Anda di halaman 1dari 147

IDENTIFIKASI POTENSI PENCEMARAN FLUIDA LIMBAH

DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN TEBING


TINGGI, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

SKRIPSI

SALSABILA OCTARA SUMARYANTO


NIM. 11170970000019

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

IDENTIFIKASI POTENSI PENCEMARAN FLUIDA LIMBAH


DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN TEBING
TINGGI, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)

SALSABILA OCTARA SUMARYANTO


NIM. 11170970000019

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Biaunik Niski Kumila, M.S Nur Hidayat, S.T, M.Si


NIP. 19910513 201903 2 011 NIP. 19701111 199603 1 003

Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika

Tati Zera, M.Si


NIP. 19690608 200501 2 002

i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul Identifikasi Potensi Pencemaran Fluida Limbah dengan


Metode Geolistrik di Kecamatan Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi
yang telah disusun oleh Salsabila Octara Sumaryanto dengan NIM 11170970000019
telah diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 Juni 2021.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
(S.Si) pada Program Studi Fisika.

Jakarta, 30 Juni 2021

Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,

Dr. Sutrisno, Dipl.Seis Muhammad Nafian, M.Si


NIP. 19590202 198203 1 005 NIP. 19850711 202012 1 002

Pembimbing I Pembimbing II

Biaunik Niski Kumila, M.S Nur Hidayat, S.T, M.Si


NIP. 19910513 201903 2 011 NIP. 19701111 199603 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Sains dan Teknologi

Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D Tati Zera, M.Si


NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19690608 200501 2 002

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Salsabila Octara Sumaryanto
NIM : 11170970000019

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Identifikasi Potensi


Pencemaran Fluida Limbah dengan Metode Geolistrik di Kecamatan Tebing
Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi adalah benar merupakan karya saya sendiri
dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada
dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 30 Juni 2021

Salsabila Octara Sumaryanto


NIM. 11170970000019

iii
ABSTRAK

Di daerah penelitian Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,


Provinsi Jambi, terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam industri
manufaktur, pertanian, dan perkebunan. Perusahaan ini menggunakan sungai
Pengabuan sebagai jalur transportasinya. Oleh karena itu, daerah penelitian berpotensi
tercemar oleh fluida limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Pada penelitian
ini digunakan metode geolistrik resistivitas karena baik digunakan dalam
mengidentifikasi potensi pencemaran di bawah permukaan. Konfigurasi Wenner
digunakan dalam penelitian karena baik dalam penelitian dengan permukaan yang
dangkal, sehingga baik dalam identifikasi pencemaran dangkal. Pengolahan data
dilakukan dengan proses inversi menggunakan software Res2Dinv untuk mendapatkan
permodelan 2D dan Voxler untuk mendapatkan permodelan 3D. Berdasarkan
penampang 2D diidentifikasi pencemaran terdapat di lintasan 1, 2, dan 4 dengan
rentang besar resistivitas ±0.059-2 Ωm. Selain itu, di daerah penelitian diidentifikasi
terdapat perselingan batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, batupasir, dan
akuifer dangkal. Berdasarkan permodelan 3D diidentifikasi terdapat potensi
kemenerusan pencemaran antara lintasan 3 dan lintasan 4 yaitu jarak 0-8 m ke arah
Timur dari lintasan 4 menuju lintasan 3.
Kata Kunci: Konfigurasi Wenner, Metode Geolistrik Resistivitas, Pencemaran,
Res2Dinv, Voxler

iv
ABSTRACT

In the research area of Tebing Tinggi Subdistrict, Tanjung Jabung Barat Regency,
Jambi Province, there are several companies engaged in the manufacturing,
agriculture, and plantation industries. This company uses the Pengabuan river for
transportation. Therefore, the research area has the potential to be contaminated by
the waste fluid produced by the company. In this research, the geoelectric resistivity
method was used because it is good for identifying potential contamination at the
subsurface. The Wenner configuration is used because it is good in research with
shallow surfaces, so it is good at identifying shallow contamination. Data processing
is done by inversion process using Res2Dinv software to get 2D modeling and Voxler
to get 3D modeling. Based on the 2D modeling, it is identified that the contamination
is on line 1, 2, and 4 with a range of resistivity ±0.059-2 Ωm. Also, in the research
area, it was identified that there were alternating tuffaceous claystone, claystone, tuffs,
sandstones, and shallow aquifers. Based on the 3D modeling, it is identified that there
is a potential continuity of contamination between line 3 and line 4, which is at a
distance of 0-8 m to the east from line 4 to line 3.
Keywords: Contamination, Geoelectric Resistivity Method, Res2Dinv, Voxler, Wenner
Configuration

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Identifikasi Potensi Pencemaran Fluida Limbah dengan Metode Geolistrik di
Kecamatan Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi” sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Penulis dalam pengerjaan skripsi ini mendapatkan banyak bantuan dan


dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan keluarga, Mama, Papa, beserta kedua Adik yang telah
menjadi alasan utama supaya penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini
serta yang selalu memberikan doa yang baik untuk penulis.
2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika yang membantu saat
dimulainya pelaksanaan penelitian skripsi ini.
3. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
Sekretasis Program Studi Fisika yang membantu dan memfalisitasi dalam
pelaksanaan dan tata cara kegiatan penyelesaian skripsi sampai kelulusan.
4. Bapak Dr. M. Ilyas, M.Sc selaku Direktur Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana
(PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PTRRB.
5. Ibu Biaunik Niski Kumila, M.S selaku Pembimbing I yang telah memberikan
pengetahuan, arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

vi
6. Bapak Nur Hidayat, S.T, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan
sangat banyak membantu dalam memberikan pengetahuan serta masukan kepada
penulis dalam penelitian skripsi ini.
7. Seluruh staff Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB) yang membantu
dan menerima penulis saat melakukan kegiatan di PTRRB.
8. Sahabat PAAN DA penulis, Anis, Nida, Putri, dan Rini yang selalu ada dan saling
memberikan dukungan, bantuan, masukan, dan semangat satu sama lain dalam
penyelasian skripsi ini.
9. Sahabat penulis, Aghni, Hana, Ririz, dan Syifa yang selalu ada memberikan
semangat, perhatian dan saling berbagi suka duka dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Teman-teman saat mengerjakan skripsi yang berkat kata-kata motivasi dan pesan-
pesannya sangat membantu serta membuat penulis semangat dalam penyelesaian
skripsi ini.
11. Teman-teman seangkatan Fisika 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan skripsi ini, tetapi dalam
pengerjaannya penulis sadar skripsi ini belum sempurna dan masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan sangat menerima jika terdapat masukan,
saran, dan kritik yang membangun dalam skripsi ini yang dapat disampaikan melalui
e-mail penulis, octarasalsabila@gmail.com. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 30 Juni 2021


Penulis,

Salsabila Octara Sumaryanto


NIM. 11170970000019

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pembatasan masalah 4
1.3 Rumusan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Sistematika Penulisan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Kondisi Wilayah Daerah Penelitian 8
2.2 Pencemaran Limbah 11
2.3 Metode Geofisika 15
2.4 Metode Geolistrik 18
2.4.1 Metode Resistivitas (Resistivity) 19
2.4.2 Konfigurasi Elektroda 26
2.5 Batuan 35
2.5.1 Batuan Beku (Igneus rock) 37
2.5.2 Batuan Sedimen (Sedimentary rock) 38
2.5.3 Batuan Metamorf (Metamorphic rock) 39
2.6 Sifat Kelistrikan Batuan 41

viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 44
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 44
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 45
3.3 Pengolahan Data 47
3.4 Tahapan Penelitian 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 54
4.1 Analisa Data Geolistrik 54
4.2 Hasil Permodelan Penampang 2D 59
4.2.1 Lintasan 1 59
4.2.2 Lintasan 2 61
4.2.3 Lintasan 3 63
4.2.4 Lintasan 4 65
4.2.5 Lintasan 5 67
4.3 Hasil Permodelan Penampang 3D 70
4.3.1 Lintasan 1 dan Lintasan 2 71
4.3.2 Lintasan 3 dan Lintasan 4 74
BAB V PENUTUP 78
5.1 Kesimpulan 78
5.2 Saran 79
DAFTAR PUSTAKA 81
LAMPIRAN 84

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Batas Administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat 9


Gambar 2. Peta Geologi Regional Kecamatan Tebing Tinggi 10
Gambar 3. Limbah Cair Hasil Kegiatan Industri 14
Gambar 4. Definisi Resistivitas yang Diasumsikan dengan Silinder Konduktor 20
Gambar 5. Lokasi Sumber Arus di permukaan Sebuah Medium yang Homogen 21
Gambar 6. Ilustrasi Bumi yang Berlapis-lapis dengan Resistivitas Berbeda 22
Gambar 7. Susunan Konfigurasi Wenner 27
Gambar 8. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Wenner 28
Gambar 9. Susunan Konfigurasi Schlumberger 29
Gambar 10. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Schlumberger 30
Gambar 11. Susunan Konfigurasi Dipole-dipole 31
Gambar 12. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole 31
Gambar 13. Susunan Konfigurasi Pole-dipole 32
Gambar 14. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-dipole 33
Gambar 15. Susunan Konfigurasi Pole-pole 34
Gambar 16. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-pole 34
Gambar 17. Daur Batuan 36
Gambar 18. Beberapa Jenis Batuan Beku 38
Gambar 19. Beberapa Jenis Batuan Sedimen 39
Gambar 20. Beberapa Jenis Batuan Metamorf 40
Gambar 21. Peta Lokasi Penelitian 44
Gambar 22. Susunan Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan) pada
Notepad 47
Gambar 23. Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan 50
Gambar 24. Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan dengan Topografi
50
Gambar 25. Susunan Data pada Notepad untuk Permodelan Penampang 3D di
Voxler 51
Gambar 26. Hasil Permodelan 3D pada Voxler 52
Gambar 27. Diagram Alir Penelitian 53
Gambar 28. Lokasi Lintasan Penelitian 54
Gambar 29. Sebaran Data Geolistrik Hasil Pengukuran 56
Gambar 30. Kalibrasi-kalibrasi Sebagai Acuan Interpretasi 58
Gambar 31. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 59

x
Gambar 32. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 Beserta Interpretasi 61
Gambar 33. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2 61
Gambar 34. Hasil Penampang Permodelan 2D Lintasan 2 Beserta Interpretasi 63
Gambar 35. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 63
Gambar 36. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 Beserta Interpretasi 65
Gambar 37. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 65
Gambar 38. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 Beserta Interpretasi 67
Gambar 39. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 67
Gambar 40. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 Beserta Interpretasi 69
Gambar 41. Permodelan Penampang 3D Lintasan 1 dan Lintasan 2 71
Gambar 42. Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 Dilihat dari Tampilan Masing-
masing Penampang 72
Gambar 43. Interpretasi Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 73
Gambar 44. Permodelan Penampang 3D Lintasan 3 dan Lintasan 4 74
Gambar 45. Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 Dilihat dari Tampilan Masing-
masing Penampang 75
Gambar 46. Interpretasi Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 76

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode-metode dalam Geofisika 16


Tabel 2. Aplikasi Survei Metode Geofisika 17
Tabel 3. Resistivitas Beberapa Batuan dan Mineral 25
Tabel 4. Perbedaan Konfigurasi-konfigurasi Elektroda dalam Metode Geolistrik 35
Tabel 5. Koordinat Lokasi Lintasan Penelitian 55
Tabel 6. Klasifikasi Material di Bawah Pemukaan Daerah Penelitian Berdasarkan
Permodelan Penampang 2D 69
Tabel 7. Hasil Interpretasi Potensi Kemenerusan Pencemaran Berdasarkan
Permodelan Penampang 3D 77

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia memiliki peranan penting dalam perubahan ekosistem. Dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia membutuhkan sumber daya alam yang ada

di lingkungan sekitar. Salah satu sumber daya alam utama yang dibutuhkan yaitu air.

Kebutuhan sumber daya alam semakin meningkat seiring bertambahnya populasi. Oleh

karena itu, timbul masalah-masalah tentang ketersediaan sumber daya alam

diantaranya yaitu masalah pembuangan limbah yang dapat mencemari air dan

lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam aktivitasnya, manusia menghasilkan suatu hasil

yang berupa buangan atau limbah.

Pencemaran air dapat terjadi jika zat-zat asing meresap ke dalam permukaan

tanah yang masuk melalui pori-pori tanah. Hal ini berakibat menyebabkan tanah

menjadi jenuh dan akan menimbulkan adanya gangguan pada air tanah. Zat-zat asing

ini dihasilkan karena adanya limbah industri, pertambangan, pertanian, rumah tangga,

dan lainnya. Pencemaran air ini umumnya disebabkan oleh zat-zat asing, diantaranya

sulfur, amonia, klorin, garam-garam logam berat, hidrogen sulfida, zat asam dan basa.

Di Kecamatan Tebing Tinggi terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam

bidang industri manufaktur, perkebunan, dan kehutanan. Dalam jalur transportasi,

perusahaan ini menggunakan sungai Pengabuan yang terletak dekat dengan lokasi

1
2

perusahaan sebagai salah satu jalur transportasi untuk mengangkut bahan baku industri

dan juga sebagai lintasan utama kapal-kapal yang mengangkut hasil produksi ke

berbagai daerah [1]. Karena lokasinya yang berdekatan, dikhawatirkan limbah-limbah

yang berasal dari perusahan ini bisa mencemari daerah disekitanya termasuk sungai

Pengabuan.

Dalam hal ini perlu dilakukan suatu investigasi untuk mengetahui adanya potensi

pencemaran oleh fluida limbah di bawah permukaan tanah. Beberapa metode yang

terdapat dalam geofisika dapat digunakan dalam survei untuk mengetahui pencemaran

fluida limbah yang terdapat di bawah permukaan suatu daerah. Pada dasarnya

geofisika menggunakan prinsip-prinsip fisika yang ada di bumi dalam surveinya.

Metode-metode tersebut, yaitu metode seismik (seismic), metode gravitasi

(gravitation), metode geomagnet (geomagnetic), metode geolistrik resistivitas

(resistivity), metode geolistrik polarisasi terinduksi (induced polarization), metode

geolistrik potensial diri (self-potential), metode elektromagnetik (electromagnetic),

dan metode GPR (Ground Penetrating Radar).

Metode geolistrik memanfaatkan sifat kelistrikan yang ada di bumi dan

bagaimana mendeteksinya di permukaan. Metode geolistrik resistivitas menggunakan

sumber arus yang diinjeksikan ke dalam tanah dengan melalui elektroda. Metode ini

memiliki beberapa konfigurasi elektroda dalam eksplorasinya. Untuk survei kondisi

bawah permukaan metode ini sering digunakan oleh para peneliti dikarenakan

memiliki keunggulan diantaranya, metode ini mempersingkat waktu dalam akuisisi dan

pengolahan data, metode ini tidak membutuhkan biaya yang besar dan merupakan
3

metode yang bersifat tidak merusak lingkungan. Pencemaran limbah di bawah

permukaan dapat diketahui dengan adanya anomali (gangguan) pada karakteristik

material yang ada di bawah permukaan. Dalam metode geolistrik resistivitas, diketahui

material bawah yang tercemar oleh limbah memiliki besar resistivitas yang rendah.

Selain dapat mengetahui persebaran pencemaran limbah di bawah permukaan,

metode geolistrik resistivitas juga dapat digunakan dalam studi awal dalam pembuatan

sumur pantau. Sumur pantau digunakan untuk memantau kondisi air tanah, sehingga

dapat diketahui jika terjadi pencemaran limbah di air tanah.

Metode geolistrik resistivitas ini sangat tepat untuk dijadikan sebagai studi awal

sehingga diketahui parameter-parameter dalam pembuatan sumur pantau. Beberapa

penelitian pada laboratorium maupun lapangan dengan menggunakan metode

geolistrik resistivitas telah dikaji untuk survei pencemaran oleh limbah, yaitu

diantanya oleh Suhendra (2005), Sri dkk (2007), Rahmatun dkk (2019). Suhendra

(2005) melakukan penelitian di laboratorium dengan menginjeksikan limbah ke dalam

tanah lempung, Sri dkk (2007) melakukan penelitian di wilayah Laboratorium Dasar

MIPA, Rahmatun dkk (2019) dalam penelitiannya melakukan penelitian di Desa yang

terletak di Mojokerto yang letaknya dikelilingi oleh beberapa perusahaan industri.

Dalam penelitian tersebut, mereka berhasil dalam memetakan pencemaran dengan

menggunakan metode geolistrik resistivitas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

digunakan metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Wenner untuk mengetahui

potensi pencemaran oleh fluida limbah yang ditandai dengan adanya anomali material

bawah permukaan di Kecamatan Tebing Tinggi.


4

1.2 Pembatasan masalah

Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian berlokasi di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung

Jabung Barat, Jambi.

2. Data yang digunakan merupakan data sekunder geolistrik yang berasal dari

Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT).

3. Dalam penelitian hanya digunakan metode geolistrik resistivitas dengan

konfigurasi Wenner di 5 lintasan penelitian. Interpretasi kondisi bawah

permukaan menggunakan software Res2Dinv dan Voxler dengan parameter

berupa besar resistivitas (Ωm) yang terindikasi pada batuan.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi bawah permukaan dan persebaran anomali resistivitas

material yang diduga tercemar oleh fluida limbah di daerah penelitian?

2. Bagaimana sebaran pencemaran fluida limbah di daerah penelitian

berdasarkan besar resistivitas material yang tercemar?

3. Bagaimana potensi kemenerusan pencemaran fluida limbah di daerah

penelitian?
5

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui kondisi bawah permukaan dan sebaran besar anomali resistivitas

material yang tercemar oleh fluida limbah di bawah permukaan daerah

penelitian.

2. Membuat permodelan penampang 2D bawah permukaan untuk mengetahui

sebaran anomali yang menandakan adanya pencemaran material di bawah

permukaan daerah penelitian.

3. Membuat permodelan penampang 3D bawah permukaan untuk mengetahui

potensi kemenerusan pencemaran oleh fluida limbah di daerah penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mampu memberikan informasi tentang sebaran pencemaran yang disebabkan

oleh fluida limbah di daerah penelitian.

2. Memberikan pengetahuan mengenai aplikasi metode geolistrik resistivitas

dalam mengetahui persebaran pencemaran oleh fluida limbah.

3. Dapat bermanfaat sebagai referensi awal dalam penelitian lanjutan.


6

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini diuraikan dalam lima bab.

BAB I PENDAHULUAN

Pada pendahuluan diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan Pustaka diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada metodologi penelitian diuraikan lokasi dan waktu penelitian, peralatan yang

digunakan dalam penelitian, tahapan yang dilakukan dalam penelitian, dan

bagaimana cara pengolahan data hasil pengukuran.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada hasil dan pembahasan diuraikan bagaimana hasil dari penelitian yang telah

dilakukan beserta analisa dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


7

BAB V PENUTUP

Pada penutup diuraikan kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian dan berisi

saran penelitian yang telah dilakukan untuk penelitian yang akan dilakukan

kedepannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Wilayah Daerah Penelitian

Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatra

tepatnya di bagian tengah Pulau Sumatra. Provinsi Jambi memilki 11 Kabupaten di

mana salah satunya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Letak dari Kabupaten

Tanjung Jabung Barat yaitu berada antara 0o 53’ – 01o 41’ Lintang Selatan dan antara

103o 23’ – 104o 21’ Bujur Timur. Secara geografis, Kabupaten Tanjung Jabung Barat

berbatasan dengan Provinsi Riau di sebelah Utara, Kabupaten Batanghari di sebelah

Selatan, Kabupaten Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur di sebelah

Timur, dan berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tebo di sebelah

Barat [2].

Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki wilayah seluas 5503.5 km2 yaitu

dengan persentase ± 26.68 % dari total luas wilayah Provinsi Jambi. Daerah penelitian

Kecamatan Tebing Tinggi terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kecamatan

Tebing Tinggi memiliki persentase 6.84% dari total luas Kabupaten Tanjung Jabung

Barat dengan luas wilayah yang seluas 342.89 km 2 [3]. Peta geografi Kabupaten

Tanjung Jabung Barat disajikan pada Gambar 1 dimana daerah dengan kotak merah

merupakan lokasi daerah penelitian.

8
9

Gambar 1. Peta Batas Administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat [4]

Topografi Kabupaten Tanjung Jabung Barat bervariasi yaitu 0-500 m di atas

permukaan laut dengan morfologi lahan yang semakin tinggi ke arah barat. Di dataran

yang rendah dengan ketinggian berkisar 0-25 m di atas permukaan laut, struktur dari

tanahnya didominasi oleh tanah gambut dan juga dipengaruhi oleh pasang surut air

laut. Topografi di daerah penelitian, yaitu Kecamatan Tebing Tinggi termasuk ke

dalam dataran sedang dengan ketinggian berkisar antara 25-500 m di atas permukan

laut [5].
10

Gambar 2. Peta Geologi Regional Kecamatan Tebing Tinggi

Berdasarkan geologi regionalnya, Kecamatan Tebing Tinggi diketahui memiliki

tiga formasi, yaitu:

1. Alluvium (Qa)

Litologi penyusun alluvium ini meliputi bongkah, kerakal, kerikil, pasir, dan

lumpur dengan sisa tumbuhan. Susunan alluvium ini berumur holosen.

2. Endapan Rawa (Qs)

Litologi penyusun endapan rawa ini meliputi lanau, lumpur, lempung, pasir dan

sisa tumbuhan. Endapan rawa ini berumur holosen.

3. Formasi Kasai (QTk)


11

Litologi penyusun formasi kasai ini meliputi batupasir tufan, batupasir kuarsa,

batulempung tufan, konglomerat aneka bahan, tuf, batupasir tufan kerikil-

kerakalan, kayu terkersikkan. Formasi ini berumur plistosen-pliosen.

2.2 Pencemaran Limbah

Pencemaran dapat terjadi karena adanya zat-zat asing yang masuk ke dalam

lingkungan dan menyebabkan perubahan di lingkungan. Zat-zat asing ini dapat berasal

dari limbah hasil eksploitasi sumberdaya alam ataupun berasal dari limbah perusahaan

industri, perusahaan manufaktur, perusahaan agro industri, maupun perumahan.

Dengan kata lain limbah ini merupakan bahan buangan dari hasil eksploitasi

sumberdaya alam yang dilakukan oleh manusia. Secara kimiawi, limbah dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu limbah yang terdiri dari bahan kimia organik dan

anorganik. Kualitas limbah dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya volume limbah,

kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Pengelolaan limbah

harus dilakukan dengan baik, karena dalam kuantitas tertentu limbah dapat

menyebabkan lingkungan menjadi tercemar serta membahayakan kesehatan mahluk

hidup [6].

Limbah yang berasal dari sumber limbah dapat berupa cairan, padatan, dan gas.

Sumber limbah disini merupakan tempat asal dimana limbah dihasilkan, yaitu seperti

kegiatan industri, rumah tangga, pertanian, peternakan, dan lainnya. Sumber limbah ini

dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sumber limbah langsung dan sumber limbah
12

tidak langsung. Sumber limbah langsung yaitu jika sumber limbah yang langsung

berasal dari sumbernya masuk ke suatu medium sebagai sumber dampak. Sumber

limbah langsung ini dapat berasal dari rumah tangga, peternakan, pertanian, kegiatan

industri, dan lainnya. Sedangkan sumber tidak langsung yaitu jika sumber limbah

masuk ke lingkungan dengan perantara medium seperti, air tanah, hujan, dan tanah [6].

Menurut Arief dalam [7], didasarkan oleh karakteristiknya limbah hasil industri

dapat digolongkan menjadi 4, yaitu sebagai berikut.

1. Limbah cair atau yang dikenal sebagai pencemar air. Pencemaran air biasanya

disebabkan oleh hasil buangan padat, buangan organik, dan buangan anorganik.

Contoh dari limbah cair, yaitu limbah yang berasal dari sabun untuk mencuci dan

pabrik tahu dan tempe.

2. Limbah padat. Limbah padat dapat berupa padatan, lumpur, bubur yang dihasilkan

dari kegiatan industri. Limbah padat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang

dapat didegradasi seperti sampah bahan organik dan yang tidak dapat didegradasi

seperti plastik, kaca, tekstil, dan potongan logam.

3. Limbah gas dan partikel. Limbah gas berasal dari buangan kegiatan yang

menghasilkan gas seperti limbah dari pabrik semen.

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Bahan berbahaya dan beracun (B3)

ini merupakan zat yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya dapat membuat

lingkungan tercemar sehingga dapat membahayakan lingkungan hidup dan

kelangsungan hidup mahluk hidup lainnya. Limbah ini dihasilkan dari kegiatan

yang menghasilkan bahan-bahan berbahaya dan beracun.


13

Dalam kegiatan industri, salah satu limbah yang umumnya dihasilkan yaitu

limbah cair. Limbah cair ini dapat dibagi berdasarkan sumber pencemarnya.

Berdasarkan sumbernya, limbah cair dapat berasal dari beberapa sumber pencemar

sebagai berikut [8].

1. Limbah cair industri, yaitu merupakan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan

industri.

2. Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari sisa-sisa air yang telah

digunakan oleh manusia seperti air bekas mandi, mencuci, memasak, menyiram

tanaman, dan lainnya. Selain itu, kegiatan dalam perkantoran, komersial, dan

kegiatan industri juga menghasilkan air limbah yang disalurkan ke dalam sistem

penyaluran air limbah.

3. Air limbah yang bercampur dengan air tanah, yaitu jika air hujan yang meresap ke

dalam tanah menjadi air tanah lalu membuat air tanah bertemu dan bercampur

dengan saluran air limbah yang menyebabkan air tanah menjadi tercemar.

Limbah cair akan sangat berdampak kepada lingkungan jika tidak dilakukan

pengelolaan dengan baik. Limbah cair yang dibuang ke sungai, danau, atau laut akan

merusak ekosistem dalam air dan berdampak terhadap lingkungan dikarenakan

semakin tingginya tingkat air yang tercemar akibat limbah cair ini. Limbah cair ini juga

berdampak kepada kondisi bawah tanah, yaitu jika limbah cair ini masuk ke dalam

tanah melalui pori-pori tanah, maka limbah akan menyebar dan mencemari susunan

bawah tanah tersebut.


14

Gambar 3. Limbah Cair Hasil Kegiatan Industri [9]

Limbah yang dibuang ke perairan dapat menyebabkan risiko lainnya seperti

sulitnya mendapatkan air bersih untuk kegiatan sehari-hari karena air tanah sudah

tercemar. Perubahan kualitas air ini dipengaruhi karena pencemaran limbah pada air

dapat mempengaruhi kehidupan organisme atau mahluk hidup yang berada di air, yaitu

limbah dapat mengakibatkan rendahnya kandungan oksigen terlarut, meningkatkan

tingkat keruhnya air yang dapat menyebabkan sinar matahari sulit masuk ke dalam air

dan lalu akan merubah kondisi substrat [10].


15

Pada pencemaran yang tidak terlihat seperti di bawah permukaan dapat dilakukan

investigasi dengan metode geofisika. Metode geofisika sangat efektif dilakukan dalam

mencegah adanya potensi lebih buruk lagi dari pencemaran, contohnya masyarakat

dapat keracunan karena air tanah yang tercemar oleh limbah. Hal semacam ini tentunya

sangat berbahaya karena dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Metode-metode

dalam geofisika dapat mengidentifikasi bagaimana pencemaran di bawah permukaan.

Selain itu, dalam pemantauan air tanah di bawah permukaan dapat dilakukan

pembuatan sumur pantau dimana metode eksplorasi geofisika dapat dilakukan untuk

mengetahui apa saja parameter-parameter yang dibutuhkan dalam pembuatan sumur

pantau.

2.3 Metode Geofisika

Disiplin geofisika mengaplikasikan prinsip fisika dalam eksplorasi bumi. Dalam

pengeksplorasian bagian dalam bumi, geofisika mengimplikasikan pengukuran yang

terdapat di permukaan atau dekat permukaan bumi yang terpengaruh akibat dari

distribusi sifat fisika yang terdapat di dalam bumi. Berdasarkan hasil analisa tersebut,

karakteristik bagian dalam bumi secara vertikal maupun horizontal dapat diketahui.

Bermacam-macam penyelidikan di seluruh bumi dapat dilakukan dengan

menggunakan metode geofisika. Dalam eksplorasi geofisika, dapat diketahui distribusi

karakteristik fisika di kedalaman yang dapat menggambarkan kondisi bawah

permukaan dengan dilakukannya pengukuran di wilayah yang dibatasi secara geografis

[11].
16

Terdapat metode lainnya dalam penyelidikan kondisi bawah permukaan, yaitu

dengan cara melakukan pengeboran. Dibandingkan dengan metode pengeboran,

metode geofisika lebih baik digunakan jika penelitian dilakukan untuk waktu yang

cepat karena metode geofisika dalam eksplorasinya tidak membutuhkan waktu banyak,

sedangkan metode pengeboran membutuhkan waktu yang sangat lama walaupun dalam

ketepatan penentuan material bawah permukaan lebih unggul metode pengeboran.

Selain itu, metode pengeboran membutuhkan biaya yang sangat besar dan hanya dapat

mengetahui persebaran material bawah permukaan di beberapa titik saja, sedangkan

dalam metode geofisika dapat diketahui persebaran material bawah permukaan secara

luas yang dapat dimodelkan menggunakan permodelan melalui software.

Tabel 1. Metode-metode dalam Geofisika [11]

Metode Geofisika Parameter yang dihitung Sifat fisika yang terlibat


Rapat massa dan
Waktu yang dibutuhkan modulus elastisitas yang
Seismik (Seismic) gelombang seismik refleksi menentukan kecepatan
atau refraksi rambat gelombang
seismik
Gravitasi Variasi spasial dari kuat
Rapat massa
(Gravitation) medan gravitasi bumi

Variasi spasial dari kuat Suseptibilitas magnetik


Magnetik (Magnetic)
medan geomagnetik dan remanen magnetik
Resistivitas
Resistivitas bumi Konduktivitas listrik
(Resistivity)
Polarisasi terinduksi Tegangan polarisasi atau
(Induced tahanan jenis (resistivitas) Kapasitansi listrik
polarization) tanah sebagai fungsi frekuensi
Potensial diri (Self-
Potensial listrik Konduktivitas listrik
potential)
17

Metode Geofisika Parameter yang dihitung Sifat fisika yang terlibat


Elektromagnetik Tanggapan kepada radiasi Konduktivitas dan
(Electromagnetic) elektromagnetik induksi listrik
Ground Penetrating Waktu yang dibutuhkan dari
Konstanta dielektrik
Radar (GPR) pulsa radar yang terpantulkan

Metode geofisika dapat dibedakan menjadi 2, yaitu metode geofisika pasif dan

metode geofisika aktif. Metode pasif bekerja dengan cara mendeteksi karakteristik-

karakteristik bumi berdasarkan medan alaminya, yaitu seperti medan magnet dan

gravitasi. Metode geofisika aktif melibatkan sinyal buatan yang dialirkan melalui

permukaan tanah dimana sinyal tersebut akan diubah menjadi karakteristik-

karakteristik material yang dilalui oleh sinyal tersebut. Sinyal tersebut menghasilkan

parameter-parameter yang ada dan akan terdeteksi oleh sebuah detektor yang

selanjutnya hasil tersebut bisa diinterpretasikan. Contoh dari metode geofisika aktif ini

yaitu dalam eksplorasi seismik [12].

Tabel 2. Aplikasi Survei Metode Geofisika [11]

Aplikasi Metode survei


Eksplorasi fosil (minyak, gas,
Seismik, gravitasi, magnetik, elektromagnetik
batubara)

Eksplorasi endapan mineral Magnetik, elektromagnetik, resistivitas,


logam potensial diri, polarisasi terinduksi, radiometrik

Eksplorasi endapan mineral


Seismik, resistivitas, gravitasi
(pasir dan kerikil)

Eksplorasi Air tanah Resistivitas, seismik, gravitasi, GPR


18

Aplikasi Metode survei

Perencanaan kontruksi bangunan Resistivitas, seismik, GPR, gravitasi, magnetik

GPR, resistivitas, elektromagnetik, magnetik,


Investigasi arkeologi
seismik

Dalam investigasi pencemaran limbah di bawah permukaan dapat dilakukan

dengan mengunakan metode geolistrik resistivitas. Berdasarkan Tabel 2 metode

geolistrik resistivitas sangat baik digunakan untuk investigasi air tanah sehingga dapat

mendeteksi atau menggambarkan dengan baik potensi pencemaran yang biasanya

berupa limbah yang dapat mencemari air tanah.

2.4 Metode Geolistrik

Metode geolistrik memanfaatkan sifat kelistrikan bumi dalam eksplorasinya.

Metode geolistrik dapat dibagi menjadi 3, yaitu resistivitas (resistivity), polarisasi

terinduksi (induced polarization), dan potensial diri (self potential). Ada metode yang

membutuhkan arus buatan dan ada juga yang memanfaatkan kelistrikan di dalam bumi.

Metode resistivitas dapat digunakan dalam penyelidikan diskontinuitas secara

horizontal dan vertikal di bawah permukaan tanah. Umumnya metode resistivitas ini

digunakan dalam penyelidikan bawah permukaan yang dangkal [11]. Metode

resistivitas baik digunakan dalam survey litologi di bawah permukaan.

Metode polarisasi terinduksi (induced polarization) dalam penyelidikannya

menggunakan besar kapasitansi yang terdapat di bawah permukaan untuk

mengidentifikasi letak persebaran mineral atau batuan. Sedangkan, metode potensial


19

diri (self-potential) mengidentifikasi bawah permukaan berdasarkan besar

konduktivitas. Metode ini menggunakan arus listrik alami yang terdapat di tanah dalam

penyelidikan bawah permukaan dangkal [11].

2.4.1 Metode Resistivitas (Resistivity)

Dalam metode resistivitas digunakan arus listrik buatan yang diinjeksikan ke

bawah permukaan dengan menggunakan elektroda dimana nantinya akan dihasilkan

beda potensial yang akan diukur di permukaan. Anomali dari beda potensial yang

terukur akan menggambarkan kondisi bawah permukaan. Resistivitas dalam

definisinya merupakan kemapuan suatu material dalam menghambat arus listrik.

Resistivitas dari suatu material memiliki satuan yaitu Ωm (satuan SI) [11].

Konsep dasar dalam metode ini ialah Hukum Ohm. Besar arus listrik 𝐼 (𝐴) yang

mengalir dalam konduktor dari sebuah penampang dirumuskan:

𝛿𝑉
𝐼 = − 𝛿𝑅 (2.1)

Dimana 𝑉 merupakan beda potensial (𝑉𝑜𝑙𝑡) yang berada di ujung-ujung konduktor.

𝑅 (Ω) merupakan resistansi konduktor, yaitu kemampuan hambat listrik suatu

material terhadap arus listrik. Tanda minus menandakan aliran arus mengalir dari

potensial yang tinggi ke potensial yang rendah, yaitu berbanding terbalik dengan

kenaikan potensial [13].


20

Gambar 4. Definisi Resistivitas yang Diasumsikan dengan Silinder Konduktor [11]

Jika diasumsikan silinder konduktor dengan penampang 𝐴, panjang 𝐿, dan

resistansi konduktor 𝑅, besar resistansi konduktor 𝑅 dapat dirumuskan:

𝛿𝐿
𝛿𝑅 = 𝜌 𝛿𝐴 (2.2)

Dimana 𝜌 menyatakan besar resistivitas (Ω𝑚) dari material konduktor. Besar 𝑅

berbanding lurus dengan panjang 𝐿 (m) dari konduktor dan berbanding terbalik dengan

penampang 𝐴 (m2) [13].


21

Berdasarkan metode resistivitas bumi dianggap homogen isotropis, yaitu yang

berarti aliran arus listrik di bumi adalah sama ke segala arah dan setiap lapisan bumi

memiliki besar resistivitas yang sama dimana jika ada penyimpangan (anomali),

maka penyimpangan tersebut yang diamati. Pada Gambar 5 diilustrasikan sebuah

elektroda arus tunggal diinjeksikan melalui elektroda ke bawah permukaan tanah,

maka arus listrik tersebut akan menyebar ke segala arah dalam bawah permukaan-

permukaan eksponensial bumi yang digambarkan seperti permukaan setengah bola

[14].

Gambar 5. Lokasi Sumber Arus di permukaan Sebuah Medium yang Homogen [15]

Pada kenyataannya, bumi memiliki lapisan dengan besar resistivitas yang

berbeda-beda, sehingga besar resistivitas yang terukur bukanlah besar resistivitas

sebenarnya (true resistivity) melainkan resistivitas semu (apparent resistivity).


22

Resistivitas semu (𝜌𝑎 ) didefinisikan sebagai besar resistivitas dari sebuah medium

yang dianggap homogen yang besarnya sama dengan medium berlapis yang diselidiki

[14]. Sedangkan, resistivitas sebenarnya (𝜌) merupakan besar resistivitas yang

dihasilkan setelah proses inversi data dengan menggunakan software.

Gambar 6. Ilustrasi Bumi yang Berlapis-lapis dengan Resistivitas Berbeda [12]

Besarnya resistivitas semu (𝜌𝑎 ) yang terukur dirumuskan dengan:

∆𝑉
𝜌𝑎 = 𝐾 (2.3)
𝐼
23

Dimana 𝐾 merupakan faktor geometri dari konfigurasi elektroda yang

digunakan, ∆𝑉 (𝑉𝑜𝑙𝑡) merupakan beda potensial yang terukur, dan 𝐼 (𝐴) merupakan

arus yang terukur.

Metode resistivitas merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam

investigasi bawah permukaan. Metode pengukuran resistivitas dapat dibagi menjadi

dua, yaitu metode resistivitas sounding dan metode resistivitas mapping [15].

a. Metode resistivitas sounding

Metode sounding digunakan jika ingin mengetahui perubahan besar

resistivitas dalam arah vertikal. Metode sounding ini sangat baik digunakan untuk

menentukan kedalaman lapisan overburden, struktur, kedalaman, dan resistivitas

dari lapisan bawah permukaan atau bahkan untuk lapisan basement yang tidak

terlalu dalam. Dalam metode ini jarak antar elektroda diperbesar maka kedalaman

yang dicapai akan semakin besar. Tidak semua konfigurasi cocok untuk metode

pengukuran sounding.

b. Metode resistivitas mapping

Metode mapping digunakan jika ingin mengetahui perubahan resistivitas

dalam arah horizontal atau secara lateral. Metode ini sangat cocok dalam

eksplorasi mineral. Dalam metode ini jarak antar elektroda adalah tetap untuk

semua titik sounding.


24

Metode geolistrik resistivitas ini merupakan salah satu metode geofisika yang

cocok digunakan dalam investigasi adanya anomali material di bawah permukaan yang

menandakan adanya pencemaran oleh fluida limbah. Dalam metode resistivitas dapat

diketahui besar besar resistivitas dari material bawah permukaan, sehingga jika

terdapat besar resistivitas yang menunjukkan adanya anomali material di bawah

permukaan dapat diketahui lokasi daerah di bawah permukaan yang telah tercemar.

Beberapa penelitian yang telah dikaji tentang pencemaran limbah dengan

menggunakan metode geolistrik resistivitas, diantaranya penelitian yang dilakukan

oleh Suhendra (2005), Sri dkk (2007), dan Rahmatun dkk (2019).

Dalam penelitiannya, Suhendra (2005), Sri dkk (2007), dan Rahmatun dkk

(2019) berhasil memetakan adanya pencemaran dengan menggunakan metode

geolistrik resisitivitas. Berdasarkan penelitian ketiganya, pencemaran dapat diketahui

karena terdapat anomali material di bawah permukaan, yaitu bahan pencemar (limbah)

mempengaruhi material bawah permukaan dan menyebabkan material di bawah

permukaan memiliki besar resistivitas yang rendah.

Suhendra (2005) melakukan penelitian dengan meninjeksikan medium yang

berupa tanahlempung dengan oli dan megidentifikasi besar resistivitas material yang

tercemar oleh limbah oli. Berdasarkan hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar

resistivitas material yang tercemar rendah, yaitu 2.09-4.36 Ω𝑚 [16]. Sri dkk (2007)

melakukan penelitian di wilayah Laboratorium Dasar MIPA dan mengidentifikasi

potensi pencemaran bawah permukaan oleh limbah cair laboratorium. Berdasarkan


25

hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar resistivitas material yang tercemar

rendah, yaitu 0.29-3 Ω𝑚 [17]. Rahmatun dkk (2019) dalam penelitiannya melakukan

penelitian di Desa yang terletak di Mojokerto yang letaknya dikelilingi oleh beberapa

perusahaan industri mengidentifikasi potensi pencemaran bawah permukaan oleh

limbah yang dihasilkan dari perusahan industri di sekitar wilayah penelitiannya.

Berdasarkan hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar resistivitas material yang

tercemar rendah, yaitu ≤ 3 Ω𝑚 [18].

Tabel 3. Resistivitas Beberapa Batuan dan Mineral [15][10]

Batuan atau mineral Resistivitas (Ω𝑚)


Air laut asin (Sea water) 0.2
Air tanah (Groundwater) 0.5 - 300
Lempung (Clays) 1 - 100
Alluvium (Alluvium) 10 - 800
Tufa (Tuffs) 2x103 (basah) – 105 (kering)
Batutulis (Shales) 20 - 2000
Batugamping (Limestones) 500- 1x105
Pasir (Sands) 1 - 1000
Kerikil kering (Dry gravel) 600 - 1x104
Kerikil (Gravel) 100 - 600
Batupasir (Sandstones) 200 - 8x103
Andesit (Andesite) 1.7x102 – 45x104
Pirit (Pyrite) 0.01 - 100
Magnetit (Magnetite) 0.01 -1000
26

Batuan atau mineral Resistivitas (Ω𝑚)


Granit (Granite) 200 - 1x104
Basal (Basalt) 200 - 1x105
Lignit (Lignite) 9 - 200
Kalsit (Calcite) 1x1012 – 1x1013

2.4.2 Konfigurasi Elektroda

Dalam investigasi menggunakan metode geolistrik resistivitas, pemilihan

konfigurasi elektroda penting karena jenis konfigurasi elektroda berpengaruh terhadap

pemetaan yang diinginkan, sensitivitas alat, dan noise yang ada. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pemilihan konfigurasi elektroda diantaranya sensitivitas

konfigurasi terhadap perubahan besar resistivitas bawah permukaan secara vertikal dan

horizontal, kedalaman penelitian, jangkauan data horizontal, dan kekuatan sinyal [14].

Sensitivitas konfigurasi merupakan koefisien yang menggambarkan perubahan

besar resistivitas dimana perubahan ini mempengaruhi potensial yang terukur. Selain

itu, koefisien sensitivitas dipengaruhi oleh faktor geometri elektroda. Kedalaman

investigasi merupakan kemampuan konfigurasi elektroda dalam pemetaan kedalaman

yang dapat dicapai. Jangkauan data horizontal menggambarkan kemampuan

konfigurasi elektroda dalam menghasilkan jumlah data dalam arah horizontal. Kuat

sinyal memiliki besar yang berbanding terbalik dengan faktor geometri. Kuat sinyal

menggambarkan tingkat stabilitas tegangan yang dihasilkan terhadap peningkatan

faktor geometri elektroda [14].


27

Dalam metode resistivitas terdapat berbagai macam konfigurasi elektroda,

diantaranya konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipole-

dipole, konfigurasi Pole-dipole, dan konfigurasi Pole-pole.

a. Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner merupakan konfigurasi yang tepat jika digunakan dalam

investigasi bawah permukaan secara horizontal/lateral. Dalam konfigurasi Wenner

elektroda arus (C1 dan C2) dan potensial (P1 dan P2) terletak simetris dengan titik

sounding dimana jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) besarnya tiga kali jarak

antar elektroda potensial. Oleh karena itu, jika jarak masing-masing potensial

terhadap titik sounding merupakan a, maka jarak masing-masing elektroda arus (C1

dan C2) terhadap titik sounding merupakan 3a dimana dengan jarak spasi elektroda

tersebut tidak berubah-ubah untuk setiap titik sounding yang diamati [19].

Gambar 7. Susunan Konfigurasi Wenner [20]

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ialah tidak membutuhkan peralatan

yang sensitif karena konfigurasi Wenner memiliki lebar spasi elektroda potensial

yang besar lalu memiliki kuat sinyal yang besar, sehingga baik digunakan di daerah
28

dengan noise yang tinggi. Kelemahannya ialah jika ingin mendapatkan tingkat

sensitivitas yang tinggi untuk daerah dekat permukaan, semua elektroda harus

dipindahkan pada setiap pembacaan data [19].

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Wenner disajikan

pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Wenner [21]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Wenner dirumuskan dengan

[20]:

𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.4)
29

b. Konfigurasi Schlumberger

Dalam konfigurasi Schlumberger dua buah elektroda arus (C1 dan C2) dan

dua buah elektroda potensial (P1 dan P2) disusun membentuk satu garis lurus

dengan jarak antar elektroda “n” kali jarak antar elektroda potensial. Keunggulan

dari konfigurasi ini, yaitu baik dalam investigasi secara vertikal dan horizontal,

memiliki jangkauan kedalaman dan resolusi yang lebih baik daridalam konfigurasi

Wenner. Kelemahannya, yaitu konfigurasi ini memerlukan kabel elektroda yang

panjang dan memerlukan alat yang sensitif.

Gambar 9. Susunan Konfigurasi Schlumberger [20]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger

disajikan pada Gambar 10 berikut.


30

Gambar 10. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Schlumberger [20]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Schlumberger dirumuskan

dengan [20]:

𝐾 = 𝜋𝑛 (𝑛 + 1)𝑎 (2.5)

c. Konfigurasi Dipole-dipole

Konfigurasi Dipole-dipole memiliki susunan elektroda sama dengan

konfigurasi Schlumberger, tetapi dengan jarak antara elektroda arus (C1 dan C2)

dan elektroda potensial (P1 dan P2) yaitu “n” kali antara kedua elektroda yang sama

(P1 ke P2 atau C1 ke C2) [20]. Keunggulan dari konfigurasi Dipole-dipole, yaitu

memiliki resolusi yang baik dalam pemetaan horizontal dan memilki cakupan data

yang baik. Dibandingkan dengan konfigurasi Wenner, konfigurasi Dipole-dipole

lebih baik dalam investigasi secara horizontal. Konfigurasi Dipole-dipole memiliki

kekurangan, yaitu kuat sinyal akan berkurang seiring bertambahnya jarak antara

pasangan dipole [22].


31

Gambar 11. Susunan Konfigurasi Dipole-dipole [20]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Dipole-dipole

disajikan pada Gambar 12 berikut.

Gambar 12. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole [21]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Dipole-dipole dirumuskan

dengan [20]:

𝐾 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)(𝑛 + 2)𝑎 (2.6)


32

d. Konfigurasi Pole-dipole

Konfigurasi Pole-dipole merupakan konfigurasi yang tidak simetris,

sehingga anomali resistivitas semu dalam pseudosection konfigurasi ini juga tidak

simetris dan dapat mempengaruhi permodelan hasil inversi. Dalam konfigurasi

Pole-dipole elektroda arus kedua (C2) diletakkan jauh dari elektroda lainnya, yaitu

jarak minimumnya sebesar 5 kali jarak elektroda arus pertama (C1) ke elektroda

potensial pertama (P1) [23]. Konfigurasi ini cocok untuk survei dengan jumlah

elektroda yang terbatas. Keunggulan dari konfigurasi Pole-dipole, yaitu baik dalam

investigasi dengan cakupan horizontal. Dibandingkan dengan konfigurasi Wenner,

konfigurasi ini memiliki kuat sinyal yang lebih rendah tetapi tidak lebih rendah dari

kuat sinyal dalam konfigurasi Dipole-dipole [19].

Gambar 13. Susunan Konfigurasi Pole-dipole [19]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Pole-dipole

disajikan pada Gambar 14 berikut.


33

Gambar 14. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-dipole [24]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Pole-dipole dirumuskan dengan

[20]:

𝐾 = 2𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎 (2.7)

e. Konfigurasi Pole-pole

Dalam konfigurasi ini, elektroda arus kedua (C2) dan elektroda potensial

kedua (P2) harus diletakkan dengan jarak sebesar lebih dari 20 kali jarak

maksimum (tak hingga) antara elektroda arus pertama (C1) dan elektroda potensial

pertama (P1) yang digunakan saat survei. Konfigurasi ini cocok digunakan jika

survei menggunakan jarak spasi elektroda yang pendek dan membutuhkan cakupan

horizontal yang baik. Keunggulan konfigurasi Pole-pole, yaitu dalam

investigasinya mempunyai cakupan horizontal yang terbesar dan dapat mencapai

kedalaman yang sangat dalam dibandingkan konfigurasi yang lain. Dibandingkan

konfigurasi lainnya, konfigurasi Pole-pole memiliki resolusi yang terendah [20].


34

Gambar 15. Susunan Konfigurasi Pole-pole [20]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Pole-pole disajikan

pada Gambar 16 berikut.

Gambar 16. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-pole

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Pole-pole dirumuskan

dengan [20]:

𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.8)
35

Masing-masing konfigurasi mempunyai besar faktor geometri (𝐾) yang berbeda-

beda. Hal ini disebabkan karena letak elektroda arus dan elektroda potensial

konfigurasi mempengaruhi faktor geometri.

Secara rinci perbedaan dari konfigurasi-konfigurasi elektroda berdasarkan

karakteristiknya disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Konfigurasi-konfigurasi Elektroda dalam Metode Geolistrik [25]

Karakteristik
Sensitivitas Sensitivitas
Konfigurasi dalam dalam Cakupan data Kuat
Kedalaman
cakupan cakupan horizontal sinyal
horizontal vertikal
Wenner ++++ + + + ++++
Schlumberger ++ ++ ++ ++ +++
Dipole-dipole + ++++ +++ +++ +
Pole-dipole ++ + +++ +++ ++
Pole-pole ++ ++ ++++ ++++ ++++
Keterangan: jumlah tanda “+” menandakan buruk (+) sampai baik (++++)

2.5 Batuan

Batuan sangat penting untuk dipelajari dalam survei dengan menggunakan

metode geolistrik resistivitas. Berbagai jenis batuan dan karakteristiknya harus

dipahami, karena membantu dalam interpretasi data. Penyusun utama dari bumi ini

ialah batuan. Batuan merupakan kumpulan dari satu atau beberapa mineral dan

memadat. Terdapat berbagai macam jenis batuan yang terdapat di sekitar. Berdasarkan
36

pengamatan terhadap batuan-batuan tersebut batuan dapat dikelompokkan menjadi 3,

yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.

Menurut para ahli geologi yang melakukan berbagai penelitian terhadap batuan-

batuan ini dapat diketahui bahwa antara ketiga batuan tersebut memiliki keterikatan

satu sama lain dengan batuan beku yang terlebih dahulu ada. Berdasarkan sejarah

pembentukan bumi diketahui bahwa pada awal terbentuknya bumi, bagian luar bumi

terdiri dari batuan beku. Karena adanya proses-proses yang terdapat di bumi, maka

terbentuklah kelompok-kelompok lain dari batuan. Siklus yang menjelaskan tentang

proses perubahan batuan ini disebut dengan nama “daur batuan” [26].

Gambar 17. Daur Batuan [26]


37

2.5.1 Batuan Beku (Igneus rock)

Batuan beku merupakan batuan yang dihasilkan dari magma yang mendingin

dan memadat. Terbentuknya batuan beku dapat dengan atau tanpa adanya proses

kristalisasi yang dapat terjadi di atas permukaan maupun di bawah permukaan kerak

bumi. Dalam pembentukkan batuan beku magma berasal dari batuan yang tidak cair

sepenuhnya atau bisa juga berasal dari batuan yang terdapat di mantel bumi dan kerak

bumi. Terdapat beberapa proses yang menyebabkan lelehan, yaitu tekanan yang

menurun, temperature yang naik, atau adanya komposisi yang berubah. Dari beberapa

proses tersebut, biasanya hanya salah satu dari proses tersebut yang menyebabkan

pelelehan [26].

Batuan beku dapat dibagi dua berdasarkan tempat pembekuannya, yaitu batuan

beku ekstrusif dimana tempat pembekuannya terjadi di atas permukaan kerak bumi dan

batuan beku instrusif dimana tempat pembekuannya terjadi di bawah permukaan kerak

bumi. Berdasarkan 700 tipe batuan beku yang berhasil diteliti, diketahui mayoritas

merupakan batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan kerak bumi [26].
38

Gambar 18. Beberapa Jenis Batuan Beku [26]

2.5.2 Batuan Sedimen (Sedimentary rock)

Batuan sedimen merupakan batuan yang berasal dari pengendapan sedimen

yaitu sedimen yang diendapkan dengan air, angin, gletser, serta dipengaruhi oleh gaya

gravitasi. Jenis dari batuan sedimen dipengaruhi oleh kondisi geologi dari daerah asal

sedimen berasal. Berdasarkan proses pembentukkannya batuan sedimen dapat dibagi

menjadi batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non-klastik [26].

a. Batuan sedimen klastik

Batuan sedimen klastik terbentuk dari klastik-klastik melalui proses secara

mekanik. Berdasarkan ukuran butirnya, batuan sedimen klastik dapat

diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis, dimana dalam klasifikasinya

digunakan skala Wenworth [26].


39

b. Batuan sedimen non-klastik

Berbeda dengan batuan sedimen klastik yang terbentuk melalui proses secara

mekanik, batuan sedimen non-klastik terbentuk dengan proses kimiawi. Selain itu,

batuan sedimen non-klastik ini juga dapat berasal dari organisme yang telah mati

dan batu bara yang berasal dari sisa tanaman yang telah terubah. Jenis yang

termasuk dalam batuan sedimen non-klastik yaitu diantaranya, sedimen evaporit,

karbonat, batu gamping, dolomite, dan batuan bersilika, rijang [26].

Gambar 19. Beberapa Jenis Batuan Sedimen [26]

2.5.3 Batuan Metamorf (Metamorphic rock)

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk karena adanya proses

metamorfosa batuan asal, yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan yang
40

mengalami metamorfosa dipengaruhi karena adanya perubahan temperatur, perubahan

tekanan, ataupun perubahan temperatur-tekanan. Perubahan ini mengakibatkan

terbentuknya mineral-mineral baru dan struktur batuan yang baru [26].

Proses perubahan batuan asal dapat terjadi dengan temperatur di bawah

200°C dan dengan tekanan yang berada di atas 300 Mpa atau sama besar dengan 3000

atm. Umumnya batuan yang dapat mengalami tekanan 300 Mpa dan temperatur sebesar

200°C letaknya berada di kedalaman tertentu dan kebanyakan berkaitan dengan proses

tektonik yang berada di zona subduksi lempeng [26].

Gambar 20. Beberapa Jenis Batuan Metamorf [26]


41

2.6 Sifat Kelistrikan Batuan

Batuan dapat mengakibatkan timbulnya aliran arus listrik di bawah permukaan

dikarenakan batuan merupakan salah satu medium yang dapat menghantarkan arus

listrik. Kemampuan suatu batuan dalam menghantarkan arus listrik dinyatakan dalam

besar resistivitas batuan tersebut. Jika besar besar resistivitas suatu batuan semakin

besar maka akan semakin sukar batuan tersebut untuk dapat meghantarkan arus listrik

dan jika besar besar resistivitas semakin kecil maka semakin mudah batuan tersebut

dalam menghantarkan arus listrik. Batuan dapat dikelompokkan menjadi tiga

berdasarkan besar resistivitasnya, yaitu konduktor baik (10 -6 < ρ < 1 Ωm), konduktor

sedang (1 < ρ <107 Ωm), dan isolator (ρ > 107 Ωm) [27].

Karakteristik batuan dalam hal menghantarkan arus listrik ini merupakan sifat

kelistrikan batuan. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi sifat kelistrikan

batuan, yaitu porositas batuan, permeabilitas batuan, temperatur batuan, tekstur batuan,

kandungan mineral logam dan non logam, kandungan air garam, dan kandungan

elektrolit padat [28].

Aliran arus listrik dalam batuan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu konduksi

secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.

a. Konduksi secara elektronik

Konduksi secara elektronik terjadi karena terdapat banyaknya elektron

bebas dalam batuan dimana elekton-elektron tersebut mengalirkan arus listrik ke

batuan tersebut. Sifat-sifat dari batuan tersebut sendiri dapat mempengaruhi aliran

arus listrik, yaitu salah satu sifatnya ialah resistivitas [29].


42

b. Konduksi secara elektrolitik

Terdapat banyak batuan yang bukan merupakan konduktor yang baik serta

memiliki besar resistivitas yang rendah. Batuan dapat menjadi konduktor

elektrolitik karena batuan memiliki sifat porus, yaitu mempunyai pori-pori dalam

jumlah yang banyak dan dapat memuat fluida seperti air. Oleh karena itu, konduksi

arus listrik dapat terjadi karena adanya ion-ion elektrolitik yang terdapat dalam air.

Volume dan struktur pori-pori batuan mempengaruhi besar konduktivitas dan

resistivitas batuan porus, yaitu jika kandungan air dalam batuan besar maka

konduktivitas akan semakin besar [29].

c. Konduksi secara dielektrik

Konduksi secara dielektrik ini terjadi karena batuan memiliki sedikit

elektron atau bisa jadi tidak memiliki elektron bebas sama sekali. Kondisi ini

menyebabkan batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik. Pengaruh

medan listrik luar dapat mempengaruhi elektron dalam batuan yaitu membuat

elektron dalam batuan pindah lalu berkumpul dan terpisah dari inti yang

menyebabkan terjadinya polarisasi [10].

Bahan pencemar (limbah) memiliki besar resistivitas yang rendah, oleh karena

itu fluida limbah merupakan konduktor. Fluida limbah memiliki sifat konduktif (dapat

menghantarkan listrik) karena fluida limbah mengandung zat-zat logam yang bersifat

konduktif. Logam-logam yang terdapat dalam fluida limbah, yaitu diantaranya Mangan

(Mn), Seng (Zn), Alumunium (Al), Nitrogen (N), dan Magnesium (Mg) [18]. Dalam
43

pencemaran bawah permukaan, fluida limbah mempengaruhi material bawah

permukaan sehingga terdapat anomali di material bawah permukaan yang

menyebabkan perubahan material bawah permukaan yang tercemar oleh fluida limbah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Data yang digunakan merupakan data sekunder (raw data) geolistrik resistivitas

dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana

(PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kecamatan Tebing

Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Proses pengolahan data sekunder

dimulai dari Januari 2021 – Maret 2021.

Gambar 21. Peta Lokasi Penelitian

44
45

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

a. Data sekunder geolistrik resistivitas

Data sekunder geolistrik resistivitas yang digunakan adalah data milik

Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT) di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten

Tanjung Jabung Barat, Jambi.

b. Laptop

Laptop digunakan untuk mengakses software yang diperlukan untuk

mengolah data geolistrik resistivitas dan mengerjakan laporan.

c. Notepad

Notepad merupakan software yang digunakan untuk menyusun data

geolistrik resistivitas yang didapatkan yang selanjutnya akan diinput ke pada

Res2Dinv untuk dilakukan permodelan penampang 2D. Selain itu, notepad

juga digunakan untuk menyusun data hasil inversi menggunakan Res2Dinv

yang akan diinput ke Voxler untuk dilakukan permodelan penampang 3D.

d. Res2Dinv 3.53

Res2Dinv merupakan software yang digunakan dalam permodelan

penampang 2D bawah permukaan daerah penelitian yang selanjutnya dapat

diidentifikasi jenis material yang terdapat di bawah permukaan berdasarkan

besar resistivitasnya. Res2Dinv mampu memodelkan permodelan


46

penampang 2D bawah permukaan dengan baik, mudah, dan memiliki fitur

yang banyak di dalamnya, sehingga umumnya digunakan para peneliti dalam

melakukan permodelan penampang 2D data geolistrik.

e. Voxler 4

Voxler merupakan software yang digunakan dalam permodelan

penampang 3D bawah permukaan daerah penelitian. Voxler merupakan

salah satu software yang baik digunakan karena mampu menggambarkan

model animasi 3D dengan tahapan yang mudah.

f. Microsoft Office 2019

Microsoft Office merupakan software yang digunakan untuk

mengolah data dan mengerjakan laporan. Microsoft Office yang digunakan

yaitu Microsoft Word, Microsoft Excel, dan Microsoft PowerPoint.

Microsoft Word dan Microsoft PowerPoint untuk mengerjakan laporan dan

menyusun laporan lalu Microsoft Excel untuk menyusun data.

g. Google Earth Pro

Google Earth Pro merupakan software yang digunakan untuk

memetakan lokasi penelitian dan lintasan penelitian. Google Earth Pro

digunakan karena dapat memetakan secara asli daerah penelitian dan mudah

untuk diakses.

h. ArcMap 10.8

ArcMap merupakan software yang digunakan untuk membuat peta,

yaitu peta geologi regional daerah penelitian dan peta lokasi penelitian.
47

ArcMap digunakan karena memiliki fitur yang lengkap dan mudah untuk

membuat peta.

3.3 Pengolahan Data

Tahapan awal yang dilakukan sebelum pengolahan data menggunakan

Res2Dinv yaitu dilakukan penyusunan raw data pada Notepad yang kemudian akan

diinput ke pada Res2Dinv. Ketentuan penyusunan raw data pada Notepad disajikan

pada Gambar 22.

Gambar 22. Susunan Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan) pada

Notepad
48

Keterangan pada gambar:

Baris 1: nama lintasan.

Baris 2: jarak spasi elektroda.

Baris 3: kode konfigurasi elektroda (Wenner: 1, Pole-pole: 2, Dipole-dipole: 3, Pole-

dipole: 4, Schlumberger: 7).

Baris 4: jumlah titik datum.

Baris 5: lokasi x titik datum (0 jika letak elektroda pertama diketahui dan 1 jika titik

tengah diketahui).

Baris 6: jenis data (0 untuk resistivitas dan 1 untuk polarisasi terinduksi (IP).

Baris 7, 8, 9 dst: lokasi x, spasi elektroda, dan resistivitas semu.

Sedangkan untuk data topografi, keterangannya yaitu:

Baris 1 topo: kode topografi.

Baris 2 topo: jumlah data topografi.

Baris 3, 4, 5, dst topo: lokasi titik elektroda dan topografi.

Baris penutup: penutup data topografi.

Data pada Notepad tersebut selanjutnya diolah menggunakan software

Res2Dinv untuk mengetahui besar resistivitas material bawah permukaan di daerah

penelitian yang nantinya akan digunakan dalam investigasi pencemaran fluida limbah

di bawah permukaan. Pada Res2Dinv dilakukan proses inversi data sehingga

didapatkan gambaran penampang 2D bawah permukaan beserta besar resistivitas

material yang ada.


49

Dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner dimana jarak antara

elektroda satu dengan yang lainnya sama besar. Konfigurasi Wenner digunakan karena,

konfigurasi Wenner baik dalam investigasi bawah permukaan yang dangkal sehingga

pada penggunaan konfigurasi Wenner ini data yang diihasilkan pada bawah permukaan

dangkal (dekat dengan permukaan) lebih baik dibandingkan dengan konfigurasi

elektroda lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner

untuk identifikasi penyebaran pencemaran oleh fluida limbah yang dangkal yang

berpotensi terjadi di daerah penelitian.

Penelitian ini dilakukan di 5 lintasan dengan jumlah elektroda sebanyak 48

buah. Lintasan 1 dan 2 dengan panjang lintasan 47 m, jarak elektrodanya sebesar 1 m.

Sedangkan lintasan 3, 4, dan 5 dengan Panjang lintasan 24 m, jarak elektrodanya

sebesar 0.5 m. Jarak antar lintasan penelitian, yaitu lintasan 1 dengan lintasan 2 dan

lintasan 3 dengan lintasan 4 sejauh 20 m.

Tahapan pengolahan data pada Res2Dinv yaitu diawali dengan menginput file

data dengan format .dat yang nantinya jika berhasil akan muncul informasi-informasi

yang terdapat pada data, yaitu jarak antar elektroda, konfigurasi yang digunakan,

panjang lintasan pengukuran, total elektroda yang digunakan, dan kedalaman

pengukuran. Selanjutnya dilakukan proses inversi data dimana pada Res2Dinv ini

digunakan proses inversi least-square inversion. Tampilan hasil proses least-square

inversion disajikan pada Gambar 23 berikut.


50

Gambar 23. Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan

Selanjutnya untuk memasukan data topografi ke dalam permodelan dapat

dilakukan pada menu display, selanjutnya memilih include topography in model

display. Tampilan setelah dimasukan data topografi ke dalam permodelan disajikan

pada Gambar 24 berikut.

Gambar 24. Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan dengan Topografi

Selanjutnya dilakukan permodelan penampang 3D dengan menggunkan

Voxler, yaitu untuk mengetahui potensi kemenerusan pencemaran yang tidak diketahui

pada Res2Dinv. Pada Voxler data diinput dengan format .dat. Data yang digunakan
51

pada Voxler merupakan data hasil inversi pada Res2Dinv yang disimpan dengan

format .xyz yang selanjutnya disusun pada Notepad dan disimpan dengan format .dat.

Gambar 25. Susunan Data pada Notepad untuk Permodelan Penampang 3D di Voxler

Keterangan pada gambar:

X: lokasi elektroda.

Y: lokasi lintasan (pada LINE 1 bernilai 0 karena lokasi diukur dari LINE 1 dan LINE

2 bernilai 20 karena jarak antara LINE 1 dan LINE 2 adalah 20 meter).

Z: kedalaman.
52

RHO: besar resistivitas.

id: keterangan lintasan (LINE 1 merupakan lintasan 1 dan LINE 2 merupakan lintasan

2).

Tampilan hasil permodelan penampang 3D setelah di-input data hasil inversi

dari Res2Dinv ke dalam Voxler, disajikan pada Gambar 24 berikut.

Gambar 26. Hasil Permodelan 3D pada Voxler


53

3.4 Tahapan Penelitian

Alur tahapan penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram alir berikut ini.

Gambar 27. Diagram Alir Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data Geolistrik

Data yang digunakan penelitian merupakan data sekunder (raw data) geolistrik

resistivitas yang didapatkan dari Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB),

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kecamatan Tebing Tinggi,

Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Penelitian dilakukan di 5 lintasan seperti

yang ada pada Gambar 28.

Gambar 28. Lokasi Lintasan Penelitian

54
55

Penelitian dilakukan di 5 lintasan, yaitu dengan panjang lintasan 1 dan lintasan 2

sepanjang 47 m dengan jarak spasi elektroda sebesar 1 m, dan lintasan 3 - lintasan 5

sepanjang 24 m dengan jarak spasi elektroda sebesar 0.5 m. Data lokasi pengukuran

data geolistrik resistivitas diplot ke dalam Google Earth Pro sehingga lintasan

penelitian dapat dipetakan. Pada Gambar 28, lintasan pengukuran terlihat tidak terletak

pada tanah kosong atau area kosong, yaitu dikarenakan map Google Earth Pro yang

digunakan merupakan data citra terbaru 2021 sehingga terdapat perbedaan dengan

kondisi pada saat pengambilan data.

Titik koordinat setiap lintasan pengukuran data geolistrik resistivitas disajikan

dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Koordinat Lokasi Lintasan Penelitian

Nama Lintasan Longitude Latitude


Lintasan 1 103° 4'56.45"E - 103° 4'56.81"E 1° 0'16.94"S - 1° 0'18.47"S

Lintasan 2 103° 4'55.78"E - 103° 4'56.17"E 1° 0'16.94"S - 1° 0'18.47"S

Lintasan 3 103° 4'56.98"E - 103° 4'57.15"E 1° 0'18.99"S - 1° 0'19.78"S

Lintasan 4 103° 4'56.32"E - 103° 4'56.52"E 1° 0'18.99"S - 1° 0'19.78"S

Lintasan 5 103° 4'57.36"E - 103° 4'57.54"E 1° 0'20.43"S - 1° 0'21.21"S

Selanjutnya, data pengukuran geolistrik resistivitas yang didapatkan diolah

menggunakan Res2Dinv dengan melakukan inversi data dan diperoleh hasil

permodelan penampang 2D. Data geolistrik hasil pengukuran yang terdapat pada
56

Notepad, yaitu yang berupa resistivitas semu dan topografi diinput ke pada Res2Dinv

dengan format .dat. Pada Res2Dinv data geolistrik hasil pengukuran diinput dengan

memilih menu read data file. Setelah proses read data file selesai akan terlihat

informasi-informasi hasil pengukuran yang berupa jarak antar elektroda, konfigurasi

yang digunakan, panjang lintasan pengukuran, total elektroda yang digunakan, dan

kedalaman pengukuran.

Untuk memilih jumlah iterasi dalam proses inversi diatur pada menu change

settings dan memilih number of iterations. Selanjutnya pada menu inversion untuk

melihat sebaran data geolistrik hasil pengukuran dapat dilihat pada menu display model

blocks. Contoh dari sebaran data disajikan pada Gambar 29.

Gambar 29. Sebaran Data Geolistrik Hasil Pengukuran

Sebelum proses inversi data, pada choose logarithm of apparent resistivity

dipilih use apparent resistivity. Selanjutnya dilakukan inversi data dengan

menggunakan least-square inversion. Setelah proses inversi selesai, akan dihasilkan


57

permodelan penampang 2D. Untuk memasukan data topografi dapat dilakukan pada

menu display selanjutnya memilih show inversion results. Selanjutnya akan tampil tab

baru, lalu pada menu display sections memilih include topography in model display.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat diketahui material apa saja

yang terdapat di bawah permukaan daerah penelitian dengan melihat keterangan besar

resistivitas yang terdapat pada hasil permodelan dan dicocokkan dengan warna-warna

dalam penampang 2D yang dihasilkan. Selanjutnya untuk hasil permodelan

penampang 2D dikorelasikan dengan kondisi geologi di daerah penelitian untuk

mendapatkan informasi-informasi material apa yang terdapat di bawah permukaan

daerah penelitian. Untuk mengetahui adanya anomali dari material yang menandakan

pencemaran oleh fluida limbah, digunakan acuan beberapa penelitian terdahulu yang

sudah berhasil memetakan pencemaran yang disebabkan oleh fluida limbah. Untuk

mengetahui potensi kemenerusan pencemaran dilakukan permodelan penampang 3D

yang mengacu kepada permodelan penampang 2D. Permodelan 3D dilakukan dengan

menggunakan software Voxler dengan menggunakan data hasil inversi tiap lintasan

dari Res2Dinv yang disimpan dengan format .xyz. Data yang berbentuk .xyz disusun

dan disimpan pada Notepad dengan format .dat untuk dilakukan permodelan 3D

menggunakan Voxler.
58

Gambar 30. Kalibrasi-kalibrasi Sebagai Acuan Interpretasi

Berdasarkan peta geologi regional Kecamatan Tebing Tinggi memiliki formasi

kasai, alluvium, dan endapan rawa. Titik penelitian memiliki litologi penyusun formasi

kasai (QTk), yaitu yang meliputi batupasir tufan, batupasir kuarsa, batulempung tufan,

konglomerat aneka bahan, tuf, batupasir tufan kerikil-kerakalan, kayu terkersikkan. Di

daerah penelitian diperkirakan terdapat adanya potensi pencemaran bawah permukaan

dikarenakan limbah pabrik industri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Suhendra (2005), Sri dkk (2007), Rahmatun dkk (2019), besar resistivitas material

yang tercemar oleh limbah rendah. Menurut Suhendra (2005) material yang tercemar
59

oleh limbah rentang resistivitasnya 2.09-4.36 Ω𝑚. Menurut Sri dkk (2007) material

yang tercemar oleh limbah rentang resistivitasnya 0.29-3 Ω𝑚. Menurut Rahmatun dkk

(2019) material yang tercemar oleh limbah rentang resistivitasnya ≤ 3 Ω𝑚.

4.2 Hasil Permodelan Penampang 2D

Data geolistrik resistivitas hasil pengukuran di Kecamatan Tebing Tinggi,

Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi diolah dengan menggunakan Res2Dinv untuk

mendapatkan hasil permodelan 2D yang akan diinterpetasikan untuk mengetahui

potensi pencemaran di daerah penelitian. Pencemaran di daerah penelitian dapat

diketahui dengan melihat besar besar resistivitas material bawah permukaan yang

dihasilkan pada permodelan penampang 2D, yaitu daerah yang mengalami pencemaran

akan memiliki besar resistivitas yang rendah.

4.2.1 Lintasan 1

Gambar 31. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1

Lintasan 1 memiliki panjang lintasan 47 m dan mencapai kedalaman 7.38 m

dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 1 m. Di

lintasan 1 terdapat 345 titik datum. Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D


60

diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 1 yaitu berkisar dari 0.49-781.33 Ωm.

Dalam proses inversi lintasan 1 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar

error sebesar 8.3%.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat dilihat terdapat lapisan

diduga batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, dan batupasir yang

berelingan dengan rentang besar resistivitas ±1.5-264 Ωm, yaitu pada jarak lintasan

1.5-16 m di kedalaman 0-5 m, jarak lintasan 16-32 m di kedalaman 0-5.5 m, dan jarak

lintasan 32-44.5 m di kedalaman 0-5 m. Pada lapisan ini, terdapat material dengan besar

resistivitas yang rendah yang menandakan adanya anomali, yaitu pada jarak lintasan

15.5 m di kedalaman 0.5-1 m dan jarak 19-21 m di kedalaman 1-1.5 m. Material dengan

besar resistivitas rendah ini diduga tercemar oleh fluida limbah, yaitu dengan besar

resistivitas sebesar ±0.61 Ωm. Selain itu, di lintasan 1 juga diidentifikasi terdapat

akuifer dangkal, yaitu pada jarak lintasan 16.5-30 m di kedalaman 5 m dengan besar

resistivitas sebesar ±1.5-8.2 Ωm.


61

Gambar 32. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 Beserta Interpretasi

4.2.2 Lintasan 2

Gambar 33. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2

Lintasan 2 memiliki panjang lintasan 47 m dan mencapai kedalaman 7.88 m

dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 1 m. Di

lintasan 2 terdapat 359 titik datum. Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D


62

diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 2 yaitu berkisar dari 0.56-1680.6 Ωm.

Dalam proses inversi lintasan 2 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar

error sebesar 20.2%.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat dilihat terdapat lapisan

diduga batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, dan batupasir yang

berelingan dengan rentang besar resistivitas ±11.9-517 Ωm, yaitu pada jarak lintasan

1.5-16 m di kedalaman 0-3 m, jarak lintasan 16-32 m di kedalaman 0-8 m, dan jarak

lintasan 32-44.5 m di kedalaman 0-5 m. Pada lapisan ini, terdapat material dengan

besar resistivitas yang rendah yang menandakan adanya anomali, yaitu pada jarak

lintasan 16-21 m di kedalaman 2 m dan jarak lintasan 24-25 m di kedalaman 1.5-2.5

m. Material dengan besar resistivitas rendah ini diduga tercemar oleh fluida limbah,

yaitu dengan besar resistivitas sebesar ±0.71 Ωm. Pada lapisan yang tercemar ini,

diduga limbah mencemari lapisan akuifer dangkal yang berada pada jarak lintasan 16-

21 m di kedalaman 2 m. Selain itu, di lintasan 2 juga diidentifikasi terdapat akuifer

dangkal, yaitu pada jarak lintasan 30.5-34.5 m di kedalaman 2.5 dengan besar

resistivitas sebesar ±1.61-11.9 Ωm.


63

Gambar 34. Hasil Penampang Permodelan 2D Lintasan 2 Beserta Interpretasi

4.2.3 Lintasan 3

Gambar 35. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3

Lintasan 3 memiliki panjang lintasan 24 m dan mencapai kedalaman 3.94 m

dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 0.5 m. Di
64

lintasan 3 terdapat 360 titik datum. Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D

diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 3 yaitu berkisar dari 0.58-202.56 Ωm.

Dalam proses inversi lintasan 3 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar

error sebesar 1.2%.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat dilihat terdapat lapisan

diduga batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, dan batupasir yang

berselingan dengan rentang besar resistivitas ±2.7-85.6 Ωm, yaitu pada jarak lintasan

0.75-8 m di kedalaman 0-2 m, jarak lintasan 8-16 m di kedalaman 0-2.5 m, dan jarak

lintasan 16-22.75 m di kedalaman 0-2.75 m. Selain itu, di lintasan 3 juga diidentifikasi

terdapat akuifer dangkal, yaitu pada jarak lintasan di kedalaman 2 m dengan besar

resistivitas sebesar ±0.69-5.4 Ωm. Di lintasan 3, tidak teridentifikasi adanya anomali

material di bawah permukaan yang menandakan pencemaran oleh fluida limbah.


65

Gambar 36. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 Beserta Interpretasi

4.2.4 Lintasan 4

Gambar 37. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4

Lintasan 4 memiliki panjang lintasan 24 m dan mencapai kedalaman 3.94 m

dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 0.5 m. Di

lintasan 4 terdapat 298 titik datum. Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D


66

diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 4 yaitu berkisar dari 0.04-4318.6 Ωm.

Dalam proses inversi lintasan 4 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar

error sebesar 10.5%.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat dilihat terdapat lapisan

batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, dan batupasir yang berelingan

dengan rentang besar resistivitas ±3.5-791 Ωm, yaitu pada jarak lintasan 0.75-8 m di

kedalaman 0-3 m, jarak lintasan 8-16 m di kedalaman 0-5.5 m, dan jarak lintasan 16-

22.75 m di kedalaman 0-2.75 m. Di lintasan 4 ini, terdapat material dengan besar

resistivitas yang rendah yang menandakan adanya anomali, yaitu pada jarak lintasan 3-

5.5 m di kedalaman 1-2.5 m dan jarak lintasan 8-17 m di kedalaman 1-3.5 m. Material

dengan besar resistivitas rendah ini diduga tercemar oleh fluida limbah, yaitu dengan

besar resistivitas sebesar ±0.059-0.89 Ωm.


67

Gambar 38. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 Beserta Interpretasi

4.2.5 Lintasan 5

Gambar 39. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5

Lintasan 5 memiliki panjang lintasan 24 m dan mencapai kedalaman 3.94 m

dimana terdapat 48 elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 0.5 m. Di

lintasan 5 terdapat 340 titik datum. Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D


68

diketahui rentang besar resistivitas di lintasan 5 yaitu berkisar dari 0.5-641.24 Ωm.

Dalam proses inversi lintasan 5 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan didapatkan besar

error sebesar 4.7%.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat dilihat terdapat lapisan

diduga batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, dan batupasir yang

berelingan dengan rentang besar resistivitas ±1.4-224 Ωm, yaitu pada jarak lintasan

0.75-8 m di kedalaman 0-3.5 m, jarak lintasan 8-16 m di kedalaman 0-3.5 m, dan jarak

lintasan 16-22.75 di kedalaman 0-3 m. Selain itu, di lintasan 5 juga diidentifikasi

terdapat akuifer dangkal, yaitu pada jarak lintasan 9-14.5 m di kedalaman 1.25-3.75 m

dan di jarak17-18.75 di kedalaman 1.25-2.5 m dengan rentang besar resistivitas sebesar

±0.62-7.7 Ωm. Di lintasan 5, tidak teridentifikasi adanya anomali material di bawah

permukaan yang menamdakan pencemaran oleh fluida limbah.


69

Gambar 40. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 Beserta Interpretasi

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D kelima lintasan penelitian dapat

diketahui klasifikasi material di bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan

rentang besar resistivitas material yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Material di Bawah Pemukaan Daerah Penelitian Berdasarkan Permodelan


Penampang 2D

Rentang Resistivitas (Ωm) Material


± 0.059-2 Indikasi Pencemaran
± 0.62-11.9 Akuifer dangkal, Batulempung tufan
± 1.4-100 Batulempung, Batupasir tufan
± 200-4318.6 Batupasir
70

4.3 Hasil Permodelan Penampang 3D

Data hasil inversi pada Res2Dinv disimpan dalam bentuk .xyz untuk dilakukan

permodelan penampang 3D menggunakan Voxler. Pada Voxler dilakukan permodelan

penampang 3D antara 2 lintasan, yaitu Lintasan 1 dan Lintasan 2 lalu Lintasan 3 dan

Lintasan 4. Permodelan penampang 3D ini dilakukan untuk melihat potensi

kemenerusan pencemaran yang berpotensi berada di antara 2 lintasan. Pada

permodelan penampang 3D hasil permodelan dikorelasikan dengan hasil permodelan

penampang 2D sebelumnya karena bagaimanapun permodelan penampang 2D sangat

penting untuk membantu interpretasi hasil permodelan penampang 3D. Pada

permodelan penampang 3D di Voxler hanya fokus kepada potensi kemenerusan

pencemaranfluida limbah, sehingga dilakukan pembatasan besar resistivitas material

bawah permukaan hanya dengan rentang 0-100 Ωm.


71

4.3.1 Lintasan 1 dan Lintasan 2

Gambar 41. Permodelan Penampang 3D Lintasan 1 dan Lintasan 2

Lintasan 1 dan lintasan 2 masing-masing memiliki panjang lintasan sepanjang

47 m dan jarak antara lintasan 1 dan lintasan 2 memiliki jarak 20 m. Pada gabungan

lintasan 1 dan lintasan 2 diketahui besar resistivitasnya berada dengan rentang besar

0.49-1680 Ωm. Pada permodelan penampang 3D hanya bertujuan untuk mengetahui

kemenerusan potensi pencemaran, sehingga besar resistivitas dibatasi dengan rentang

besar 0-100 Ωm dimana untuk material dengan resistivitas > 100 Ωm akan ditandai

dengan warna ungu. Pada permodelan penampang 3D juga dapat diketahui volume dari

gabungan kedua lintasan, yaitu sebesar 6714.4 m3. Berdasarkan permodelan

penampang 3D, daerah dengan indikasi tercemar ditandai dengan warna biru tua dan
72

besar resistitas yang rendah, yaitu untuk gabungan lintasan 1 dan lintasan 2 dengan

besar resistivitas ± 0-0.71 Ωm.

Gambar 42. Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 Dilihat dari Tampilan Masing-masing
Penampang

Jika dikorelasikan dengan permodelan penampang 2D yang sudah dilakukan,

pada permodelan penampang 3D terdapat kemiripian dalam tampilan permodelannya.

Untuk mengetahui potensi kemenerusan pencemaran dilakukan pembagian menjadi 6

section berjarak masing-masing 4 m pada permodelan penampang 3D, yaitu supaya

diketahui di jarak berapa terdapat potensi kemenerusan pencemaran dari masing-

masing lintasan.
73

Berdasarkan Gambar 43 jika diperhatikan pada masing-masing lintasan 1 dan

lintasan 2 terdapat kemungkinan pencemaran menerus dari lintasan 2 ke lintasan 1

dilihat dari lokasi dan pola pencemaran pada masing-masing lintasan, tetapi dari

permodelan 3D yang dilakukan tidak terlihat adanya kemenerusan pencemaran

didaerah antara lintasan 1 dan lintasan 2. Hal ini, dikarenakan pengolahan data pada

daerah diantara lintasan 1 dan lintasan 2 dilakukan hanya dengan perkiraan oleh

software, sehingga permodelan yang dihasilkan kurang akurat. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengambilan data pada daerah antara lintasan 1 dan lintasan 2 untuk

mendapatkan permodelan penampang 3D yang lebih akurat untuk mengetahui

kemenerusan pencemaran.

Gambar 43. Interpretasi Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan


74

4.3.2 Lintasan 3 dan Lintasan 4

Gambar 44. Permodelan Penampang 3D Lintasan 3 dan Lintasan 4

Lintasan 3 dan lintasan 4 masing-masing memiliki panjang lintasan sepanjang

24 m dan jarak antara Lintasan 3 dan Lintasan 4 memiliki jarak 20 m. Pada gabungan

lintasan 3 dan lintasan 4 diketahui besar resistivitasnya berada dengan rentang besar

0.04-4318.6 Ωm. Pada permodelan 3D hanya bertujuan untuk mengetahui

kemenerusan potensi pencemaran, sehingga besar resistivitas dibatasi dengan rentang

besar 0-100 Ωm dimana untuk material dengan resistivitas > 100 Ωm akan ditandai

dengan warna ungu. Pada permodelan penampang 3D juga dapat diketahui volume dari

gabungan kedua lintasan, yaitu sebesar 1676.4 m3. Berdasarkan permodelan

penampang 3D, daerah dengan indikasi tercemar ditandai dengan warna biru tua dan
75

besar resistivitas yang rendah, yaitu untuk gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 dengan

besar resistivitas ± 0-0.89 Ωm.

Gambar 45. Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 Dilihat dari Tampilan Masing-masing
Penampang

Jika dikorelasikan dengan permodelan penampang 2D yang sudah dilakukan,

pada permodelan penampang 3D terdapat kemiripian dalam tampilan permodelannya.

Untuk mengetahui potensi kemenerusan pencemaran dilakukan pembagian menjadi 6

section berjarak masing-masing 4 m pada permodelan penampang 3D, yaitu supaya

diketahui di jarak berapa terdapat potensi kemenerusan pencemaran dari masing-

masing lintasan. Pada permodelan penampang 3D yang telah dilakukan untuk

gabungan lintasan 3 dan lintasan 4 ditemukan adanya kemenerusan potensi

pencemaran yang ditandai dengan besar resistivitas rendah atau bagian berwarna biru
76

tua di antara kedua lintasan. Indikasi kemenerusan pencemaran oleh fluida limbah

diidentifikasi berada di jarak0-8 m dari lintasan 4 ke arah Timur, dengan lokasi

pencemaran berada pada jarak lintasan ±12-14.5 m dan di kedalaman ±2-3.5 m.

Indikasi pencemaran ini diduga merupakan kemenerusan dari pencemaran yang

terdapat di lintasan 4.

Gambar 46. Interpretasi Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4

Berdasarkan hasil permodelan penampang 3D antara 2 lintasan, dapat dilihat

secara rinci interpretasi potensi kemenerusan pencemaran berdasarkan permodelan

penampang 3D yang telah dilakukan yang disajikan dalam Tabel 7.


77

Tabel 7. Hasil Interpretasi Potensi Kemenerusan Pencemaran Berdasarkan Permodelan


Penampang 3D

Kemenerusan
Lintasan Keterangan
Pencemaran
Diduga terdapat kemenerusan,
tetapi tidak terlihat pada hasil
permodelan penampang 3D.
1 dan 2 Kemungkinan ada Perlu dilakukan penelitian lebih
untuk mengetahui kemenerusan
pencemaran antara lintasan 1
dan lintasan 2
Kemenerusan pencemaran
terdapat di jarak0-8 m dari
3 dan 4 Ada lintasan 4 ke arah lintasan 3
pada jarak lintasan ±12-14.5 m
dan kedalaman ±2-3.5 m
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa

kesimpulan sebagai berikut.

1. Hasil permodelan penampang 2D pada kelima lintasan menunjukkan di bawah

permukaan daerah penelitian terdapat perselingan batulempung tufan,

batulempung, batupasir tufan, dan batupasir. Selain itu, diidentifikasi adanya

akuifer dangkal, yaitu di lintasan 1, 2, 3, dan 5. Di daerah penelitian

diidentifikasi adanya anomali material bawah permukaan yang diduga

tercemar. Diyakini material ini tercemar oleh fluida limbah karena memiliki

besar resistivitas berkisar ± 0.059-2 Ωm. Selain itu, pada permodelan 2D

terlihat terdapat pola tertentu pada material yang diduga tercemar.

2. Indikasi pencemaran di bawah permukaan daerah penelitian yang ditandai oleh

terdapatnya anomali material bawah permukaan daerah penelitian terdapat di

lintasan 1, 2, dan 4. Di lintasan 1 indikasi pencemaran terdapat pada jarak

lintasan 15.5 m di kedalaman 0.5-1 m dan jarak 19-21 m di kedalaman 1-1.5 m

dengan besar resistivitas ±0.61 Ωm. Di lintasan 2 indikasi pencemaran terdapat

pada jarak lintasan 16-21 m di kedalaman 2 m dan jarak lintasan 24-25 m di

kedalaman 1.5-2.5 m dengan besar resistivitas ±0.71 Ωm. Di lintasan 4 indikasi

78
79

pencemaran terdapat pada jarak lintasan 3-5.5 m di kedalaman 1-2.5 m dan

jarak lintasan 8-17 m di kedalaman 1-3.5 m dengan rentang besar resistivitas

±0.059-0.89 Ωm. Pencemaran fluida limbah diidentifikasi terdapat di antara

perselingan batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, dan batupasir.

Di lintasan 2, diidentifikasi fluida limbah mencemari akuifer dangkal, yaitu di

jarak16-21 m di kedalaman 2 m. Sedangkan di lintasan selain lintasan 2, tidak

diidentifikasi adanya akuifer dangkal yang tercemar.

3. Berdasarkan permodelan penampang 3D, diidentifikasi terdapat indikasi

kemenerusan pencemaran antara lintasan 3 dan lintasan 4. Kemenerusan ini

diduga merupakan kemenerusan dari pencemaran yang berada di lintasan 4,

yaitu di jarak0-8 m ke arah Timur dari lintasan 4 menuju lintasan 3 pada jarak

lintasan ±12-14.5 m dan kedalaman ±2-3.5 m.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa hal-hal yang

masih dapat dikembangkan kembali, yaitu:

1. Dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan panjang lintasan yang lebih

besar dan dengan lintasan yang lebih banyak supaya dapat mengetahui secara

lebih luas lagi potensi pencemaran yang ada.


80

2. Dapat dilakukan penelitian dengan lintasan yang saling memotong (cross-

section) supaya dapat diketahui dengan lebih baik potensi kemenerusan

pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA

[1] U. Syamsiatun, “Sungai Pengabuan, Urat Nadi Kehidupan,” Qureta, 2019.


https://www.qureta.com/post/sungai-pengabuan-urat-nadi-kehidupan (accessed
Jan. 09, 2021).
[2] Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tanjung Jabung Barat, “Gambaran Umum
Kondisi Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat,” Website Resmi
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2017, p. 2.
[3] “Geografi,” Website Resmi Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
http://tanjabbarkab.go.id/site/geografi/ (accessed Jan. 04, 2021).
[4] “Peta Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat,” Website Resmi Pemerintah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat. http://tanjabbarkab.go.id/site/peta-wilaya/
(accessed Jan. 03, 2021).
[5] “Topografi,” Website Resmi Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
http://tanjabbarkab.go.id/site/topografi/ (accessed Jan. 04, 2021).
[6] W. B. Suyasa, Pencemaran Air dan Pengolahan Air Limbah. 2015.
[7] A. N. Fitrianti, “Identifikasi Sebaran Rembesan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas (Studi Kasus:
Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, kabupaten Mojokerto),” Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018.
[8] Y. Gunawan, “Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Sistem Pengolahan Air
Limbah Domestik Waste Water Treatment Plant #48, Studi Kasus di PT Badak
NGL Bontang,” Universitas Diponegoro, 2006.
[9] Tempo.co, “Warga Karawang Protes Limbah Pabrik Kertas Sinar Mas,”
Tempo.co, 2015. https://nasional.tempo.co/read/695818/warga-karawang-
protes-limbah-pabrik-kertas-sinar-mas (accessed Jan. 17, 2021).
[10] Miswar, “Metode Geolistrik Resistivitas Di Kawasan Industri Makassar
(KIMA),” Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2017.
[11] P. Kearey, M. Brooks, and I. Hill, An Introduction to Geophysical Exploration,
3rd ed. Blackwell Publishing, 2002.
[12] J. M. Reynolds, An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics, 2nd
ed. Willey-Blackwell, 2011.

81
82

[13] D. S. Parasnis, Principles of Applied Geophysics, 4th ed. New York: Chapman
and Hall, 1986.
[14] I Nengah Simpen, “Modul Praktikum Metoda Geolistrik,” 2015.
[15] W. M. Telford, L. P. Geldart, and R. E. Sheriff, Applied Geophysics, 2nd ed.
Cambridge: Cambridge University Press, 1990.
[16] Suhendra, “Pencitraan Konduktivitas Bawah Permukaan dan Aplikasinya untuk
Identifikasi Penyebaran Limbah Cair Dengan Menggunakan Metode Geolistrik
Tahanan Jenis 2 D,” GRADIEN J. Ilm. MIPA, vol. 2, no. 1, pp. 105–108, 2006,
[Online]. Available:
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/gradien/article/view/160.
[17] S. Wahyono and N. Sari, “Penentuan Kontaminasi Limbah Cair dengan Metode
Geolistrik,” J. Sains MIPA Univ., vol. 13, no. 3, pp. 183–189, 2007, [Online].
Available: http://jurnal.fmipa.unila.ac.id/index.php/sains/article/view/155.
[18] R. Inayah et al., “Identification of Soil Contamination using VLF-EM and
Resistivity Methods: A Case Study,” IPTEK J. Technol. Sci., vol. 30, no. 1, p.
15, 2019, doi: 10.12962/j20882033.v30i1.5004.
[19] Agusalim, “Aplikasi Metode Resistivtas Konfigurasi Wenner Untuk
Menafsirkan Penyebaran Batuan Situs Purbakala Canpada Gambar Wetan
Kabupaten Blitar,” Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2015.
[20] M.H.Loke, Electrical imaging surveys for environmental and engineering
studies. 2000.
[21] A. T. Batayneh, “2D Electrical Imaging of an LNAPL Contamination, Al
Amiriyya Fuel Station, Jordan,” J. Appl. Sci., vol. 5, no. 1, pp. 52–59, 2005, doi:
10.3923/jas.2005.52.59.
[22] O. Cyril.C, “Sensitivity and Resolution Capacity of Electrode Configurations,”
Int. J. Geophys., 2013, doi: http://dx.doi.org/10.1155/2013/608037.
[23] Modul 5 Desain Survei Geolistrik Untuk Airtanah. Bandung: Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi Badan Pengembangan Sumber
Daya Alam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019.
[24] A. A. Bery, R. Saad, I. N. E. Hidayah, I. N. Azwin, and M. Saidin,
“Enhancement in resistivity resolution based on the data sets amalgamation
technique at Bukit Bunuh, Perak, Malaysia,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci.,
vol. 23, no. 1, 2015, doi: 10.1088/1755-1315/23/1/012009.
[25] A. I. Riwayat, M. A. Ahmad Nazri, and M. H. Zainal Abidin, “Application of
83

Electrical Resistivity Method (ERM) in Groundwater Exploration,” J. Phys.


Conf. Ser., vol. 995, no. 1, 2018, doi: 10.1088/1742-6596/995/1/012094.
[26] D. Noor, Pengantar Geologi, 2nd ed. Bogor: Pakuan University Press, 2012.
[27] W. P. Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful Bahri, “Menggunakan Parameter
Dar Zarrouk Dan Konsep Anisotropi,” J. Sains dan Seni ITS, vol. 1, no. 1, pp.
1–6, 2012, [Online]. Available:
https://media.neliti.com/media/publications/15785-ID-analisa-resistivitas-
batuan-dengan-menggunakan-parameter-dar-zarrouk-dan-konsep.pdf.
[28] B. Septyanto, M. Nafian, and N. I. Dwiningsih, “Identifikasi Lapisan Batuan Di
Daerah Bojongsari, Depok Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas,” Al-
Fiziya J. Mater. Sci. Geophys. Instrum. Theor. Phys., vol. 1, no. 2, pp. 7–14,
2019, doi: 10.15408/fiziya.v1i2.9503.
[29] Y. Suryadi and R. Efendi, “Identifikasi Struktur Perlapisan Bawah Permukaan
dan Sebaran Temperatur daerah Panasbumi Desa Mantikole,” vol. 14, no. 1, pp.
28–35, 2015.
LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Geolistrik Resistivitas

Lintasan 1

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
1 1 22.28
2 1 27.8
3 1 33.58
4 1 59.03
5 1 55.64
6 1 60.14
7 1 67.31
8 1 55.45
9 1 62.74
10 1 49.25
11 1 53.99
12 1 48.22
13 1 42.77
14 1 40.48
15 1 28.04
16 1 32.89
17 1 19.16
18 1 35.65
19 1 39.59
20 1 32.62
21 1 38.66
22 1 23.11
23 1 41.52
24 1 34.77
25 1 41.72
26 1 38.9
27 1 43.53
28 1 45
29 1 48.09

84
85

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
30 1 44.32
31 1 48.27
32 1 37.4
33 1 49.15
34 1 53.13
35 1 55.48
36 1 63.75
37 1 54.07
38 1 53.14
39 1 42.92
40 1 40.13
41 1 39.44
42 1 45.58
43 1 55.48
44 1 52.06
1 2 17.52
2 2 23.84
3 2 35.8
4 2 35.83
5 2 28.74
6 2 36.56
7 2 35.56
8 2 33.23
9 2 33.65
10 2 31.58
11 2 28.22
12 2 29.83
13 2 32.38
14 2 33.67
15 2 14.29
16 2 12.87
17 2 17.66
18 2 24.2
19 2 14.19
20 2 10.6
21 2 23.71
86

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
22 2 31.71
23 2 26.76
24 2 17.8
25 2 18.9
26 2 20.63
27 2 19.43
28 2 21.44
29 2 27.46
30 2 28.59
31 2 30.23
32 2 31.94
33 2 32.83
34 2 30.26
35 2 29.89
36 2 31.75
37 2 36.01
38 2 38.34
39 2 35.3
40 2 33.67
41 2 32.99
1 3 31.05
2 3 27.09
3 3 27.36
4 3 21.06
5 3 19.91
6 3 21.54
7 3 25.31
8 3 22.38
9 3 27.47
10 3 35.89
11 3 35.47
12 3 37.93
13 3 16.76
14 3 15.56
15 3 11.48
16 3 9.81
87

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
17 3 8.98
18 3 6.79
19 3 20.25
20 3 34.88
21 3 40.97
22 3 23.52
23 3 16.41
24 3 10.89
25 3 13.28
26 3 18.43
27 3 24.74
28 3 27.85
29 3 30.08
30 3 27.98
31 3 22.59
32 3 17.82
33 3 16.43
34 3 20.11
35 3 27.82
36 3 35.08
37 3 35.77
38 3 30
1 4 25.64
2 4 18.85
3 4 12.74
4 4 9.86
5 4 10.23
6 4 16.14
7 4 25.89
8 4 39.03
9 4 41.42
10 4 44.99
11 4 39.8
12 4 23.34
13 4 15.51
14 4 6.73
88

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
15 4 11.07
16 4 4.73
17 4 21.27
18 4 35.23
19 4 40.45
20 4 44.38
21 4 25.33
22 4 12.8
23 4 13.67
24 4 12.98
25 4 20.84
26 4 28.48
27 4 32.26
28 4 30.47
29 4 17.02
30 4 12.86
31 4 14.51
32 4 16.18
33 4 18.61
34 4 25
35 4 32.24
1 5 8.3
2 5 4.2
3 5 6.4
4 5 9.04
5 5 12.49
6 5 32.58
7 5 42.14
8 5 62.84
9 5 53.56
10 5 34.34
11 5 14.23
12 5 7.82
13 5 8.35
14 5 9.08
15 5 18.86
89

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
16 5 32.65
17 5 32.64
18 5 48.64
19 5 42.05
20 5 26.86
21 5 16.64
22 5 13.33
23 5 17.12
24 5 20.5
25 5 28.76
26 5 26.92
27 5 21.27
28 5 14.65
29 5 12.54
30 5 13.62
31 5 14.8
32 5 18.58
1 6 5.47
2 6 5.72
3 6 8.86
4 6 26.41
5 6 37.79
6 6 60.65
7 6 43.55
8 6 31.12
9 6 21.33
10 6 9.65
11 6 9.41
12 6 8.01
13 6 18.86
14 6 20.31
15 6 16.1
16 6 28.09
17 6 37.25
18 6 54.19
19 6 28.72
90

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
20 6 19.41
21 6 18.82
22 6 18.9
23 6 16.84
24 6 14.63
25 6 21.65
26 6 21.66
27 6 14.6
28 6 13.35
29 6 14.08
1 7 8.21
2 7 34.85
3 7 39.35
4 7 36.99
5 7 19.31
6 7 19.66
7 7 24.25
8 7 17.31
9 7 11.69
10 7 9.46
11 7 16.9
12 7 14.45
13 7 11.98
14 7 11.6
15 7 12.99
16 7 37.13
17 7 41.92
18 7 38.26
19 7 21.58
20 7 17.73
21 7 14.02
22 7 12.37
23 7 13.76
24 7 13.08
25 7 19.77
26 7 16.37
91

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
1 8 25.5
2 8 20.43
3 8 13.02
4 8 12.57
5 8 13.03
6 8 14.63
7 8 18.7
8 8 10.67
9 8 12.41
10 8 11.39
11 8 10.85
12 8 9.28
13 8 9.15
14 8 10.57
15 8 14.53
16 8 42.38
17 8 28.21
18 8 22.12
19 8 14.43
20 8 12.96
21 8 11.99
22 8 11.27
23 8 13.4
1 9 10.67
2 9 10.55
3 9 11.51
4 9 10.84
5 9 12.17
6 9 9.91
7 9 11.7
8 9 10.7
9 9 8.8
10 9 8.69
11 9 8.61
12 9 8.64
13 9 9.2
92

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
14 9 9.32
15 9 11.93
16 9 26.58
17 9 15.99
18 9 15.72
19 9 11.3
20 9 11.43
1 10 11.05
2 10 8.91
3 10 7.96
4 10 6.86
5 10 9.93
6 10 9.08
7 10 8.51
8 10 8.15
9 10 8.25
10 10 7.25
11 10 6.08
12 10 5.48
13 10 6.3
14 10 7.73
15 10 7.9
16 10 15.19
17 10 11.49
1 11 6.39
2 11 5.5
3 11 7.98
4 11 8.58
5 11 7.67
6 11 7.35
7 11 6.76
8 11 5.35
9 11 4.19
10 11 4.1
11 11 4.49
12 11 4.91
93

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
13 11 5.72
14 11 5.53
1 12 7.33
2 12 8.1
3 12 7.65
4 12 6.04
5 12 4.12
6 12 3.13
7 12 3.58
8 12 3.43
9 12 3.39
10 12 3.77
11 12 4.36
1 13 6.56
2 13 4.3
3 13 2.67
4 13 2.33
5 13 2.12
6 13 2.33
7 13 2.91
8 13 3.2
1 14 2.38
2 14 1.91
3 14 1.82
4 14 1.73
5 14 1.99
1 15 1.62
2 15 1.68

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 29
5 29
10 29
15 29
94

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
20 29
25 29
30 29
35 29
40 29
47 29

Lintasan 2
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 1 29.21
1 1 31.49
2 1 24.45
3 1 29.14
4 1 35.42
5 1 33.27
6 1 42.83
7 1 33.83
8 1 322.88
9 1 21.93
10 1 268.5
11 1 95.42
12 1 90.19
13 1 85.11
14 1 119.23
15 1 108.67
16 1 148.88
17 1 96.01
18 1 109.82
19 1 84.66
20 1 84.35
21 1 65.93
22 1 104.5
23 1 74
95

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
24 1 143.08
25 1 106.66
26 1 150.46
27 1 104.81
28 1 117.94
29 1 112.19
30 1 114.84
31 1 146.49
32 1 116.65
33 1 114.75
34 1 88.69
35 1 68.08
36 1 73.99
37 1 69.68
38 1 71.59
39 1 90.19
40 1 61.09
41 1 101.16
42 1 71.44
43 1 66.03
44 1 66.4
0 2 16.92
1 2 11.85
2 2 12.78
3 2 16.44
4 2 12.91
5 2 37.51
6 2 177.94
7 2 80.75
9 2 50.44
10 2 165.65
11 2 108.74
12 2 71.9
13 2 79.51
14 2 58.29
15 2 58.63
96

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
16 2 60.88
17 2 69.7
18 2 44.19
19 2 34.1
20 2 49.77
21 2 45.98
22 2 39.86
23 2 63.39
24 2 60.83
25 2 62.2
26 2 52.16
27 2 97.18
28 2 48.02
29 2 70.28
30 2 48.84
31 2 71.89
32 2 44.55
33 2 64.35
34 2 54.54
35 2 42.43
36 2 57.35
37 2 36.69
38 2 48.93
39 2 47.27
40 2 65.92
41 2 49.01
0 3 10.3
1 3 7.43
2 3 12.34
3 3 25.09
4 3 101.36
5 3 89.11
6 3 21.04
7 3 26.6
8 3 29.15
9 3 40.5
97

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
10 3 130.03
11 3 106.35
12 3 26.13
13 3 39.92
14 3 32.47
15 3 24.47
16 3 46.05
17 3 35.44
18 3 34.22
19 3 21.5
20 3 24.36
21 3 36.27
22 3 35.35
23 3 36.74
24 3 57.21
25 3 23.44
26 3 21.12
27 3 38.66
28 3 22.82
29 3 20.81
30 3 39.02
31 3 24.5
32 3 32.85
33 3 53.52
34 3 24.12
35 3 22.92
36 3 25.71
37 3 24.12
38 3 49.38
0 4 10.55
1 4 19.86
2 4 101.79
3 4 23.51
4 4 15.52
5 4 22.46
6 4 10.22
98

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
7 4 19.55
8 4 22.26
9 4 25.21
10 4 109.8
11 4 28.8
12 4 19.04
13 4 24.12
14 4 17.07
15 4 29.33
16 4 23.22
17 4 15.24
18 4 17.93
19 4 31.12
20 4 29.75
21 4 40.08
22 4 34.25
23 4 30.42
24 4 11.48
25 4 13.68
26 4 16.16
27 4 20.97
28 4 11.02
29 4 22.01
30 4 32.29
31 4 16.36
32 4 15.12
33 4 23.8
34 4 23.3
35 4 20.11
0 5 26.33
1 5 15.58
2 5 11.05
3 5 10.36
4 5 10.41
5 5 7.66
6 5 7.07
99

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
7 5 11.21
8 5 12.49
9 5 16.02
10 5 28.94
11 5 17.29
12 5 18.01
13 5 14.71
14 5 14.95
15 5 13.47
16 5 16.15
17 5 27.79
18 5 36.88
19 5 35.21
20 5 35.7
21 5 32.14
22 5 27
23 5 18.68
24 5 7.5
25 5 6.14
26 5 9.5
27 5 18.31
28 5 18.43
29 5 12.81
30 5 14.88
31 5 14.9
32 5 24.54
0 6 6.7
1 6 9.04
2 6 5.14
3 6 4.11
4 6 6.27
5 6 7.14
6 6 7.24
7 6 8.98
8 6 9.38
9 6 9.21
100

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
10 6 19.08
11 6 14.72
12 6 11.26
13 6 13.89
14 6 13.94
15 6 39.72
16 6 38.12
17 6 40.24
18 6 39.74
19 6 38.11
20 6 34.35
21 6 25.26
22 6 9.53
23 6 5.76
24 6 7
25 6 5.24
26 6 7.59
27 6 26.15
28 6 12.69
29 6 17.69
0 7 3.13
1 7 3.79
2 7 5.4
3 7 5.52
4 7 6.81
5 7 7.99
6 7 8.04
7 7 4.81
8 7 7.35
9 7 11.64
10 7 16.02
11 7 10.98
12 7 17.55
13 7 27.24
14 7 43.12
15 7 45.84
101

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
16 7 44.02
17 7 40.09
18 7 38.04
19 7 35.37
20 7 27.24
21 7 9.84
22 7 4.62
23 7 3.34
24 7 5.73
25 7 5.84
26 7 11.7
0 8 3.66
1 8 5.62
2 8 7.12
3 8 10.09
4 8 6.44
5 8 3.12
6 8 7.21
7 8 9.38
8 8 10.45
9 8 11.39
10 8 16.49
11 8 29.45
12 8 50.01
13 8 52.63
14 8 47.48
15 8 40.66
16 8 38.6
17 8 39.78
18 8 39.76
19 8 29.7
20 8 7.76
21 8 3.53
22 8 4.98
23 8 6.82
0 9 8.35
102

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
1 9 7.05
2 9 6.91
3 9 5.47
4 9 6.59
5 9 10.23
6 9 10.21
7 9 11.34
8 9 15.78
9 9 30.18
10 9 56.45
11 9 57.66
12 9 54.91
13 9 45.78
14 9 43.16
15 9 43.11
16 9 44.16
17 9 34.86
18 9 22.38
19 9 8.09
20 9 7.12
0 10 6.61
1 10 6.28
2 10 9.91
3 10 9.86
4 10 12.45
5 10 12.5
6 10 17.22
7 10 32.11
8 10 55.22
9 10 57.98
10 10 58.66
11 10 58.8
12 10 51.38
13 10 42.29
14 10 39.14
15 10 36.86
103

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
16 10 34.12
17 10 23.42
0 11 10.99
1 11 14.5
2 11 13.34
3 11 14.39
4 11 18.6
5 11 35.13
6 11 56.45
7 11 60.41
8 11 61.62
9 11 59.33
10 11 63.51
11 11 48.65
12 11 42.29
13 11 39.08
14 11 38.41
0 12 15.97
1 12 14.68
2 12 19.16
3 12 36.21
4 12 59.07
5 12 66.87
6 12 64.72
7 12 72.25
8 12 54.91
9 12 54.03
10 12 49.87
11 12 44.03
0 13 17.83
1 13 36.64
2 13 63.38
3 13 69.27
4 13 73.22
5 13 60.44
6 13 54.57
104

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
7 13 56.97
8 13 55.92
0 14 61.49
1 14 74.51
2 14 61.38
3 14 59.44
4 14 60.71
5 14 58.83
0 15 54.96
1 15 58.34
2 15 58.15

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 29
5 29
10 29
15 29
20 29
25 29
30 29
35 29
40 29
47 29

Lintasan 3
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 0.5 7.46
0.5 0.5 7.05
1 0.5 7.08
1.5 0.5 6.47
2 0.5 6.62
105

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
2.5 0.5 7.67
3 0.5 4.72
3.5 0.5 7.05
4 0.5 9.25
4.5 0.5 9.84
5 0.5 11.31
5.5 0.5 9.62
6 0.5 10.12
6.5 0.5 11.57
7 0.5 11.24
7.5 0.5 14.6
8 0.5 16.01
8.5 0.5 18.42
9 0.5 20.71
9.5 0.5 23.75
10 0.5 26.13
10.5 0.5 31.31
11 0.5 31.99
11.5 0.5 35.55
12 0.5 33.71
12.5 0.5 34.02
13 0.5 29.59
13.5 0.5 29.36
14 0.5 27.07
14.5 0.5 31.85
15 0.5 32.15
15.5 0.5 35.32
16 0.5 39.28
16.5 0.5 33.27
17 0.5 36.22
17.5 0.5 36.57
18 0.5 30.67
18.5 0.5 34.61
19 0.5 31.15
19.5 0.5 34.55
20 0.5 31.37
106

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
20.5 0.5 37.86
21 0.5 35.67
21.5 0.5 41.58
22 0.5 36.36
0 1 10.49
0.5 1 9.89
1 1 11.03
1.5 1 13.39
2 1 10.43
2.5 1 8.15
3 1 11.12
3.5 1 14.54
4 1 14.96
4.5 1 13.59
5 1 13.23
5.5 1 13.74
6 1 14.45
6.5 1 14.64
7 1 16.61
7.5 1 17.32
8 1 18.28
8.5 1 19.06
9 1 20.95
9.5 1 22.37
10 1 24.44
10.5 1 24.9
11 1 25.31
11.5 1 23.9
12 1 23.91
12.5 1 23.81
13 1 24.94
13.5 1 26.18
14 1 27.44
14.5 1 29.71
15 1 32.9
15.5 1 31.01
107

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
16 1 31.72
16.5 1 32.1
17 1 31.74
17.5 1 28.27
18 1 30.52
18.5 1 29.05
19 1 27.43
19.5 1 27.43
20 1 31.62
20.5 1 32.02
0 1.5 14.7
0.5 1.5 15.99
1 1.5 13.64
1.5 1.5 11.67
2 1.5 11.17
2.5 1.5 14.44
3 1.5 17.03
3.5 1.5 17.42
4 1.5 15.08
4.5 1.5 13.72
5 1.5 13.74
5.5 1.5 15.59
6 1.5 17.16
6.5 1.5 18.5
7 1.5 18.4
7.5 1.5 18.49
8 1.5 17.4
8.5 1.5 18.49
9 1.5 19.39
9.5 1.5 19.95
10 1.5 20.02
10.5 1.5 20.5
11 1.5 19.9
11.5 1.5 20.41
12 1.5 20.63
12.5 1.5 22.39
108

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
13 1.5 24.9
13.5 1.5 26.12
14 1.5 26.11
14.5 1.5 25.39
15 1.5 23.7
15.5 1.5 23.63
16 1.5 24.57
16.5 1.5 25.65
17 1.5 26.33
17.5 1.5 26.85
18 1.5 24.78
18.5 1.5 25.13
19 1.5 24
0 2 13.97
0.5 2 13.82
1 2 13.89
1.5 2 13.07
2 2 15.49
2.5 2 15.75
3 2 15.63
3.5 2 14.76
4 2 12.91
4.5 2 13.76
5 2 15.83
5.5 2 16.58
6 2 18.08
6.5 2 16.99
7 2 17.25
7.5 2 15.71
8 2 16.17
8.5 2 16.33
9 2 17.79
9.5 2 17.43
10 2 17.51
10.5 2 16.62
11 2 17.75
109

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
11.5 2 19.06
12 2 21.3
12.5 2 21.13
13 2 23.04
13.5 2 20.53
14 2 19.61
14.5 2 18.16
15 2 18.5
15.5 2 19.66
16 2 21.84
16.5 2 21.53
17 2 23.16
17.5 2 21.2
0 2.5 14.05
0.5 2.5 14.18
1 2.5 13.15
1.5 2.5 13.59
2 2.5 13.32
2.5 2.5 13.19
3 2.5 12.89
3.5 2.5 13.42
4 2.5 13.32
4.5 2.5 13.87
5 2.5 14.14
5.5 2.5 15.3
6 2.5 15.53
6.5 2.5 15.1
7 2.5 14.76
7.5 2.5 14.9
8 2.5 14.95
8.5 2.5 15.18
9 2.5 14.65
9.5 2.5 14.28
10 2.5 14.55
10.5 2.5 15.68
11 2.5 16.31
110

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
11.5 2.5 17.18
12 2.5 17.58
12.5 2.5 16.98
13 2.5 16.72
13.5 2.5 16.66
14 2.5 15.88
14.5 2.5 15.72
15 2.5 16.23
15.5 2.5 17.1
16 2.5 16.9
0 3 12.74
0.5 3 10.8
1 3 11.76
1.5 3 12.11
2 3 11.75
2.5 3 11.31
3 3 11.54
3.5 3 12.03
4 3 11.98
4.5 3 11.75
5 3 13.17
5.5 3 13.43
6 3 14.45
6.5 3 13.28
7 3 13.86
7.5 3 13.02
8 3 12.56
8.5 3 11.93
9 3 12.35
9.5 3 11.87
10 3 12.97
10.5 3 12.43
11 3 13.37
11.5 3 13.17
12 3 14.43
12.5 3 14.11
111

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
13 3 14.82
13.5 3 13.85
14 3 13.73
14.5 3 12.86
0 3.5 9.63
0.5 3.5 10.54
1 3.5 10.62
1.5 3.5 10.46
2 3.5 9.69
2.5 3.5 9.46
3 3.5 9.97
3.5 3.5 11
4 3.5 10.99
4.5 3.5 11.52
5 3.5 11.92
5.5 3.5 12.19
6 3.5 11.99
6.5 3.5 11.61
7 3.5 11.18
7.5 3.5 10.61
8 3.5 9.65
8.5 3.5 9.88
9 3.5 9.59
9.5 3.5 9.59
10 3.5 9.92
10.5 3.5 10.44
11 3.5 11.49
11.5 3.5 12.07
12 3.5 12.23
12.5 3.5 12.07
13 3.5 11.62
0 4 8.86
0.5 4 9.05
1 4 9.14
1.5 4 8.54
2 4 8.5
112

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
2.5 4 8.91
3 4 9.93
3.5 4 10.1
4 4 10.38
4.5 4 9.84
5 4 10.24
5.5 4 9.68
6 4 9.72
6.5 4 8.72
7 4 8.77
7.5 4 7.97
8 4 7.89
8.5 4 7.5
9 4 8.24
9.5 4 8.22
10 4 9.15
10.5 4 9.36
11 4 9.96
11.5 4 9.31
0 4.5 8.03
0.5 4.5 8.19
1 4.5 8.17
1.5 4.5 8.04
2 4.5 8.23
2.5 4.5 8.52
3 4.5 8.7
3.5 4.5 8.95
4 4.5 8.45
4.5 4.5 8.02
5 4.5 7.31
5.5 4.5 7.23
6 4.5 7.08
6.5 4.5 7.03
7 4.5 6.93
7.5 4.5 6.93
8 4.5 6.93
113

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
8.5 4.5 7.13
9 4.5 7.29
9.5 4.5 7.38
10 4.5 7.39
0 5 7.71
0.5 5 7.44
1 5 7.52
1.5 5 7.38
2 5 7.55
2.5 5 7.19
3 5 7.32
3.5 5 6.7
4 5 6.13
4.5 5 5.35
5 5 5.58
5.5 5 5.74
6 5 6.39
6.5 5 6.32
7 5 6.74
7.5 5 6.25
8 5 6.23
8.5 5 5.75
0 5.5 6.84
0.5 5.5 6.63
1 5.5 6.73
1.5 5.5 6.46
2 5.5 5.85
2.5 5.5 5.55
3 5.5 4.98
3.5 5.5 4.83
4 5.5 4.46
4.5 5.5 4.71
5 5.5 5.22
5.5 5.5 5.72
6 5.5 6.02
6.5 5.5 5.91
114

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
7 5.5 5.49
0 6 5.94
0.5 6 5.51
1 6 5.37
1.5 6 4.68
2 6 4.35
2.5 6 3.98
3 6 4.09
3.5 6 4.26
4 6 4.56
4.5 6 4.72
5 6 5.17
5.5 6 5.01
0 6.5 4.64
0.5 6.5 4.4
1 6.5 4.06
1.5 6.5 3.89
2 6.5 3.71
2.5 6.5 3.87
3 6.5 4.01
3.5 6.5 4.29
4 6.5 4.26
0 7 4
0.5 7 3.76
1 7 3.77
1.5 7 3.69
2 7 3.74
2.5 7 3.64
0 7.5 3.62
0.5 7.5 3.69
1 7.5 3.56
115

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 29
5 29
10 29
15 29
20 29
25 29
30 29
35 29
40 29
47 29

Lintasan 4
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 0.5 12
0.5 0.5 13.82
1 0.5 10.72
1.5 0.5 10.16
2 0.5 10.69
2.5 0.5 10.32
3 0.5 10.43
3.5 0.5 14.38
4 0.5 14.17
4.5 0.5 17.76
5 0.5 14.64
5.5 0.5 14.79
6 0.5 14.23
6.5 0.5 13.62
7 0.5 15.1
7.5 0.5 13.77
10 0.5 51.66
10.5 0.5 14.7
11 0.5 30.39
11.5 0.5 33.64
116

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
12 0.5 23.88
12.5 0.5 25.91
13 0.5 30.51
13.5 0.5 22.47
14 0.5 35.61
14.5 0.5 28.6
15 0.5 30.27
15.5 0.5 42.6
16 0.5 35.88
16.5 0.5 45.96
17 0.5 40.82
18 0.5 1.36
19.5 0.5 54.78
20 0.5 50.84
20.5 0.5 46.39
21 0.5 49.31
21.5 0.5 32.11
22 0.5 68.55
0 1 16
0.5 1 13.07
1 1 12.75
1.5 1 13.16
2 1 11.94
2.5 1 12.25
3 1 14.85
3.5 1 16.32
4 1 15.84
4.5 1 15.42
5 1 15.26
5.5 1 16.23
6 1 18.08
7 1 16.16
8 1 12.78
9 1 35.65
10 1 13.81
10.5 1 21.48
117

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
11 1 33.9
11.5 1 24.43
12 1 24.78
12.5 1 28.82
13 1 32.48
13.5 1 29.39
14 1 22.98
14.5 1 24.57
15 1 37.22
15.5 1 42.98
16.5 1 33.68
17 1 1.33
17.5 1 45.37
18.5 1 41.88
19.5 1 41.21
20 1 24.02
20.5 1 36.22
0 1.5 13.31
0.5 1.5 11.36
1 1.5 8.89
1.5 1.5 9.42
2 1.5 10.62
2.5 1.5 13
3 1.5 14.89
3.5 1.5 13.46
4 1.5 12.84
4.5 1.5 14.25
5.5 1.5 14.87
6 1.5 15.04
7 1.5 10.69
7.5 1.5 11.36
8.5 1.5 20.2
9 1.5 19.66
10 1.5 13.24
10.5 1.5 11.25
11 1.5 21.94
118

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
11.5 1.5 20.54
12 1.5 21.91
12.5 1.5 19.66
13 1.5 16.01
13.5 1.5 16.08
14 1.5 21.65
15 1.5 31.08
15.5 1.5 31.09
16 1.5 3.57
16.5 1.5 23.84
17 1.5 23.9
18 1.5 28.1
18.5 1.5 23.45
0 2 6.99
0.5 2 6.98
1 2 7.56
1.5 2 9.31
2 2 10.57
2.5 2 11.52
3 2 12.71
4 2 12.11
4.5 2 11.67
5 2 7.65
6 2 8.04
6.5 2 7.93
7 2 17.2
8 2 12.23
8.5 2 13.02
9 2 6.78
10 2 7.93
10.5 2 7.17
11 2 16.05
11.5 2 11.32
12 2 9.43
12.5 2 13.13
13.5 2 16.74
119

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
14 2 21.84
14.5 2 20.27
15.5 2 14.48
16 2 9.84
16.5 2 12.31
17.5 2 11.87
0 2.5 5.8
0.5 2.5 6.66
1 2.5 7.72
1.5 2.5 9.34
2.5 2.5 11.2
3 2.5 11.6
3.5 2.5 7.96
4 2.5 7.8
5 2.5 6.19
5.5 2.5 5.94
6 2.5 10.79
6.5 2.5 8.26
7.5 2.5 7.55
8 2.5 7.17
8.5 2.5 4.07
9 2.5 4.18
10 2.5 3.2
10.5 2.5 3.31
11 2.5 8.76
12 2.5 9.22
12.5 2.5 13.37
13 2.5 14.14
13.5 2.5 14.47
14 2.5 8.05
14.5 2.5 12.05
15 2.5 9.92
15.5 2.5 4.57
16 2.5 4.6
0 3 5.95
1 3 9.04
120

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
1.5 3 10.79
2 3 8.55
2.5 3 8.83
3 3 8.9
4 3 6.45
4.5 3 5.18
5 3 5.89
5.5 3 5.25
6 3 4.49
7 3 4.54
7.5 3 4.29
8 3 1.92
8.5 3 1.7
9 3 1.94
10.5 3 3.27
11 3 7.63
11.5 3 9.85
12 3 11.32
12.5 3 11.78
13 3 5.69
13.5 3 14.07
14 3 8.21
14.5 3 5.57
0 3.5 7.92
0.5 3.5 8.07
1 3.5 9.69
1.5 3.5 9.91
2 3.5 9.4
3 3.5 8.49
3.5 3.5 6.97
4 3.5 5.39
4.5 3.5 3.28
5 3.5 2.62
5.5 3.5 2.73
6.5 3.5 2.18
7 3.5 2.63
121

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
8 3.5 1.19
9 3.5 1.51
10 3.5 3.58
10.5 3.5 7.71
11 3.5 10.38
11.5 3.5 10.64
12 3.5 9.74
12.5 3.5 10.65
13 3.5 9.36
0 4 10.05
0.5 4 10.75
1 4 10.8
2 4 9.86
2.5 4 9.22
3 4 6.62
3.5 4 4.42
4 4 2.53
4.5 4 1.71
5 4 1.14
6 4 1.7
6.5 4 2.12
7.5 4 1.05
8 4 1.4
8.5 4 1.9
9 4 3.09
10 4 9.71
10.5 4 14.46
11 4 3.03
11.5 4 11.7
0 4.5 11.72
1 4.5 11.8
1.5 4.5 11.28
2 4.5 8.3
2.5 4.5 6.38
3 4.5 4.23
3.5 4.5 2.32
122

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
4 4.5 1.8
4.5 4.5 1.45
6 4.5 1.74
7 4.5 1.06
7.5 4.5 1.8
8 4.5 2.85
8.5 4.5 6.84
9 4.5 12.6
10 4.5 8.06
0 5 12.76
0.5 5 12.86
1 5 10.56
1.5 5 9.06
2 5 6.14
2.5 5 4.09
3 5 2.82
3.5 5 2.21
5 5 1.28
5.5 5 1.74
6.5 5 1.42
7 5 2.62
7.5 5 7.94
8 5 9.89
8.5 5 12.31
0 5.5 11.41
0.5 5.5 10.92
1 5.5 8.54
1.5 5.5 6.25
2 5.5 4.13
3 5.5 2.3
3.5 5.5 1.89
4.5 5.5 1.34
5 5.5 1.65
6 5.5 3.04
6.5 5.5 5.58
7 5.5 9.42
123

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 6 9.37
0.5 6 8.47
1.5 6 4.67
2 6 2.98
2.5 6 2.42
3 6 2
4 6 1.56
4.5 6 2.1
5 6 1.86
5.5 6 5.08
0 6.5 8.45
0.5 6.5 6.84
1 6.5 4.94
1.5 6.5 3.35
2 6.5 2.38
2.5 6.5 2.12
3.5 6.5 2.17
4 6.5 3.32
0 7 6.79
0.5 7 5.15
1 7 3.58
1.5 7 2.66
2 7 2.31
0 7.5 5.16
0.5 7.5 3.92
1 7.5 3.25

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 50
2 50
4 50
6 50
8 50
10 50
124

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
12 50
14 50
16 50
18 50
20 50
22 50
24 50

Lintasan 5
Data resistivitas semu
Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
2 0.5 28.63
2.5 0.5 29.9
3 0.5 30.22
3.5 0.5 28.64
4 0.5 33.49
4.5 0.5 30.89
5 0.5 33.05
5.5 0.5 36.72
6 0.5 40.51
6.5 0.5 33.22
7 0.5 40.61
7.5 0.5 35.03
8 0.5 31.06
8.5 0.5 37.78
9 0.5 37.21
9.5 0.5 38.4
10 0.5 33.73
10.5 0.5 40.65
11 0.5 33.27
11.5 0.5 40.91
12 0.5 37.03
12.5 0.5 40.19
13 0.5 38.88
125

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
13.5 0.5 38.07
14 0.5 36.95
14.5 0.5 32.75
15 0.5 45.09
15.5 0.5 36.02
16 0.5 49.52
16.5 0.5 41.86
17 0.5 53.92
17.5 0.5 47.43
18 0.5 33.44
18.5 0.5 42.99
19.5 0.5 28.53
20 0.5 29.04
20.5 0.5 40
21 0.5 45.92
21.5 0.5 26.73
22 0.5 37.78
0 1 17.76
1 1 53.38
2 1 27.15
2.5 1 27.47
3 1 30.91
3.5 1 30.73
4 1 29.67
4.5 1 32.09
5 1 33.49
5.5 1 30.36
6 1 34.88
6.5 1 35.99
7 1 32.59
7.5 1 32.98
8 1 40.04
8.5 1 36.21
9 1 32.98
9.5 1 35.62
10 1 39.97
126

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
10.5 1 37.18
11 1 33.5
11.5 1 31.81
12 1 36.42
12.5 1 41.02
13 1 37.83
13.5 1 30.9
14 1 33.73
14.5 1 40.56
15 1 42.53
15.5 1 40.45
16 1 41.54
16.5 1 26.26
17 1 68.75
17.5 1 98.34
18 1 29.05
18.5 1 17.35
19 1 72.23
19.5 1 80.67
20 1 30.95
20.5 1 26.66
0.5 1.5 33.17
1 1.5 33.74
2 1.5 23.92
2.5 1.5 24.69
3 1.5 27.55
3.5 1.5 26.32
4 1.5 28.68
4.5 1.5 28.82
5 1.5 30.98
5.5 1.5 28.81
6 1.5 30.02
6.5 1.5 30.07
7 1.5 31.35
7.5 1.5 31.5
8 1.5 31.55
127

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
8.5 1.5 32.19
9 1.5 31.06
9.5 1.5 32.05
10 1.5 28.71
10.5 1.5 29.24
11 1.5 31.46
11.5 1.5 34.77
12 1.5 33.84
12.5 1.5 28.44
13 1.5 27.94
13.5 1.5 28.57
14 1.5 34.12
14.5 1.5 31.98
15 1.5 22.05
15.5 1.5 37.55
16 1.5 27.23
16.5 1.5 55.11
17 1.5 25.83
17.5 1.5 33.85
18 1.5 18.22
18.5 1.5 52.28
19 1.5 29.99
0 2 21.15
0.5 2 22.89
1 2 25.32
2 2 19.94
2.5 2 21.77
3 2 24.53
3.5 2 25.2
4 2 27.21
4.5 2 25.36
5 2 25.63
5.5 2 25.87
6 2 25.1
6.5 2 24.96
7 2 26.28
128

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
7.5 2 26.49
8 2 25.65
8.5 2 23.85
9 2 24.91
9.5 2 25.81
10 2 27.75
10.5 2 28.63
11 2 27.49
11.5 2 26.76
12 2 24.94
12.5 2 23.69
13 2 23.05
13.5 2 16.31
14 2 28.78
14.5 2 20.96
15 2 20.51
15.5 2 38.18
16 2 19.75
16.5 2 29.01
17 2 35.23
17.5 2 25.29
0 2.5 15.83
0.5 2.5 18.17
1 2.5 19.56
2 2.5 19.45
2.5 2.5 20.11
3 2.5 23.03
3.5 2.5 22.97
4 2.5 21.6
4.5 2.5 21.36
5 2.5 22.38
5.5 2.5 21.15
6 2.5 19.76
6.5 2.5 19.69
7 2.5 19.35
7.5 2.5 19.5
129

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
8 2.5 21.55
8.5 2.5 22.3
9 2.5 22.73
9.5 2.5 23.32
10 2.5 23.96
10.5 2.5 23.18
11 2.5 22.89
11.5 2.5 20.09
12 2.5 13.67
12.5 2.5 20.49
13 2.5 15.72
13.5 2.5 15.97
14 2.5 17.13
14.5 2.5 28.64
15 2.5 17.03
15.5 2.5 27.71
16 2.5 34.59
0 3 12.47
0.5 3 15.47
1 3 18.09
2 3 18.51
2.5 3 18.19
3 3 18.75
3.5 3 18.4
4 3 18.51
4.5 3 18.28
5 3 16.04
5.5 3 14.89
6 3 15.49
6.5 3 16.05
7 3 16.75
7.5 3 18.01
8 3 20
8.5 3 19.58
9 3 19.73
9.5 3 19.76
130

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
10 3 19.23
10.5 3 15.25
11 3 19.09
11.5 3 13.47
12 3 13.12
12.5 3 13.65
13 3 13.41
13.5 3 23.53
14 3 16.49
14.5 3 28.3
0 3.5 11.68
0.5 3.5 14.97
1 3.5 16.93
2 3.5 14.67
2.5 3.5 15.55
3 3.5 15.23
3.5 3.5 14.02
4 3.5 13.49
4.5 3.5 13.43
5 3.5 13.56
5.5 3.5 13.89
6 3.5 13.87
6.5 3.5 13.83
7 3.5 15.32
7.5 3.5 16.62
8 3.5 17.77
8.5 3.5 15.7
9 3.5 13.68
9.5 3.5 17.78
10 3.5 15.25
10.5 3.5 13.26
11 3.5 11.68
11.5 3.5 11.68
12 3.5 12.01
12.5 3.5 24.61
13 3.5 17.07
131

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
0 4 11.25
0.5 4 12.93
1 4 13.48
2 4 11.54
2.5 4 10.98
3 4 11.34
3.5 4 12.39
4 4 12.19
4.5 4 12.15
5 4 12.26
5.5 4 12.35
6 4 12.27
6.5 4 13.15
7 4 13.58
7.5 4 11.88
8 4 15.57
8.5 4 13.51
9 4 13.76
9.5 4 12.98
10 4 11.45
10.5 4 10.61
11 4 12.56
11.5 4 25.96
0 4.5 9
0.5 4.5 10.09
1 4.5 10.17
2 4.5 9.5
2.5 4.5 10.19
3 4.5 11.01
3.5 4.5 10.85
4 4.5 10.76
4.5 4.5 11.09
5 4.5 11.55
5.5 4.5 10.71
6 4.5 9.73
6.5 4.5 11.96
132

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
7 4.5 11.74
7.5 4.5 12.1
8 4.5 12.79
8.5 4.5 11.67
9 4.5 11.1
9.5 4.5 11.96
10 4.5 13.26
0 5 7.08
0.5 5 9.12
1 5 9.41
2 5 8.67
2.5 5 9.36
3 5 9.45
3.5 5 10.03
4 5 9.64
4.5 5 8.93
5 5 10.62
5.5 5 9.93
6 5 10.38
6.5 5 10.09
7 5 10.55
7.5 5 10.33
8 5 11.79
8.5 5 13.05
0 5.5 6.89
0.5 5.5 8.4
1 5.5 8.23
2 5.5 7.99
2.5 5.5 7.84
3 5.5 7.64
3.5 5.5 9.53
4 5.5 9.4
4.5 5.5 9.37
5 5.5 9.64
5.5 5.5 9.41
6 5.5 9.09
133

Data resistivitas semu


Lokasi x Spasi elektroda Resistivitas semu (Ωm)
6.5 5.5 9.57
7 5.5 11.08
0 6 6.16
0.5 6 7.22
1 6 6.59
2 6 7.31
2.5 6 7.77
3 6 8.73
3.5 6 8.9
4 6 8.78
4.5 6 8.59
5 6 9.59
5.5 6 9.9
0 6.5 4.63
0.5 6.5 6.6
1 6.5 6.68
2 6.5 7.39
2.5 6.5 7.87
3 6.5 8.08
3.5 6.5 8.6
4 6.5 9.74
0 7 5.19
0.5 7 6.92
1 7 7.05
2 7 7.48
2.5 7 8.55
0 7.5 5.56
0.5 7.5 6.98
1 7.5 7.62

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
0 61
2 61
4 61
134

Data topografi
Elektroda Topografi (m)
6 61
8 61
10 61
12 61
14 61
16 61
18 61
20 61
22 61
24 61

Anda mungkin juga menyukai