Anda di halaman 1dari 13

PT Indonesia Asahan Aluminium atau lebih dikenal sebagai Inalum merupakan BUMN pertama

dan terbesar Indonesia yang bergerak dibidang peleburan Aluminium. Besarnya potensi kelistrikan
yang dihasilkan dari aliran Sungai Asahan membuat Pemerintah Indonesia mengundang
perusahaan konsultan pembangunan asal Jepang, Nippon Koei untuk melakukan studi kelayakan
pembangunan PLTA di Sungai Asahan. Studi kelayakan tersebut menyarankan agar produksi
kelistrikan diserap oleh industri peleburan aluminium. Maka dengan itu, Pemerintah menindaklanjuti
studi kelayakan tersebut bersama pihak Jepang untuk secara bersama mendirikan perusahaan
untuk mengelola proyek Asahan dengan perusahaan yang bernama Indonesia Asahan Aluminium
dengan ditandatanganinya kerjasama untuk pengelolaan bersama kawasan Sungai Asahan pada
tanggal 7 Juli 1975.
Perusahaan yang didirikan pada tanggal 6 Januari 1976 dengan status Penanam Modal Asing
dibentuk oleh 12 perusahaan Kimia dan Metal dari Jepang. Keberadaan Inalum sebagai industri
peleburan aluminium telah meletakkan dasar fondasi yang kuat untuk mengembangkan industri hilir
peleburan bahan tambang yang berpengaruh, bernilai tambah dan berdaya saing. Pada tanggal 9
Desember 2013, status Inalum sebagai PMA dicabut sesuai dengan kesepakatan yang di
tandatangani di Tokyo pada tanggal 7 Juli 1975. Sejak diakuisisi oleh Pemerintah, Inalum kini
tengah mengembangkan produksi hilir aluminium dengan mendorong diversifikasi produk dari
aluminium ingot ke aluminium alloy, billet dan wire rod, serta menggarap pabrik peleburan baru yang
terintegrasi di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan,
Kalimantan Utara dan mempersiapkan diri untuk menjadi induk holding bumn bidang pertambangan
yang direncanakan mengakuisisi Freeport Indonesia.[3]

sejarah
Setelah upaya memanfaatkan potensi sungai Asahan yang mengalir dari Danau Toba di Provinsi
Sumatera Utara untuk menghasilkan tenaga listrik mengalami kegagalan pada masa pemerintahan
Hindia Belanda, pemerintah Republik Indonesia bertekad mewujudkan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) di sungai tersebut.

Tekad ini semakin kuat ketika tahun 1972 pemerintah menerima laporan dari Nippon Koei, sebuah
perusahaan konsultan Jepang tentang studi kelaikan Proyek PLTA dan Aluminium Asahan.
Laporan tersebut menyatakan bahwa PLTA layak untuk dibangun dengan sebuah peleburan
aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkannya.

Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundingan-perundingan yang panjang dan
dengan bantuan ekonomi dari pemerintah jepang untuk proyek ini, pemerintah Republik Indonesia
dan 12 Perusahaan Penanam Modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan
Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebutan Proyek Asahan.
Kedua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah Sumitomo Chemical Company
Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd., C Itoh & Co., Ltd., Nissho
Iwai Co., Ltd., Nichimen Co., Ltd., Showa Denko K.K., Marubeni Corporation, Mitsubishi
Chemical Industries Ltd., Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Co., Ltd., Mitsui & Co., Ltd.
Selanjutnya, untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta kedua belas
Perusahaan Penanam Modal Tersebut bersama Pemerintah Jepang membentuk sebuah nama
Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25
November 1975.
Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), sebuah perusahaan
patungan antara pemerintah Indonesia dan Jepang didirikan di Jakarta. INALUM adalah
perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai dengan perjanjian
induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium Co.,
Ltd, pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%. Pada bulan Oktober 1978
perbandingan tersebut menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan
58,87% dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%.

Untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian


mengeluarkan SK Presiden No.5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan
Proyek Asahan sebagai wakil Pemerintahan yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan
dan pengembangan Proyek Asahan.
INALUM dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam
bidang Industri peleburan aluminium dengan investasi sebesar 411 milyar Yen.

Secara de facto, perubahan status INALUM dari PMA menjadi BUMN terjadi pada 1 November
2013 sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Induk. Pemutusan kontrak antara
Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal Jepang berlangsung pada 9 Desember
2013, dan secara de jure INALUM resmi menjadi BUMN pada 19 Desember 2013 setelah
Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki pihak konsorsium. PT INALUM
(Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21 April 2014 sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 2014.
Pada tahun 2017, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2017 tanggal 10
November 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam
Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium. Kemudian pada
27 November 2017, Pemerintah melakukan Penandatanganan pengalihan saham Pemerintah di PT
Freeport Indonesia kepada PT INALUM (Persero) yang sekaligus menandakan bahwa Holding
Industri Pertambangan resmi dibentuk dengan PT INALUM (Persero) sebagai Induk Holding dan
PT ANTAM Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk serta PT Freeport Indonesia sebagai anggota
holding.
Tanggal 29 November 2017, PT ANTAM Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk melakukan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa resmi mengumumkan pengalihan saham
Pemerintah ke dalam modal saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan
Aluminium.

Infrastruktur Utama dan Penunjang[sunting | sunting sumber]


PLTA
Inalum membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik
Siguragura dan Tangga yang terkenal dengan nama Asahan 2 yang terletak di Paritohan,
Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatra Utara. Stasiun pembangkit ini dioperasikan dengan
memanfaatkan air Sungai Asahan yang mengalirkan air danau Toba ke Selat Malaka. Produksi
listrik dari kedua PLTA sangat bergantung pada jumlah permukaan air danau Toba. Pembangunan
PLTA dimulai pada tanggal 9 Juni 1978. Pembangunan stasiun pembangkit listrik bawah tanah
Siguragura dimulai pada tanggal 7 April 1980 dan diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto dalam
acara Peletakan Batu Pertama yang diselenggarakan dengan tata cara adat Jepang dan tradisi
lokal. Pembangunan seluruh PLTA memakan waktu 5 tahun dan diresmikan oleh Wakil
Presiden Umar Wirahadikusuma pada tangagl 7 Juni 1983. Total kapasitas produksi tetap mencapai
426 MW dan output puncak 513 MW. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk pabrik peleburan di
Kuala Tanjung.
PLTA Tangga
Bendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam) yang terletak di Tangga dan berfungsi untuk
membendung air yang telah dipakai PLTA Siguragura untuk dimanfaatkan kembali pada PLTA
Tangga. Bendungan ini merupakan bendungan busur pertama di Indonesia. Stasiun Pembangkit
Tangga memiliki 4 unit Generator. Total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 223
MW. Tipe bendungan ini adalah beton massa berbentuk busur dengan ketinggian 82 meter.[6]
PLTA Siguragura[sunting | sunting sumber]
Bendungan Penadah Air Siguragura (Siguragura Intake Dam) terletak di Simorea dan berfungsi
sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik Siguragura. Air yang ditampung di
bendungan ini dimanfaatkan Stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura Power Station) yang
berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator dan total kapasitas tetap dari keempat
generator tersebut adalah 203 MW dan merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia. Tipe
bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 47 meter.[7]
Peleburan Aluminium
Inalum memulai pembangunan pabrik peleburan aluminium dan fasilitas pendukungnya di atas
area 200 ha di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, kira-kira 110 km dari
kota Medan, Ibukota Provinsi Sumatra Utara pada tanggal 6 Juli 1979 dan tahap I operasi dimulai
pada tanggal 20 Januari 1982. Pembangunan ini diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto yang
didampingi oleh 12 Menteri Kabinet Pembangunan II. Operasi pot pertama dilakukan pada
tanggal 15 Februari 1982 dan Maret 1982, aluminium ingot pertama berhasil dicetak. Pabrik
peleburan dengan kapasitas produksi sebesar 225.000 ton aluminium per tahun ini dibangun
menghadap Selat Malaka. Pada tanggal 14 Oktober 1982, Inalum memulai pengiriman aluminium
ingot menuju Jepang dengan kapal Ocean Prima yang memuat 4.800 ton meninggalkan Kuala
Tanjung dan Inalum menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor aluminium di
dunia. Produksi satu juta ton berhasil dicapai pada tanggal 8 Februari 1988, kedua juta ton pada 2
Juni 1993, ketiga juta ton pada 12 Desember 1997, ke empat juta ton pada 16
Desember 2003 dan ke lima juta ton pada 11 Januari 2008. Produk Inalum diserap industri
menjadi komoditi bahan baku industri hilir seperti ekstrusi, kabel dan lembaran aluminium.
Kualitas produk Inalum adalah 99.70% dan 99.90%. Pabrik peleburan aluminium di Kuala
Tanjung bergerak dalam bidang mereduksi alumina menjadi aluminium dengan menggunakan
alumina, karbon, dan listrik sebagai material utama. Pabrik ini memiliki 3 pabrik utama, pabrik
Karbon, pabrik Reduksi, dan pabrik Penuangan serta fasilitas pendukung lainnya.[8]

Perkembangan Usaha[sunting | sunting sumber]


Sejak diambil alih kepemilikannya dari konsorsium investor Jepang pada tanggal 9 Desember 2013,
Indonesia Asahan Aluminium terus mengembangkan usahanya dibidang peleburan aluminium
dengan mewujudkan beberapa rencana strategis baru seperti:

Pembangunan Indonesia Kayan Aluminium[sunting | sunting sumber]


Padatnya aktivitas peleburan dan produksi aluminium di Sumatra Utara, mendorong Inalum untuk
berekspansi dengan mengisi Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning,
Kabupaten Bulungan di Kalimantan Utara dengan membangun kawasan pabrik pemurnian,
peleburan dan produksi berbahan baku alumina di dengan didirikannya pabrik Aluminium Alloy
berkapasitas 300.000 Ton pertahun, Billet berkapasitas 100.000 Ton, Wire Rod berkapasitas
100.000 Ton dan Smelter Grade Alumina berkapasitas 1.000.000 Ton yang didukung dengan
adanya PLTA Sungai Kayan yang berkapasitas 500 MW. Pembangunan akan mengintegrasikan
pengembangan dan pengelolaan infrastruktur utama dan penunjang dari instalasi pembangkit,
transmisi kelistrikan hingga pabrik pemurnian, peleburan dan produksi aluminium. Ekspansi diambil
setelah perusahaan menemukan potensi besar terkait hasil penambangan bauksit yang signifikan
untuk diolah oleh Inalum, sebagai langkah perusahaan peleburan aluminium terbesar di Indonesia
tersebut untuk menjadi perusahaan yang bertaraf global dan kompetitif di pasar Internasional,
sekaligus sebagai langkah menuju target produksi 1.000.000 Ton Aluminium pada tahun 2025.[9]

Pembangunan PLTU Kuala Tanjung[sunting | sunting sumber]


Rampungnya studi kelayakan pembangunan PLTU Kuala Tanjung 2x350 MW di Kuala Tanjung
menjadi kesempatan besar bagi Inalum untuk menunjang kegiatan produksi yang terus ditingkatkan
dari 250.000 Ton Aluminium hingga 500.000 Ton pada tahun 2021. Inalum juga menyampaikan
bahwa Inalum akan membuka tender bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mengadakan kerjasama
dalam pembangunan PLTU tersebut dengan menggunaka skema Built-Own-Operate-Transfer atau
dengan skema terdekat lainnya. Secara teknis, Inalum menyampaikan bahwa harga kesesuaian
yang diinginkan berada disekitar 4 sen Dolar AS/KWH sesuai kalkulasi produksi listrik PLTA. [10]

Induk Holding BUMN Bidang Pertambangan[sunting | sunting sumber]


Inalum sebagai BUMN yang bergerak yang dibidang pertambangan diperkirakan akan menjadi induk
holding BUMN pertambangan. Hal ini dilakukan agar BUMN pertambangan memiliki integrasi
operasi yang lebih besar dengan produksi tambang yang beragam sekaligus mendukung
industrialisasi hilir tambang.[11] Selain itu, Holding yang beranggotakan BUMN pertambang
seperti Aneka Tambang, Bukit Asam dan Timah akan memulai rencana strategis untuk
mengintegrasikan kegiatan produksi tambang dan peleburan hasil tambang, termasuk
merencanakan akusisisi Tambang Grasberg milik Freeport-McMorran Indonesia.[12]

PEMBANGKIT LISTRIK

Kunci dari produksi aluminium adalah tersedianya sumber daya energi listrik yang murah serta
bahan baku alumina. Listrik merupakan komponen penting dalam proses produksi aluminium.
Diperlukan 14.000 kWh energi listrik untuk memproduksi satu ton aluminium. Untuk memenuhi
kebutuhan listrik tersebut, Perseroan memanfaatkan potensi air Sungai Asahan yang mengalir dari
Danau Toba di Sumatera Utara yang menjadi energi dasar Pembangkit Listrik Tenaga Air milik
Perseroan. PT INALUM (Persero) memiliki 3 buah bendungan dan dua PLTA yang disebut juga
dengan Proyek Asahan 2, yaitu Bendungan Pengatur, Bendungan Siguragura dan Bendungan
Tangga serta PLTA Siguragura dan PLTA Tangga. Fasilitas pembangkitan ini memiliki peran
penting dalam memasok energi listrik untuk kelangsungan produksi di Pabrik Peleburan
Aluminium di Kuala Tanjung. PLTA milik Perseroan memiliki kapasitas maksimum 603 MW
(286 MW pada PLTA Siguragura dan 317 MW pada PLTA Tangga). Kedua PLTA ini dapat
beroperasi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan energi listrik Perseroan.
Bendungan Pengatur Siruar
Bendungan Pengatur (Regulating Dam), yang terletak di Siruar kurang lebih 14,5 km dari danau
Toba. Bendungan ini berfungsi untuk mengatur permukaan air Danau Toba dan kestabilan air
keluar dari danau Toba ke sungai Asahan untuk mensuplai air ke stasiun pembangkit listrik secara
konstan.

Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 39 meter.


Bendungan Siguragura
Bendungan Penadah Air Siguragura (Siguragura Intake Dam) yang terletak di Simorea dan
berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik Siguragura. Air yang
ditampung di bendungan ini dipergunakan di Stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura
Power Station) yang berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator dan total kapasitas
tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW dan merupakan PLTA bawah tanah pertama
di Indonesia.

Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 47 meter.

Bendungan Tangga
Bendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam) yang terletak di Tangga dan berfungsi
untuk membendung air yang telah dipakai PLTA Siguragura untuk dimanfaatkan kembali pada
PLTA Tangga. Bendungan ini merupakan bendungan busur pertama di Indonesia. Stasiun
Pembangkit Tangga memiliki 4 unit Generator. Total kapasitas tetap dari keempat generator
tersebut adalah 223 MW.

Tipe bendungan ini adalah beton massa berbentuk busur dengan ketinggian 82 meter.

JARINGAN TRANSMISI

Tenaga listrik yang dihasilkan stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga disalurkan
melalui jaringan transmisi sepanjang 120 km dengan jumlah menara 271 buah dan tegangan 275
KV ke Kuala Tanjung.

Melalui gardu induk Kuala Tanjung tegangannya didistribusikan ke tiga gedung tungku reduksi
dan gedung penunjang lainnya melalui 2 unit penyearah silikon dengan DC 37 KA dan 800 V.

Jaringan Transmisi

Gardu Induk

PABRIK PELEBURAN
Pabrik Karbon yang memproduksi blok anoda terdiri dari Pabrik Karbon Mentah, Pabrik
Pemanggangan dan Pabrik Penangkaian Anoda. Di Pabrik Karbon Mentah, coke dan hard pitch
dicampur dan dibentuk menjadi blok anoda dan dipanggang hingga temperatur 1.250 derejat
Celcius di Pabrik Pemanggangan Anoda. Kemudian di Pabrik Penangkaian Anoda, sebuah tangkai
dipasang ke blok anoda yang sudah dipanggang tadi dengan menggunakan cast iron cair. Blok
anoda berfungsi sebagai elektroda di pabrik Reduksi.

Pabrik Karbon

Pabrik Reduksi
Pencetakan Alumunium Ingot

Pencetakan Alumunium Alloy

Pencetakan Alumunium Billet


Pelabuhan

ALUMINIUM INGOT

Aluminium Batangan (ingot) PT INALUM (Persero) memiliki berat per batangnya 22,7 kg dengan
2 (dua) jenis kualitas produk, yaitu 99,90% dan 99,70%. Aluminium Batangan PT INALUM
(Persero) terdaftar pada London Metal Exchange (LME) tanggal 23 September 1987.

Standar Mutu Aluminium Batangan PT INALUM (Persero) mengacu pada JIS H2-102, 1968
(Reaffirmed 1974) dan Western, Aluminium Assosiation Designation and Chemical composition
Limits for Unalloyed Aluminium of Aluminium Assosiation Inc., USA.
ALUMINIUM BILLET

FOUNDRY ALLOY A356.2


Prosesnya dalam hal ini, bahan baku impor diangkut di Pelabuhan PT Inalum untuk kemudian
diibawa ke pabrik peleburan. Selanjutnya terdapat 510 tungku pembakaran yang sehari-hari
digunakan untuk melebur aluminium. Dimana fungsi tungku reduksi ini yakni mengubah bubuk
alumina menjadi aluminium cair.
Bahan inilah yang akan dibawa ke percetakan aluminium di pabrik penuangan. Reached
alumina yang telah dihasilkan dalam tungku reduksi kemudian dimasukkan ke hopper pot
dengan anode changing rame .

Bahan tadi akan dibawa dengan kendaraan khusus Anode Transportasi Car (ATC) untuk
digunakan sebagai elektroda dalam proses elektronika. Setelah anoda tersebut dipakai selama
kurang lebih 30 hari di dalam pot puntung anoda tersebut diganti dengan yang baru dan
kembali dimasukkan kedalam sebuah tempat dalam pencairan alumunium .

Setelah itu ditempatkan ke dalam penuangan untuk dicetak menjadi sebuah alumunium utuh.
Dalam percetakannya ini, penggunaan air pun dilarang dikarenakan akan cukup
membahayakan produksi alumunium.

Anda mungkin juga menyukai