Anda di halaman 1dari 39

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat
BAB II...... PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa Galian
B. Penggolongan Bahan Galian
C. Proses Terbentuknya Bahan Galian
D. Penyebaran Bahan Galian di Indonesia
BAB III.... PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan atau benturan tiga lempeng tektonik
yaitu Eurasia , Hindia-Australia dan Pasifik. Benturan tersebut sudah terjadi sejak jutaan
tahun yang lalu, yang mengakibatkan adanya pergerakan pulau dan struktur batuan yang
beragam. Berbagai jenis dan umur batuan batuan yang bervariasi membuat wilayah
Indonesia kaya dengan sumberdaya mineral baik logam, non logam dan energi. Jenis
mineral logam seperti emas, tembaga, perak, besi, kromit, timah, dsb. Jenis mineral non
logam seperti belerang, batugamping, gambut, dsb. Jenis energi yang banyak tersedia di
wilayah Indonesia diantaranya minyak, gas, batubara, dsb. Selain potensi sumberdaya yang
cukup banyak tersedia, wilayah Indonesia juga merupakan zona-zona sesar, patahan dan
deretan gunung api aktif yang memanjang dari ujung Sumatera sampai ke Maluku.
Lokasi Indonesia yang

memiliki sejarah geologi dan geomorfologinya yang

beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah mengakibatkan terbentuknya


banyak jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan bakau dan vegetasi pantai
lainnya, gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan lain-lain. Salah satu jalur
timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara, daerahnya mempunyai akumulasi
minyak dan gasbumi yang tergolong besar. Meskipun berumur muda, batubara Indonesia
yang jumlahnya cukup besar dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Tak kalah
pentingnya adalah endapan nikel dan kromit yang terbawa oleh tesingkapnya kerak Lautan
Pasifik di beberapa wilayah di Indonesia Timur.
Semua kepentingan dan keunikan geologi Indonesia ini timbul karena latar belakang
perkembangan tektonik wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya

tiga lempeng besar dunia : Eurasia Hindia-Australia Pasifik yang menghasilkan deretan
busur kepulauan dan jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan
khas, pengendapan sumber energi yang melimpah, dan rupabumi yang menakjubkan
(Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, dalam Sumiatmi,1993).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis mencoba untuk merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang disebut dengan Bahan Galian ?
2. Bagaimana Penggolongan Bahan Galian di Indonesia ?
3. Bagaimana Proses terbentuknya bahan galian ?
4. Bagaimana Penyebaran Mineral Bahan Galian di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan Makalah ini bertujuan :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Geologi Lingkungan dan Sumber Daya.
2. Agar dapat menjadi ilmu yang kelak berguna untuk selanjutnya dapat di sampaikan
kepada calon peserta didik nanti.
3. Menjelaskan Pengertian Bahan Galian.
4. Menjelaskan penggolongan Bahan galian di Indonesia ?
5. Menjelaskan Bagaimana proses terbentuknya Bahan Galian.
6. Menjelaskan letak Penyebaran Bahan Galian Indonesia.

D. Manfaat
Beberapa Manfaat yang diperoleh yaitu :
1. Mengetahui tentang apa yang disebut dengan Bahan Galian.
2. Mengetahui Penggolongan Bahan Galian Di Indonesia.
3. Mengetahui prosester bentuknya bahan galian di Indonesia.
4. Mengetahui Tentang Penyebaran Bahan Galian di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahan Galian


Bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi dengan sendirinya di alam
dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai keperluan industrinya. Bahan tersebut
dapat berupa logam maupun non logam, dan dapat berupa bahan tunggal ataupun berupa
campuran lebih dari satu bahan.
Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang dapat ditambang
untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat terbentuk menurut berbagai macam
proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap, pengendapan kimiawi
dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi dan evaporasi (Katili, R.J.
1966).
Proses terbentuknya endapan bahan galian adalah komplek dan sering lebih dari
satu proses yang bekerja bersama-sama. meskipun dari satu jenis bahan, misalnya logam,
kalau terbentuk oleh proses yang berbeda maka akan menghasilkan tipe endapan yang
berbeda pula. Contohnya adalah endapan bijih besi, endapan ini dapat dihasilkan oleh
proses diferensiasi magmatik oleh larutan hidrotermal, oleh proses sedimentasi ataupun
oleh proses pelapukan. Tiap-tiap proses akan menghasilkan endapan bijih besi yang
berbeda-beda baik dalam mutu, besarnya cadangan, maupun jenis mineral-mineral
ikutannya.
Diantara tenaga-tenaga geologi yang membentuk endapan bahan galian, maka air
memegang peranan yang dominan. Di dalam peranannya, air dapat dalam bentuk uap air,
air magmatik yang panas, air laut, air sungai, air tanah, air danau maupun air permukaan.

Disamping air, maka temperatur, reaksi-reaksi kimia, sinar matahari, metamorfisme,


tenaga-tenaga arus dan gelombang, juga merupakan faktor-faktor pembentuk endapan
bahan galian.
Mengenal dan mengetahui proses-proses yang dapat membentuk endapan bahan
galian ini akan sangat membantu dalam pencarian, penemuan dan pengembangan bahan
galian.
Tabel. Proses dan pembentukan jenis deposit

Proses
1. Konsentrasi magmatik

Deposit yang dihasilkan


Deposit magmatik

2. Sublimasi

Sublimat
3. Kontak metasomatisme

Deposit kontak metasomatik

4. Konsentrasi hidrotermal

Pengisian celah-celah terbuka


Pertukaran ion pada batuan

5. Sedimentasi

Lapisan-lapisan sedimenter
Evaporit.

6. Pelapukan

Konsentrasi residuil
Placer.

7. Metamorfisme

Deposit metamorfik

8. Hidrologi

Air tanah, garam tanah, endapan caliche.

B. Penggolongan Bahan Galian


Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1980 tentang penggolongan bahan
galian, maka bahan galian dapat diklasifikasikan kedalam tiga golongan sebagai berikut :
1. BAHAN GALIAN GOLONGAN A (STRATEGIS)

a. Minyak bumi, Bitumen Cair, lilin bumi, Gas Alam


b. Bitumen Padat, Aspal
c. Antrasif, Batu Bara, Batu Bara Muda
d. Uranium, Radium, Thorium dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya.
e. Nikel, Cobalt
f. Timah
2. BAHAN GALIAN GOLONGAN B (VITAL)
a. Besi, Mangan, Molibden, Khrom, Wolfram, Vanadium, Titan.
b. Baxite, Tembaga, Timale, Seng
c. Emas, Platina Perak, Air Raksa, Intan
d. Arsen, Antimo, Bismut
e. Yutrium, rhuterium, cerium, dan logam-logam lainnya.
f. Berellium, korundum, zirkon, kristal kuarsa
g. Kriolit, Fluospar, Barite
h. Yodium, Brom, Klor, Belerang
3. BAHAN GALIAN GOLONGAN C
a. Nitral, Pospat, Garam Batu (Halite)
b. Asbes, Taik, Mika, Grafit, Magnesit
c. Yorasit, Leusit, Tawas, Oker
d. Pasir Kuarsa, Kaolin, Feldspar, Gips, Bentonit
e. Batu Apung Tros, Obsidan, Parlit, Tanah Diatomae, Tanah Serap.
f. Marmer, Batu Tulis

C. Proses Terbentuknya Bahan Galian


Proses terbentuknya endapan bahan galian adalah komplek dan sering lebih dari satu
proses yang bekerja bersama-sama. meskipun dari satu jenis bahan, misalnya logam, kalau
terbentuk oleh proses yang berbeda maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda
pula. Contohnya adalah endapan bijih besi, endapan ini dapat dihasilkan oleh proses
diferensiasi magmatik oleh larutan hidrotermal, oleh proses sedimentasi ataupun oleh
proses pelapukan. Tiap-tiap proses akan menghasilkan endapan bijih besi yang berbedabeda baik dalam mutu, besarnya cadangan, maupun jenis mineral-mineral ikutannya.
Diantara tenaga-tenaga geologi yang membentuk endapan bahan galian, maka air
memegang peranan yang dominan. Di dalam peranannya, air dapat dalam bentuk uap air,
air magmatik yang panas, air laut, air sungai, air tanah, air danau maupun air permukaan.
Disamping air, maka temperatur, reaksi-reaksi kimia, sinar matahari, metamorfisme,
tenaga-tenaga arus dan gelombang, juga merupakan faktor-faktor pembentuk endapan
bahan galian.
Mengenal dan mengetahui proses-proses yang dapat membentuk endapan bahan
galian ini akan sangat membantu dalam pencarian, penemuan dan pengembangan bahan
galian. Adapun Proses yang dapat membentuk bahan galian antara lain :
1.

Konsentrasi magmatik

2.

Kontak metasomatisme

3.

Sublimasi

4.

Konsentrasi hidrotermal

5.

Sedimentasi

6.

Pelapukan

7.

Metamorfisme

1) Konsentrasi magmatik
Beberapa dari mineral yang terdapat dalam batuan beku banyak yang mempunyai nilai
ekonomis, tetapi pada umumnya konsentrasi terlalu kecil untuk dapat diproduksi secara
komersial, oleh karena itu diperlukan suatu proses konsentrasi untuk dapat mengumpulkan
bahan-bahan tersebut dalam suatu deposit yang ekonomis. Konsentrasi tersebut terjadi
pada saat batuan beku masih berupa magma, karenanya disebut konsentrasi oleh proses
magmatik. Perkecualian pada intan, dimana tidak diperlukan konsentrasi, tetapi suatu
kristal tunggal saja sudah cukup berharga. Deposit bahan galian sebagai hasil endapan
proses magmatik ini memiliki ciri-ciri adanya hubungan yang dekat dengan batuan beku
intrusif dalam atau intrusif menengah. Konsentrasi magmatik dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a.

Magmatik awal :

Kristalisasi tanpa konsentrasi : intan

Kristalisasi dan pemisahan : khron, platina


b.

Magmatik akhir :

Akumulasi dan injeksi larutan residual : besi titan, platina, titan, khron.

Akumulasi dan pemisahan larutan : beberapa tipe deposit nikel dan tembaga.
Hasil atau produk dari proses magmatik dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu logam
tunggal (native metal), oksida, silfisa dan batu mulia (gemstone).

Contoh logam tunggal : Platina, Emas, Perak, Besi-Nikel.

Contoh oksida : Besi (magnetit, hematit), Besi-titan (magnetit bertitan), Titan


(ilmenit), Khrom (kromit), Tungsten (wolframit).

Contoh sulfida : Nikel-tembaga (kalkopirit), Nikel (pentlandit, molibdenit).

Contoh batu mulia : Intan, Garnet (almandit), Peridotit.

2)

Sublimasi
Sublimasi adalah perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu

.Proses sublimasi merupakan proses yang tidak begitu berarti dalam pembentukan bahan
galian, tetapi memang ada bahan galian yang terbentuk oleh proses ini. Proses sublimasi
menyangkut perubahan langsung dari keadaan gas atau uap menjadi keadaan padat, tanpa
melalui fase cair. Proses ini berhubungan erat dengan kegiatan gunung berapi dan fumarol,
tetapi sublimat yang dihasilkan sering jumlahnya tidak cukup banyak untuk dapat
ditambang secara menguntungkan.

Belerang adalah bahan galian yang terjadi sebagai akibat proses sublimasi, yang secara
lokal sering cukup menguntungkan untuk ditambang. Disamping belerang sering juga
dapat dijumpai garam-garam klorida dari besi, tembaga, seng dan garam-garam dari logam
alkali lainnya, tetapi umumnya relatif sangat kecil untuk dapat ditambang secara
menguntungkan.
3) Kontak Metasomatisme

Metasomatisme adalah proses kontak yang terjadi antara bebatuan dengan air panas
(hydrothermal) atau fluida lainnya. Ini salah satu dari proses pembentukan endapan
mineral. Ada juga seperti hidrothermal, endapan lateritik, pegmatik, magmatik, dan lainlain. Tentu dengan banyaknya klasifikasi tipe endapan ada yang membedakan antara satu
dan yang lainnya, Pada saat magma cair dan pijar dalam keadaan sangat panas menerobos

batuan maka magma tersebut panasnya akan semakin turun dan membentuk batuan intrusi.
Dalam proses tersebut akan terjadi tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada
kontak antara magma dengan batuan samping (country rock) yang diterobosnya.Akibat
dari panas tanpa ada perubahan kimiawi dinamakan kontak metamorfisme. Akibat dari
panas disertai perubahan kimia dinamakan kontak metasomatisme.

. Proses tersebut dapat terjadi pada keadaan yang dangkal, menengah ataupun pada
kedalaman yang besar, sehingga dikenal adanya batuan beku intrusif dangkal, menengah
ataupun dalam. Dalam proses tersebut akan terlihat adanya tekanan dan suhu yang sangat
tinggi terutama pada kontak terobosannya, antara magma yang masih cair dengan batuan

disekitarnya. Pengaruh dari kontak ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
Pengaruh dari panas saja, tanpa adanya perubahan-perubahan kimiawi baik pada

magmanya maupun pada batuan yang diterobos. kOntak ini disebut kontak metamorfisme.
Pengaruh panas dan disertai adanya perubahan-perubahan kimiawi sebgai akibat
pertukaran ion dan sebagainya. Dari magma ke batuan yang diterobos dan sebaliknya.
Kontak semacam ini disebut kontak metasomatisme.

Kedua jenis kontak tersebut menimbulkan hasil yang sangat berbeda kecuali pada
keadaan yang sangat jarang dapat menghasilkan endapan bahan galian seperti silimanit.
Sebaliknya, pada kontak metasomatisme dapat dihasilkan bahan-bahan galian yang
berharga. Mineral yang terjadi sebagai akibat kontak metasomatisme akan lebih beraneka
ragam bila dibandingkan dengan yang terjadi pada kontak metamorfisme; hal ini karena
pada yang disebut terkahir tersebut hanya terjadi efek panas saja, sedang pada kontak
metasomatis terjadi efek padas dan kimiawi bersama-sama.
Manakala komposisi magma yang menerobos kaya akan material-material bahan
galian, maka akan dihasilkan deposit kontak metasomatik, terutama kalau lingkungannya
terdiri dari batuan sedimen yang gampingan, karena hal itu akan lebih menguntungkan
untuk terjadinya reaksi kimia. Magma tersebut haruslah mengandung unsur-unsur utama
yang nantinya akan menjadi bahan galian. Penerobosan haruslah terjadi pada kedalaman
yang cukup dakam,dan tidak terlalu sangkal. Batuan yang diterobos haruslah batuan yang
mudah bereaksi. Jadi jelaslah bahwa tidak semua terobosan magma akan menghasilkan
endapan bahan galian kontak metasomatisme.
Suhu diantara kontak akan berkisar antara 500oC sampai 1100oC untuk magma yang
bersifat silika, dan makin jauh letaknya dari kontak, suhunya makin menurun. Terdapatnya
mineral-mineral tertentu akan menunjukan shu tertentu pula, dimana mineral tersebut
terbentuk, misalnya adanya mineral wollastonit menunjukkan bahwa suhu tidak melebihi
1125oC, kuarsa menunjukan suhu di atas 573oC dan seterusnya.
Bahan galian hasil kontak metasomatisme terjadi karena adanya proses rekristalisasi,
penggabungan unsur, pergantian ion, maupun penambahan unsur-unsur baru dari magma
ke batuan yang diterobosnya. Dari proses rekristalisasi batugamping misalnya, akan
dihasilkan batu marmer, sedangkan rekristalisasi batupasir kuarsa akan menghasilkan batu
kuarsit.

Kalau suatu batuan samping memiliki komposisi mineral AB dan CD, maka proses
penggabungan kembali (recombination) akan berubah menjadi mineral AC dan BD, dan
oleh proses penambahan unsur-unsur dari magma akan berubah lagi menjadi mineral ACX
dan BDY, dimana mineral X dan Y unsur baru dari magma.
Penambahan unsur baru dari magma sebagian berupa logam, silika, belerang, boron,
khlor, flour, kalsium, magnesium dan natrium. Mineral logam (ore minerals) yang
berbentuk dalam kontak metasomatisme hampir semuanya berasal dari magma, demikian
juga mengenai kendungan-kandungan yang asing pada batuan yang terterobos, melalui
proses penambahan unsur.Jenis magma yang menerobos perlapisan batuan yang akhirnya
akan menghasilkan endapan bahan galian kontak metasomatisme pada umumnya terbatas
pad jenis magma silika dengan komposisi menengah (intermidiate) seperti kuarsa
monzonit, granodiorit atau kuarsa diorit. Tetapi magma yang sangat kaya akan silika
seperti jenis granit jarang yang akan menghasilkan endapan bahan galian, demikian pula
dengan magma yang ultrabasa. Sedangkan pada magma yang basa kadang-kadang
terbentuk endapan bahan galian metasomatisme.
Hampir semua endapan bahan galian kontak metasomatik berasosiasi dengan tubuh
batuan beku intrusif yang berupa stock, batholit ataupun tubuh-tubuh batuan beku intrusif
lain

yang

seukuran

dengan

stock

atau

batholit,

tidak

pernah

berasosiasi

dengan dike atau sill yang berukuran kecil, sedangkan lacolithatau sill yang besar
meskipun jarang dijumpai tetapi kadang-kadang dapat menghasilkan endapan bahan galian
kontak metasomatik.
Batuan samping yang terterobos oleh magma, yang paling besar kemungkinannya
untuk dapat menimbulkan deposit kontak metasomatik adalah batuan karbonat. Batu
gamping murni maupun dolomit dengan segera akan mengalami rekristalisasi dan
rekombinasi dengan unsur-unsur yang berasal dari magma, malahan pada batu gamping

yang tidak murni, efek kontak metasomatik yang terjadi lebih kuat, karena unsur-unsur
pengotoran seperti silika, alumina dan besi adalah bahan-bahan yang dapat dengan mudah
membentuk kombinasi-kombinasi batu dengan oksida kalsium. Seluruh masa batuan di
sekitar kontak dapat berubah menjadi garnet, silika dan mineral bijih.
Sedang batuan yang agak sedikit terpengaruh oleh intrusi magma adalah batupasir.
Kalau mengalami rekristalisasi batupasir akan menjadi kuarsit yang kadang-kadang
mengandung mineral-mineral kontak metasomatik yang tersebar setempat-setempat.
Sedang lempung akan mengalami pengerasan dan dapat berubah menjadi hornfels, yang
umumnya mengandung mineral-mineral andalusit, silimanit dan staurolit.
Jadi secara umum dikatakan bahwa batuan yang paling peka terhadap kontak
metasomatisme dan paling cocok untuk terjadinya pembentukan endapan bahan galian
bijih adalah batuan sedimen, terutama yang bersifat gampingan dan tidak murni.Sedangkan
bentuk, posisi atau penyebaran daripada bahan galian yang terjadi pada proses kontak
metasomatisme banyak tergantung juga pada struktur dari batuan yang diterobos, akan
tetapi pada umumnya terbentuk tidak teratur dan terpisah-pisah.
4)

Konsenterasi Hidrotermal
Produk akhir dari proses diferensiasi magmatik adalah suatu larutan yang disebut

larutan sisa magma, yang mungkin dapat mengadung konsenterasi logam yang dulunya
berada dalam magma. Larutan sisa magma ini yang juga disebut larutan hidrotermal,
banyak mengandung logam-logam yang berasal dari magma yang sedang membeku dan
diendapkan ditempat-tempat sekitar magma yang sedang membeku tadi. Larutan ini makin
jauh letaknya dari magma makin kehilangan panasnya, sehingga dikenal adanya deposit
hidrotermal suhu tinggi di tempat yang terdekat dengan intrusi, deposit hidrotermal suhu
menengah ditempat yang agak jauh, dan deposit hidrotermal suhu rendah di tempat yang
terjauh.

Deposit

tersebut

juga

dinamakan hipotermal, mesotermal dan epitermal,

tergantung dari suhu, tekanan, dan keadaan geologi di mana mereka terbentuk, seperti yang
ditunjukan oleh mineral-mineral yang dikandungnya.

Dalam perjalanannya melalui (menerobos) batuan, larutan hidrotermal akan


mendepositkan mineral-mineral yang dikandungnya di rongga-rongga batuan dan
membentuk deposit celah (cavity filling deposit) atau melalui proses metasomatik
membentuk deposit pengganti (replacement deposit).Secara umum deposit replacement
terjadi pada kondisi suhu dan tekanan tinggi jadi pada daerah lebih dekat batuan intrusinya,
merupakan deposit hipotermal. Sebaliknya deposit pengisian atau deposit celah (cavity
filling deposit) lebih banyak terjadi di daerah dengan suhu dan tekanan rendah, jadi
merupakan deposit epitermal, yang terletak agak jauh dari batuan intrusifnya.
Syarat-syarat penting untuk terjadinya deposit hidrotermal adalah :
a) Adanya larutan yang mampu melarutkan mineral-mineral.
b) Adanya tekanan atau rongga pada batuan yang dapat dilewati larutan.
c) Adanya tempat dimana larutan dapat mendepositkan kandungan mineralnya.
d) Ada reaksi kimia yang menghasilkan pengendapan mineral baru.

e)

Konsentrasi mineral yang cukup dalam deposit sehingga menguntungkan kalau

ditambang.

5)

Sedimentasi
Proses-proses sedimentasi tidak saja menghasilkan batuan-batuan sedimen, tetapi

dapat juga menghasilkan deposit-deposit mineral berharga seperti mangan, besi, tembaga,
batubara,

karbonat,

tanah

lempung,

belerang,

lempung

pemurni

(fullers

earth atau bleekarde), lempung bentonit, tanah diatome, dan secara tidak langsung deposit
vanadium-uranium. Meskipun demikian deposit-deposit tersebut sebenarnya juga batuan
sedimen, yang kebetulan karena sifat-sifat kimiawi dan fisikanya kemudian menjadi sangat
berharga. Karenanya, cara terbentuknya juga sama dengan cara terbentuknya batuan
sedimen, harus ada batuan yang bertindak sebagai sumber (asal), harus ada suatu proses
yang mengangkut dan mengumpulkan bahan-bahan hasil rombakan batuan asal, dan
akhirnya pengendapan hasil rombakan tersebut pada suatu cekungan pengendapan tertentu.
Kemudian mungkin saja dapat terjadi alterasi kimiawi ataupun kompaksi dan perubahanperubahan lain pada endapan tersebut. Jadi dalam proses di atas jelaslah bahwa batuan asal
haruslah mengalami pelapukan terlebih dahulu, baik pelapukan fisik maupun pelapukan
kimia, sebelum diangkut dan diendapkan ditempat lain.

Jenis batuan asal, cara pengangkutannya, dan lingkungan pengendapan dimana bahanbahan tersebut akan diendapkan kembali, pada umumnya akan serupa bagi satu jenis bahan
tertentu.Termasuk dalam proses sedimentasi ini pengendapan deposit mineral akibat
penguapan (evaporation). Proses penguapan ini paling baik terjadi di daerah beriklim
panas dan kering.Air tanah, air danau atau air pada daerah laut yang tertutup seperti
laguna, dapat menghasilkan deposit-deposit mineral sebagai akibat proses penguapan. Juga
sumber-sumber air panas dapat menghasilkan deposit serupa.
Deposit-deposti mineral yang terjadi oleh proses ini adalah garam dapur dari
penguapan air laut atau air tanah yang asin, gipsum dan anhidrit berasal dari penguapan
daerah lagun atau kadang-kadang dapat juga dari daerah rawa-rawa, garam-garam kalium
dari penguapan air laut, dan dari penguapan air tanah dapat diendapkan garam-garam
natrium karbonat, kalsium karbonat, garam nitrat dan natrium sulfat.
Melihat proses kejadiannya, maka hampir semua deposit mineral sebagai akibat
penguapan ini berbentuk tipis dan meluas, jarang dijumpai dalam bentuk yang tebal.
Misalnya endapan gipsum, biasanya tebalnya antara 1 sampai 2 meter saja, kecuali kalau

pada saat terjadinya pengendapan disertai pula dengan penurunan dasar cekungan
pengendapan secara perlahan-lahan, maka dalam hal ini mungkin saja endapan gipsumna
dijumpai dalam keadaan agak tebal.
6)

Pelapukan
Proses pelapukan yang meskipun berjalan lambat tetapi terus-menerus dalam jangka

waktu lama, sehingga pada akhirnya batuan dan mineral-mineral yang dikandungnya akan
mengalami disintregasi sebagai akibat pelapukan fisik dan dekomposisi sebagai akibat
pelapukan kimiawi. Pelapukan fisika dan kimiawi terdiri dari bermacam-macam proses
yang dapat bekerja sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama. Pelapukan kimiawi
banyak terjadi di daerah yang beriklim basah dan panas seperti di Indonesia ini, sedang
pelapukan fisik lebih menonjol di daerah yang beriklim kering.

Hasil pelapukan dapat dibedakan atas tiga jenis atau kelompok, yaitu :
a.

Bahan-bahan yang dilarutkan dan diangkut sebagai larutan.

b.

Bahan-bahan yang diangkut bukan sebagai larutan, tetapi sebagai bahan padat, yaitu
sebagai beban melayang (suspensi) dan sebagai beban dasar (bed-load).

c.

Bahan-bahan yang tertinggal.

Diantara ketiga jenis bahan sebagai hasil proses pelapukan diatas, maka bahan jenis
pertama kalau merupakan bahan berharga konsentrasinya akan merupakan deposit evaporit
(penguapan) yang telah diterangkan di depan. Sedang konsentrasi bahan galian kedua akan
merupakan deposit karena proses sedimentasi seperti telah diuraikan di depan.
Sedang bahan-bahan yang tertinggal dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu :
a.

Yang berupa tanah (soil) biasa, tanpa kandungan mineral-mineral berharga.

b.

Yang berupa residu, terdiri dari mineral berharga dalam jumlah yang dapat
diusahakan.

c.

Residu yang berupa mineral berat dan mineral ringan yang tidak dapat larut karena
sifatnya yang stabil di mana hanya mineral yang berat yang berharga, sedang yang
ringan tidak berharga. Keduanya dapat dipisahkan dengan cara dialiri air atau udara.

d.

Bahan yang dapat larut oleh air yang meresap ke dalam tanah dan diendapkan di

tempat yang dangkal dibawahnya untuk membentuk deposit mineral berharga.


Keadaan alami batuan asalnya , keadaan topografi dan iklim akan membentuk deposit
konsenterasi residual, kelompok kedua membentuk deposti konsenterasi mekanis atau
deposit placer dan kelompok ketiga akan membentuk deposit pengkayaan sekunder
(secondary enrichment deposit).

(1) Deposit konsentrasi residual


Konsenterasi residual adalah suatu pengumpulan bahan residu yang berharga setelah
bagian-bagian tidak berharga tersingkirkan oleh proses pelapukan. Contoh deposit yang
terbentuk secara ini adalah bijih besi yang terkandung dalam gamping murni dalam bentuk
besi karbonat. Oleh proses Pelarutan (pelapukan kimiawi) gampingnya akan larut dan

besinya tertinggal. Seperti juga besi, mangan juga dapat terbentuk akibat pelapukan
kimiawi.
Meskipun aluminium termasuk unsur yang sangat banyak dijumpai pada kerak bumi,
tetapi sebagian besar ada dalam kombinasi dengan bahan lain yang masih menimbulkan
kesulitan untuk dapat diambil secara komersial. Sampai sekarang hanya bauksit yang
merupakan bijih aluminium yang komersial. Bauksit adalah suatu oksida aluminium yang
terhidrasi, dan berasal dari hasil pelapukan batuan beku yang kaya akan mineral-mineral
feldspar dan tidak mengandung mineral kuarsa, yaitu nepheline syenit. Bauksit yang baik
mengandung kira-kira 50% aluminium dan kurang dari 6% silika, 10% oksida besi dan 4%
oksida titanium.
Beberapa jenis batuan beku yang basa, mengandung sejumlah kecil nikel. Di bawah
pengaruh pelapukan di daerah tropis atau subtropis batuan semacam itu akan melepaskan
silika dan menghasilkan ikatan nikel dan magnesium. Di beberapa tempat, nikel tersebut
dalam bentuk mineral garnierit, oleh proses konsentrasi residual dapat menjadi deposit
yang komersial.
(2) Deposit konsetrasi mekanis atau placer
Sisa pelapukan yang tidak dapat larut akan menghasilkan suatu selubung dari bahanbahan lepas, diantaranya berat dan beberapa lagi ringan; ada yang getas (britlle) dan ada
yang tahan (durable). Bahan-bahan tersebut oleh suatu media tertentuk seperti air yang
mengalir (sungai), angin arus pantai (beach), ataupun ari permukaan (running water)
dapat mengalami pemisahan bagian yang berat terhadap bagian yang ringan secara
gravitasi dan membentuk endapan placer.
Konsentrasi hanya dapat terjadi kalau mineral berharga yang bersangkutan memiliki
tiga sifat sebagai berikut:

Berat jenisnya tinggi

Tahan terhadap pelapukan kimiawi

Tahan terhadap benturan-benturan fisik (durable)


Mineral placer yang memiliki sifat-sifat tersebut adalah emas, platina,tinstone,

magnetit, khromit, ilmenit, rutil, tembaga, batu mulia, zircon, monazit, fosfat, tantalit,
columbit. Diantara bahan-bahan tersebut di atas yang paling berharga sebagai deposit
placer adalah emas, platina, tinstone, ilmenit (bijih titanium), intan dan ruby.

(3) Deposit sebagai akibat oksidasi dan pengkayaan sekunder


Air dan oksigen adalah tenaga pelapukan kimiawi yang sangat kuat, kalau mereka
bersentuhan dengan suatu deposit bijih, maka hasilnya adalah reaksi-reaksi kimia yang
kadang-kadang dapat drastis dan merubah deposit yang sudah ada tersebut. Air permukaan
yang mengandung oksigen akan bersifat sebagai bahan pelarut yang mampu melarutkan
mineral-mineral tertentu. Suatu deposit bijih dapat teroksidasi dan dapat kehilangan
banyak kandungan mineral yang berharga karena tercuci (leached), kemudian terbawa ke
bawah oleh air permukaan yang sedang turun ke bawah (meresap ke bawah).
Pada bagian bawah, akhirnya larutan tersebut mengendapkan kandungan-kandungan
mineral logamnya menjadi endapan bijih teroksidasi (oxidized ores), ini terjadi di atas
muka air tanah.Pada saat larutan memasuki air tanah di bawah muka air tanah, mereka
memasuki zona dimana tidak ada oksigen dan kandungan logamnya lalu diendapkan dalam
bentuk logam-logam sulfida. Proses tersebut dinamakan pengkayaan sulfida sekunder.

7)

Proses Metamorfisme
Metamorfisme adalah suatu proses dimana batuan dan mineral mengalami ubahan

akibat adanya tekanan dan suhu yang tinggi yang ditimpakan kepadanya, disamping itu
kadang-kadang disertai pula dengan penambahan air dan karbon dioksida. Ubahan ini

dapat dalam bentuk kristalisasi maupun rekombinasi dari kandungan-kandungan batuan


yang menimbulkan mineral-mineral bukan logam baru yang berharga.

Deposit mineral yang terjadi oleh proses metamorfisme terutama adalah grafit, asbes,
talk, batusabun, garnet dan bahan-bahan abrasif.

D. Penyebaran Bahan Galian di Indonesia


Penyebaran Bahan galian di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya penyebaran
batuan, penyebaran bahan galian sangat dipengaruhi oleh tatanan geologi Indonesia yang
rumit. Mineral logam yang termasuk golongan ini adalah tembaga, besi, emas, perak,
timah, nikel dan aluminium. Mineral non logam yang termasuk golongan ini adalah fosfat,
mika, belerang, fluorit, mangan. Mineral industri adalah mineral bahan baku dan bahan
penolong dalam industri, misalnya felspar, ziolit, diatomea. Mineral energi adalah minyak,
gas dan batubara atau bituminus lainnya. Belakangan panas bumi dan uranium juga masuk
dalam golongan ini walaupun cara pembentukannya berbeda. (Sudradjat, 1999).

a.

Keberadaan Minyak dan Gas Bumi

Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai
kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini
memiliki peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di
Indonesia. Berdasarkan perkembangan ilmu yang didasari penelitian Asal minyak dan Gas
bumi tidak hanya dari plankton tetapi ada yang dari tumbuh-tumbuhan bahkan ada yang
dari anorganik. Teori anorganik merupakan teori yang beranggapan bahwa minyak dan gas
bumi berasal dari proses anorganik. Salah satu teorinya adalah Karbon (C) dan Hidrogen
(H) dapat membentuk minyak dan gas bumi apabila kondisi temperatur dan tekanan yang
ekstrim.
Minyak bumi berasal dari lapisan batuan induk, kemudian bergerak ke batuan
reservoir yang dapat memungkinkan minyak bumi terakumulasi didalamnya. Proses
migrasi ini merupakan perpindahan minyak bumi dari lapisan batuan induk menuju ke
lapisan batuan reservoir untuk dikonsentrasikan didalamnya. Namun dalam studi
perminyakan diketahui bahwa tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi akan lebih banyak
menghasilkan gas ketimbang menghasilkan minyak bumi. Hal ini disebabkan karena
rangkaian karbonnya juga semakinkompleks.
Setelah ganggang-ganggang maka akan teredapkan di dasar cekungan sedimen.
Keberadaan ganggang ini bisa juga dilaut maupun di sebuah danau. Jadi ganggang ini bisa
saja ganggang air tawar, maupun ganggang air laut. Tentusaja batuan yang mengandung
karbon ini bisa batuan hasil pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Batuan
yang mengandung banyak karbonnya ini yang disebut Source Rock (batuan Induk) yang
kaya mengandung unsur Carbon (high TOC-Total Organic Carbon).
Proses pembentukan carbon dari ganggang menjadi batuan induk ini sangat spesifik.
Itulah sebabnya tidak semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gasbumi.
Kalau saja carbon ini teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai carbon yang

tidak mungkin dimasak.Proses pengendapan batuan ini berlangsung terus menerus. Kalau
saja daerah ini terus tenggelam dan terus ditumpuki oleh batuan-batuan lain diatasnya,
maka batuan yang mengandung karbon ini akan terpanaskan. Tentusaja kita tahu bahwa
semakin kedalam atau masuk amblas ke bumi, akan bertambah suhunya. Ketika proses
penimbunan ini berlangsung tentusaja banyak jenis batuan yang menimbunnya. Salah satu
batuan yang nantinya akan menjadi batuan reservoiratau batuan sarang Pada prinsipnya
segala jenis batuan dapat menjadi batuan sarang, yang penting ada ruang pori-pori
didalamnya. Batuan sarang ini dapat berupa batupasir, batugamping bahkan batuan
volkanik.
Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang termatangkan berupa minyak
mentah. Namun meskipun berupa cairan, minyakbumi yang mentah ciri fisiknya berbeda
dengan air. Dalam hal ini sifat fisik yang terpenting yaitu berat-jenis dan kekentalan.
Kekentalan minyak Bumi lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyakbumi ini lebih
kecil.
Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di berbagai tempat dengan
elemen-elemen tektonik yang ada. Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari
berbagai sumber, telah diketahui ada sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan
migas yang cukup potensial. Diantaranya basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera
Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, AsemAsem, Banda, dll.
Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapanganlapangan minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat
flow dari proses penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gayagaya kompresi telah menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi

perangkap struktur sebagai tempat akumulasi hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih
rinci, perkembangan sistem cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat
dipengaruhi oleh tatanan struktur geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin
menentukan perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984).
Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika terjadi proses penurunan
cekungan dan sedimentasi yang bersifat transgresif, dan dilanjutkan bersifat regresif di
Miosen Tengah (Barber, 1985). Pola-pola ini menjadiken pembentukan delta berjalan
efektif sebagai pembentuk perangkap minyak bumi maupun batubara. Zona tumbukan
(collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan dengan kompleks
subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula, Seram, Bituni dan
Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi, serta Buton,
merupakan cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985).
Keberadaan endapan aspal di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro
kontinen Tukang Besi dengan lengan timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai
kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono, 1999).Kehadiran minyak di Papua berasosiasi
dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang merupakan tumbukan mikro kontinen Papua
Barat dengan tepi benua Australia (Barber, 1985). Sumber dan reservoar hidrokarbon
terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal serta di bagian
bawah hanging-wall sesar sungkup (Simanjuntak dkk, 1994).

b. Keberadaan Batubara dan Bituminus


Parameter yang mengendalikan bembentukan batubara adalah (1) sumber vegetasi,
(2) posisi muka air tanah (3) penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan, (4)
penurunan yang terjadi setelah pengendapan, (5) kendali lingkungan geotektonik endapan
batubara dan (6) lingkungan pengendapan terbentuknya batubara. Batubara lazim terbentuk

di lingkungan (1) dataran sungai teranyam, (2) lembah aluvial, (3) dataran delta, (4) pantai
berpenghalang dan (5) estuaria (Diessel, 1992).
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang
lama ( puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun
keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
perlu diketahui dimana batubara berbentuk dan faktor-faktor yang akan mempengaruhinya,
serta bentuk lapisan batubara. Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2
macam teori:
a) Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terbentuknya
ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah
tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan
sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif
kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara
Muara Eneem (Sumsel).
b) Teori drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya
di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang dengan
demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu
tempat, tertutup oleh batuan sedemen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai
dibeberapa tempat, kwalitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor
yang terangkut bersama, selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat

sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan


batubara delta Mahakam Purba (Kaltim).

1. Proses terjadinya Batubara


a) Proses biokimia
Proses penghancuran oleh bakteri Anaerobic terhadap bahan kayu-kayuan (sisa
tumbuhan) sehingga terbentuk gel (seperti agar-agar) yang disebut Gelly Bakteri
anaerob adalah bakteri yang hidup pada tempat (air) yang kurang mengandung oksigen.
Yaitu pada air kotor, misal : daerah rawa-rawa. Bakteri ini akan membusukkan / memakan
bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan)
Hasil dari proses Biokimia adalah terbentuknya gel sebagai bahan pembentuk
lapisan batubara. Bahan-bahan tersebut kemudian akan terendapkan/terkumpul sebagai
suatu massa yang mampat, yang disebut PEAT (GAMBUT).
PEAT (GAMBUT) : merupakan hasil dari proses pengendapan pemanpatan dan
pemadatan dari bahan-bahan pembentukan lapisan batubara.Untuk pembentukan PEAT
setebal 1ft, dibutuhkan waktu 100 th. Kadang-kadang dalam suatu lapisan batubara
dijumpai adanya struktur kayu yang masih tampak jelas dan utuh. Hal ini disebabkan
karena pada proses pembentukannya, bakteri tidak bekerja secara sempurna (proses
metabolisme bakteri tidak sempurna).Tidak aktifnya bakteri, karena bakteri tersebut
terkena racun (toxin), sehingga bahan kayu-kayuan yang ada akan tetap utuh sampai
pembentukan batubara
b) Proses termodinamik
Proses perubahan PEAT menjadi lapisan batubara oleh adanya panas dan tekanan,
juga proses dari luar seperti proses geologi (pelipatan, dsb).Dari adanya panas dan tekanan
(T dan P) ini, maka akan terbentuk lapisan batubara, dari PEAT menjadi LIGNIT sampai

ANTRASIT (dalam beberapa kelas atau rank). Adanya klasifikasi ini tergantung pada
intensitas panas dan tekanan.

Batubara di Indonesia umumnya menyebar tidak merata, 60% terletak di Sumatera


Selatan dan 30% di Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian besar batubara terbentuk di
lingkungan litoral, paralik dan delta, sedang beberapa terbentuk di lingkungan cekungan
antar pegunungan. Kualitas batubara umumnya berupa bituminous, termasuk dalam
steaming coal. Antrasit berkualitas rendah karena pemanasan oleh intrusi ditemukan di
Bukit Asam, Sumatera dan Kalimantan Timur sedang pematangan karena tekanan tektonik
terbentuk di Ombilin, Sumatera Barat (Sudradjat, 1999). Urutan kualitas batubara
cenderung menggambarkan umurnya.
c. Emas
Jebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika
kegiatan fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah. Proses ini
dikenal sebagai proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal dan suhu rendah. Proses
ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan vulkanik (volcanic hosted rock) maupun di
batuan sedimen (sedimen hosted rock), yang lebih dikenal dengan skarn. Contoh cukup

baik atas skarn terdapat di Erstberg (Sudradjat, 1999). Skarn Erstberg berupa roofpendant
batugamping yang diintrusi oleh granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur
geologi setempat. Sebagai sebuah roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik
contact sampai metamorphic zone (Juharlan, 1993).

Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan
signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini
terdapat pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan gunungapi
muda berumur kurang dari 70 juta tahun. Sebagian besar host rock merupakan batuan
vulkanik, dan hanya beberapa yang merupakan sediment hosted rock. Cebakan emas
epitermal umumnya terbentuk pada bekas-bekas kaldera dan daerah retakan akibat sistem
patahan.
Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai sistem
porfiri (porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua,
dengan mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih utama

kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain terdapat di Pongkor
dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratotok di Minahasa.

d. Intan
Intan termasuk dalam kelompok bahan galian yang terbentuk secara alami di
kedalaman tertentu dari permukaan bumi, termasuk dalam kelompok mineral Carbon
sebagai mineral utama penyusun intan (diamond).
Mineral Carbon terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai :
1. Diamond (Intan)- Sangat Keras, dengan kristal (berwarna) jernih
2. Graphite- Lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) carbon murni, struktur
molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah yang menjadikan
graphite lebih lunak dibandingkan diamond.
3. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk bulat
sempurna yang tersusun dari 60 atom Carbon
Intan terbentuk pada kedalaman 100 mil (161 Km) di bawah permukaan bumi, pada
batuan yang cair pada bagian mantel bumi yang memiliki temperature dan tekanan tertentu
yang memungkinkan untuk merubah (mineral) carbon menjadi intan.
Kebanyakan intan yang kita temukan sekarang merupakan hasil pembentukan proses
jutaan-milyar tahun yang lalu, erupsi magma yang sangat kuat membawa intan-intan
tersebut ke permukaan, membentuk pipa kimberlite, penamaan kimberlite berasal dari
penemuan pertama pipa tempat intan berada tersebut di daerah Kimberley, Afrika Selatan.

Intan juga dapat ditemukan di dasar sungai sebagai endapan yang kita sebut sebagai
endapan intan alluvial, pada dasarnya intan type alluvial juga berasal dari pipa Kimberlite
purba yang kemudian mengalami proses geologi lanjutan berupa pengangkutan oleh air

atau glacier yang berlangsung pada jutaan-milyar tahun yang lalu, sehingga intan-intan
yang berasal dari pipa kimberlite tersebut terbawa bermil-mil jauhnya dari tempat asalnya
dan kemudian terendapkan di dasar sungai.
Intan ditemukan di alam dalam bentuk batu yang masih kasar, sehingga harus melalui
beberapa proses terlebih dahulu agar tercipta sebagai perhiasan yang berkilau untuk
kemudian menjadi barang yang komersil.
Keterdapatan Intan di Kalimantan
plume tectonics dan pipa intan kimberlite: Kalimantan case
Melihat peta penyebaran intan di seluruh dunia (Evans, 1997), jelas tergambar di situ
bahwa deposit intan yang besar selalu berasosiasi dengan daerah continental craton (>
1500 Ma old). Teori terbaru sekarang tentang origin of diamonds adalah bahwa intan
bukanlah hasil kristalisasi magma di intrusi ultrabasa (akan in-situ), tetapi bahwa intan
adalah ex-situ, mereka adalah mineral - mineral di upper mantle yang terbawa hot plume
mantle yang sedang up-welling. Maka, intan bukanlah fenokris, tetapi xenokris.
Endapan intan di indonesia terdapat di kalimantan Barat ( Landak , Sangau ),
Kalimantan Tengah ( Purukcau ) dan kalimantan selatan ( Martapura, plehari ) dan yang
paling terkenal adalah yang dihasilkan di Kalimantan Selatan dimana penggaliannya sudah
ada sejak lama. Raffles mengatakan pada tahun 1738 intan yang berasal dari kalimantan itu
bernilai jutaan dolar.

e. Potash
Potash dinyatakan sebagai kalium oksida K2 O, dialam bahan ini dijumpai sebagai
endapan garam potash yang dapat dilarutkan dan sebagai mineral mineral potash yang
tidak dapat larut. Endapan potash yang larut sebagai endapan laut , rawa rawa dan danau,

mineral yang umum dan yang terpenting adalah Kyanite dan Carnallite. Sedangkan untuk
mineral mineral potash yang tidak larut ialah aluminite, leucite serta greensandmarl.

Di Indonesia potash bisa ditemukan di Jawa Timur ( Gunung Muria ), Pulau Bawean,
gunung lurus, gunung ringgit, gunung besea ( Besuki ) adapun keadaannya berada dalam
garam kusit analine dan feldspar.

f. Batu Gamping
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik,
secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi
secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput,
foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur
dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan
mineral pengotornya.

Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan
campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Potensi batu kapur di
Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia.
Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera Barat.Pada umumnya
deposit batu gamping ditemukan dalam bentuk bukit. Oleh sebab itu teknik penambangan
dilakukan dengan tambang terbuka dalam bentuk Quarry tipe sisi bukit (Side hill type).

g. Dolomit
Dolomite yang baru dikenal sejak tahun 1882, merupakan variasi batu gamping yang
mengandung > 50% karbonat istilah dolomite pertama kali digunakan untuk batuan
karbonat tertentu yang terdapat didaerah TYeolean Alpina (Pettijohn.F.J. 1956). Dolomit
dapat terbentuk karena proses primer dan sekunder. Secara sekunder, dolomite umumnya
terjadi kerena proses pelindian (leaching) tau peresapan unssur magnesium dari air laut
kedalam batu gamping, atau yang lebih dikenal dengan proses dolomitisasi yaitu proses
perubahan mineral kalsit menjadi dolomite. Selain itu dolomite sekunder dapat juga
terbentuk karena diendapkan secara tersendiri sebagai endapan evaporit.
Pembentukan dolomite sekunder dapat terjadi karena berbeberapa factor diantaranya
adalah tekanan air yang banyak mengandung unsure magnesium dan prosesnya
berlangsung dalam waktu lama. Dengan semakin tua umur batu gamping, semakin besar
kemungkinan nya untuk berubah menjadi dolomite. Dolomite primerterbentuk bersamasama dalam cebakan bijih.
Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batugamping dan
magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan penggunaan
batugamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan tetapi, biasanya dolomit
lebih disukai karena banyak terdapat di alam. Madiapoera, T (1990) menyatakan bahwa

penyebaran dolomit yang cukup besar terdapat di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya
terdapat juga potensi dolomit, namun jumlahnya relatif jauh lebih kecil dan hanya berupa
lensa-lensa pada endapan batugamping.Penambangan dolomit dilakukan sama dengan
penambangan batu gamping. Dan potensi dolomit dengan kualitas yang paling baik berada
di sedayu dan tuban , Jawa Timur.

h. Kalsit
Kalsit merupakan mineral utama pembentuk batugamping, dengan unsur kimia
pembentuknya terdiri dari kalsium (Ca) dan karbonat (CO3), mempunyai sistem kristal
Heksagonal dan belahan rhombohedral, tidak berwarna dan transparan. Sifat fisika dari
kalsit adalah bobot isi 2,71; kekerasan 3 (skala Mohs); bentuk prismatik; tabular; pejal;
berbutir halus sampai kasar; dapat terbentuk sebagai stalaktit, modul tubleros, koraloidal,
oolitik atau pisolitik. Warna kalsit yang tidak murni adalah kuning, coklat, pink, biru,
lavender, hijau pucat, abu-abu, dan hitam.
Penggunaan kalsit saat ini telah mencakup berbagai sektor yang didasarkan pada sifat
fisik dan kimianya. Penggunaan tersebut, meliputi sektor pertanian, industri kimia,
makanan, logam dan lainnya.
Kalsit terdapat di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan dan utara
(sebagian kecil). Bentuk endapan dapat datar, bukit atau berupa lensa. Cadangan yang
diketahui merupakan klasifikasi cadangan tereka di daerah Indarung (10,1 juta ton),
Sumatera Barat (10 juta ton) dan Begelan di Kabupaten Purwokerto (0,1 Juta ton).Proses
penambangan yang dilakukan dengan menggunakan peralatan secara sederhana antara lain
gancu dan linggis.

i.

Marmer
Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan

dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen
menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun
non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan
keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 3060 juta tahun atau
berumur Kuarter hingga Tersier.
Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua
penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk
pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio
sering dipakai untuk seni pahat dan patung.Proses penambangan marmer dilakukan secara
sederhana dengan peralatan sederhana seperti gergaji.Daerah penghasil marmer yang telah
diketahui berpotensi dan sudah diitambang berada didaerah Jawa Timur (Tulungagung),
Lampung, Makassar, Timor.

j.

Oniks
Endapan oniks mempunyai komposisi kimia CaCO3 terdiri dari mineral kalsit yang

berlapis dengan ketebalan dan pola yang bervariasi. Umumnya berwarna putih kekuningan
dan agak bening sehingga tembus pandang. Oniks terjadi pada rongga atau tekanan batu
gamping yang berasal dari larutan kalsium karbonat baik yang terjadi pada temperatur
panas atau dingin. Bila oniks ini terkena proses metamorfose maka akan terbentuk oniks
marmer. Seperti marmer, oniks tidak tahan terhadap larutan asam oleh sebab itu disarankan
jangan sampai terkena air hujan. Oniks biasanya dimanfaatkan sebagai hiasan seperti
asbak, vas, lampu duduk/ gantung atau bentuk dekorasi lainnya.

Endapan oniks yang sudah diketahui keberadaannya yaitu didaerah jawa barat
(Ciniru, kabupaten kuningan), Jawa tengah (Daerah wirosari), dan beberapa daerah jawa
timur. Proses penambangan yang dilakukan sama seperti penambangan marmer.

k. Rijang
Rijang (SiO2) Terbentuk sebagai hasil perubahan kimiawi pada pembentukan batuan
endapan terkompresi, pada proses diagenesis. Ada teori yang menyebutkan bahwa bahan
serupa gelatin yang mengisi rongga pada sedimen, misalnya lubang yang digali oleh
mollusca, yang kemudian akan berubah menjadi silikat. Teori ini dapat menjelaskan bentuk
kompleks yang ditemukan pada rijang.
Rijang banyak tersebar diwilayah indonesia diantaranya daerah Istimewa aceh, Jawa
barat, Jawa tengah, Jawa timur, Kalimantan barat, Kalimantan selatan, Sulawesi selatan,
Nusa tenggara timur. Rijang termasuk sebagai bahan batu setengah permata. Oleh sebab itu
kebanyakan dibentuk sebagai hiasan (ornament).Proses penambangan yang dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana seperti linggis.

m. Mangan
Mangan termasuk unsur terbesar yang terkandung dalam kerak bumi. Bijih mangan
utama adalah pirolusit dan psilomelan, yang mempunyai komposisi oksida dan terbentuk
dalam cebakan sedimenter dan residu. Mangan mempunyai warna abu-abu besi dengan
kilap metalik sampai submetalik, kekerasan 2 6, berat jenis 4,8, massif, reniform,
botriodal, stalaktit, serta kadang-kadang berstruktur fibrous dan radial. Mangan
berkomposisi oksida lainnya namun berperan bukan sebagai mineral utama dalam cebakan
bijih adalah bauxit, manganit, hausmanit, dan lithiofori, sedangkan yang berkomposisi
karbonat adalah rhodokrosit, serta rhodonit yang berkomposisi silika.

Cebakan mangan dapat terjadi dalam beberapa tipe, seperti cebakan hidrotermal,
cebakan sedimenter, cebakan yang berasosiasi dengan aliran lava bawah laut, cebakan
metamorfosa, cebakan laterit dan akumulasi residu. Sekitar 90% mangan dunia digunakan
untuk tujuan metalurgi, yaitu untuk proses produksi besi-baja, sedangkan penggunaan
mangan untuk tujuan non-metalurgi antara lain untuk produksi baterai kering, keramik dan
gelas, kimia, dan lain-lain.
Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar, namun terdapat di berbagai
lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera,
Kepulauan Riau, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku,
dan Papua.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keterdapatan sumberdaya mineral dibumi sangat tergantung kepada kondisi
geologinya dan tidak semua wilayah mempunyai sumberdaya mineral yang melimpah.
Genesa atau pembentukan sumberdaya mineral ditentukan oleh asosiasi batuan asalnya.
Wilayah indonesia yang kaya akan mineral dan sumberdaya ini seharusnya dimaksimalkan
secara efektif sehingga potensi potensi endapan bahan galian mampu menyokong
pembangunan.kegiatan penambangan perlu diperhatikan .Pengambilan atau penambangan
sumberdaya mineral ini diperlukan suatu proses yang dimulai dari tahap penemuan, tahap
pengambilan hingga prosesing.

B. Saran
Potensi endapan endapan yang melimpah membutuhkan penanganan yang khusus
sehingga nantinya tidak merusak lingkungan. Pengambilan bahan galian dari dalam bumi
juga membutuhkan perencanaan yang matang agar sumber daya tersebut tidak habis
sehingga kebutuhan dan potensi dari setiap endapan mineral masih tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
https://supardibarmawimie08.wordpress.com/2013/03/19/berawal-dari-tambang-2/
http://tambangunp.blogspot.co.id/2013/10/proses-terbentuknya-endapan-bahangalian.html
http://yongkiss19.blogspot.co.id/2014/11/makalah-geometrik-bahan-galian.html
http://miningplandesign.blogspot.co.id/2011/12/proses-terbentuknya-endapanbahan.html

Anda mungkin juga menyukai