SKRIPSI
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Geologi dari
Universitas Papua
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nim : 201669009
Telah dibaca, dikoreksi, dan disetujui untuk diajukan pada Seminar Skripsi pada
Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Universitas Papua.
Disetujui
Pembimbing I
Erick Arung Patandianan, ST., M.Eng. ( )
Pembimbing II
Hermina Haluk, ST., M.Eng. ( )
Diketahui,
ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Papua. Semua sumber yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
iii
ABSTRAK
Granit Anggi merupakan salah satu batuan plutonik yang terdapat dalam
rangkaian pegunungan sejajar utara kepala burung, yang muncul di permukaan
dan berasal dari kumpulan granit yang menyusup selama massa Trias awal (250
juta tahun lalu) dan mengintrusi naik ke permukaan pada saat Miosen akhir (5.3
juta tahun lalu) oleh aktivitas Sesar Ransiki (Atmawinata dkk, 1998), hal ini
merupakan suatu objek yang cukup menarik untuk dipelajari, salah satunya
mengenai petrogenesa dari Granit Anggi berdasarkan analisis geokimia. Dari hasil
analisis data geokimia unsur utama, diketahui bahwa tipe batuan beku pada daerah
penelitian termasuk kedalam tipe-S, indeks pembekuan magma andesitik-dasitik,
jenis magma kalk-alkali, serta lingkunga tektonik yang berada pada zona tabrakan
benua (Continental Collision).
iv
ABSTRACT
Anggi Granite is one of the plutonic rocks found in a bird's head northerly
parallel mountain range. It appears to the surface and comes from the cluster of
granite that are infiltrated during the early Triassic (250 million years ago) and
intruded up to the surface during the late Miocene (5.3 million years ago) by
Ransiki Fault activities (Atmawinata et al. 1998), and this thing is an interesting
object to learn; one of them is about petrogenesis from Anggi Granite according
to geochemistry analysis. The results of main element geochemistry data analysis
show that the type of igneous rock in the research area is included as the type-S,
andesitic-dacitic magma crystallization index, type of calc-alkaline magma, and
tectonic environment which in the zone of continental collision.
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, walaupun dengan waktu yang agak
terlambat untuk dapat menyelesaiakannya. Segala hambatan dan tantangan yang
ada dapat diatasi karena bantuan Tuhan dan dukungan berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
yang sebesar- besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan penyertaan-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini.
2. Kedua orangtua dan keluarga yang selalu menjadi support system dalam
memberikan semangat, motivasi serta doa restu demi keberhasilan saya.
4. Bapak Erick Patandian, ST., M.Eng dan Ibu Hermina Haluk, ST.,
M.Eng yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan
dalam penyusanan skripsi ini.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Petrogenesa Granit
Anggi Berdasarkan Analisis Geokimia Pada Distrik Momiwaren, Kabupaten
Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Geologi dari Universitas Papua telah diselesaikan
dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memaparkan latar belakang, masalah yang akan
dibahas, tujuan dan manfaat penelitian, serta hasil dan pembahasan yang
kemudian akan disimpulkan. Akhir kata, semoga dapat berguna bagi semua
pembaca serta memberi manfaat terhadap bidang pendidikan, khususnya ilmu
geologi, terimakasih.
vii
RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. iv
I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1
1.2 MASALAH PENELITIAN ................................................................................ 2
1.3 BATASAN MASALAH..................................................................................... 2
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN........................................................ 3
1.4.1 Tujuan .......................................................................................................... 3
1.4.2 Manfaat ........................................................................................................ 3
1.5 HIPOTESIS ....................................................................................................... 3
ix
3.2.1 Batuan Beku ................................................................................................ 12
3.2.2 Pemerian Batuan Beku ................................................................................. 17
3.2.3 Batuan Granit ............................................................................................... 21
IV METODOLOGI PENELITIAN..................................................................................... 33
4.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian ............................................................................. 33
4.1.1 Waktu Penelitian........................................................................................... 33
4.1.2 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 33
4.2 Alat dan Bahan ................................................................................................... 34
4.2.1 Alat .............................................................................................................. 34
4.2.2 Bahan ........................................................................................................... 35
4.3 Prosedur Penelitian............................................................................................. 35
4.4 Variabel Pengamatan .......................................................................................... 37
4.5 Pengolahan Dan Analisis Data ............................................................................ 37
VI PENUTUP ................................................................................................................... 48
6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 48
6.2 Saran ................................................................................................................. 49
LAMPIRAN ...........................................................................................................................
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.3 Perbandingan Kandungan Unsur-Unsur Oksida Pada Tepi Benua Dan Busur
Kepulauan .......................................................................................................................... 39
Tabel 5.1 Hasil Analisis Geokimia Unsur Utama Daerah Penelitian .................................... 44
Tabel 5.2 Perbandingan Kandungan Unsur Oksida Pada Tepi Benua Dan Busur kepulauan .. 47
Tabel 5.3 Klasifikasi Batuan Granit Daerah Penelitian Berdasarkan Posisi Tektonik ........... 48
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.6 Klasifikasi Dengan Domain Tipe I Dan S Yang Ditumpangkan ............................. 26
Gambar 3.8 Diagram TAS: Basa Total (Na2O + K2O) Versus Silika (Sio2) Dalam% Berat ...... 29
Gambar 3.9 Peta Yang Menunjukkan Pluton Granit Di Sepanjang Pantai Barat Amerika
Utara ...................................................................................................................................... 32
Gambar 5.4 Hasil Ploting Pada Klasifikasi Batuan Beku Plutonik (IUGS, 1973) ...................... 43
Gambar 5.5 Hasil Plot Daerah Penelitian Dengan Dominan Tipe I dan S ................................. 45
Gambar 5.6 Hasil Plot Seri Magma Daerah Peneltian Dari Batuan Beku .................................. 47
xii
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL
xiii
Simbol Nama Pemakaian Pertama
Kali pada Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Granit Anggi merupakan salah satu batuan plutonik yang terdapat dalam
rangkaian pegunungan sejajar utara kepala burung, dan merupakan objek yang
cukup menarik untuk dipelajari.Granit Anggi yang muncul di permukaan berasal
dari kumpulan granit yang menyusup selama massa Trias awal (250 juta tahun
lalu) dan mengintrusi naik ke permukaan pada saat Miosen akhir (5.3 juta tahun
lalu) oleh aktivitas Sesar Ransiki (Atmawinata dkk, 1998).
Secara administratif Granit Anggi terletak pada Distrik Neney dan Distrik
Momiwaren yang berbatasan di bagian selatan Danau Anggi Gita, barat Ransiki,
dan utara Sungai Waren Besar, yang termasuk dalam lembar Ransiki, Granit
Anggi merupakan tubuh batuan beku plutonik yang terbentuk pada umur Trias
(250 juta tahun lalu) termasuk dalam kelompok batuan granitoid terdiri atas
1
granodiorit, diorit, granit, dan monzonit dengan mineral utama sebagai penyusun
yaitu biotit, muskovit, garnet dan andesin (Atmawinata dkk, 1998).
Pada penelitian ini akan dibahas mengenai petrogenesa dari Granit Anggi
yeng terletak pada Distrik Momiwaren, Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi
Papua Barat berdasarkan analisis geokimia menggunakan metode XRF (X-Ray
Fluorescene). Tujuan dari analisis geokimia ini adalah untuk menentukan
komposisi kandungan kimia guna mengetahui tipe batuan beku, indeks
pembekuan magma, jenis magma serta lingkunga tektonik.
2
1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan
1.4.2 Manfaat
1.5 Hipotesis
3
BAB II
TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
Paparan pantai, dari garis pantai sampai isobat 200 m, umumnya sempit,
dengan lebar kira-kira sampai 5 km, tetapi beberapa tonjolan yang tegas
menganjur ke Teluk Cendrawasih terdapat di timur Tanjung Oransbari dan muara
Sungai Ransiki. Pulau Wairundi terletak di ujung tenggara sebuah dangkalan
memanjang.
4
Fisiografi pada daerah penelitian termasuk dalam Pegunungan bagian
tengah Kepala Burung.Topografi itu dicirikan oleh punggungan pendek-
pendekatau bukit bulat telur sampai membundar dan pegunungan yang berlereng
curam lurus, cembung landai, dan puncak yang luas atau membundar dengan
puncak yang hampir bersesuaian. Ketinggian rata-rata berangsur-angsur menurun
dari lebih 1600 m di atas muka laut sekitar Sungai Warjori sampai sekitar 800 m
di barat, makin jauh di timur pegunungan itu lebih kasar dengan puncak
menjulang sekitar 2800 m di atas muka laut. Daerah ini tersalirkan oleh sungai
berkerapatan sedang baik ke utara maupun ke selatan, umumnya sungai di sini
mempunyai aliran yang berkelok-kelok rumit, setempat tatasalirnya dikendalikan
oleh struktur, yang mengakibatkan aliran lurus, misalnya di hulu Sungai Rawoera
bagian timur dan hulu Sungai Warjori dan Sungai Momi.
DaerahPenelitian
Gambar 2.1 Fisografi Regional Lembar Ransiki (dimodifikasi dari Fisiografi Regional Lembar
Ransiki, Irian Jaya. Atmawinata dkk, 1998).
5
2.2 Stratigrafi Regional
6
Gambar 2.2 Stratigrafi Regional Lembar Ransiki (Atmawinata dkk, 1998).
7
silikat. Langka batuan gunungapi malih, dasit malih dan andesit malih.
Granitoid (termasuk dalam Granit Anggi) berhubungan dengan batuan
malihan derajat menengah sampai tinggi, tubuh kecil pejal dan granitoid,
granit, tonalit, diorite dan pegmatit. Tebal lebih kurang 2500 m, terdapat di
bagian utara lembar di barat Sungai Prafi dan Sungai Ransiki. Berumur
Silur – Devon,alas tak tersingkap, tertindih takselaraskan bersudut oleh
Fm. Aimau, Fm. Tipuma dan beberapa satuan Tersier – Kuarter, diterobos
oleh Granit Warjori dan Granit Anggi, bersentuhan dengan sesar dengan
Batuan Gunungapi Arfak, bancuh di Sistem Sesar Ransiki. Berasal dari
daerah sumber yang tersusun terutama oleh silika-klastik termalihkan
derajat rendah dan granit yang mungkin berumur Pracambrium (Pieters
dkk, 1989).
2. Komplek Mawi (PKm) : terdiri dari serpih, argilit, batulanau dan batupasir
nekabahan. Berwarna kemerahan dan coklat keunguan, kelabu dan putih.
Berlapis tipis sampai menengah, biasanya dengan perarian sejajar dan
menggelombang dan berurat kuarsa batupasir. Terpilah buruk sampai
sedang, kerataan menyudut tanggung sampai membundar tanggung dari
kuarsa, sedimen malih derajat sangat rendah, rijang, mika dan mineral
tambahan yang biasanya terhablur ulang (akibat malihan derajat sangat
rendah).
3. Granit Anggi (Ra) : terdiri dari granit dan setempat diorit kuarsa, aplit dan
pegmatit. Granit berbutir sedang lebih kurang seragam, mengandung biotit
dan atau muskovit, umumnya pejal tetapi juga terdaunkan atau terluruskan
dekat tepinya disebabkan oleh barisan biotit yang agak sejajar dan butiran
kuarsa. Terdapat di selatan Danau Gita, di timur bagian tengah, blok sesar
di Sistem Sesar Ransiki. Berumur Prem Akhir – Trias, takselaras
menerobos dan bersentuhan sesar dengan Fm. Kemum, bersentuhan sesar
dengan Batuan Gunungapi Arfak dan Fm. Wai, tertindih oleh Fm. Wai dan
Fm. Befoor. Granitoid termasuk dalam granit tipe-S.
4. Formasi Befoor (TQb) : terdiri dari batupasir nekabahan, batupasir
kerikilan, konglomerat kerikil sampai kerakal, batulumpur, batunapal, dan
sedikit batugamping dan batuan gunungapi. Tebal lebih dari 800 m,
8
terdapat di bagian timur Pegunungan Arfak dan barat hilir Sungai Ransiki.
Berumur Pliosen – Plistosen, tidak selaras di atas Fm. Kemum, Granit
Anggi, dan Batuan Gunungapi Arfak, disebandingkan dengan Fm.
Menyambo dan Fm. Manokwari. Fosil foraminifera, koral, ganggang,
peleispoda dan gastropoda. Terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan
estuarine berdekatan dengan daerah bertimbulan kasar dari Batuan
Gunungapi Arfak dan Fm. Kemum.
5. Endapan alluvium dan litoral (Qa) : terdiri dari lumpur, pasir dan kerikil,
gambut dan sisa tumbuhan. Tebal lebih dari 30 m, terdapat di pantai
bagian timur dan setempat sepanjang sungai utama. Berumur Kuarter,
tidak selaras di atas satuan yang lebih tua. Terbentuk pada lingkungan
fluvial dan litoral (estuary, delta kecil, pesisir).
Gambar 2.3 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian (di modifikasi dari Peta Geologi Lembar
Ransiki, Irian Jaya. Atmawinata dkk, 1998).
9
2.3 Struktur Dan Ketektonikan Regional
Struktur pada daerah penelitian termasuk ke dalam Bongkah Kemum,
yang tersingkap di bagian baratlaut dan tengah utara daerah lembar.Di timur
berbatasan dengan Sistem Sesar Ransiki, dan di selatan berbatasan dengan
Cekungan Bintuni.Sedimen malih Formasi Kemum umumnya miring sedang
hingga terjal dan teriuk menjadi lipatan hingga isoklin yang disertai
denganpembelahan bidang sumbu.Di tempat yang diamati, ukuran lipatan itu
mulai dari beberapa sentimeter hingga beberapa meter. Pada jarak beberapa
kilometer dari Sistem Sesar Sorong dan Ransiki, arah perlapisan dan perdaunan
utama yang menonjol di barat Sungai Warjori adalah kearah utara dan makin ke
timur, pada arah baratlaut. Setempat berkembang belahan lipatan
sekunder.Periukan itu disertai oleh pemalihan (dynamothermal metamorphisme)
sewilayah derajat-rendah hingga ke lajur biotit, dan setelah itu tertimpa oleh tahap
pemalihan tekanan rendah dan atau pemalihan suhu tinggi.Derajat malihan pada
jalur ini bertambah kearah timur dari batusabak dan filit berbiotit melalui filit dan
sekis berbiotit, andalusit sampai sekis berandalusit, silimanit, dan jarang genes
bermuskovit, granit menggenes dan batuan menggranit sampai mendiorit
terdaunkan.
Di sepanjang sentuhan terobosan dengan batuan dalam berupa Granit
Anggi dan Granit Warjori yang masuk setelah tahap periukan dan pemalihan
sewilayah, atau boleh jadi secara bersama-sama dengan tahap kedua pemalihan.
Urat granit, aplit dan pegmatite mengikuti lapisan yang terlipat dan
memotongnya. Sentuhannya dengan batuan terobosan yang lebih besar umumnya
tak selaras, batuan tubuh terobosan yang lebih besar umumnya sebagian
terhablurkan kembali.Batuan Formasi Kemum terpotong oleh banyak retakan
yang miring sedang hingga tegak, terutama di bagian utara sampai baratlaut dan
timurlaut.Kebanyakan retakan itu terbentuk selama pengangkatan di Kepala
Burung bagian utara selama Pliosen dan Kuarter. Pada arah Sistem Sesar Sorong
dan Ransiki sedimen malih dan granit berangsur-angsur makin banyak
retakannya, terabak, terubah, terhablurkan kembali dan setempat termilonitkan.
Arah struktur utamanya sejajar dengan struktur Sesar, rabakan dan retakan yang
10
membentukpatahan yang rumit, dan sesar berbalik, sesar naik, sesar turun dan
sesar geser-jurus telah dipetakan.
DaerahPenelitian
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi atau penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga hal
utama, yaitu berdasarkan tempat genesa batuan, berdasarkan senyawa kimia yang
terkandung dan berdasarkan susunan mineraloginya.
12
Klasifikasi ini merupakan penggolongan awal sebelum dilakukannya
penggolongan batuan lebih lanjut. Penggolongan tersebut adalah sebagai
berikut :
A. Batuan Beku Intrusi
Batuan ini terbentuk di bawah permukaan bumi, sering disebut
batuan beku dalam atau batuan plutonik. Batuan jenis ini proses
pembentukannya sangat lambat, yaitu sampai jutaan tahun. Keadaan ini
memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dengan bentuk yang
sempurna, menjadi tubuh batuan beku intrusi.Tubuh batuan beku sendiri
mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat beragam, tergantung pada
kondisi magma dan batuan yang ada disekitarnya.
Berdasarkan kedudukannya terhadap batuan yang diterobos,
struktur tubuh batuan beku intrusi dapat digolongkan menjadi struktur
diskordan dan struktur konkordan. Disebut diskordan apabila tubuh batuan
beku memotong batuan sekelilingnya, bentuk-bentuk tubuh batuan beku
yang diskordan adalah sebagai berikut :
1) Batholith, yaitu tubuh batuan beku yang memiliki ukuran sangat
besar, sekitar > 100 km² dan membeku pada kedalaman dan dasar
dari tubuh batholith terkadang tidak diketahui.
2) Stock, kenampakannya seperti batholith tetapi bentuknya tidak
beraturan dan dimensinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan
batholith, penyebaran umumnya tidak lebih dari 10 km². Stock
merupakan penyerta suatu batholith atau merupakan bagian atas
dari batholith.
3) Dike, mempunyai dimensi yang kecil bila dibandingkan dengan
batholth dan bentuk umumnya tabular.
4) Apophyse, merupakan cabang dari dike dan pada umumnya
berbentuk tabular. Apabila batuan yang diterobos tererosi,
permukaannya tampak melingkar dengan luas beberapa meter
persegi.
5) Volcanic neck, sering disebut pipa gunung api di bawah kawah,
yang mengalirkan magma ke daerah kepundan. Apabila batuan
13
yang menutupi sekitarnya tererosi, maka bentuk batuan beku
kurang lebih silindris, dan tampaknya menonjol dari topografi di
sekitarnya.
Bentuk batuan beku yang letaknya kurang lebih sejajar dengan lapisan
batuan di sekitarnya, disebut konkordan. Bentuk-bentuk tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Sill, merupakan intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar
dengan perlapisan batuan yang diterobosnya. Pada umumnya
berbentuk tabular dengan sisinya yang sejajar.
2) Lakholith, hamper serupa dengan sill hanya pada sisi atas bagian
yang diterobosnya melengkung atau cembung ke atas membentuk
suatu kubah yang landai, sedang bagian bawahnya mirip dengan
sill.
3) Lopholith, hamper serupa dengan lakholithhanya saja bagian atas
dan bawahnya berbentuk cekung.
14
kecil. Batuan beku ekstrusi memiliki berbagai struktur yang memberi
petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuannya, struktur
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Masif (Massif) ; Struktur yang memperlihatkan suatu massa batuan
yang terlihat seragam.
2) Kekar Berlembar (Sheeting Joint) ; Struktur batuan beku yang
terlihat sebagai lapisan.
3) Kekar Tiang (Collumnar Joint) ; Struktur yang memperlihatkan
batuan terpisah polygonal seperti batang pensil.
4) Lava Bantal (Pillow Lava) ; Struktur yang menyerupai bantal yang
bergumpal-gumpal.
5) Vesikuler (Vesicular) ; Struktur yang memperlihatkan adanya
lubang-lubang pada permukaan batuan beku. Lubang ini terbentuk
sebagai akibat pelepasan gas pada saat pembekuan magma.
6) Skoria (Scoria) ; Struktur yang kenampakannya seperti pada
struktur vesikuler, namun kedudukan lubang-lubang posisinya acak
(tak teratur). Struktur ini umumnya dijumpai pada batuapung
(pumice).
7) Amigdaloidal (Amygdaloidal) ; Merupakan struktur vesikuler yang
kemudian terisi oleh mineral lain, biasanya kalsit, kuarsa atau
zeolit.
8) Konkoidal (Concoidal) ; Struktur berbentuk setengah lingkaran
pada permukaan batuan yang berbutir halus, misalnya pada
obsidian.
9) Struktur Aliran (Flow) ; Struktur yang memperlihatkan adanya
penjajaran mineral-mineral yang bentuknya memanjang pada arah
tertentu akibat proses aliran magma.
15
diasumsikan bahwa batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang
sama dengan magma sebagai pembentuknya. Berdasarkan komposisi
senyawa silikat pembentukannya, magma dibagi menjadi empat jenis,
yaitu :
A. Magma Asam (Acid Magma) ; Apabila magma membeku menghasilkan
batuan beku yang bersifat asam, yang untuk selanjutnya dikenal sebagai
batuan beku asam.
B. Magma Tengahan (Intermediate Magma) ; Apabila magma membeku
menghasilkan batuan beku yang bersifat tengahan (intermediate) yang
untuk selanjutnya dikenal sebagai batuan beku intermediate.
C. Magma Basa (Basic Magma) ; Apabila magma membeku menghasilkan
batuan beku yang bersifat basa, yang untuk selanjutnya dikenal sebagai
batuan beku basa.
D. Magma Ultra Basa (Ultra Basic Magma) ; Apabila magma membeku
menghasilkan batuan beku yang bersifat ultra basa, yang untuk selanjutnya
dikenal sebagai batuan beku ultra basa.
16
Gambar 3.2 Klasifikasi Batuan Beku Plutonik (IUGS, 1973).
1. Warna
A. Warna Segar ; Merupakan warna batuan beku yang batuannya belum
terkena proses erosi dan belum mengalami pelapukan. Biasanya warna
segar batuan beku dilihat pada bagian dalam dari batuan beku itu sendiri.
B. Warna Lapuk ; Merupakan warna batuan beku yang batuannya telah
terkena proses erosi dan mengalami pelapukan. Biasanya warna lapuk
batuan beku dilihat pada bagian luar batuan yang telah terlapukan.
2. Struktur
Struktur batuan beku yang dapat dilakukan pemerian di lapangan
adalah struktur yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan
17
bumi ataupun batuan beku yang telah tersingkap di permukaan. Struktur
tersebut di antaranya sebagai berikut :
A. Masif (Massif) ; Struktur yang memperlihatkan suatu massa batuan yang
terlihat seragam.
B. Kekar Berlembar (Sheeting Joint) ; Struktur batuan beku yang terlihat
sebagai lapisan.
C. Kekar Tiang (Collumnar Joint) ; Struktur yang memperlihatkan batuan
terpisah polygonal seperti batang pensil.
D. Lava Bantal (Pillow Lava) ; Struktur yang menyerupai bantal yang
bergumpal-gumpal.
E. Vesikuler (Vesicular) ; Struktur yang memperlihatkan adanya lubang-
lubang pada permukaan batuan beku. Lubang ini terbentuk sebagai akibat
pelepasan gas pada saat pembekuan magma.
F. Skoria (Scoria) ; Struktur yang kenampakannya seperti pada struktur
vesikuler, namun kedudukan lubang-lubang posisinya acak (tak teratur).
Struktur ini umumnya dijumpai pada batuapung (pumice).
G. Amigdaloidal (Amygdaloidal) ; Merupakan struktur vesikuler yang
kemudian terisi oleh mineral lain, biasanya kalsit, kuarsa atau zeolit.
H. Konkoidal (Concoidal) ; Struktur berbentuk setengah lingkaran pada
permukaan batuan yang berbutir halus, misalnya pada obsidian.
I. Struktur Aliran (Flow) ; Struktur yang memperlihatkan adanya penjajaran
mineral-mineral yang bentuknya memanjang pada arah tertentu akibat
proses aliran magma.
3. Tekstur
Tekstur merupakan hasil rangkaian dari suatu batuan pada waktu
sebelum dan sesudah kristalisasi berikut ini merupakan tekstur yang umum
pada batuan beku pengertian tekstur pada batuan beku mengacu pada
kenampakan butir-butir mineral yang ada didalamnya, meliputi tingkat
kristalisasi, ukuran butir dan bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar
butir jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan
18
mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan
keterdapatan.
A. Kristalinitas
Kristalinitas, merupakan derajat kristalisasi suatu batuan beku pada
saat terbentuknya.Kristalinitas dapat menunjukan berapa banyak mineral
yang berbentuk Kristal dan juga merefleksikan kecepatan pembekuan
magma. Dalam pembentukannya dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi,
yaitu :
1) Holokristalin ; Merupakan batuan beku dimana semuanya
tersusun oleh Kristal.
2) Hipokristalin ; Merupakan apabila sebagian batuan terdiri dari
massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
3) Holohyalin ; Merupakan batuan beku yang semuanya tersusun
dari massa gelas.
B. Granularitas
Granularitas, diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan
beku. Dikenal ada dua kelompok besar ukuran butir, yaitu :
1) Fanerik ; Apabila masing-masing kristal dari mineral
penyusunnya mudah dibedakan satu sama lain dengan mata
telanjang (secara megaskopis). Kristal fanerik dibedakan
menjadi beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut :
a) Halus, apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
b) Sedang, apabila ukuran diameter butir 1-5 mm.
c) Kasar, apabila ukuran diameter butir 5-30 mm.
d) Sangat Kasar, apabila ukuran diameter butir lebih dari 30
mm.
2) Afanitik ; Besar ukuran Kristal dari kelompok ini tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang (megaskopis), sehingga untuk
studi lebih lanjut diperlukan bantuan mikroskop. Dalam analisis
mikroskopis, dibedakan sebagai berikut :
19
a) Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku
bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran
butiran sekitar 0,1-0,01 mm.
b) Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku
terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan
mikroskop ukuran butir berkisar antara 0,01-0,002 mm.
c) Amorf atau hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
3) Porfiritik ;Batuan yang kristalnya sebagian dapat dibedakan
dengan mata telanjang dan sebagian kristalnya tidak dapat
dibedakan dengan mata biasa, hingga hanya bisa dilihat dengan
batuan mikroskop.
C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu Kristal dalam batuan, jadi
bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua
dimensi (dalam bentuk sayatan tipis), batuan dikenal tiga bentuk kristal,
yaitu :
1) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari
bidang kristal.
2) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak
terlihat lagi.
3) Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu :
1) Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama
panjang.
2) Tabular,apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjanng dari
satu dimensi lainya.
3) Prismatik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari
satu dimensi lainya.
4) Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
D. Hubungan Antarkristal
20
Hubungan antarkristal atau disebut juga relasi diartikan sebagai
hubungan antarkristal dari mineral yang satu dengan mineral lainnya
dalam suatu batuan. Hubungan antarkristal dibedakan menjadi :
1) Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar.
2) Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai
pembentukan batuan tidak sama besar mineral yang besar
disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar.
4. Komposisi Mineral
1. Pengertian Granit
21
putih hingga abu-abu yang mencerminkan komposisi kimianya, yaitu kaya
silika. Komposisi mineral pada dasarnya tersusun dari kuarsa, alkali
feldspar, plagioklas dan jarang mika putih untuk mineral berwarna terang,
serta biotit dan terkadang amphibole, klinopyroksen atau ortopiroksen
untuk mineral berwarna gelap. Mineral lain terjadi dalam jumlah kecil,
oleh karena itu disebut 'aksesori' termasuk turmalin, garnet, apatit, zirkon,
monasit, ilmenit,magnetit, topas, dan terkadang unsur tanah jarang (REE)
dan mineral bijih logam (Nédélec dan Bouchez, 2014).
2. Klasifikasi Granit
22
Gambar 3.3 Klasifikasi Mode Batuan Plutonik (Nédélec dan Bouchez dalamStreckeisen, 1976).
Ket :pada kolom warna putih = domain granitoid atau granit.
23
Gambar 3.4 Mineralogi Batuan Granit(Nédélec dan Bouchez dalamStreckeisen, 1976).
24
Gambar 3.5 Klasifikasi Normatif (Nédélec dan Bouchez dalam Streckeisen dan Le
Maître, 1979).
25
sebagai fungsi dari mineral utamanya,atau komposisi unsur kimia utama.
Tidak ada implikasi genetik mengenai sumber (asal), atau mekanisme
ekstraksi yang dapat diturunkan dari klasifikasi ini, meskipungranit yang
berasal dari peleburan pelites diketahui bersifat peraluminous.Makna
genetik telah diberikan oleh huruf S dan I yang pertama kali diperkenalkan
oleh Chappell dan White (1974) untuk menandakan sumber granit. S
singkatan dari 'supracrustal', menunjukkan pelelehan parsial dari
metasediments, dan I untuk 'infracrustal' atau 'beku', menunjukkan
pelelehan parsial dari protolit beku. Secara kimiawi, granit tipe-S kira-kira
setara dengan granit peraluminous dari Shand, dan granit tipe-I setara
dengan granit metaluminous dan Al-poor, A / CNK = 1.1 menjadi batas
antara kedua kelompok ini (gambar 3.6).
Gambar 3.6 Klasifikasi Dengan Domain Tipe I Dan S Yang Ditumpangkan (Nédélec dan
Bouchez dalam Shand, 1943).
26
Tabel 3.1 Komposisi Representatif Utama Dari Jenis Granit(Nédélec dan Bouchez
dalamWhalen dkk, 1987).
3. Mineralogi Granit
27
Gambar 3.7 Diskriminasi Antara Granit Tipe S Dan I sebagai fungsi dari kandungannya
dalam fosfor.apatite(kalsium fosfat), mineral aksesori umum, lebih larut dalam magma
peraluminous (tipe-S) daripada magma metaluminous (tipe-I), (Nédélec dan Bouchez
dalamChappell, 1999).
28
Hutchiison, (1973) memberikan batas-batas indeks pembekuan
magma sebagai berikut :
Gambar 3.8 Diagram TAS: Basa Total (Na2O + K2O) Versus Silika (Sio2) Dalam%
Berat (Kuno, 1966).
29
6. Klasifikasi Granit Berdasarkan Posisi Tektoniknya
Tabel 3.2 Klasifikasi Batuan Granit Berdasarkan Posisi Tektonik (Winter, 2001)
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa batuan granit terbentuk kedalam
beberapa posisi tektonik. Secara umum dikelompokan menjadi Orogenik,
Transisi dan Anorogenik. Orogenik adalah pembentukan yang dilakukan
sebagian oleh proses tektonik (subduksi) karena tekanan kompresif,
dimana lempeng benua naik secara paksa keatas lempeng samudera.
Anorogenik mengacu pada magmatisme di dalam lapisan mantel bumi
atau pada zona pemekaran lempeng (rifting). Sedangkan Transisi terjadi
setelah proses orogenik berlangsung.
30
lingkungan tektonik untuk kalk alkli ; busur kepulauan (ocenic island arc)
dan busur benua (orogenic continental).
Busur Benua merupakan hasil dari dua tahap yang terjadi pada
potongan mantel bumi, tahap pertama melibatkan sumber mantel dan
menghasilkan magma basaltik (seperti yang terjadi pada busur kepulauan).
Magma berkumpul di dasar kerak yang kurang padat dimana beberapa
proses dapat terjadi, termasuk asimilasi dan pemadatan lapisan bawah
kerak. Peleburan parsial berikutnya dari bagian bawah kerak dapat terjadi
akibat panas yang dibawah ke atas oleh magma tonalitik yang cukup
ringan untuk naik ke tingkat dangkal dimana fraksinasi lebih lanjut dan
pemadatan terjadi. Ini adalah ciri khas dari granit tipe-I, karena bagian
bawah kerak berasal dari batuan beku. Kompleksitas kimia dan struktur
kerak berkontribusi pada tahap asimilasi (misalnya dengan pelapisan
metasedimen), maka dengan demikian akan granit menghasilkan tipe-S.
Continental Collision (zona tabrakan benua) akan mengakibatkan
proses magmatisme yang intens, sehingga terjadi penambahan pada bagian
31
bawah kerak benua dan daya apung yang menyebabkan subduksi menjadi
dangkal dan akhirnya berhenti.
Contoh pada Cordillera Amerika Utara dan Andes menampilkan
singkapan granit yang indah dari zaman Meso-hingga Kenozoikum karena
adanya banyak zona subduksi aktif di sepanjang batas barat Amerika Utara
dan Selatan. Granitoid ini membentuk beberapa pluton yang disusun
sebagai batholith memanjang, sejajar dengan pantai barat.
Batholith Sierra Nevada di California (gambar 3.9) terdiri dari
ratusan pluton yang volume rata-rata adalah 30 km3 dan yang usianya
berkisar dari Trias hingga Kapur.Batholith ini terkait dengan subduksi
lempeng Farallon yang sekarang telah menghilang.
Gambar 3.9 Peta Yang Menunjukkan Pluton Granit Di Sepanjang Pantai Barat Amerika
Utara (Nédélec dan Bouchez, 2014)
32
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
33
roda dua dengan waktu ± 2 jam perjalan dari Kampus Utama Universitas Papua,
Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
4.2.1 Alat
34
11. Jas Hujan
4.2.2 Bahan
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk menambah referensi bagi penulis
mengenai permasalahan yang akan dibahas serta penentuan metode yang
tepat dalam penelitian ini. Studi literatur yang dilakukan oleh penulis
berupa peta geologi regional lembar Ransiki, data peneliti terdahulu serta
jurnal ataupun buku yang berkaitan mengenai petrogenesa batuan beku.
2. Pengambilan Data
Pengambilan sampel batuan (Granit Anggi) dan sedimen sungai
untuk dilakukan analisis petrografi dan geokimia batuan.
3. Pengolahan dan Analisis Data
Data berupa hasil analisis petrografi dan geokimia batuan yang
selanjutnya akan diolah untuk mengetahui komposisi mineral, tipe batuan
beku, indeks pembekuan magma, jenis magma dan lingkungan tektonik.
4. Penyusunan Laporan Akhir
Penyusunan laporan akhir merupakan tahap akhir dari hasil
penelitian ini, dimana penulis akan menyusun seluruh rangkaian kegiatan
35
dari awal hingga akhir menjadi 1 (satu) laporan berupa skripsi yang akan
disajikan dalam bentuk Hard Copy maupun Soft Copy.
Studi Literatur
Hipotesis
Seminar Pra-Skripsi
Seminar Skripsi
36
4.4 Variabel Pengamatan
37
Gambar 4.3 Klasifikasi Dengan Domain Tipe I dan S (Shand, 1943).
38
Gambar 4.4 Seri Magma Dari Batuan Beku (Kuno 1966)
39
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari tiga sampel batuan granit segar (GS1, GS2 dan GS4) yang disayat
tipis kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan mikroskop polarisasi
dengan perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x, dan diketahui memiliki
komposisi mineral penyusun batuan sebagai berikut:
40
Nikol Sejajar Nikol Silang
Sn
Sn
Sn
Qz
Qz
Qz
41
3. Muskovit (Ms) 10%
Bt
Ms
Ms
42
Gambar 5.4 Hasil Ploting ( ) Pada Klasifikasi Batuan Beku Plutonik (IUGS, 1973).
43
Tabel 5.1 Hasil Analisis Geokimia Unsur Utama Daerah Penelitian
Unsur (%berat) S1 S3 GL2 GL3 GS2 GS4
%SiO2 81,85 81,35 78,60 75,43 78,38 75,37
%AI2O3 9,84 10,47 13,56 14,01 13,17 13,95
%Fe2O3 0,45 0,43 0,67 1,32 1,11 1,49
%FeO 0,32 0,30 0,47 0,93 0,78 1,04
%K2O 5,60 5,59 3,89 5,23 4,07 5,27
%Na2O 1,59 1,26 2,09 1,77 2,29 1,78
%CaO 0,21 0,17 0,11 1,05 0,23 1,27
%MgO 0,11 0,12 <0,01 0,13 <0,01 0,13
%TIO2 0,02 0,04 <0,01 0,13 <0,01 0,14
%P2O5 <0,01 <0,01 <0,01 0,019 <0,01 0,026
44
Gambar 5.5 Hasil Plot Daerah Penelitian Dengan Dominan Tipe I dan S (Shand, 1943)
45
B. S3 = (100 x 0,12) / (0,12 + 0,30 + 0,43 + 1,26 + 5, 59) = 1,55
46
Gambar 5.6 Hasil Plot Seri Magma Daerah Peneltian Dari Batuan Beku (Kuno 1966)
4. Lingkungan Tektonik
Tabel 5.2 Perbandingan kandungan unsure oksida pada tepi benua dan busur
kepulauan menurut (Miyashiro, 1974)
47
Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Miyashiro, (1974)
secara umum lingkungan tektonik daerah penelitian termasuk kedalam tepi
benua. Sebagai perbandingan yang lebih rinci berdasarkan Pitcher (1983,
1993) dan Barbarin (1990), dalam Winter (2001), lingkungan tektonik
pada daerah penelitian termasuk kedalam zona tabrakan benua (continental
collision). Hal ini berdasarkan tipe batuan beku pada daerah penelitian
yang termasuk kedalam tipe-S dan jenis magma yang berupa kalk-alkalin,
serta kehadiran mineral tambahan berupa muskovit dan biotit.
Tabel 5.3 Klasifikasi Batuan Granit Daerah Penelitian ( ) Berdasarkan Posisi Tektonik
(Winter, 2001)
48
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis petrografi dan geokimia batuan granit pada daerah
penelitian, diketahui bahwa petrogenesa Granit Anggi pada Distrik Momiwaren,
Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat sebagi berikut :
49
5. Lingkungan tektonik berdasrakan Perbandingan kandungan unsure
oksida pada tepi benua dan busur kepulauan menurut (Miyashiro,
1974), daerah penelitian termasuk kedalam tepi benua. Dan sebagai
perbandingan yang lebih rinci berdasarkan Pitcher (1983, 1993) dan
Barbarin (1990), dalam Winter (2001), lingkungan tektonik pada
daerah penelitian termasuk kedalam zona tabrakan benua (continental
collision). Hal ini berdasarkan tipe batuan beku pada daerah penelitian
yang termasuk kedalam tipe-S dan jenis magma yang berupa kalk-
alkalin, serta kehadiran mineral tambahan berupa muskovit dan biotit.
6.2 Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
Atmawinata, S., dkk. 1989. Peta Geologi Lembar Ransiki, Irian Jaya. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Jakes, P., and White, A.J.R. 1972.Major and Trace Element Abundances in
Volcanic Rocks of Orogenic Areas.Geological Society of America
Bulletin.
Kurniadi, A.S., dkk. n.d. Geologi dan Petrogenesa Batuan Beku Diorit Daerah
Bero Dan Sekitarnya Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri Jawa
Tengah.Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Pakuan.
Laisa, R., dkk. n.d. Geologi Daerah Pasirsuren Dan Sekitarnya Kecamatan
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Dan
Petrogenesa Batuan Beku Dasit Daerah Langkapeang, Kecamatan
Cihara, Kabupaten Lebak, Banten. Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Pakuan.
Keterangan Gambar :Arah foto N 17° dan Arah Singkapan Barat laut ke Tenggara.
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik
Keterangan Gambar :Arah foto N 144° dan Arah Singkapan Tenggara ke Barat laut.
Warna : Abu-abu
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik
LP : GS 3 Koordinat
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik
Keterangan Gambar :Arah foto N 250° dan Arah Singkapan Tenggara ke Barat laut.
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik
Keterangan Gambar :Arah foto N 214° dan Arah Singkapan Barat daya ke Timur laut.
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik
Keterangan Gambar :Arah foto N 88° dan Arah Singkapan Timur laut ke Barat Daya.
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik
Keterangan Gambar :Arah foto N 344° dan Arah Singkapan Timur laut ke Barat daya.
Struktur : Masif
Tekstur
Kristalinitas : Holokristalin
Granularitas : Faneritik