Anda di halaman 1dari 173

DETEKSI POTENSI KEKERINGAN

BERBASIS PENGINDERAAN JAUH DAN


SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI
Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1
Untuk Meraih Gelar Sarjana Sains

Oleh
Dzulfikar Habibi Jamil
3211409055

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Heri Tjahjono, M.Si Drs. Satyanta Parman, M.T


19680202 1999031 0 112 NIP.19611202 199002 1 001

Mengesahkan:

Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si


NIP.19620904 198901 1 001

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Penguji Utama

Dr. Tjaturrahono Budi Sanjoto, M.Si


NIP.196210191988031002

Penguji I Penguji II

Drs. Heri Tjahjono, M.Si. Drs. Satyanta Parman, M.T.


19680202 1999031 0 112 NIP.19611202 199002 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Dr. Subagyo, M.Pd.


NIP.19510808 1980031 003

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulisan orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini

dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Februari 2013

Dzulfikar Habibi Jamil


NIM. 3211409055

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

1. Alloh akan senantiasa memahami kita, jika kita memahami-Nya.

2. Membahagiakan orang yang kita cintai merupakan hal terindah.

3. Jika kita berfikir sukses maka kita akan sukses, sebaliknya jika kita berfikir

gagal maka kita akan gagal (pikiran adalah sumber kekuatan).

Persembahan:

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Alloh SWT, kupersembahkan karyaku ini

kepada:

Orangtuaku yang saya banggakan, selama ini telah berjuang membesarkan dan

mendidikku hingga saat ini.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan kemudahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan

skripsi untuk meraih gelar sarjana yang berjudul “Deteksi Potensi Kekeringan

Berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten

Klaten” pada Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari

pihak-pihak terkait. Oleh sebab itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih

yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Heri Tjahjono, M.Si., Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian hingga akhir penyusunan

skripsi.

5. Drs. Satyanta Parman, M.T., Dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan hingga akhir penyusunan skripsi.

6. Dr. Tjaturrahono Budi Sanjoto, M.Si, Penguji skripsi yang telah banyak

memberikan masukan.

7. Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan dukungan dari masuk perguruan

tinggi hingga akhir penyusunan skripsi.

vi
8. Seluruh Staf Pengajar dan karyawan Jurusan Geografi, terima kasih untuk

ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

9. Istianah yang telah memebriku semangat dalam belajar dan menggapai cita-

cita.

10. Mas Husen, Utar dan Rois, lantaran kalian, aku ditunjukan jalan untuk

melanjutkan kuliah.

11. Mas Aris faiz, Mas Arif, Mas Anwar, Mas Halim dan Mas Yunianto, kalian

kaka angkatan yang baik, ikhlas bertukar pikiran, terimakasih buat

pengalaman-pengalaman yang kalian berikan.

12. Teman-teman geografi Unnes angkatan 2009, kalian teman seperjuanganku

yang memberiku inspirasi.

13. Teman-teman kos; Afroni, Najib, Wawan dan Roni Fajar. Banyak kenangan

bersama kalian, tunjukkan kesuksesan kita.

14. Pemerintah Kabupaten Klaten yang telah memberi izin penelitian sehingga.

15. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih ats

dukungan dan bantuanya.

Semoga segala kebaikan Bapak/Ibu dan rekan-rekan semua mendapatkan balasan

dari Alloh SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca semua.

Semarang, Februari 2013

Dzulfikar Habibi Jamil

vii
SARI

Dzulfikar Habibi Jamil. 2013. Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis


Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Klaten. Skripsi,
Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Drs. Heri
Tjahjono, M.Si dan Drs. Satyanta Parman, M.T.

Kata Kunci: Deteksi, Potensi kekeringan, Penginderaan Jauh dan Sistem


Informasi Geografis.
Kekeringan merupakan bencana alam yang hampir setiap tahun terjadi.
Bencana kekeringan di Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun terus mengalami
kenaikan dengan dibuktikanya pada tahun 2009 Kabupaten Klaten menduduki
peringkat 9 bencana kekeringan secara nasional yang dibuat oleh Badan Nasional
dan Penanggulangan Bencana. Kurangnya data peta yang menyediakan informasi
daerah potensial dilanda kekeringan turut berperan sebagai salah satu faktor yang
menghambat penyelesaian masalah kekeringan. Pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah: 1) bagaimana sebaran daerah berpotensi kekeringan dengan
menggunakan teknik analisis penginderaan jauh dan sistem informasi geografis?,
2) bagaimana kemampuan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis
dalam mendeteksi daerah berpotensi kekeringan?. Tujuan dari penelitian ini
adalah: 1) Mengetahui sebaran daerah yang berpotensi kekeringan di Kabupaten
Klaten berbasis penginderaan jauh dan sistem informasi geografis 2) Mengetahui
kemampuan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi geografis dalam mendeteksi
daerah rawan terhadap kekeringan di Kabupaten Klaten.
Populasi dalam penelitian ini adalah potensi kekeringan Kabupaten
Klaten. Sampel berjumlah 30 lokasi yang didasarkan pada kelas hasil interpretasi
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), indeks kecerahan dan indeks
kebasahan. Dalam penelitian potensi kekeringan ini menggunakan enam variabel
yaitu: NDVI, Indeks Kecerahan, Indeks Kebasahan, Curah Hujan, Hidrogeologi
dan Penggunaan Lahan. Teknik interpretasi citra digital digunakan untuk
menganalisis kerapatan vegetasi dan kelembaban permukaan, kerapatan vegetasi
dapat diiterpretasi menggunakan transformasi Normalized Difference Vegetation
Index (NDVI), kelembaban permukaan dapat diiterpretasi menggunakan
transformasi Indeks Kecerahan (Brightness Index) dan Indeks Kebasahan
(Wetness Index). Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan untuk
menggabungkan ke-enam parameter tersebut dan memanipulasinya sehingga
mengeluarkan keluaran baru berupa informasi potensi kekeringan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan sebaran daerah berpotensi
kekeringan di Kabupaten Klaten dibagi menjadi 5 kelas potensi. Potensi
kekeringan sangat rendah seluas 155,610 ha (0,22%), potensi kekeringan rendah
seluas 5348,789 ha (7,63%), potensi kekeringan agak tinggi seluas 34839,348 ha
(49,73%), potensi kekeringan tinggi seluas 24724,229 ha (35,29%) dan potensi
kekeringan sangat tinggi seluas 4992,734 ha (7,13%). Kemampuan penginderaan
jauh dalam menganalisis daerah berpotensi kekeringan mengahasilkan tiga
keluaran yang menjadi parameter yaitu; Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI), Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan. Kemampuan sistem informasi

viii
geografis dalam menganalisis daerah berpotensi kekeringan dengan cara
pengharkatan, pembobotan dan penggabungan dari keenam parameter.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebaran daerah berpotensi
kekeringan kelas tinggi dan sangat tinggi terdapat pada Kabupaten Klaten bagian
selatan yaitu pada Kecamatan Bayat, Cawas dan sekitarnya serta pada Kabupaten
Klaten bagian tengah yaitu pada Kecamatan Klaten, Jogonalan dan sekitarnya.
Penginderaan Jauh mampu mendeteksi potensi kekeringan dengan nilai akurasi
hasil interpretasi NDVI, Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan lebih dari
ketentuan minimum syarat akurat interpretasi. Sistem Informasi Geografis (SIG)
dapat mengkelaskan tingkat potensi kekeringan. Adapun saran dalam penelitian
ini yaitu 1) Daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadinya kekeringan
diharapkan mendapatkan prioritas utama dalam mitigasi bencana kekeringan, 2)
Daerah-daerah yang belum mempunyai peta seperti ini diharapkan membuat peta
potensi kekeringan, 3) Peneliti berikutnya diharapkan mengetahui dasar-dasar
penginderaan jauh digital secara mendalam.

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN............................................................................. iii

PERNYATAAN...................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................................................... v

KATA PENGANTAR........................................................................................... vi

SARI....................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL.................................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 4

1.5 Penegasan Istilah......................................................................................... 5

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi..................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................. 8

2.1 Kekeringan................................................................................................... 8

2.2 Penginderaan Jauh....................................................................................... 9

x
2.3 Citra Landsat...................................................................................... 13

2.4 Sistem Informasi Geografis........................................................................ 15

2.5 Identifikasi Daerah Berpotensi Kekeringan................................................. 19

2.6 Penelitian Relevan....................................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 31

3.1 Lokasi dan Obyek Penelitian...................................................................... 31

3.2 Populasi dan Sampel................................................................................... 31

3.3 Variabel Penelitian..................................................................................... 31

3.4 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................................... 32

3.5 Teknik Perolehan Data............................................................................... 33

3.6 Tahap Penelitian......................................................................................... 34

3.7 Teknik Analisis Data.................................................................................. 35

3.8 Uji Ketelitian Interpretasi Citra.................................................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 39

4.1 Kondisi Umum daerah Penelitian............................................................... 39

4.1.1 Lokasi Penelitian.................................................................................... 39

4.1.2 Kondisi Bentuk Lahan........................................................................... 41

4.1.3 Kondisi Topografi.................................................................................. 45

4.1.4 Kondisi Jenis Tanah............................................................................... 48

4.1.5 Kondisi Curah Hujan............................................................................. 50

4.1.6 Kondisi Hidrologi & Hidrogeologi........................................................ 52

4.1.7 Kondisi Penggunaan Lahan................................................................... 54

4.2 Hasil Penelitian........................................................................................... 56

xi
4.2.1 Sebaran Daerah Berpotensi Kekeringan................................................ 56

4.2.2 Kemampuan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

dalam Mendeteksi Daerah Berpotensi Kekeringan................................ 91

4.3 Pembahasan........................................................................................... 97

4.3.1 Sebaran Daerah Berpotensi Kekeringan................................................ 97

4.3.2 Kemampuan Penginderaan Jauh dan sistem Informasi Geografis

dalam Mengidentifikasi Daerah Berpotensi Kekeringan.................... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 102

5.1 Kesimpulan........................................................................................... 102

5.2 Saran...................................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 104

LAMPIRAN............................................................................................................ 106

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Peringkat Bencana Kekeringan Nasional........................................ 2

Tabel 2.1 Karakteristik Citra Landsat 7ETM+................................................ 15

Tabel 2.2 Klasifikasi dan Pengharkatan NDVI............................................... 22

Tabel 2.3 Algoritma Transformasi Tasseled Cap Landsat 7ETM+................. 23

Tabel 2.4 Klasifikasi dan Pengharkatan Indeks Kebasahan............................ 23

Tabel 2.5 Klasifikasi dan Pengharkatan Indeks Kecerahan............................. 24

Tabel 2.6 Klasifikasi Curah Hujan Terhadap Kekeringan............................... 25

Tabel 2.7 Klasifikasi Hidrogeologi Terhadap Kekeringan.............................. 25

Tabel 2.8 Klasifikasi Penggunaan Lahan Terhadap Kekeringan..................... 26

Tabel 2.9 Penelitian Sebelumnya.................................................................... 30

Tabel 3.1 Klasifikasi Kelas Potensi Kekeringan............................................. 37

Tabel 4.1 Luasan Kecamatan di Kabupaten Klaten......................................... 41

Tabel 4.2 Luas Bentuk Lahan Kabupaten Klaten............................................ 44

Tabel 4.3 Luas Ketinggian Tempat Kabupaten Klaten................................... 47

Tabel 4.4 Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Klaten.................................... 54

Tabel 4.5 Luas Kelas NDVI............................................................................ 60

Tabel 4.6 Luas Kelas Indeks Kecerahan.......................................................... 69

Tabel 4.7 Luas Kelas Indeks Kebasahan......................................................... 78

Tabel 4.8 Luas Potensi Kekeringan Kabupaten Klaten berbasis PJ&SIG....... 84

Tabel 4.9 Luas Potensi Kekeringan Tiap Kecamatan di Kabupaten Klaten.... 87

Tabel 4.10 Hasil Uji Akurasi Interpretasi........................................................ 93

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Illustrasi Uraian Sub-sistem SIG................................................. 17

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Klaten........................................... 40

Gambar 4.2 Peta Bentuk Lahan Kabupaten Klaten......................................... 43

Gambar 4.3 Peta Ketinggian Tempat Kabupaten Klaten................................. 46

Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Klaten............................................. 49

Gambar 4.5 Peta Curah Hujan Kabupaten Klaten........................................... 51

Gambar 4.6 Peta Hidrogeologi Kabupaten Klaten.......................................... 53

Gambar 4.7 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Klaten................................. 55

Gambar 4.8 Hasil Transformasi NDVI Kabupaten Klaten............................. 58

Gambar 4.9 Histogram Transformasi NDVI……………............................... 59

Gambar 4.10 Kondisi Lapangan Kelas NDVI................................................. 64

Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Transformasi NDVI Kabupaten Klaten......... 65

Gambar 4.12 Hasil Transformasi Indeks Kecerahan Kabupaten Klaten......... 67

Gambar 4.13 Histogram Transformasi Indeks Kecerahan ……………......... 68

Gambar 4.14 Kondisi Lapangan Kelas Indeks Kecerahan.............................. 73

Gambar 4.15 Hasil Klasifikasi Indeks Kecerahan Kabupaten Klaten............. 74

Gambar 4.16 Hasil Transformasi Indeks Kebasahan Kabupaten Klaten........ 76

Gambar 4.17 Histogram Transformasi Indeks Kebasahan….………............. 77

Gambar 4.18 Kondisi Lapangan Kelas Indeks Kebasahan.............................. 82

Gambar 4.19 Hasil Klasifikasi Indeks Kebasahan Kabupaten Klaten............ 83

Gambar 4.20 Peta Potensi Kekeringan Berbasis PJ&SIG............................... 90

Gambar 4.21 Perbaikan Klasifikasi Sampel Tidak Akurat.............................. 94

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Cara Pengolahan Data Raster atau Citra...................................... 106

Lampiran 1.1 Layer Stacking (Penggabungan band)...................................... 106

Lampiran 1.2 Koreksi Geometri dan Reproyeksi Citra................................... 107

Lampiran 1.3 Cloud masking (Pemisahan awan)............................................ 109

Lampiran 1.4 Penggabungan Citra 2002 dan 2012......................................... 110

Lampiran 1.5 Pemotongan Citra (cropping citra)........................................... 112

Lampiran 1.6 Koreksi Radiometri................................................................... 114

Lampiran 1.7 Transormasi NDVI.................................................................... 116

Lampiran 1.8 Klasifikasi Nilai Spektral NDVI............................................... 118

Lampiran 1.9 Transformai Indeks Kecerahan (Brightness Index)................... 121

Lampiran 1.10 Klasifikasi Nilai Spektral Indeks Kecerahan.......................... 123

Lampiran 1.11 Transformai Indeks Kebasahan (Wetness Index).................... 125

Lampiran 1.12 Klasifikasi Nilai Spektral Indeks Kebasahan.......................... 126

Lampiran 2 Cara Pengolahan Data Vector...................................................... 128

Lampiran 2.1 Pendugaan Daerah Berpotensi Kekeringan............................... 128

Lampiran 2.2 Pembuatan Peta Curah Hujan.................................................... 130

Lampiran 2.3 cara Penentuan Titik Sampel……………..………………… 133

Lampiran 3 Tabel Curah Hujan Kabupaten Klaten Tahun 2008 – 2011......... 134

Lampiran 4 Peta Pengamatan Lapangan……………….………………….. 136

Lampiran 5 Peta Validasi Hidrogeologi…………………………………….. 137

Lampiran 6 Tabel Cek Lapangan Hasil Interpretasi........................................ 138

Lampiran 7 Tabel Pengharkatan dan Pembobotan Parameter......................... 142

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana alam merupakan fenomena yang dapat mengancam kelangsungan

kehidupan. Dampak negatif dari bencana alam berpengaruh secara langsung

terhadap aktivitas makhluk hidup. Salah satu bencana alam yang frekuensi

kejadianya tinggi (hampir setiap tahun) adalah kekeringan. Kejadian bencana

terbesar di Indonesia yang terjadi setelah tahun 1990-an sebagian besar

merupakan bencana yang terkait dengan iklim khususnya banjir, kemudian

kekeringan, kebakaran hutan, dan ledakan penyakit (Yuwono, 2012).

Kekeringan pada dasarnya diakibatkan oleh kondisi hidrologi suatu daerah

dalam kondisi air tidak seimbang. Kekeringan terjadi akibat dari distribusi hujan

tidak merata yang merupakan satu-satunya input bagi suatu daerah.

Ketidakmerataan hujan ini akan mengakibatkan di beberapa daerah yang curah

hujanya kecil akan mengalami ketidakseimbangan antara input dan output air

(Shofiyati, 2007).

Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari

tahun 2002 sampai 2009 bencana kekeringan menduduki peringkat kedua

intensitas tersering setelah bencana banjir yaitu rata-rata 156 kejadian/tahun.

BNPB merilis peringkat bencana kekeringan secara nasional pada tahun 2009.

Berdasarkan peringkat tersebut, Kabupaten Klaten yang merupakan daerah

lumbung padi Jawa Tengah menduduki peringkat ke-9 nasional untuk bencana

1
2

kekeringan. Adapun sepuluh peringkat tertinggi bencana kekeringan nasional

dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Peringkat Bencana Kekeringan Nasional

Kabupaten Kelas Rangking Nasional


Lombok Tengah Tinggi 1
Lamongan Tinggi 2
Gresik Tinggi 3
Cilacap Tinggi 4
Banyumas Tinggi 5
Banjarnegara Tinggi 6
Kebumen Tinggi 7
Magelang Tinggi 8
Klaten Tinggi 9
Sukoharjo Tinggi 10
Sumber : Indeks Rawan Bencana BNPB, 2009

Bencana kekeringan di Kabupaten Klaten mengakibatkan kurangnya

pasokan air untuk lahan pertanian seehingga tanaman padi yang telah ditanam

terancam gagal panen. Pada bulan Juni 2012, sekitar 750 hektar lahan sawah di

empat kecamatan penghasil utama beras terncam kekeringan yaitu: Delanggu,

Wonosari, Kalikotes dan Juwiring (http:/www.Timlo Net.com, 2012). Menurut

Pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Klaten dengan

semakin panjangnya musim kemarau, kekeringan di Kabupaten Klaten pada bulan

September 2012 meluas hingga lima kecamatan lain yang mengakibatkan gagal

panen tanaman padi. Adapun lima kecamatan tersebut diantaranya: Gantiwarno,

Cawas, Trucuk, Klaten Tengah, dan Ceper (http:/www.Joglosemar.com, 2012).

Berdasarkan prakiraan cuaca dari BMKG, awal musim penghujan di Kabupaten

Klaten akan mulai pada bulan November 2012 (http:/www.Antara Jateng.com,


3

2012). Oleh karen itu, masih terdapat kemungkinan bertambahnya daerah rawan

kekeringan di Kabupaten Klaten.

Kurangnya data peta berisi informasi daerah potensial dilanda kekeringan

turut berperan sebagai salah satu faktor yang menghambat penyelesaian masalah

kekeringan, sehingga saat ini sangat diperlukan peta-peta tersebut mengingat

kekeringan merupakan suatu masalah berdampak serius pada seluruh sektor

kehidupan. Peta yang berkaitan dengan keruangan hendaknya merupakan peta

yang bergeoreferensi. Pembuatan peta yang bergeorefensi dapat menggunakan

teknik Penginderaan Jauh (Inderaja) dan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Dewasa ini teknologi Penginderaan Jauh (inderaja) berkembang pesat.

Teknologi ini menghasilkan berbagai data baik foto udara maupun citra satelit

yang dapat menggambarkan permukaan bumi. Berbagai penelitian sudah dan terus

dilakukan untuk memanfaatkan data inderaja dalam menganalisis masalah-

masalah keruangan.

Salah satu penelitian Penginderaan Jauh (Inderaja) dan Sistem Informasi

Geografis (SIG) dibidang lingkungan dan mitigasi bencana yaitu mengenai

bencana kekeringan baik potensi, kejadian, maupun resiko. Penelitian potensi

kekeringan menggunakan citra Landsat dapat dilakukan dengan transformasi

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan Tranformasi Tasseled Cap.

Tranformasi Tasseled Cap menganalisis tiga indikator yaitu: indeks kebasahan,

indeks kecerahan, dan indeks kehijauan yang indikator-indikator tersebut dapat

digunakan dalam analisis tingkat kekeringan suatu lahan (Shofiyati, 2007).


4

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukanya penelitian potensi

kekeringan di Kabupaten Klaten, dalam hal ini disusun dalam sebuah skripsi

dengan judul “Deteksi Potensi Kekeringan Berbasis Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Klaten”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sebaran daerah yang berpotensi kekeringan di Kabupaten Klaten

dengan menggunakan teknik analisis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis.

2. Bagaimana kemampuan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

untuk mendeteksi daerah berpotensi rawan terhadap kekeringan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sebaran daerah berpotensi kekeringan di Kabupaten Klaten dengan

menggunakan teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.

2. Mengetahui kemampuan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

dalam mendeteksi daerah rawan terhadap kekeringan di Kabupaten Klaten.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini di antaranya adalah:

1. Manfaat praktis, sebagai syarat kelulusan sarjana Geografi S1 serta

memberikan informasi distribusi spasial daerah potensi rawan kekeringan


5

berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten

Klaten kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

2. Manfaat teoritis, sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang

secara teori telah didapatkan di bangku kuliah, khususnya mata kuliah

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.

1.5 Penegasan Istilah

Penegasan istilah dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup

permasalahan yang diteliti, menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian

dan memudahkan dalam menangkap isi serta sebagai pedoman dalam pelaksanaan

penelitian.

1. Deteksi: Usaha menemukan dan menentukan keberadaan, anggapan ataupun

kenyataan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:202).

2. Potensi: Sesuatu kemungkinan yang dapat menjadi aktual (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 1989:697).

3. Kekeringan: Kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup

lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air (TKPSDA,

2003).

4. Berbasis: Didasarkan pada (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:83).

5. Penginderaan Jauh: Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu

obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang

dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam Purwadhi dan Sanjoto, 2008:3).
6

6. Sistem Informasi Geografis: Kumpulan yang terorganisasi dari perangkat keras

komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara

efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi,

menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi

geografis (Esri, 1990 dalam Prahasta, 2009:117).

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar sistematika penulisan skripsi terbagi menjadi tiga

bagian yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian penutup.

1. Bagian awal skripsi

Bagian awal skripsi meliputi: halaman sampul, lembar judul, lembar

persetujuan pembimbing, lembar pengesahan penguji, lembar pernyataan,

lembar motto dan persembahan, sari, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,

daftar gambar dan daftar lampiran.

2. Bagian isi skripsi

Bagian isi skripsi memuat lima pokok bahasan, yaitu:

a. BAB I. Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika

penulisan.

b. BAB II. Landasan teori, memuat kajian secara teoritis mengenai masalah yang

dibahas dalam penelitian deteksi potensi kekeringan berbasis penginderaan

jauh dan sistem informasi geografis.


7

c. BAB III. Metode penelitian, memuat tentang metode yang digunakan dalam

penelitian, meliputi lokasi dan obyek penelitian, alat dan bahan penelitian,

variabel penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

d. BAB IV. Hasil dan Pembahasan

e. BAB V. Kesimpulan dan Saran

3. Bagian akhir skripsi

Pada bagian akhir skripsi berisi tentang:

a. Daftar pustaka yang berisi tentang daftar buku dan literatur yang berkaitan

dengan penelitian.

b. Lampiran-lampiran yang berkaitan dengan penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekeringan
Kekeringan pada dasarnya adalah kondisi kekurangan air pada daerah yang

biasanya tidak mengalami kekurangan air, sedangkan daerah yang kering adalah

daerah yang mempunyai curah hujan kecil atau jumlah bulan kering dalam

setahun lebih besar atau sama dengan delapan bulan. Menurut Kementerian Ristek

(2008) kekeringan secara umum bisa didefinisikan sebagai pengurangan

pesediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah

normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu tertentu (Raharjo,

2010).

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) membagi dua kategori

kekeringan yaitu kekeringan alamiah dan kekeringan yang diakibatkan perbuatan

manusia (TKPSDA, 2003). Adapun kekeringan alamiah terbagi menjadi lima

sudut pandang yaitu:

a. Kekeringan meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah

normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan

indikasi pertama adanya kekeringan.

Kekeringan hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air

permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air

sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai

berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk,

8
9

b. danau dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan

indikasi awal adanya kekeringan.

c. Kekeringan pertanian berhubungan dengan kekurangan lengas tanah

(Kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan

tanaman tertentu pada periode waktu tertentu dalam wilayah yang luas.

Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologis.

d. Kekeringan sosial ekonomi berkaitan dengan kekeringan yang memberi

dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi seperti: rusaknya tanaman,

peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik dari tenaga air,

terganggunya kelancaran transportasi air, menurunnya pasokan air baku untuk

industri domestik dan perkotaan.

e. Kekeringan hidrotopografi berkaitan dengan perubahan tinggi muka air sungai

antara musim hujan, musim kering dan topografi lahan.

Kekeringan tidak taat aturan atau yang disebabkan manusia terjadi karena:

a. Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan akibat ketidak

taatan pengguna terhadap pola tanam/pola penggunaan air.

b. Kerusakan kawasan tangkapan air, sumber-sumber air akibat perbuatan

manusia.

2.2 Penginderaan Jauh


2.2.1 Pengertian Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja, adalah ilmu

dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena

melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
10

dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan kiefer, 1994

dalam Purwadhi dan Sanjoto, 2008:3).

2.2.2 Sistem Satelit Penginderaan Jauh

Satelit tak berawak sebagai wahana penyadap informasi dari permukaan

bumi telah mulai dikembangkan sejak awal tahun „60an. Aplikasi utamanya

adalah di bidang kemiliteran. Baru awal pada dekade „70an, satelit tak berawak

diluncurkan untuk sumberdaya bumi, yaitu ERT-1. Peluncuran ini diikuti oleh

peluncuran satelit sumberdaya lain, dan juga pengembangan sistem pengolahan

datanya. Mulai saat itulah teknologi di bidang pengolahan citra dikembangkan

secara lebih serius.

Berdasarkan misinya, satelit penginderaan jauh dapat dikelompokkan

menjadi dua macam, yaitu satelit cuaca dan satelit sumberdaya. Selain

berdasarkan misinya, satelit penginderaan jauh dikelompokkan berdasarkan cara

mengorbitnya yaitu satelit geostasioner dan satelit singkron matahari.

Satelit geostasioner merupakan satelit yang diorbitkan pada ketinggian

lebih kurang 36.000 km di atas bumi, pada posisi geostasioner. Pada ketinggian

ini, pengaruh gaya gravitasi dan sentrifugal bumi lebih kurang sebanding sehingga

satelit yang ditempatkan di sana tidak tertarik ke bumi ataupun terlempar ke luar

orbit. Pada umumnya satelit cuaca merupakan satelit geostasioner, misalnya

GOES dan GMS. Pada posisi „diam‟ (yang sebenarnya terus bergerak untuk

menempati posisi relatif konstan terhadap suatu lokasi di bumi) ini, satelit

geostasioner hanya mampu merekam wilayah yang sama terus-menerus sepanjang


11

hari, tetapi dengan liputan yang sangat luas. Satelit jenis ini disebut singkron bumi

(geo-synchronus satellite) karena posisi relatif tetap di atas permukaan bumi.

Satelit singkron matahari (sun-synchronous satellite) sering pula disebut

sebagai satelit berorbit polar karena mengorbit bumi dengan hampir melewati

kutub, memotong arah rotasi bumi. Hampir semua satelit sumberdaya termasuk

satelit singkron matahari, misalnya Landsat, SPOT, ERS dan JERS, IKONOS,

Quickbird, Alos, Terra dan Aqua. Satelit NOAA (National Oceanic and

Atmospheric Administration) yang sebenarnya merupakan satelit cuaca, juga

melakukan orbit singkron matahari.

Sesuai dengan namanya, satelit singkron matahari selalu bergerak

memotong arah rotasi bumi dengan melalui atau hampir melalui kutub sehingga

dapat meliput hampir seluruh bagian permukaan bumi. Oleh karena itu, satelit ini

akan selalu berada di atas wilayah yang sama di permukaan bumi pada waktu

lokal yang sama pula. Ketinggian orbit satelit jenis ini berkisar dari 600 km

sampai dengan sekitar 1000 km, jauh rendah dibandingkan satelit geostasioner

(Danoedoro, 2012:67).

2.2.3 Data Penginderaan Jauh Digital

Data penginderaan jauh digital (Citra digital) direkam dengan

menggunakan sensor non-kamera, antara lain scanner, radiometer, spectrometer.

Detektor yang digunakan dalam sensor penginderaan jauh adalah detektor

elektronik dengan menggunakan tenaga elektromagnetik yang luas, yaitu

spektrum tampak, ultraviolet, inframerah dekat, inframerah thermal, dan

gelombang mikro. Citra digital dibentuk dari elemen-elemen gambar atau pixel
12

(Picture element) yang menyatakan tingkat keabuan pada gambar. Informasi yang

terkandung dalam pixel tersebut bersifat diskrit yaitu mempunyai ukuran presisi

tertentu (Purwadhi, 2001:48).

Setiap citra digital penginderaan jauh satelit yang dihasilkan oleh setiap

sensor mempunyai sifat khas datanya. Sifat khas data tersebut dipengaruhi oleh

sifat orbit satelit, sifat dan kepekaan sensor penginderaan jauh terhadap panjang

gelombang elektromagnetik, jalur transmisi yang digunakan, sifat sasaran (objek),

dan sifat sumber tenaga radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara operasi sistem

sensornya dapat mempengaruhi resolusi dan ukuran pixel datanya.

Sistem perekaman data penginderaan jauh dengan menggunakan sensor

satelit dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu sistem pasif dan sistem aktif.

Kedua sistem tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem, prosedur, dan metode

pengolaan datanya. Komponen dasar pengambilan data penginderaan jauh sistem

pasif meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek permukaan

bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data. Sumber

tenaga diambil dari matahari atau sumber lain. Salah satu data penginderaan jauh

sistem pasif adalah data satelit (Landsat).

2.2.4 Interpretasi Citra Penginderaan Jauh

Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh merupakan perbuatan

mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek

dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi

secara digital (Purwadhi, 2001:25). Interpretasi secara manual adalah interpretasi


13

data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik

objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur

interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs,

asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi secara digital adalah evaluasi

kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra.

Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan

nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam

pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk

mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral

yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial

dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema

keruangan (spasial) tertentu.

2.3 Citra Landsat


Satelit Landsat (Land satellite) merupakan suatu hasil program satelit

sumberdaya bumi yang dikembangkan oleh NASA (the National Aeronautical

and Space Administration) Amerika Serikat pertama kali diluncurkan pada 1972

dengan nama ERTS-1 ((Earth Resources Technology Satellite). Dengan

kesuksesan peluncuran pertama, dilanjutkan dengan peluncuran selanjutnya seri

kedua yang dengan nama Landsat-1.

Seri Landsat saat ini telah sampai pada Landsat-7. Mulai dari Landsat-1

hingga Landsat-7 telah terjadi perubahan desain sensor sehingga ketujuh satelit

tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 generasi, yaitu generasi pertama

(Landsat 1-3), generasi kedua (Landsat 4 dan 5), serta generasi ketiga (Landsat 6
14

dan 7). Landsat 1 dan 2 memuat dua macam sensor, yaitu RBV (Return Beam

Vidicion) yang terdiri atas 3 saluran dan MSS (multispectral scanner) yang terdiri

atas 4 saluran dengan resolusi spasial 79 meter.

Landsat 4 dan 5 memuat dua macam sensor pula, dengan mempertahankan

MSS-nya, tetapi menggantikan RBV dengan TM (Thematic Mapper) karena

alasan kapabilitas. Dengan demikian, urutan penomeran MSS menjadi MSS1,

MSS2, MSS3, dan MSS4. Sensor TM yang mempunyai 7 saluran dinomeri urut

dari 1 sampai dengan 7. Pada 1993 Landsat generasi 3 (Landsat 6) diluncurkan,

tetapi misi ini gagal karena sesaat peluncuran satelit Landsat 6 hilang.

Pada 1999 Landsat 7 diluncurkan dengan membawa sensor multispektral

beresolusi 15 meter untuk citra pankromatik dan 30 meter untuk citra

multispektral serta 60 meter untuk citra inframerah termal. Dengan demikian,

berbeda dari sensor TM pendahulunya yang hanya membawa tujuh saluran

spektral, sensor Landsat 7 yang disebut ETM+ (Enhanced Thematic Mapper Plus,

atau TM yang telah diperbaiki kinerjanya) ini memuat 8 saluran, di mana saluran

6 telah dinaikkan resolusi spasialnya dai 120 meter menjadi 60 meter, dan saluran

8 merupakan saluran pankromatik dengan julat panjang gelombang antara 0,58 –

0,90 µm.

Sejak 31 Mei 2003, sistem sensor pada Landsat 7 ETM+ mengalami

kerusakan berupa kegagalan pengoreksi garis pemindai (scan line corrector,

SLC). Akibat kegagalan ini, data hasil pemindai pun banyak yang hilang. Melalui

operasi sistem sensor yang menggunakan moda SLC-off ini, diperoleh citra digital
15

yang menampakkan baris-baris pemindai yang melompat-lompat (Danoedoro,

2012:68). Karakteristik citra Landsat 7ETM+ dijelaskan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Citra Landsat 7 ETM+


Band Saluran Gelombang Resolusi Kegunaan
Spektral (µm) spasial (meter)
1 0.45 – 0.52 Biru 30 X 30 Tembus terhadap tubuh air, dapat
untuk pemetaan air, pantai, pemetaan
tumbuhan, pemetaan kehutanan, dan
mengidentifikasi budidaya manusia.
2 0.52 – 0.60 Hijau 30 X 30 Untuk pengukuran nilai pantul hijau
pucuk tumbuhan dan penafsiran
aktifitasnya, juga untuk pengamatan
budidaya manusia
3 0.63 – 0.69 Merah 30 X 30 Dibuat untuk melihat daerah yang
menyerap klorofil, yang dapat
digunakan untuk membantu dalam
pemisahan spesies tanaman.

4 0.76 – 0.90 Infra merah 30 X 30 Untuk membedakan jenis tumbuhan,


dekat aktifitas dan kandungan biomas untuk
membatasi tubuh air dan pemisahan
kelembaban tanah.
5 1.55 – 1.75 Infra merah 30 X 30 Menunjukan kandungan kelembaban
dekat tumbuhan dan kelembaban tanah, juga
untuk membedakan salju dan awan
6 10.4 – 12.5 Infra merah 60 X 60 Untuk menganalisis tingkat tumbuhan,
termal pemisahan kelembaban tanah dan
pemetaan panas
7 2.08 – 2.35 Infra merah 30 X 30 Berguna untuk pengenalan terhadap
sedang mineral dan jenis batuan, juga
sensitive terhadap kelembaban
tumbuhan
8 0.50 – 0.90 Pankroma- 15 X 15 Untuk peningkatan resolusi spasial.
tik
Sumber: Humaidi 2005 (www.Satelit-inderajablogspot.com).

2.4 Sistem Informasi Geografis


2.4.1 Pengertian SIG (Sistem Informasi Geografis)

Menurut Aronoff (1998), SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer

(CBIS) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi


16

geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis

objek-objek dan fenomena di mana lokasi geografis merupakan karakteristik yang

penting atau kritis untuk dianalisis (Prahasta, 2009:116).

Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat

kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis: (a)

masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis

dan manipulasi data dan (d) keluaran.

2.4.2 Subsistem SIG (Sistem Informasi Geografis)

Berdasarkan definisi diatas, SIG dapat diuraikan menjadi beberapa

subsitem yang dapat diuraikan sebagai berikut (Prahasta, 2009:118):

a. Data Input

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan

menyimpan data spasial beserta atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini

pula yang bertanggungjawab dalam mengonversikan atau mentranformasikan

format-format data aslinya ke dalam format (native) yang dapat digunakan oleh

perangkat SIG yang bersangkutan.

b. Data Output

Subsistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran

(termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian

basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya

tabel, grafik, report, peta dan lain sebagainya.


17

c. Data Management

Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel

atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah

dipanggil kembali atau diretrieve (diload ke memori), diupdate, dan diedit.

d. Data manipulation dan analisyis

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh

SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi (Evaluasi dan

penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis&logika) dan pemodelan data

untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Subsistem SIG dapat

diilustrasikan pada gambar 2.1 dibawah ini dengan memperjelas uraian jenis

masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya.

Gambar 2.1 Ilustrasi uraian Sub-sistem SIG (Prahasta, 2009:119)

2.4.3 Kemampuan SIG

Salah satu kemampuan SIG adalah kemampuan analisis yang dapat

dilakukanya. Secara umum terdapat dua jenis kemampuan analisis SIG, yaitu

analisis spasial dan analisis atribut (Basis data atribut).


18

a. Kemampuan analisis atribut

Analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basisdata

(DBMS) dan perluasanya. Operasi dasar basisdata mencakup: membuat basis data

baru, menghapus basisdata, membuat tabel basisdata, mengisi dan menyisipkan

data, membaca dan mencari data, mengedit data yang terdapat di dalam tabel

basisdata dan membuat indeks untuk setiap tabel basisdata

Sedangkan perluasan basisdata meliputi: Membaca basisdata dalam sistem

basisdata yang lain, dapat berkomunikasi dengan sistem basisdata yang lain, dapat

menggunakan bahasa basisdata standar SQL, operasi-operasi atau fungsi analisis

lain yang sudah rutin digunakan di dalam sistem basisdata

b. Kemampuan analisis spasial

1. Klasifikasi: Fungsi ini mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali

suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan

menggunakan kriteria tertentu.

2. Jaringan (netWork): Fungsi ini merujuk data spasial titik-titik (point) atau

garis-garis (line) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan.

3. Overlay: Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data

spasial yang menjadi masukkanya.

4. Buffering: Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk

polygon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi

masukkanya.
19

5. 3D analysis: Fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan dengan

presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis spasial ini

banyak menggunakan fungsi interpolasi.

6. Digital image processing (pengolahan citra digital): fungsi ini dimiliki oleh

perangkat SIG yang berbasiskan raster.

2.5 Identifikasi Daerah Berpotensi Kekeringan


Penelitian deteksi potensi kekeringan berbasis penginderaan jauh dan

sistem informasi geografis ini menggunakan data penginderaan jauh berupa

Landsat 7ETM+ serta kondisi fisiografis yang berpengaruh terhadap kekeringan,

diantaranya: kondisi curah hujan, kondisi hidrogeologi dan penggunaan lahan.

Citra Landsat sudah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian

kekeringan, salah satu metode yang sering digunakan pada citra landsat untuk

identifikasi kekeringan yaitu dengan menggunakan indeks vegetasi dan Tasseled

Cap Tranformation (TCT). Transformasi Tasseled Cap merupakan formula

matemtik untuk menghitung tingkat kecerahan (brightness), kehijauan

(greenness), dan kelembaban (wetness) dari angka-angka digital disetiap band

(Band 1 hingga band 5 dan band 7) pada citra Landsat. Nilai-nilai dalam TCT

yaitu Brightness, Greeness, dan Wetness bisa digunakan dalam menganalisis

kekeringan (Shofiyati, 2007). Tranformasi Tasseled Cap memanfaatkan feature

space pada keenam saluran sekaligus. Prinsip tarnformasi ini ialah penyusunan

kembali sumbu-sumbu saluran dalam ruang spektral sehingga sumbu-sumbu

tersebut terputar (terotasi) ke arah tertentu, yang satu sama lain ortogonal

(Danoedoro, 2012:269).
20

2.5.1 Indeks Vegetasi

Indeks Vegetasi merupakan suatu bentuk tranformasi spektral yang

diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek kerapatan

vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa,

Leaf Area Index (LAI), konsentrasi Klorofil dan sebagainya (Danoedoro,

2012:246). Secara praktis, indeks vegetasi merupakan suatu tranformasi

matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan menghasilkan citra

baru yang lebih representatif dalam menyajikan fenomena vegetasi.

Tranformasi indeks vegetasi dapat dikelompokkan ke dalam empat

golongan besar, yaitu (a) Indeks vegetasi dasar (generik), (b) indeks vegetasi yang

meminimalkan pengaruh latar belakang tanah, (c) indeks vegetasi yang

meminimalkan pengaruh atmosfer dan (d) indeks vegetasi lainya (Danoedoro,

2012:246). Salah satu tranformasi indeks vegetasi dasar yaitu Normalized

Difference Vegetation Index (NDVI). NDVI merupakan kombinasi antara teknik

penisbahan dengan teknik pengurangan citra. Indeks ini sederhana dan

mempunyai nilai range yang dinamis dan sensitif yang paling bagus terhadap

perubahan tutupan vegetasi. Saluran yang digunakan dalam transformasi ini

adalah saluran merah dan inframerah. Kedua saluran ini dipilih karena memiliki

kepekaan yang berbeda terhadap vegetasi. Klorofil a dan b yang merupakan

pigmen penting dari tanaman menyerap cahaya biru dan merah. Klorofil a pada

panjang gelombang 0,43 dan 0,66 µm dan klorofil b pada panjang gelombang

0,45 dan 0,65 µm (Jensen, 2005 dalam Dian, 2010).


21

Hal tersebut mengakibatkan pada band merah nilai reflectance vegetasi

sangat rendah. Berbeda dengan bend merah, pada band inframerah dekat nilai

pantulan vegetasi sehat meningkat tajam. Sepanjang julat inframerah dekat ini

(0,7 – 1,2 µm) cahaya matahari yang diterima oleh tanaman mengandung

sebagian besar energi matahari. Jika tanaman menyerap energi tersebut seperti

pada panjang gelombang tampak maka tanaman akan terlalu panas sehingga

protein yang didalamnya akan rusak. Pada panjang gelombang ini terjadi pantulan

yang tinggi (40% - 60%), transmisi juga tinggi (40 – 60%), serta penyerapan yang

rendah (5-10%). Rouse et al (1974) dalam Dian (2010) mengembangkan formula

untuk mendapatkan kerapatan vegetasi:

NDVI = (NIR-Red) / (NIR+Red)

Hasil dari formula tersebut berkisar antara -1 sampai +1. Nilai -1

mengindikasikan bahwa pada saluran merah memiliki nilai pantulan maksimum

dan pada saluran inframerah dekat memiliki pantulan minimum. Hal ini

menunjukan daerah non vegetasi. Begitupun sebaliknya, nilai +1 menunjukan

terjadi pantulan maksimum pada saluran inframerah dekat dan pantulan minimum

pada saluran merah, sehingga menunjukka area bervegetasi kerapatan tinggi.

Perhitungan perbandingan sifat respon obyek terhadap pantulan sinar

merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat

digunakan untuk memperkirakan kerapatan atau kondisi kanopi/kehijauan

tanaman. Tanaman yang sehat berwarna hijau mempunyai nilai indeks vegetasi

tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang

dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR.


22

Hasil transformasi NDVI pada citra menghasilkan nilai yang sngat

beragam, maka dilakukan penyederhanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberpa

kelas. Berikut klasifikasi nilai NDVI dengan pengharkatan yang disesuaikan

terhadap potensi kekeringan di Kabupaten Klaten.

Tabel 2.2 Klasifikasi dan pengharkatan NDVI


No Nilai NDVI Keterangan Harkat
1 -1 s/d - 0.005 Lahan tidak bervegatasi 5
2 - 0.005 s/d 0.19 Kehijauan sangat rendah 4
3 0.19 s/d 0.50 Kehijauan rendah 3
4 0.50 s/d 0.63 Kehijauan sedang 2
5 0.63 s/d 1.00 Kehijauan tinggi 1
Sumber: Perhitungan data, tahun 2012.

2.5.2 Indeks Kebasahan dan Indeks Kecerahan

Kelembaban tanah permukaan adalah air yang mengisi pori-pori horizon

tanah atau lapisan tanah bagian atas. Setiap permukaan tanah mampunyai

kelembaban tanah yang berbeda-beda dan mempunyai karakteristik nilai pantulan

pada sensor yang berbeda-beda pula. Dengan hubungan bahwa suatu tanah yang

mempunyai kelembaban yang tinggi mengasumsikan bahwa tanah tersebut sering

tergenang air, sehingga dari sini didapat hubungan bahwa semakin tinggi

kelembaban tanah maka semakin sering tanah tersebut tergenang dan mempunyai

kerawanan yang rendah terhadap kekeringan. Demikian pula sebaliknya jika

kelembaban tanah semakin rendah maka semakin jarang pula daerah tersebut

tergenang air dan kerawanan kekeringan juga semakin tinggi.

Kelembaban tanah diperoleh dengan pendekatan indeks kebasahan

(wetness index) dan indeks kecerahan (brightness index), dengan asumsi bahwa

nilai kebasahan adalah yang paling mendekati kelembaban tanah. Nilai kebasahan
23

ini selanjutnya digunakan sebagai nilai kelembaban tanah. Mengetahui kebasahan

tanah pada suatu tempat dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dapat

rnenggunakan formula yang merupakan pengalian, penambahan dan pengurangan

pada saluran 1, saluran 2, saluran 3, saluran 4, saluran 5 dan saluran 7.

Algoritma Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan Landsat 7 ETM+ disajikan

dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Algoritma Tranformasi Tasseled Cap Landsat 7ETM+


Tranformasi
Saluran
Wetness Brightness
Band 1 0.2626 0.3561
Band 2 0.2141 0.3972
Band 3 0.09266 0.3904
Band 4 0.0656 0.6966
Band 5 -0.7629 0.2286
Band 7 -0.5388 0.1596
Sumber: Liu dan Mason dalam Danoedoro, 2012:271
Nilai wetness yang negatif menunjukkan bahwa tingkat kebasahan tanah

yang kecil, sedangkan nilai wetness yang semakin positif menunjukkan tingkat

kebasahan yang semakin besar. Nilai spektral dari trnformasi Indeks Kebasahan

(Wetness Index) dalam hubunganya kekeringan di Kabupaten Klaten dapat

diklasifikasikan pada tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4 Klasifikasi dan Pengharkatan Indeks Kebasahan


No Nilai Wetness Index Keterangan Harkat
1 nilai terendah s/d -73.518 sangat kering 5
2 -73.518 s/d -37.753 kering 4
3 -37.753 s/d -21.157 sedang/lembab 3
4 -21.157 s/d 21.152 sangat lembab 2
5 21.152 s/d nilai tertinggi sangat tinggi/ tergenang 1
Sumber: Perhitungan data, 2012.
24

Indeks Kecerahan memberikan informasi bahwa permukaan cerah

dipantulkan dari permukaan yang kering. Artinya, semakin gelap tanah maka

ketersediaan bahan organik lebih tinggi, kelembaban tinggi dan ketersediaan air cukup. Nilai

spektral dari trnformasi Indeks Kecerahan (Brightess index) dalam hubunganya

kekeringan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Klasifikasi dan Pengharkatan Indeks Kecerahan


No Nilai Brightness Index Keterangan Harkat
1 >206.641 Sangat cerah 5
2 177.663 – 206.641 Cerah 4
3 147.368 – 177.663 Agak cerah 3
4 113.122 – 147.368 Gelap 2
5 Nilai terendah s/d 113.122 Sangat gelap 1
Sumber: Perhitungan data, 2012.

2.5.3 Curah Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air

dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan

yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak

mengalir.

Curah hujan menjadi sangat penting dalam penelitian ini karena

merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kondisi permukaan dalam

sudut pandang sumberdaya air. Hujan merupakan suatu masukan (input) yang

akan diproses oleh permukaan lahan untuk menghasilkan suatu keluaran (Raharjo,

2010).

Pengharkatan nilai curah hujan didasarkan dari jumlah curah hujanya.

Daerah dengan jumlah curah hujan paling kecil dapat dikatakan bahwa daerah itu

akan lebih berpengaruh terhadap kejadian kekeringan. Oleh karena itu, untuk
25

daerah yang mempunyai nilai curah hujan rendah akan diberi nilai skor yang lebih

tinggi daripada daerah dengan curah hujan tinggi. Adapun pengharkatan tertera

pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Klasifikasi curah hujan terhadap kekeringan


No Curah hujan rata-rata Harkat
1 <1500 4
2 1500-200 3
3 2001-2500 2
Sumber : Fersely, 2007

2.5.4 Kondisi Hidrogeologi

Hidrogeologi digunakan dalam penelitian ini karena dapat

menggambarkan kondisi air bawah tanah. Tipe dan jenis akuifer menentukan

dalam kemungkinan terjadinya kekeringan. Kondisi air tanah yang relatif sedikit

akan semakin berkurang dengan adanya musim kemarau. Suplai air tanah

berkurang dan menjadikan ketersediaan air menjadi kecil (Raharjo, 2010).

Pengharkatan jenis akuifer dilakukan dengan melihat tingkat pengaruh jenis

akuifer terhadap potensi kekeringan. Pengharkatan kondisi hidrogeologi disajikan

pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Klasifikasi kondisi hidrogeologi terhadap kekeringan


No Tipe Akuifer Harkat
1 Air tanah langka 4
2 Produktivitas kecil 3
3 Produktivitas sedang 2
4 Produktivitas tinggi 1
Sumber: Tjahjono 2008, dengan meodifikasi.

2.5.5 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan berperan dalam menampung air ataupun

melimpaskanya. Daerah yang ditumbuhi banyak pepohonan akan membantu


26

dalam penyerapan air sehingga air akan mudah ditampung dan limpasan air akan

kecil sekali terjadi. Hal ini disebabkan besarnya kapasitas serapan air oleh

pepohonan dan lambatnya air limpasan mengalir akibat tertahan oleh akar dan

batang pohon.

Kaitanya dalam kekeringan, nilai skor rendah diberikan pada daerah

dengan tutupan lahan didominasi oleh pepohonan, sedangkan nilai skor tinggi

untuk daerah dengan penutup lahan minim pepohonan atau tanpa pepohonan.

Pemberian nilai nol pada tubuh air dikarenakan tubuh air dianggap tidak pernah

mengalami kekeringan. Klasifikasi masing-masing penggunaan lahan yang

berkaitan dengan potensi kekeringan dapat dilihat pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Klasifikasi penggunaan lahan terhadap kekeringan

No Penggunaan lahan Harkat


1 Tanah terbuka, lahan terbangun(pemukiman) 4
2 Pertanian lahan kering, tegalan, sawah 3
3 Semak 2
4 Hutan, kebun campuran, perkebunan, tambak 1
5 Tubuh air 0
Sumber: Fersely, 2007
27

Citra Landsat 7ETM+

path120 row 65 perekaman Batas administrasi


september 2002 dan 2012 Kabupaten Klaten
Koreksi Geometri Peta Curah hujan

Pemotongan area Peta Peta

Hidrogeologi Penggunaan lahan


Koreksi Radiometri & highlight cloud
Validasi

Citra landsat 7ETM+ Klaten


Diterima/tidak
terkoreksi & bebas awan

Skoring dan overlay


Tranformasi Tranformasi

Wetness index Brightness index


Pembobotan
Tranformasi NDVI Diterima

Peta potensi
Klasifikasi Tidak Diterima
tingkat
Vectorize Cek Lapangan kekeringan

Peta NDVI Peta Indeks Peta Indeks

Kecerahan Kelembaban

Keterangan :
Input Hasil antara

Proses Output

Gambar 2.3. Diagram Alir Penelitian


28

2.6 Penelitian Relevan

Penelitian mengenai kekeringan berbasis penginderaan jauh telah

dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang dilakukan baik hanya

berdasarkan analisis citra satelit maupun gabungan antara analisis citra satelit

dengan parameter kondisi fisik lahan. Rahma Winati (2006) telah melakukan

penelitian di sebagian Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini mencoba

memetakan daerah potensi rawan kekeringan menggunakan citra Landsat 7 ETM+

perekaman bulan Juni 2002. Metode yang digunakan yaitu analisis berbasis Citra

Satelit dengan menghitung nilai spektral citra hasil Tranformasi Normalized

Difference Vegetation Index dan Wetness Index dan mengkelaskan ke dalam

beberapa tingkat klasifikasi. Hasil dari penelitian ini adalah peta potensi rawan

kekeringan.

Penelitian dilakukan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Lahan Pertanian (2007) yaitu oleh Rizatus Shofiyati pada lahan

sawah DAS Citarum Jawa Barat. Menggunakan citra Landsat TM dengan

pemilihan tanggal perekaman yang mewakili musim kemarau, peneliti mencoba

mengintegrasikan nilai spektral citra Landsat TM hasil tranformasi NDVI,

Wetness Index dan Brightness Temperatur. Adapun penelitian tersebut hanya

pada lahan pertanian yaitu sawah. Hasil dari integrasi tranformasi tersebut

dikelaskan menjadi empat kelas dengan hasil akhir peta tingkat kekeringan lahan

sawah DAS Citarum Jawa Barat.

Puguh Dwi Raharjo (2010) melakukan penelitian di Kabupaten Kebumen

mencoba mengkombinasikan analisis citra satelit dengan kondisi fisik lahan.


29

Penelitian ini menggunakan data citra Landsat TM 7 perekaman bulan juni 2002.

Analisis citra satelit untuk kekeringan yang dilakukan yaitu menggunakan

tranformasi Normalized Difference Vegetation Index, Wetness Index dan

Brightess Index. Hasil tranformasi tersebut dipisahkan nilai spektral yang

berpotrensi dan yang tidak berpotensi kekeringan. Adapun parameter kondisi fisik

yang digunakan yaitu Kondisi Hidrogeologi (potensi air tanah), Curah Hujan, dan

Penggunaan Lahan. Hasil analisi citra satelit dioverlaykan dengan parameter

penunjang dengan memperhitungkan tingkat pengaruh kekeringan dengan hasil

akhir peta identifikasi potensi kekeringan.

Dari paparan penelitian tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian

mengenai kekeringan berbasis penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah citra Landsat TM5 tahun 2009

dengan pemilihan tanggal perekaman 29 Juni dan parameter penunjang yang

terdiri atas Rata-rata curah hujan, kondisi hidrogeologi dan penggunaan lahan.

Adapun metode yang digunakan yaitu interpretasi citra digital dengan teknik

tranformasi NDVI, indeks kelembaban dan indeks kecerahan. Tranformasi

tersebut merupakan tranformasi yang menduga nilai lengas tanah dengan asumsi

tanah dengan nilai lengas rendah maka potensi untuk terjadi kekeringan tinggi.

Hasil transformasi tersebut dibuat peta NDVI, indeks kelembaban dan indeks

kecerahan Pada penelitian ini tidak terlepas dari analisis Sistem Informasi

Geografis dengan metode skoring dan pembobotan yang dilakukan dengan teknik

overlay.
30

Tabel 2.9 Penelitian sebelumnya

Nama Judul Penelitian Tujuan Peneltian Parameter Data citra Hasil Penelitian
Rahma Aplikasi Indeks Vegetasi untuk  Mengetahui kemampuan  NDVI Landsat 7 ETM+ Peta Potensi
Winati, Penentuan Potensi Rawan Terhadap Citra landsat 7 ETM+ dalam  RVI tahun 2002 Rawan
2006 Kekeringan di sebagian Kabupaten mengidentifikasi potensi  Wetness Index Kekeringan
Kulonprogo rawan kekeringan
 Melakukan pengkelasan
Tingkat kekeringan
berdasarkan Vegetation index
dan Wetness index
Riztus Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan mengidentifikasi, mengkaji,  NDVI Landsat TM Peta Tingkat
Shofiyati, di Lahan Pertanian memetakan, dan memonitor  Brightness tanggal Kekeringan Pada
2007 kekeringan menggunakan pola Temperatur perekaman Lahan Sawah
spektral, TCT, NDVI, dan BT  Wetness Index diseleksi
berdasarkan
waktu yg
mewakili musim
kemarau
Puguh Teknik Penginderaan Jauh dan Mengidentifikasi wilayah yang  Wetness index Landsat 7TM Peta Identifikasi
Dwi Sistem Informasi Geografis untuk mempunyai potensi kekeringan  Brightness index tahun 2003 Potensi
Raharjo, Identifikasi Potensi Kekeringan di Kabupaten Kebumen  NDVI Kekeringan
2010 Kabupaten Kebumen berdasarkan parameter-  Curah hujan
parameter fisiknya secara  Hidrogeologi
umum.  Penggunaan Lahan
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Obyek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah

dengan obyek penelitian yaitu potensi kekeringan.

3.2 Populasi dan Sampel

Penelitian deteksi potensi kekeringan ini yang menjadi populasi adalah

potensi kekeringan wilayah Kabupaten Klaten. Sedangkan penentuan sampel

dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling. Penentuan

sampel dilakukan pada hasil penggabungan Normalized Difference Vegetation

Index (NDVI), Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan. Sampel yang diambil

sebanyak 30 titik yang didasarkan pada kelas NDVI, namun tetap

mempertimbangkan indeks kecerahan dan indeks kebasahan sehingga hasil dari

kelas ke tiga indeks tersebut dapat terwakili (Lampiran 2.3)

3.3 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian deteksi potensi kekeringan ini terdiri dari 2

kelompok yautu variabel yang didapatkan dari interpretasi citra Landsat 7 ETM+

dan variabel kondisi fisiografis berpengaruh terhadap kekeringan.

1. Interpretasi citra Landsat 7 ETM+

a. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

b. Indeks Kebasahan (Wetness Index)

31
32

c. Indeks Kecerahan (Brightness Index)

2. Kondisi fisiografis berpengaruh kekeringan

a. Curah hujan

b. Kondisi geohidrologi

c. Penggunaan lahan

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Laptop Amd 2.0 Ghz, Ram 2 Gb, Hardisk 500 Gb, sebagai alat untuk

kegiatan pemetaan dan interpretasi citra satelit.

(2) Aplikasi program Er Mapper 7.0, sebagai aplikasi untuk kegiatan analisis

citra satelit.

(3) Aplikasi program ArcGIS 9.3 dan ArcVew 3.3, sebagai aplikasi untuk

pemrosesan peta digital.

(4) GPS, untuk menentukan titik koordinat sampel di lapangan.

(5) Kamera, untuk kegiatan dokumentasi di lapangan.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(1) Citra Landsat 7 ETM+ Path 120 row 65, perekaman September 2002 dan

September 2012

(2) Peta Geohidrologi Kabupaten Klaten

(3) Peta Rata-rata curah hujan tahun 2008 - 2011 Kabupaten Klaten

(4) Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Klaten tahun 2011.


33

3.5 Teknik Perolehan Data

Pada penelitian ini teknik perolehan data yang digunakan meliputi:

1. Pengumpulan data penginderaan jauh adalah pengumpulan data hasil

perekaman obyek dengan menggunakan sensor buatan. Data ini dapat berupa

citra foto dan non-foto atau data numerik. Data numerik umumnya direkam

pada Computer Compatible Tape (CCT). Data ini bisa dipesan melalui

instansi-instansi tertentu, baik dalam maupun luar negeri (Tika, 2005:61).

Teknik memperoleh data penginderaan jauh berupa citra Landsat 7ETM+ yaitu

dengan cara men-download langsung melalui situs resmi USGS yaitu

www.glovis.usgs.gov. Untuk dapat men-download harus mempunyai akun

terlebih dahulu yang berisikan informasi data pen- download dan keperluan

penggunaan data. Citra satelit Landsat 7ETM+ yang didownload merupakan

citra perekaman September 2002 dan September 2012.

2. Pengumpulan data sekunder, merupakan cara dan teknik pengumpulan data

tidak secara langsung dari subjek atau obyek yang diteliti, tetapi melalui pihak

lain seperti instansi-instansi atau lembaga yang terkait, perpustakaan, arsip

perorangan dan sebagainya (Tika, 2005:60). Dalam mengumpulkan data

sekunder, peneliti membuat surat ijin mencari data dan penelitian yang

ditujukan pada instansi terkait. Setelah mendapatkan persetujuan dari instansi

terkait, maka data sekunder yang dibutuhkan dapat diberikan. Data sekunder

dalam penelitian ini adalah curah hujan tahun 2008 - 2011 yang diperoleh dari

BMKG, peta geohidrologi dan peta penggunaan lahan yang diperoleh dari

BAPPEDA Kabupaten Klaten.


34

3. Observasi, merupakan cara dan teknik perolehan data dengan melakukan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena

yang ada pada obyek penelitian (Tika, 2005:44). Dalam mengumpulkan data

menggunakan teknik observasi, peneliti mengamati kondisi lapangan dengan

mencocokkan hasil interpretasi yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun

kondisi lapangan yang diamati meliputi kondisi fisik wilayah di Kabupaten

Klaten berdasarkan hasil interpretasi Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI), Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan..

3.6 Tahap Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan penelitian, meliputi tahap

persiapan, tahap penelitian dan tahap akhir yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini dilakukan berbagai persiapan dengan mengumpulkan data-

data yang diperlukan dalam penelitian seperti citra satelit Landsat 7 ETM+, peta

curah hujan, peta geohidrologi, peta penggunaan lahan, persiapan peralatan dan

studi kepustakaan mengenai literatu-literatur yang terkait dengan obyek

penelitian.

2. Tahap penelitian

Tahap penelitian dalam penelitian ini adalah pemrosesan citra digital

dengan menganalisis indeks kecerahan, indeks kebasahan, dan indeks kehijauan

untuk menegtahui tingkat kelengasan tanah dan kehijauan tanaman. Setelah

pemrosesan citra digital selesai kemudian menggabungkan hasil tersebut dengan

peta rata-rata curah hujan, peta geohidrologi, dan peta penggunaan lahan. Hasil
35

penggabungan tersebut akan dilakukan sekoring hingga didapatkan tingkat potensi

kekringan. Pengukuran lapangan diperlukan guna validasi hasil analisis citra

maupun hasil peta potensi kekeringan.

3. Tahap akhir

Pada tahap akhir ini, berupa penyusunan hasil penelitian dalam bentuk laporan.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik dalam penelitian ini menggunakan kombinasi antara analisis citra

digital dan dilanjutkan dengan teknik sistem informasi geografis.

1. Teknik Interpretasi Citra Digital

Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra

dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek

tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital.

Pada penelitian ini menggunakan teknik interpretasi citra secara digital.

Salah satu metode interpretasi digital adalah transformasi citra. Transformasi citra

merupakan upaya untuk menonjolkan salah satu obyek dan menekan aspek yang

lain. Citra yang digunakan untuk transformasi ini adalah citra yang telah

terkalibrasi radiometri, sehingga nilai yang digunakan adalah nilai surface

reflectance.

Transformasi citra yang digunakan dalam mendeteksi daerah berpotensi

kekeringan berupa teknik Normalized Difference Vegetation Index (NDVI),

Indeks Kecerahan (Brightness index) dan indeks kebasahan (Wetness index).


36

Transformasi tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi spasial mengenai

kerapatan vegetasi dan kelembaban permukaan.

2. Teknik Sistem Informasi Geografis

a. Metode Pengharkatan (Scoring)

Metode pengharkatan adalah pemberian skor terhadap masing-masing

kelas dalam setiap parameter. Pemberian harkat ini didasarkan pada seberapa

besar pengaruh kelas tersebut terhadap kekeringan. Semakin tinggi pengaruhnya

terhadap kekeringan maka harkat yang diberikan akan semakin tinggi.

Pemberian harkat terhadap parameter-parameter kekeringan dilakukan

secara linear terhadap kelas-kelas dalam suatu parameter kekeringan. Adapun

penjelasan dan kriteria pengharkatan untuk masing-masing parameter dapat dilihat

pada bab II yang telah dijelaskan sebelumnya.

Menentukan interval kelas potensi kekeringan dalam penelitian ini dengan

cara menjumlahkan skor tertinggi dikurangi jumlah skor terendah dibagi dengan

jumlah kelas yang diinginkan. Rumus berikut digunakan untuk mempermudah

perhitungan:

Skor maksimal – skor minimal


Interval Kelas =
Jumlah kelas

Berdasarkan parameter-parameter yang telah disebutkan didapatkan penjumlahan

skor maksimum adalah 27 dan jumlah skor minimum adalah 6, jumlah kelas yang

dibuat dalam penelitian ini adalah 5 kelas.

27 – 6
Interval Kelas = = 4,2 dibulatkan menjadi 4
5
37

Setelah interval kelas didapatkan, maka kelas potensi kekeringan dapat ditetapkan

dan disajikan pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Klasifikasi kelas potensi kekeringan

No Kelas Interval Kelas Potensi Kekeringan

1 I 6 – <=10 Sangat rendah

2 II >10 – <=14 Rendah

3 III >14 – <=18 Agak tinggi

4 IV >18 – <=22 Tinggi

5 V >22 Sangat tinggi

Sumber: perhitungan data, 2012.

b. Metode Tumpang tindih (overlay)

Tumpang tindih merupakan interaksi atau gabungan dari beberapa peta

biofisik pemicu kekeringan. Tumpang tindih beberapa peta menghasilkan suatu

informasi baru dalam bentuk luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan

beberapa poligon dari peta-peta tersebut. Peta yang ditumpang tindih merupakan

peta-peta yang sebelumnya telah diberi skor pada setiap kelas dari masing-masing

parameter biofisik sehingga menghasilkan peta zonasi kekeringan.

3.8 Uji Ketelitian Interpretasi Citra

Metode uji ketelitian interpretasi citra diperoleh dari survei lapangan

dengan menggunakan tabel kesesuaian. Uji ketelitian bertujuan untuk mengetahui

keakuratan hasil pengolahan citra dengan nilai ambang akurasi citra 85%, nilai

tersebut digunakan sebagai nilai minimum untuk diterimanya suatu interpretasi


38

berbasis citra penginderaan jauh. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan metode simple random sampling karena populasi merupakan

Kabupaten Klaten dengan daerah yang luas. Pengambilan sampel didasarkan pada

hasil interpretasi digital citra satelit Landsat 7ETM+ yaitu kelas Normalized

Difference Index, Indeks Kecerahan (Brightess Index) dan Indeks Kebasahan

(Wetness Index).

∑ Titik benar
Tingkat Kebenaran Interpretasi = X 100%
∑ Titik yang disurvei

Nilai keakuratan dapat diketahui dengan menggunakan rumus di atas, yaitu

dengan membandingkan jumlah titik survei yang benar dengan jumlah titik

keseluruhan survei (Danoedoro, 2012:330).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum daerah Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

a. Letak Astronomis

Letak astronomis adalah letak suatu daerah yang didasarkan atas garis

lintang dan garis bujur. Secara astronomis Kabupaten Klaten berada pada

koordinat 110˚ 26‟ 14” – 110˚ 47‟ 33” BT dan 07˚ 32‟ 19” – 07˚ 48‟ 33” LS.

b. Letak Administratif

Kabupaten Klaten merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota yang

berada di Provinsi Jawa Tengah. Secara administrasi, Kabupaten Klaten terbagi

menjadi 26 Kecamatan yaitu: Kemalang, Prambanan, Gantiwarno, Bayat, Cawas,

Karangdowo, Wonosari, Polanharjo, Tulung, Jatinom, Karangnongko, Wedi,

Karangnom, Ngawen, Klaten Utara, Klaten Tengah, Klaten Selatan, Kebonarum,

Manisrenggo, Kalikotes, Trucuk, Ceper, Pedan, Jogonalan, Delanggu dan

Juwiring. Adapun batas administrasi Kabupaten Klaten sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Kabupaten Boyolali

2. Sebelah selatan : Kabupaten Gunung Kidul (Provinsi D.I.Y)

3. Sebelah barat : Kabupaten Sleman (Provinsi D.I.Y)

4. Sebelah timur : Kabupaten Sukoharjo

39
40

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Klaten


41

Tabel 4.1. Luasan Kecamatan di Kabupaten Klaten

No Kecamatan Luas dalam Ha


1 Bayat 4030,566
2 Cawas 3640,932
3 Ceper 2553,693
4 Delanggu 1962,362
5 Gantiwarno 2680,444
6 Jatinom 3622,698
7 Jogonalan 2754,349
8 Juwiring 3121,710
9 Kalikotes 1393,621
10 Karanganom 2583,952
11 Karangdowo 3056,010
12 Karangnongko 2986,014
13 Kebonarum 1099,184
14 Kemalang 5749,488
15 Klaten Selatan 1504,658
16 Klaten Tengah 998,570
17 Klaten Utara 1144,567
18 Manisrenggo 3081,444
19 Ngawen 1843,058
20 Pedan 2009,806
21 Polanharjo 2531,468
22 Prambanan 2667,418
23 Trucuk 3609,612
24 Tulung 3463,108
25 Wedi 2650,788
26 Wonosari 3321,185
Jumlah 70060,71
Sumber: Perhitungan data tahun 2012

4.1.2 Kondisi Bentuk Lahan

Berdasarkan peta bentuk lahan yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten

Klaten (Gambar 4.2), bentuk lahan di daerah penelitian dapat dikelompokkan

menjadi 4 satuan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
42

a. Satuan puncak Gunung Merapi

Satuan puncak gunung merapi Kabupaten Klaten mempunyai luas 852.195 ha

dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl yang terletak di bagian atas

Kecamatan kemalang

b. Satuan kaki Gunung Merapi

Satuan kaki Gunung Merapi Kabupaten Klaten mempunyai luas 31769.399 ha

dengan ketinggian antara 100 – 1000 mdpl. Satuan ini berada pada hampir

separuh Kabupaten Klaten yaitu pada Kecamatan Manisrenggo,

Karangnongko, Jatinom, Tulung, Kebonarum, Ngawen, dan sebagian besar

dari Kecamatan Kemalang, Prambanan, Jogonalan, Klaten selatan, Klaten

Utara, Klaten Tengah, Kebonarum, Karangnom dan Polanharjo.

c. Satuan Perbukitan

Satuan perbukitan di Kabupaten Klaten merupakan satuan bentuk lahan

terkecil dibandingkan dari satuan bentuk lahan yang lain berkisar antara

720.051 ha yang berada pada sebagian Kecamatan Bayat.

d. Satuan Dataran

Satuan dataran di Kabupaten Klaten mempunyai luas 36732.979 ha dengan

ketinggian antara < 100 – 200 mdpl. Satuan ini berada pada hampir separuh

Kabupaten Klaten yaitu pada Kecamatan Wonosari, Juwiring, Karangdowo,

Cawas, Trucuk, Pedan, Gantiwarno, Wedi dan sebagian besar dari Kecamatan

Bayat, Prambanan, Jogonalan, Klaten selatan, Klaten Utara, Klaten Tengah,

Kalikotes, Ceper dan Delanggu.


43

Gambar 4.2 Peta Bentuk Lahan Kabupaten Klaten


44

Tabel 4.2. Luasan Satuan Bentuk Lahan Kabupaten Klaten

No Kecamatan Bentuk Lahan Luas (ha) No Kecamatan Bentuk Lahan Luas (ha)
1 Bayat Satuan Perbukitan 700,63 15 Klaten Satuan Kaki Gunung Merapi 827,673
Satuan Dataran 3329,936 Selatan Satuan Dataran 676,985
2 Cawas Satuan Dataran 3640,932 16 Klaten Satuan Kaki Gunung Merapi 298,854
3 Ceper Satuan Kaki Gunung Merapi 178,685 Tengah Satuan Dataran 699,716
Satuan Dataran 2375,008 17 Klaten Utara Satuan Kaki Gunung Merapi 1083,636
4 Delanggu Satuan Kaki Gunung Merapi 232,972 Satuan Dataran 60,931
Satuan Dataran 1729,389 18 Manisrenggo Satuan Kaki Gunung Merapi 3081,444
5 Gantiwarno Satuan Dataran 2680,444 19 Ngawen Satuan Kaki Gunung Merapi 1842,419
6 Jatinom Satuan Kaki Gunung Merapi 3622,697 Satuan Dataran 0,639
7 Jogonalan Satuan Kaki Gunung Merapi 1857,711 20 Pedan Satuan Dataran 2009,806
Satuan Dataran 896,638 21 Polanharjo Satuan Kaki Gunung Merapi 2278,673
8 Juwiring Satuan Dataran 3121,71 Satuan Dataran 252,795
9 Kalikotes Satuan Kaki Gunung Merapi 78,555 22 Prambanan Satuan Kaki Gunung Merapi 1475,626
Satuan Dataran 1315,066 Satuan Dataran 1191,792
10 Karanganom Satuan Kaki Gunung Merapi 2431,677 23 Trucuk Satuan Dataran 3609,612
Satuan Dataran 152,275 24 Tulung Satuan Kaki Gunung Merapi 3463,108
11 Karangdowo Satuan Dataran 3056,01 25 Wedi Satuan Perbukitan 29,759
12 Karangnongko Satuan Kaki Gunung Merapi 2986,014 Satuan Dataran 2621,029
13 Kebonarum Satuan Kaki Gunung Merapi 1099,184 26 Wonosari Satuan Dataran 3321,185
14 Kemalang Satuan Puncak Gunung Merapi 863,602
Satuan Kaki Gunung Merapi 4885,886

Sumber: Pengolahan data tahun 2012


45

4.1.3 Kondisi Topografi

Letak Kabupaten Klaten secara topografis diapit oleh Gunung Merapi dan

Pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75 – 2991 meter di atas permukaan

air laut (DPL). Adapun pengelomokkan wilayah Kabupaten berdasarkan

ketinggian sebagai berikut:

a. Wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl, meliputi sebagian besar dari

Kecamatan Wonosari, Juwiring, Karangdowo, Cawas dan sebagian kecil dari

Kecamatan Pedan.

b. Wilayah dengan ketinggian antara 100 – 200 mdpl, meliputi Kecamatan

Delanggu, Ceper, Kalten tengah, Klaten Utara, klaten Selatan, Trucuk, Bayat,

Wedi, Gantiwarno, dan sebagian dari Kecamatan Jogonalan, Prambanan,

Kebonarum, Ngawen, Karangnom, Polanharjo, Wonosari, Juwiring,

Karangdowo, Cawas, pedan.

c. Wilayah dengan ketinggian 200 – 400 mdpl meliputi sebagian besar dari

Kecamatan Manisrenggo, Karangnongko, Jatinom, Tulung dan sebagian kecil

dari Kecamatan Jogonalan, Prambanan, Kebonarum, Ngawen, Karangnom,

Polanharjo, Wonosari, Juwiring, Karangdowo, Cawas, pedan.

d. Wilayah dengan ketinggian 400 – 1000 mdpl meliputi sebagian besar

Kecamatan Kemalang, sebagian kecil dari Kecamatan Manisrenggo,

Karangnongko, Jatinom, Tulung.

e. Wilayah dengan ketinggian 1000 – 2000 mdpl terletak di Kecamatan

kemalang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 dan tabel 4.3.
46

Gambar 4.3 Peta Ketinggian Tempat Kabupaten Klaten


47

Tabel 4.3. Luasan Ketinggian Tempat Kabupaten Klaten

No Kecamatan Ketinggian Luas (ha) No Kecamatan Ketinggian Luas (ha)


1 Bayat 100 - 200 mdpl 4030,566 > 1000 mdpl 1241,796
< 100 mdpl 2361,946 14 Kemalang 200 - 400 mdpl 274,491
2 Cawas
100 - 200 mdpl 1278,986 400 - 1000 mdpl 4233,201
3 Ceper 100 - 200 mdpl 2553,693 100 - 200 mdpl 1470,860
15 Klaten Selatan
4 Delanggu 100 - 200 mdpl 1962,362 200 - 400 mdpl 33,798
100 - 200 mdpl 2680,407 16 Klaten Tengah 100 - 200 mdpl 998,570
5 Gantiwarno
200 - 400 mdpl 0,038 100 - 200 mdpl 56,165
200 - 400 mdpl 2920,040 18 Manisrenggo 200 - 400 mdpl 2703,838
6 Jatinom
400 - 1000 mdpl 702,658 400 - 1000 mdpl 321,441
100 - 200 mdpl 2266,161 100 - 200 mdpl 824,450
7 Jogonalan 19 Ngawen
200 - 400 mdpl 488,188 200 - 400 mdpl 1018,608
< 100 mdpl 1255,589 < 100 mdpl 198,673
8 Juwiring 20 Pedan
100 - 200 mdpl 1866,121 100 - 200 mdpl 1811,133
9 Kalikotes 100 - 200 mdpl 1393,621 100 - 200 mdpl 2176,362
21 Polanharjo
100 - 200 mdpl 1194,129 200 - 400 mdpl 355,106
10 Karanganom
200 - 400 mdpl 1389,823 100 - 200 mdpl 2472,227
22 Prambanan
< 100 mdpl 2880,380 200 - 400 mdpl 7,798
11 Karangdowo
100 - 200 mdpl 175,630 23 Trucuk 100 - 200 mdpl 3609,612
100 - 200 mdpl 15,281 100 - 200 mdpl 1,127
12 Karangnongko 200 - 400 mdpl 2398,591 24 Tulung 200 - 400 mdpl 2819,801
400 - 1000 mdpl 572,142 400 - 1000 mdpl 642,180
100 - 200 mdpl 585,751 25 Wedi 100 - 200 mdpl 2650,788
13 Kebonarum
200 - 400 mdpl 513,434 < 100 mdpl 837,141
26 Wonosari
100 - 200 mdpl 2484,044
Sumber: Perhitungan data tahun 2012
48

4.1.4 Kondisi Jenis Tanah

Berdasarkan peta jenis tanah yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten

Klaten (Gambar 4.4), jenis tanah di Kabupaten Klaten terdiri atas beberapa jenis,

baik yang terdapat secara tunggal, campuran beberapa jenis tanah, maupun

kelompok tanah.

a. Aluvial Kelabu: Terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran

rendah, memiliki sifat tanah yang subur. Tanah jenis ini berada di sebagian

Kecamatan Bayat, Cawas, Juwiring, Karangdowo, Trucuk dan Wonosari.

b. Grumosol: Bahan induk berupa abu dan pasir vulkan intermidier terdapat di

sebagian Kecamatan Cawas, Bayat, Gantiwarno dan Wedi.

c. Komplek Litosol & Mediteran Latosol: bahan induk dari skis kristal dan batu

tulis yang terdapat di Kecamatan Bayat.

d. Komplek Litosol & Regosol Kelabu: Tanah campuran dari litosol dan regosol

terdapat pada daerah puncak gunung dan kaki gunung tepatnya di Kecamatan

Kemalang, Manisrenggo, Prambanan, Gantiwarno, Jogonalan dan Wedi.

e. Komplek Regosol Coklat dan Kealabu: bahan induk berupa abu dan pasir

vulkan intermidier terdapat di Kecamatan Bayat dan Kalikotes.

f. Regosol kelabu: Bahan induk abu dan pasir dan pasir vulkanik intermidier

terdapat di sebagian besar Kabupaten Klaten bagian tengah hingga utara.


49

Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Klaten


50

4.1.5 Kondisi Curah Hujan

Kondisi curah hujan di Kabupaten Klaten berdasarkan hasil analisis dari

data yang diperoleh Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan rata-rata

curah hujan pada tahun 2008 – 2011 sebesar 1000 – 2500 mm/th. Data curah

hujan di 7 stasiun penakar hujan dapat dilihat pada lampiran 3. Dari data tersebut

dibuat menjadi peta curah hujan dengan menggunakan metode polygon thiessen.

Proses pembuatan peta curah hujan menggunakan metode polygon thiessen dapat

dilihat pada lampiran 2.2. Berdasarkan hasil pembuatan peta curah hujan

didapatkan informasi 50% dari wilayah Kabupaten Klaten mempunyai kisaran

curah hujan antara 2000 – 2500 mm/th, 25% dari wilayah Kabupaten Klaten

mempunyai kisaran curah hujan antara 1500 – 2000 mm/th dan 25% dari wilayah

Kabupaten Klaten mempunyai kisaran curah hujan antara 1000 – 1500 mm/th.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.5.

Peta curah hujan ini yang nantinya menjadi salah satu parameter untuk

menduga daerah berpotensi terhadap kekeringan. Temperatur udara Kabupaten

Klaten rata-rata 28°-30° Celsius dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 153 mm

setiap bulannya.
51

Gambar 4.5 Peta Curah Hujan Kabupaten Klaten


52

4.1.6 Kondisi Hidrologi & Hidrogeologi

Wilayah kabupaten klaten dilalui oleh 28 sungai parenial atau sungai yang

mengalir sepanjang tahun, sungai-sungai tersebut antara lain yaitu sungai

bengawan solo, sungai dengkeng, sungai pususur, sungai gawe, dan sungai ujung.

Sungai-sungai ini mengalir di beberapa kecamatan dengan banyak anak sungai

dan sungai musiman. Potensi sumberdaya air dari beberapa sungai parenial

tersebut dimanfaatkan dan dikelola dengan membuat saluran-saluran irigasi, baik

teknis maupun setengah teknis maupun sederhana. Berdasarkan pola aliran dan

batas administrasi, departemen pekerjaan umum sub bidang pengairan telah

membagi kabupaten klaten ke dalam lima wilayah irigasi atau UPTD (Unit

Pelayanan Teknis Daerah) yaitu: UPDT Delanggu, UPDT Pedan, Jatinom,

Gondang, Kota.

Jenis akuifer yang berada di Kabupaten Klaten terdiri dari beberapa

tingkatan produktivitas air tanah yaitu:

1. Akuifer dengan produktivitas tinggi, penyebaran luas

2. Akuifer dengan produktivitas sedang, penyebaran luas

3. Akuifer dengan produktivitas sedang, penyebaran setempat

4. Akuifer produktif kecil penyebaran luas

5. Akuifer produktif kecil penyebaran setempat

6. Daerah airtanah langka

Persebaran jenis akuifer tersebut dapat dilihat pada gambar 4.6


53

Gambar 4.6 Peta Hidrogeologi Kabupaten Klaten


54

4.1.7 Kondisi Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Klaten dibedakan menjadi enam jenis

yaitu pemukiman, kebun, tegalan, semak/belukar, sawah dan rawa. Berdasarkan

peta yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Klaten (Gambar 4.7), pada tahun

2011 Kabupaten Klaten memiliki luas kebun 3.921,11 ha (5,5%), pemukiman

seluas 20.368,94 ha (29%), rawa seluas 163,28 ha (0,2%), sawah seluas 30723,95

ha (43,8%), semak belukar seluas 3.657,04 ha (5,2%) dan tegalan seluas

11.226,41 ha (16%). Perhitungan luasan penggunaan lahan pada tiap-tiap

kecamatan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada tabel 4.4.

Jenis penggunaan lahan pada penelitian ini menjadi salah satu parameter

kondisi fisiografis yang berpengaruh terhadap kekeringan. Setiap jenis

penggunaan lahan dikelaskan berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap

kekeringan.

Tabel 4.4 Luasan Penggunaan Lahan Kabupaten Klaten


NoPenggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)
1Kebun 3.921,111 5,59
2Pemukiman 20.368,904 29,07
3Rawa 163,287 0,23
4Sawah 30.723,950 43,85
5Semak Belukar 3.657,046 5,21
6Tegalan 11.226,412 16,02
Total 70.060,710 100
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Klaten, 2012
55

Gambar 4.7 Peta Penggunaan lahan Kabupaten Klaten


56

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Sebaran Daerah Berpotensi Kekeringan

Sebaran daerah berpotensi kekeringan dalam penelitian ini didapatkan dari

penggabungan (Overlay) serta pengharkatan (Scoring) parameter-parameter yang

digunakan yaitu: NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), Indeks

Kecerahan (Brightness Index), Indeks Kebasahan (Wetness Index), kondisi curah

hujan, kondisi hidrogeologi dan penggunaan lahan. Data atribut penggabungan

keenam parameter tersebut dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil sebaran daerah

potensi kekeringan dapat dilihat pada gambar 4.20, tabel 4.8 dan tabel 4.9.

Berikut penjelasan hasil analisis citra Landsat 7ETM+ untuk mengetahui kondisi

permukaan lahan yang berkaitan dengan kekeringan yaitu: NDVI, indeks

kecerahan dan indeks kebasahan. Sedangkan kondisi fisiografis berpengaruh

terhadap kekeringan yaitu: curah hujan, kondisi hidrogeologi dan penggunaan

lahan sudah dijelaskan pada gambaran umum wilayah.

a. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dalam

penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubunganya dengan potensi

kekeringan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara nilai NDVI dengan ketersediaan air tanah (Dian, 2010). Asumsi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa obyek vegetasi merupakan

obyek dengan kapasitas perespan air tinggi, sebaliknya obyek selain vegetasi

merupakan obyek kedap air. Sehingga nilai NDVI yang tinggi menunjukan daerah

dengan kerapatan vegetasi tinggi, kemampuan penyerapan air tinggi. Sebaliknya


57

nilai NDVI yang rendah menunjukkan daerah dengan kerapatan vegetasi yang

rendah, kemamupan penyerapan air rendah.

Berdasarkan hasil pengolahan transformasi NDVI yang diterapkan pada

citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Klaten perekaman bulan kering yang

ditunjukkan gambar 4.8 menghasilkan nilai spektral antara -0,878 sampai dengan

0,948. Nilai negatif memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada piksel

tersebut memiliki nilai pantulan yang lebih tinggi pada band 3 (merah) jika

dibandingkan dengan pantulan pada band 4 (inframerah dekat). Pantulan yang

tinggi pada band merah mengindikasikan kerapatan vegetasi yang rendah karena

pada dasarnya terjadi penyerapan cahaya merah oleh pigmen tanaman.

Nilai NDVI yang tinggi memperlihatkan vegetasi yang lebih rapat. Nilai

pantulan vegetasi pada saluran 4 (Inframerah dekat) lebih tinggi karena pada

panjang gelombang ini cahaya matahari mengandung sebagian besar energinya,

sehingga vegetasi mengantisipasi rusaknya protein dengan memantulkan kembali

cahaya tersebut (Dian, 2010). Proses transformasi NDVI dapat dilihat pada

lampiran 1.7.
58

Gambar 4.8 Hasil Transformasi NDVI Kabupaten Klaten


59

Hasil transormasi NDVI pada citra memiliki nilai yang sangat beragam.

Nilai yang bervariasi ini akan mempengaruhi dalam pemilihan sempel serta

pengharkatan potensi kekeringan karena homogenitasnya. Oleh karena itu,

dilakukan penyerdehanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberapa kelas sehingga

dapat dihasilkan daerah yang lebih homogen atau dalam hal ini memiliki nilai

yang hampir seragam. Adapun teknik pengkelasan transformasi NDVI

menggunakan teknik pemotongan nilai spektral dengan melihat kurva histogram

yang dihasilkan. Berikut gambar kurva histogram hasil transformasi NDVI citra

Landsat 7ETM+ kabupaten Klaten.

Gambar 4.9. Histogram Transformasi NDVI

Mengacu kurva histogram tersebut, dalam penelitian ini nilai spektral NDVI

dikelaskan menjadi 5 kelas yang dapat dijelaskan pada tabel 4.5. Peta hasil

klasifikasi transformasi NDVI dapat dilihat pada gambar 4.10. Proses klasifikasi
60

NDVI dapat dilihat pada lampiran 1.8. Berdasarkan pengkelasan interval nilai

spektral, hasil klasifikasi NDVI Kabupaten Klaten dikategorikan kedalam 5 kelas

yaitu: kelas lahan tidak bervegetasi, kehijauan sangat rendah, kehijauan rendah,

kehijauan sedang dan kehijauan tinggi. Berikut luasan masing – masing kelas

hasil transformasi NDVI.

Tabel 4.5 Luas Kelas NDVI


No Interval nilai Klasifikasi Luas (ha) Persentase
spektral (%)
1 -1 s/d - 0.005 Lahan tidak bervegatasi 847,541 1,21
2 - 0.005 s/d 0.19 Vegetasi sangat rendah 13548,701 19,34
3 0.19 s/d 0.50 Vegetasi rendah 36056,955 51,47
4 0.50 s/d 0.63 Vegetasi sedang 11088,945 15,83
5 0.63 s/d 1.00 Vegetasi tinggi 8518,568 12,16
Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Kelas kerapatan vegetasi hasil transformasi NDVI dijelaskan sebagai berikut:

1. Kelas Lahan Tidak Bervegetasi

Tingkat kerapatan vegetasi kelas lahan tidak bervegetasi mempunyai

luasan 847,541 ha atau 1,21% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa aera pabrik, pertokoan, pemukiman,

rawa dan sawah. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat

ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola

sebaran kelas ini hampir terdapat di semua kecamatan dengan luasan yang kecil.

Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian di bawah

200 mdpl, curah hujan di bawah 2000 mm/th dan banyak terdapat pada

penggunaan lahan pemukiman, sawah, belukar, tegalan dan rawa. Sebaran kelas

lahan tidak bervegetasi hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.
61

Kelas lahan tidak bervegetasi diakibatkan karena pantulan gelombang

elektromagnetik saluran 3 (Band merah) lebih tinggi daripada pantulan dari

saluran 4 (Inframerah dekat). Oleh karena itu, nilai NDVI bernilai rendah.

Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan kurva

histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai

NDVI anatara -1 s/d -0.005 masuk pada kelas lahan tidak bervegetasi.

2. Kelas Vegetasi Sangat Rendah

Tingkat kerapatan vegetasi kelas sangat rendah mempunyai luasan

13548,701 ha atau 19,34% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa aera pabrik, pertokoan, pemukiman,

sawah, belukar, tegalan dan rawa. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak

bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi

NDVI, pola sebaran kelas ini tidak jauh berbeda dengan kelas lahan tidak

bervegetasi. Kelas kerapatan vegetasi sangat rendah pada umumnya terdapat di

dekat atau di luar area lahan tidak bervegetasi. Apabila dilihat kondisi

geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian di bawah 200 mdpl, curah hujan

di bawah 2000 mm/th. Sebaran kelas kerapatan vegetasi sangat rendah hasil

analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi sangat rendah diakibatkan karena pantulan

gelombang elektromagnetik saluran 3 (Band merah) lebih tinggi daripada

pantulan dari saluran 4 (Inframerah dekat). Oleh karena itu, nilai NDVI bernilai

rendah. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan


62

kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki

nilai NDVI anatara -0.005 s/d 0.19 masuk pada kelas vegetasi sangat rendah.

3. Kelas Vegetasi Rendah

Tingkat kerapatan vegetasi kelas rendah mempunyai luasan 36056,955 ha

atau 51,47% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak tersebar di

penggunaan lahan yang berupa pemukiman, belukar dan sawah. Kondisi lapangan

mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10.

Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola sebaran kelas ini tidak jauh berbeda

dengan kelas lahan tidak bervegetasi. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas

ini terdapat pada ketinggian di bawah 200 mdpl, curah hujan di bawah 2000

mm/th. Sebaran kelas kerapatan vegetasi rendah dari hasil analisis NDVI dapat

ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi rendah diakibatkan karena gelombang

elektromagnetik saluran 3 (Band merah) terserap dalam pigmen-pigmen tanaman.

Sedangkan saluran 4 (Inframerah dekat) terpantulkan kembali oleh tanaman untuk

mengantisipasi rusaknya protein. Oleh karena itu, nilai NDVI bernilai rendah.

Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada pemotongan kurva

histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai

NDVI anatara 0.19 s/d 0.50 masuk pada kelas vegetasi rendah.

4. Kelas Vegetasi Sedang

Tingkat kerapatan vegetasi kelas sedang mempunyai luasan 11088,945 ha

atau 15,83% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini banyak tersebar di

penggunaan lahan yang berupa kebun, pemukiman, belukar dan sawah. Kondisi
63

lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.10.

Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola sebaran kelas kerapatan vegetasi

sedang hampir menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Apabila dilihat

kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada ketinggian <100 - >1000 mdpl, curah

hujan antara 100 - 2500 mm/th. Sebaran kelas kerapatan vegetasi sedang dari hasil

analisis NDVI dapat ditunjukkan pada gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi sedang diakibatkan karena gelombang

elektromagnetik saluran 3 (band merah) terserap dalam pigmen-pigmen tanaman.

Sedangkan saluran 4 (inframerah dekat) terpantulkan kembali oleh tanaman

karena untuk mengantisipasi rusaknya protein. Oleh karena itu, pantulan saluran 4

(inframerah dekat) lebih besar daripada pantulan saluran 3 (merah). Hal tersebut

menjadikan nilai NDVI tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang

didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten

Klaten, daerah yang memiliki nilai NDVI anatara 0.50 s/d 0.63 masuk pada kelas

vegetasi sedang.

5. Kelas Vegetasi Tinggi

Tingkat kerapatan vegetasi kelas tinggi mempunyai luasan 8518,568 ha

atau 12,16% dari luas total wilayah (Tabel 4.5). Kelas ini terdapat hampir di setiap

penggunaan lahan. Kondisi lapangan mengenai lahan tidak bervegetasi dapat

ditunjukkan pada gambar 4.10. Berdasarkan hasil transformasi NDVI pola

sebaran kelas kerapatan vegetasi tinggi hampir menyebar di seluruh wilayah

Kabupaten Klaten. Apabila dilihat kondisi geografisnya, kelas ini terdapat pada

ketinggian <100 - >1000 mdpl, curah hujan antara 2000 - 2500 mm/th. Sebaran
64

kelas kerapatan vegetasi tinggi dari hasil analisis NDVI dapat ditunjukkan pada

gambar 4.11.

Kelas kerapatan vegetasi tinggi diakibatkan gelombang elektromagnetik

saluran 3 (Band merah) terserap dalam pigmen-pigmen tanaman. Sedangkan

saluran 4 (Inframerah dekat) terpantulkan kembali oleh tanaman karena untuk

mengantisipasi rusaknya protein. Oleh karena itu, pantulan saluran 4 (inframerah

dekat) lebih besar daripada pantulan saluran 3 (merah). Hal tersebut menjadikan

nilai NDVI tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai NDVI yang didasarkan pada

pemotongan kurva histogram transformasi NDVI Kabupaten Klaten, daerah yang

memiliki nilai NDVI anatara 0.63 s/d 1 masuk pada kelas vegetasi tinggi.

Kelas NDVI lahan tidak bervegatasi Kelas NDVI vegetasi sangat rendah
Koordinat X: 458349 Y:9142144 mU Koordinat X: 455698 Y: 9148391

Kelas NDVI vegetasi rendah


Koordinat X: 465847 Y:9138509 mU Kelas NDVI vegetasi sedang
Koordinat X: 465847 Y: 9138509

Kelas NDVI vegetasi tinggi


Koordinat X: 465847 Y: 9138509
Gambar 4.10. Kondisi Lapangan Kelas NDVI
65

Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Transformasi NDVI Kabupaten Klaten


66

b. Indeks Kecerahan (Brightness Index)

Transformasi Indeks Kecerahan (Brightness Index) dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui hubunganya dengan potensi kekeringan. Asumsi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi nilai kecerahan suatu

obyek pada citra maka obyek tersebut semakin kering, sebaliknya semakin rendah

tingkat kecerahan obyek pada citra maka obyek tersebut semakin basah.

Berdasarkan hasil pengolahan transformasi indeks kecerahan yang

diterapkan pada citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Klaten yang ditunjukan pada

gambar 4.12 menghasilkan nilai spektral antara 7,31 sampai dengan 528,02. Nilai

spektral hasil transformasi indeks kecerahan yang rendah memperlihatkan bahwa

obyek yang berada pada pixel tersebut memiliki nilai pantulan yang rendah.

Nilai pantulan yang rendah pada suatu citra penginderaan jauh dapat

diakibatkan karena obyek tersebut memiliki permukaan yang kasar sehingga

pantulan kemabali dari obyek tersebut tidak sempurna. Nilai pantulan yang rendah

juga dapat diakibatkan pada obyek air. Dalam ilmu penginderaan jauh pantulan ini

dinamakan pantulan baur. Sedangkan pantulan yang tinggi pada suatu citra

penginderaan jauh diakibatkan karena obyek yang terkena gelombang

elektromagnetik merupakan obyek yang mempunyai tingkat kehalusan serta

kekerasan tinggi, sehingga gelombang elektromagnetik dapat terpantulkan dengan

sempurna. Proses transformasi indeks kecerahan dapat dilihat pada lampiran 1.9.
67

Gambar 4.12 Hasil Transformasi Indeks Kecerahan Kabupaten Klaten


68

Hasil transormasi Indeks Kecerahan pada citra memiliki nilai yang sangat

beragam. Nilai yang bervariasi ini akan mempengaruhi dalam pemilihan sempel

serta pengharkatan rawan kekeringan karena homogenitasnya. Oleh karena itu,

dilakukan penyerdehanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberapa kelas, sehingga

dapat dihasilkan daerah yang lebih homogen atau dalam hal ini memiliki nilai

yang hampir seragam. Adapun teknik pengkelasan transformasi indeks kecerahan

menggunakan teknik pemotongan nilai spektral dengan melihat kurva histogram

yang dihasilkan. Berikut gambar kurva histogram hasil transformasi Indeks

Kecerahan citra Landsat 7ETM+ kabupaten Klaten.

Gambar 4.13 Histogram Transformasi Indeks Kecerahan

Mengacu kurva histogram tersebut, dalam penelitian ini nilai spektral indeks

kecerahan dikelaskan menjadi 5 kelas yang dapat dijelaskan pada tabel 4.6. Peta

hasil klasifikasi transformasi indeks kecerahan dapat dilihat pada gambar 4.15.
69

Proses klasifikasi indeks kecerahan dapat dilihat pada lampiran 1.10. Berdasarkan

pengkelasan interval nilai spektral, hasil klasifikasi indeks kecerahan Kabupaten

Klaten dikategorikan kedalam 5 kelas yaitu: Sangat gelap, gelap, agak cerah,

cerah dan sangat cerah. Berikut luasan masing – masing kelas hasil transformasi

indeks kecerahan.

Tabel 4.6 Luas Kelas Indeks Kecerahan


No Interval nilai Klasifikasi Luas (ha) Persentase
spektral (%)
1 ≤ 113.122 Sangat gelap 3664,339 5,23
2 113.122 – 147.368 Gelap 28051,457 40,04
3 147.368 – 177.663 Agak cerah 25142,320 35,89
4 177.663 – 206.641 Cerah 9486,439 13,54
5 >206.641 Sangat cerah 3716,156 5,30
Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Kelas kecerahan hasil transformasi indeks kecerahan dijelaskan sebagai berikut:

1. Indeks Kecerahan Kelas Sangat Gelap

Daerah dengan indeks kecerahan kelas sangat gelap mempunyai luasan

3664,339 ha atau 5,23% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa kebun, sawah dan daerah yang

mempunyai kelembaban tinggi. Kondisi lapangan mengenai Indeks kecerahan

kelas sangat gelap dapat ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil

transformasi indeks kecerahan pola sebaran kelas sangat gelap hanya terdapat di

beberapa daerah dengan cakupan kecil.

Kelas kecerahan sangat gelap diakibatkan karena obyek yang dikenai

gelombang elektromagnetik merupakan obyek air atau permukaan yang lunak

sehingga gelombang elektromagnetik dapat terserap atau terhamburkan dan

sedikit membalikkan gelombang elektromagnetiknya. Akibat dari hal tersebut


70

nilai spektral indeks kecerahan bernilai rendah. Kelas ini terdapat pada rawa atau

sawah yang masih terdapat air. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks

kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks

kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral anatara nilai

terendah s/d 113.122 masuk pada kelas sangat gelap.

2. Indeks Kecerahan Kelas Gelap

Daerah dengan indeks kecerahan kelas gelap mempunyai luasan

28051,457 ha atau 40,04% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini tersebar di

penggunaan lahan yang berupa sawah, kebun maupun pemukiman yang terdapat

pohon. Kondisi lapangan mengenai indeks kecerahan kelas gelap dapat

ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan

pola sebaran kelas gelap hampir terdapat di setiap kecamatan yang dapat dilihat

pada gambar 4.15. Kelas ini banyak terdapat di penggunaan lahan berupa sawa,

kebun ataupun pemukiman yang terdapat pohon.

Kelas kecerahan bernilai gelap diakibatkan obyek yang kasar ataupun

lunak sehingga gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satelit terserap

ataupun terhamburkan. Oleh sebab itu gelombang balik elektromagnetik dari

objek kurang sempurna dan mengakibatkan pada penajaman (Transformasi)

kecerahan nilai spektralnya rendah (lebih tinggi dari kelas sangat gelap).

Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada

pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten,

daerah yang memiliki nilai spektral anatara 113.122 s/d 147.368 masuk pada kelas

gelap.
71

3. Indeks Kecerahan Agak Cerah

Daerah dengan indeks kecerahan kelas agak cerah mempunyai luasan

25142,320 ha atau 35,89% dari luas total wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa sawah, tegalan dan kebun yang kering.

Kondisi lapangan mengenai indeks kecerahan kelas agak cerah dapat ditunjukkan

pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan pola sebaran

kelas agak cerah sebagian besar terdapat di Kecamatan Tulung, Manisrenggo,

Prambanan, Gantiwarno, Jogonalan, dan Ceper (Gambar 4.15).

Kelas kecerahan agak cerah diakibatkan obyek berupa lahan yang

mempunyai permukaan kering dan keras seperti sawah dan tegalan sehingga

gelombang balik elektromagnetik yang dipancarkan hampir sempurna. Pada

obyek seperti ini kisaran nilai spektral hasil penajaman (Transformasi) kecerahan

agak tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang

didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kecerahan

Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral anatara 147.368 s/d

177.663 masuk pada pada kelas agak cerah.

4. Indeks Kecerahan Cerah

Daerah dengan indeks kecerahan kelas cerah mempunyai luasan paling

kecil diantara kelas lainya yaitu 9486,439 ha atau 13,54% dari luas total wilayah

(Tabel 4.6). Kelas ini tersebar di penggunaan lahan yang berupa sawah dan

tegalan yang kondisinya kering ataupun pada lahan terbangun seperti pemukiman

dan pabrik. Kondisi lapangan mengenai Indeks kecerahan kelas cerah dapat

ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan,


72

kelas cerah sebagian besar terdapat di Kecamatan Bayat, Cawas dan Jogonalan

(Gambar 4.15).

Kelas kecerahan cerah diakibatkan gelombang elektromagnetik yang

dipancarkan mengenai sawah dan tegalan yang kering ataupun atap bangunan

yang halus dan keras dengan tanpa hambatan sehingga dapat membalikkan

gelombang elektromagnetik secara sempurna. kisaran nilai spektral hasil

penajaman (Transformasi) pada obyek seperti ini tinggi. Berdasarkan klasifikasi

nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan kurva

histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang

memiliki nilai spektral anatara 177.663 s/d 206.641 masuk pada kelas cerah.

5. Indeks Kecerahan Sangat Cerah

Daerah dengan indeks kecerahan kelas sangat cerah mempunyai luasan

paling kecil diantara kelas lainya yaitu 3716,156 ha atau 5,30% dari luas total

wilayah (Tabel 4.6). Kelas ini tersebar di penggunaan lahan terbangun seperti

pemukiman dan pabrik maupun sawah dan tegalan yang kondisinya sangat kering.

Kondisi lapangan mengenai Indeks kecerahan kelas sangat cerah dapat

ditunjukkan pada gambar 4.14. Berdasarkan hasil transformasi indeks kecerahan,

kelas sangat cerah sebagian besar terdapat di Kecamatan Bayat, Cawas, Jogonalan

dan Klaten (Gambar 4.15).

Kelas kecerahan sangat cerah diakibatkan gelombang elektromagnetik

yang dipancarkan mengenai sawah dan tegalan yang kering ataupun atap

bangunan yang halus dan keras dengan tanpa hambatan sehingga dapat

membalikkan gelombang elektromagnetik secara sempurna. kisaran nilai spektral


73

hasil penajaman (transformasi) pada obyek seperti ini sangat tinggi. Berdasarkan

klasifikasi nilai spektral indeks kecerahan yang didasarkan pada pemotongan

kurva histogram transformasi indeks kecerahan Kabupaten Klaten, daerah yang

memiliki nilai spektral > 206.641 masuk pada kelas sangat cerah.

Kelas indeks kecerahan sangat gelap Kelas indeks kecerahan sangat gelap
Koordinat X: 458349 Y:9142144 Koordinat X: 452260 Y: 9157669

Kelas indeks kecerahan gelap Kelas indeks kecerahan cerah


Koordinat X: 465847 Y: 9138509 Koordinat X: 457058 Y: 9149842

Kelas indeks kecerahan agak cerah


Koordinat X: 462448 Y: 9152474
Gambar 4.14 Kondisi Lapangan Kelas Indeks Kecerahan.
74

Gambar 4.15 Hasil Klasifikasi Indeks Kecerahan Kabupaten Klaten


75

c. Indeks Kebasahan (Wetness Index)

Transformasi Indeks Kebasahan (Wetness Index) dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui hubunganya dengan potensi kekeringan. Asumsi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin rendah nilai spektral hasil

transformasi Indeks Kebasahan suatu obyek maka obyek tersebut semakin kering,

sebaliknya semakin tinggi tingkat nilai spektral hasil transformasi Indeks

Kebasahan suatu obyek maka obyek semakin basah.

Berdasarkan hasil pengolahan transformasi Indeks Kebasahan yang

diterapkan pada citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Klaten perekaman bulan kering

yang ditunjukan pada gambar 4.16 menghasilkan nilai spektral antara -215,875

sampai dengan 61,358. Nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan yang

rendah memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada pixel tersebut memiliki

kondisi kelembaban rendah sehingga menghasilkan nilai pantulan yang tinggi.

Sebaliknya nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan yang tinggi

memperlihatkan bahwa obyek yang berada pada pixel tersebut memiliki kondisi

kelembaban tinggi sehingga menghasilkan nilai pantulan yang rendah. Oleh

karena itu, tinggi rendahnya nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan

dapat menggambarkan tingkat kelembaban suatu obyek. Proses transformasi

indeks kebasahan dapat dilihat pada lampiran 1.11


76

Gambar 4.16 Hasil Transformasi Indeks Kebasahan Kabupaten Klaten


77

Hasil transormasi Indeks Kebasahan pada citra memiliki nilai yang sangat

beragam. Nilai yang bervariasi ini akan mempengaruhi dalam pemilihan sempel

serta pengharkatan rawan kekeringan karena homogenitasnya. Oleh karena itu,

dilakukan penyerdehanaan nilai-nilai tersebut menjadi beberapa kelas, sehingga

dapat dihasilkan daerah yang lebih homogen atau dalam hal ini memiliki nilai

yang hampir seragam. Adapun teknik pengkelasan transformasi Indeks Kecerahan

menggunakan teknik pemotongan nilai spektral dengan melihat kurva histogram

yang dihasilkan. Berikut gambar kurva histogram hasil transformasi Indeks

Kecerahan citra Landsat 7ETM+ kabupaten Klaten.

Gambar 4.17 Histogram Transformasi Indeks Kebasahan

Mengacu kurva histogram tersebut, dalam penelitian ini nilai spektral indeks

kebasahan dikelaskan menjadi 5 kelas yang dapat dijelaskan pada tabel 4.7. Peta

hasil klasifikasi transformasi indeks kebasahan dapat dilihat pada gambar 4.19.
78

Proses klasifikasi indeks kecerahan dapat dilihat pada lampiran 1.9. Berdasarkan

pengkelasan interval nilai spektral, hasil klasifikasi indeks kebasahan Kabupaten

Klaten dikategorikan kedalam 5 kelas yaitu: Sangat kering, kering, lembab, sangat

lembab dan tergenang. Berikut luasan masing – masing kelas hasil transformasi

indeks kebasahan.

Tabel 4.7 Luas Kelas Indeks Kebasahan


Persentase
No Interval nilai spektral Klasifikasi Luas (ha) (%)
1 Nilai terendah s/d -73.518 Sangat kering 21179,138 30,23
2 -73.518 s/d -37.753 Kering 18580,532 26,52
3 -37.753 s/d -21.157 Sedang/lembab 25909,164 36,98
4 -21.157 s/d 21.152 Sangat lembab 3281,535 4,68
5 21.152 s/d nilai tertinggi Tergenang 1110,341 1,58
Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Kelas kecerahan hasil transformasi indeks kecerahan dijelaskan sebagai berikut:

1. Indeks Kebasahan Kelas Sangat Kering

Daerah dengan indeks kebasahan kelas sangat kering mempunyai luasan

21179,138 ha atau 30,23 % dari luas total wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa pemukiman, pabrik, pertokoan (lahan

terbangun), sawah, tegalan dan belukar. Kondisi lapangan mengenai indeks

kebasahan kelas sangat kering dapat ditunjukkan pada gambar 4.18. Berdasarkan

hasil transformasi indeks kebasahan, pola sebaran kelas sangat kering sebagian

besar terdapat di Kecamatan Bayat, Cawas, Karangdowo, Pedan, Ceper, Juwiring,

Wonosari, Delanggu, Karangnom, Klaten Utara, Klaten tengah, Klaten selatan,

Kalikotes, Wedi, Gantiwarno dan Prambanan (Gambar 4.19). Apabila dilihat

kondisi geografisnya, kelas ini sebagian besar terdapat pada ketinggian di bawah

200 mdpl.
79

Indeks kebasahan kelas sangat kering diakibatkan karena obyek yang

dikenai gelombang elektromagnetik merupakan obyek dengan permukaan

cenderung kasar hingga halus. Hal tersebut mengakibatkan gelombang

elektromagnetik yang dipancarkan dari satelit terbalikkan dengan sempurna.

Gelombang balik tersebut mengakibatkan nilai spektral hasil transformasi indeks

kebasahan bernilai rendah. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kebasahan

yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks

kebasahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral terendah

sampai dengan < -73.518 masuk pada kelas sangat kering.

2. Indeks Kebasahan Kelas Kering

Daerah dengan indeks kebasahan kelas kering mempunyai luasan

18580,532 ha atau 26,52% dari luas total wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa pemukiman, pabrik, pertokoan (Lahan

terbangun), sawah, tegalan dan belukar. Kondisi lapangan mengenai indeks

kebasahan kelas kering dapat ditunjukkan pada gambar 4.18. Berdasarkan hasil

transformasi indeks kebasahan, pola sebaran kelas lembab sebagian besar terdapat

di Kecamatan kemalang, Trucuk, Jatinom, Polanharjo dan bayat (Gambar 4.19).

Indeks kebasahan kelas lembab diakibatkan karena obyek yang dikenai

gelombang elektromagnetik merupakan obyek dengan permukaan cenderung

kasar hingga halus. Hal tersebut mengakibatkan gelombang elektromagnetik yang

dipancarkan dari satelit terbalikkan hampir sempurna. Gelombang balik tersebut

mengakibatkan nilai spektral hasil transformasi indeks kebasahan bernilai rendah.

Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kebasahan yang didasarkan pada


80

pemotongan kurva histogram transformasi indeks kebasahan Kabupaten Klaten,

daerah yang memiliki nilai spektral antara -73.518 sampai dengan -37.753 masuk

pada kelas kering.

3. Indeks Kebasahan Kelas Lembab

Daerah dengan indeks kebasahan kelas lembab mempunyai luasan

25909,164 ha atau 36,98% dari luas total wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini banyak

tersebar di penggunaan lahan yang berupa kebun, sawah dan pemukiman. Kondisi

lapangan mengenai indeks kebasahan kelas lembab dapat ditunjukkan pada

gambar 4.18. Berdasarkan hasil transformasi indeks kebasahan, pola sebaran kelas

lembab tidak jauh dari kelas sangat kering (Gambar 4.19).

Indeks kebasahan kelas lembab diakibatkan dikarenakan obyek berupa

kebun, sawah dan pemukiman yang lembab. Hal tersebut mengakibatkan

gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satelit terserap ataupun

terhamburkan, sehingga pada penajaman (Transformasi) kebasahan nilai

spektralnya tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks kebasahan yang

didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi indeks kebasahan

Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral antara -37.753 sampai

dengan -21.157 masuk pada kelas lembab.

4. Indeks Kebasahan Kelas Sangat Lembab

Daerah dengan indeks kebasahan kelas sangat lembab mempunyai luasan

3281,535 ha atau 4,68% dari luas total wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini banyak

terdapat di penggunaan lahan berupa sawah yang masih basah. Kondisi lapangan

mengenai indeks kebasahan kelas sangat lembab dapat ditunjukkan pada gambar
81

4.18. Berdasarkan hasil transformasi indeks kebasahan, pola sebaran kelas lembab

sebagian besar terdapat di Kecamatan Karangnongko, Manisrenggo dan

Polanharjo (Gambar 4.17).

Indeks kebasahan kelas sangat lembab dikarenakan obyek berupa sawah

yang sangat lembab. Hal tersebut mengakibatkan gelombang elektromagnetik

yang dipancarkan dari satelit terserap, sehingga pada penajaman (transformasi)

kebasahan nilai spektralnya tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks

kebasahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi

indeks kebasahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral antara -

21.157 sampai dengan 21.152 masuk pada kelas sangat lembab.

5. Indeks Kebasahan Kelas Tergenang

Daerah dengan indeks kebasahan kelas tergenang mempunyai luasan

terkecil diantara kelas yang lain yaitu 1110,341 ha atau 1,58% dari luas total

wilayah (Tabel 4.7). Kelas ini hanya terdapat di Kecamatan Bayat yaitu pada

daerah rawa (Gambar 4.19). Kondisi lapangan mengenai indeks kebasahan kelas

tergenang dapat ditunjukkan pada gambar 4.18.

Indeks kebasahan kelas tergenang dikarenakan obyek berupa rawa yang

tergenang air. Hal tersebut mengakibatkan gelombang elektromagnetik yang

dipancarkan dari satelit terserap, sehingga pada penajaman (Transformasi)

kebasahan nilai spektralnya tinggi. Berdasarkan klasifikasi nilai spektral indeks

kebasahan yang didasarkan pada pemotongan kurva histogram transformasi

indeks kebasahan Kabupaten Klaten, daerah yang memiliki nilai spektral > 21.152

masuk pada kelas tergenang.


82

WI kelas tergenang WI kelas sangat lembab


X: 458349 Y:9142144 X: 446738 Y: 9142018

WI kelas lembab WI kelas kering


X: 452260 Y: 9157669 X: 457058 Y: 9149842

WI kelas sangat kering


X: 461232 Y: 9150785
Gambar 4.18. Kondisi Lapangan Kelas Indeks Kebasahan.
83

Gambar 4.19 Hasil Klasifikasi Indeks Kebasahan Kabupaten Klaten


84

Berdasarkan hasil analisis NDVI, indeks kecerahan, indeks kebasahan

yang telah digabungkan dengan kondisi fisiografis berpengaruh terhadap

kekeringan yaitu: curah hujan, hidrogeologi dan penggunaan lahan dapat

diketahui Kabupaten Klaten terdapat 5 kelas potensi kekeringan. Adapun kelas

potensi tersebut yaitu: Potensi kekeringan sangat rendah seluas 155,610 ha

(0,22%), potensi kekeringan rendah seluas 5348,789 ha (7,63%), potensi

kekeringan agak tinggi seluas 34839,348 ha (49,73%), potensi kekeringan tinggi

seluas 24724,229 ha (35,29%) dan potensi kekeringan sangat tinggi seluas

4992,734 ha (7,13%).

Tabel 4.8 Luas Potensi Kekeringan Kabupaten Klaten Berbasis PJ&SIG


Luas Luas Persentase
No Potensi Kekeringan potensi(ha) kabupaten (ha) (%)
1 Potensi kekeringan sangat rendah 155,610 70060,71 0,22
2 Potensi kekeringan rendah 5348,789 70060,71 7,63
3 Potensi kekeringan agak tinggi 34839,348 70060,71 49,73
4 Potensi kekeringan tinggi 24724,229 70060,71 35,29
5 Potensi kekeringan sangat tinggi 4992,734 70060,71 7,13
Sumber: pengolahan data, tahun 2012

Berikut penjelasan kelas potensi kekeringan di Kabupaten Klaten:

1. Potensi Kekeringan Sangat Rendah

Potensi kekeringan sangat rendah sebagian besar terdapat pada daerah

dengan kondisi fisiografis ketinggian tempat antara 200 – 1000 mdpl dengan

curah hujan tinggi antara 2000 – 2500 mm/th, penggunaan lahan kebun dan rawa,

berada pada kondisi jenis akuifer produktivitas sedang hingga tinggi. Disamping

kondisi fisiografis tersebut, potensi kekeringan sangat rendah berdasarkan hasil

analisis citra landsat 7 ETM+ berada pada daerah dengan kerapatan vegetasi

tinggi dan kelembaban basah hingga tergenang. Kelas potensi ini tersebar di
85

Kecamatan Bayat, Jatinom, Juwiring, Kalikotes, Karngnom, Karangdowo,

Karangnongko, Kemalang, Manisrenggo, Pedan, Polanharjo, Trucuk dan Tulung.

2. Potensi Kekeringan Rendah

Potensi kekeringan rendah sebagian besar terdapat pada daerah dengan

kondisi fisiografis ketinggian tempat merata pada ketinggian kurang dari 100

hingga lebih dari 1000 mdpl dengan curah hujan antara 1500 – 2500 mm/th,

terdapat di semua jenis penggunaan lahan dan berada pada kondisi hidrogeologi

jenis akuifer produktivitas sedang hingga tinggi. Disamping kondisi fisiografis

tersebut, potensi kekeringan rendah berdasarkan hasil analisis citra landsat 7

ETM+ berada pada kerapatan vegetasi tinggi dengan kelembaban permukaan

sangat basah. Kelas potensi ini tersebar di setiap Kecamatan di Kabupaten klaten.

3. Potensi Kekeringan Agak Tinggi

Potensi kekeringan agak tinggi sebagian besar terdapat pada daerah

dengan kondisi fisiografis dengan ketinggian tempat antara kurang dari 100

hingga 200 mdpl dengan curah hujan antara 1000 – 2500 mm/th, terdapat di jenis

penggunaan lahan sawah, pemukiman, tegalan dan berada pada kondisi

hidrogeologi jenis akuifer produktivitas kecil hingga air tanah langka. Disamping

kondisi fisiografis tersebut, potensi kekeringan agak tinggi berdasarkan hasil

analisis citra landsat 7 ETM+ berada pada kerapatan vegetasi rendah hingga

sedang dengan kodisi permukaan lembab hingga sangat kering. Kelas potensi ini

sebagian besar tersebar di Kecamatan Manisrenggo, Prambanan, Jogonalan,

Kebonarum, Ngawen, Karangnom, Klaten Utara, Klaten Selatan, Kalten Tengah,

Kalikotes, Wedi, Bayat, Trucuk, Ceper dan Cawas.


86

4. Potensi Kekeringan Tinggi

Potensi kekeringan tinggi sebagian besar terdapat pada daerah dengan

kondisi fisiografis pada ketinggian tempat antara 100 hingga 200 mdpl dengan

curah hujan rendah antara 1000 – 2000 mm/th, terdapat di jenis penggunaan lahan

sawah, pemukiman, tegalan dan berada pada kondisi hidrogeologi jenis akuifer

produktivitas kecil hingga air tanah langka. Disamping kondisi fisiografis

tersebut, potensi kekeringan tinggi berdasarkan hasil analisis citra landsat 7

ETM+ berada pada kerapatan vegetasi rendah hingga sedang dengan kondisi

permukaan kering hingga sangat kering. Kelas potensi ini sebagian besar tersebar

di Kecamatan Prambanan, Jogonalan, Kebonarum, Ngawen, Klaten Utara, Klaten

Selatan, Kalten Tengah, Wedi, Bayat, Trucuk, Ceper dan Cawas.

5. Potensi Kekeringan Sangat Tinggi

Potensi kekeringan sangat tinggi sebagian besar terdapat pada daerah

dengan kondisi fisiografis dengan ketinggian tempat antara 100 hingga 200 mdpl

dengan curah hujan rendah antara 1000 – 1500 mm/th, terdapat di jenis

penggunaan lahan sawah, pemukiman, tegalan dan berada pada kondisi

hidrogeologi jenis akuifer produktivitas kecil hingga air tanah langka. Disamping

kondisi fisiografis tersebut, potensi kekeringan sangat tinggi berdasarkan hasil

analisis citra landsat 7 ETM+ berada pada kerapatan vegetasi sangat rendah

dengan kondisi permukaan sangat kering. Kelas potensi ini sebagian besar

tersebar di Kecamatan Bayat, Gantiwarno, Jogonalan, Kalikotes, Karangnongko,

Kebonarum, klaten Selatan, Kalten Tengah dan Klaten Utara, Ngawen, Pedan,

Prambanan, Trucuk, Wedi.


87

Tabel 4.9 Luas Sebaran Variasi Potensi Kekeringan di Kabupaten Klaten


No Potensi kekeringan Kecamatan Luas (ha) Persentase
1 Sangat rendah Bayat 110,097 70,75
Jatinom 14,949 9,61
Karangdowo 3,818 2,45
Karangnongko 16,117 10,36
Kemalang 9,747 6,26
Manisrenggo 0,053 0,03
Tulung 0,829 0,53
Total 155,610 100,00
2 Rendah Bayat 171,212 3,20
Cawas 61,484 1,15
Ceper 28,032 0,52
Delanggu 4,867 0,09
Gantiwarno 1,089 0,02
Jatinom 866,252 16,20
Jogonalan 0,187 0,00
Juwiring 214,346 4,01
Kalikotes 5,150 0,10
Karanganom 100,452 1,88
Karangdowo 389,449 7,28
Karangnongko 546,810 10,22
Kebonarum 0,221 0,00
Kemalang 1489,922 27,86
Klaten Utara 0,078 0,00
Manisrenggo 614,189 11,48
Ngawen 0,003 0,00
Pedan 61,481 1,15
Polanharjo 117,099 2,19
Prambanan 0,447 0,01
Trucuk 25,449 0,48
Tulung 504,076 9,42
Wedi 1,857 0,03
Wonosari 144,637 2,70
Total 5348,789 100,00
3 Agak tinggi Bayat 1015,274 2,91
Cawas 1148,357 3,30
Ceper 1110,380 3,19
Delanggu 1310,864 3,76
88

Gantiwarno 1000,414 2,87


Jatinom 1458,995 4,19
Jogonalan 611,918 1,76
Juwiring 2150,174 6,17
Kalikotes 667,531 1,92
Karanganom 1605,248 4,61
Karangdowo 2072,481 5,95
Karangnongko 1903,460 5,46
Kebonarum 533,274 1,53
Kemalang 2625,607 7,54
Klaten Selatan 488,305 1,40
Klaten Tengah 233,513 0,67
Klaten Utara 253,857 0,73
Manisrenggo 1917,671 5,50
Ngawen 746,365 2,14
Pedan 1341,679 3,85
Polanharjo 1943,537 5,58
Prambanan 775,443 2,23
Trucuk 2084,506 5,98
Tulung 2466,697 7,08
Wedi 1151,626 3,31
Wonosari 2222,172 6,38
Total 34839,348 100,00
4 Tinggi Bayat 2268,408 9,17
Cawas 2272,042 9,19
Ceper 1358,321 5,49
Delanggu 657,541 2,66
Gantiwarno 1534,202 6,21
Jatinom 491,629 1,99
Jogonalan 1711,231 6,92
Juwiring 814,284 3,29
Kalikotes 647,575 2,62
Karanganom 897,879 3,63
Karangdowo 759,773 3,07
Karangnongko 514,131 2,08
Kebonarum 415,754 1,68
Kemalang 401,232 1,62
Klaten Selatan 620,077 2,51
Klaten Tengah 526,241 2,13
89

Klaten Utara 575,971 2,33


Manisrenggo 751,711 3,04
Ngawen 959,792 3,88
Pedan 631,517 2,55
Polanharjo 574,390 2,32
Prambanan 997,705 4,04
Trucuk 1338,503 5,41
Tulung 606,457 2,45
Wedi 1459,548 5,90
Wonosari 938,315 3,80
Total 24724,229 100,00
5 Sangat Tinggi Bayat 883,793 17,70
Cawas 402,004 8,05
Ceper 50,882 1,02
Delanggu 30,932 0,62
Gantiwarno 364,812 7,31
Jatinom 13,086 0,26
Jogonalan 679,645 13,61
Juwiring 14,338 0,29
Kalikotes 83,555 1,67
Karanganom 29,573 0,59
Karangdowo 1,926 0,04
Karangnongko 46,097 0,92
Kebonarum 183,518 3,68
Kemalang 1,944 0,04
Klaten Selatan 408,038 8,17
Klaten Tengah 301,113 6,03
Klaten Utara 337,081 6,75
Manisrenggo 16,172 0,32
Ngawen 207,995 4,17
Pedan 26,371 0,53
Polanharjo 36,393 0,73
Prambanan 418,134 8,37
Trucuk 119,943 2,40
Tulung 9,241 0,19
Wedi 281,164 5,63
Wonosari 44,984 0,90
Total 4992,734 100,00
Sumber: Pengolahan data, tahun 2012
90

Gambar 4.20 Peta Potensi Kekeringan Kabupaten Klaten


91

4.2.2 Kemampuan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

dalam Mendeteksi Daerah Berpotensi Kekeringan

Kemampuan penginderaan jauh dalam mendeteksi daerah berpotensi

kekeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan data penginderaah jauh berupa

citra satelit. Penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ perekaman

september 2002 dan september 2012. Penggunaan dua buah perekaman citra satu

wilayah dimaksudkan untuk mengisi kekosongan pixel pada perekaman 2012

yang diakibatkan karena SLC-off (Scan line corrector-off). Citra Landsat 7 ETM+

dalam mendeteksi daerah rawan terhadap kekeringan dapat dilakukan dengan

teknik transformasi atau penajaman multispektral. Transformasi NDVI

(Normalized Difference Vegetation Index) digunakan untuk mempertajam

informasi kerapatan vegetasi, transformasi Indeks Kecerahan (Brightness Index)

digunakan untuk mempertajam informasi kecerahan obyek dan transformasi

Indeks Kebasahan (Wetness Index) digunakan untuk mempertajam informasi

kelembaban obyek. Informasi hasil transformasi tersebut menggambarkan kondisi

permukaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekeringan permukaan.

Sebelum proses transformasi, citra Landsat 7 ETM+ yang digunakan

dilakukan proses pra-pengolahan yang terdiri dari penggabungan band (Lampiran

1.1), koreksi geometri (Lampiran 1.2), cloud masking (Lampiran 1.3)

penggabungan citra 2002 dan 2012 (Lampiran 1.4) pemotongan citra (lampiran

1.5) dan koreksi radiometri (Lampiran 1.6). Hasil transformasi NDVI wilayah

penelitian mempunyai nilai spektral berkisar antara -0.878 sampai dengan 0.948.

Rentang nilai spektral tersebut kemudian dilakukan pengkelasan berdasarkan


92

kurva histogram yang terbagi menjadi 5 kelas yaitu: lahan tidak bervegetasi,

vegetasi sangat rendah, vegetasi rendah, vegetasi sedang dan vegetasi tinggi. Hasil

transformasi indeks kecerahan wilayah penelitian mempunyai nilai spektral

berkisar antara 7.31 sampai dengan 528.02. Rentang nilai spektral tersebut

kemudian dilakukan pengkelasan berdasarkan kurva histogram yang terbagi

menjadi 5 kelas yaitu: sangat gelap, gelap, agak cerah, cerah dan sangat cerah.

Hasil transformasi indeks kebasahan wilayah penelitian mempunyai nilai spektral

berkisar antara -25.875 sampai dengan 61,358. Rentang nilai spektral tersebut

kemudian dilakukan pengkelasan berdasarkan kurva histogram yang terbagi

menjadi 5 kelas yaitu: sangat kering, kering, lembab, sangat lembab dan

tergenang.

Hasil interpretasi citra penginderaan jauh membutuhkan cek lapangan

untuk mengetahui tingkat kebenaran hasil interpretasi tersebut. Keberhasilan

sebuah interpretasi citra dapat dipercaya jika tingkat kebenaranya > 85%. Namun

dalam penelitian pemanfaatan penginderaan jauh yang hasil interpretasinya akan

digunakan untuk analisis lebih lanjut, maka hasil interpretasi tersebut harus

mempunyai nilai keakuratan 100%. Penelitian potensi kekeringan ini merupakan

penelitian sampel. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 titik menggunakan

metode acak yang didasarkan pada hasil interpretasi NDVI, namun tetap

memperhatikan indeks kecerahan dan indeks kebasahan. Peta pengambilan

sampel hasil interpretasi dapat dilihat pada gambar lampiran 4.

Berdasarkan hasil uji kebenaran interpretasi didapatkan 26 sampel NDVI

benar dari total 30 sampel, maka didapatkan tingkat kebenaran interpretasi NDVI
93

sebesar 86,66%. Pada interpretasi Indeks Kecerahan terdapat 28 sampel benar dari

total 30 sampel, maka didapatkan tingkat kebenaran interpretasi indeks kecerahan

sebesar 93,33% dan hasil interpretasi indeks kebasahan terdapat 27 sampel benar

dari total 30 sampel, maka didapatkan tingkat kebenaran interpretasi indeks

kebasahan sebesar 90%. Perhitungan nilai akurasi tersebut dapat ditunjukkan pada

tabel 4.10, sedangkan hasil cek lapangan terlampir pada lampiran 6. Nilai

keakuratan tersebut belum baik digunakan karena penelitian ini bukan merupakan

penelitian hasil interpretasi namun penelitian potensi kekeringan yang

menggunakan hasil interpretasi. Oleh karena itu, hasil transformasi tersebut

dilakukan perbaikan sehingga nilai akurasi hasil transformasi bernilai 100%.

Tabel 4.10 Hasil Uji Akurasi Interpretasi

Jumlah Kondisi Lapangan Tingkat


No Hasil Interpretasi
sampel Akurat Tidak akurat akurasi (%)
1 NDVI 30 26 4 86,66%
2 Indeks Kecerahan 30 28 2 93,33%
3 Indeks Kebasahan 30 27 3 90%
Sumber: perhitungan data, tahun 2012

Perhitungan akurasi:

NDVI = 26/30 x 100

= 86,66%

Indeks Kecerahan = 28/30 x 100

= 93,33%

Indeks Kebasahan = 27/30 x 100

= 90%
94

Perbaikan hasil transformasi dilakukan pada titik sampel yang tidak akurat

dengan cara mengubah nilai kelas menggunakan Sistem Informasi Geografis.

Setelah dilakukan perbaikan pada semua titik yang tidak akurat maka didapatkan

akurasi hasil transformasi NDVI, indeks kecerahan dan indeks kebasahan sebesar

100%. Data yang sudah dilakukan perbaikan dapat digunakan untuk ianalisis lebih

lanjut. Berikut adalah contoh gambar perbaikan kelas hasil transformasi yang

tidak akurat.

Hasil interpretasi Kondisi lapangan Perbaikan

Gambar 4.21 Perbaikan Klasifikasi Sampel Tidak Akurat

Penelitian potensi kekeringan ini tidak hanya didasarkan pada hasil

interpretasi penginderaan jauh, melainkan hasil tersebut diintegrasikan dengan

kondisi fisiografis berpengaruh terhadap kekeringan yaitu: curah hujan,

hidrogeologi dan penggunaan lahan. Kondisi fisiografis tersebut merupakan data

sekunder sehingga untuk penggunaan lebih lanjut dibutuhkan validasi data.

Validasi data dilakukan untuk melihat kondisi sebenarnya, sehingga hasil akhir

yang didapatkan sudah valid dikarenakan parameter-parameter yang digunakan


95

sudah diuji kebenaranya. Adapun data sekunder yang diuji validitasnya dalam

penelitian ini yaitu peta hidrogeologi dan penggunaan lahan, sedangkan peta

curah hujan tidak dilakukan karena dalam pembuatan peta tersebut menggunakan

data curah dalam bentuk angka yang didapatkan dari BMKG.

Pengambilan sampel untuk validasi data sekunder yaitu menggunakan

metode acak. Peta penggunaan lahan diambil 30 sampel sesuai lokasi cek

lapangan hasil interpretasi citra Landsat, sedangkan peta hidrogeologi diambil 4

sampel yang mewakili setiap kelasnya. Adapun peta lokasi pengambilan sampel

penggunaan lahan dapat dilihat pada lampiran 4, sedangkan peta pengambilan

sampel hidrogeologi dapat dilihat pada lampiran 5.

Hasil dari uji validitas peta hidrogeologi dan peta penggunaan lahan

menunjukkan bahwa data peta tersebut valid dikarenakan anatara peta dengan

kondisi di lapangan tidak ada penyimpangan. Berikut tabel uji validitas data

sekunder tersebut.

Tabel 4.11 Validasi Kondisi Hidrogeologi

No Jenis akuifer Kedalaman Lokasi


muka airtanah
1 Produksi kecil 18 m Ds. Bono Kec.
Tulung
2 Produksi sedang 7m Ds. Jimbung Kec.
kalikotes
3 Produksi tinggi 5m Ds. Pucangmiliran
Kec. Tulung
Sumber: Peta hidrogeologi, dan cek lapangan 2013.

Kondisi kedalaman air tanah pada akuifer prodiktifitas kecil di Desa Bono

Kecamatan Tulung berkisar 18 m, pada akuifer produktifitas sedang di Desa

Jimbung Kecamatan berkisar 11 m, dan pada akuifer produktifitas tinggi di Desa


96

Pucangmiliran Kecamatan Tulung berkisar 8 m. dari sampel tersebut dapat

diketahui bahwa pada setiap jenis akuifer kedalaman muka air tanah juga berbeda

sesuai dengan potensinya.

Hasil validasi peta penggunaan lahan yang dibuat oleh BAPPEDA

Kabupaten Klaten dengan kondisi lapangan menunjukkan tidak adanya

penyimpangan. Pengamatan lapangan mengambil sampel sejumlah 30 titik dapat

ditunjukkan pada tabel 4.12 sebagai berikut.

Tabel 4.12 Validasi Penggunaan Lahan

No Koordinat Peta Lapngan No Koordinat Peta Lapangan


1 458349 Rawa Rawa 16 455273 Sawah Sawah
9142144 9160340
2 473173 Sawah Sawah 17 452260 Kebun Kebun
9146590 9157669
3 464386 Sawah Sawah 18 459603 Sawah Sawah
9155434 9148003
4 448618 Rumput Rumput 19 456615 Sawah Sawah
9144528 9139250
5 467315 Tegalan Tegalan 20 465847 Tegalan Tegalan
9137689 9138509
6 452769 Sawah Sawah 21 461689 Sawah Sawah
9149702 9143811
7 468457 Sawah Sawah 22 462448 Pemukiman Lahan
9160246 9152474 terbangun
8 457058 Pemukiman Pemukiman 23 447156 Pemukiman Lahan
9149842 9143899 terbangun
9 455713 Pemukiman Pemukiman 24 461224 Pemukiman Lahan
9159372 9150785 terbangun
10 446738 Sawah Sawah 25 461846 Pemukiman Lahan
9142018 9159370 terbangun
11 463534 Kebun Kebun 26 449589 Tegalan Tegalan
9145314 9156347
12 464881 Kebun Kebun 27 458062 Rawa Rawa
9149165 9142752
13 461232 Pemukiman Lahan 28 457109 Pemukiman Lahan
9150785 terbangun 9148726 terbangun
14 460555 Sawah Sawah 29 455698 Pemukiman Lahan
9139477 9148391 terbangun
15 474448 Kebun Kebun 30 460562 sawah sawah
9154723 9139481
Sumber: Peta Penggunaan Lahan dan Cek Lapangan, 2012.
97

4.3 Pembahasan

4.3.1 Sebaran Daerah Berpotensi Kekeringan

Hasil penelitian ini mengklasifikasikan potensi kekeringan di Kabupaten

Klaten menjadi 5 kelas yaitu: Potensi kekeringan sangat rendah, potensi

kekeringan rendah, potensi kekeringan agak tinggi, potensi kekeringan tinggi dan

potensi kekeringan sangat tinggi (Gambar 4.20). Berdasarkan perhitungan data

hasil penelitian (Tabel 4.8) menunjukan bahwa potensi kekeringan agak tinggi

mendominasi daerah penelitian dengan kisaran 49,73% dari luas wilayah.

Sedangkan luas potensi kekeringan tinggi mencakup 35,29% dari luas wilayah,

luas potensi kekeringan rendah mencakup 7,63% dari luas wilayah, luas potensi

kekeringan sangat tinggi mencakup 7,13% dan potensi kekeringan sangat rendah

di Kabupaten Klaten merupakan kelas potensi yang paling kecil luasanya hanya

mencakup 0,22% dari luas wilayah.

Dari uraian di atas dapat diketahui lebih dari 50% luas Kabupaten Klaten

berpotensi kekeringan agak tinggi hingga sangat tinggi dan kurang dari 50% luas

Kabupaten Klaten berpotensi rendah hingga sangat rendah. Hal ini sejalan dengan

catatan BNPB tahun 2009 yang memasukan Kabupaten Klaten dalam 10

kabupaten paling berpotensi kekeringan.

Wilayah berpotensi kekeringan kelas tinggi dan sangat tinggi di Kabupaten

Klaten berada bagian selatan dan bagian tengah (Gambar 4.20). Bagian selatan

dari Kabupaten Klaten berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Kidul.

Terdapat beberapa faktor penyebab bagian selatan Kabupaten Klaten rawan

terhadap kekeringan. Secara kondisi fisiografis daerah ini memiliki kondisi


98

akuifer produktivitas sedang hingga air tanah langka. Berdasarkan data curah

hujan tahun 2008 hingga 2011 dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

(BMKG), kondisi curah hujan daerah ini berkisar antara 1500-2000 mm/th,

dengan curah hujan yang relatif kecil dan potensi air tanah yang terbatas

menjadikan input dan output air tidak seimbang. Daerah ini berpotensi kekeringan

tinggi dibuktikan dengan banyaknya penggunaan lahan pertanian lahan kering

atau tegalan (Gambar 4.7). Pada musim kemarau daerah ini cenderung lebih

kering yaitu pada Kecamatan Bayat dan Kecamatan Cawas (Gambar 4.20).

Selain bagian selatan Kabupaten Klaten, potensi tinggi terhadap

kekeringan juga berada pada daerah tengah Kabupaten Klaten yang merupakan

wilayah pusat dan perkembangan kota. Daerah tersebut meliputi Kecamatn Klaten

Utara, Klaten Tengah, Klaten selatan, Ngawen, Kebonarum dan Prambanan

(Gambar 4.20). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan daerah ini berpotensi

tinggi terhadap kekeringan. Kondisi fisiografis pada daerah ini memiliki curah

hujan terkecil dibandingkan daerah lain dengan kisaran curah hujan antara 1000-

1500 mm/th (Gambar 4.5). Di samping kondisi curah hujan yang kecil, bagian

tengah Kabupaten Klaten berada pada kondisi akuifer produktivitas kecil. Sebagi

ibukota kabupaten, daerah ini mengalami perkembangan bangunan yang tinggi

baik pemukiman, pertokoan maupun industri. Hal tersebut mengakibatkan

berkurangnya kerapatan vegetasi sebagai penyimpan air serta menaikkan suhu

permukaan yang dapat memperbesar tingkat penguapan.

Berdasarkan kondisi fisiografis yang dimiliki bagian tengah Kabupaten

Klaten, daerah ini mempunyai kemungkinan besar terjainya ketidakseimbangan


99

antara input dan output air. Oleh karena itu, derah ini memiliki potensi yang besar

untuk terjadinya kekeringan.

Berdasarkan fakta di lapangan yang termuat di beberapa media berita,

pada musim kemarau 2012 terdapat beberapa kecamatan yang merupakan daerah

penghasil beras di Kabupaten Klaten yang mengalami kekeringan. Daerah –

daerah tersebut diantaranya pada Kecamatan Gantiwarno, Cawas, Trucuk, Klaten

Tengah, Wonosari, dan Ceper. Kecamatan tersebut terancam gagal panen

dikarenakan sawah yang terus mengalami penurunan kelembaban, berita tersebut

disampaiakan oleh ketua Himpunan Kerukunan Tani Indeonesia pada media

berita Joglosemar (http/www.Joglosemar.com). Sedangkan pada media berita

yang lain menyebutkan selain kecamatan tersebut ada juga kecamatan yang

terancam kekeringan yaitu: Juwiring, Karanganom, Karangnongko dan Pedan.

4.3.2 Kemampuan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

dalam Mengidentifikasi Daerah Berpotensi Kekeringan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menginterpretasi

secara digital citra Penginderaan Jauh (Landsat 7 ETM+) dapat diketahui kondisi

kerapatan vegetasi, kelembaban permukaan dan kecerahan obyek yang terekam

pada citra.

Kondisi kerapatan vegetasi dapat diinterpretasi dengan suatu transformasi

citra multispektral. Salah satu transformasi tersebut yaitu dengan teknik NDVI

(Normalized Difference Vegetation Index). Nilai spektral yang dihasilkan dari

transformasi NDVI menunjukan tingkat kerapatan vegetasi, smakin tinggi nilai

spektralnya maka akan semakin tinggi kerapatan vegetasinya, sebaliknya semakin


100

rendah nilai spektralnya maka akan semakin rendah pula kerapatan vegetasinya.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kerapatan vegetasi

yang tinggi maka daerah tersebut mempunyai kondisi perairan yang bagus,

sebaliknya dengan kerapatan vegetasi yang rendah maka daerah tersebut

mempunyai kondisi perairan yang kurang bagus.

Kondisi kelembaban permukaan tanah pada citra Landsat 7 ETM+ dapat

diinterpretasi menggunakan suatu transformasi Indeks Kebasahan. Nilai spektral

yang dihasilkan dari transformasi Indeks Kebasahan menunjukkan tingkat

kelembaban permukaan. Semakin tinggi nilai spektral yang dihasilkan maka

semakin lembab daerah tersebut. Sebaliknya semakin rendah nilai spektral yang

dihasilkan maka akan semakin kering daerah tersebut. Dengan menilai

kelembaban permukaan, penelitian ini mengasumsikan semakin lembab

permukaan suatu daerah maka akan semakin tidak berpotensi terhadap

kekeringan, sebaliknya semakin rendah kelembaban suatu daerah maka akan

cenderung berpotensi terhadap kekeringan.

Sama halnya dengan indeks kebasahan, indeks kecerahan pada dasarnya

juga menilai kelembaban suatu obyek. Semakin tinggi nilai spektral yang

dihasilkan maka akan semakain cerah obyek tersebut, sebaliknya semakin rendah

nilai spektral yang dihasilkan maka akan semakin lembab obyek tersebut. Dengan

asumsi bahwa semakin cerah maka akan semakin kering obyek tersebut,

sebaliknya semakin gelap maka akan semakin basah obyek tersebut.

Sistem Informasi Geografis dalam mengolah data spasial dapat digunakan

untuk menggabungkan beberapa data spasial serta menganalisis data atribut.


101

Sistem Informasi Geografis dalam penelitian ini berperan menginformasikan

kondisi fisiografis berpengaruh terhadap kekeringan serta memberi harkat setiap

kondisi tersebut. Hasil pengolahan dari citra Landsat 7 ETM+ diintegrasikan

dengan kondisi fisiografis menggunakan teknik SIG yaitu pengharkatan,

pembobotan dan penggabungan. Setiap parameter diberi harkat sesuai dengan

tingkat pengaruhnya terhadap kekeringan. Setelah dilakukan proses pengharkatan,

penggabungan dan pembobotan maka didapatkan kelas potensi kekeringan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui penginderaan jauh dan sistem

informasi geografis mampu mendeteksi potensi kekeringan. Peran penginderaan

jauh dalam penelitian potensi kekeringan ini yaitu mengidentifikasi kondisi

permukaan. Sedangkan sistem informasi geografis mampu mengkelaskan tingkat

potensi kekeringan di daerah penelitian dengan teknik pengharkatan, pembobotan

dan overlay.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa


kesimpulan yaitu:
1. Kabupaten Klaten terdapat 5 kelas potensi kekeringan yaitu: Potensi

kekeringan sangat rendah seluas 155,610 ha (0,22%), potensi kekeringan

rendah seluas 5348,789 ha (7,63%), potensi kekeringan agak tinggi seluas

34839,348 ha (49,73%), potensi kekeringan tinggi seluas 24724,229 ha

(35,29%) dan potensi kekeringan sangat tinggi seluas 4992,734 ha (7,13%).

Sebaran daerah yang berpotensi kekeringan kelas tinggi dan sangat tinggi

terdapat pada Kabupaten Klaten bagian selatan yaitu pada Kecamatan Bayat,

Cawas dan sekitarnya serta pada Kabupaten Klaten bagian tengah yaitu pada

Kecamatan Klaten, Jogonalan dan sekitarnya.

2. Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis mampu

mengidentifikasi daerah berpotensi kekeringan. Menggunakan data citra

Penginderaan Jauh berupa Landsat 7ETM+ dapat digunakan untuk

menganalisis kondisi permukaan yang berkaitan dengan kerawanan

kekeringan. Kondisi tersebut adalah kerapatan vegetasi dan kelembaban

permukaan. Sistem Informasi Geografis (SIG) berperan dalam

menginformasikan kondisi fisiografis yang dapat berpengaruh pada kekeringan

seperti curah hujan, hidrogeologi dan penggunaan lahan. Menggunakan Sistem

Informasi Geografis, beberapa kondisi tersebut dapat digabungkan sehingga

102
103

menghasilkan keluaran suatu keluaran baru berupa potensi kekeringan. Penelitian

potensi kekeringan ini berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis, maka keluaran dari penelitian ini berupa informasi dalam bentuk

spasial yang disajikan dalam sebuah peta.

5.2 Saran

1. Daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadinya kekeringan

diharapkan mendapatkan prioritas utama dalam mitigasi bencana kekeringan.

2. Peta potensi kekeringan bermanfaat untuk penanganan bencanan kekeringan,

sehingga daerah-daerah yang belum mempunyai peta seperti ini diharapkan

membuat peta potensi kekeringan.

3. Mendeteksi potensi kekeringan berbasis Penginderaan Jauh dan sistem

Informasi Geografis membutuhkan pengetahuan dasar mengenai pengolahan

citra digital, sehingga peneliti berikutnya diharapkan mengetahui dasar-dasar

penginderaan jauh digital secara mendalam.


106

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2011. Indeks Rawan Bencana. Jakarta: Badan Nasional penanggulangan


Bencana.

Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta:


Andi Offset.

Dian, Risa. 2010. Penentuan daerah potensi genangan di sebagian kota surakarta
dengan teknik penginderaan jauh dan sig. Skripsi. Yogyakarta: UGM.

________, 2003. Draft Final TKPSDA. Jakarta: Kementrian Pengelolaan Sumber


Daya Air.

Fersely. 2007. Identifikasi Indikator Kekeringan menggunakan teknik


Penginderaan Jauh. Artikel Skripsi. Bogor: IPB.

________, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Harjadi, Beny. 2010. Analisis Kerentanan Tumbuhan Hutanakibat Perubahan


Iklim (Variasi Musim & Cuaca Ekstrim). Laporan Penelitian. Solo: Balai
Penelitian Kehutanan.

Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep dasar


(Prespektif Geodesi&Geomatika). Bandung: Informatika.

Purwadhi, Sri H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: Gramedia.

Purwadhi, Sri H dan Tjaturrahono BS. 2008. Pengantar Interpretasi Citra


Penginderaan Jauh. Semarang: Unnes dan Lapan.

Raharjo, Puguh Dwi. 2010. Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis untuk Identifikasi Potensi Kekeringan Kabupaten Kebumen.
Jurnal makara teknologi, vol. 14 no. 2, November 2010: 97-105.
Karangsambung: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Shofiyati, Rizatus. 2007. Inderaja untuk Mengkaji Kekeringan di Lahan Pertanian.


Jurnal informatika pertanian volume 16 no.1, Juli 2007. Jakarta: Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
107

Tika, Moh. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.

Tjahjono, Heri. 2008. Analisis Potensi Wilayah. Semarang: Unnes.

Winati, Rahma. 2006. Aplikasi Indeks Vegetasi untuk Penentuan Potensi Rawan
Terhadap Kekeringan di sebagian Kabupaten Kulonprogo. Tugas Akhir.
Yogyakarta: Universitas Gajahmada.

Yuwono ,Arief. 2012. Antisipasi Bencana Banjir dan Longsor di Indonesia.


diunduh pada http:/www.Kementrian lingkungan Hidup.go.id (27 Agustus
2012).

http://www.Solo Pos.com. diakses pada 8 September 2012.

http://www.Satelit-inderajablogspot.com. Diakses pada 27 Agustus 2012


108

Lampiran

Lampiran 1. Cara Pengolahan Data Raster atau Citra

Pada penelitian ini citra yang digunakan adalah Citra Landsat 7 ETM+

perekaman september 2002 dan september 2012. Citra Landsat 7 ETM+ dapat

diperoleh dari http://glovis.usgs.gov. Pengolahan citra diproses menggunakan

aplikasi Er-Mapper 7.0. Adapun cara pengolahan citra menggunakan aplikasi Er-

Mapper diuraikan sebagai berikut.

Lampiran 1.1. Layer Stacking (Penggabungan band)

Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengolahan citra penginderaan

jauh yaitu layer stacking dimana tahap ini merupakan proses penggabungan

beberapa band menjadi satu sehingga menjadi citra multilayer. Pada penelitian ini

digunakan citra Landsat 7 ETM+ dengan band yang digunakan yaitu band 1-7.

Adapun proses layer stacking dijelaskan pada gambar sebagai berikut:


109

Dengan mengimport/menggabungkan band 1-7 diperoleh hasil citra komposit

band 321 seperti berikut

Landsat 7ETM+ 2012 Landsat 7ETM+ 2002

Lampiran 1.2. Koreksi Geometri

Koreksi geometrik diperlukan untuk menempatkan piksel-piksel citra pada

posisi koordinat yang tepat. Kesalahan penempatan piksel terjadi karena berbagai

faktor baik faktor internal maupun eksternal sensor penginderaan jauh. Citra

Landsat 7ETM+ yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra landsat

level 1T yang artinya pada level tersebut citra sudah terkoreksi geometri. Namun

acuan yang digunakan dalam koreksi geometri menggunakan data DEM. Dalam

penelitian ini dilakukan koreksi geometri ulang dengan acuan citra Landsat 5 TM

tahun 2009 yang telah terkoreksi geometri dari LAPAN dengan harapan untuk

menurunkan tingkat RMSE (kesalahan geometri). Adapun hasil dari koreksi

geometri yang dilakukan pada Landsat 7ETM+ 2002 mendapatkan hasil RMSE

terkecil 0.02 dan RMSE terbesar 0.61 dengan rata-rata RMSE sebesar 0.15 dari 20

titik GCP yang dibuat. Sedangkan pada Landsat 7ETM+ 2012 mendapatkan hasil
110

RMSE terkecil 0.00 dan RMSE terbesar 0.22 dengan rata-rata RMSE sebesar 0.05

dari 20 titik GCP yang dibuat. Proses koreksi geometri dapat dijelaskan sebagai

berikut,

1. Panggil citra yang akan dikoreksi

2. Dari menu bar pilih procces  geocoding wizard

3. Pada kotak dialog geocoding wizard terdapat 5 tahap yang dilakukan

4. Start: masukkan citra yang akan dikoreksi, pilih polynomial

5. Polynomial setup: pilih linear

6. GCP setup: masukkan citra yang menjadi referensi (acuan)

7. GCP edit: pada tahap ini menentukan titik GCP, klik lokasi GCP pada citra

Corrected GCP sebagai titik acuan (koreksi) kemudian klik pada lokasi yang

sama pada citra Uncorrected GCP. Ketelitian pada tahap ini menentukan

nilai RMS yang akan didapatkan

8. Rectify: masukkan nama keluaran citra hasil koreksi, klik save file and start

rectification.
111

Lampiran 1.3. Cloud Masking (Pemisahan awan)

Cloud masking (pemisahan awan) digunakan untuk diskriminasi atau

memisahkan awan dari citra karena awan dianggap mengganggu dalam

interpretasi digital yang berkaitan dengan nilai spektral. Pemisahan awan pada Er-

Mapper dapat dilakukan menggunakan tool highlight cloud. Adapun proses

pemisahan awan sebagai berikut.

1. Klik pada tool highlight cloud, pada kotak dialog pilih dataset yang akan

diproses.

2. Simpan file yang telah dilakukan highlight cloud dalam format ers.

3. Lakukan proses raster cells to vector polygons dari menu procces.

4. Tentukan input (format ers) dan outputnya (format erv).

5. Kemudian konversi file vektor erv menjadi region dalam citra yang akan

dihapus awanya dengan memilih menu procces > polygons < - > vector

conversion > vector dataset polygons to regions.

6. Pada kotak dialog vector to region conversion, tentukan input (data vektor

yang dihasilkan dalam langkah 3) dan outputnya (file ers citra yang akan

dihapus awanya)
112

7. Buka citra yang berisi region awan (format ers). Kemudian pada

algorithm-nya, klik edit formula sehingga muncul kotak dialog formula.

Ketikkan rumus: IF (INREGION(r1)) THEN null ELSE i1, dan pada

pilihan regions pastikan REGION1 : 255. Lakukan hal tersebut untuk

semua band pada dataset citra tersebut.

Lampiran 1.4. Penggabungan Citra 2002 dan 2012

Penggabungan citra tahun 2002 dan 2012 dimaksudkan untuk menambal

baris-baris kosong yang terdapat pada citra 2012 karena terjadinya SLC-off.

Berikut langkah penggabungan citra tahun 2002 dan 2012.

1. Buka citra dua tahun dalam satu algorithm

2. Gandakan jumlah band sebanyak enam band pada masing-masing citra


113

3. Gabungkan semua band menjadi satu layer dengan cara memindahkan

(drag) layer bawah ke atas.

4. Setelah digabungkan, kemudian simpan dalam format ers.

Gambar di atas merupakan hasil dari penggabungan citra 2012 dengan citra 2002.
Dapat dilihat pada citra 2002 yang memberikan efek garis. Citra tersebut sudah
dilakukan koreksi geometric sehingga pada citra yang bertampalan pergeseranya
masih dapat ditoleransi. Jalan di tepi rawa pada citra 2012 dan citra 2002
terhubung tanpa adanya pergeseran yang berarti.

Lampiran 1.5. Pemotongan Citra (Cropping citra)


114

Citra Landsat 7ETM+ yang sudah digabungkan kemudian dipotong sesuai

daerah penelitian (Kabupaten Klatena). Dalam pemotongan citra sesuai region

yang diingankan menggunakan data vektor batas administrasi Kabupaten Klaten

yang bersumber dari Bakosurtanal. Cara pemotongan citra sesuai batas

administrasi sebagai berikut:

1. Buka citra landsat 7ETM+ gabungan 2002 dan 2012.

2. Siapkan batas administrasi dalam format shapefile

3. Pada menu bar er mapper pilih utilities  input vector and GIS format  esri

sahpefile  import

4. Pada kotak dialog import shapefile, isikan nama file yang akan di input dan

nama file outputnya

5. Pada menu bar pilih process  polygon <-> region conversion  vector

dataset polygon to region. Kemudian pada kotak dialog isikan input dan

outputnya.

6. Pada menu bar pilih edit  edit/creat region. Pada kotak dialog new map

composition pilih raster dan ok.


115

7. Setelah pada citra muncul batas administrasinya, buka formula editornya.

Pada formula editor pilih standard  inside region polygon test. Terapkan

pada masing – masing RGB.

8. Untuk menyimpan hasil pemotongan agar tetap menjadi citra multispektral 6

band, maka pada RGB diubah menjadi pseudo layer  copy menjadi 6 band

dan beri nama sesuai bandnya.

9. Setelah itu, simpan data hasil pemotongan dalam bentuk ers.

Lampiran 1.6. Koreksi Radiometri

Koreksi radiometri diperlukan atas dasar dua alasan, yaitu untuk

memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel

yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang

sebenarnya. Secara garis besar, koreksi radiometri meliputi dua kelompok besar

metode, yaitu koreksi yang bertumpu pada informasi dari dalam citra sendiri dan
116

koreksi yang mempertimbangkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap

kesalahan informasi yang ada pada citra.

Adapun metode koreksi dalam penelitian ini menggunakan koreksi yang

bertumpu pada informasi dari dalam citra sendiri yaitu menggunakan teknik

penyesuaian histogram. Metode penyesuaian histogram merupakan teknik koreksi

radiometri yang paling sederhanan dengan hanya melihat histogram setiap saluran

secara independen. Dari historam dapat diketahui nilai piksel terendah saluran

tersebut. Asumsi yang melandasi metode ini adalah bahwa dalam proses koding

digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral paling lemah atau

tidak memberikan respon sama sekali seharusnya bernilai 0. Berikut nilai statistik

pada citra Landsat 7ETM+ yang telah melalui proses croping wilayah Klaten

Teknik koreksi radiometri penyesuaian histogram sebagai berikut:

Preformula transform
Post Formula tranform

1. Buka citra landsat 7ETM+ yang telah dipotong sesuai area

2. Buka kotak dialog algorithma


117

3. Pada tampilan awal di kotak dialog algirithm, susunan awal tampilan citra

secara deafult dalam mode RGB. Pada tab Surface ubah Color Mode menjadi

Pseudocolor. Lalu kembali pada tab Layer.

4. Ubah Red layer menjadi Pseudo layer dengan klik kanan pada layer tersebut

lalu pilih Pseudo. Dobel klik pada layer tersebut dan ubah nama layer

menjadi “band1”. Lalu arahkan pilihan band pada Band 1 citra landsat

5. Lakukan hal yang sama pada Green layer dan Blue layer. Ubahlah nama layer

menjadi “band2” dan “band3”.

6. Karena citra landsat 7ETM+ memiliki 6 band multispektral maka gandakan

layer dengan klik ikon duplikat layer menjadi sebanyak 6 buah dan lakukan

hal yang sama pada band4, band5 dan band7.

7. Pada tiap-tiap band buka histogram Preformula transform, kemudian ubah

nilai spektral pada histogram sesuai dengan nilai kesalahan radiometrisnya

atau bisa dengan menekan actual limitnya. Setelah terisi klik refresh.

8. Pada histogram Post Formula tranform nilai actual limit akan berubah

sendirinya
118

Preformula transform Post Formula tranform

Lampiran 1.7. Transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Citra Landsat 7ETM+ Kabupaten Klaten yang telah terkoreksi radiometri

siap untuk dilakukan analisis NDVI. Seabagian besar aplikasi pengolahan citra

penginderaan jauh telah terpasang tool untuk menganalisis NDVI, Aplikasi Er-

Mapper pun sudah terdapat tool tersebut. Berikut langkahnya:

1. Buka aplikasi er-mapper  kotak dialog algorithm

2. Pada kotak dialog algorithm buka citra Landsat 7ETM+ dengan tampilan

pseuducolor.

3. Setelah citra terbuka, pada dialog algorithm buka edit formula.

4. Pada kotak dialog edit formula kemudian pilih ratio  Landsat TM NDVI.
119

Berikut hasil transformasi NDVI dengan tampilan pseuducolor.Nilai

spektral yang didapatkan transformasi NDVI Kabupaten Klaten antara -0,878

sampai dengan 0,948.

Hasil transformasi tersebut disimpan dalam format Er-mapper virtual

dataset untuk menjaga nilai spektral tidak berubah ketika akan dilakukan proses

klasifikasi lebih lanjut.

Lampiran 1.8. Klasifikasi nilai spektral NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index)

Hasil dari transformasi NDVI perlu diklasifikasikan untuk analisis lebih

lanjut. Dalam klasifikasi ini digunakan teknik kalsifikasi nilai spektral dimana

pemotongan nilai spektral mengacu pada histogram yang dihasilkan oleh

transformasi NDVI. Berdasarkan kurva histogram tersebut dilakukan pengkelasan

sebanyak 5 kelas yaitu:


120

No Interval nilai Klasifikasi


spektral
1 -1 s/d - 0.005 Lahan tidak bervegatasi
2 - 0.005 s/d 0.19 Vegetasi sangat rendah
3 0.19 s/d 0.50 Vegetasi rendah
4 0.50 s/d 0.63 Vegetasi sedang
5 0.63 s/d 1.00 Vegetasi tinggi

Berikut teknik klasifikasi nilai spektral transformasi NDVI:

1. Buka citra NDVI yang sudah disimpan dalam format virtual dataset (ers).

2. Pada kotak dialog algorithm  edit formula, masukkan rumus klasifikasi

yang telah ditentukan menjadi 5 kelas.

IF I1 <= - 0.005 THEN 1 ELSE


IF I1 > - 0.005 AND I1 <= 0.19 THEN 2 ELSE
IF I1 > 0.19 AND I1 <= 0.50 THEN 3 ELSE
IF I1 > 0.50 AND I1 <= 0.63 THEN 4 ELSE
IF I1 > 0.63 THEN 5 ELSE
NULL

3. Setelah memasukkan rumus klasifikasi, atur histogramnya agar sesuai dengan

hasil klasifikasi. Dengan tampilan color table grennes, didapatkan citra yang

telah terklasifikasi sebagai berikut


121

Citra hasil klasifikasi transformasi NDVI telah didapatkan, namun citra ini

masih dalam bentuk raster. Untuk analisis lebih lanjut dibutuhkan hasil

transformasi NDVI dalam format vektor karena akan dioverlaykan dengan

parameter lain yang berformat vektor. Berikut cara mengubah data raster ke

dalam format vektor menggunakan Er-Mapper

1. Hasil klasifikasi NDVI disimpan dalam format Raster Virtual Dataset (ers)

agar nilai klasifikasi tersebut tersimpan.

2. Buka kembali hasil penyimpanan tersebut, kemudian pada menu bar pilih

Process  raster Cells to Vector Polygons. Pada kotak dialog raster Cells to

Vector Polygons isikan citra yang mau diubah pada input raster dataset dan

isikan nama keluaranya (erv) pada output vector dataset. Centang kotak

smooth untuk menghaluskan hasil.


122

3. Setelah didapatkan citra dalam format (erv), kemudian pilih Utilities 

Export Vector and GIS format  esri shape File  Export.

4. Pada kotak dialog Export ESRI shapefile isikan input dan outputnya, setelah

ini citra hasil transformasi NDVI sudah dalam bentuk format Shapefile dan

siap dibuka menggunakan ArcGIS/ArcVew untuk dilakukan analisis lebih

lanjut.

format ers format shp


123

Lampiran 1.9. Transformai Indeks Kecerahan (Brightness Index)

Transformasi indeks kecerahan dilakukan untuk mendapatkan tingkat

kecerahan suatu obyek perekaman citra penginderaan jauh. Dalam penelitian ini

analisis indeks kecerahan dilakukan menggunakan suatu algoritma transformasi

citra yang dikembangkan oleh Kauth dan Thomas (1976) khusus untuk citra

Landsat 7ETM+ dengan rumus algoritma sebagai berikut:

BI=(0.3561*B1)+(0.3972*B2)+(0.3904*B3)+(0.6966*B4)+(0.2286*B5)+

(0.1596*B7)

Adapun proses transformasi indeks kecerahan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Buka citra Landsat 7ETM+ pada aplikasi Er-Mapper dengan tampilan

Pseuducolor.

2. Pada kotak dialog algorithm buka edit algorithm dan masukkan rumus indeks

kecerahan.

3. Nilai spektral dari transformasi indeks kecerahan citra Landsat 7ETM+

Kabupaten Klaten berkisar antara 7,31 sampai dengan 528,02. Atur histogram

hingga nilai actual limit sesuai hasil.


124

Hasil transformasi tersebut disimpan dalam format Er-mapper virtual dataset

untuk menjaga nilai spektral tidak berubah ketika akan dilakukan proses

klasifikasi lebih lanjut.

Lampiran 1.10. Klasifikasi Nilai Indeks Kecerahan (Brightness Index)

Hasil dari transformasi Indeks Kecerahan perlu diklasifikasikan untuk

analisis lebih lanjut. Dalam klasifikasi ini digunakan teknik kalsifikasi nilai

spektral dimana pemotongan nilai spektral mengacu pada histogram yang

dihasilkan oleh transformasi Indeks Kecerahan. Berdasarkan kurva histogram

tersebut dilakukan pengkelasan sebanyak 5 kelas yaitu:

No Interval nilai spektral Klasifikasi


1 ≤ 113.122 Sangat gelap
2 113.122 – 147.368 Gelap
3 147.368 – 177.663 Agak cerah
4 177.663 – 206.641 Cerah
5 >206.641 Sangat cerah

Berikut teknik klasifikasi nilai spektral transformasi indeks kecerahan:

1. Buka citra indeks kecerahan yang sudah disimpan dalam format virtual

dataset (ers).
125

2. Pada kotak dialog algorithm  edit formula, masukkan rumus klasifikasi

yang telah ditentukan menjadi 5 kelas.

IF I1 <= 113.122 THEN 1 ELSE


IF I1 > 113.122 AND I1 <= 147.368 THEN 2 ELSE
IF I1 > 147.368 AND I1 <= 177.663 THEN 3 ELSE
IF I1 > 177.663 AND I1 <= 206.641THEN 4 ELSE
IF I1 > 600 THEN 5 ELSE
NULL

3. Setelah memasukkan rumus klasifikasi, atur histogramnya agar sesuai dengan

hasil klasifikasi. Dengan tampilan color table Pseuducolor, didapatkan citra

yang telah terklasifikasi sebagai berikut


126

Citra hasil klasifikasi transformasi indeks kecerahan telah didapatkan, namun citra

ini masih dalam bentuk raster. Untuk analisis lebih lanjut dibutuhkan hasil

transformasi indeks kecerahan dalam format vektor karena akan dioverlaykan

dengan parameter lain yang berformat vektor. Adapun proses perubahan data

format raster ke dalam format vektot sama seperti perubahan yang telah dilakukan

pada Transformasi NDVI.

Lampiran 1.11. Transformai Indeks Kebasahan (Wetness Index)

Transformasi indeks kebasahan dilakukan untuk mendapatkan tingkat

kelembaban suatu obyek perekaman citra penginderaan jauh. Dalam penelitian ini

analisis indeks kebasahan dilakukan menggunakan suatu algoritma transformasi

citra yang dikembangkan oleh Kauth dan Thomas (1976) khusus untuk citra

Landsat 7ETM+ dengan rumus algoritma sebagai berikut:

WI=(0.2626*B1)+(0.2141*B2)+(0.09266*B3)+(0.0656*B4)-(0.7629*B5)-
(0.5388*B6)

Adapun proses transformasi indeks kebasahan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Buka citra Landsat 7ETM+ pada aplikasi Er-Mapper dengan tampilan

Pseuducolor.

2. Pada kotak dialog algorithm buka edit algorithm dan masukkan rumus indeks

kebasahan.

3. Nilai spektral dari transformasi indeks kebasahan citra Landsat 7ETM+

Kabupaten Klaten berkisar antara -215,875 sampai dengan 61,358. Atur

histogram hingga nilai actual limit sesuai hasil.


127

Hasil transformasi tersebut disimpan dalam format Er-mapper virtual dataset


untuk menjaga nilai spektral tidak berubah ketika akan dilakukan proses
klasifikasi lebih lanjut.

Lampiran 1.12. Klasifikasi Nilai Indeks Kebasahan (Wetness Index)

Hasil dari transformasi Indeks Kebasahan perlu diklasifikasikan untuk

analisis lebih lanjut. Dalam klasifikasi ini digunakan teknik kalsifikasi nilai

spektral dimana pemotongan nilai spektral mengacu pada histogram yang

dihasilkan oleh transformasi Indeks Kebasahan. Berdasarkan kurva histogram

tersebut dilakukan pengkelasan sebanyak 5 kelas yaitu:

No Interval nilai spektral Klasifikasi


1 Nilai terendah s/d -73.518 Sangat kering
2 -73.518 s/d -37.753 Kering
3 -37.753 s/d -21.157 Sedang/lembab
4 -21.157 s/d 21.152 Sangat lembab
5 21.152 s/d nilai tertinggi Tergenang
Berikut teknik klasifikasi nilai spektral transformasi indeks kecerahan:

1. Buka citra indeks kebasahan yang sudah disimpan dalam format virtual

dataset (ers).

2. Pada kotak dialog algorithm  edit formula, masukkan rumus klasifikasi

yang telah ditentukan menjadi 5 kelas.


128

IF I1 <= -73.518 THEN 1 ELSE


IF I1 > -73.518 AND I1 <= -37.753 THEN 2 ELSE
IF I1 > -37.753 AND I1 <= -21.157 THEN 3 ELSE
IF I1 >-21.157 AND I1 <= 21.152 THEN 4 ELSE
IF I1 > 21.152 THEN 5 ELSE
NULL

3. Setelah memasukkan rumus klasifikasi, atur histogramnya agar sesuai dengan

hasil klasifikasi. Dengan tampilan color table Pseuducolor, didapatkan citra

yang telah terklasifikasi sebagai berikut

Hasil dari klasifikasi nilai spektra indeks kebasahan Kabupaten Klaten hanya

mendapatkan 5 kelas. Citra hasil klasifikasi transformasi indeks kecerahan telah


129

didapatkan, namun citra ini masih dalam bentuk raster. Untuk analisis lebih lanjut

dibutuhkan hasil transformasi indeks kecerahan dalam format vektor karena akan

dioverlaykan dengan parameter lain yang berformat vektor. Adapun proses

perubahan data format raster ke dalam format vektot sama seperti perubahan yang

telah dilakukan pada Transformasi NDVI.

Lampiran 2. Cara pengolahan data vektor

Untuk menghasilkan peta potensi rawan kekeringan dibutuhkan beberapa

parameter-parameter yang telah disebutkan sebelumnya. Parameter-parameter

tersebut dilakukan proses pengharkatan dan overlay sehingga menghasilkan

informasi baru yaitu potensi kekeringan. Dalam proses penggabungan (overlay)

digunakan data dengan format vektor yang diolah pada aplikasi ArcGIS kemudian

untuk layout digunakan ArcVew. Adapun proses pengolahan parameter-parameter

kekeringan pada aplikasi ArcGIS dan ArcVew diuraikan sebagai berikut

Lampiran 2.1. Pendugaan Daerah Berpotensi Kekeringan

Setelah didapatkan peta parameter kekeringan dan dilakukan pengharkatan

pada tiap-tiap parameter, kemudian keseluruhan peta tersebut digabungkan

(overlay). Adapun proses penggabungan menggunakan aplikasi arcGIS agar dapat

menghemat waktu pengerjaan karena dengan arcGIS penggabungan dapat

dilakukan secara langsung semua peta tersebut. Berikut proses penggabungan

(overlay).

1. Jalankan aplikasi arcGIS 9.3


130

2. Panggil semua peta yang telah dilakukan pengharkatan pada setiap kelasnya.

3. Menggunakan Arctoolbox, pilih analysis tools  overlay  intersect

4. Untuk mendapatkan kelas potensi kekeringan maka hasil dari overlay tersebut

di jumlah harkatnya. Setelah didapatkan jumlah harkat kemudian dikelaskan

menurut perhitungan yang telah dilakukan yaitu,

No Kelas Interval Kelas Potensi Kekeringan

1 I 6 – <=10 Sangat rendah

2 II >10 – <=14 Rendah

3 III >14 – <=18 Agak tinggi

4 IV >18 – <=22 Tinggi

5 V >22 Sangat tinggi

Berikut hasil penggabungan yang sudah dilakukan penjumlahan harkat dan sudah

di kelaskan berdasarkan tingkat potensinya


131

Lampiran 2.2. Pembuatan Peta Curah Hujan

Berdasarkan data curah hujan yang didapatkan dari Badan Meteorologi

dan Geofisika (Lampiran 3), rata-rata curah hujan Kabupaten Klaten dalam

rentang waktu 4 tahun (2008 – 2011) berkisar antara 1000 – 2500 mm/th. Dengan

menggunakan metode polygon thiessen, didapatkan peta curah hujan kabupaten

klaten. Adapun cara pembuatan peta curah hujan berdasarkan metode polygon

tysson dapat diuraikan sebagi berikut.

1. Menyiapkan batas administrasi dan titik stasiun pengamatan hujan dalam

format shapefile yang telah didisi atribut besaran curah hujannya.


132

2. Dengan menggunakan aplikasi arcGIS 9.3, aktifkan Arctoolbox  pilih

Analysis tool  proximity  creat thiessen polygons.

3. Pada kotak dialog polygon thiessen, isikan titik stasiun pada input dan ubah

nama pada hasil output. Perlu diperhatikan, agar hasil polygon thiesssen

sesuai dengan batas administrasi yang diinginkan maka klik environment 

general setting. pada kotak extent isikan batas administrasi yang diingankan

maka secara otomatis polygon yang akan dihasilkan sudah dipastikan akan

mencakup seluruh wilayah administrasi.

4. Peta polygon Thiessen yang dihasilkan belum diklasifikasikan, artinya nilai

curah hujan pada tiap-tiap polygon yang terbentuk masih dalam keadaan

aslinya.

5. Setelah dilakukan klasifikasi, Kabupeten Klaten memiliki 3 interval curah

hujan yaitu 1000 – 1500 mm/th, 1500 – 2000 mm/th dan 2000 – 2500 mm/th.

Sebelum terklasifikasi Sesudah terklasifikasi


133

Lampiran 2.3. Cara Penentuan Titik Sampel

Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik acak sederhana

yang didasarkan pada hasil klasifikasi NDVI, namun tetap mempertimbangkan

hasil indeks kecerahan dan kebasahan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30

titik pada setiap hasil transformasi NDVI, indeks kecerahan dan indeks

kebasahan. Teknik penentuan sampel hasil transformasi tersebut dapat dilakukan

setelah ke tiga hasil transformasi dilakukan penggabungan, sehingga pada satuan

polygon yang akan diambil sampel sudah terdapat informasi ke tiga hasil

transformasi. Berikut contoh gambar penentuan sampel pada hasil transformasi.

Gambar di atas merupakan contoh penentuan sampel yang didasarkan

pada hasil transformasi NDVI. Sebagai contoh dengan memilih kelas klasifikasi

NDVI lahan tidak bervegetasi, maka akan didapatkan informasi kelas klasifikasi

indeks kecerahan dan indeks kebasahan pada daerah yang sama.


134

Lampiran 3. Tabel curah hujan Kabupaten Klaten tahun 2008 – 2011

Rata-
No Stasiun Koordinat Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Total rata
468024 2008 102 416 261 285 45 0 0 0 0 233 347 39 1728
9141117 2009 378 248 228 127 93 75 31 0 0 86 162 143 1571
1 Cawas 1894,5
2010 168 220 218 108 199 75 42 89 310 252 402 241 2324
2011 401 169 295 187 222 0 0 0 0 92 399 190 1955
455878 2008 327 381 392 73 154 0 0 0 0 256 492 224 2299
9159901 2009 506 249 383 79 84 60 0 0 0 78 75 84 1598
2 Cokrotulun 2063,2
2010 578 362 391 157 155 47 7 183 204 131 128 298 2641
2011 323 285 254 217 135 0 66 0 0 76 288 71 1715
450370 2008 222 356 392 198 196 0 0 0 0 195 300 126 1985
9152157 2009 586 494 300 200 0 74 0 0 0 88 91 195 2028
3 Karngnongko 2259,5
2010 416 190 297 124 261 155 42 153 307 149 285 301 2680
2011 258 480 265 240 314 0 12 0 0 68 363 345 2345
462504 2008 135 405 227 110 71 0 0 0 0 325 385 120 1778
9149957 2009 445 490 330 224 148 14 0 0 0 45 91 102 1889
4 Ketandan 2147,5
2010 320 183 213 84 363 152 29 152 60 254 308 355 2473
2011 585 333 206 367 315 28 14 0 0 180 264 158 2450
452579 2008 109 279 227 121 108 0 0 0 0 113 333 106 1396
9148843 2009 324 427 239 0 126 48 25 0 0 100 164 277 1730
5 Kebonarum 1984,2
2010 359 203 225 106 511 99 0 0 175 173 265 294 2410
2011 509 392 312 116 287 34 51 0 0 165 284 251 2401
466916 2008 278 660 542 137 136 0 0 0 0 378 516 2647
9148855 2009 0 442 317 198 225 38 0 0 0 52 174 207 1653
6 Pedan 2355,5
2010 390 251 264 148 198 87 58 62 249 235 232 353 2527
2011 361 245 453 306 320 28 17 0 0 198 417 250 2595
135

463610 2008 135 405 227 194 52 0 0 0 0 102 312 157 1427
9145536 2009 224 209 214 148 80 74 0 0 0 23 102 185 1259
7 Trucuk 1779,2
2010 289 254 273 54 238 74 20 78 266 290 398 251 2485
2011 476 151 277 193 165 19 9 0 0 97 377 182 1946
Sumber : BMKG Semarang 2012.
136

Lampiran 4. Peta Pengamatan Lapangan


137

Lampiran 5. Peta Validasi Hidrogeologi


138

Lampiran 6. Tabel Cek Lapangan Hasil Interpretasi Citra NDVI, Indeks Kecerahan dan Indeks Kebasahan di Kabupaten Klaten

Hasil Interpretasi Kondisi Lapangan


No Koordinat Indeks Indeks Landsat Kerapatan Kondisi Penggunaan KETERANGAN
NDVI Foto
Kecerahan Kebasahan Rgb 741 Vegetasi Permukaan Lahan
1 458349 lahan tidak Sangat Tergenang Tidak ada Tergenang Rawa Sampel berada pada rawa yang
9142144 bervegetasi gelap (akurat) vegetasi tidak bervegetasi. Tubuh air
(akurat) (akurat) mengakibatkan nilai BI sangat
gelap dan nilai WI tergenang.

2 473173 lahan tidak Sangat Tergenang Tidak ada Tanah Sawah Sampel berada pada sawah yg tidak
9146590 bervegetasi gelap (akurat) vegetasi, pada terbuka ada pohon. Tanah terbuka (sawah)
(akurat) (akurat) musim kemarau (non- mengakibatkan nilai BI sangat
bangunan) gelap dan nilai WI tergenang

3 464386 kehijauan Cerah kering Sangat rendah, Tanah Sawah Sampel berada pada sawah
9155434 sangat (akurat) (akurat) di pematang terbuka irigasi bervegetasi sangat rendah. Tanah
rendah sawah (non- terbuka (sawah irigasi)
(akurat) bangunan) mengakibatkan nilai BI cerah dan
nilai WI kering.
4 448618 lahan tidak Agak cerah Lembab Tidak ada Tanah Tanah Sampel berada pada tanah terbuka
9144528 bervegetasi (akurat) (tidak vegetasi terbuka kosong, tanpa vegetasi. Tanah terbuka
(akurat) akurat) (non- tandus (kondisi tandus) mengakibatkan
bangunan) nilai BI agak cerah dan nilai WI
seharusnya kering
5 467315 kehijauan Sangat Sangat Rendah, Tanah Tegalan Sampel barada pada tegalan
9137689 sangat cerah kering tanaman ladang terbuka vegetasi sangat rendah. Tanah
rendah (akurat) (akurat) (non- terbuka dengan adanya tanaman
(akurat) bangunan) mengakibatkan nilai BI sngt cerah
dan nilai WI sangat kering.
6 452769 kehijauan Gelap lembab Tanaman pada Tanah Sawah tadah Sampel berada pada sawah
mT tinggi (akurat) (akurat) sawah&rumput terbuka hujan bervegetasi rendah. Tanah terbuka
9149702 (akurat) (non- (sawah tadah hujan) mengakibatkan
mU bangunan) nilai BI sangat gelap dan nilai WI
sangat lembab.
139

7 468457 kehijauan Gelap Lembab Tanaman pada Tanah Sawah Sampel berada pada sawah vegetasi
mT tinggi (akurat) (akurat) sawah&rumput terbuka tinggi. Tanah terbuka (sawah)
9160246 (akurat) (non- mengakibatkan nilai BI gelap dan
mU bangunan) nilai WI lembab.

8 457058 kehijauan Agak cerah Kering Sedang, pohon Tanah Pemukiman Sampel berada pada pemukiman
9149842 sangat (akurat) (akurat) peneduh rumah tertutup bervegtasi sngt rendah. Tanah
rendah bangunan tertutup bangunan (pemukiman)
(akurat) mengakibatkan nilai WI kering dan
seharusnya nilai BI cerah.
9 455713 kehijauan Gelap Lembab Tinggi, Tanah Pemukiman Sampel berada pada pemukiman
mT rendah (akurat) (akurat) menutupi tertutup dengan vegetasi rapat sehingga pantulan
9159372 (tidak pemukiman bangunan & pohon rapat citra gelap dan kelembaban tinggi
mU akurat) pohon

10 446738 kehijauan Sangat Sangat Tanaman pada Tanah Sawah Sampel berada pada sawah vegetasi
9142018 sedang gelap lembab sawah&rumput terbuka irigasi sedang. Tanah terbuka
(akurat) (akurat) (akurat) (non- mengakibatkan nilai BI sangat
bangunan) gelap dan nilai WI sangat lembab.

11 463534 kehijauan Gelap Sangat Pohon tinggi Tanah Kebun Sampel berada pada Kebun
mT sedang (akurat) Kering dan padat terbuka, campuran campuran dengan vegetasi sedang.
9145314 (akurat) (tidak tertutup Tanah tertutup pohon
mU akurat) pohon mengakibatkan nilai BI gelap dan
nilai WI kering.
12 464881 kehijauan Agak cerah Kering Pohon tinggi Tanah Kebun Titik sampel berada pada Kebun
mT sedang (tidak (akurat) dan padat tertutup campuran campuran dengan vegetasi tinggi.
9149165 (akurat) akurat) bangunan & Tanah tertutup pohon
mU pohon mengakibatkan nilai spektral BI
rendah dan nilai WI tinggi
13 461232 Lahan tdk Sangat Sangat Sangat rendah, Tanah Bangunan Titik sampel berada pada pertokoan
9150785 bervegetasi cerah kering pertokoan tanpa tertutup dengan tanpa vegetasi. Atap
(akurat) (akurat) (akurat) pohon peneduh bangunan bangunan mengakibatkan nilai
spektral BI tinggi dan nilai WI
rendah.
140

14 460555 Kehijauan Cerah Sangat Tanaman pada Tanah Sawah Titik sampel berada pada area
9139477 rendah (akurat) kering sawah&rumput terbuka sawah dengan vegetasi rendah.
(akurat) (akurat) (non- Tanah terbuka (sawah)
bangunan) mengakibatkan nilai BI gelap dan
nilai WI lembab.
15 474448 kehijauan Gelap Kering Pohon tinggi Tanah Kebun Titik sampel berada pada Kebun
9154723 sedang (akurat) (akurat) dan padat terbuka, campuran campuran dengan vegetasi tinggi.
(akurat) tertutup Tanah tertutup pohon
pohon mengakibatkan nilai spektral BI
rendah dan nilai WI tinggi
16 455273 kehijauan Agak cerah Kering Tanaman pada Tanah Sawah sampel berada pada area sawah
9160340 tinggi (akurat) (akurat) sawah&pohon terbuka dengan tidak ada pohon namun
(tidak disisi sawah (non- kemungkinan ada tanaman padi.
akurat) bangunan) Tanah terbuka (sawah tadah hujan)
berpotensi nilai BI cerah dan nilai
WI kering pada musim kemarau.
17 452260 kehijauan Gelap Lembab Pohon tinggi Tanah Kebun Titik sampel berada pada Kebun
9157669 tinggi (akurat) (akurat) dan padat terbuka,tertu campuran campuran dengan vegetasi tinggi.
(akurat) tup pohon Tanah tertutup pohon
mengakibatkan nilai spektral BI
rendah dan nilai WI tinggi
18 459603 kehijauan Agak cerah Sangat Tanaman pada Tanah Sawah Titik sampel berada pada area
9148003 rendah (akurat) kering sawah&pohon terbuka sawah dengan vegetasi rendah.
(akurat) (akurat) disisi sawah (non- Tanah terbuka (sawah tadah hujan)
bangunan) berpotensi nilai BI cerah dan nilai
WI kering pada musim kemarau.
19 456615 Kehijauan Gelap Lembab Tanaman pada Tanah Sawah Titik sampel berada pada area
9139250 sangat (akurat) (akurat) sawah&rumput terbuka sawah dengan vegetasi rendah.
rendah (non- Tanah terbuka (sawah tadah hujan)
(akurat) bangunan) berpotensi nilai BI cerah dan nilai
WI kering pada musim kemarau.
20 465847 kehijauan Agak cerah Sangat Kehijauan Tanah Tegalan sampel berada pada area sawah dan
9138509 sangat (akurat) kering rendah, tanaman terbuka tegalan vegetasi rendah. Tanah
rendah (akurat) sawah/ladang (non- terbuka (sawah&tegalan) berpotensi
(akurat) bangunan) nilai BI cerah dan nilai WI kering
pada musim kemarau.
141

21 461689 kehijauan Sangat Sangat Kehijauan Tanah Sawah Titik sampel berada pada area
9143811 rendah cerah kering rendah terbuka sawah dengan vegetasi rendah.
(akurat) (akurat) (akurat) (non- Tanah terbuka (sawah tadah hujan)
bangunan) berpotensi nilai BI cerah dan nilai
WI kering pada musim kemarau.
22 462448 Lahan tdk Sangat Sangat Sangat rendah Tanah Area pabrik Titik sampel berada pada area
9152474 bervegetasi cerah kering tertutup pabrik dengan tanpa vegetasi. Atap
(akurat) (akurat) (akurat) bangunan bangunan mengakibatkan nilai BI
tinggi dan nilai WI rendah.

23 447156 Lahan tdk Sangat Sangat Sangat rendah Tanah Area pabrik Titik sampel berada pada area
9143899 bervegetasi cerah kering tertutup pabrik dengan tanpa vegetasi. Atap
(akurat) (akurat) (akurat) bangunan bangunan mengakibatkan nilai BI
tinggi dan nilai WI rendah.

24 461224 kehijauan Sangat Sangat Kehijauan Tanah Area pabrik Titik sampel berada pada area
9150785 sangat cerah kering rendah tertutup pabrik dengan tanpa vegetasi. Atap
rendah (akurat) (akurat) bangunan bangunan mengakibatkan nilai BI
(akurat) tinggi dan nilai WI rendah.

25 461846 kehijauan Sangat Sangat Sangat rendah Tanah Area pabrik sampel berada pada area pabrik
9159370 sangat cerah kering terbuka dengan tanpa vegetasi. Atap
rendah (akurat) (akurat) bangunan mengakibatkan nilai BI
(tidak tinggi dan nilai WI rendah.
akurat)
26 449589 Kehijauan Sangat Lembab Tinggi, Tanah Tegalan sampel berada pada daerah
9156347 tinggi cerah (akurat) merupakan terbuka,tertu pertanian (ladang) dengan vegetasi
(akurat) (tidak daerah pertanian tup pohon tinggi. kerapatan vegetasi tinggi
akurat) mengakibatkan nilai BI sangat
gelap dan nilai WI sangat lembab.
27 458062 Kehijauan Sangat Sangat Tinggi, dipenuhi Tergenang, Rawa sampel berada pada daerah rawa
mT tinggi gelap Lembab dengan enceng kerapatan yang bervegetasi enceng gondok
9142752 (akurat) (akurat) (tidak gondok enceng tinggi. Tubuh air mengakibatkan
mU akurat) gondok nilai BI sangat gelap dan nilai WI
tinggi tergenang.
142

28 457109 kehijauan Sangat Sangat Sangat rendah Tanah Bangunan sampel berada pada area pabrik
mT sangat cerah kering tertutup pabrik dengan tanpa vegetasi. Atap
9148726 rendah (akurat) (akurat) bangunan bangunan mengakibatkan nilai BI
mU (tidak cerah dan nilai WI sangat kering.
akurat)
29 455698 kehijauan Sangat Sangat Sangat rendah Tanah Pertokoan, sampel berada pada daerah
mT rendah cerah kering tertutup pertokoan dengan vegetasi sangat
9148391 (akurat) (akurat) (akurat) bangunan rendah. Atap bangunan
mU mengakibatkan nilai BI cerah dan
nilai WI sangat kering.
30 460562 kehijauan Agak cerah Sangat Sangat rendah Tanah sawah sampel berada pada area sawah
9139481 rendah (akurat) kering terbuka dengan vegetasi sangat rendah.
(akurat) (akurat) (non- Tanah terbuka (sawah) berpotensi
bangunan) nilai BI cerah dan nilai WI sangat
kering pada musim kemarau.

Lampiran 7. Tabel Pengharkatan dan Pengkelasan Potensi Kekeringan di Kabupaten Klaten

Potensi
No NDVI Skor BI Skor WI Skor CH Skor Akuifer (produktivitas) Skor Penglan Skor ∑Skor kekeringan
1 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 23 Sangat tinggi
2 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 22 Tinggi
3 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 22 Tinggi
4 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 21 Tinggi
5 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 23 Sangat tinggi
6 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 22 Tinggi
7 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 22 Tinggi
8 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 24 Sangat tinggi
9 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 23 Sangat tinggi
10 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 23 Sangat tinggi
11 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 22 Tinggi
12 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 21 Tinggi
143

13 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 21 Tinggi
14 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 22 Tinggi
15 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 22 Tinggi
16 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 20 Tinggi
17 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 19 Tinggi
18 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 20 Tinggi
19 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 17 Agak tinggi
20 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Tergenang 1 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
21 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Tergenang 1 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
22 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Tergenang 1 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
23 Tidak bervegetasi 5 Agak cerah 3 Tergenang 1 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 17 Agak tinggi
24 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 21 Tinggi
25 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 23 Sangat tinggi
26 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 21 Tinggi
27 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 21 Tinggi
28 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 24 Sangat tinggi
29 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 23 Sangat tinggi
30 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 23 Sangat tinggi
31 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 25 Sangat tinggi
32 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 24 Sangat tinggi
33 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 24 Sangat tinggi
34 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 23 Sangat tinggi
35 Tidak bervegetasi 5 Cerah 4 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 22 Tinggi
Sangat
36 Tidak bervegetasi 5 Gelap 1 Lembab 3 1500-2000 3 Rawa 0 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
Sangat
37 Tidak bervegetasi 5 Gelap 1 Lembab 3 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 12 Rendah
Sangat
38 Tidak bervegetasi 5 Gelap 1 Lembab 3 1500-2000 3 Rawa 0 Belukar 2 14 Rendah
39 Veg. sedang 2 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 14 Rendah
144

40 Veg. sedang 2 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
41 Veg. sedang 2 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 16 Agak tinggi
42 Veg. sedang 2 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 16 Agak tinggi
43 Veg. sedang 2 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 16 Agak tinggi
44 Veg. sedang 2 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
45 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
46 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
47 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 16 Agak tinggi
48 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
49 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
50 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
51 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 17 Agak tinggi
52 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 18 Agak tinggi
53 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
54 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
Sangat Sangat
55 Veg. sedang 2 Gelap 1 Lembab 3 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 9 rendah
Sangat Sangat
56 Veg. sedang 2 Gelap 1 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 10 rendah
Sangat Sangat Sangat
57 Veg. sedang 2 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 8 rendah
Sangat Sangat Sangat
58 Veg. sedang 2 Gelap 1 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 10 rendah
Sangat Sangat Sangat
59 Veg. sedang 2 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Rawa 0 10 rendah
60 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
61 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
62 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 15 Agak tinggi
63 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
64 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
65 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 17 Agak tinggi
145

66 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 17 Agak tinggi
67 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Rawa 0 Belukar 2 13 Rendah
68 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 13 Rendah
69 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
70 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 15 Agak tinggi
71 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 14 Rendah
72 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 15 Agak tinggi
73 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
74 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 15 Agak tinggi
75 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 14 Rendah
76 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 15 Agak tinggi
77 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 12 Rendah
78 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
79 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 14 Rendah
80 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 14 Rendah
81 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 14 Rendah
82 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
83 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 16 Agak tinggi
84 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 15 Agak tinggi
85 Veg. sedang 2 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 16 Agak tinggi
86 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 16 Agak tinggi
87 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 12 Rendah
88 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
89 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 14 Rendah
90 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 13 Rendah
91 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 14 Rendah
92 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
93 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 14 Rendah
94 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 14 Rendah
146

95 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 11 Rendah
96 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 14 Rendah
97 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 13 Rendah
98 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 13 Rendah
99 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 13 Rendah
100 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
101 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 15 Agak tinggi
102 Veg. sedang 2 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 14 Rendah
103 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
104 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
105 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
106 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
107 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Kebun 1 16 Agak tinggi
108 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
109 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
110 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
111 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
112 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 17 Agak tinggi
113 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
114 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
115 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 18 Agak tinggi
116 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 19 Tinggi
117 Veg. sedang 2 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 21 Tinggi
Sangat
118 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
Sangat
119 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 14 Rendah
Sangat
120 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 14 Rendah
Sangat
121 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 14 Rendah
147

Sangat
122 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 13 Rendah
Sangat
123 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 12 Rendah
Sangat
124 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 13 Rendah
Sangat
125 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 14 Rendah
Sangat
126 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 13 Rendah
Sangat
127 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 13 Rendah
Sangat
128 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 12 Rendah
Sangat
129 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
Sangat
130 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 14 Rendah
Sangat
131 Veg. sedang 2 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 14 Rendah
132 Veg. sedang 2 Gelap 2 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 12 Rendah
Sangat
133 Veg. sedang 2 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
Sangat
134 Veg. sedang 2 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
Sangat
135 Veg. sedang 2 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
Sangat
136 Veg. sedang 2 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
Sangat
137 Veg. sedang 2 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 15 Agak tinggi
Sangat
138 Veg. sedang 2 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
Sangat
139 Veg. sedang 2 Gelap 1 Tergenang 1 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 12 Rendah
Sangat
140 Veg. sedang 2 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 12 Rendah
148

Sangat
141 Veg. sedang 2 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 11 Rendah
Sangat
142 Veg. sedang 2 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 11 Rendah
Sangat
143 Veg. sedang 2 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 11 Rendah
Sangat
144 Veg. sedang 2 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 12 Rendah
145 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
146 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 21 Tinggi
147 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 20 Tinggi
148 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 22 Tinggi
149 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 21 Tinggi
150 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 20 Tinggi
151 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 17 Agak tinggi
152 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 17 Agak tinggi
153 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 17 Agak tinggi
154 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
155 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
156 Veg. rendah 3 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 19 Tinggi
157 Veg. rendah 3 Cerah 4 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 16 Agak tinggi
158 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
159 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
160 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
161 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
162 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
163 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
164 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
165 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 18 Agak tinggi
166 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 19 Tinggi
167 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
149

168 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
169 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
170 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
171 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 16 Agak tinggi
172 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
173 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
174 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
175 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 14 Rendah
176 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
177 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
178 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 15 Agak tinggi
179 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
180 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
181 Veg. rendah 3 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 16 Agak tinggi
182 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 20 Tinggi
183 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 19 Tinggi
184 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 19 Tinggi
185 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Kebun 1 17 Agak tinggi
186 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 20 Tinggi
187 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 19 Tinggi
188 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 18 Agak tinggi
189 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 19 Tinggi
190 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 18 Agak tinggi
191 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 21 Tinggi
192 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 20 Tinggi
193 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 19 Tinggi
194 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 20 Tinggi
195 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 22 Tinggi
196 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 21 Tinggi
150

197 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 16 Agak tinggi
198 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
199 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
200 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
201 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
202 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
203 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
204 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
205 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
206 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
207 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
208 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
209 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 18 Agak tinggi
210 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 19 Tinggi
211 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 21 Tinggi
212 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Rawa 0 17 Agak tinggi
213 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 20 Tinggi
214 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 19 Tinggi
215 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 14 Rendah
216 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
217 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 16 Agak tinggi
218 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Belukar 2 15 Agak tinggi
219 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 16 Agak tinggi
220 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 16 Agak tinggi
221 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
222 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
223 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 17 Agak tinggi
224 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 18 Agak tinggi
225 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Kebun 1 16 Agak tinggi
151

226 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
227 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Belukar 2 17 Agak tinggi
228 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Tegalan 3 18 Agak tinggi
229 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Kebun 1 17 Agak tinggi
230 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 20 Tinggi
231 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 19 Tinggi
232 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 18 Agak tinggi
233 Veg. rendah 3 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Tegalan 3 19 Tinggi
Sangat
234 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
235 Veg. rendah 3 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
Sangat
236 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
Sangat
237 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 15 Agak tinggi
Sangat
238 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 15 Agak tinggi
Sangat
239 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
Sangat
240 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 14 Rendah
Sangat
241 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 14 Rendah
Sangat
242 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 14 Rendah
Sangat
243 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 11 Rendah
Sangat
244 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 14 Rendah
Sangat
245 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 13 Rendah
Sangat
246 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
Sangat
247 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 15 Agak tinggi
152

Sangat
248 Veg. rendah 3 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
Sangat
249 Veg. rendah 3 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
Sangat
250 Veg. rendah 3 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
251 Veg. rendah 3 Gelap 2 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
Sangat
252 Veg. rendah 3 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
Sangat
253 Veg. rendah 3 Gelap 1 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
Sangat
254 Veg. rendah 3 Gelap 1 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 17 Agak tinggi
Sangat
255 Veg. rendah 3 Gelap 1 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Tegalan 3 18 Agak tinggi
Sangat Sangat
256 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 15 Agak tinggi
Sangat Sangat
257 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
Sangat Sangat
258 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 16 Agak tinggi
Sangat Sangat
259 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 16 Agak tinggi
Sangat Sangat
260 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
Sangat Sangat
261 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Rawa 0 11 Rendah
Sangat Sangat
262 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 14 Rendah
Sangat Sangat
263 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 13 Rendah
Sangat Sangat
264 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 14 Rendah
Sangat Sangat Sangat
265 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 9 rendah
Sangat Sangat
266 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 11 Rendah
153

267 Veg. rendah 3 Gelap 2 lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
Sangat Sangat Sangat
268 Veg. rendah 3 Gelap 1 lembab 2 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 8 rendah
Sangat
269 Veg. rendah 3 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 13 Rendah
Sangat Sangat
270 Veg. rendah 3 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 10 rendah
Sangat
271 Veg. rendah 3 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 12 Rendah
Sangat Sangat
272 Veg. rendah 3 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 10 rendah
Sangat
273 Veg. rendah 3 Gelap 1 Tergenang 1 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 13 Rendah
274 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 22 Tinggi
275 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 21 Tinggi
276 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 20 Tinggi
277 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 15 Agak tinggi
278 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 17 Agak tinggi
279 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
280 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
281 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 19 Tinggi
282 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 20 Tinggi
283 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 19 Tinggi
284 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 19 Tinggi
285 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 21 Tinggi
286 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 20 Tinggi
287 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
288 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
289 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
290 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 16 Agak tinggi
291 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
292 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
154

293 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 22 Tinggi
294 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 21 Tinggi
295 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 21 Tinggi
296 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 22 Tinggi
297 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 21 Tinggi
298 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 20 Tinggi
299 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 21 Tinggi
300 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 20 Tinggi
301 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 23 Sangat tinggi
302 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 22 Tinggi
303 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 21 Tinggi
304 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 22 Tinggi
305 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 18 Agak tinggi
306 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 21 Tinggi
307 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 20 Tinggi
308 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 19 Tinggi
309 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 20 Tinggi
310 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 21 Tinggi
311 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Rawa 0 17 Agak tinggi
312 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 19 Tinggi
313 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Kebun 1 17 Agak tinggi
314 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 20 Tinggi
315 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 19 Tinggi
316 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 18 Agak tinggi
317 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 19 Tinggi
318 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 16 Agak tinggi
319 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 19 Tinggi
320 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 18 Agak tinggi
321 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 18 Agak tinggi
155

322 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 18 Agak tinggi
323 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 21 Tinggi
324 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 20 Tinggi
325 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 19 Tinggi
326 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 20 Tinggi
327 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Pemukiman 4 21 Tinggi
328 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Belukar 2 19 Tinggi
329 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Kecil penyebaran setempat 3 Tegalan 3 20 Tinggi
330 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 22 Tinggi
331 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 21 Tinggi
332 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 20 Tinggi
333 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Sangat kering 5 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Tegalan 3 21 Tinggi
Sangat
334 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
Sangat
335 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
Sangat
336 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
Sangat
337 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
Sangat
338 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
Sangat
339 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
Sangat
340 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 13 Rendah
Sangat
341 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
Sangat
342 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 15 Agak tinggi
Sangat
343 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 lembab 2 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 17 Agak tinggi
344 Veg. sangat rendah 4 Agak cerah 3 Tergenang 1 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
345 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
156

346 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
347 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 17 Agak tinggi
348 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 18 Agak tinggi
349 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 19 Tinggi
350 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Kering 4 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 18 Agak tinggi
351 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
352 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
353 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 17 Agak tinggi
354 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
355 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
356 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
357 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 18 Agak tinggi
358 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 19 Tinggi
359 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
360 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
361 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
362 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
363 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
364 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 16 Agak tinggi
365 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
366 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
367 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 14 Rendah
368 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
369 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
370 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
371 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
372 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
373 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
374 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 13 Rendah
157

375 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
376 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 15 Agak tinggi
377 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 15 Agak tinggi
378 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 15 Agak tinggi
379 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
380 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 17 Agak tinggi
381 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 17 Agak tinggi
382 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 21 Tinggi
383 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 20 Tinggi
384 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 21 Tinggi
385 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 20 Tinggi
386 Veg. sangat rendah 4 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 19 Tinggi
387 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
388 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 16 Agak tinggi
389 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Kering 4 2000-2500 2 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 16 Agak tinggi
390 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
391 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
392 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
393 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
394 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 17 Agak tinggi
395 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
396 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 16 Agak tinggi
397 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 14 Rendah
398 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 13 Rendah
399 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
400 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 15 Agak tinggi
401 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 19 Tinggi
402 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 18 Agak tinggi
403 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 18 Agak tinggi
158

404 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 20 Tinggi
405 Vegetasi tinggi 1 Agak cerah 3 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 19 Tinggi
406 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 15 Agak tinggi
407 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 16 Agak tinggi
408 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 15 Agak tinggi
409 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 14 Rendah
410 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 15 Agak tinggi
411 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
412 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 16 Agak tinggi
413 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 15 Agak tinggi
414 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 16 Agak tinggi
415 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
416 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 14 Rendah
417 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 14 Rendah
418 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
419 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Rawa 0 11 Rendah
420 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 14 Rendah
421 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 13 Rendah
422 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 14 Rendah
423 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 15 Agak tinggi
424 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 15 Agak tinggi
Sangat
425 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 9 rendah
426 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 11 Rendah
427 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 14 Rendah
428 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 13 Rendah
429 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 12 Rendah
430 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 13 Rendah
431 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 14 Rendah
159

432 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 13 Rendah
433 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 12 Rendah
434 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 13 Rendah
Sangat
435 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Kebun 1 10 rendah
436 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Pemukiman 4 13 Rendah
437 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Sawah 3 12 Rendah
438 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Tinggi, penyebaran luas 1 Tegalan 3 12 Rendah
439 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 12 Rendah
440 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 15 Agak tinggi
441 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 14 Rendah
442 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 13 Rendah
443 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Lembab 3 2000-2500 2 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 14 Rendah
444 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
445 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
446 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
447 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Kebun 1 15 Agak tinggi
448 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
449 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 17 Agak tinggi
450 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 16 Agak tinggi
451 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 17 Agak tinggi
452 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Kebun 1 16 Agak tinggi
453 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 19 Tinggi
454 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 18 Agak tinggi
455 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 17 Agak tinggi
456 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 18 Agak tinggi
457 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 20 Tinggi
458 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1000-1500 4 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 19 Tinggi
459 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 14 Rendah
160

460 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
461 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
462 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Belukar 2 15 Agak tinggi
463 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran luas 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
464 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Pemukiman 4 17 Agak tinggi
465 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Rawa 0 13 Rendah
466 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Sawah 3 16 Agak tinggi
467 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Belukar 2 15 Agak tinggi
468 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Sedang, penyebaran setempat 2 Tegalan 3 16 Agak tinggi
469 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Pemukiman 4 18 Agak tinggi
470 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Sawah 3 17 Agak tinggi
471 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Belukar 2 16 Agak tinggi
472 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Kecil penyebaran luas 3 Tegalan 3 17 Agak tinggi
473 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Pemukiman 4 19 Tinggi
474 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Rawa 0 15 Agak tinggi
475 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Sawah 3 18 Agak tinggi
476 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Belukar 2 17 Agak tinggi
477 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 1500-2000 3 Daerah airtanah langka 4 Tegalan 3 18 Agak tinggi
Sangat
478 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Tergenang 1 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 7 rendah
Sangat
479 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Tergenang 1 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 7 rendah
Sangat
480 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Tergenang 1 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 7 rendah
Sangat
481 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Tergenang 1 1500-2000 3 Rawa 0 Rawa 0 7 rendah
482 Vegetasi tinggi 1 Gelap 2 Sangat kering 5 2000-2500 2 Sedang, penyebaran luas 2 Kebun 1 13 Rendah

Anda mungkin juga menyukai