BAB VI
KSN BUKIT DUABELAS
Laporan Akhir | VI - 1
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 2
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
B. Geologi
Berdasarkan peta geologi skala 1 : 250.000 (Puslitbang Geologi, 1995;
1996), wilayah Kabupaten Sarolangun terliput dalam 2 (dua) lembar peta, yaitu
Lembar Sarolangun (0913) dan Muaro Bungo (0914). Berdasarkan peta tersebut,
Kabupaten Sarolangun terbentuk atas batuan sedimen yang termasuk ke dalam
Formasi Palembang Anggota Atas (Qtpv), Tengah (Tppp) dan Bawah (Tmpl).
Setempat-setempat pada bagian punggung antiklin terdapat batuan sedimen yang
berumur lebih tua yang termasuk ke dalam Formasi Telisa Anggota Atas (Tmts).
Laporan Akhir | VI - 3
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Pada bagian barat dan barat daya Kabupaten Sarolangun terdiri dari
Kompleks batuan Gunungapi Terobosan berumur Tersier (Tov, Kgr dan Ppv).
batuan Metamorfik berumur Pretersier (Jrs dan Ptsb) dan Kerucut Volkan G.
Ungkat yang merupakan Batuan Volkanik berumur Kuarter. Endapan Aluvial dan
Bahan Organik terdapat di sekitar jalur aliran sungai besar dan pelembahan
tertutup yang umumnya relatif dekat dengan jalur aliran sungai. Peta Geologi
dapat dilihat pada gambar 6.3
C. Jenis Tanah
Tanah merupakan hasil pembentukan faktor-faktor pembentuk tanah yang
terdiri dari bahan induk, iklim, topografi, waktu dan organism (Buol et al., 1980).
Bahan induk dan iklim merupkan faktor pembentuk tanah dominan. Kedua faktor
pembentuk tanah tersebut mempengaruhi sifat-sifat fisik-kimia dan mineralogy
tanah. Tanah yang terbentuk bersama-sama dengan faktor iklim juga menentukan
jenis dan penyebaran tanaman. Berdasarkan hasil verifikasi lapang, tanah-tanah
yang dijumpai di Kabupaten Sarolangun digolongkan ke dalam 6 ordo tanh, yaitu
: Histosols, Entisol, Inceptisols, Alfisols, Oxisols dan Ultisols (Key to Soil
Taxonomy, 2003). Tanah-tanah yang dijumpai di Kabupaten Sarolangun dan
padanannya menurut system klasifikasi tanah nasional (Dudal dan
Soepraptohardjo, 1966) disajikan pada Tabel berikut dan Peta jenis tanah dapat
dilihat pada gambar 6.4
Tabel 6.2
Tanah-tanah yang Dijumpai di Kabupaten Sarolangun menurut
Klasifikasi Tanah
Dudal dan
Keys to Soil Taxonomy (2003) Soepraptohardjo
(1966)
Sub
Ordo Grup Sub Grup Jenis Tanah
Ordo
Typic
HISTOSOLS Hemists Haplohemists Organosol
Haplohemists
Typic
ENTISOLS Fluvents Udifluvents Aluvial Coklat
Udifluvents
Humic
Latosol Coklat
Eutrudepts
INCEPTISOLS Udepts Eutrudepts
Typic
Latosol Coklat
Eutrudepts
Laporan Akhir | VI - 4
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 5
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 6
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 7
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 8
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
D. Hidrologi
Di Kabupaten Sarolangun mengalir 4 sungai besar, yaitu B. Merangin, B.
Tembesi, B. Asai dan B. Limun. Uraian masing-masing sungai tersebut adalah
sebagai berikut :
Batang Merangin berhulu di D. Tujuh melewati Sungai Manau, Kota Bangko
(Ibukota Kab. Merangin) menuju Kabupaten Sarolangun. Di Kabupaten
Sarolangun, Batang Merangin ini bermuara di Sungai Pelakar dan di Desa Batu
Kucing (wilayah Kecamatan Pauh), yang selanjutnya B. Merangin bermuara ke B.
Tembesi.
Batang Tembesi berhulu di G. Masurai (2.935 m) yang merupakan deretan
Pegunungan Bukit Barisan. Dari G. Masurai melewati jangkat dan Muara Siau
terus ke Perkotaan Sarolangun. Di Kabupaten Sarolangun ke. B. Tembesi
bermuara S. Sekamus, S. Kolang, S. Penarun, S. Selembau dan B. Limun. Setelah
melewati wilayah Kabupaten Sarolangun B. Tembesi terus ke utara menuju
Kabupaten Batanghari.
Batang Asai berhulu di G. Gedang (2.447 m), wilayah Kecamatan Batang
Asai. Sungai ini melewati dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Batang dan
Kecamatan Limun. Sebelum bermuara ke S. Limun di Ma. Limun, Sungai B. Asai
bermuara ke beberapa sungai, diantaranya S. Tangkui, S. Kinantan, S. Merandang,
S. Melinau, S. Penetai, S. Pebaik, S. Perambil dan S. Belakang.
Batang Limun bermuara ke Muara B. Limun di sekitar Perkotaan Sarolangun
dan selanjutnya ke B. Tembesi. Sungai B. Limun ini bermuara S. B. Limun, S.
Kutur, S. Mensao, S. Mengkadai, Bt. Rebah, S. Singkut dan S. Jelapang. Untuk
mendukung usaha pertanian di Kecamatan Limun, telah dibangun DAM KUTUR
yang mengairi daerah persawahan di sekitar Kecamatan Limun namun belum
termanfaatkan secara optimal.
Laporan Akhir | VI - 9
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.3
Tipe Penggunaan Lahan dan Luasnya di Kabupaten Sarolangun
Luas
Tipe Penggunaan Lahan
Ha %
Sawah 3.819 0,62
Kebun Campuran 36.026 5,84
Kebun karet rakyat 80.762 13,08
Kebun kelapa sawit 33.416 5,41
Belukar 198.614 32,17
Hutan 259.789 42,08
Rumput alang-alang 2.827 0,48
Permukiman 1.441 0,23
Genangan 708 0,11
TOTAL 617.400 100
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam Angka, 2013
Laporan Akhir | VI - 10
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 11
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Dari data diatas dapat dilihat bahwa laju rata-rata kepadatan penduduk
Kabupaten Sarolangun adalah sebesar 42 jiwa/Km2.
Laporan Akhir | VI - 12
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 13
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.5
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Sarolangun
Kecamatan TK SD SLTP SLTA
Batang Asai - 33 8 1
Limun - 26 9 1
Cermin Nan Gedang - 16 3 -
Pelawan - 21 3 1
Singkut 1 14 3 1
Sarolangun 2 24 5 2
Bathin VIII 1 21 5 1
Pauh - 16 5 1
Air Hitam - 13 3 1
Mandiangin - 33 9 2
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam angka
35
30
25
20 TK
15 SD
10 SLTP
5 SLTA
0
Gambar 6.7
Grafik Jumlah Fasilitas Kawasan Pendidikan Kabupaten Sarolangun
Laporan Akhir | VI - 14
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Sarolangun, dengan fasilitas
kesehatan terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 43
yang terdapat di Kecamatan Sarolangun. Untuk lebih jelas mengenai sarana
kesehatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.6
Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Sarolangun
Kecamatan Dokter Bidan Puskesmas Pustu Posyandu
Batang Asai 1 1 1 6 34
Limun - 1 2 10 37
Cermin Nan Gedang - 2 1 2 19
Pelawan 1 2 1 3 18
Singkut - 1 1 3 36
Sarolangun 2 3 1 3 43
Bathin VIII - 9 1 4 19
Pauh - - 1 7 20
Air Hitam - 8 2 4 18
Mandiangin - - 2 9 53
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam angka
60
50
40 Dokter
30 Bidan
20 Puskesmas
10
Pustu
0
Posyandu
Gambar 6.8
Grafik Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Sarolangun
C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di kabupaten Sarolangun. Jumlah
fasilitas peribadatan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas peribadatan berupa
Masjid. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Laporan Akhir | VI - 15
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.7
Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Sarolangun
Kecamatan Masjid Musholla Langgar
Batang Asai 47 1 25
Limun 38 - 16
Cermin Nan Gedang 17 2 9
Pelawan 47 2 42
Singkut 70 4 84
Sarolangun 36 4 38
Bathin VIII 20 1 39
Pauh 38 1 15
Air Hitam 27 - 33
Mandiangin 17 1 17
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam angka
100
80
60
Masjid
40
Musholla
20
Langgar
0
Gambar 6.9
Grafik Jumlah Fasilitas Peribadatan Kabupaten Sarolangun
Laporan Akhir | VI - 16
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.8
Pembagian Luas Wilayah Per Kecamatan
Di Kabupaten Batanghari
Tahun 2012
Prosentase terhadap
Luas
No Kecamatan Luas Total
(Km2)
(persen)
1 Maro Sebo Ulu 906,33 15,61
2 Mersam 801,90 13,82
3 Batin XXIV 904,14 15,58
4 Muara Tembesi 419,77 7,23
5 Maro Sebo Ilir 129,06 2,22
6 Muara Bulian 417,97 7,20
7 Bajubang 1.203,51 20,73
8 Pemayung 1.022,51 17,61
Jumlah 5.804,83 100,00
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 17
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.10
Kategori Kecamatan di Kabupaten Batanghari Berdasarkan Topografi
No Kategori Topografi Kecamatan
1 Daerah Batin XXIV, Maro Sebo Ulu, Mersam dan Maro Sebo
Bergelombang Ilir
2 Daerah Miring -
3 Daerah Datar Muara Tembesi, Muara Bulian, Bajubang, dan
Pemayung
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 18
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 19
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | IV - 20
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
A. Iklim
Kabupaten Batanghari beriklim tropis dengan temperatur udara berkisar
antara 20 - 30 derajat celcius. Hasil pengamatan dalam 5 (lima) tahun terakhir
menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata pertahun berkisar antara 1.900-3.000
mm dengan kelembaban antara 62,66 - 84,55 persen serta penyinaran berkisar
antara 89,3 - 133,9 persen. Curah hujan di Kabupaten Batanghari selama tahun
2010 berjumlah 2.560,3 mm dengan banyaknya hari hujan 175 hari. Rata-rata
curah hujan per bulan berkisar 185,8 mm sementara rata-rata jumlah hari hujan
perbulan adalah 12 hari. Tabel 4.12. berikut ini menyajikan jumlah curah hujan
dan banyaknya hari hujan yang dirinci perbulan dalam tahun 2012.
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu sebesar 379,4 mm
sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 76,1 mm,
sementara hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari yaitu selama 17 hari
dan yang paling sedikit adalah pada bulan Agustus yaitu hanya 5 hari hujan.
Tabel 6.11
Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan
di Kabupaten Batanghari(mm)
Curah Hujan Hari Hujan
No Bulan
(mm) (Hari)
1 Januari 280,9 17
2 Februari 313,4 12
3 Maret 158,3 10
4 April 379,4 16
5 Mei 142,4 13
6 Juni 121,3 16
7 Juli 119,5 13
8 Agustus 76,1 5
9 September 150,1 8
10 Oktober 106,3 8
11 Nopember 176,2 14
12 Desember 206,2 16
Rata-rata 185,8 12
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013
B. Kondisi Geologi
Kondisi geologi dan struktur tanah yang terdapat dalam wilayah
Kabupaten Batanghari antara lain didominasi oleh Neogin seluas 283.986 Ha
diikuti endapan seluas 171.662 Ha dan Tufa Vulcan seluas 84.472 Ha. Kondisi
Laporan Akhir | VI - 21
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
geologi wilayah Kabupaten Batang hati secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6.12
Kondisi Geologi Kabupaten Batanghari
No Kecamatan Neogin Endapan Tufa Vulcan
Ha Persen Ha Persen Ha Persen
1 Bajubang 27.380 9,64 1.717 1,00 1.301 1,54
2 Batin XXIV 33.750 11,88 14.154 8,25 32.247 38,17
3 Maro Sebo Ilir 31.196 10,98 12.900 7,51 11.196 13,25
4 Maro Sebo Ulu 74.660 26,29 14.745 8,59 9,996 11.83
5 Mersam 43.353 15,26 25.315 14,75 7.219 8,55
6 Muara Bulian 2.410 0,87 48.164 28,06 5.012 5,93
7 Muara Tembesi 17.415 6,13 11.490 6,69 10.651 12,61
8 Pemayung 53.822 18,95 43.177 25,15 6.850 8,12
Jumlah 283.986 100 171.662 100 84.472 100
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013
C. Kondisi Hidrogeologi
Kondisi hidrologi suatu daerah ditentukan oleh struktur geologinya,
struktur geologi Kabupaten Batanghari merupakan daerah pertambangan minyak
dan gas bumi serta bebatuan lain seperti batu bara yang merupakan bebatuan
muda hingga kedalaman tertentu terdapat beberapa akifer yang relatif dalam yang
berperan sebagai kantong air tanah dengan kandungan logam/mineral yang relatif
tinggi.
Wilayah Kabupaten Batanghari dilalui oleh dua sungai besar yaitu Sungai
Batang Tembesi dan Sungai Batanghari. Beberapa sungai lainnya yang relatif
besar antara lain adalah Sungai Dangun Bangko, Sungai Kayu Aro, Sungai
Rengas, Sungai Lingkar, Sungai Kejasung Besar, dan Sungai Jebak. Disamping
sungai besar tadi terdapat pula beberapa sungai Kecil yang merupakan anak-anak
sungai yaitu Sungai Aur, Sungai Bacang dan lain-lain
Sungai Batanghari yang menjadi sungai utama di wilayah ini dapat
dijadikan sebagai sumber kebutuhan air bersih dan sumber untuk pertanian sawah,
dengan demikian Sungai Batanghari mempunyai arti yang sangat penting bagi
masyarakat. Sungai Batanghari disamping dapat menghasilkan berupa perikanan
dan pertambangan pasir – batu juga digunakan sebagai prasarana transportasi,
prasarana irigasi, dan sumber air baku. Kondisi hidrologi, wilayah Kabupaten
Batanghari dipengaruhi oleh DAS Batanghari dan DAS Batang Tembesi.
Laporan Akhir | VI - 22
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 23
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 24
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 25
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 26
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
terbesar berasal dari sub sektor minyak dan gas bumi, yaitu sebanyak 80,04
persen.
Luas panen padi tahun 2012 seluas 7.977 hektar. Apabila dibandingkan
dengan tahun 2011, luas panen padi berkurang 701 hektar atau terjadi
penurunanan 8,08 persen. Luas panen padi sawah mengalami penurunan sebesar
8,01 persen. Sedangkan luas panen padi ladang menurun 9,17 persen. Produksi
padi sawah juga mengalami penurunana sebesar 10,3 persen dari tahun
sebeliumnya. Luas panen jagung pada tahun 2012 adalah 215 hektar.
Dibandingkan dengan luas panen pada tahun 2011, terjadi peningkatan luas panen
sebsar 92 hektar atau naik sebesar 74,8 persen. Sementara itu, luas panen kedelai,
ubi jalar, kacang tanah dan ubi kayu menurun masing-masing sebesar 28,8 persen,
36,17 persen, 43,24 persen dan 21,74 persen dibandingkan tahun 2011 berbeda
halnya dengan luas panen kacang hijau yang mengalami kenaikan sebesar 200
persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Perkebunan
Di Kabupaten Batanghari, sebagian besar lahan pertanian digunakan untuk
perkebunan yang luasnya mencapai 191.486 hektar. Areal perkebunan lebih
banyak digunakan untuk perkebunan karet dan kelap sawit. Luas areal perkebunan
karet tahun 2011 adalah 112.093 hektar. Komoditas karet dan kelapa sawit
mengalami peningkatan produksi masing-masing sebesar 6,63 dan 5,06 persen
dibandingkan tahun 2010. Beberapa komoditas lain yang juga mengalami
peningkatan produksi antara lain kelapa dalam (0,45 persen), lada (14,29 persen),
aren 9,38persen) dan pinang (10 persen), sementara itu, beberapa komoditas yang
mengalami penurunan produksi yaitu kelapa hibrida, kopi, kakao dan kemiri yang
mana masing-masing menurun sebesar 1,9; 1,78; 2,6 dan 9,1 persen.
Laporan Akhir | VI - 27
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.14
Jumlah kepadatan dan persebaran Penduduk
Kabupaten Batanghari
Jumlah
Kepadatan
No Kecamatan Luas (Km2) Penduduk
(Orang/Km2)
(Orang)
1 Mersam 801,90 27.220 34
2 Maro Sebo Ulu 906,33 31.031 34
3 Bathin XXIV 904,14 26.632 29
4 Muara Tembesi 419,77 28.791 69
5 Muara Burlian 417,97 58.082 139
6 Bajubang 1.203,51 37.512 31
7 Maro Sebo Ilir 129,06 12.737 99
8 Pemayung 1.022,15 30.726 36
5.804,83 252.731 44
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 28
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 29
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.15
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Batanghari
Kecamatan SD SLTP SLTA
Mersam 23 3 1
Maro Sebo Ulu 23 6 1
Bathin XXIV 30 8 2
Muara Tembesi 25 4 1
Muara Burlian 37 7 4
Bajubang 27 8 1
Maro Sebo Ilir 10 4 1
Pemayung 27 7 1
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013
40
35
30
25
20 SD
15 SLTP
10 SLTA
5
0
Gambar 6.15
Grafik Jumlah Fasilitas Kabupaten Batanghari
Laporan Akhir | VI - 30
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Batanghari, dengan fasilitas
kesehatan terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 54
unit yang terdapat di Kecamatan Muara Burlian. Untuk lebih jelas mengenai
sarana kesehatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.16
Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Batanghari
Kecamatan Klinik Puskesmas Pustu Posyandu
Mersam 6 2 9 37
Maro Sebo Ulu 5 1 8 39
Bathin XXIV 6 2 10 34
Muara Tembesi 7 2 6 37
Muara Burlian 11 4 6 54
Bajubang 9 2 7 45
Maro Sebo Ilir 6 2 6 15
Pemayung 9 2 8 32
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013
60
50
40
Klinik
30
Puskesmas
20 Pustu
Posyandu
10
Gambar 6.16
Grafik Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Batanghari
C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di kabupaten Batanghari. Jumlah
fasilitas peribadatan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas peribadatan berupa
Masjid. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Laporan Akhir | VI - 31
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.17
Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Batanghari
Kecamatan Masjid Musholla Gereja
Mersam 26 28 -
Maro Sebo Ulu 26 28 -
Bathin XXIV 39 7 -
Muara Tembesi 34 5 1
Muara Burlian 63 25 -
Bajubang 53 29 1
Maro Sebo Ilir 17 16 -
Pemayung 35 4 -
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013
70
60
50
40
Masjid
30
Musholla
20
Gereja
10
0
Gambar 6.17
Grafik Jumlah Fasilitas Peribadatan Kabupaten Batanghari
D. Jaringan Jalan
Secara umum jaringan jalan di Kabupaten Batanghari terdiri dari jaringan
jalan Nasional, Jaringan jalan provinsi dan jaringan jalan kabupaten. Jaringan
jalan yang relatif lebih panjang di Kabupaten Batanghari hingga tahun 2008
adalah jaringan jalan kabupaten yaitu sepanjang 829,921 km, sedangkan jalan
provinsi sepanjang 40,9 km dan jalan nasional 201,66 km. Perubahan panjang
jalan dari tahun 2004 hingga tahun 2010 terjadi pada jaringan jalan kabupaten,
terjadi pengurangan panjang jalan kabupaten di Kabupaten Batang Hari, yaitu
terjadi pengurangan sebesar 177,577 km.
Kondisi jaringan jalan yang relatif baik adalah jaringan jalan nasional,
yaitu sepanjang 12 km jaringan jalan mengalami rusak ringan, sedangkan jalan
provinsi sepanjang 5 km mengalami rusak ringan, sedangkan jalan kabupaten
sepanjang 405 km jalan rusak ringan dan 133 mengalami rusak berat.Jaringan
Laporan Akhir | VI - 32
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 33
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
dilihat dari posisinya, kabupaten Tebo berada dibagian barat laut provinsi Jambi
dan secara administratif berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau;
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin dan Kabupaten
Bungo;
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan
Kabupaten Batanghari; dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Provinsi Sumatera
Barat.
Luas wilayah Kabupaten Tebo, secara administratif adalah 646.100Ha atau
6.461 km2, terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan, 100 desa dan 5 Kelurahan.
Tabel berikut menyajikan nama kecamatan, nama ibu kota kecamatan, luas
wilayah kecamatan dan jumlah kelurahan/desa.
Tabel 6.18
Nama Kecamatan, Nama Ibu Kota Kecamatan, Luas Wilayah Kecamatan Dan
Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Tebo
Nama Luas Jumlah Jumlah
No Kecamatan
Ibu Kota Wilayah (Ha) Kelurahan Desa
1 Tebo Tengah Muara Tebo 67.227,72 2 10
2 Tebo Ilir Sungai Bengkal, 39.265,75 1 10
3 Sumay Teluk Singkawang 129.695,95 - 12
4 Tebo Ulu Pulau Temiang 29.746,78 1 11
5 VII Koto Sungai Abang 58.898,62 - 10
6 Rimbo Bujang Wirotho Agung 38.670,81 1 7
7 Rimbo Ilir Karangdadi 18.443,00 - 9
8 Rimbo Ulu Sukadamai 34.506,26 - 6
9 Tengah Ilir Mangupeh 57.708,78 - 5
10 VII Koto Ilir Balai Rajo 56.518,88 - 5
11 Serai Serumpun Sekutur Jaya 44.025,23 - 8
12 Muara Tabir Pintas Tuo 71.392,27 - 7
Jumlah 646.100,05 5 100
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 34
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 35
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.19
Luas Wilayah Menurut Ketinggian Di Kabupaten Tebo
No Kecamatan < 50 m 50 - 100 m 100 - 500 m 500 - 1000 m Jumlah
1 Tebo Ilir 76.826 43.594 11.474 1.406 133.300
2 Tebo Tengah 57.419 36.450 6.975 8.156 109.000
3 Tengah Ilir* - - - - -
4 Sumay 10.800 43.763 63.463 8.774 126.800
5 Rimbo Bujang 18.900 36.825 16.875 - 72.600
6 Rimbo Ulu* - - - - -
7 Rimbo Ilir* - - - - -
8 Tebo Ulu 9.225 22.275 81.200 - 112.700
9 VII Koto 9.000 81.125 1.575 - 91.700
10 Muara Tabir*) - - - - -
11 Serai Serumpun *) - - - - -
12 VII Koto Ilir*) - - - - -
Jumlah 182.170 264.032 181.562 18.336 646.100
% 28,20 40,87 28,10 2,84 100,00
Sumber : Tebo dalam Angka Tahun 2010
Keterangan *) Data masih bergabung dengan Kecamatan Induk
B. Kemiringan Lahan
Wilayah Kabupaten Tebo sebagian besar mempunyai kemiringan dibawah
15 % meliputi wilayah seluas 523.200 ha atau mencakup 83% dari luas wilayah
kabupaten dan tersebar di seluruh kecamatan. Sebagian lagi dengan kemiringan
16 – 40 % meliputi 12% dari luas areal, terdapat di kecamatan Sumay dan
Kecamatan VII Koto dan sebagian kecil mempunyai kemiringan diatas 40 %
yaitu sebesar 6,6% dari luas areal kabupaten terdapat di kecamatan Tebo Ilir,
Tebo Tengah dan kecamatan Sumay. Kondisi bentang alam demikian
menunjukkan bahwa wilayah kabupaten Tebo relatif datar sampai landai dan akan
cocok untuk usaha pertanian, peternakan dan perkebunan.(Gambar 6.19)
Laporan Akhir | VI - 36
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.20
Klasifikasi Lereng dan Luasnya Menurut Kecamatan di Kabupaten Tebo
No Kecamatan 0-2% 3 - 15 % 16 - 40 % > 40 % Jumlah
1 Tebo Ilir 35.600 64.000 30.000 3.700 133.300
2 Tebo Tengah 5.200 90.200 10.400 3.200 109.000
3 Tengah Ilir* - - - - -
4 Sumay 4.400 80.800 16.400 25.200 126.800
5 Rimbo Bujang 8.000 57.000 7.600 - 72.600
6 Rimbo Ulu* - - - - -
7 Rimbo Ilir* - - - - -
8 Tebo Ulu - 92.300 9.600 10.800 112.700
9 VII Koto 13.200 72.500 6.000 - 91.700
10 Muara Tabir*) - - - - -
11 Serai Serumpun *) - - - - -
12 VII Koto Ilir*) - - - - -
Jumlah 66.400 456.800 80.000 42.900 646.100
% 10,28 70,70 12,38 6,64 100,00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Keterangan *) Data masih bergabung dengan Kecamatan Induk
C. Hidrologi
Sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten Tebo, diantaranya adalah
Sungai Batanghari(panjang 300 km), Batang Tebo (29 km), Batang Sumay (70
km), Batang Tabir (52 km), Batang Langsip (23 km), dan Batang Jujuhan (7 km).
Sungai terbesar yang melalui kabupaten Tebo adalah sungai Batanghari dengan
luas wilayah aliran sungai sekitar 71.400 Ha, sedangkan sungai lainnya
merupakan anak sungai dari Batanghari.
Pada umumnya sumber air yang berasal dari sungai dipergunakan oleh
penduduk untuk berbagai kebutuhan hidup, baik untuk kebutuhan sehari-hari,
pertanian maupun jalur transportasi sungai.
D. Geologi
Secara garis besar wilayah di Kabupaten Tebo terbentuk dari formasi
geologi endapan permukaan alluvium, batuan sediment dengan berbagai formasi
serta dari batuan metamorf dan batuan terobosan. Formasi geologi palembang
anggota atas dan palembang anggota tengah serta aluvium mencapai 75% dari
seluruh areal kabupaten Tebo. (Gambar 6.20)
Laporan Akhir | VI - 37
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.21
Luas Wilayah Menurut Formasi Geologi di Kabupaten Tebo
Formasi Geologi Luas (Ha) Formasi Geologi Luas (Ha)
Alluvium 78346,26 Formasi Lakat 2382,40
Anggota Atas 66909,64 Formasi Muara Enim 110001,02
Anggota Batugamping 11963,27 Formasi Pengabuhan 2602,46
Anggota Bawah 5612,40 Formasi Talangakar 12073,50
Anggota Bawah Formasi Telisa 5319,00 Formasi Tualang 378,00
Diorit 212,68 Granit 7266,55
Formasi Air Benakat 44513,44 Granodiorit 12,46
Formasi Gangsal 27097,72 Kipas Aluvium 90,23
Formasi Gumai 16904,76 Lava 1,56
Formasi Kasai 162909,28 Oligo-Miocene Volcanic Rock 228,75
Formasi Kelesa 150,12 Sedimen Jura 87,49
Formasi Lahat 7888,65 Undifferentiated Volcanic Breccia 25286,32
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 38
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | IV - 39
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | IV - 40
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 41
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tekstur Tanah
Hampir seluruh tanah di kabupaten Tebo mempunyai tekstur tanah halus
(98,5%), hanya Kecamatan Tebo Tengah dan Sumay yang mempunyai
tekstur tanah sedang, itupun jumlahnya sangat sedikit. Kondisi tanah
demikian sebenarnya kurang baik untuk usaha pertanian, namun dengan
upaya penambahan bahan organic dan teknik pengolahan yang tepat tanah
bertekstur halus akan baik untuk pertanian.
Tabel 6.23
Penyebaran Tekstur Tanah di Kabupaten Tebo (Ha)
No Kecamatan Halus Sedang Kasar Gambut Jumlah
1 Tebo Ilir 132,000 - - 1,300 133,300
2 Tebo Tengah 105,000 4,000 - - 109,000
3 Tengah Ilir - - - - -
4 Sumay 122,400 4,400 - - 126,800
5 Rimbo Bujang 72,600 - - - 72,600
6 Rimbo Ulu - - - - -
7 Rimbo Ilir Tebo - - - - -
8 Ulu 112,700 - - - 112,700
9 VII Koto 91,700 - - - 91,700
10 Muara Tabir Serai - - - - -
11 Serumpun VII - - - - -
12 Koto Ilir - - - - -
Jumlah 636,400 8,400 - 1,300 646,100
% Kab. 98.50 1.30 0.00 0.20 100,00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 42
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
F. Iklim
Iklim yang ada di kabupaten Tebo secara umum adalah iklim Tropis yang
ditandai dengan adanya dua musim yaitu musim penghujan yang berkisar antara
bulan September sampai bulan Mei dan musim Kemarau antara bulan Juni sampai
Agustus, sedangkan rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.683 mm per tahun
dengan rata-rata hari hujan 122 hari/tahun.
Perbedaan temperatur antara daerah terendah dan tertinggi berkisar antara
0o - 1,5oC dengan temperatur rata-rata 290 C - 300 C; Kelembaban udara di
Kabupaten Tebo rata-rata tahunan berkisar antara 85,2 – 96,1% dengan
kelembaban rata-rata 87,92%. Adapun lamanya penyinaran matahari, umumnya
dapat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, relief daerah dan waktu penyinaran serta
pengaruh tumbuh-tumbuhan pada suatu daerah. Sedangkan rata-rata
penyinaran matahari tiap hari di Kabupaten Tebo selama 9 tahun bervariasi antara
4,20 jam sampai dengan 6,56 jam.
Tabel 6.25
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Tebo Tahun 2009 (Ha)
Penggunaan Lahan Luas % Kabupaten
Hutan 286.784,30 44,39
Permukiman 4.319,00 0,67
Lahan Kering 102.401,00 15,85
Lahan Basah 5.612,00 0,87
Karet 111.549,00 17,26
Kelapa Sawit 40.524,00 6,27
Kelapa Dalam 1.020,00 0,16
Campuran 77.498,70 11,99
Sungai, Danau,Rawa 6.780,00 1,05
Jumlah 646,100.00 100.00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 43
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 44
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 45
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 46
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.26
Kepadatan Penduduk Kabupaten Tebo Menurut Kecamatan
Jumlah Luas wilayah Kepadatan
Kecamatan
Penduduk (km2) Penduduk
Tebo Ilir 26.327 708,70 37
Muara Tabir 16.415 509,30 32
Tebo Tengah 36.154 983,56 37
Sumay 18.511 1.268,00 35
Tengah Ilir 20.232 221,44 91
Rimbo Bujang 62.972 406,92 155
Rimbo Ulu 36.612 295,74 124
Rimbo Ilir 22.540 214,34 105
Tebo Ulu 32.987 430,30 80
VII Koto 18.799 658,79 29
Serai Serumpun 7.977 305,70 25
VII Koto Ilir 13.894 468,21 30
Jumlah 313.420 6.461 49
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 47
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 48
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
60
50
40
TK
30
SD
20
SLTP
10 SLTA
0
Gambar 6.24
Grafik Jumlah Fasilitas Kabupaten Tebo
Laporan Akhir | VI - 49
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Tebo, dengan fasilitas kesehatan
terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 54 Unit yang
terdapat di Kecamatan Rimbo Bujang. Untuk lebih jelas mengenai sarana kesehatan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.28
Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Tebo
Kecamatan Puskesmas Pustu Posyandu
Tebo Ilir 1 3 28
Muara Tabir 1 3 18
Tebo Tengah 1 3 26
Sumay 1 3 21
Tengah Ilir 2 1 17
Rimbo Bujang 2 5 54
Rimbo Ulu 1 4 29
Rimbo Ilir 1 3 18
Tebo Ulu 1 5 40
VII Koto 2 4 18
Serai Serumpun 1 4 8
VII Koto Ilir 1 2 17
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
60
50
40
30 Puskesmas
20 Pustu
10 Posyandu
Gambar 6.25
Grafik Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Tebo
Laporan Akhir | VI - 50
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di kabupaten Tebo. Jumlah fasilitas
peribadatan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas peribadatan berupa Masjid.
Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.29
Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Tebo
Kecamatan Masjid Gereja Gereja
Protestan Katolik
Tebo Ilir 24 - -
Muara Tabir 18 - -
Tebo Tengah 32 - -
Sumay 22 - -
Tengah Ilir 19 - -
Rimbo Bujang 72 1 1
Rimbo Ulu 88 - -
Rimbo Ilir 28 - -
Tebo Ulu 35 - -
VII Koto 19 - -
Serai Serumpun 13 - -
VII Koto Ilir 14 - -
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Laporan Akhir | VI - 51
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
6.2.1.2 Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera (Perpres No. 13 Tahun 2012)
Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera merupakan penjabaran struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam kebijaksanaan dan strategi
pemanfaatan ruang Pulau Sumatera.
Adapun peran dan fungsi RTR Pulau Sumatera adalah sebagai berikut :
1. Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera berperan sebagai perangkat operasional
dari RTRWN serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan
wilayah Pulau Sumatera.
2. Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera tidak dapat digunakan sebagai dasar
pemberian izin pemanfaatan ruang.
Penataan ruang Pulau Sumatera bertujuan untuk :
Laporan Akhir | VI - 52
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 53
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 54
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.31
Rencana Struktur Ruang Kabupaten
No. Kecamatan Struktur
1. Muaro Tabir Pusat pemerintahan kecamatan,
Pusat perdagangan dan jasa
Pusat kesehatan
Pusat rekreasi, olahraga dan wisata
Pusat pendidikan
Pusat peribadatan
Pusat industri kecil dan kerajinan rumah tangga
Pengembangan jaringan telekomunikasi
Pengembangan sistem sarana dan prasarana
Laporan Akhir | VI - 55
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 56
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 57
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 58
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 59
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 60
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
B. Pola Ruang
Untuk mengembangkan kawasan penyangga, perlu dipertimbangkan rencana
pola lainnya yang berkaitan dengan kawasan penyangga, agar pola ruang yang
terbentuk dapat selaras antara pola ruang Nasional, Provinsi, Kabupaten dan kawasan
penyangga. Berikut merupakan pola ruang masing-masing kabupaten yang termasuk
di dalam kawasan penyangga, yaitu Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun.
Tabel 6.32
Rencana Pola Ruang Kabupaten
No. Kecamatan Pola
1. Muaro Tabir Perlindungan terhadap kawasan suaka alam ( cagar alam, TNBD, taman wisata alam, cagar budaya
dan ilmu pengetahuan)
Pengembangan kawasan pertanian pangan lahan basah
Pengembangan kawasan peternakan
Pengembangan kawasan peruntukan perikanan
Pengembangan kawasan peruntukan industry
Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman
2. Maro Sebo Ulu Perlindungan terhadap kawasan suaka alam ( cagar alam, TNBD, taman wisata alam, cagar budaya
dan ilmu pengetahuan)
Rencana peruntukan kawasan hutan produksi tetap dengan luasan 10.407.
Pengembangan komoditas karet
Pengembangan komoditas kelapa sawit
Pengembangan komoditas kelapa
Rencana peruntukan kawasan perikanan (budidaya, tangkap dan minapolitan)
Rencana peruntukan kawasan pertambangan batubara.
Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman.
3. Bathin XXIV Rencana Kawasan sempadan danau atau waduk yaitu Danau Ugo di Desa Aur Gading Kecamatan
Bathin XXIV berupa jarak sempadan 200 (dua ratus) meter dari titik pasang air tertinggi.
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam ( cagar alam, TNBD, taman wisata alam, cagar budaya
dan ilmu pengetahuan)
Pengembangan komoditas kelapa sawit
Pengembangan komoditas kelapa
Rencana peruntukan kawasan perikanan (budidaya, tangkap dan minapolitan)
Rencana peruntukan kawasan pertambangan batubara.
Rencana peruntukan kawasan hutan produksi tetap dengan luasan 19.253.
Pengembangan komoditas karet
Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman.
4. Air Hitam - kawasan pengembangan sentra peternakan Sapi
- Pertambangan batubara
- industri pengolahan CPO
- Kawasan wisata alam TNBD
- Kawasan wisata budaya suku anak dalam
- Kawasan permukiman
Sumber: RTRW Kabupaten Tebo, Sarolangun dan Batanghari
Laporan Akhir | VI - 61
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 62
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 63
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 64
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Gambar 6.33 Peta Rencana Pola Ruang Berdasarkan Dokumen Rencana Daerah
Laporan Akhir | VI - 65
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 66
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
6.2.2.5 Kebijakan Sektoral Sumber Daya Air (UU No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air)
Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
Mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis;
Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
Memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
dan
Memperhatikan fungsi kawasan.
Laporan Akhir | VI - 67
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 68
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan
wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman
perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
Laporan Akhir | VI - 69
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Kelapa Sawit (PKS), serta memiliki ukuran yang pasti dan tidak mentoleransi
kesalahan, oleh karena itu penilaian atau audit tidak memasukkan unsur ini. Prinsip
dan Kriteria ISPO Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan adalah :
Untuk mendapatkan sertifikat ISPO kebuninti, plasma dan swadaya harus tidak
bermasalah dengan kepemilikan tanah/kebun seperti : IUP, IUP-B, IUP-P, Hak Guna
Usaha (HGU), dan memenuhi seluruh ketentuan/persyaratan ISPO.
Komisi ISPO menghimbau badan akreditasi (KAN dan badan akreditasi lain
yang mempunyai MRA dengan KAN) untuk melaporkan pengaduan dari pemangku
kepentingan ISPO, berkaitan dengan kompetensi atau proses atau hasil penilaian
audit akreditasi. Sesuai dengan ISO/IEC 17011, badan akreditasi harus dapat
menyelesaikan setiap pengaduan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari, apabila
hal ini gagal dipenuhi, maka badan akreditasi harus segera melapor kepada
Sekretariat Komisi ISPO.
Laporan Akhir | VI - 70
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 71
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Keterangan :
Laporan Akhir | VI - 72
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 73
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 74
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
B. M i s i
Menuju pencapaian visi termaksud, misi pengembangan TN Bukit Duabelas
digariskan sebagai berikut.
Laporan Akhir | VI - 75
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 76
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
A. Potensi Flora
Kondisi saat ini jenis tumbuhan obat yang ada di demplot tanaman obat sesuai
dengan hasil ekspedisi biota medika sebanyak 101 jenis dan berdasarkan hasil
identifikasi klinis tumbuhan obat alam secara tradisional berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman SAD teridentifikasi 110 jenis. Jenis-jenis yang sudah ada disekitar
demplot pengembangan baru mencapai 42 jenis yang sudah diberi label nama dan
Laporan Akhir | VI - 77
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
terpelihara dengan baik. Jenis tumbuhan obat diareal demplot pengembangan hasil
tanaman penyulaman mencapai 23 jenis dengan jumlah specimen 45 tanaman.
Sedangkan jumlah spesimen tumbuhan obat alam yang merupakan tanaman
lama dan yang tumbuh secara alami di areal demplot mencapai 123 specimen.
Jumlah total specimen tumbuhan obat alam di areal demplot pengembangan
mencapnyai 168 dari 42 jenis tumbuhan obat. Jenis tumbuhan obat yang specimennya
terbanyak adalah jenis kayu siluk (Gironiera nervosa) mencapai 18 specimen, kayu
salung (Psychotria viridiflora) 17 specimen dan kayu kedondong tunjuk (Santiria
laevigata) 15 specimen. Sedangkan jenis lainnya adalah pengedur urat (Tinospora
crispa) dan pasak bumi (Euricoma longifolia) masing-masing 11 specimen , jenis
seledemo dan kayu selusuh (Evodia latifolia) masing-masing10 spesimen.
Untuk jenis-jenis tumbuhan obat alam yang specimen tanamannya hanya satu
tanaman ada 19 jenis yaitu tampuy nasi, merpuyon, ganja sayur, guam godong, akar
satolu, tampur kuning, rotan manau, puar cici anjing, selokontun on, paku gejoh, akar
ubor kenaan biso, sakot salung akar, berisil, nango, pelekuponmunsong dan jirak.
Gambar 6.36
Tumbuhan Obat yang Terdapat di Taman Nasional Bukit Duabelas
Laporan Akhir | VI - 78
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 79
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
dari 18 marga ditemukan di kawasan TNBD dan jumlah ini masih terus bertambah.
Saat ini, sudah temukan lebih kurang 46 jenis anggrek dari 17 marga yang dikoleksi
di plot pengembangan anggrek TNBD. Beberapa lokasi penemuan anggrek di TNBD
adalah Bukit Berumbung, Bukit Enau, Bukit Suban, Bukit lubuk Semah, Bukit
Suban, Bukit Sungai Keruh Mati dan Bukit Pal.
Anggrek-anggrek yang dipindahkan ke demplot pengembangan anggrek
dikumpulkan dengan cara membawa jika anggrek yang ditemukan saat kegiatan di
lapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga dan memelihara keanekaragaman
anggrek di kawasan TNBD. Bertambahnya jumlah jenis anggrek yang ditemukan
sangat memungkinkan karena luasnya kawasan TNBD dan belum semuanekayaanya
tereksplorasi dengan baik. Spesies anggrek yang terindentifikasi dan dikembangkan
secara eksitu di Resort Air Hitam I, adalah Thelasis machranta, Thecostele alata
Ridl, Sarcanthus scortechinii, Pomatocalp spicata, Phalaenopsis sumatrana, Phaius
tankervillae, Liparis lacerata, Grammatophyllum speciosum, Flingkingeria sp.,
Acriopsis densiflora, Eria xantocheila, Eria multiflora, Acriopsis lilifolia,
Agastrophyllum bicuspidatum, Eria bractescens Lindley, Dipodium scandens,
Appendicula cornuta, Bulbophyllum sp., Dendrobium teres, Dendrobium nudum,
Bubophyllum plavescens, Bubophyllum limbatum, Dendrobium linguella,
Dendrobium leonis, Bubophyllum vaginatum, Cymbidium finlaysonianum,
Dendrobium indragiriense, Dendrobium crumenatum Sw., Coelogyne foerstermanii,
Dendrobium aloifolium, dan Dendrobium compressistylum.
Gambar 6.37
Beberapa Jenis Tanaman Anggrek Taman Nasional Bukit Duabelas
Laporan Akhir | VI - 80
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.34
Data Tanaman Anggrek di demplot Resort Pematang Kabau
Jumlah
Kode Jenis Tahun 2010
Tahun 2009
Pakis Pot Kayu Total
A Dendrobium crumenatum 23 23 23
B Eria sp 9 5 13 18
C Bulbophyllum sp 18 23 14 37
D Cimbidium finlaysonianum 7 14 5 1 20
E Grammathophyllum speciosum 5 0 5 5
F Thecostele alata 10 2 23 25
G Eria sp 7 6 3 9
H Liparis crenulata 4 1 6 7
I Coelogyne dayana 6 4 8 2 14
J Bulbophyllum vaginatum 11 26 3 29
K Dendrobium sp 6 7 7 14
L Dendrobium leonis 5 4 1 5
M Bulbophyllum sp 2 3 0 3
N Bulbophyllum plafescen 4 1 10 11
O Flinkingeria sp 4 1 6 7
P Phalaenopsis violace 2 2 0 2
Q Hoya sp 2 2 0 2
R Dendrobium sp 3 3 3 6
S Flinkingeria sp 2 6 3 9
T Bulbophyllum sp 3 3 0 3
U Belum Teridentifikasi 2 0 0 11 11
V Dipodium scandens 4 9 1 10
W Bulbophyllum sp 1 1 0 1
X Pomathocalp sp 1 1 0 1
Y Agastrophyllum sp 1 1 0 1
Z Eria multiflora 2 5 13 18
AA Belum Teridentifikasi 1 1 1
AB Belum Teridentifikasi 1 1 1
AC Belum Teridentifikasi 1 1 1
AD Belum Teridentifikasi 1 1 1
JUMLAH 148 157 124 14 295
Sumber: Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2010-2014
B. Potensi Fauna
Taman nasional ini merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi
seperti siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), beruk (Macaca nemestrina),
macan dahan (Neofelis nebulosa diardi), kancil (Tragulus javanicus kanchil),
beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), kijang (Muntiacus muntjak
Laporan Akhir | VI - 81
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
C. Potensi Pariwisata
Secara garis besar, potensi pariwisata kawasan TNBD terletak pada spektrum
ekosistem kawasan yang terbentuk dari perpaduan antara alam hutan perbukitan dan
sungai. Kombinasi ini memberikan nuansa lansekap alamiah yang menarik untuk
dinikmati, adat istiadat, tradisi dan kearifan tradisonal komunitas Orang Rimba. Flora
yang bernilai tinggi sebagai plasma nutfah merupakan jenis-jenis yang tergolong
langka dan dilindungi serta jenis-jenis yang memiliki daya tarik visual serta biota
obat hutan tropis dan pengetahuan tradisonal pengobatan mandiri komunitas Orang
Rimba, akan tetapi untuk saat sekarang fasilitas - fasilitas wisata di TN Bukit
Duabelas belum begitu memadai dikarenakan pengelolaan TN ini baru.
Laporan Akhir | VI - 82
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 83
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 84
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 85
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
beruang madu, kijang, rusa, napu, kancil, jenis-jenis satwa liar yang oleh IUCN sudah
dikategorikan sebagai satwa yang dilindungi. Pemecahan masalah perlu segera
dicarikan mengingat hal ini berlawanan arus dengan isu pelestarian, apalagi terjadi di
kawasan taman nasional.
Laporan Akhir | VI - 86
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 87
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 88
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 89
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 90
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Laporan Akhir | VI - 91
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Gambar 6.40 Peta Tangkapan Air DAS Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Laporan Akhir | VI - 92
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Gambar 6.41 Peta Delineasi Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas
Laporan Akhir | VI - 93
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.35
Persentase Luas TNBD
No Kabupaten %
1 Batanghari 65
2 Sarolangun 15
3 Tebo 20
4 TNBD 100
Sumber : RTRW Provinsi Jambi Tahun 2009 -2029
Tabel 6.36
Luas Kawasan Lindung
Kawasan Hutan (ha)
No Kabupaten/Kota
Suaka Alam Pelestarian Alam Lindung Jumlah
1 Sorolangun 8.883,74 - 54.285,20 95.024,00
2 Tebo - 60.606,00 - 60.606,00
3 Batanghari 115,01 74.130,00 35.374,85 109.619,86
Prov. Jambi 30.408,01 335.960,67 122.004,00 488.202,85
Sumber : RTRW Provinsi Jambi Tahun 2009 -2029
Tabel 6.37
Wilayah Administrasi Tahun 2011
Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (km2) Ibu Kota
Kecamatan
1 Sorolangun 6.148 Sorolangun 10
2 Tebo 6.461 Muara Tebo 12
3 Batanghari 5.804 Muara Burlian 8
Prov. Jambi 53.435 128
Sumber : Provinsi Jambi Dalam Angka, 2012
Materi Teknis| VI - 94
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
A. Topografi/Kelerengan
Provinsi Jambi berada di bagian tengah Pulau Sumatera memiliki
topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian 0 meter di atas permukaan
laut (m dpl) di bagian timur sampai pada ketinggian di atas 1.000 m dpl, ke arah
barat kontur lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan
pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan
Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci
Seblat.
Sedangkan untuk Taman Nasional Bukit Duabelas memiliki topografi
datar sampai bergelombang dengan duabelas bukit di dalamnya, yaitu Gunung
Bernyanyi, Gunung Panggang (± 328 m. dpl), Bukit Kuran (± 438 m. dpl)., Bukit
Teregang, Bukit Punai Banyak, Bukit Suban, Bukit Tiga Beradik, Bukit Benteng,
Bukit Betempo, Bukit Penyeding, Bukit Beton, dan Bukit Enau. Dengan
ketinggian 40 – 450 mdpl.
B. Jenis Tanah
Pada dataran rendah didominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan
rentan terhadap banjir pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang
melewati wilayah ini. Wilayah ini didominasi jenis tanah gley humus rendah dan
orgosol yang bergambut. Daya dukung lahan terhadap pengembangan wilayah
rendah dibanding wilayah Tengah dan Barat sehingga membutuhkan input
teknologi dalam pengembangannya.
Dibagian tengah didominasi jenis tanah podsolik merang kuning yang
kesuburannya relatif rendah. Daya dukung lahan cukup baik terutama pada lahan
kering dan sangat potensial untuk pengembangan tanaman keras dan perkebunan.
Materi Teknis| VI - 96
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Pada bagian barat didominasi dataran tinggi lahan kering yang berbukit-
bukit. Wilayah ini didominasi oleh jenis tanah latosol dan andosol. Pada bagian
tengah Kabupaten Kerinci banyak di temui jenis tanah alluvial yang subur yang
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan irigasi yang cukup luas.
Tabel 6.38
Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan dan Penyinaran Matahari
Rata-rata
Curah Hari
Bulan penyinaran
hujan hujan
matahari
Januari 91,7 11 46,3
Pebruari 78,4 16 54,2
Maret 99,5 11 52,1
April 78,6 12 56,8
Mei 98,4 16 58
Juni 41 5 73,8
Juli 28 9 52
Agustus 38 6 71
September 77,6 6 49
Oktober 117,2 15 36
November 199,1 12 48
Desember 150,2 18 34,2
Rata-rata 90,1 10,1 48,6
Sumber: RTRW Provinsi Jambi, 2010
Materi Teknis| VI - 97
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Materi Teknis| VI - 98
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
D. Geologi
Berdasarkan jenis batuan kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Didominisi oleh Batuan alluvial yang tersebar dari bagian barat jambi sampai
dengan bagian timur yang juga mencakup wilayah Taman Nasional bukit
Duabelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta geologi kawasan TNBD.
E. Hidrologi
Dilihat dari pola aliran sungai, dimana di daerah hulu pola aliran
sungainya berbentuk radial terutama di Kabupaten Sarolangun, sedangkan di
daerah pesisir pola alirannya berbentuk paralel. Sungai-sungai di Provinsi Jambi
terutama Sungai Batanghari sangat berpengaruh pada musim hujan dan kemarau.
Berdasarkan aliran sungai hampir semua wilayah Provinsi Jambi dilalui oleh
Sungai Batanghari dengan orde-ordenya. Sementara itu DAS Batanghari dibagi
menjadi beberapa sub DAS yaitu :
a. Sub DAS Batang Tembesi
b. Sub DAS Jujuhan
c. Sub DAS Batang Tebo
d. Sub DAS Batang Tabir
e. Sub DAS Tungkal dan Mendahara
f. Sub DAS Air Hitam
g. Sub DAS Air Dikit
h. Sub DAS Banyulincir
i. Sub DAS lainnya
Tabel 6.39
Luas Daerah Pengaliran dan Debit dari Beberapa Sungai
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Luas Daerah Debit Max Debit min
NO KAB/KOTA Nama Sungai
Pengaliran (m3/detik) (m3/detik)
1 Batanghari Batang Hari 35.984,38 8.484,00 202,00
2 Sarolangun Batang Sarolangun 1.258,00 - -
3 Tebo Batang Tebo 1.831,60 742,00 20,60
Sumber: RTRW Provinsi Jambi, 2010
Materi Teknis| VI - 99
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak
Tabel 6.40
Kesesuaian Lahan Taman Nasional Bukit Duabelas
No Kawasan Luas (Ha)
Kabupaten Batanghari
1 Kawasan Potensial 529 008.92
2 Kawasan Kendala 19 439.83
Total 548 448.75
Kabupaten Sarolangun
1 Kawasan Potensial 553 063.31
2 Kawasan Kendala 42 758.00
Total 595821.31
Kabupaten Tebo
1 Kawasan Potensial 517 002.79
2 Kawasan Kendala 107 664.55
Total 624667.33
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Pada tabel diatas memiliki kawasan kendala dengan jumlah yang tidak
terlalu besar, sehingga kesesuaian lahan di Kawasan Penyangga TNBD di hampir di
seluruh kecamatan merupakan kawasan potensial dan dapat dimanfaatkan.
Tabel 6.41
Daya Tampung Lahan Taman Nasional Bukit Duabelas
Daya Tahun
Luas Potensi Kepadatan
Tampung
Ketersediaan Penduduk
Kabupaten Kecamatan Penduduk
Lahan (Ha) Asumsi 2014 2019 2024 2029 2034
(Jiwa)
(Jiwa/Ha)
Tebo Muaro 69.629,75 80 5.570.380,18 18.713 22.230 25.746 29.263 32.779
Tabir
Batanghari Maro Sebo 88.133,19 80 7.050.655,55 34.639 40.354 46.068 51.783 57.497
Ulu
Bathin 86.044,43 80 6.883.554,36 31.162 37.881 44.600 51.319 58.038
XXIV
Sarolangun Air Hitam 67.015,97 80 5.361.277,70 30.662 38.516 46.370 54.224 62.078
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.42
Tabel Luas Penggunaan Lahan
No Jenis guna lahan Luas (ha) %
1 Tidak diketahui 9804,07 0,51
2 Awan 22045,61 1,15
3 Hutan Lahan Kering Primer 5575,09 0,29
4 Hutan Lahan Kering Sekunder 423812,34 22,14
5 Hutan Rawa Sekunder 8344,90 0,44
6 Hutan Tanaman Industri (HTI) 11950,10 0,62
7 Perkebunan 154089,18 8,05
8 Permukiman 32782,05 1,71
9 Pertambangan 481,61 0,03
10 Pertanian Lahan Kering 32588,91 1,70
11 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak 942920,21 49,25
12 Rawa 8227,85 0,43
13 Savana 44,24 0,00
14 Sawah 1529,17 0,08
15 Semak/Belukar 87903,54 4,59
16 Semak/Belukar Rawa 33401,21 1,74
17 Tanah Terbuka 120169,65 6,28
18 Transmigrasi 3537,68 0,18
19 Tubuh Air 15409,11 0,80
Total 1914616,52 100,00
Sumber : Provinsi Jambi Dalam Angka, 2012
Pada 1989-1993 TNBD kehilangan 34.671 hektar hutan, dengan laju kerusakan
hutan mencapai 8.668 hektar per tahun (mongabay.co.id, 2013). Sekitar 7 ribu
hektar hutan di kawasan taman nasional tersebut telah berubah jadi areal
perladangan (tribunnews.com, 2013). Dari analisis data citra satelit TM 5, milik
KKI Warsi tahaun 1989-2008, kawasan taman nasional semakin tergerus.Menurut
Direktur KKI Warsi, Rahmat Hidayat, mengungkapkan pada 1989-1993 TNBD
kehilangan 34.671 hektare hutan, dengan laju kerusakan hutan mencapai 8.668
hektare per tahun. Luas kerusakan terus bertambah, hingga laju deforestasi hutan
dianalisis mendekati angka yang konstan, yaitu 2.344 hektare per tahun. "Melihat
kondisi ini, jika tak ada upaya penyelamatann Bukit Duabelas akan hilang tahun
2034,". Untuk melihat perubahan tutupan lahan di Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas dapat dilihat pada gambar 6.53 sampai 6.56
Gambar 6.51
Perubahan Tutupan Lahan Bukit Duabelas
Gambar 6.52
Grafik Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan Bukit Duabelas
Gambar 6.54 Peta Land Cover Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2000
Gambar 6.55 Peta Land Cover Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2008
Gambar 6.56 Peta Land Cover Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2012
Tabel 6.43
Perkembangan PDRB menurut ADHB dan ADHK Provinsi Jambi,
Tahun 2008-2012. Miliar Rupiah
PDRB ADHB PDRB ADHK
Tahun
Dengan migas Tanpa migas Dengan migas Tanpa migas
2008 41.056 31.271 15.298 13.716
2009 44.127 36.755 16.275 14.675
2010 53.858 45.099 17.472 15.678
2011 63.355 52.697 18.964 16.765
2012 72.654 61.838 20.374 18.222
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012
Tabel 6.44
PDRB Provinsi Jambi (dalam milyar rupiah)
No Nilai PDRB 2009 2010* 2011**
1 Atas Dasar Harga Berlaku 44.127,0 53.816,7 63.268,1
2 Atas Dasar Harga Konstan 2000 16.274,9 17.470,7 18.962,4
3 Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku 36.755,1 45.061,6 52.609,3
4 Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 14.675,3 15.677,4 16.765,8
2000
5 Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 14.597,1 17.403,6 19,959,6
6 Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 5.383,7 5.649,8 5.982,2
7 Per Kapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga 12.158,5 14.572,3 16.597,0
Berlaku
8 Per Kapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga 4.854,5 5.069,9 5.289,2
Konstan 2000
Sumber : Profil dan Kinerja Perhubungan Darat 2013
* : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara
2. Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan ekonomi Jambi dalam tiga tahun terakhir mengalami percepatan,
namun laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 7,44% lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk pertumbuhan sektor, seluruh
sektor tumbuh positif pada tahun 2011 dan sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi
tertinggi serta sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi Jambi adalah: sektor
pertambangan (23,10%), sektor listrik, gas dan air bersih (11,27%), dan sektor
keuangan (9,08%).
Gambar 6.57
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi terhadap Nasional Tahun 2004-2012, (%)
Tabel 6.45
Laju Pertumbuhan PDRB dengan Migas ADHK 2000 Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2007-2011 (persen)
Tahun
No Kab/kota
2007 2008 2009 2010* 2011*
1 Kab. Sarolangun 7,27 7,92 7,99 8,09 8,80
2 Kab. Batang Hari 5,60 6,24 5,14 6,05 7,90
3 Kab. Tebo 5,95 6,08 5,01 5,96 6,78
Provinsi Jambi 6.27 6.75 6.05 6.70 7.83
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012
3. Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian Provinsi Jambi tahun 2011, didominasi bersarnya
kontribusi sektor sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 29,35%, sektor
pertambangan (19,07%), dan sektor industri pengolahan (10,67%). Selain ketiga
sektor diatas, sektor lainnya yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor
industri pengolahan (10,67%), dan sektor jasa (9,33%).
Gambar 6.58
Struktur Perekonomian PDRB ADHB Provinsi Jambi Tahun 2011
4. Kegiatan Sektoral
A. Pertanian
Luas lahan sawah yang terdapat di 3 kabupaten yang termasuk ke dalam
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas pada tahun 2012 sebesar 15.279 Ha,
dengan luas lahan sawah irigasi sebesar 5.186 Ha dan sawah tadah hujan seluas
10.093 Ha. Dari data yang ada, didapatkan bahwa luas lahan sawah terbesar terdapat
di Kabupaten Sarolangun dengan luas sawah irigasi sebesar 3.302 Ha dan sawah
tadah hujan sebesar 3.019 Ha. Untuk lebih jelas mengenai lahan pertanian yang
terdapat di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.46
Luas Lahan Sawah Dirinci menurut Jenis Pengairan
dan Kabupaten/Kota, 2012 (Ha)
Jenis Pengairan (irigasi)
NO KAB/KOTA
Irigasi Tadah Hujan
1 Kab. Sarolangun 3 302 3 019
2 Kab. Batang Hari 306 6 141
3 Kab. Tebo 1 578 4 933
JUMLAH 46.075 52.803
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012
B. Peternakan
Populasi ternak besar yang ada di 3 kabupaten yang terdapat di Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas didominasi oleh peternakan sapi yang jumlah
keseluruhannya yaitu sebanyak 36.560 ekor dengan komoditas sapi terbanyak di
Kabupaten Tebo yaitu berjumlah 21.229 ekor. Untuk peternakan lainnya yang ada
selain sapi yaitu peternakan kerbau dengan jumlah keseluruhan sebanyak 27.917
ekor.
Tabel 6.47
Populasi Ternak Besar menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi
Tahun 2012 (ekor)
JENIS TERNAK
No KAB/KOTA
SAPI KERBAU KUDA JUMLAH
1 Kab. Sarolangun 7.266 8.977 - 16.243
2 Kab. Batang Hari 8.065 7.177 - 15.242
3 Kab. Tebo 21.229 11.763 - 32.992
Jumlah 36,560 27,917 0 64,477
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012
C. Perkebunan
Secara keseluruhan Provinsi Jambi, perkebunan daerah Jambi pada umumnya
adalah Perkebunan Rakyat. Produksi perkebunan rakyat yang terbesar adalah karet
memiliki luas tanaman 659.852 hektar dengan produksi 322.044 ton pada tahun 2011.
Komoditas andalan lainnya yaitu kelapa sawit dengan produksi 753.858 ton serta
kelapa dalam 109.788 ton.
Tabel 6.48
Jumlah Produksi Perkebunan di Provinsi Jambi Menurut
Jenis Tanaman Tahun 2012 (ton)
PRODUKSI (TON)
No JENIS TANAMAN
2011 2012
1 Karet 249.978* 525.505*
2 Kelapa Sawit 181.079* 84.452*
3 Kelapa Dalam 94 746 94 452
4 Kelapa Hybrida 2 954 3 002
5 Kulit Kayu Manis 18 724 18 716
6 Kopi Robusta 25 302 25 612
7 Kopi Arabica 754 1 010
8 Lada 1 297 1 271
9 Cengkeh 450 435
10 Coklat 5 378 6 933
11 Pinang 27 589 27 907
12 Kemiri 2 821 2 985
13 Kapuk 1 210 1 080
14 Jarak Pagar 167 -
15 Aren 1 320 1 298
16 Vanili 129 129
17 Teh - -
18 Tebu 1 411 1 640
19 Tembakau 354 379
20 Nilam 3 417 3 414
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012
Keterangan :
Xa = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau sektor
tertentu diwilayah yang lebih kecil
Xa‟ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau
sektor tertentu di wilayah yang lebih kecil
Xb = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau sektor
tertentu di wialyah yang lebih besar
Xb‟ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau
sektor tertentu di wilayah yang lebih besar
Dimana nilai LQ :
LQ < 1 merupakan sektor non basis, daerah tersebut mempunyai ukuran
spesifikasi lebih kecil (under representatif), bila dibandingkan dengan daerah
referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x (sektor
penunjang)
LQ > 1 merupakan sektor basis, daerah tersebut mempunyai ukuran
spesifikasi lebih besar (over representatif), bila dibandingkan dengan daerah
referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x (sektor
penunjang)
LQ = 1 memiliki ukuran sama (bukan basis ataupun non basis)
Model analisis Multiplier Effect digunakan untuk melihat pengaruh sektor
basis terhadap sektor non basis, nilai Multiplier Effect berpengaruh terhadap
penggandaan nilai produksi di sekor non basis. Model tersebut ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut :
Rumusnya adalah :
ME =
Dari hasil analisis sektor basis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa wilayah yang termasuk dalam kawasan KSN Taman Nasional Bukit Duabelas
yang layak untuk dikembangkan melaui sektor pertanian berupa padi yaitu
Kecamatan Maro Sebo Ulu (Kabupaten Batanghari), sedangkan untuk sektor
perkebunan karet yaitu Kecamatan Bathin XXIV (Kabupaten Batanghari),
perkebunan kelapa sawit yaitu Kecamatan Muara Tabir (Kabupaten Tebo).
Sedangkan untuk Kecamatan Air Hitam (Kabupaten Sarolangun) lebih tepat untuk
dikembangkan sebagai pusat pelayanan, hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan
sarana prasarana yang terdapat di kecamatan tersebut.
Gambar 6.59
Peningkatan Jumlah Penduduk Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Tabel 6.53
Sebaran Komunitas Orang Rimba Di Dalam dan Di Luar Kawasan TNBD menurut
Kelompok dan Lokasi
Jenis Kelamin Agama Pendidikan
No Tumenggung Wilayah
Laki-Laki Perempuan Total % Islam Animisme Total Belum SD SLTP SLTA Total
Kabupaten Batanghari
330 400 730 41,13% - 730 730 740 - - - 730
Tumenggung Ngamal Sungai Dangku 13 13 26 1,46% - 26 26 26 - - - 26
Tumenggung Meladang Sungai Selentik 16 29 45 2,54% - 45 45 45 - - - 45
Sungai
Tumenggung Nyenong Serengam 16 28 44 2,48% - 44 44 44 - - - 44
Tumenggung Maritua Sungai Terap 51 65 116 6,54% - 116 116 116 - - - 116
1
Tumenggung Melayu
Tua Sungai Jernang 29 46 75 4,23% - 75 75 75 - - - 75
Tumenggung Girang Sungai Asahan 44 56 100 5,63% - 100 100 100 - - - 100
Sungai
Tumenggung Celitai Kejasung Kecil 143 133 276 15,55% - 276 276 276 - - - 276
Sungai
Tumenggung Malimun Terentam 18 30 48 2,70% 48 48 48 - - - 48
Kabupaten Tebo
448 431 879 49,52% 29 850 879 865 14 - - 879
Sungai Makekal
2 Tumenggung Grib Tengah 143 128 271 15,27% - 271 271 257 14 - - 271
Sungai Makekal
Tumenggung Ngadap Hilir 196 192 388 21,86% - 388 388 388 - - - 388
Sungai Makekal
Tumenggung Jelitai Ulu 109 111 220 12,39% 29 191 220 220 - - - 220
Kabupaten Sarolangun
78 88 166 9,35% 21 145 166 149 17 - - 166
3
Tumenggung Berendam Sungai Keruh 28 40 68 3,83% - 68 68 68 - - - 68
Tumenggung Ngangkus Sungai Pakuaji 50 48 98 5,52% 21 77 98 81 17 - - 98
Total 856 919 1775 50 1725 1775 1744 31 - - 1775
Sumber : Survey Balai TN Bukit Duabelas bersama Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarolangun Tahun 2013
2. Kepadatan Penduduk
Jika dilihat dari kepadatan penduduk tiga kabupaten yang mencakup Taman
Nasional bukut Duabelas pada tahun 2007 dan dibandingkan dengan kriteria
kepadatan penduduk menurut Undang - Undang No. 56/PRP/1960, ketiga kabupaten
tersebut dikategorikan sebagai wilayah yang tidak padat.
Tabel 6.54
Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2014
Jumlah Luas Kepadatan
Kabupaten Kecamatan
Penduduk (Ha) (Jiwa/Ha)
Tebo Muaro Tabir 18010 69,629.75 0.26
Batanghari Maro Sebo Ulu 33496 88,133.19 0.38
Bathin XXIV 29818 86,044.43 0.35
Sarolangun Air Hitam 29091 67,015.97 0.43
Sumber : Provinsi Jambi Dalam Angka, tahun 2013
3. Kesejahteraan Masyarakat
Kondisi kesejahteraan penduduk TNBD dan sekitar kawasan TNBD masih
kurang sejahtera, hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya mata pencaharian. Mata
pencaharian utama masyarakat sekitar TNBD bertumpu pada PIR-Trans yang
dikembangkan PT SAL. Sedangkan masyarakat etnis Melayu, mayoritas menekuni
usaha tani karet atau sebagai buruh penyadap karet.
Keterbatasan lahan di kawasan ini, merupakan salah satu faktor pemicu terjadi
perambahan kawasan TNBD, untuk perkebunan, oleh masyarakat desa etnis Melayu.
Persoalan lahan perladangan berakibat timbulnya konflik antara Orang Rimba,
khususnya antara kelompok Temenggung Tarib di Sungai Keruh, Pematang Kabau,
dengan masyarakat desa (KKI WARSI).
4. Proyeksi Penduduk
Dalam perencanaan, hal yang turut mempengaruhi perencanaan adalah jumlah
penduduk pada masa yang akan datang. Analisis jumlah penduduk ke depan
dilakukan dengan teknik proyek penduduk dari tahu 2014 sampai dengan tahun 2034.
Untuk jumlah penduduk berdasarkan hasil proyeksi tahun 2014 sampai dengan tahun
2034 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.55
Proyeksi Penduduk Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Tahun
Kabupaten Kecamatan
2014 2019 2024 2029 2034
Tebo Muaro Tabir 17.679 20.573 23.467 26.361 29.255
Batanghari Maro Sebo Ulu 33.331 38.774 44.218 49.661 55.105
Bathin XXIV 29.677 36.172 42.666 49.161 55.655
Sarolangun Air Hitam 28.752 36.041 43.330 50.619 57.908
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2014
Tabel 6.56
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Kecamatan TK SD SLTP SLTA
Muaro Tabir 0 11 3 1
Maro Sebo Ulu 6 24 6 1
Bathin XXIV 10 30 8 2
Air Hitam 9 14 5 1
Sumber: Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun dalam angka
B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas yang
paling banyak terdapat di Kabupaten Batanghari, dengan fasilitas kesehatan
terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah keseruhan sebanyak 39 Unit yang terdapat
di Kecamatan Maro Sebo Ulu. Untuk lebih jelas mengenai sarana kesehatan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.57
Jumlah Sarana Kesehatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Kecamatan Dokter Bidan Puskesmas Pustu Posyandu
Muaro Tabir 0 0 1 3 18
Maro Sebo Ulu 4 1 1 2 39
Bathin XXIV 18 22 8 10 34
Air Hitam 0 8 2 4 18
Sumber: Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun dalam angka
Dengan melihat data sarana kesehatan yang ada, maka perlu dilakukan
analisis kebutuhan jumlah sarana kesehatan yang terdapat di 3 kabupaten yang
termasuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Analisis tersebut
dibutuhkan sebagai pertimbangan rencana pengembangan wilayah yang akan
dilakukan. Adapun rencana penambahan fasilitas kesehatan yaitu dokter berjumlah
42, bidan sebanyak 38, puskesma sebanyak 2, Pustu sebanyak 7 dan posyandu
sebanyak 160 unit.
C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan dilihat dari 3 kabupaten yang termasuk ke dalam Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas. Jumlah fasilitas peribadatan paling banyak yaitu
terdapat pada fasilitas peribadatan berupa Masjid. Kecamatan Air Hitam merupakan
kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas peribadatan terbanyak dibandingkan
dengan fasilitas pendidikan lainnya. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.58
Jumlah Sarana Peribadatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Kecamatan Masjid Musholla Langgar
Muaro Tabir 18 0 0
Maro Sebo Ulu 26 28 0
Bathin XXIV 39 7 0
Air Hitam 27 0 33
Sumber: Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun dalam angka
40
30
20 Masjid
10 Musholla
0 Langgar
Muaro Maro Bathin Air
Tabir Sebo XXIV Hitam
Ulu
Gambar 6.61
Grafik Jumlah Fasilitas Peribadatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Tabel 6.59
Jumlah Sarana Peribadatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Tahun 2014-2034
No Kabupaten/Kota 2014 2019 2024 2029 2034
1 Masjid 46 56 65 75 84
2 Musholla 461 556 651 764 842
3 Langgar 461 556 651 746 842
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.60
Jumlah Sarana Perdagangan dan Niaga Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas
Tahun 2014-2034
No Kabupaten/Kota 2014 2019 2024 2029 2034
2. Karakteristik Prasarana
A. Infrastruktur Jalan
Jaringan Jalan di Provinsi Jambi dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011
mengalami peningkatan sekitar 1-2% pertahunnya. Sedangkan pada tahun 2012 tidak
mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Panjang Jalan yang mengalami
peningkatan hanya terjadi pada Jalan Kabupaten/kota. Total panjang jalan untuk
tahun 2012 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2011 yang
memiliki panjang jalan 12.436 kilometer lebih besar dibandingkan dengan tahun
2010 yang mencapai 11.722 kilometer sedangkan tahun 2009 mencapai 12.436
kilometer.Untuk infrastruktur jalan dapat dilihat pada gambar 6.23 Peta Jaringan
Jalan.
Tabel 6.61
Jaringan Jalan Provinsi Jambi
Tahun
No Status Jalan
2009 2010 2011 2012
1 Jalan Nasional 936 936 936 936
2 Jalan Propinsi 1.025 1.025 1.025 1.025
3 Jalan Kabupaten / Kota 8.411 9.761 10.475 10.475
Total Panjang Jalan 10.372 11.722 12.436 12.436
Sumber : Profil dan Kinerja Perhubungan Darat 2013
Tabel 6.62
Terminal penumpang Angkutan Jalan di Provinsi Jambi
No Kabupaten/Kota Nama Terminal Tipe Luas (m2)
1 Kab. Sarolangun Sarolangun B 20.000
2 Kab. Batanghari Km 5 Muara Tembesi C 5.000
Sumber : Profil dan Kinerja Perhubungan Darat 2013
B. Telekomunikasi
Jumlah sambungan telepon yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Bukit
Duabelas saat sudah cukup banyak, dengan jumlah unit terbanyak terdapat di
Kabupaten Batanghari degan jumlah sambungan sebanyak 4.035 unit. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.63
Jumlah Sambungan Telepon yang Telah Terpasang
Di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
NO KAB/KOTA Jumlah (Unit)
1 Batanghari 4 035
2 Sarolangun 1 545
3 Tebo 2 311
Sumber : PT Telkom Jambi, 2013
Berdasarkan data yang ada, maka untuk rencana pengembangan pada masa
yang akan datang, diperlukan analisis kebutuhan untuk masa yang akan datang.
Untuk proyeksi kebutuhan sambungan telepon yang ada di Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas tahun 2034 yaitu denagn total kebutuhan 18.011.
Gambar 6.62 Peta Jaringan Transportasi Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
C. Air Bersih
Kondisi perkembangan pelayanan air bersih untuk kebutuhan masyarakat
di Wilayah Provinsi Jambi ditunjukan dengan persentase jumlah desa/kelurahan
dengan pemenuhan kebutuhan air bersih bersumber dari PDAM/PAM, air sumur,
sungai/danau, air hujan, dan air kemasan. Ketersediaan infrastruktur dan
pelayanan air bersih di Wilayah Provinsi Jambi masih sangat terbatas.
Tabel 6.64
Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat
Di Provinsi Jambi, Tahun 2010
Pompa
Listrik Sungai Air Air
PAM/PDAM Mata Air TOTAL
Provinsi /Tangan /Danau Hujan Kemasan
/Sumur
Desa % Desa % Desa % Desa % Desa % Desa % Desa %
Jambi 260 19 741 54 54 4 165 12 117 9 35 3 1372 100
Sumber: RTRW Provinsi Jambi
Sistem jaringan sumber daya air merupakan sistem sumber daya air pada
setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah. Wilayah sungai meliputi wilayah
sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis provinsi sedangkan Cekungan
air tanah meliputi cekungan air tanah lintas provinsi.
Pelayanan air bersih untuk setiap rumah tangga dibedakan menurut tipe
rumah dan sumber air baku yang memungkinkan dikembangkan jaringan
perpipaan. Pada wilayah dengan penduduk cukup padat dan jangkauan perpipaan
yang tidak dapat menjangkau, dapat disediakan hidran air. Standar yang
digunakan dalam perhitungan kebutuhan air bersih kawasan TNBD sampai tahun
2034 yaitu mencapai 19,665,629 liter/hari.
D. Listrik
Perkembangan jumlah produksi listrik yang dibangkitkan di Provinsi
Jambi dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah
produksi energi listrik tahun 2011 mencapai 97,89 Gwh lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya 16,71 Gwh.
9 Truk Terbuka 7 m3 1 1 1 2 2
10 Dump-Truck 8 m3 1 1 1 1 2
11 Arm-Roll Truck 10 m3 1 1 1 1 1
Sumber : Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.66
Produksi Limbah dan Kebutuhan Prasarana Penunjang
di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2014-2034
No Keterangan Satuan 2014 2019 2024 2029 2034
1 Jml Penduduk Jiwa 2,701 2857 3247 3638 4028
2 Jumlah Rumah Tangga KK 675 714 812 909 1,007
3 Penduduk yang terlayani Septic Asumsi Terlayani 85% 2,160 2,285 2,598 2,910 3,223
Tank
4 Penduduk yang terlayani MCK Asumsi Terlayani 15% 405 429 487 546 604
5 Kebutuhan Septic Tank untuk Unit (1 Septic Tank = 1 432 457 520 582 645
Keluarga KK)
6 Kebutuhan MCK Unit (1 MCK = 100 jiwa) 4 4 5 5 6
7 Lumpur Tinja Domestik yang lt/hari (30 lt x jlh 222 235 267 299 331
dihasilkan pddk)/365 hari
8 Lumpur Non Tinja lt/hari (20% tinja) 44 47 53 60 66
9 Total Jumlah Lumpur lt/hari 266 282 320 359 397
10 Kebutuhan Mobil Tinja Unit (Kapasitas 4 m3) 0 0 0 0 0
Sumber : Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.67
Dampak Pembangunan Sarana dan Prasarana
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Dampak
No. Program
Primer Sekunder Tersier
1 Perkebunan Konflik lahan Rawan sosial Pertikaian
ketidakpercayaan
keamanan dan
kenyamanan terganggu
Lahan pangan Stock pangan Rawan pangan
berkuran berkurang
Areal hutan berkurang Erosi meningkat Ketersediaan air bersih
berkurang
2 Pertambangan Kerusakan lahan ex Biodiversity Flora dan fauna alami
pertambangan berkurang, lahan musnah
pertanian
berkurang
Pencemaran Kualitas air di Ketersediaan air bersih
tempat tertentu berkurang
menurun
3 Pengembangan Hutan tanaman dan Keragaman Erosi meningkat
kawasan hutan hutan tanaman hayati dan fauna
industri berkurang
4 Program jalur Membendung aliran Menimbulkan Banjir, satwa mati, akses
penghubung air, memutus koridor genangan, satwa masayarakat terputus,
pusat ekonomi satwa, memutus akses stress dan perdagangan dan jasa
permukiman penurunan akses masyarakat di sepanjang
masyarakat dan jalan lama akan collapse
perkebunan rakyat
5 Perwujudan Koridor satwa Satwa stress Satwa punah, konflik
sistem prasarana terganggu satwa dan manusia
transportasi
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.68
Tujuan Konsep Pengembangan Kawasan Penyangga
No. Aspek Tujuan
1. Pusat Pelayanan Adanya pusat pelayanan kawasan penyangga yang bias memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat agar tidak mengganggu kawasan inti.
2. ZonaPemanfaatan Tertatanya zona pemanfaatan di kawasan penyangga sehingga
tidak mengganggu kawasan intidan jalur jelajah satwa (home
range)
3. Infrastruktur Terciptanya infrastruktur yang ramah lingkungan
4. Konservasi Taman nasional Bukit Duabelas ditetapkan sebagai kawasan
ekosistem perlindungan setempat atau kawasan perlindungan provinsi untuk
melindungi koridor jelajah rimba dan jelajah satwa yang belum
diatur dalam perundangan
5. Permukiman Relokasi penduduk yang bukan orang rimba dari kawasan inti
6. Pariwisata Mengembangkan ekowisata, agar wisatawan yang berkunjung
memahami dan bisa berkontribusi untuk menjaga kelestarian
alam
Sumber: Analisis, 2014
Kawasan Inti
Wil.Pelayanan
Wil.Pelayana
n
Wil.Pelayana
n
Gambar 6.64
Ilustrasi Pusat Pelayanan Kawasan Penyangga
B. Permukiman
Permukiman yang akan dikembangkan di kawasan penyangga
diperuntukkan bagi masyarakat setempat dan orang non rimba yang sebelumnya
menempati kawasan inti. Hal ini dilakukan supaya, masyarakat setempat tidak
membangun perumahan di kawasan inti. Selain itu, pengawasan perlu dilakukan
untuk pusat ini, supaya tidak terjadi ekstensifikasi lahan yang bisa mengganggu
kawasan inti.
C. Ekowisata
Taman Nasional Bukit Duabelas memiliki potensi wisata yang sangat
banyak, terutama wisata alam. Potensi yang dapat digunakan untuk pariwisata
diantaranya adalah :
Orang rimba
PP
PS PP Pertanian dan Perkebunan
PS Perlindungan Setempat
Gambar 6.65
Ilustrasi Konsep Pengembangan Infrastruktur
baik didalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas maupun masyarakat yang
terdapat di kawasan penyangga.
sederhana yang paling banyak dibahas di Jawa adalah tumpangsari. Sistem ini,
dalam versi Indonesia, dikenal dengan “taungya”yang diwajibkan di areal hutan
jati di Jawa dan dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial dari
Perum Perhutani. Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk menanam tanaman
semusim di antara pohon-pohon jati muda. Hasil tanaman semusim diambil oleh
petani, namun petani tidak diperbolehkan menebang atau merusak pohon jati dan
semua pohon tetap menjadi milik Perum Perhutani. Bila pohon telah menjadi
dewasa, tidak ada lagi pemaduan dengan tanaman semusim karena adanya
masalah naungan dari pohon. Jenis pohon yang ditanam khusus untuk
menghasilkan kayu bahan bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya terjadi
perubahan pola tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati
monokultur. Sistem sederhana tersebut sering menjadi penciri umum pada
pertanian komersial.
Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga
merupakan campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa adanya tanaman
semusim. Sebagai contoh, kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap
(Erythrina) atau kelorwono disebut juga gamal (Gliricidia)sebagai tanaman
naungan dan penyubur tanah. Contoh tumpangsari lain yang umum dijumpai di
daerah Ngantang, Malang adalah menanam kopi pada hutan pinus.
Gambar 6.66
Sistem Agroforestri Sederhana di Ngantang, Malang Jawa Timur
Bentuk agroforestri sederhana ini juga bisa dijumpai pada sistem pertanian
tradisional.Pada daerah yang kurang padat penduduknya, bentuk ini timbul
sebagai salah satu upayapetani dalam mengintensifkan penggunaan lahan karena
adanya kendala alam, misalnyatanah rawa. Sebagai contoh, kelapa ditanam secara
tumpangsari dengan padi sawah di tanahrawa di pantai Sumatera.
Perpaduan pohon dengan tanaman semusim ini juga banyak ditemui di
daerahberpenduduk padat, seperti pohon-pohon randu yang ditanam pada
pematang-pematangsawah di daerah Pandaan (Pasuruan, Jawa Timur), kelapa atau
siwalan dengan tembakau diSumenep–Madura. Contoh lain, tanah-tanah yang
dangkal dan berbatu sepertidi Malang Selatan ditanami jagung dan ubikayu di
antara gamal atau kelorwono (Gliricidia sepium).
Gambar 6.67
Agroforesti Sederhana: Tembakau ditanam di antara barisan pohon siwalan di
Sumenep, Madura
berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan
„agroforest‟, yang biasanya disebut„hutan‟yang letaknya jauh dari tempat tinggal
(De Foresta, 2000).Contohnya „hutan damar‟ di daerah Krui, Lampung Barat atau
„hutan karet‟ di Jambi.
Gambar 6.68
Perkembangan Sistem Kebun Talun
2 Agroforest
Agroforest biasanya dibentuk pada lahan bekas hutan alam atau semak
belukar yang biasanya diawali dengan penebangan dan pembakaran semua
tumbuhan. Pembukaan lahan ini biasanya dilakukan pada musim kemarau. Pada
awal musim penghujan, lahan ditanami padi gogo yang disisipi tanaman semusim
lainnya (misalnya jagung dan cabe) selama satudua kali panen. Setelah dua kali
panen tanaman semusim, intensifikasi penggunaan lahan ditingkatkan dengan
menanam pepohonan misalnya karet atau damar atau tanaman keras lainnya. Pada
periode awal ini, terdapat perpaduan sementara antara tanaman semusim dengan
pepohonan. Pada saat pohon sudah dewasa, petani masih bebas memadukan
bermacam-macam tanaman tahunan lain yang bermanfaat dari segi ekonomi dan
budaya.
Misalnya, petani sering menyisipkan pohon durian atau duku, di antara
pohon karet atau damar. Tanaman semusim tidak ada lagi karena adanya masalah
naungan. Tumbuhan asli asal hutan yang bermanfaat bagi petani tetap dibiarkan
kembali tumbuh secara alami, dan dipelihara di antara tanaman utama. Contoh
pepohonan yang berasal dari hutan misalnya pulai, kayu laban, kemenyan dan
sebagainya. Pemaduan terus berlangsung pada keseluruhan masa keberadaan
agroforest. Tebang pilih akan dilakukan bila tanaman pokok mulai terganggu atau
bila pohon telah terlalu tua sehingga tidak produktif lagi. Ditinjau dari letaknya,
agroforest biasanya berada di tepian hutan (forest margin)atau berada
ditengahtengah antara sistem pertanian dan hutan. Berdasarkan uraian di atas,
semua agroforest memiliki ciri utama yaitu tidak adanya produksi bahan makanan
pokok. Namun sebagian besar kebutuhan petani yang lain tersedia pada sistem ini,
misalnya makanan tambahan, persediaan bahan bangunan dan cadangan
pendapatan tunai yang lain.Pada prinsipnya, bentuk, fungsi, dan perkembangan
agroforest itu dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan sosial (FAO dan
IIRR, 1995), antara lain sifat dan ketersediaan sumberdaya di hutan, arah dan
besarnya tekanan manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi dan dinamika
usahatani yang dilaksanakan, sifat dan kekuatan aturan sosial dan adat istiadat
setempat, tekanan kependudukan dan ekonomi, sifat hubungan antara masyarakat
setempat dengan „dunia luar‟, perilaku ekologis dari unsur-unsur pembentuk
Gambar 6.69
Agroforester Kompleks: Kebun damar di Krui, Lampung Barat
serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerahyang dikunjunginya. Lebih
baik lagi apabila pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk kegiatan
pelestarian di tingkat lokal. Misalnya dengan cara sekian persen dari keuntungan
dikontribusikan untuk membeli tempat sampah dan membayar orang yang akan
mengelola sampah.
2. Pendidikan
Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur
pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan
yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau
dalam kehidupan seharihari, atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal.
Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam
maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur,
leaflet, buklet atau papan informasi.
3. Pariwisata
Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan
berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga
harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa pariwisata yang
ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan
diterima oleh pasar.
4. Ekonomi
Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi
apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti
transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus
memberikan pendapatan dan keuntungan (profit) sehingga dapat terus
berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan hal itu, yang penting untuk dilakukan
adalah memberikan pelayanan dan produk wisata terbaik dan berkualitas. Untuk
dapat memberikan pelayanan dan produk wisata yang berkualitas, akan lebih baik
apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan
pelestarian di tingkat lokal tetapi juga membantu pengembangan pengetahuan
masyarakat setempat, misalnya dengan pengembangan kemampuan melalui
pelatihan demi meningkatkan jenis usaha/atraksi yang disajikan di tingkat desa.
Recreative and Spotive Plan adalah semua fasilitas yang dapat digunakan
untuk tujuan rekreasi dan olahraga.
Sarana Kepariwisataan
Sarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar
prasarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan
pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka
ragam.
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang
diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan
wisatanya. Suwantoro (2004:22)
Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata
tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secra kuantitatif
maupun kualitatif. Sarana wisata secara kuantitatif menunjuk pada jumlah sarana
wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu
pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang
memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan
sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standar wisata yang
baru, baik secara nasional dan secra internasional, sehingga penyedia sarana
wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kulitas yang akan disediaknnya.
Tabel 6.69
Standar Kelayakan Menjadi Daerah Tujuan Wisata
No. Kriteria Standar Minimal
1 Objek Terdapat salah satu dari unsur alam, sosial ataupun budaya
2 Akses Adanya jalan, adanya kemudahan, rute, tempat parkir, dan harga parkir yang
terjangkau
3 Akomodasi Adanya pelayanan penginapan (hotel, wisma, losmen, dan lain-lain)
4 Fasilitas Agen perjalanan, pusat informasi, salon, fasilitas kesehatan, pemadam
kebakaran, hydrant, TIC (Tourism Information Centre), Guiding (Pemandu
Wisata), plang informasi, petugas yang memeriksa masuk dan keluarnya
wisatawan (petugas entry dan exit)
5 Transportasi Adanya transformasi lokal yang nyaman, variatif yang menghubungkan akses
masuk
6 Catering Service Adanya pelayanan makanan dan minuman (restaurant, rumah makan, warung
6.6.1.2 Kebijakan
Untuk mencapai tujuan penataan ruang KSN Bukit Duabelas diatas, maka
kebijakan-kebijakan untuk mendukung tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
Peningkatan keamanan dan koservasi keanekaragaman hayati
Peningkatan keserasian pemanfaatan ruang kawasan penyangga dan
TNBD
Pengembangan permukiman dan infrastruktur di kawasan penyangga
untuk mendukung konsevasi TNBD
pengaman pada kawasan yang merupaka jalan masuk yang biasa dilalui oleh
masayarakat sekitar untuk masuk ke wilayah inti Taman Nasional Bukit Duabelas.
Pengembangan konsep agroforestri di sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas.
Pengembangan konsep agroforestri akan dikembangan di zona interaksi, zona
interaksi adalah zona konservasi sebagai zona penyangga dalam yang berfungsi
membatasi kegiatan budidaya yang ada di luar kawasan inti Taman Nasional
Bukit Duabelas. Pengembangan pusat kegiatan primer dan sekunder sebagai
pendukung kegiatan ekowisata dan konservasi. Pengembangan struktur dan pola
ruang KSN Taman Nasional Bukit Duabelas selaras dengan isu-isu strategis,
tujuan pengembangan, kebijakan dan strategi pengembangan sebagai berikut:
Tabel 6.70
Keterkaitan Isu Masalah, Kebijakan dan Konsep Ruang
Tujuan
Isu-isu Penataan Perwujudan dalam Perwujudan dalam Pola
Kebijakan Strategi
Masalah Ruang KSN Struktur Ruang Ruang
TNBD
Permasalahan Terwujudnya Peningkatan Mengembangkan Penetapan pusat- Pembangunan green belt di
konflik ruang KSN Taman keamanan dan jalur pengaman pusat pengamanan sepanjang perbatasan TNBD
antara TNBD Nasional koservasi di perbatasan di perbatasan Menyediakan ruang-ruang
dan Bukit keanekaragaman TNBD TNBD dengan bagi pos dan sarana
kecamatan Duabelas hayati Mengembangkan desa-desa yang prasarana pengaman di
yang ada di sebagai desa-desa yang berada di perbatasan TNBD
sekitarnya perlindungan berbatasan sekitarnya Mengarahkan pemanfaatan
ekosistem , sebagai basis Pengembangan lahan di keacmatan-
perlindungan pengamanan prasarana dan kecamatan yang termasuk
tempat hidup TNBD sarana pengamanan dalam kawasan penyangga
orang rimba, Meningkatkan di perbatasan Taman Nasional Bukit
penghidupan jumlah dan TNBD dengan Duabelas
orang rimba, distribusi sarana desa-desa yang
dan daya dan prasarana berada di
tarik wisata pengamanan sekitarnya
nasional TNBD
Meningkatkan
akses terhadap
pusat-pusat
pengamanan
Masalah Peningkatan Mengembangakn Mengembangkan Mengembangkan pola
keserasian keserasian pusat-pusat pusat pusat ruang yang menunjang
pemanfaatan pemanfaatan kegiatan untuk kegiatan untuk fungsi konservai yakni pola
ruang ruang kawasan mendukung mendukung ruang yang bergradasi dari
kawasan penyangga dan konservasi konservasi TNBD lindung ke permukiman
TNBD TNBD Mengembangkan (HL, HP, HPT, HPK,
Mengembangkan infrastruktur Perkebunan, Pertanian dan
infrastruktur wilayah di kawasan Permukiman)
wilayaha di penyangga Mengembangkan kawasan
kawasan khususnya di lindung di kawasan
penyangga untuk Kecamatan Air penyangga untuk
Tujuan
Isu-isu Penataan Perwujudan dalam Perwujudan dalam Pola
Kebijakan Strategi
Masalah Ruang KSN Struktur Ruang Ruang
TNBD
mendukung Hitam yang konservasi dan ekowisata,
konservasi merupakan pintu khususnya di sekitar
TNBD asuk wisatawan Taman Nasional Bukit
Mengembangkan menuju kawasan Duabelas
kegiatan Taman Nasonal
budidaya yang Bukit Duabelas
mendukung
konservasi
TNBD
Menata dan
mengembangkan
kawasan lindung
di kawasan
penyangga dan
memanfaatkanny
a untuk kegiatan
ekowisata
Permasalahan Pengembangan Menata Pengambagan Mengembangkan ruang-
Permukiman permukiman distribusi dan lokasi-lokasi ruang bagi lokasi
berikut PSU dan infrastruktur arah permukiman di permukiman yang
di kawasan pengembangan kawasan mendukug konservasi
penyangga permukiman di penyangga TNBD
untuk perbatasan Revitalisasi Menyediakan lahan-lahan
mendukung TNBD permukiman yang pertanian dan perkebunan
konsevasi Meningkatkan terletak di jarak untuk meningkatkan
TNBD kualitas dan 0,5-1,0Km dari kesejahteraan rakyat di
kuantitas PSU TNBD kawasan penyangga
permukiman Peningkatan sarana Menata permukiman
perbatasan prasarana dan berikut lahan pertanian di
TNBD utilitas desa-desa di sekita TNBD
Mengarahkan permukiman di untuk mendukung
pengembangan kawasan konservasi TNBD
permukiman dan penyangga
PSUnya untuk
mendukung
konservasi
TNBD
Sumber: Hasil Analsis, 2014
berhubungan satu sama lain. Rencana struktur tata ruang mewujudkan hirarki
pusat pelayanan wilayah meliputi sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan,
pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, serta sistem jaringan jalan.
Untuk mensinergiskan rencana struktur ruang kawasan penyangga Taman
Nasional Bukit Duabelas, selain dengan melikat karakteristik wilayah kajian dan
kebutuhan hirarki pusat pelayanan juga dipengaruhi oleh susunan struktur ruang
tiap kabupaten yang termasuk dalam delineasi kawasan penyangga.
Rencana struktur ruang tiap kabupaten yang termasuk dalam delineasi
kawasan penyangga perlu ditinjau sebagai bagian dari upaya menyelaraskan
antara struktur ruang masing-masing kabupaten dan rencana struktur ruang
kawasan penyangga yang akan direncanakan. Berikut merupakan susunan rencana
struktur ruang kabupaten Batanghari, Tebo dan Sarolangun. Untuk lebih jelas
mengenai rencana struktur ruang masing-masing kabupaten, dapat dilihat pada
tabel dan gambar berikut:
Tabel 6.71
Rencana Struktur Ruang Kabupaten
No. Kecamatan Struktur
1. Muaro Tabir Pusat pemerintahan kecamatan,
Pusat perdagangan dan jasa
Pusat kesehatan
Pusat rekreasi, olahraga dan wisata
Pusat pendidikan
Pusat peribadatan
Pusat industri kecil dan kerajinan rumah tangga
Pengembangan jaringan telekomunikasi
Pengembangan sistem sarana dan prasarana
2. Maro Sebo Pusat pemerintahan kecamatan,
Ulu Pusat perdagangan dan jasa sub regional,
Pusat kesehatan,
Pusat pendidikan,
Pusat peribadatan,
Simpul transportasi
daerah pendukung kawasan perkebunan
pusat perdagangan dan jasa
sub-pusat pelayanan pemerintah skala kecamatan
Pengembangan terminal tipe C di Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Bathin XXIV.
Pengembangan jaringan tlekomunikasi
Pengembangan sistem jaringa irigasi
Pengembangan sistem penyediaan air minum
c. Pusat Konservasi
Selain pusat pelayanan untuk kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah
kawasan penyangga, kawasan penyangga juga perlu dilegkapi dengan pusat
d. Pos Pengamanan
Pos pengamanan juga merupakan pusat kegiatan yang melengkapi fungsi
kawasan penyangga sebagai kawasan yang melindungi kawasan inti Taman
Nasional Bukit Duabelas. Pos pengaman diletakkan pada wilayah-wilayah
yang mendapat tekanan dari luar, yaitu merupakan pintu masuk illegal dari
masayarakat sekita Taman Nasional Bukit Duabelas untuk masuk ke dalam
kawasa inti. Hal tersrbut apabila tidak mendapatkan tindakan yang tegas,
maka akan merusak kawasan inti.
Gambar 6.73
Pola Operasional Pengelolaan Persampahan
Kecamatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Gambar 6.74
Typical Saluran Drainase
Gambar 6.75
Penampang Melintang Geometri Sumur Resepan
Tabel 6.72
Kriteria Lokasi Sarana Perdagangan dan Niaga
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Toko / Warung Di tengah kelompok tetangga. Dapat
merupakan bagian dari sarana lain
2 Pertokoan Di pusat kegiatan sub lingkungan
3 Pusat Pertokoan + Pasar Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
4 Lingkungan Pusat Perbelanjaan dan Niaga Terletak di jalan utama. Termasuk sarana
(toko + pasar + bank + kantor) parkir sesuai ketentuan setempat
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Tabel 6.73
Kriteria Lokasi Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Balai Pertemuan Di tengah kelompok bangunan hunian warga, ataupun di akses kluar/masuk dari
2 Pos Hansip kelompok bangunan. Dapat berintegrasi dengan bangunan sarana lain
3 Gardu Listrik Lokasi dan bangunanannya harus mempertimbangkan kemanan dan
kenyamanan
4 Telepon Umum, Bis Surat Lokasinya disebar pada titik-titik strategis atau di sekitar pusat lingkungan
5 Parkir Umum Dialokasikan dapat melayani kebutuhan bangunan sarana kebudayaan dan
rekreasi lain berupa balai pertemuan warga
6 Pos Kamtib Dapat dijangkau dengan kendaraan umum.
7 Pos Pemadam Kebakaran Beberapa sarana dapat digabung dalam satu atau kelompok bangunan pada
8 Agen Pelayanan Pos tapak yang sama.
9 Loket Pembayaran Air Bersih Agen layanan pos dapat bekerja sama dengan pihak yang mau berinvestasi dan
10 Loket Pembayaran Listrik bergabung dengan sarana lain dalam bentuk wartel, warnet, atau warpostel.
Loket pembayaran air bersih dan listrik lebih baik saling bersebelahan.
11 Kantor Polisi Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
12 Stasiun Telepon Otomat dan agen Dapat digabung dalam satu atau kelompok bangunan pada tapak yang sama.
pelayanan gangguan telepon Lokasinya mempertimbangkan kemudahan dijangkau dari lingkungan luar
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Tabel 6.74
Kriteria Lokasi Sarana Kebudayaan dan Rekreasi
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Balai Warga/ Balai Pertemuan Di tengah kelompok tetangga
Dapat merupakan bagian dari bangunan sarana lain
2 Balai Serbaguna / Balai Karang Taruna Di pusat lingkungan
3 Gedung Serbaguna Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
4 Gedung Bioskop Terletak di jalan utama
Dapat merupakan bagian dari pusat perbelanjaan
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Tabel 6.75
Kriteria Lokasi Sarana Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olahraga
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Taman/ Tempat Main RW Di tengah kelompok tetangga
2 Taman/ Tempat Main Di pusat kegiatan lingkungan
Kelurahan Sedapat mungkin berkelompok dengan sarana
pendidikan
3 Taman dan Lapangan Olahraga Terletak di jalan utama
Sedapat mungkin berkelompok dengan sarana
pendidikan
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Gambar 6.76 Peta Rencana Pola Ruang Berdasarkan Dokumen Rencana Daerah
Desa interaksi di belahan sisi luar bagian Selatan, meliputi 6 (enam) desa
dan kesemuanya terletak di wilayah Kecamatan Air Hitam, Kabupaten
Sarolangun. Desa-desa interaksi di wilayah ini, sebagian adalah desa transmigrasi
dan selebihnya merupakan desa etnis Melayu.
B. KAWASAN BUDIDAYA
1 Kawasan Permukiman Permukiman kepadatan B1
sedang dan rendah
2 Kawasan peternakan Peternakan sapi B2
3 Kawasan Pertanian Tanaman pangan B3
4 Kawasan Perkebunan Kelapa sawit dan karet B4
5 Kawasan Hutan Produksi Hutan B5
Sumber : Hasil Rencana, 2014
Tabel 6.78
Sebaran Kawasan Taman Nasional
No Kabupaten %
1 Batanghari 65
2 Sarolangun 15
3 Tebo 20
4 TNBD 100
Tabel 6.79
Jenis dan Asal Dana Pembiayaan Tiap Sektor Pembangunan
No Sektor Pelaksana Sumber Dana
1 Kehutanan dan Dinas Kehutanan dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Perkebunan Perkebunan Kabupaten, Swasta, Loan/BLN
Swasta
2 Pertambangan Dinas Energi dan Sumberdaya APBN, APBD Propinsi, APBD
Mineral Kabupaten, Swasta, Loan/BLN
Swasta
3 Pertanian Dinas Pertanian, Peternakan APBN, APBD Propinsi, APBD
dan Perkebunan Kabupaten, Swasta,
Swasta Masyarakat, Loan/BLN
Masyarakat
4 Prasarana Dasar Dinas Pekerjaan Umum APBN, APBD Propinsi, APBD
Swasta Kabupaten, Swasta,
Masyarakat Masyarakat, Loan/BLN
5 Perdagangan Dinas Perindustrian dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Perdagangan Kabupaten, Swasta,
Swasta/Masyarakat Masyarakat, Loan/BLN
6 Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Olahraga Kabupaten, Swasta,
Swasta Masyarakat, Loan/BLN
Masyarakat
8 Perhubungan Dinas Perhubungan, APBN, APBD Propinsi, APBD
Komunikasi dan Informatika Kabupaten, Swasta,
Swasta Masyarakat, Loan/BLN
Masyarakat
9 Pariwisata Dinas Pariwisata dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Kebudayaan Kabupaten, Swasta, Loan/BLN
Sumber: Hasil Analisis 2014
Tabel 6.80
Indikasi Program KSN Bukit Duabelas
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
PERWUJUDAN STRUKTUR
I
RUANG
A Pusat Pelayanan
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Duabelas dan Kawasan Bukit SeboUlu, yang sah Pemda, dan/atau
Duabelas BathinXXIV dan Swasta
Muaro Tabir
Pemantapan kegiatan ekowisata Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
Taman Nasional Bukit Duabelas Hitam dan/atau Sumber lain ESDM
1.7 yang sah Pemda, dan/atau
Swasta
Pemantapan Pusat Penelitian dan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
Pengembangan Keanekaragaman Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
1.8 Hayati taman Nasional Bukit yang sah Pemda, dan /atau
Duabelas Swasta
Pemantapan Pusat Konservasi Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
Keanekaragaman Hayati Taman Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
1.9 Nasional Bukit Duabelas yang sah Pemda, dan /atau
Swasta
2 Pusat Pelayanan Sekunder
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
fasilitas pendukung kegiatan Hitam dan/atau Sumber lain Pekerjaan
pariwisata yang sah Umum
Kementerian
2.1 ESDM
Kementerian
Parekraf
Pemda, dan/atau
Swasta.
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
fasilitas sosial dan fasilitas umum Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
2.2 SeboUlu, yang sah Umum
BathinXXIV dan Pemda, dan/atau
Muaro Tabir Swasta.
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
sarana dan prasarana kesehatan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kesehatan
2.3 SeboUlu, yang sah Pemda, dan/atau
BathinXXIV dan Swasta.
Muaro Tabir
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
sarana dan prasarana pengamanan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kehutanan
2.4 Kawasan Bukit Duabelas SeboUlu, yang sah Pemda, dan/atau
BathinXXIV dan Swasta
Muaro Tabir
Peningkatan dan pemantapan pusat Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
pemerintahan tingkat Kabupaten Hitam dan/atau Sumber lain Pekerjaan
2.5 yang sah Umum
Pemda, dan/atau
Swasta
Pemantapan fasilitas pendukung Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian PU
kegiatan pariwisata Bukit Duabelas Hitam dan/atau Sumber lain Kementerian
yang sah Parekraf
Kementerian
2.6 ESDM
Kementerian
Pertanian
Pemda, dan/atau
Swasta
Pemantapan fasilitasi sosial dan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian PU
fasilitas umum Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pemda, dan/atau
2.7 SeboUlu, yang sah Swasta
BathinXXIV dan
Muaro Tabir
Pemantapan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
2.8 kesehatan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kesehatan
SeboUlu, yang sah Pemda, dan/atau
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
BathinXXIV dan Swasta
Muaro Tabir
Pemantapan sarana dan prasarana Kecamatan Air Kementerian
pengamanan Kawasan Bukit Hitam, Maro Kehutanan
2.9 Duabelas SeboUlu, Pemda, dan/atau
BathinXXIV dan Swasta
Muaro Tabir
B Sistem Prasarana
1 Transportasi Darat
Pengembangan Terminal C Kecamatan Air APBD, dan/atau Dinas
Hitam, Maro sumber lain yang sah Perhubungan
1.1 SeboUlu, Pemda, dan/atau
BathinXXIV Swasta
Pemantapan fasilitas pendukung Kecamatan Air APBD, dan/atau Dinas
terminal Hitam, Maro Sumber lain yang sah Perhubungan
1.2 SeboUlu, Pemda, dan/atau
BathinXXIV Swasta.
2 Transportasi Sungai
Pemantapan prasarana pelabuhan Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
sungai Hitam Kabupaten dan/atau Sumber lain Perhubungan,
2.1 Sarolangun yang sah Pemda, dan/atau
Swasta.
C Sistem Prasarana Lainnya
Sistem Jaringan Prasarana Listrik
1
Energi Terbarukan
Pengembangan prasarana listrik Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
Hitam, Maro dan/atau Sumber lain ESDM
1.1 SeboUlu, yang sah Pemda, dan/atau
BathinXXIV Swasta.
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Sistem Jaringan Prasarana
2
Telekomunikasi
Pengembangan prasarana Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
telekomunikasi Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kominfo
2.1 SeboUlu, yang sah Pemda, dan/atau
BathinXXIV Swasta.
Sistem Jaringan Prasarana
3
Sumberdaya Air
Rencana jaringan air bersih Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
3.1 SeboUlu, yang sah Umum
BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta
Sistem Jaringan Prasarana
4.
Permukiman
Pengembangan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBD, dan/atau Kementerian
sistem penyediaan air minum Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
4.1 (SPAM) SeboUlu, Umum,
BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta.
Peningkatan dan pemantapan sarana Kecamatan Air APBD, dan/atau Kementerian
dan prasarana sistem penyediaan air Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
4.2 minum (SPAM) SeboUlu, Umum,
BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta.
Pengembangan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBD, dan/atau Kementerian
pengolahan air limbah Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
4.3 SeboUlu, Umum
BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta.
Peningkatan dan pemantapan sarana Kecamatan Air APBD, dan/atau Kementerian
4.4
dan prasarana persampahan Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
SeboUlu, Umum
BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta.
II PERWUJUDAN POLA RUANG
A Perwujudan Kawasan Lindung
Zona L1 (Taman Nasional Bukit
1
Duabelas)
Rehabilitasi, revitalisasi, Kawasan Taman APBN, APBD, Kementerian
pemeliharaan, pengembangan, dan Nasional Bukit dan/atau Sumber lain Kehutanan
peningkatan fungsi Taman Nasional Duabelas yang sah Balai Taman
1.1. Bukit Duabelas Nasional Bukit
Duabelas,
dan/atau
Swasta
Penataan dan rekonstruksi batas-batas Kawasan Taman APBN, APBD, Kementerian
Taman Nasional Bukit Duabelas Nasional Bukit dan/atau Sumber lain Kehutanan
Duabelas yang sah Balai Taman
1.2. Nasional Bukit
Duabelas,
dan/atau
Swasta
Pengembangan wisata Taman Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
Nasional Bukit Duabelas tanpa Hitam dan/atau Sumber lain Pariwisata dan
mengubah bentang alam yang sah Ekonomi Kreatif
1.3. Kementerian
Kehutanan
Pemda, dan/atau
Swasta.
Mengembangkan kegiatan KSN Bukit APBN, APBD, Kementerian
kepariwisataan berdasarkan potensi Duabelas dan/atau Sumber lain Pariwisata dan
1.4.
geopark yang sah Ekonomi Kreatif
Pemda, dan/atau
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Swasta.
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Swasta
Rehabilitasi, revitalisasi, pemantapan, DAS Batanghari APBN, APBD, Kementerian
dan pengukuhan fungsi sempadan dan/atau Sumber lain Kehutanan
3.2 sungai yang sah Pemda, dan/atau
Swasta.
Rehabilitasi, revitalisasi, pemantapan, KSN Bukit APBN, APBD, Kementerian
dan pengukuhan fungsi sempadan Duabelas dan/atau Sumber lain Kehutanan
3.3 embung/bendung/waduk yang sah Pemda, dan/atau
Swasta.
Zona L4 Kawasan Taman Wisata
4.
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Swasta.
B1 (Kawasan Peruntukan
1 Permukiman)
Penyediaan sistem utilitas yang Kecamatan Air APBN, APBD, Kementerian
memadai terutama persampahan, Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
pengolahan air limbah, dan air bersih SeboUlu, yang sah Umum
1.1 BathinXXIV Pemda,dan/atau
Swasta.
B2 (Kawasan Peternakan)
2
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
B3 (Kawasan Budidaya Pertanian
3 tanaman Pangan)
Pengembangan dan peningkatan KecamatanMaro Kementerian
produksi pertanian tanaman pangan SeboUlu, Pertanian
3.1. BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta
Pemantapan produksi pertanian KecamatanMaro Kementerian
tanaman pangan SeboUlu, Pertanian
3.2. BathinXXIV Pemda, dan/atau
Swasta
5 B4 (Perkebunan)
Peningkatan produksi perkebunan KecamatanMaro APBN, APBD, Kementerian
5.1. SeboUlu, dan/atau Sumber lain Pertanian
BathinXXIV yang sah Pemda,dan/atau
Swasta.
6. Zona B5 Kawasan Hutan Produksi
Pemantauan dan pemeriksaan KecamatanMaro APBN, APBD, Kementerian
terhadap pengusahaan kawasan hutan SeboUlu, dan/atau Sumber lain Kehutanan
6.1 produksi yang memerlukan upaya BathinXXIV yang sah Pemda, dan/atau
rehabilitasi dan/reklamasi Swasta
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
3. Pemberian Insentif dan Disinsentif
Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perijinan
skala kecil atau individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan
penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perijinan
skala besar atau kawasan karena dalam skala besar atau kawasan
dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong
pengembangannya secara bersamaan.
4. Pengenaan Sanksi
Merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Tabel 6.81
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi KSN Taman Nasional Bukit Duabelas
Kegiatan/bangunan
Kegiatan/bangunan Kegiatan/bangunan
Kode Zona yang diizinkan
yang diizinkan yang dilarang
bersayarat
L1 TNBD Pos pengamanan Ekowisata tanpa Semua
TNBD, bangunan membuka lahan serta kegiatan/bangunan
penelitian dan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
kegiatan konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
L2 kawasan Pos pengamanan, Ekowisata tanpa Semua
Kegiatan/bangunan
Kegiatan/bangunan Kegiatan/bangunan
Kode Zona yang diizinkan
yang diizinkan yang dilarang
bersayarat
perlindungan bangunan penelitian membuka lahan serta kegiatan/bangunan
mata air dan dan kegiatan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
kawasan konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
resapan air
L3 Kawasan Pos pengamanan, Ekowisata tanpa Semua
Perlindungan bangunan penelitian membuka lahan serta kegiatan/bangunan
Setempat dan kegiatan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
L4 Kawasan Pos pengamanan, Ekowisata tanpa Semua
Taman Wisata bangunan penelitian membuka lahan serta kegiatan/bangunan
dan kegiatan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
B1 Permukiman Perumahan rakyat, Keiatan lain yang Pertambangan,
pertanian, menunjang fungsi industri dan semua
perternakan, permukiman dan kegiatan yang
perikanan, konservasi TNBD mengganggu
perkebunan rakyat, konservasi TNBD
industri kecil,
perkantoran, fasilitas
sosial ekonomi
budaya
B2 Peternakan Peternakan, perikanan Pertambangan, Kegiatan yang
industri dan kegiatan mengganggu
lain dengan syarat konservasi TNBD
tidak menimbulkan
polusi dan menunjang
konservasi TNBD
B3 Pertanian Perumahan rakyat, Industri kecil yang Pertambangan,
peternakan, perikanan tidak berpolusidan industri dan semua
mengganggu kegiatan yang
konservasi TNBD mengganggu
konservasi TNBD
B4 Perkebunan Perumahan rakyat, Pertambangan, Kegiatan yang
peternakan, perikanan industri dan kegiatan mengganggu
lain dengan syarat konservasi TNBD
tidak menimbulkan
polusi dan menunjang
konservasi TNBD
B5 Hutan Bangunan penunjang Ekowisata tanpa Pertambangan,
Produksi kegiatan produksi mengganggu fungsi industri, perkebunan,
serta bangunan bagi hutan produksi dan pertanian dan
kegiatan penelitian menunjang fungsi kegiatan lain yang
dan konservasi TNBD mengganggu fungsi
Hutan Produksi (HP
dan HPT)
Sumber: Hasil Analisis, 2014
1. Bentuk Perizinan
Bentuk izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud meliputi:
a. izin prinsip;
1) Izin prinsip merupakan pertimbangan pemanfaatan lahan berdasarkan
aspek teknis, politis dan sosial budaya.
2) Izin prinsip diberikan kepada setiap orang atau badan hukum yang akan
melakukan kegiatan yang memanfaatkan ruang dan di keluarkan sebagai
dasar dalam pemberian izin lokasi.
b. izin lokasi;
1) Izin lokasi merupakan pemberian izin pemanfaatan ruang untuk suatu
kegiatan.
2) Izin lokasi diberikan kepada setiap orang yang memanfaatkan ruang dan
diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten.
c. izin penetapan lokasi;
1. Insentif
Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan
yang didorong pengembangannya. Insentif dapat berupa insentif fiskal dan atau
insentif non fiskal.
(1) Insentif fiskal dapat berupa:
a. pemberian keringanan pajak; dan/atau
b. pengurangan retribusi.
(2) Insentif non fiskal dapat berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. kemudahan perizinan;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. pemberian penghargaan; dan/atau
i. publikasi atau promosi.
Adapun insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dapat berupa:
a) pemberian keringanan pajak;
b) pemberian kompensasi;
c) pengurangan retribusi;
d) imbalan;
e) sewa ruang;
f) urun saham;
g) penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
h) kemudahan perizinan.
Sedangkan insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
lainnya dapat berupa:
a) pemberian kompensasi dari pemerintah pusat penerima manfaat kepada
daerah pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh daerah penerima
manfaat;
b) kompensasi pemberian penyediaan sarana dan prasarana;
c) kemudahaan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan
oleh pemerintah pusat penerima manfaat kepada investor yang berasal dari
daerah pemberi manfaat; dan/atau
d) publikasi atau promosi daerah.
2. Disinsentif
Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang
dibatasi pengembangannya. Disinsentif dapat berupa disinsentif fiskal dan disinsentif
non fiskal. Disinsentif fiskal yaitu pengenaan pajak yang tinggi. Sedangkan
disinsentif non fiskal antara lain berupa:
a) kewajiban memberi kompensasi;
b) pensyaratan khusus dalam perizinan;
c) kewajiban memberi imbalan; dan/atau
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana atau melangar ketentuan
umum peraturan zonasi;
b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan
berdasarkan RTRW;
d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang
diterbitkan berdasarkan RTRW; dan
e. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Sanksi dikenakan kepada perseorangan dan atau korporasi yang melakukan
pelanggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi tersebut dapat
berupa sanksi administrasi dan atau sanksi pidana.
Sanksi administratif dapat berupa :
1) peringatan tertulis,
2) penghentian sementara kegiatan;
3) penghentian sementara pelayanan umum;
4) penutupan lokasi;
5) pencabutan izin;
6) pembatalan izin;
7) pembongkaran bangunan;
8) pemulihan fungsi ruang; dan/atau
9) denda administratif.
Sanksi pidana diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sanksi pidana dapat berupa tindakan penahanan atau
kurungan, dimana sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang
berakibat terganggunya kepentingan umum. Adapun ketentuan sanksi
berdasarkan UU. No 26/2007 tentang Penataan Ruang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 6.82
Sanksi Berdasarkan Undang - Undang No. 26 Tahun 2007
Jenis Pelanggaran Akibat Sanksi Sanksi Tambahan
Tidak menaati Perubahan Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun Apabila dilakukan oleh suatu korporasi,
rencana tata ruang fungsi ruang dan denda paling banyak Rp selain pidana penjara dan denda terhadap
yang telah 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
ditetapkan. kepada korporasi berupa pidana denda
Kerugian Pidana penjara paling lama 8 (delapan) dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pada
terhadap harta tahun dan denda paling banyak Rp denda
benda atau 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
kerusakan juta rupiah). Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
barang berupa:
Kematian Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
orang tahun dan denda paling banyak b. Pencabutan status badan hukum.
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Memanfaatkan - Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun Setiap orang yang menderita kerugian dapat
ruang sesuai dengan dan denda paling banyak Rp
menuntut ganti kerugian secara perdata
izin pemanfaatan 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). kepada pelaku tindak pidana, sesuai dengan
ruang dari pejabat
Perubahan Pelaku dipidana dengan pidana penjara hukum acara pidana.
yang berwenang;
fungsi ruang paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Kerugian Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
terhadap harta dan denda paling banyak Rp
benda atau 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
kerusakan juta).
barang
Kematian Pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
orang tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Mematuhi - Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
ketentuan yang dan denda paling banyak Rp
berlaku dalam 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
persyaratan izin
pemanfaatan ruang
Memberikan akses - Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
terhadap kawasan dan denda paling banyak Rp
yang oleh ketentuan 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
peraturan
perundang-
undangan
dinyatakan sebagai
milik umum.
Pejabat pemerintah - Dipidana dengan pidana penjara paling