Anda di halaman 1dari 77

IDENTIFIKASI SEBARAN MINERAL MENGGUNAKAN

METODE RESISTIVITAS DAN INDUCED POLARIZATION DI


KECAMATAN SOE, KABUPATEN TIMOR TENGAH
SELATAN

SKRIPSI

Oleh
Salsa Fajar Dini
NIM. 11160970000061

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2021
IDENTIFIKASI SEBARAN MINERAL MENGGUNAKAN
METODE RESISTIVITAS DAN INDUCED POLARIZATION DI
KECAMATAN SOE, KABUPATEN TIMOR TENGAH
SELATAN

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh
Salsa Fajar Dini
NIM. 11160970000061

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Identifikasi Sebaran Mineral Menggunakan Metode Resistivitas


dan Induced Polarization Di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor
Tengah Selatan

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:
SALSA FAJAR DINI
NIM. 11160970000061

Menyetujui,

Pembimbing I,

Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si


NIP. 19770416 200501 2 008

Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tati Zera, M.Si


NIP. 19690608 200501 2 002

ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Identifikasi Sebaran Mineral Menggunakan Metode


Resistivitas dan Induced Polarization di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah
Selatan” yang ditulis oleh Salsa Fajar Dini dengan NIM. 11160970000061 telah
diuji di hadapan dewan penguji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2021 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Jakarta, 30 Juli 2021
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,

Dr. Sutrisno, M.Si Elvan Yuniarti, M.Si


NIP. 19590202 198203 1 005 NIP. 19791227 200801 2 015

Pembimbing I,

Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si


NIP. 19770416 200501 2 008

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika

Ir. Nashrul Hakiem, S.Si, M.T, Ph.D Tati Zera, M.Si


NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19690608 200501 2 002

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Salsa Fajar Dini
NIM : 11160970000061

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI SEBARAN


MINERAL MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS DAN INDUCED
POLARIZATION DI KECAMATAN SOE, KABUPATEN TIMOR TENGAH
SELATAN adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan
tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam
penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk pergunakan seperlunya.

Jakarta, 30 Juli 2021

Salsa Fajar Dini


NIM. 11160970000061

iv
ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan,


Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Timor Tengah Selatan khususnya di
daerah Kecamatan Soe salah satunya memiliki potensi sumber daya mineral jenis
mangan. Penelitian dilakukan menggunakan metode Geolistrik yang merupakan
metode geofisika aktif untuk mempelajari sifat kelistrikan di dalam bumi dengan
menginjeksikan arus ke dalam bumi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi sebaran mineral di bawah permukaan bumi berdasarkan nilai
resistivitas atau tahanan jenis dan chargeability sehingga dapat dikorelasi dengan
data geologi dan data singkapan batuan yang ada di lokasi penelitian. Pada
penelitian ini menggunakan 2 metode geolistrik yaitu metode Resistivitas (Tahanan
Jenis) dan metode Induced Polarization (Polarisasi Terinduksi) dengan konfigurasi
Wenner-Schlumberger. Pengambilan data dilakukan pada 5 lintasan yaitu, Lintasan
01, Lintasan 02, Lintasan 03, Lintasan 04, dan Lintasan 05, lintasan yang diambil
sepanjang 94 meter dengan spasi antar elektroda 2 meter. Pengolahan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan RES2DINV, Googole Earth Pro dan
Voxler 4. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh korelasi dengan nilai resistivitas
5 – 213 Ωm dan nilai chargeability 6 – 38 msec merupakan batuan lempung, sisipan
batupasir, batugamping dan mineral mangan. Sebaran mineral yang ditemukan pada
lokasi penelitian di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi
Nusa Tenggara Timur tersebar pada lintasan 01, lintasan 03, lintasan 04 dan lintasan
05.

Kata Kunci : mineral, resistivitas, chargeability, wenner-schlumberger, induced


polarization

v
ABSTRACT

This research was conducted in Soe District, South Central Timor Regency, East
Nusa Tenggara Province. South Central Timor Regency, especially in the Soe
District area, has the potential for mineral resources of the type of manganese. The
research was conducted using the Geoelectric method which is an active
geophysical method to study electrical properties in the earth by injecting current
into the earth. This research aims to identify the distribution of minerals below the
earth's surface based on resistivity values or specific resistance and chargeability
so that they can be correlated with geological data and rock outcrop data at the
research location. In this research, two geoelectrical methods were used, namely
the resistivity method and the Induced Polarization method with the Wenner-
Schlumberger configuration. Data were collected on five tracks, namely, 01 trails,
02 trails, 03 trails, 04 trails, and track 05, the track taken along 94 meters by 2
meters of space between the electrodes. Research data processing was carried out
using RES2DINV, Googole Earth Pro and Voxler 4. Based on the results of the
research, a correlation was obtained with a resistivity value of 5 - 213 Ωm and a
chargeability value of 6 - 38 msec which is clay rock, sandstone inserts, limestone
and manganese minerals. The distribution of minerals in the research location in
Soe Subdistrict, South Central Timor Regency, East Nusa Tenggara Province is
spread on track 01, track 03, track 04 and track 05.

Keywords: mineral, resistivity, chargeability, wenner-schlumberger, induced


polarization.

vi
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya. Tidak lupa Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi pembimbing seluruh
umat manusia. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, guna
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tentu saja dalam perjalanan penyusunannya banyak berbagai pihak yang


ikut membantu baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Kedua orang tua tersayang, Mamahku Darliani dan Ayahku Sarmili,


yang telah memberikan banyak dukungan dan selalu mengirimkan doa
kepada penulis.
2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika
3. Bapak Ir.Eko Widi Santoso, M.Si selaku Direktur Pusat Teknologi
Reduksi dan Risiko Bencana (PTRRB) Badan Pengkajian Penerapan
Teknologi (BPPT) yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan
penelitian disana.
4. Ibu Dr.Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku pembimbing I yang telah
memberikan banyak masukan dan sabar membimbing penulis terkait
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Nur Hidayat, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan dan membimbing penulis terkait penelitian
skripsi ini. Serta memberikan ilmu-ilmu kepada penulis serta membantu
setiap ada permasalahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Sutrisno, M.Si selaku penguji I dan Ibu Elvan Yuniarti, M.Si
selaku penguji II yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam
sidang penulis dan memberikan masukan untuk penulis.

vii
7. Bapak Ir. Heru Sri Naryanto, M.Si selaku wali pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh staff karyawan PTRRB, terutama kepada Ibu Neneng, Bapak
Rochman, Kak Somim, Adik Febri yang telah menerima penulis dengan
baik di PTRRB dan memotivasi penulis.
9. Teman-teman seperjuangan semasa PKL hingga Skripsi, Dinniar
Damayanti dan Mawali Indah N yang telah menyemangati penulis dari
awal hingga akhir menyelesaikan penyusunan skripsi ini dan selalu ada
di saat suka dan duka.
10. Sahabat GIRLSQ, Salsabila Firdausi Hidayah, Mutia Rismiani, Hizba
Millatina N dan Niken Aprilia Eka P yang telah menjadi sahabat dari
saat Maba hingga saat ini dan selalu menghibur penulis.
11. Seseorang yang selalu ada di saat penulis butuhkan, selalu
menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi dan menjadi tempat
keluh kesah, terima kasih Ahmad Azandi.
12. Sahabat COS semasa SMA di VCR, Yunita, Imas, Ana, Anggit, Amal,
Ariandi, Aldi, Reihandio dan Gilang yang telah menghibur penulis serta
saling support satu sama lain.
13. Sintha Mupid, Kristya Jasmine dan Jovani yang telah menemani penulis
mencari Wi-Fi di McD.
14. Ananda Reggy, Fauziah Larasati dan Merry Nur serta teman-teman
seperjuangan Fisika angkatan 2016 khususnya Peminatan Geofisika
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
yang dapat disampaikan ke alamat e-mail penulis Salsafd@gmail.com. Besar
harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak
khususnya dalam bidang geofisika.

Jakarta, 2021

Salsa Fajar Dini

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Batasan Masalah 4
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Jenis-jenis Batuan 6
2.1.1 Batuan Beku 6
2.1.2 Batuan Sedimen 7
2.1.3 Batuan Metamorf 8
2.2 Mineral 8
2.3 Kondisi Geologi Regional 12
2.3.1 Geomorfologi Wilayah 12
2.3.2 Geologi Regional Daerah Penelitian 13
2.3.3 Struktur Geologi 16
2.3.4 Penelitian Terdahulu di Kabupaten Timor Tengah Selatan 17
2.4 Metode Geofisika 18
2.5 Metode Geolistrik 19
2.6 Metode Resistivitas 20
2.6.1 Konsep Dasar Metode Resistivitas 21
2.6.2 Resistivitas Semu 22

ix
2.6.3 Konfigurasi Elektroda 24
2.7 Metode Induced Polarization 28
2.7.1 Timbulnya Polarisasi Pada Batuan 29
2.7.2 Prinsip Pengukuran Induced Polarization 31
2.7.2.1 Kawasan Waktu (Time Domain) 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 34
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 34
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 35
3.3 Tahapan Penelitian 35
3.4 Pengolahan Data dan Pemodelan 2-Dimensi Res2Dinv 37
3.5 Pengolahan Data dan Pemodelan 3-Dimensi Voxler 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1 Hasil Analisa Penelitian 42
4.2 Hasil dan Interpresi Penampang 43
4.2.1 Lintasan 01 43
4.2.2 Lintasan 02 45
4.2.3 Lintasan 03 47
4.2.4 Lintasan 04 50
4.2.5 Lintasan 05 51
4.3 Hasil Korelasi Penampang 2-Dimensi 53
4.4 Analisis Pola Penyebaran Mineral 3-Dimensi 55
4.4 Analisis Pola Penyebaran Mineral 3-Dimensi 58
BAB V PENUTUP 59
5.1 Kesimpulan 59
5.2 Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 61

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Batuan Beku 7


Gambar 2.2 Contoh Batuan Sedimen 7
Gambar 2.3 Contoh Batuan Metamorf 8
Gambar 2.4 Contoh Mineral Silikat 11
Gambar 2.5 Contoh Mineral Non-Silikat 11
Gambar 2.6 Peta Topografi Lembar Kabupaten Timor
Tengah Selatan 12
Gambar 2.7 Formasi Batuan Lokasi Penelitian 14
Gambar 2.8 Singkapan Batuan Lokasi Blok 2 16
Gambar 2.9 Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner-Alpha 24
Gambar 2.10 Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-Dipole 25
Gambar 2.11 Susunan Elektroda Pole-Dipole 25
Gambar 2.12 Susunan Elektroda Pole-Pole 26
Gambar 2.13 Susunan Elektroda Schlumberger 26
Gambar 2.14 Susunan Elektroda Wenner-Schlumberger 27
Gambar 2.15 Polarisasi Elektroda 29
Gambar 2.16 Polarisasi Membran 31
Gambar 2.17 Prinsip Pengukuran Time Domain 32
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 34
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian 36
Gambar 3.3 Susunan Data Resistivitas dan IP (kiri) dan
Topografi (kanan) Dalam Notepad 37
Gambar 3.4 Contoh Hasil Pemodelan 2-Dimensi Resistivitas (atas)
dan Induced Polarization (bawah) 39
Gambar 3.5 Contoh Hasil Pemodelan Topografi 2-Dimensi
Resistivitas (atas) dan Induced Polarization (bawah) 39

xi
Gambar 3.6 Contoh Persebaran 3-Dimensi Induced Polarization 41
Gambar 3.7 Contoh Solid Persebaran 3-Dimensi Induced Polarization 41
Gambar 4.1 Persebaran Titik Lintasan Penelitian 42
Gambar 4.2 Penampang Lintasan 01 44
Gambar 4.3 penampang Lintasan 02 46
Gambar 4.4 Penampang Lintasan 03 48
Gambar 4.5 Penampang Lintasan 04 50
Gambar 4.6 Penampang Lintasan 05 52
Gambar 4.7 Informasi Data Korelasi Untuk Menentukan
Keberadaan Mineral 53
Gambar 4.8 Hasil Penampang 3-Dimensi 56
Gambar 4.9 Korelasi Persebaran Mineral 3-Dimensi Titik Pertama 56
Gambar 4.10 Korelasi Persebaran Mineral 3-Dimensi Titik Kedua 57
Gambar 4.11 Peta Kedalaman Bawah Permukaan Lintasan 01-05 58

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Kekerasan Relatif Mohs 10


Tabel 2.2 Jenis Batuan Geologi Wilayah Kabupaten
Timor Tengah Selatan 14
Tabel 2.3 Macam-Macam Metode Survei Geofisika 18
Tabel 2.4 Aplikasi Metode Survei Geofisika 19
Tabel 2.5 Nilai Resistivitas Batuan dan Mineral 21
Tabel 2.6 Nilai Chargeability Pada Mineral 33
Tabel 2.7 Nilai Chargeability Mineral dan Batuan 33
Tabel 2.8 Nilai Chargeability Pada Materi 33
Tabel 4.1 Koordinat Setiap Lintasan 43
Tabel 4.2 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 01 45
Tabel 4.3 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 02 47
Tabel 4.4 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 03 49
Tabel 4.5 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 04 51
Tabel 4.6 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 05 53
Tabel 4.7 Hasil Korelasi Antara Nilai Resistivitas yang Diperoleh
Dengan Tabel Resistivitas 54
Tabel 4.8 Hasil Korelasi Antara Nilai Chargeability yang Diperoleh
Dengan Tabel Chargeability 55
Tabel 4.9 Korelasi Resistivitas, Chargeabilitas dan Peta Geologi 55

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi
dengan berbagai manfaat. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Surah Thaha
20:6 bahwa:

“Milik-Nya-lah apa yang ada di langit, apa yang di bumi, apa yang di antara
keduanya dan apa yang ada di bawah tanah.”

Allah adalah pencipta semua yang ada, karena itu milik-Nya lah apa saja
yang ada di langit seperti matahari, bulan, dan planet, serta apa saja yang ada di
bumi seperti tumbuhan, hewan, dan manusia, apa saja yang ada di antara keduanya
seperti awan, dan apa saja yang ada di bawah tanah, seperti bahan tambang dan
sumber mineral [1].

Dalam surah Thaha menjelaskan bahwa Allah SWT yang memiliki


semuanya. Kekayaan sumber daya alam mineral yang ada di muka bumi dapat
bermanfaat bagi umat manusia. Untuk memanfaatkannya, sangat diperlukan adanya
penelitian mengenai sumber daya mineral yang ada di bawah tanah.

Indonesia memiliki potensi kekayaan alam mineral, berdasarkan hasil


penemuan sumber daya mineral logam pada tahun 2019 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral terdapat 2.370 titik lokasi. Beberapa
komoditi yang mengalami perubahan jumlah sumber daya dan jumlah cadangan
yang signifikan adalah emas primer, besi primer, nikel, dan timah. Sedangkan dari
hasil penemuan sumber daya mineral bukan logam terdapat 3.870 titik lokasi.
Beberapa komoditi yang mengalami perubahan jumlah sumber daya dan jumlah
cadangan yang signifikan di antaranya adalah batu gamping, pasir kuarsa, andesit,

1
2

felspar, kaolin, dolomit dan lempung [2]. Seiring majunya teknologi, kebutuhan
manusia akan mineral logam maupun non-logam sangat signifikan. Mineral logam
sering dimanfaatkan manusia dalam berbagai industri. Sedangkan mineral non-
logam sering dimanfaatkan dalam bahan bangunan, bahan mineral keramik dan
bahan mineral industri.

Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki sumber daya alam yang sangat
melimpah. Salah satu dari sumber daya alam tersebut adalah cadangan mineral
meliputi logam mangan, chrome, nikel, tembaga dan emas. Potensi mangan yang
cukup besar dan tersebar di seluruh kabupaten di pulau Timor. Dari segi susunan
batuannya, 40% dari Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari batuan Kompleks
Bobonaro, yang dikenal memiliki kandungan mangan tinggi [3].

Sektor pertambangan juga merupakan salah satu andalan Kabupaten Timor


Tengah Selatan. Jenis bahan tambang yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan
terdiri dari gamping tuafan, gamping lepungan, gamping dolomitan, gamping koral,
gamping pasiran, gamping padam, batu pasir, pasir gunung, batu pasir ornamen,
lempung, batu warna, pasir kwarsa/ karbonat, gneis, marmer, kalsit, diabas, batu
gamping rijangan, napal, bentonit, oker, pasir, sirtu sungai, sirtu gunung, dan batu
mangan, yang penyebarannya hampir di semua kecamatan. Dari olahan bahan
tambang tersebut maka diperoleh jenis hasil tambang berupa bata ringan, keramik,
pupuk, semen, sabun, cat, odol, batako, kapur, ornamen, genteng, bahan bangunan,
besi dan baja [4].

Berdasarkan informasi tersebut, Kabupaten Timor Tengah Selatan


khususnya di daerah Soe salah satunya memiliki potensi sumber daya mineral jenis
mangan. Metode eksplorasi untuk mineral menggunakan survei geologi, survei
geofisika, atau pegeboran untuk menemukan endapan. Salah satu metode eksplorasi
mineral yaitu menggunakan metode geofisika. Menurut [5] metode eksplorasi
geofisika untuk mengetahui endapan mineral menggunakan motode survei
magnetik, elektromagnetik, resistivitas, induced-polarization, self-potential.
Metode geofisika aktif yang digunakan salah satunya adalah metode geolistrik.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis data sekunder yang dimiliki
oleh Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan
3

Penerapan Teknologi (BPPT) yang berupa data mentah geolistrik untuk mengetahui
endapan mineral di bawah permukaan lokasi penelitian.

Data mentah geolistrik yang diperoleh penulis berupa titik koordinat


lintasan penelitian, koreksi topografi atau data ketinggian, data singkapan lokasi
penelitian, dan data geolistrik dalam bentuk notepad. Data mentah yang diperoleh
tidak ditunjangi dengan adanya data pemboran pada lokasi penelitian. Maka dari
itu penulis menggunakan data geologi regional sebagai penunjang untuk
mengkorelasikan data yang didapatkan. Pada data tersebut menggunakan metode
geofisika aktif yaitu dilakukan dengan membuat suatu gelombang gangguan yang
dipancarkan ke bumi sehingga timbul respon dan dijadikan parameter untuk diukur.

Metode tersebut menggunakan sumber buatan yang berupa arus listrik yang
diinjeksikan ke permukaan bumi. Metode geolistrik banyak digunakan untuk
mengetahui struktur bawah permukaan tanah. Dalam penelitian ini, digunakan
metode geolistrik berupa metode resistivitas (tahanan jenis) dan metode Induced
Polarization (polarisasi terinduksi). Metode geolistrik resistivitas memanfaatkan
nilai resistivitas semu suatu batuan yang menunjukkan adanya perbedaan jenis
batuan setiap lapisan. Sedangkan metode Induced Polarization memanfaatkan nilai
kapasitif bawah permukaan. Konfigurasi yang digunakan yaitu Wenner-
Schlumberger. Konfigurasi tersebut merupakan gabungan antara konfigurasi
Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Konfigurasi tersebut memiliki cakupan
secara horizontal dan vertikal.

Alasan penulis menggunakan 2 metode yaitu resistivitas dan Induced


Polarization karena metode resistivitas dapat mendeteksi litologi bawah permukaan
tanah secara akurat, sedangkan metode Induced Polarization sangat sensitif
terhadap material yang bersifat konduktif. Adanya fenomena polarisasi yang dapat
mendeteksi kandungan mineral di bawah permukaan secara baik, yang tidak dapat
terdeteksi dengan menggunakan metode resistivitas juga menjadi pertimbangan
penulis. Penggabungan metode resistivitas dan induced polarization ini diharapkan
dapat mengidentifikasi keberadaan suatu mineral pada suatu lapisan batuan tertentu
[6].
4

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengolah data mentah resistivitas dan Induced
Polarization?
2. Bagaimana analisis dan interpretasi dalam menentukan mineral dari
pemodelan 2D dan 3D data resistivitas dan Induced Polarization?
3. Dimana sebaran mineral berdasarkan hasil korelasi pemodelan di
Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa
Tenggara Timur?

1.3 Batasan Masalah


1. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari Pusat Teknologi
Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) pada Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Metode yang digunakan adalah metode geolistrik aktif yaitu resistivitas dan
Induced Polarization menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger.
3. Parameter dalam penelitian ini adalah nilai resistivitas (Ωm) dan nilai
chargeability (msec).

1.4 Tujuan Penelitian


1. Mengolah dan menganalisis data mentah geolistrik.
2. Mengidentifikasi lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan
jenis dan nilai chargeability.
3. Mengkorelasikan data pemodelan dengan data geologi regional dan data
singkapan batuan untuk mengetahui sebaran mineral di bawah
permukaan daerah penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa
metode geolistrik resistivitas dan Induced Polarization dapat digunakan
untuk mengidentifikasi mineral dan sebarannya serta menentukan daerah
5

lintasan penelitian mana yang dapat ditemukannya mineral di bawah


permukaan bumi.

1.6 Sistematika Penulisan


Penulisan skripsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian awal
dan bagian isi. Dimana bagian awal terdiri dari abstrak, kata pengantar,
daftar isi, daftar gambar, daftar tabel. Sedangkan pada bagian isi terdiri dari
lima bab, yang sistematika dan tujuannya diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan teori-teori dasar yang mendasari penelitian. Teori
dasar yang dibahas pada bab ini akan dijadikan rujukan dalam melakukan
analisis dan interpretasi pada hasil penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai tempat dan waktu pelaksanaan penelitian,
peralatan dan bahan penelitian, serta tahapan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil dari penelitian beserta analisis dari
hasil penelitian tersebut.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi poin-poin singkat mengenai kesimpulan dari hasil
analisis penelitian. Dan juga berisi saran untuk penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Batuan


Batuan (rocks) adalah kumpulan mineral yang mengeras yang
menjadi bahan pembentukan kerak bumi. Terciptanya batuan, sangat
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa plutonisme dan vulkanisme, aktivitas
magma yang merupakan asal-usul terbentuknya batuan. Berdasarkan asal
dan proses terjadinya batuan terbagi menjadi 3 golongan besar yaitu [7]:

1. Batuan Beku (Igneous Rocks)


2. Batuan Sedimen (Sediment Rocks)
3. Batuan Malihan/ Ubahan (Metamorf Rocks)

2.1.1 Batuan Beku


Batuan beku atau batuan igneus adalah jenis batuan yang
terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa
proses kristalisasi di bawah permukaan sebagai batuan intrusif
(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif
(vulkanik). Berdasarkan tempat pembekuannya dibedakan menjadi
batuan beku ekstrusif dan intrusif [8].

1. Batuan beku ekstrusif


Batuan beku ekstrufif adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung di permukaan bumi.
2. Batuan beku intrusif
Batuan beku intrusive adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung di bawah permukaan bumi.

6
7

Gambar 2.1 Contoh Batuan Beku [8]

2.1.2 Batuan Sedimen


Batuan sedimen merupakan selimut tipis di kerak bumi.
Batuan endapan terbentuk dari hasil perombakan batuan beku yang
telah mengalami proses transportasi baik oleh air, angin atau salju
yang kemudian mengalami proses pengendapan (sedimentasi) yang
juga dipengaruhi oleh gravitasi. Berdasarkan asal mulanya dibedakan
menjadi sedimen klastik, nonklastik dan sedimen bioklastik [7].

Gambar 2.2 Contoh Batuan Sedimen [8]


8

2.1.3 B atuan Metamorf


Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan
asal (batuan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan
temperature (T), tekanan (P), atau temperatur (T) dan tekanan (P)
secara bersamaan yang mengakibatkan pembentukan mineral-mineral
baru dan tekstur batuan yang baru [8].

Gambar 2.3 Contoh Batuan Metamorf [8]

2.2 Mineral
Mineral berperan penting dalam pembentukan permukaan bumi dan
pembentukan batuan. Mineral adalah bahan padat yang terbentuk secara
alamiah, tersusun oleh satu unsur atau lebih, mempunyai komposisi kimia
tertentu dan memiliki bentuk kristal yang teratur. Ada lebih dari 4.000
mineral yang berbeda, dan masing-masing dibedakan oleh komposisi
kimianya dan struktur kristalnya [6].

Mineral mempunyai struktur dan komposisi kimia tertentu, sehingga


mineral memiliki sifat fisik yang khas yang meliputi bentuk kristal, berat
jenis, warna, bidang belah, kekerasan, kilap, dan goresan. Berikut adalah
penjelasan dari sifat-sifat fisik mineral :
9

1. Bentuk Kristal

Mineral mempunyai bentuk kristal yang khas, yang merupakan


perwujudan kenampakan luar, yang terjadi sebagai akibat dari susunan
kristalnya di dalam. Mineral “kuarsa” dapat dijumpai hampir di semua
batuan, namun pertumbuhannya terbatas. Bentuknya yang tidak teratur
dapat memperlihatkan susunan ion-ion yang ditentukan oleh struktur
kristalnya yang khas yaitu prisma bersisi enam. Kristal mineral intan,
dapat dikenali dari bentuknya yang segi-delapan atau “octahedron” dan
mineral grafit dengan segi-enamnya yang pipih. Perbedaan bentuk
kristal terjadi karena susunan atom karbonnya yang berbeda [9].

2. Berat Jenis

Berat jenis ditentukan oleh unsur pembentuknya serta kepadatan


dari ikatan unsur-unsur dalam susunan kristalnya. Pada umumnya
mineral pembentuk batuan memiliki berat jenis 2,7. Mineral yang
memiliki berat jenis lebih dari 5 termasuk ke dalam golongan mineral
berat.

3. Warna

Warna yang khas dapat dengan mudah mengenali adanya unsur


tertentu di dalamnya. Warna merupakan efek sinar, dimana setiap
mineral memiliki daya serap terhadap beberapa warna sinar. Sebagai
contoh warna gelap dipunyai oleh mineral yang mengindikasikan
adanya unsur besi. Kemudian mineral dengan warna terang dapat
diindikasikan mengandung aluminium.

4. Bidang Belah

Mineral memiliki kecenderungan membelah suatu bidang pada


arah tertentu. Arah tersebut ditentukan oleh susunan dalam dari atom-
atomnya. Bidang tersebut dapat dikatakan sebagai bidang “lemah” yang
dimiliki oleh suatu mineral.
10

5. Kekerasan

Kekerasan digunakan sebagai ukuran ketahanan mineral


terhadap daya abrasi atau mudah tergores. Kekerasan mineral bersifat
relatif, skala kekerasan mineral mulai dari yang terlunak hingga yang
terkeras diajukan oleh Mohs dikenal sebagai Skala Kekerasan Mohs.

Tabel 2.1 Skala Kekerasan Relatif Mohs [9]


Kekerasan Mineral
1 Talk
2 Gypsum
3 Kalsit
4 Fluorit
5 Apatite
6 Feldspar
7 Kuarsa
8 Topas
9 Corrondum
10 Berlian

6. Kilap

Kilap merupakan kenampakan pantulan cahaya atau sinar biasa


dari permukaan suatu mineral. Kilap terbagi menjadi 2 jenis, yaitu kilap
logam dan kilap non-logam. Contoh kilap non-logam yaitu kilap
mutiara, kilap gelas, dan kilap tanah.

7. Goresan

Goresan merupakan warna serbuk mineral yang didapatkan


dengan menggoreskan mineral pada lempeng porselen yang kasar.
Beberapa mineral mempunyai goresan pada bidangnya, contohnya
adalah mineral kuarsa dan pirit.

Berdasarkan senyawa kimianya, mineral dikelompokkan menjadi 2 yaitu :


1. Mineral Silikat
Silikat merupakan bagian utama dari batuan beku, sedimen maupun
batuan malihan. Hampir 90% mineral pembentuk batuan adalah dari
kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen
dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar maka hampir
11

90% dari berat kerak bumi terdiri dari mineral silikat dan hampir 100% dari
mantel bumi [9].

Gambar 2.4 Contoh Mineral Silikat [9]

2. Mineral Non-Silikat
Mineral non-silikat merupakan mineral yang pembentukannya
bukan dari unsur silikat. Mineral non-silikat hanya ditemukan 8% dari kerak
bumi. Secara umum mineral ini hanya terdiri dari komposisi kimia yang
sederhana, berupa unsur. Contohnya ialah jika suatu unsur logam
bersenyawa dengan satu unsur yang berbeda seperti sulfur atau oksigen.
Mineral non-silikat dapat digunakan sebagai perhiasan yaitu emas (Au),
perak (Ag) [6].

Gambar 2.5 Contoh Mineral Non-Silikat [9]


12

2.3 Kondisi Geologi Regional


2.3.1 Geomorfologi Wilayah

Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan salah satu kabupaten di


Provinsi Nusa Tenggara Timur, terdiri dari 32 kecamatan dengan luas wilayah
3.995,88 km2. Secara geografis Kabupaten Timor Tengah Selatan terletak pada
120º 4’ 00” BT - 124º 49’ 0” Bujur Timur dan 9º 28’ 13” LS - 10º 10’ 26”
Lintang Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Soe. Berikut adalah
peta geologi Lembar Kupang-Atambua, Timor [10].

Gambar 2.6 Peta Topografi Lembar Kabupaten Timor Tengah Selatan [11]

Berdasarkan morfologi daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan


dapat dikelompokkan ke dalam wilayah dataran seluas 235,54 km2.
Morfologi berombak dengan luas wilayah 836,21 km2, bergelombang seluas
980,30 km2. Kemudian morfologi Kabupaten Timor Tengah Selatan
didominasi oleh perbukitan seluas 1.929,78 km dengan sebaran lokasi di
sebelah selatan hampir di semua kecamatan.
13

Relief ketinggian antara 0-500 sekitar 49% dan relief 500 meter ke
atas sekitar 51% di atas permukaan laut (dpl) dengan ketinggian 0-500 Mdpl
seluas 2.086,88 m2, 500-1000 Mdpl seluas 1.556,98 m2, 1000-2000 Mdpl
seluas 276,15 m2, 1500-2000 Mdpl seluas 74,92 m2 dan ketinggian 2000-
2500 Mdpl seluas 2,91 m2 [12].

Topografi Kabupaten Timor Tengah Selatan pada bagian dataran


Pantai Selatan Pulau Timor didominasi oleh dataran alluvial yang datar
sampai kemiringan landai. Sedangkan pada pulau didominasi oleh
pegunungan dengan jenis batuan. Ketinggian wilayah Kabupaten Timor
Tengah Selatan mulai dari 0 mdpl (garis pantai) sampai 2.477 mdpl (puncak
gunung Mutis).

Berdasarkan pada peta topografi dan peta geologi skala 1:250.000


lembar Kupang-Atambua,Timor, maka Kabupaten Timor Tengah Selatan
mempunyai keadaan topografi yang bervariasi umumnya berupa dataran,
pegunungan dan perbukitan.

2.3.2 Geologi Regional Daerah Penelitian

Batuan yang terdapat di daerah lembar peta Atambua dan Kupang


sangat beragam baik jenis maupun umurnya. Jenis batuannya terdiri dari
batuan sedimen, beku, vulkanik dan batuan malihan. Batuan sedimen terdiri
dari batu gamping, kalsilutitm batu pasir, lanau, serpih dan lempung
sedangkan batuan bekunya adalah batuan ultrabasa dan diorit. Batuan
volkanik terdiri dari breksi, lava dan tufa; batu malihannya meliputi batu
sabak, filit, sekis, amfibolit dan granulit [10].
14

Gambar 2.7 Formasi Batuan Lokasi Penelitian [10]

Berdasarkan peta geologi lembar Kupang-Atambua, Timor jenis batuan


geologi di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagai berikut :

Tabel 2.2 Jenis Batuan Geologi Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan [13]

No. Jenis batuan Luas (km)


1 Batuan Ekstrusi: Basa: Lava 5,67
2 Batuan Ekstrusi: Menengan: Piroklastik 48,37
3 Malihan: Sekis 53,97
4 Sedimen: Kimia: Batugamping 458,75
5 Sedimen: Klastika: Aluvium 699,29
6 Sedimen: Klastika: Batugamping 1704,66
7 Sedimen: Klastika: Batupasir 24,19
8 Sedimen: Klastika: Halus: Batulempung 89,79
9 Sedimen: Klastika: Napal 455,76
10 Tektonik: Bancuh 416,08
11 Ofiolit 39,35
Luas keseluruhan 3559,88
15

Statigrafi pada daerah penelitian dimulai dari yang tertua ke muda adalah
sebagai berikut :

1. Formasi Noele (QTn)


Formasi tersebut merupakan napal pasiran berselang seling dengan
batu pasir, konglomerat dan sedikit tufa dasit. Napal berwarna putih keabu-
abuan, pasiran, kadang-kadang lanauan. Batu pasirnya litos, kadang-kadang
menunjukkan perlapisan bertahap, perlapisan konvolut dan berbutir sedang
sampai kasar. Tebal masing-masing perlapisan berkisar antara 10 – 190 cm.
komponen konglomerat agak membulat sampai membulat dan umumnyaa
berasal dari rombakan-rombakan batuan malihan dan batuan yang lebih tua
lainnya. Sedangkan tufa berwarna putih, bersusunan dasit, berlapis-lapis
sejajar dan kadang-kadang konvolut [10].

2. Komplek Bobonaro (Tmb)

Secara litologi terdiri dari dua bagian pokok: (a) lempung bersisik,
(b) bongkah-bongkah asing yang bermacam-macam ukurannya. Lempung
bersisik ini merupakan matrik dari bongkah-bongkah asing yang berasal
dari batuan yang lebih tua. Bongkah-bongkah asing tersebut antara lain batu
pasir bermika dari formasi bisane, batu gamping dari formasi cablac, rijang,
batuan ultrabasa, lava bantal dan batugamping krinoida dari formasi
maubisse, batuan dari komplek mutis, formasi ofu, formasi nakfunu dan
batuan-batuan yang lain. Pada Komplek Bobonaro kadang-kadang
ditemukan sebaran kongkresi mangan dan gipsum di sekitar desa Basleo,
sebelah timur Nikiniki serta di daerah antara desa Ponu dan Kaubeleh,
sebelah barat Atapupu [10].

Berdasarkan sumber data sekunder PTRRB, BPPT, didapatkan data


singkapan batuan yang berada di lokasi penelitian yaitu terlihat pada gambar
berikut.
16

Gambar 2.8 Singkapan Batuan Lokasi Blok 2

Pada gambar 2.8, berada di bawah jalan menuju barat lokasi


tambang, terdapat batuan lempung coklat, mengandung karbonat dan di
sekitarnya ada jejak tambang mangan.

2.3.3 Struktur Geologi


Keadaan geologi wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan
berdasarkan umur geologinya dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu masa
permian sampai pertengahan miocene (220-26 juta tahun) dan setelah
miocene sampai recent (26 – 0 juta tahun). Pada zaman permin-
pertengahan miocena, terjadi gerak tektonis atau orogenesisi
(pembentukan penggunungan) antara tumpukan batuan (sedimen) zaman
permien dengan zaman diatasnya (upper miocene) [12].

Berdasarkan [10] Kabupaten Timor Tengah Selatan ditinjau dari


stratigrafi memiliki jenis batuan sedimen, beku, volkanik dan batuan
malihan, sebagai berikut [13]:
1. Batuan sedimen dari batuan gamping, kalisutit, batu pasir, lanau,
serpih dan lempung;
2. Batuan beku terdiri dari batuan ultra basa dan diorit;
3. Batuan malihan adalah malihan berderajat rendah sampai tinggi
terdiri batu sabak, filit, sekis, amfibolit dan granoli.
17

Satuan alokton, batuan sedimen dan vulkanik terdiri dari kompleks


mutis (PPM), formasi mau bisse/batu gamping (Tr Pml), Formasi mau
bisse/lava bantal (Tr Pmv), formasi haulasi dan formasi noni tak
teruraikan, formasi manamas (Tmm) dan batuan ultra basa (Ub), batuan
ekstrusi (basa, lava), Batuan Ellektrusi (menengah, piroklastik) [13].

Terdapat beberapa patahan atau sesar di Kabupaten Timor Tengah


Selatan antara lain antiklin, kelurusan, kontak, sesar, sesar geser jurus
dan sesar naik. Pada daerah penelitian mulai dari batu putih sampai Kota
SoE termasuk ke dalam sesar garis jurus. Dikarenakan adanya sesar,
sesar garis jurus dan sesar naik dapat mengakibatkan permukaan tanah
menjadi labil.

2.3.4 Penelitian Terdahulu di Kabupaten Timor Tengah Selatan

Penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain


yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu :

1. Penelitian yang berjudul “Penelitian Endapan fosfat di


Kabupaten Timor Tengah Selatan”, lokasi penelitian tersebut
terdapat formasi batuan pada Komplek Bobonaro (Tb), berupa
lempung bersisik yang merupakan matrik dari bongkah-bongkah
asing dari batuan yang lebih tua, bahan galian fosfat sedimenter
dapat dijumpai pada kompleks batuan ini berasosiasi dengan
endapan mangan sedimenter, membentuk perlapisan,
diperkirakan endapan pembawa fosfat mempunyai sumberdaya
10.000 m3 [14].
2. Penelitian yang berjudul “Studi Genesis Endapan Mangan
Daerah Supul Kecamatan Kuatnana Kabupaten Timor Tengah
Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur”, dimana singkapan
mangan di daerah tersebut berasosiasi dengan batuan endapan
laut dalam dan menunjukkan perselingan dengan mangan
18

dengan batu lempung berwarna merah, hitam sampai cokelat


kemerahan [15].

2.4 Metode Geofisika


Geofisika adalah bagian dari geoscience yang bersinergi dengan
ilmu kebumian lainnya yang bisa mengkaji sampai lapisan lithosphere
(kerak bumi). Dengan kata lain, geofisika merupakan ilmu yang
mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika. Metode
survei geofisika berdasarkan sumber yang digunakan terbagi atas, yaitu
metode alamiah atau pasif dan metode artifisial atau aktif.
Metode alamiah atau pasif dilakukan dengan menggunakan apa
yang ada di alam dengan tidak menginjeksikan. Metode pasif mengukur
medan alami seperti radiasi gelombang gempa bumi, medan gravitasi bumi,
medan magnet bumi, medan listrik dan elektromagnetik bumi yang
dipancarkan oleh bumi. Metode aktif dilakukan dengan membuat suatu
gelombang gangguan yang dipancarkan ke bumi. Contoh gelombang
gangguan berupa ledakan dinamit, pemberian arus listrik ke dalam tanah,
pengiriman sinyal radar dan lain sebagainya [5].
Tabel 2.3 Macam-Macam Metode Survei Geofisika [5]
Metode Parameter Pengukuran Operasi Sifat Fisika
Seismik Waktu tempuh gelombang seismik Densitas dan modulus
yang dipantulkan atau dibiaskan elastis

Gravitasi Variasi spasial dalam kekuatan Densitas


medan gravitasi bumi
Magnetik Variasi spasial dalam kekuatan Suseptibilitas dan
medan magnet bumi remanensi magnetic
Resistivitas Resistansi Bumi Konduktivitas listrik
Induced Tegangan polarisasi atau tahanan Kapasitansi listrik
Polarization tanah berdasarkan frekuensi
Self-Potential Potensial listrik Konduktivitas listrik
Elektromagnetik Respon terhadap radiasi Konduktivitas dan
elektromagnetik induktansi listrik
Radar Waktu tempuh pulsa radar yang Konstanta dielektrik
dipantulkan
19

Aplikasi atau penerapan metode survei geofisika terdapat pada tabel


2.4 berikut ini :

Tabel 2.4 Aplikasi Metode Survei Geofisika [5]

Aplikasi Metode Survei


Eksplorasi untuk bahan bakar fosil Seismik, Gravitasi, Magnetik,
(minyak, gas, batubara) Elektromagnetik
Eksplorasi untuk endapan mineral logam Magnetik, Elektromagnetik, Resistivitas,
Induced Polarization , Self-Potential
Eksplorasi untuk deposit mineral (pasir Seismik, Listrik, Gravitasi
dan kerikil)
Eksplorasi untuk persediaan bawah tanah Listrik, Seismik, Gravitasi, Radar
Investigasi konstruksi Listrik, Seismik, Radar, Gravitasi,
Magnetik
Investigasi arkeolog Radar, Elektromagnetik, Listrik,
Magnetik, Seismik

2.5 Metode Geolistrik


Metode geolistrik merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mendeteksinya di
permukaan bumi. Pendeteksian ini meliputi pengukuran potensial, arus dan
medan elektromagnetik yang terjadi baik itu oleh injeksi arus maupun
secara ilmiah [16].
Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika aktif
dikarenakan dibutuhkannya medan gangguan yaitu berupa arus listrik yang
diinjeksikan ke bawah permukaan untuk mendapatkan respon bumi.
Metode geolistrik terdiri dari metode tahanan jenis, Induced Polarization
(IP), Self-Potential (SP), elektromagnetik dan magnetotelurik.
Metode geolistrik memiliki keunggulan yaitu metode dengan biaya
yang cukup murah, dalam pengambilan data dibutuhkan waktu yang relatif
cepat. Metode ini memberikan informasi bawah permukaan tanah sampai
kedalaman 4-100 m dengan akurat. Terdapat kelemahannya yaitu apabila
kedalaman lapisan lebih dari 100 m, informasi yang didapatkan tidak begitu
akurat dikarenakan melemahnya arus listrik untuk jarak bentangan yang
semakin besar.
20

2.6 Metode Resistivitas


Metode resistivitas merupakan salah satu dari metode geolistrik
yang digunakan untuk mempelajari sifat kelistrikan di dalam batuan yang
terdapat di bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis.
Akuisisi metode ini yaitu dengan mengalirkan arus listrik DC ke dalam
bumi melalui elektroda arus, kemudian potensial dapat diukur dengan
elektroda potensial. Sehingga nilai variasi tahanan jenis dapat dihitung.
Metode resistivitas digunakan dalam studi sifat listrik tanah dan
dalam pendeteksian benda berdasarkan anomali konduktivitas listrik di
bawah permukaan. Pendeteksian ini dilihat dari hasil pengukuran beda
potensial, elektromagnetik, dan arus yang terjadi secara alami maupun
akibat dari penginjeksian arus ke de dalam Bumi [6].
Metode ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang
sifatnya dangkal. Oleh karena itu metoda ini jarang digunakan untuk
eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering
geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air,
juga digunakan dalam ekplorasi geothermal [17].
Kelebihan metode resistivitas yaitu biaya survei relatif murah,
sedangkan kekurangannya metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi
terhadap variasi kecil dalam konduktivitas dekat permukaan sehingga tidak
cocok digunakan dalam pencarian minyak bumi.
Nilai resistivitas didapatkan dari metode resistivitas, dimana nilai
tersebut menggambarkan kemampuan suatu mineral dalam menghambat
arus listrik dalam satuan Ωm. Berikut adalah tabel nilai resistivitas suatu
batuan :
21

Tabel 2.5 Nilai Resistivitas Batuan dan Mineral [18][5]

Jenis Batuan Resistivitas (Ωm)


Lempung 1–100
Lanau 100–200
Batu Lumpur 3–70
Kuarsa 10–2x108
Batu Kapur 100–500
Batu Pasir 10-1x103
Alluvium 10-800
Batu Gamping 50-107
Lava 100–5x104
Air Meteorik 30–100
Air Permukaan 10–100
Air Tanah 0.5–300
Air Laut 0.2
Breksi 75–200
Batu Andesit 100–200
Tufa Vulkanik 20–100
Batu Konglomerat 2x103–1x104
Batu Basal 1x103 – 1x106
Batu Granit 5x103–1x106
Batu Sabak 6x102 –4x107
Batu Marmer 1x102–2.5x108
Batu Bara Bituminus 0.6–1x105
Antrasit 1x10-3–2x104
Lignit 9–200
Serpih 20–2x103
Besi 9.074x10-8
Sulfur (kering) 1x1014
Pelat Gelas 2x1011
Magnetit 6x10-3
Aluminium 2.83x10-8
Tembaga 1.72x10-8
Perak 5.9x10-8
Platina 10.6x10-8
Baja 4x10-7
Mangan 4.4x10-7
Karbon 10–1014

2.6.1 Konsep Dasar Metode Resistivitas


Survei geolistrik dilakukan untuk menentukan distribusi resistivitas
bawah permukaan dengan membuat pengukuran di atas permukaan.
22

Besaran yang diukur adalah resistivitas listrik [19]. Konsep dasar metode
resistivitas adalah hukum Ohm.

Metode resistivitas diasumsikan bahwa arus listrik yang diberikan


pada lapisan tanah akan menjalar ke dalam tanah pada kedalaman
tertentu dan bertambah besar dengan bertambahnya jarak antar elektroda.
Kemudian dalam pengukuran geolistrik resistivitas jika sepasang
elektroda diperbesar, maka distribusi potensial pada permukaan bumi
akan semakin membesar dengan nilai resistivitas yang bervariasi [20].

Berdasarkan tujuan pengukuran, metode resistivitas dibagi menjadi


dua, yaitu [20] :

1. Metode Resistivitas Sounding


Metode resistivitas sounding atau vertikal bertujuan untuk
menyelidiki perubahan nilai tahanan jenis bawah permukaan ke
arah vertikal atau kedalaman yaitu dengan cara titik ukur tetap,
kemudian jarak elektroda arus dan tegangan diubah-ubah
sehingga semakin besar jarak antar elektroda yang diberikan
maka akan menghasilkan jenis material yang lebih dalam.
2. Metode Resistivitas Mapping
Metode resistivitas mapping atau lateral bertujuan untuk
menyelidiki perubahan nilai tahanan jenis bawah permukaan ke
arah lateral atau horizontal yaitu dengan cara menggeser titik ukur
secara lateral dengan jarak elektroda dan tegangan tetap.

2.6.2 Resistivitas Semu


Metode geolistrik tahanan jenis didasarkan pada anggapan bahwa
bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini, nilai
tahanan jenis yang terukur akan memberikan nilai yang sama sebagai
tahanan jenis yang sebenarnya (true resistivity) dan tidak tergantung pada
spasi elektroda. Namun pada kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-
lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang
terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Karenanya,
23

harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas


untuk satu lapisan saja. Sehingga resistivitas yang terukur sebenarnya
adalah resistivitas semu (ρa) [21]. Dari persamaan di bawah ini nilai
resistivitas semu ditentukan sebesar:

2𝜋∆𝑉 1
𝜌𝑎 = 1 1 1 1 (2.1)
1 ( 1 − 2 )−( 3 − 4 )
𝑟 𝑟 𝑟 𝑟

Besarnya faktor koreksi geometri pada elektroda potensial ganda secara


umum memenuhi persamaan :

2𝜋
𝐾= 1 1 1 1 (2.2)
( 1 − 2 )−( 3 − 4 )
𝑟 𝑟 𝑟 𝑟

Faktor geometri biasa dilambangkan dengan huruf K. Setiap


konfigurasi elektroda memiliki faktor koreksi geometri tertentu sesuai
dengan tahap-tahap pengambilan informasi pada titik ukur. Faktor koreksi
geometri berfungsi agar variasi resistivitas yang di peroleh di lokasi
penelitian dapat lebih mendekati kebenaran.

Resistivitas semu yang terukur dapat berbeda sesuai dengan


konfigruasi yang digunakan. Resistivitas semu ini dirumuskan dengan
persamaan :

𝐾.∆𝑉
𝜌𝑎 = (2.3)
𝐼

Dimana ρa adalah resistivitas semu (Ohm meter), K adalah faktor


geometri, ΔV adalah beda potensial (Volt), dan I adalah kuat arus (Ampere).

Nilai K dapat ditentukan dengan menggunakan konfigurasi


elektroda tertentu, beda tegangan dan arus yang dimasukkan ke dalam tanah
dapat diukur, dengan demikian resistivitas semunya dapat dihitung dengan
mengubah jarak antar elektroda untuk kepentingan eksplorasi dapat
diperoleh berbagai variasi nilai tahanan jenis terhadap kedalaman. Hasil
pengukuran di lapangan sesudah dihitung nilai tahanan jenisnya merupakan
fungsi dari konfigurasi elektroda dan berkaitan dengan kedalaman
penetrasinya. Semakin panjang rentang antar elektroda, semakin dalam
24

penetrasi arus yang diperoleh yang tentu juga sangat ditentukan oleh kuat
arus yang dialirkan melalui elektroda arus [22].

2.6.3 Konfigurasi Elektroda


Teknik pengambilan metode informasi bawah permukaan bumi dapat
menggunakan konfigurasi elektroda. Konfigurasi elektroda metode
geolistrik dapat diartikan sebagai penataan elektroda-elektroda arus dan
elektroda-elektroda potensial. Pada penempatan elektroda, biasanya
elektroda-elektroda terletak dalam satu lintasan berbentuk garis lurus dan
simetris. Hal ini dilakukan agar hubungan antara konfigurasi yang dipilih
dan faktor koreksi geometri dapat digunakan [23].
Faktor koreksi geometri muncul dikarenakan adanya pola perpindahan
dan tata letak elektroda arus dan elektroda potensial. Berikut adalah
penjelasan macam-macam jenis konfigurasi elektroda pada metode
resistivitas:
1. Wenner-Alpha

Gambar 2.9 Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner-Alpha [24]

Wenner-alpha memiliki konfigurasi elektroda potensial yang


berada di antara elektroda arus yang tersusun dari C1-P1-P2-C2. Jarak
elektroda yang satu dengan yang lainnya sama dengan a. Faktor
geometri konfigurasi ini adalah K= 2πa. Keuntungan dan
keterbatasan konfigurasi wenner-alpha adalah [25] :
1. Konfigurasi elektroda wenner-alpha sangat sensitif terhadap
perubahan lateral setempat dan dangkal.
2. Karena sensitif terhadap perubahan-perubahan ke arah lateral di
permukaan, konfigurasi ini banyak digunakan untuk
penyelidikan geotermal.
25

2. Dipole-Dipole

Gambar 2.10 Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-Dipole [24]

Spasi antara dua elektroda arus dan elektroda potensial sama


yaitu a. Konfigurasi ini mempunyai faktor lain yaitu n yang
merupakan rasio jarak antara elektroda C1 dan P1 ke C2 – C1 atau
P1 – P2 dengan jarak pisah a. Faktor geometri konfigurasi dipole-
dipole yaitu :

K = 𝑁(𝑁 + 1)(𝑁 + 2)𝑁𝐴 (2.4)

Konfigurasi dipole-dipole dapat diterapkan untuk tujuan


mendapatkan gambaran bawah permukaan pada objek yang
penetrasinya relatif lebih dalam dibandingkan dengan metode
sounding lainnya seperti konfigurasi wenner dan konfigurasi
schlumberger [26].

3. Pole-Dipole

Gambar 2.11 Susunan Elektroda Konfigurasi Pole-Dipole [24]

Susunan konfigurasi pole-dipole menempatkan salah satu


elektroda arus dalam jarak tak hingga. Jarak antar elektroda arus yang
lainnya dengan salah satu elektroda potensial dinyatakan dalam NA,
dan jarak antar elektroda potensial adalah tetap yaitu A. Faktor
geometri pole-dipole :

𝑘 = 2𝑁(𝑁 + 1)𝑁𝐴 (2.5)


26

Konfigurasi ini memiliki kelebihan yaitu dapat menjangkau


hingga kedalaman paling tinggi dibandingkan dengan konfigurasi
dipole-dipole. Akan tetapi karena susunan elektroda nya tidak
simetris, maka tingkat akurasi dari posisi objek menjadi kurang
akurat [24].

4. Pole-Pole

Gambar 2.12 Susunan Elektroda Konfigurasi Pole-Pole [24]

Konfigurasi pole-pole memiliki susunan elektroda yang salah


satu elektroda arus dan potensial nya ditempatkan pada jarak tak
hingga, sedangkan pada elektroda arus dan potensial yang lain
ditempatkan pada jarak yang tetap yaitu A. faktor geometri pole-
pole:

𝑘 = 2𝜋𝐴 (2.6)

Konfigurasi pole-pole umumnya jarang sekali digunakan


karena memiliki resolusi yang rendah akan tetapi konfigurasi ini
sangat cocok untuk penyelidikan struktur kedalaman.

5. Schlumberger

Gambar 2.13 Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger [24]

Keunggulan dari konfigurasi schlumberger ini adalah


kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan
batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai
27

resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.


Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas
batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil
perhitungan [22].

Faktor geometri schlumberger :

K = π (L²- l²)/2l (2.7)


6. Wenner-Schlumberger

Konfigurasi wenner-schlumberger merupakan konfigurasi


perpaduan antara konfigurasi wenner-alpha dan konfigurasi
schlumberger. Adanya konfigurasi ini atas dasar kesamaan penataan
elektroda-elektrodanya. Di mana pada konfigurasi wenner-alpha dan
konfigurasi schlumberger memiliki kesamaan urutan elektrodanya
namun berbeda dalam pengukurannya [23].

Pada konfigurasi wenner-schlumberger, jarak elektroda


potensial satu ke elektroda potensial lainnya sebesar A dan jarak
antar elektroda arus dengan elektroda potensial sebesar NA maka
spasi jarak elektroda nya konstan.

Akuisisi data dimulai dengan spasi n=1, akuisisi dengan


konfigurasi wenner-schlumberger sama dengan pengukuran pada
konfigurasi wenner (jarak antar elektroda = a). Namun akuisisi
dengan n=2 dan seterusnya, langkah akuisisi data konfigurasi
wenner-schlumberger sama dengan pengukuran konfigurasi
schlumberger (jarak natara elektroda arus dan elektroda potensial
lebih besar daripada jarak antar elektroda potensial) [23].
Konfigurasi wenner-schlumberger digambarkan oleh Gambar 2.9.

Gambar 2.14 Konfigurasi Elektroda Wenner-Schlumberger [24]


28

Nilai faktor koreksi geometrinya yaitu :

K = 𝑛(𝑛 + 1)𝜋𝑎 (2.9)

Dimana :

a = jarak antar masing-masing elektroda

𝜋 = konstanta

n = jarak antar elektroda potensial dan elektroda arus

Sehingga berlaku hubungan dengan persamaan 2 yaitu :

∆𝑉
𝜌𝑎 = 𝑛(𝑛 + 1)𝜋𝑎 (2.10)
𝐼

Dengan 𝑛(𝑛 + 1)𝜋𝑎 merupakan faktor koreksi geometri pada


persamaan resistivitas. Faktor koreksi geometri muncul akibat pola
perpindahan dan tata letak dari elektroda potensial dan elektroda arus.

Keuntungan menggunakan konfigurasi elektroda wenner-


schlumberger adalah cocok digunakan untuk survei bidang gelincir,
geoteknik dan survei kedalaman lainnya. Sedangkan keterbatasan
konfigurasi ini tidak terlalu sensitif terhadap perubahan horizontal [6].

2.7 Metode Induced Polarization


Metode Induced Polarization atau polarisasi terinduksi merupakan
metode aktif geolistrik yang merupakan pengembangan dari metode
resistivitas atau tahanan jenis. Metode Induced Polarization memiliki
kesamaan dengan metode resistivitas, yaitu menggunakan dua elektroda
arus dan elektroda potensial. Namun yang membedakannya yaitu saat
menginjeksikan arus ke bawah permukaan Bumi.

Prinsip kerja metode IP secara sederhana adalah dengan mengalirkan


arus listrik ke dalam bumi melalui 2 buah elektroda arus, efek polarisasi
yang timbul akibat adanya mineral logam dalam batuan kemudian diukur
dengan 2 buah elektroda potensial [27].
29

Metode geolistrik polarisasi terinduksi terbukti mampu menutupi


kekurangan-kekurangan yang ada pada metode geolistrik resistivitas.
Metode polarisasi terinduksi biasanya digunakan sebagai informasi
tambahan pada saat variasi resistivitas tidak dapat mendeteksi perbedaan
resistivitas yang kontras dan jelas. Metode ini memiliki kelebihan dapat
mendeteksi adanya mineral-mineral sulfida yang letaknya tersebar dan tidak
teratur. Dalam hal ini metode polarisasi terinduksi sangat sensitif terhadap
mineral logam dasar dan tidak sensitif terhadap mineral masif [23].

2.7.1 Timbulnya Polarisasi Pada Batuan


Jenis-jenis polarisasi pada batuan terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Polarisasi Elektroda
Polarisasi elektroda atau polarisasi logam dapat terjadi jika
adanya proses elektrolisis dalam suatu mineral logam dan larutan
elektrolit terdapat beda tegangan antara ion positf dan ion negatif.
Selama beberapa detik arus listrik DC akan menimbulkan efek
polarisasi di dalam batuan dan tanah. Arus listrik tersebut
mengakibatkan ion-ion dalam tanah mengarah ke mineral logam
yang berada di dalam batuan atau tanah [18].

Gambar 2.15 Polarisasi Elektroda [28]


30

Pada gambar 2.15, dijelaskan bahwa batuan bertindak sebagai


kapasitor yang dapat menyimpan muatan. Pada saat arus listrik
melewati batuan sebagian ion-ion arus listrik tertahan oleh adanya
mineral logam. Pada bidang batas mineral logam akan terjadi reaksi-
reaksi kimia yang mengakibatkan kelebihan potensial atau disebut
dengan overvoltages [28]. Jika tidak terdapat adanya mineral
bersifat logam pada pori-pori batuan, maka saat diinjeksikan ion
positif dan ion negative dapat mengalir dengan lancar.

Pada saat arus dihentikan maka ion-ion yang mengalir akan


berhenti bergerak dan menjadi stabil. Hal yang sama terjadi pada
ion-ion yang tertahan dalam bentuk akumulasi. Terdapat perbedaan
pada waktu tempuh menuju ke posisi stabilnya. Dimana waktu
tempuh ion-ion yang mengalir kembali ke posisi stabilnya lebih
cepat dibandingkan dengan ion-ion yang tertahan.

2. Polarisasi Membran

Polarisasi membran atau polarisasi elektrolit dapat terjadi


pada suatu mineral non logan yang memiliki pori-pori yang terisi
elektrolit. Efek polarisasi membran dapat terjadi pada kondisi batuan
non logam yang tidak dialiri oleh arus listrik DC karena terdapat ion-
ion negatif yang ada pada mineral tersebut.

Pada batuan energi listrik yang tersimpan erat kaitannya


dengan proses elektrokimia yang terjadi. Proses elektrokimia adalah
proses reaksi atau perubahan kimia yang terjadi karena adanya arus
listrik. Polarisasi membran terjadi karena keberadaan mineral
lempung dalam suatu batuan [27].
31

Gambar 2.16 Polarisasi Membran [28]

Pada umumnya mineral lempung (clays) bermuatan negatif,


sehingga ion-ion positif akan terkumpul di sekitarnya. Pada saat arus
melewati batuan, ion-ion akan bergerak. Ion positif bergerak menuju
katoda, dan ion negatif bergerak menuju anoda. Adanya ion negatif
dari mineral lempung yang tidak dapat bergerak, menyebabkan
gerakan ion-ion tertahan. Setelah arus listrik dimatikan, ion-ion akan
kembali ke posisi seimbang dalam beberapa detik [6]. Hal ini
menyebabkan terjadinya polarisasi listrik dalam frekuensi kecil dan
biasa disebut efek normal IP.

2.7.2 Prinsip Pengukuran Induced Polarization


Prinsip pengukuran induksi polarisasi penelitian ini menggunakan
kawasan waktu (time domain).

2.7.2.1 Kawasan Waktu (Time Domain)


Pengukuran IP dalam kawasan waktu dilakukan dengan
menginjeksikan arus listrik melalui sepasang elektroda arus dan
kemudian mengukur beda potensial yang muncul pada kedua
elektroda tegangan. Pengukuran beda potensial dilakukan setelah
arus yang diinjeksikan dihentikan. Saat arus yang diinjeksikan
dihentikan, nilai beda potensial yang terukur akan turun mencapai
nol dalam selang waktu tertentu [29].
32

Pada waktu t0 arus dihentikan dan diukur beda


potensialnya, kemudian terjadi penurunan nilai beda potensial
dari keadaan konstan (Vc) menuju nol secara perlahan-lahan.
Tahapan yang sama terjadi pada saat arus dimatikan pada waktu
t3. Tanda A menggambarkan daerah yang di bawah kurva
peluruhan pada interval waktu t1-t2 [30].

Gambar 2.17 Prinsip Pengukuran Time Domain [5]

Parameter yang diperoleh dalam pengukuran ini yaitu beda


potensial primer (Vp), beda potensial sekunder (Vs) dalam waktu
peluruhan. Beda potensial primer merupakan beda potensial yang
terukur selama waktu peluruhan nilai beda potensial hingga
mencapai nilai nol. Untuk mengetahui seberapa besar nilai
perbandingan efek polarisasi pada batuan, maka perbandingan nilai
Vs dan Vp untuk selang waktu t1 kemudian dikalikan 100% [29].

𝑉𝑠 (𝑡1 )
𝐼𝑃 𝐸𝑓𝑓𝑒𝑐𝑡 = 𝑉𝑝
𝑥100% (2.11)

Untuk menghitung nilai chargeability (M) dalam satuan


millisecond (msec), maka sampel waktu peluruhan yang digunakan
merupakan batas integral dari persamaan berikut :

1 𝑡2
𝑀= ∫ 𝑉 (𝑡)𝑑𝑡
𝑉𝑝 𝑡1 𝑠
(2.12)
33

Nilai chargeability batuan merupakan salah satu nilai dari


parameter polarisasi terinduksi untuk mengetahui respon polarisasi
terinduksi. Nilai chargeability menunjukkan variasi respon dari
mineral dan batuan [23]. Dimana nilai tersebut menggambarkan
kemampuan suatu mineral untuk menyimpan arus listrik. Semakin
besar nilai chargeability pada mineral, maka semakin banyak
mineral logam yang terkandung di dalamnya [6].

Tabel 2.6 Nilai Chargeability Pada Mineral [18]

Mineral Chargeability (ms)


Pirit 13,4
Kalkosit 13,2
Tembaga 12,3
Grafit 11,2
Kalkopirit 9,4
Bornit 6,3
Galena 3,7
Magnetit 2,2
Malasit 0,2
Hematit 0

Tabel 2.7 Nilai Chargeability Mineral dan Batuan [18]

Mineral/ Batuan Chargeability (ms)


Sulfida 20% 2.000–3.000
Sulfida 8-20% 1.000–2.000
Sulfida 2-8% 500–1.000
Tuff Vulkanik 300–800
Batu Pasir, Batu Lumpur 100–500
Batu Vulkanik 100–500
Serpih 50–100
Granit, Granodiorit 10–50
Batu Kapur, Dolomit 10–50

Tabel 2.8 Nilai Chargeability Pada Materi [18]

Materi Chargeability (ms)


Sekis 5–20
Kuarsit 5–12
Argillite 3–10
Kerikil 3–9
Alluvium 1–4
Air tanah 0
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapatkan dari Pusat
Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT). Waktu penelitian dilakukan selama 4 bulan dari bulan Januari
sampai bulan April 2020. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Soe, Kabupaten
Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian [31]

34
35

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Google Earth Pro, digunakan untuk menentukan titik-titik lintasan


persebaran pengukuran data geolistrik.
2. RES2DINV v3.53, digunakan untuk mengolah data dan untuk
mendapatkan hasil pemodelan 2-Dimensi.
3. ArcGis v10.7, digunakan untuk membuat peta lokasi penelitian.
4. Voxler 4, digunakan untuk membuat pemodelan 3-Dimensi.
5. Ms.Excel 2013, digunakan untuk memasukkan titik koordinat untuk
membuat pemodelan 3-Dimensi.
6. Surfer 13, digunakan untuk membuat peta kontur kedalaman
lintasan 01-05.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data


sekunder milik Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Data tersebut merupakan
data resistivitas dan data Induced Polarization beserta topografi di
Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara
Timur menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger.

3.3 Tahapan Penelitian


Penelitian “Identifikasi Sebaran Mineral Mnggunakan Metode
Resistivitas dan Induced Polarization Di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor
Tengah Selatan” memiliki beberapa tahapan penelitian, yang dapat dilihat
pada diagram alir berikut ini:
36

Gambar 3.2 Tahapan Penelitian


37

3.4 Pengolahan Data dan Pemodelan 2-Dimensi Res2Dinv


Sebelum pengolahan data dan membuat pemodelan 2-Dimensi
Res2Dinv, data mentah yang telah didapatkan berupa data resistivitas dan
Induced Polarization beserta topografi dimasukkan ke dalam notepad
sebagai berikut :

Gambar 3.3 Susunan Data Resistivitas dan IP (kiri) dan Topografi (kanan)
Dalam Notepad

Keterangan Gambar 3.3 :

Line 1 : Nama lintasan pengukuran.

Line 2 : Spasi elektroda.

Line 3 : Tipe pengukuran (Wenner = 1, Pole-pole = 2, Dipole-dipole = 3, Pole-


dipole = 6, Wenner-Schlumberger = 7).

Line 4 : Junlah total datum point.

Line 5 : Tipe dari posisi x untuk datum (Masukkan 0 jila letak elektroda pertama
diketahui, masukkan 1 jika titik tengahnya diketahui).
38

Line 6 : Identifikasi keberadaan data IP (Masukkan 1 jika terdapat data IP,


masukkan 0 jika hanya terdapat data resistivitas)

Line 7 : Jenis pengukuran data Induced Polarization.

Line 8 : Satuan data Induced Polarization.

Line 9 : Waktu peluruhan.

Line 10 : Waktu terintegrasi.

Line 11, dst : Posisi x, spasi elektoda, faktor pemisah elektoda (n), nilai resistivitas
semu yang terukur untuk datum point pertama, nilai chargeability metode Induced
Polarization.

Data topografi dimasukkan setelah data resistivitas dan Induced


Polarization seperti pada Gambar 3.3 maka urutannya sebagai berikut :

Line 1 Topografi : Kode topografi.

Line 2 Topografi : Jumlah data topografi.

Line 3 Topografi, dst : Lokasi elektroda, Nilai topografi.

Line Sebelumnya : Lokasi elektroda, Nilai topografi.

Line Terakhir Topografi : Penutup setelah data topografi dengan diakhiri empat kali
0 (nol).

Data pengukuran geolistrik kemudian diolah menggunakan software


RES2DINV untuk mengetahui nilai tahanan jenis dan chargeability yang terdapat
pada setiap lapisan. RES2DINV merupakan program komputer yang secara
otomatis akan menentukan model resistivitas dua dimensi untuk bawah permukaan
untuk data yang diperoleh dari survei geolistrik. Pada penelitian ini elektroda yang
digunakan sebanyak 48 buah dengan spasi elektroda sebesar 2 m dengan panjang
lintasan 94 m.

Pengolahan data menggunakan RES2DINV adalah dengan cara memilih


read data file, kemudian memilih data dalam format *.dat yang akan diolah. Pada
pengolahan data ini, dilakukan tahapan inverse modelling dan memilih least-
39

squares inversion. Selanjutnya akan menghasilkan nilai RMS error yang


menggambarkan perbedaan dari nilai resistivitas semu dengan nilai resistivitas
sebenarnya. Dalam pengolahan ini, iterasi maksimal yang dilakukan sebanyak 5
kali. Selanjutnya akan didapatkan hasil pemodelan 2-Dimensi dari nilai true
resistivity dan nilai true chargeability, dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut.

Gambar 3.4 Contoh Hasil Pemodelan 2-Dimensi Resistivitas (atas) dan


Induced Polarization (bawah)

Untuk memunculkan topografi dengan cara memilih menu display


kemudian klik show inversion results. Setelah itu pilih menu display sections dan
memilih choose resistivity or IP display dan klik display resistivity and IP models.
Selanjutnya, klik include topography in model display.

Gambar 3.5 Contoh Hasil Pemodelan Topografi 2-Dimensi Resistivitas


(atas) dan Induced Polarization (bawah)
40

3.5 Pengolahan Data dan Pemodelan 3-Dimensi Voxler


Pada pengolahan ini software yang digunakan adalah RES2DINV,
Ms. Excel 2013, dan Voxler 4. Langkah-langkah pengolahannya sebagai
berikut:

1. Membuka masing-masing data lintasan menggunakan RES2DINV


kemudian memilih model export menyimpan data menjadi xyz.
2. Membuka data xyz menggunakan Microsoft Excel 2013, kemudian
membuat file baru dengan memasukkan data setiap lintasan berupa
kolom X (jarak elektroda), Y (jarak antar lintasan), Z (kedalaman/
ketinggian) dan nilai chargeability (Msec).
3. Data xyz dicopy ke notepad kemudian disimpan dengan nama data 3d
voxler.dat.
4. Membuka software Voxler 4, kemudian import file data 3d voxler.dat.
5. Kemudian memunculkan axes untuk menampilkan arah X berwarna
merah, Y berwarna hijau, dan Z berwarna biru.
6. Menekan bounding box untuk memunculkan garis batas lintasan
penelitian, lalu menekan scatter plot dengan mengecilkan ukurannya
sehingga terlihat persebaran titik elektroda pada masing-masing
lintasan.
7. Setelah itu menekan data 3d voxler.dat, lalu mengatur gridder dengan
menekan begin gridding.
8. Selanjutnya ke bagian output oblique image dan mengganti warna
colormap menjadi terrain 2, ke bagian cutting plane dengan mengganti
orientation menjadi XZ plane (coronal) kemudian mengatur offset from
central ke posisi lintasan yang sesuai. Melakukan hal tersebut pada
masing-masing lintasan.
41

Gambar 3.6 Contoh Persebaran 3-Dimensi Induced Polarization


9. Untuk melihat korelasi menggunakan oblique image dengan cutting
plane orientation diatur sesuai kebutuhan penelitian.
10. Selanjutnya untuk mengubahnya menjadi solid ke bagian gridder face
render dengan mengganti colormap menjadi terrain 2. Untuk
mengetahui volume maka menekan compute volume.
11. Untuk memunculkan legend menekan show legend sehingga terlihat
colorbar nilai chargeability (msec).

Gambar 3.7 Contoh Solid Persebaran 3-Dimensi Induced Polarization


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Penelitian


Data yang diolah merupakan data mentah geolistrik yang dimiliki
oleh Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT). Lokasi data tersebut berada di
Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Berikut ini adalah
gambar persebaran titik lintasan penelitian.

Gambar 4.1 Persebaran Titik Lintasan Penelitian

Pengolahan data lapangan menggunakan software ArcGis v10.7


seperti pada gambar 4.1 menunjukkan persebaran titik pengukuran pada
daerah penelitian sebanyak 5 lintasan. Lintasan penelitian masing-masing
memiliki panjang lintasannya 94 meter dengan spasi setiap elektrodanya
sebesar 2 meter. Setiap lintasan memiliki titik koordinat sebagai berikut:

42
43

Tabel 4.1 Koordinat Setiap Lintasan

Nama Latitude Longitude


Lintasan
Lintasan 01 9°52'09.05"S – 9°52'11.98"S 124°25'44.32"E – 124°25'44.86"E
Lintasan 02 9°52'10.55"S – 9°52'13.58"S 124°25'33.06"E – 124°25'32.66"E
Lintasan 03 9°52'11.79"S – 9°52'14.32"S 124°25'25.06"E – 124°25'25.88"E
Lintasan 04 9°52'14.19"S – 9°52'15.41"S 124°25'21.90"E – 124°25'24.75"E
Lintasan 05 9°52'08.74"S – 9°52'11.61"S 124°25'18.67"E – 124°25'19.55"E

4.2 Hasil dan Interpresi Penampang


Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan perangkat
lunak RES2DINV untuk mendapatkan penampang 2D, selanjutnya setiap
penampang diinterpretasikan. Untuk menginterpretasikan bawah
permukaan yang sesuai dengan kedalamannya dilakukan dengan membaca
nilai resistivitas dan chargeabilitas yang didapatkan dalam pengukuran di
lapangan. Nilai resistivitas menggambarkan kemampuan daya hantar listrik
pada batuan. Sedangkan nilai chargeability menunjukkan kemampuan suatu
mineral untuk menyimpan arus listrik. Semakin besar nilainya, maka
semakin banyak mineral logam yang terkandung di dalamnya. Untuk
mengetahui nilai resistivitas dan chargeability suatu material ditunjukkan
berdasarkan color bar.

Hasil penampang 2D menggunakan RES2DINV menghasilkan


pemodelan 2D resistivitas dan Induced Polarization. Hasil penampang yang
diperoleh menunjukkan jarak dan posisi elektroda pada skala horizontal,
sedangkan pada skala vertikal menunjukkan ketinggian atau kedalaman.

4.2.1 Lintasan 01

Pada penelitian ini, lintasan pertama dengan total panjang bentangan


adalah 94 meter. Lokasi elektroda pertama terletak pada koordinat
9°52'09.05"S dan 124°25'44.32"E dan lokasi elektroda terakhir pada titik 94
meter terletak pada koordinat 9°52'11.98"S dan 124°25'44.86"E. Pada
lintasan ini terlihat bentuk topografinya bahwa morfologinya berupa
perbukitan yang bergelombang dengan bagian timur lebih tinggi dari pada
44

bagian barat. Data yang telah diolah menggunakan software RES2DINV


menghasilkan penampang seperti pada gambar 4.2, maka dapat diketahui
jenis batuan dan keberadaan mineral yang berada di titik lokasi penelitian
tersebut.

Gambar 4.2 Penampang Lintasan 01

Data resistivitas dan Induced Polarization yang kemudian


dikorelasikan dengan data geologi lokasi penelitian sehingga dapat
memberikan interpretasi jenis batuan dan mineral. Pada lintasan pertama,
dengan kedalaman penampang mencapai 18,2 meter. Pada penampang
resistivitas terlihat ada 2 lapisan batuan dengan resistivitas rendah dan
tinggi. Pada lapisan pertama didominasi oleh warna merah dengan
resistivitas tinggi sebesar 11,9 – 29,5 Ωm yang berada pada jarak 3 – 9
meter. Pada lapisan ini dengan kedalaman 0,5 – 3,7 meter dan ketebalan
±3,2 meter diduga terdapat lapisan batuan lempung karbonatan, batu
gamping. Sedangkan pada lapisan kedua dengan resistivitas rendah sebesar
45

1,9 – 4,8 Ωm didominasi warna biru pada jarak 37 – 47 meter. Pada lapisan
kedua dengan kedalaman 2,5 – 8 meter dan ketebalan ±6 meter, lapisan ini
diduga merupakan batuan lempung.

Dari penampang 2D chargeability terlihat lapisan dengan nilai


chargeability sedang berkisar antara 6 – 8,4 msec yang didominasi oleh
warna hijau. Kemudian penampang chargeability dan penampang
resistivitas dikorelasikan untuk mengetahui batuan yang mengandung
mineral. Berikut ini adalah tabel interpretasi keberadaan mineral pada
lintasan pertama:

Tabel 4.2 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 01


Resistivitas Chargeability Jarak Kedalaman Terdapat Terindika Mineral
(Ωm) (msec) (m) (m) pada batuan si mineral
11,9 – 29,5 6 – 8,4 3–9 0,5 – 3,7 Lempung Lemah Non-
(Tinggi) (Sedang) Karbonatan, Mineral Logam
batugamping
1,9 – 4,8 6 – 6,8 37 – 47 2,5 – 8 Lempung Lemah Non-
(Rendah) (Sedang) Mineral Logam
3,6 – 4,4 6 – 6,8 77 – 83 3,7 – 8 Lempung Lemah Non-
(Rendah) (Sedang) Mineral Logam

4.2.2 Lintasan 02

Pada lintasan kedua dengan total panjang bentangan adalah 94


meter. Lokasi elektroda pertama terletak pada koordinat 9°52'10.55"S dan
124°25'33.06"E dan lokasi elektroda terakhir pada titik 94 meter terletak
pada koordinat 9°52'13.58"S dan 124°25'32.66"E. Pada lintasan ini terlihat
bentuk topografinya berupa perbukitan. Data yang telah diolah
menggunakan software RES2DINV menghasilkan penampang seperti pada
gambar 4.3, maka dapat diketahui jenis batuan dan keberadaan mineral yang
berada di titik lokasi penelitian tersebut.
46

Gambar 4.3 Penampang Lintasan 02

Pada gambar 4.3 terlihat pada range resistivitas >3,3 dan Induced
Polarization sangat beda dengan lintasan 03, hal tersebut bisa dikarenakan
terjadinya perbedaan nilai lingkungan sekitarnya. Namun dari pola
resistivitas dan Induced Polarization menunjukkan pola yang sama.

Pada lintasan kedua ini, penampang 2D resistivitas memiliki nilai


1,2 – 3,3 Ωm dan rentang nilai chargeability sebesar 0,15 – 4,3 msec.
Berdasarkan penampang resistivitas didapatkan bahwa lapisan tersebut
didominasi nilai resistivitas rendah 2,5 – 3,6 Ωm pada jarak 8 – 20 meter,
diinterpretasikan merupakan batu lempung di kedalaman 0,5 – 4 meter
dengan ketebalan ±3,5 meter. Pada lapisan kedua didominasi nilai
resistivitas rendah dengan nilai 2,6 – 3,6 Ωm diinterpretasikan sebagai batu
lempung dengan sisipan batupasir pada kedalaman 4 – 11,5 meter dengan
ketebalan ±7 meter.
47

Berdasarkan penampang 2D chargeability terlihat tidak terdapat


mineral di dalamnya dikarenakan nilai chargeability yang rendah. Maka
dari itu pada lintasan 02 tidak terindikasi adanya mineral.

Tabel 4.3 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 02


Resistivitas Chargeability Jarak Kedalaman Terdapat Terindika Mineral
(Ωm) (msec) (m) (m) pada batuan si mineral
2,5 – 3,6 0,15 – 3,1 8 – 20 0,5 – 4 Lempung - -
(Rendah) (Rendah)
2,6 – 3,6 0,15 – 2,2 56 – 82 4 – 11,5 Lempung - -
(Rendah) (Rendah)

4.2.3 Lintasan 03

Pada pengukuran lintasan ketiga, dengan panjang lintasan 94 meter.


Pada pengukuran ini menggunakan metode geolistrik konfigurasi Wenner-
Schlumberger untuk mengetahui mineral di lokasi penelitian. Posisi
koordinat lokasi penelitian berada pada titik awal 9°52'11.79"S dan
124°25'25.06"E, sedangkan titik terakhir lintasan berada pada koordinat
9°52'14.32"S dan 124°25'25.88"E. Lokasi lintasan 03 berada di dekat
tambang mangan, morfologi daerah penelitian berupa perbukitan yang
bergelombang dengan bagian barat lebih tinggi daripada bagian timur.
48

Gambar 4.4 Penampang Lintasan 03

Berdasarkan penampang 2D resistivitas dan Induced Polarization


didapatkan rentang nilai resistivitas sebesar 0,67 – 177 Ωm, sedangkan nilai
chargeability sebesar 1,2 – 38 msec. Pada penampang resistivitas dengan
jarak 23 – 41 meter didominasi oleh warna merah terdapat singkapan pada
penampang dengan nilai resistivitas yang tinggi 22,1 – 177 Ωm. Lintasan
tersebut berada di kedalaman 0,5 – 3,7 meter dengan ketebalan lapisan ±3,2
meter, diduga merupakan batuan lempung karbonatan, batu pasir dan batu
gamping. Kemudian nilai resistivitas sedang 11 – 22,1 Ωm. Lapisan tersebut
pada jarak 71 – 87 meter dengan kedalaman 0,5 – 5 meter dengan ketebalan
lapisan ±4,5 meter. Diduga merupakan batuan lempung karbonatan, sisipan
pasir.

Berdasarkan pada penampang 2D Induced Polarization terdapat


nilai chargeability yang tinggi sebesar 20,3 – 38 msec pada jarak 23 – 41
meter di kedalaman 0,5 – 3,7 meter dengan ketebalan ±3,2 meter. Pada
49

penampang tersebut, diduga terindikasi mineral mangan (Mn). Berikut ini


ditampilkan tabel berupa korelasi antara nilai resistivitas dan nilai
chargeability.

Tabel 4.4 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 03


Resistivitas Chargeability Jarak Kedalaman Terdapat Terindika Mineral
(Ωm) (msec) (m) (m) pada batuan si mineral
22,1 – 177 20,3 – 38 23 – 41 0,5 – 3,7 Lempung Kuat Logam,
(Tinggi) (Tinggi) Karbonatan, Mineral Mangan
batupasir,
batugamping
22,1 – 66,8 10,8 – 15,5 48 – 55 0,5 – 2,5 Lempung Kuat Logam,
(Tinggi) (Sedang) Karbonatan Mineral Mangan
11 – 22,1 15,5 – 18 71 – 80 1,5 – 5 Lempung Kuat Logam,
(Sedang) (Tinggi) karbonatan, Mineral Mangan
sisipan pasir
11 – 22,1 15,5 – 25,1 83 - 87 0,5 – 3,7 Lempung Kuat Logam,
(Sedang) (Tinggi) karbonatan, Mineral Mangan
sisipan pasir

Dari model penampang 2D resistivitas dan chargeability pada


lintasan 03 dapat diambil kesimpulan bahwa diduga terdapat mineral
mangan (Mn). Mineral mangan bersifat konduktif dan memiliki resistivitas
yang rendah sampai sedang dan nilai chargeability yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian pada lintasan 03 pendugaan mineral mangan
memiliki nilai resistivitas >10 Ωm dan nilai chargeability >20 msec.
Keberadaan mineral mangan diduga ditemukan pada kedalaman 0 – 5 meter.
Adanya keberadaan batu lempung karbonatan merupakan lingkungan
terjadinya proses mineralisasi mangan dan pembentukan mineral mangan
berasosiasi dengan batu gamping menandakan bahwa pembentukannya
dihasilkan dari proses pelapukan dan erosi batuan asal. Oleh sebab itu, hasil
interpretasi lintasan 03 sesuai dengan korelasi data yang ada, berada di dekat
tambang mangan.
50

4.2.4 Lintasan 04

Pada pengukuran lintasan keempat memiliki panjang lintasan 94 meter.


Posisi koordinat lokasi penelitian berada pada titik awal 9°52'14.19"S dan
124°25'21.90"E, sedangkan titik akhir elektroda berada pada koordinat
9°52'15.41"S dan 124°25'24.75"E. Lokasi lintasan 04 memiliki bentuk
morfologinya berupa perbukitan yang menurun ke bagian timur.

Gambar 4.5 Penampang Lintasan 04

Pada gambar 4.5 bahwa penampang resistivitas memiliki range nilai


resistivitas sebesar 0,93 – 7,0 Ωm, sedangkan nilai chargeability dengan range 0,22
– 6,4 msec. Pada penampang resistivitas didominasi oleh warna hijau, dengan nilai
resistivitas sedang 2,2 – 4,0 Ωm tersebar merata merata pada jarak 4 - 76 meter di
kedalaman 0,5 – 18 meter yang merupakan batuan lempung dengan sisipan batu
pasir. Terdapat juga nilai resistivitas sedang didominasi warna merah 6,3 – 7,0 Ωm
pada jarak 66 – 72 meter di kedalaman 0,5 – 2 meter diduga merupakan batuan
lempung karbonatan.
51

Dari penampang 2D chargeability lintasan 04 terlihat lapisan dengan nilai


chargeability sedang berkisar antara 3,8 – 5,5 msec yang didominasi oleh warna
kuning. Kemudian penampang resistivitas dan chargeability dikorelasikan. Berikut
ini adalah tabel interpretasi keberadaan mineral pada lintasan keempat:

Tabel 4.5 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 04


Resistivitas Chargeability Jarak Kedalaman Terdapat Terindika Mineral
(Ωm) (msec) (m) (m) pada batuan si mineral
3–7 3,8 – 4,7 39 – 45 3,7 – 7 Lempung Lemah Non-
(Sedang) (Sedang) Karbonatan Mineral logam
2,2 – 7 3,8 – 5,1 71 – 75 5–9 Lempung Lemah Non-
(Rendah) (Sedang) karbonatan Mineral logam

4.2.5 Lintasan 05

Pada lintasan kelima, bentangan panjang lintasan sama dengan lintadan


yang lain yaitu 94 meter. Lokasi elektroda pertama terletak pada koordinat
9°52'08.74"S dan 124°25'18.67"E, sedangkan elektroda terakhir berada pada
koordinat 9°52'11.61"S dan 124°25'19.55"E. Pada lintasan ini terlihat bentuk
morfologinya berupa perbukitan menurun ke bagian timur. Data yang telah diolah
menggunakan software RES2DINV menghasilkan penampang seperti pada gambar
4.6, maka dapat diketahui keberadaan mineral yang berada di suatu batuan di titik
lokasi penelitian tersebut.
52

Gambar 4.6 Penampang Lintasan 05

Berdasarkan penampang lintasan 05, didapatkan rentang nilai resistivitas


sebesar 0,62 – 17,5 Ωm, sedangkan nilai chargeability sebesar 0,54 – 15,6 msec.
Pada penampang 2D resistivitas terdapat nilai resistivitas yang tinggi berwarna
merah 10,9 – 17,5 Ωm pada jarak 14 – 80 meter di kedalaman 0,5 – 6 meter. Lapisan
tersebut diduga merupakan batuan lempung karbonatan, batu pasir dan batu
gamping. Pada jarak 31 – 33 meter dan di kedalaman 3,7 – 8 meter dengan nilai
resistivitas 4,2 – 5,6 Ωm diduga merupakan batuan lempung karbonatan.

Dari penampang 2D chargeability lintasan 05, terlihat lapisan dengan nilai


chargeability sedang berkisar antara 7 – 9,14 msec yang didominasi oleh warna
hijau. Setelah semua data diolah, penampang resistivitas dan chargeability
dikorelasikan. Berikut ini adalah tabel keberadaan mineral di lintasan 05:
53

Tabel 4.6 Pendugaan Sebaran Mineral Lintasan 05


Resistivitas Chargeability Jarak Kedalaman Terdapat Terindika Mineral
(Ωm) (msec) (m) (m) pada batuan si mineral
4,2 – 5,6 8 – 9,1 31 – 33 3,7 – 8 Lempung Lemah Non-
(Sedang) (Sedang) Karbonatan Mineral logam

4.3 Hasil Korelasi Penampang 2-Dimensi


Hasil yang diperoleh dari pengolahan data bahwa nilai resistivitas
daerah penelitian berkisar 0,62 Ωm sampai 39,5 Ωm. Sedangkan nilai
chargeability berkisar 0,15 msec sampai 32,2 msec. Untuk menentukan
sebaran mineral pada setiap lintasan, maka dilakukannya korelasi antara
tabel nilai resistivtas (Ωm) dan chargeability (msec) dengan geologi
regional daerah penelitian. Data yang digunakan untuk melakukan korelasi
supaya dapat menentukan keberadaan suatu mineral sebagai berikut:

Gambar 4.7 Informasi Data Korelasi Untuk Menentukan Keberadaan Mineral


54

Berdasarkan gambar 4.7 didapatkan data yang telah dikorelasi bahwa geologi
daerah penelitian sebagai berikut:

1. Berdasarkan peta Kupang-Atambua, Timor bahwa daerah penelitian terdiri


dari dua formasi batuan yakni Formasi Noele (QTn) dan Komplek
Bobonaro (Tmb). Litologi pada Formasi Noele (QTn) terdiri dari napal
pasiran berselang seling dengan batupasir, konglomerat dan sedikt tufa
dasit. Sedangkan litologi pada Komplek Bobonaro (Tmb) terdiri dari dua
bagian pokok : lempung bersisik, bongkah-bongkah asing yang bermacam-
macam ukurannya (batu pasir, batu gamping). Pada Komplek Bobonaro
terkadang ditemukannya kongkresi mangan dengan ukuran garis tengah
hampir 20 cm.
2. Berdasarkan sumber PTRRB, BPPT, bahwa daerah penelitian dijumpai atas
litologi batuan lempung dengan warna yang beraneka ragam: coklat, coklat
kemerahan, abu-abu kemerahan, warna-warni. Selain itu, batuannya ada
yang mengandung mineral bijih besi, karbonat dan mangan.
3. Berdasarkan tabel resistivitas, maka formasi QTn dan Tmb didapatkan
range nilai resistivitas dari keseluruhan penamapang sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Korelasi Antara Nilai Resistivitas yang Diperoleh Dengan Tabel
Resistivitas

Range Resistivitas(Ωm) Keterangan Warna Material


0,5 – 2,8 Resistivitas Biru tua – Biru Lempung, lapisan
Rendah muda mengandung air
2,9 – 14,5 Resistivitas Hijau muda – Lempung
Sedang Kuning karbonatan, napal
dan batupasir
15 – 213 Resistivitas Coklat – Ungu tua Lempung
Tinggi karbonatan,
Batupasir dan
Batugamping

4. Berdasarkan tabel nilai chargeability, maka formasi QTn dan Tmb


didapatkan range nilai chargeability dari setiap lintasan sebagai berikut:
55

Tabel 4.8 Hasil Korelasi Antara Nilai Chargeability yang Diperoleh Dengan
Tabel Chargeability

Range Chargeability Keterangan Warna Material


(msec)
0 – 5,5 Chargeability Biru tua – Biru muda Tidak Terindikasi
Rendah Mineral
5,6 – 11,5 Chargeability Hijau muda – Kuning Terindikasi Lemah
Sedang Mineral
12 – 38 Chargeability Coklat – Ungu tua Terindikasi Kuat
Tinggi Mineral

Tabel 4.9 Korelasi Resistivitas, Chargeabilitas dan Peta Geologi


Resistivitas (Ωm) Chargeability (msec) Jenis Batuan Jenis Formasi
0,5–2,8 0 – 5,5 Lempung, lapisan -
mengandung air
2,9 – 14,5 5,6 – 11,5 Lempung Komplek Bobonaro
(Tmb)
15 – 213 12 – 38 Lempung Komplek Bobonaro
karbonatan, sisipan (Tmb)
batupasir,
batugamping,
mineral mangan,
bijihbesi

4.3 Analisis Pola Penyebaran Mineral 3-Dimensi

Pengolahan pemodelan 3 Dimensi dilakukan menggunakan software Voxler


4. Data yang dimasukkan dalam software Voxler 4 yaitu terdiri dari panjang
lintasan, jarak antar lintasan dalam penelitian ini masing-masing lintasan berjarak
100 meter, kedalaman, nilai chargeabilitas dan nama lintasan.
56

Gambar 4.8 Hasil Penampang 3-Dimensi

Pada software Voxler 4, sumbu X menandakan panjang lintasan, sumbu Y


menandakan jarak antar lintasan dan sumbu Z menandakan kedalaman. Pada
gambar 4.8 merupakan gambaran 3 dimensi dari penampang lintasan 1 sampai
lintasan 4, lintasan 5 tidak dimasukkan dikarenakan posisi lintasannya tidak sejajar.
Pada software ini tidak dimasukkan data koordinat lintasan sehingga tidak terlihat
posisi lintasan yang sesuai.

Gambar 4.9 Korelasi Persebaran Mineral Dalam 3-Dimensi Titik Pertama


57

Pada gambar 4.9 terlihat bahwa korelasi pesebaran mineral ditemukan pada
lintasan 01, 03 dan 04 pada jarak lintasan 38 meter. Nilai chargeabilitas yang
didapatkan sebesar 9,5675 msec sampai 38,27 msec. Pada lintasan 02 tidak
ditemukannya mineral dikarenakan nilai chargeabilitas yang sangat kecil.

Gambar 4.10 Korelasi Persebaran Mineral Dalam 3-Dimensi Titik Kedua

Pada gambar 4.10 terlihat bahwa korelasi pesebaran mineral ditemukan


pada lintasan 01, 03 dan 04 pada jarak lintasan 78 meter. Nilai chargeabilitas yang
didapatkan sebesar 9,5675 msec sampai 28,7025 msec. Kemudian pada lintasan 02
tidak ditemukannya mineral dikarenakan nilai chargeabilitas yang sangat kecil.

Pada daerah penelitian ini mineral didominasi ditemukan pada batuan


lempung karbonat, sisipan batu pasir dan batu gamping. Adanya keberadaan batu
lempung karbonatan merupakan lingkungan terjadinya proses mineralisasi mangan
dan pembentukan mineral mangan berasosiasi dengan batu gamping menandakan
bahwa pembentukannya dihasilkan dari proses pelapukan dan erosi batuan asal.
Mineral ditemukan pada batuan yang memiliki nilai resistivitas 10 ohm.m sampai
213 ohm.m dan didukung oleh nilai chargeabilitas rata-rata 6 msec sampai 38 msec.
58

4.4 Peta Kedalaman Bawah Permukaan Lintasan 01-05


Peta kedalaman atau peta iso-chargeability dibuat menggunakan software
surfer 13. Peta ini menggambarkan peta kedalaman zona kemenerusan keberadaan
mineral.

Gambar 4.11 Peta Kedalaman Bawah Permukaan Lintasan 01-05

Peta kedalaman pada bawah permukaan lintasan 01-05 yang terlihat pada
Gambar 4.11. Data yang dimasukkan dalam surfer 13 berupa data x dan y
merupakan koordinat lokasi penelitian dalam UTM dan data z merupakan data
elevasi. Peta ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman bawah permukaan pada
daerah penelitian. Dalam hal ini penulis mengambil data nilai chargeabilitas pada
kedalaman 0,5 meter dan 7,91 meter, dimana pada kedalaman tersebut ditemukan
mineral pada batuan lempung, sisipan batu pasir dan batu gamping.

Kedalaman bawah permukaan lintasan 01 – 05 terlihat terjal kebawah


dikarenakan lokasi penelitian di kecamatan Soe, kabupaten Timor Tengah Selatan
berupa perbukitan. Pada colorbar terlihat bahwa warna biru menunjukkan
kedalaman bawah permukaan lokasi penelitian ini mencapai 21 meter.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi melalui pemodelan 2-
Dimensi dan 3-Dimensi yang telah dikorelasikan dengan nilai resistivitas
dan chargeability pada penampang serta dengan informasi geologi lainnya,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penulis telah mengolah data mentah resistivitas dan Induced Polarization
menggunakan software RES2DINV untuk menghasilkan penampang 2D
dan Voxler 4 untuk menghasilkan penampang 3D yang kemudian
dikorelasikan dengan data geologi regional pada lokasi penelitian.
2. Hasil analisis dalam menentukan mineral dari semua lintasan tersebut
didapatkan pada nilai resistivitas 2,9 – 14,5 Ωm dan chargeability 5,6 – 11,5
msec terdapat jenis batuan lempung berdasarkan singkapan terdapat batuan
lempung karbonatan dan termasuk formasi batuan komplek bobonaro
(Tmb), pada nilai resistivitas 15 – 213 Ωm dan chargeability 12 – 38 msec
terdapat jenis batuan lempung karbonatan, sisipan baru pasir dan batu
gamping, berdasarkan singkapan batuan terdapat mineral logam mangan
termasuk ke dalam formasi batuan komplek bobonaro (Tmb).
3. Sebaran mineral pada lokasi penelitian di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebar pada lintasan 01
nilai resistivitas 11,9 – 29,5 Ωm dan chargeability 6 – 8,4 msec terindikasi
non-logam, lintasan 03 nilai resistivitas 22,1 – 177 Ωm dan chargeability
20,3 – 30,8 msec terindikasi logam mangan, lintasan 04 nilai resistivitas 3-
7 Ωm dan chargeability 3,8 – 4,7 msec terindikasi non-logam, lintasan 05
nilai resistivitas 4,2 – 5,6 Ωm 8 – 9,1 msec terindikasi non-logam.
Sedangkan pada lintasan 02 tidak ditemukan indikasi potensi mineral
dikarenakan nilai chargeability yang rendah.
4. Keberadaan mineral di Kecamatan Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan
tersebar di lintasan 01 terindikasi mineral non-logam pada jarak 3 – 9 m
kedalaman 0,5 – 3,7 m, 37 – 47 m kedalaman 2,5 – 8 m, dan 77 – 83 m

59
60

kedalaman 3,7 – 8 m dengan zona kemenerusan ke arah selatan, di lintasan


03 terindikasi mineral logam mangan pada jarak 23 – 41 m kedalaman 0,5
– 3,7 m, 48 – 55 m kedalaman 0,5 – 2,5 m, 71 – 80 m kedalaman 1,5 – 5 m,
dan 83 – 87 m kedalaman 0,5 – 3,7 m dengan zona kemenerusan logam
mangan ke arah selatan, pada lintasan 04 terindikasi mineral non-logam
pada jarak 39 – 45 m kedalaman 3,7 – 7 m, 71 – 75 m kedalaman 5 – 9 m
dengan zona kemenerusan ke arah timur, kemudian di lintasan 05 terindikasi
mineral non-logam pada jarak 31 – 33 m di kedalaman 3,7 – 8 m dengan
zona kemenerusan ke arah selatan.

5.2 Saran
Setelah melakukan penelitian ini, untuk memaksimalkan hasil penelitian
maka penulis menyarankan untuk :

1. Melakukan pengeboran pada lokasi penelitian yang telah diidentifikasi


adanya persebaran mineral di lintasan tersebut, agar bisa dikalibrasi
dengan lintasan geolistrik untuk mendapatkan keberadaan mineral.
2. Untuk hasil interpretasi yang lebih tepat maka diperlukan peninjauan
lebih detail terhadap informasi geologi.
DAFTAR PUSTAKA

[1] D. Surah, A. Al, S. Thaha, and M. Musa, “‫ ﺔﻳﺍﺪﻫ ﻥﺎﺴﻧﻹﺍ ﺴﻔﺘﺑﲑ ﻥﺍﺮﻘﻟﺍ‬Tafsir Al
Qur ’ an,” pp. 1–492.

[2] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, “Pemutakhiran Data dan
Neraca Sumber Daya Mineral dan Batubara Status 2019,” 2019.

[3] “NTT: Curah Hujan Rendah, Sumber Daya Alam Melimpah,” Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009. [Online]. Available:
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/ntt-curah-hujan-
rendah-sumber-daya-alam-melimpah. [Accessed: 09-Mar-2020].

[4] D. K. dan I. K. TTS, “Potensi Daerah Pertambangan Kabupaten Timor


Tengah Selatan,” Dinas Komunikasi dan Informatika Kab. TTS. [Online].
Available: http://ttskab.go.id/potensi-daerah/pertambangan/. [Accessed: 09-
Mar-2020].

[5] P. Kearey, M. Brooks, and I. Hill, An Introduction to Geophysical


Exploration, Third. Blackwell Science, 2002.

[6] A. N. Wijaya Syafitri, “Indentifikasi Potensi Mineral di Kecamatan Galang


Kabupaten Tolitoli Menggunakan Metode Resistivitas dan Induced
Polarization,” p. 20/103, 2019.

[7] T. Zera, GEOLOGI Langkah Awal Mengenal Bumi, Cetakan pe. Jakarta,
2007.

[8] D. Noor, Pengantar Geologi, Pertama. Bogor: Pakuan University Press,


2009.

[9] D. Noor, Pengantar Geologi, Edisi Kedu. Bogor: Pakuan University Press,
2012.

[10] K. Suwitordirjo and S. Tjokrosapoetro, Peta Geologi Lembar Kupang-


Atambua, Timor. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
1996.

61
62

[11] Peta Topografi Kabupaten Timor Tengah Selatan / Topography Map Of


Timor Tengah Selatan. 2010.

[12] Buku Putih Sanitasi Kabupaten Timor Tengah Selatan. Bappeda Kabupaten
Timur Tengah Selatan, 2013.

[13] “Review Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastuktur Jangka


Menengah Kabupaten Timor Tengah Selatan,” pp. 1–29.

[14] B. Sayekti, “Prospeksi endapan fosfat di kabupaten timor tengah selatan,


provinsi nusa tenggara timur,” 2011.

[15] M. N. Naiola, “STUDI GENESIS ENDAPAN MANGAN DAERAH


SUPUL KECAMATAN KUATNANA KABUPATEN TIMOR TENGAH
SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR,” UPN
“‘VETERAN’” YOGYAKARTA, 2015.

[16] D. D. Telford, W. M; Geldart, L. P; Sherif, R.E dan Keys, Applied


Geophysics First Edition. New York: Cambridge University Press, 1976.

[17] A. Hendrawati, “Identifikasi Intrusi Limbah Pertambangan Emas Liar


dengan Menggunakan Metode Geolistrik 3D Studi Kasus Desa Jendi
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri,” Universitas Negeri Semarang,
2013.

[18] & D. A. K. Telford, M.W., L.P. Geldart, R.E. Sheriff, “Applied Geophysics
Second Edition.” Cambridge University Press., New York, 1990.

[19] W. Lowrie, Fundamentals of Geophysics, second edition. New York:


Cambridge University, 2007.

[20] S. D. Prabandini, “Identifikasi kondisi bawah permukaan untuk pondasi


jembatan di kecamatan kulawi selatan kabupaten sigi menggunakan metode
geolistrik,” Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.

[21] A. S. Wijaya, “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner


Untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman Belakang SCC ITS
Surabaya,” vol. XIX, pp. 1–5, 2015.
63

[22] S. Ahmad Amin, “Rancang Bangun Prototipe Alat Ukur Resistivitas Tanah
Skala Laboratorium,” Universitas Hasanuddin, 2017.

[23] S. Vebrianto, Eksplorasi Metode Geolistrik: Resistivitas, Polarisasi


Terinduksi, dan Potensial Diri. Universitas Brawijaya Press, 2016.

[24] s. r. o. GF Instruments, “Short guide for resistivity and induced polarization


tomography,” 2019.

[25] E. Azizah, “INTERPRETASI POTENSI SEBARAN BATUBARA


MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI LAPANGAN ‘X,’”
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2017.

[26] V. N. A. Effendy, “Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole


untuk Mendeteksi Mineral Mangan ( Physical Modeling ),” Universitas
Jember, 2012.

[27] A. Setiarini, S. Linuwih, and Khumaedi, “IDENTIFIKASI MINERAL


MANGAN MENGGUNAKAN METODE POLARISASI TERINDUKSI
DI DESA PUCUNG KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN
WONOGIRI,” vol. 14, no. 2, pp. 119–124, 2018.

[28] J. M. Reynolds, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics,


Second Edi. Wiley-Blackwell, 2011.

[29] L. Arinda Amri, “Interpretasi Metode Geolistrik Resistivitas dan Induksi


Polarisasi 2D Untuk Mengidentifikasi Mineral Logam,” Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

[30] A. Azis, “Identifikasi Sebaran Mineral Bijih Galena (PbS) Menggunakan


Metode Induksi Polarisasi dan Resistivitas Di Kabupaten Lombok Tengah
Provinsi Nusa Tenggara Barat,” Universitas Hasanuddin, 2017.

[31] P. P. dan P. I. Geospasial and B. I. G. (BIG), “Peta RBI Format Shp.”


[Online]. Available: https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web . [Accessed:
13-Mar-2020].

Anda mungkin juga menyukai