Anda di halaman 1dari 224

Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,

KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

BAB VI
KSN BUKIT DUABELAS

6.1 Profil Wilayah Bukit Duabelas


6.1.1 Profil Wilayah Kabupaten Sarolangun
6.1.1.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Sarolangun
Kabupaten Sarolangun yang dikenal dengan daerah Sepucuk Adat
Serumpun Pseko merupakan kabupaten pemekaran yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 pada tanggal 12
Oktober 1999, bersamaan dengan Kabupaten Tebo, Kabupaten Muara Jambi dan
Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Kabupaten Sarolangun dengan posisi wilayah terletak antara 1020 03‟ 39”
BT sampai 1030 13‟ 17” BT dan 010 53‟ 39” LS sampai dengan 020 41‟ 02”
dengan luas wilayah lebih kurang 617.400 Ha atau sekitar 6.174 Km 2 yang
terletak didaerah dataran rendah dengan ketinggian antara 10 sampai dengan 1000
meter dari permukaan laut (dpl), dengan pembagian wilayah dan batas wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Batangharidan
Kabupaten Tebo
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Provinsi Sumatera Selatan
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Merangin
d. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Batangharidan
Provinsi Sumatera Selatan.
Kabupaten Sarolangun memiliki wilayah seluas 6.174 km2 terdiri dari 10
kecamatan, 9 kelurahan dan 134 Desa, dimana Kecamatan Pauh merupakan
kecamatan terluas di kabupaten ini, dengan luas 1.770 km2 (28,67%). Sedangkan
Kecamatan Singkut merupakan kecamatan dengan luas paling kecil, yakni seluas
173 km2 ( 2,81%). Peta administrasi Kabupaten Sarolangun dapat dilihat pada
Gambar 6.1

Laporan Akhir | VI - 1
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.1 Peta Administrasi Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 2
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.1.2 Karakteristik Fisik


A. Ketinggian dan Kemiringan Tanah
Berdasarkan analisis terrain pada Shuttle Radar Topography Mission 90 m
(NASA, 2000), dilanjutkan dengan verifikasi lapang, bahwa Kabupaten
Sarolangun didominasi oleh bentuk wilayah berombak (23,49%) dan datar
(23,32%), kemudian diikuti oleh bentuk wilayah bergelombang yang mencapai
18,29% dari luas kabupaten. Bentuk wilayah berbukit mencapai 11,90%, berbukit
kecil sekitar 6,62% dan cekung sekitar 5% sisanya 11,38% merupakan daerah
dengan bentuk wilayah bergunung.
Hasil analisa mengindikasikan bahwa sekitar 88,51% wilayah Kabupaten
Sarolangun potensial untuk pertanian. Tabel 6.1 menyajikan bentuk wilayah
Kabupaten Sarolangun beserta luasnya. Penyebarannya yang terliput dalam
Shuttle Radar Topography Mission 90 m (NASA, 2000) disajikan pada Gambar
6.2
Tabel 6.1
Bentuk Wilayah Kabupaten Sarolangun
Bentuk Wilayah Lereng Luas
Ha %
Cekung <1% 30.858 5,00
Datar 0–3% 143.973 23,23
Berombak 3–8% 145.039 23,49
Bergelombang 8 – 15 % 112.917 18,29
Berbukit Kecil 15 – 25 % 40.847 6,62
Berbukit 25 – 40 % 73.487 11,90
Bergunung > 40 % 70.279 11,38
Total 617.400 100,00%
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam Angka, 2014

B. Geologi
Berdasarkan peta geologi skala 1 : 250.000 (Puslitbang Geologi, 1995;
1996), wilayah Kabupaten Sarolangun terliput dalam 2 (dua) lembar peta, yaitu
Lembar Sarolangun (0913) dan Muaro Bungo (0914). Berdasarkan peta tersebut,
Kabupaten Sarolangun terbentuk atas batuan sedimen yang termasuk ke dalam
Formasi Palembang Anggota Atas (Qtpv), Tengah (Tppp) dan Bawah (Tmpl).
Setempat-setempat pada bagian punggung antiklin terdapat batuan sedimen yang
berumur lebih tua yang termasuk ke dalam Formasi Telisa Anggota Atas (Tmts).

Laporan Akhir | VI - 3
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Pada bagian barat dan barat daya Kabupaten Sarolangun terdiri dari
Kompleks batuan Gunungapi Terobosan berumur Tersier (Tov, Kgr dan Ppv).
batuan Metamorfik berumur Pretersier (Jrs dan Ptsb) dan Kerucut Volkan G.
Ungkat yang merupakan Batuan Volkanik berumur Kuarter. Endapan Aluvial dan
Bahan Organik terdapat di sekitar jalur aliran sungai besar dan pelembahan
tertutup yang umumnya relatif dekat dengan jalur aliran sungai. Peta Geologi
dapat dilihat pada gambar 6.3

C. Jenis Tanah
Tanah merupakan hasil pembentukan faktor-faktor pembentuk tanah yang
terdiri dari bahan induk, iklim, topografi, waktu dan organism (Buol et al., 1980).
Bahan induk dan iklim merupkan faktor pembentuk tanah dominan. Kedua faktor
pembentuk tanah tersebut mempengaruhi sifat-sifat fisik-kimia dan mineralogy
tanah. Tanah yang terbentuk bersama-sama dengan faktor iklim juga menentukan
jenis dan penyebaran tanaman. Berdasarkan hasil verifikasi lapang, tanah-tanah
yang dijumpai di Kabupaten Sarolangun digolongkan ke dalam 6 ordo tanh, yaitu
: Histosols, Entisol, Inceptisols, Alfisols, Oxisols dan Ultisols (Key to Soil
Taxonomy, 2003). Tanah-tanah yang dijumpai di Kabupaten Sarolangun dan
padanannya menurut system klasifikasi tanah nasional (Dudal dan
Soepraptohardjo, 1966) disajikan pada Tabel berikut dan Peta jenis tanah dapat
dilihat pada gambar 6.4

Tabel 6.2
Tanah-tanah yang Dijumpai di Kabupaten Sarolangun menurut
Klasifikasi Tanah
Dudal dan
Keys to Soil Taxonomy (2003) Soepraptohardjo
(1966)
Sub
Ordo Grup Sub Grup Jenis Tanah
Ordo
Typic
HISTOSOLS Hemists Haplohemists Organosol
Haplohemists
Typic
ENTISOLS Fluvents Udifluvents Aluvial Coklat
Udifluvents
Humic
Latosol Coklat
Eutrudepts
INCEPTISOLS Udepts Eutrudepts
Typic
Latosol Coklat
Eutrudepts

Laporan Akhir | VI - 4
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Oxic Padsolik Coklat


Dystrudepts Kekuningan
Humic Padsolik Coklat
Dystrudepts
Dystrudepts Kekuningan
Typic Padsolik Coklat
Dystrudepts Kekuningan
Fluvaquentic
Glei Humus
Endoaquepts
Aquepts Endoaquepts
Typic
Glei Humus
Endoaquepts
Humic Mediteran Merah
Hapludalfs Kekuningan
ALFISOLS Udalfs Hapludalfs
Typic Mediteran Coklat
Hapludalfs Kekuningan
Padsolik Coklat
Typic Kekuningan dan
OXISOLS Udox Kandiudox
Kandiudox Latosol Coklat
Kekuningan
Typic
Udults Hapludults Padsolik Coklat
Hapludults
ULTISOLS
Typic
Humults Haplohumults Padsolik Coklat
Haplohumults
Sumber : Keys Soil Taxonomy (2003) dan Pandanannya menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1966)

Laporan Akhir | VI - 5
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.2 Peta Kemiringan Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 6
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.3 Peta Geologi Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 7
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 8
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

D. Hidrologi
Di Kabupaten Sarolangun mengalir 4 sungai besar, yaitu B. Merangin, B.
Tembesi, B. Asai dan B. Limun. Uraian masing-masing sungai tersebut adalah
sebagai berikut :
Batang Merangin berhulu di D. Tujuh melewati Sungai Manau, Kota Bangko
(Ibukota Kab. Merangin) menuju Kabupaten Sarolangun. Di Kabupaten
Sarolangun, Batang Merangin ini bermuara di Sungai Pelakar dan di Desa Batu
Kucing (wilayah Kecamatan Pauh), yang selanjutnya B. Merangin bermuara ke B.
Tembesi.
Batang Tembesi berhulu di G. Masurai (2.935 m) yang merupakan deretan
Pegunungan Bukit Barisan. Dari G. Masurai melewati jangkat dan Muara Siau
terus ke Perkotaan Sarolangun. Di Kabupaten Sarolangun ke. B. Tembesi
bermuara S. Sekamus, S. Kolang, S. Penarun, S. Selembau dan B. Limun. Setelah
melewati wilayah Kabupaten Sarolangun B. Tembesi terus ke utara menuju
Kabupaten Batanghari.
Batang Asai berhulu di G. Gedang (2.447 m), wilayah Kecamatan Batang
Asai. Sungai ini melewati dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Batang dan
Kecamatan Limun. Sebelum bermuara ke S. Limun di Ma. Limun, Sungai B. Asai
bermuara ke beberapa sungai, diantaranya S. Tangkui, S. Kinantan, S. Merandang,
S. Melinau, S. Penetai, S. Pebaik, S. Perambil dan S. Belakang.
Batang Limun bermuara ke Muara B. Limun di sekitar Perkotaan Sarolangun
dan selanjutnya ke B. Tembesi. Sungai B. Limun ini bermuara S. B. Limun, S.
Kutur, S. Mensao, S. Mengkadai, Bt. Rebah, S. Singkut dan S. Jelapang. Untuk
mendukung usaha pertanian di Kecamatan Limun, telah dibangun DAM KUTUR
yang mengairi daerah persawahan di sekitar Kecamatan Limun namun belum
termanfaatkan secara optimal.

6.1.1.3 Karakteristik Penggunaan Lahan


Berdasarkan data yang didapatkan, penggunaan lahan di daerah penelitian
dapat dikelompokkan menjadi 10 satuan penggunaan lahan, yaitu sawah, kebun
campuran, kebun karet rakyat, kebun kelapa sawit, belukar, hutan, rumput alang-
alang, permukiman dan genangan.

Laporan Akhir | VI - 9
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.3
Tipe Penggunaan Lahan dan Luasnya di Kabupaten Sarolangun
Luas
Tipe Penggunaan Lahan
Ha %
Sawah 3.819 0,62
Kebun Campuran 36.026 5,84
Kebun karet rakyat 80.762 13,08
Kebun kelapa sawit 33.416 5,41
Belukar 198.614 32,17
Hutan 259.789 42,08
Rumput alang-alang 2.827 0,48
Permukiman 1.441 0,23
Genangan 708 0,11
TOTAL 617.400 100
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam Angka, 2013

6.1.1.4 Karakteristik Ekonomi


Penerimaan daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Sarolangun diperoleh dari berbagai sumber
diantaranya berasal dari pendapatan asli daerah, berupa sisa lebih perhitungan
anggaran tahun yang lalu, pajak dan retribusi daerah, bagi hasil pajak dan bagi
hasil bukan pajak, dana perimbangan berupa dana alokasi umum dan penerimaan
lain-lain yang sah.
Perekonomian Kabupaten Sarolangun didukung oleh beberapa sektor, antara lain:
 Tanaman Pangan
Produksi padi di Kabupaten Sarolangun tahun 2012 sebanyak 59.288 ton,
bila dibandingkan antara tahun 2011 dengan 2012 mengalami peningkatan
sebesar 4,13%, sedangkan untuk produksi palawija, ketala pohon dan
ketela rambat dari tahun 2009-2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
 Perkebunan
Potensi perkebunan di Kabupaten Sarolangun cukup menjanjikan dan pada
umumnya adalah perkebunan rakyat dengan jenis tanaman terbanyak
adalah karet dengan luas tanaman pada tahun 2012 seluas 123.081 Ha.
Jenis tanaman perkebunan kedua terbanyak adalah kelapa sawit dengan
luas tanaman 9.145Ha. Sebagian besar dari perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Sarolangun adalah perkebunan milik perusahaan baik swasta
ataupun BUMN.

Laporan Akhir | VI - 10
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.5 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 11
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.1.5 Karakteristik Sosial Kependudukan Kabupaten Sarolangun


Jumlah penduduk Kabupaten Sarolangun tahun 2012 yaitu berjumlah 246.245
Jiwa, sedangkan jumlah penduduk tahun 2012 adalah sebanyak 259.963 Jiwa.
Jumlah dan Tingkat Kepadatan penduduk Kabupaten Sarolangun dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 6.4
Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Sarolangun Tahun 2012
Jumlah Tingkat
No. Kecamatan Luas (Km2) Penduduk Kepadatan
(Jiwa) Penduduk
1 Batang Asai 858 16.190 19
2 Limun 799 16.258 20
3 Cermin Nan Gedang 320 11.453 36
4 Pelawan 330 29.607 90
5 Singkut 173 38.276 221
6 Sarolangun 319 49.993 157
7 Bathin VIII 498 18.321 37
8 Pauh 1.770 21.649 12
9 Air Hitam 471 25.649 54
10 Mandiangin 636 32.281 51
Jumlah 6.174 259.963 42
Sumber : Sarolangun Dalam Angka 2013

Dari data diatas dapat dilihat bahwa laju rata-rata kepadatan penduduk
Kabupaten Sarolangun adalah sebesar 42 jiwa/Km2.

Laporan Akhir | VI - 12
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.6 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 13
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.1.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana


A. Sarana Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan Kabupaten Sarolangun dengan jumlah fasilitas
pendidikan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas pendidikan Sekolah Dasar
(SD). Kecamatan Batang Asai merupakan kecamatan dengan jumlah sarana
pendidikan terbanyak. Untuk lebih jelas mengenai jumlah sarana pendidikan dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.5
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Sarolangun
Kecamatan TK SD SLTP SLTA
Batang Asai - 33 8 1
Limun - 26 9 1
Cermin Nan Gedang - 16 3 -
Pelawan - 21 3 1
Singkut 1 14 3 1
Sarolangun 2 24 5 2
Bathin VIII 1 21 5 1
Pauh - 16 5 1
Air Hitam - 13 3 1
Mandiangin - 33 9 2
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam angka

35
30
25
20 TK
15 SD
10 SLTP
5 SLTA
0

Gambar 6.7
Grafik Jumlah Fasilitas Kawasan Pendidikan Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 14
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Sarolangun, dengan fasilitas
kesehatan terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 43
yang terdapat di Kecamatan Sarolangun. Untuk lebih jelas mengenai sarana
kesehatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.6
Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Sarolangun
Kecamatan Dokter Bidan Puskesmas Pustu Posyandu
Batang Asai 1 1 1 6 34
Limun - 1 2 10 37
Cermin Nan Gedang - 2 1 2 19
Pelawan 1 2 1 3 18
Singkut - 1 1 3 36
Sarolangun 2 3 1 3 43
Bathin VIII - 9 1 4 19
Pauh - - 1 7 20
Air Hitam - 8 2 4 18
Mandiangin - - 2 9 53
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam angka

60
50
40 Dokter
30 Bidan
20 Puskesmas
10
Pustu
0
Posyandu

Gambar 6.8
Grafik Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Sarolangun

C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di kabupaten Sarolangun. Jumlah
fasilitas peribadatan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas peribadatan berupa
Masjid. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Laporan Akhir | VI - 15
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.7
Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Sarolangun
Kecamatan Masjid Musholla Langgar
Batang Asai 47 1 25
Limun 38 - 16
Cermin Nan Gedang 17 2 9
Pelawan 47 2 42
Singkut 70 4 84
Sarolangun 36 4 38
Bathin VIII 20 1 39
Pauh 38 1 15
Air Hitam 27 - 33
Mandiangin 17 1 17
Sumber: Kabupaten Sarolangun dalam angka

100
80
60
Masjid
40
Musholla
20
Langgar
0

Gambar 6.9
Grafik Jumlah Fasilitas Peribadatan Kabupaten Sarolangun

6.1.2 Profil Wilayah Kabupaten Batanghari


6.1.2.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Batanghari
Kabupaten Batanghari terletak di bagian Tengah Propinsi Jambi dengan
luas Wilayah 5.804,83 km2. Kabupaten Batanghari secara geografis terletak pada
posisi 1º15‟ sampai dengan 2º2‟ Lintang Selatan dan diantara 102º30‟ Bujur
Timur sampai dengan 104º30‟ Bujur Timur. Dalam lingkup propinsi letak
Kabupaten Batanghariberada di wilayah bagian Tengah Propinsi dan merupakan
daerah perbukitan.
Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Batanghari berbatasan dengan :
 Sebelah Utara : Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
 Sebelah Selatan : Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Musi
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.

Laporan Akhir | VI - 16
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Sebelah Timur : Kabupaten Muaro Jambi.


 Sebelah Barat : Kabupaten Tebo.
Wilayah administrasi Kabupaten Batanghari terdiri dari 8 (delapan)
Kecamatan yang meliputi 13 (tiga belas) Kelurahan dan 100 (seratus) Desa
dengan berbagai perbedaan perkembangan, baik karena potensi geografis, sumber
daya alam, sumber daya manusia maupun karena pembangunan prasarana pada
masing-masing kecamatan dan antar kecamatan. Dilihat dari aspek geografis,
Kabupaten ini mempunyai letak yang strategis karena merupakan lalu lintas yang
menghubungkan kawasan Barat Sumatera.
Untuk lebih jelasnya mengenai luas wilayah Kabupaten Batanghari per
kecamatan pada tabel di bawah ini

Tabel 6.8
Pembagian Luas Wilayah Per Kecamatan
Di Kabupaten Batanghari
Tahun 2012
Prosentase terhadap
Luas
No Kecamatan Luas Total
(Km2)
(persen)
1 Maro Sebo Ulu 906,33 15,61
2 Mersam 801,90 13,82
3 Batin XXIV 904,14 15,58
4 Muara Tembesi 419,77 7,23
5 Maro Sebo Ilir 129,06 2,22
6 Muara Bulian 417,97 7,20
7 Bajubang 1.203,51 20,73
8 Pemayung 1.022,51 17,61
Jumlah 5.804,83 100,00
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013

6.1.2.2 Karakteristik Fisik


Wilayah Kabupaten Batanghari secara umum adalah berupa daerah
perbukitan dengan ketinggian berkisar antara 0 - 500 meter dari permukaan laut.
Secara rinci kondisi rata-rata ketinggian wilayah Kabupaten Batanghari dapat
dilihat pada Tabel 4.10. Pada tabel tersebut terlihat daerah dengan ketinggian 0-10
meter diatas permukaan laut dengan sebaran sebesar 284.563 hektar atau sekitar
52,69%, dengan jumlah terbesar berada di Kecamatan Pemayung dengan luasan
sekitar 66.723 hektar.

Laporan Akhir | VI - 17
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Sebagian besar wilayah Kabupaten Batanghari berada pada daerah aliran


sungai (DAS) Sungai Batanghari dengan rawa-rawa yang sepanjang tahun
tergenang air. Secara geomorfologis wilayah Kabupaten Batangharimerupakan
daerah landai yang memiliki kemiringan berkisar antara 0 - 8 persen (92,28
persen).
Tabel 6.9
Rata-rata Ketinggian Daerah Kabupaten Batang Hari
Dari Permukaan Air Laut Menurut Kecamatan
0 – 10 11 – 100 101 - 500
No Kecamatan Luas Luas
% Luas (Ha) % %
(Ha) (Ha)
1 Maro Sebo Ulu 61.064 21,45 21.514 15,72 16,823 14,17
2 Mersam 41.284 41,51 18.644 13,63 15,959 13,44
3 Batin XXIV 37.701 13,25 11.025 8,06 31,425 26,47
4 Muara Tembesi 16.415 5,77 10.640 7,78 12,501 10,53
5 Maro Sebo Ilir 15.199 5,34 8.444 6,17 6,755 5,69
6 Muara Bulian 21.602 5,79 18,387 13,44 15,597 13,14
7 Bajubang 24.575 8,64 17,358 12,68 13,359 11,25
8 Pemayung 66.723 23,45 30,818 22,52 6,308 5,31
Jumlah 284.563 100,00 136.830 100,00 118.727 100,00
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013

Kecamatan yang terletak didaerah hulu Sungai Batanghari cenderung lebih


bergelombang dibandingkan daerah hilirnya. Daerah bergelombang terdapat di
Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kecamatan Batin XXIV, Kecamatan Mersam dan
Kecamatan Maro Sebo Ilir. Kecamatan Muara Tembesi, Kecamatan Muara
Bulian, Kecamatan Bajubang dan Kecamatan Pemayung memiliki topografi yang
cenderung lebih datar/landai sedangkan daerah dengan topografi miring dalam
wilayah Kabupaten Batanghari bisa dikatakan tidak ada.

Tabel 6.10
Kategori Kecamatan di Kabupaten Batanghari Berdasarkan Topografi
No Kategori Topografi Kecamatan
1 Daerah Batin XXIV, Maro Sebo Ulu, Mersam dan Maro Sebo
Bergelombang Ilir
2 Daerah Miring -
3 Daerah Datar Muara Tembesi, Muara Bulian, Bajubang, dan
Pemayung
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 18
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.10 Peta Administrasi Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 19
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.11 Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | IV - 20
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

A. Iklim
Kabupaten Batanghari beriklim tropis dengan temperatur udara berkisar
antara 20 - 30 derajat celcius. Hasil pengamatan dalam 5 (lima) tahun terakhir
menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata pertahun berkisar antara 1.900-3.000
mm dengan kelembaban antara 62,66 - 84,55 persen serta penyinaran berkisar
antara 89,3 - 133,9 persen. Curah hujan di Kabupaten Batanghari selama tahun
2010 berjumlah 2.560,3 mm dengan banyaknya hari hujan 175 hari. Rata-rata
curah hujan per bulan berkisar 185,8 mm sementara rata-rata jumlah hari hujan
perbulan adalah 12 hari. Tabel 4.12. berikut ini menyajikan jumlah curah hujan
dan banyaknya hari hujan yang dirinci perbulan dalam tahun 2012.
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu sebesar 379,4 mm
sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 76,1 mm,
sementara hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari yaitu selama 17 hari
dan yang paling sedikit adalah pada bulan Agustus yaitu hanya 5 hari hujan.

Tabel 6.11
Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan
di Kabupaten Batanghari(mm)
Curah Hujan Hari Hujan
No Bulan
(mm) (Hari)
1 Januari 280,9 17
2 Februari 313,4 12
3 Maret 158,3 10
4 April 379,4 16
5 Mei 142,4 13
6 Juni 121,3 16
7 Juli 119,5 13
8 Agustus 76,1 5
9 September 150,1 8
10 Oktober 106,3 8
11 Nopember 176,2 14
12 Desember 206,2 16
Rata-rata 185,8 12
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013

B. Kondisi Geologi
Kondisi geologi dan struktur tanah yang terdapat dalam wilayah
Kabupaten Batanghari antara lain didominasi oleh Neogin seluas 283.986 Ha
diikuti endapan seluas 171.662 Ha dan Tufa Vulcan seluas 84.472 Ha. Kondisi

Laporan Akhir | VI - 21
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

geologi wilayah Kabupaten Batang hati secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6.12
Kondisi Geologi Kabupaten Batanghari
No Kecamatan Neogin Endapan Tufa Vulcan
Ha Persen Ha Persen Ha Persen
1 Bajubang 27.380 9,64 1.717 1,00 1.301 1,54
2 Batin XXIV 33.750 11,88 14.154 8,25 32.247 38,17
3 Maro Sebo Ilir 31.196 10,98 12.900 7,51 11.196 13,25
4 Maro Sebo Ulu 74.660 26,29 14.745 8,59 9,996 11.83
5 Mersam 43.353 15,26 25.315 14,75 7.219 8,55
6 Muara Bulian 2.410 0,87 48.164 28,06 5.012 5,93
7 Muara Tembesi 17.415 6,13 11.490 6,69 10.651 12,61
8 Pemayung 53.822 18,95 43.177 25,15 6.850 8,12
Jumlah 283.986 100 171.662 100 84.472 100
Sumber : BatanghariDalam Angka Tahun 2013

C. Kondisi Hidrogeologi
Kondisi hidrologi suatu daerah ditentukan oleh struktur geologinya,
struktur geologi Kabupaten Batanghari merupakan daerah pertambangan minyak
dan gas bumi serta bebatuan lain seperti batu bara yang merupakan bebatuan
muda hingga kedalaman tertentu terdapat beberapa akifer yang relatif dalam yang
berperan sebagai kantong air tanah dengan kandungan logam/mineral yang relatif
tinggi.
Wilayah Kabupaten Batanghari dilalui oleh dua sungai besar yaitu Sungai
Batang Tembesi dan Sungai Batanghari. Beberapa sungai lainnya yang relatif
besar antara lain adalah Sungai Dangun Bangko, Sungai Kayu Aro, Sungai
Rengas, Sungai Lingkar, Sungai Kejasung Besar, dan Sungai Jebak. Disamping
sungai besar tadi terdapat pula beberapa sungai Kecil yang merupakan anak-anak
sungai yaitu Sungai Aur, Sungai Bacang dan lain-lain
Sungai Batanghari yang menjadi sungai utama di wilayah ini dapat
dijadikan sebagai sumber kebutuhan air bersih dan sumber untuk pertanian sawah,
dengan demikian Sungai Batanghari mempunyai arti yang sangat penting bagi
masyarakat. Sungai Batanghari disamping dapat menghasilkan berupa perikanan
dan pertambangan pasir – batu juga digunakan sebagai prasarana transportasi,
prasarana irigasi, dan sumber air baku. Kondisi hidrologi, wilayah Kabupaten
Batanghari dipengaruhi oleh DAS Batanghari dan DAS Batang Tembesi.

Laporan Akhir | VI - 22
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.12 Peta Geologi Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 23
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.2.3 Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan di Kabupaten Batanghari terdiri dari penggunaan lahan
sawah dan penggunaan bukan lahan sawah. Penggunaan lahan paling besar adalah
penggunaan lahan bukan lahan sawah yaitu sebesar 156.430 Ha, yang sebagaian
besar didominasi oleh penggunaan lahan Tegal/Kebun yaitu sebesar 49.237 Ha.
Perubahan guna lahan yang terjadi di Kabupaten Batanghari, hampir
semua terjadi pada penggunaan lahan bukan lahan sawah, kecuali hutan negara
ynag tidak mengalami perubahan guna lahan. Untuk lebih jelasnya mengenai
perubahan pengunaan lahan di Kabupaten Batanghari dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 6.13
Perkembangan dan Kecenderungan Perubahan Penggunaan Lahan
di Kabupaten Batanghari
No Jenis Penggunaan Lahan Luas Penggunaan (Ha)
2007 2008 2009
A Lahan Sawah 43.747 44.271 44.847
1 irigasi Teknis 3.364 3.364 4.125
2 Irigasi Setengah teknis 3.755 3.755 2.994
3 Irigasi Sederhana 706 706 979
4 Irigasi Desa/Non PU 2.899 2.899 2.636
5 Tadah Hujan 31.630 32.154 32.710
6 Pasang Surut
7 Lebak 1.174 1.174 1.259
8 Polder dan Lainnya 219 219 144

B Bukan Lahan Sawah 156.954 156.430 155.854


1 Pekarangan 18.489 34.226 122.685
2 Tegal/Kebun 34.922 49.237 40.973
3 Ladang/Huma 49.861 30.617 41.838
4 Padang Rumput 44 1.552 1.547
5 Hutan Rakyat 1.552 4.496 4.479
6 Hutan Negara 6.463 6.463 477
7 Perkebunan 30.765 44 44
8 Lain-lain 8.573 480 480
9 Sementara tidak diusahakan 480 2.316 2532
10 Rumah, Bangunan dan Halaman 17.773 17.169
11 Rawa-rawa 767 764 6.463
12 Tambak 4.569 472 764
13 Kolam/Tebat/Empang 469 7.99 8.038
Jumlah 200.701 200.701 200.701
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 24
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.13 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 25
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.2.4 Karakteristik Perekonomian


Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya
peranan masing-masing sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa.
Struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing
sektor tersebut menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap
kemampuan berproduksi dari masing-masing sektor. Sehingga diharapkan dengan
melihat kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB
akan diperlukan dalam menyusun perencanaan pembangunan.
Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 27,58 persen. Sub sektor
tanaman perkebunan masih memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan
peranan dari sektor ini, yaitu sebesar 14,30 persen.
Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, sumbangan untuk tahun ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 19,09
persen. Dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sub sektor perdagangan besar
dan eceran, yaitu sebesar 18,47 persen atau sebanyak 96,75 persen dari kontribusi
nilai tambah bruto sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap pembentukan
PDRB Kabupaten Batanghari.
Pada urutan ketiga adalah sektor Jasa-jasa, sektor ini memberikan
kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Batanghari sebesar 17,27 persen.
Kebijakan pemerintah dalam menambah belanja pegawai, mempunyai peranan
yang cukup besar dalam meningkatkan kontribusi sub sektor pemerintahan dan
pertahanan. Sub sektor ini menyumbang sebanyak 93,34 persen terhadap
pembentukan nilai tambah sektor sektor jasa–jasa. Hal inilah yang menjadikan
sektor jasa–jasa sebagai kontributor terbesar urutan ketiga dalam perekonomian
Kabupaten Batanghari.
Dalam Sektor Pertambangan dan Penggalian, sub sektor penggalian
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,71 persen, tetapi sub
sektor ini sebenarnya hanya memberikan kontribusi yang tidak terlalu besar
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Batanghari yaitu hanya sebesar 0,91
persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Batanghari. Sedangkan dalam
pembentukan nilai tambah di sektor pertambangan dan penggalian ini, sumbangan

Laporan Akhir | VI - 26
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

terbesar berasal dari sub sektor minyak dan gas bumi, yaitu sebanyak 80,04
persen.
Luas panen padi tahun 2012 seluas 7.977 hektar. Apabila dibandingkan
dengan tahun 2011, luas panen padi berkurang 701 hektar atau terjadi
penurunanan 8,08 persen. Luas panen padi sawah mengalami penurunan sebesar
8,01 persen. Sedangkan luas panen padi ladang menurun 9,17 persen. Produksi
padi sawah juga mengalami penurunana sebesar 10,3 persen dari tahun
sebeliumnya. Luas panen jagung pada tahun 2012 adalah 215 hektar.
Dibandingkan dengan luas panen pada tahun 2011, terjadi peningkatan luas panen
sebsar 92 hektar atau naik sebesar 74,8 persen. Sementara itu, luas panen kedelai,
ubi jalar, kacang tanah dan ubi kayu menurun masing-masing sebesar 28,8 persen,
36,17 persen, 43,24 persen dan 21,74 persen dibandingkan tahun 2011 berbeda
halnya dengan luas panen kacang hijau yang mengalami kenaikan sebesar 200
persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Perkebunan
Di Kabupaten Batanghari, sebagian besar lahan pertanian digunakan untuk
perkebunan yang luasnya mencapai 191.486 hektar. Areal perkebunan lebih
banyak digunakan untuk perkebunan karet dan kelap sawit. Luas areal perkebunan
karet tahun 2011 adalah 112.093 hektar. Komoditas karet dan kelapa sawit
mengalami peningkatan produksi masing-masing sebesar 6,63 dan 5,06 persen
dibandingkan tahun 2010. Beberapa komoditas lain yang juga mengalami
peningkatan produksi antara lain kelapa dalam (0,45 persen), lada (14,29 persen),
aren 9,38persen) dan pinang (10 persen), sementara itu, beberapa komoditas yang
mengalami penurunan produksi yaitu kelapa hibrida, kopi, kakao dan kemiri yang
mana masing-masing menurun sebesar 1,9; 1,78; 2,6 dan 9,1 persen.

6.1.2.5 Karakteristik Sosial Kependudukan


Jumlah penduduk yang besar bisa menjadi modal dasar pembangunan
sekaligus bisa menjadi beban pembangunan. Agar dapat menjadi modal dasar
pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai dengan kualitas
SDM yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting sehingga potensi
yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan daerah. Berkaitan

Laporan Akhir | VI - 27
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dengan kependudukan, aspek yang penting antara lain perkembangan jumlah


penduduk, kepadatan dan persebaran serta strukturnya.
Persebaran penduduk di Kabupaten Batanghari relatif merata, secara
absolut jumlah penduduk pada tiap-tiap daerah atau kecamatan terlihat relatif
berimbang, namun karena luas wilayah masing masing kecamatan berbeda maka
tingkat kepadatan penduduknya terlihat beda. Pada tahun 2012, Kecamatan Muara
Bulian merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang ter tinggi di
wilayah Kabupaten Batanghari yaitu 139 jiwa per km2. Kondisi tersebut
dikarenakan Muara Bulian merupakan ibukota kabupaten dan sekaligus pusat
pemerintahan. Kecamatan Maro Sebo Ilir mencatat tingkat kepadatan yang
tertinggi kedua setelah Muara Bulian, yaitu mencapai 99 jiwa per km2. Sementara
Kecamatan Batin XXIV merupakan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu
dengan tingkat kepadatan 29 jiwa per km2.
Dilihat dari persebarannya, kecamatan Muara Bulian pada tahun 2008
merupakan wilayah dengan persentase penyebaran terbesar yakni 23,32 persen
disusul kecamatan Bajubang dan Kecamatan Pemayung, masing-masing 14.29
persen dan 12,53 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.14
Jumlah kepadatan dan persebaran Penduduk
Kabupaten Batanghari
Jumlah
Kepadatan
No Kecamatan Luas (Km2) Penduduk
(Orang/Km2)
(Orang)
1 Mersam 801,90 27.220 34
2 Maro Sebo Ulu 906,33 31.031 34
3 Bathin XXIV 904,14 26.632 29
4 Muara Tembesi 419,77 28.791 69
5 Muara Burlian 417,97 58.082 139
6 Bajubang 1.203,51 37.512 31
7 Maro Sebo Ilir 129,06 12.737 99
8 Pemayung 1.022,15 30.726 36
5.804,83 252.731 44
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 28
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.14 Kepadatan Penduduk Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 29
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.2.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana


A. Sarana Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan Kabupaten Batanghari dengan jumlah fasilitas
pendidikan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas pendidikan Sekolah Dasar
(SD). Kecamatan Bathin XXIV merupakan kecamatan dengan jumlah sarana
pendidikan terbanyak. Untuk lebih jelas mengenai jumlah sarana pendidikan dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.15
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Batanghari
Kecamatan SD SLTP SLTA
Mersam 23 3 1
Maro Sebo Ulu 23 6 1
Bathin XXIV 30 8 2
Muara Tembesi 25 4 1
Muara Burlian 37 7 4
Bajubang 27 8 1
Maro Sebo Ilir 10 4 1
Pemayung 27 7 1
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013

40
35
30
25
20 SD
15 SLTP
10 SLTA
5
0

Gambar 6.15
Grafik Jumlah Fasilitas Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 30
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Batanghari, dengan fasilitas
kesehatan terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 54
unit yang terdapat di Kecamatan Muara Burlian. Untuk lebih jelas mengenai
sarana kesehatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.16
Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Batanghari
Kecamatan Klinik Puskesmas Pustu Posyandu
Mersam 6 2 9 37
Maro Sebo Ulu 5 1 8 39
Bathin XXIV 6 2 10 34
Muara Tembesi 7 2 6 37
Muara Burlian 11 4 6 54
Bajubang 9 2 7 45
Maro Sebo Ilir 6 2 6 15
Pemayung 9 2 8 32
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013

60

50

40
Klinik
30
Puskesmas
20 Pustu
Posyandu
10

Gambar 6.16
Grafik Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Batanghari

C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di kabupaten Batanghari. Jumlah
fasilitas peribadatan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas peribadatan berupa
Masjid. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Laporan Akhir | VI - 31
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.17
Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Batanghari
Kecamatan Masjid Musholla Gereja
Mersam 26 28 -
Maro Sebo Ulu 26 28 -
Bathin XXIV 39 7 -
Muara Tembesi 34 5 1
Muara Burlian 63 25 -
Bajubang 53 29 1
Maro Sebo Ilir 17 16 -
Pemayung 35 4 -
Sumber : Batanghari dalam Angka Tahun 2013

70
60
50
40
Masjid
30
Musholla
20
Gereja
10
0

Gambar 6.17
Grafik Jumlah Fasilitas Peribadatan Kabupaten Batanghari

D. Jaringan Jalan
Secara umum jaringan jalan di Kabupaten Batanghari terdiri dari jaringan
jalan Nasional, Jaringan jalan provinsi dan jaringan jalan kabupaten. Jaringan
jalan yang relatif lebih panjang di Kabupaten Batanghari hingga tahun 2008
adalah jaringan jalan kabupaten yaitu sepanjang 829,921 km, sedangkan jalan
provinsi sepanjang 40,9 km dan jalan nasional 201,66 km. Perubahan panjang
jalan dari tahun 2004 hingga tahun 2010 terjadi pada jaringan jalan kabupaten,
terjadi pengurangan panjang jalan kabupaten di Kabupaten Batang Hari, yaitu
terjadi pengurangan sebesar 177,577 km.
Kondisi jaringan jalan yang relatif baik adalah jaringan jalan nasional,
yaitu sepanjang 12 km jaringan jalan mengalami rusak ringan, sedangkan jalan
provinsi sepanjang 5 km mengalami rusak ringan, sedangkan jalan kabupaten
sepanjang 405 km jalan rusak ringan dan 133 mengalami rusak berat.Jaringan

Laporan Akhir | VI - 32
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

jalan di Kabupaten Batanghariyang merupakan lintasan jalan yang dominan bagi


peregrakan kendaraan baik lokal, regional maupun lintas terusan adalah:
1. Jalan lintas tengah, melintasi dari Jambi-Muara Bulian-Muara Tembesi-
Kabupaten Tebo
2. Jalan lintas barat, melintasi Bulian-Bajubang-Muaro Jambi-Tempino
Penyelenggara angkutan umum jalan raya di Kabupaten
Batangharidikategorikan sebagai angkutan lokal, yaitu berupa angkutan pedesaan.
Terminal merupakan prasarana transportasijalan untuk keperluan menurunkan
dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi
serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. Terminal
penumpang dapat dikelompokan atas dasar tingkat penggunaan terminal kedalam
tiga tipe sebagai berikut :
1. Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
2. Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan
pedesaan.
3. Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan pedesaan.
Sampai saat ini Kabupaten Batangharimemiliki dua terminal penumpang
dengan terminal tipe C, yaitu terminal Muara Bulian dan terminal Muara Tembesi.
Rencana perkeretaapian di Kabupaten Batanghari terkait dengan Sumatra
Rail Way, rencana pengembangan untuk mendukung Sumatra Rail Way adalah:
 Pengembangan stasiun kereta api di Kecamatan Muara Bulian
 Pembangunan Rel kereta api Jambi – Muara Bulian – Tebo dan Jambi
Muara Bulian – Bathin XXIV – Sarolangun.

6.1.3 Profil Wilayah Kabupaten Tebo


6.1.3.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Tebo
Secara geografisKabupaten Tebo terletak diantara 00 52‟ 32” - 10 54‟
50” Lintang Selatan dan diantara 1010 48‟ 57” - 1020 49‟ 17” Bujur Timur. Kalau

Laporan Akhir | VI - 33
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dilihat dari posisinya, kabupaten Tebo berada dibagian barat laut provinsi Jambi
dan secara administratif berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau;
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin dan Kabupaten
Bungo;
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan
Kabupaten Batanghari; dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Provinsi Sumatera
Barat.
Luas wilayah Kabupaten Tebo, secara administratif adalah 646.100Ha atau
6.461 km2, terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan, 100 desa dan 5 Kelurahan.
Tabel berikut menyajikan nama kecamatan, nama ibu kota kecamatan, luas
wilayah kecamatan dan jumlah kelurahan/desa.

Tabel 6.18
Nama Kecamatan, Nama Ibu Kota Kecamatan, Luas Wilayah Kecamatan Dan
Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Tebo
Nama Luas Jumlah Jumlah
No Kecamatan
Ibu Kota Wilayah (Ha) Kelurahan Desa
1 Tebo Tengah Muara Tebo 67.227,72 2 10
2 Tebo Ilir Sungai Bengkal, 39.265,75 1 10
3 Sumay Teluk Singkawang 129.695,95 - 12
4 Tebo Ulu Pulau Temiang 29.746,78 1 11
5 VII Koto Sungai Abang 58.898,62 - 10
6 Rimbo Bujang Wirotho Agung 38.670,81 1 7
7 Rimbo Ilir Karangdadi 18.443,00 - 9
8 Rimbo Ulu Sukadamai 34.506,26 - 6
9 Tengah Ilir Mangupeh 57.708,78 - 5
10 VII Koto Ilir Balai Rajo 56.518,88 - 5
11 Serai Serumpun Sekutur Jaya 44.025,23 - 8
12 Muara Tabir Pintas Tuo 71.392,27 - 7
Jumlah 646.100,05 5 100
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 34
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.18 PetaAdministrasi Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 35
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.3.2 Karakteristik Fisik


A. Topografi
Ketinggian tanah di Kabupaten Tebo sangat bervariasi, Sebagian besar
Wilayah Kabupaten Tebo terletak pada dataran rendah dengan ketinggian kurang
dari 100 meter dari permukaan laut meliputi 69 % dari luas wilayah Kabupaten
dan tersebar diseluruh kecamatan. Daerah terendah adalah Teluk Rendah, di
pinggiran Sungai Batanghari, Kecamatan Tebo Ilir.Sedangkan daerah yang
tertinggi berada pada daerah Bukit Tiga Puluh di wilayah Kecamatan Sumay.

Tabel 6.19
Luas Wilayah Menurut Ketinggian Di Kabupaten Tebo
No Kecamatan < 50 m 50 - 100 m 100 - 500 m 500 - 1000 m Jumlah
1 Tebo Ilir 76.826 43.594 11.474 1.406 133.300
2 Tebo Tengah 57.419 36.450 6.975 8.156 109.000
3 Tengah Ilir* - - - - -
4 Sumay 10.800 43.763 63.463 8.774 126.800
5 Rimbo Bujang 18.900 36.825 16.875 - 72.600
6 Rimbo Ulu* - - - - -
7 Rimbo Ilir* - - - - -
8 Tebo Ulu 9.225 22.275 81.200 - 112.700
9 VII Koto 9.000 81.125 1.575 - 91.700
10 Muara Tabir*) - - - - -
11 Serai Serumpun *) - - - - -
12 VII Koto Ilir*) - - - - -
Jumlah 182.170 264.032 181.562 18.336 646.100
% 28,20 40,87 28,10 2,84 100,00
Sumber : Tebo dalam Angka Tahun 2010
Keterangan *) Data masih bergabung dengan Kecamatan Induk

B. Kemiringan Lahan
Wilayah Kabupaten Tebo sebagian besar mempunyai kemiringan dibawah
15 % meliputi wilayah seluas 523.200 ha atau mencakup 83% dari luas wilayah
kabupaten dan tersebar di seluruh kecamatan. Sebagian lagi dengan kemiringan
16 – 40 % meliputi 12% dari luas areal, terdapat di kecamatan Sumay dan
Kecamatan VII Koto dan sebagian kecil mempunyai kemiringan diatas 40 %
yaitu sebesar 6,6% dari luas areal kabupaten terdapat di kecamatan Tebo Ilir,
Tebo Tengah dan kecamatan Sumay. Kondisi bentang alam demikian
menunjukkan bahwa wilayah kabupaten Tebo relatif datar sampai landai dan akan
cocok untuk usaha pertanian, peternakan dan perkebunan.(Gambar 6.19)

Laporan Akhir | VI - 36
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.20
Klasifikasi Lereng dan Luasnya Menurut Kecamatan di Kabupaten Tebo
No Kecamatan 0-2% 3 - 15 % 16 - 40 % > 40 % Jumlah
1 Tebo Ilir 35.600 64.000 30.000 3.700 133.300
2 Tebo Tengah 5.200 90.200 10.400 3.200 109.000
3 Tengah Ilir* - - - - -
4 Sumay 4.400 80.800 16.400 25.200 126.800
5 Rimbo Bujang 8.000 57.000 7.600 - 72.600
6 Rimbo Ulu* - - - - -
7 Rimbo Ilir* - - - - -
8 Tebo Ulu - 92.300 9.600 10.800 112.700
9 VII Koto 13.200 72.500 6.000 - 91.700
10 Muara Tabir*) - - - - -
11 Serai Serumpun *) - - - - -
12 VII Koto Ilir*) - - - - -
Jumlah 66.400 456.800 80.000 42.900 646.100
% 10,28 70,70 12,38 6,64 100,00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013
Keterangan *) Data masih bergabung dengan Kecamatan Induk

C. Hidrologi
Sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten Tebo, diantaranya adalah
Sungai Batanghari(panjang 300 km), Batang Tebo (29 km), Batang Sumay (70
km), Batang Tabir (52 km), Batang Langsip (23 km), dan Batang Jujuhan (7 km).
Sungai terbesar yang melalui kabupaten Tebo adalah sungai Batanghari dengan
luas wilayah aliran sungai sekitar 71.400 Ha, sedangkan sungai lainnya
merupakan anak sungai dari Batanghari.
Pada umumnya sumber air yang berasal dari sungai dipergunakan oleh
penduduk untuk berbagai kebutuhan hidup, baik untuk kebutuhan sehari-hari,
pertanian maupun jalur transportasi sungai.

D. Geologi
Secara garis besar wilayah di Kabupaten Tebo terbentuk dari formasi
geologi endapan permukaan alluvium, batuan sediment dengan berbagai formasi
serta dari batuan metamorf dan batuan terobosan. Formasi geologi palembang
anggota atas dan palembang anggota tengah serta aluvium mencapai 75% dari
seluruh areal kabupaten Tebo. (Gambar 6.20)

Laporan Akhir | VI - 37
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.21
Luas Wilayah Menurut Formasi Geologi di Kabupaten Tebo
Formasi Geologi Luas (Ha) Formasi Geologi Luas (Ha)
Alluvium 78346,26 Formasi Lakat 2382,40
Anggota Atas 66909,64 Formasi Muara Enim 110001,02
Anggota Batugamping 11963,27 Formasi Pengabuhan 2602,46
Anggota Bawah 5612,40 Formasi Talangakar 12073,50
Anggota Bawah Formasi Telisa 5319,00 Formasi Tualang 378,00
Diorit 212,68 Granit 7266,55
Formasi Air Benakat 44513,44 Granodiorit 12,46
Formasi Gangsal 27097,72 Kipas Aluvium 90,23
Formasi Gumai 16904,76 Lava 1,56
Formasi Kasai 162909,28 Oligo-Miocene Volcanic Rock 228,75
Formasi Kelesa 150,12 Sedimen Jura 87,49
Formasi Lahat 7888,65 Undifferentiated Volcanic Breccia 25286,32
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

E. Jenis dan Struktur Tanah


 Jenis Tanah
Jenis tanah di Kabupaten Tebo didominasi oleh tanah podsolik merah
kuning yang mencapai 437.954 Ha ataumeliputi 67,8 % dari luas areal
kabupaten Tebo dan tersebar di seluruh kecamatan, selanjutnya jenis tanah
latosol, alluvial dan organosol masing-masing 21,9 %, 4,7 % dan 5,6 % dari
luas Kabupaten Tebo. Jenis tanah latosol terdapat hampir di semua
kecamatan, kecuali Kecamatan Muara Tabir. Sedangkan jenis tanah
Organosol tidak terdapat di kecamatan Tengah Ilir, VII Koto Ilir, Serai
Serumpun dan Muara Tabir. Jenis tanah Alluvial terdapat di kecamatan
Tebo Tengah , Sumay, Tebo Ulu, VII Koto, Rimbo Bujang dan Rimbo Ilir.
(Gambar 6.21)
Tabel 6.22
Penyebaran Jenis Tanah di Kabupaten Tebo, (Ha)
Jenis Tanah (Ha) Jumlah
No Desa/Kelurahan PMK Latosol Alluvial Organosol (Ha)
1 Tebo Tengah 80.789 3.537 13.747 283 98.356
2 Tebo Ilir 32.246 24.096 - 14.528 70.870
3 Sumay 56.566 49.991 6.722 13.521 126.800
4 Tebo Ulu 34.920 819 2.035 3.256 41.030
5 VII Koto 44.301 18.828 2.350 400 65.879
6 Rimbo Bujang 32.563 2.641 3.252 2.236 40.692
7 Rimbo Ilir 20.944 220 152 118 21.434
8 Rimbo Ulu 26.900 650 - 2.024 29.574
9 Tengah Ilir 12.456 9.688 - - 22.144
10 VII Koto Ilir 26.358 18.114 2.349 - 46.821
11 Serai Serumpun 18.981 12.589 - - 31.570
12 Muara Tabir 50.930 - - - 50.930
Jumlah 437.954 141.173 30.607 36.366 646.100
% Kabupaten 67,78 21,85 4,74 5,63 100
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 38
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.19 Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | IV - 39
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.20 Peta geologi Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | IV - 40
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.21 Peta Jenis Tanah Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 41
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Tekstur Tanah
Hampir seluruh tanah di kabupaten Tebo mempunyai tekstur tanah halus
(98,5%), hanya Kecamatan Tebo Tengah dan Sumay yang mempunyai
tekstur tanah sedang, itupun jumlahnya sangat sedikit. Kondisi tanah
demikian sebenarnya kurang baik untuk usaha pertanian, namun dengan
upaya penambahan bahan organic dan teknik pengolahan yang tepat tanah
bertekstur halus akan baik untuk pertanian.
Tabel 6.23
Penyebaran Tekstur Tanah di Kabupaten Tebo (Ha)
No Kecamatan Halus Sedang Kasar Gambut Jumlah
1 Tebo Ilir 132,000 - - 1,300 133,300
2 Tebo Tengah 105,000 4,000 - - 109,000
3 Tengah Ilir - - - - -
4 Sumay 122,400 4,400 - - 126,800
5 Rimbo Bujang 72,600 - - - 72,600
6 Rimbo Ulu - - - - -
7 Rimbo Ilir Tebo - - - - -
8 Ulu 112,700 - - - 112,700
9 VII Koto 91,700 - - - 91,700
10 Muara Tabir Serai - - - - -
11 Serumpun VII - - - - -
12 Koto Ilir - - - - -
Jumlah 636,400 8,400 - 1,300 646,100
% Kab. 98.50 1.30 0.00 0.20 100,00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

 Kedalaman Efektif Tanah


Hampir sekitar 99,80% dari luas wilayah Kabupaten Tebo memiliki tanah
dengan kedalaman efektif di atas 90 cm, sedangkan sisanya sebesar 0,20%
merupakan tanah dengan kedalaman efektif kurang dari 60 cm. Kedalaman
efektif tanah di bawah 60 cm hanya terdapat di Kecamatan Tebo Ilir.
Tabel 6.24
Kedalaman Efektif Tanah di Kabupaten Tebo, (Ha)
No Kecamatan >90 cm 60-90 cm <60 cm Jumlah
1 Tebo Ilir 132,000 - 1,300 133,300
2 Tebo Tengah 109,000 - - 109,000
3 Tengah Ilir - - - -
4 Sumay 126,800 - - 126,800
5 Rimbo Bujang 72,600 - - 72,600
6 Rimbo Ulu - - - -
7 Rimbo Ilir - - - -
8 Tebo Ulu 112,700 - - 112,700
9 VII Koto 91,700 - - 91,700
10 Muara Tabir - - - -
11 Serai Serumpun - - - -
12 VII Koto Ilir - - - -
Jumlah 644,800 - 1,300 646,100
% Kab. 99.80 0.00 0.20 100,00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 42
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

F. Iklim
Iklim yang ada di kabupaten Tebo secara umum adalah iklim Tropis yang
ditandai dengan adanya dua musim yaitu musim penghujan yang berkisar antara
bulan September sampai bulan Mei dan musim Kemarau antara bulan Juni sampai
Agustus, sedangkan rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.683 mm per tahun
dengan rata-rata hari hujan 122 hari/tahun.
Perbedaan temperatur antara daerah terendah dan tertinggi berkisar antara
0o - 1,5oC dengan temperatur rata-rata 290 C - 300 C; Kelembaban udara di
Kabupaten Tebo rata-rata tahunan berkisar antara 85,2 – 96,1% dengan
kelembaban rata-rata 87,92%. Adapun lamanya penyinaran matahari, umumnya
dapat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, relief daerah dan waktu penyinaran serta
pengaruh tumbuh-tumbuhan pada suatu daerah. Sedangkan rata-rata
penyinaran matahari tiap hari di Kabupaten Tebo selama 9 tahun bervariasi antara
4,20 jam sampai dengan 6,56 jam.

6.1.3.3 Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan di kabupaten Tebo didominasi oleh hutan dan
Perkebunan karet meliputi areal seluas 47,2 % dan 45,74 % dari luas wilayah
Kabupaten Tebo. Sedangkan untuk penggunaan sawah hanya meliputi areal
seluas 0,46 % dari luas areal kabupaten Tebo dan luas permukiman yang hanya
mencapai 0,67%. Pengusahaan perkebunan meliputi Kelapa sawit, karet dan
kelapa dalamsedangkan kebun campuran meliputi kelapa hibrida, kopi, coklat,
buah-buahan, dan lain-lain.

Tabel 6.25
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Tebo Tahun 2009 (Ha)
Penggunaan Lahan Luas % Kabupaten
Hutan 286.784,30 44,39
Permukiman 4.319,00 0,67
Lahan Kering 102.401,00 15,85
Lahan Basah 5.612,00 0,87
Karet 111.549,00 17,26
Kelapa Sawit 40.524,00 6,27
Kelapa Dalam 1.020,00 0,16
Campuran 77.498,70 11,99
Sungai, Danau,Rawa 6.780,00 1,05
Jumlah 646,100.00 100.00
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 43
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.22 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 44
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.3.4 Karakteristik Perekonomian


Struktur perekonomian Kabupaten Tebo masih sangat didominasi oleh sektor
primer (pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian).
Pada tahun 2009 (atas dasar harga berlaku) peranan sektor pertanian yaitu sebesar
Rp 1.053.654,20 juta (45,96% dari PDRB), yang sebagian besar disumbangkan
oleh sub-sektor perkebunan (Rp 666,975.14juta atau 27,84% dari PDRB). Adapun
sektor pertambangan dan penggalian berperan sebesar Rp 248.110,31 juta (12,71%
dari PDRB).
Sektor industri pengolahan peranannya masih sangat kecil yaitu sebesar Rp
230.374,62 juta (2,41% dari PDRB). Untuk sektor tersier: peranan sub-sektor
perdagangan yaitu sebesar Rp 305.929,17 juta (12,34% dari PDRB), peranan sub-
sektor pengangkutan yaitu sebesar Rp 114.864,33 juta (4,84% dari PDRB), dan
peranan sub-sektor pemerintahan umum yaitu sebesar Rp 183,047.32 juta (8,32% dari
PDRB).
Untuk sektor yang dapat dikembangkan di Kabupaten Tebo, antara lain adalah:
 Padi
Produksi padi sawah Kabupaten Tebo Tahun 2011 meningkat 0,71% dari
tahun sebelumnya. Hal sejalan dengan meningkatnya luas panen pad sawah
sebesar 0,59%. Sementara pertumbuhan produksi padi ladang tahun 2012
menurun (-10,08%) dibandingtahun 2011 dengan penurunan luas panen
hingga (16,12%).
 Palawija
Produksi tanaman palawija Kabupaten Tebo tahun 2012 tidak mengalami
perubahan dari tahun sebelumnya. Demikian halnya dengan luas panen
tanaman palawija, tidak ada pertambahan luas panen pada tahun 2012.
Palawija dengan produksi terbesar adalah ubi kayu, sebanyak 1.855 ton,
diikutitanaman kedelai, 869 ton.
 Buah-buahan
Produksi buah duku, durian, rambutan dan pisang tahun 2012 meningkat dari
tahun sebelumnya. Sedangkan produksi jeruk dan nangka tahun 2012

Laporan Akhir | VI - 45
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

menurun paling signifikan disbanding buah-buahan lain yang ada di


Kabupaten Tebo.
 Sayuran
Produksi sayuran Kabupaten Tebo tahun 2012 menurun dari tahun
sebelumnya, kecuali jamur tiram yang produksinya meningkat hingga 58%,
mencapai 2.702 Kg. Produksi kacang panjang hanya 291 ton, menurun
hingga040% dari tahun sebelumnya, demikian juga dengan produksi ketimun,
hanya 236 ton pada tahun 2012.
 Perkebunan
Dua komoditas unggulan Kabupaten Tebo, karet dan kelapa sawit,
produksinya meningkat 0,17 % dan 2,05% dari tahu 2011. Produksi karet
mencapai 49.205 ton dan kelapa sawit mencapai 14.409 ton. Produksi kopi
dan kelapa dalam tahun 2012 lebih rendah dari tahun sebelumnya, turun
hingga -1,42 persen dan -2,51 persen.

6.1.3.5 Karakteristik Sosial Kependudukan


Dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tebo,
analisis yang berhubungan dengan kependudukan perlu dilakukan, karena penduduk
pada hakekatnya merupakan subyek dan sekaligus obyek dari pembangunan.
Pada tahun 2010, penduduk Kabupaten Tebo tersebar di 12 kecamatan dan
dalam 105 desa/ kelurahan. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu
Kecamatan Rimbo Bujang dengan jumlah penduduk sebesar 57.129jiwa, sedangkan
kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil yaitu Kecamatan Serai Serumpun
dengan jumlah penduduk sebesar 7.565 jiwa.
Adapun kepadatan penduduk dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kecamatadengan tingkat kepada\tan penduduk yang tertinggi yaitu Kecamatan
Rimbo Bujang dengan kepadatan 148 jiwa/km². Kecamatan-kecamatan lainnya
dengan tingkat kepadatan penduduk ≥ 100 jiwa/km² yaitu berturut-turut: Kecamatan
Rimbo Ilir dengan kepadatan 115 jiwa/km² dan Kecamatan Tebo Ulu dengan
kepadatan 103 jiwa/km². Adapun kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk

Laporan Akhir | VI - 46
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

terendah yaitu Kecamatan Sumay dengan kepadatan 17 jiwa/km². Untuk lebih


jelasnya jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Tebo per
kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.26
Kepadatan Penduduk Kabupaten Tebo Menurut Kecamatan
Jumlah Luas wilayah Kepadatan
Kecamatan
Penduduk (km2) Penduduk
Tebo Ilir 26.327 708,70 37
Muara Tabir 16.415 509,30 32
Tebo Tengah 36.154 983,56 37
Sumay 18.511 1.268,00 35
Tengah Ilir 20.232 221,44 91
Rimbo Bujang 62.972 406,92 155
Rimbo Ulu 36.612 295,74 124
Rimbo Ilir 22.540 214,34 105
Tebo Ulu 32.987 430,30 80
VII Koto 18.799 658,79 29
Serai Serumpun 7.977 305,70 25
VII Koto Ilir 13.894 468,21 30
Jumlah 313.420 6.461 49
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

Laporan Akhir | VI - 47
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.23 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 48
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.1.3.6 Karakteristik Sarana dan Prasarana


A. Sarana Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan Kabupaten Tebo dengan jumlah fasilitas
pendidikan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas pendidikan Taman Kanak-
kanak (TK). Kecamatan Rimbo Ulu merupakan kecamatan dengan jumlah sarana
pendidikan terbanyak. Untuk lebih jelas mengenai jumlah sarana pendidikan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6.27
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Tebo
Kecamatan TK SD SLTP SLTA
Tebo Ilir 10 29 5 1
Muara Tabir 9 11 5 1
Tebo Tengah 18 28 6 2
Sumay 5 20 4 1
Tengah Ilir 12 15 4 1
Rimbo Bujang 45 10 9 3
Rimbo Ulu 50 24 4 4
Rimbo Ilir 26 14 4 1
Tebo Ulu 15 28 6 2
VII Koto 4 16 3 1
Serai Serumpun 8 8 2 1
VII Koto Ilir 10 11 4 -
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

60

50

40
TK
30
SD
20
SLTP
10 SLTA
0

Gambar 6.24
Grafik Jumlah Fasilitas Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 49
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Tebo, dengan fasilitas kesehatan
terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 54 Unit yang
terdapat di Kecamatan Rimbo Bujang. Untuk lebih jelas mengenai sarana kesehatan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.28
Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Tebo
Kecamatan Puskesmas Pustu Posyandu
Tebo Ilir 1 3 28
Muara Tabir 1 3 18
Tebo Tengah 1 3 26
Sumay 1 3 21
Tengah Ilir 2 1 17
Rimbo Bujang 2 5 54
Rimbo Ulu 1 4 29
Rimbo Ilir 1 3 18
Tebo Ulu 1 5 40
VII Koto 2 4 18
Serai Serumpun 1 4 8
VII Koto Ilir 1 2 17
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

60

50

40

30 Puskesmas
20 Pustu

10 Posyandu

Gambar 6.25
Grafik Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 50
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di kabupaten Tebo. Jumlah fasilitas
peribadatan paling banyak yaitu terdapat pada fasilitas peribadatan berupa Masjid.
Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.29
Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Tebo
Kecamatan Masjid Gereja Gereja
Protestan Katolik
Tebo Ilir 24 - -
Muara Tabir 18 - -
Tebo Tengah 32 - -
Sumay 22 - -
Tengah Ilir 19 - -
Rimbo Bujang 72 1 1
Rimbo Ulu 88 - -
Rimbo Ilir 28 - -
Tebo Ulu 35 - -
VII Koto 19 - -
Serai Serumpun 13 - -
VII Koto Ilir 14 - -
Sumber : Tebo Dalam Angka Tahun 2013

6.2 Tinjauan Kebiakan


6.2.1 Kebijakan Spasial
6.2.1.1 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional/PP No. 26 Tahun 2008
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan
kawasan strategis nasional sebagai kawasan yang menurut peraturan perundang-
undangan ditetapkan sebagai kawasan khusus. Kemudian Pada pasal 20 (d)
menyatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat pedoman
penataan dan penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN). Kawasan Stategis
Nasional merupakan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang
mempunyai pengaruh besar terhadap : Tata ruang di wilayah sekitarnya,
kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya, dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Taman Nasional Bukit Dua Belas termasuk
kawasan starategis dari aspek kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Laporan Akhir | VI - 51
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kewenangan Pemerintah/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam pemanfaatan


ruang juga diatur dimana pemerintah hanya mengatur aspek yang terkait dengan
nilai strategis yang menjadi dasar penetapan kawasan strategis. Sedangkan
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota tetap memiliki kewenangan dalam
penyelenggaraan aspek yang tidak terkait dengan nilai strateis yang menjadi
dasar penetapan kawasan strategis.
Menurut PP No 26 Tahun 2008, Kawasan strategis nasional adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan
keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Dalam lampiran VIII PP 26 Tahun 2008 tentang RTRWN dinyatakan bahwa
Taman Nasional Bukit Dua Belas yang berada di Provinsi Jambi merupakan Kawasan
Strategis Nasional (KSN) dengan tahapan pengembangannya adalah I/B/1, yaitu yaitu
Rehabilitasi dan Pemantapan fungsi kawasan lindung yakni dilihat dari sudut
Kepentingan Lingkungan Hidup yang dilakukan pada tahun pertama (2010 –
2014).

6.2.1.2 Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera (Perpres No. 13 Tahun 2012)
Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera merupakan penjabaran struktur dan pola
pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam kebijaksanaan dan strategi
pemanfaatan ruang Pulau Sumatera.
Adapun peran dan fungsi RTR Pulau Sumatera adalah sebagai berikut :
1. Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera berperan sebagai perangkat operasional
dari RTRWN serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan
wilayah Pulau Sumatera.
2. Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera tidak dapat digunakan sebagai dasar
pemberian izin pemanfaatan ruang.
Penataan ruang Pulau Sumatera bertujuan untuk :

Laporan Akhir | VI - 52
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1. Kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan tetap paling sedikit


40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera sesuai dengan kondisi
ekosistemnya;
2. Kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis
basah;
Strategi operasionalisasi Taman Nasional meliputi kegiatan reabilitasi dan
pemantapan fungsi.

6.2.1.3 Rencana Tata Ruang Provinsi Jambi Tahun 2011-2031


A. Rencana Struktur Ruang
Rencana sistem perkotaan di Provinsi Jambi terdiri dari Pusat Kegiatan
Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp), Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW), Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Rencana sistem perkotaan di Provinsi Jambi secara lebih rinci diuraikan sebagai
berikut :
Tabel 6.30
Rencana Sistem Perkotaan di Provinsi Jambi
PKN PKNp PKW PKWp PKL
Jambi  Muara Bungo  Kuala  Muara Sabak;  Perkotaan Sanggaran Agung;
 Sarolangun, Tungkal  Sengeti;  Perkotaan Siulak;
 Muara  Bangko;  Perkotaan Simpang Sungai Rengas;
Bulian  Muara Tebo;  Perkotaan Muara Tembesi;
 Sungai Penuh.  Perkotaan Muara Jangga;
 Perkotaan Merlung;
 Perkotaan Tebing Tinggi;
 Perkotaan Nipah Panjang;
 Perkotaan Mendahara;
 Perkotaan Pandan Jaya;
 Perkotaan Wiroto Agung;
 Perkotaan Sungai Bengkal;
 Perkotaan Rantau Ikil;
 Perkotaan Tuo Limbur;
 Perkotaan Embacang Gedang;
 Perkotaan Rantau Keloyang;
 Perkotaan Pekan Gedang;
 Perkotaan Batang Sangir;
 Perkotaan Marga;
 Perkotaan Tanjung
 Perkotaan Pijoan
 Perkotaan Sebapo;
 Perkotaan Pauh;

Laporan Akhir | VI - 53
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

PKN PKNp PKW PKWp PKL


 Perkotaan Singkut;
 Perkotaan Teluk Serdang;
 Perkotaan Rantau Panjang;
 Perkotaan Pasar Pemenang;
 Perkotaan Pasar Masurai;
 Perkotaan Sungai Manau.
Sumber : RTRW Provinsi Jambi, 2011-2031

B. Rencana Pola Ruang


Rencana pola ruang wilayah Provinsi Jambi terdiri dari rencana pola ruang
kawasan lindung dan rencana pola ruang kawasan budidaya, yang terdiri dari
kawasan lindung seluas 3.636.416 Ha atau sekitar 68,05% dari total luas wilayah
Provinsi Jambi, dan kawasan budidaya seluas 1.707.084 Ha atau sekitar 31,95% dari
total luas wilayah Provinsi Jambi.
C. Penetapan Kawasan Strategis
Penetapan kawasan strategis dalam RTRW Provinsi Jambi terdiri dari kawasan
strategis nasional dan kawasan strategis provinsi, yang meliputi :

1. Kawasan Strategis Nasional


 Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat (Provinsi Jambi,
Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan).
 Kawasan Taman Nasional Berbak (Provinsi Jambi).
 Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Provinsi Jambi dan Riau).
 Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (Provinsi Jambi).

2. Kawasan Strategis Provinsi


 Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Ekonomi
a) Kawasan Muara Bulian - Jambi dan Sekitarnya;
b) Kawasan Strategis Perkotaan Muara Bungo dan Perkotaan Sungai Penuh;
c) Kawasan strategis Pantai Timur Provinsi Jambi - Kawasan Tanjab Barat
dan Tanjab Timur;
d) Kawasan strategis Bangko – Sarolangun.

Laporan Akhir | VI - 54
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Sosial dan Budaya


e) Kawasan Wisata Sejarah Candi Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi
dan Kota Jambi;
f) Kawasan Permukiman Suku Anak Dalam di Kabupaten Batanghari,
Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun.
 Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya Alam
dan/atau Teknologi Tinggi
Penetapan kawasan strategis dari sudut kepentingan sumberdaya
alam/teknologi tinggi berada di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
(PLTPB) di Kabupaten Kerinci.

6.2.1.4 RTRW Kabupaten Sarolangun, Batanghari dan Tebo


A. Struktur Ruang
Rencana struktur ruang tiap kabupaten yang termasuk dalam delineasi
kawasan penyangga perlu ditinjau sebagai bagian dari upaya menyelaraskan antara
struktur ruang masing-masing kabupaten dan rencana struktur ruang kawasan
penyangga yang akan direncanakan. Berikut merupakan susunan rencana struktur
ruang kabupaten Batanghari, Tebo dan Sarolangun. Untuk lebih jelas mengenai
rencana struktur ruang masing-masing kabupaten, dapat dilihat pada gambar 6.26
Struktur Ruang Kabupaten Sarolangun, 6.27 Struktur Ruang Kabupaten Tebo dan
gambar 6.28 Struktur Ruang Kabupaten Batanghari

Tabel 6.31
Rencana Struktur Ruang Kabupaten
No. Kecamatan Struktur
1. Muaro Tabir  Pusat pemerintahan kecamatan,
 Pusat perdagangan dan jasa
 Pusat kesehatan
 Pusat rekreasi, olahraga dan wisata
 Pusat pendidikan
 Pusat peribadatan
 Pusat industri kecil dan kerajinan rumah tangga
 Pengembangan jaringan telekomunikasi
 Pengembangan sistem sarana dan prasarana

Laporan Akhir | VI - 55
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No. Kecamatan Struktur


2. Maro Sebo  Pusat pemerintahan kecamatan,
Ulu  Pusat perdagangan dan jasa sub regional,
 Pusat kesehatan,
 Pusat pendidikan,
 Pusat peribadatan,
 Simpul transportasi
 daerah pendukung kawasan perkebunan
 pusat perdagangan dan jasa
 sub-pusat pelayanan pemerintah skala kecamatan
 Pengembangan terminal tipe C di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Bathin XXIV.
 Pengembangan jaringan tlekomunikasi
 Pengembangan sistem jaringa irigasi
 Pengembangan sistem penyediaan air minum
 Rencana pengembangan sistem pengolahan air limbah
3. Bathin XXIV  Pusat pemerintahan kecamatan,
 Pusat kesehatan,
 Pusat pendidikan,
 Pusat peribadatan
 Simpul transportasi
 daerah pendukung kawasan perkebunan
 pusat perdagangan dan jasa
 sub-pusat pelayanan pemerintah skala kecamatan
 Pengembangan terminal tipe C di Kecamatan Maro Sebo Ulu dan
Kecamatan Bathin XXIV.
 Pembangunan stasiun kereta api khusus
 Pengembangan jaringan telekomunikasi
 Pengembangan sistem jaringa irigasi
 Pengembangan sistem penyediaan air minum
4. Air Hitam a. Perkotaan Jernih di Kecamatan Air Hitam yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan jasa, pusat
kesehatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, pusat pendidikan, pusat
peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan rumah tangga;
b. Perdesaan Bukit Suban di Kecamatan Air Hitam berfungsi sebagai
pusat pertanian, pusat perkebunan, industri kecil dan kerajinan tangan
skala beberapa desa;
c. Jaringan jalan kolektor primer K2 meliputi ruas Pauh – Air Hitam –
Simpang Margoyoso;
d. pengembangan dan peningkatan pembangunan ruas jalan yang berada
di Kecamatan Air Hitam, meliputi:
 ruas Pauh – ruas Simpang Pematang Kabau sepanjang 30 Km;
 ruas Batas Merangin – ruas Simpang Pematang Kabau;
 ruas PT. EMAL – ruas Sei. Rotan sepanjang 17 Km;
 ruas Desa Lisit – ruas Lubuk Kepayang sepanjang 2,3 Km.

Sumber: RTRW Kabupaten Sarolangun, Tebo dan Batanghari

Laporan Akhir | VI - 56
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.26 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 57
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.27 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 58
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.28 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 59
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.29 Peta Rencana Struktur Ruang Berdasarkan Rencana Daerah

Laporan Akhir | VI - 60
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. Pola Ruang
Untuk mengembangkan kawasan penyangga, perlu dipertimbangkan rencana
pola lainnya yang berkaitan dengan kawasan penyangga, agar pola ruang yang
terbentuk dapat selaras antara pola ruang Nasional, Provinsi, Kabupaten dan kawasan
penyangga. Berikut merupakan pola ruang masing-masing kabupaten yang termasuk
di dalam kawasan penyangga, yaitu Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun.

Tabel 6.32
Rencana Pola Ruang Kabupaten
No. Kecamatan Pola
1. Muaro Tabir  Perlindungan terhadap kawasan suaka alam ( cagar alam, TNBD, taman wisata alam, cagar budaya
dan ilmu pengetahuan)
 Pengembangan kawasan pertanian pangan lahan basah
 Pengembangan kawasan peternakan
 Pengembangan kawasan peruntukan perikanan
 Pengembangan kawasan peruntukan industry
 Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman
2. Maro Sebo Ulu  Perlindungan terhadap kawasan suaka alam ( cagar alam, TNBD, taman wisata alam, cagar budaya
dan ilmu pengetahuan)
 Rencana peruntukan kawasan hutan produksi tetap dengan luasan 10.407.
 Pengembangan komoditas karet
 Pengembangan komoditas kelapa sawit
 Pengembangan komoditas kelapa
 Rencana peruntukan kawasan perikanan (budidaya, tangkap dan minapolitan)
 Rencana peruntukan kawasan pertambangan batubara.
 Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman.
3. Bathin XXIV  Rencana Kawasan sempadan danau atau waduk yaitu Danau Ugo di Desa Aur Gading Kecamatan
Bathin XXIV berupa jarak sempadan 200 (dua ratus) meter dari titik pasang air tertinggi.
 Perlindungan terhadap kawasan suaka alam ( cagar alam, TNBD, taman wisata alam, cagar budaya
dan ilmu pengetahuan)
 Pengembangan komoditas kelapa sawit
 Pengembangan komoditas kelapa
 Rencana peruntukan kawasan perikanan (budidaya, tangkap dan minapolitan)
 Rencana peruntukan kawasan pertambangan batubara.
 Rencana peruntukan kawasan hutan produksi tetap dengan luasan 19.253.
 Pengembangan komoditas karet
 Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman.
4. Air Hitam - kawasan pengembangan sentra peternakan Sapi
- Pertambangan batubara
- industri pengolahan CPO
- Kawasan wisata alam TNBD
- Kawasan wisata budaya suku anak dalam
- Kawasan permukiman
Sumber: RTRW Kabupaten Tebo, Sarolangun dan Batanghari

Laporan Akhir | VI - 61
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.30 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Sarolangun

Laporan Akhir | VI - 62
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.31 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Tebo

Laporan Akhir | VI - 63
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.32 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Batanghari

Laporan Akhir | VI - 64
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.33 Peta Rencana Pola Ruang Berdasarkan Dokumen Rencana Daerah

Laporan Akhir | VI - 65
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.2.2 Kebijakan Sektoral


6.2.2.1 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Maksud dari
pembangunan berkelanjutan ini adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Taman Nasional Bukit Dua Belas memiliki posisi yang sangat strategis
dalam proses pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan karena Taman
Nasional merupakan kawasan Pelestarian Alam yang mempunyai fungsi sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman satwa dan
tumbuhan serta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari satwa dan tumbuhan
serta ekosistemnya, sehingga taman nasional secara otomatis akan menjadi salah satu
faktor penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungah hidup.

6.2.2.2 Kebijakan Sektoral Pertanian


Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Pertanian tahun 2010-2014, salah satu
programnya berkaitan dengan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman
perkebunan berkelanjutan ini berkaitan rencana yang dilakukan dalam pencapain
program tersebut.

Laporan Akhir | VI - 66
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.2.2.3 Kebijakan Sektoral Pekerjaan Umum


Berdasarkan rencana strategis Kementrian pekerjaan Umum Tahun 2010-2014,
Taman Nasional Berbak merupakan salah satu dari 6 KSN yang belum ditangan. Ada
rencana pembangunan jalan Provinsi dari Kecamatan Berbak sampai Ujung Jabung
yang terdapat dalam kegiatan MP3EI.

6.2.2.4 Kebijakan Sektoral Kepariwisataan (UU No. 10 Tahun 2009 tentang


Kepariwisataan)
Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU ini merupakan
bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah
provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk
pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan
kepariwisataan kabupaten/kota.

6.2.2.5 Kebijakan Sektoral Sumber Daya Air (UU No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air)
Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
 Mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
 Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis;
 Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
 Memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
 Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
dan
 Memperhatikan fungsi kawasan.

Laporan Akhir | VI - 67
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.2.2.6 Undang-Undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan


Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi alam.
Kawasan taman nasional ditata ke dalam zona sebagai berikut:
 zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi
dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia;
 zona rimba adalah bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai
penyangga zona inti; dan
 zona pemanfaatan adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan
pusat rekreasi dan kunjungan wisata.
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan
kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.
Pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan
rehabilitasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan
keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya.

6.2.2.7 Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia


(Indonesian Sustainable Palm Oil/Ispo)
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajamen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable


Palm Oil/ISPO) yang selanjutnya disebut ISPO adalah sistem usaha di bidang
perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan
didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Laporan Akhir | VI - 68
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan
wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman
perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

Setiap perusahaan yang melakukan usaha perkebunan di Indonesia wajib


memiliki izin usaha baik berupa IUP, IUP-B, dan/atau IUP-P, ITUP, dan SPUP. Bagi
perusahaan yang telah mempunyai izin, baik pada tahap pembangunan maupun tahap
operasional, secara rutin akan dilakukan penilaian dan pembinaan usaha perkebunan.
Penilaian ini dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan dan kelangsungan usaha
perkebunan serta memantau sejauh mana penerima izin telah melakukan dan
mematuhi kewajibannya. Bagi pelaku usaha perkebunan tahap pembangunan,
penilaian dilakukan Provinsi/Kabupaten 1 (satu) tahun sekali sedangkan usaha
perkebunan tahap operasional, penilaian dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali sesuai
dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang
Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.

Penilaian usaha perkebunan dilakukan oleh petugas penilai yang merupakan


Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas yang membidangi Perkebunan yang telah dilatih
dan mendapat sertifikat sebagai Penilai Usaha Perkebunan oleh Lembaga Pelatihan
Perkebunan (LPP) Yogyakarta. Petugas penilai bertanggung jawab secara teknis dan
juridis terhadap hasil penilaiannya.Aspek yang dinilai dalam penilaian usaha
perkebunan meliputi legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi
wilayah, lingkungan, serta pelaporan. Hasil penilaian tersebut berupa penentuan kelas
kebun bagi kebun operasional, yaitu kebun Kelas I (baik sekali), Kelas II (baik),
Kelas III (sedang), Kelas IV (kurang) dan Kelas V (kurang sekali).

Persyaratan untuk mendapatkan sertifikat ISPO meliputi kepatuhan aspek/segi


hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial sebagaimana diatur peraturan perundangan
yang berlaku beserta sanksi bagi mereka yang melanggar. Ketentuan ini merupakan
serangkaian persyaratan yang terdiri dari prinsip dan kriteria, dan panduan yang
dipersyaratkan untuk pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dan Pabrik

Laporan Akhir | VI - 69
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kelapa Sawit (PKS), serta memiliki ukuran yang pasti dan tidak mentoleransi
kesalahan, oleh karena itu penilaian atau audit tidak memasukkan unsur ini. Prinsip
dan Kriteria ISPO Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan adalah :

1. Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan.

2. Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.

3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan.

4. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja.

5. Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas.

6. Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat.

7. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.

Untuk mendapatkan sertifikat ISPO kebuninti, plasma dan swadaya harus tidak
bermasalah dengan kepemilikan tanah/kebun seperti : IUP, IUP-B, IUP-P, Hak Guna
Usaha (HGU), dan memenuhi seluruh ketentuan/persyaratan ISPO.

Komisi ISPO menghimbau badan akreditasi (KAN dan badan akreditasi lain
yang mempunyai MRA dengan KAN) untuk melaporkan pengaduan dari pemangku
kepentingan ISPO, berkaitan dengan kompetensi atau proses atau hasil penilaian
audit akreditasi. Sesuai dengan ISO/IEC 17011, badan akreditasi harus dapat
menyelesaikan setiap pengaduan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari, apabila
hal ini gagal dipenuhi, maka badan akreditasi harus segera melapor kepada
Sekretariat Komisi ISPO.

Pada penilaian atau assesment ISPO diperlukan tim yang mempunyai


pengetahuan mengenai kebun kelapa sawit, minyak sawit, dan peraturan
perundangan terkait serta dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan
memahami bahasa lokal.

Laporan Akhir | VI - 70
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.34 Mekanisme Pengakuan Lembaga Sertifikasi

Laporan Akhir | VI - 71
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.35 Mekanisme Sertifikasi ISPO

Keterangan :

1. Perusahaan perkebunan sawit yang telah mendapatkan penilaian Kelas I,


Kelas II atau Kelas III sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan,
mengajukan permohonan sertifikasi ISPO kepada lembaga sertifikasi yang
telah mendapatkan pengakuan dari Komisi ISPO.
2. Lembaga sertifikasi independen yang telah mendapatkan pengakuan Komisi
ISPO, melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen. Dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja dokumen yang tidak lengkap atau memenuhi syarat, akan
dikembalikan untuk diperbaiki dan dilengkapi. Bagi yang telah lengkap dan

Laporan Akhir | VI - 72
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

memenuhi persyaratan akan ditindaklanjuti dengan penilaian lapangan (audit)


untuk meyakini bahwa perusahaan perkebunan yang bersangkutan telah
menerapkan dan memenuhi seluruh persyaratan ISPO.
3. Hasil penilaian lembaga sertifikasi terhadap perusahaan perkebunan yang
telah memenuhi persyaratan ISPO, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga)
bulan telah disampaikan oleh lembaga sertifikasi yang bersangkutan kepada
Komisi ISPO melalui sekretariat Komisi ISPO untuk mendapatkan
pengakuan. Bagi yang tidak memenuhi persyaratan ISPO lembaga sertifikasi
akan meminta perusahaan perkebunan bersangkutan untuk melakukan
tindakan perbaikan.
4. Sekretariat Komisi ISPO memeriksa kelengkapan dokumen permohonan dan
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja dari tanggal diterima surat permohonan
sesuai dengan stampel pos, bagi yang tidak lengkap akan dikembalikan untuk
dilengkapi dan diperbaiki. Permohonan yang telah lengkap selanjutnya
diteruskan ke Tim Penilai ISPO untuk dimintakan persetujuannya dalam
memberikan pengakuan.
5. Tim penilai ISPO melakukan verikasi terhadap seluruh dokumen yang
disampaikan lembaga sertifikasi beserta aspek-aspek lainnya berkaitan dengan
persyaratan ISPO dan dalam waktu 1 (satu) bulan sudah memutuskan, apakah
dapat diakui atau ditolak.
6. Perusahaan yang dinilai telah memenuhi dan menerapkan persyaratan ISPO
secara konsisten direkomendasikan kepada Komisi ISPO untuk diberikan
pengakuan (approval), sementara yang tidak akan ditolak dan diminta untuk
melakukan tindakan perbaikan.
7. Perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan Komisi ISPO wajib
menerapkan persyaratan ISPO secara konsisten dan akan diumumkan kepada
publik.

Laporan Akhir | VI - 73
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

8. Lembaga sertifikasi pengusul menerbitkan sertifikat ISPO atas nama


perusahaan perkebunan kelapa sawit bersangkutan, selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja sesudah mendapatkan pengakuan Komisi ISPO.
Perdagangan minyak kelapa sawit berkelanjutan dalam rantai pasok ISPO dapat
dilakukan dengan model:

1. Segregasi (Segregation) Model ini memastikan bahwa minyak kelapa sawit


bersertifikat ISPO dan turunannya yang diperdagangkan hanya berasal dari
sumber yang bersertifikat ISPO. Ini memungkinkan pencampuran minyak
kelapa sawit bersertifikat ISPO dari berbagai sumber. Model ini menjamin
bahwa semua produk fisik berasal dari perkebunan dan pabrik yang
bersertifikat ISPO. Namun, minyak kelapa sawit tidak dapat dihubungkan
dengan perkebunan atau pabrik tertentu.
2. Keseimbangan Massa (Mass Balance) Model ini hanya memantau secara
administratif seluruh perdagangan minyak kelapa sawit bersertifikat ISPO dan
turunannya di sepanjang rantai pasok, sebagai pemacu untuk perdagangan
utama minyak sawit berkelanjutan
3. Pesanan dan Klaim (Book and Claim)Model ini menyediakan sertifikat
minyak kelapa sawit bersertifikat ISPO yang dapat diperjualbelikan sampai
kepada pasokan dasar minyak kelapa sawit. Pelaku usaha perkebunan
kemudian dapat menawarkan minyak kelapa sawit bersertifikat ISPO dan
produk turunannya kepada konsumen secara langsung melalui website.

6.2.2.8 Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas


A. V i s i
Terwujudnya fungsi TN Bukit Dua Belas sebagai kawasan pelestarian alam
dan kawasan budaya komunitas Orang Rimba melalui sistem zonasi, yang
memberikan sumbangan optimal bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan
masyarakat adat dan lokal serta pembangunan daerah dan nasional, yang mengangkat
citra pengelolaan konservasi nasional.

Laporan Akhir | VI - 74
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. M i s i
Menuju pencapaian visi termaksud, misi pengembangan TN Bukit Duabelas
digariskan sebagai berikut.

 Menyelenggarakan pembangunan konservasi kawasan


 Menjamin kelangsungan eksisitensi kawasan sebagai kawasan budaya dan
sumber kehidupan ekonomi alternatif bagi komunitas Orang Rimba
 Menyelenggarakan kemandirian dan keberdayaan masyarakat adat dan lokal
serta kemitraan usaha dalam pemanfaatan sumber daya kawasan.

6.2.2.9 Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan TNBD


Menuju perwujudan visi dan misi yang diemban, dengan berpedoman pada kebijakan
pengelolaan taman nasional dan dengan memperhatikan peran spesifik yang diemban
serta tekanan dan ancaman yang dihadapi, pokok-pokok kebijakan pengelolaan
TNBD meliputi :

 Memantapkan eksistensi kawasan sesuai dengan fungsinya.


 Mengintegrasi kebijakan pengembangan kawasan ke dalam kebijakan
pembangunan daerah
 Memperkuat sistem pengelolaan kawasan
 Memulihkan keutuhan habitus kawasan
 Meningkatkan manfaat sosial dan ekonomi kawasan

6.3 Nilai, Isu dan Analisa Delineasi


6.3.1 Nilai Strategis
Nilai strategis dalam sub bab ini akan dibagi menjadi nilai strategis kawasan
inti yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas dan nilai strategis kawasan sekitar Taman
Nasional Bukit Duabelas. Berikut merupakan nilai strategis masing-masing kawasan
tersebut.

Laporan Akhir | VI - 75
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.1.1 Nilai Strategis Kawasan Inti


Nilai strategis di kawasan inti sangat berkaitan dengan peranan KSN Taman
Nasional Bukit Duabelas sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Mengacu
pada SK Menhut No: 46/Kpts-II/1987 tgl 12 Februari 1987, Taman Nasional Bukit
Duabelas merupakan aset nasional berupa:
“Aset nasional yang harus dilindungi berupa kehidupan suku anak dalam dan
tempat hidup bagi flora dan fauna langka lainnya yang harus dilindungi”
Kawasan Bukit Duabelas seluas 28.707 ha diperuntukan sebagai Cagar
biosfire yang oleh Menteri kehutanan kawasan tersebut di tetapkan sebagai kawasan
Cagar Biosfire dengan SK Menhut No: 46/Kpts-II/1987 tgl 12 Februari 1987 seluas
29.485 ha, namun setelah dilakukan Penataan Batas tahun 1989, kawasan tersebut
menjadi seluas 26.788 ha.
Implikasi penunjukan Taman Nasional Bukit Duabelas terhadap pengelolaan
kawasan seluas sekitar 60.500 hektar tersebut adalah : setiap pemanfaatan sumber-
sumber kawasan memerlukan langkah-langkah konservasi seperti yang tertuang
dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990, yaitu melalui misi (1) perlindungan
sistem penyangga kehidupan, (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya, dan (3) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya.
Dari data dan kronologis yang diuraikan diatas, bahwa penetapan TNBD
melalui sejarah yang cukup panjang, berawal dari semakin maraknya kegiatan
eksploitasi hutan untuk HPH, Perkebunan, pertambangan pada dekade tahun 1980-an,
yang berdampak areal dan tempat hidup orang rimba semakin hari semakin sempit,
bahkan mungkin hilang, dan merupakan sebuah keputusan Politik (political will)
yang memiliki pemahaman yang mendasar, untuk menyelamatkan kawasan bukit
duabelas sebagai kawasan biodiversity dataran rendah, serta melindungi dan
melestarikan tempat kehidupan dan budaya OR (Suku Anak Dalam) yg sejak lama
berada dan hidup di kawasan bukit duabelas, disamping melindungi dan melestarikan

Laporan Akhir | VI - 76
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

serta mengembangkan tanaman obat-obatan yg merupakan sumber daya penghidupan


OR (Orang Rimba).
Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan hujan
tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. Semula kawasan ini merupakan kawasan
hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan areal penggunaan lain yang
digabung menjadi taman nasional. Hutan alam yang masih ada terletak di bagian
Utara taman nasional ini, sedangkan yang lainnya merupakan hutan sekunder.
Potensi taman nasional bukit Duabelas antara lain:

A. Suku Anak Dalam


Kehidupan SAD terletak di sekitar Center Information Resort Pematang
Kabau, dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua selama 10 menit atau berjalan
kaki selama 45 menit. Di sana dapat kita jumpai hunian SAD serta melihat aktifitas
kehidupan sehari-hari suku tersebut dengan segala kesederhanaan secara tradisional,
Sementara di sekitarnya terdapat pohon durian hutan yang dapat dinikmati oleh
wisatawan saat musim durian tiba.
Suku Anak Dalam memiliki keahlian dalam pembuatan kerajinan Ambung
yang dipergunakan untuk mengangkat bawaan dari hutan, dan Tikar yang
dipergunakan sebagai alas istirahat di dalam pondok. Mereka memiliki kehidupan
yang unik untuk diketahui sebagai salah satu budaya yang masih ada dan hidup dalam
lingkungan masyarakat di TNBD, Jambi.

A. Potensi Flora
Kondisi saat ini jenis tumbuhan obat yang ada di demplot tanaman obat sesuai
dengan hasil ekspedisi biota medika sebanyak 101 jenis dan berdasarkan hasil
identifikasi klinis tumbuhan obat alam secara tradisional berdasarkan pengetahuan
dan pengalaman SAD teridentifikasi 110 jenis. Jenis-jenis yang sudah ada disekitar
demplot pengembangan baru mencapai 42 jenis yang sudah diberi label nama dan

Laporan Akhir | VI - 77
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

terpelihara dengan baik. Jenis tumbuhan obat diareal demplot pengembangan hasil
tanaman penyulaman mencapai 23 jenis dengan jumlah specimen 45 tanaman.
Sedangkan jumlah spesimen tumbuhan obat alam yang merupakan tanaman
lama dan yang tumbuh secara alami di areal demplot mencapai 123 specimen.
Jumlah total specimen tumbuhan obat alam di areal demplot pengembangan
mencapnyai 168 dari 42 jenis tumbuhan obat. Jenis tumbuhan obat yang specimennya
terbanyak adalah jenis kayu siluk (Gironiera nervosa) mencapai 18 specimen, kayu
salung (Psychotria viridiflora) 17 specimen dan kayu kedondong tunjuk (Santiria
laevigata) 15 specimen. Sedangkan jenis lainnya adalah pengedur urat (Tinospora
crispa) dan pasak bumi (Euricoma longifolia) masing-masing 11 specimen , jenis
seledemo dan kayu selusuh (Evodia latifolia) masing-masing10 spesimen.
Untuk jenis-jenis tumbuhan obat alam yang specimen tanamannya hanya satu
tanaman ada 19 jenis yaitu tampuy nasi, merpuyon, ganja sayur, guam godong, akar
satolu, tampur kuning, rotan manau, puar cici anjing, selokontun on, paku gejoh, akar
ubor kenaan biso, sakot salung akar, berisil, nango, pelekuponmunsong dan jirak.

Gambar 6.36
Tumbuhan Obat yang Terdapat di Taman Nasional Bukit Duabelas

Laporan Akhir | VI - 78
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.33 Jenis jenis tumbuhan obat di demplot pengembangan obat


No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku(Famili) Habitus
1. Kedondong Tunjuk Santiria laivigata Burseraceae Pohon
2 Tampui Nasi Prunus arborea Rosaceae Pohon
3 Siluk Gironiera nervosa Ulmaceae Pohon
4 Merpuyon Rhodamnia cinerea Myrtaceae Pohon
5 Seledemo Unidentified Herba
6 Rumput Cacing Psycotria sp Herba
7 Kakalianon Unidentified Herba
8 Ganja sayur Unidentified Pohon
9 Salung Psychotria virdiflora Rubiaceae Pohon
10 Pengendur Urat Tinospora crispa (L) Diels Liana
11 Kunyit rimba Zingiberaceae Herba
12 Kayu selusuh Evodia latifolia Rutaceae Pohon
13 Palm Hibul Korthalsia sp Arecaceae Pohon
14 Tobu pungguk Costus speciosus Zingiberaceae Herba
15 Akar sempelas Liana
16 Goam Besar Unidentified Herba
17 Okokobu Embilia coriacea wall Myrsinaceae Liana
18 Pasak Bumi Euricoma longifolia jack Simaroubaceae Pohon
19 Selimpot Unidentified Liana
20 Akar Kuning Arcangelisia flava (L) Merr Menispermaceae Liana
21 Puar cacing Ammomum sp Zingiberaceae Herba
22 Puah Halus Ammomum sp Zingiberaceae Herba
23 Merpuyan Rhodamnia cinerea Myrtaceae Pohon
24 Kayu kapak Herba
25 Bekung Unidentified Herba
26 Akar satolu Pericamphyllus galucus Menispermaceae Liana
27 Tampuy kuning Prunus arborea Rosaceae Pohon
28 Manau Calamus manan mig Arecaceae Liama
29 Puar Cici Anjing Eltingera sp. Zingiberaceae Herba
30 Selokontunon Saprosma arboreum Rubiaceae Pohon
31 Akar ubor Liana
32 Takenaon bisa Rourea minnor Connaraceae Liana
33 Sakot Asplenium Paku / pakis
34 Salung akar
35 Kayu berisil Pometia pinnata Sapindaceae Pohon
36 Nango Canangium odoratum Annonaceae Pohon
37 Tomtomu Goniothalamus macrophyllus Annonaceae Perdu
38 Pelekukonmunsong Perdu
39 Akar Kancil Smilax zeylanica Smilacaceae Perdu
40 Jirak Symplocos fasciculata Symplocaceae Pohon
41 Nandraon
Sumber: Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2010-2014

Selain tanaman obat, taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) merupakan


salah satu Taman Nasional di Pulau Sumatera (Propinsi Jambi) yang cukup kaya
dengan anggrek. Berdasarkan penelitian LIPI (1998) tidak kurang 41 jenis anggrek

Laporan Akhir | VI - 79
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dari 18 marga ditemukan di kawasan TNBD dan jumlah ini masih terus bertambah.
Saat ini, sudah temukan lebih kurang 46 jenis anggrek dari 17 marga yang dikoleksi
di plot pengembangan anggrek TNBD. Beberapa lokasi penemuan anggrek di TNBD
adalah Bukit Berumbung, Bukit Enau, Bukit Suban, Bukit lubuk Semah, Bukit
Suban, Bukit Sungai Keruh Mati dan Bukit Pal.
Anggrek-anggrek yang dipindahkan ke demplot pengembangan anggrek
dikumpulkan dengan cara membawa jika anggrek yang ditemukan saat kegiatan di
lapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga dan memelihara keanekaragaman
anggrek di kawasan TNBD. Bertambahnya jumlah jenis anggrek yang ditemukan
sangat memungkinkan karena luasnya kawasan TNBD dan belum semuanekayaanya
tereksplorasi dengan baik. Spesies anggrek yang terindentifikasi dan dikembangkan
secara eksitu di Resort Air Hitam I, adalah Thelasis machranta, Thecostele alata
Ridl, Sarcanthus scortechinii, Pomatocalp spicata, Phalaenopsis sumatrana, Phaius
tankervillae, Liparis lacerata, Grammatophyllum speciosum, Flingkingeria sp.,
Acriopsis densiflora, Eria xantocheila, Eria multiflora, Acriopsis lilifolia,
Agastrophyllum bicuspidatum, Eria bractescens Lindley, Dipodium scandens,
Appendicula cornuta, Bulbophyllum sp., Dendrobium teres, Dendrobium nudum,
Bubophyllum plavescens, Bubophyllum limbatum, Dendrobium linguella,
Dendrobium leonis, Bubophyllum vaginatum, Cymbidium finlaysonianum,
Dendrobium indragiriense, Dendrobium crumenatum Sw., Coelogyne foerstermanii,
Dendrobium aloifolium, dan Dendrobium compressistylum.

Gambar 6.37
Beberapa Jenis Tanaman Anggrek Taman Nasional Bukit Duabelas

Laporan Akhir | VI - 80
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.34
Data Tanaman Anggrek di demplot Resort Pematang Kabau
Jumlah
Kode Jenis Tahun 2010
Tahun 2009
Pakis Pot Kayu Total
A Dendrobium crumenatum 23 23 23
B Eria sp 9 5 13 18
C Bulbophyllum sp 18 23 14 37
D Cimbidium finlaysonianum 7 14 5 1 20
E Grammathophyllum speciosum 5 0 5 5
F Thecostele alata 10 2 23 25
G Eria sp 7 6 3 9
H Liparis crenulata 4 1 6 7
I Coelogyne dayana 6 4 8 2 14
J Bulbophyllum vaginatum 11 26 3 29
K Dendrobium sp 6 7 7 14
L Dendrobium leonis 5 4 1 5
M Bulbophyllum sp 2 3 0 3
N Bulbophyllum plafescen 4 1 10 11
O Flinkingeria sp 4 1 6 7
P Phalaenopsis violace 2 2 0 2
Q Hoya sp 2 2 0 2
R Dendrobium sp 3 3 3 6
S Flinkingeria sp 2 6 3 9
T Bulbophyllum sp 3 3 0 3
U Belum Teridentifikasi 2 0 0 11 11
V Dipodium scandens 4 9 1 10
W Bulbophyllum sp 1 1 0 1
X Pomathocalp sp 1 1 0 1
Y Agastrophyllum sp 1 1 0 1
Z Eria multiflora 2 5 13 18
AA Belum Teridentifikasi 1 1 1
AB Belum Teridentifikasi 1 1 1
AC Belum Teridentifikasi 1 1 1
AD Belum Teridentifikasi 1 1 1
JUMLAH 148 157 124 14 295
Sumber: Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2010-2014

B. Potensi Fauna
Taman nasional ini merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi
seperti siamang (Hylobates syndactylus syndactylus), beruk (Macaca nemestrina),
macan dahan (Neofelis nebulosa diardi), kancil (Tragulus javanicus kanchil),
beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), kijang (Muntiacus muntjak

Laporan Akhir | VI - 81
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

montanus), meong congkok (Prionailurus bengalensis sumatrana), lutra Sumatera


(Lutra sumatrana), ajag (Cuon alpinus sumatrensis), kelinci Sumatera (Nesolagus
netscheri), elang ular bido (Spilornis cheela malayensis), dan lain-lain.

C. Potensi Pariwisata
Secara garis besar, potensi pariwisata kawasan TNBD terletak pada spektrum
ekosistem kawasan yang terbentuk dari perpaduan antara alam hutan perbukitan dan
sungai. Kombinasi ini memberikan nuansa lansekap alamiah yang menarik untuk
dinikmati, adat istiadat, tradisi dan kearifan tradisonal komunitas Orang Rimba. Flora
yang bernilai tinggi sebagai plasma nutfah merupakan jenis-jenis yang tergolong
langka dan dilindungi serta jenis-jenis yang memiliki daya tarik visual serta biota
obat hutan tropis dan pengetahuan tradisonal pengobatan mandiri komunitas Orang
Rimba, akan tetapi untuk saat sekarang fasilitas - fasilitas wisata di TN Bukit
Duabelas belum begitu memadai dikarenakan pengelolaan TN ini baru.

6.3.1.2 Nilai Strategis Kawasan Penyangga


Kawasan penyangga KSN Taman Nasional Bukit Duabelas semakin
maraknya kegiatan eksploitasi hutan untuk HPH, Perkebunan, pertambangan. Tidak
sedikit dari kegiatan tersebut merambah ke kawasan inti Taman Nasional Bukit
Duabelas. Hal ini berpengaruh pada fungsi kawasan inti sebagai kawasan lindung.
Semakin luas kegiatan perkebunan atau pertambangan dari kawasan penyangga yang
merambah ke kawasan inti, maka akan menurunkan fungsi kawasan inti sebagai
kawasan lindung. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nilai strategis dari
kawasan penyangga KSN Taman Nasional Bukit Duabelas yaitu:
“Mendukung fungsi kawasan lindung Taman Nasional Bukit Duabelas pada
kawasan inti, terutama mendukung perlindungan tempat hidup dan penghidupan
orang rimba dan harimau di Taman Nasional Bukit Duabelas”.
Nilai strategi lainnya di kawasan penyangga adalah keanekaragaman ruang
social yang ada di kawasan penyangga. Keanekaragam tersebut dapat dilihat dari

Laporan Akhir | VI - 82
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

penduduk dan pemanfataan ruang di kawasan penyangga. Selanjutnya, dari hasil


penelitian didapatkan data ruang sosial yang terbagi atas dasar batasan administrasi
wilayah. Berikut merupakan pembagian ruang sosial di kawasan penyangga:
a) Kecamatan Air Hitam:
 Ditetapkan sebagai sentra pertanian dan peternakan oleh balai TNBD.
Banyaknya pertanian dan peternakan di Kecamatan Air Hitam dipengaruhi oleh
banyaknya transmigaran dari jawa
 Untuk penduduk lainnya, yaitu suku melayu kegiatan budidayanya adalah
perkebunan (sawit dan karet)
b) Kecamatan Muaro Tabir dan Marosebo Ulu
Penduduk yang bertempat tinggal di kedua kecamatan ini yang dominan yaitu
suku melayu dengan kegiatan budidayanya perkebunan (sawit dan karet)
c) Kecamatan Batih XXIV
Penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Bathin XXIV merupakan
penduduk campuran yaitu suku melayu dan transmigran dari jawa, kegiatan
budidayanya pertanian dan perkebunan (sawit dan karet)

Laporan Akhir | VI - 83
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.38 Peta Pembagian Ruang Sosial Kawasan Penyangga

Laporan Akhir | VI - 84
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.2 Isu Strategis


Pembahasan mengenai isu strategis dalam kawasan perencanaan KSN
Taman Nasional Bukit Duabelas, debedakan menjadi dua yakni : isu strategis dalam
lingkup kawasan zona inti Taman Nasional Bukit Duabelas, dan isu strategis dalam
lingkup kawasan zona penyangga Taman Nasional bukit Duabelas. Selain itu isu
terbagi menjadi dua konteks yakni isu dalam konteks spasial keruangan dan aspasial.
Isu aspasila dalpat berkaitan dengan aspek kelembagaan, sosial kependudukan, dan
atau ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut:

6.3.2.1 Isu Strategis Kawasan Inti


Permasalahan yang terjadi di dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
dijelaskan menjadi 2 kelompok, yaitu permasalahan spasial dan aspasial.
A. Permasalahan Kawasan Inti Dilihat Dari Aspek Spasial
Dalam pemaparan isu strategis dalam konteks deforestasi dibedakan menjadi
dua bagian, perbedaan tersebut dibagi berdasrkan penyebab dan atau proses
terjadinya yaitu yang diakibatkan secara langsung (oleh perubahan/alih fungsi lahan)
dan tidak langsung ( kerusakan hutan / kebakaran hutan ).
a) Deforestasi Yang Diakibatkan Alih Fungsi Lahan
b) Deforestasi Yang Diakibatkan Kerusakan Hutan

B. Permasalahan Kawasan Inti Dilihat Dari Aspek Aspasial


Salah satu permasalahan yang terdapat di dalam TNBD adalah pemburuan liar
yang dilakukan oleh Suku Anak Dalam (SAD). Di dalam Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas, kebutuhan akan bahan makanan daging hewan, dipenuhi melalui
berburu satwa liar. Dalam melakukan kegiatan perburuan, ada beberapa jenis satwa
yang dipantangkan, antara lain, enggang gading, berang-berang, harimau, kucing
hutan dan primata kecuali beruk yang oleh kelompok Orang Rimba tertentu tidak
dipantangkan (KKI WARSI, 2004). Namun ada satu hal yang perlu dan penting untuk
dicatat, bahwa di antara satwa liar yang diburu untuk konsumsi terdapat jenis tapir,

Laporan Akhir | VI - 85
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

beruang madu, kijang, rusa, napu, kancil, jenis-jenis satwa liar yang oleh IUCN sudah
dikategorikan sebagai satwa yang dilindungi. Pemecahan masalah perlu segera
dicarikan mengingat hal ini berlawanan arus dengan isu pelestarian, apalagi terjadi di
kawasan taman nasional.

6.3.2.2 Isu Strategis Kawasan Penyangga


Sub bab ini menjelaskan mengenai isu strategis kawasan penyangga yang
merupakan kawasan yang membatasi atau memproteksi kawasan inti dengan area
luar.
Permasalahan yang terjadi di dalam kawasan penyangga Taman Nasional
Bukit Duabelas dijelaskan menjadi 2 kelompok, yaitu permasalahan spasial dan
aspasial.

A. Permasalahan Kawasan Penyangga Dilihat Dari Aspek Spasial


Permasalahan yang terjadi di kawasan penyangga dilihat dari aspek spasial
yaitu mengenai alih fungsi lahan. Sejalan dengan perkembangan wilayah Provinsi
Jambi yang dinamis dan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi penduduk maka
dibeberpa bagian wilayah Provinsi Jambi khusunya wilayah yang mencakup kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas terjadi upaya perluasan lahan budidaya khususnya
alih fungsi lahan dari hutan produksi ke lahan pertanian/perkebunan.
Selain itu dalam Kebijakan dan Strategi penatan ruang RTRW Provinsi Jambi
tercantum adanya program Alih fungsi lahan dari hutan produksi menjadi area
penggunaan lain seluas 120.838,48 Ha yang terletak di kabupaten:
 Tanjab Timur : 15.269 Ha
 Muaro Jambi : 10.355 Ha
 Batang Hari : 6.577 Ha
 Sarolangun : 19.859 Ha
 Tebo : 15.896 Ha
 Bungo : 18.477 Ha

Laporan Akhir | VI - 86
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Tanjab Barat : 9.887 Ha


 Merangin : 24.520 Ha

B. Permasalahan Kawasan Penyangga Dilihat Dari Aspek Aspasial


 Konflik Ruang
Perubahan tutupan lahan telah membawa berbagai dampak. Bukan hanya
menimbulkan bencana alam bagi manusia, penurunan luas lahan puntelah mendesak
populasi beberapa satwa. Pupulasi satwa yang tergusur sering kali berebut ruang
untuk hidup dengan masyarakat di sekitar hutan dan juga berebut dengan perkebunan.
Akibatnya satwa endemik termasuk satwa yang dilindung atau terancam dianggap
sebgai hama bagi perkebunan dan ladang.

 Konsep pengembangan Ekoregion yang Membutuhkan Tingkat Koordinasi


Tinggi
Secara umum ekoregion dapat dikatakan sebagai suatu bentang wilayah yang
memiliki karakteristik khusus. Kekhususan ini merupakan adanya homogenitas
berdasrkan batasan tertentu. Berdasarkan Pasal 1 butir 29 UU No.32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), menyatakan
”ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air,
flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan
integritasi sistem alam dan lingkungan hidup.
Dengan demikian pengelolaan yang dilakukan akan membutuhkan
koordianasi yang kuat antar wilayah administrasi karna, setiap ekoregion bisa
terhampar pada dua atau lebih Kabupaten/Provinsi dan penetuan batasan wilayah
ditetentukan bukan berdasarkan batasan administrasi.

Laporan Akhir | VI - 87
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.3 Delineasi Kawasan Strategis Nasional


6.3.3.1 Delineasi Zona Inti
Taman nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan hujan
tropis dataran rendah di Pulau Sumatera, yang ditetapkan berdasarkan Menteri
Kehutanan, SK. No. 258/Kpts-II/2000, dengan luas 60.500 ha.
Secara geografis Taman Nasional Bukit Dua terletak di antara 102° 31' 37"
sampai 102° 48' 27" Bujur Timur dan antara 1° 44' 35" sampai 2° 03'15" Lintang
Selatan.

6.3.3.2 Deleniasi Zona Penyangga


Deliniasi adalah batasan yang ditetapkan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya, untuk mempermudah dalam langkah selanjutnya (dalam
konteks perencanaan). Dalam menentukan deliniasi KSN Taman Nasional bukit
Duabelas dibagi mejadi dua wilayah/deliniasi yakni wilayah inti dan wilayah
penyangga buffer.
Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun
1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pengertian
Daerah Penyangga adalah wilayah yang berada diluar kawasan pelestarian alam dan
suaka alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang
dibebani hak yang diperlukan dan mampu berfungsi untuk menjaga keutuhan
ekosistem Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian Alam dari segala
bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan
yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan.
Dengan demikian pengelolaan Daerah Penyangga tetap berada di tangan yang berhak,
dimana upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di Daerah
Penyangga adalah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat itu sendiri.

Laporan Akhir | VI - 88
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional yang


diterbitkan melalui Surat Edaran Menteri Departemen Dalam Negeri pada tahun 1999
disebutkan bahwa Daerah Penyangga Taman Nasional adalah wilayah yang berada
diluar kawasan Taman Nasional baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara
maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan
Taman Nasional dengan kriteria sebagai berikut:
1. Secara geografis berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional;
2. Secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar
Taman Nasional;
3. Mampu menangkal segala macam gangguan baik dari dalam maupun dari luar
Taman Nasional.
Dari kedua rujukan tersebut diatas, tidak disebutkan batasan yang dapat
digunakan dalam penetapan batas luar daerah penyangga. Jika ditinjau dari UU No 5
tahun 1990 terlihat dengan jelas bahwa batas kawasan penyangga tidak hanya
didasarkan kepada batas ekologi, akan tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial
kultural dan sosial-ekonomi masyarakat dari suatu Daerah Penyangga. Sehubungan
dengan itu, guna memudahkan dalam pengelolaan khususnya manajemen pengelolaan
konservasi dan pembangunan kawasan penyangga, maka batas kawasan penyangga
dapat menggunakan batas administrasi kabupaten sebagai batas luar kawasan
penyangga. Luasnya kawasan penyangga bervariasi tergantung kepada alokasi zona
pengelolaan penyangga itu sendiri dan eksistensi kegiatan ekploitasi sumberdaya
alam yang dikaitkan dengan aspek fisik dan ekologi.
Selain mempertimbangkan hal di atas, dalam memperhitungkan parameter
yang menjadi nilai strategis dan atau kehususan yang di miliki kawasan sebagai
berikut :
• Sebaran tempat tinggal suku anak dalam.
• Kawasan Tangkapan Air DAS Batanghari.
Dari kriteria-kriteria di atas, maka didapatkan delineasi kawasan penyangga Taman
Nasional Bukit Duabelas yang terdiri dari 4 kecamatan Yaitu:

Laporan Akhir | VI - 89
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Kecamatan Marosebo Ulu dan Bathin XXIV Kabupaten Batanghari


 Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun
 Kecamatan Muaro Tabir Kabupaten Tebo
Untuk lebih jelasnya mengenai delineasi kawasan penyangga Taman Nasional
Bukit Duabelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Laporan Akhir | VI - 90
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.39 Peta Sebaran Suku Anak Dalam

Laporan Akhir | VI - 91
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.40 Peta Tangkapan Air DAS Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

Laporan Akhir | VI - 92
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.41 Peta Delineasi Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas

Laporan Akhir | VI - 93
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.4 Profil KSN Bukit Duabelas


6.3.4.1 Wilayah Administrasi KSN Bukit Duabelas
Taman nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan
hujan tropis dataran rendah di Pulau Sumatera, yang ditetapkan berdasarkan
Menteri Kehutanan, SK. No. 258/Kpts-II/2000, dengan luas 60.500 ha.
Secara geografis Taman Nasional Bukit Dua terletak di antara 102° 31' 37"
sampai 102° 48' 27" Bujur Timur dan antara 1° 44' 35" sampai 2° 03'15" Lintang
Selatan.
Kawasan TNBD mencakup tiga kabupaten dengan luas areal keseluruhan
meliputi seluas 60.500 ha. dengan rincian luas menurut kabupaten, masing-masing
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.35
Persentase Luas TNBD
No Kabupaten %
1 Batanghari 65
2 Sarolangun 15
3 Tebo 20
4 TNBD 100
Sumber : RTRW Provinsi Jambi Tahun 2009 -2029

Tabel 6.36
Luas Kawasan Lindung
Kawasan Hutan (ha)
No Kabupaten/Kota
Suaka Alam Pelestarian Alam Lindung Jumlah
1 Sorolangun 8.883,74 - 54.285,20 95.024,00
2 Tebo - 60.606,00 - 60.606,00
3 Batanghari 115,01 74.130,00 35.374,85 109.619,86
Prov. Jambi 30.408,01 335.960,67 122.004,00 488.202,85
Sumber : RTRW Provinsi Jambi Tahun 2009 -2029

Tabel 6.37
Wilayah Administrasi Tahun 2011
Jumlah
No Kabupaten/Kota Luas (km2) Ibu Kota
Kecamatan
1 Sorolangun 6.148 Sorolangun 10
2 Tebo 6.461 Muara Tebo 12
3 Batanghari 5.804 Muara Burlian 8
Prov. Jambi 53.435 128
Sumber : Provinsi Jambi Dalam Angka, 2012

Materi Teknis| VI - 94
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.42 Peta Adminstrasi Taman Nasional Bukit Duabelas

Materi Teknis| VI -95


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.4.2 Karakeristik Fisik Dasar


Areal Taman Nasional Bukit Duabelas mempunyai luas 60.500 Ha, berupa
perbukitan dataran rendah berada pada ketinggian + 30 - 430 m dpl. Untuk lebih
jelas mengenai kondisi fisik dasar Taman Nasional Bukit Duabelas, akan
dijelaskan pada sub bab berikut.

A. Topografi/Kelerengan
Provinsi Jambi berada di bagian tengah Pulau Sumatera memiliki
topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian 0 meter di atas permukaan
laut (m dpl) di bagian timur sampai pada ketinggian di atas 1.000 m dpl, ke arah
barat kontur lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan
pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan
Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci
Seblat.
Sedangkan untuk Taman Nasional Bukit Duabelas memiliki topografi
datar sampai bergelombang dengan duabelas bukit di dalamnya, yaitu Gunung
Bernyanyi, Gunung Panggang (± 328 m. dpl), Bukit Kuran (± 438 m. dpl)., Bukit
Teregang, Bukit Punai Banyak, Bukit Suban, Bukit Tiga Beradik, Bukit Benteng,
Bukit Betempo, Bukit Penyeding, Bukit Beton, dan Bukit Enau. Dengan
ketinggian 40 – 450 mdpl.

B. Jenis Tanah
Pada dataran rendah didominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan
rentan terhadap banjir pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang
melewati wilayah ini. Wilayah ini didominasi jenis tanah gley humus rendah dan
orgosol yang bergambut. Daya dukung lahan terhadap pengembangan wilayah
rendah dibanding wilayah Tengah dan Barat sehingga membutuhkan input
teknologi dalam pengembangannya.
Dibagian tengah didominasi jenis tanah podsolik merang kuning yang
kesuburannya relatif rendah. Daya dukung lahan cukup baik terutama pada lahan
kering dan sangat potensial untuk pengembangan tanaman keras dan perkebunan.

Materi Teknis| VI - 96
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Pada bagian barat didominasi dataran tinggi lahan kering yang berbukit-
bukit. Wilayah ini didominasi oleh jenis tanah latosol dan andosol. Pada bagian
tengah Kabupaten Kerinci banyak di temui jenis tanah alluvial yang subur yang
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan irigasi yang cukup luas.

C. Iklim dan Curah Hujan


Pada umumnya kondisi klimatologi kawasan Taman Nasional bukit
Duabelas terbagi menjadi tiga (3 klasifikasi curah hujan diantaranya 2000 –
2500mm, 2500 – 3000mm dan 3000 – 3500mm. Sedangkan kawasan inti Taman
Nasional Bukit Duabelas termasuk ke dalam kelas 2000-250 mm per tahun.
Sedangkan menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) kawasan
Taman nasional Bukit Duabelas termasuk tipe iklim A dengan curah hujan
berkisar antara 3.294 mm sampai 3.669 mm per tahun dengan jumlah bulan basah
berkisar antara 10 – 11 bulan. (Pusat Konservasi Alam Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Republik
Indonesia. 50 Taman Nasional Indonesia. Bogor: 2006).
Untuk lebih jelas mengenai keadaan klimatologi Kawsaan Taman
Nasional Bukit Duabelas, dapat dilihat pada tabel berikut dan gambar 6.2

Tabel 6.38
Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan dan Penyinaran Matahari
Rata-rata
Curah Hari
Bulan penyinaran
hujan hujan
matahari
Januari 91,7 11 46,3
Pebruari 78,4 16 54,2
Maret 99,5 11 52,1
April 78,6 12 56,8
Mei 98,4 16 58
Juni 41 5 73,8
Juli 28 9 52
Agustus 38 6 71
September 77,6 6 49
Oktober 117,2 15 36
November 199,1 12 48
Desember 150,2 18 34,2
Rata-rata 90,1 10,1 48,6
Sumber: RTRW Provinsi Jambi, 2010

Materi Teknis| VI - 97
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.43 Peta Klimatologi Kawasan Nasional Bukit Duabelas

Materi Teknis| VI - 98
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

D. Geologi
Berdasarkan jenis batuan kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Didominisi oleh Batuan alluvial yang tersebar dari bagian barat jambi sampai
dengan bagian timur yang juga mencakup wilayah Taman Nasional bukit
Duabelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta geologi kawasan TNBD.

E. Hidrologi
Dilihat dari pola aliran sungai, dimana di daerah hulu pola aliran
sungainya berbentuk radial terutama di Kabupaten Sarolangun, sedangkan di
daerah pesisir pola alirannya berbentuk paralel. Sungai-sungai di Provinsi Jambi
terutama Sungai Batanghari sangat berpengaruh pada musim hujan dan kemarau.
Berdasarkan aliran sungai hampir semua wilayah Provinsi Jambi dilalui oleh
Sungai Batanghari dengan orde-ordenya. Sementara itu DAS Batanghari dibagi
menjadi beberapa sub DAS yaitu :
a. Sub DAS Batang Tembesi
b. Sub DAS Jujuhan
c. Sub DAS Batang Tebo
d. Sub DAS Batang Tabir
e. Sub DAS Tungkal dan Mendahara
f. Sub DAS Air Hitam
g. Sub DAS Air Dikit
h. Sub DAS Banyulincir
i. Sub DAS lainnya

Tabel 6.39
Luas Daerah Pengaliran dan Debit dari Beberapa Sungai
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Luas Daerah Debit Max Debit min
NO KAB/KOTA Nama Sungai
Pengaliran (m3/detik) (m3/detik)
1 Batanghari Batang Hari 35.984,38 8.484,00 202,00
2 Sarolangun Batang Sarolangun 1.258,00 - -
3 Tebo Batang Tebo 1.831,60 742,00 20,60
Sumber: RTRW Provinsi Jambi, 2010

Materi Teknis| VI - 99
Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.44 Peta Geologi Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

Materi Teknis| VI - 100


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

F. Kawasan Rawan Bencana


Secara makro, Provinsi Jambi terdapat beberapa daerah yang dikategorikan sebagai
daerah rawan bencana yaitu bencana geologi di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai
penuh dan Kabupaten Merangin yang berupa amblasan, longsoran, gempa tektonik
dan ancaman letusan gunung berapi (vulkanik). Namun, untuk wilayah yang
termasuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas bencana yang sering
terjadi adalah banjir. Bencana banjir yaitu di Kota Jambi, Kabupaten Batang
Hari, Kabupaten Sarolangun dan beberapa kabupaten lainnya yang merupakan
kejadian rutin di setiap musim hujan.

G. Analisis Kesuaian Lahan


Berikut ini merupakan tabel analisis kesesuaian lahan yang terdapat di Kawasan
Penyangga TNBD dengan karakteritik sebagai lahan pertanian. Berikut ini tabelnya.

Tabel 6.40
Kesesuaian Lahan Taman Nasional Bukit Duabelas
No Kawasan Luas (Ha)
Kabupaten Batanghari
1 Kawasan Potensial 529 008.92
2 Kawasan Kendala 19 439.83
Total 548 448.75
Kabupaten Sarolangun
1 Kawasan Potensial 553 063.31
2 Kawasan Kendala 42 758.00
Total 595821.31
Kabupaten Tebo
1 Kawasan Potensial 517 002.79
2 Kawasan Kendala 107 664.55
Total 624667.33
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Pada tabel diatas memiliki kawasan kendala dengan jumlah yang tidak
terlalu besar, sehingga kesesuaian lahan di Kawasan Penyangga TNBD di hampir di
seluruh kecamatan merupakan kawasan potensial dan dapat dimanfaatkan.

Materi Teknis| VI - 101


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.45 Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Sarolangun

Materi Teknis| VI - 102


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.46 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Sarolangun

Materi Teknis| VI - 103


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.47 Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Batanghari

Materi Teknis| VI - 104


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.48 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Batanghari

Materi Teknis| VI - 105


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.49 Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Tebo

Materi Teknis| VI - 106


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.50 Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Tebo

Materi Teknis| VI - 107


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

H. Analisis Daya Tampung Lahan


Berikut ini merupakan analisis daya tampung yaitu kemampuan lahan
untuk menampung berdasarkan jumlah penduduk yang ada, dari hasil analisis
yang telah dilakukan sampai akhir tahun perencanaan masih dapat menampung
jumlah penduduk yang ada di Kawasan Penyangga TNBD.

Tabel 6.41
Daya Tampung Lahan Taman Nasional Bukit Duabelas
Daya Tahun
Luas Potensi Kepadatan
Tampung
Ketersediaan Penduduk
Kabupaten Kecamatan Penduduk
Lahan (Ha) Asumsi 2014 2019 2024 2029 2034
(Jiwa)
(Jiwa/Ha)
Tebo Muaro 69.629,75 80 5.570.380,18 18.713 22.230 25.746 29.263 32.779
Tabir
Batanghari Maro Sebo 88.133,19 80 7.050.655,55 34.639 40.354 46.068 51.783 57.497
Ulu
Bathin 86.044,43 80 6.883.554,36 31.162 37.881 44.600 51.319 58.038
XXIV
Sarolangun Air Hitam 67.015,97 80 5.361.277,70 30.662 38.516 46.370 54.224 62.078
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Berdasarkan analiais daya tampung, sampai akhir tahun perencanaan Kawasan


Penyangga TNBD masih mampu menampung pertumbuhan penduduk yang ada.

6.3.4.3 Karakteristik Kahutanan


1. Karakteristik Kehutanan di TNBD
Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan
hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. Semula kawasan ini merupakan
kawasan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan areal penggunaan lain
yang digabung menjadi taman nasional. Hutan alam yang masih ada terletak di
bagian Utara taman nasional ini, sedangkan yang lainnya merupakan hutan
sekunder.

2. Potensi dan Masalah Kawasan Hutan di TNBD


a. Potensi Kawasan Hutan TNBD
Potensi taman nasional bukit Duabelas antara lain:
• Sebagai rumah bagi orang rimba (suku anak dalam)
• Sebagai kawasan Lindung flora dan Fauna yang terancam punah

Materi Teknis| VI - 108


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

• Sebagai area tangkapan air DAS Batanghari


• Sebagai salah satu tujuan wisata dalam program Wonderful Indonesia

b. Masalah Kawasan Hutan TNBD


Tingkat gangguan terhadap kawasan masih cukup tinggi dan
kecenderungan bergerak dari permasalahan pencurian kayu ke arah perambahan
kawasan untuk ladang. Kondisi saat ini disebabkan oleh kasus perambahan
kawasan dengan pelaku dari orang desa dan SAD. Terjadi dilema saat
perambahan dilakukan oleh SAD karena peralihan fungsi kawasan adalah untuk
kepentingan penghidupan mereka sehingga terjadi perubahan fungsi hutan karet
yang cukup signifikan. Solusi yang dilakukan adalah dengan sosialisasi secara
intensif dan menjalin komunikasi untuk mengurangi luasan perubahan fungsi
kawasan. Kegiatan rutin yang telah dilakukan adalah patroli rutin pada kawasan
sebagai kegiatan preventif untuk mengantisipasi gangguan kawasan dari
intervensi masyarakat desa, SAD secara lintas sektoral seperti pertambangan yang
mengintervensi dalam skala alih fungsi kawasan, eksploitasi tambang dan alih
fungsi kepemilikan melalu perantara SAD secara illegal yang apabila tidak
dideteksi dini sangat beresiko berdampak konflik sosial. Pada kasus-kasus yang
diduga berpotensi telah dilakukan operasi intelijen untuk mendalami aktor-aktor
intelektual yang berperan dan kajian hasilnya menjadi dasar operasi fungsional
jika masih bisa ditangani secara internal dan operasi gabungan apabila melibatkan
lintas sektor sehingga perlu dukungan pihak lain dalam penangannya. Masih
minimnya tenaga PPNS berdampak pada penanganan kasus belum optimal
dikarenakan memerlukan keterlibatan pihak luar dalam melakukan penyidikan.

6.3.4.4 Karakteristik Penggunaan Lahan


1. Kondisi Penggunaan Lahan
Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan kawasan lindung yang
mempunyai keunikan tersendiri, karena keberadaannya tidak terlepas dengan
kehidupan masyarakat tradisional/Orang Rimba yang terdapat didalam dan sekitar
kawasan taman nasional untuk mencari kehidupan sehari-hari seperti rotan,
damar, kayu gaharu, dll.

Materi Teknis| VI - 109


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Berdasarkan hasil analisis tahun 2014 diketahui tutupan lahan yang


mendominasi mencakup tutupan lahan hutan kering sekunder mencakup 22%,
sedangkan untuk hutan kering primer mencakup 0,29%. Untuk kegiatan budidaya
luas tutupan permukiman mencakup 1,7 % dan untuk lahan ladang dan pertanian
mencakup 49%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini dan
Peta Penggunaan Lahan

Tabel 6.42
Tabel Luas Penggunaan Lahan
No Jenis guna lahan Luas (ha) %
1 Tidak diketahui 9804,07 0,51
2 Awan 22045,61 1,15
3 Hutan Lahan Kering Primer 5575,09 0,29
4 Hutan Lahan Kering Sekunder 423812,34 22,14
5 Hutan Rawa Sekunder 8344,90 0,44
6 Hutan Tanaman Industri (HTI) 11950,10 0,62
7 Perkebunan 154089,18 8,05
8 Permukiman 32782,05 1,71
9 Pertambangan 481,61 0,03
10 Pertanian Lahan Kering 32588,91 1,70
11 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak 942920,21 49,25
12 Rawa 8227,85 0,43
13 Savana 44,24 0,00
14 Sawah 1529,17 0,08
15 Semak/Belukar 87903,54 4,59
16 Semak/Belukar Rawa 33401,21 1,74
17 Tanah Terbuka 120169,65 6,28
18 Transmigrasi 3537,68 0,18
19 Tubuh Air 15409,11 0,80
Total 1914616,52 100,00
Sumber : Provinsi Jambi Dalam Angka, 2012

2. Alih Fungsi Lahan


Hutan di kawasan TNBD berupa hutan primer „yang sudah terganggu‟ dan
hutan sekunder. Pada beberapa bagian areal kawasan, sebagai akibat dari
eksploitasi yang berlebihan pada waktu-waktu yang lalu, terbentuk areal terbuka
yang ditumbuhi semak belukar.
 Belahan kawasan ex Cagar Biosfer
Di bagian belahan ini, sebagian besar areal sepanjang batas luar kawasan sudah
terambah oleh masyarakat desa sekitar dan dijadikan perkebunan rakyat
(umumnya tanaman karet dan sebagian kecil untuk kelapa sawit).

Materi Teknis| VI - 110


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Belahan Kawasan ex PT INHUTANI dan PT SHL


Pada bagian belahan ruang ini, terdapat areal-areal perkebunan karet
masyarakat yang sudah dikembangkan sejak sebelum terbentuk TNBD. Di
beberapa bagian areal Sub DAS Kejasung Besar, Kejasung Kecil, Serengam
Bagian Hulu, kondisi lingkungannya relatif telah tereksploitasi berat dan
memerlukan rehabilitasi (WARSI, 2004). Khususnya areal-areal di sepanjang
jaringan jalur logging ex konsesi pengusahaan HPH.
Kegiatan penebangan liar/pembalokan (illegal logging) di kawasan ini,
khususnya di wilayah kabupaten Batanghari, disinyalir berlangsung intens.
Kegiatan ilegal ini melibatkan sejumlah masyarakat desa dan juga Orang
Rimba (KKI WARSI, 2004). Kemudahan akses melalui jalur logging / sungai
(sampai jauh ke dalam kawasan), dan ada areal yang masih terbuka sepanjang
garis batas luar yang belum ketemu gelang, merupakan faktor-faktor yang
mendukung maraknya penebangan liar di bagian kawasan ini. Ruang
kehidupan dan penghidupan kelompok-kelompok komunitas Orang Rimba,
sebagian besar berada di belahan kawasan ini.

Pada 1989-1993 TNBD kehilangan 34.671 hektar hutan, dengan laju kerusakan
hutan mencapai 8.668 hektar per tahun (mongabay.co.id, 2013). Sekitar 7 ribu
hektar hutan di kawasan taman nasional tersebut telah berubah jadi areal
perladangan (tribunnews.com, 2013). Dari analisis data citra satelit TM 5, milik
KKI Warsi tahaun 1989-2008, kawasan taman nasional semakin tergerus.Menurut
Direktur KKI Warsi, Rahmat Hidayat, mengungkapkan pada 1989-1993 TNBD
kehilangan 34.671 hektare hutan, dengan laju kerusakan hutan mencapai 8.668
hektare per tahun. Luas kerusakan terus bertambah, hingga laju deforestasi hutan
dianalisis mendekati angka yang konstan, yaitu 2.344 hektare per tahun. "Melihat
kondisi ini, jika tak ada upaya penyelamatann Bukit Duabelas akan hilang tahun
2034,". Untuk melihat perubahan tutupan lahan di Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas dapat dilihat pada gambar 6.53 sampai 6.56

Materi Teknis| VI - 111


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.51
Perubahan Tutupan Lahan Bukit Duabelas

Gambar 6.52
Grafik Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan Bukit Duabelas

3. Dampak Alih Fungsi Lahan dan Upaya Penanganan


Menurut WARSI (kelompok konservasi dan informasi) Taman Nasional bukit
Duabelas akan punah pada tahun 2034, apabila upaya penyelamatan tidak
dilakukan.
Isu kerusakan hutan merupakan isu yang sangat strategis baik dari sisi
ekonomi maupun lingkungan sehingga pemerintah diharapkan dapat secepatnya

Materi Teknis| VI - 112


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

mengendalikan kerusakan hutan ini dan melakukan perbaikan lingkungan. Hal


tersebut dapat diakibatkan oleh faktor alami (kebakaran hutan) ataupun faktor
non-alami (ulah manusia).
Pokok-pokok kebijakan Pembangunan Kehutanan dan Konservasi Alam
Provinsi Jambi, meliputi:
 Pemantapan keberadaan kawasan hutan yang lestari sesuai dengan
fungsinya.
 Pemulihan kondisi hutan, peningkatan manfaat sosial hutan, peningkatan
upaya konservasi sumberdaya hutan dan optimasi manfaat hasil hutan.
Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, langkah-langkah kebijakan sektor kehutanan
Provinsi Jambi ditetapkan sebagai berikut :
 Restrukturisasi pengelolaan kawasan hutan, diselaraskan dengan
kelestarian pemanfaatan.
 Rehabilitasi kawasan hutan dan konservasi sumberdaya hutan melalui
program Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan Hutan (GNRHL).
 Pemantapan pengelolaan kawasan hutan lindung dan kawasan pelestarian
alam.
 Penanggulangan permasalahan penebangan liar dan pencegahan
pengrusakan kawasan hutan lindung dan kawasan pelestarian alam.
 Penanggulangan bahaya kebakaran hutan dan lahan dan perkuatan
kordinasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan
zero ground burning.

Materi Teknis| VI - 113


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.53 Peta Penggunaan Lahan Taman Nasional Bukit Duabelas

Materi Teknis| VI - 114


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.54 Peta Land Cover Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2000

Materi Teknis| VI - 115


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.55 Peta Land Cover Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2008

Materi Teknis| VI - 116


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.56 Peta Land Cover Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2012

Materi Teknis| VI - 117


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.4.5 Karakteristik Ekonomi


1. PDRB Provinsi Jambi
Kondisi Sosio Ekonomi Provinsi Jambi mengalami peningkatan di setiap
tahunnya. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar berlaku
Provinsi Jambi pada tahun 2011 meningkat sebesar 1,05 dibanding dengan tahun
2010. Peningkatan ini didukung oleh semua sektor ekonomi dengan pertumbuhan
tertinggi terjadi pada sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 23,1 persen.
Pertumbuhan terkecil terjadi pada sektor Jasa-jasa dengan laju sebesar 3,8 persen.
Pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi tahun 2009-2012 diperkirakan rata-rata
mencapai 1,70 persen pertahun. Dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk
selama tahun 2000-2006 yang mencapai 1,83 persen pertahun.

Tabel 6.43
Perkembangan PDRB menurut ADHB dan ADHK Provinsi Jambi,
Tahun 2008-2012. Miliar Rupiah
PDRB ADHB PDRB ADHK
Tahun
Dengan migas Tanpa migas Dengan migas Tanpa migas
2008 41.056 31.271 15.298 13.716
2009 44.127 36.755 16.275 14.675
2010 53.858 45.099 17.472 15.678
2011 63.355 52.697 18.964 16.765
2012 72.654 61.838 20.374 18.222
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012

Tabel 6.44
PDRB Provinsi Jambi (dalam milyar rupiah)
No Nilai PDRB 2009 2010* 2011**
1 Atas Dasar Harga Berlaku 44.127,0 53.816,7 63.268,1
2 Atas Dasar Harga Konstan 2000 16.274,9 17.470,7 18.962,4
3 Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku 36.755,1 45.061,6 52.609,3
4 Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 14.675,3 15.677,4 16.765,8
2000
5 Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 14.597,1 17.403,6 19,959,6
6 Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 5.383,7 5.649,8 5.982,2
7 Per Kapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga 12.158,5 14.572,3 16.597,0
Berlaku
8 Per Kapita Tanpa Migas Atas Dasar Harga 4.854,5 5.069,9 5.289,2
Konstan 2000
Sumber : Profil dan Kinerja Perhubungan Darat 2013
* : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

Materi Teknis| VI - 118


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

2. Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan ekonomi Jambi dalam tiga tahun terakhir mengalami percepatan,
namun laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 7,44% lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara untuk pertumbuhan sektor, seluruh
sektor tumbuh positif pada tahun 2011 dan sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi
tertinggi serta sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi Jambi adalah: sektor
pertambangan (23,10%), sektor listrik, gas dan air bersih (11,27%), dan sektor
keuangan (9,08%).

Gambar 6.57
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi terhadap Nasional Tahun 2004-2012, (%)

Sementara untuk pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang termasuk dalam


Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.45
Laju Pertumbuhan PDRB dengan Migas ADHK 2000 Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2007-2011 (persen)
Tahun
No Kab/kota
2007 2008 2009 2010* 2011*
1 Kab. Sarolangun 7,27 7,92 7,99 8,09 8,80
2 Kab. Batang Hari 5,60 6,24 5,14 6,05 7,90
3 Kab. Tebo 5,95 6,08 5,01 5,96 6,78
Provinsi Jambi 6.27 6.75 6.05 6.70 7.83
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012

Materi Teknis| VI - 119


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

3. Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian Provinsi Jambi tahun 2011, didominasi bersarnya
kontribusi sektor sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 29,35%, sektor
pertambangan (19,07%), dan sektor industri pengolahan (10,67%). Selain ketiga
sektor diatas, sektor lainnya yang memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor
industri pengolahan (10,67%), dan sektor jasa (9,33%).

Gambar 6.58
Struktur Perekonomian PDRB ADHB Provinsi Jambi Tahun 2011

4. Kegiatan Sektoral
A. Pertanian
Luas lahan sawah yang terdapat di 3 kabupaten yang termasuk ke dalam
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas pada tahun 2012 sebesar 15.279 Ha,
dengan luas lahan sawah irigasi sebesar 5.186 Ha dan sawah tadah hujan seluas
10.093 Ha. Dari data yang ada, didapatkan bahwa luas lahan sawah terbesar terdapat
di Kabupaten Sarolangun dengan luas sawah irigasi sebesar 3.302 Ha dan sawah
tadah hujan sebesar 3.019 Ha. Untuk lebih jelas mengenai lahan pertanian yang
terdapat di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Materi Teknis| VI - 120


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.46
Luas Lahan Sawah Dirinci menurut Jenis Pengairan
dan Kabupaten/Kota, 2012 (Ha)
Jenis Pengairan (irigasi)
NO KAB/KOTA
Irigasi Tadah Hujan
1 Kab. Sarolangun 3 302 3 019
2 Kab. Batang Hari 306 6 141
3 Kab. Tebo 1 578 4 933
JUMLAH 46.075 52.803
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012

B. Peternakan
Populasi ternak besar yang ada di 3 kabupaten yang terdapat di Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas didominasi oleh peternakan sapi yang jumlah
keseluruhannya yaitu sebanyak 36.560 ekor dengan komoditas sapi terbanyak di
Kabupaten Tebo yaitu berjumlah 21.229 ekor. Untuk peternakan lainnya yang ada
selain sapi yaitu peternakan kerbau dengan jumlah keseluruhan sebanyak 27.917
ekor.

Tabel 6.47
Populasi Ternak Besar menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi
Tahun 2012 (ekor)
JENIS TERNAK
No KAB/KOTA
SAPI KERBAU KUDA JUMLAH
1 Kab. Sarolangun 7.266 8.977 - 16.243
2 Kab. Batang Hari 8.065 7.177 - 15.242
3 Kab. Tebo 21.229 11.763 - 32.992
Jumlah 36,560 27,917 0 64,477
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012

C. Perkebunan
Secara keseluruhan Provinsi Jambi, perkebunan daerah Jambi pada umumnya
adalah Perkebunan Rakyat. Produksi perkebunan rakyat yang terbesar adalah karet
memiliki luas tanaman 659.852 hektar dengan produksi 322.044 ton pada tahun 2011.
Komoditas andalan lainnya yaitu kelapa sawit dengan produksi 753.858 ton serta
kelapa dalam 109.788 ton.

Materi Teknis| VI - 121


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.48
Jumlah Produksi Perkebunan di Provinsi Jambi Menurut
Jenis Tanaman Tahun 2012 (ton)
PRODUKSI (TON)
No JENIS TANAMAN
2011 2012
1 Karet 249.978* 525.505*
2 Kelapa Sawit 181.079* 84.452*
3 Kelapa Dalam 94 746 94 452
4 Kelapa Hybrida 2 954 3 002
5 Kulit Kayu Manis 18 724 18 716
6 Kopi Robusta 25 302 25 612
7 Kopi Arabica 754 1 010
8 Lada 1 297 1 271
9 Cengkeh 450 435
10 Coklat 5 378 6 933
11 Pinang 27 589 27 907
12 Kemiri 2 821 2 985
13 Kapuk 1 210 1 080
14 Jarak Pagar 167 -
15 Aren 1 320 1 298
16 Vanili 129 129
17 Teh - -
18 Tebu 1 411 1 640
19 Tembakau 354 379
20 Nilam 3 417 3 414
Sumber: Provinsi Jambi dalam angka, 2012

5. Analisis Sektor Basis


Dalam menerntukan komoditas unggulan menggunakan rumus di model
perhitungan analisis ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Si / Ni
LQ 
S/N
Dimana :
Si = Jumlah buruh industri di wilayah studi
S = Jumlah buruh seluruhnya di wilayah acuan
Ni = Jumlah buruh industri di wilayah studi
N = Jumlah buruh seluruhnya di wilayah acuan
Yang dibandingkan dalam LQ adalah :
1. Tenaga kerja, industri, atau sektor tertentu
2. Output/produk dari industri/sektor tertentu

Materi Teknis| VI - 122


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Asumsi daerah dalam LQ :


1. Wilayah itu sendiri (wilayah yang kecil)
2. Wilayah diluar wilayah tersebut (daerah yang lebih luas)

Keterangan :
 Xa = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau sektor
tertentu diwilayah yang lebih kecil
 Xa‟ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau
sektor tertentu di wilayah yang lebih kecil
 Xb = jumlah tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau sektor
tertentu di wialyah yang lebih besar
 Xb‟ = jumlah total tenaga kerja/output yang dihasilkan oleh industri atau
sektor tertentu di wilayah yang lebih besar
Dimana nilai LQ :
 LQ < 1 merupakan sektor non basis, daerah tersebut mempunyai ukuran
spesifikasi lebih kecil (under representatif), bila dibandingkan dengan daerah
referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x (sektor
penunjang)
 LQ > 1 merupakan sektor basis, daerah tersebut mempunyai ukuran
spesifikasi lebih besar (over representatif), bila dibandingkan dengan daerah
referensinya (daerah yang lebih besar pada industri/ sektor x (sektor
penunjang)
 LQ = 1 memiliki ukuran sama (bukan basis ataupun non basis)
Model analisis Multiplier Effect digunakan untuk melihat pengaruh sektor
basis terhadap sektor non basis, nilai Multiplier Effect berpengaruh terhadap
penggandaan nilai produksi di sekor non basis. Model tersebut ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut :
Rumusnya adalah :

Materi Teknis| VI - 123


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

ME =

Dilihat dari perekonomian sektoral KSN Taman Nasional Bukit Duabelas,


komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di KSN Bukit Duabelas adalah
komoditas pertanian berupa padi dan komoditas perkebunan berupa karet dan kelapa
sawit. Untuk lebih jelas mengenai sektor basis KSN Bukit Duabelas, dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Tabel 6.49
Nilai LQ dan Multiplier (dilihat dari produksi (Ton)) Sub Sektor Pertanian Padi
Produktivitas Produktivitas Sektor Non
Kabupaten Kecamatan LQ Sektor Basis ME
(Ton) (Ton) Basis
Kabupten 37.188
Maro Sebo Ulu 8352
Batanghari 6.05 B 6,972 1,380 0.20
Bathin XXIV 464 0.34 nB -916 1,380 -1.51
Kabupten 11.909
Air Hitam
Sarolangun 3958 0.66 nB -1,997 5,955 -2.98
Kabupten 18.764
Muara Tabir 921
Tebo 0.59 nB -643 1,564 -2.43
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.50
Nilai LQ dan Multiplier (dilihat dari produksi (Ton)) Sub Sektor Perkebunan Karet
Produktivitas Produktivitas Sektor Non
Kabupaten Kecamatan LQ Sektor Basis ME
(Ton) (Ton) Basis
Kabupten 69.037
Maro Sebo Ulu 4,582
Batanghari 0.53 nB -4,048 8,630 -2.13
Bathin XXIV 22635 2.62 B 14,005 8,630 0.62
Kabupten -
Air Hitam
Sarolangun - - - - - -
Kabupten 49.205
Muara Tabir 2,008
Tebo 0.49 nB -2,092 4,100 -1.96
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Tabel 6.51
Nilai LQ dan Multiplier (dilihat dari produksi (Ton))
Sub Sektor Perkebunan Kelapa Sawit
Produktivitas Produktivitas Sektor Non
Kabupaten Kecamatan LQ Sektor Basis ME
(Ton) (Ton) Basis
Kabupten 192.676
Maro Sebo Ulu 13,020
Batanghari 0.54 nB -11,065 24,085 -2.18
Bathin XXIV 30347 1.26 B 6,263 24,085 3.85
Kabupten -
Air Hitam
Sarolangun - - - - - -
Kabupten 14.409
Muara Tabir 5,651
Tebo 4.71 B 4,450 1,201 0.27
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Materi Teknis| VI - 124


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Dari hasil analisis sektor basis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa wilayah yang termasuk dalam kawasan KSN Taman Nasional Bukit Duabelas
yang layak untuk dikembangkan melaui sektor pertanian berupa padi yaitu
Kecamatan Maro Sebo Ulu (Kabupaten Batanghari), sedangkan untuk sektor
perkebunan karet yaitu Kecamatan Bathin XXIV (Kabupaten Batanghari),
perkebunan kelapa sawit yaitu Kecamatan Muara Tabir (Kabupaten Tebo).
Sedangkan untuk Kecamatan Air Hitam (Kabupaten Sarolangun) lebih tepat untuk
dikembangkan sebagai pusat pelayanan, hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan
sarana prasarana yang terdapat di kecamatan tersebut.

6.3.4.6 Karakteristik Sosial dan Kependudukan


1. Jumlah Penduduk
a. Penduduk Sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas
Jumlah penduduk dilihat dari penduduk yang berada di kabupaten yang
termasuk ke dalam Wilayah KSN Bukit Duabelas, yaitu Kabupaten Sorolangun, Tebo
dan Batanghari. Berdasarkan hasil survey sosial ekonomi Nasional tahun 2004
jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2003 mencapai 2.439.644 jiwa, dan pada
tahun 2007 naik mencapai 2.742.196 jiwa Sementara jumlah penduduk Provinsi
Jambi tahun 2008 mencapai 2.899.031 jiwa. Selama kurun waktu tersebut terjadi
pertumbuhan sebesar ± 1,29% pertahun.
Sedangkan dari tiga Kabupaten yang mencakup Taman Nasional Bukit
Duabelas total persentase persebaran penduduk mencapai 34% dari total penduduk
Provinsi Jambi dari sepuluh Kabupaten/Kota yang ada. Untuk lebih jelas mengenai
jumlah penduduk pada Taman Nasional Bukit Duabelas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 6.52
Jumlah Penduduk Kabupaten
Tahun
Kabupaten Kecamatan
2010 2011 2012 2013 2014
Tebo Muaro Tabir 15.593 15.984 16.415 17.307 18.010
Batanghari Maro Sebo Ulu 29.305 30.147 31.031 32.354 33.496
Bathin XXIV 25.423 26.042 26.632 28.474 29.818
Sarolangun Air Hitam 23.757 24.354 25.649 27.520 29.091
Sumber : Jambi Dalam Angka

Materi Teknis| VI - 125


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.59
Peningkatan Jumlah Penduduk Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

b. Penduduk Taman Nasional Bukit Duabelas (Suku Anak Dalam)


Sebagian besar komunitas Orang Rimba di kawasan TNBD dan ruang
sekitarnya, mengambil ruang kehidupan dan penghidupan di belahan bagian Barat
(Air Hitam, Makekal Hulu/Hilir dan Kejasung).
Dari data yang ada dapat dilihat bahwa dari 26 kelompok Orang Rimba di
kawasan TNBD dan sekitarnya, 17 diantaranya masih mempertahankan jati diri dan
tradisi kehidupan alam hutan dan relatif belum sepenuhnya terjangkau oleh sistem
administrasi dan pelayanan publik. Sedangkan 9 kelompok lainnya, sebagian atau
keseluruhan anggota kelompok, sudah mengorientasikan diri dengan kehidupan
lingkungan luar atau menjadi warga masyarakat desa. Terhadap mereka yang sudah
mengorientasikan diri dengan lingkungan luar atau menjadi warga masyarakat desa,
ada hal penting yang perlu dicatat yaitu keterkaitan hubungan kehidupan dan
penghidupan dengan alam hutan masih tetap dipertahankan.
Ditopang oleh kenyataan bahwa sudah ada beberapa kelompok komunitas
Orang Rimba yang telah berhasil mengorientasikan diri dengan kehidupan
lingkungan luar atau menjadi warga masyarakat desa, memberikan keyakinan bahwa
melalui proses pemberdayaan yang terprogram dan berlanjut, pada saatnya komunitas
Orang Rimba akan mampu menanggalkan status sebagai Komunitas Adat Terpencil.
Penting untuk dicatat, komunitas Orang Rimba umumnya memilih areal ruang
hidup di dataran rendah sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS).

Materi Teknis| VI - 126


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.53
Sebaran Komunitas Orang Rimba Di Dalam dan Di Luar Kawasan TNBD menurut
Kelompok dan Lokasi
Jenis Kelamin Agama Pendidikan
No Tumenggung Wilayah
Laki-Laki Perempuan Total % Islam Animisme Total Belum SD SLTP SLTA Total
Kabupaten Batanghari
330 400 730 41,13% - 730 730 740 - - - 730
Tumenggung Ngamal Sungai Dangku 13 13 26 1,46% - 26 26 26 - - - 26
Tumenggung Meladang Sungai Selentik 16 29 45 2,54% - 45 45 45 - - - 45
Sungai
Tumenggung Nyenong Serengam 16 28 44 2,48% - 44 44 44 - - - 44
Tumenggung Maritua Sungai Terap 51 65 116 6,54% - 116 116 116 - - - 116
1
Tumenggung Melayu
Tua Sungai Jernang 29 46 75 4,23% - 75 75 75 - - - 75
Tumenggung Girang Sungai Asahan 44 56 100 5,63% - 100 100 100 - - - 100
Sungai
Tumenggung Celitai Kejasung Kecil 143 133 276 15,55% - 276 276 276 - - - 276
Sungai
Tumenggung Malimun Terentam 18 30 48 2,70% 48 48 48 - - - 48
Kabupaten Tebo
448 431 879 49,52% 29 850 879 865 14 - - 879
Sungai Makekal
2 Tumenggung Grib Tengah 143 128 271 15,27% - 271 271 257 14 - - 271
Sungai Makekal
Tumenggung Ngadap Hilir 196 192 388 21,86% - 388 388 388 - - - 388
Sungai Makekal
Tumenggung Jelitai Ulu 109 111 220 12,39% 29 191 220 220 - - - 220
Kabupaten Sarolangun
78 88 166 9,35% 21 145 166 149 17 - - 166
3
Tumenggung Berendam Sungai Keruh 28 40 68 3,83% - 68 68 68 - - - 68
Tumenggung Ngangkus Sungai Pakuaji 50 48 98 5,52% 21 77 98 81 17 - - 98
Total 856 919 1775 50 1725 1775 1744 31 - - 1775
Sumber : Survey Balai TN Bukit Duabelas bersama Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarolangun Tahun 2013

Materi Teknis| VI - 127


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

2. Kepadatan Penduduk
Jika dilihat dari kepadatan penduduk tiga kabupaten yang mencakup Taman
Nasional bukut Duabelas pada tahun 2007 dan dibandingkan dengan kriteria
kepadatan penduduk menurut Undang - Undang No. 56/PRP/1960, ketiga kabupaten
tersebut dikategorikan sebagai wilayah yang tidak padat.

Tabel 6.54
Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2014
Jumlah Luas Kepadatan
Kabupaten Kecamatan
Penduduk (Ha) (Jiwa/Ha)
Tebo Muaro Tabir 18010 69,629.75 0.26
Batanghari Maro Sebo Ulu 33496 88,133.19 0.38
Bathin XXIV 29818 86,044.43 0.35
Sarolangun Air Hitam 29091 67,015.97 0.43
Sumber : Provinsi Jambi Dalam Angka, tahun 2013

Dari tabel di atas, dpat diketahui bahwa kecamatan yang mempunyai


kepadatan penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Air Hitam Kabupaten
Sarolangun. Kepadatan kawasan sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas, rata-rata
memiliki kepadatan penduduk rendah dengan dominasi pengguknaan lahan non
permukiman.

3. Kesejahteraan Masyarakat
Kondisi kesejahteraan penduduk TNBD dan sekitar kawasan TNBD masih
kurang sejahtera, hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya mata pencaharian. Mata
pencaharian utama masyarakat sekitar TNBD bertumpu pada PIR-Trans yang
dikembangkan PT SAL. Sedangkan masyarakat etnis Melayu, mayoritas menekuni
usaha tani karet atau sebagai buruh penyadap karet.
Keterbatasan lahan di kawasan ini, merupakan salah satu faktor pemicu terjadi
perambahan kawasan TNBD, untuk perkebunan, oleh masyarakat desa etnis Melayu.
Persoalan lahan perladangan berakibat timbulnya konflik antara Orang Rimba,
khususnya antara kelompok Temenggung Tarib di Sungai Keruh, Pematang Kabau,
dengan masyarakat desa (KKI WARSI).

Materi Teknis| VI - 128


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Sejumlah warga masyarakat desa di wilayah Kabupaten Batanghari, disinyalir


terlibat dalam kegiatan penebangan liar (illegal logging) di kawasan TNBD. Namun,
di antara warga desa tersebut, ada juga pihak - pihak yang memiliki resistensi yang
tinggi terhadap kegiatan ilegal tersebut (KKI WARSI, 2004).
Demikian pula dengan kondisi kesejahteraan masyarakat TNBD.
Kesejahteraan masyaaraat dapat dikatakan sangat kurang, karena msayarakat (SUKU
Anak Dalam) hanya mengandalkan kekayaan alam untuk mencukupi hidupnya,
akibatnya seringkali masyarakat tersebut menjual tanah mereka untuk mendapatkan
uang. Hal tersebut juga merupakan salah satu faktor alih fungsi lahan di TNBD.

4. Proyeksi Penduduk
Dalam perencanaan, hal yang turut mempengaruhi perencanaan adalah jumlah
penduduk pada masa yang akan datang. Analisis jumlah penduduk ke depan
dilakukan dengan teknik proyek penduduk dari tahu 2014 sampai dengan tahun 2034.
Untuk jumlah penduduk berdasarkan hasil proyeksi tahun 2014 sampai dengan tahun
2034 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.55
Proyeksi Penduduk Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Tahun
Kabupaten Kecamatan
2014 2019 2024 2029 2034
Tebo Muaro Tabir 17.679 20.573 23.467 26.361 29.255
Batanghari Maro Sebo Ulu 33.331 38.774 44.218 49.661 55.105
Bathin XXIV 29.677 36.172 42.666 49.161 55.655
Sarolangun Air Hitam 28.752 36.041 43.330 50.619 57.908
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2014

Gambar 6.60 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk

Materi Teknis| VI - 129


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.3.4.7 Karakteristik Sarana dan Prasarana


1. Karakteristik Sarana
A. Sarana Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan dilihat dari 3 kabupaten yang termasuk ke dalam
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas dengan jumlah fasilitas pendidikan paling
banyak yaitu terdapat pada fasilitas pendidikan Sekolah Dasar (SD). Kabupaten Tebo
merupakan kabupaten yang memiliki jumlah fasilitas pendidikan terbanyak
dibandingkan dengan fasilitas pendidikan lainnya.

Tabel 6.56
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Kecamatan TK SD SLTP SLTA
Muaro Tabir 0 11 3 1
Maro Sebo Ulu 6 24 6 1
Bathin XXIV 10 30 8 2
Air Hitam 9 14 5 1
Sumber: Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun dalam angka

Untuk sarana pendidikan perlu dilakukan analisis proyeksi terhadap jumlah


kebutuhan sarana pendidikan pada masa yang akan datang. Kebutuhan fasilitas
pendidikan perlu dilakukan sebagai gambaran pengembangan wilayah pada masa
yang akan datang. Jumlah sarana pendidikan tahun 2034 yaitu TK sebanyak 168, SD
sebanyak 131, SLTP sebanyak 44 dan SLTA sebanyak 44.

B. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas yang
paling banyak terdapat di Kabupaten Batanghari, dengan fasilitas kesehatan
terbanyak yaitu posyandu dengan jumlah keseruhan sebanyak 39 Unit yang terdapat
di Kecamatan Maro Sebo Ulu. Untuk lebih jelas mengenai sarana kesehatan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.57
Jumlah Sarana Kesehatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Kecamatan Dokter Bidan Puskesmas Pustu Posyandu
Muaro Tabir 0 0 1 3 18
Maro Sebo Ulu 4 1 1 2 39

Materi Teknis| VI - 130


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Bathin XXIV 18 22 8 10 34
Air Hitam 0 8 2 4 18
Sumber: Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun dalam angka

Dengan melihat data sarana kesehatan yang ada, maka perlu dilakukan
analisis kebutuhan jumlah sarana kesehatan yang terdapat di 3 kabupaten yang
termasuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Analisis tersebut
dibutuhkan sebagai pertimbangan rencana pengembangan wilayah yang akan
dilakukan. Adapun rencana penambahan fasilitas kesehatan yaitu dokter berjumlah
42, bidan sebanyak 38, puskesma sebanyak 2, Pustu sebanyak 7 dan posyandu
sebanyak 160 unit.

C. Sarana Peribadatan
Jumlah sarana peribadatan dilihat dari 3 kabupaten yang termasuk ke dalam Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas. Jumlah fasilitas peribadatan paling banyak yaitu
terdapat pada fasilitas peribadatan berupa Masjid. Kecamatan Air Hitam merupakan
kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas peribadatan terbanyak dibandingkan
dengan fasilitas pendidikan lainnya. Untuk lebih jelas mengenai fasilitas peribadatan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.58
Jumlah Sarana Peribadatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Kecamatan Masjid Musholla Langgar
Muaro Tabir 18 0 0
Maro Sebo Ulu 26 28 0
Bathin XXIV 39 7 0
Air Hitam 27 0 33
Sumber: Kabupaten Tebo, Batanghari dan Sarolangun dalam angka

Materi Teknis| VI - 131


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

40
30
20 Masjid

10 Musholla
0 Langgar
Muaro Maro Bathin Air
Tabir Sebo XXIV Hitam
Ulu

Gambar 6.61
Grafik Jumlah Fasilitas Peribadatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

Kebutuhan fasilitas peribadatan perlu dilakukan sebagai gambaran


pengembangan wilayah pada masa yang akan datang. Jumlah sarana peribadatan
tahun 2014-2034 berdasarkan hasil proyeksi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.59
Jumlah Sarana Peribadatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Tahun 2014-2034
No Kabupaten/Kota 2014 2019 2024 2029 2034

1 Masjid 46 56 65 75 84
2 Musholla 461 556 651 764 842
3 Langgar 461 556 651 746 842
Sumber: Hasil Analisis, 2014

D. Sarana Perdagangan dan Niaga


Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah
dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah
penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Jumlah sarana perdagangan
dan jasa tahun 2014-2034 berdasarkan hasil proyeksi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Materi Teknis| VI - 132


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.60
Jumlah Sarana Perdagangan dan Niaga Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas
Tahun 2014-2034
No Kabupaten/Kota 2014 2019 2024 2029 2034

1 Toko/Warung 461 556 651 746 842


2 Pertokoan 19 23 27 31 35
Pusat
3 Pertokoan/Pasar 4 4 5 6 7
Lingkunga
4 Pusat Perbelanjaan - - - - 1
Sumber: Hasil Analisis, 2014

2. Karakteristik Prasarana
A. Infrastruktur Jalan
Jaringan Jalan di Provinsi Jambi dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011
mengalami peningkatan sekitar 1-2% pertahunnya. Sedangkan pada tahun 2012 tidak
mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Panjang Jalan yang mengalami
peningkatan hanya terjadi pada Jalan Kabupaten/kota. Total panjang jalan untuk
tahun 2012 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2011 yang
memiliki panjang jalan 12.436 kilometer lebih besar dibandingkan dengan tahun
2010 yang mencapai 11.722 kilometer sedangkan tahun 2009 mencapai 12.436
kilometer.Untuk infrastruktur jalan dapat dilihat pada gambar 6.23 Peta Jaringan
Jalan.
Tabel 6.61
Jaringan Jalan Provinsi Jambi
Tahun
No Status Jalan
2009 2010 2011 2012
1 Jalan Nasional 936 936 936 936
2 Jalan Propinsi 1.025 1.025 1.025 1.025
3 Jalan Kabupaten / Kota 8.411 9.761 10.475 10.475
Total Panjang Jalan 10.372 11.722 12.436 12.436
Sumber : Profil dan Kinerja Perhubungan Darat 2013

Untuk prasarana transportasi jalan, Jumlah terminal di Provinsi Jambi Tahun


2013 adalah sebanyak 11 lokasi dengan rincian untuk terminal Tipe A sebanyak 3
lokasi, terminal Tipe B sebanyak 6 lokasi, terminal Tipe C sebanyak 2 lokasi.

Materi Teknis| VI - 133


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.62
Terminal penumpang Angkutan Jalan di Provinsi Jambi
No Kabupaten/Kota Nama Terminal Tipe Luas (m2)
1 Kab. Sarolangun Sarolangun B 20.000
2 Kab. Batanghari Km 5 Muara Tembesi C 5.000
Sumber : Profil dan Kinerja Perhubungan Darat 2013

B. Telekomunikasi
Jumlah sambungan telepon yang terdapat di Kawasan Taman Nasional Bukit
Duabelas saat sudah cukup banyak, dengan jumlah unit terbanyak terdapat di
Kabupaten Batanghari degan jumlah sambungan sebanyak 4.035 unit. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.63
Jumlah Sambungan Telepon yang Telah Terpasang
Di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
NO KAB/KOTA Jumlah (Unit)
1 Batanghari 4 035
2 Sarolangun 1 545
3 Tebo 2 311
Sumber : PT Telkom Jambi, 2013

Berdasarkan data yang ada, maka untuk rencana pengembangan pada masa
yang akan datang, diperlukan analisis kebutuhan untuk masa yang akan datang.
Untuk proyeksi kebutuhan sambungan telepon yang ada di Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas tahun 2034 yaitu denagn total kebutuhan 18.011.

Materi Teknis| VI - 134


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.62 Peta Jaringan Transportasi Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

Materi Teknis| VI - 135


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

C. Air Bersih
Kondisi perkembangan pelayanan air bersih untuk kebutuhan masyarakat
di Wilayah Provinsi Jambi ditunjukan dengan persentase jumlah desa/kelurahan
dengan pemenuhan kebutuhan air bersih bersumber dari PDAM/PAM, air sumur,
sungai/danau, air hujan, dan air kemasan. Ketersediaan infrastruktur dan
pelayanan air bersih di Wilayah Provinsi Jambi masih sangat terbatas.

Tabel 6.64
Sumber Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Masyarakat
Di Provinsi Jambi, Tahun 2010
Pompa
Listrik Sungai Air Air
PAM/PDAM Mata Air TOTAL
Provinsi /Tangan /Danau Hujan Kemasan
/Sumur
Desa % Desa % Desa % Desa % Desa % Desa % Desa %
Jambi 260 19 741 54 54 4 165 12 117 9 35 3 1372 100
Sumber: RTRW Provinsi Jambi

Sistem jaringan sumber daya air merupakan sistem sumber daya air pada
setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah. Wilayah sungai meliputi wilayah
sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis provinsi sedangkan Cekungan
air tanah meliputi cekungan air tanah lintas provinsi.
Pelayanan air bersih untuk setiap rumah tangga dibedakan menurut tipe
rumah dan sumber air baku yang memungkinkan dikembangkan jaringan
perpipaan. Pada wilayah dengan penduduk cukup padat dan jangkauan perpipaan
yang tidak dapat menjangkau, dapat disediakan hidran air. Standar yang
digunakan dalam perhitungan kebutuhan air bersih kawasan TNBD sampai tahun
2034 yaitu mencapai 19,665,629 liter/hari.

D. Listrik
Perkembangan jumlah produksi listrik yang dibangkitkan di Provinsi
Jambi dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah
produksi energi listrik tahun 2011 mencapai 97,89 Gwh lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya 16,71 Gwh.

Laporan Akhir | VI - 136


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.63 Tenaga Listrik Yang Dibangkitkan Provinsi Jambi

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Kawasan Penyangga


Taman Nasional Bukit Duabelas tentunya pelayanan listrik juga harus lebih
ditingkatkan. Untuk itu diperlukan adanya perkiraan kebutuhan akan listrik
berdasarkan perkiraan jumlah penduduk. Kebutuhan energi listrik di Kawasan
Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas sampai akhir tahun perencanaan 2034
agar dapat melayani kebutuhan listrik domestik sebesar 1.158.108 watt dan
kegiatan non domestik sebesar 1.505.540 watt.

E. Rencana Jaringan Persampahan


Kegiatan pengelolaan persampahan ditujukan untuk mengendalikan
pengumpulan dan pembuangan/penumpukan sampah untuk menghasilkan
lingkungan yang bersih, sehat dan aman. Kegiatan pengelolaan penanganan
persampahan dilakukan di daerah permukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan,
sarana umum dan lain-lain.
Rencana kebutuhan prasarana penunjang persampahan di Kawasan Taman
Nasional Bukit Duabelas sampai dengan tahun 2034 dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6.65
Produksi Sampah dan Kebutuhan Sarana Penunjang
di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2014-2034
No Keterangan Satuan 2014 2019 2024 2029 2034
1 Jml Penduduk Jiwa 2,701 2857 3247 3638 4028
2 Jumlah Rumah Tangga KK 675 714 812 909 1,007
3 Standar produksi sampah m3/org/hari 0,003 m3/org/hari
4 Produksi sampah m3/hari 8 9 10 11 12
5 Kebutuhan Gerobak Sampah 2 m3 4 4 5 5 6
6 Kebutuhan Bak Sampah 6 m3 1 1 2 2 2
Kecil
7 Kebutuhan Bak Sampah 12 m3 1 1 1 1 1
Besar
8 TPS Kontainer Besi 10 m3 1 1 1 1 1

Laporan Akhir | VI - 137


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

9 Truk Terbuka 7 m3 1 1 1 2 2
10 Dump-Truck 8 m3 1 1 1 1 2
11 Arm-Roll Truck 10 m3 1 1 1 1 1
Sumber : Hasil Analisis, 2014

F. Rencana Jaringan Air Limbah


Produksi air limbah akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk dan peningkatan aktivitas kegiatan. Volume air buangan setiap hari
sebesar 70-80 % dari volume pemakaian air bersih. Sampai tahun 2034
diperkirakan kegiatan rumah tangga, perdagangan, komersialakan meningkat
bukan hanya dalam jumlah tetapi juga jenis.
Jenis Produksi Limbah dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Air Limbah Rumah Tangga
Sistem penyaluran air limbah bekas mandi dan cuci rumah tangga dialirkan
tergabung dengan saluran drainase, dimana dalam saluran dibuatkan ruang
tambahan pada dasar saluran untuk pengaliran air buangan rumah tangga.
b. Limbah Kakus
Sistem penanganan limbah kakus/tinja diarahkan untuk menggunakan Tanki
Septik Komunal, dikarenakan beberapa tahun kedepan kawasan perkotaan
memiliki kecendrungan semakin padat dan mengalami keterbatasan lahan.

Tabel 6.66
Produksi Limbah dan Kebutuhan Prasarana Penunjang
di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas Tahun 2014-2034
No Keterangan Satuan 2014 2019 2024 2029 2034
1 Jml Penduduk Jiwa 2,701 2857 3247 3638 4028
2 Jumlah Rumah Tangga KK 675 714 812 909 1,007
3 Penduduk yang terlayani Septic Asumsi Terlayani 85% 2,160 2,285 2,598 2,910 3,223
Tank
4 Penduduk yang terlayani MCK Asumsi Terlayani 15% 405 429 487 546 604
5 Kebutuhan Septic Tank untuk Unit (1 Septic Tank = 1 432 457 520 582 645
Keluarga KK)
6 Kebutuhan MCK Unit (1 MCK = 100 jiwa) 4 4 5 5 6
7 Lumpur Tinja Domestik yang lt/hari (30 lt x jlh 222 235 267 299 331
dihasilkan pddk)/365 hari
8 Lumpur Non Tinja lt/hari (20% tinja) 44 47 53 60 66
9 Total Jumlah Lumpur lt/hari 266 282 320 359 397
10 Kebutuhan Mobil Tinja Unit (Kapasitas 4 m3) 0 0 0 0 0
Sumber : Hasil Analisis, 2014

Laporan Akhir | VI - 138


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

3. Pengaruh Sarana dan Prasarana Terhadap TNBD


Pembangunan sarana dan prasarana di kawasan sekitar TNBD tentunya
sangat mempengaruhi kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Pembangunan
sarana dan prasarana tersebut mengakibatkan damak positif maupun negative
untuk wilayah sekitarnya. Dampak positif pembangunan sarana dan prasarana
adalah dapat membantu perkembangan kawasan sekitar Taman Nasional Bukit
Duabelas dan untuk dampak negatifnya yaitu banyaknya perubahan pemanfaatan
lahan sebagai akibat berkembanganya sarana dan prasarana. Untuk lebih jelas
mengenai dampak pembangunan sarana dan parasaran yang telah terjadi saat ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.67
Dampak Pembangunan Sarana dan Prasarana
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
Dampak
No. Program
Primer Sekunder Tersier
1 Perkebunan Konflik lahan Rawan sosial Pertikaian
ketidakpercayaan
keamanan dan
kenyamanan terganggu
Lahan pangan Stock pangan Rawan pangan
berkuran berkurang
Areal hutan berkurang Erosi meningkat Ketersediaan air bersih
berkurang
2 Pertambangan Kerusakan lahan ex Biodiversity Flora dan fauna alami
pertambangan berkurang, lahan musnah
pertanian
berkurang
Pencemaran Kualitas air di Ketersediaan air bersih
tempat tertentu berkurang
menurun
3 Pengembangan Hutan tanaman dan Keragaman Erosi meningkat
kawasan hutan hutan tanaman hayati dan fauna
industri berkurang
4 Program jalur Membendung aliran Menimbulkan Banjir, satwa mati, akses
penghubung air, memutus koridor genangan, satwa masayarakat terputus,
pusat ekonomi satwa, memutus akses stress dan perdagangan dan jasa
permukiman penurunan akses masyarakat di sepanjang
masyarakat dan jalan lama akan collapse
perkebunan rakyat
5 Perwujudan Koridor satwa Satwa stress Satwa punah, konflik
sistem prasarana terganggu satwa dan manusia
transportasi
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Laporan Akhir | VI - 139


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.4 Konsep Pengembangan


Secara konseptual, “buffer zone” atau wilayah penyangga berfungsi untuk
menyangga wilayah utama, untuk mencegah terjadinya kerusakan dan
memberikan lapisan perlindungan tambahan.Untuk mencegah kerusakan kawasan
inti, diperlukan konsep yang jelas dalam mengelola kawasan penyangga. Konsep
pengembangan kawsan penyangga KSN Taman Nasional Bukit Duabelas terdiri
dari aspek, yaitu aspek pusat pelayanan, aspek infrastruktur, aspek zona
pemanfaatan, aspek konservasi ekosistem, aspek pemukiman, dan aspek
pariwisata. Untuk lebih jelasnya tujuan masing-masing konsep pengembangan
kawasan penyangga dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.68
Tujuan Konsep Pengembangan Kawasan Penyangga
No. Aspek Tujuan
1. Pusat Pelayanan Adanya pusat pelayanan kawasan penyangga yang bias memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat agar tidak mengganggu kawasan inti.
2. ZonaPemanfaatan Tertatanya zona pemanfaatan di kawasan penyangga sehingga
tidak mengganggu kawasan intidan jalur jelajah satwa (home
range)
3. Infrastruktur Terciptanya infrastruktur yang ramah lingkungan
4. Konservasi Taman nasional Bukit Duabelas ditetapkan sebagai kawasan
ekosistem perlindungan setempat atau kawasan perlindungan provinsi untuk
melindungi koridor jelajah rimba dan jelajah satwa yang belum
diatur dalam perundangan
5. Permukiman Relokasi penduduk yang bukan orang rimba dari kawasan inti
6. Pariwisata Mengembangkan ekowisata, agar wisatawan yang berkunjung
memahami dan bisa berkontribusi untuk menjaga kelestarian
alam
Sumber: Analisis, 2014

6.4.1 Konsep Pusat Pelayanan


Untuk menunjang kegiatan di kawasan penyangga, maka perlu dibangun
pusat pelayanan untuk melayani masyarakat setempat dan orang rimba. Pusat
pelayanan yang perlu dibangundiantaranya adalah:
 Pusat pendidikan

Laporan Akhir | VI - 140


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Pusat pendidikan yang akan dikembangkan di kawasan penyangga


diperuntukkan bagi masyarakat setempat dan orang rimba yang ingin
bersekolah. Sehingga lokasi pusat pendidikan ini tidak boleh terlalu jauh
dari permukiman masyarakat setempat dan tempat tinggal orang rimba.
Selain itu pada pusat pendidikan ada juga
 Pusat kesehatan
Pusat kesehatan yang akan dikembangkan di kawasan penyangga
diperuntukkan bagi masyarakat setempat dan orang rimba yang ingin
membutuhkan pelayanan kesehatan. Sehingga lokasi pusat kesehatan ini
tidak boleh terlalu jauh dari permukiman masyarakat setempat dan tempat
tinggal orang rimba.
 Pusat perdagangan dan jasa
Pusat kesehatan yang akan dikembangkan di kawasan penyangga
diperuntukkan bagi masyarakat setempat dan orang rimba yang ingin
membeli kebutuhan sehari-hari. Sehingga lokasi pusat perdagangan dan
jasa ini tidak boleh terlalu jauh dari permukiman masyarakat setempat dan
tempat tinggal orang rimba. Selain itu agar persaingan pasar terjadi
dengan baik, perlu dilakukan pembatasan jumlah lokasi perdaganagn dan
jasa, serta melakukan persebaran yang merata.
 Pertanian dan Perkebunan
Pusat pertanian dan perkebunan yang akan dikembangkan di kawasan
penyangga diperuntukkan bagi masyarakat setempat. Hal ini dilakukan
supaya, masyarakat setempat tidak membangun perumahan di kawasan
inti. Selain itu, pengawasan perlu dilakukan untuk pusat ini, supaya tidak
terjadi ekstensifikasi lahan yang bisa mengganggu kawasan inti.

Laporan Akhir | VI - 141


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan Inti
Wil.Pelayanan

Wil.Pelayana
n

Wil.Pelayana
n

Gambar 6.64
Ilustrasi Pusat Pelayanan Kawasan Penyangga

6.4.2 Konsep Zona Pemanfaatan


A. Konservasi Ekosistem
Taman Nasional Bukit Dua belas berada pada dataran rendah yang
memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang langka. Fauna yang ada di
kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas memiliki daerah jelajah yang cukup
luas. Daerah jelajah ini belum diberlakukan sebagai daerah lindung. Agar daerah
jelajah ini terlindungi, maka daerah ini perlu ditetapkan sebagai kawasan lindung
setempat (provinsi dan kabupaten).

B. Permukiman
Permukiman yang akan dikembangkan di kawasan penyangga
diperuntukkan bagi masyarakat setempat dan orang non rimba yang sebelumnya
menempati kawasan inti. Hal ini dilakukan supaya, masyarakat setempat tidak
membangun perumahan di kawasan inti. Selain itu, pengawasan perlu dilakukan
untuk pusat ini, supaya tidak terjadi ekstensifikasi lahan yang bisa mengganggu
kawasan inti.
C. Ekowisata
Taman Nasional Bukit Duabelas memiliki potensi wisata yang sangat
banyak, terutama wisata alam. Potensi yang dapat digunakan untuk pariwisata
diantaranya adalah :
 Orang rimba

Laporan Akhir | VI - 142


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Keberadaan orang rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas menjadi


keunikan tersendiri. Karena orang rimba mempertahankan cara hidup yang
diwariskan oleh leluhurnya. Cara hidup orang rimba pun menjadi sangat
menarik, karena mereka memanfaatkan kekayaan alam tanpa merusaknya.
 Flora
Beragam jenis tumbuhan yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas
memiliki manfaat yang bermacam-macam. Selain bisa digunakan untuk
bahan bangunan dan alat rumah tangga, tumbuhan yang ada di Taman
Nasional Bukit Duabelas juga bisa digunakan menjadi obat-obatan.
 Fauna
Selain berbagai jenis tumbuhan, Taman Nasional Bukit Duabelas juga
menjadi habitat bagi berbagai jenis hewan. Hewan yang ada di Taman
Nasional Bukit Duabelas diantaranya adalah harimau, gajah dan berbagai
jenis burung.
Dengan segala potensinya, maka Taman Nasional Bukit Duabelas dapat
dikembangkan sebagai tempat wisata alam. Pengelolaan yang perlu dilakukan di
Taman Nasional Bukit Duabelas diantaranya adalah :
 Melakukan kegiatan wisata observasi, yang memberikan pengetahuan
terhadap pengunjung tentang bagaimana melestarikan alam dengan tidak
mengganggu ekosistem yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas
 Mengelola potensi flora di Taman Nasional Bukit Duabelas yang bisa
dimanfaatkan sebagai obat, tanpa merusak tanamannya.
 Menyediakan akomodasi dan transportasi bagi para pengunjung serta
cinderamata khas dari Taman Nasional Bukit Duabelas.

6.4.3 Konsep Pengembangan Infrasruktur


Konsep pengembangan infrastruktur diarahkan pada pengembangan
prasarana dan sarana transportasi.Beberapa konsep pengembangan transportasi
yang penting untuk diperhatikan adalah :
a. Untuk mendukung aksesibilitas semua jenis komponen fasilitas kecamatan
dan aksesibilitas dalam skala bagian kawasan penyangga, maka diperlukan
peningkatan dan pembangunan jaringan jalan secara terpadu yang

Laporan Akhir | VI - 143


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

memudahkan hubungan pergerakan antar bagian wilayah kecamatan di


Kawasan Penyangga. Pemisahan dan penegasan fungsi dari ruas-ruas jalan
sangat diperlukan mengingat intensitas kegiatan yang diarahkan jangan
sampai menggangu kawasan inti.
b. Pengembangan transportasi diarahkan untuk mendukung aktivitas
ekonomi dan sosial penduduk. Pelayanan transportasi yang murah, mudah
dan efisien merupakan prioritas utama bagi kebutuhan masyarakatnya
sehingga perlu diprioritaskan pelayanan transportasi umum untuk
kemudahan pergerakan ke bagian wilayah lain.
c. Mengembangkan pola jaringan jalan yang paling efisien untuk mendukung
pergerakan penduduk dan medukung fungsi lindung kawasan inti.
d. Pengembangan sistem transportasi berfungsi untuk merintis pusat-pusat
pertumbuhan dan pengembangan dan pelayanan baru dan mengendalikan
penggunaan tanah dengan tetap meningkatkan efisiensi pergerakan internal
dan eksternal. Strategi pengembangan transportasi dapat dikelompokkan
menjadi 4 (empat), yaitu pengembangan pola jaringan jalan, hirarki jalan,
aksesibilitas ke pusat pelayanan, dan prasarana transportasi.

PP
PS PP Pertanian dan Perkebunan

PS Perlindungan Setempat
Gambar 6.65
Ilustrasi Konsep Pengembangan Infrastruktur

6.5 Alternatif Pengembangan


Dengan mempertimbangkan potensi, persoalan, dan isu strategis dari Bukit
Duabelas, maka konsep yang dapat diterapkan dalam pengembangan kawasan
penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas adalah konsep agroforestry dan
ekowisata. Konsep tersebut diharapkan dapat membantu menjaga kelestarian
Taman Nasional Bukit Duabelas dan meningkatkan kesejahteraan masayarakat

Laporan Akhir | VI - 144


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

baik didalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas maupun masyarakat yang
terdapat di kawasan penyangga.

6.5.1 Pengembangan Wilayah Berbasis agroforestry


Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan
tanah terdegradasi,melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian
serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur. Oleh karena itu
konsep pengembangan ini akan sangat baik jika diterapkan di wilayah penyangga
yang berbatasan langsung dengan kawasan inti. Sistem ini telah dipraktekkan oleh
petani di berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad (Michon dan de
Foresta, 1995), misalnyasistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan
sekitar rumah (pekarangan) dan padangpenggembalaan. Contoh lain yang umum
dijumpai di Jawa adalah mosaik-mosaik padat darihamparan persawahan dan
tegalan produktif yang diselang-selingi oleh rerumpunan pohon.
Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah
wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di
lahan pertanian. Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat
dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan
sistem agroforestri kompleks.

A. Sistem Agroforestri Sederhana


Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana
pepohonan ditanam secara tumpang-saridengan satu atau lebih jenis tanaman
semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan
tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya
berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.
Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai
ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka,
belinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap,
lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman
pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacangkacangan, ubi kayu, sayur-
mayur dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya. Bentuk agroforestri

Laporan Akhir | VI - 145


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

sederhana yang paling banyak dibahas di Jawa adalah tumpangsari. Sistem ini,
dalam versi Indonesia, dikenal dengan “taungya”yang diwajibkan di areal hutan
jati di Jawa dan dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial dari
Perum Perhutani. Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk menanam tanaman
semusim di antara pohon-pohon jati muda. Hasil tanaman semusim diambil oleh
petani, namun petani tidak diperbolehkan menebang atau merusak pohon jati dan
semua pohon tetap menjadi milik Perum Perhutani. Bila pohon telah menjadi
dewasa, tidak ada lagi pemaduan dengan tanaman semusim karena adanya
masalah naungan dari pohon. Jenis pohon yang ditanam khusus untuk
menghasilkan kayu bahan bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya terjadi
perubahan pola tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati
monokultur. Sistem sederhana tersebut sering menjadi penciri umum pada
pertanian komersial.
Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga
merupakan campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa adanya tanaman
semusim. Sebagai contoh, kebun kopi biasanya disisipi dengan tanaman dadap
(Erythrina) atau kelorwono disebut juga gamal (Gliricidia)sebagai tanaman
naungan dan penyubur tanah. Contoh tumpangsari lain yang umum dijumpai di
daerah Ngantang, Malang adalah menanam kopi pada hutan pinus.

Gambar 6.66
Sistem Agroforestri Sederhana di Ngantang, Malang Jawa Timur

Bentuk agroforestri sederhana ini juga bisa dijumpai pada sistem pertanian
tradisional.Pada daerah yang kurang padat penduduknya, bentuk ini timbul
sebagai salah satu upayapetani dalam mengintensifkan penggunaan lahan karena

Laporan Akhir | VI - 146


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

adanya kendala alam, misalnyatanah rawa. Sebagai contoh, kelapa ditanam secara
tumpangsari dengan padi sawah di tanahrawa di pantai Sumatera.
Perpaduan pohon dengan tanaman semusim ini juga banyak ditemui di
daerahberpenduduk padat, seperti pohon-pohon randu yang ditanam pada
pematang-pematangsawah di daerah Pandaan (Pasuruan, Jawa Timur), kelapa atau
siwalan dengan tembakau diSumenep–Madura. Contoh lain, tanah-tanah yang
dangkal dan berbatu sepertidi Malang Selatan ditanami jagung dan ubikayu di
antara gamal atau kelorwono (Gliricidia sepium).

Gambar 6.67
Agroforesti Sederhana: Tembakau ditanam di antara barisan pohon siwalan di
Sumenep, Madura

B. Sistem Agroforestri Kompleks: Hutan dan Kebun


Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang
melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon)baik sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani
mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini,
selain terdapat beraneka jenis pohon,juga tanaman perdu, tanaman memanjat
(liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama
dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di
dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun
hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai
Agroforest(ICRAF, 1996). Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim
agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan

Laporan Akhir | VI - 147


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan
„agroforest‟, yang biasanya disebut„hutan‟yang letaknya jauh dari tempat tinggal
(De Foresta, 2000).Contohnya „hutan damar‟ di daerah Krui, Lampung Barat atau
„hutan karet‟ di Jambi.

C. Terbentuknya Agroforestri Kompleks


1. Pekarangan
Pekarangan atau kebun adalah sistem bercocok tanam berbasis pohon yang
paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Kebun yang umum dijumpai di
Jawa Barat adalah sistem pekarangan, yang diawali dengan penebangan dan
pembakaran hutan atau semak belukaryang kemudian ditanami dengan tanaman
semusim selama beberapa tahun (fase kebun). Pada fase ke dua pohon buah-
buahan (durian, rambutan, pepaya, pisang) ditanam secara tumpang sari dengan
tanaman semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga beberapa tanaman
asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi
tanaman asli setempat misalnya bambu, pepohonan penghasil kayu lainnya
dengan pohon buah-buahan (fase talun). Pada fase ini tanaman semusim yang
tumbuh di bawahnya amat terbatas karena banyaknya naungan. Fase perpaduan
berbagai jenis pohon ini sering disebut dengan fase „talun‟. Dengan demikian
pembentukan talun memiliki tiga fase yaitu kebun, kebun campuran dan talun.

Gambar 6.68
Perkembangan Sistem Kebun Talun

Laporan Akhir | VI - 148


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

2 Agroforest
Agroforest biasanya dibentuk pada lahan bekas hutan alam atau semak
belukar yang biasanya diawali dengan penebangan dan pembakaran semua
tumbuhan. Pembukaan lahan ini biasanya dilakukan pada musim kemarau. Pada
awal musim penghujan, lahan ditanami padi gogo yang disisipi tanaman semusim
lainnya (misalnya jagung dan cabe) selama satudua kali panen. Setelah dua kali
panen tanaman semusim, intensifikasi penggunaan lahan ditingkatkan dengan
menanam pepohonan misalnya karet atau damar atau tanaman keras lainnya. Pada
periode awal ini, terdapat perpaduan sementara antara tanaman semusim dengan
pepohonan. Pada saat pohon sudah dewasa, petani masih bebas memadukan
bermacam-macam tanaman tahunan lain yang bermanfaat dari segi ekonomi dan
budaya.
Misalnya, petani sering menyisipkan pohon durian atau duku, di antara
pohon karet atau damar. Tanaman semusim tidak ada lagi karena adanya masalah
naungan. Tumbuhan asli asal hutan yang bermanfaat bagi petani tetap dibiarkan
kembali tumbuh secara alami, dan dipelihara di antara tanaman utama. Contoh
pepohonan yang berasal dari hutan misalnya pulai, kayu laban, kemenyan dan
sebagainya. Pemaduan terus berlangsung pada keseluruhan masa keberadaan
agroforest. Tebang pilih akan dilakukan bila tanaman pokok mulai terganggu atau
bila pohon telah terlalu tua sehingga tidak produktif lagi. Ditinjau dari letaknya,
agroforest biasanya berada di tepian hutan (forest margin)atau berada
ditengahtengah antara sistem pertanian dan hutan. Berdasarkan uraian di atas,
semua agroforest memiliki ciri utama yaitu tidak adanya produksi bahan makanan
pokok. Namun sebagian besar kebutuhan petani yang lain tersedia pada sistem ini,
misalnya makanan tambahan, persediaan bahan bangunan dan cadangan
pendapatan tunai yang lain.Pada prinsipnya, bentuk, fungsi, dan perkembangan
agroforest itu dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan sosial (FAO dan
IIRR, 1995), antara lain sifat dan ketersediaan sumberdaya di hutan, arah dan
besarnya tekanan manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi dan dinamika
usahatani yang dilaksanakan, sifat dan kekuatan aturan sosial dan adat istiadat
setempat, tekanan kependudukan dan ekonomi, sifat hubungan antara masyarakat
setempat dengan „dunia luar‟, perilaku ekologis dari unsur-unsur pembentuk

Laporan Akhir | VI - 149


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

agroforest, stabilitas struktur agroforest, cara-cara pelestarian yang dilakukan.


Dibandingkan sistem agroforestri sederhana, struktur dan penampilan fisik
agroforest yang mirip dengan hutan alam merupakan suatu keunggulan dari sudut
pandang pelestarian lingkungan. Pada kedua sistem agroforestri tersebut,
sumberdaya air dan tanah dilindungi dan dimanfaatkan. Kelebihan agroforest
terletak pada pelestarian sebagian besar keaneka-ragaman flora dan fauna asal
hutan alam.

Gambar 6.69
Agroforester Kompleks: Kebun damar di Krui, Lampung Barat

6.5.2 Pengembangan Wilayah Berbasis Ekowisata


A. Pengembangan Ekowisata
Tahun 2002 adalah tahun dimana dicanangkannnya Tahun Ekowisata dan
Pegunungan di Indonesia. Dari berbagai workshop dan diskusi yang
diselenggarakan pada tahun tersebut di berbagai daerah di Indonesia baik oleh
pemerintah pusat maupun daerah, dirumuskan 5 (lima) Prinsip dasar
pengembangan ekowisata di Indonesia yaitu:
Lima Prinsip Dasar Pengembangan Ekowisata di Indonesia:
1. Pelestarian
Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang
dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya
setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara
menggunakan sumber daya lokal yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat
sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus menghormati dan turut

Laporan Akhir | VI - 150


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerahyang dikunjunginya. Lebih
baik lagi apabila pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk kegiatan
pelestarian di tingkat lokal. Misalnya dengan cara sekian persen dari keuntungan
dikontribusikan untuk membeli tempat sampah dan membayar orang yang akan
mengelola sampah.
2. Pendidikan
Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur
pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan
yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau
dalam kehidupan seharihari, atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal.
Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam
maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur,
leaflet, buklet atau papan informasi.
3. Pariwisata
Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan
berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga
harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa pariwisata yang
ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan
diterima oleh pasar.
4. Ekonomi
Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi
apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti
transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus
memberikan pendapatan dan keuntungan (profit) sehingga dapat terus
berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan hal itu, yang penting untuk dilakukan
adalah memberikan pelayanan dan produk wisata terbaik dan berkualitas. Untuk
dapat memberikan pelayanan dan produk wisata yang berkualitas, akan lebih baik
apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan
pelestarian di tingkat lokal tetapi juga membantu pengembangan pengetahuan
masyarakat setempat, misalnya dengan pengembangan kemampuan melalui
pelatihan demi meningkatkan jenis usaha/atraksi yang disajikan di tingkat desa.

Laporan Akhir | VI - 151


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

5. Partisipasi masyarakat setempat


Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan
manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat
maka alam/budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balik
antara atraksi wisata-pengelolaanmanfaat yang diperoleh dari ekowisata dan
partisipasi. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu
daerah tujuan wisata. Hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri. Jangan terlalu
berharap pemerintah akan melakukan semua hal karena kita juga memiliki
peranan yang sama dalam melakukan pembangunan di daerah kita. Partisipasi
dalam kegiatan pariwisata akan memberikan manfaat langsung bagi kita, baik
untuk pelestarian alam dan ekonomi. Bila kita yang menjaga alam tetap lestari dan
bersih, maka kita sendiri yang akan menikmati kelestarian alam tersebut, bila kita
berperan dalam kegiatan pariwisata, maka kita juga yang akan mendapatkan
manfaatnya secara ekonomi.

B. Pengembangan Sarana dan Prasarana Ekowisata


 Prasarana Kepariwisataan
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah wisata, seperti
jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya
Suwantoro (2004:21).
Lothar A. Kreck dalam bukunya Internasional Tourism dalam Yoeti
(1996:186) membagi atas dua bagian yang penting, yaitu:
a) Prasarana perekonomian (economy infrastructures) yang dapat dibagi atas:
 Pengangkutan (transportation)
Pengangkutan disini adalah pengangkutan yang dapat membawa para
wisatawan dari negara dimana mereka biasanya tinggal, ketempat atau
negara yang merupakan daerah tujuan wisata.
 Komunikasi (Communication Infrastructures)
Tersedianya prasarana komunikasi akan dapat mendorong wisatawan
untuk mengadakan perjalanan jarak jauh. Dengan demikian, wisatawan

Laporan Akhir | VI - 152


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

tidak ragu-ragu meninggalkan rumah dan anak-anaknya. Termasuk


dalam kelompok ini diantaranya telepon, telegraph, radio, TV, surat
kabar, internet dan kantor pos.
 Kelompok yang termasuk “UTILITIES”
Sarana utilities adalah penerangan listrik, persediaan air minum, sistem
irigasi dan sumber energi.
 Sistem Perbankan
Adanya pelayanan bank bagi para wisatawan berarti bahwa wisatawan
mendapat jaminan mutu dengan mudah menerima atau mengirim
uangnya dari dan negara asalnya tanpa mengalami birokrasi pelayanan.
Sedangkan untuk pembayaran lokal, wisatawan dapat menukarkan
uangnya pada money changer setempat.
b) Prasarana Sosial (Social Infrastructure)
Prasarana social adalah semua faktor yang menunjang kemajuan atau
menjamin kelangsungan prasarana perekonomian yang ada. Termasuk
dalam kelompok ini adalah:
 Sistem pendidikan (School System)
 Pelayanan kesehatan (HealthbService Facilities)
 Faktor keamanan (safety factor)
 Petugas yang langsung melayani wisatawan (Government
Apparatus)

Prasarana kepariwisataan diantaranya adalah:


 Receptive Torist Plan
Receptive Tourist Plan adalah segala bentuk badan usaha tani atau organisasi
yang kegiatannnya khusus untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan pada
suatu daerah tujuan wisata.
 Recidental Tourist Plan
Recidental tourist plan adalah semua fasilitas yang dapat menampung
kedatagan para wisatawan untuk menginap dan tinggal untuk sementara
waktu di daerah tujuan wisata.
 Recreative and Sportive Plan

Laporan Akhir | VI - 153


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Recreative and Spotive Plan adalah semua fasilitas yang dapat digunakan
untuk tujuan rekreasi dan olahraga.

 Sarana Kepariwisataan
Sarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar
prasarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan
pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka
ragam.
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang
diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan
wisatanya. Suwantoro (2004:22)
Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata
tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secra kuantitatif
maupun kualitatif. Sarana wisata secara kuantitatif menunjuk pada jumlah sarana
wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu
pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang
memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan
sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standar wisata yang
baru, baik secara nasional dan secra internasional, sehingga penyedia sarana
wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kulitas yang akan disediaknnya.

Tabel 6.69
Standar Kelayakan Menjadi Daerah Tujuan Wisata
No. Kriteria Standar Minimal
1 Objek Terdapat salah satu dari unsur alam, sosial ataupun budaya
2 Akses Adanya jalan, adanya kemudahan, rute, tempat parkir, dan harga parkir yang
terjangkau
3 Akomodasi Adanya pelayanan penginapan (hotel, wisma, losmen, dan lain-lain)
4 Fasilitas Agen perjalanan, pusat informasi, salon, fasilitas kesehatan, pemadam
kebakaran, hydrant, TIC (Tourism Information Centre), Guiding (Pemandu
Wisata), plang informasi, petugas yang memeriksa masuk dan keluarnya
wisatawan (petugas entry dan exit)
5 Transportasi Adanya transformasi lokal yang nyaman, variatif yang menghubungkan akses
masuk
6 Catering Service Adanya pelayanan makanan dan minuman (restaurant, rumah makan, warung

Laporan Akhir | VI - 154


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No. Kriteria Standar Minimal


nasi dan lain-lain)
7 Aktivitas rekreasi Terdapat sesuatu yang dilakukan di lokasi wisata, seperti berenang, terjun
paying, berjemur, berselancar, jalan-jalan dan lain-lain.
8 Pembelanjaan Adanya tempat pembelian barang-barang umum.
9 Komunikasi Adanya televisi, telepon umum, radio, sinyal telepon, seluler, penjual voucher
(isi ulang pulsa seluler) dan internet akses
10 Sistem Perbankan Adanya Bank (beberapa jumlah dan jenis bank dan ATM beserta sebarannya)
11 Kesehatan Poliklinik poli umum/jaminan ketersediaan pelayanan yang baik untuk penyakit
yang mungkin diderita wisatawan.
12 Keamanan Adanya jaminan keamanan (petugas khusus keamanan, polisi wisata, pengawas
pantai, rambu-rambu perhatian, pengarah kepada wisatawan)
13 Kebersihan Tempat sampah dan rambu-rambu peringatan tentang kebersihan.
14 Sarana ibadah Terdapat salah satu sarana ibadah bagi wisatawan.
15 Sarana pendidikan Terdapat salah satu sarana pendidikan formal
16 Sarana Olahraga Terdapat alat dan perlengkapan untuk berolahraga

6.6 Rencana Tata Ruang KSN Bukit Duabelas


6.6.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengembangan
6.6.1.1 Tujuan
Penataan ruang diarahkan untuk mewujudkan penataan ruang yang
berkelanjutan, mendukung daya saing daerah, dan berkeadilan, serasi, serta
mampu mewadahi perkembangan wilayah dengan tetap menjaga keseimbangan
daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal tersebut diarahkan untuk
mendukung perkembangan wilayah Bukit Duabelas yang berkelanjutan melalui
optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona lindung,
penciptaan aktivitas ekonomi melalui penyediaan ruang-ruang investasi beserta
dukungan sistem infrastruktur yang efisien dan ramah lingkungan. Dengan
mempertimbangkan potensi, persoalan, dan isu strategis dari Bukit Duabelas,
maka tujuan penataan ruang KSN Bukit Duabelas adalah:
“Terwujudkan KSN Taman Nasional Bukit Duabelas sebagai perlindungan
tempat hidup orang rimba, penghidupan orang rimba, perlindungan ekosistem
dan daya tarik wisata nasional”.

Laporan Akhir | VI - 155


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.6.1.2 Kebijakan
Untuk mencapai tujuan penataan ruang KSN Bukit Duabelas diatas, maka
kebijakan-kebijakan untuk mendukung tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
 Peningkatan keamanan dan koservasi keanekaragaman hayati
 Peningkatan keserasian pemanfaatan ruang kawasan penyangga dan
TNBD
 Pengembangan permukiman dan infrastruktur di kawasan penyangga
untuk mendukung konsevasi TNBD

6.6.1.3 Strategi Arahan Pengembangan


Penyusunan konsep kawasan penyangga untuk KSN Taman Nasional
Bukit Duabelas dimaksudkan agar kawasan inti tidak terganggu oleh kegiatan
budidaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Taman Nasional Bukit
Duabelas merupakan kawasan lindung yang mempunyai keunikan tersendiri,
karena keberadaannya tidak terlepas dengan kehidupan masyarakat tradisional
Suku Kubu/Orang Rimba yang terdapat didalam dan sekitar kawasan taman
nasional untuk mencari kehidupan sehari-hari seperti rotan, damar, kayu gaharu,
dll.
Permasalahan yang terjadi di kawasan penyangga dilihat dari aspek
spasial yaitu mengenai alih fungsi lahan. Sejalan dengan perkembangan wilayah
Provinsi Jambi yang dinamis dan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi
penduduk maka dibeberpa bagian wilayah Provinsi Jambi khusunya wilayah yang
mencakup kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas terjadi upaya perluasan lahan
budidaya khususnya alih fungsi lahan dari hutan produksi ke lahan
pertanian/perkebunan.
Fokus KSN Taman Nasional Bukit Duabelas adalah konservasi TNBD yang
didukung oleh kawasan penyangga yang ramah lingkungan dan sejahtera. Untuk
meningkatkan fungsi konservasi dan meningkatkan kesejahteraan masyaarakat di
kawasan penyangga perlu dikembangkan pusat-pusat kegiatan baru di sekitar
Taman Nasional Bukit Duabelas yakni pusat konservasi yang terdapat di
Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, lokasi ekowisata baru yang terletak
disekitar kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas yang dilengkapi dengan pos

Laporan Akhir | VI - 156


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

pengaman pada kawasan yang merupaka jalan masuk yang biasa dilalui oleh
masayarakat sekitar untuk masuk ke wilayah inti Taman Nasional Bukit Duabelas.
Pengembangan konsep agroforestri di sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas.
Pengembangan konsep agroforestri akan dikembangan di zona interaksi, zona
interaksi adalah zona konservasi sebagai zona penyangga dalam yang berfungsi
membatasi kegiatan budidaya yang ada di luar kawasan inti Taman Nasional
Bukit Duabelas. Pengembangan pusat kegiatan primer dan sekunder sebagai
pendukung kegiatan ekowisata dan konservasi. Pengembangan struktur dan pola
ruang KSN Taman Nasional Bukit Duabelas selaras dengan isu-isu strategis,
tujuan pengembangan, kebijakan dan strategi pengembangan sebagai berikut:

Tabel 6.70
Keterkaitan Isu Masalah, Kebijakan dan Konsep Ruang
Tujuan
Isu-isu Penataan Perwujudan dalam Perwujudan dalam Pola
Kebijakan Strategi
Masalah Ruang KSN Struktur Ruang Ruang
TNBD
Permasalahan Terwujudnya Peningkatan  Mengembangkan  Penetapan pusat- Pembangunan green belt di
konflik ruang KSN Taman keamanan dan jalur pengaman pusat pengamanan sepanjang perbatasan TNBD
antara TNBD Nasional koservasi di perbatasan di perbatasan Menyediakan ruang-ruang
dan Bukit keanekaragaman TNBD TNBD dengan bagi pos dan sarana
kecamatan Duabelas hayati  Mengembangkan desa-desa yang prasarana pengaman di
yang ada di sebagai desa-desa yang berada di perbatasan TNBD
sekitarnya perlindungan berbatasan sekitarnya Mengarahkan pemanfaatan
ekosistem , sebagai basis  Pengembangan lahan di keacmatan-
perlindungan pengamanan prasarana dan kecamatan yang termasuk
tempat hidup TNBD sarana pengamanan dalam kawasan penyangga
orang rimba,  Meningkatkan di perbatasan Taman Nasional Bukit
penghidupan jumlah dan TNBD dengan Duabelas
orang rimba, distribusi sarana desa-desa yang
dan daya dan prasarana berada di
tarik wisata pengamanan sekitarnya
nasional TNBD
 Meningkatkan
akses terhadap
pusat-pusat
pengamanan
Masalah Peningkatan  Mengembangakn  Mengembangkan  Mengembangkan pola
keserasian keserasian pusat-pusat pusat pusat ruang yang menunjang
pemanfaatan pemanfaatan kegiatan untuk kegiatan untuk fungsi konservai yakni pola
ruang ruang kawasan mendukung mendukung ruang yang bergradasi dari
kawasan penyangga dan konservasi konservasi TNBD lindung ke permukiman
TNBD TNBD  Mengembangkan (HL, HP, HPT, HPK,
 Mengembangkan infrastruktur Perkebunan, Pertanian dan
infrastruktur wilayah di kawasan Permukiman)
wilayaha di penyangga  Mengembangkan kawasan
kawasan khususnya di lindung di kawasan
penyangga untuk Kecamatan Air penyangga untuk

Laporan Akhir | VI - 157


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tujuan
Isu-isu Penataan Perwujudan dalam Perwujudan dalam Pola
Kebijakan Strategi
Masalah Ruang KSN Struktur Ruang Ruang
TNBD
mendukung Hitam yang konservasi dan ekowisata,
konservasi merupakan pintu khususnya di sekitar
TNBD asuk wisatawan Taman Nasional Bukit
 Mengembangkan menuju kawasan Duabelas
kegiatan Taman Nasonal
budidaya yang Bukit Duabelas
mendukung
konservasi
TNBD
 Menata dan
mengembangkan
kawasan lindung
di kawasan
penyangga dan
memanfaatkanny
a untuk kegiatan
ekowisata
Permasalahan Pengembangan  Menata  Pengambagan  Mengembangkan ruang-
Permukiman permukiman distribusi dan lokasi-lokasi ruang bagi lokasi
berikut PSU dan infrastruktur arah permukiman di permukiman yang
di kawasan pengembangan kawasan mendukug konservasi
penyangga permukiman di penyangga TNBD
untuk perbatasan  Revitalisasi  Menyediakan lahan-lahan
mendukung TNBD permukiman yang pertanian dan perkebunan
konsevasi  Meningkatkan terletak di jarak untuk meningkatkan
TNBD kualitas dan 0,5-1,0Km dari kesejahteraan rakyat di
kuantitas PSU TNBD kawasan penyangga
permukiman  Peningkatan sarana  Menata permukiman
perbatasan prasarana dan berikut lahan pertanian di
TNBD utilitas desa-desa di sekita TNBD
 Mengarahkan permukiman di untuk mendukung
pengembangan kawasan konservasi TNBD
permukiman dan penyangga
PSUnya untuk
mendukung
konservasi
TNBD
Sumber: Hasil Analsis, 2014

6.6.2 Rencana Tata Ruang KSN Bukit Duabelas


6.6.2.1 Rencana Struktur Ruang
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten,
pengertian dari Rencana Struktur Tata Ruang adalah rencana yang
menggambarkan susunan unsur - unsur pembentuk rona lingkungan alam,
lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkis dan

Laporan Akhir | VI - 158


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

berhubungan satu sama lain. Rencana struktur tata ruang mewujudkan hirarki
pusat pelayanan wilayah meliputi sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan,
pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, serta sistem jaringan jalan.
Untuk mensinergiskan rencana struktur ruang kawasan penyangga Taman
Nasional Bukit Duabelas, selain dengan melikat karakteristik wilayah kajian dan
kebutuhan hirarki pusat pelayanan juga dipengaruhi oleh susunan struktur ruang
tiap kabupaten yang termasuk dalam delineasi kawasan penyangga.
Rencana struktur ruang tiap kabupaten yang termasuk dalam delineasi
kawasan penyangga perlu ditinjau sebagai bagian dari upaya menyelaraskan
antara struktur ruang masing-masing kabupaten dan rencana struktur ruang
kawasan penyangga yang akan direncanakan. Berikut merupakan susunan rencana
struktur ruang kabupaten Batanghari, Tebo dan Sarolangun. Untuk lebih jelas
mengenai rencana struktur ruang masing-masing kabupaten, dapat dilihat pada
tabel dan gambar berikut:

Tabel 6.71
Rencana Struktur Ruang Kabupaten
No. Kecamatan Struktur
1. Muaro Tabir  Pusat pemerintahan kecamatan,
 Pusat perdagangan dan jasa
 Pusat kesehatan
 Pusat rekreasi, olahraga dan wisata
 Pusat pendidikan
 Pusat peribadatan
 Pusat industri kecil dan kerajinan rumah tangga
 Pengembangan jaringan telekomunikasi
 Pengembangan sistem sarana dan prasarana
2. Maro Sebo  Pusat pemerintahan kecamatan,
Ulu  Pusat perdagangan dan jasa sub regional,
 Pusat kesehatan,
 Pusat pendidikan,
 Pusat peribadatan,
 Simpul transportasi
 daerah pendukung kawasan perkebunan
 pusat perdagangan dan jasa
 sub-pusat pelayanan pemerintah skala kecamatan
 Pengembangan terminal tipe C di Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Bathin XXIV.
 Pengembangan jaringan tlekomunikasi
 Pengembangan sistem jaringa irigasi
 Pengembangan sistem penyediaan air minum

Laporan Akhir | VI - 159


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

No. Kecamatan Struktur


 Rencana pengembangan sistem pengolahan air
limbah
3. Bathin XXIV  Pusat pemerintahan kecamatan,
 Pusat kesehatan,
 Pusat pendidikan,
 Pusat peribadatan
 Simpul transportasi
 daerah pendukung kawasan perkebunan
 pusat perdagangan dan jasa
 sub-pusat pelayanan pemerintah skala kecamatan
 Pengembangan terminal tipe C di Kecamatan Maro
Sebo Ulu dan Kecamatan Bathin XXIV.
 Pembangunan stasiun kereta api khusus
 Pengembangan jaringan telekomunikasi
 Pengembangan sistem jaringa irigasi
 Pengembangan sistem penyediaan air minum
4. Air Hitam e. Perkotaan Jernih di Kecamatan Air Hitam yang
berfungsi sebagai pusat pemerintahan kecamatan,
pusat perdagangan dan jasa, pusat kesehatan, pusat
rekreasi, olahraga dan wisata, pusat pendidikan,
pusat peribadatan, dan industri kecil dan kerajinan
rumah tangga;
f. Perdesaan Bukit Suban di Kecamatan Air Hitam
berfungsi sebagai pusat pertanian, pusat
perkebunan, industri kecil dan kerajinan tangan
skala beberapa desa;
g. Jaringan jalan kolektor primer K2 meliputi ruas
Pauh – Air Hitam – Simpang Margoyoso;
h. pengembangan dan peningkatan pembangunan ruas
jalan yang berada di Kecamatan Air Hitam,
meliputi:
 ruas Pauh – ruas Simpang Pematang Kabau
sepanjang 30 Km;
 ruas Batas Merangin – ruas Simpang
Pematang Kabau;
 ruas PT. EMAL – ruas Sei. Rotan sepanjang
17 Km;
 ruas Desa Lisit – ruas Lubuk Kepayang
sepanjang 2,3 Km.

Sumber: RTRW Kabupaten Sarolangun, Tebo dan Batanghari

Laporan Akhir | VI - 160


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.70 Peta Rencana Struktur Ruang Berdasarkan Rencana Daerah

Laporan Akhir | VI - 161


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1. Rencana Pusat Pelayanan


Dalam menetapkan hirarki pusat pelayanan di Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas selain memperhatikan struktur ruang saat ini, juga melihat fungsi
dan peran wilayah penyangga yang merupakan wilayah perencanaan terhadap
kawasan inti yang merupakankawasan yang dilindunginya.
Berdasarkan pertimbangan struktur ruang daerah dan kondisi eksisting
kawasan penyangga, maka rencana pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan
di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas adalah sebagai berikut.

a. Pusat Pelayanan Primer


Merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa. Untuk kawasan penyangga, pusat pelayanan
primer terletak di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun. Peran dan
fungsi pusat pelayanan primer tersebut adalah sebagai berikut :
 Pusat administrasi pemerintahan kecamatan.
 Pusat perdagangan, jasa, dan pemasaran skala kecamatan.
 Pusat pelayanan sosial ekonomi skala kecamatan.
 Pusat pelayanan transportasi skala kecamatan.

b. Pusat Pelayanan Sekunder


Pusat pelayanan sekunder kawasan penyangga ditetapkan terdapat masing-
masing satu pusat pada tiap kecamatan yang termasuk dalam kawasan
penyangga. Berdasarkan fungsi pusat pelayanan sekunder tersebut merupakan
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala desa. Peran
dan fungsi pusat pelayanan sekunder adalah sebagai berikut :
 Pusat administrasi pemerintahan desa.
 Pusat perdagangan, jasa, dan pemasaran skala desa.
 Pusat pelayanan sosial ekonomi skala desa.

c. Pusat Konservasi
Selain pusat pelayanan untuk kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah
kawasan penyangga, kawasan penyangga juga perlu dilegkapi dengan pusat

Laporan Akhir | VI - 162


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

konservasi. Pusat konservasi dapat dimanfaatkan sebagai pusat penelitian yang


dapat digunakan untuk melakukan penelitian-penelitian yang berkaitan
langsung dengan Taman Nasional Bukit Duabelas. Pusat konservasi
diletakkan di zona wisata. Pelatakan pusat konservasi tersebut dengan
mempertimbangkan jarak antara zona ke wilayah inti.

d. Pos Pengamanan
Pos pengamanan juga merupakan pusat kegiatan yang melengkapi fungsi
kawasan penyangga sebagai kawasan yang melindungi kawasan inti Taman
Nasional Bukit Duabelas. Pos pengaman diletakkan pada wilayah-wilayah
yang mendapat tekanan dari luar, yaitu merupakan pintu masuk illegal dari
masayarakat sekita Taman Nasional Bukit Duabelas untuk masuk ke dalam
kawasa inti. Hal tersrbut apabila tidak mendapatkan tindakan yang tegas,
maka akan merusak kawasan inti.

Laporan Akhir | VI - 163


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.71 Peta Struktur Ruang Kawasan Penyangga

Laporan Akhir | VI - 164


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

2. Rencana Sistem Infrastruktur


A. Rencana Sistem Transportasi
Pengembangan sistem transportasi wilayah didasarkan pada upaya agar
semua wilayah dalam kawasan penyangga memiliki aksesibilitas yang baik dan
merata. Dengan aksesibilitas yang baik pada tiap kecamatan yang ada di kawasan
penyangga akan mendukung sistem kawasan penyangga berdasarkan fungsi
utamanya seperti yang telah ditetapkan sebelumnya
Pengembangan sistem transportasi di Kawasan Penyangga Taman
Nasional Bukit Duabelas untuk mendukung terwujudnya struktur ruang yang
kompak dan berfungsi sebagai penghubung antara pusat-pusat pelayanan dan
kegiatan.
Kondisi pada saat ini bahwa tidak adanya konektivitas antara kecamatan
yang termasuk dalam kawasan penyangga. Permasalahannya yaitu taidak adanya
sistem jaringan yang menghubungkan dan juga tidak tersedianya moda angkutan
yang dapat membantu pergerakan baik orang maupun barang. Dengan demikian,
untuk saat ini yang paling diperlukan dalam mewujudkan konektivitas antara
wilayah atau PPK dan PPL seperti yang ditetapkan di rencana struktur ruang
kawasan penyangga adalah berupa sistem jaringan dan penyediaan moda
angkutan, sehingga dapat mendukung kegiatan baik didalam kawasan inti maupun
kegiatan di dalam kawasan penyangga.
Rencana Sistem transportasi di kawasan penyangga berdasarkan kajian
kebutuhan dan RTRW masing-masing kabupaten yang termasuk dalam delineasi
kawasan penyangga adalah sebagai berikut:
a. Rencana pembangunan pelabuhan sungai di Kabupaten Sarolangun .
b. Rencana pembangunan stasiun kereta api di Kabupaten Sarolangun dan
rencana jaringan rel kereta api yang melalui Kecamatan Marosebo Ulu
dan Bathin XXIV.
c. Rencana pembangunan terminal tipe C di Kecamatan Air Hitam,
Marosebo Ulu dan Bathin XXIV.

Laporan Akhir | VI - 165


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Rencana Pembangunan Pelabuhan Sungai


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
kepelabuhan, pelabuhan sungai adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani
angkutan sungai yang teretak di sungai. Pelabuhan sungai dapat melayani
angkutan penyeberangan atraprovinsi dan/atau antar Negara, antarkabupaten/kota
dalam 1 provinsi atau dalan 1 kabupaten atau kota.
Penempatan pelabuhan sungai disusun berdasarkan:
 Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar nasional atau nternasional
 Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya
 Memiliki luasdaratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang
 Mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu
 Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional
 Volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu
 Jaringan jalan yang dihubungkan
 Jaringan jalur kereta api yang dihubungkan
Untuk kawasan penyangga Tama Nasional Bukit Duabelas, terletak pada
Kabupaten Sarolangun. Fasilitas pokok yang wajib tersedia di pelabuhan sungai
tersebut adalah:
 Dermaga
 Lapangan penumpukan
 Terminal penumpang
 Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah
 Fasilitas bunker
 Fasilitas pemadam kebakaran
 Fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3)
Sedangkan fasilitas penunjangnya antara lain:
 Perkantoran
 Fasilitas pos dan telekomunikasi
 Fasilitas pariwisata
 Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi
 Jaringan jalan dan rel kereta api
 Jaringan air limbah, drainase dan sampah

Laporan Akhir | VI - 166


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Areal pengembangan pelabuhan


 Tempat tunggu kendaraan bermotor
 Kawasan Industri
 Fasilitas umum lainnya

 Rencana Pembangunan Stasiun dan Rel Kereta Api


Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2011
tentang persyaratan teknis bangunan stasiun kerta api, stasiun kereta api
merupakan prasarana kereta api sebagai tempat pemberangkatan dan
pemberhentian kereta api. Lokasi pembangunan stasiun kereta api disesuaikan
dengn pola operasi perjalanan kereta api, menunjang operasional system
perketaapian, tidak mengganggu lingkungan, memiliki tingkat keselamatan dan
keamanan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kereta api permukaan berjala di atas permukaan tanah. Biaya
pembangunan kereta api permukaan adalah yang termurah dan umu yang
digunakan di berbagai Negara.

 Rencana Pengembangan Terminal


Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum.
Tipe terminal yang akan diterapkan sesuai dengan tipologi terminal yang diatur
oleh Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 tahun 1995, dengan batasan adalah
sebagai berikut :
Terminal Tipe A, melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota
antar Provinsi dan atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota
dalam Provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
Terminal Tipe B, melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota
dalam Provinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan.
Terminal Tipe C, melayani angkutan pedesaan.
Rencana pengembangan terminal di KSN Taman Nasional bukit Duabelas adalah
Terminal Tipe C yang terletak:

Laporan Akhir | VI - 167


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 di Kecamatan Air Hitam


 Kecamatan Marosebo Ulu
 Kecamatan Bathin XXIV
Menurut standar Ditjen Perhubungan Darat mengenai standar luas terminal, luas
lahan terminal Tipe C minimal kebutuhan lahan seluas 10.926 m2.
Arahan pengembangan dan peningkatan pelayanan fasilitas terminal tipe C antara
lain adalah sebagai berikut:
 Jalur pemberangkatan dan kedatangan
 Kantor Terminal
 Tempat tunggu
 Loket penjualan karcis
 Rambu-rambu dan papan-papan informasi

Laporan Akhir | VI - 168


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.72 Peta Rencana Sistem Transportasi

Laporan Akhir | VI - 169


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. Rencana Sistem Jaringan Prasarana


 Rencana Jaringan Air Bersih
Semakin meningkatnya pembangunan yang akan berdampak pada
tingginya aktivitas penduduk dan ekonomi masyarakat di Kawasan Penyangga
Taman Nasional Bukit Duabelas tentu akan berakibat pada peningkatan jumlah
pelanggan air bersih dan menuntut peningkatan pada pelayanan. Untuk itu
pengembangan sarana dan prasarana baik untuk pendistribusian maupun
pengolahan air bersih, serta pelayanan kepada pelanggan adalah target yang harus
pula dijadikan tolok ukur keberhasilan pemenuhan air bersih bagi masyarakat di
daerah ini.
Rencana penyediaan air bersih di Kawasan Penyangga Taman Nasional
Bukit Duabelas diarahkan bertumpu pada sistem penyediaan air bersih perpipaan
yang dikelola oleh PDAM.
Untuk merencanakan pelayanan kebutuhan air bersih wilayah perencanaan
terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan perkiraan kebutuhan air bersih.
Jumlah kebutuhan air bersih di kawasan penyangga yaitu sebanyak 171.355.064
liter/hari.
Rencana pengembangan jaringan air bersih di Kawasan Penyangga Taman
Nasional Bukit Duabelas melalui pengembangan jaringan pipa distribusi primer
dan sekunder.
 Jaringan pipa distribusi primer dikembangkan sepanjang jaringan jalan
arteri primer yang ada di Kecamatan Kawasan Penyangga Taman Nasional
Bukit Duabelas.
 Jaringan pipa distribusi sekunder merupakan cabang dari pipa distribusi
primer sepanjang jalan lokal dan kolektor sekunder.
 Jaringan pipa distribusi tersier merupakan cabang dari pipa sekunder
sepanjang jalan lingkungan untuk disalurkan ke rumah-rumah atau
kegiatan lainnya.

Laporan Akhir | VI - 170


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Rencana Jaringan Listrik


Melihat kondisi perlistrikan di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit
Duabelasyang ada saat ini maka perlu adanya perencanaan terhadap penyediaan
fasilitas listrik, agar semua penduduk Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit
Duabelas dapat menikmati penerangan listrik. Hal-hal yang perlu dijadikan
prioritas dalam penyediaan listrik, adalah :
a. Perbaikan kualitas pelayanan dengan meningkatkan operasi.
b. Perluasan jaringan distribusi pelayanan penerangan untuk dapat menjangkau
dan melayani daerah/kawasan yang belum mendapat fasilitas listrik.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Kawasan Penyangga
Taman Nasional Bukit Duabelas tentunya pelayanan listrik juga harus lebih
ditingkatkan. Untuk itu diperlukan adanya perkiraan kebutuhan akan listrik
berdasarkan perkiraan jumlah penduduk. Kebutuhan energi listrik di Kawasan
Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas sampai akhir tahun perencanaan 2034
agar dapat melayani kebutuhan listrik domestik sebesar 1.158.108 watt dan
kegiatan non domestik sebesar 1.505.540 watt. Lebih jelasnya mengenai
kebutuhan listrik di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas dapat
dilihat pada tabel berikut.
Kawasan-kawasan yang berada di bawah jalur listrik tegangan tinggi
dengan jarak dan ketinggian tertentu, ditetapkan sebagai Kawasan Perlindungan
Jalur Listrik Tegangan Tinggi dengan peruntukan sebagai jalur hijau. Tujuan
penetapan kawasan perlindungan jalur listrik tegangan tinggi tersebut adalah
melindungi masyarakat dari kemungkinan bahaya yang dapat ditimbulkan dengan
keberadaan jalur listrik tegangan tinggi tersebut. (Peraturan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 01-P/47/MPE/1992).
Adapun rencana pengembangan jaringan listrik di Kawasan Penyangga
Taman Nasional Bukit Duabelas adalah sebagai berikut :
 Pengembangan jaringan distribusi primer sepanjang jaringan jalan arteri
primer yang ada di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas.
 Pengembangan jaringan distribusi sekunder sepanjang jalan arteri dan
kolektor sekunder.

Laporan Akhir | VI - 171


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Rencana Jaringan Telekomunikasi


Prasarana telekomunikasi mempunyai arti penting yaitu sebagai stimulan
pertumbuhan ekonomi wilayah dan berperan penting dalam pengembangan kualitas
masyarakat (sosial-budaya). Salah satu prasarana telekomunikasi yang cukup penting
di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas adalah telepon yang
dikelola oleh PT. Telkom. Sebagai salah satu prasarana komunikasi yang cepat,
telepon makin dibutuhkan untuk saat ini dan masa yang akan datang.
Pengembangan jaringan telepon dilakukan dengan mempertimbangkan
tuntutan kebutuhan suatu daerah, yakni pemenuhan kebutuhan konsumen untuk
kegiatan yang bersifat domestik atau perumahan, sosial-ekonomi maupun fasilitas
umum. Dari hasil analisis yang dilakukan, kebutuhan jaringan telepon di kawasan
penyangga tahun 2034 yatu sebanyak 367 Unit.
Sistemjaringantelekomunikasi yang dapat dikembangkanterdiri atas:
a. jaringan terestrial;
b. jaringan satelit.
Jaringan terrestrial dikembangkan secara berkesinambungan untuk
menyediakan pelayanan telekomunikasi diseluruh wilayah Provinsi. Jaringan
kabel terdiri dari jaringan kabel yang dikembangkan di seluruh kabupaten di
wilayah provinsi Jambi dan jaringan nirkabel berupa penataan dan efisiensi
menara telekomunikasi atau base transceiver station(BTS) diseluruh kabupaten
di wilayah Provinsi Jambi.
Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi system jaringan
telekomunikasi Provinsi melalui satelit komunikasi. Jaringan telekomunikasi
dikembangkan untuk meningkatkan kemudahan hubungan antar wilayah yang
diisyaratkan untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan secara efisien dan
efektif.

 Rencana Jaringan Persampahan


Rencana sistem pengelolaan sampah dititikberatkan untuk mencegah
terjadinya masalah-masalah lingkungan, seperti pencemaran lingkungan, timbulnya
genangan, gangguan estetika dan penyebaran penyakit.

Laporan Akhir | VI - 172


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Rencana kebutuhan prasarana penunjang persampahan di Kawasan Taman


Nasional Bukit Duabelas sampai dengan tahun 2034 yaitu sebanyak 6 unit
gerobak sampah, 1 unit bak sampah kecil dan besar, 1 unit TPS container besi, 2
unit truk terbuka dan dump truck dan 1 unit arm-roll truck.
Arahan rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan dilakukan
dengan melalui proses berikut :
1. Sistem Pewadahan, yaitu melalui penyediaan tong-tong sampah di setiap
rumah maupun bangunan sarana kota, dengan ukuran 40 - 100 liter. Tong
sampah di setiap rumah disediakan sendiri oleh masing-masing keluarga,
sedangkan tong-tong sampah pada sarana kota di sediakan oleh pemerintah.
2. Sistem Pengumpulan, yang proses pengumpulan sampahnya dapat dilakukan
baik secara individual maupun secara komunal melalui bak-bak penampungan
yang disediakan di setiap unit lingkungan perumahan maupun pada unit
kegiatan komersial dan pemerintahan/perkantoran. Sampah domestik tersebut
kemudian diangkut memakai gerobak sampah ukuran 1 m3 ke lokasi Transfer
Depo atau Tempat Penampungan Sementara (TPS) oleh pengelola swadaya
masyarakat di masing-masing unit lingkungan. Sedangkan sampah dari
kegiatan komersial dan pemerintahan/perkantoran serta yang berada di
sepanjang jalan utama dikelola oleh instansi terkait.
3. Sistem Pemindahan dan Pengangkutan, yaitu kontainer sampah maupun
sampah dari tiap lokasi TPS atau Transfer Depo diangkut oleh kendaraan truk
sampah maupun armroll truck /dump truck ke lokasi tempat pemrosesan akhir
(TPA) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
4. Pengembangan reduksi sampahdalam skala mikro, yaitu melalui reduksi
sampah dari rumah tangga (pemilahan sampah mulai dari sumbernya
maupun dengan Reduce (perolahan kembali), Reuse (penggunaan kembali)
dan Recycle (daur ulang) atau 3R, sehingga dapat mengurangi volume
sampah yang ditimbulkan).

Laporan Akhir | VI - 173


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.73
Pola Operasional Pengelolaan Persampahan
Kecamatan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas

 Rencana Jaringan Drainase


Sistem yang akan diterapkan mengacu pada kondisi/karakteristik Kawasan Taman
Nasional Bukit Duabelas, yaitu :
 Terdapat Sungai yang potensial berfungsi sebagai drainase primer
penampungan banjir.
 Kuantitas dan kualitas jaringan drainase di Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas belum mencukupi.
Berdasarkan hal tersebut salah satu pendekatan yang perlu dilakukan adalah
dengan pemanfaatan sungai-sungai yang ada. Tinggi muka air pada situ terpilih
dapat dipertahankan dengan memberikan supply air yang bersumber dari run off
air hujan dengan menghindari pencemaran kualitas airnya yang dimungkinkan
terkontaminasi buangan domestik dari wilayah permukiman.
Untuk mengupayakan hal tersebut maka dalam merencanakan saluran drainase di
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas perlu dipertimbangkan :
 Jaringan drainase di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas
memerlukan sistem terpisah dari buangan/limbah rumah tangga sehingga
limpasan air tidak mencemari waduk/sungai.

Laporan Akhir | VI - 174


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Dalam perencanaan saluran drainase perlu dipertimbangkan peletakan


saluran utama, sekunder dan tersier; arah aliran dan pemilihan jenis
saluran yang sesuai.
 Memperhatikan daya resap tanah, arah aliran, keadaan topografis dan
geologis lahan.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu direncanakan saluran drainase dengan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1). Kualitas air run off perlu terjaga dari kontaminasi buangan rumah tangga
sehingga perlu pemisahan saluran buangan rumah tangga dengan saluran
air hujan.
2). Saluran harus sependek mungkin dan dapat berupa saluran terbuka atau
saluran tertutup sesuai dengan keadaan lokasinya.
3). Kecepatan aliran tidak boleh merusak badan drainase atau terjadinya
penggerusan/erosi.
4). Pada daerah yang relatif datar harus dibuat dengan kemiringan yang
minimal, sehingga air dapat mengalir dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu direncanakan saluran pembuangan dengan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1) Saluran Drainase Primer
 Saluran drainase primer digunakan pada jalur jalan yang berjarak
maksimal 500 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut.
 Luas daerah aliran maksilmal 500 ha.
 Dapat menerima limpasan air dari saluran sebelumnya.
 Saluran primer ini bermuara langsung ke pembuangan akhir yakni sungai.
2) Saluran Drainase Sekunder
 Saluran drainase sekunder digunakan pada jalur jalan yang berjarak
maksimal 500 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut.
 Luas daerah aliran drainase maksimal 15 ha.
 Dapat menerima air limpasan dari saluran sebelumnya
3) Saluran Drainase Tersier
 Digunakan pada jalur jalan yang berjarak maksimal 200 m dari jalan yang
sejajar dengan jalan tersebut.

Laporan Akhir | VI - 175


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Luas aliran maksimal 4 ha.


 Dapat menerima air limpasan dari saluran sebelumya (saluran rumah
tangga/kavling).
4) Untuk pengendalian banjir kawasan perkotaan dilengkapi dengan kolam
penampungan air (bozem) dengan memanfaatkan sungai yang ada.
Secara umum jenis konstruksi yang digunakan dalam sistem jaringan
drainase baik saluran utama (primer), sekunder, tersier adalah saluran konstruksi
beton atau pasangan batu. Jenis saluran yang digunakan adalah saluran terbuka
dan hanya pada kondisi-kondisi tertentu di pusat kota dibuat saluran tertutup.
Sedangkan bentuk typical yang dipakai adalah bentuk trapesium dan dibeberapa
titik memiliki penampang saluran empat persegi.

Gambar 6.74
Typical Saluran Drainase

 Rencana Jaringan Air Limbah


Untuk sistem air limbah agar tidak mencemari lingkungan diusahakan
pengembangan sistem pembuangan air limbah terpadu antar lingkungan dengan
cara menggunakan sistem pengolahan sebelum masuk sungai-sungai yang ada,
sehingga tidak terjadi pencemaran. Jenis pengolahan limbah yang diusulkan untuk
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah pengembangan septik tank

Laporan Akhir | VI - 176


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dengan sistem terpadu dan pengembangan jaringan tertutup untuk kawasan


lainnya. Besarnya air limbah diperkirakan 20% dari kebutuhan air bersih untuk
seluruh Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas.
Produksi air limbah akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk dan peningkatan aktivitas kegiatan. Volume air buangan setiap hari
sebesar 70-80 % dari volume pemakaian air bersih. Sampai tahun 2034
diperkirakan kegiatan rumah tangga, perdagangan, komersialakan meningkat
bukan hanya dalam jumlah tetapi juga jenis. Dengan jumlah volume air limbah
tersebut, jumlah kebutuhan sarana penunjang pengelolaan air limbah yaitu
sebanyak 645 unit kebutuhan septic tank untuk keluarga dan 6 unit MCK umum
yang tersebar di setiap kecamatan.
Jenis Produksi Limbah dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Air Limbah Rumah Tangga
Sistem penyaluran air limbah bekas mandi dan cuci rumah tangga dialirkan
tergabung dengan saluran drainase, dimana dalam saluran dibuatkan ruang
tambahan pada dasar saluran untuk pengaliran air buangan rumah tangga.
b. Limbah Kakus
Sistem penanganan limbah kakus/tinja diarahkan untuk menggunakan Tanki
Septik Komunal, dikarenakan beberapa tahun kedepan kawasan perkotaan
memiliki kecendrungan semakin padat dan mengalami keterbatasan lahan.
Sistem pengelolaan air limbah ini erat hubungannya dengan sanitasi atau
kesehatan lingkungan, sehingga pengelolaan air limbah ini harus benar-benar
direncanakan dengan sebaik mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan yang berhubungan dengan sanitasi lingkungan masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan hal tersebut, arahan rencana pengelolaan air limbah di Kawasan
Taman Nasional Bukit Duabelas dilakukan dengan menggunakan sistem
pengolahan setempat (on site system sanitation), yaitu dengan mengembangkan
sistem penggunaan tangki septik yang ada di tiap-tiap rumah dengan lebih
meningkatkan kuantitas dan kualitasnya, serta sebaiknya melengkapinya dengan
bidang resapan dan sistem komunal (off site system sanitation).Mengingat
penyediaan WC yang dilengkapi tangki septik ini tidak semua golongan
masyarakat mampu menyediakannya karena harus tersedia lahan yang cukup luas,

Laporan Akhir | VI - 177


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

maka dalam pengadaannya dibutuhkan bantuan Pemerintah yang berupa


penyediaan WC atau MCK umum.
Kualitas air pada saluran drainase perlu di jaga dari kontaminasi terutama
limbah rumah tangga maka perlu ditegaskan penerapan sumur resapan
buangan/limbah rumah tangga.

Gambar 6.75
Penampang Melintang Geometri Sumur Resepan

C. Rencana Pengembangan Sarana Sosial Ekonomi


A. Rencana Sarana Pendidikan
Dari hasil analisis yang dilakukan, pada tahun 2034 kawasan penyangga
Taman Nasional Bukit Duabelas memerlukan sarana pendidikan sebanyak 168
unit TK, 131 unit SD, 44 unit SLTP dan 44 unit SLTA yang tersebar pada tiap-
tiap kecamatan.
Dengan demikian, arahan pengembangan sarana pendidikan di Kecamatan
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas meliputi :
a. Menempatkan sarana pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan taman bacaan di
setiap pusat pelayanan primer dan sekunder.

Laporan Akhir | VI - 178


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

b. Menempatkan sarana pendidikan setingkat SMU/SMK dan Perguruan Tinggi


di Pusat Pelayanan Sekunder.

B. Rencana Sarana Kesehatan


Adapun rencana penambahan fasilitas kesehatan pada tahun 2034 yaitu
sebanyak 42 unit praktek dokter, 38 unit bidan, 2 unit puskesmas, 7 unit
puskesmas pembantu dan 160 unit posyandu yang tersebar di seluruh kawasan
penyangga.
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, maka arahan pengembangan sarana
kesehatan di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah :
a. Menempatkan sarana kesehatan posyandu, tempat praktek dokter, balai
pengobatan warga di setiap Pusat Pelayanan Primer dan Pusat Pelayanan
Sekunder.
b. Menempatkan sarana kesehatan BKIA/Klinik Bersalin dan apotik/rumah obat
di Pusat Pelayanan Primer.
c. Menempatkan puskesmas di zona budidaya yang terletak di dekat Taman
Nasional Bukit Duabelas, upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
suku anak dalam dan mengurangi angka kematian, dikarenakan berdasarkan
data yang ada memperlihatkan bahwa angka kematian di suku anak dalam
cukup tinggi terutapa kematian ibu dan anak. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya fasilitas kesehatan yang mamapu dijangkau.

C. Rencana Sarana Peribadatan


Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan
rohani yang perlu disediakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai
dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena berbagai macam
agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat penghuni yang
bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas peribadatan yang
akan dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan perumahan dihuni selama
beberapa waktu. Pendekatan perencanaan yang diatur adalah dengan
memperkirakan populasi dan jenis agama serta kepercayaan dan kemudian

Laporan Akhir | VI - 179


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

merencanakan alokasi tanah dan lokasi bangunan peribadatan sesuai dengan


tuntutan planologis dan religius.
Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait
dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya lahir sesuai konteks
lingkungannya. Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan
jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus
dipenuhi untuk melayani area tertentu.
Kebutuhan fasilitas peribadatan dapat dilihat dari hasil analisis yang telah
dilakukan. Berdasarkan perhitungan, jumlah kebutuhan sarana peribadatan tahun
2034 di kawasan penyangga adalah sebanyak 84 masjid, 842 musholla dan
langgar. Penempatan fasilitas peribadatan tersebut akan ditempatkan tersebar di
masing-masing kecamatan di kawasan penyangga.

D. Rencana Sarana Perdagangan dan Niaga


Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah
dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah
penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat
terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai
konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar
sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Tabel 6.72
Kriteria Lokasi Sarana Perdagangan dan Niaga
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Toko / Warung  Di tengah kelompok tetangga. Dapat
merupakan bagian dari sarana lain
2 Pertokoan  Di pusat kegiatan sub lingkungan
3 Pusat Pertokoan + Pasar  Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
4 Lingkungan Pusat Perbelanjaan dan Niaga  Terletak di jalan utama. Termasuk sarana
(toko + pasar + bank + kantor) parkir sesuai ketentuan setempat
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Laporan Akhir | VI - 180


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Arahan pengembangan sarana perdagangan dan niaga di Kawasan Taman


Nasional Bukit Duabelas adalah :
a. Menempatkan sarana toko/warung di setiap pusat pelayanan primer dan
sekunder.
b. Menempatkan sarana pertokoan di setiap pusat pelayanan primer dan
sekunder.
c. Menempatkan sarana pusat perbelanjaan dan niaga di pusat pelayanan primer.

E. Rencana Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum


Dasar penyediaan sarana pemerintahan dan pelayanan umum untuk
melayani setiap unit administrasi pemerintahan baik yang informal (RT dan RW)
maupun yang formal (kelurahan dan kecamatan), dan bukan didasarkan semata-
mata pada jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.
Dasar penyediaan sarana ini juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat
terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai
konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan sarana
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar
sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Tabel 6.73
Kriteria Lokasi Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Balai Pertemuan  Di tengah kelompok bangunan hunian warga, ataupun di akses kluar/masuk dari
2 Pos Hansip kelompok bangunan. Dapat berintegrasi dengan bangunan sarana lain
3 Gardu Listrik  Lokasi dan bangunanannya harus mempertimbangkan kemanan dan
kenyamanan
4 Telepon Umum, Bis Surat  Lokasinya disebar pada titik-titik strategis atau di sekitar pusat lingkungan
5 Parkir Umum  Dialokasikan dapat melayani kebutuhan bangunan sarana kebudayaan dan
rekreasi lain berupa balai pertemuan warga
6 Pos Kamtib  Dapat dijangkau dengan kendaraan umum.
7 Pos Pemadam Kebakaran  Beberapa sarana dapat digabung dalam satu atau kelompok bangunan pada
8 Agen Pelayanan Pos tapak yang sama.
9 Loket Pembayaran Air Bersih  Agen layanan pos dapat bekerja sama dengan pihak yang mau berinvestasi dan
10 Loket Pembayaran Listrik bergabung dengan sarana lain dalam bentuk wartel, warnet, atau warpostel.
 Loket pembayaran air bersih dan listrik lebih baik saling bersebelahan.
11 Kantor Polisi  Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
12 Stasiun Telepon Otomat dan agen  Dapat digabung dalam satu atau kelompok bangunan pada tapak yang sama.
pelayanan gangguan telepon  Lokasinya mempertimbangkan kemudahan dijangkau dari lingkungan luar
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Laporan Akhir | VI - 181


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Arahan pengembangan sarana pemerintahan dan pelayanan umum di


Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah:
a. Menempatkan sarana balai pertemuan, pos hansip, gardu listrik, telepon
umum, bisa surat dan parkir umum di setiap Pusat Pelayanan Primer dan Pusat
Pelayanan Sekunder.
b. Menempatkan sarana pos Kamtib, loket pembayaran air bersih dan listrik serta
Stasiun Telepon Otomatis di Pusat Pelayanan Sekunder.

F. Rencana Sarana Kebudayaan dan Rekreasi


Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan
untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung
pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain.
Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan
pelayanan umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat
berintegrasi menurut kepentingannya.

Tabel 6.74
Kriteria Lokasi Sarana Kebudayaan dan Rekreasi
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Balai Warga/ Balai Pertemuan  Di tengah kelompok tetangga
 Dapat merupakan bagian dari bangunan sarana lain
2 Balai Serbaguna / Balai Karang Taruna  Di pusat lingkungan
3 Gedung Serbaguna  Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
4 Gedung Bioskop  Terletak di jalan utama
 Dapat merupakan bagian dari pusat perbelanjaan
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Arahan pengembangan sarana kebudayaan dan rekreasi di Kawasan Taman


Nasional Bukit Duabelas adalah:
a. Menempatkan sarana balai warga/balai pertemuan di Pusat Pelayanan
Sekunder.
b. Menempatkan balai serbaguna/karang taruna, gedung serbaguna dan bioskop
di Pusat Pelayanan Primer.

Laporan Akhir | VI - 182


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

G. Rencana Sarana Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olahraga


Menurut Permen PU No.5 Tahun 2008 Tentang Penyediaan dan
Pemanfataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, yang dimaksud ruang
terbuka adalah ruang-ruang dalam wilayah baik dalam bentuk area/kawasan
maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.

Tabel 6.75
Kriteria Lokasi Sarana Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olahraga
No Jenis Sarana Kriteria Lokasi
1 Taman/ Tempat Main RW  Di tengah kelompok tetangga
2 Taman/ Tempat Main  Di pusat kegiatan lingkungan
Kelurahan  Sedapat mungkin berkelompok dengan sarana
pendidikan
3 Taman dan Lapangan Olahraga  Terletak di jalan utama
 Sedapat mungkin berkelompok dengan sarana
pendidikan
Sumber : SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

Arahan pengembangan sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olahraga di


Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas adalah:
a. Menempatkan taman/tempat main di setiap lingkungan RT dan RW.
b. Menempatkan sarana taman dan lapangan olahraga di Pusat Pelayanan
Sekunder.
c. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pusat Pelayanan Primer dan
Sekunder.disesuaikan dengan ketentuan bahwa penyediaan RTH di kawasan
perkotaan minimal 30% dari luas kota yang meliputi 20% RTH publik dan
10% RTH privat.

6.6.2.2 Rencana Pola Ruang


Pola ruang kawasan penyangga akan disusun berdasarkan kondisi
eksisiting dan rencana yang terdapat di kawasan penyangga. Bagian dari rencana
kawasan penyangga dapat ditinjau melalui rencana pola ruang Kabupaten
Sarolangun Tebo dan Batanghari. Pola ruang kawasan penyangga ini selain

Laporan Akhir | VI - 183


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

dipengaruhi oleh rencana pola ruang berdasarkan RTRW kabupaten juga


mempertimbangkan rencana pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas.
Tinjauan kebijakan pola ruang dalam sub bab ini yaitu mengenai kebijakan
pengaturan pola ruang yang mempengaruhi pola ruang kawasan penyangga, yang
diantaranya yaitu mengenai rencana pola ruang masing-masing kabupaten yang
termasuk dalam delineasi kawasan penyangga dan juga tinjauan mengenai
kebijakan pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas

A. Tinjauan Kebijakan Pola Ruang Daerah


Untuk mengembangkan kawasan penyangga, perlu dipertimbangkan rencana pola
lainnya yang berkaitan dengan kawasan penyangga, agar pola ruang yang
terbentuk dapat selaras antara pola ruang Nasional, Provinsi, Kabupaten dan
kawasan penyangga. Berikut merupakan pola ruang masing-masing kabupaten
yang termasuk di dalam kawasan penyangga, yaitu Kabupaten Tebo, Batanghari
dan Sarolangun.

Laporan Akhir | VI - 184


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.76 Peta Rencana Pola Ruang Berdasarkan Dokumen Rencana Daerah

Laporan Akhir | VI - 185


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

B. Tinjauan Rencana Pengelolaan Taman Nasional


Tinjauan rencana pengelolaan taman nasional pada sub bab ini dilihat dari
kebijakan-kebijakan pokok pengelolaan taman nasional dan rencana pengelolaan
zona yang ada di luar Taman Nasional Bukit Duabelas.
1. Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional
merupakan ‘kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi.’
Mengacu pada pengertian yang digariskan dalam UU No. 5 tahun 1990.
pokok-pokok kebijakan pengelolaan Taman Nasional adalah sebagai berikut :
 Taman Nasional sebagai kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi :
 Perlindungan sistem penyangga kehidupan,
 Pengawetan keanekaragaman flora dan fauna,
 Pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari.
 Kawasan Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari :
 Zona Inti
 Zona Rimba
 Zona Pemanfaatan
 Zona Lain sesuai keperluan.
 Pembatasan-pembatasan Kegiatan :
 Kegiatanyang diperbolehkan di Taman Nasional mencakup :
 Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
 Pendidikan
 Menunjang budidaya
 Pariwisata alam
 Kegiatan yang tidak diperbolehkan di Taman Nasional meliputi :
 Kegiatan yang membawa dampak negatif terhadap fungsi
ekosistem kawasan atau mengganggu keseimbangan ekologis
lingkungan.

Laporan Akhir | VI - 186


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan dan


proporsi sistem zonasi.
 Kegiatan yang merubah bentang alam secara permanen.
 Kegiatan yang mengakibatkan satwa terancam punah atau
mengganggu kehidupan tumbuhan.
 Kegiatan dengan dampak pencemaran lingkungan yang tidak
dapat dikendalikan.
 Kegiatan yang mengakibatkan penurunan nilai estetik
lingkungan alam.
 Zona Inti tertutup bagi penyelenggaraan kegiatan dan atau pengunjung,
pengecualian hanya berlaku untuk kegiatan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan.
 Pemanfaatan kawasan Taman Nasional untuk kegiatan pariwisata dan
rekreasi :
 Pengusahaan pariwisata alam oleh swasta melalui Ijin Pengusahaan
Pariwisata Alam (IPPA).
 Pemegang Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam wajib mengikutsertakan
masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata alam.
 Pembatasan – pembatasan :
 Penyelenggaraan kegiatan pariwisata di Zona Rimba bersifat
pariwisata terbatas dan tidak diperbolehkan membangun
sarana.
 Pengembangan sarana dan prasarana hanya dibolehkan di
Zona Pemanfaatan.
 Program Interpretasi boleh dikembangkan di Zona
Pemanfaatan dan Zona Rimba.
 Pelibatan aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan Taman
Nasional.
 Pelibatan aktif LSM, untuk menunjang pengelolaan Taman Nasional,
melalui pemberian masukan-masukan bagi perumusan strategi dan
program pengelolaan serta berperan serta dalam penyelenggaraan program
kegiatan.

Laporan Akhir | VI - 187


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

2. Ketentuan Zona Interaksi


Yang dimaksud dengan zona interaksi adalah desa-desa di sekitar kawasan
TNBD, berbatasan langsung atau yang terletak dalam jarak dan waktu tempuh
yang memungkinkan bagi anggota masyarakat desa tersebut menarik manfaat
langsung, melalui kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, atas pemanfaatan
kawasan TNBD untuk kegiatan ekowisata dan atau jasa lingkungan lainnya.
Di sisi luar bagian Utara kawasan TNBD, terdapat 4 (empat) desa
interaksi, yang tersebar di wilayah Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo dan
Kecamatan Maro Sebu Ulu, Kabupaten Batanghari. Masyarakat desa-desa
interaksi di belahan kawasan ini, mayoritas etnis Melayu bercampur dengan
sejumlah kecil masyarakat pendatang. Mata pencaharian utama masyarakat
Melayu umumnya petani karet, sedangkan masyarakat pendatang bertumpu pada
perkebunan karet dan sawit.
Sejumlah warga masyarakat desa di wilayah Kabupaten Batanghari,
disinyalir terlibat dalam kegiatan penebangan liar (illegal logging) di kawasan
TNBD. Namun, di antara warga desa tersebut, ada juga pihak - pihak yang
memiliki resistensi yang tinggi terhadap kegiatan ilegal tersebut (KKI WARSI,
2013).
Tabel 6.76
Desa-desa Interaksi TNBD menurut Wilayah Administrasi
No Kabupaten Kecamatan Desa Interaksi Jumlah Penduduk
1 Batanghari Muara Sebo Ulu Batu Sawar 479
2 Tebo Tebo Ilir Sungai Jernih 2.158
Tanah Garo 1.361
Lancar Tiang 2.564
3 Sarolangun Air Hitam Semurung 1.141
Dusun Baru 1.605
Sungai Jernih 1.630
Lubuk Jering 771
Pematang Kabau 1.878
Bukit Suban (Ex 3.124
Trans SPI)
Sumber : Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas

Desa interaksi di belahan sisi luar bagian Selatan, meliputi 6 (enam) desa
dan kesemuanya terletak di wilayah Kecamatan Air Hitam, Kabupaten
Sarolangun. Desa-desa interaksi di wilayah ini, sebagian adalah desa transmigrasi
dan selebihnya merupakan desa etnis Melayu.

Laporan Akhir | VI - 188


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Mata pencaharian utama masyarakat desa transmigrasi bertumpu pada


PIR-Trans yang dikembangkan PT SAL. Sedangkan masyarakat etnis Melayu,
mayoritas menekuni usaha tani karet atau sebagai buruh penyadap karet.
Keterbatasan lahan di kawasan ini, merupakan salah satu faktor pemicu
terjadi perambahan kawasan TNBD, untuk perkebunan, oleh masyarakat desa
etnis Melayu. Persoalan lahan perladangan berakibat timbulnya konflik antara
Orang Rimba, khususnya antara kelompok Temenggung Tarib di Sungai Keruh,
Pematang Kabau, dengan masyarakat desa (KKI WARSI).
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, pengertian dari rencana
pola ruang adalah rencana yang menggambarkan letak, ukuran dan fungsi dari
kegiatan-kegiatan lindung dan budidaya. Substansi dari rencana pola ruang
meliputi batas-batas kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan
lainnya (kawasan lindung dan kawasan budidaya).
Tujuan rencana pola ruang KSN Taman Nasional Bukit Duabelas adalah :
1. Menunjukkan rencana ukuran maupun letak pemanfaatan ruang untuk
kawasan lindung dan kawasan budidaya dengan memperhatikan daya
dukung lingkungan.
2. Menunjukkan arahan pembatasan kegiatan diluar fungsi kawasan dan
mencegah timbulnya kerusakan fungsi kawasan, terutama kerusakan
fungsi lingkungan hidup.
3. Menunjukkan gambaran keterpaduan (sinkronisasi) antara rencana pola
ruang dengan rencana struktur ruang yang dikembangkan didalam rencana
tata ruang KSN Taman Nasional Bukit Duabelas, maupun rencana yang
telah ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah nasional, propinsi , dan
kabupaten yang berbatasan.
4. Menunjukkan arahan mempertahankan kesesuaian lahan sesuai dengan
norma, standar, peraturan dan kriteria teknis.
5. Menunjukkan arahan mempertahankan keanekaragaman hayati dan
ekosistem.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka rencana pola ruang KSN Taman
Nasional Bukit Duabelas dikembangkan dengan proporsi untuk kawasan lindung

Laporan Akhir | VI - 189


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

sebesar 54.683 Ha dan kawasan budidaya sebesar 7.476.891 Ha .Secara lebih


lengkap, rencana pola ruang KSN Taman Naional Bukit Duabelas dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 6.77
Rencana Pola Ruang KSN Bukit Duabelas
No Rencana Pola Ruang Pemanfaatan Ruang Kode Zonasi
A. KAWASAN LINDUNG
1 Kawasan Hutan Lindung Kawasan Taman Nasional L1
Bukit Duabelas
2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan perlindungan L2
Kawasan Bawahannya mata air
Kawasan resapan air
3 Kawasan Perlindungan Setempat Sempadan sungai L3
Jalur hijau
4 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Taman wisata L4
dan Cagar Budaya

B. KAWASAN BUDIDAYA
1 Kawasan Permukiman Permukiman kepadatan B1
sedang dan rendah
2 Kawasan peternakan Peternakan sapi B2
3 Kawasan Pertanian Tanaman pangan B3
4 Kawasan Perkebunan Kelapa sawit dan karet B4
5 Kawasan Hutan Produksi Hutan B5
Sumber : Hasil Rencana, 2014

1. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung


Rencana pola ruang kawasan lindung adalah rencana wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Adapun kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan lindung di KSN Bukit Duabelas ditinjau dari
fungsinya meliputi antara lain:
1. Kawasan hutan lindung TNBD (L1) terdiri atas:
a. Taman Nasional Bukit Duabelas sebesar 54.197,03 Ha
2. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya (L2),
terdiri atas :
a. Kawasan Perlindungan Mata Air, dan
b. Kawasan Resapan Air.
3. Kawasan Perlindungan Setempat (L3), terdiri atas :
a. Kawasan sempadan sungai
b. Jalur hijau

Laporan Akhir | VI - 190


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

4. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya (L4),


terdiri atas taman wisata alam

A. Kawasan Taman Nasional Gunung Bukit Duabelas (L1)


Hutan lindung merupakan kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah. (Keppres 32/1990 tentang pegelolaan Kawasan
Lindung, Pasal 1 ayat 3).
Penetapan Kawasan Hutan Lindung berdasarkan kriteria:
(1) Kawasan hutan dengan kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan
yang jumlahnya perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh
lima) atau lebih;
(2) Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40%
(empat puluh per seratus); atau
(3) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 m (dua ribu)
meter dpl (PP 26/2008 Pasal 55 ayat 1) .
Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas ditetapkan untuk :
a. melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem Bukit Duabelas;
b. melindungi dan melestarikan flora dan fauna yang hampir punah atau
diperkirakan akan punah;
c. melindungi keseimbangan tata air;
d. melindungi kawasan resapan air dalam rangka konservasi sumber daya air
Kawasan Bukit Duabelas;
e. melindungi keseimbangan iklim makro; dan
f. meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Luas wilayah kawasan Taman Nasional di KSN Bukit Duabelas adalah 54.197,03
Ha yang tersebar di:
a. Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun
b. Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Bathin XXIV Kabupaten Batanghari
c. Kecamatan Muaro Tabir Kabupaten Tebo
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran Taman Nasional di KSN Bukit Duabelas
dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Laporan Akhir | VI - 191


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.78
Sebaran Kawasan Taman Nasional
No Kabupaten %
1 Batanghari 65
2 Sarolangun 15
3 Tebo 20
4 TNBD 100

B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya (L2)


Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di KSN
Bukit Duabelas ditetapkan untuk memelihara dan mempertahankan kawasan
hutan lindung serta menjaga fungsi hidrologi tanah di kawasan hutan lindung
sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan selalu dapat
terjamin.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di KSN
Bukit Duabelas ditetapkan untuk:
a. menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara
tanah, air tanah, dan air permukaan; dan
b. Menjaga keamanan Taman Nasional Bukit Duabelas dari ancaman
perambahan oleh masayarakat luar.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di KSN
Bukit Duabelas terdiri atas :
 Kawasan Perlindungan Mata Air
Kawasan perlindungan mata air merupakan kawasan di sekeliling mata air
yang memiliki manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
mata air, serta melindungi dan melestarikan potensi air dari berbagai
kegiatan budidaya yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air serta
kondisi fisik kawasan sekitarnya.
Kawasan ini perlu dipertahankan untuk melindungi dan melestarikan
potensi air dari berbagai kegiatan budidaya yang dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas air serta kondisi fisik kawasan sekitarnya. Kawasan
perlindungan terhadap air tanah untuk kawasan sempadan mata air
ditetapkan dengan kriteria jarak 200 (dua ratus) meter atau lebih dari mata
air.

Laporan Akhir | VI - 192


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kawasan yang potensial bagi kawasan perlindungan mata air di KSN


Bukit Dubelas adalah kawasan yang berada di sekitar Daerah Aliran
Sungai (DAS) Batanghari.
 Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air di KSN Bukit Duabelas ditetapkan dengan kriteria
kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan
dan sebagai pengontrol tata air permukaan dengn tujuan untuk memberi
ruang yang cukup bagi peresapan air hujan di suatu kawasan tertentu untuk
keperluan penyediaan kebutuhan air tanah, baik bagi kawasan itu sendiri
maupun kawasan bawahannya yang meliputi kawasan resapan air di
kawasan yang berada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.

C. Kawasan Perlindungan Setempat (L3)


Kawasan perlindungan setempat di KSN Bukit Duabelas ditetapkan dengan tujuan
melindungi pantai, sungai dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu
kelestarian fungsinya.
Kawasan perlindungan setempat di KSN Bukit Duabelas terdiri atas:
 Kawasan Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai merupakan kawasan daratan sepanjang tepian
sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki
tanggul sebelah luar, daratan sepanjang tepian sungai besar tidak
bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100
(seratus) meter dari tepi sungai dan daratan sepanjang anak sungai tidak
bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar pealing sedikit 50
meter dari tepi sungai. Kawasan sempadan sungai di KSN Bukit Duabelas
tersebar di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.
 Jalur Hijau
Jalur hijau merupakan jalur yang dibuat berdasarkan ketentuan jarak yaitu
0,5-1,0 Km dari kawasan inti yang terletak disekeliling kawasan inti. Jalur
hijau merupakan daerah penyangga dalam yang mempunyai 3 fungsi
utama yaitu:

Laporan Akhir | VI - 193


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1). Pelindung dan atau pembatas kawasan taman nasional dari


pengaruh aktivitas di luar taman, pelindung dan atau pembatas
aktivitas di luar batas taman seperti perkampungan, lahan pertanian
dan perkebunan dari serangan hama dan atau binatang buas yang
membahayakan bagi kehidupan dan kegiatan ekonomi masyarakat
yang tinggal di sekitar taman,
2). Mendukung konservasi keanekaragaman hayati di kawasan
penyangga dan
3). Mengakomodasi aktivitas pengelolaan lingkungan, sosial kultural
dan sosial ekonomi.

D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya (L4)


Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya di KSN Bukit Duabelas
ditetapkan untuk :
a. melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam
bagi kepentingan perlindungan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya di Kawasan Bukit Duabelas; dan
b. melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan sejarah, bangunan
arkeologi, monumen, dan keragaman bentuk geologi yang berguna untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan
oleh kegiatan alam maupun manusia.
Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya di KSN Bukit Duabelas
yaitu taman wisata alam.
Taman wisata alam merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi. Kawasan Taman wisata alam
ditetapkan dengan kriteria :
a. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang
masih asli serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka;
b. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
c. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan

Laporan Akhir | VI - 194


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

d. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan


wisata alam.
Taman wisata alam yang ada di KSN Bukit Duabelas adalah taman wisata
yang terletak di Kecamatan Air Hitam. Taman wisata alam tersebut berupa taman
wisata yang menampilkan keanekaragaman potensi Taman Nasional Bukit
Duabelas yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang wisata lainnya.

2. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya


Pengembangan pola ruang kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga
kualitas daya dukung lingkungan KSN Bukit Duabelas, menciptakan penyerapan
lapangan pekerjaan, terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang yang
dikembangkan. Adapun rencana kawasan budidaya KSN Bukit Duabelas antara
lain meliputi :
a. Kawasan Permukiman (B1), dengan luas:
 Kecamatan Muaro Tabir seluas 9.204 m2
 Kecamatan Maro Sebo Ulu seluas 5.685 m2
 Kecamatan Bathin XXIV seluas 9.731m2
 Kecamatan Air Hitam seluas 10.144m2
b. Kawasan Peternakan (B2)
c. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan (B3)
d. Kawasan Perkebunan (B4), dan
e. Kawasan Hutan Produksi (B5).

A. Kawasan Peruntukan Permukiman (B1)


Kebutuhan rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan
tempat awal segala aktivitas sehingga pengembangannya harus memperhatikan
keterkaitan dengan kebutuhan dan aktivitas lainnya. Pengembangan
perumahan/permukiman adalah pada wilayah dengan kepadatan dan laju
pertumbuhan penduduk tinggi.
Pola ruang kawasan peruntukan permukiman dikembangkan dalam rangka
mencapai tujuan :

Laporan Akhir | VI - 195


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

a. Terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksesibilitas dan pelayanan


infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan dengan rencana
struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah (struktur/hirarki kota).
b. Menyediakan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan
perkembangannya.
c. Menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh
komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktivitas perdagangan dan
jasa, industri, pertanian, dan lain-lain.
Rencana pola ruang untuk kawasan peruntukan permukiman di KSN Bukit
Duabelas seluas 34.764 m2 yang terdiri dari :
 Kecamatan Muaro Tabir seluas 9.204 m2
 Kecamatan Maro Sebo Ulu seluas 5.685 m2
 Kecamatan Bathin XXIV seluas 9.731m2
 Kecamatan Air Hitam seluas 10.144m2

B. Kawasan Peruntukan Peternakan (B2)


Pola ruang kawasan peruntukan peternakan adalah merupakan zona
dengan karakteristik sebagai kawasan yang memiliki kualitas daya dukung
lingkungan rendah serta kawasan budi daya yang diperuntukan untuk kegiatan
peternakan yang berorientasi ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan karakteristik :
a. dataran rendah dan dataran tinggi sampai berbukit;
b. berada di luar pemukiman; dan
c. berada dekat kawasan pertanian dan perkebunan, dengan sistem sanitasi yang
memadai.
Rencana peruntukan peternakan yang cocok dikembangkan di kawasan
penyangga merupakan peternakan sapi yang direncanakan berdasarkan RTRW
Kabupaten terletak di Kecamatan Air Hitam dan juga dapat dirancanakan di desa-
desa yang terdapat perkebunan kelap sawit lainya yaitu Maro Sebo Ulu, Bathin
XXIV dan Muaro Tabir.

Laporan Akhir | VI - 196


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Rencana Pengembangan Ternak Sapi


Perkebunan sawit sangat cocok untuk
pengembangan peternakan sapi sebagai nilai
tambah yang dapat diusahakan petani
disamping buah sawitnya sendiri. Pakan adalah
salah satu faktor yang sangat menentukan di
samping mutu bibit dalam tatalaksana
menghasilkan produksi ternak (daging). Pada perkebunan kelapa sawit merupakan
daerah potensial akan pakan ternak sapi sebagai berikut :
 Limbah (hasil ikutan pengolahan tandan sawit) dalam satu hektar lahan
yang ditanami kelapa sawit dapat menghasilkan 20 – 28 ton tandan buah
segar per tahun. Setelah diolah menjadi CPO dan kernel menyisakan
limbah berupa sabut sawit dan lumpur sawit yang dapat dijadikan pakan
bagi sapi potong.
 Sebuah perkebunan kelapa sawit rata-rata memiliki luas lahan di atas
10.000 Ha, dengan populasi perhektar hanya 128 pokok memudahkan
ternak sawit bergerak leluasa merumput diantara kelapa sawit.
 Sapi potong selain dapat menjadi pengendali gulma bagi kelapa sawit dan
kotoran sapi bisa menjadi pupuk untuk kelapa sawit, ternak sapi juga dapat
juga dipergunakan untuk mengangkut buah sawit dari dalam kebun ke
pinggir jalan.

C. Kawasan Peruntukan Pertanian Tanaman Pangan (B3)


Pemanfaatan ruang kawasan pertanian tanaman pangan dikembangkan
dalam rangka mencapai tujuan agar tetap terjaganya kualitas lingkungan,
terciptanya pertumbuhan perekonomian wilayah yang berbasiskan perekonomian
lokal dan pengembangan kualitas dan kuantitas produksi agar dapat mencapai
optimal. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan berdasarkan pada
pertimbangan kondisi eksisting dan potensi wilayahnya merujuk pada ketentuan
Keppres No. 57/89 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya.
Adapun fungsi utama kawasan peruntukan pertanian memiliki fungsi antara lain:

Laporan Akhir | VI - 197


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1. Menghasilkan bahan pangan, palawija, tanaman keras, hasil peternakan dan


perikanan;
2. Sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan sekitarnya; dan
3. Membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
Untuk kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas, tanaman
pangan yang direncanakan di kawasan tersebut berdasarkan kondis eksisting
kawasan penyangga adalah pertanian padi yeng tersebar di Kecamatan Maro Sebo
Ulu dan Bathin XXIV.

D. Kawasan Peruntukan Perkebunan (B4)


Wilayah potensial untuk pengembangan tanaman tahunan/perkebunan di
KSN Bukit Duabelas merupakan kawasan dengan karakteristik sebagai kawasan
budi daya yang dikembangkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi antar
wilayah di Kawasan Bukit Duabelas serta mendukung kegiatan pariwisata yang
berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan.
Kawasan peruntukan perkebunan di KSN Bukit Duabelas terbagi menjadi :
a. Kawasan Perkebunan,dan
b. Kawasan Perkebunan Terbatas
Rencana pola ruang untuk kawasan peruntukan perkebunan/tanaman
tahunan adalah 47.595,15 Ha yang terdistribusi di seluruh kabupaten yang ada di
KSN Bukit Duabelas.

E. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi (B5)


Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang diperuntukkan guna
produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan
khususnya untuk pembangunan industri dan ekspor. Kawasan hutan produksi akan
dikembangkan dalam rangka mendukung perekonomian wilayah dan kelestarian
alam dan lingkungan (ekosistem). Kawasan peruntukan hutan produksi di KSN
Bukit Duabelas meliputi hutan produksi tetap,dan hutan produksi terbatas. Dalam
rangka mendukung perekonomian wilayah, hutan produksi merupakan salah satu
komponen yang dapat diperhitungkan mengingat potensi dari sektor ini cukup
dapat menunjang perekonomian wilayah.

Laporan Akhir | VI - 198


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Gambar 6.77 Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Penyangga

Laporan Akhir | VI - 199


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.6.3 Indikasi Program


Indikasi program dapat dijelaskan dari pemanfaatan ruang kawasan
strategis nasional yang mencakup: (a) penyusunan dan pelaksanaan program
pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional dan (b) pembiayaan program
pemanfaatan kawasan strategis nasional.

1. Penyusunan dan Pelaksanaan Program Pemanfaatan Ruang Kawasan


Strategis Nasional

Program pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional menghasilkan


program pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional yang merupakan program-
program sektor yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang
nasional, rencana pembangunan jangka menengah nasional, dan rencana kerja
Pemerintah. Dalam penyusunan program pemanfaatan ruang kawasan strategis
nasional dilakukan melalui :
a. Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang kawasan
strategis nasional kedalam rencana strategis sektor; dan
b. Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan rencana tata ruang
kawasan strategis nasional.
Pelaksanaan pembangunan dilakukan selama kurun waktu 20 tahun, yang dibagi
menjadi 4 tahapan, yaitu :
(1) Tahap I : 2014
(2) Tahap II : 2015 - 2019
(3) Tahap III : 2020 - 2024
(4) Tahap IV : 2025 - 2029
(5) Tahap V : 2030 – 2034

2. Pembiayaan Program Pemanfaatan Kawasan Strategis Nasional

Sumber-sumber pembiayaan program pemanfaatan ruang kawasan


strategis nasional dapat berasal dari :
a. Anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. APBD Provinsi
c. APBD Kabupaten / PAD

Laporan Akhir | VI - 200


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

d. Dana Bantuan Luar Negeri


e. Bantuan pihak swasta
f. Pembiayaan masyarakat.
g. Swadaya Masyarakat
Sumber-sumber pembiayaan program pemanfaatan ruang KSN Bukit Duabelas
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.79
Jenis dan Asal Dana Pembiayaan Tiap Sektor Pembangunan
No Sektor Pelaksana Sumber Dana
1 Kehutanan dan  Dinas Kehutanan dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Perkebunan Perkebunan Kabupaten, Swasta, Loan/BLN
 Swasta
2 Pertambangan  Dinas Energi dan Sumberdaya APBN, APBD Propinsi, APBD
Mineral Kabupaten, Swasta, Loan/BLN
 Swasta
3 Pertanian  Dinas Pertanian, Peternakan APBN, APBD Propinsi, APBD
dan Perkebunan Kabupaten, Swasta,
 Swasta Masyarakat, Loan/BLN
 Masyarakat
4 Prasarana Dasar  Dinas Pekerjaan Umum APBN, APBD Propinsi, APBD
 Swasta Kabupaten, Swasta,
 Masyarakat Masyarakat, Loan/BLN
5 Perdagangan  Dinas Perindustrian dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Perdagangan Kabupaten, Swasta,
 Swasta/Masyarakat Masyarakat, Loan/BLN
6 Pendidikan  Dinas Pendidikan Pemuda dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Olahraga Kabupaten, Swasta,
 Swasta Masyarakat, Loan/BLN
 Masyarakat
8 Perhubungan  Dinas Perhubungan, APBN, APBD Propinsi, APBD
Komunikasi dan Informatika Kabupaten, Swasta,
 Swasta Masyarakat, Loan/BLN
 Masyarakat
9 Pariwisata  Dinas Pariwisata dan APBN, APBD Propinsi, APBD
Kebudayaan Kabupaten, Swasta, Loan/BLN
Sumber: Hasil Analisis 2014

3. Pelaksanaan Program Pemanfaatan Ruang

Pelaksanaan program pemanfaatan ruang pada kawasan strategis nasional


merupakan aktifitas pembangunan fisik dan non fisik oleh seluruh pemangku
kepentingan yang terkait.
Program pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan melalui:
a. pengembangan kawasan secara terpadu; dan

Laporan Akhir | VI - 201


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

b. pengembangan penatagunaan tanah yang didasarkan pada pokok-pokok


pengaturan penatagunaan tanah (penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah).
Mekanisme pelaksanaan program pemanfaatan ruang dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Program-program yang sumber pembiayaannya berasal dari pemerintah
dilaksanakan oleh pemerintah sendiri (swakelola) atau diserahkan kepada
pihak ketiga (konstruksi);
b. Program-program yang sumber pembiayaannya berasal dari swasta atau
masyarakat dilaksanakan oleh swasta atau masyarakat sendiri maupun
dikerjakan dengan fihak swasta/masyarakat lain.
c. Program-program yang sumber pembiayaannya berasal dari kerjasama
antara pemerintah dengan swasta/masyarakat dilaksanakan dengan bentuk-
bentuk kerjasama yang disepakati bersama (public private partnership),
antara lain melalui BOT, BOO, Ruitslag, dan Turnkey.

Laporan Akhir | VI - 202


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.80
Indikasi Program KSN Bukit Duabelas
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
PERWUJUDAN STRUKTUR
I
RUANG
A Pusat Pelayanan

1 Pusat Pelayanan Primer


Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
sarana dan prasarana pengamanan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
1.1 Taman Nasional Bukit Duabelas dan SeboUlu, yang sah Umum
Kawasan Bukit Duabelas BathinXXIV dan  Pemda, dan/atau
Muaro Tabir  Swasta
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
sarana prasarana ekowisata Taman Hitam dan/atau Sumber lain ESDM
1.2 Nasional Bukit Duabelas yang sah  Pemda, dan/atau
 Swasta
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
1.3 Keanekaragaman Hayati Taman yang sah  Pemda, dan/atau
Nasional Bukit Duabelas  Swasta
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Pusat Konservasi Keanekaragaman Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
1.4 Hayati Taman Nasional Bukit yang sah  Pemda, dan/atau
Duabelas  Swasta
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian PU
sarana dan prasarana kesehatan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain  Kementerian
1.5 SeboUlu, yang sah Kesehatan
BathinXXIV dan  Pemda, dan/atau
Muaro Tabir  Swasta
Pemantapan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
1.6
pengamanan taman Nasional Bukit Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kehutanan

Laporan Akhir | VI - 203


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Duabelas dan Kawasan Bukit SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
Duabelas BathinXXIV dan  Swasta
Muaro Tabir
Pemantapan kegiatan ekowisata Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Taman Nasional Bukit Duabelas Hitam dan/atau Sumber lain ESDM
1.7 yang sah  Pemda, dan/atau
 Swasta
Pemantapan Pusat Penelitian dan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Pengembangan Keanekaragaman Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
1.8 Hayati taman Nasional Bukit yang sah  Pemda, dan /atau
Duabelas  Swasta
Pemantapan Pusat Konservasi Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Keanekaragaman Hayati Taman Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
1.9 Nasional Bukit Duabelas yang sah  Pemda, dan /atau
 Swasta
2 Pusat Pelayanan Sekunder
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
fasilitas pendukung kegiatan Hitam dan/atau Sumber lain Pekerjaan
pariwisata yang sah Umum
 Kementerian
2.1 ESDM
 Kementerian
Parekraf
 Pemda, dan/atau
 Swasta.
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
fasilitas sosial dan fasilitas umum Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
2.2 SeboUlu, yang sah Umum
BathinXXIV dan  Pemda, dan/atau
Muaro Tabir  Swasta.

Laporan Akhir | VI - 204


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
sarana dan prasarana kesehatan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kesehatan
2.3 SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV dan  Swasta.
Muaro Tabir
Pengembangan dan peningkatan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
sarana dan prasarana pengamanan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kehutanan
2.4 Kawasan Bukit Duabelas SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV dan  Swasta
Muaro Tabir
Peningkatan dan pemantapan pusat Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
pemerintahan tingkat Kabupaten Hitam dan/atau Sumber lain Pekerjaan
2.5 yang sah Umum
 Pemda, dan/atau
 Swasta
Pemantapan fasilitas pendukung Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian PU
kegiatan pariwisata Bukit Duabelas Hitam dan/atau Sumber lain  Kementerian
yang sah Parekraf
 Kementerian
2.6 ESDM
 Kementerian
Pertanian
 Pemda, dan/atau
 Swasta
Pemantapan fasilitasi sosial dan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian PU
fasilitas umum Hitam, Maro dan/atau Sumber lain  Pemda, dan/atau
2.7 SeboUlu, yang sah  Swasta
BathinXXIV dan
Muaro Tabir
Pemantapan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
2.8 kesehatan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kesehatan
SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau

Laporan Akhir | VI - 205


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
BathinXXIV dan  Swasta
Muaro Tabir
Pemantapan sarana dan prasarana Kecamatan Air  Kementerian
pengamanan Kawasan Bukit Hitam, Maro Kehutanan
2.9 Duabelas SeboUlu,  Pemda, dan/atau
BathinXXIV dan  Swasta
Muaro Tabir
B Sistem Prasarana

1 Transportasi Darat
Pengembangan Terminal C Kecamatan Air APBD, dan/atau  Dinas
Hitam, Maro sumber lain yang sah Perhubungan
1.1 SeboUlu,  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta
Pemantapan fasilitas pendukung Kecamatan Air APBD, dan/atau  Dinas
terminal Hitam, Maro Sumber lain yang sah Perhubungan
1.2 SeboUlu,  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta.
2 Transportasi Sungai
Pemantapan prasarana pelabuhan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
sungai Hitam Kabupaten dan/atau Sumber lain Perhubungan,
2.1 Sarolangun yang sah  Pemda, dan/atau
 Swasta.
C Sistem Prasarana Lainnya
Sistem Jaringan Prasarana Listrik
1
Energi Terbarukan
Pengembangan prasarana listrik Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Hitam, Maro dan/atau Sumber lain ESDM
1.1 SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta.

Laporan Akhir | VI - 206


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
Sistem Jaringan Prasarana
2
Telekomunikasi
Pengembangan prasarana Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
telekomunikasi Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kominfo
2.1 SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta.
Sistem Jaringan Prasarana
3
Sumberdaya Air
Rencana jaringan air bersih Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
3.1 SeboUlu, yang sah Umum
BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta
Sistem Jaringan Prasarana
4.
Permukiman
Pengembangan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBD, dan/atau  Kementerian
sistem penyediaan air minum Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
4.1 (SPAM) SeboUlu, Umum,
BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta.
Peningkatan dan pemantapan sarana Kecamatan Air APBD, dan/atau  Kementerian
dan prasarana sistem penyediaan air Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
4.2 minum (SPAM) SeboUlu, Umum,
BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta.
Pengembangan sarana dan prasarana Kecamatan Air APBD, dan/atau  Kementerian
pengolahan air limbah Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan
4.3 SeboUlu, Umum
BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta.
Peningkatan dan pemantapan sarana Kecamatan Air APBD, dan/atau  Kementerian
4.4
dan prasarana persampahan Hitam, Maro Sumber lain yang sah Pekerjaan

Laporan Akhir | VI - 207


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
SeboUlu, Umum
BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta.
II PERWUJUDAN POLA RUANG
A Perwujudan Kawasan Lindung
Zona L1 (Taman Nasional Bukit
1
Duabelas)
Rehabilitasi, revitalisasi, Kawasan Taman APBN, APBD,  Kementerian
pemeliharaan, pengembangan, dan Nasional Bukit dan/atau Sumber lain Kehutanan
peningkatan fungsi Taman Nasional Duabelas yang sah  Balai Taman
1.1. Bukit Duabelas Nasional Bukit
Duabelas,
dan/atau
 Swasta
Penataan dan rekonstruksi batas-batas Kawasan Taman APBN, APBD,  Kementerian
Taman Nasional Bukit Duabelas Nasional Bukit dan/atau Sumber lain Kehutanan
Duabelas yang sah  Balai Taman
1.2. Nasional Bukit
Duabelas,
dan/atau
 Swasta
Pengembangan wisata Taman Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
Nasional Bukit Duabelas tanpa Hitam dan/atau Sumber lain Pariwisata dan
mengubah bentang alam yang sah Ekonomi Kreatif
1.3.  Kementerian
Kehutanan
 Pemda, dan/atau
 Swasta.
Mengembangkan kegiatan KSN Bukit APBN, APBD,  Kementerian
kepariwisataan berdasarkan potensi Duabelas dan/atau Sumber lain Pariwisata dan
1.4.
geopark yang sah Ekonomi Kreatif
 Pemda, dan/atau

Laporan Akhir | VI - 208


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
 Swasta.

Zona L2 (Kawasan yang Memberi


2 Perlindungan Kawasan
Bawahannya)
Rehabilitasi dan revitalisasi kawasan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
resapan air Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kehutanan,
2.1 SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta
Pemantapan dan pengukuhan batas- Kecamatan Air
batas kawasan hutan lindung Hitam, Maro
2.2
SeboUlu,
BathinXXIV.
Rehabilitasi, revitalisasi, Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
pemeliharaan, pengembangan, dan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kehutanan,
peningkatan fungsi hutan lindung SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta.

Pemanfaatan Kawasan Hutan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian


Lindung untuk hasil hutan bukan Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Kehutanan,
kayu dan pemanfaatan jasa SeboUlu, yang sah  Kementerian
lingkungan BathinXXIV. Pariwisata dan
2.3
Ekonomi Kreatif
 Pemda, dan/atau
 Swasta.

Zona L3 Kawasan Perlindungan


3.
Setempat
Rehabilitasi, revitalisasi, pemantapan Kecamatan Air APBN  Kementerian
dan pengukuhan fungsi sempadan Hitam, Maro Kehutanan,
3.1
mata air SeboUlu,  Pemda, dan/atau
BathinXXIV

Laporan Akhir | VI - 209


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
 Swasta
Rehabilitasi, revitalisasi, pemantapan,  DAS Batanghari APBN, APBD,  Kementerian
dan pengukuhan fungsi sempadan dan/atau Sumber lain Kehutanan
3.2 sungai yang sah  Pemda, dan/atau
 Swasta.
Rehabilitasi, revitalisasi, pemantapan,  KSN Bukit APBN, APBD,  Kementerian
dan pengukuhan fungsi sempadan Duabelas dan/atau Sumber lain Kehutanan
3.3 embung/bendung/waduk yang sah  Pemda, dan/atau
 Swasta.
Zona L4 Kawasan Taman Wisata
4.

Penataan batas dan pengukuran Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian


kawasan taman wisata alam Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan
yang sah  Kementerian
4.1 Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
 Pemda, dan/atau
 Swasta
Pemantapan dan pengukuhan Kecamatan Air  Kementerian
kawasan taman wisata alam Hitam Kehutanan,
 Kementerian
4.2 Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
 Pemda dan/atau
 Swasta.
Rehabilitasi, revitalisasi, Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
pemeliharaan, pengembangan, dan Hitam dan/atau Sumber lain Kehutanan,
peningkatan fungsi taman wisata yang sah  Kementerian
4.3 alam Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
 Pemda dan/atau

Laporan Akhir | VI - 210


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
 Swasta.

Pembangunan dan pemeliharaan Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian


prasarana umum, fasilitas umum dan Hitam dan/atau Sumber lain Pekerjaan
fasilitas pariwisata (Taman Hutan yang sah Umum,
4.4 Raya dan Taman Wisata Alam)  Pemda, dan/atau
 Swasta.

Perwujudan Kawasan Budidaya


B

B1 (Kawasan Peruntukan
1 Permukiman)
Penyediaan sistem utilitas yang Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian
memadai terutama persampahan, Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pekerjaan
pengolahan air limbah, dan air bersih SeboUlu, yang sah Umum
1.1 BathinXXIV  Pemda,dan/atau
 Swasta.

B2 (Kawasan Peternakan)
2

Pengembangan desa-desa produksi Kecamatan Air APBN, APBD,  Kementerian


peternakan sapi Hitam, Maro dan/atau Sumber lain Pertanian
2.1 SeboUlu, yang sah  Pemda, dan/atau
BathinXXIV  Swasta
Peningkatan dan pemantapan Kecamatan Air APBN, APBD,
produksi peternakan sapi Hitam, Maro dan/atau Sumber lain
2.2
SeboUlu, yang sah
BathinXXIV
Pengembangan badan penelitian dan Kecamatan Air
2.3 pengembangan peternakan Hitam

Laporan Akhir | VI - 211


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I
NO INDIKASI PROGRAM UTAMA LOKASI II III IV V
PENDANAAN PELAKSANA
2014 2015-2019 2019-2024 2025-2029 2030-2034
B3 (Kawasan Budidaya Pertanian
3 tanaman Pangan)
Pengembangan dan peningkatan KecamatanMaro  Kementerian
produksi pertanian tanaman pangan SeboUlu, Pertanian
3.1. BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta
Pemantapan produksi pertanian KecamatanMaro  Kementerian
tanaman pangan SeboUlu, Pertanian
3.2. BathinXXIV  Pemda, dan/atau
 Swasta
5 B4 (Perkebunan)
Peningkatan produksi perkebunan KecamatanMaro APBN, APBD,  Kementerian
5.1. SeboUlu, dan/atau Sumber lain Pertanian
BathinXXIV yang sah  Pemda,dan/atau
 Swasta.
6. Zona B5 Kawasan Hutan Produksi
Pemantauan dan pemeriksaan KecamatanMaro APBN, APBD,  Kementerian
terhadap pengusahaan kawasan hutan SeboUlu, dan/atau Sumber lain Kehutanan
6.1 produksi yang memerlukan upaya BathinXXIV yang sah  Pemda, dan/atau
rehabilitasi dan/reklamasi  Swasta
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Laporan Akhir | VI - 212


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.6.4 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang bertujuan untuk menjamin
bahwa pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Berlandaskan
pada UU 26 / 2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, yang menyebutkan bahwa:
“Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi”.
Fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan
dan kedetailan rencana yang ada, dan selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata
ruang. Mekanisme dalam pengendalian pemanfaatan ruang di atas terlebih dahulu
melalui mekanisme pelaporan mencakup mekanisme pemberian informasi secara
obyektif mengenai pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan
instansi yang berwenang, mekanisme pemantauan yang mencakup pengamatan,
pemeriksaan dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak
sesuai dan dilakukan oleh instansi yang berwenang, dan mekanisme evaluasi
dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai
tujuan rencana tata ruang yang dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang
berwenang.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan indikasi arahan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan
sangsi.
1. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi.
Arahan Peraturan zonasi ditetapkan dengan :
 Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
 Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
 Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.
2. Ketentuan Perizinan

Materi Teknis| VI - 213


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
3. Pemberian Insentif dan Disinsentif
Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perijinan
skala kecil atau individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan
penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perijinan
skala besar atau kawasan karena dalam skala besar atau kawasan
dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong
pengembangannya secara bersamaan.
4. Pengenaan Sanksi
Merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

6.6.4.1 Arahan Pemanfaatan Ruang (Peraturan Zonasi)


KSN Taman Nasional Bukit Duabelas terdiri atas zona lindung dan zona
budidaya yakni zona lindusng TNBD (L1), kawasan perlindungan mata air dan
kawasan resapan air (L2), kawasan perlindungan setempat (L3), kawasan taman
wisata (L4) dan jga zona budidaya yang terbagi atas kawasan permukiman (B1),
kawasan peternakan (B2), kawasan pertanian tanaman pangan (B3), kawasan
perkebunan (B4) dan kawasan hutan produksi (B5). Berikut disampaikan ketentuan
umum peraturan masing-masing zona KSN Taman Nasional Bukit Duabelas.

Tabel 6.81
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi KSN Taman Nasional Bukit Duabelas
Kegiatan/bangunan
Kegiatan/bangunan Kegiatan/bangunan
Kode Zona yang diizinkan
yang diizinkan yang dilarang
bersayarat
L1 TNBD Pos pengamanan Ekowisata tanpa Semua
TNBD, bangunan membuka lahan serta kegiatan/bangunan
penelitian dan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
kegiatan konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
L2 kawasan Pos pengamanan, Ekowisata tanpa Semua

Materi Teknis| VI - 214


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Kegiatan/bangunan
Kegiatan/bangunan Kegiatan/bangunan
Kode Zona yang diizinkan
yang diizinkan yang dilarang
bersayarat
perlindungan bangunan penelitian membuka lahan serta kegiatan/bangunan
mata air dan dan kegiatan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
kawasan konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
resapan air
L3 Kawasan Pos pengamanan, Ekowisata tanpa Semua
Perlindungan bangunan penelitian membuka lahan serta kegiatan/bangunan
Setempat dan kegiatan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
L4 Kawasan Pos pengamanan, Ekowisata tanpa Semua
Taman Wisata bangunan penelitian membuka lahan serta kegiatan/bangunan
dan kegiatan menunjang fungsi yang tidak berkaitan
konservasi konservasi TNBD dengan konservasi
B1 Permukiman Perumahan rakyat, Keiatan lain yang Pertambangan,
pertanian, menunjang fungsi industri dan semua
perternakan, permukiman dan kegiatan yang
perikanan, konservasi TNBD mengganggu
perkebunan rakyat, konservasi TNBD
industri kecil,
perkantoran, fasilitas
sosial ekonomi
budaya
B2 Peternakan Peternakan, perikanan Pertambangan, Kegiatan yang
industri dan kegiatan mengganggu
lain dengan syarat konservasi TNBD
tidak menimbulkan
polusi dan menunjang
konservasi TNBD
B3 Pertanian Perumahan rakyat, Industri kecil yang Pertambangan,
peternakan, perikanan tidak berpolusidan industri dan semua
mengganggu kegiatan yang
konservasi TNBD mengganggu
konservasi TNBD
B4 Perkebunan Perumahan rakyat, Pertambangan, Kegiatan yang
peternakan, perikanan industri dan kegiatan mengganggu
lain dengan syarat konservasi TNBD
tidak menimbulkan
polusi dan menunjang
konservasi TNBD
B5 Hutan Bangunan penunjang Ekowisata tanpa Pertambangan,
Produksi kegiatan produksi mengganggu fungsi industri, perkebunan,
serta bangunan bagi hutan produksi dan pertanian dan
kegiatan penelitian menunjang fungsi kegiatan lain yang
dan konservasi TNBD mengganggu fungsi
Hutan Produksi (HP
dan HPT)
Sumber: Hasil Analisis, 2014

Materi Teknis| VI - 215


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

6.6.4.2 Ketentuan Perijinan


Dalam penjelasan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Pasal 37 dijelaskan
bahwa, yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin
pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus
dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin
lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang. Untuk operasionalisasi
kegiatan perijinan di Kabupaten dengan tujuan sebagai pengendalian penataan ruang
wilayah, maka bentuk – bentuk perijinan dan kegiatan yang harus dilakukan.
Ketentuan perijinan adalah proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi
sebelum kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan peraturan perundangan lainnya
yang terkait.

1. Bentuk Perizinan
Bentuk izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud meliputi:
a. izin prinsip;
1) Izin prinsip merupakan pertimbangan pemanfaatan lahan berdasarkan
aspek teknis, politis dan sosial budaya.
2) Izin prinsip diberikan kepada setiap orang atau badan hukum yang akan
melakukan kegiatan yang memanfaatkan ruang dan di keluarkan sebagai
dasar dalam pemberian izin lokasi.
b. izin lokasi;
1) Izin lokasi merupakan pemberian izin pemanfaatan ruang untuk suatu
kegiatan.
2) Izin lokasi diberikan kepada setiap orang yang memanfaatkan ruang dan
diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten.
c. izin penetapan lokasi;

Materi Teknis| VI - 216


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

1) Izin penetapan lokasi merupakan pemberian izin pemanfaatan ruang


untuk suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk
pembangunan fasilitas dan utilitas umum.
2) Izin lokasi diberikan kepada SOPD yang melaksanakan pembangunan.
d. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
1) Izin penggunaan pemanfaatan tanah merupakan izin pemanfaatan lahan
untuk suatu kegiatan.
2) Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan kepada setiap orang yang
akan melakukan kegiatan pemanfaatan lahan dan didasarkan pada izin
lokasi.
e. izin mendirikan bangunan;
1) Izin mendirikan bangunan merupakan izin untuk melakukan kegiatan
pembangunan fisik bangunan.
2) Izin mendirikan bangunan diberikan kepada orang atau badan yang akan
melakukan mendirikan bangunan dan diberikan berdasarkan rencana
detail tata ruang dan peraturan zonasi.
f. izin lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1) Izin lainnya yang terkait dengan pemanfaatan ruang antara lain terdiri
atas:
 Izin Gangguan;
 Izin Tempat Usaha;
 Izin Usaha Industri;
 Izin Usaha Perdagangan;
 Izin Usaha Perikanan;
 Izin Usaha Peternakan;
 Izin Usaha Pertambangan;
 Izin Air Bawah Tanah;
 Izin Trayek; dan

Materi Teknis| VI - 217


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

 Izin pengembangan sektoral lainnya yang disyaratkan sesuai dengan


ketentuan perundangan yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

2. Tata Cara Perizinan


Tata cara perizinan meliputi:
(1) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur yang disertai
dengan persyaratan teknis dan persyaratan administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat pemerintah daerah yang
berwenang dengan mengacu pada rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan
zonasi, dapat dibatalkan oleh pemerintah daerah.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
melalui prosedur yang benar batal demi hukum.
(5) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan peraturan daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi dapat dibatalkan oleh pemerintah
daerah.
(7) Setiap pejabat pemerintah daerah yang berwenang menerbitkan rekomendasi
dan/atau izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan rekomendasi dan/atau
izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin .

6.6.4.3 Insentif dan Disinsentif


Insentif dan disinsentif diberikan oleh pemerintah pusat sesuai
kewenangannya dengan tetap menghormati hak masyarakat sesuai ketentuan yang
berlaku terhadap pelaksanaan kegiatan/ pemanfaatan ruang yang mendukung dan

Materi Teknis| VI - 218


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

tidak mendukung terwujudnya tata ruang kawasan strategis nasional sebagaimana


arahan RTRW Nasional.
Ketentuan insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan
penghargaan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Sedangkan ketentuan disinsentif merupakan perangkat atau upaya untuk
meningkatkan tindakan pencegahan, pembatasan dan pembatalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Insentif dan disinsentif diberikan oleh pemerintah pusat kepada masyarakat
dan pemerintah daerah lainnya, yang pemberiannya dilaksanakan oleh instansi yang
berwenang. Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pemberian insentif dan
disinsentif diatur dengan Peraturan Presiden.

1. Insentif
Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan
yang didorong pengembangannya. Insentif dapat berupa insentif fiskal dan atau
insentif non fiskal.
(1) Insentif fiskal dapat berupa:
a. pemberian keringanan pajak; dan/atau
b. pengurangan retribusi.
(2) Insentif non fiskal dapat berupa:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. kemudahan perizinan;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana dan sarana;
h. pemberian penghargaan; dan/atau
i. publikasi atau promosi.

Materi Teknis| VI - 219


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Adapun insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dapat berupa:
a) pemberian keringanan pajak;
b) pemberian kompensasi;
c) pengurangan retribusi;
d) imbalan;
e) sewa ruang;
f) urun saham;
g) penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
h) kemudahan perizinan.
Sedangkan insentif yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
lainnya dapat berupa:
a) pemberian kompensasi dari pemerintah pusat penerima manfaat kepada
daerah pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh daerah penerima
manfaat;
b) kompensasi pemberian penyediaan sarana dan prasarana;
c) kemudahaan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan
oleh pemerintah pusat penerima manfaat kepada investor yang berasal dari
daerah pemberi manfaat; dan/atau
d) publikasi atau promosi daerah.

2. Disinsentif
Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang
dibatasi pengembangannya. Disinsentif dapat berupa disinsentif fiskal dan disinsentif
non fiskal. Disinsentif fiskal yaitu pengenaan pajak yang tinggi. Sedangkan
disinsentif non fiskal antara lain berupa:
a) kewajiban memberi kompensasi;
b) pensyaratan khusus dalam perizinan;
c) kewajiban memberi imbalan; dan/atau

Materi Teknis| VI - 220


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

d) pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.


Adapun disinsentif dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dapat berupa:
a) kewajiban memberi kompensasi;
b) pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pemerintah daerah;
c) kewajiban memberi imbalan;
d) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
e) pensyaratan khusus dalam perizinan.
Sedangkan disinsentif dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah lainnya dapat
berupa:
a) pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah pusat pemberi manfaat
kepada daerah penerima manfaat;
b) pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
c) pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pemerintah pusat pemberi manfaat kepada investor yang
berasal dari daerah penerima manfaat.

6.6.4.4 Arahan Sanksi


Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Pasal 38 disebutkan bahwa
pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Selanjutnya, dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Pasal 40 disebutkan bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan ruang diatur dengan
peraturan pemerintah.
Arahan sanksi sebagai salah satu cara dalam pengendalian pemanfaatan ruang
yang dilakukan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Arahan sanksi dikenakan pelaku
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah nasional,
meliputi:

Materi Teknis| VI - 221


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana atau melangar ketentuan
umum peraturan zonasi;
b. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan
berdasarkan RTRW;
d. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang
diterbitkan berdasarkan RTRW; dan
e. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Sanksi dikenakan kepada perseorangan dan atau korporasi yang melakukan
pelanggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi tersebut dapat
berupa sanksi administrasi dan atau sanksi pidana.
 Sanksi administratif dapat berupa :
1) peringatan tertulis,
2) penghentian sementara kegiatan;
3) penghentian sementara pelayanan umum;
4) penutupan lokasi;
5) pencabutan izin;
6) pembatalan izin;
7) pembongkaran bangunan;
8) pemulihan fungsi ruang; dan/atau
9) denda administratif.
 Sanksi pidana diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sanksi pidana dapat berupa tindakan penahanan atau
kurungan, dimana sanksi ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang
berakibat terganggunya kepentingan umum. Adapun ketentuan sanksi
berdasarkan UU. No 26/2007 tentang Penataan Ruang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Materi Teknis| VI - 222


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Tabel 6.82
Sanksi Berdasarkan Undang - Undang No. 26 Tahun 2007
Jenis Pelanggaran Akibat Sanksi Sanksi Tambahan
Tidak menaati Perubahan Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun Apabila dilakukan oleh suatu korporasi,
rencana tata ruang fungsi ruang dan denda paling banyak Rp selain pidana penjara dan denda terhadap
yang telah 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
ditetapkan. kepada korporasi berupa pidana denda
Kerugian Pidana penjara paling lama 8 (delapan) dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pada
terhadap harta tahun dan denda paling banyak Rp denda
benda atau 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
kerusakan juta rupiah). Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
barang berupa:
Kematian Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
orang tahun dan denda paling banyak b. Pencabutan status badan hukum.
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Memanfaatkan - Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun Setiap orang yang menderita kerugian dapat
ruang sesuai dengan dan denda paling banyak Rp
menuntut ganti kerugian secara perdata
izin pemanfaatan 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). kepada pelaku tindak pidana, sesuai dengan
ruang dari pejabat
Perubahan Pelaku dipidana dengan pidana penjara hukum acara pidana.
yang berwenang;
fungsi ruang paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Kerugian Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
terhadap harta dan denda paling banyak Rp
benda atau 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
kerusakan juta).
barang
Kematian Pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
orang tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Mematuhi - Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
ketentuan yang dan denda paling banyak Rp
berlaku dalam 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
persyaratan izin
pemanfaatan ruang
Memberikan akses - Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
terhadap kawasan dan denda paling banyak Rp
yang oleh ketentuan 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
peraturan
perundang-
undangan
dinyatakan sebagai
milik umum.
Pejabat pemerintah - Dipidana dengan pidana penjara paling

Materi Teknis| VI - 223


Penyusunan Materi Teknis RTR KSN Kawasan Industri Lhokseumawe,
KSN Mahato, KSN Bukit Duabelas , dan KSN Berbak

Jenis Pelanggaran Akibat Sanksi Sanksi Tambahan


yang berwenang lama 5 (lima) tahun dan denda paling
yang menerbitkan banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
izin tidak sesuai rupiah).
dengan rencana tata Dapat dikenai pidana tambahan berupa
ruang pemberhentian secara tidak dengan hormat
dari jabatannya.
Sumber: UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

6.6.4.5 Arahan Pengelolaan KSN Bukit Duabelas


Kawasan strategis nasional dikelola oleh Pemerintah sesuai dengan
kewenangannya. Kewenangan tersebut mencakup aspek yang terkait dengan nilai
strategis yang menjadi dasar penetapan kawasan strategis nasional.
Kelembagaan pengelolaan kawasan strategis nasional, sesuai kebutuhan dapat
berbentuk:
a. Instansi pemerintah;
b. Badan koordinasi;
c. Badan pengelola;
d. Badan otorita; atau
e. Badan usaha.
Dalam pengelolaan kawasan strategis nasional, Pemerintah dapat
mendekonsentrasikan kewenangannya pada pemerintah daerah yang selanjutnya
dapat membentuk lembaga pengelola yang merupakan perangkat daerah yang
bersangkutan.

Materi Teknis| VI - 224

Anda mungkin juga menyukai