Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL

KERJA PRAKTIK (TTA-300)

I. JUDUL
Dalam rencana kerja praktik ini, pemohon mengambil judul : “Aktivitas
Penambangan Batu Andesit di PT Panghegar Mitra Abadi, Desa Lagadar,
Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat”. Judul
tersebut dapat disesuaikan kembali dengan situasi dan kondisi di PT Panghegar
Mitra Abadi.

II. LATAR BELAKANG


Perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan
bahan baku setiap harinya semakin tinggi. Hal tersebut menuntut perusahaan-
perusahaan tambang terus meningkatkan produksinya. Dengan kata lain
perusahaan-perusahaan tambang bertanggungjawab memenuhi kebutuhan
tersebut. Untuk menjawab permintaan tersebut diperlukan perkembangan secara
kontinu dalam bidang teknologi maupun ilmu pengetahuan yang sejalan dengan
kondisi lapangan. Jenis bahan galian industri disaat sekarang menjadi salah satu
primadona dalam menunjang pembangunan bangsa. Maka dari itu pentingnya
mempelajari metode serta faktor penunjang pada aktivitas penambangan pada
bahan galian industri menjadi salah satu kewajiban engineer tambang saat ini.
Segala macam aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan pemberaian
dan penggalian, pemuatan, pengangkutan, penimbunan, perataan dan
pemadatan tanah atau batuan dengan alat-alat mekanis disebut dengan
Pemindahan Tanah Mekanis. Material yang di gali dengan menggunakan alat
mekanis ataupun pemberaian dengan kegiatan peledakan yang kemudian dimuat
dan diangkut oleh alat-alat mekanis tersebut tidaklah sedikit melainkan dalam
volume yang besar, sehingga dengan kondisi seperti itu banyak faktor-faktor
yang berpengaruh sehingga kemampuan alat menjadi berkurang, ditambah lagi
dengan penggunaan alat yang setiap hari beraktivitas untuk kelangsungan
produksi penambangan. Teknologi yang terus berkembang dan jenis-jenis alat
yang dioperasikan dengan teknologi canggih guna mendukung aktivitas
penambangan yang ada juga memerlukan perawatan, pemeriksaan dan
pemeliharaan agar alat tersebut masih dapat terus produktif dan efektif dalam
melakukan pekerjaan sehingga segala aktivitas penambangan yang dilakukan
tetap terkendali dengan baik.
PT Panghegar Mitra Abadi merupakan perusahaan yang memiliki objek-
objek yang sesuai dengan topik yang kami angkat, hal demikianlah yang
melatarbelakangi kami memilih perusahaan ini dengan harapan akan
mendapatkan ilmu dan pengalaman yang lebih terkait kegiatan pemuatan dan
pengangkutan dalam aktivitas penambangan batu andesit.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari Kerja Praktik ini adalah mengetahui secara langsung
kegiatan penambangan di PT Panghegar Mitra Abadi, Desa Lagadar,
Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya kerja praktik ini yaitu :
1. Untuk mengetahui metode penambangan yang digunakan di PT
Panghegar Mitra Abadi.
2. Untuk mengetahui alat gali, muat dan alat angkut yang digunakan di PT
Panghegar Mitra Abadi.
3. Untuk mengetahui produktivitas alat gali, muat dan alat angkut di PT
Panghegar Mitra Abadi.
4. Untuk mengetahui match factor alat muat dan alat angkut di PT
Panghegar Mitra Abadi.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
kegiatan penambangan di PT Panghegar Mitra Abadi.

IV. RUANG LINGKUP MASALAH


Adapun batasan masalah yang akan diamati pada kegiatan kerja praktik
ini yaitu pengamatan yang difokuskan pada kegiatan yang sesuai dengan topik
yakni terkait aktivitas penambangan batu andesit di PT Panghegar Mitra Abadi.
V. TEORI DASAR
5.1 Andesit
5.1.1 Pengertian Andesit
Andesit termasuk jenis batuan beku kategori menengah sebagai hasil
bentukan lelehan magma diorit. Nama andesit sendiri diambil berdasarkan
tempat ditemukan, yaitu di daerah Pegunungan Andes, Amerika Selatan.
Peranan bahan galian ini penting sekali di sektor konstruksi, terutama dalam
pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya, gedung, jembatan, saluran
air/irigasi dan lainnya. Dalam pemanfaatannya dapat berbentuk batu belah, split
dan abu batu. Sebagai negara yang sedang membangun, Indonesia
membutuhkan bahan galian ini yang terus setiap tahun.
5.1.2 Keterbentukan, Mineralogi dan Karakteristik Andesit
Jenis magma diorit merupakan salah satu magma terpenting dalam
golongan kapur alkali sebagai sumber terbentuknya andesit. Lelehan magma
tersebut merupakan kumpulan mineral silikat yang kemudian menghablur akibat
pendinginan magma pada temparatur antara 1500 - 2500°C membentuk andesit
berkomposisi mineral felspar plagioklas jenis kalium felspar natrium plagioklas,
kuarsa, felspatoid serta mineral tambahan berupa hornblenda, biotit dan
piroksen. Andesit bertekstur afanitik mikro kristalin dan berwarna gelap.
Ada beberapa mineral yang terkadung dalam batuan andesit yaitu :
1. Silika (SiO2), dengan jumlah sekitar 52-63 %
2. Kuarsa, dengan jumlah sekitar 20 %
3. Biotite
4. Basalt
5. Feltise
6. Plagioclas Feldspar
7. Pyroxene (Clinopyroxene dan Orthopyroxene)
8. Hornblende, dengan persentase yang sedikit
Sumber : mgm.slemankab.go.id
Foto 5.1
Andesit
Komposisi kimia dalam batuan andesit terdiri dari unsur-unsur, silikat,
alumunium, besi, kalsium, magnesium, natrium, kalium, titanium, mangan, fosfor
dan air. Prosentasi kandungan unsur-unsur tersebut sangat berbeda di
beberapa tempat. Andesit berwarna abu-abu kehitaman, sedangkan warna
dalam keadaan lapuk berwarna abu-abu kecoklatan. Berbutir halus sampai
kasar, andesit mempunyai kuat tekan berkisar antara 600 - 2400 kg/cm2 dan
berat jenis antara 2,3 - 2,7 kg/cm3 bertekstur porfiritik, keras dan kompak.
Kelemen (1995) menyatakan bahwa jenis andesit yang memiliki
komposisi Mg tinggi sering ditemukan, salah satunya adalah boninite. Boninite
yang diteliti oleh Cameron et al. pada tahun 1983 memiliki komposisi silika
sebesar 56,20% dan bisa disebut sebagai andesit. Namun komposisi
magnesianya (MgO) mencapai 11,19% yang dimana persentase tersebut
menimbulkan anomali atau ketidakwajaran. Maka jenis andesit ini dinamakan
Boninite, nama tersebut mengacu pada nama dari tempat ditemukannya andesit
jenis ini yaitu di Pulau Bonin, Jepang.
5.1.3 Metode Penambangan
Metode penambangan yang sangat umum digunakan di Indonesia adalah
metode penambangan terbuka (surface mining). Metode ini digunakan
berdasarkan keadaan geologi endapan bahan galian dan juga tingkat
keekonomisan kegiatan pertambangannya. Pada umumnya metode yang
digunakan pada kegiatan penambangan batu andesit adalah Quarry.
Quarry adalah cara-cara penambangan terbuka yang dilakukan untuk
menggali endapan-endapan bahan galian industri atau mineral industri, seperti
batu marmer, batu granit, batu andesit, batu gamping, dll. Bentuk tambang
berdasarkan letak endapan bahan galian industri itu sendiri ada 2 macam, yaitu :
1. Side Hill Type
Merupakan bentuk penambangan untuk batuan atau bahan galian
industri yang terletak dilereng-lereng bukit.
2. Pit Type / Subsurface Type
Merupakan bentuk penambangan untuk batuan atau bahan galian
industri yang terletak pada suatu daerah yang mendatar.

5.2 Pemboran
Kegiatan pengeboran bertujuan untuk membuat lubang bor yang
kemudian dimasukkan bahan peledak. Kegiatan pengeboran ini termasuk
kedalam tahapan awal suatu kegiatan peledakan pada tambang terbuka ataupun
pada tambang bawah tanah. Pada kegiatan pengeboran diperlukan juga
perhitungan khusus guna mengetahui jumlah dari lubang bor yang diperlukan,
geometri letak lubang bor yang dibuat dengan tujuan untuk memprediksi
banyaknya material yang akan terbongkar pada kegiatan peledakan.
5.2.1 Pola Pemboran
Terdapat 3 jenis pola pemboran yang digunakan pada kegiatan
peledakan di tambang terbuka, yaitu :
1. Pola Bujur Sangkar (Square Pattern)
Pola ini merupakan pola dimana jarak antar Burden dan Spacing nya
sama panjang yang membentuk bujur sangkar atau persegi. Keuntungan
dari penggunaan pola ini yaitu :
a. Lebih mudah dalam menentukan titik yang akan dibor, karena ukuran
burden dan spacing nya sama panjang sehingga penempatan alat bor
tidak membutuhkan waktu lama.
b. Pengaturan waktu tunda peledakan pada pola ini adalah V-delay,
sehingga material hasil peledakan terkumpul pada suatu tempat
tertentu.
Sumber: Anonim, 2016
Gambar 5.1
Pola Pemboran Square
2. Pola Persegi Panjang (Rectangular Pattern)
Pola ini merupakan pola dimana ukuran spacing dalam satu baris lebih
besar dari ukuran burden yang membentuk pola persegi panjang. Untuk
mendapatkan fragmentasi yang baik atau sesuai dengan rencana pola ini
kurang tepat untuk digunakan karena daerah yang tidak terkena
pengaruh peledakan cukup besar.

Sumber: Anonim, 2016


Gambar 5.2
Pola Pemboran Rectangular
3. Pola Zig-Zag (Staggered Pattern)
Pada pola ini memiliki pola yang dimana pada penempatan lubang-lubang
bornya diletakan diantara baris lubang sebelumnya sehingga pola lubang
yang terbentuk pada pola pemboran ini merupakan pola zigzag. Untuk
pola pemboran jenis ini terbagi menjadi 2 jenis yang dibedakan
berdasarkan perbedaan kedudukan dari jarak spacing dan burden, berikut
ini 2 macam jenis pola straggered :
a. Pola Straggered Square, pada pola ini akan membentuk zigzag yang
dimana pada tiap jarak spacing dan burden nya memiliki jarak yang
sama.

Sumber: Anonim, 2016


Gambar 5.3
Pola Pemboran Stanggered Square
b. Pola Stranggered Rectangular, pada pola ini akan membentuk zigzag
yang dimana pada tiap jarak spacing dan burden nya memiliki jarak
yang berbeda.

Sumber: Anonim, 2016


Gambar 5.4
Pola Pemboran Stanggered Rectangular
5.2.2 Arah Pemboran
Dalam arah pemboran ini terdapat 2 cara untuk membuat suatu lubang
bor. Dua cara pemboran tersebut memiliki perbedaan yang terlihat pada hasil
dan cara pengeborannya, cara membuat lubang bor yaitu ada dengan cara
lubang miring dan cara lubang tegak.
Sumber: Anonim, 2016
Gambar 5.5
Pola Pemboran Tegak (a), Pemboran Miring (b)
Untuk perbedaan dari lubang ledak akan terlihat dari pengaruh daerah
tekanan terbesar. Jika suatu jenjang diledakan dengan kondisi lubang ledak yang
tegak maka bagian lantainya akan menerima gelombang tekan yang lebih besar.
Dari hasil gelombang tekan akan dipantulkan ke tempat atau bidang bebas.
Berikut ini keuntungan dari digunakannya arah pemboran yang tegak :
1. Jika dibandingkan dengan yang miring terlihat bila ketinggian jenjang
yang sama maka kedalaman lubang bor akan berbeda karena jarak yang
miring dengan jarak yang tegak akan berbeda kedalamannya.
2. Estimasi waktu pemboran lebih cepat.
3. Karena arah pemboran tegak lurus maka akan lebih mudah untuk
mengarahkan alat bor nya.
Selain ada keuntungan dari pola ini ada juga kerugian dari pola yang
digunakan, berikut ini kerugian dari pola pemboran tegak :
1. Untuk hasil peledakan akan sangat memungkinkan untuk terjadinya
banyak bongkahan-bongkahan besar.
2. Pantulan gelombang tekan pada saat meledak lebih kecil.
3. Dapat terjadi tonjolan pada dinding jenjang.
Pada arah pemboran miring akan mengakibatkan gelombang ledakan
terbesar yang dipantulkan akan terjadi pada bagian lantai dasar jenjang dan
gelombang tekan pada bagian bawah jenjang akan sangat kecil.
Berikut ini beberapa keuntungan dari arah lubang bor yang miring :
1. Hasil peledakan akan lebih baik karena hasil dari peledakan akan
mendapatkan ukuran yang kecil jadi ukuran bongkah akan lebih sedikit.
2. Potensi adanya tonjolan pada dinding jenjang sedikit.
3. Dapat mengurangi back break.
4. Memperkecil terjadinya subdrilling.
Berikut ini kerugian dari arah pemboran yang miring :
1. Jika dibandingkan dengan yang tegak terlihat bila ketinggian jenjang yang
sama maka kedalaman lubang bor akan berbeda karena jarak yang
miring dengan jarak yang tegak akan berbeda kedalamannya.
2. Estimasi waktu pemboran lebih lama.
3. Kemungkinan terlemparnya batuan hasil peledakan lebih besar
4. Daya ledak hampir seluruhnya dapat tersalurkan.

5.3 Teknik Peledakan


Secara definisi, peledakan merupakan kegiatan pemecahan suatu massa
batuan untuk mendapatkan fragmen atau pecahan dari batuan tersebut untuk
memudahkan proses pemuatan dengan menggunakan bahan peledak. Seperti
yang telah dijelaskan, peledakan dalam penambangan bertujuan untuk
memudahkan proses pengangkutan dengan mengubah massa batuan menjadi
berukuran lebih kecil. Manfaat dari peledakan sendiri bermacam-macam,
diantaranya:
1. Penelitian geologi.
2. Penambangan terbuka.
3. Penambangan bawah tanah.
4. Eksplorasi seismik.
5. Konstruksi
Peledakan suatu massa batuan dalam pertambangan juga memanfaatkan
kegiatan pengeboran, kegiatan pemboran sendiri ditujukan untuk
mempersiapkan lubang ledak. Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari
tujuan peledakan dan pekerjaan atau proses lanjutan setelah rangkaian kegiatan
peledakan dilakukan. Untuk mencapai pekerjaan peledakan yang optimum
sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Karakteristik batuan yang diledakkan.
2. Karakteristik bahan peledak yang digunakan.
3. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan.
5.3.1 Perlengkapan dan Peralatan Peledakan
Pada kegiatan peledakan diperlukan beberapa perlengkapan peledakan,
yaitu :
1. Penghantar nyala/panas atau arus listrik (sumbu bakar, kabel listrik).
a. Sumbu Bakar
Merupakan penghantar nyala untuk suatu kegiatan peledakan yang
berfungsi untuk menghantarkan nyala/ panas ke dalam detonator
biasa. Ada beberapa syarat dari sumbu bakar :
i. Kuat terhadap gesekan.
ii. Kedap air dan minya.
iii. Penurunan kecepatan rambat api <10% dalam pengaruh tekanan
luar.
b. Kabel Listrik
Memiliki fungsi untuk menghantarkan arus listrik dari sumber arus
listrik ke dalam setiap ujung legwire. Kabel listrik terbagi menjadi 2
jenis yaitu:
i. Kabel Utama (Lead Wire)
Berfungsi sebagai penghubung dari kedua ujung rangkaian
peledakan yang bertujuan untuk menghubungkan bahan peledak
ke sumbu arus. Dalam pemasangan kabel ini dibutuhkan jarak
yang aman untuk pemegang exploder ke daerah peledakan.

Sumber: Arduino, 2013


Foto 5.2
Kabel Utama (Lead Wire)
ii. Kabel Penyambung (Connecting Wire)
Fungsinya hampir sama dengan kabel utama, kabel ini merupakan
hanya kabel tambahan dari kabel utama. Berikut fungsi dari kabel
penyambung :
1. Untuk menghubungkan antar 2 leg wire dalam rangkaian seri.
2. Untuk menyambungkan leg wire yang terlalu pendek.

Sumber: Arduino, 2013


Foto 5.3
Kabel Penyambung (Connecting Wire)
2. Penggalak Awal (Detonator, Sumbu Api dan Sumbu Ledak).
Merupakan alat awal yang memulai adanya ledakan. Detonator
merupakan salah satu alat pemicu awal yang dapat menimbulkan inisiasi
dalam bentuk letupan (ledakan kecil) yang dimana dari bentuk letupan
tersebut memberi efek kejut terhadap bahan peledak. Detonator memiliki
banyak jenis yang dibedakan dengan melihat perbedaan dari cara
penyalaannya dan juga kegunaanya.
a. Detonator Biasa
Pada detonator jenis ini harus memakai sumbu bakar untuk
menghantarkan api karena penggunaan detonator jenis ini
penyalaannya menggunakan api/panas.

Sumber: Anonim, 2013


Gambar 5.6
Detonator Biasa
b. Detonator Listrik
Prinsip penggunaan detonator listrik hampir sama dengan detonator
biasa, perbedaannya ada pada sumbu bakar. Detonator listrik dalam
penyalaannya sudah menggunakan arus listrik yang mengalir pada
kabel. Kabel yang digunakan pada detonator ini merupakan kabel
khusus yang dimana pada kedua ujung kabel dilengkapi dengan jenis
kawat tanpa bungkus sehingga ketika arus listrik lewat akan berpijar.

Sumber: Anonim, 2013


Gambar 5.7
Instantaneous dan Delay Detonator
c. Detonator Non Electric ( Nonel).
Masih sejenis dengan detonator lainnya, tetapi pada detonator ini
dalam penyalaannya tidak menggunakan sumbu bakar dan juga tidak
menggunakan aliran listrik melainkan dengan cara gelombang
detonasi yang menghantar melalui pipa plastik yang berisi bahan
mudah bereaksi.

Sumber : Anonim, 2012.


Gambar 5.8
Detonator Non Electric
d. Detonator Elektronik.
Detonator ini merupakan detonator generasi baru yang dikembangkan
dari detonator yang telah ada sehingga detonator ini lebih memiliki
manfaat yang lebih dibandingkan dengan detonator sebelumnya.
Kemudian selain detonator terdapat juga sumbu ledak yang berfungsi
untuk merambatkan api guna meledakan suatu bahan peledak.
Komposisi sumbu api terdiri dari bagian inti yang terdiri dari low explosive
(potassium nitrat blak powder) dan pembungkus.
Selain itu juga terdapat sumbu ledak (detonating fuse, detonating cord),
yaitu suatu sumbu yang berintikan initiating explosive (pentaerythritol
tetranitrat) yang dimasukan dalam suatu pembungkus plastik dan
berbagai kombinasi textile, kawat halus dan plastik. Fungsi sumbu ledak
adalah untuk merambatkan gelombang detonasi sampai ke isian.
3. Penggalak Utama (Primer/Booster).
Penggalak utama merupakan salah satu komponen peledak yang
berfungsi untuk memicu hentakan ANFO atau Blasting Agent lainnya.
Selain perlengkapan, terdapat juga peralatan peledakan. Peralatan
peledakan adalah alat yang dapat mendukung dalam suatu keberlangsungan
kegiatan peledakan. Berikut peralatan yang digunakan, yaitu :
1. Blasthing Machine.
2. Shotgun.
3. Bench Box
4. Base Station.
5.3.2 Pola Peledakan
Terdapat 2 pola peledakan yang pada umumnya digunakan pada
kegiatan peledakan di tambang terbuka (surface mining) yaitu :
1. Square Pattern
Pada pola ini perlu diperhatikan dalam pemilihan kombinasi dari
pemboran dan pola peledakan dengan delay detonator (delay pattern)
untuk mendapatkan fragmentasi atau arah lemparan yang diinginkan,
Umumnya square pattern digunakan dengan kombinasi V delay pattern.
Sumber : Data Praktikum Teknik Peledakan, 2018.
Gambar 5.9
V Delay Pattern
2. Rectangular Pattern
Rectangular pattern pada umumnya dikombinasikan dengan staggered
pattern agar mendapatkan distribusi bahan peledakan yang baik. Cara ini
juga sering digunakan untuk memotong overburden dimana lemparan
optimum diperlukan. Apabila getaran menjadi batasan, maka jumlah
lubang bor dapat diperbanyak dan tiap barisnya juga dipasang delay
detonator yang juga disesuaikan agar sesuai dengan batas tingkat
getaran yang diperkenankan.

Sumber : Data Praktikum Teknik Peledakan, 2018.


Gambar 5.10
V Delay Pattern
5.3.3 Geometri Peledakan
Dalam teknik peledakan diperlukan perhitungan untuk menentukan suatu
rancangannya. Secara umum terdapat 2 metode perhitungan untuk menentukan
geometri peledakan, yaitu metode R.L. Ash dan C.J. Konya.
Geometri peledakan menurut R.L. Ash :
1. Burden (B)
Merupakan suatu jarak yang diukur dari lubang bor ke bidang bebas (free
face) yang terdekat dengan lubang tersebut. Burden merupakan salah
satu komponen yang penting untuk mendesain suatu peledakan. Jarak
maksimum burden dapat ditentukan agar kegiatan peledakan dapat
berjalan sesuai rencana dan juga dipengaruhi oleh jenis bahan peledak
yang dipakai guna menghadapi batuan yang akan diledakan.

B = 0,11 x d x H atau B = 0,1 x d x H

Keterangan:
B = Burden (m)
H = Kedalaman Lubang Tembak (m)
d = Diameter Lubang Tembak (inch)
2. Spacing (S)
Merupakan jarak yang diukur diantara lubang bor dengan row yang sama.
Secara teoritis, untuk menentukan spacing yang optimum dapat
ditentukan dengan kisaran 1,0 – 1,5 atau :
S = (1,0 – 1,5) B
Keterangan :
S = Spacing (m)
B = Burden (m)
Jarak dari spacing harus disesuaikan karena bila jarak spacing lebih
pendek dari jarak burden maka akan timbul Steaming Ejection yang lebih
dini dan bisa mengakibatkan adanya gas yang dihamburkan ke atmosfer
yang di iringi dengan noise dan air blast. Dan apabila sebaliknya akan
menimbulkan fragmentasi yang tidak sempurna.
3. Subdrilling (J)
Subdrilling merupakan tambahan dari suatu kedalaman lubang bor yang
ada di bawah rencana lantai jenjang. Hal ini biasa dilakukan untuk
mencegah adanya tonjolan pada lantai. Pemanfaatan subdrilling harus
diperhatikan dan diperhitungkan karena bila terlalu berlebih akan
menghasilkan Excessive Ground Vibration. Dan begitu juga sebaliknya,
jika terlalu kurang maka tonjolan pada lantai akan tetap ada pada saat
setelah peledakan. Secara umum dan secara praktis, subdrilling dipakai
antara 20 – 40% burden (B), atau :
J =(0,2 – 0,3) X B
Keterangan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
4. Stemming (T)
Merupakan tempat untuk material penutup/pemadat pada lubang ledak
dengan tujuan untuk mengurung gas hasil peledakan. Letak stemming
berada di bagian atas dalam lubang bor, lebih tepatnya di atas kolom
isian atau bahan peledak. Untuk mengetahui takaran stemming yang
digunakan harus melihat dari jarak burden, secara umum dibuat sebagai
berikut :
T = (0,5 – 1,0) x B
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
5. Tinggi Jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang disesuaikan
dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang. Lebih tepatnya
diameter lubang yang kecil diterapkan pada jenjang yang rendah dan
untuk diameter lubang yang besar diterapkan pada jenjang yang tinggi.
6. Kedalaman Lubang Bor (H)
Secara teoritis, kedalam lubang bor tidak boleh lebih kecil dari pada
burden. Hal ini untuk mencegah terjadinya ”over break” atau “cratering”.
Disamping itu juga kedalaman lubang bor disesuaikan dengan alat yang
tersedia.
Geometri peledakan menurut C.J. Konya :
1. Burden (B)

B = 3,15 x De x (SGe/SGr) x 0,33

Keterangan:
B = Burden (m)
De = Diameter Lubang Ledak (inch)
SGe = Specific Gravity Explosive
SGr = Specific Gravity Rock
2. Spacing (S)
S = (L + (7xB)) / 8
Keterangan :
S = Spacing (m)
L = Tinggi Jenjang (m)
B = Burden (m)
3. Subdrilling (J)
J = 0,3 x B
Keterangan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
4. Stemming (T)
T = 0,7 x B
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)

Sumber: Anonim, 2015.


Gambar 5.11
Geometri Peledakan Sistem Jenjang

5.4 Penggalian (Loosening), Pemuatan (Loading) dan


Pengangkutan (Hauling)
Penggalian (lossening) adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan
segala jenis material galian. Dalam melakukan kegiatan penggalian
material dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu secara mekanis dan
kimia dimana pembongkaran material menggunakan secara kimia
dengan cara peledakan (blasting) sedangkan secara mekanis dengan
menggunakan alat mekanis. Pemuatan (loading) adalah salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan untuk memasukkan material atau endapan
bahan galian hasil pembongkaran ke dalam alat angkut kegiatan
pemuatan ini dilakukan setelah kegiatan penggalian dilakukan.
Pengangkutan (hauling) yaitu salah satu dari kegiatan yang dapat
dilakukan untuk mengangkut material atau endapan dari suatu tempat ke
tempat yang lain ataupun tempat penimbunan maupun pengolahan.

5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Alat


Pemakaian alat dikatakan baik jika produksi yang diharapkan dapat
terpenuhi secara ekonomis. Untuk memperoleh produksi yang diinginkan ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain :
1. Waktu Edar Alat.
2. Faktor Pengisian.
3. Efisiensi Kerja.
5.5.1 Waktu Edar (Cycle Time) Alat
Cycle time merupakan jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu alat
untuk melakukan satu siklus kegiatan. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan
alat tersebut dalam penggunaannya dilapangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu edar alat mekanis adalah
sebagai berikut :
1. Ketinggian daerah kerja
2. Kondisi tempat kerja
3. Kondisi jalan angkut
4. Berat muatan
5. Keterampilan dan pengalaman operator
5.5.2 Waktu Edar Alat Muat
Waktu edar alat muat merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu siklus pekerjaan. Berikut ini adalah cara pergerakan
operasi alat muat dalam pemuatan material adalah :
1. Mengisi mangkuk (fill bucket), dihitung sejak bucket menyentuh material
sampai bucket terisi penuh.
2. Memutar mangkuk terisi (swing load), dihitung sejak bucket terisi penuh
sampai berhenti untuk menumpahkan muatan.
3. Menumpahkan muatan (dumping), dihitung sejak mulai menumpahkan
muatan sampai habis.
4. Memutar balik untuk mengisi mangkuk lagi (swing empty), dihitung dari
alat muat mulai bergerak untuk mengisi mangkuk lagi.
Waktu edar (cycle Time) alat muat dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

CTm = A + B + C + D

Keterangan :
CTm = Cycle time alat muat (menit)
A = Waktu mengisi bucket (menggali), detik
B = Waktu ayunan bermuatan, detik
C = Waktu menumpahkan isi, detik
D = Waktu ayunan kosong, detik
5.5.3 Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu
siklus pekerjaan. Waktu edar alat angkut meliputi :
1. Waktu mengatur posisi, dihitung mulai pada saat belok (mengambil
posisi) untuk di muat.
2. Waktu mengisi muatan, dimulai dari alat muat pertama kali melakukan
pengisian kealat angkut sampai terisi penuh.
3. Waktu mengangkut, dimulai dari alat angkut bergerak meninggalkan
tempat pemuatan sampai ketempat pengosongan muatan.
4. Waktu mengatur posisi untuk menumpahkan material.
5. Waktu dumping (menumpahkan), dihitung saat bak alat angkut diangkat
untuk menumpahkan muatan sampai bak kembali ke posisi semula.
6. Waktu kembali kosong, dihitung dari waktu alat angkut meninggalkan
tempat penampungan sampai kembali di tempat pemuatan untuk diisi
kembali.
Waktu edar (cycle time) alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

CTa = A + B + C + D + E + F

Keterangan :
CTa= Cycle time alat angkut
A = Waktu mengatur posisi untuk dimuat, detik
B = Waktu memuat, detik
C = Waktu mengangkut isi, detik
D = Waktu mengatur posisi untuk menumpahkan isi, detik
E = Waktu dumping (menumpahkan), detik
F = Waktu kembali kosong, detik
7. Faktor Pengisian (Fill Factor)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fill factor yaitu :
a. Ukuran material; semakin besar ukuran material maka faktor
pengisian semakin kecil.
b. Kandungan air; semakin besar kandungan air maka faktor
pengisisan semakin kecil.
c. Keterampilan dan pengalaman operator, makin terampil operator
berarti faktor pengisian akan semakin baik.

Gambar 5.12
Bucket Fill Factor
8. Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia. Waktu kerja yang digunakan adalah waktu untuk
produksi, berarti ada kehilangan waktu yang disebabkan oleh adanya hambatan-
hambatan selama jam kerja.
Pada umumnya efisiensi kerja dipengaruhi oleh keahlian operator,
keadaan peralatan, keadaan medan kerja, cuaca dan keadaan material. Efisiensi
kerja selalu berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor diatas dan jarang sekali
waktu yang digunakan sebenar-benarnya.
Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar dipergunakan untuk
berproduksi atau waktu kerja yang tersedia dikurangi dengan waktu yang
terbuang oleh adanya hambatan-hambatan.
Berikut ini adalah efisiensi kerja operator yang diklasifikasikan pada Tabel
yaitu :
Tabel 5.1
Efisiensi Operator
Klasifikasi Efisiensi operator

Baik sekali 83 % = 50 menit/jam

Cukup 75 % = 45 menit/jam

Sedang 65 % = 40 menit/jam

Sumber : Ir. Partanto, P. Pemindahan Tanah Mekanis, 1993.

Hambatan-hambatan tersebut dapat dibedakan menjadi :


a. Hambatan yang dapat dihindari atau dikurangi
b. Hambatan yang tidak dapat dihindari
Dengan memperhitungkan hambatan-hambatan tersebut, maka jam kerja
efektif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
We  Wp  Wh
Keterangan :
We = Waktu kerja efektif, (menit)
Wp = Waktu untuk berproduksi / waktu yang tersedia, (menit)
Wh = Waktu-waktu hambatan, (menit)
Dengan mengetahui hambatan-hambatan yang dapat dihindari maupun
hambatan yang tidak dapat dihindari, maka didapat waktu kerja efektif. Efisiensi
kerja sangat berpengaruh terhadap tercapainya suatu produksi. Tinggi
rendahnya efisiensi kerja sangat tergantung pada faktor motivasi dan disiplin
kerja operator, sedangkan produktivitas kerja sangat tergantung kepada keadaan
tempat kerja, keadaan material yang digali dan dimuat serta pengalaman
operator itu sendiri.
Tabel 5.2
Tinggi Rendahnya Efisiensi Kerja
Klasifikasi Efisiensi

Baik sekali 83%

Cukup 75%

Sedang 65%

Sumber : Ir. Partanto, P. Pemindahan Tanah Mekanis, 1993.


Sedangkan untuk menghitung efisiensi kerja digunakan rumus sebagai
berikut :
We
E  x 100 %
Wp
Keterangan :
E = Efisiensi kerja, (%)
We = Waktu kerja efektif, (menit)
Wp = Waktu kerja produktif, (menit)

5.6 Kemampuan Produksi Alat


Untuk menghitung kemampuan produksi alat-alat mekanis yang
digunakan, dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
1. Alat Muat
Kemampuan produksi pada alat muat dapat dirumuskan sebagai berikut :

60
Qtm = x Cam x F x E x Sf , (BCM/jam)
Ctm

Keterangan :
Qtm = Kemampuan produksi alat muat (BCM/jam)
CTm = Waktu edar alat muat sekali pemuatan (menit)
Cam = Kapasitas baku mangkuk alat muat (m3)
F = Faktor pengisian (%)
E = Effisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
2. Alat Angkut
Didalam menghitung kemampuan produksi alat angkut dapat digunakan
persamaan sebagai berikut :

60
Qta = Na x x Ca x F x E x Sf , BCM/jam
Cta

Keterangan :
Qta = Kemampuan produksi alat angkut (BCM/jam)
Na = Jumlah alat angkut (unit)
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
Ca = Kapasitas bak alat angkut (m3)
= n x Cam x F
N = Jumlah pengisian alat muat untuk penuhi bak alat angkut
Cam = Kapasitas mangkuk alat muat (m3)
F = Faktor pengisian (%)
E = Effisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor

5.7 Faktor Keserasian Kerja Alat (Match Factor)


Hubungan kerja antara dua alat atau lebih dikatakan serasi apabila
produksi alat yang melayani sama dengan produksi alat yang dilayani. Untuk
mengetahui keserasian alat angkut dan alat muat digunakan persamaan sebagai
berikut :
MF = (Na x Ltm) / (Nm x Cta)

Keterangan :
MF = Faktor keserasian
Na = Jumlah alat angkut yang dioperasikan
Nm = Jumlah alat muat yang dioperasikan
Ltm = Waktu pemuatan tiap alat angkut yang besarnya sama dengan
jumlah pemuatan dikalikan waktu edar (cycle time) alat muat,
(menit)
Cta = Waktu edar (cycle time) alat angkut, (menit)
Dari persamaan diatas, ada tiga kemungkinan harga keserasian kerja
yaitu :
1. MF  1, kemampuan produksi alat muat lebih besar dari pada
kemampuan alat angkut, sehingga ada waktu tunggu bagian alat muat.
2. MF  1, kemampuan produksi alat muat sama dengan kemampuan
produksi alat angkut jadi tidak ada waktu tunggu.
3. MF  1, kemampuan produksi alat angkut lebih besar dari pada
kemampuan produksi alat muat, sehingga ada waktu tunggu bagi alat
angkut.

VI. METODOLOGI KERJA PRAKTIK


Adapun metodologi dari kegiatan kerja praktik yang akan dilakukan yaitu
sebagai berikut :
1. Orientasi Lapangan
Pada tahap ini peserta kerja praktik dikenalkan dengan lingkungan kerja,
tempat kerja, lingkungan sekitar dan pembimbing kerja praktik dari PT
Panghegar Mitra Abadi.
2. Kegiatan Lapangan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan ialah mengamati dan
mengerjakan kegiatan secara langsung di lapangan dan mengambil data
dari lapangan. Data yang diambil menyesuaikan dengan kerja praktik
yang dilakukan di lapangan dan arahan dari pihak PT Panghegar Mitra
Abadi, selaku pembimbing kami. Disisi lain kegiatan ini tidak
mengabaikan pula terkait pentingnya pengambilan data berupa
dokumentasi dari hasil kegiatan lapangan guna bukti dalam
pertanggungjawaban kegiatan yang telah dilakukan, maka dari itu hal
tersebut patut menjadi salah satu prioritas dalam kerja lapangan.
3. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang diperoleh selama
kegiatan lapangan berlangsung di PT Panghegar Mitra Abadi dan juga
pembuatan laporan terkait hasil kegiatan kerja praktik yang kemudian
VII. JADWAL PELAKSANAAN
Kerja praktik ini diharapkan berlangsung mulai tanggal 03 September s/d
02 Oktober 2019 dengan waktu pengerjaan disesuaikan pada kebijakan di PT
Panghegar Mitra Abadi.
Tabel 7.1
Rencana Kegiatan Kerja Praktik
Waktu (Minggu)
Kegiatan 03 September s/d 02 Oktober 2019
I II III IV
Orientasi Lapangan
Kegiatan Lapangan
Evaluasi Data
Penyusunan Laporan
Ket : : Kegiatan tidak dilakukan
: Kegiatan dilakukan

VIII. PESERTA KERJA PRAKTIK


Adapun data peserta kegiatan Kerja Praktik di PT Panghegar Mitra Abadi
ini adalah sebagai berikut :
1. Nama : Fadly Ridho Abdan
NPM : 100.701.16.104
TTL : Jakarta, 30 November 1999
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Arga Sumbing Blok.B5 / No.13, Cilegon –
Banten
No. HP : 081214579840
Email : fdlyrdh@gmail.com
Fakultas/Prodi : Teknik / Teknik Pertambangan
Universitas : Universitas Islam Bandung (UNISBA)
2. Nama : M. Al-Arief Mufthian
NPM : 100.701.16.113
TTL : Lhokseumawe, 04 Maret 1998
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Lele Raya No. 01, Bambu Apus, Tangerang
Selatan - Banten
No. HP : 081911329265
Email : ariefmufthian1998@gmail.com
Fakultas/Prodi : Teknik / Teknik Pertambangan
Universitas : Universitas Islam Bandung (UNISBA)

IX. PERMOHONAN PENYEDIAAN FASILITAS


Untuk menunjang terlaksananya kegiatan tersebut di atas, kami
mengharapkan sekiranya dari pihak perusahaan dapat menyediakan fasilitas
berupa :
1. Konsumsi untuk 2 orang selama kegiatan berlangsung.
2. Penginapan selama berlangsungnya kegiatan Kerja Praktik.
3. Penyediaan alat-alat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) selama
kegiatan Kerja Praktik berlangsung (bila diperlukan).
4. Penyediaan transportasi dari Bandung ke Lokasi di PT Panghegar Mitra
Abadi.
5. Peralatan dan perlengkapan penunjang kegiatan.

X. PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat sebagai acuan selama melaksanakan
Kerja Praktik di PT Panghegar Mitra Abadi. Besar harapan kami bisa diterima di
perusahan ibu/bapak untuk melaksanakan kegiatan kerja praktik ini. Perihal surat
menyurat dapat ditujukan ke Program Studi Teknik Pertambangan Universitas
Islam Bandung Jl.Tamansari No 1 (022) - 4203368.

XI. DAFTAR PUSTAKA


1. Ash, R.L. 1990. ”Design of Blasting Round (Surface Mining)”. Editor:
Society of Mining
2. Hopler, Robert B. 1998. ”Blasters’ Handbook”. United State of America:
International Society of Explosive Engineers.
3. Konya, Calvin J. & Edward J. Walter. 1990. ”Surface Blast Design”.
New Jersey: Prentice Hall.
4. Partanto., Prof. 1993. “Pemindahan Tanah Mekanis”. Jurusan Teknik
Pertambangan Institut Teknologi Bandung.
5. Rompas, Herunimas. 2011. ”Geometri Peledakan”. academia.edu.
Diakses pada hari Jum’at, 19 Juli 2019. (Referensi Internet).
6. Raymond, Loren A. “Petrology: The Study of Igneous, Sedimentary
and Metamorphic Rocks”. McGrw-Hill Science Engineering. 2002.
7. Simatupang, Maragin, dkk. “Pengantar Pertambangan Indonesia”.
Asosiasi Pertambangan Indonesia.
8. Suharyadi. “Pengantar Geologi Teknik”. Edisi 4, Biro Penerbit, UGM,
Yogyakarta. 2004

Anda mungkin juga menyukai