Anda di halaman 1dari 32

Evaluasi Produktivitas Peralatan Mekanis Pada Kegiatan

Penambangan Bijih Emas Dalam Upaya


Peningkatan Target Produksi
Studi Kasus PT Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor

Artikel Ilmiah

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Yustinus Hendra Wiryanto, S.Si. MT., M.Sc.

Disusun oleh :

MUSTARI NUR ALAM


DBD 114 144

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2017
Evaluasi Produktivitas Peralatan Mekanis Pada Kegiatan Penambangan Bijih
Emas Dalam Upaya Peningkatan Target Produksi
Studi Kasus PT Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor.

ABSTRAK
PT. Aneka Tambang Tbk. Persero merupakan salah satu indusrti
pertambangan mineral yang dimiliki BUMN Indonesia, khususnya bergerak
di bidang Unit Bisnis Pertambangan Emas yang terletak di Gunung Pongkor,
Bogor, Jawa Barat. PT Aneka Tambang Tbk. UBPE Pongkor melakukan
kegiatan penambangan bijih emas menggunakan sistem tambang bawah
tanah yang menerapkan metode overhand cut and fill dan shrinkage
stoping dengan target produksi sebesar 6.500 ton perbulan. Produksi alat
mekanis aktual yang didapat untuk alat bor Jumbo drill sebesar 6.093,9
ton/bulan pada tambang Ciguha dan 6.787,8 ton/bulan pada tambang
Kubang Cicau, serta alat muat angkut LHD (Load,Haul,Dump) sebesar
6.012 ton/bulan pada tambang Ciguha dan 6.535,8 ton/bulan pada
tambang Kubang Cicau. Hasil produktivitas aktual yang dihasilkan oleh
peralatan mekanis tersebut pada tambang Ciguha belum mencapai target
produksi yang ditetapkan, tetapi pada tambang Kubang Kicau telah
mencapai target tersebut. Sesuai rencana peningkatan produksi sebesar
10.000 ton/bulan di masa yang akan datang pada masing-masing lokasi
tambang tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi produktivitas peralatan
mekanis yang berlangsung saat ini. Tidak tercapainya target produksi
disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan, baik hambatan yang dapat
dihindari maupun hambatan yang tidak dapat dihindari. Hambatan-
hambatan tersebut menyebabkan rendahnya efisiensi kerja peralatan
mekanis. Efisiensi kerja aktual peralatan mekanis pada kegiatan
penambangan dikategorikan buruk karena nilai efisiensi kerja kurang dari
65% (Drevdahl,1970). Efisiensi kerja dari kegiatan pengeboran yaitu
54,33% pada tambang Ciguha dan 58,63% pada tambang Kubang Cicau,
serta efisiensi kerja dari kegiatan pemuatan pengangkutan sebesar 51,77%
pada tambang Ciguha dan 53,2% pada tambang Kubang Cicau. Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas peralatan mekanis adalah
perbaikan efisiensi kerja dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan
kerja yang dapat dihindari. Adanya peningkatan efisiensi kerja, maka
produktivitas dari peralatan mekanis juga mengalami peningkatan menjadi
13.076,1 ton/bulan ditambang Ciguha dan 12.958,2 ton/bulan pada
tambang Kubang Cicau untuk alat bor Jumbo drill, serta 13.453,2 ton/bulan
pada tambang Ciguha dan 14.556,6 ton/bulan pada tambang Kubang Cicau
untuk alat muat angkut LHD (Load,Haul,Dump). Hasil ini sangat baik
karena dapat melampaui target produksi yang diharapkan saat ini sebesar
6.500 ton/bulan, sehingga peningkatan target produksi sebesar 10.000
ton/bulan dapat dilaksanakan.
Kata Kunci : Peralatan Mekanis, Target Produksi, Efisiensi Kerja
A. Latar Belakang
PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. merupakan salah satu indusrti
pertambangan mineral yang dimiliki BUMN Indonesia, khususnya bergerak di
bidang Unit Bisnis Pertambangan Emas yang terletak di Gunung Pongkor,
Bogor, Jawa Barat. PT Aneka Tambang Tbk. UBPE Pongkor melakukan
kegiatan penambangan bijih emas menggunakan sistem tambang bawah tanah
yang menerapkan metode overhand cut and fill dan shrinkage stoping.
Dalam kegiatan pengeborannya, PT Antam (Persero) Tbk UBPE
Pongkor menggunakan alat bor Jumbo Drill dalam kegiatan produksinya, serta
menggunakan peralatan mekanis LHD dalam kegiatan pemuatan dan
pengangkutan material bijih dari front kerja menuju Lori/Grandby sebagai alat
angkut menuju permukaan. Akan tetapi, target produksi yang telah ditetapkan
oleh PT Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor sebesar 6.500 ton/perbulan
belum tercapai, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja peralatan
mekanis dalam hal ini faktor-faktor yang menghambat target produksi Jumbo
Drill dan LHD agar produktivitas peralatan mekanis dapat ditingkatkan
sehingga target produksi dapat tercapai.
1. Pengeboran
Kegiatan pengeboran adalah suatu aktivitas vital dalam proses
penambangan baik dalam pembuatan tunnel yang berfungsi sebagai akses
menuju ore maupun pembuatan tunnel yang berfungsi sebagai sarana
pendukung kegiatan produksi, pengeboran produksi berupa penyiapan lubang
ledak untuk mengambil ore yang bernilai ekonomis dan pemasangan
supporting (penyangga) disetiap tunnel meurut rekomendasi geoteknik.
Kegiatan pengeboran di lokasi PT. Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor
menggunakan Jumbo Drill jenis TAMROCK dengan tipe monomatic dengan
panjang batang bor 2,4 m dalam kegiatan produksi
Gambar Jumbo Drill Tipe TAMROCK Monomatic

Dalam industri pertambangan alat bor Jumbo Drill adalah sebuah unit
pengeboran dengan satu atau lebih alat bor dan dilekatkan pada alat mekanik.
Jumbo Drill dapat tersusun oleh beberapa alat bor yang dilekatkan pada lengan
baja dimana beberapa dilengkapi oleh kontrol otomatis maupun kabin peredam
suara.

Masing-masing jumbo drill dirancang untuk kegiatan khusus seperti fan


drilling untuk operasi sublevel caving, development, pengeboran pada operasi
room and pillar, stoping pada operasi cut and fill.

Gambar Dimensi Dari Jumbo Drill


Komponen Jumbo Drill :
1. Rail Undercarriage. Bergerak diatas rel, dapat ditarik lokomotif ataupun
mempunyai penggerak sendiri.
2. Crawler Undercarriage (rantai kelabang). Alat pembawa jumbo sistem
crawler digunakan pada tambang yang tidak dijumbpai air tambang yang
korosif.
3. Pneumatic – Tired Undercarriage Bergerak diatas roda karet.
Kecepatan lebih tinggi dibandingkan dengan penggerak crawler.
4. Booms. Untuk menggerakkan dan meluruskan pemboran dan juga
mengarahkan kepermukaan terowongan.
5. Feed Shell. Berfungsi mengarahkan dan mendorong alatbor ke depan
selama operasi pemboran dan menarik alat bor sesudah lubang bor
terbentuk.
6. Drills. Dapat berupa percussion drill, rotary drill, rotary-percussion drill.

Kegiatan pengeboran pada Tambang Bawah Tanah tidak jauh berbeda


dengan kegiatan pemboran di permukaan, namun banyak variabel yang harus
diamati sebelum melakukan kegiatan tersebut, diantaranya:
• Dimensi terowongan
• Ukuran lubang bor
• Kualitas hasil ledakan yang diinginkan
• Kondisi geologi dan mekanika batuan
• Bahan peledak yang tersedia
• Perkiraan kondisi air tanah
• Batasan terjadinya getaran (Vibrasi yang diizinkan)
• Peralatan bor yang digunakan.

Karena terbatasnya bidang yang tersedia, maka hal pertama yang perlu
diantisipasi dalam pembuatan terowongan adalah dengan menyediakan bidang
bebas dengan menggunakan lubang bor kosong (empty holes) satu buah atau
lebih yang tidak diisi bahan peledak, serta memanfaatkan detonator untuk
menyediakan waktu jeda (delay time) dalam proses peledakannya. Secara garis
besar pola pemboran yang III-8 umum diterapkan pada pembuatan terowongan
dibagi menjadi 4 kelompok besar formasi lubang bor, yaitu :

a) Cut Holes, Berfungsi untuk memperbesar bidang bebas yang terbentuk


bagi peledakan selanjutnya. Beberapa tipe Cut Holes yang dapat
diterapkan dilapangan adalah Paralel Cut dan V-Cut.
b) Blast Holes, berfungsi untuk menghancurkan sebagian besar muka kerja
(front). Formasi lubang bor pada umumnya menyerupai lubang parallel
ataupun stagart dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas muka kerja,
sedangkan spasingnya disesuaikan dengan karakteristik bahan peledak
dan kondisi batuannya.
c) Contour Holes, Berfungsi untuk membentuk dinding terowongan.
Formasi lubang bor ini diletakkan dekat dengan batas luar muka kerja
yang akan dibentuk. Untuk mendapatkan dinding yang sempurna, ada
beberapa teknik yang digunakan yaitu :
• Relief Drilling, yaitu lubang tembak yang diisi bahan peledak tetap
tidak mempergunakan stemming (penyumpat) karena hanya
berfungsi untuk meratakan batuan.
• Trimming, yaitu lubang tembak yang dibuat berdekatan sepanjang
garis luar muka kerja tanpa dilakukan pengisian bahan peledak,
karena berfungsi untuk menahan rambatan gelombang detonasi
keluar areal muka kerja (menghindari terjadinya over break).
d) Floor Holes, Berfungsi untuk membentuk lantai terowongan. Biasanya
formasi ini berbanjar dibagian lantai terowongan dengan spasing yang
agak rapat. Kadang III-9 kadang dibagian pojok kanan atau kiri
ditambahkan beberapa lubang yang lebih rendah untuk membentuk
paritan. Untuk membuat lubang maju didalam tambang bawah tanah atau
Tunnel perlu dibuat suatu bidang bebas (free face) untuk kebutuhan
peledakan. Untuk menambah free face dibutuhkan “Cut” yang
merupakan suatu lubang buka yang dibuat pada suatu face yang belum
ada free facenya, bentuknya berupa lubang bor sedalam kemajuan yang
diperoleh. Tipe-tipe “Cut” ada tiga macam, yaitu :
• Burn Cut, yaitu kelompok lubang bor dengan salah satu lubang atau
lebih berukuran lebih besar dari yang lainnya yang polanya dibuat
secara parallel, tegak lurus dengan face dan mempunyai jarak spasi
yang cukup rapat. Pola ini biasanya dipakai untuk lubang bukaan
yang kecil.
• Wedge/Angled Cut, yaitu kelompok lubang bor dengan sudut
kemiringan bervariasi terhadap free face, dimaksudkan agar
pergerakan batuan akan lebih besar. Jenis Angled Cut ini terdiri dari
V cut, Pyramid Cut, dan The Draw (hammer). Pola pemboran seperti
ini biasanya digunakan untuk lubang bor yang relatif besar.
• Machine Cut, yaitu apabila batuan yang akan diledakkan cukup
lunak (misalnyapotash dan gypsum), maka untuk pembuatan cut
dilakukan dengan mesin yang dilengkapi dengan cutters bars
(pemotong), yang memotong satu atau beberapa irirsan horizontal
maupun irisan vertical pada face dengan maksud untuk membuat
sebuah bidang bebas pada bagian bawah pemuka kerja. Besarnya
kemajuan dibatasi oleh kedalaman dari irisan ini. Pola keseluruhan
dalam III-10 pembuatan lubang maju (opening) tertentu terdiri atas
Cut Hole, Relief/Breast Hole, Angle Hole dan Trim Hole yang
menyatu membentuk sebuah round.

Gambar Contoh Formasi Lubang bor (Moelhim Kartodharmo, 1996)


A. Faktor yang mempengaruhi pemilihan alat bor
Pemilihan suatu alat produksi harusnya melalui suatu prosedur
yang telah dicanangkan dengan baik. Hal ini merupakan persoalan
rancangan rekayasa yang sebenarnya yang memerlukan suatu
pertimbangan harga. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bor
adalah:
a. Ukuran lubang ledak
b. Kedalaman lubang ledak
c. Jenis batuan
d. Kondisi lapangan dan jalan masuk
e. Fragmentasi dan output yang dibutuhkan
f. Ekonomis
g. Pertauran yang berlaku dan harus dipatuhi

B. Sistem Pengeboran Secara Mekanik (Mechanical Drilling)


Mechanical Drilling merupakan operasi pengeboran yang
peralatan pengeborannya digerakkan secara mekanis sehingga
operator pengeboran dapat mengendalikan semua parameter
pengeboran lebih mudah. Peralatan pengeboran ini disangga diatas
rigs dan menggunakan roda atau ban rantai. Komponen utama pada
mechanical drilling adalah,
a. Mesin (sumber energi mekanik)
b. Batang Bor (mentransmisi energi mekanik)
c. Mata Bor (menggunakan energi mekanik untuk menembus
batuan)
d. Flushing (membersihkan lubang bor dari cuttings)

Mechanical drilling terbagi menjadi tiga macam berdasarkan cara


penetrasi terhadap batuan, yaitu: rotary drilling, percussive
drilling, dan rotary-percussive drilling.
a) Metode Pengeboran Rotary Drilling
Rotary Drilling adalah metode pengeboran yang menggunakan
aksi putaran untuk melakukan penetrasi terhadap batuan. Pada
metode ini ada dua jenis mata bor, yaitu tricone bit dengan hasil
penetrasinya berupa gerusan dan drag bit dengan hasil
penetrasinya berupa potongan (cutting).

Gambar Sistem Pengeboran Rotary (Koesnaryo S. 2001).

b) Metode Pengeboran Percussive Drilling


Percussive Drill adalah metode pengeboran yang menggunakan
aksi tumbukan untuk melakukan penetrasi terhadap batuan.
Komponen utama Percussive drilling adalah piston. Energi
tumbukan piston diteruskan ke batang bor dan mata bor dalam
bentuk gelombang kejut yang bergerak sepanjang batang bor untuk
meremukkan permukaan batuan.

Gambar Sistem Pengeboran percussive (Koesnaryo S. 2001)


c) Metode Pengeboran Rotary – Percussive Drilling
Rotary-Percussive Drilling adalah metode pengeboran yang
menggunakan aksi tumbukan yang dikombinasikan dengan aksi
putaran, sehingga terjadi proses peremukan dan penggerusan
batuan. Metode ini terbagi menjadi dua :
• Top Hammer
Pada metode ini, aksi putaran dan tumbukan dihasilkan diluar
lubang bor yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor
yang menuju mata bor.
• Down The Hole Hammer
Pada metode ini, aksi tumbukan dihasilkan didalam lubang bor
yang dialirkan langsung ke mata bor, sedangkan aksi
putarannya dihasilkan diluar mata bor yang kemudian
ditransmisikan melalui batang bor menuju mata bor.

Gambar Sistem Pengeboran Rotary-percussive (Koesnaryo S. 2001)

C. Perlengkapan Metode Pengeboran Rotary-Percussive


Batang bor yang digunakan pada pengeboran rotary-percussive ada
dua macam, yaitu integral drill steel dan extention drill Steel.
• Integral Drill Steel
Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor
dan batang bornya menjadi satu. Batang bor ini biasanya
digunakan untuk jenjang yang relatif rendah atau kedalaman
pengeboran relatif dangkal dan diameter lubang bor antara 22-41
mm.

Gambar Komponen Batang Bor Jenis Integral (Jimeno,.CL. 1995)

• Extension Drill Steel


Berbeda dengan Integral drill, extension drill memerlukan
coupling untuk menghubungkan shank rod dengan extension
rods. Selain itu, batang bor jenis extension dapat dipakai untuk
mendapatkan kedalaman pengeboran yang diinginkan.

Gambar Komponen batang extension (Jimeno,.CL. 1995)


Perlengkapan pengeboran pada alat bor rotary-percussive drilling
dengan menggunakan extension drill steel adalah :
1. Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling
sleeve, rods dan bits selama operasi pengeboran. Threads terdiri
dari 4 macam, yaitu:
a. R – Thread
R – thread digunakan pada lubang berdiameter kecil (22-38
mm), R-thread memiliki sebuah pitch berukuran 12,77 mm
dan mempunyai profil sudut yang besar.

Gambar Jenis R, T, C, GD-Thread (Jimeno,.CL. 1995)


b. T – Thread
Dapat digunakan pada semua kondisi pengeboran dengan
batang bor berukuran 38 – 51 mm. T-thread memiliki ukuran
pitch yang lebih besar dan sudut yang lebih kecil sehingga
pelepasan koplingnya lebih mudah daripada R – thread.
Umur pakai thread tipe ini lebih panjang.
c. C – Threads
C – thread didesain untuk batang berukuran 51 mm atau
lebih. Pitch pada thread ini berukuran besar dan slope angle
mirip dengan T- thread.
d. GD or HL – Thread
Thread ini mempunyai karakteristik diantara R- thread dan T
– thread. Thread ini mempunyai asymmetrical ‘sawtooth’
profil dan digunakan pada batang bor berukuran 25 – 57 mm.
2. Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama
yang menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang bor.
Shank adaptor ini terletak didalam mesin bor dan dihubungkan
dengan couplings ke batang bor pertama.

Gambar Jenis Shank Adaptor (Jimeno,.CL. 1995)

3. Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi
pukulan dari shank adaptor ke mata bor. Pada pengeboran dengan
top hammer batang bor merupakan komponen setelah drill chuck
dan dapat berbentuk hexagonal maupun round cross – section.
Gambar Tipe Batang bor (Jimeno,.CL. 1995)
4. Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang
satu dengan batang bor lainnya. Tujuan penggunaan coupling
untuk memperoleh kedalaman yang diinginkan. (Gambar 3.9)
5. Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan
tumbukan dari batang bor ke batuan. Alat bor rotary-
percussive drill terdiri dari 2 jenis mata bor, yaitu:
• Button Bit
Button bit berbentuk silinder. Pada bagian permukaan
button bit terbesar tungstan carbide dalam berbagai bentuk
dengan diameter antara 50 mm – 251 mm. Button bit ini
lebih cocok digunakan pada rotary-percusive drilling,
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada insert bit,
lebih resisten terhadap pengerutan dan cold-pressing, dan
mampu meneruskan energy dari batang bor secara lebih
efektif. (Gambar 3.10)

Gambar Jenis Coupling (Jimeno,.CL. 1995)

• Insert Bit
Insert bit ini terdiri dari dua bentuk yaitu cross bits dan X-
bits. Cross bits terdiri dari empat buah tungsten carbide
yang saling membentuk sudut 90̊ sedangkan X-bits terdiri
dari empat buah tungsten carbide yang saling membentuk
sudut 75̊ dan 105̊. Insert bits memiliki ukuran diameter
mulai dari 35 mm sampai 57 mm untuk cross bits dan 64
mm untuk X-bits.(Gambar 3.10)
D. Kegiatan Dasar pada Pengeboran Rotary-Percussive
a) Percussion
Energi pukulan dihasilkan dari shock wave yang menggerakkan
piston secara berulang-ulang kemudian ditransmisikan dari
hammer ke mata bor melalui batang bor.

Button Bit

Cross Bit X-Bit


Gambar Jenis-jenis Mata bor (Jimeno,.CL. 1995)
b) Rotation
Gerakan putaran yang menghasilkan perputaran mata bor diantara
energi pukulan berulang-ulang. Gerakan ini mengakibatkan
terjadinya tumbukan mata bor batuan dengan posisi yang berbeda-
beda.
c) Feed, or Thrust Load
Trhust Load adalah energi yang dihasilkan oleh pull down motor
untuk menggerakkan hammer dan kemudian diteruskan ke mata
bor sehingga terjadi kontak permanen dengan batuan. Feed adalah
komponen dari rotary-percussive rock drill yang menggerakkan
pneumatic maupun hydraulic hammers maju mundur. Feed juga
menyediakan thrust load yang diperlukan pada operasi pengeboran.
d) Flushing
Flushing adalah semburan udara, air, atau busa ke dalam lubang
bor untuk mengeluarkan cutting dari dalam lubang bor serta
bertujuan untuk membersihkan lubang bor.

E. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pengeboran


Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat
batuan yang di bor, rock drillability, geometri pengeboran, umur dan
kondisi mesin bor, dan keterampilan operator.
1. Sifat Batuan
Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai
konsekuensi pada pemiliha metode pengeboran, yaitu :
• Kekerasan Batuan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus
terhadap abrasi. Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat
teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai untuk
menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk
menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan
merupakan fungsi dari kekerasan, komposisi butiran mineral,
porositas, dan derajat kejenuhan serta merupakan hal yang
utama yang harus diketahui untuk menentukan tingkat
kemudahan pengeboran. Kekerasan batuan diklasifikasikan
dengan skala Fredrich Van Mosh (1882) pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kekerasan Batuan dan Kekuatan Batuan
Kuat Tekan Batuan
Klasifikasi Skala Mohs
(MPa)

Sangat Keras +7 + 200

Keras 6–7 120 - 200

Kekerasan Sedang 4.5 – 6 60 - 120


Cukup Lunak 3 – 4.5 30 - 60

Lunak 2-3 10 - 30

Sangat Lunak 1-2 - 10

• Kekuatan Batuan (strength)


Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari
kekerasan terhadap gaya luar, baik itu kekuatan statik maupun
dinamik. Pada prinsipnya, kekuatan batuan tergantung pada
komposisi mineralnya.
• Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan
mineral lain, ini merupakan suatu parameter yang
mempengaruhi keausan (umur) mata bor dan batang bor.
Faktor yang mempengaruhi abrasivitas batuan adalah:
- Kekerasan batuan
- Bentuk butir
- Ukuran butir
- Porositas batuan
- Ketidaksamaan penyusun batuan

• Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan Modulus Young
(E), dan nisbah Poisson (υ). Modulus elastisitas merupakan
faktor kesebandingan antara tegangan normal dengan
regangan relatifnya, sedangkan nisbah Poisson merupakan
kesebandingan antara regangan lateral dengan regangan
aksial. Modulus elastisitas sangat tergantung pada komposisi
mineralnya, porositas, jenis perpindahan, dan besarnya beban
yang diterapkan.
• Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang
menyebabkan deformasi tetap setelah tegangan dikembalikan
ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur. Sifat
plastis tergantung pada komposisi mineral penyusun batuan.

Tabel 3.2 Sifat Fisik Dan Mekanik dari Batuan Sedimen


Modulus Elastisitas Nisbah
Batuan Sedimen Porositas
104 x (MPa) Poisson

Dolomit 1,96 – 8,24 0,08 – 0,2 0,27 – 4,10

Limestone 0,98 – 7,85 0,1 – 0,2 0,27 – 4,10

Sandstone 0,49 – 8,43 0,066 – 0,125 1,62 – 26,40

Shale 0,8 – 3,0 0,11 – 0,54 20,0 – 50,0

Sumber : Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam (2010), Pongkor, Bogor,


Jawa Barat.
• Tekstur Batuan
Tekstur suatu batuan menunjukkan hubungan antaa mineral-
mineral penyusun batuan, sehingga dapat diklasifikasikan
berdasarkan dari sifat-sifat porositas ikatan antar butir, bobot
isi, dan ukuran butir. Tekstur juga mampengaruhi kecepatan
pengeboran.
• Struktur Geologi
Penyesuaian kelurusan lubang ledak, aktivitas pengeboran,
dan kemantapan lubang ledak dipengaruhi oleh struktur
geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan.
• Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan dapat digambarkan seperti perilaku
batuan ketika dipukul. Tiap-tiap tipe batuan mempunyai
karakteristik pecah yang berbeda dan ini berhubungan dengan
tekstur, dan komposisi mineral.

2. Drilabilitas Batuan (Rock Drillability)


Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor
terhadap batuan. Nilai drilabilitas ini diperoleh dari hasil pengujian
terhadap toughness berbagai tipe batuan oleh Sievers dan Furby.
Hasil pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai penetration
speed dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis.
Tabel 3.3 Nilai Faktor Drilabilitas dan Abrasivitas berbagai batuan
Batuan Lokasi Drillabili Abrasion
Barre Granite Barre, VT ty 1,00 index 1,00
Granite Dvorshak, ID 1,11 1,14
Granite California 1,10 0,54
Granite Newark, NJ 1,05 1,27
Granite Mt.Blanc, France 0,92 0,86
Granite Grand Coulee, WA 0,50 2,40
Granite Bulgaria 0,45 2,29
Granite Denver, CO 1,52 1,00
Granite
Gneiss Vancouver, BC, 0,89 1,03
Granite
Gneiss Hamburg,
Canada NJ 0,67 1,46
Quartzite
Gneiss Capetown, South 1,22 2,70
Quartzite Corter
Africa Dam, GA 1,00 1,40
Quartzite New Zealand 0,78 1,70
Quartzite Canada 0,72 3,17
Quartzite Minnesota 0,56 8,60
Quartzite Canada 0,33 1,45
Magnetite Kiruna, Sweden 1,00 1,23
Magnetite Kirkland, ON, 0,59 1,41
Taconite Kirkland,
Canada ON, 0,84 4,13
Hematite Sarajevo,
Canada 1,50 0,40
Hematite
(red) Sarajevo,
Yugoslavia 2,20 0,70
Siderite
(dark) Sarajevo,
Yugoslavia 0,90 0,80
Siderite Suffern, NY
Yugoslavia 0,89 0,55
Sandstone Nova, Scotia, 2,70 0,14
Sandstone Ohio
Canada 3,10 0,11
Sandstone New Zealand 2,30 1,20
Shale Michel, BC, Canada 0,75 2,80
Shale Scranton, PA 2,00 0,00
Limestone Davenport, IA 1,79 0,28
Limestone Portsmounth, NH 1,77 0,65
Limestone Saratoga, NY 1,22 0,01
Sumber : Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam (2010), Pongkor,
Bogor, Jawa Barat.

3. Geometri Pengeboran
a. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang
ledak adalah :
• Volume batuan yang dibongkar
• Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
• Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
• Mesin bor yang tersedia
• Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil
peledakan.
b. Arah Lubang ledak
Pada kegiatan pengeboran ada dua macam arah lubang ledak
yaitu arah tegak dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama,
kedalaman lubang ledak miring > dari pengeboran tegak selain
itu pengeboran miring penempatan posisi awal lebih sulit karena
harus menyesuaikan dengan kemiringan lubang ledak yang
direncanakan.
c. Kedalaman Lubang ledak
Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi
jenjang, dimana kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang.
Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling) dimaksudkan
untuk memperoleh jenjang yang rata.
4. Umur dan Kondisi Mesin Bor
Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan
pengeboran, kemampuan mesin bor akan menurun sehingga sangat
berpengaruh pada kecepatan pengeboran. Umur mata bor dan batang
bor ditentukan oleh meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan
pengeboran.
Untuk menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui
empat tingkat ketersediaan alat, yaitu:
a. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)
Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui
kondisi mekanik yang sesungguhnya dari alat yang digunakan.
Ketersediaan mekanik (MA) menunjukkan ketersediaan alat
dengan kondisi baik dan normal, tanpa adanya permasalan.
Persamaan dari ketersediaan mekanik adalah
𝑊
MA = (𝑊+𝑅) 100% …………………………………..…. (3.1)

Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh
operator untuk melakukan kegiatan pengeboran.
R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan
untuk perbaikan dan waktu yang hilang akibat menunggu saat
perbaikan termasuk juga waktu penyediaan suku cadang serta
waktu perawatan.
b. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi
didalam seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari
ketersediaan fisik adalah :
𝑊+𝑆
PA = (𝑊+𝑅+𝑆) x 100% ……………………………… (3.2)

Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak
dipergunakan padahal alat tersebut siap beroperasi
(W+R+S) = Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam atau
jumlah jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk
beroperasi.
c. Penggunaan Efektif
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut
dapat digunakan. Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan
pengertian efisiensi kerja.
Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:
𝑊
EU = (𝑊+𝑅+𝑆)x 100………………………………….(3.3)

d. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)


Ketersediaan Penggunaan menunjukkan berapa persen waktu
yang dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat
tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif EU sebenarnya
sama dengan pengertian efisiensi kerja. Persamaan dari
ketersediaan penggunaan adalah:
𝑊
UA = (𝑊+𝑆)x 100% …………………………………(3.4)

Penilaian Ketersediaan alat bor dilakukan untuk mengetahui


kondisi dan kemampuan alat bor untuk menyediakan lubang
ledak. Kesediaan alat dikatakan sangat baik jika persen ≥90%,
dikatakan sedang jika berkisar antara 70%-80%, dikatakan buruk
(kecil) jika persen kesediaan alat ≤70%.
5. Keterampilan Operator
Keterampilan operator tergantung pada individu masing-masing
yang dapat diperoleh dari latihan dan pengalaman kerja.

F. Estimasi Produksi Mesin Bor


1. Waktu Edar (Cycle Time)
Waktu edar yang dibutuhkan untuk membuat satu lubang.
Ct = Bt + St + At + Pt + Dt…………………………………(3.5)
Keterangan :
Ct = Waktu edar (menit)
Bt = Waktu pengeboran (menit)
St = Waktu menyambung batang bor (menit)
At = Waktu melepas batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)
Pt = Waktu pindah ke lubang yang lain, dan mempersiapkan alat
bor hingga siap untuk melakukan pengeboran (menit)
2. Kecepatan Pengeboran Rata-rata ( Drilling Speeds)
Kecepatan pengeboran terdiri dari beberapa definisi :
a. Drilling Rate
Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor
yang dicapai terhadap waktu yang diperlukan untuk membuat
1 atau lebih lubang bor, tanpa memperhitungkan waktu untuk
mengatasi hambatan (delay time).
𝐻
Dr1 = ……………………………………………(3.6)
𝐶𝑡−𝐷𝑡

Keterangan :
Dr1 : Kecepatan pengeboran bersih (meter/menit)
H : Kedalaman lubang tembak (meter)
Ct – Dt : Waktu edar pengeboran tanpa hambatan (menit)
b. Gross Driling Rate
Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman
lubang bor yang dicapai terhadap waktu yang tersedia.
𝐻
GDR = ………………………………………………(3.7)
𝐶𝑡

Keterangan:
GDR = Kecepatan pengeboran (m/menit)
H = Kedalaman Lubang Tembak (meter)
Ct = waktu edar pengeboran (menit)
3. Efisiensi Kerja Pengeboran
Efisiensi kerja pengeboran adalah perbandingan antara waktu
kerja produktif dengan waktu kerja yang terjadwal dan
dinyatakan dalam persen. Waktu produktif adalah waktu yang
digunakan untuk kerja pengeboran. Jadi efisiensi kerja dapat
dinyatakan:
𝑊𝑃
EK = 100%.................................................................. (3.8)
𝑊𝑇

Keterangan: EK = Efisiensi kerja pengeboran (%)


WP = waktu kerja produktif (jam)
WT = waktu kerja yang tersedia (jam)
4. Volume Setara
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume
batuan yang diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman
lubang ledak yang dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat
dihitung denga persamaan:
𝑉
Veq = (𝑛𝑋𝐻)…………………………………………………(3.9)

Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
n = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)
5. Produksi Pengeboran
Produksi pengeboran tergantung kecepatan pengeboran mesin
bor, volume setara dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi
tersebut dinyatakan dalam m3/jam.
Maka persamaan produksi pengeboran adalah:
P = Veq x GDR x EK x 60…………………………………(3.10)
Keterangan :
P = produksi alat bor (m3/jam/alat)
60 = konversi dari menit ke jam
2. Pemuatan Material di Tambang Bawah Tanah
Material atau batuan hasil kegiatan peledakan pada tambang bawah tanah
dimuat menggunakan alat berupa LHD (Load Haul Dump), LHD yang
digunakan oleh PT Antam (Persero) Tbk UBPE Pongkor terdapat 2 model,
yakni model TORO301D dan WAGNER100. LHD bertugas untuk memuat
material dari front menuju tempat penampungan material (Stockpile) ataupun
menuju Lori/Grandby yang selanjutnya diangkut menuju permukaan.
LHD adalah mesin yang bergerak dengan kecepatan sederhana dan
terdiri dari komponen internal dan eksternal. Bagian internal dari LHD terdiri
dari ember, mesin kecil, emisi knalpot, profiler panjang dan sempit, diesel
knalpot perangkat perawatan, ban dan aksesoris ban, dan sistem ventilasi. LHD
dimodelkan sesuai di bawah ketinggian dibatasi dan daerah sempit di dalam
tambang. Ini terdiri dari profiler panjang, rendah dan sempit, yang membuatnya
mudah beradaptasi dengan tambang dari semua ukuran. Karena ukurannya,
manuver LHD adalah canggung tetapi bermanfaat karena merata
mendistribusikan berat as roda kendaraan untuk memungkinkan untuk ukuran
ember yang lebih besar.
LHD Internal. Standar untuk LHD adalah mesin diesel dengan tenaga
kuda berkisar antara 78-145, tetapi LHDs lebih kecil yang dilengkapi dengan
motor listrik. Mesin dari LHD yang didinginkan baik oleh air atau udara dan
terletak di chassis bersama dengan rem darurat dan parkir, dan cairan hidrolik
tahan terhadap api.
Gambar LHD Tipe TORO301D
Internal lain dari LHD termasuk diesel knalpot perangkat perawatan yang
menggunakan air, pengencer fume catalyctic, atau zat mirip dengan semprotan
atau mandi knalpot perangkat dengan air. LHD juga umumnya dilengkapi
dengan perangkat yang secara otomatis menutup suplai bahan bakar ke mesin
dalam situasi darurat seperti melebihi suhu gas buang. Sebuah sistem ventilasi
diperlukan untuk LHD untuk melawan asap knalpot yang berlebihan itu
menciptakan di dalam ruang tertutup. Sistem Ventilasi juga dimasukkan ke
dalam undang-undang keselamatan dan peraturan yang ditetapkan oleh banyak
negara. Untuk mencapai lingkungan kerja yang sehat, dianjurkan bahwa
kecepatan udara harus lebih dari 98,4 kaki (30 m) per menit.
Bucket dan Ban. Para externals dari LHD termasuk ember, loading dan
dumping mekanisme dan ban. Ukuran bucket sendiri dalam berbagai ukuran,
1,04-13,1 meter kubik (0,8-10 m3) dengan muatan 1,5 sampai 17 ton. Tipe
standar berkisar dari dua sampai lima meter kubik (1,53-3,83 m3). Ban bisa
treaded atau halus dan dapat dilengkapi dengan rantai.

A. Pengangkutan Material di Tambang Bawah Tanah


Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkut material yang berasal dari
bawah permukaan (lokasi Stockpile) untuk diangkut menuju permukaan dan
selanjutnya akan melewati alat penghancur batuan (crushing plant).
Pengangkutan bijih atau ore keluar dari bawah menuju permukaan
menggunakan lori jenis Grandby car dengan sisi buang ke samping (side
dump).
B. Produktivitas Alat Pada Tambang Bawah Tanah
Dalam membuat perhitungan Produktivitas alat, terlebih dahulu
dilakukan pengamatan kegiatan alat di lapangan untuk mendapatkan data time
motion dari setiap alat. Time motion ini disusun dalam suatu bentuk siklus
kerja dari masing-masing alat. Sehingga dapat diketahui waktu tiap tiap
kegiatan dari setiap alat tersebut setiap satu siklusnya.
1. Komponen Siklus Kerja Jumbo Drill
Tabel Siklus Kerja Jumbo Drill
Komponen Siklus Kerja

Awal
Moving
Akhir

Awal
Persiapan Front
Akhir

Scalling

Drilling

Coupling/Uncoupling
Pengamanan Front
Persiapan Rockbolt

Rockbolting

Re-Rockbolting

Pemboran Positioning

Produksi Drilling
Scalling

Retracting

1. Moving
Perjalanan dari lokasi awal alat menuju front atau area kerja, dan perjalanan
antar front atau area kerja begitu juga sebaliknya.
2. Persiapan front
Persiapan sebelum kegiatan pengamanan dan/atau pemboran produksi.
Persiapan front untuk Jumbo Drill berdasarkan pengamatan di lapangan
yaitu mempersiapkan supply air, ventilasi, listrik, dan mempersiapkan
material untuk pengamanan front.
3. Pengamanan front
• Scaling
Salah satu proses pengamanan berupa menjatuhkan batuan yang masih
menggantung akibat dari proses peledakan.
• Drilling
Proses pemboran untuk membuat lubang yang digunakan sebagai
tempat memasukkan rockbolt.
• Coupling / uncoupling
Kegiatan mengganti bit atau batang bor dengan dolly sebelum
memasukkan rockbolt, atau mengganti dolly dengan batang bor
sebelum melakukan pengeboran.
• Persiapan rockbolt
Proses pemasangan rockbolt pada dolly serta positioning sebelum
memasukkan kedalam lubang hasil pemboran.
• Rockbolting
Proses memasukkan rockbolt kedalam lubang hasil pemboran untuk
pengamanan.
• Rerockbolt
Proses pengulangan rockbolting dengan tujuan memperkuat atau
memperdalam rockbolt yang telah terpasang.
4. Pemboran produksi
• Positioning
Mengarahkan mata bor ke front kerja untuk dilakukan pemboran lubang
yang akan dilakukan kegiatan peledakan
• Drilling
Kegiatan pemboran batuan dengan tujuan untuk peledakan.
• Scaling
Salah satu proses pengamanan berupa menjatuhkan batuan yang masih
menggantung akibat dari proses peledakan.
• Retracting
Proses pengulangan proses pemboran kedalam lubang yang telah dibuat
sebelumnya dengan tujuan untuk memastikan lubang tersebut bersih
dari material sehingga dapat dilakukan charging untuk peledakan.

2. Komponen Siklus Kerja LHD


Tabel Siklus Kerja LHD

Komponen Siklus Kerja

Loading/Mucking

Hauling

Dumping

• Loading
Proses pemuatan material pada LHD.
• Hauling
Proses pengangkutan material dari lokasi loading menuju lokasi
dumping.
• Dumping
Proses penurunan muatan atau material yang dibawa LHD dari
lokasi loading.
Dari data Time motion yang telah didapat dari pengamatan lapangan,
maka data akan disusun kedalam suatu siklus kerja, kemudian dihitung
nilai waktu rata-rata setiap kegiatan dari siklus tersebut untuk menentukan
nilai produktivitas setiap alat. Hasil dari pengolahan data berupa waktu
total yang diperlukan atau dibutuhkan untuk melakukan satu kali siklus.
Penentuan produktivitas Jumbo Drill berdasarkan geometri dari
lubang bukaan front atau area kerja (ton/jam). Sedangkan untuk LHD,
tonnase dihitung berdasarkan berapa banyak material yang dipindahkan
oleh bucket LHD (ton/jam).
3. Efisiensi Operator
Merupakan faktor yang berasal dari manusia yang menggerakan alat
– alat. Efisiensinya sulit ditentukan secara tepat karena akan selalu berubah
– ubah dari setiap waktunya bahkan tergantung dari keadaan cuaca,
keadaan alat, suasana kerja, serta kondisi kesehatan si pekerja. Terkadang
pemicu semangat kerja (perangsang) dalam bentuk upah tambahan
(insentive) dapat meningkatkan efisiensi Operator.
Efisiensi dari operator tidak hanya disebabkan oleh faktor kemalasan
terhadap melakukan pekerjaan itu, tetapi juga dikarenakan adanya
hambatan yang tak dapat mungkin dihindari seperti membersihkan bagian
bagian penting sesudah sekian jam pakai, memindahkan alat dari satu
tempat ke tempat yang lain, tidak adanya keseimbangan antara alat muat
dan alat angkut, keterlambatan datangnya mekanik dalam memperbaiki
alat yang digunakan oleh operator, menunggu peledakan disuatu daerah
yang akan dilalui, perbaikan jalan, dan faktor lain sebagainya.
Referensi :
Dwinagara, B. 2010. Panduan Praktikum Teknik Peledakan Laboratorium
Pemboran dan Peledakan Jurusan Teknik Pertambangan UPN “VETERAN”
Yogyakarta. Yogyakarta: Jurusan Teknik Pertambangan UPN “VETERAN”
Yogyakarta.
Jimeno, CL. 1995. Drilling And Blasting Of Rock. Roterdam: AA Bakema.
Sari, Laura Puspita. 2011. Kajian Kineja Pengeboran Pada Pembuatan Lubang
Bukaan Di Tambang Bijih Emas Bawah Tanah Level 600 Ciurug UBPE
Pongkor. Skripsi. Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Yudha Saputro, Richard. 2015. Evaluasi produktivitas peralatan mekanis pada
kegiatan penambangan bijih emas dalam upaya peningkatan target produksi
di PT. Antam (Persero) Tbk. UBPE Pongkor, Bogor, Jawa Barat. Other
thesis, UPN"Veteran" Yogyakarta.
https://www.bmcdowell.com/mcdowell-mining-division-jumbo-drills/265-
sandvik-tamrock-2-boom-electric-hydraulic-jumbo-drill-hs205l-b20-631
http://nvp-pgf.org/Content/Attachments/Equipment/TORO_301_High_lift.pdf

Anda mungkin juga menyukai