I. JUDUL
Dalam rencana kerja praktik ini, pemohon mengambil judul : “Aktivitas
Penambangan Batu Andesit di PT Panghegar Mitra Abadi, Desa Lagadar,
Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat”. Judul
tersebut dapat disesuaikan kembali dengan situasi dan kondisi di PT Panghegar
Mitra Abadi.
5.2 Pemboran
Kegiatan pengeboran bertujuan untuk membuat lubang bor yang
kemudian dimasukkan bahan peledak. Kegiatan pengeboran ini termasuk
kedalam tahapan awal suatu kegiatan peledakan pada tambang terbuka ataupun
pada tambang bawah tanah. Pada kegiatan pengeboran diperlukan juga
perhitungan khusus guna mengetahui jumlah dari lubang bor yang diperlukan,
geometri letak lubang bor yang dibuat dengan tujuan untuk memprediksi
banyaknya material yang akan terbongkar pada kegiatan peledakan.
5.2.1 Pola Pemboran
Terdapat 3 jenis pola pemboran yang digunakan pada kegiatan
peledakan di tambang terbuka, yaitu :
1. Pola Bujur Sangkar (Square Pattern)
Pola ini merupakan pola dimana jarak antar Burden dan Spacing nya
sama panjang yang membentuk bujur sangkar atau persegi. Keuntungan
dari penggunaan pola ini yaitu :
a. Lebih mudah dalam menentukan titik yang akan dibor, karena ukuran
burden dan spacing nya sama panjang sehingga penempatan alat bor
tidak membutuhkan waktu lama.
b. Pengaturan waktu tunda peledakan pada pola ini adalah V-delay,
sehingga material hasil peledakan terkumpul pada suatu tempat
tertentu.
Sumber: Anonim, 2016
Gambar 5.1
Pola Pemboran Square
2. Pola Persegi Panjang (Rectangular Pattern)
Pola ini merupakan pola dimana ukuran spacing dalam satu baris lebih
besar dari ukuran burden yang membentuk pola persegi panjang. Untuk
mendapatkan fragmentasi yang baik atau sesuai dengan rencana pola ini
kurang tepat untuk digunakan karena daerah yang tidak terkena
pengaruh peledakan cukup besar.
Keterangan:
B = Burden (m)
H = Kedalaman Lubang Tembak (m)
d = Diameter Lubang Tembak (inch)
2. Spacing (S)
Merupakan jarak yang diukur diantara lubang bor dengan row yang sama.
Secara teoritis, untuk menentukan spacing yang optimum dapat
ditentukan dengan kisaran 1,0 – 1,5 atau :
S = (1,0 – 1,5) B
Keterangan :
S = Spacing (m)
B = Burden (m)
Jarak dari spacing harus disesuaikan karena bila jarak spacing lebih
pendek dari jarak burden maka akan timbul Steaming Ejection yang lebih
dini dan bisa mengakibatkan adanya gas yang dihamburkan ke atmosfer
yang di iringi dengan noise dan air blast. Dan apabila sebaliknya akan
menimbulkan fragmentasi yang tidak sempurna.
3. Subdrilling (J)
Subdrilling merupakan tambahan dari suatu kedalaman lubang bor yang
ada di bawah rencana lantai jenjang. Hal ini biasa dilakukan untuk
mencegah adanya tonjolan pada lantai. Pemanfaatan subdrilling harus
diperhatikan dan diperhitungkan karena bila terlalu berlebih akan
menghasilkan Excessive Ground Vibration. Dan begitu juga sebaliknya,
jika terlalu kurang maka tonjolan pada lantai akan tetap ada pada saat
setelah peledakan. Secara umum dan secara praktis, subdrilling dipakai
antara 20 – 40% burden (B), atau :
J =(0,2 – 0,3) X B
Keterangan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
4. Stemming (T)
Merupakan tempat untuk material penutup/pemadat pada lubang ledak
dengan tujuan untuk mengurung gas hasil peledakan. Letak stemming
berada di bagian atas dalam lubang bor, lebih tepatnya di atas kolom
isian atau bahan peledak. Untuk mengetahui takaran stemming yang
digunakan harus melihat dari jarak burden, secara umum dibuat sebagai
berikut :
T = (0,5 – 1,0) x B
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
5. Tinggi Jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang disesuaikan
dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang. Lebih tepatnya
diameter lubang yang kecil diterapkan pada jenjang yang rendah dan
untuk diameter lubang yang besar diterapkan pada jenjang yang tinggi.
6. Kedalaman Lubang Bor (H)
Secara teoritis, kedalam lubang bor tidak boleh lebih kecil dari pada
burden. Hal ini untuk mencegah terjadinya ”over break” atau “cratering”.
Disamping itu juga kedalaman lubang bor disesuaikan dengan alat yang
tersedia.
Geometri peledakan menurut C.J. Konya :
1. Burden (B)
Keterangan:
B = Burden (m)
De = Diameter Lubang Ledak (inch)
SGe = Specific Gravity Explosive
SGr = Specific Gravity Rock
2. Spacing (S)
S = (L + (7xB)) / 8
Keterangan :
S = Spacing (m)
L = Tinggi Jenjang (m)
B = Burden (m)
3. Subdrilling (J)
J = 0,3 x B
Keterangan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
4. Stemming (T)
T = 0,7 x B
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
CTm = A + B + C + D
Keterangan :
CTm = Cycle time alat muat (menit)
A = Waktu mengisi bucket (menggali), detik
B = Waktu ayunan bermuatan, detik
C = Waktu menumpahkan isi, detik
D = Waktu ayunan kosong, detik
5.5.3 Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu
siklus pekerjaan. Waktu edar alat angkut meliputi :
1. Waktu mengatur posisi, dihitung mulai pada saat belok (mengambil
posisi) untuk di muat.
2. Waktu mengisi muatan, dimulai dari alat muat pertama kali melakukan
pengisian kealat angkut sampai terisi penuh.
3. Waktu mengangkut, dimulai dari alat angkut bergerak meninggalkan
tempat pemuatan sampai ketempat pengosongan muatan.
4. Waktu mengatur posisi untuk menumpahkan material.
5. Waktu dumping (menumpahkan), dihitung saat bak alat angkut diangkat
untuk menumpahkan muatan sampai bak kembali ke posisi semula.
6. Waktu kembali kosong, dihitung dari waktu alat angkut meninggalkan
tempat penampungan sampai kembali di tempat pemuatan untuk diisi
kembali.
Waktu edar (cycle time) alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
CTa = A + B + C + D + E + F
Keterangan :
CTa= Cycle time alat angkut
A = Waktu mengatur posisi untuk dimuat, detik
B = Waktu memuat, detik
C = Waktu mengangkut isi, detik
D = Waktu mengatur posisi untuk menumpahkan isi, detik
E = Waktu dumping (menumpahkan), detik
F = Waktu kembali kosong, detik
7. Faktor Pengisian (Fill Factor)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fill factor yaitu :
a. Ukuran material; semakin besar ukuran material maka faktor
pengisian semakin kecil.
b. Kandungan air; semakin besar kandungan air maka faktor
pengisisan semakin kecil.
c. Keterampilan dan pengalaman operator, makin terampil operator
berarti faktor pengisian akan semakin baik.
Gambar 5.12
Bucket Fill Factor
8. Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia. Waktu kerja yang digunakan adalah waktu untuk
produksi, berarti ada kehilangan waktu yang disebabkan oleh adanya hambatan-
hambatan selama jam kerja.
Pada umumnya efisiensi kerja dipengaruhi oleh keahlian operator,
keadaan peralatan, keadaan medan kerja, cuaca dan keadaan material. Efisiensi
kerja selalu berubah-ubah tergantung dari faktor-faktor diatas dan jarang sekali
waktu yang digunakan sebenar-benarnya.
Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar dipergunakan untuk
berproduksi atau waktu kerja yang tersedia dikurangi dengan waktu yang
terbuang oleh adanya hambatan-hambatan.
Berikut ini adalah efisiensi kerja operator yang diklasifikasikan pada Tabel
yaitu :
Tabel 5.1
Efisiensi Operator
Klasifikasi Efisiensi operator
Cukup 75 % = 45 menit/jam
Sedang 65 % = 40 menit/jam
Cukup 75%
Sedang 65%
60
Qtm = x Cam x F x E x Sf , (BCM/jam)
Ctm
Keterangan :
Qtm = Kemampuan produksi alat muat (BCM/jam)
CTm = Waktu edar alat muat sekali pemuatan (menit)
Cam = Kapasitas baku mangkuk alat muat (m3)
F = Faktor pengisian (%)
E = Effisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
2. Alat Angkut
Didalam menghitung kemampuan produksi alat angkut dapat digunakan
persamaan sebagai berikut :
60
Qta = Na x x Ca x F x E x Sf , BCM/jam
Cta
Keterangan :
Qta = Kemampuan produksi alat angkut (BCM/jam)
Na = Jumlah alat angkut (unit)
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
Ca = Kapasitas bak alat angkut (m3)
= n x Cam x F
N = Jumlah pengisian alat muat untuk penuhi bak alat angkut
Cam = Kapasitas mangkuk alat muat (m3)
F = Faktor pengisian (%)
E = Effisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
Keterangan :
MF = Faktor keserasian
Na = Jumlah alat angkut yang dioperasikan
Nm = Jumlah alat muat yang dioperasikan
Ltm = Waktu pemuatan tiap alat angkut yang besarnya sama dengan
jumlah pemuatan dikalikan waktu edar (cycle time) alat muat,
(menit)
Cta = Waktu edar (cycle time) alat angkut, (menit)
Dari persamaan diatas, ada tiga kemungkinan harga keserasian kerja
yaitu :
1. MF 1, kemampuan produksi alat muat lebih besar dari pada
kemampuan alat angkut, sehingga ada waktu tunggu bagian alat muat.
2. MF 1, kemampuan produksi alat muat sama dengan kemampuan
produksi alat angkut jadi tidak ada waktu tunggu.
3. MF 1, kemampuan produksi alat angkut lebih besar dari pada
kemampuan produksi alat muat, sehingga ada waktu tunggu bagi alat
angkut.
X. PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat sebagai acuan selama melaksanakan
Kerja Praktik di PT Panghegar Mitra Abadi. Besar harapan kami bisa diterima di
perusahan ibu/bapak untuk melaksanakan kegiatan kerja praktik ini. Perihal surat
menyurat dapat ditujukan ke Program Studi Teknik Pertambangan Universitas
Islam Bandung Jl.Tamansari No 1 (022) - 4203368.