HASIL PENELITIAN
DIAJUKAN OLEH
NURLISNA YANTI
R1D115078
A. Latar Belakang
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. PT. Hoffmen Energi Perkasa telah
Koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
conveyor), dan peralatan tambahan lain dimana saling berkaitan pada sistem kerjanya.
PT. Hofmen Energi Perkasa memasarkan hasil tambang salah satu perusahaan
target produksi pada perusahaan tidak mencapai target yang diinginkan dalam setiap
bulannya.
1
Dari permasalahan yang ada pada PT. Hoffmen Energi Perkasa target
produksi yang tidak tercapai sebesar 100 ton diakibatkan dari berbagai macam faktor
seperti pengoperasian mesin crusher yang tidak efisien dan banyak hambatan-
hambatan yang terjadi sebelum atau selama mesin crusher beroperasi. Oleh karena itu
2
2
yang memiliki sumberdaya yang cukup besar tetapi target produksi yang tidak
tercapai karena disebabkan oleh beberapa faktor maka perlu dievaluasi kinerja alat
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. Batu Gamping
kalsit (CaCO3), dolomite CaMg (CaCO3) dan aragonite (CaCO3), terbentuk beberapa
cara yaitu dengan cara organik, mekanik dan kimia. Sebagian besar batugamping di
alam terjadi secara organik. Jenis ini berasal dari kumpulan endapan cangakang,
kerang, siput, foraminifera, ganggang, atau berasal dari kerangka binatang yang telah
didukung dengan hasil uji geokimia. Setidaknya terdapat 2 proses geologi yang
diagenesis.
satuan lava andesit mengindikasikan bahwa satuan lava andesit dan/atau satuan
batugamping. Satuan lava andesit dan intrusi hornblende merupakan bagian dari
tubuh gunung api purba batu yang merupakan suatu gunung api darat. Oleh sebab itu,
dapat di interpretasikan bahwa kedua satuan batuan tersebut dapat memberikan suplai
3
4
Beberapa jenis batugamping banyak digunakan karena sifat mereka yang kuat dan
padat dengan sejumlah ruang atau pori. Sifat fisik ini memungkinkan batugamping
dapat berdiri kokoh walaupun mengalami proses abrasi. Meskipun batugamping tidak
ditambang dan tidak cepat mengakibatkan keausan pada peralatan tambang maupun
crusher.
B. Peremukan Batuan
untuk memenuhi atau menyesuaikan dengan permintaan konsumen akan kualitas dan
ukuran butiran. Secara umum peralatan yang digunakan didalam proses pengolahan
ialah semua peralatan yang dipakai dan diperlukan didalam siklus kegiatan
material untuk memperoleh ukuran butir tertentu melalui alat peremuk dan
pengayakan.
2) Peremuk sekunder yaitu peremuk tahap kedua yang berfungsi mereduksi produk
3) Peremuk tersier yaitu peremuk tahap lanjut yang mereduksi umpan dari peremuk
2016).
biasanya digunakan pada tahap ini adalah jaw crusher dan gyratory crusher. Umpan
yang biasanya berasal dari hasil penambangan dengan ukuran berkisar150 mm,
dengan ukuran setting antara 100 mm sampai 30 mm. ukuran terbesar produk
pertama:
a. Jaw crusher
batuandengan ukuran antara 30 mm dan 85 mm. jaw crusher terdiri dari dua tipe
yaitu blake dan dodge. Alat peremuk jaw crusher dalam prinsip kerjanya adalah
alat ini memiliki dua buah rahang jaw dimana salah satu satu jaw diam (fix jaw) dan
yang satu dapat digerakan (swing jaw), sehingga dengan adanya gerakan pada swing
jaw tadi menyebabkan material yang masuk kedalam dua sisi jaw akan mengalami
proses penghancuran. Material yang masuk diantara mulut jaw akan mendapat
jepitan atau kompresi. Ukran material hasil peremukan tergantung pada pengaturan
mulut pengeluaran (setting), yaitu bukaan maksimum dari mulut alat peremuk
perawatan mudah, menghasilkan partikel akhir dan rasio penghancuran tinggi. Jadi
jaw crusher merupakan salah satu mesin penghancuran paling penting dalam lini
produksi penghancuran batu. Secara umum mesin crusher dapat digunakan untuk
mengurangi ukuran atau merubah bentuk bahan tambang sehingga dapat diolah
lebih lanjut. Crusher sendiri merupakan alat yang digunakan dalam proses crushing.
Unit crhusing dan screening plant (pemecah batu) tentang metode kerja
menunjukan proses pembuatan empat jenis kerikil dari batu belah sampai siap
pakai.
(brittlenes) dari kandungan mineralnya. Struktur mineral yang sangat halus biasanya
ukuran umpan material batuan untuk mencapai produk yang baik untuk
produk kumulatif. Nilai reduction ratio yang baik pada proses peremukan untuk
7
primary crushing adalah 4-7, untuk secondary crushing adalah 14-20 dan tertiary
Untuk terjadinya suatu proses peremukan, maka arah resultan gaya terakhir
haruslah mengarah ke bawah. Jika arah resultan gaya terakhir mengarah ke atas
atas.
e) Energi peremukan
Energy yang dibutuhkan alat peremuk tergantung dari beberapa factor antara
lain ukuran umpan, ukuran produk, kapasitas mesin peremuk, bentuk material,
presentase dari waktu berhenti alat peremuk pada suatu proses peremukan (Afrinal
dan kapasitas nyata. Kapasitas desain merupaka kapasitas produksi yang seharusnya
dicapai oleh mesin peremuk tersebut, sedang kapasitas nyata merupakan kemampuan
produksi mesin peremuk sesungguhnya yang didasarkan pada system produksi yang
diter apkan. Kapasitas desainahui dari spesfikasi yang dibuat oleh pabrik pembuat
mesin peremuk dan kapasitas nyata didapatkan dengan cara pengambilan contoh
Q = π x 60 x ω x D x L x W x ρ (1)
Keterangan:
Q : Kapasitas, (ton/jam)
Ω : Kecepatan putaran, (rpm)
D : Diameter roll, (m)
L : Jarak antara roll, (m)
ρ : Density material, (ton/m3)
b. Cone crusher
struktur pecahan batu yang relative homogen dengan bentuk cubicle (kotak) (Dores
dkk, 2018).
Sebuah cone crusher beroperasi dengan cara menggerus batuan yang masuk
kebagian dalam cone crusher yang berbentuk kerucut dan yang ditutupi oleh mantel
tahan aus. Saat batu memasuki bagian atas cone crusher batu akan terjepit diantara
mantel dan mangkuk yang ada ditengah crusher. Potongan batuan akan jatuh ke
bawah karena batuan menjadi lebih kecil dimana batuan terus tergerus. Proses ini
berlanjut sampai potongan cukup kecil untuk jatuh melalui celah sempit dibagian
menggunakan rumus:
T = W x V x 60 x 60 (2)
10
Keterangan:
T : Kapasitas, (ton/jam)
W : Berat sampel, (ton/m)
V : Kepatana belt, (m/s)
1. Hopper
Hopper merupakan alat yang berfungsi umtuk menampung material sebelum
terlebih dahulu material yang ditampung di dalam hopper maka pemberian umpan
pada crusher dapat dilaakukan secara kontinyu. Hopper dibuat dari plat baja yang
Tinggi (m)
Panjang bawah (m)
Lebar
Bawah
(m)
Lebar
Atas (m)
Keterangan:
T = Kapasitas (ton/jam)
Volume hopper ini dapat ditentukan dengan menggunakan rumus di bawah ini:
1
Vh= t (L atas + L bawah +√𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑥 𝐿 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (3)
3
K = Vh x Bi (4)
Keterangan:
2. Pegumpan (Feeder)
Feeder dipakai untuk mengontrol batuan yang masuk ke primary jaw. Pada
proesnya hanya batu-batuan yang berukuran besar saja yang masuk ke dalam crusher
untuk dipecah. Sementara pasir dan kotoran-kotoran quary dapat di bypass keluar
disekitar primary crusher yang membuat efisiensi crusher akan meningkat (Husna
dkk., 2012).
3. Screening
Screen adalah alat untuk memisahkan ukuran material hasil proses peremukan
12
berdasarkan besarnya ukuran dari lubang bukaan (opening) pada ayakan yang
dinyatakan dengan satuan millimeter atau dapat juga dinyatakan dengan satuan mesh.
Pengertian mesh berdasarkan ASTM adalah jumlah lubang bukaan (opening) yang
terdapat dalam satu inci. Screen sendiri merupakan alat pengayakanya yang memiliki
lubang yang banyk dengan ukuran tertentu yang bisa disesuaikan. Digunakan untuk
pemilahan ukuran butir material dengan cara melewatkan material dari atas ayakan
material yang lebih kecil dari lubang ayakan dapat lolos ke bawah ayakan sebagai
halus (under size) sedangkan partikel yang lebih kasar dari ukuran ayakan akan
yaitu:
Belt conveyor merupakan salah satu alat angkut yang dapat bekerja secara
c) Centering device, untuk mencegah agar belt tidak meleset dari rollernya.
13
d) Unit pengg erak, pada belt conveyor tenaga gerak dipindahkan ke belt oleh
adanya gesekan antara belt dengan pulley penggerak karena belt melekat pada
belt, dan untuk mencegah terjadinya selip antara belt dan pulley penggerak.
f) Bending the belt, alat yang digunakn untuk melengkungkan belt, yang terdiri dari
g) Pengumpan, alat untuk pemuatan material ke atas belt dengan kecepatan yang
teratur.
h) Pembersih belt, alat yang dipasang dibagian ujung bawah belt agar material tidak
i) Skirts, semacam sekat yang dipasang dikiri dan kanan belt pada tempat pemuatan
yang terbuat dari logam atau kayu. Gunanya untuk mencegah terjadinya ceceran-
ceceran material.
j) Motor penggerak, adalah alat yang digunakan untuk memutar atau menggerakan
pulley.
Produksi atau jumlah material yang dapat diangkut oleh belt conveyor
tergantung dari:
a) Lebar belt
b) Kecepatan belt
Kapasitas pengangkutan belt conveyor per satuan waktu diatur oleh kecepatan
yang akan diangkut. Namun untuk keperluan umum kapasitas dapat dihitung
Qt = 3600 x A x V x γ x S (5)
Keterangan:
menggunakan rumus:
Keterangan:
K : koefisien dari luas penampang melintang diatas belt yang besarnya tergantung
dari harga trough angle dan surcharge angle. Mengetahui nilai koefisien
menggunakan tabel 1 dan 2.
b : lebar belt conveyor
nilai koefisien cross section area dari belt conveyor ditentukan berdasarkan
tipe conveyor, trough angle dan surcharge angle, dapat dilihat dari tabel di bawah ini
Untuk sudut inklinasi lebih dari 20° biasanya menggunakan belt conveyor
belt conveyor yang akan digunakan, menjadi pertimbangan juga kecepatan belt, sudut
inklinasi dan juga ukuran material yang akan diangkut. Jenis belt conveyor adalah
sebagai berikut:
c) Belt conveyor dengan sabuk chevron cleat, sudut inklinasi 35° - 45°
d) Belt conveyor dengan sabuk bersirip berbentuk kotak dan sisi bergelombang ,
e) Belt conveyor sudut curam tipe sandwich, sudut inklinasi 60° - 87°
f) Belt conveyor sudut curam tipe bucket elevator, sudut inklinasi lebih dari 87°
17
Tabel 3. Koefisien sudut inklinasi “S” pada belt conveyor (Putri, F,E, 2015)
Sudut kemiringan Koefisien Sudut Koefisien
(°) kemiringan (°) kemiringan (°) kemiringan (°)
2 1,00 21 0,78
4 0,99 22 0,76
6 0,98 23 0,73
8 0,97 24 0,71
10 0,95 25 0,68
12 0,93 26 0,66
14 0,91 27 0,64
16 0,89 28 0,61
18 0,85 29 0,59
20 0,81 30 0,56
Sumber: Putrid an Abdullah, 2015
Kecepatan belt dapat dihitung berdasarkan waktu tempuh belt dari ujung alat
adalah dengan menandai sisi belt dengan selotip berwarna saat belt conveyor dan
posisi diam. Kecepatan belt meningkat sebanding dengan lebar belt. Rumus
kecepatan adalah:
𝑠
V= (7)
𝑡
Keterangan:
V= Kecepatan (m/s)
S = Jarak perpindahan (m)
t = Waktu (s)
(Siahaan dkk., 2015).
18
5. Ketersediaan Crusher
kondisi dari masing-masing dari limestone crusher agar dapat diketahui tidak
tercapainya produksi dari limestone crusher. Kondisi tersebut dapat diketahui dari
W
MA = 𝑥 100% (8)
𝑊+𝑅
Keterangan:
MA : mechanical availability
W : jumlah jam kerja produksi (Working hours)
R : jumlah jm perbaikan (repair hours) (Sujiman dan Yakin, 2018)
Ketersediaan fisik merupakan catatan mengenai keadaan fisik alat dari alat
yang sedang dipergunakan. Kesediaan fisik yang umumnya selalu lebih besar
𝑊+𝑆
PA = 𝑥 100% (9)
𝑊+𝑅+𝑆
Keterangan:
W : jam kerja
S : working hours atau jumlah jam siap tunggu
R : waktu repair a jumlah jam untuk perbaikan
19
perguankan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat di
Keterangan:
UA : us of availability
kerja yang tersedia dapat di gunakan untuk kerja produktif ,di nyatakan dengan
persamaan :
𝑊
EU = 𝑥 100% (11)
𝑊+𝑅+𝑆
Keterangan:
6. Effisiensi Kerja
Perkerjaan atau merupakan suatu perbandingan antara waktu yang di pakai untuk
bekerja dengan waktu yang tersdia. Effisiensi kerja akan semakin bersar jika
waktu kerja efektif akan berpengaruh terhadap produksi alat mekanik tersebut.
Efisiensi kerja merupakan tingkat keberhasilan dalam penggunaan waktu yang yang
We = wt-(whd+whtd) (12)
𝑤𝑒
Ek= 𝑥100% (13)
𝑤𝑡
Keterangan :
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. PT. Hoffmen Energi Perkasa telah
Koordinasi Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi dengan luas 23.540 Ha. Commented [SA5]: Mana peta lokasinya
Commented [U6R5]: Sudah saya tambahkan petanya pak
22
Gambar 4. Peta IUP Lokasi Penambangan
22
Formatted: Centered
23
24
B. Jenis Penelitian
berdasarkan kondisi dan produktivitas alat crusher yang bekerja dan keadaan secara
C. Instrument Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu:
D. Prosedur penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diambil
langsung dilapangan dan data sekunder yang di dapat dari instansi yang berkaitan
1. Data Primer
data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pengamatan dan
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumentasi dan arsip
masalah penelitian ini. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Kapasitas hopper
b. Kapasitas crusher
Perhitungan kapasitas dan produktivitas alat pada crusher pimery dan crusher
secondary
c. Ketersediaan crusher
1) Ketersediaan mekanik
Ketersediaan fisik merupakan catatan mengenai keadaan fisik alat dari alat
yang sedang dipergunakan. Kesediaan fisik yang umumnya selalu lebih besar dari
pergunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat di
Penggunaan efektif menunjukan beberapa persen (%) dari seluruh waktu kerja
d. Efisiensi kerja
Perhitungan pada efisiensi kerja dari unit crusher yang terdiri dari hambatan
yang dapat dihindari, hambatan yang tidak dapat dihindari, waktu kerja efektif dan
waktu kerja yang tersedia serta efisiensi kerja dari unit peremukan.
28
:Diagram Alir
Mulai
Tahap persiapan
1. Studi literatur
2. Perizinan 1.Surat izin penelitian
3. Persiapan perlengkapan 2. Alat dan bahan penelitian
Pengumpulan Data
Data Sekunder
1. Peta lokasi penelitian
2. Spesifikasi alat crusher Analisis Data
3. Target produksi perusahaan hambatan-hambatan pada crusher
dan efektifitas kerja alat
Data Primer
Dimensi pada rangkaian unit
crushe, Analisis data
Hambatan-hambatan pada Menentukan kapasitas produksi
crusher dengan cara menentukan
crusher, waktu kapasita hopper, jaw crusher, belt
kerja efektif alat conveyor
1
29
Hasil
Kapasitas produksi crusher, hambatan-hambatan
crusher, dan efektifitas kerja alat crusher
Selesai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan oleh PT. Hoffmen Energi Perkasa, menggunakan serangkaian alat peremuk
Hopper adalah alat pelengkap pada rangkaian unit peremuk yang berfungsi
sebagai tempang penampung material umpan yang berasal dari lokasi penambangan
dengan menggunakan alat bantu whell loader. Material yang akan dihancurkan oleh
29
Tabel 5. Kapasitas hopper
parameter Ukuran
Panjang 4 meter
Lebar 2 meter
Luas atas 8 meter
panjang 4 meter
Lebar 1 meter
Luas bawah 4 meter
Densitas material 1,8 ton/m³
Kapasitas 31,77 ton
= 17,65 m³
Menentukan kapasitas hopper:
K = 17,65 m³ x 1,8ton/m³
= 31,77 ton
Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa kapasitas dari hopper yang di
diperoleh berdasarkan jumlah material yang di umpan oleh whell loader ke hopper dalam
hitungan hari (tabel 6) dan kapasita teoritis crusher primary di dapatkan berdasarkan
30
Tabel 6. Kapasitas aktual crusher primer berdasarkan jumlah umpan ke hopper
conveyor yang dilihat dari koefisien area belt conveyor (Ttabel 1) dan lebar belt
31
conveyor, kemiringan belt conveyor, Kecepatan belt conveyor diukur berdasarkan
jarak tempuh dan waktu tempuh unit batugamping melewati belt conveyor.
Perhitungan kecepatan dengan perbandingan jarak tempuh belt conveyor dari ujung
ke ujung dengan waktu tempuh belt conveyor dari ujung alat ke ujung alat lainnya.
A = K (0,9b – 0,05)²
32
= 0,0295 (0,9 x 1,2 – 0,05)²
A = 0,031 m²
Panjang = 28 m
Jarak A ke B = 28 M
Qt = 3600 x A x V x γ x S
Qt = 283.92 ton/jam
33
4. Tahapan rahang peremuk tersier (jaw crusher tertiary) Commented [SA9]: Apa maksudnya ini rahang
Commented [U10R9]: Maksudnya pak, proses peremukannya
Pada tahapan peremuk tersier menggunakan 2 alat screen, yaitu: seperti rahang yang mengunyah
a. Vibrating screen I
yang berdasarkan atas ukuran pada ayakan. Screen ini mempunyai kemiringan
sebesar 30˚ dengan ukuran 5x2 meter. Material yang lebih kecil dari lubang ayakan
dapat lolos dan jatuh pada beltconveyor 9 dan akan diteruskan sebagai produk
lanjutan untuk tahap vibrate II, sedangkan untuk ukuran yang lebih besar atau ukuran
tidak lolos ayakan da akan jatuh di belt conveyor 6 atau belt conveyor penumpah dan
menjadi suplit dgn kelas 2.3 atau suplit dengan ukuran 30 mm.
b. Vibrating screen II
Tahapan ini adalah tahapan lanjutan dari material yang lolos ayak dari vibrate
I. Screen ini mempunyai kemiringan 30˚ dan memiliki 3 lapisan ayak dimana ukuran
masing- masingnya sama besar 5x2 meter, tetapi memiliki lubang ayak yg berbeda-
beda karena telah di atur berdasarkan permintaan ukuran yang di inginkan kemudian
yang akan mengalami proses ayakan ini yaitu material ukuran yang lolos dari vibrate
menyaring suplit ukuran 25mm dan akan jatuh pada belt conveyor 10, setelah itu
material yang masih lolos dari layar ayakan pertama akan menjadi suplit dengan
ukuran 14 mm dan jatuh pada belt conveyor 11, dan yang terakhir adalah material
34
yang lolos ayakan dari 2 layar vibrate akan menjadi suplit dengan ukuran 0,6mm (abu
35
Ketersediaan mekanis pada unit peremukan untuk hari ke 1 buruk yaitu
37,95% karena waktu yang diperlukan untuk perbaikan dan menunggu selesai
perbaikan akibat kerusakan pada alat crusher berkisar 63% dari waktu kerja alat.
b. Physical availability
w+s
PA = x100%
w+R+s
378 menit + 60 menit
PA = x100%
378menit + 618menit + 60 menit
PA= 41,8%
Ketersediaan fisik pada unit peremukan untuk hari ke 1 buruk yaitu 41%
karena waktu yang hilang karena berbagai alasan, baik karena kerusakan alat atau Commented [SA11]: Maksud dari berbagai alasan ini apa
Commented [U12R11]: Maksud dari berbgai alasan
hambatan lainnya berkisar 69% dari waktu kerja dijadwalkan. pak,banyak waktu hilang karena kerusakan alat dan hambatan
lainya pak
c. Use of availability
w
UA = x100%
w+s
378 menit
UA = x100%
378 menit + 60 menit
UA = 86,3%
86% sehingga tingkat penggunaan alat pada saat beroperasi dapat bekerja dengan
baik.
d. Effective of utilization
w
EU = x100%
w+R+s
36
378 menit
EU = x100%
378 menit + 618 menit + 60 menit
EU = 35,8%
efisiensi kerja dari alat berdasarkan data kerja dari alat di lapangan dan alat tersebut
dapat digunakan sebesar 35,5% dalam keadaan alat tidak dapat digunakan.
Hal ini menunjukan bahwa kondisi mekanik dan fisik peralatan peremukan
selama 7 hari dalam keadaan sedang dan baik, sedangkan penggunaan penggunaan
efektif sedang dan buruk. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diambil
6. Effisiensi Kerja
Perkerjaan atau merupakan suatu perbandingan antara waktu yang di pakai untuk
bekerja dengan waktu yang tersdia. Effisiensi kerja akan semakin bersar jika
waktu kerja efektif akan berpengaruh terhadap produksi alat mekanik tersebut.
Efisiensi kerja merupakan tingkat keberhasilan dalam penggunaan waktu yang yang
tersedia. Tingkat pengalaman dari operator alat sangat bepengaruh terhadap besarnya
37
produksi, dimana operator yang berpengalaman dapat menempatkan dan
38
Keterangan :
We = Waktu efektif
Whtd = Hambatan tidak dapat dihindari Commented [SA13]: Tata cara menulis yang banyak harus
diperbaiki
Commented [U14R13]: Sudah saya perbaiki pak
Diketahui dari Tabel 9:
We = Wt – (Whd + Whtd)
We = 330 menit
𝑤𝑒
Ek = 𝑥100%
𝑤𝑡
330
EK = x 100%
720
EK = 45,83%
39
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓
Efisiensi kerja= 100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
kehilangan waktu atau hambatan-hambatan yang terjadi pada saat peremukan batuan
1. Memanaskan alat sebaiknya dilakukan sebelum jam kerja dimulai (lebih awal)
4. Usahakan sebelum alat beroperasi alat angkut whell loader dan material lainya
primary dan secondary, idler pada setiap belt conveyor sebaiknya dilakukan pada
alt sehingga alat bisa dioperasikan sebaik-baiknya dan tidak mengurangi waktu
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
yang masuk ke dalam hopper dan kapasits teoritis crusher primery sebesar
940,85 ton/jam, serta produktivitas crusher tergantung pada efisiensi kerja alat
batugamping PT. Hoffmen Energi Perkasa tidak mencpai trget perusahaan karena
pada setiap alat yang perlu diperhatiakan setiap hari sebelum alat beroperasi.
2. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jam kerja efekti pada unit peremukan
waktu kerja efektif dapt ditingkatkan dan target produksi perhari bisa dicapai
B. Saran
plant dioperasikan untuk menghindari kerusakan alat pada saat operasi berjalan.
2. Pada waktu istrahat para pekerja harus masuk dan istrahat kerja pada tepat waktu.
41
Daftar Pustaka
Afrinal., dan Gusman, M., 2016, Analisis Regresi Multivariat Parameter Hambatan
Produktivitas Crushing Plant Dalam Upaya Peningkatan Target Produksi,
Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Negeri Padang, Jurnal Bina
Tambang, Vol. 3, No. 4 ISSN:2302-3333
Dores., Solihin., dan Widayati, S., 2018, Evaluasi Kinerja Crushing Plant Untuk
Mencapai Target Produksi Andesit, Prosiding Teknik Pertambangan
Universitas Islam Bandung, Vol. 4, No. 2
Fauzie, A. A., Komar, S., dan Mukiat., 2009, Upaya Peningkatan Target Produksi
Batu Kapur, Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Wijaya.
Hidayatullah, M. S., Syahrudin., dan Herlambang, Y., 2012, Kajian Teknis Alat
Peremuk Untuk Mencapai Target Produksi Batu Granit, Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Tanjungpura Pontianak.
Husna, B. I., Syahrudin., Herlambang, Y., 2012, Analisis Teknis Produktivitas
Crushing Plant Shan Bao Batuan Granodiorit Untuk Mencapai Target
Produksi, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Pirantawan, A., 2014, Kajian Alat Peremuk Batuan (Stone Crusher), Fakultas Teknik,
Universitas Palangka Raya.
Putri, F. E., dan Abdullah, R., 2015, Kajian Teknis Produktivitas Dan Efisiensi Kerja
Belt Conveyor Dalam Pengiriman Limestone Dan Silicastone Ke Storage
Indarung, Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Negeri Padang, Jurnal
Bina Tambang, Vol. 3, No.3 ISSN: 2302-333
Rinaldi,R.V., Pulungan, L., dan Solihin., 2018, Evaluasi Kinerja Unit Alat Crusher
Plant Batugamping, Prodi Teknik Pertambangan, Universitas Islam Bandung,
Vol. 4, No. 2
Siahaan, S. T. E., Nurhakim., Mustapa, A., dan Prakoso, Y., 2015, Evaluasi
Produktivitas Belt Conveyor Dalam Peningkatan Target Produksi
Pengapalan Batubara, Program Studi Teknik Pertambangan, Universitas
Lambung Mangkurat, Jurnal GEOSAPTA Vol. 1, No. 1
Sujiman., dan Yakin, A., 2018, Kajian Tentang Produksi Crusher Pada Unit
Pengolahan, Jurnal Geologi Pertambangan Vol. 1, No. 23
42
30
Syam, M.A., Zaenal., dan Pulungan, L., 2015, Kajian Kerja Alat Crushing Plant
Untuk Memenuhi Target Produksi Batubara, Prosiding Teknik Pertambangan,
Universitas Islam Bandung ISSN: 2460-6499
Titisari, A. D., dan Hendrawan, A., 2017, Genesa Batugamping Merah Di Daerah
Suing Dan Sekitarnya, Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
Yulia, F. E., Kopa, R., dan Anaperta, Y. M., 2018, Evaluasi Kinerja Crushing Plant
Dan Belt Conveyor Dalam Pengolahan Dan Pengiriman Limestone Ke
Storage Indarung, Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Negeri Padang.