a. Pantai Tipe I
Pantai tipe I yang merupakan pantai berlumpur, amat mudah dijumpai sepanjang
garis pantai, karena pantai tipe ini mendominasi kawasan pesisir pantai timur
Kabupaten Cirebon. Kawasan pantai Kecamatan Mundu hingga Kecamatan Losari
hampir seluruhnya terdiri dari pantai berlumpur, Hal ini disebabkan oleh adanya dua
sungai yang bermuatan sedimen cukup besar bermuara di kawasan pantai timur ini.
Lumpur berwarna hitam kecoklatan terkadang mengandung cangkang kerang,
membentuk pantai amat landai dengan sudut sekitar 2˚ hingga 4˚. Geometri pantai
secara regional membentuk teluk-teluk dan pada muara-muara sungai yang
menjorok ke arah laut terbentuk tanjung akibat material sedimen yang termuat pada
sungai-sungai terendapkan di mulut muara (Astjario, 1995). Proses pengendapan
material sedimen sepanjang garis pantai yang membentuk daratan baru
dimanfaatkan masyarakat untuk perluasan tambaknya, baik usaha tambak udang,
garam maupun ikan laut. Kawasan daratan baru tersebut masih dipengaruhi oleh
aktivitas pasang surut yang sangat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan air
laut guna menggenangi lahan tambaknya. Kawasan pesisir yang sudah tidak
terpengaruh oleh air laut diubah pemanfaatannya, dari lahan perikanan tambak ke
lahan pertanian sawah, palawija dan tanaman keras lainnya.
b. Pantai Tipe II
Pantai tipe II merupakan pantai berbakau yang sudah langka dan hanya di beberapa
lokasi saja tanaman bakau ini masih tumbuh. Hal ini terjadi bukan disebabkan oleh
alam tapi mungkin akibat ulah manusia dalam pemanfaatan lahan wilayah pesisir.
Wilayah pantai ini masih tergenang air laut dan sangat landai, berair keruh,
menyebabkan wilayah pantai ini amat sangat lunak. Lumpur yang tergenang
berwarna hitam abu-abu, tidak padat, walaupun demikian tumbuhan bakau bisa
mencapai ketinggian 1 hingga 2,5 m. Hanya ada satu jenis tumbuhan bakau
(mangrove) di kawasan pantai ini yaitu jenis Avecennia marina dan masih dalam
keluarga Avicenniaceae.
c. Pantai Tipe III
Pantai tipe III adalah pantai berpasir yang mendominasi kawasan pesisir utara kota
Cirebon. Pasir pantai ini terdiri atas pasir halus hingga sedang, pemilahan buruk,
tidak padat, berwarna coklat kehitaman, mengandung pecahan cangkang kerang
berwarna putih. Relief pantai landai dan membentuk sudut antara 2˚ hingga 3˚. Pada
bagian belakang pantai yang lebarnya hanya 2 – 3 m, dibuat masyarakat tanggul-
tanggul tambak yang tingginya ± 1 m. Ketika pengamatan dilaksanakan, kondisi laut
kawasan pantai ini tenang, gelombang kecil terjadi akibat aktivitas pasang surut,
akan tetapi beberapa tanggul tampak terabrasi akibat energi gelombang sedang,
beragam material sampah plastik dan sobekan-sobekan kain yang mencemari garis
pantai memberikan gambaran pantai yang tidak terpelihara. Sungai-sungai yang
bermuara di kawasan pantai ini tidak memiliki energi yang cukup kuat, sehingga saat
laut pasang, air laut masuk ke dalam alur sungai hingga jauh ke darat. Mulut muara
sungai-sungai tersebut ditumbuhi tumbuhan bakau Avicennia marina hingga sejauh
10 - 15 m ke arah darat
Pesisir Pantai Kecamatan
Gebang
B. KONDISI PESISR PANTAI KECAMATAN GEBANG
Kecamatan Gebang merupakan salah satu wilayah pesisir di Cirebon yang cukup dinamis. Selama
periode 1915-2019, garis pantai Gebang cenderung mengalami akresi yang mencapai 585 Ha
dengan fenomena abrasi tidak signifikan. Data perubahan garis pantai diperoleh dari peta topografi
Hindia Belanda dan citra satelit Landsat. Selama 104 tahun, lahan akresi sebagian besar telah
berubah menjadi tambak dan penggaraman seluas 487,89 Ha, vegetasi mangrove seluas 41,92 Ha
dan sisanya berupa sawah, badan air, lahan terbangun, lahan kosong, perkebunan, dan semak.
Akresi tidak selamanya menguntungkan bagi masyarakat, namun membawa dampak merugikan
bagi nelayan. Akresi menyebabkan kekeruhan bagi perairan Gebang, sehingga kadar khlorofil-a
yang optimal sulit ditemukan pada radius belasan kilometer dari dermaga secara signifikan dengan
r-square 0,84. Akresi juga berdampak pada penurunan salinitas sebesar 3,79 ppt yang
menyebabkan kerugian bagi petani garam, selain disebabkan oleh kehadiran bangunan rekayasa
pantai. Dari segi ekonomi, perubahan garis pantai memiliki dampak yang variatif bagi penduduk
sekitar di antara nelayan, petani garam, dan petambak ikan.
Akresi tersebut terjadi akibat proses fluvial-sedimentasi sungai seperti Ci Sanggarung, Ci Temu, Kali
Pasung, Ci Beres, dan Kali Bangka (Widiawaty & Dede, 2018). Abrasi dominan terjadi pada bentuk
lahan tanjung di Kecamatan Losari dan Pangenan. Luas pertambahan pada tahun 2018 mencapai
2.029 km2, sedangkan penurunan lahan akibat abrasi mencapai 5.341 km2 (Widiawaty, 2018). Saat
ini, beberapa titik di wilayah pesisir Cirebon Timur seperti Kecamatan Mundu, Astanajapura dan
Pangenan digunakan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Keberadaan PLTU
menyebabkan perubahan lingkungan akuatik laut di sekitarnya, terutama karena adanya konstruksi
dermaga yang memicu terjadinya beban sedimen yang terperangkap dan perubahan arus laut
hingga terjadi akresi (Dede et al., 2020). Selain itu, wilayah pesisir Cirebon Timur dimanfaatkan
untuk pengembangan pelabuhan tetapi pendangkalan masih terjadi oleh sedimentasi sungai dan
mengganggu proyek (Hartanti, 2018). Pendangkalan menyebabkan terganggunya aktivitas nelayan.
Penduduk Cirebon Timur terus bertambah dan kebutuhan kawasan terbangun meningkat.
Perluasan tersebut cenderung mengikuti lahan terbangun yang ada dan saat ini mulai merambat ke
utara yang berasal dari lahan akresi (Widiawaty et al., 2020a).
Sebagai wilayah yang berada pada region Cirebon Timur, Kecamatan Gebang turut mengalami
perubahan garis pantai. Gebang mengalami penambahan garis pantai terpanjang mencapai 992,99
meter dari tahun 1915 hingga 2019. Panjang maksimum abrasi terjadi pada tahun 1988 dengan
panjang 182,86 meter dan panjang minimum terjadi pada tahun 1940 yakni 0,77 meter (Widiawaty,
et al., 2020b). Luas lahan yang mengalami akresi lebih besar dari lahan yang terabrasi disebabkan
karena Kecamatan Gebang menjadi muara sungai besar seperti Ciberes. Selain itu, tipe pantai
berlumpur memiliki karakteristik material yang mudah terangkut oleh arus (Heriati & Husrin,
2017). Banyak lahan akresi telah berubah menjadi garam dan tambak ikan, sawah, dan mangrove.
Selain memiliki banyak manfaat, perubahan garis pantai berdampak pada nelayan yang harus
melaut lebih jauh akibat akresi dan peningkatan TSS. Pembangunan tidak ramah lingkungan di
kawasan pesisir memicu berbagai masalah banjir rob, dan konflik sosial akibat pertambahan
sengketa lahan (Christian et al., 2019). Pengembangan dan pemanfaatan kawasan pesisir perlu
memperhatikan fungsi sebagai zona konservasi dan budidaya (Tarunamulia et al., 2019).
Pola perubahan lahan bekas akresi mulanya dimanfaatkan sebagai tambak/penggaraman. Bila
tambak / penggaraman dinilai sudah tidak lagi optimal berproduksi, lahan tersebut ditimbun agar
lebih stabil sehingga dapat dijadikan pemukiman baru.
Proses sedimentasi serta cemaran sampah padat maupun cair yang terjadi di kawasan pantai
timur Kabupaten Cirebon mengakibatkan kekeruhan air laut dan menurunkan kualitas
kebersihan kawasan pesisir. Kondisi ini dapat mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan ikan
laut, menurunnya kuwalitas air laut di perairan yang menghambat penetrasi sinar matahari
sehingga menyebabkan perubahan ekosistem, serta masih terjadi tumpang tindih pemanfaatan
kawasan pesisir dan laut untuk beragam peruntukan dan kepentingan.
ISU LINGKUNGAN :
Menurunnya keanekaragaman hayati akibat degradasi habitat/ekosistem. Dari hasil analisis
tercatat beberapa jenis flora dan fauna berstatus langka dan hampir punah
Tingkat kerusakan kawasan mangrove semakin mengkhawatirkan, serta kegiatankegiatan
yang dilakukan di pesisir yang tidak mengindahkan peran pantai sebagai sempadan laut,
telah berkontribusi menurunkan kualitas pesisir, pantai, dan laut
Pencemaran air yang terjadi di daratan (sungai) mengakibatkan menurunnya kualitas air laut
Kabupaten Cirebon termasuk daerah yang sering dilanda bencana alam, baik bencana alam
yang terjadi secara murni seperti angin putting beliung, gempa bumi, maupun bencana alam
yang diperparah oleh perilaku manusia.
Sumber (SLHD)
Kesimpulan
Melakukan revitalisasi dan pembangunan di atas lahan bekas tambak garam (karena yang telah
berkurang produktivitasnya karena penurunan salinitas akibat adanya akresi lahan)
Lokasi Rencana RS Bhakti utama berada pada area yang merupakan lahan hasil akresi karena
Kecamatan Gebang menjadi muara sungai besar seperti Ciberes. Selain itu, tipe pantai berlumpur
memiliki karakteristik material yang mudah terangkut oleh arus. Diperlukan upaya untuk
mengurangi dampak negatif dari perubahan garis pantai agar kelestarian lingkungan melalui
penambahan vegetasi mangrove sebagai bentuk konservasi dan rehabilitasi pada area landscape
RS
Lokasi RS berada di kawasan pesisir sehingga penataan landscape dapat selaras dengan kawasan
sekitar
Jenis bencana alam yang paling sering dirasakan masyarakat di Kabupaten Cirebon yakni banjir
Penyediaan kolam retensi untuk menampung air, yang dilengkapi pompa untuk mempercepat air
teralirkan ke saluran drainase bila debit air tinggi
Pencemaran air yang terjadi di daratan (sungai) mengakibatkan menurunnya kualitas air laut
adanya arahan pengolahan air (Sumber air alternatif)
suhu tertinggi mencapai 33˚C, sedangkan suhu terendah sekitar 24˚C. Wilayah Kabupaten Cirebon
sangat dipengaruhi oleh Angin Kumbang yang bertiup cukup kencang, terkadang berputar dan
bersifat kering. Penggunaan teknologi energi terbarukan, seperti turbin angin dan panel surya