SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,
Pembimbing I Pembimbing II
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
In the research area of Tebing Tinggi Subdistrict, Tanjung Jabung Barat Regency,
Jambi Province, there are several companies engaged in the manufacturing,
agriculture, and plantation industries. This company uses the Pengabuan river for
transportation. Therefore, the research area has the potential to be contaminated by
the waste fluid produced by the company. In this research, the geoelectric resistivity
method was used because it is good for identifying potential contamination at the
subsurface. The Wenner configuration is used because it is good in research with
shallow surfaces, so it is good at identifying shallow contamination. Data processing
is done by inversion process using Res2Dinv software to get 2D modeling and Voxler
to get 3D modeling. Based on the 2D modeling, it is identified that the contamination
is on line 1, 2, and 4 with a range of resistivity ±0.059-2 Ωm. Also, in the research
area, it was identified that there were alternating tuffaceous claystone, claystone, tuffs,
sandstones, and shallow aquifers. Based on the 3D modeling, it is identified that there
is a potential continuity of contamination between line 3 and line 4, which is at a
distance of 0-8 m to the east from line 4 to line 3.
Keywords: Contamination, Geoelectric Resistivity Method, Res2Dinv, Voxler, Wenner
Configuration
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Identifikasi Potensi Pencemaran Fluida Limbah dengan Metode Geolistrik di
Kecamatan Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi” sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
1. Kedua orang tua penulis dan keluarga, Mama, Papa, beserta kedua Adik yang telah
menjadi alasan utama supaya penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini
serta yang selalu memberikan doa yang baik untuk penulis.
2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika yang membantu saat
dimulainya pelaksanaan penelitian skripsi ini.
3. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
Sekretasis Program Studi Fisika yang membantu dan memfalisitasi dalam
pelaksanaan dan tata cara kegiatan penyelesaian skripsi sampai kelulusan.
4. Bapak Dr. M. Ilyas, M.Sc selaku Direktur Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana
(PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PTRRB.
5. Ibu Biaunik Niski Kumila, M.S selaku Pembimbing I yang telah memberikan
pengetahuan, arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
vi
6. Bapak Nur Hidayat, S.T, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan
sangat banyak membantu dalam memberikan pengetahuan serta masukan kepada
penulis dalam penelitian skripsi ini.
7. Seluruh staff Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB) yang membantu
dan menerima penulis saat melakukan kegiatan di PTRRB.
8. Sahabat PAAN DA penulis, Anis, Nida, Putri, dan Rini yang selalu ada dan saling
memberikan dukungan, bantuan, masukan, dan semangat satu sama lain dalam
penyelasian skripsi ini.
9. Sahabat penulis, Aghni, Hana, Ririz, dan Syifa yang selalu ada memberikan
semangat, perhatian dan saling berbagi suka duka dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Teman-teman saat mengerjakan skripsi yang berkat kata-kata motivasi dan pesan-
pesannya sangat membantu serta membuat penulis semangat dalam penyelesaian
skripsi ini.
11. Teman-teman seangkatan Fisika 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan skripsi ini, tetapi dalam
pengerjaannya penulis sadar skripsi ini belum sempurna dan masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan sangat menerima jika terdapat masukan,
saran, dan kritik yang membangun dalam skripsi ini yang dapat disampaikan melalui
e-mail penulis, octarasalsabila@gmail.com. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pembatasan masalah 4
1.3 Rumusan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Sistematika Penulisan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Kondisi Wilayah Daerah Penelitian 8
2.2 Pencemaran Limbah 11
2.3 Metode Geofisika 15
2.4 Metode Geolistrik 18
2.4.1 Metode Resistivitas (Resistivity) 19
2.4.2 Konfigurasi Elektroda 26
2.5 Batuan 35
2.5.1 Batuan Beku (Igneus rock) 37
2.5.2 Batuan Sedimen (Sedimentary rock) 38
2.5.3 Batuan Metamorf (Metamorphic rock) 39
2.6 Sifat Kelistrikan Batuan 41
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 44
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 44
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 45
3.3 Pengolahan Data 47
3.4 Tahapan Penelitian 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 54
4.1 Analisa Data Geolistrik 54
4.2 Hasil Permodelan Penampang 2D 59
4.2.1 Lintasan 1 59
4.2.2 Lintasan 2 61
4.2.3 Lintasan 3 63
4.2.4 Lintasan 4 65
4.2.5 Lintasan 5 67
4.3 Hasil Permodelan Penampang 3D 70
4.3.1 Lintasan 1 dan Lintasan 2 71
4.3.2 Lintasan 3 dan Lintasan 4 74
BAB V PENUTUP 78
5.1 Kesimpulan 78
5.2 Saran 79
DAFTAR PUSTAKA 81
LAMPIRAN 84
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 32. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 Beserta Interpretasi 61
Gambar 33. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2 61
Gambar 34. Hasil Penampang Permodelan 2D Lintasan 2 Beserta Interpretasi 63
Gambar 35. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 63
Gambar 36. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 Beserta Interpretasi 65
Gambar 37. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 65
Gambar 38. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 Beserta Interpretasi 67
Gambar 39. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 67
Gambar 40. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 Beserta Interpretasi 69
Gambar 41. Permodelan Penampang 3D Lintasan 1 dan Lintasan 2 71
Gambar 42. Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 Dilihat dari Tampilan Masing-
masing Penampang 72
Gambar 43. Interpretasi Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 73
Gambar 44. Permodelan Penampang 3D Lintasan 3 dan Lintasan 4 74
Gambar 45. Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 Dilihat dari Tampilan Masing-
masing Penampang 75
Gambar 46. Interpretasi Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 76
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia membutuhkan sumber daya alam yang ada
di lingkungan sekitar. Salah satu sumber daya alam utama yang dibutuhkan yaitu air.
Kebutuhan sumber daya alam semakin meningkat seiring bertambahnya populasi. Oleh
diantaranya yaitu masalah pembuangan limbah yang dapat mencemari air dan
lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam aktivitasnya, manusia menghasilkan suatu hasil
Pencemaran air dapat terjadi jika zat-zat asing meresap ke dalam permukaan
tanah yang masuk melalui pori-pori tanah. Hal ini berakibat menyebabkan tanah
menjadi jenuh dan akan menimbulkan adanya gangguan pada air tanah. Zat-zat asing
ini dihasilkan karena adanya limbah industri, pertambangan, pertanian, rumah tangga,
dan lainnya. Pencemaran air ini umumnya disebabkan oleh zat-zat asing, diantaranya
sulfur, amonia, klorin, garam-garam logam berat, hidrogen sulfida, zat asam dan basa.
perusahaan ini menggunakan sungai Pengabuan yang terletak dekat dengan lokasi
1
2
perusahaan sebagai salah satu jalur transportasi untuk mengangkut bahan baku industri
dan juga sebagai lintasan utama kapal-kapal yang mengangkut hasil produksi ke
yang berasal dari perusahan ini bisa mencemari daerah disekitanya termasuk sungai
Pengabuan.
Dalam hal ini perlu dilakukan suatu investigasi untuk mengetahui adanya potensi
pencemaran oleh fluida limbah di bawah permukaan tanah. Beberapa metode yang
terdapat dalam geofisika dapat digunakan dalam survei untuk mengetahui pencemaran
fluida limbah yang terdapat di bawah permukaan suatu daerah. Pada dasarnya
sumber arus yang diinjeksikan ke dalam tanah dengan melalui elektroda. Metode ini
bawah permukaan metode ini sering digunakan oleh para peneliti dikarenakan
memiliki keunggulan diantaranya, metode ini mempersingkat waktu dalam akuisisi dan
pengolahan data, metode ini tidak membutuhkan biaya yang besar dan merupakan
3
material yang ada di bawah permukaan. Dalam metode geolistrik resistivitas, diketahui
material bawah yang tercemar oleh limbah memiliki besar resistivitas yang rendah.
metode geolistrik resistivitas juga dapat digunakan dalam studi awal dalam pembuatan
sumur pantau. Sumur pantau digunakan untuk memantau kondisi air tanah, sehingga
Metode geolistrik resistivitas ini sangat tepat untuk dijadikan sebagai studi awal
geolistrik resistivitas telah dikaji untuk survei pencemaran oleh limbah, yaitu
diantanya oleh Suhendra (2005), Sri dkk (2007), Rahmatun dkk (2019). Suhendra
tanah lempung, Sri dkk (2007) melakukan penelitian di wilayah Laboratorium Dasar
MIPA, Rahmatun dkk (2019) dalam penelitiannya melakukan penelitian di Desa yang
menggunakan metode geolistrik resistivitas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
potensi pencemaran oleh fluida limbah yang ditandai dengan adanya anomali material
2. Data yang digunakan merupakan data sekunder geolistrik yang berasal dari
penelitian?
5
penelitian.
Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
penelitian.
Pada metodologi penelitian diuraikan lokasi dan waktu penelitian, peralatan yang
Pada hasil dan pembahasan diuraikan bagaimana hasil dari penelitian yang telah
BAB V PENUTUP
Pada penutup diuraikan kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian dan berisi
saran penelitian yang telah dilakukan untuk penelitian yang akan dilakukan
kedepannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatra
mana salah satunya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Letak dari Kabupaten
Tanjung Jabung Barat yaitu berada antara 0o 53’ – 01o 41’ Lintang Selatan dan antara
103o 23’ – 104o 21’ Bujur Timur. Secara geografis, Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Selatan, Kabupaten Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur di sebelah
Timur, dan berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tebo di sebelah
Barat [2].
Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki wilayah seluas 5503.5 km2 yaitu
dengan persentase ± 26.68 % dari total luas wilayah Provinsi Jambi. Daerah penelitian
Tebing Tinggi memiliki persentase 6.84% dari total luas Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dengan luas wilayah yang seluas 342.89 km 2 [3]. Peta geografi Kabupaten
Tanjung Jabung Barat disajikan pada Gambar 1 dimana daerah dengan kotak merah
8
9
permukaan laut dengan morfologi lahan yang semakin tinggi ke arah barat. Di dataran
yang rendah dengan ketinggian berkisar 0-25 m di atas permukaan laut, struktur dari
tanahnya didominasi oleh tanah gambut dan juga dipengaruhi oleh pasang surut air
dalam dataran sedang dengan ketinggian berkisar antara 25-500 m di atas permukan
laut [5].
10
1. Alluvium (Qa)
Litologi penyusun alluvium ini meliputi bongkah, kerakal, kerikil, pasir, dan
Litologi penyusun endapan rawa ini meliputi lanau, lumpur, lempung, pasir dan
Litologi penyusun formasi kasai ini meliputi batupasir tufan, batupasir kuarsa,
Pencemaran dapat terjadi karena adanya zat-zat asing yang masuk ke dalam
lingkungan dan menyebabkan perubahan di lingkungan. Zat-zat asing ini dapat berasal
dari limbah hasil eksploitasi sumberdaya alam ataupun berasal dari limbah perusahaan
Dengan kata lain limbah ini merupakan bahan buangan dari hasil eksploitasi
sumberdaya alam yang dilakukan oleh manusia. Secara kimiawi, limbah dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu limbah yang terdiri dari bahan kimia organik dan
anorganik. Kualitas limbah dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya volume limbah,
harus dilakukan dengan baik, karena dalam kuantitas tertentu limbah dapat
hidup [6].
Limbah yang berasal dari sumber limbah dapat berupa cairan, padatan, dan gas.
Sumber limbah disini merupakan tempat asal dimana limbah dihasilkan, yaitu seperti
kegiatan industri, rumah tangga, pertanian, peternakan, dan lainnya. Sumber limbah ini
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sumber limbah langsung dan sumber limbah
12
tidak langsung. Sumber limbah langsung yaitu jika sumber limbah yang langsung
berasal dari sumbernya masuk ke suatu medium sebagai sumber dampak. Sumber
limbah langsung ini dapat berasal dari rumah tangga, peternakan, pertanian, kegiatan
industri, dan lainnya. Sedangkan sumber tidak langsung yaitu jika sumber limbah
masuk ke lingkungan dengan perantara medium seperti, air tanah, hujan, dan tanah [6].
Menurut Arief dalam [7], didasarkan oleh karakteristiknya limbah hasil industri
1. Limbah cair atau yang dikenal sebagai pencemar air. Pencemaran air biasanya
disebabkan oleh hasil buangan padat, buangan organik, dan buangan anorganik.
Contoh dari limbah cair, yaitu limbah yang berasal dari sabun untuk mencuci dan
2. Limbah padat. Limbah padat dapat berupa padatan, lumpur, bubur yang dihasilkan
dari kegiatan industri. Limbah padat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang
dapat didegradasi seperti sampah bahan organik dan yang tidak dapat didegradasi
3. Limbah gas dan partikel. Limbah gas berasal dari buangan kegiatan yang
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Bahan berbahaya dan beracun (B3)
ini merupakan zat yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya dapat membuat
kelangsungan hidup mahluk hidup lainnya. Limbah ini dihasilkan dari kegiatan
Dalam kegiatan industri, salah satu limbah yang umumnya dihasilkan yaitu
limbah cair. Limbah cair ini dapat dibagi berdasarkan sumber pencemarnya.
Berdasarkan sumbernya, limbah cair dapat berasal dari beberapa sumber pencemar
1. Limbah cair industri, yaitu merupakan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan
industri.
2. Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari sisa-sisa air yang telah
digunakan oleh manusia seperti air bekas mandi, mencuci, memasak, menyiram
tanaman, dan lainnya. Selain itu, kegiatan dalam perkantoran, komersial, dan
kegiatan industri juga menghasilkan air limbah yang disalurkan ke dalam sistem
3. Air limbah yang bercampur dengan air tanah, yaitu jika air hujan yang meresap ke
dalam tanah menjadi air tanah lalu membuat air tanah bertemu dan bercampur
dengan saluran air limbah yang menyebabkan air tanah menjadi tercemar.
Limbah cair akan sangat berdampak kepada lingkungan jika tidak dilakukan
pengelolaan dengan baik. Limbah cair yang dibuang ke sungai, danau, atau laut akan
semakin tingginya tingkat air yang tercemar akibat limbah cair ini. Limbah cair ini juga
berdampak kepada kondisi bawah tanah, yaitu jika limbah cair ini masuk ke dalam
tanah melalui pori-pori tanah, maka limbah akan menyebar dan mencemari susunan
sulitnya mendapatkan air bersih untuk kegiatan sehari-hari karena air tanah sudah
tercemar. Perubahan kualitas air ini dipengaruhi karena pencemaran limbah pada air
dapat mempengaruhi kehidupan organisme atau mahluk hidup yang berada di air, yaitu
tingkat keruhnya air yang dapat menyebabkan sinar matahari sulit masuk ke dalam air
Pada pencemaran yang tidak terlihat seperti di bawah permukaan dapat dilakukan
investigasi dengan metode geofisika. Metode geofisika sangat efektif dilakukan dalam
mencegah adanya potensi lebih buruk lagi dari pencemaran, contohnya masyarakat
dapat keracunan karena air tanah yang tercemar oleh limbah. Hal semacam ini tentunya
Selain itu, dalam pemantauan air tanah di bawah permukaan dapat dilakukan
pembuatan sumur pantau dimana metode eksplorasi geofisika dapat dilakukan untuk
pantau.
terdapat di permukaan atau dekat permukaan bumi yang terpengaruh akibat dari
distribusi sifat fisika yang terdapat di dalam bumi. Berdasarkan hasil analisa tersebut,
karakteristik bagian dalam bumi secara vertikal maupun horizontal dapat diketahui.
[11].
16
metode geofisika lebih baik digunakan jika penelitian dilakukan untuk waktu yang
cepat karena metode geofisika dalam eksplorasinya tidak membutuhkan waktu banyak,
sedangkan metode pengeboran membutuhkan waktu yang sangat lama walaupun dalam
Selain itu, metode pengeboran membutuhkan biaya yang sangat besar dan hanya dapat
dalam metode geofisika dapat diketahui persebaran material bawah permukaan secara
Metode geofisika dapat dibedakan menjadi 2, yaitu metode geofisika pasif dan
metode geofisika aktif. Metode pasif bekerja dengan cara mendeteksi karakteristik-
karakteristik bumi berdasarkan medan alaminya, yaitu seperti medan magnet dan
gravitasi. Metode geofisika aktif melibatkan sinyal buatan yang dialirkan melalui
karakteristik material yang dilalui oleh sinyal tersebut. Sinyal tersebut menghasilkan
parameter-parameter yang ada dan akan terdeteksi oleh sebuah detektor yang
selanjutnya hasil tersebut bisa diinterpretasikan. Contoh dari metode geofisika aktif ini
geolistrik resistivitas sangat baik digunakan untuk investigasi air tanah sehingga dapat
terinduksi (induced polarization), dan potensial diri (self potential). Ada metode yang
membutuhkan arus buatan dan ada juga yang memanfaatkan kelistrikan di dalam bumi.
horizontal dan vertikal di bawah permukaan tanah. Umumnya metode resistivitas ini
konduktivitas. Metode ini menggunakan arus listrik alami yang terdapat di tanah dalam
beda potensial yang akan diukur di permukaan. Anomali dari beda potensial yang
Resistivitas dari suatu material memiliki satuan yaitu Ωm (satuan SI) [11].
Konsep dasar dalam metode ini ialah Hukum Ohm. Besar arus listrik 𝐼 (𝐴) yang
𝛿𝑉
𝐼 = − 𝛿𝑅 (2.1)
material terhadap arus listrik. Tanda minus menandakan aliran arus mengalir dari
potensial yang tinggi ke potensial yang rendah, yaitu berbanding terbalik dengan
𝛿𝐿
𝛿𝑅 = 𝜌 𝛿𝐴 (2.2)
berbanding lurus dengan panjang 𝐿 (m) dari konduktor dan berbanding terbalik dengan
berarti aliran arus listrik di bumi adalah sama ke segala arah dan setiap lapisan bumi
memiliki besar resistivitas yang sama dimana jika ada penyimpangan (anomali),
maka arus listrik tersebut akan menyebar ke segala arah dalam bawah permukaan-
[14].
Gambar 5. Lokasi Sumber Arus di permukaan Sebuah Medium yang Homogen [15]
Resistivitas semu (𝜌𝑎 ) didefinisikan sebagai besar resistivitas dari sebuah medium
yang dianggap homogen yang besarnya sama dengan medium berlapis yang diselidiki
∆𝑉
𝜌𝑎 = 𝐾 (2.3)
𝐼
23
digunakan, ∆𝑉 (𝑉𝑜𝑙𝑡) merupakan beda potensial yang terukur, dan 𝐼 (𝐴) merupakan
Metode resistivitas merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam
dua, yaitu metode resistivitas sounding dan metode resistivitas mapping [15].
resistivitas dalam arah vertikal. Metode sounding ini sangat baik digunakan untuk
dari lapisan bawah permukaan atau bahkan untuk lapisan basement yang tidak
terlalu dalam. Dalam metode ini jarak antar elektroda diperbesar maka kedalaman
yang dicapai akan semakin besar. Tidak semua konfigurasi cocok untuk metode
pengukuran sounding.
dalam arah horizontal atau secara lateral. Metode ini sangat cocok dalam
eksplorasi mineral. Dalam metode ini jarak antar elektroda adalah tetap untuk
Metode geolistrik resistivitas ini merupakan salah satu metode geofisika yang
cocok digunakan dalam investigasi adanya anomali material di bawah permukaan yang
menandakan adanya pencemaran oleh fluida limbah. Dalam metode resistivitas dapat
diketahui besar besar resistivitas dari material bawah permukaan, sehingga jika
permukaan dapat diketahui lokasi daerah di bawah permukaan yang telah tercemar.
oleh Suhendra (2005), Sri dkk (2007), dan Rahmatun dkk (2019).
Dalam penelitiannya, Suhendra (2005), Sri dkk (2007), dan Rahmatun dkk
karena terdapat anomali material di bawah permukaan, yaitu bahan pencemar (limbah)
berupa tanahlempung dengan oli dan megidentifikasi besar resistivitas material yang
tercemar oleh limbah oli. Berdasarkan hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar
resistivitas material yang tercemar rendah, yaitu 2.09-4.36 Ω𝑚 [16]. Sri dkk (2007)
rendah, yaitu 0.29-3 Ω𝑚 [17]. Rahmatun dkk (2019) dalam penelitiannya melakukan
penelitian di Desa yang terletak di Mojokerto yang letaknya dikelilingi oleh beberapa
pemetaan yang diinginkan, sensitivitas alat, dan noise yang ada. Hal-hal yang harus
konfigurasi terhadap perubahan besar resistivitas bawah permukaan secara vertikal dan
horizontal, kedalaman penelitian, jangkauan data horizontal, dan kekuatan sinyal [14].
besar resistivitas dimana perubahan ini mempengaruhi potensial yang terukur. Selain
konfigurasi elektroda dalam menghasilkan jumlah data dalam arah horizontal. Kuat
sinyal memiliki besar yang berbanding terbalik dengan faktor geometri. Kuat sinyal
a. Konfigurasi Wenner
elektroda arus (C1 dan C2) dan potensial (P1 dan P2) terletak simetris dengan titik
sounding dimana jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) besarnya tiga kali jarak
antar elektroda potensial. Oleh karena itu, jika jarak masing-masing potensial
terhadap titik sounding merupakan a, maka jarak masing-masing elektroda arus (C1
dan C2) terhadap titik sounding merupakan 3a dimana dengan jarak spasi elektroda
tersebut tidak berubah-ubah untuk setiap titik sounding yang diamati [19].
yang sensitif karena konfigurasi Wenner memiliki lebar spasi elektroda potensial
yang besar lalu memiliki kuat sinyal yang besar, sehingga baik digunakan di daerah
28
dengan noise yang tinggi. Kelemahannya ialah jika ingin mendapatkan tingkat
sensitivitas yang tinggi untuk daerah dekat permukaan, semua elektroda harus
[20]:
𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.4)
29
b. Konfigurasi Schlumberger
Dalam konfigurasi Schlumberger dua buah elektroda arus (C1 dan C2) dan
dua buah elektroda potensial (P1 dan P2) disusun membentuk satu garis lurus
dengan jarak antar elektroda “n” kali jarak antar elektroda potensial. Keunggulan
dari konfigurasi ini, yaitu baik dalam investigasi secara vertikal dan horizontal,
memiliki jangkauan kedalaman dan resolusi yang lebih baik daridalam konfigurasi
dengan [20]:
𝐾 = 𝜋𝑛 (𝑛 + 1)𝑎 (2.5)
c. Konfigurasi Dipole-dipole
konfigurasi Schlumberger, tetapi dengan jarak antara elektroda arus (C1 dan C2)
dan elektroda potensial (P1 dan P2) yaitu “n” kali antara kedua elektroda yang sama
memiliki resolusi yang baik dalam pemetaan horizontal dan memilki cakupan data
kekurangan, yaitu kuat sinyal akan berkurang seiring bertambahnya jarak antara
dengan [20]:
d. Konfigurasi Pole-dipole
sehingga anomali resistivitas semu dalam pseudosection konfigurasi ini juga tidak
Pole-dipole elektroda arus kedua (C2) diletakkan jauh dari elektroda lainnya, yaitu
jarak minimumnya sebesar 5 kali jarak elektroda arus pertama (C1) ke elektroda
potensial pertama (P1) [23]. Konfigurasi ini cocok untuk survei dengan jumlah
elektroda yang terbatas. Keunggulan dari konfigurasi Pole-dipole, yaitu baik dalam
konfigurasi ini memiliki kuat sinyal yang lebih rendah tetapi tidak lebih rendah dari
[20]:
e. Konfigurasi Pole-pole
Dalam konfigurasi ini, elektroda arus kedua (C2) dan elektroda potensial
kedua (P2) harus diletakkan dengan jarak sebesar lebih dari 20 kali jarak
maksimum (tak hingga) antara elektroda arus pertama (C1) dan elektroda potensial
pertama (P1) yang digunakan saat survei. Konfigurasi ini cocok digunakan jika
survei menggunakan jarak spasi elektroda yang pendek dan membutuhkan cakupan
dengan [20]:
𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.8)
35
beda. Hal ini disebabkan karena letak elektroda arus dan elektroda potensial
Karakteristik
Sensitivitas Sensitivitas
Konfigurasi dalam dalam Cakupan data Kuat
Kedalaman
cakupan cakupan horizontal sinyal
horizontal vertikal
Wenner ++++ + + + ++++
Schlumberger ++ ++ ++ ++ +++
Dipole-dipole + ++++ +++ +++ +
Pole-dipole ++ + +++ +++ ++
Pole-pole ++ ++ ++++ ++++ ++++
Keterangan: jumlah tanda “+” menandakan buruk (+) sampai baik (++++)
2.5 Batuan
dipahami, karena membantu dalam interpretasi data. Penyusun utama dari bumi ini
ialah batuan. Batuan merupakan kumpulan dari satu atau beberapa mineral dan
memadat. Terdapat berbagai macam jenis batuan yang terdapat di sekitar. Berdasarkan
36
Menurut para ahli geologi yang melakukan berbagai penelitian terhadap batuan-
batuan ini dapat diketahui bahwa antara ketiga batuan tersebut memiliki keterikatan
satu sama lain dengan batuan beku yang terlebih dahulu ada. Berdasarkan sejarah
pembentukan bumi diketahui bahwa pada awal terbentuknya bumi, bagian luar bumi
terdiri dari batuan beku. Karena adanya proses-proses yang terdapat di bumi, maka
proses perubahan batuan ini disebut dengan nama “daur batuan” [26].
Batuan beku merupakan batuan yang dihasilkan dari magma yang mendingin
dan memadat. Terbentuknya batuan beku dapat dengan atau tanpa adanya proses
kristalisasi yang dapat terjadi di atas permukaan maupun di bawah permukaan kerak
bumi. Dalam pembentukkan batuan beku magma berasal dari batuan yang tidak cair
sepenuhnya atau bisa juga berasal dari batuan yang terdapat di mantel bumi dan kerak
bumi. Terdapat beberapa proses yang menyebabkan lelehan, yaitu tekanan yang
menurun, temperature yang naik, atau adanya komposisi yang berubah. Dari beberapa
proses tersebut, biasanya hanya salah satu dari proses tersebut yang menyebabkan
pelelehan [26].
Batuan beku dapat dibagi dua berdasarkan tempat pembekuannya, yaitu batuan
beku ekstrusif dimana tempat pembekuannya terjadi di atas permukaan kerak bumi dan
batuan beku instrusif dimana tempat pembekuannya terjadi di bawah permukaan kerak
bumi. Berdasarkan 700 tipe batuan beku yang berhasil diteliti, diketahui mayoritas
merupakan batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan kerak bumi [26].
38
yaitu sedimen yang diendapkan dengan air, angin, gletser, serta dipengaruhi oleh gaya
gravitasi. Jenis dari batuan sedimen dipengaruhi oleh kondisi geologi dari daerah asal
Berbeda dengan batuan sedimen klastik yang terbentuk melalui proses secara
mekanik, batuan sedimen non-klastik terbentuk dengan proses kimiawi. Selain itu,
batuan sedimen non-klastik ini juga dapat berasal dari organisme yang telah mati
dan batu bara yang berasal dari sisa tanaman yang telah terubah. Jenis yang
metamorfosa batuan asal, yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan yang
40
200°C dan dengan tekanan yang berada di atas 300 Mpa atau sama besar dengan 3000
atm. Umumnya batuan yang dapat mengalami tekanan 300 Mpa dan temperatur sebesar
200°C letaknya berada di kedalaman tertentu dan kebanyakan berkaitan dengan proses
dikarenakan batuan merupakan salah satu medium yang dapat menghantarkan arus
listrik. Kemampuan suatu batuan dalam menghantarkan arus listrik dinyatakan dalam
besar resistivitas batuan tersebut. Jika besar besar resistivitas suatu batuan semakin
besar maka akan semakin sukar batuan tersebut untuk dapat meghantarkan arus listrik
dan jika besar besar resistivitas semakin kecil maka semakin mudah batuan tersebut
berdasarkan besar resistivitasnya, yaitu konduktor baik (10 -6 < ρ < 1 Ωm), konduktor
sedang (1 < ρ <107 Ωm), dan isolator (ρ > 107 Ωm) [27].
Karakteristik batuan dalam hal menghantarkan arus listrik ini merupakan sifat
kelistrikan batuan. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi sifat kelistrikan
batuan, yaitu porositas batuan, permeabilitas batuan, temperatur batuan, tekstur batuan,
kandungan mineral logam dan non logam, kandungan air garam, dan kandungan
Aliran arus listrik dalam batuan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu konduksi
batuan tersebut. Sifat-sifat dari batuan tersebut sendiri dapat mempengaruhi aliran
Terdapat banyak batuan yang bukan merupakan konduktor yang baik serta
elektrolitik karena batuan memiliki sifat porus, yaitu mempunyai pori-pori dalam
jumlah yang banyak dan dapat memuat fluida seperti air. Oleh karena itu, konduksi
arus listrik dapat terjadi karena adanya ion-ion elektrolitik yang terdapat dalam air.
resistivitas batuan porus, yaitu jika kandungan air dalam batuan besar maka
elektron atau bisa jadi tidak memiliki elektron bebas sama sekali. Kondisi ini
medan listrik luar dapat mempengaruhi elektron dalam batuan yaitu membuat
elektron dalam batuan pindah lalu berkumpul dan terpisah dari inti yang
Bahan pencemar (limbah) memiliki besar resistivitas yang rendah, oleh karena
itu fluida limbah merupakan konduktor. Fluida limbah memiliki sifat konduktif (dapat
menghantarkan listrik) karena fluida limbah mengandung zat-zat logam yang bersifat
konduktif. Logam-logam yang terdapat dalam fluida limbah, yaitu diantaranya Mangan
(Mn), Seng (Zn), Alumunium (Al), Nitrogen (N), dan Magnesium (Mg) [18]. Dalam
43
menyebabkan perubahan material bawah permukaan yang tercemar oleh fluida limbah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan merupakan data sekunder (raw data) geolistrik resistivitas
dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana
Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Proses pengolahan data sekunder
44
45
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.
b. Laptop
c. Notepad
d. Res2Dinv 3.53
e. Voxler 4
digunakan karena dapat memetakan secara asli daerah penelitian dan mudah
untuk diakses.
h. ArcMap 10.8
yaitu peta geologi regional daerah penelitian dan peta lokasi penelitian.
47
ArcMap digunakan karena memiliki fitur yang lengkap dan mudah untuk
membuat peta.
Res2Dinv yaitu dilakukan penyusunan raw data pada Notepad yang kemudian akan
diinput ke pada Res2Dinv. Ketentuan penyusunan raw data pada Notepad disajikan
Gambar 22. Susunan Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan) pada
Notepad
48
Baris 5: lokasi x titik datum (0 jika letak elektroda pertama diketahui dan 1 jika titik
tengah diketahui).
Baris 6: jenis data (0 untuk resistivitas dan 1 untuk polarisasi terinduksi (IP).
penelitian yang nantinya akan digunakan dalam investigasi pencemaran fluida limbah
elektroda satu dengan yang lainnya sama besar. Konfigurasi Wenner digunakan karena,
konfigurasi Wenner baik dalam investigasi bawah permukaan yang dangkal sehingga
pada penggunaan konfigurasi Wenner ini data yang diihasilkan pada bawah permukaan
elektroda lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner
untuk identifikasi penyebaran pencemaran oleh fluida limbah yang dangkal yang
sebesar 0.5 m. Jarak antar lintasan penelitian, yaitu lintasan 1 dengan lintasan 2 dan
Tahapan pengolahan data pada Res2Dinv yaitu diawali dengan menginput file
data dengan format .dat yang nantinya jika berhasil akan muncul informasi-informasi
yang terdapat pada data, yaitu jarak antar elektroda, konfigurasi yang digunakan,
pengukuran. Selanjutnya dilakukan proses inversi data dimana pada Res2Dinv ini
Voxler, yaitu untuk mengetahui potensi kemenerusan pencemaran yang tidak diketahui
pada Res2Dinv. Pada Voxler data diinput dengan format .dat. Data yang digunakan
51
pada Voxler merupakan data hasil inversi pada Res2Dinv yang disimpan dengan
format .xyz yang selanjutnya disusun pada Notepad dan disimpan dengan format .dat.
Gambar 25. Susunan Data pada Notepad untuk Permodelan Penampang 3D di Voxler
X: lokasi elektroda.
Y: lokasi lintasan (pada LINE 1 bernilai 0 karena lokasi diukur dari LINE 1 dan LINE
Z: kedalaman.
52
id: keterangan lintasan (LINE 1 merupakan lintasan 1 dan LINE 2 merupakan lintasan
2).
Alur tahapan penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram alir berikut ini.
Data yang digunakan penelitian merupakan data sekunder (raw data) geolistrik
resistivitas yang didapatkan dari Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB),
54
55
sepanjang 24 m dengan jarak spasi elektroda sebesar 0.5 m. Data lokasi pengukuran
data geolistrik resistivitas diplot ke dalam Google Earth Pro sehingga lintasan
penelitian dapat dipetakan. Pada Gambar 28, lintasan pengukuran terlihat tidak terletak
pada tanah kosong atau area kosong, yaitu dikarenakan map Google Earth Pro yang
digunakan merupakan data citra terbaru 2021 sehingga terdapat perbedaan dengan
permodelan penampang 2D. Data geolistrik hasil pengukuran yang terdapat pada
56
Notepad, yaitu yang berupa resistivitas semu dan topografi diinput ke pada Res2Dinv
dengan format .dat. Pada Res2Dinv data geolistrik hasil pengukuran diinput dengan
memilih menu read data file. Setelah proses read data file selesai akan terlihat
yang digunakan, panjang lintasan pengukuran, total elektroda yang digunakan, dan
kedalaman pengukuran.
Untuk memilih jumlah iterasi dalam proses inversi diatur pada menu change
settings dan memilih number of iterations. Selanjutnya pada menu inversion untuk
melihat sebaran data geolistrik hasil pengukuran dapat dilihat pada menu display model
permodelan penampang 2D. Untuk memasukan data topografi dapat dilakukan pada
menu display selanjutnya memilih show inversion results. Selanjutnya akan tampil tab
baru, lalu pada menu display sections memilih include topography in model display.
yang terdapat di bawah permukaan daerah penelitian dengan melihat keterangan besar
resistivitas yang terdapat pada hasil permodelan dan dicocokkan dengan warna-warna
daerah penelitian. Untuk mengetahui adanya anomali dari material yang menandakan
pencemaran oleh fluida limbah, digunakan acuan beberapa penelitian terdahulu yang
sudah berhasil memetakan pencemaran yang disebabkan oleh fluida limbah. Untuk
menggunakan software Voxler dengan menggunakan data hasil inversi tiap lintasan
dari Res2Dinv yang disimpan dengan format .xyz. Data yang berbentuk .xyz disusun
dan disimpan pada Notepad dengan format .dat untuk dilakukan permodelan 3D
menggunakan Voxler.
58
kasai, alluvium, dan endapan rawa. Titik penelitian memiliki litologi penyusun formasi
kasai (QTk), yaitu yang meliputi batupasir tufan, batupasir kuarsa, batulempung tufan,
Suhendra (2005), Sri dkk (2007), Rahmatun dkk (2019), besar resistivitas material
yang tercemar oleh limbah rendah. Menurut Suhendra (2005) material yang tercemar
59
oleh limbah rentang resistivitasnya 2.09-4.36 Ω𝑚. Menurut Sri dkk (2007) material
yang tercemar oleh limbah rentang resistivitasnya 0.29-3 Ω𝑚. Menurut Rahmatun dkk
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi diolah dengan menggunakan Res2Dinv untuk
diketahui dengan melihat besar besar resistivitas material bawah permukaan yang
dihasilkan pada permodelan penampang 2D, yaitu daerah yang mengalami pencemaran
4.2.1 Lintasan 1
diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 1 yaitu berkisar dari 0.49-781.33 Ωm.
Dalam proses inversi lintasan 1 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar
berelingan dengan rentang besar resistivitas ±1.5-264 Ωm, yaitu pada jarak lintasan
1.5-16 m di kedalaman 0-5 m, jarak lintasan 16-32 m di kedalaman 0-5.5 m, dan jarak
lintasan 32-44.5 m di kedalaman 0-5 m. Pada lapisan ini, terdapat material dengan besar
resistivitas yang rendah yang menandakan adanya anomali, yaitu pada jarak lintasan
15.5 m di kedalaman 0.5-1 m dan jarak 19-21 m di kedalaman 1-1.5 m. Material dengan
besar resistivitas rendah ini diduga tercemar oleh fluida limbah, yaitu dengan besar
resistivitas sebesar ±0.61 Ωm. Selain itu, di lintasan 1 juga diidentifikasi terdapat
akuifer dangkal, yaitu pada jarak lintasan 16.5-30 m di kedalaman 5 m dengan besar
4.2.2 Lintasan 2
diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 2 yaitu berkisar dari 0.56-1680.6 Ωm.
Dalam proses inversi lintasan 2 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar
berelingan dengan rentang besar resistivitas ±11.9-517 Ωm, yaitu pada jarak lintasan
1.5-16 m di kedalaman 0-3 m, jarak lintasan 16-32 m di kedalaman 0-8 m, dan jarak
lintasan 32-44.5 m di kedalaman 0-5 m. Pada lapisan ini, terdapat material dengan
besar resistivitas yang rendah yang menandakan adanya anomali, yaitu pada jarak
m. Material dengan besar resistivitas rendah ini diduga tercemar oleh fluida limbah,
yaitu dengan besar resistivitas sebesar ±0.71 Ωm. Pada lapisan yang tercemar ini,
diduga limbah mencemari lapisan akuifer dangkal yang berada pada jarak lintasan 16-
dangkal, yaitu pada jarak lintasan 30.5-34.5 m di kedalaman 2.5 dengan besar
4.2.3 Lintasan 3
dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 0.5 m. Di
64
diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 3 yaitu berkisar dari 0.58-202.56 Ωm.
Dalam proses inversi lintasan 3 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar
berselingan dengan rentang besar resistivitas ±2.7-85.6 Ωm, yaitu pada jarak lintasan
0.75-8 m di kedalaman 0-2 m, jarak lintasan 8-16 m di kedalaman 0-2.5 m, dan jarak
terdapat akuifer dangkal, yaitu pada jarak lintasan di kedalaman 2 m dengan besar
4.2.4 Lintasan 4
dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 0.5 m. Di
diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 4 yaitu berkisar dari 0.04-4318.6 Ωm.
Dalam proses inversi lintasan 4 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar
dengan rentang besar resistivitas ±3.5-791 Ωm, yaitu pada jarak lintasan 0.75-8 m di
kedalaman 0-3 m, jarak lintasan 8-16 m di kedalaman 0-5.5 m, dan jarak lintasan 16-
resistivitas yang rendah yang menandakan adanya anomali, yaitu pada jarak lintasan 3-
5.5 m di kedalaman 1-2.5 m dan jarak lintasan 8-17 m di kedalaman 1-3.5 m. Material
dengan besar resistivitas rendah ini diduga tercemar oleh fluida limbah, yaitu dengan
4.2.5 Lintasan 5
dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 0.5 m. Di
diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 5 yaitu berkisar dari 0.5-641.24 Ωm.
Dalam proses inversi lintasan 5 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar
berelingan dengan rentang besar resistivitas ±1.4-224 Ωm, yaitu pada jarak lintasan
0.75-8 m di kedalaman 0-3.5 m, jarak lintasan 8-16 m di kedalaman 0-3.5 m, dan jarak
terdapat akuifer dangkal, yaitu pada jarak lintasan 9-14.5 m di kedalaman 1.25-3.75 m
Data hasil inversi pada Res2Dinv disimpan dalam bentuk .xyz untuk dilakukan
penampang 3D antara 2 lintasan, yaitu Lintasan 1 dan Lintasan 2 lalu Lintasan 3 dan
47 m dan jarak antara lintasan 1 dan lintasan 2 memiliki jarak 20 m. Pada gabungan
lintasan 1 dan lintasan 2 diketahui besar resistivitasnya berada dengan rentang besar
besar 0-100 Ωm dimana untuk material dengan resistivitas > 100 Ωm akan ditandai
dengan warna ungu. Pada permodelan penampang 3D juga dapat diketahui volume dari
penampang 3D, daerah dengan indikasi tercemar ditandai dengan warna biru tua dan
72
besar resistitas yang rendah, yaitu untuk gabungan lintasan 1 dan lintasan 2 dengan
Gambar 42. Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 Dilihat dari Tampilan Masing-masing
Penampang
masing lintasan.
73
dilihat dari lokasi dan pola pencemaran pada masing-masing lintasan, tetapi dari
didaerah antara lintasan 1 dan lintasan 2. Hal ini, dikarenakan pengolahan data pada
daerah diantara lintasan 1 dan lintasan 2 dilakukan hanya dengan perkiraan oleh
software, sehingga permodelan yang dihasilkan kurang akurat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengambilan data pada daerah antara lintasan 1 dan lintasan 2 untuk
kemenerusan pencemaran.
24 m dan jarak antara Lintasan 3 dan Lintasan 4 memiliki jarak 20 m. Pada gabungan
lintasan 3 dan lintasan 4 diketahui besar resistivitasnya berada dengan rentang besar
besar 0-100 Ωm dimana untuk material dengan resistivitas > 100 Ωm akan ditandai
dengan warna ungu. Pada permodelan penampang 3D juga dapat diketahui volume dari
penampang 3D, daerah dengan indikasi tercemar ditandai dengan warna biru tua dan
75
besar resistivitas yang rendah, yaitu untuk gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 dengan
Gambar 45. Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 Dilihat dari Tampilan Masing-masing
Penampang
pencemaran yang ditandai dengan besar resistivitas rendah atau bagian berwarna biru
76
tua di antara kedua lintasan. Indikasi kemenerusan pencemaran oleh fluida limbah
terdapat di lintasan 4.
Kemenerusan
Lintasan Keterangan
Pencemaran
Diduga terdapat kemenerusan,
tetapi tidak terlihat pada hasil
permodelan penampang 3D.
1 dan 2 Kemungkinan ada Perlu dilakukan penelitian lebih
untuk mengetahui kemenerusan
pencemaran antara lintasan 1
dan lintasan 2
Kemenerusan pencemaran
terdapat di jarak0-8 m dari
3 dan 4 Ada lintasan 4 ke arah lintasan 3
pada jarak lintasan ±12-14.5 m
dan kedalaman ±2-3.5 m
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
tercemar. Diyakini material ini tercemar oleh fluida limbah karena memiliki
78
79
yaitu di jarak0-8 m ke arah Timur dari lintasan 4 menuju lintasan 3 pada jarak
5.2 Saran
besar dan dengan lintasan yang lebih banyak supaya dapat mengetahui secara
pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
81
82
[13] D. S. Parasnis, Principles of Applied Geophysics, 4th ed. New York: Chapman
and Hall, 1986.
[14] I Nengah Simpen, “Modul Praktikum Metoda Geolistrik,” 2015.
[15] W. M. Telford, L. P. Geldart, and R. E. Sheriff, Applied Geophysics, 2nd ed.
Cambridge: Cambridge University Press, 1990.
[16] Suhendra, “Pencitraan Konduktivitas Bawah Permukaan dan Aplikasinya untuk
Identifikasi Penyebaran Limbah Cair Dengan Menggunakan Metode Geolistrik
Tahanan Jenis 2 D,” GRADIEN J. Ilm. MIPA, vol. 2, no. 1, pp. 105–108, 2006,
[Online]. Available:
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/gradien/article/view/160.
[17] S. Wahyono and N. Sari, “Penentuan Kontaminasi Limbah Cair dengan Metode
Geolistrik,” J. Sains MIPA Univ., vol. 13, no. 3, pp. 183–189, 2007, [Online].
Available: http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/sains/article/view/155.
[18] R. Inayah et al., “Identification of Soil Contamination using VLF-EM and
Resistivity Methods: A Case Study,” IPTEK J. Technol. Sci., vol. 30, no. 1, p.
15, 2019, doi: 10.12962/j20882033.v30i1.5004.
[19] Agusalim, “Aplikasi Metode Resistivtas Konfigurasi Wenner Untuk
Menafsirkan Penyebaran Batuan Situs Purbakala Canpada Gambar Wetan
Kabupaten Blitar,” Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2015.
[20] M.H.Loke, Electrical imaging surveys for environmental and engineering
studies. 2000.
[21] A. T. Batayneh, “2D Electrical Imaging of an LNAPL Contamination, Al
Amiriyya Fuel Station, Jordan,” J. Appl. Sci., vol. 5, no. 1, pp. 52–59, 2005, doi:
10.3923/jas.2005.52.59.
[22] O. Cyril.C, “Sensitivity and Resolution Capacity of Electrode Configurations,”
Int. J. Geophys., 2013, doi: http://dx.doi.org/10.1155/2013/608037.
[23] Modul 5 Desain Survei Geolistrik Untuk Airtanah. Bandung: Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi Badan Pengembangan Sumber
Daya Alam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019.
[24] A. A. Bery, R. Saad, I. N. E. Hidayah, I. N. Azwin, and M. Saidin,
“Enhancement in resistivity resolution based on the data sets amalgamation
technique at Bukit Bunuh, Perak, Malaysia,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci.,
vol. 23, no. 1, 2015, doi: 10.1088/1755-1315/23/1/012009.
[25] A. I. Riwayat, M. A. Ahmad Nazri, and M. H. Zainal Abidin, “Application of
83
Lintasan 1
84
85
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 29
5 29
10 29
15 29
94
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
20 29
25 29
30 29
35 29
40 29
47 29
Lintasan 2
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 1 29.21
1 1 31.49
2 1 24.45
3 1 29.14
4 1 35.42
5 1 33.27
6 1 42.83
7 1 33.83
8 1 322.88
9 1 21.93
10 1 268.5
11 1 95.42
12 1 90.19
13 1 85.11
14 1 119.23
15 1 108.67
16 1 148.88
17 1 96.01
18 1 109.82
19 1 84.66
20 1 84.35
21 1 65.93
22 1 104.5
23 1 74
95
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 29
5 29
10 29
15 29
20 29
25 29
30 29
35 29
40 29
47 29
Lintasan 3
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 0.5 7.46
0.5 0.5 7.05
1 0.5 7.08
1.5 0.5 6.47
2 0.5 6.62
105
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 29
5 29
10 29
15 29
20 29
25 29
30 29
35 29
40 29
47 29
Lintasan 4
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 0.5 12
0.5 0.5 13.82
1 0.5 10.72
1.5 0.5 10.16
2 0.5 10.69
2.5 0.5 10.32
3 0.5 10.43
3.5 0.5 14.38
4 0.5 14.17
4.5 0.5 17.76
5 0.5 14.64
5.5 0.5 14.79
6 0.5 14.23
6.5 0.5 13.62
7 0.5 15.1
7.5 0.5 13.77
10 0.5 51.66
10.5 0.5 14.7
11 0.5 30.39
11.5 0.5 33.64
116
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 50
2 50
4 50
6 50
8 50
10 50
124
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
12 50
14 50
16 50
18 50
20 50
22 50
24 50
Lintasan 5
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
2 0.5 28.63
2.5 0.5 29.9
3 0.5 30.22
3.5 0.5 28.64
4 0.5 33.49
4.5 0.5 30.89
5 0.5 33.05
5.5 0.5 36.72
6 0.5 40.51
6.5 0.5 33.22
7 0.5 40.61
7.5 0.5 35.03
8 0.5 31.06
8.5 0.5 37.78
9 0.5 37.21
9.5 0.5 38.4
10 0.5 33.73
10.5 0.5 40.65
11 0.5 33.27
11.5 0.5 40.91
12 0.5 37.03
12.5 0.5 40.19
13 0.5 38.88
125
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 61
2 61
4 61
134
Data topografi
Elektroda Topografi (m)
6 61
8 61
10 61
12 61
14 61
16 61
18 61
20 61
22 61
24 61