Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan mineral merupakan suatu metode yang digunakan untuk


meningkatkan mutu dan kualitas pada suatu bahan galian/mineral. Suatu mineral
belum dapat diproses secara langsung lebih lanjut sesaat setelah ditambang, hal ini
dikarenakan mineral tersebut masih tercampur dengan pengotornya (gangue).
Upaya dalam meningkatkan mutu dan kadar suatu bijih telah banyak dilakukan
dalam industri pertambangan. Pengolahan Bahan Galian (ore dressing) adalah suatu
proses pengolahan bijih (ore) secara mekanik sehingga mineral berharga dapat
dipisahkan dari mineral pengotornya dengan didasarkan pada sifat fisika atau sifat
kimia-fisika permukaan mineral. Proses pengolahan berlangsung secara mekanis tanpa
merubah sifat-sifat kimia dan fisik dari mineral-mineral tersebut atau hanya sebagian
dari sifat fisik saja yang berubah. Bijih yang sedang diolah akan dapat ditingkatkan
kadarnya, sehingga dari hasil pengolahan tersebut diharapkan diperoleh keuntungan
seperti mengurangi biaya transpor dari tempat pengolahan sampai tempat peleburan,
mengurangi biaya peleburan dan mengurangi bahan imbuh (flux) selama peleburan,
karena semakin tinggi kadar bijih berarti kadar mineral pengotor semakin kecil,
sehingga flux yang dibutuhkan juga semakin sedikit.
Bijih dari tambang umumnya masih berukuran relatif besar, sehingga mineral
berharga belum terliberasi, maka perlu dilakukan proses kominusi dimana material
direduksi ukurannya dengan menggunakan alat Hal ini dapat dilakukan dengan alat
crushing (peremukan) untuk proses kering, sedangkan grinding (penggilingan)
digunakan untuk proses basah dan kering. Selain untuk mereduksi ukuran butir,
kominusi juga untuk meliberasi bijih, yaitu proses melepaskan mineral bijih dari
ikatannya yang merupakan gangue mineral. Alat yang digunakan dalam proses ini
adalah crusher dan grinding mill. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan hasil peremukan
dan penggilingan yang mempunyai ukuran sama. Ukuran yaang sama akan diperoleh
setelah dilakukan pengelompokan ukuran (sizing) yaitu dengan cara pengayakan
(screening) maupun classifying. Proses peremukan dapat dilakukan beberapa kali

1
hingga memperoleh hasil yang diinginkan. Peremukan ini akan mendapatkan hasil
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan material sebelum peremukan.
Ada beberapa jenis crusher yang digunakan dalam proses peremukan, dalam
praktikum ini menggunakan jaw crusher untuk proses peremukan pertama dan roll
crusher pada peremukan kedua. Hasil peremukan kedua menggunakan roll crusher
lebih halus bila dibandingkan dengan hasil peremukan pertama yang menggunakan
jaw crusher. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirasa perlu untuk melaksakan
praktikum crushing ini untuk mengetahui mekanisme remuknya batuan serta cara kerja
dari jaw crusher dan roll crusher untuk mencari nilai dari reduction ratio.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah dari pecobaan ini adalah:


1. Bagiamana mekanisme remuknya batuan dengan menggunakan alat jaw
crusher dan roll crusher?
2. Bagaimana nilai reduction ratio dari proses primary crushing dan secondary
crushing?

1.3 Tujuan Percobaan

Praktikum pengolahan bahan galian dengan menggunakan alat crusher ini


memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1. Mengetahui mekanisme remuknya batuan dengan menggunakan jaw crusher
dan roll crusher.
2. Mengetahui nilai reduction ratio dari proses primary crushing dan secondary
crushing.

1.4 Manfaat Percobaan

Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum Pengolahan Bahan Galian dengan
tema Crushing adalah untuk membantu mahasiswa dalam menambah wawasan
mengenai metode crushing dalam pengecilan ukuran suatu batuan atau sampel dan
membantu mahasiswa sebagai sumber bahan pembelajaran mata kuliah Pengolahan
Bahan Galian.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kominusi

Kominusi adalah proses mereduksi ukuran butir sehingga menjadi lebih kecil
dari ukuran semula. Selain untuk mereduksi ukuran butir, kominusi juga untuk
meliberasi bijih, yaitu proses melepaskan mineral bijih dari ikatannya yang merupakan
gangue mineral. Kominusi merupakan salah satu tahapan pada pengolahan bijih,
mineral atau bahan galian. Pada kominusi, bijih atau mineral dari tambang yang
berukuran besar lebih dari pada 1 meter dapat dikecilkan menjadi bijih berukuran
kurang daripada 100 mikron. Kominusi atau pengecilan ukuran merupakan tahap awal
dalam proses Pengolahan Bahan Galian yang bertujuan untuk (Teuku Muhammad
Iqbal, 2015):
1. Membebaskan/meliberasi (to liberate) mineral berharga dari material pe
ngotornya.
2. Menghasilkan ukuran dan bentuk partikel yang sesuai dengan kebutuhan pada
proses berikutnya.
3. Memperluas permukaan partikel agar dapat mempercepat kontak dengan zat
lain, misalnya reagen flotasi
Kominusi ada 2 (dua) macam, yaitu (Teuku Muhammad Iqbal, 2015):
1. Peremukan/pemecahan (crushing) untuk proses kering
2. Penggerusan/penghalusan (grinding) untuk proses basah dan kering
Kominusi baik peremukan maupun penggerusan bisa terdiri dari beberapa
tahap, yaitu (Teuku Muhammad Iqbal, 2015):
1. Tahap pertama/primer (primary stage)
2. Tahap kedua/sekunder (secondary stage)
3. Tahap ketiga/tersier (tertiary stage)
4. Kadang-kadang ada tahap keempat/kwarter (quaternary stage)
Reduksi ukuran (kominusi) merupakan tahap yang sangat penting dalam
pengolahan bahan galian, yang bertujuan (Sufriadin, 2016):
1. Menghasilkan partikel yang sesuai dengan kebutuhan (ukuran maupun bentuk);
2. Membebaskan mineral berharga dari pengotor;

3
3. Memperbesar luas permukaan, sehingga kecepatan reaksi pelarutan dapat
berlangsung dengan lebih baik.
Peralatan kominusi banyak macam dan ragamnya, dan aplikasinya tergantung
pada keadaan bahan galian. Kominusi ada dua macam, yaitu (Sufriadin, 2016):
1. Peremukan (crushing)
2. Penghalusan/Penggerusan (grinding)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses kominusi (Sufriadin, 2016):
1. Ukuran bijih dari tambang, biasanya ukuran bijih dari tambang dalam bentuk
bongkah sehingga berkaitan erat dengan pemilihan primary crusher dan proses
screening. Biasanya sebelum melakukan crushing, ukuran umpan disesuaikan
dengan besarnya gape dari crusher agar peremukan dapat berjalan baik.
2. Keadaan bijih, pada bijih yang lengket akan mempengaruhi pemilihan
mill/crusher.
3. Ketersediaan air, hal ini penting khususnya untuk proses basah.
4. Proses-proses berikutnya basah atau kering.
5. Korosi pada lining (bahan pelapis pada dinding dalam mill).
6. Reaksi antara material dengan air.

2.2. Crushing

2.2.1 Pengertian Crushing


Peremukan (crushing) adalah proses reduksi ukuran dari bijih yang berukuran
kasar (sekitar 1 m) menjadi ukuran sampai kira-kira 25 mm. Crusher merupakan
mesin penghancur padatan berkecepatan rendah, digunakan untuk padatan kasar
dalam jumlah yang besar. Crusher pada umumnya digunakan untuk memecahkan
bongkahan-bongkahan partikel besar menjadi bongkahan-bongkahan kecil (Agus,
2004).
Peremukan dengan menggunakan crusher dapat dilakukan berulang kali,
tergantung dari besar material yang ingin diperoleh, biasanya sesuai dengan
permintaan konsumer. Crusher dapat digunakan untuk mengurangi ukuran atau
mengubah bentuk bahan limbah sehingga dapat lebih mudah dibuang atau didaur-
ulang, atau untuk mengurangi ukuran yang solid campuran bahan baku (seperti di
dalam bijih), sehingga potongan-potongan komposisi yang berbeda dapat dibedakan.

4
Crusher/penghancur dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan material yang akan
digiling/dihancurkan (Agus, 2004).
Ada dua macam crusher yaitu primary crusher dan secondary crusher. Crusher
primer (primary crusher) banyak digunakan pada pemecahan bahan-bahan tambang
dan ukuran besar menjadi ukuran antara 6 inci sampai 10 inci. Crusher sekunder
(secondary crusher) akan meneruskan kerja crusher primer, yaitu menghancurkan
partikel padatan hasil crusher primer menjadi berukuran sekitar 0,25 inci (Agus,
2004).
2.2.2 Tahapan-tahapan pada crushing
Ada 3 (tiga) tahapan pada crushing, yaitu (Agus, 2004):
1. Primary crushing
Merupakan tahap pertama proses peremukan dimana crusher dioperasikan
secara terbuka. Untuk bijih yang keras dan kompak dapat digunakan jaw crusher
atau gyratory crusher, sedangkan untuk bahan galian yang lebih brittle digunakan
hammer mill atau impact crusher.
2. Secondary crushing
Feed untuk secondary crushing berasal dari produk primary crushing. Alat yang
dapat digunakan untuk secondary crushing adalah cone crusher atau roll crusher.
Produk yang dihasilkan dari secondary crushing harus memiliki ukuran yang sesuai
dengan alat grinding yang digunakan.
3. Fine Crushing (grinding mill)
Merupakan kelanjutan dari primary crushing atau secondary crushing. Proses ini
memanfaatkan adanya shearing stress.
2.2.2. Mekanisme Peremukan
Mekanisme peremukan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (Wills, 1988):
1. Abrasion (attrition)
Terjadi bila mana energi yang kurang mencukupi diterapkan pada partikel,
menyebabkan terjadinya localized stressing dan remuknya sebagian kecil area
sehingga menghasilkan distribusi ukuran partikel yang halus.

5
Gambar 2.1 Abrasion (www. slideshare.net, 2016)

2. Compression (cleavage)

Terjadi apabila energi cukup untuk membuat partikel remuk, menghasilkan


ukuran partikel tidak jauh berbeda dengan ukuran umpan.

Gambar 2.2 Compression (www. slideshare.net, 2016)

3. Impact (shatter)
Terjadi ketika energi sangat mencukupi untuk terjadinya peremukan partikel,
meghasilkan banyak partikel dengan distribusi ukuran yang lebar.

Gambar 2.3 Impact (www. slideshare.net, 2016)

6
2.3 Tipe dan Prinsip Kerja Crusher

2.3.1 Jaw Crusher


Jaw crusher adalah sebuah alat penghancur yang konstruksinya sangat
sederhana, dengan tenaga yang besar mampu menghancurkan batu hingga ukuran 20
hingga 60 cm dengan kapasitas antara 10–200 ton/jam. Dengan konstruksinya yang
sangat sederhana, jaw cusher tidak membutuhkan perawatan yang rumit. Sehingga
banyak perusahan yang bergerak di bidang pertambangan terutama pertambangan
batu banyak menggunakan jaw crusher sebagai alat penghancur yang pertama atau
primary crusher maupun yang kedua atau secondary crusher (Sandgren, 2015).
Karakteristik umum yang dimiliki oleh jaw crusher ada 4 (empat) yang dapat
dilihat pada penjelasan selanjutnya yaitu (Sandgren, 2015):
1. Umpan masuk dari atas, diantara dua jaw crusher yang membentuk huruf V
(terbuka bagian atasnya).
2. Salah satu jaw biasanya tidak bergerak (fixed), jaw yang lain bergerak
horizontal.
3. Sudut antar jaw antara 20 ° sampai 30°.
4. Kecepatan buka-tutup jaw antara 250 sampai 400 kali per menit.
Bagian-bagian dari jaw crusher yaitu sebagai berikut (Sandgren, 2015):

Gambar 2.4 Jaw Crusher (www.greatwallcrushers.com, 2015)

7
1. Eccentric shaft adalah poros yang berputar dan menyebabkan alat bergerak.
2. Balance plate yaitu plat tempat umpan dimasukan.
3. Fly wheel adalah roda yang berputar pada saat bekerja.
4. Fix jaw plate adalah bagian yang tidak bergerak berfungsi untuk menahan pada
saat bagian yang lain bergerak menekan batuan.
5. Guard sheet adalah dinding yang bergerak dan bersifat kasar yang digunakan
untuk menumbuk dan menghancurkan bahan.
6. Kinetic jaw plate adalah bagian yang bergerak dan fungsinya untuk memberikan
tekanan pada batuan.
7. Active jaw adalah bagian yang membuat kinetic jaw dapat bergerak.
8. Toggle plate adalah bagian seperti baut pecah, digunakan menggerakan alat
penghancur.
9. Adjust seat adalah bagian yang digunakan untuk mengatur naik turunnya dinding
penghancur.
10. Adjustable wedge adalah bagian penyesuai gerakan pada saat alat bekerja.
11. Spring adalah bagian yang digunakan untuk menggerakan toggle plate.
12. Frame adalah bagian pelindung luar atau penutup.
13. Bearing adalah bagian yang berfungsi sebagai bantalan bagi eccentric shaft.
14. Belt pulley wheel adalah sabuk yang menggerakan roda dan dihubungkan ke motor
penggerak.
Ada beberapa jenis jaw crusher yang sering dijumpai, diantaranya (Sandgren,
2015):
1. Blake Jaw Crusher
Beberapa mesin Blake Crusher dengan bukaan umpan padatan berukuran
1.8 m x 2.4 m dapat memproses batuan berdiamater 1.8 m, dengan kapasitas
sampai 1000 ton/jam, dengan ukuran produk maksimum 250 mm. Prinsip kerja
blake jaw crusher yaitu roda (flywheel) berputar menggerakkan lengan pitman
naik turun karena adanya sumbu eccentric. Gerakan naik-turun dan lengan
pitman menyebabkan toggle bergerak horizontal (ke kiri dan ke kanan) searah
movable jaw bergerak menekan dan memecah bongkah-bongkah padatan yang
masuk dan melepaskannya saat movable jaw bergerak menjauhi fixed jaw.

8
Gambar 2.5 Penampang Blake jaw Crusher (Agus, 2004)
Keuntungan jaw crusher Blake system yaitu poros atau titik engsel yang berada
diatas rahang menyebabkan bagian bawah bergarak maju mundur sehingga jarang
terjadi penyumbatan pada lubang output-nya. Bagian bawah yang bergerak
menghasilkan hasil yang maksimal.
2. Dodge Crusher
Dodge Crusher biasanya berukuran lebih kecil dan blake crusher. Movable jaw
bagian bawah dipasang tetap sehingga lebar dan discharge opening relatif
konstan. Ukuran bahan yang keluar akan lebih uniform, tetapi sangat rawan
terhadap kebuntuan (clogged/chokea) akibat lubang bukaan keluar (discharge
opening) yang tetap. Prinsip kerjanya yaitu perputaran sumbu eccentric
mengakibatkan lengan pitman bergerak naik-turun. Gerakan ini menyebabkan
movable jaw frame sebelah atas bergerak horisontal menekan bongkah-bongkah
padatan sampai pecah dan melepaskannya kebawah. Keuntungan dodge jaw
crusher yaitu titik engsel yang berada dibawah dan bagian atasnya yang bergerak
maju mundur menghasilkan output yang seragam. Namun proses kerjanya lebih
lamban daripada Blake System Jaw Crusher serta berkapasiatas rendah.

9
Gambar 2.6 Penampang Dodge Crusher (Agus, 2004)
2.3.2 Roll Crusher
Roll Crusher adalah tipe crusher dengan sistem gilas rotary dengan kecepatan
yang relatif lebih rendah dari impact crusher yaitu sekitar 300 rpm dan memiliki
kapasitas produksi yang jauh lebih besar. Mesin roll crusher ini bergantung pada jenis
atau kualiatas material gigi gilasnya, ukuran shaft dan ukuran rodanya, yang semuanya
harus disesuaikan dengan raw material dan target kapasitas produksi (Agus,2004).
Roll Crusher biasa banyak digunakan di dunia pertambangan, yaitu untuk
menghancurkan batuan dengan tingkat kekerasan & keuletan yang relatif rendah,
seperti batu bara, batu kapur, bahan semen, batu tembaga, belerang, dan sebagainya.
Roll crusher memiliki rasio maksimum pengurangan teoritis 4:1. Jika partikel 2 inci
diumpankan ke crusher melempar satu ukuran absolute terkecil bisa harapkan dari
crusher adalah 0,5 inci. Roll crusher hanya akan menghancurkan materi ke ukuran
partikel minimum sekitar 10 Mesh (Agus,2004).

Gambar 2.7 Roll Crusher (Agus, 2004)

10
Roll crusher digunakan sebagai crusher sekunder atau crusher tersier setelah
batuan melewati crusher tipe lain yang berfungsi sebagai crusher primer. Roll crusher
terdiri dari single roll dan double roll. Single roll digunakan untuk memecahkan batuan
yang lembab dan tidak menguntungkan jika digunakan untuk memecahkan batuan
yang abrasive. Kapasitas roll crusher tergantung pada jenis batuan, ukuran crusher
primer, ukuran batuan yang diinginkan, lebar roda dan kecepatan roda berputar
(Sandgren, 2015).
2.3.3 Gyratory Crusher
Gyratory crusher secara sepintas terlihat seperti jaw crusher, dengan jaw
berbentuk melingkar (sirkular), dimana material padatan dihancurkan. Kecepatan
kepala dan jaw penghancur (crushing head) umumnya antara 125 sampai 425
girasi/menit. Kelebihan Gyratory crusher yaitu (Agus, 2004):
1. Lebih efisien untuk kominusi kapasitas besar terutama untuk kapasitas >
900 ton/jam. Kapasitas gyratoiy crusher bervariasi dari 600 - 6000 ton/jam,
tergantung ukuran produk yang diinginkan (antara 0.25 inch). Kapasitas gyratory
crusher terbesar mencapai 3500 ton/jam.
2. Discharge dan gyratory crusher lebih kontinyu (dibandingkan dengan jaw
crusher).
3. Konsumsi tenaga per ton material lebih rendah dibanding jaw crushers.
Prinsip kerjanya yaitu roda berputar, memutar counter-shaft dan gearing, dan
piringan C. Selanjutnya, piringan C akan memutar main-shaft yang terpasang
eccentric pada piringan C. Karena main-shaft bergerak eccentric, crushing head
akan bergerak eccentric menghimpit padatan (discharge opening minimum),
memecahnya dan melepaskannya sampai discharge opening maksimum (Agus,2004).

Gambar 2.8 Gyratory Crusher (Agus,2004)

11
2.3.4 Opening dari Crusher
Opening dari jaw crusher dinyatakan dalam width (lebar) x gape. Sementara
itu, opening gyratory crusher dinyatakan sebagai gape x diameter dari mantel. Untuk
cone crusher, opening diameter dari feed opening (kira-kira 2 x gape) (Sufriadin,
2016).
2.3.5 Nisbah Reduksi (Reduction Ratio)
Nisbah reduksi (NR) didefinisikan sebagai perbandingan antara ukuran umpan
terhadap ukuran produk (Sufriadin, 2016).
Ukuran umpan
𝑁𝑅 = …………………………………… (2.1)
Ukuran produk

Reduction ratio merupakan perbandingan antar ukuran umpan dengan ukuran


produk. Reduction ratio yang baik untuk ukuran primary crushing adalah 4-7,
sedangkan untuk secondary crushing adalah 14-20 dan fine crushing (mill) adalah 50-
100. Terdapat empat macam reduction ratio. Limiting reduction ratio yaitu
perbandingan antara tebal/lebar umpan dengan tebal/lebar produk (Sufriadin, 2016).
LRR = tF/tP = wF/Wp……………………………………(2.2)
dimana:
tF = (tebal umpan)
tP = (tebal produk)
wF = (lebar umpan)
w = (lebar produk)
Working reduction ratio adalah Perbandingan antara tebal partikel umpan (tF)
yang terbesar dengan efective set (Se) dari crusher (Sufriadin, 2016).
WRR = tF/Se……………………………………………………….(2.3)
Apperent reduction ratio adalah perbandingan antara effective gate (G) dengan
effective set (So) (Sufriadin, 2016).
ARR = (0.85 G)/Se……………………………………………...(2.4)
Reduction ratio 80 (R80) adalah perbandingan antara lubang ayakan umpan
dengan lubang ayakan produk pada kumulatif 80%. Menurut Taggart, kapasitas jaw
crusher dinyatakan dalam suatu rumus empiris (Sufriadin, 2016):
T = 0,6 LS……………………………………………………………(2.5)
dimana:
T = kapasitas, ton/jam
L = panjang dari lubang penerimaan
S = lebar dari lubang pengeluaran

12
2.3.6 Kapasitas Crusher
Kapasitas suatu crusher tergantung pada beberapa faktor (Sufriadin, 2016):
1. Kekerasan bijih, berat jenis
2. Lubang bukaan
3. Keadaan bijih
4. Kapasitas juga tergantung pada:
5. Operating speed
6. Closed setting
7. Open setting
8. Gape

13
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat & Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum, yaitu:


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum pengolahan bahan galian yaitu
1. Masker, fungsinya untuk melindungi hidung dari debu yang muncul akibat proses
crushing.

Gambar 3.1. Masker

2. Sarung tangan, fungsinya untuk melindungi tangan agar tidak terluka saat
memecahkan sampel dan saat memasukkan sampel ke crusher.

Gambar 3.2. Sarung Tangan

14
3. Pulpen, berfungsi dalam pencatatan data.

Gambar 3.3. Pulpen

4. Palu, fungsinya untuk menghancurkan sampel batuan.

Gambar 3.4. Palu

5. Papan pengalas, fungsinya untuk mengalasi kertas.

Gambar 3.5. Papan Pengalas

15
6. Jaw crusher, fungsinya untuk menghancurkan sampel pada tahap primary
crushing.

Gambar 3.6. Jaw Crusher

7. Roll crusher, fungsinya untuk menghancurkan material pada tahap secondary


crushing.

Gambar 3.7. Roll Crusher

8. Ayakan (ukuran lubang mm dan mm), fungsinya untuk menyaring material


hasil crushing.

Gambar 3.8. Ayakan

16
9. Neraca, fungsinya untuk menimbang berat material hasil sieving.

Gambar 3.9. Neraca

3.1.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum pengolahan bahan galian
acaracrushing adalah
1. Batu Basalt, berfungsi sebagai sampel yang akan di gunakan di praktikum.

Gambar 3.10. Batu Basalt

17
2. Kertas A4, berfungsi untuk mencatat hasil praktikum.

Gambar 3.11. Kertas A4

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Tahap primary crushing


Prosedur percobaan pada tahap primary crushing menggunakan jaw crusher
yaitu:
1. Mengukur gape pada jaw crusher.
2. Menghancurkan sampel batuan hingga mencapai ukuran lebih kecil dari luas
lubang masukan pada crusher.
3. Menyalakan jaw crusher, lalu memasukkan sampel yang sudah dihancurkan
kedalam crusher secara perlahan.
4. Mengumpulkan dan mengambil material hasil crushing dari lubang keluaran jaw
crusher.
5. Melakukan pengayakan material hasil crushing dengan menggunakan ayakan 1
(4.75 mm) dan ayakan 2 (1.18 mm).
6. Mengkalibrasi neraca sebelum digunakan.
7. Menimbang berat masing-masing hasil dari tiap material yang lolos ayakan 1 dan
ayakan 2.
8. Mengamati dan mencatat berat dari masing-masing material.
9. Membagi dua material hasil crushing yang tidak lolos ayakan, lalu dimasukkan ke
tahap secondary crushing.

18
3.2.2 Tahap secondary crushing
Prosedur percobaan pada tahap secondary crushing menggunakan roll crusher
yaitu:
1. Menyalakan roll crusher, lalu memasukkan sisa material yang sudah dibagi dua
sebelumnya kedalam crusher secara perlahan.
2 Mengumpulkan dan mengambil material hasil crushing dari lubang keluaran roll
crusher.
3 Melakukan pengayakan material hasil crushing dengan menggunakan ayakan 1
(ukuran lubang 4.75 mm) dan ayakan 2 (ukuran lubang 1.18 mm).
4 Mengkalibrasi timbangan digital sebelum digunakan.
5 Menimbang berat masing-masing hasil dari tiap material yang lolos ayakan 1 dan
ayakan 2.
6 Mengamati dan mencatat berat dari masing-masing material.

19
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Percobaan


Hasil percobaan peremukan (crushing) batu basal menggunakan jaw crusher
dan roll crusher adalah sebagai berikut:
Tabel.4.1 Tabel distribusi ukuran hasil peremukan primer menggunakan jaw crusher.
Ukuran ayakan Berat Berat Frekuensi kumulatif

(mm) (gram) (%) (gram)

+ 4,75 263 51,297055 263

-4,75 + 1,18 114,7 22,371757 377.7

- 1,18 135 26,331188 512,7

Total 512,7 100

Keterangan: Gape = 8 cm.


Setting = 1 cm.
Dimensi feed = 5,967 cm.
+ = Over Size.
- = Under Size.

Grafik Ukuran Distribusi Ukuran


600

500
Frekuensi Kumulatif

400

300
Series1
200

100

0
+ 4,75 -4,75 + 1,18 - 1,18
Ukuran ayakan

Gambar 4.1 grafik ukuran partikel hasil peremukan jaw crusher.

20
Tabel.4.2 tabel distribusi ukuran hasil peremukan menggunakan roll crusher.

Berat Berat Frekuensi kumulatif


Ukuran ayakan (mm)
(gram) (%) (gram)

+ 4,75 33,9 11,242 33,9


-4,75 +1,18 112,5 22,33035 146.4
- 1,18 355,9 66,42766 502
Total 502,3 100

Keterangan: Gape = 0,1 cm.


+ = over size.
- = under size.

Grafik Ukuran Distribusi Ukuran


600

500
Frekuensi Kumulatif

400

300
Series1
200

100

0
+ 4,75 -4,75 + 1,18 - 1,18
Ukuran ayakan

Gambar 4.2 grafik ukuran partikel hasil peremukan roll crusher.

4.1.2 Pengolahan Data


Pengolahan data hasil percobaan berupa perhitungan nisbah reduksi ukuran
partikel (reduction ratio). Nisbah reduksi dapat dihitung menggunakan formula:
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒𝑒𝑑
𝑁𝐵 =
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan primer menggunakan jaw crusher
dapat dihitungan dengan:
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒𝑒𝑑
𝑁𝐵 =
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘

21
5,967 𝑐𝑚
=
1.4 𝑐𝑚
= 4.0693
Nilai nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan primer menggunakan jaw
crusher adalah sebesar 1:4,0693. Nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan sekunder
menggunakan double roll crusher dapat dihitungan dengan:
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒𝑒𝑑
𝑁𝐵 =
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
1,4 𝑐𝑚
=
0,766
= 1,827
Nilai nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan primer menggunakan jaw
crusher adalah sebesar 1:1,827.

4.2 Pembahasan

Jaw crusher beroperasi dengan menerapkan penghancur bertekanan. Jaw


Crusher sangat ideal dan sesuai untuk penggunaan pada saat penghancuran tahap
pertama. Memiliki kekuatan anti-tekanan dalam menghancurkan bahan paling tinggi
hingga dapat mencapai 320 Mpa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pada jaw crusher
adalah ukuran dan jenis batuan yang dimasukkan, keadaan batuan apakah basah atau
kering, reaksi antara material dengan air, gape, setting, dan angle of nip. Pada saat
percobaan terjadi, material loss pada saat mengambil hasil dari jaw crusher untuk
ditimbang. Material tidak tertampung dan tidak dapat terambil semua.
Hasil di atas menunjukkan nilai RR yang baik untuk primary crushing, dimana
hasil yang diinginkan dari proses peremukan adalah 4-7 dan dari praktikum ini hasil
yang diperoleh sebesar 4.0695 yang menandakan hasil ini berada di antara 4-7.
Jumlah berat yang terhitung lebih dari berat produk yang digunakan dalam
pengayakan. Jumlah produk yang seharusnya dimasukkan kedalam sieving 500 gram
namun jumlah keseluruhan hasil sieving 512,7. Ini dikarenakan adanya kekeliruan
dalam memasukkanj umlah berat produk dari jaw crusher untuk di sieving. Karena
kesalahan ini maka jumlah berat keseluruhan produk sieving lebih banyak dari jumlah
produk yang di masukkan. Dalam jaw crusher, Jumlah dari sampel yang tidak lolos
dengan ayakan ukuran 4.75 mm seberat 263 gram. Jumlah sampel yang lolos dari
ayakan ukuran 4.75 mm dan tidak lolos dari ayakan ukuran 1.18 seberat 114,7 gram.
Dan sampel yang lolos dari ayakan 1.18 seberat 135 gram.

22
Roll crusher, memecah batu dengan menjepitnya diantara dua roll dimana roll
akan berputar berlawanan dengan adanya berat tersendiri dan gusuran dari batu,
maka batu akan pecah. Didapatkan material yang lebih halus dari roll crusher
dibandingkan material yang didapat dari jaw crusher. Pada penggunaan roll crusher
material ada yang terlempar dan tidak jatuh ke wadah sehingga jumlah produk pada
roll tidak sama dengan feednya yaitu produk dari jaw crusher.
Hasil di atas menunjukkan nilai RR yang baik untuk secondary crushing, dimana
hasil yang diinginkan dari proses peremukan adalah 1-5 dan dari praktikum ini hasil
yang diperoleh sebesar 1.827. Jumlah berat yang terhitung lebih dari berat produk
yang digunakan dalam pengayakan. Jumlah produk yang seharusnya dimasukkan
kedalam sieving 500 gram namun jumlah keseluruhan hasil sieving 502,3. Ini
dikarenakan adanya kekeliruan dalam memasukkanjumlah berat produk dari Roll
crusher untuk di sieving. Karena kesalahan ini maka jumlah berat keseluruhan produk
sieving lebih banyak dari jumlah produk yang di masukkan. Dalam roll crusher, Jumlah
dari sampel yang tidak lolos dengan ayakan ukuran 4.75 mm seberat 33,9 gram.
Jumlah sampel yang lolos dari ayakan ukuran 4.75 mm dan tidak lolos dari ayakan
ukuran 1.18 seberat 112,5 gram. Dan sampel yang lolos dari ayakan 1.18 seberat
355,9 gram.
Hasil perngamatan terhadap hasil percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya reduction ratio adalah
ukuran dari umpan, kekerasan mineral, bentuk partikel, ukuran hasil remukan serta
dipengaruhi oleh ukuran gape

23
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum Pengolahan Bahan Galian bertema crushing yaitu


sebagai berikut:
1. Mekanisme peremukan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Abrasion (attrition)
Terjadi bila mana energi yang kurang mencukupi diterapkan pada partikel,
menyebabkan terjadinya localized stressing dan remuknya sebagian kecil area
sehingga menghasilkan distribusi ukuran partikel yang halus.
b. Compression (cleavage)

Terjadi apabila energi cukup untuk membuat partikel remuk, menghasilkan


ukuran partikel tidak jauh berbeda dengan ukuran umpan.
c. Impact (shatter)
Terjadi ketika energi sangat mencukupi untuk terjadinya peremukan partikel,
meghasilkan banyak partikel dengan distribusi ukuran yang lebar.
2. Hasil nilai RR yang didapatkan pada primary crushing adalah 4.0693 dan hasil
yang didapatkan pada secondary crushing adalah 1,827.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Laboratorium


Baiknya laboratorium menyediakan format laporan yang sama setiap asisten
laboratorium. Sehingga asisten dan pratikan tidak kebingungan akan format
laporan.
5.2.2 Saran Untuk Asisten
Tetap menjadi asisten yang sabar menghadapi praktikan, tetap menjadi asisten
yang bijaksana dan tetap menjadi asistensi yang pengertian kepada praktikan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Prasetya, Agus. 2004. Alat Industri Kimia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Iqbal,Muhammad. 2015. Crushing and Grinding. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sandgren, Erik, dkk. 2015. Basics In Minerals Processing. Edisi 10. English: Metso
Corporation.
Sufriadin. 2016. Pengolahan Bahan Galian. Gowa: Universitas Hasanuddin.
Wills, B. A. 1988. Mineral Processing Teknologi. Oxford:Pergamon Press.
Greatwallcrushers.2015.Jaw Crusher. www.greatwallcrushers.com. Diakses pada
tanggal 24 september 2018
Slideshare. 2016. Mekanisme Remukan. www. slideshare.net. Diakses pada tanggal 24
september 2018

25

Anda mungkin juga menyukai