pada Geologi Regional pada daerah penelitian di PT Bornoe Emas Hitam
termasuk dalam lingkungan pengendapan “Cekungan Kutai” yang merupakan
komplek lingkungan endapan delta yang terdiri beberapa siklus endapan delta.
Tiap siklus dimulai dengan endapan delta plain yang terdiri dari endapan rawa,
endapan alur sungai, point bar, tanggul sungai dan di tempat yang lebih dalam
diendapkan sedimen delta front dan prodelta. Proses pengendapan sedimen
cekungan kutai dimulai pada kala Eosen Awal yaitu dengan fase transgresif
sampai kala oligosen awal dan pada oligosen akhir pengendapan berkembang ke
timur.
6
Gambar 2.3 Struktur regional Kalimantan dan Cekungan Kutai (Yahya, 2014)
Tersier, Pulau Kalimantan ini merupakan salah satu pusat pengendapan, yang
kemudian pada awal tersier terpisah menjadi 6 cekungan sebagai berikut:
Cekungan Barito yang terletak di Kalimantan Selatan, Cekungan Kutai yang
terletak di Kalimantan Timur, Cekungan Tarakan yang terletak di Timur laut
Kalimantan, Cekungan Sabah yang terletak di Utara Kalimantan, Cekungan
Sarawak yang terletak di Barat laut Kalimantan, Cekungan Melawai dan
Ketungau yang terletak di Kalimantan Tengah (Yahya, 2014).
2.2 Batubara
Batubara merupakan sisa tumbuhan yang telah menjadi fosil yang mudah
terbakar dan mengandung unsur – unsur yang terdiri dari karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan sulfur dengan karakteristiknya berwarna gelap, padat, dan
dibakar (Sukandarrumidi, 2009).
Batubara berasal dari gambut maupun rawa yang menyerap energi selama
proses fotosintesis. Setelah mati maka tumbuhan tersebut terurai dan mengalami
beberapa tahap perubahan. Berawal dari bakteri yang melapukan tumbuhan
hingga membentuk gambut,benda coklat gelap yang halus dan berserat. Di saat
sedimen dan tumbuhan mati di atasnya maka secara perlahan gambut berubah
menjadi batubara lignit, lalu menjadi batubara bituminous, dan apabila
mendapatkan suhu dan tekanan yang cukup tinggi maka akan berubah menjadi
batubara antrasit (Rahim, 2015).
Ada enam parameter yang mengendalikan pembentukan endapan batubara,
yaitu adanya sumber vegetasi, posisi muka air tanah, penurunan yang terjadi
bersamaan dengan pengendapan, penurunan yang terjadi setelah pengendapan,
kendali lingkungan geotektonik endapan batubara dan lingkungan pengendapan
terbentuknya batubara. Model geologi untuk pengendapan batubara menerangkan
hubungan antara genesa batubara dan batuan sekitarnya baik secara vertikal
maupun lateral pada suatu cekungan pengendapan dalam kurun waktu tertentu.
11
B. Teori Drift
Teori drift adalah teori yang terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Teori drift
terbentuknya batubara terjadi pada delta – delta, mempunyai ciri –ciri lapisan
batubara tipis, tidak menerus (Splitting), banyak lapisannya (multiple seam),
banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Untuk batubara jenis ini
banyak terdapat di lapangan batubara delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur.
12
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia (
penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Dapat dilihat pada Gambar
2.5 proses pembentukan batubara.
Pada batubara jenis lignit ini memiliki warna hitam sangat raput, nilai
kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, sedangakan
pada kandungan abu dan sulfur banyak (Pameramba, 2017).
dan diawasi oleh American Petroleum Institute (API) di Houston, Texas. Log GR
biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama-sama kurva SP dan Kaliper.
Biasanya diskala dari kiri ke kanan dalam 0-100 atau 0-150 GAPI. Tingkat radiasi
serpih lebih tinggi dibandingkan batuan lain karena unsur-unsur radioaktif
cenderung mengendap di lapisan serpih yang tidak permeabel, hal ini terjadi
selama proses perubahan geologi batuan. Pada formasi permeabel tingkat radiasi
GR lebih rendah, dan kurva akan turun kekiri. Sehingga log GR adalah log
permeabilitas yang bagus sekali karena mampu memisahkan dengan baik antara
lapisan serpih dari lapisan permeable (Harsono, 1997). Respon Log Gamma Ray
terhadap batuan dapat dilihat pada Gambar 2.7
Unsur radioaktif umumnya banyak terdapat dalam Shale dan sedikit sekali
terdapat dalam sandstone, limestone, dolomite, coal, gypsum, dll. Oleh karena itu
shale akan memberikan respon gama ray yang sangat signifikan dibandingkan
dengan batuan yang lainnya (Faisal dkk, 2012).
Perbedaan sifat radioaktif dari setiap batuan dapat digunakan untuk
membedakan jenis batuan yang terdapat pada suatu formasi. Selain itu pada
formsi shaly sand, sifat radioaktif ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kadar
kandungan clay yang dapat berkaitan dengan penilaian produktif suatu lapisan
berdasarkan interpretasi data Logging (Faisal dkk, 2012).
17
Gambar 2.7. Respon Log Gamma Ray Terhadap Batuan (Telford, dkk., 1990)
18
mempunyai resolusi vertikal yang tinggi, maka cocok untuk pengukuran ketebalan
lapisan batubara (Akbari, 2014).
Keterangan:
Y : nilai densitas dalam satuan CPS
X : nilai densitas dalam satuan gr/cc
Gambar 2.11 Respon Log ideal dari masing – masing litologi (Ajimas,
2016)
Karakteristik log dari berberapa batuan memilki respon yang berbeda,
pada batubara memiliki respon yang rendah pada log Gamma Ray pada log
Density memiliki respon yang rendah. Pada batulempung log gamma ray dan
density memiliki respon yang menengah. Pada batupasir memiliki respon agak
rendah dengan density menengah sampai tinggi. Pada Konglomerat pada log
gamma ray memiliki repon menengah dan density juga menengah. Pada
batugamping memiliki respon rendah pada log gamma ray dengan respon density
menengah sampai tinggi.sedangkan pada batuan vulkanik memiliki respon gamma
ray rendah dengan density tinggi.
Besaran densitas ini selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai
porositas batuan tersebut. Nilai rapat massa batuan pada log densitas dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
22
23
24
3.5 Interpretasi
3.5.1 Sebaran
Pada tahap interpretasi sebaran ini didukung dengan beberapa jenis data
koordinat daerah penelitian, data bor serta elevasi dan data Logging. Dari hasil
interpretasi data log ini mendapatkan litologi, nilai kedalaman dan ketebalan. Pada
interpretasi sebaran lapisan batubara ini berbentuk korelasi penampang 2D
(Dimensi) dengan tampilan berupa peta persebaran Berdasarkan nilai kedalaman,
ketebalan dan luasan, jarak antar titik bor dan posisi singkapan batubara dapat
dilihat penampang sebaran batubara tersebut.
3.5.2 Ketebalan
Pada tahap interpretasi ketebalan lapisan batubara ini menggunakan data
Logging yang merupakan data litologi kedalaman lubang bor yang telah di
interpretasi, kemudian menentukan nilai kedalaman batas litologi, dimana
ketebalan lapisan batubara adalah jarak terpendek antara atap (Top) dan lantai
(Bottom) lapisan batubara pada setiap lubang bor. Dari nilai Top dan Bottom
didapatkan ketebalan untuk lapisan batubara.
26
27
28
Gambar 4.1 Peta Geologi Lokal daerah Penelitian
29
Gambar 4.2 Peta Topografi titik bor dan batas daerah penelitian
Pada daerah penelitian ini memiliki 18 titik bor yaitu BEH1-001, BEH1-
002, BEH1-003, BEH1-004, BEH1-005, BEH1-006, BEH1-007, BEH1-008, BEH1-
009, BEH1-010, BEH1-011, BEH1-012, BEH1-013, BEH1-014, BEH1-
015, BEH1-016, BEH1-017 dan BEH1-030. Pada daerah ini memperlihatkan
morfologi daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan pendataran. Satuan dari
daerah penelitian memiliki ketinggian antara 20 sampai dengan 60 meter, pada
daerah ini memiliki elevasi terendah pada titik bor BEH1-030 dengan elevasi
30
antara 22 sampai 24 meter dan kontur yang tertinggi pada titik bor BEH1-006 dan
BEH1-007 dengan nilai elevasi antara 54 sampai 60 meter. Dapat dilihat pada
Gambar 4.3.
Tabel 4.1 Koordinat Batas IUP PT Borneo Emas Hitam (Departemen Eksplorasi
PT Borneo Emas Hitam)
NO Easting (X) Northing (Y)
1 520105 463576
2 520106 461206
3 520676 461206
4 520678 454251
5 521412 454252
6 521411 455366
7 522117 455366
8 522117 455747
9 523054 455747
10 523054 458575
11 522520 458575
12 522520 461130
13 523075 461130
14 523074 463580
15 522621 463580
16 522621 463116
17 522781 463116
18 522781 462837
19 522932 462837
20 522932 463979
21 522871 462137
22 522871 461658
23 521749 461658
24 521748 463574
33
Tabel 4.2 Data titik bor dan Koordinat Pada Daerah Penelitian
Borehole Koordinat Collar Total Depth
Easting Northing Elevation Elevation
BEH1-001 501931 9962477 35.88 39 30
BEH1-002 502025 9962452 31.42 32 50
BEH1-003 502170 9962430 41.59 49 50
BEH1-004 502164 9962668 28.38 18 30
BEH1-005 502022 9962755 36.00 36 48
BEH1-006 501975 9962772 57.00 57 45
BEH1-007 502013 9962829 55.00 55 50
BEH1-008 502006 9962277 38.55 37 45
BEH1-009 501881 9962223 49.15 54 36
BEH1-010 501972 9962364 30.73 29 40
BEH1-011 502001 9962329 23.00 23 35
BEH1-012 502042 9962291 33.00 33 35
BEH1-013 501633 9962138 26.00 26 40
BEH1-014 501653 9962234 25.00 25 40
BEH1-015 501610 9962278 40.00 40 30
BEH1-016 501735 9962299 34.00 34 30
BEH1-017 502063 9962033 27.00 27 30
BEH1-030 502018 9962455 20.00 20 22
34
mengalamai proses split menjadi 2 dinamakan Seam A1, Seam A2, Seam B1,
Seam B2 dan Seam D1, Seam D2. Arah penyebaran batubara yaitu relatif Timur Laut-
Barat Daya Dapat dilihat pada Gambar 4.8 yang merupakan Model lapisan batubara
3D.
Berdasarkan hasil Cross Section 2D pada section A arah penyebaran
batubara ke Timur laut-barat daya memiliki 3 titik bor yaitu BEH1-007, BEH1-
006 DAN BEH1-015 terdapat beberapa seam yang lengkap di setiap bor yaitu
seam B, C dan D pada seam A hanya terdapat pada bor BEH1-007 dan BEH1-
006. Serta terdapat seam yang mengalami lapisan split atau percabangan yaitu
seam D pada titik bor BEH1-015.Dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Berdasarkan Cross Section B arah penyebaran batubara ke arah Timur Laut-
Barat Daya, dimana terdapat 4 titik bor yaitu BEH1-006, BEH1-005, BEH1- 016 dan
BEH1-014 terdapat 2 seam yang lengkap setiap titik bor yaitu seam B dan seam
C. Dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Berdasarkan Cross Section C arah penyebaran batubara ke arah timur laut-
barat daya, dimana terdapat seam yang lengkap yaitu seam B dan C. sedangkan
seam terdapat pada titik bor BEH1-014 tetapi pada seam ini mengalami lapisan
split (percabangan) pada titik bor BEH1-013. Dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Berdasarkan Cross Section D arah penyebaran batubara ke arah timur laut-
barat daya, dimana terdapat 6 titik bor yaitu BEH1-004, BEH1-030, BEH1-002,
BEH1-010, BEH1-011 dan BEH1-009. Pada section ini memiliki seam yang
lengkap dari Seam A – Seam D. Tetapi pada seam D hanya terdapat pada titik bor
BEH1-004 dan BEH1-030. Dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Berdasarkan Cross Section E arah penyebaran relatip ke timur laut-barat
daya, dimana terdapat 2 titik bor yaitu BEH1-003 dan BEH1-012 terdapat seam
yang lengkap yaitu seam A dan B. Dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Berdasarkan Cross Section F arah penyebaran relatif ke barat laut –
tenggara, dimana terdapat 5 titik bor yaitu BEH1-011, BEH1-008, BEH1-012 dan
BEH1- 017 terdapat seam A dan seam B pada titik bor BEH1-011, BEH1-008 dan
BEH1-012. Dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.8 Cross Section 3D
41
42
4.1.4.3 Hasil Analisis ketebalan dan kedalaman lapisan batubara setiap seam
Berdasarkan hasil interpretasi dari data Well Logging lapisan batubara
pada software memiliki tampilan log gamma ray lebih ke arah kiri atau mendekati
nilai nol, dengan nilai yang rendah dan sangat rendah dalam skala, pada skala
dalam tampilan software ini memiliki skala antara 0 – 60 Cps pada gama ray
ditunjukkan pada warna merah. Sedangkan tampilan log densitas condong ke arah
yang paling tinggi atau arah kanan dalam skala software tersebut, pada nilai log
densitas memiliki skala antara 0 – 1300 cps ditandai dengan garis berwarna biru.
Pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada Seam A memiliki rata-
rata ketebalan 0,43 meter. Deskripsi dari batubara tersebut memiliki warna batuan
hitam (Black), memiliki garis coklat( brown Streak), 60% kusam agak cerah (dul
bright). Pada nilai satuan log gamma ray 0 sampai 70 cps, maka nilai log gamma
ray pada batubara berkisar antara 14 – 56 cps, sedangkan pada log densitas nilai
satuan 0 sampai 2500 cps maka nilai log densitas berkisar antara 1000 - 2500 cps.
Sebaran seam A ini ada pada 18 titik bor. Dapat dilihat pada Gambar 4.15 contoh
hasil analisis grafik log pada Seam A.
Pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada Seam B merupakan titik
bor BEH1-002 memiliki rata-rata ketebalan 0,26 meter. Deskripsi dari batubara
memiliki warna batuan hitam (black), bergaris coklat ( brown streak), memiliki
kusam sampai 60% cerah (dull – 60% bright), tingkat kekerasan rapuh/mudah
rapuh(brittle), memiliki inti yang rusak (broken core). Pada seam ini memiliki
nilai gamma ray berkisar 28 – 42 cps, sedangkan pada log densitas berkisar antara
1000 – 2000 cps. Untuk sebaran pada seam ini pada titik bor BEH1-001 sampai
BEH1-014. Dapat dilihat pada Gambar 4.16 contoh titik bor BEH1-002 analisis
grafik log pada Seam B.
Pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada seam C menggunakan
contoh titik bor BEH1-002. Pada seam ini memiliki rata-rata ketebalan 0,24 meter
dengan dekripsi memiliki warna hitam (black), memiliki garis coklat (brown
streak), kusam sampai 60% cerah (dull 60% bright), memiliki tingkat kekerasan
rapuh/mudah rapuh (brittle) dan memiliki inti yang rusak (broken core). Pada
45
seam ini memiliki nilai gamma ray berkisar antara 35 – 42 cps, sedangkan pada
log densitas berkisar antara 1000 – 1250 cps. Untuk pesebaran seam C ini ada
pada titik bor BEH1-002,BEH1-003, BEH1-005, BEH1-006, BEH1-009, BEH1-
010, BEH1-011, BEH1-013 dan BEH1-014. Untuk melihat contoh titik bor BEH1-
002 dapat dilihat pada Gambar 4.17.
pada lapisan batubara dari grafik analisis log pada seam D menggunakan
contoh pada titik bor BEH1-002 dengan ketebalan 0,14 meter. Pada seam ini
memiliki warna hitam (black), bergaris coklat (Brown streak), memiliki 60%
cerah (60% bright), memiliki tingkat kekerasan rapuh/mudah rapuh (brittle),
memiliki inti yang rusak (broken core). Pada seam ini memiliki nilai log gamma
ray berkisar 35 – 30 cps, sedangkan pada log densitas memiliki nilai berkisar
antara 750 – 1250 cps. Dapat dilihat pada Gambar 4.18.
B B1 B2
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m) Bore Hole From Dep To Depth Thick (m) Bore Hole From Depth (m) To Depth (m Thick (m)
BEH1-001 BEH1-001 17.6 17.98 0.38 BEH1-001 18.1 18. 0.4
5
BEH1-002 20.15 20.64 0.49 BEH1-002 BEH1-002
BEH1-003 22.1 22.5 0.4 BEH1-003 BEH1-003
BEH1-004 BEH1-004 BEH1-004
BEH1-005 8.7 9.12 0.42 BEH1-005 BEH1-005
BEH1-006 21.64 22 0.36 BEH1-006 BEH1-006
BEH1-007 19.9 20.1 0.2 BEH1-007 BEH1-007
BEH1-008 37.1 37.35 0.25 BEH1-008 BEH1-008
BEH1-009 11.3 11.7 0.4 BEH1-009 BEH1-009
BEH1-010 25.15 25.46 0.31 BEH1-010 BEH1-010
BEH1-011 21.75 22.2 0.45 BEH1-011 BEH1-011
BEH1-012 27.62 28.06 0.44 BEH1-012 BEH1-012
BEH1-013 24.4 24.55 0.15 BEH1-013 BEH1-013
BEH1-014 14.65 15.1 0.45 BEH1-014 BEH1-014
BEH1-015 6.85 7.25 0.4 BEH1-015 BEH1-015
BEH1-016 13.65 14 0.35 BEH1-016 BEH1-016
BEH1-017 BEH1-017 BEH1-017
BEH1-030 20.24 20.5 0.26 BEH1-030 BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.26 Rata-rata ketebalan 0.02 Rata-rata Ketebalan 0.02
C
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m)
BEH1-001
BEH1-002 29 29.39 0.39
BEH1-003 32.42 32.82 0.4
BEH1-004 9.34 9.74 0.4
BEH1-005 19.75 20.02 0.27
BEH1-006 32.15 32.4 0.25
BEH1-007 29.6 30 0.4
BEH1-008
BEH1-009 15.8 16.34 0.54
BEH1-010 36.25 36.55 0.3
BEH1-011 32.48 32.84 0.36
BEH1-012 27.62 28.06 0.44
BEH1-013 26.4 26.55 0.15
BEH1-014 17.25 17.5 0.25
BEH1-015 10 10.4 0.4
BEH1-016 15.15 15.35 0.2
BEH1-017
BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.24
D D1 D2
Bore Hole From Depth (m) To Depth (m) Thick (m) Bore Hole From Dep To Depth Thick (m) Bore Hole From Depth (m) To Depth (m Thick (m)
BEH1-001 BEH1-001 BEH1-001
BEH1-002 36.12 36.46 0.34 BEH1-002 BEH1-002
BEH1-003 37.68 38.1 0.42 BEH1-003 BEH1-003
BEH1-004 14.42 14.84 0.42 BEH1-004 BEH1-004
BEH1-005 25.08 25.4 0.32 BEH1-005 BEH1-005
BEH1-006 35.42 35.74 0.32 BEH1-006 BEH1-006
BEH1-007 36.3 36.7 0.4 BEH1-007 BEH1-007
BEH1-008 BEH1-008 BEH1-008
BEH1-009 BEH1-009 BEH1-009
BEH1-010 BEH1-010 BEH1-010
BEH1-011 BEH1-011 BEH1-011
BEH1-012 BEH1-012 BEH1-012
BEH1-013 BEH1-013 35.7 36.07 0.37 BEH1-013 36.15 36.44 0.29
BEH1-014 BEH1-014 24.5 24.82 0.32 BEH1-014 25.04 25.3 0.26
BEH1-015 BEH1-015 18.45 18.8 0.35 BEH1-015 19.18 19.54 0.36
BEH1-016 BEH1-016 24.24 24.48 0.24 BEH1-016 24.68 25.02 0.34
BEH1-017 19.3 19.75 0.45 BEH1-017 BEH1-017
BEH1-030 BEH1-030 BEH1-030
Rata-rata Ketebalan 0.14 Rata-rata Ketebalan 0.07 Rata-rata Ketebalan 0.06
49
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di suatu perusahaan batubara yang ada di Kalimantan
timur, tepatnya berada di kecamatan Tenggarong, kelurahan Loa Tebu. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada gambar lokasi penelitian. Pada penelitian ini
memiliki beberapa data sekunder, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data Bor, data Well Logging yang telah diolah menggunakan software, data
Coring dan sebagainya. Data tersebut bertujuan untuk mengetahui sebaran
batubara serta ketebalan lapisan batubara pada suatu daerah penelitian.
Penelitian ini dimulai dengan menginterpretasi litologi penyusun borehole
setiap batuan, khususnya pada batubara. Interpretasi dilakukan pada 18 data Well
Logging, dimana interpretasi ini bertujuan untuk mengetahui litologi penyusun
borehole , dalam interpretasi ini menggunakan software agar dapat menampilkan
nilai log gamma ray dan log densitas dalam bentuk grafik log. Penentuan litologi
batubara pada semua borehole dari 18 titik data Well Logging diinterpretasi
menggunakan log gamma ray untuk mengetahui nilai gamma ray masing-masing
litologi penyusun borehole. Pada log gamma ray menunjukkan nilai antara 0-30
cps lebih rendah jika dibandingkan dengan litologi penyusun borehole lainnya
50
seperti pada batulempung (Claystone) menunjukkan nilai gamma ray lebih dari 30
cps. Perbedaan tersebut memilki kandungan bahan radioaktif alam pada masing –
masing litologi penyusun borehole.
Pada interpretasi log yang digunakan untuk interpretasi litologi batuan dan
batubara menggunakan log Gamma Ray dan log Densitas, pada daerah penelitian
pada log gamma ray menggunakan satuan CPS (Count per secon) nilai dari
gamma ray antara 0 – 60 cps dalam tampilan software menunjukkan grafik nilai
gamma ray berwarna merah. Selain menggunakan log gamma ray sebagai
penentuan lapisan batubara juga menggunakan log Densitas untuk mengetahui
litologi- litologi batuan lainnya. Pada log densitas nilai antara 0 – 1300 Cps
Dalam penelitian ini, satuan dari log densitas adalah Count Per Second
(CPS). Pada dalam referensi menggunakan satuan gr/cc untuk mengetahui atau
memudahkan perhitungan, maka harus dilakukan konversi satuan dari CPS ke
gr/cc, oleh karena itu, nilai satuan CPS berbanding terbalik dengan niilai satuan
gr/cc Apabila defleksi log dalam satuan CPS menunjukan nilai yang tinggi, maka
akan menunjukkan nilai yang rendah dalam satuan gr/cc.
Berdasarkan interpretasi didapatkan pada daerah penelitian memiliki
banyak litologi batuan seperti terdapat batupasir (Sandstone), Batulempung
(Claystone), Batubara (Coal), betulempung karbonan (Carbonaceous Clay),
batulanau (Siltstone), batubara lempungan (Coally Clay) dan batubara serpihan
(Coally shale). Litologi batuan yang banyak terdapat pada daerah penelitian
adalah batupasir (Sandstone) dan batulempung (Claystone) hampir semua sumur
terdapat litologi batuan tersebut. Sedangkan litologi batuan yang paling sedikit
terdapat pada batulanau (Siltstone) dan batubara lempungan (Coally Clay).
Setelah dilakukan interpretasi, pengolahan selanjutnya membuat
penampang litologi penyusun borehole hasil dari interpretasi data Well Logging
dalam bentuk tiga dimensi (3D) yang berupa silinder-silinder yang tersusun sesuai
dengan koordinat borehole. Hasil penampang tersebut merupakan gambaran
bawah tanah daerah penelitian yang tersusun dari litologi penyusun berupa tanah
penutup (top soil), batulempung (Claystone), batupasir (Sandstone) dan batubara
(coal).
51
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebaran batubara pada PT Borneo Emas Hitam di daerah X Loa Tebu
diidentifikasi memiliki arah penyebaran lapisan batubara dari Barat Daya-
Timur Laut dengan terdapat empat seam batubara. Dari tiga seam lapisan
batubara mengalami split atau percabangan lapisan batubara yaitu pada seam
A, Seam B dan Seam D. Pesebaran seam yang paling banyak terdapat pada
seam A dan B, sedangkan seam yang paling sedikit terdapat pada seam D.
2. Ketebalan seam batubara terdapat di setiap seam, seam yang memiliki
ketebalan rata-rata yang terbanyak terdapat pada seam A dan C yaitu dengan
dengan rata-rata ketebelan masing-masing seam yaitu, seam A batubara 0,43
m. Pada seam B memiliki nila rata-rata ketebalan batubara sekitar 0,26 m.
pada seam C memiliki ketebalan 0,24 m. Sedangkan pada seam D nilai rata-
rata ketebalan batubara 0,14 m.
4.2 Saran
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dalam memperoleh sebaran batubara
secara keseluruhan, maka data bor perlu diperbanyak. Serta selain menggunakan
data logging dan Coring sebaiknya dibutuhkan juga titik pengambilan sampel agar
mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan lebih akurat.
52
DAFTAR PUSTAKA
Rahim A, Ibrahim dan Nurlina. 2015. Interpretasi Sebaran Batubara dan Analisis
Korelasi Antara Log Densitas Dengan Kualitas Batubara Di Daerah
Gunung Mas. Jurnal Fisika FLUX Vol. 12 No.1. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat
Faisal A, Simon S dan Wahyono. 2012. Identifikasi Sebaran dan Batubara Dari
Data Well Logging Di Daerah X, Ampah Barito Timur. Jurnal Fisika
FLUX Vol.9 No.2. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat
Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Edisi Revisi-8 Mei 1997.
Jakarta: Schlumberger Oilfield Service.
Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., and Keys, D. A., 1990, Applied
Geophysics, Cambridge University Press, London.
Waktu Pelaksanaan
No Uraian Kegiatan Bulan Juni Minggu ke - BulanJulimingguke - Bulan Agustus minggu ke - Bulan September minggu Bulan November minggu Bulan Desember minggu
ke- ke- ke-
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Studi Literatur
2 Konsultasi
3 Seminar Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Interpretasi Data
6 Pengolahan Data
Penyusunan Naskah
7
Skripsi
8 Konsultasi
9 Seminar Hasil
LAMPIRAN 2
Data Litologi
Bore Hole From (m) To (m) Thickness (m) Lithology Seam
BEH1-001 0 2.5 2.5 soil
BEH1-001 2.5 3.8 1.3 Sandstone
BEH1-001 3.8 3.9 0.1 coally shale
BEH1-001 3.9 16.6 12.7 Sandstone
BEH1-001 16.6 17.7 1.1 claystone
BEH1-001 17.7 17.8 0.1 coal B1
BEH1-001 17.8 18.1 0.3 coally shale
BEH1-001 18.1 18.5 0.4 coal B2
BEH1-001 18.5 22.3 3.8 Claystone
BEH1-001 22.3 23.9 1.6 Silstone
BEH1-001 23.9 24.86 0.96 claystone
BEH1-001 24.86 25.3 0.44 coal B
BEH1-001 25.3 26.6 1.3 sandstone
BEH1-001 26.6 30 3.4 claystone
BEH1-002 0 4 4 soil
BEH1-002 4 12.2 8.2 sandstone
BEH1-002 12.2 12.84 0.64 claystone
BEH1-002 12.84 12.88 0.04 coally shale
BEH1-002 12.88 14.1 1.22 claystone
BEH1-002 14.1 14.8 0.7 coal A
BEH1-002 14.8 15.05 0.25 coally shale
BEH1-002 15.05 20.25 5.2 claystone
BEH1-002 20.25 20.55 0.3 coal B
BEH1-002 20.55 29 8.45 claystone
BEH1-002 29 29.4 0.4 coal C
BEH1-002 29.4 31 1.6 claystone
BEH1-002 31 35.95 4.95 sandstone
BEH1-002 35.95 36.25 0.3 claystone
BEH1-002 36.25 36.45 0.2 coal D
BEH1-002 36.45 50 13.55 claystone
BEH1-003 0 4 4 soil
BEH1-003 4 12.65 8.65 sandstone
BEH1-003 12.65 13.4 0.75 claystone
BEH1-003 13.4 13.8 0.4 coal A
BEH1-003 13.8 22.2 8.4 claystone
BEH1-003 22.2 22.5 0.3 coal B
BEH1-003 22.5 27.4 4.9 claystone
BEH1-003 27.4 27.8 0.4 sandstone
BEH1-003 27.8 32.6 4.8 claystone
BEH1-003 32.6 32.8 0.2 coal C
BEH1-003 32.8 34.75 1.95 Claystone
BEH1-003 34.75 37.8 3.05 Sandstone
BEH1-003 37.8 37.9 0.1 coal D
BEH1-003 37.9 43.75 5.85 claystone
BEH1-003 43.75 50 6.25 sandstone
BEH1-004 0 2.5 2.5 soil
BEH1-004 2.5 9.45 6.95 claystone
BEH1-004 9.45 9.55 0.1 coal C
BEH1-004 9.55 9.59 0.04 coally shale
BEH1-004 9.59 10.22 0.63 silstone
BEH1-004 10.22 14.55 4.33 claystone
BEH1-004 14.55 14.65 0.1 coal D
BEH1-004 14.65 15.25 0.6 carbonaceous clay
BEH1-004 15.25 29 13.75 claystone
BEH1-004 29 30 1 siltstone
BEH1-005 0 3 3 soil
BEH1-005 3 6.3 3.3 Sandstone
BEH1-005 6.3 7 0.7 siltstone
BEH1-005 7 8.8 1.8 claystone
BEH1-005 8.8 9 0.2 coal B
BEH1-005 9 19.85 10.85 claystone
BEH1-005 19.85 19.95 0.1 coal C
BEH1-005 19.95 25.2 5.25 claystone
BEH1-005 25.2 25.4 0.2 coal D1
BEH1-005 25.4 38.55 13.15 claystone
BEH1-005 38.55 45.65 7.1 Sandstone
BEH1-005 45.55 46.75 1.2 coally shale
BEH1-005 46.75 46.5 -0.25 claystone
BEH1-005 46.5 47 0.5 coal D2
BEH1-005 47 30 -17 claystone
BEH1-006 0 3 3 soil
BEH1-006 3 6 3 siltstone
BEH1-006 6 9.25 3.25 claystone
BEH1-006 9.25 9.6 0.35 coal A1
BEH1-006 9.6 9.9 0.3 coally shale
BEH1-006 9.9 10.25 0.35 coal A2
BEH1-006 10.25 13.1 2.85 claystone
BEH1-006 13.1 15.5 2.4 siltstone
BEH1-006 15.5 19.6 4.1 Sandstone
BEH1-006 19.6 21.85 2.25 claystone
BEH1-006 21.85 22 0.15 coal B
BEH1-006 22 22.8 0.8 siltstone
BEH1-006 22.8 32.15 9.35 claystone
BEH1-006 32.15 32.4 0.25 coal C
BEH1-006 32.4 35.5 3.1 claystone
BEH1-006 35.5 35.7 0.2 coal D
BEH1-006 35.7 45 9.3 claystone
BEH1-007 0 3 3 soil
BEH1-007 3 5 2 claystone
BEH1-007 5 10 5 Siltstone
BEH1-007 10 12.29 2.29 claystone
BEH1-007 12.29 12.43 0.14 coal A1
BEH1-007 12.43 12.45 0.02 claystone \
BEH1-007 12.45 12.74 0.29 claystone
BEH1-007 12.74 12.99 0.25 coal A2
BEH1-007 12.99 13.75 0.76 coally shale
BEH1-007 13.75 13.79 0.04 claystone
BEH1-007 13.79 20 6.21 claystone
BEH1-007 20 20.18 0.18 coal B
BEH1-007 20.18 20.23 0.05 coally shale
BEH1-007 20.23 20.31 0.08 claystone
BEH1-007 20.31 22 1.69 sandstone
BEH1-007 22 25.5 3.5 claystone
BEH1-007 25.5 26 0.5 claystone
BEH1-007 26 29.7 3.7 siltstone
BEH1-007 29.7 29.8 0.1 coal C
BEH1-007 29.8 29.82 0.02 claystone
BEH1-007 29.82 29.93 0.11 claystone
BEH1-007 29.93 29.97 0.04 coally shale
BEH1-007 29.97 30.4 0.43 claystone
BEH1-007 30.4 36.53 6.13 sandstone
BEH1-007 36.53 36.7 0.17 coal D
BEH1-007 36.7 42 5.3 claystone
BEH1-007 42 50 8 siltstone
BEH1-008 0 4 4 soil
BEH1-008 4 5.2 1.2 claystone
BEH1-008 5.2 7.7 2.5 siltstone
BEH1-008 7.7 11.5 3.8 sandstone
BEH1-008 11.5 14.5 3 siltstone
BEH1-008 14.5 19.5 5 claystone
BEH1-008 19.5 24.9 5.4 sandstone
BEH1-008 24.9 26.93 2.03 claystone
BEH1-008 26.93 27.62 0.69 coal A
BEH1-008 27.62 28.9 1.28 claystone
BEH1-008 28.9 31.1 2.2 siltstone
BEH1-008 31.1 34.5 3.4 sandstone
BEH1-008 34.5 37 2.5 claystone
BEH1-008 37 45 8 coal B
BEH1-009 0 2.7 2.7 soil
BEH1-009 2.7 3.3 0.6 claystone
BEH1-009 3.3 7.55 4.25 sandstone
BEH1-009 7.55 9.9 2.35 claystone
BEH1-009 9.9 10.4 0.5 coal A1
BEH1-009 10.4 11.4 1 claystone
BEH1-009 11.4 11.78 0.38 coal A2
BEH1-009 11.78 13 1.22 sandstone
BEH1-009 13 15 2 silstone
BEH1-009 15 16.38 1.38 coal B
BEH1-009 16.38 18.9 2.52 silstone
BEH1-009 18.9 21 2.1 claystone
BEH1-009 21 25.4 4.4 siltstone
BEH1-009 25.4 29.6 4.2 sandstone
BEH1-009 29.6 30.2 0.6 siltstone
BEH1-009 30.2 30.6 0.4 claystone
BEH1-009 30.6 31.25 0.65 siltstone
BEH1-009 31.25 31.9 0.65 claystone
BEH1-009 31.9 33.05 1.15 coal D
BEH1-009 35 36 1 siltstone
BEH1-009 36 40 4 Sandstone
BEH1-010 0 6.9 6.9 soil
BEH1-010 6.9 9.2 2.3 siltstone
BEH1-010 9.2 15 5.8 Sandstone
BEH1-010 15 16.6 1.6 siltstone
BEH1-010 16.6 17.05 0.45 claystone
BEH1-010 17.05 17.85 0.8 coal A
BEH1-010 17.85 19 1.15 claystone
BEH1-010 19 22.7 3.7 siltstone
BEH1-010 22.7 25.25 2.55 Sandstone
BEH1-010 25.25 25.55 0.3 coal B
BEH1-010 25.55 27.5 1.95 Sandstone
BEH1-010 27.5 31.7 4.2 claystone
BEH1-010 31.7 33 1.3 siltstone
BEH1-010 33 33.4 0.4 claystone
BEH1-010 33.4 36.15 2.75 siltstone
BEH1-010 36.15 36.5 0.35 coal C
BEH1-010 36.5 37.8 1.3 siltstone
BEH1-010 37.8 40 2.2 Sandstone
BEH1-011 0 2 2 soil
BEH1-011 2 10.4 8.4 Sandstone
BEH1-011 10.4 10.92 0.52 coal A
BEH1-011 10.92 11.11 0.19 coally shale
BEH1-011 11.11 14 2.89 claystone
BEH1-011 14 20 6 Sandstone
BEH1-011 20 21.8 1.8 claystone
BEH1-011 21.8 21.96 0.16 coal B
BEH1-011 21.96 22.1 0.14 coally shale
BEH1-011 22.1 24 1.9 siltstone
BEH1-011 24 32.4 8.4 claystone
BEH1-011 32.4 32.8 0.4 coal C
BEH1-011 32.8 35 2.2 siltstone
BEH1-012 0 3 3 soil
BEH1-012 3 8.2 5.2 claystone
BEH1-012 8.2 17.3 9.1 sandstone
BEH1-012 17.3 17.8 0.5 coal A
BEH1-012 17.8 18 0.2 coally shale
BEH1-012 18 21 3 claystone
BEH1-012 21 26 5 sandstone
BEH1-012 26 27.7 1.7 claystone
BEH1-012 27.7 27.97 0.27 coal B
BEH1-012 27.97 27.98 0.01 coally shale
BEH1-012 27.98 35 7.02 claystone
BEH1-013 0 3 3 soil
BEH1-013 3 6.54 3.54 claystone
BEH1-013 6.54 6.82 0.28 coal A1
BEH1-013 6.82 6.9 0.08 coally shale
BEH1-013 6.9 7.12 0.22 coal A2
BEH1-013 7.12 11.5 4.38 claystone
BEH1-013 11.5 16 4.5 sandstone
BEH1-013 16 20.4 4.4 claystone
BEH1-013 20.4 20.84 0.44 coal B1
BEH1-013 20.84 20.92 0.08 coally shale
BEH1-013 20.92 21.23 0.31 coal B2
BEH1-013 21.23 21.32 0.09 coally shale
BEH1-013 21.32 21.54 0.22 coal C
BEH1-013 21.54 24.4 2.86 siltstone
BEH1-013 27.3 34.2 6.9 sandstone D1
BEH1-013 34.2 35.64 1.44 claystone
BEH1-013 35.64 35.91 0.27 coal D2
BEH1-013 36.91 36.01 -0.9 coally clay
BEH1-013 36.01 36.4 0.39 coal
BEH1-013 36.4 40 3.6 claystone
BEH1-014 0 2 2 soil
BEH1-014 2 7 5 siltstone
BEH1-014 7 11 4 sandstone
BEH1-014 11 11.74 0.74 siltstone
BEH1-014 11.74 12.58 0.84 coal A
BEH1-014 12.58 12.61 0.03 coally shale
BEH1-014 12.61 14.7 2.09 claystone
BEH1-014 14.7 14.9 0.2 coal B
BEH1-014 14.9 14.99 0.09 shally coal
BEH1-014 14.99 15.23 0.24 coally shale
BEH1-014 15.23 17.29 2.06 claystone
BEH1-014 17.29 17.39 0.1 carbonaceous clay
BEH1-014 17.39 19 1.61 claystone
BEH1-014 19 24 5 sandstone
BEH1-014 24 24.57 0.57 siltstone
BEH1-014 24.57 24.8 0.23 coal C
BEH1-014 24.8 85 60.2 coally shale
BEH1-014 24.85 25 0.15 claystone
BEH1-014 25 25.05 0.05 shally coal
BEH1-014 25.05 25.36 0.31 coal D
BEH1-014 25.36 25.4 0.04 coally shale
BEH1-014 25.4 27 1.6 claystone
BEH1-014 27 40 13 sandstone
BEH1-015 0 3 3 soil
BEH1-015 3 6 3 siltstone
BEH1-015 6 7.02 1.02 coal B
BEH1-015 7.02 11.2 4.18 claystone
BEH1-015 11.2 16.4 5.2 Sandstone
BEH1-015 16.4 18.45 2.05 claystone
BEH1-015 18.45 18 -0.45 coal D1
BEH1-015 18.8 19.18 0.38 claystone
BEH1-015 19.18 19.54 0.36 coal D2
BEH1-015 19.54 30 10.46 Sandstone
BEH1-016 0 1 1 soil
BEH1-016 1 13.6 12.6 Sandstone
BEH1-016 13.6 15.4 1.8 claystone
BEH1-016 15.4 15.45 0.05 shally coal
BEH1-016 15.45 15.66 0.21 coally shale
BEH1-016 15.66 24.4 8.74 Sandstone
BEH1-016 24.4 24.52 0.12 coal D1
BEH1-016 24.52 24.7 0.18 coally shale
BEH1-016 24.7 25.03 0.33 coal D2
BEH1-016 25.03 25.42 0.39 claystone
BEH1-016 25.42 26 0.58 siltstone
BEH1-016 26 30 4 Sandstone
BEH1-017 0 1 1 soil
BEH1-017 1 4 3 claystone
BEH1-017 4 6.4 2.4 siltstone
BEH1-017 6.4 10 3.6 Sandstone
BEH1-017 10 12.3 2.3 siltstone
BEH1-017 12.3 19.35 7.05 claystone
BEH1-017 19.35 19.7 0.35 coal D
BEH1-017 19.7 30 10.3 claystone
BEH1-030 0 3 3 soil
BEH1-030 3 4 1 claystone
BEH1-030 4 5 1 sandstone
BEH1-030 5 14.16 9.16 claystone
BEH1-030 14.16 14.76 0.6 coal A
BEH1-030 14.76 15.01 0.25 coally shale
BEH1-030 15.01 22 6.99 claystone