Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan bahan galian atau mineral processing merupakan salah satu bidang

disiplin ilmu pertambangan yang menghubungkan dengan ilmu metalurgi dan ilmu

bahan. Kajian utama dalam bidang ini adalah upaya untuk meningkatkan kadar atau

kualitas bahan galian untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan persyaratan

konsumen. Oleh karena bahan galian di alam saat ini kadar yang tinggi semakin

berkurang sehinggan untuk memanfaatkan bahan galian berkadar rendah diperlukan

proses pengolahan untuk menaikkan harganya.

Salah satu tahapan awal dalam mineral processing adalah melakukan reduksi

ukuran (kominusi) dalam bentuk crushing. Apabila dilihat dari faktor keekonomisannya

proses pengolahan bahan galian perlu adanya guna meningkatkan nilai jual bahan

(multipler value) galian serta meningkatkan pendaptan nasional dari pajak dan royalti

bahan tambang. Crushing merupakan aktivitas pengolahan bahan galian berupa

reduksi ukuran material dengan cara peremukan. Prinsip utama dalam crushing adalah

memberikan sejumlah gaya mekanis sehingga dapat mereduksi ukuran partikel.

Proses crushing dapat mereduksi ukuran bahan galian sehingga dapat

mempermudah proses pengolahan. Terdapat beberapa tahapan dalam proses crushing

berupa primary crushing, secondary crushing, dan tertiary crushing. Primary dan

secondary crushing memegang peranan penting dalam proses peremukan. Proses

peremukan ini dijalankan oleh jaw dan roll crusher.

1
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses crushing. Faktor-

faktor tersebut mempengaruhi terhadap rasio peremukan batuan, kapasitas

peremukan, dan lama peremukan pada crusher. Perlunya dilakukan percobaan untuk

menunjukan cara, prinsip-prinsip dasar peremukan, metode kerja serta menentukan

faktor-faktor yang mempengaruhi unjuk kerja dari crusher. Oleh sebab itu, untuk dapat

lebih mengetahui dan memahami serta mempelajari beberapa parameter yang

berperan dalam proses peremukan bijih atau material perlu adanya kegiatan praktikum

pengolahan bahan galian sehingga dapat membantu mahasiswa dalam menganalisa

alat yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang laporan ini, maka berikut ini adalah rumusan

masalah yang terkait dengan hal tersebut, yaitu:

1. Bagaimana mekanisme kerja Jaw Crusher dan Roll Crusher?

2. Bagaimana prinsip kerja crushing dalam pengolahan bahan galian?

3. Bagaimana cara menentukan nilai reduction ratio pada tahap primary dan

secondary crushing?

1.3 Tujuan Percobaan

Tujuan dilaksanakannya percobaan/praktikum ini, yaitu:

1. Mengetahui mekanisme kerja Jaw Crusher dan Roll Crusher.

2. Mengetahui prinsip kerja crushing dalam pengolahan bahan galian.

3. Mengetahui cara menentukan nilai reduction ratio pada tahap primary dan

secondary crushing.

2
1.4 Ruang Lingkup

Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 22 September 2018 bertempat di

Laboratorium Pengolahan Bahan Galian Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Praktikum ini akan dibahas meliputi metode crushing, cara menggunakan alat crushing

untuk mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi lebih kecil dan melepaskan bahan

galian dari mineral pengotor (gangue).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Mekanisme Kominusi

Mineral pada bijih selalu berukuran lebih halus dan berasosiasi dengan mineral

pengotor (gangue). Oleh karena itu, mineral-mineral dalam bijih harus dihancurkan

sehingga dapat dipisahkan sebagai suatu produk baru. Jadi, bagian pertama dari

proses pengolahan mineral adalah proses crushing dan grinding, yang biasa dikenal

dengan sebutan kominusi (comminution) (Erwin, 2012).

Mineral yang berbentuk kristal memliki kecenderungan untuk pecah dengan

ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Kesulitan dalam melakukan proses kominusi

terletak pada keterbatasan ukuran yang lebih besar atau pun ukuran yang lebih kecil

dari ukuran yang dibutuhkan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, maka

dibutuhkan pemilihan alat yang tepat dalam proses pengecilan ukuran (kominusi).

Faktor-faktor yang terlibat dalam proses kominusi yaitu teknik reduksi, rasio reduksi,

dan ukuran umpan (Metso, 2015).

Partikel padatan dapat dihancurkan (dikecilkan ukurannya) dengan berbagai

cara, tetapi pada umumnya hanya empat cara saja yang sering dijumpai dalam

mesin-mesin pereduksi ukuran atau mesin kominusi (size reduction machines), yaitu

(Agus, 2004):

1. Kompresi (penekanan)-compression

Biasanya untuk reduksi partikel yang keras dan kasar menjadi beberapa

partikel kecil. Contoh: pemecah kacang (nutcracke).

2. Impact (pembenturan)-impaction

4
Digunakan untuk mereduksi partikel yang keras menjadi partiket-partikel

berukuran lebih kecil sampai partikel halus. Contoh: palu (hammer).

3. Atrisi (penggerusan/gesekan)-attrition or rubbing

Umunya digunakan untuk menghaluskan partikel-partikel lunak yang bersifat

halus. Contoh: penggerus.

4. Pemotongan-cutting

Digunakan untuk memotong partikel (biasanya berbentuk lempeng) sehingga

berukuran lebih kecil atau mempunyai bentuk tertentu. Umumnya tidak

menghasilkan partikel-partikel yang Iembut atau halus. Contoh: gunting.

2.2 Crusher

Crusher merupakan mesin penghancur padatan berkecepatan rendah,

digunakan untuk padatan kasar dalam jumlah yang besar. Crusher pada umumnya

digunakan untuk memecahkan bongkahan-bongkahan partikel besar menjadi

bongkahan-bongkahan kecil. Primary crusher banyak digunakan pada pemecahan

bahan-bahan tambang yang berukuran besar menjadi ukuran antara 150 sampai 250

mm. Secondary crusher akan melanjtkan kerja primary crusher, yaitu menghancurkan

partikel padatan hasil primary crusher menjadi berukuran sekitar 6 mm (Agus, 2004).

Crushing adalah proses yang bertujuan untuk meliberasi mineral yang

diinginkan agar terpisah dengan mineral pengotor lainnya. Crusher merupakan mesin

yang dirancang untuk mengurangi besar batu ke batu yang lebih kecil seperti kerikil

atau debu batu. Crusher dapat digunakan untuk mengurangi ukuran atau mengubah

bentuk bahan tambang sehingga dapat diolah lebih lanjut. Crusher merupakan alat

yang digunakan dalam proses crushing. Crushing merupakan proses yang bertujuan

untuk meliberasi mineral yang diinginkan dari mineral pengotornya. Crushing biasanya

5
dilakukan dengan proses kering, dan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu primary crushing,

secondary crushing, dan fine crushing(Kelly dan spottiswood, 1982).

Proses pengecilan ukuran (crushing) dapat dibagi dalam 3 tahap, yang

berdasarkan ukuran dari produk yang dihasilkan (Afandy, 2011):

1. Primary Crushing (Penghancuran Tingkat Pertama)

Penghancuran tingkat pertama menghasilkan produk yang masih kasar,

biasanya menggunakan alat jaw crusher dan gyratory crusher. Bongkah-

bongkahan batuan yang berasal dari tambang (run of mine) yang berukuran

12-60 inch dapat dihancurkan/dipecah hingga akan menghasilkan produk

berukuran 4-6 inch (reduction ratio 3-6).

2. Secondary Crusher

Penghancuran tingkat kedua dlakukan terhadap produk hasil pengerjaan alat

primary crushing dengan tujuan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil

lagi agar derajat liberasi yang diperoleh dapat lebih tinggi lagi. Ukuran batuan

dapat diperkecil hingga ukuran 0,5 cm.

3. Tertiary Crusher

Tertiary Crushing dilakukan untuk mendapatkan ukuran batuan yang lebih

halus, sehingga derajat leberasi mineral dapat lebih tinggi. Hal ini dilakukan

apabila dipandang perlu untuk mengolah mineral dengan proses konsentrasi,

dimana dibutuhkan butiran mineral dengan ukuran yang halus. Tertiary

crushing umunya dilakukan dengan menggunakan alat giling (mill), yaitu

silinder dari baja yang didalamnya diisi grinding media, dan apabila silinder

diputar pada as-nya akan terjadi grinding action.

Dalam pengertiannya grinding berada dengan crushing. Pada crushing

penghancurannya disebabkan oleh gaya tekan (impact) dipakai untuk material yang

kasar, sedangkan grinding penghancurannya oleh gaya gesekan (rubbing) dan biasa-

6
nya dipakai untuk material yang halus (max. 6 mesh) (Afandy, 2011).

Umumnya distribusi ukuran produk dari peremuk maupun penggerus sudah

standar dan dinyatakan dalam bentuk grafik yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat alat

peremuk/penggerus yang bersangkutan (Abeng, 2011).

Perbandingan antara ukuran/dimensi terbesar umpan dengan ukuran/dimensi

terbesar produk disebut nisbah reduksi (reduction ratio). Untuk tahap primary crushing

nisbah reduksi berkisar 4-7, secondary crushing berkisar 8-50, dan tertiary

crushing/fine crushing biasanya lebih besar 50. Pembatasan harga nisbah reduksi ini

dimaksudkan agar kerja alat peremuk maupun penggerus lebih efektif untuk

menghasilkan produk sesuai dengan target produksi (Abeng, 2011).

Pada proses peremukan, pecahnya batuan/bijih disebabkan gaya dari luar lebih

besar dari gaya tahan batuan/bijih, disamping itu nip angle (sudut jepit dari alat

peremuk) memenuhi. Gaya yang bekerja pada umumnya yaitu gaya tekan, gravitasi,

gesek, chipping (menyudut), sedangkan pada proses penggilingan pecahnya bijih

dapat disebabkan adanya grinding media yang dapat menimbulkan gaya gesek, impact

atau jatuhan (Abeng, 2011).

Pada operasi penggilingan menggunakan mill maka kecepatan putar mill perlu

diperhitungkan karena sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan.

Kecepatan kritis mill, yaitu batas kecepatan putar silinder mill yang membuat semua

isian (beban) didalam mill mulai menempel pada dinding bagian dalam silinder,

sehingga tidak terjadi penggerusan/penggilingan. Besarnya kecepatan/putaran kritis

mill ini menurut B.A.Wills (1985) dapat didekati dengan persamaan :

N = rpm . 42,3/√(𝐷 − 𝑑) .................................................................. (2.1)

Ket

Nc = Putaran Kritis (rpm)

d = Diameter Media Gerus (meter)

7
D = Diameter Bagian Dalam (meter)

Umumnya pengoperasian mill pada kecepatan 50–90% dari kecepatan

kritisnya. Pada kecepatan cataracting (+80% dari kecepatan kritis) maka penggerusan

di dalam mill akan didominasi oleh gaya impact (akibat jatuhan dari 5 grinding media).

Sedangkan pada kecepatan cascading (+60% dari kecepatan kritis) maka penggerusan

di dalam mill akan didominasi oleh gaya abrasi (akibat gesekan oleh grinding media)

(Abeng, 2011).

Menurut Rittinger’s, permukaan baru yang dihasilkan sewaktu crushing maupun

grinding besarnya akan sebanding dengan kerja/energi yang dibutuhkan. Semakin

besar luas permukaan material (semakin halus produk yang dihasilkan) maka akan

semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran tersebut (Abeng,

2011).

Agar tidak terjadi over crushing maupun over grinding pada waktu peremukan

maupun penggerusan, maka diperlukan suatu pengendalian ukuran (sizing) dengan

menggunakan pengayak (screen) atau classifier. Pada dasarnya screening merupakan

pengelompokan suatu partikel/material yang didasarkan pada ukuran (opening) lubang

ayakan. Pada umumnya pengayakan akan efektif (cocok) jika digunakan untuk ukuran

yang dipisahkan lebih besar 20 mesh, sedangkan classifying merupakan

pengelompokan material/partikel yang didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuh

partikel dalam suatu media baik air maupun udara. Kecepatan jatuh partikel pada

suatu media akan dipengaruhi oleh berat jenis, bentuk, dan volume butir partikel.

Classifying ini akan efektif (cocok) jika digunakan pada ukuran material yang

dipisahkan lebih besar 20 mesh (Abeng, 2011).

2.3 Tipe & Prinsip Kerja Crusher

Adapun tipe dan prinsip kerja crusher antara lain:

8
a. Jaw Crusher

Karakteristik umum jaw crusher:

1. Umpan masuk dari atas, diantara dua jaw yang membentuk huruf V

(terbuka bagian atasnya).

2. Salah satu jaw biasanya tidak bergerak (fixed), sedangkan jaw yang lain

bergerak horizontal.

3. Sudut antara dua jaw berukuran 20° sampai 30°.

4. Kecepatan buka-tutup jaw antara 250 sampai 400 kali per menit.

Pecahnya batuan dari jaw crusher karena adanya:

a. Daya tahan batuan lebih kecil dari gaya yang menekan

b. Nip angle

c. Resultant gaya yang arahnya ke bawah

Gaya-gaya yang ada pada jaw crusher, adalah:

1. Gaya tekan (aksi)

2. Gaya gesek

3. Gaya gravitasi

4. Gaya yang menahan (reaksi)

Arah-arah gaya tergantung dari kemiringan atau sudutnya. Resultante gaya

akhir arahnya harus ke bawah, yang berarti material itu dapat dihancurkan. Tapi jika

gaya itu arahnya ke atas maka material itu hanya meloncat-loncat ka atas saja

(Mandala, 2011).

Faktor-faktor yangmempengaruhi efisiensi jaw crusher:

1. Lebar lubang bukaan

2. Variasi dari throw

3. Kecepatan

4. Ukuran umpan

9
5. Reduction ratio (RR)

6. Kapasitas yang dipengaruhi oleh jumlah umpan per jam dan berat jenis

umpan

Reduction ratio merupakan perbandingan antar ukuran umpan dengan ukuran

produk. Reduction ratio yang baik untuk ukuran primary crushing adalah 4-7,

sedangkan untuk secondary crushing adalah 14-20 dan fine crushing (mill) adalah 50 -

100 (Mandala, 2011).

Jaw crusher pada batubara biasanya tidak digunakan pada crushing primer

tetapi sering digunakan untuk operasi penambangan open pit dimana batu baranya

keras atau lapisan batuan yang sangat keras yang dijumpai dalam jumlah bervariasi.

Ciri khas pada mesin tipe ini adalah 2 buah plat pengahancur yang membuka dan

menutup seperti rahang binatang. Jaw diatur pada sudut kritis, 1 buah jaw diputar

agar berayun terhadap yang lainnya (Mandala, 2011).

Ada dua tipe jaw crusher yang dapat ditemui pada penghancuran batubara:

1. Single-toggle machine

2. Double-toggle machine

Keduanya sering digunakan sebagai blake crusher yang dicirikan adanya jaw

bagian atas yang bergerak. Single-toggle mesin memiliki jaw ayun yang dikurung pada

batang eccentric, yang dibuat lebih ringan, lebih kompak dibanding double-toggle

machine. Jaw ayun bergerak berlawanan dengan jaw tetap tidak hanya karena aksi

plat toggle tetapi juga karena pergerakan vertical seperti perputaran eccentic. Single-

toggle machine lebih baik digunakan pada batubara yang rapuh dan material bershale

karena biaya pemasangan dan tenaga lebih kecil). Pada double-toggle machine, jaw

ayun bergerak bolak-bailk yang disebabkan pergerakan vertikal pitman. Hal ini

disebabkan pergerakan naik turun front toggle yang dihubungkan ke jaw ayun. Bagian

back toggle menyebabkan pitman bergerak ke samping. Double-toggle machine

10
harganya 50% lebih besar dibanding single-toggle machine pada ukuran yang sama

dan umumnya dipilih untuk menghancurkan material yang liat, keras dan rapuh

(Mandala, 2011).

Kegunaan jaw crusher adalah untuk memecahkan bongkah-bongkah yang

sangat kasar. Proses pemecahan dengan alat pemecah yang melawan bagian yang

tidak bergerak, gerakannya seperti rahang yang sedang menguyah. Penghancuran

akan terjadi apabila crusher melampaui batas plastis dari material yang dihancurkan.

Untuk memperoleh ukuran dari produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara

mengatur bukaan (feed) (Mandala, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan energi Jaw Crusher :

1. Ukuran feed

2. Ukuran produk

3. Kapasitas mesin

4. Sifat batuan

5. Persen waktu yang tidak terpakai

Kapasitas mesin peremuk jaw crusher dibedakan menjadi kapasitas desain dan

kapasitas nyata. Kapasitas desain merupakan kemampuan produksi yang seharusnya

dicapai oleh mesin peremuk tersebut, sedangkan kapasitas nyata merupakan

kemampuan produksi mesin peremuk sesungguhnya yang didasarkan pada sistem

produksi yang diterapkan. Kapasitas desain diketahui dari spesifikasi yang dibuat oleh

pabrik pembuat mesin peremuk dan kapasitas nyata didapatkan dengan cara

pengambilan conto produk yang dihasilkan.

Kapasitas crusher menurut Taggart:

T = 0,6 L. S .................................................................................. (2.2)

Keterangan:

T = kapasitas (ton/jam)

11
L = Panjang lubang penerimaan (inch)

S = Lebar lubang pengeluaran (inch)

Ada beberapa jenis jaw crusher yang sering dijumpai, diantaranya:

A) Blake jaw crusher

Beberapa mesin blake crusher dengan bukaan umpan padatan

berukuran 1.8 m x 2.4 m dapat memproses batuan berdiamater 1.8 m

dengan kapasitas sampai 1000 ton/jam, dengan ukuran produk maksimum

250 mm. Prinsip kerja alat: Roda (flywheel) berputar menggerakkan lengan

pitman naik turun karena adanya sumbu eccentric. Gerakan naik-turun pada

lengan pitman menyebabkan toggle bergerak horizontal (kekiri dan

kekanan) searah movable jaw bergerak menekan dan memecah bongkah-

bongkah padatan yang masuk dan melepaskannya saat movable jaw

bergerak menjauhi fixed jaw.

Gambar 2.1 Penampang Blake Jaw Crusher (Agus, 2004)

B) Dodge Crusher

Biasanya berukuran lebih kecil dibandingkan dengan blake crusher.

Movable jaw bagian bawah dipasang tetap sehingga lebar lubang

pengeluarannya relatif konstan. Ukuran bahan yang keluar akan lebih

12
seragam, tetapi sangat rawan terhadap kebuntuan (clogged) akibat lubang

bukaan keluar (discharge opening) yang tetap. Prinsip kerja alat:

Perputaran sumbu eccentric mengakibatkan lengan pitman bergerak naik-

turun. Gerakan ini menyebabkan movable jaw frame sebelah atas bergerak

horizontal kekiri dan kekanan menekan bongkah-bongkah padatan sampai

pecah dan melepaskannya kebawah. Movable jaw frame bagian bawah

relative tidak bergerak.

Gambar 2.2 Penampang Dodge Crusher (Agus, 2004)

Perbandingan Dodge dengan Blake Jaw Crusher, yaitu:

1. Ukuran produk pada Blake Jaw lebih heterogen dibandingkan dengan

Dodge Jaw yang relatif seragam.

2. Pada Blake Jaw porosnya di atas sehingga gaya yang terbesar mengenai

partikel yang terkecil.

3. Pada Dodge Jaw porosnya di bawah sehingga gaya yang terbesar

mengenai partikel yang terbesar sehingga gaya mekanis dari Dodge Jaw

lebih besar dibandingkan dengan blake jaw.

4. Kapasitas Dodge Jaw jauh lebih kecil dari Blake Jaw pada ukuran yang

sama.

13
5. Pada Dodge Jaw sering terjadi penyumbatan.

b. Gyratory Crusher

Gyratory crusher secara sepintas terlihat seperti jaw crusher, dengan jaw

berbentuk melingkar, dimana material padatan dihancurkan. Kecepatan kepala

dan jaw penghancur (crushing head) umumnya antara 125 sampai 425

rotasi/menit. Kelebihan gyratory crusher yaitu:

1. Lebih efisien untuk kominusi, kapasitas besar terutama untuk kapasitas >

900 ton/jam. Kapasitas gyratory crusher bervariasi dari 600-6000 ton/jam,

tergantung ukuran produk yang diinginkan (antara 0.25 inch). Kapasitas

gyratory crusher terbesar mencapai 3500 ton/jam.

2. Discharge pada gyratory crusher lebih tetap dibandingkan dengan jaw

crusher.

3. Konsumsi tenaga per ton material lebih rendah dibandingkan jaw crusher.

Gambar 2.3 Penampang Gyratory Crusher (Agus, 2004)

Prinsip kerja alat:

Roda berputar, memutar countershaft dan gearing, dan piringan C.

Selanjutnya, piringan C akan memutar main-shaft yang terpasang eccentric

pada piringan C. Karena main-shaft bergerak eccentric, crushing head akan

14
bergerak eccentric menghimpit padatan (discharge opening minimum), hingga

padatan pecah dan terlepas (sampai discharge opening maksimum).

c. Cone Crusher

Gambar 2.4 Cone Crusher (Agus, 2004)

Kelebihan cone crusher yaitu:

1. Baik digunakan sebagai alat penghancur sekunder (secondary crushing).

Bentuknya yang berupa kerucut menyebabkan luas area penggilasannya

lebih besar.

2. Ukuran umpannya sekitar 0.8 -14.3 inch (< umpan gyratory crusher).

Ukuran produknya sekitar 0.5 inch.

Prinsip kerja alat:

Seperti gyratory crusher, crushing head disangga oleh beberapa eccentric

yang diputar oleh beberapa bevel gears. bevel gears digerakkan oleh

sumbu utama (Agus, 2004).

2.4 Roll Crusher

Roll Crusher adalah mesin pereduksi ukuran yang menggunting dan menekan

material antara dua permukaan yang keras. Permukan yang digunakan biasanya

15
berbentuk roll yang berputar dan besi landasan yang diam, atau dua roll dengan

diameter sama yang berputar pada kecepatan sama dan arahnya berlawanan.

Permukaan roll bisa rata, berkerut atau bergigi. Untuk batubara dimana diperlukan

rasio pereduksiannya tinggi dan hasil yang bagus, beberapa bentuk permukaan

biasanya dipilih sekaligus (Mandala, 2011).

Roll crusher biasanya digunakan untuk mereduksi material yang keras.

Karakteristik mesin peremuk tipe ini adalah termasuk berkecepatan rendah dan relati

memiliki rasio reduksi yang rendah, berkisar 3:1 sampai 8:1, karena memiliki

kecepatan rendah, maka laju keausan alat ini relatif rendah. Produk dari crusher tipe

ini biasanya berbentuk butiran (gravel) dan sedikit yang berbentuk halus. Kandungan

air yang pada material yang melebihi 5% akan menyulitkan operasi crusher, karena

akan menyebabkan terjadinya penyumbatan-penyumbatan, terkecuali untuk roller

crusher, karena itulah maka roller crusher lebih cocok untuk material yang bersifat

plastis seperti tanah liat atau batu silika yang lembab. Menurut operasinya roller

crusher dan gyratory crusher termasuk klasifikasi kontinyu sedangkan jaw crusher

termasuk intermittent. Roll crusher terdiri dari dua macam yaitu single roll-crusher dan

double roll-crusher (Mandala, 2011).

Roll crusher digunakan sebagai crusher sekunder atau crusher tersier setelah

batuan melewati crusher tipe lain yang berfungsi sebagai crusher primer. Roll crusher

terdiri dari single roll dan double roll. Single roll digunakan untuk memecahkan batuan

yang lembab dan tidak menguntungkan jika digunakan untuk memecahkan batuan

yang abrasive (Wills, 1988).

Single roll-crusher biasanya digunakan untuk penghancuran primer. Mesin ini

terdiri dari satu roll penghancur dan besi landasan yang melengkung. Kebanyakan

single roll-crusher dipasang dengan pin penjepit atau bentuk lainnya untuk melindungi

16
system pengendali. Rasio pereduksian pada crushing primer biasanya antara 4:1 dan

6:1, sedangkan untuk crushing sekunder antara 200 mm dan 20 mm (Mandala, 2011).

Double atau tripel stage single roll merupakan pengembangan dari ukuran

pereduksian bentuk primer dan sekunder unit single. Double roll-crusher yang

digunakan untuk crushing primer dapat mereduksi batubara run of mine di atas 1 m3

menjadi berukuran sekitar 350-100 mm, tergantung pada sifat batubara. Secara luas

digunakan untuk menghasilkan stok produk dimana kelebihan serbuk halus harus

dihindari. Dari umpan yang berukuran 350 mm, Double roll-crusher dapat

menghancurkan batubara yang berukuran 50 dan 20 mm. Kapasitas semua double roll-

crusher antara 10-2000 t/unit dengan konsumsi tenaga 5-100 KW.

Double roll-crusher juga diproduksi dalam 3 dan 4 roll, 2 tingkat konfigurasi.

Tingkat paling atas menghasilkan penghancuran kasar sedangkan tingkat bawah lebih

halus pada unit triple roll bagian yang paling atas terdiri dari single roll-crusher, bagian

yang lebih bawah terdiri dari double roll-unit. Pada four-roll unit, bagian atas dan

bawah terdiri dari I (Mandala, 2011). Kapasitas roller tergantung pada kecepatan roler,

lebar permukaan roller, diameter dan jarak antara roller yang satu dengan lainnya.

Roller biasanya digunakan untuk batuan lunak seperti shale, lempung dan material

lengket sampai setengah keras. Kapasitas roller dinyatakan dengan rumus sebagai

berikut :

C = 0,0034 N x D x W x G x s ....................................................... (2.3)

dimana:

N = jumlah putaran (rpm)

G = berat jenis material

D = diameter roll (inch)

s = jarak antar roll (inch)

W = lebar roll crusher (inch)

17
Hancurnya material dalam roll crushing dibedakan menjadi:

1. Choke Crushing

Penghancuran material tidak hanya dilakukan oleh permukaan roll tetapi juga

oleh sesama material.

2. Free Crushing

Free Crushing Yaitu material yang masuk langsung dihancurkan oleh roll.

Kecepatan crushing tergantung pada kecepatan pemberian umpan (feed rate)

dan macam reduksi yang diinginkan (Erik, 2015).

18
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat & Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum pengolahan bahan galian yaitu:

1. Masker, fungsinya untuk melindungi hidung dari debu yang muncul akibat

proses crushing.

Gambar 3.1 Masker

2. ATK (alat tulis kantor), berfungsi dalam pencatatan data.

Gambar 3.3 ATK

19
3. Palu geologi, fungsinya untuk menghancurkan sampel batuan.

Gambar 3.4 Palu Geologi

4. Kuas dan teaspoon, fungsinya untuk mengumpulkan sampel hasil ayakan.

Gambar 3.5 Kuas

5. Jaw crusher, fungsinya untuk menghancurkan sampel pada tahap primary

crushing.

Gambar 3.6 Jaw crusher

20
6. Roll crusher, fungsinya untuk menghancurkan material pada tahap secondary

crushing.

Gambar 3.7 Roll crusher

7. Timbangan digital, fungsinya untuk menimbang berat material hasil sieving.

Gambar 3.8 Timbangan

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum pengolahan bahan galian yaitu:

21
1. Sampel batuan, batu yang telah dihancurkan menggunakan palu.

Gambar 3.9 Sampel Batuan

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Primary crushing

Prosedur percobaan pada tahap primary crushingmenggunakan jaw crusheryaitu:

1. Menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum.

2. Menghancurkan sampel batuan hingga mencapai ukuran lebih kecil dari luas

lubang masukan pada crusher.

3. Mengukur feed yang telah dihancurkan sebelum dimasukkan ke dalam

crusher.

4. Menyalakan jaw crusher, lalu memasukkan sampel yang sudah dihancurkan

kedalam crusher secara perlahan.

5. Mengumpulkan dan mengambil material hasil crushing dari lubang keluaran

jaw crusher.

6. Mengambil material hasil crushing dari jaw crusher.

7. Mengkalibrasi timbangan digital sebelum digunakan.

8. Menimbang berat material.

22
9. Mengamati dan mencatat berat dari material.

10. Membersihkan alat yang telah digunakan pada praktikum.

3.2.2 Secondary crushing

Prosedur percobaan pada tahap secondary crushing menggunakan roll crusher

yaitu:

1. Menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum.

2. Menyalakan roll crusher, lalu memasukkan sisa material yang sudah dibagi

dua sebelumnya kedalam crusher secara perlahan.

3. Mengumpulkan dan mengambil material hasil crushing dari lubang keluaran

roll crusher.

4. Mengambil material hasil crushing dari roll crusher.

5. Mengkalibrasi timbangan digital sebelum digunakan.

6. Menimbang berat material

7. Mengamati dan mencatat berat dari masing-masing material.

8. Membersihkan alat yang telah digunakan pada praktikum

23
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan

Dari hasil praktikum peremukan batuan (crushing), didapatkan hasil sebagai


berikut.
Tabel 4.1 Hasil pengukuran sebelum Crushing
Ukuran Panjang (cm) Lebar (cm) Berat (g)
Kecil 1 0,5
2000
Besar 6,5 4,5

Tabel 4.2 Hasil pengukuran setelah crushing menggunakan Jaw Crusher


Ukuran mesh (#) Berat (g)
Kecil (-4,75 dan -1,18) 73,1
Sedang (-4,75 dan +1,18) 112
Besar (+4,75) 334,5

Tabel 4.3 Hasil pengukuran setelah crushing


menggunakan Roll Crusher
Ukuran mesh (#) Berat (g)
Kecil (-4,75 dan -1,18) 398,5
Sedang (-4,75 dan +1,18) 88,3
Besar (+4,75) 14,5

4.2. Pembahasan

Partikel yang diumpankan ke dalam alat peremuk akan mengalami reduksi


ukuran. Reduksi ukuran ini disebabkan gaya-gaya yang bekerja pada crusher yang
diberikan terhadap material. Dimana, proses peremukan berlangsung dengan dua
tahap yaitu tahapan peremukan primer (primary crushing) dan jaw crusher serta
tahapan peremukan sekunder (secondary crusher) oleh double roll crusher.

24
Sebelum melakukan pengukuran menggunakan jaw crusher dan roll crusher
diperoleh produk dengan presentasi berat sebanyak 2000 gram dengan panjang
terbesar sampel 6,5 cm dengan lebar 4,5 cm dan panjang ukuran sampel terkecil 1cm
dengan lebar 0,5 cm. Pada praktikum kali ini ukuran gape pada jaw crusher yang
digunakan adalah 8,5 cm dan ukuran setting adalah 1 cm. Pada proses primary
crushing menggunakan jaw crusher diambil produk dengan presetasi berat sebanyak
500 gram kemudian dilakukan pengayakan dan dihasilkan 3 jenis sampel dengan
ukuran yang berbeda. Berat sampel yang didapat pada oversize 4,75 adalah 334,5
gram, undersize 4 dan oversize 1,18 adalah 112 gram, dan undersize 4,75 dan
undersize 1,18 adalah 73,1 gram. Hasil pengukuran setelah crushing menggunakan roll
crusher diambil produk sebanyak 500 gram dari keseluruhan sampel yang telah melalui
primary crushing. Berat sampel yang didapat pada oversize 4,75 adalah 14,5 gram,
undersize 4 dan oversize 1,18 adalah 88,3 gram, dan undersize 4,75 dan undersize
1,18 adalah 398,5 gram.
Jaw crusher beroperasi dengan menerapkan penghancur bertekanan. Jaw
crusher sangat ideal dan sesuai untuk penggunaan pada saat penghancuran tahap
pertama. Memiliki kekuatan anti-tekanan dalam menghancurkan bahan paling tinggi
hingga dapat mencapai 320 Mpa. Faktor - faktor yang mempengaruhi pada jaw
crusher adalah ukuran dan jenis batuan yang dimasukkan, keadaan batuan apakah
basah atau kering, reaksi antara material dengan air, gape, setting, dan angle of nip.
Pada saat percobaan terjadi material loss pada saat mengambil hasil dari jaw crusher
untuk ditimbang. Material tidak tertampung dan tidak dapat terambil semua. Dari hasil
percobaan crushing menggunakan jaw crusher diperoleh nilai Reduction Ratio
sebesar:
Ukuran Umpan
RR =
Ukuran Produk

RR =

RR =
Roll crusher, memecah batu dengan menjepitnya diantara dua roll dimana roll
akan berputar berlawanan dengan adanya berat tersendiri dan gusuran dari batu,
maka batu akan pecah. Didapatkan material yang lebih halus dari roll crusher
dibandingkan material yang didapat dari jaw crusher. Pada penggunaan roll crusher
material ada yang terlempar dan tidak jatuh ke wadah sehingga jumlah produk pada

25
roll tidak sama dengan feednya yaitu produk dari jaw crusher. Dari hasil percobaan
crushing menggunakan jaw crusher diperoleh nilai Reduction Ratio sebesar:
Ukuran Umpan
RR =
Ukuran Produk

RR =

RR =
Berikut adalah grafik pengurangan ukuran sampel

100
90
80
70
Panjang (mm)

60 Umpan
50
Jaw Crusher
40
30 Roll Crusher
20
10
0
Kecil Sedang Besar

Gambar 4.1 Grafik pengurangan ukuran sampel


Dari hasil perngamatan terhadap hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya reduction ratio adalah
ukuran dari umpan, kekerasan mineral, bentuk partikel serta ukuran hasil remukan.

26
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Mekanisme remuknya material dibagi menjadi tiga macam, yaitu:


a. Abrasion terjadi jika energi yang diberikan oleh alat tidak cukup besar
untuk meremukan partikel sehingga terjadi tekanan yang terlokalisasi dan
hanya sedikit area yang remuk dan hasilnya berupa partikel halus yang
merata yaitu pada permukaannya saja.
b. Cleavage/compression terjadi jika energi yang diberikan cukup untuk
membuat material remuk, dan hanya menghasilkan sedikit partikel
dengan ukuran yang mendekati ukuran aslinya.
c. Shatter/impact terjadi jika energi yang diberikan lebih besar daripada
yang dibutuhkan untuk meremukkan partikel mineral. Hasilnya berupa
partikel dengan distribusi ukuran yang bermacam-macam.
2. Prinsip kerja Jaw Crusher adalah dengan menggerakan salah satu jepit,
sementara jepit yang lain diam. Tenaga yang dihasilkan oleh bagian yang
bergerak mampu menghasilkan tenaga untuk menghancurkan batuan yang
keras. Jaw crusher beroperasi dengan menerapkan penghancur bertekanan.
Jaw Crusher sangat ideal dan sesuai untuk penggunaan pada saat
penghancuran tahap pertama. Memiliki kekuatan anti-tekanan dalam
menghancurkan bahan paling tinggi hingga dapat mencapai 320Mpa. Dari
percobaan yang dilakukan didadapat hasil percobaan, untuk Jaw crusher
memiliki Reduction Ratio sebesar 2,83:1.
3. Prinsip kerja Roll Crusher adalah memecah batuan dengan menjepitnya
diantara dua roll dimana roll akan berputar berlawanan dengan adanya berat
tersendiri dan gusuran dari batu, maka batu akan pecah. Didapatkan material
yang lebih halus dari roll crusher dibandingkan material yang didapat dari jaw
crusher. Dari percobaan yang dilakukan didadapat hasil percobaan, diperoleh
Reduction Ratio dari Roll Crusher sebesar 2,87:1.

27
4. Pada dasarnya pengolahan data praktikum crushing bertujuan untuk
mengetahui besarnya nilai perbandingan (reduction ratio) yang dihasilkan pada
tiap crusher dalam hal ini jaw crusher dan roll crusher. Pengolahan data
dilakukan secara bertahap yang dengan cara menghitung ukuran umpan
sebelum dan sesudah melalui proses penggerusan dimana penggerusan
dilakukan dalam dua tahapan yaitu primary crushing (jaw crusher) dan
secondary crushing (roll crusher), lalu pada tiap tahap dilakukan perbandingan
ukuran umpan dan produk sesuai dengan rumus dari reduction ratio. Semakin
kecil nilai reduction ratio, maka semakin efektif proses penggerusan yang
dilakukan.
5. Nilai reduction ratio (RR) ditentukan dengan membandingkan ukuran umpan
(feed) dengan ukuran produk peremukan batuan

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Dosen


Saran untuk dosen pada praktikum ini adalah:
1. Proses perkuliahan berjalan baik dan disiplin
2. Metode belajar sebaiknya lebih seru lagi sehingga mahasiswa tidak merasa
kesulitan pada saat perkuliahan.
5.2.2 Saran untuk Asisten
Saran untuk asisten pada praktikum ini adalah:
1. Sebaiknya praktikum dilakukan lebih disiplin dan lebih terarah agar mengurangi
hal-hal yang tidak diinginkan seperti material loss dan kerusakan alat.
2. Proses praktikum berjalan dengan baik semoga bisa lebih baik lagi

28

Anda mungkin juga menyukai