Oleh:
Yuananda Anggi Meliani
NIM. 03071181722008
i
HALAMAN PENGESAHAN
1.Judul Penelitian : Analisis Morfotektonik dan Implikasinya Terhadap Longsor
Daerah Tanjung Sakti dan Sekitarnya, Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan
2. Biodata Peneliti
a. Nama : Yuananda Anggi Meliani
b. NIM : 03071181722008
c. Kelas : Indralaya
d. Nomor HP : 082278127379
e. Alamat Tinggal : Dusun Pagar Jaya, Kelurahan Nendagung, Kecamatan
Pagaralam Selatan, Kota Pagaralam, Provinsi Sumatera
Selatan
3. Nama Penguji I :
4. Nama Penguji II :
5.Jangka Waktu Penelitian : 30 Hari
a. Persetujuan Lapangan :
b. Sidang Sarjana : -
6. Pendanaan :
a. Sumber Dana : Mandiri
b. Besar Dana : Rp. 2.000.000,00.-
Menyetujui,
Ketua Program Studi
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
berkat,rahmat dan karunia-Nya. Dalam penulisan laporan ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Edy Sutriyono, M.Sc. atas segala bantuan, bimbingan,
danmotivasi sehingga saya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Selain itu, saya
jugaingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak diantaranya :
1. Elisabet Dwi Mayasari, S.T., M.T. sebagai Ketua Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.
2. Pembimbing Akademik Ibu Harnani, S.T., M.T., dan tim dosen lainya yang
telah memberikan ilmunya, saran bagi penulis selama penyusunan laporan dan
dalam perkuliahan.
3. Masyarakat Desa Gunung Kembang yang sentantiasa membantu dan telah
menyediakan tempat penginapan selama kegiatan pengambilan data di lapangan.
4. Orang yang paling aku cintai yaitu diriku sendiri, terima kasih sudah selalu
bertahan dalam segala macam keadaan, yes you can and you are strong.
5. Teman satu pembimbing Astria, Feqqi, Risa, Clara, Siska, Anissa, Mia, Ishmi,
Vira, Muthia dan Agung yang telah berjuang bersama dan saling mendukung
dalam penyusunan laporan.
6. Grup Sarjana, My Darling dan Mapel squad yang tak pernah berhenti
memberikan semangat dan hiburan serta masukan kepada penulis.
7. Kak Firdah yang telah membantu memecahkan masalah dalam proses
penyusunan laporan.
8. Teman-teman Teknik Geologi Universitas Sriwijaya angkatan 2017 yang selalu
memberikan semangat dan dukungannya.
9. Kedua orangtua tercinta, Sudiro dan Suparni yang senantiasa melangitkan doa-
doa, yang telah banyak berkorban keringat dan batinnya, selalu memberikan
nasehat, kasih sayang serta semangatnya. Terima kasih telah menjadi orangtua
yang sempurna.
Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat dan memotivasi rekan-rekan
pembaca serta dapat digunakan sebagai sumber referensi dan bahan bacaan demi
peningkatan ilmu pengetahuan geologi. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
memperbaiki laporan ini.
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya
di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh pihak
lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebut dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur jiplakan, saya bersedia laporan skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang
telah saya peroleh (S1) dibatalkan, serta diproses sesuai denganperaturan yang berlaku
(UU No 20 Tahun 2003 Pasal 25 Ayat 2 dan Pasal 70).
iv
ABSTRAK
Lokasi penelitian terletak di Desa Tanjung Sakti, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi,
Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Daerah ini termasuk ke dalam Cekungan Bengkulu
dengan kondisi tektonik yang masih aktif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi dan memperoleh data tingkat aktivitas tektonik dengan menggunakan
pendekatan geomorfologi kuantitatif. Parameter morfometri yang digunakan yaitu
parameter Drainage Denstiy (Dd), Hypsometric Integral and Hypsometric Curva (HI),
Asymmetry Factor (Af),Mountain Front Sinousity (Smf), dan parameter Valley Fllor
Widht to Height Ratio (Vf).Hasil analisis nilai Dd berkisar 1,179 km/km2-4,724
km/km2, nilai HI sebesar 0,54, nilai Af sebesar 51,889, nilai Smf yaitu 1,845dan nilai
Vf sebesar 0,4. Selanjutnya hasil dari kelima parameter tersebut digabungkan dengan
menggunakan analisis Index of Active Tectonic (IAT) yaitu untuk mengetahui tingkat
aktivitas tektonik pada daerah penelitian. Hasil perhitungan IATdi dapat nilai 1-1,25
yang berarti termasuk dalam tektonik tingkat tinggi (tektonik kelas 2) (El Hamdouni,
2008).Berdasarkan perhitungan analisis dan hasil analisis morfotektonik, daerah
penelitian termasuk dalam tingkat aktivitas yang tinggi. Hal itu juga dipengaruhi oleh
proses permukaan yaitu seperti proses erosi serta denudasi yang mempengaruhi dalam
proses pembentukan morfologi daerah penelitian. Satuan pada Formasi Qhv dan
Formasi Granit ini yang mendasari adanya longsoran pada lokasi penelitian, hal ini
dibuktikan dengan adanya longsoran hasil pelapukan pada batuan vulkanik dan granit
pada daerah penelitian.
Menyetujui,
Ketua Program Studi
v
ABSTRACT
The research is located in the Tanjung Sakti village, Lahat District, South Sumatera.
Including the Bengkulu Basin with active tectonic conditions. Study aims to evaluate
and obtain data on the level of tectonic activity a quantitative geomorphological. The
parameters morphometry used in this study include Drainage Density (Dd),
Hypsometric Integral (HI), Asymmetry Factor (Af), Mountain Front Sinuosity (Smf),
and Valley Fllor Widht to Height Ratio (Vf). The results of the Air Manna sub-
watershed research show that the Drainage Density (Dd) value is 1,179km/km2-4,724
km/km2, the Hypsometric Integral (HI) value is 0.54,the Asymmetry Factor (Af)value is
51,889, the Mountain Front Sinuosity (SMF) value is 1,845, and the Vf value is 0,4.
Then the results are compared using IAT (Index of Active Tectonic) to analyze the level
of tectonic activity in the research area. The results of the IAT calculation get a value of
1-1,25 which means it is included in the high level tectonic (class 2)(El Hamdouni,
2008).Based on the results of the analysis and calculations of morphotectonic analysis,
the research location has a morphology with a high level of tectonic activity. In
addition, surface processes such as erosion and denudation also affect the morphology
of the research site. The units in the Qhv Formation and the Granite Formation are the
basis for the landslides at the study site, this is evidenced by the avalanches resulting
from weathering of volcanic and granite rocks in the study area.
Menyetujui,
Ketua Program Studi
vi
DAFTAR ISI
vii
3.2 Pengumpulan Data ................................................................................................ 18
3.3. Pengolahan Data .................................................................................................. 20
3.3.1 Deliniasi Daerah Aliran Sungai ..................................................................... 20
3.3.2 Analisis Morfometri ....................................................................................... 23
3.3.3. Pembuatan Peta ............................................................................................. 29
3.4. Penulisan Laporan................................................................................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................... 30
4.1. Geologi Lokal Daerah Penelitian ......................................................................... 30
4.2. Hasil ..................................................................................................................... 34
4.2.1. Daerah Aliran Sungai.................................................................................... 34
4.2.2. Paremeter Analisis Morfometri .................................................................... 36
4.3. Pembahasan ......................................................................................................... 43
4.3.1. Indikasi Tingkat Aktivitas Tektonik ............................................................. 44
4.3.2. Pertitungan Index of Active Tectonic (IAT) ................................................. 47
4.3.3. Analisis Morfotektonik Daerah Tanjung Sakti ............................................. 48
4.3.4. Implikasi dari Analisis Morfotektonik Terhadap Potensi Longsor .............. 48
4.3.5. Diskusi .......................................................................................................... 56
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................ 58
KESIMPULAN.......................................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 59
viii
DAFTAR TABEL
Tabel3.1 Data DEMNAS yang ada pada lokasi penelitian ........................................ 18
Tabel3.2 Klasifikasi tekstur Dd pada sub-DAS Air Manna (Sukiyah, 2009) ........... 23
Tabel3.3 Klasifikasi kelas kerapatan aliran DAS (Soewarno, 1991) ........................ 24
Tabel3.4 Klasifikasi kelas tektonik berdasarkan nilai AF (El Hamdouni, 2008) ...... 26
Tabel3.5 Perbandingan kelas tektonik berdasarkan nilai Vf dan Smf . ..................... 28
Tabel3.6 Klasifikasi kelas tektonik aktif berdasarkan nilai IAT. .............................. 29
Tabel4.1 Hasil analisis perhitungan nilai Drainage Density (Dd). ........................... 36
Tabel4.2 Hasil analisis perhitungan nilai Asymmetry Factor (Af). ........................... 39
Tabel4.3 Hasil analisis perhitungan nilai Smf. .......................................................... 40
Tabel4.4 Hasil analisis perhitungan nilai Vf ............................................................. 40
Tabel4.5 Hasil analisis perhitungan nilai Index Of Active Tectonic(IAT). ................ 42
Tabel4.6 Hasil analisis dari setiap parameter ............................................................ 48
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 4.18 Peta data struktur geologi dan lokasi pengamatan longsor ................... 51
Gambar 4.19 Kenampakan longsor di Desa Tanjung Sakti ........................................ 51
Gambar 4.20 Kenampakan longsor di Desa PulauTimun........................................... 52
Gambar 4.21 Kenampakan longsor di Desa Penandingan .......................................... 52
Gambar 4.22 Kenampakan longsor di Desa Masam Bulau ........................................ 53
Gambar 4.23 Kurva hipsometrik kemiringan lerengpadasegmen ke-3 ...................... 54
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Tabulasi Data Sungai Daerah Penelitian.
Lampiran B. Data Perhitungan Hypsometric Index.
Lampiran C. Peta Index Of Active Tectonic (IAT) Daerah Tanjung Sakti dan sekitarny
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pada daerah dengan tingkat tektonik aktif menyebabkan adanya pergerakan
tanah serta beberapa bencana lainnya. Oleh Sebab itu, penelitian yang dilakukan di
lokasi penelitian ini untuk mengetahui tingkat aktivitas tektonik dan implikasinya
terhadap longsor. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
untuk masyarakat sekitar tentang keadaan morfologi daerah tersebut dan mengurangi
dampak yang mungkin akan terjadi di Daerah Tanjung Sakit dan sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan geologi yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitumenitikberatkan
kepada kondisi geologi yang ada pada Daerah Tanjung Sakti, Kecamatan Tanjung Sakti
Pumi dan sekitarnya, untuk mendapatkan data geologi permukaan. Permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana bentuk lahan, stratigrafi dan struktur geologi pada daerah penelitian
?
2. Bagaimana menentukan tingkat aktivitas tektonik pada daerah penelitian?
3. Bagaimana pengaruh aktivitas tektonik terhadap perubahan bentuk topografi dan
implikasinya terhadap longsor pada deareh penelitian?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan tugas akhir dengan mempelajari
kondisi morfologi Daerah Tanjung Sakti dan kaitanya dengan aktivitas tektonik yang
terjadi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menginterpretasikan dan menganalisis bentuk lahan, stratigrafi dan struktur
geologi pada daerah penelitian.
2. Menginterpretasikan dan menganalisis tingkat aktivitas tektonik dengan
menggunakan aspek morfografi atau kuantitatif morfologi yang ada pada daerah
penelitian.
3. menganalisis perubahan topografi daerah penelitian akibat aktivitas tektonik
danimplikasinya terhadap longsor pada daerah penelitian..
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini mengacu kepada permasalahan yang akan
dibahas dan dibatasi oleh luasan daerah penelitian di daerah Kecamatan Tanjung Sakti
Pumi, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatra Selatan dengan luas daerah ± 81 km 2 dan
data permukaan yang di dapat selama kegiatan penelitian berlangsung, yang di
dalamnya mencakup:
1. Aspek geologi yang meliputi satuan bentuk lahan, stratigrafi regional dan
struktur geologi daerah penelitian.
2. Aspek morfometri yang mencakup beberapa parameter diantaranya Drainage
Density (Dd), Hypsometric Curve and Hypsometric Integral (HI),Asymmetry
Factor (Af), Mountain Front Sinuosity(Smf), dan Valley FllorWidht to Height
Ratio (Vf).
3. Interpretasi adanya aktivitas tektonik dan implikasinya terhadap longsor pada
daerah penelitian.
2
1.5 Lokasi dan kesampaian
Secara Geografis lokasi penelitian berada pada S 040 08` 44,2``- pada S 040 13`
34,0`` dan E I030 01` 35,3`` - E I030 01` 37,6`` . Letak administratif daerah penelitian di
Daerah Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 1.1) Luas
wilayah 703,828 km2 dengan skala peta 1:100.000. Secara Regional daerah telitian
termasuk dalam peta geologi lembar Manna Enggano(T.C Amin, 1993).
Kesampaian daerah penelitian membutuhkan waktu kurang lebih tujuh jam (jarak
tempuh 277 km) jika menggunakan jalur darat dengan keberangkatan dimulai dari
Indralaya Utara, Sumatera Selatan lalu menuju ke Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat,
Provinsi Sumatera Selatan.
Gambar 1.1. Lokasi dan ketersampaian daerah penelitian (Sumber : peta administratif
Kabupaten Lahat menggunakan ArcGis).
3
BAB II
MORFOLOGI DAN AKTIVITAS TEKTONISME
4
Literatur morfotektonik mengkaji tentang kaitan antara geomorfologi dan
struktur geologi yang terdapat di suatu daerah (Sukiyah, 2010). Terjadinya aktivitas
tektonik dapat memicu pergerakan pada seluruh bagian kerak bumi. Intensitas
pergerakan ini disebabkan oleh adanya energi yang hadir pada bagian dalam bumi, yang
mana semakin besar intensitas pergerakannya maka akan memberikan bahaya yang
mengancam kehidupan (Sukiyah, 2010). Kegiatan tektonik adalah seluruh aktivitas
yang berasal dari pergerakan lempeng-lempeng yang ada pada kerak bumi. Gerakan ini
kemudian akan mempengaruhi permukaan yang memiliki tingkat resistensi rendah dan
mudah patah karena gaya yang terjadi di bawahnya. Adanya kelurusan, patahan, lipatan,
hingga kelokan-kelokan sungai dapat menjadi bukti adanya kegiatan tektonik pada
suatu daerah. Aktivitas tektonik terjadi akibat adanya tektonik aktif yang terjadi.
Tektonik aktif diartikan sebagai pergerakan lempeng aktif yang terjadi dalam kurun
waktu yang panjang atau lama. Oleh karena itu, cabang ilmu yang mengkaji tentang
morfologi dan tektonik dikenal dengan morfotektonik.
Morfotektonik membahas mengenai perkembangan serta proses pada bentang
alam yang berkaitan dengan aktivitas tektonik aktif, baik yang terjadi dimasa lampau
atau sekarang ini. Analisis morfotektonik dilakukan untuk mengetahui tingkat tektonik
aktif yang terjadi di lokasi penelitian serta proses tektonik yang mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan bentang alam. Menurut Doornkamp (1986) ilmu
morfotektonik ini berkembang dengan sangat cepat dengan didukung adanya teknologi
yang canggih untuk menganalisis keadaan morfologi dengan lebih akurat dan detail.
Adanya bentang alam yaitu gawir sesar, kelurusan pada perbukitan, lembah, pola
pengaliran dan lain sebagainya merupakan ciri khas dari fenomena tektonik. Tektonik
berperan penting dalam pembentukan bentang alam dari setiap cekungan pengaliran
yang tergambar dengan baik oleh fluvial, struktural serta parameter morfotektonik.
Menurut Bhatt (2007) daerah yang mengalami deformasi yang diakibatkan oleh
tektonik digambarkan oleh sifat dari litologi yang mudah tererosi yang dapat
menghasilkan kerapatan pengaliran sungai yang dominan lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah yang densitasnya relatif stabil.
Geomorfometri berperan penting dalam proses analisis dan pemodelan
permukaan. Proses pengamatan geomorfometri saat ini didukung dengan pengamatan
melalui satelit udara dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengamatan dengan
berbasis aplikasi ini dapat mempermudah dalam pengambilan data geomorfometri
secara digital. Dalam penggunaan aplikasi SIG berkaitan dengan Digital Elevation
Model (DEM ) (Gambar 2.1) dan Global Positioning System (GPS), ketiganya berkaitan
dan mempermudah dalam proses pengamatan data geomorfometri (Hugget, 2007).
DEM digunakan untuk menggambarkan relief medan dalam bentuk tiga dimensi serta
memberikan informasi yang berkaitan dengan deretan angka yang mewakili distribusi
spasial dari suatu ketinggian yang nantinya digunakan untuk memberikan angka-angka
perkiraan pada perhitungan geomorfometri, terutama pada komponen-komponen
topografi dari morfologi.
Dalam morfotektonik, proses geomorfik yang terbaca dari hasil pengukuran
geomorfometri nantinya akan berpengaruh pada tingkat aktivitas tektonik yang terjadi
5
yang didukung oleh komponen-komponen seperti kekar, sesar, serta lipatan. Hasil dari
perhitungan geomorfometri akan memberikan informasi tentang proses pembentukan
bentang alam yang bisa kita lihat sekarang ini.
Dd=∑ L/A
6
Keterangan:
Dd : Kerapatan Pengaliran pada suatu DAS
∑L : Panjang seluruh DAS sungai
A : Luas Area pada DAS
𝐴𝑟
𝐴𝑟
AF=
AF=𝐴𝑡𝐴𝑡xx100
100
Keterangan :
AF : Faktor Asimetri
Ar : Luas area kanan DAS sungai dari bagian hilir sungai utama
At : Luas Area keseluruhan DAS
7
Gambar 2.2. Model Kurva hipsometrik (Strahler, 1957)
Gambar 2.3. Kurva hipsometrik sungai pada fase dewasa (Strahler, 1957)
Nilai Integral bervariasi yaitu antara nol sampai satu, apabila nilai mendekati
angka nol, maka daerah tersebut mengalami tingkat tererosi yang tinggi, sedangkan jika
8
nilai mendekati angka satu, maka daerah tersebut memiliki tingkat erosi yang relatif
rendah. HI dihitung dengan menggunakan rumus (Keller dan Pinter, 2002; Rebai,
2013):
𝐻𝑚𝑒𝑎𝑛 − 𝐻𝑚𝑖𝑛
𝐻𝐼 =
𝐻𝑚𝑎𝑥 − 𝐻𝑚𝑖𝑛
Keterangan :
HI :Hypsometric Integral
Hmean : Ketinggian rata-rata DAS
Hmax : Ketinggian Maximum DAS
Hmin : Ketinggian Minimum DAS
𝐿𝑚𝑓
𝑆𝑚𝑓 =
𝐿𝑠
Keterangan :
SMF : Sinusitas Muka Gunungan
Lmf : Panjang bagian lekukan muka gunungan pada bagian bawah
La : Jarak garis lurus muka gunungan
9
2.1.5 Valley Fllor Widht to Height Ratio (Vf)
Bull dan McFadden (1977) orang yang pertama kali memperkenalkan Valley
Fllor Widht to Height Ratio (Vf). Vf dipakai untuk mengidentifikasi atau membuat
bandingan antara lembah dasar sungai dengan berbentuk huruf U dengan lembah dasar
sungai yang berbentuk V. Rasio perbandingan lantai lembah ini juga digunakan untuk
memperkirakan ada atau tidaknya aktivitas deformasi pada suatu DAS. Vf dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
2𝑉𝑓𝑤
𝑉𝐹 =
𝐸𝑙𝑑 − 𝐸𝑠𝑐 + (𝐸𝑟𝑑 − 𝐸𝑠𝑐)
Keterangan :
Vf : Rasio lebar dan tinggi lembah sungai
Vfw : Lebar lantai lembah pada suatu DAS
Eld :Elevasi tertinggi di bagian kiri lembah
Esc : Elevasi lantai lembah
Erd : Elevasi tertinggi di bagian kanan lembah
10
Menurut Scheidegger (2008) fitur dari tektonik itu sendiri terdiri dari lima
diantaranya, kekar (joint), sesar (fault), kelurusan (lineament), Gempa bumi
(Earthquake) dan Petrofabrics. Komponen-komponen tersebut berkaitan erat dengan
aktivitas tektonik sehingga mengakibatkan terbentuknya serta adanya perubahan pada
morfologi.
Gambar 2.6. Contoh kekar gerus pada batuan granit di sungai Simpur Desa Tanjung
Sakti (Meliani, 2022).
11
bergerak keatas, sesar ini biasanya memiliki sudut kemiringan yang kurang dari 45
derajat. Strike-Slip Fault merupakan sesar yang arah pergerakannya sejajar, sesar ini
juga dibagi menjadi 2 yaitu sesar mendatar dextral dan sesar mendatar sinistral.
Menurut Scheidegger (2008) Sesar didefinisikan sebagai kekar yang tidak
berkemenerusan dari dalam bumi yang dapat mencapai ke permukaan bumi. Sesar
berkaitan dengan tektonik langsung hal ini karena sesar merupakan hasil dari kegagalan
kerak bumi yang menahan tekanan diakibatkan oleh tektonik.
13
Gambar 2.8. Struktur Cekungan Sumatera (Hamilton (1979) dalam Barber dan Crow,
2003)
14
Gambar 2.9. Model klasifikasi longsor menurut Varnes dan Curden (1988).
15
stabil dan menembus hingga ke bidang gelincir dan akhirnya material bergerak keluar.
Faktor yang terakhir yaitu penggunaan lahan yang menjadikannya sebagai lahan dan
vegetasi. Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai jenis-jenis longsor:
1. Topple (robohan) longsoran ini memiliki karakteristik yaitu robohnya batuan
dengan berputar dengan menghadap ke depan pada titik sumbu yang disebabkan
oleh kandungan air dalam tanah atau rekahan tanah dan adanya gravitasi.
2. Slide (longsoran) longsoran ini dibagi menjadi tiga tipe yaitu longsoran translasi,
longsoran blok dan longsoran rotasi. Longsoran translasi adalah adanya gerakan
batuan dan soil yang dicirikan dengan sedikit miring ke belakang pada bidang
gelincir dengan bentuk yang datar atau rata. Selanjutnya longsoran blok
didefinisikan sebagai longsoran dengan pergerakan massa batuan yang bergerak
dari blok-blok koheren. Sedangkan longsoran rotasi merupakan longsoran yang
disebabkan oleh adanya gerakan massa batuan dan soil yang dicirikan dengan
pergerakan longsor yang berputar pada satu sumbu atau sejajar dengan
permukaan tanah pada bidang gelincir.
3. Rockall (runtuhan batu) longsoran ini dicirikan dengan gerakan massa yang
terjun bebas serta menggelinding yang dipengaruhi oleh faktor gravitasi,
pelapukan dan intensitas air di batuan. Longsoran ini disebabkan oleh
pergerakan tanah yang secara tiba-tiba dari bongkahan batuan yang jatuh ke
tebing dengan kemiringan tebing yang curam.
4. Debris flow (aliran bahan rombakan) longsoran ini dicirikan dengan gerakan
massa tanah yang bergerak dengan didorong oleh air. Kelajuan aliran
dipengaruhi oleh jenis material, kelerengan, tekanan air dan volume. Longsoran
ini dapat terjadi hingga ratusan meter dan gerakanya terjadi di sepanjang lembah
pada sungai dan aliran jenis ini dapat menimbulkan korban.
5. Lateral Spread (gerakan lateral) tipe longsoran ini dicirikan dengan kelerengan
yang datar. Gerakan massa tanah yang terjadi diakibatkan oleh pembebanan
massa di atasnya sehingga massa tanah mengalami pelapukan dan bergerak
secara translasi atau bidang yang bergerak dengan arah dan jarak yang sama.
.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
3.1 Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk menentukan lokasi mana yang mempunyai
fenomena dan potensi sesuai dengan fokus penelitian. Proses yang dilakukan dengan
mengumpulkan dan mencari beberapa referensi peneliti terdahulu sekaligus
memberikan gambaran secara umum lokasi penelitian. Pengumpulan literatur tersebut
akan membantu dalam memahami, mengidentifikasi, dan menganalisis informasi yang
berkaitan dengan lokasi penelitian. Sehingga penulis mempunyai gambaran dalam
menyusun maupun menentukan metode dan hasil penelitian. Literatur tersebut
berdasarkan informasi yang telah dipublikasikan seperti buku, jurnal, proceeding, dan
lain-lain. Jurnal yang dijadikan referensi dapat diakses pada Research Gate, DOAJ,
Scribd, dan lain sebagainya.
3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data lapangan merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-
informasi geologi permukaan. Pengumpulan data ini untuk memperoleh bukti-bukti
geologi dari penginderaan jauh. Tahap ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
pengumpulan data lapangan dan pengumpulan data spasial. Pengumpulan data lapangan
dilakukan pada penelitian terdahulu yaitu pemetaan geologi, pengumpulan data berupa
hasil pengukuran secara langsung serta pengamatan secara dekat maupun jauh,
pengumpulan informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya
diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Proses
pengumpulan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti foto yang berhubungan
dengan studi literatur seperti pengumpulan bukti foto morfologi, bentukan sungai yang
akan memperkuat analisis morfometri sesuai dengan parameter yang akan diterapkan.
Sedangkan tahap pengumpulan data spasial dilakukan secara digital yaitu
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk membuat model analisis
morfometri. Data spasial tersebut menjadi informasi dasar yang digunakan dalam
menginterpretasi beberapa aspek morfometri. Selanjutnya data yang digunakan
diantaranya yaitu data geologi lokasi penelitian, DEMNAS, Mapsource, Arcgis, Global
Mapper, dan Shp sungai dengan menggunakan format file yang bervariasi, seperti dxf,
dem, shp, dan tiff.
Digital Elevation Model Nasional (DEMNAS) adalah data yang
menggambarkan bentuk permukaan bumi yang memperlihatkan adanya titik-titik
elevasi. Data DEMNAS tersebut memperlihatkan data seluruh daerah Indonesia dan
biasanya digunakan untuk analisis berbasis SIG. DEM bersumber dari beberapa data
yang meliputi data TERRASAR-X (resolusi 5 m), IFSAR (resolusi 5 m), dan ALOS
PALSAR (resolusi 11.25 m). DEMNAS yang digunakan pada penelitian ini diunduh
pada tanggal 14 Maret 2022, data DEM tersebut dapat memberikan informasi mengenai
elevasi, topografi, dan relief permukaan. Dalam penelitian ini digunakan 4 data
DEMNAS (tabel 3.1)
18
Tabel 3.1 Data DEMNAS yang ada pada lokasi penelitian
No Digital Elevation Model Nasional (DEMNAS)
1. DEMNAS_0911-52_v1.0
2. DEMNAS_0911-54_v1.0
3. DEMNAS_0911-61_v1.0
4. DEMNAS_0911-64_v1.0
Tahapan dalam mencari data DEMNAS yaitu dengan masuk situs resmi
Geospasial Indonesia kemudian pilih format DEMNAS. Selanjutnya login akun yang
sudah terdaftar, jika belum mendaftar akun, maka dilakukan registrasi pada email
terlebih dahulu. Kemudian login menggunakan alamat email yang sudah terdaftar dan
masukan password yang telah dibuat. Setelah akun telah terverifikasi, login kembali dan
download data DEMNAS mana yang dibutuhkan. Adapun data DEMNAS diperoleh
melalui website http://tides.big.go.id/DEMNAS/#info. Berikut adalah tampilan website
DEMNAS (Gambar 3.2)
19
Gambar 3. 3 Website resmi Geospasial Indonesia (Sumber:
http://tanahair.indonesia.go.id).
Gambar 3.4. Tools Flow Direction yang digunakan dalam proses deliniasi DAS secara
otomatis di ArcGis 10.4.
Gambar 3.5. Tools con yang digunakan dalam proses deliniasi DAS secara otomatis di
ArcGis 10.4.
21
Gambar 3.6. stream to feature yang digunakan dalam proses deliniasi DAS secara
otomatis di ArcGis 10.4
Gambar 3.7. Hasil akhir analisis DAS secara otomatis di ArcGis 10.4.
Memodifikasi cara pemberian orde sungai dari Strahler (1954), sungai yang
termasuk orde 1 bertemu dengan sungai orde 1 maka sungai tersebut menjadi orde 2,
dan seterusnya. Semakin banyak orde sungai, maka lokasi tersebut memiliki intensitas
tektonik yang lebih tinggi (Sukiyah, 2017). Penentuan orde sungai pada setiap sub-DAS
dan DAS pada suatu lokasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Strahler
(1954) yang biasa disebut dengan metode segmentasi (Gambar 3.8).
22
Gambar 3.8. Pembagian orde sungai menggunakan metode segmentasi Strahler (1954)
23
5 Halus 5,52 - 6,89
6 Sangat Halus 6,90 - 8,27
Tabel 3.3Kelas kerapatan aliran sungai dan hubungannya dengan litologi DAS
(Soewarno, 1991)
No Dd Nilai Kerapatan Keterangan
1 <0,25 Rendah Aliran sungai melalui batuan taraf
resisten keras.
2 0,25- Sedang Aliran yang melalui batuan yang
10 memiliki taraf kekuatan brittle.
3 10-25 Tinggi taraf resistensi batuan brittle.
4 <25 Sangat Tinggi Dd rendah sehingga melalui batuan
permeabilitas yang besar.
24
kemudian dimasukkan ke dalam rumus dan diklasifikasikan berdasarkan Sukiyah
(2009).
Gambar 3.10. Rumus perhitungan HI pada toolsreclassify dan dissolve di ArcGis 10.4.
25
3.3.2.3 Assymetry Factor (Af)
Perhitungan nilai AF dilakukan dengan menggunakan aplikasi ArcGIS. Tahap
awal yang dilakukan yaitu dengan menentukan Ar dan At (Gambar 3.12). Kemudian
buat polygon untuk mendigitasi daerah Ar dan At. Setelah melakukan digitasi,
selanjutnya dilakukan perhitungan calculate geometry untuk mengetahui luasan daerah
tersebut. Terakhir yaitu dengan melakukan perhitungan kemudian dimasukkan ke dalam
rumus dan diklasifikasikan berdasarkan El Hamdouni (2008) (Tabel 3.4).
Gambar 3.12 a). Perhitungan faktor asimetri b). Ilustrasi penarikan Ar (Keller dan
Pinter, 2002).
Tabel 3.4Kelas tingkat aktivitas tektonik berdasarkan nilai AF (Hamdouni, 2008)
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
(Aktivitas Tektonik (Aktivitas Tektonik (Aktivitas Tektonik
Tinggi) Sedang) Rendah)
AF > 35 atau AF < 65 35 < AF < 43 atau 43 ≤ AF ≤ 57
57 < AF < 65
Menurut Keller dan Pinter (2002), jika nilai AF kurang dari 50, maka
kemiringan DAS diinterpretasikan miring ke arah kiri jika pengamatan dilakukan dari
hilir sungai utama, sebaliknya jika nilai AF lebih 50 maka DAS diinterpretasikan miring
ke arah kanan jika diamati dari hilir sungai utama.
27
3.3.2.5 Valley Fllor Widht to Height Ratio (Vf).
Keller dan Pinter (2002), Hamdouni (2008) dan Sukiyah (2015)
mengklasifikasikan nilai Vf kedalam beberapa kelas diantaranya, tektonik kelas 1
memiliki nilai Vf kurang dari 0,5 maka termasuk kedalam tingkat pengangkatan aktif,
tektonik kelas 2 dengan nilai Vf dengan nilai lebih dari 0,5 sampai kurang dari 1 maka
termasuk dalam tingkat tektonik sedang dan tektonik kelas 3 dengan nilai Vf dengan
nilai lebih dari 1 termasuk dalam tingkat pengangkatan yang rendah. Doornkamp (1986)
juga membagi nilai Smf menjadi tiga kelas tektonik, sedangkan Silva et al (2003),
membagi nilai Smf dan Vf menjadi tiga kelas tektonik (Tabel 3.5).
Perhitungan nilai Vf dilakukan menggunakan perangkat lunak Global Mapper,
dimana telah didapatkan data otomatis dari analisis pada aplikasi Global Mapper. Pada
Global Mapper dilakukan perhitungan Vf dengan menghitung lebar dasar lembah
(Vfw), elevasi sebelah kiri (Eld), elevasi sebelah kanan (Erd), dan elevasi dasar (Esc)
dengan menggunakan metode Bull dan McFadden (1997). Selanjutnya diklasifikasikan
berdasarkan El Hamdouni (2008).
Tabel 3.5 Perbandingan kelas tektonik berdasarkan nilai Smf dan Vf.
Klasifikasi Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Tektonik Tinggi Tektonik Tektonik
Sedang Rendah
El hamdouni (2008) Vf < 0,5 Vf < 0,5 - < 1 Vf < 1
Silva et al (2003) Smf < 1,53 Smf 1,8 – 1,3 Smf 2,8 – 3,5
Vf < 0,60 Vf 0,3 – 0,8 Vf 0,8 – 1,2
Doornkamp (1986) Smf 1,8 – 1,6 Smf 1,8 – 3,4 Smf 2,0 – 7,0
Rockwell et al (1985) Vf < 1 - Vf > 1
Bull dan McFadden (1977) Vf 0,055 – 0,5 Vf 0,5 – 2 Vf 2 - 47
S
IAT =
N
Keterangan :
IAT :Indeks Aktif Tektonik
S :Jumlah masing-masing kelas parameter yang digunakan
N :Jumlah parameter yang digunakan
28
El Hamdouni (2008) dan Dehbozorgi et al (2010) mengklasifikasikan
perhitungan IAT dalam 4 kelas untuk menentukan tingkat aktivitas tektonik di suatu
daerah (Tabel 3.6). Perhitungan nilai IAT dilakukan manual yaitu langkah yang harus
dilakukan dengan menjumlahkan dari tiap parameter yang didapat, selanjutnya
membagi antara Jumlah masing-masing kelas parameter yang digunakan (S) dan Jumlah
parameter yang digunakan (N). Kemudian dimasukan dalam klasifikasi El Hamdouni
(2008) dan Dehbozorgi et al (2010), langkah terakhir pembuatan peta IAT yang dapat
dilihat pada (Lampiran C).
Tabel 3.6 Klasifikasi kelas tektonik aktif berdasarkan nilai IAT.
Kelas Tingkat Tektonik IAT
Kelas 1 Tektonik Sangat Tinggi 1,0 ≤ IAT < 1,5
Kelas 2 Tektonik Tinggi 1,5 ≤ IAT < 2,0
Kelas 3 Tektonik Sedang 2,0 ≤ IAT < 2,5
Kelas 4 Tektonik Rendah 2,5 ≤ IAT
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan geologi lokal lokasi penelitian dan hasil analisis morfometri
yang dilakukan. Geologi lokal tersebut berkitan dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya didaerah Tanjung Sakti dan sekitarnya oleh Meliani (2022) pada skala
1:25.000. Dan untuk pembahasan hasil analisis morfometri memaparkan hasil analisis
morfometri yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan peran tektonik dalam
proses pembentukanya, berdasarkan analisis indikator topografi sungai di daerah
penelitian. Studi morfotektonik ini hanya berfokus pada analisis morfometri di daerah
Tanjung Sakti dan sekitarnya pada skala1:100.0000.
4.1. Geologi Lokal Daerah Penelitian
Geologi lokal menjelaskan mengenai geomorfologi, stratigrafi, dan struktur
geologi. Geomorfologi menjelaskan bentuk lahan dan proses geomorfik yang terjadi,
stratigrafi mendeskripsikan urutan satuan batuan berdasarkan umur dan lingkungan
pengendapan, struktur geologi menjelaskan kondisi geologi akibat dari proses tektonik
yang terjadi di suatu daerah. Geologi lokal ini dijadikan acuan untuk menjelaskan
kondisi geologi daerah penelitian dan merujuk pada penelitian pemetaan geologi
terdahulu oleh Meliani (2022).
Gambar 4.1. a). bentuk lahan Dataran Rendah (DR) dan Perbukitan Rendah
Denudasional (PRD), b). bentuk lahan Perbukitan Tinggi Curam (PTC) dan c). bentuk
lahan Perbukitan Denudasional (PD).
30
Pembagian satuan geomorfik dilihat dari berbagai aspek parameter, antara lain
kemiringan lereng (Widyamanti et al., 2016) dan bantukan morfologi (Huggett, 2017).
Keempat bentuk lahan tersebut diantaranya Dataran rendah (DR), Perbukitan rendah
denudasional (PD), Perbukitan denudasional (PD), dan Perbukitan tinggi curam (PTC)
(Gambar 4.1). Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi empat bentuk lahan yang
ditentukan berdasarkan pengamatan secara langsung di lapangan dan interpretasi data
DEM (Gambar 4.2).
32
Gambar 4.4. Peta geologi daerah Tanjung Sakti dan sekitarnya.
33
4.2. Hasil
Hasil dari penelitian ini adalah hasil data yang dihitung dengan data observasi
lapangan. Hasil penelitian ini menunjukan analisis dilakukan pada sub-DAS seluas
703.828.718 km2. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan dan merata-
ratakan nilai dari masing-masing analisis kemudian dimasukan ke dalam klasifikasi. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui kehadiran tektonik aktif di daerah penelitian.
Gambar 4. 5. Peta pembagian orde sungai daerah Tanjung Sakti dan sekitarnya.
34
Selain itu, pembagian segmen sub-DAS membantu dalam memperoleh data
analisis yang lebih rinci dengan mempertimbangkan tingkat aktivitas tektonik di lokasi
penelitian. Penentuan segmen ini didasarkan pada morfologi yang ditemukan di lokasi
penelitian. Dari pembagian segmen tersebut, lokasi penelitian dibagi menjadi empat
segmen yaitu perbukitan tinggi (S4), lalu (S3) merupakan bagian perbukitan, bagian
perbukitan rendah (S2) dan bagian dataran (S1) di barat daya-selatan (Gambar 4.6).
Gambar 4.6. Peta pembagian segmen DAS pada Daerah Tanjung Sakti dan
sekitarnya.
35
4.2.2. Paremeter Analisis Morfometri
Parameter yang dipakai dalam melakukan analisis morfometri di lokasi
penelitian adalah Kerapatan Drainase (Dd), Faktor Asimetri (Af), Hypsometric curve
and Hypsometric Integral (HI), Sinusitas Muka Gunung (Smf), Valley Fllor Widht to
Height Ratio (Vf). Hasil dari analisis DAS ini selanjutnya digabungkan untuk
memberikan nilai Indexof Active Tectonic (IAT) untuk menganalisis kelas aktivitas
tektonik di lokasi penelitian. Perhitungan Dd pada sub-DAS Air Manna memilikinilai
berkisar 1,473 km/km2-4,724 km/km2 (Tabel 4.1). Hasil dariperhitungan Ddnantinya
digunakan untuk mengidentifikasi tekstur permukaan. Di lokasi penelitian, cekungan
memiliki tekstur yang sedikit lebih halus dan perbukitan memiliki tekstur yanglebih
kasar. Menurut Sukiya (2017), pengaliran dengantekstruyangkasar (low density),
tingkat Dd yang rendah menggambarkan alur sungai yang melalui batuan yang
membawa dedimen dalamjumlah yang besar dan meskipun kerapatan vegetasi lebih
tinggi, rendah akan resiko banjir akan tetapi rentan terhadap longsor.
Tabel 4.1 Hasil analisis perhitungan nilai drainage density (Dd).
Segmen Luas Sub-DAS Panjang Dd Tekstur
Sungai Sungai
Segmen 1 293,832208 km2 1388,272 km2 4,724 Agak
km/km2 Halus
Segmen 2 281,636981 km2 1141,762 km2 4,054 Sedang
km/km2
Segmen 3 131,314871 km2 2548,451 km2 1,940 Kasar
km/km2
Segmen 4 65,466057 km2 964,485 km2 1,473 Kasar
km/km2
36
Gambar 4.7. Kurva hipsometri pada ke-4 segmen di sub-DAS Manna.
37
Gambar 4.8. Peta Kelas Hypsometric Indeks (HI) pada Daerah Tanjung Sakti
dan sekitarnya.
Faktor asimetri (Af) dapat menunjukan bahwa suatu lokasi telah mengalami
proses penurunan dan pengangkatan. Dilihat dari hilir sungai, jika suatu DAS
mengalami kemiringan pengaliran pada bagian kiri maka memiliki nilai AF > 50.
Begitupun sebaliknya, jika suatu DAS mengalami kemiringan pada bagian kanan maka
nilai AF < 50 (Sukiyah, 2015). Nilai AF didapat dari hasil perhitungan sub-DAS Air
Manna dan didapat nilai AF sebesar 51.889 (Tabel 4.2). Jika nilai Af mendekati angka 1
bentuk DAS tersebut akan semakin berbentuk bulat. Hasil ini diterapkan pada
klasifikasi Sukiyah (2015) dan El Hamdouni (2008) hal ini menunjukan bahwa lokasi
penelitian masuk dalam kelas 1 yaitu tektonik kelas tinggi yang digambarkan dalam
peta AF (Gambar 4.9).
38
Tabel 4.2. Hasil analisis perhitunganasymmetry factor (Af).
Segmen Sungai Ar At AF
Sub-DAS 271,81 km2 419,76 km2 51,889 km2
Gambar 4.9. Peta Kelas Asymmetric Factor (AF) pada Daerah Tanjung Sakti
dan sekitarnya.
39
memilikirentang nilai 1,84 -2,47. Hasil perhitungan nilai smf tersebut masuk kedalam
klasifikasi kelas 2yang menggambarkan daerah penelitian berada padabentang alam
dengan dataran yang sempit dan lereng bukit yang curam.
Tabel 4.3 Hasil analisis perhitungan nilai Smf.
Sub-DAS Lmf Ls Smf
1. 39,95 km 20,694 km 1,930
2. 24,17 km 10,43 km 2,317
3. 51,068 km 27,673 km 1,845
4. 65,833 km 26,556 km 2,479
5. 61,981 km 31,987 km 1,937
6. 39,18 km 29,72 km 1,986
Selanjutnya analisis yang dilakukan yaitu analisis rasio atau perbandingan lebar
lembah dan tinggi lembah(Vf). Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan nilai tingkat
pengangkatan dan mengidentifikasi getaran tektonik yang saat ini terjadi di DAS (Bhatt,
2007). Hasil sub-DAS Air Manna memberikan nilai sebesar 0,22-0,43 (Tabel 4.4).
Berdasarkan klasifikasi Bull & McFadden (1977), Rockwell et al (1985) dan El
Hamdouni (2008), daerah penelitian termasuk ke dalamkelas tektonik 1 (tektonik
tinggi). Hasil analisis Vf dan Smf selanjutnya digambarkan dalam peta kelas tektonik
untuk memberikan gambaran aktivitas tektonik yang mungkin terjadi di lokasi
penelitian (Gambar 4.10).
Tabel4.4. Hasil analisis perhitungan nilai Valley Fllor Widht to Height Ratio (Vf)
Lembah Vfw Eld Erd Esc Vf
Perbukitan Sub- 62 389 379 250 0,43
DAS Manna
Lembah Sub- 41 273 276 105 0,22
DAS Manna
40
Gambar 4.10. Peta Tektonik VF dan SMF di Daerah Tanjung Sakti dan sekitarnya.
Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan tentang tingkat aktivitas tektonik di
daerah penelitian dengan Indexof Active Tectonic (IAT) (Lampiran B). Pada dasarnya,
IAT adalah pengelompokan yang dilakukan dengan cara membandingkan beberapa
parameter yang sebelumnya digunakan sampai pada hasil akhir.Hasil perhitungan
(Tabel 4.5) sub-DAS Manna termasuk kedalam kelas tektonik tingkat 2 atau tingkat
aktivitas tektonik tinggi (El Hamdouni, 2008).
Tabel 4.5. Hasil analisis perhitungan nilai Indexof Active Tectonic (IAT).
Segmen HI AF SMF VF IAT Kelas
sub-DAS
Segmen 1 2 1 2 1 1,5 2
Segmen 2 2 1 2 1 1,5 2
Segmen 3 1 1 2 1 1 1
Segmen 4 1 1 2 1 1 1
41
Gambar 4.11 Overlay peta setiap parameter pada analisis morfotektonik
42
4.3. Pembahasan
Sub bab bagian ini menjelaskan tahapan lanjutan hasil perhitungan di setiap
parameter sun-DAS. Di mana di setiap parameter memberikan ringkasan mengenai
tingkat aktivitas tektonik. Adanya aktivitas tektonik tersebut dapat menghasilkan satuan
bentuk lahan, seperti perbedaan ketinggian, kelerengan yang terjal yang biasanya
memiliki batuan yang resisten dan erosi pada batuan yang relatif kurang resisten,
Daerah penelitian memiliki morfologi relief yang kasar, hal ini dapat dikenali
dari bentuk perbukitan yang tinggi dengan kemiringan yang curam. Permukaan relief
yang tidak rata menjadi bukti bahwa tektonik berperan penting dalam pembentukan
morfologi daerah penelitian. Morfologi yang tidak rata tersebut merupakan salah satu
produk dari struktur geologi yang berkembang. Sebagai hasil dari penelitian
sebelumnya, struktur geologi yang berkembang dilapangan adalah sesar dan kekar seta
diperkuat oleh lineaments yang dapat dilihat dari DEM. Struktur geologi yang
berkembang di daerah penelitian memiliki kecenderungan umum barat laut-tenggara.
Struktur sesar yang ditemukan antara lain Sesar Marang Batu dan Sesar Pulau Timun
(Gambar 4.12).
Gambar 4.12.a). Kenampakan pergeseran dua blok batuan azimuth N 165˚ E dan b).
Cermin sesar yang menunjukkan adanya pergeseran pada blok batuanyang ditemukan
pada lokasi penelitian di Desa Tanjung Sakti pada sungai Marang Batu.
Gambar 4.13. a). Kenampakan struktur kekar pada batu Andesit pada Sungai Air Buluh
Desa Pulau Timun, b). dan kekar pada Granit di Desa Tanjung Sakti pada Sungai
Simpur.
43
4.3.1. Indikasi Tingkat Aktivitas Tektonik
Hasil perhitungan lima parameter analisis morfometri antara lain Dd, HI, AF,
Smf dan Vf dengan pendekatan geomorfologi kuantitatif dapat memberikan gambaran
singkat mengenai aktivitas dan kelas tektonik di daerah penelitian. DAS di daerah
penelitian adalah DAS Air Manna yang merupakan sungai berkelok-kelok dan lembah
sungai yang menyerupai huruf U (Gambar 4.14). Akibat pembelokan sungai yang tidak
beraturan, terjadi pemisahan aliran yang mengakibatkan terjadinya erosi pada bagian
tepi sungai. Proses erosi yang terjadi pada titik ini biasanya vertikal dengan stadia
sungai dewasa hingga stadia tua.
Pola aliran dendritik merupaka pola aliran yang mengontrol sub-DAS Air
Manna (Twidale, 2004) (Gambar 4.15). Pola aliran dendritik merupakan bentuk aliran
yang dominan di lokasi penelitian, yang mana cabang dari aliran sungai tersebut
bebentuk seperti percabangan pohon. Secara umum, litologi batuanya seragam dengan
tingkat resistensi rendah (mudah tererosi), dan bentuk lembahnya seperti huruf V.
44
Gambar 4.15. Peta pola pengaliran Daerah Tanjung Sakti yang diinterpretasikan sebagai
polaaliran dendritik.
Perhitungan dari analisis density drainage (Dd) menghasilkan nilai yang sedang,
sehingga dapat diartikan bahwa daerahpenelitian memiliki tekstur permukaan atau
bentangalam yang agak kasar. Tekstur permukaan ini menunjukkan morfologi dengan
lereng yang cukup curam,selain itu juga menggambarkan daerah dengan vegetasi yang
sangat rapat sehinggamemiliki potensi longsor yang cukup tinggi pula. Nilai densitas
yang rendah hinggasedang ini mengartikan bahwa daerah tersebut terhindar dari
kategori rawan banjir,karena memiliki lapisan bawah permukaan yang permeabel.
Selanjutnya analisis hipsometrik digunakan untuk mengetahui tingkat erosi pada
suatu daerah aliran sungai. Menurut El Hamdouni (2008), umtuk nilai HI dapat menjadi
faktor penentu tingkat tektonik, yang utamanya dibagi menjadi tiga kelas, kelas 1
45
(tektonik tinggi HI ≥ 0,5), kelas 2 (tektonik sedang HI 0,4 ≤ HI ≤ 0,5), dan kelas 3
(tektonik rendah HI < 0,4). Hasil perhitungan HI di sub-DAS Air Manna memberikan nilai
0,54. Sehingga menunjukan bahwa sub-DAS air manna memiliki tingkat erosi sedang dan
tingkat aktivitas yang tinggi (El Hamdouni, 2008).
Pada Gambar 4.16, kurva hipsometri menunjukan bahwa sub-DAS Air Manna
memiliki kurva yang cekung. Menurut Strahler (1952), kurva dengan bentuk yang cekung
mengindikasikan jika lokasi penelitan tersebut termasuk dalam dewasa hingga tua, tingkat
erosi yang relative stabil dikendalikan oleh kondisi tektonik, denudasi dan kemiringan yang
curam. Dengan demikian dapat diinterpretasikan jika daerah penelitian berada pada fase
stadia dewasa hingga tua, dengan mrnunjukan relief permukaan yang kasar hingga sedang.
Perbedaan setiap kurva juga dapat menjelaskan variasi litologi batuan penyusunya.
Gambar 4.16. Kurva hipsometri menunjukan lereng dan stadia sungai di Daerah
Tanjung Sakti dan sekitanya.
Faktor asimetri (Af) digunakan untuk menentukan aktivitas tektonik dengan
memperhatikan kemiringan cekungan dari hilir ke hulu. Nilai Af untuk perhitungan sub-
DAS Air Manna adalah 51.889 km2. Berdasarkan nilai tersebut, sub-DAS Air Manna
masuk dalam cekungan asimetri (Rebai, 2013) dan kemiringan cekungan cenderung ke
kiri (Keller dan Pinter, 2002). Nilai Af tersebut kemudian diklasifikasikan untuk
menentukan kelas tektonik DAS. Berdasarkan klasifikasi El Hamdouni (2008), sub-
DAS daerah penelitian termasuk tingkat tektonik tinggi yaitu kelas 1.
Smf digunakan untuk memperkirakan aktivitas tektonik yang relative di
sepanjang muka gunung dan juga Smf memberikan informasi mengenai adanya
ketiakberaturan pada tinggian maupun pegunungan, ketidakberaturan tersebut
46
disebabkan oleh aktivitas tektonik dan proses erosi. Berdasarkan hasil analisis
ketinggian dan punggungan, diperoleh nilai smf, 1,264, 1,318, 1,358, 1,431, 1,441,
1,576. Sehingga sub-DAS Air Manna memiliki rentang nilai Smf berkisar 1,264-1,576.
Dari hasil tersebut, Sehingga dapat diinterpretasikan daerah penelitian masih dalam
pengaruh tektonik yang tinggi (kelas 1) dan berasosisasi terhadap lereng yang curam
dengan dataran banjir lebih sempit daripada lembah sungai(Bull dan McFadden, 1997;
El Hamdouni, 2008).
Data pendukung terakhir yakni analisis perbandingan lebar dan tinggi lembah
atau valley floor width to height ratio (Vf), analisis ini digunakan untuk mengetahui
lembah sungai berbentuk V atau U yang terjadi akibat pengangkatan maupun kontrol
tektonik lainnya. Nilai Vf yang tinggi (>1) akan menggambarkan lembah sungai
berbentuk huruf U dan rendahnya aktivitas sungai yang berasosiasi dengan kecepatan
pengangkatan yang rendah, sedangkan nilai Vf yang rendah (<1) mencerminkan
aktivitas sungai yang bertambah akibat dari tingkat aktivitas tektonik yang tinggi dan
lembah sungai yang dalam berbentuk V (Keller dan Pinter, 1996). Pada daerah
penelitian, hasil analisis Vf didapatkan nilai sebesar 0,4. Kemudian dapat diinterpretasi
bahwa kedua das termasuk kedalam nilai Vf yang rendah yakni <1, dimana adanya
kontrol tektonik berupa pengangkatan yang mempengaruhi bentukan sungai. Menurut
El Hamdouni (2008) dari hasil analisis diatas daerah penelitian merupakan daerah
dengan tingkat tektonik yang tinggi (kelas 1).
47
4.3.3. Analisis Morfotektonik Daerah Tanjung Sakti
Berdasarkan hasil analisis masing-masing paremeter, lokasi penelitian
dipengaruhi oleh tingginya tingkat aktivitas tektonik. Hal ini terlihat dari pola kelurusan
yang cenderung rapat serta nilai densitas yang cenerung rendah, sehingga tekstur
permukaan atau bentang alam menjadi kasar. Nilai densitas yang rendah menunjukan
adanya lapisan yang mengindikasi adanya kontrol struktur yang mempengaruhi bantang
alam dan tekstur permukaan daerah penelitian. Hasil analisis Dd menjelaskan bahwa
adanya kesamaan dengan daerah penelitian, yakni tekstur sedang-kasar yang didominasi
oleh perbukitan, dengan tingkat pelapukan dan denudasional lebih mempengaruhi
morfologi lokasi tersebut. Pola aliran dendritik merupaka pola aliran yang mengontrol
sub-DAS Air Manna (Twidale, 2004) (Gambar 4.14).
Pola aliran dendritik merupakan bentuk aliran yang dominan di lokasi penelitian,
yang mana cabang dari aliran sungai tersebut bebentuk seperti percabangan pohon.
Secara umum, litologi batuanya seragam dengan tingkat resistensi rendah (mudah
tererosi).
Nilai hipsometri daerah penelitian menunjukan nilai sedang. Hasil HI pada sub-
DAS menunjukan angka sedang-tinggi, artinya nilai HI yang tinggi dapat
mengindikasikan terjadinya eroai sungai akibat keterlibatan kontrol tektonik dalam
proses erosi sungai. Selain itu, kurva hipsometri menunjukan bentuk cekung yang
mencirikan bahwa daerah ini masuk ke dalam stadia sungai dewasa hingga tua, proses
erosi yang relative stabil dengan dikontrol oleh kelerengan yang curam serta pelapukan.
Hasil analisis perhitungan Af menunjukan bahwa nilai tinggi lokasi penelitian
termasuk kedalam cekungan asimetri. Selain itu, pada daerah penelitian cekungan
pengaliran menunjukan kemiringan ke kiri. Artinya, kemeringan pada arah kiri
menunjukan kesamaan dengan hasil analisis HI.
Untuk menganalisis tingkat aktivitas tektonik saat ini (Recent) pada daerah
penelitian termasuk dalam kelas 1 atau tinggi berdasarkan analisis Smf dan kelas 1
berdasarkan analisis Vf yang artinya tinggi. Hasil ini juga tergambar dari kondisi
morfologi pada saat ini yang memiliki bentukan lembah V serta dapat dijumpai struktur
geologi yang mengontrol pembentukan sungai. Namun, aktivitas tektonik yang tinggi
ini juga dapat mengakibatkan terjadinya bencana geologi. Sehingga bencana yang kerap
terjadi akibar lereng yang curam yakni longsor. Untuk selanjutnya diperlukan penelitian
yang lebih lanjut guna mengantisipasi bencana tersebut.
Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan bahwa Daerah Tanjung Sakti dan
sekitarnya terbentuk oleh aktivitas tektonik yang cenderung tinggi, sehingga dapat juga
mempengaruhi pembentukan morfologi yang dijumpai pada saat ini.
48
Analisis morfometri yang berhubungan dengan longsoran pada lokasi iniadalah
kerapatan drainase (Dd) (Bull, 1968) dan Hipsometri Indeks (HI) (Strahler, 1952).
Paremeter tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat erosi dilokasi penelitian.
Studi ini hanya berfokus pada segmen 3 di lokasi penelitian Tanjung Sakti dan
sekitarnya.
Daerah penelitian terletak pada segmen 3 di bagian perbukitan daerah penelitian,
yang terdiri dari litologi batuan andesit pada Formasi Hulusimpang (Tomh), batupasir,
batulempung, batulanau pada Formasi Seblat (Toms), Granit (Tmg)dan Formasi Qhv.
Batuan yang terdapat di daerah penelitian menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki
permukaan dengan tekstur halus hingga kasar.
Tabel 4.6 Hasil analisis dari setiap parameter.
49
Gambar 4.17. Peta kelerengan Daerah Tanjung Sakti dan sekitarnya pada skala
1:100.000
50
Kemiringan lereng di lokasi penelitian memiliki tingkat kemiringan antara
landai (13%) sampai curam (40%) (Widyatmanti et al., 2016). Tingkat kemiringan
lereng ini ditentukan dari identifikasi peta kelerengan di daerah penelitian dan hasil
analisis perhitungan morfometri menunjukan aktivitas tektonik di daerah penelitian
menunjuak IAT sebesar 1. Hasil peta IAT menjelaskan bahwa tingkat aktivitas tektonik
daerah penelitian masuk ke dalam kelas 1 yang artinya daerah tersebut memiliki tingkat
aktivitas tektonik yang sangat tinggi (El Hamdouni, 2008). Kemiringan lereng yang
curam (Gambar 4.17) di daerah penelitian disebabkan karena adanya gerakan batuan
dan menghasilkan struktur geologi yang berkembang seperti kekar dan sesar. Selain itu
juga, dapat diinterpretasikan pelapukan di lokasi penelitian yang terjadi cukup tinggi
(Gambar 4.18) .
Gambar 4.18.a dan b). Pelapukan batuserpih di Formasi Seblat, c dan d). Pelapukan
batuan vulkanik pada Formasi Qhv.
51
dari kehadiran struktur dansebagian diakibatkan oleh faktor seperti intensitas hujan,
vegetasi, suhu, litologi batuan dan lain sebagianya.
52
pengaruh dari struktur geologi yang berkembang dilokasi penelitian,struktur yang
berkembang berupa sesar yaitu Sesar Marang Batu.
53
4.3.4.3. Lokasi Pengamatan Longsor 3
Lokasi pengamatan longsor 3 terdapat di Desa Penandingan tepatnya di
sungai Penandingan. Longsor tersebut dapat diinterpretasikan memiliki tipe Flowatau
biasa disebut sebagai aliran dan longsoran memiliki tinggi ± 3,5 meter. Singkapan
longsor ditemukan di Formasi Qhvmemiliki litologi batuan vulkanik dengan kondisi
lapuk, kondisi tersebut diakibatkan oleh perubahan cuaca dan vegetasi yang tumbuh di
sekitarnya. Akibat adanya peresapan air tersebut, berat massa batuan akan bertambah
sehingga longsor dapat terjadi pada lokasi yang tanahnya kurang padat atau kompak.
Longsoran ini termasuk dalam kelas curam dan berada pada elevasi 600 mdpl yang
menunjukkan bahwa morfologinya perbukitan tinggi (Widyatmanti, 2016). Singkapan
longsor ditemukan di Formasi Seblat ini dalam kondisi lapuk, kondisi tersebut
diakibatkan oleh perubahan cuaca dan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Lokasi
pengamatan longsor 3 ini tidak terlalu dekat dengan struktur sesar yang ada dilokasi
penelitian.
54
Gambar 4.23. Kenampakan longsoran tipe Flow di Desa Lubuk Dalam, Sungai Bunge
Mutung.
55
4.3.5. Diskusi
Longsoran yang ditemukan di lokasi penelitian ditemukan di Formasi Qhv dan
Granit. Terjadinya longsor disebabkan oleh struktur yang berkembang di daerah
penelitian dan didukung juga dengan faktor lainya seperti litologi batuan penyusun,
intensitas hujan dan kelerengan yang curam. Karena potensi longsor akibat erosi tanah
pada lereng terjal tinggi, makan semakin besar luas lereng terjal maka semakin besar
pula resiko terjadinya longsor.
Berdasarkan hasil analisis Dd (Kerapatan drainase) dan HI (Hypsometric Index)
yang dilakukan pada segmen 3 daerah penelitian, terlihat bahwa nilai Dd rendah (1,940
km/km2) yang artinya memiliki tekstur permukaan halus sampai kasar. Sukiyah (2015)
menjelaskan bahwa daerah dengan nilai kerapatan rendah hingga sedang dicirikan
dengan relief yang tidak begitu kasar. Tekstur permukaan ini terbentuk karena aktivitas
tektonik yang membentuk struktur geologi dalam skala yang luas atau besar, contohnya
gawir sesar dan megafold. Nilai kerapatan juga menggambarkan lapisan bawah
permukaan yang mudah menyerap fluida dan bersifat permeable. Lapisan yang
permeable cenderung mudah mengalami pergerakan tanah.
Selain itu, hasil analisis HI daerah Tanjung Sakti dan sekitarnya
menggambarkan adanya tingkat reosi lereng dan sungai. Nilai HI di lokasi penelitian
pada segmen 3 sebesar 0,54. Dengan demikian dapat diartikan kurva (Gambar 4.24)
cenderung cekung. Artinya kurva cekung menandakan bahwa lokasi peneitian masuk
dalam cekungan pengaliran stadia dewasa hingga tua.
56
Gambar 4.24. Kurva hipsometrik yang menggambarkan tingkat kemiringan lereng pada
segmen 3 sub-DAS lokasi penelitian.
Berdasarkan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah Tanjung Sakti
Pumi dan Sekitarnya memiliki komponen batuan yang mudah menyerap melalui pori-
pori atau rekahan. Lereng adalah salah satu penyebab utama terjadinya longsor atau
pergerakan tanah. Longsor dapat terjadi di daerah penelitian sebagai akibat dari proses
permukaan yaitu erosi dan denudasi. Proses tersebut memilii persentase yang tinggi jika
dilihat dari buktu-bukti di lapangan. Jika dilihat dari kurva hipsometri bahwa laju reosi
di daerah Tanjung Sakti dan sekitarnyamemiliki pengaruh yang relative lebih cepat
terhadap terjadinya longsor. Artinya daerah penelitian memiliki potensi longsor yang
relative tinggi.
57
BAB V
KESIMPULAN
58
DAFTAR PUSTAKA
Amin, T.C., Kusmana, Rustandi, E., dan Gafoer, S., 1993.Peta Geologi Lembar Manna
dan Enggano Skala (1:25.000),Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi:
Bandung.
Barber, A.C., Crow M.J., dan Milsom, J.S., 2005.Sumatra: Geology, Resources and
Tectonic Evolution: Geological Society Memoirs,p. 282.
Bhatt, C.M., Chopra, R., dan Sharma, P.K., 2007.Morphotectonic Analysis In
Anandpur Sahib Area, Punjab (India) Using Remote Sensing And Gis
Approach. Journal of the Indian Society of Remote Sensing, v.35, no.2,
2007.
Bull W.B., 2007.Tectonic geomorphology of mountains: A New approach to
Paleoseismology. Wiley-Blackwell, Oxford,p.328.
Bull W.B., 2009.Geomorphic responses to climatic change, Blackburn Press, New
Jersey, p.326.
Bull, W.B., and MC. Fadden, L.M., 1977.Tectonic geomorphology north and south of
the Garlock Fault. California. J. of Geomorphology,p.15-32.
Dehbozorgi, M., Poukermani, M., Arian, M., Matkan, A.A., Motamedi, A., dan
Hosseiniasi, A., 2010.Quantitative analysis of relative tectonic activity in The
Sarvestan Area, Central Zagros, Iran. Geomorphology, p.1-13.
Doornkamp, J.C., 1986.Geomorphological Approaches to The Study of Neotectonics.
Journal of The Geological Society, v.143, p.335-342.
El Hamdouni, R., Irigay, C., Fernandes, T., Chacon, J., dan Keller, E. A., 2008,
Assessment of Relative Active Tectonics, Southwest Border of Sierra Nevada
(Southern Spain), Geomorphology, v.96, p.150-173.
Eyles, N. danScheidegger, A. E., 1999.Neotectonic Jointing Control on Lake Ontario
Shoreline Orientation at Scarborough,Geoscience Canada, p.26.
Fossen, H., 2010. Structural Geology. New York: Cambridge University Press.
Gentana, D., Sulaksana, N., 2018.Index of Active Tectonic Assessment: Quantitative-
based Geomorphometric and Morphotectonic Analysis at Way Belu Drainage
Basin, Lampung Province, Indonesia. International Journal On Advance Science
Engineering Information Technology.
Hall, D.M., Buff, B.A., Courbe, M.C., Seubert, B.W., Silahan, M., dan Wirabudi, A.D.,
1993.The Southern Fore-Arc Zone of Sumatra: Cenozoic Bain Forming
Tectonism And Hydrocarbon Potential. Proceedings 22nd Annual Convention,
IPA, p.97-116.
Hamilton, W., 1979.Tectonics of the Indonesia Region: United States Geological.
Survey Professional, p.1078.
Horton, R.E., 1941.Sheet Erosion-Present and Past, Am. Geophys. Union, Tr
Symposium on Dynamics of Land Erosion, p.299-305.
Horton, R. E., 1945.Erosional Development of Streams and Their Drainage Basins;
Hydrophysical approach to Quantitative Morphology.Geol. Soc. Am., Bull.,
v.56,p.275-370.
59
Hugget, R.J., 2007.Fundamentals of Geomorphology. Advances in neonatalcare
:Official Journal of The National Association of Neonatal Nurses, v.11, p. 52-
59.
Keller, E.A., dan Pinter, N., 2002.Active Tectonics: Earthquakes, Uplift and
Landscapes. Prentice Hall. New Jersey, p.338.
Keller, E.A., dan Pinter, N., 1996.Active tectonics,Upper Saddle River, NJ:
Prentice Hall, v.19.
Meliani, Y.A., 2022. Geologi Daerah Penandingan dan sekitarnya, Kabupaten Lahat,
Provinsi Sumatera Selatan. Universitas Sriwijaya: Palembang (Unpublished)
Muller, J.E., 1968.An introduction to the hydraulic and topographic sinuosity indexes.
Annals Association of American Geographers, v.58, p.371-385.
Rebai, N.,2013.DEM and GIS Analysis of Sub-Watersheds to Evaluate Relative
Tectonic Activity. A Case Study of The North–South Axis (Central Tunisia).
Earth Sci Inform, Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Rickard, M.J., 1972. Fault Classification And Discussion. Geological Society of
America Bulletin, v.83, p.2545-2546.
Saad, R., Tonnizam, E., 2012.Groundwater Detection in Alluvium Using 2-D Electrical
Resistivity Tomography (ERT),v.17, p.371-372.
Scheidegger, Carlos.2008.Revisiting Histograms and Isosurface Statistics. Science
Foundation Ireland
Sharpe, C.F.S., 1983.Landslide and Related Phenomena. Columbia University Press.
Silva, P.G., 1994.Evolución geodinámica de la depresión del Guadalentín desde el
Mioceno superior hasta la Actualidad: Neotectónica geomorfología. Ph.D.
Dissertation, Complutense University, Madrid.
Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
Strahler AN., 1952.Hypsometric (area-altitude) analysis of erosional topography. Geol
Soc, v.63, p.1117–1142.
Strahler I., 1964.Quantitative geomorphology of drainage basins and channel
networks, Handbook of Applied Hydrology: Ed. By Ven Te Chow, McGraw
Hill Book Company. New York, p.39-76.
Soewarno. 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai
(Hidrometri), Bandung: Nova.
Sukristiyanti. 2018. Analisis Morfometri DAS di Daerah Rentan Gerakan Tanah.
Seminar Nasional Geomatika.
Sukiyah, Emi. 2009. The erosion model of the Quaternary volcanic terrain in southern
part of Bandung basin. Postgraduate Program. Padjadjaran University:
Bandung.
Sukiyah, E., Sulaksana, N., Hendarmawan, dan Rosana, M.F. 2010.Peran
Morfotektonik DAS dalam Pengembangan Potensi Energi Mikro, Hidro di
Cianjur-Garut Bagian Selatan. Penelitian Andalan, LPPM,UNPAD.
Sulaksana, N., Sukiyah, E., Sudradjat, A., Sjafrudin, A., Haryanto, Edi Tri., 2011.
Karakteristik morfotektonik DAS Cimanuk bagian hulu dan implikasinya
60
terhadap intensitas erosi-sedimentasi di wilayah pembangunan Waduk Jatigede.
Penelitian KILAB, LPPM, UNPAD.
Sukiyah, E., 1993. Identifikasi Zona Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis
Kelurusan dari Foto Udara Daerah Curug Agung dan Sekitarnya
Kabupaten Subang Jawa Barat. Jatinangor: Skripsi. Jurusan Geologi,
FMIPA, Universitas Padjadjaran, Pp. 117.
Twidale, C.R., 2004.River Patterns And Their Meaning. Earth-Science Reviews 67,
p.159– 218.
Widyamanti, Wirastuti dan Prima,D.R.S., 2016.Identification Of Topographic
Elements Composition Based On Landform Boundaries From Radar
Interferometry Segmentation (Preliminary Study On Digital Landform
Mapping). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.
Wilcox, R.E., Harding, T.P., dan Seely, D.R., 1973, Basic wrench tectonics,
American Association of Petroleum Geologists (AAPG) Bulletin, v.57, no.1,
p.74-96.
Yulihanto, B., Situmorang, B., Nurdjajadi, A., dan Sain, B., 1995.Structural Analysis of
The Onshore Bengkulu Forearc Basin and its Implication For Future
Hydrocarbon Exploration Activity. Proceedings 24th Annual Convention, IPA
p.85-86.
61