Anda di halaman 1dari 7

Stratigrafi Papua

Geologi Irian Jaya secara garis besar dibedakan ke dalam tiga kelompok batuan penyusan
utama yaitu: (a) batuan kraton Australia; (b) batuan lempeng pasifik; dan (c) batuan
campuran dari kedua lempeng. Litologi yang terakhir ini batuan bentukan dari orogenesa
Melanesia. Batuan yang berasal dari kraton Australia terutama tersusun oleh batuan alas,
batuan malihan berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh batuan granit di
sebelah barat, batuan ini berumur palaezoikum akhir, secara selaras ditindih oleh sedimen
paparan mesozoikum dan batuan sedimen yang lebih muda , batuan vulkanik dan batuan
malihan hingga tersier akhir. (dow, drr,1985). Singkapan yang baik dan menerus dapat
diamati sepanjang daerah batas tepi. Utara dan pegunungan tengah.

Batuan lempeng pasifik umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh batuan
ultrabasa, tuf berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga berumur jura batuan
mesozoikum lainnya yang berasal dari kerak samudera seperti batuan ultramafik (kompleks
ofiolit) dan batuan plutonik berkomposisi mafik. Kelompok batuan ini tersungkupkan dan
terakrasikan di atas kerak kontinen Australia karena bertumbukan dengan lempeng pasifik.
Keadaan ini membentuk pola pegunungan kasar di daerah pegunungan tengah bagian utara.
Jalur ofiolit membantang kearah timur barat sejauh 400 km dan lebih dari 50 km lebar (dow
dan sukamto,1984, lihat stratigrafi.

Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas:


1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi
Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium. Formasi ini juga
disebut Formasi Nerewip oleh Parris(1994) di dalam lembar Peta Timika.Formasi ini terdiri
dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batu serpih
dan batu lempung. Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem.
Formasi Kariem sendiri tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus
dengan batu serpih dan batu lempung. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal
Paleozoikum atau pre-Kambrium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di
bawah Formasi Modio yang berumum ilur Devon. Penentuan umur Formasi Modia dilakukan
dengan metode fision track dari mineral zirkon yaitu 650+ 6,3 juta tahun yang lalu (Quarles
van Ufford,1996).

Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem
yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh
batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang
diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.

Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2
bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu
stromatolitik dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B
yang terdiri dari batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang
siur, serta laminasi sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan
fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna
yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).

Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan
batubara, dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara
stratigrafi formasi ini ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini
ditentukan berdasarkan kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.

Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur


Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai
Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah
barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun
oleh batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit
Granit yang berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu
Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk,
1982).

Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di
sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan
Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di
lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).

2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik


a) Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan
di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan
sedikit bercak hijau muda. Formasi ini terdiri dari batu lempung dan batupasir kasar sampai
halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi
ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.

b) Formasi Kelompok Kembelangan


Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform.
Bagian atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok Kembelangan terdiri atas
lapis batu debu dan batu lumpur karboniferus pada lapisan bawah batu pasir kuarsa
glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas. Kelompok ini berhubungan
dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New
GuineaLimestone Group( NGLG).
c) Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik, Pulau New
Guinea dicirikan oleh pengendapan(deposisi) karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu
Gamping New Guinea( NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan
terdiri atas empat formasi, yaitu(1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen;(2). Formasi
Fumai Eosen;(3) Formasi Sirga Eosin Awal;(3). Formasi Imskin; dan(4). Formasi Kais
Miosen Pertengahan hingga Oligosen.

3. Sedimentasi Senosoik Akhir


Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan
oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen
Pertengahan. Di Papua dikenal 3(tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua
Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-
turut dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.

4. Kenozoikum
Grup Batu gamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke
muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi
Kais.

Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir kuarsa
diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi
ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal
(sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan
batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.

Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan
sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat
berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan
umur Eosen.
`Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengnadung fosil foraminifera, dan batuserpih
yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut
dangkal dan berumur Oligosen Awal.

Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama
tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau,
batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai
Pertengahan Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.

5. Miosen sampai Recent.


Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan
litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi
tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di
daerah Badan Bururng pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi
Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau
secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.

Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir,
terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang
lebih tua.

6. Stratigrafi Lempeng Pasifik


Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived
rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak
dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara
Pegunungan Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk
oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam
Lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc.
Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan
Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen

7. Stratigrafi Zona Transisi


Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona
deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang
terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk
kontinyu(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea
Mendala Struktur Daerah Irian Jaya

a. Irian jaya bagian timur


1) Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG)(JSNNG)
Jalur Sesar Naik New Guinea merupakan jalur lasak irian (jalasir) yang sangat luas, terutama
di daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona yang ada di daerah
sebelah timur New Guinea yang menerus kearah barat dan dikenal sebagai jalur sesar naik
pegunungan tengah (JSNPT). Zona JSNNG-JSNPT merupakan zona interaksi antara lempeng
Australia dan pasifik. Lebih dari setengah bagian selatan New guinea ini dialasi oleh batuan
yang tak terdeformasikan dari kerak benua. Zone JSNPT, di utara dibatasi oleh sesar yapen,
sesar sungkup mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar benawi torricelli dan di selatan oleh
sesar naik foreland. Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini diduga aktif sebelum orogen
melanesia.

2) Jalur sesar naik pegunungan tengah (JSNPT)


JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan panjang 100 km,
menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya dicirikan oleh kerak benua
yang terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah menyeret batuan alas yang berumur
perm, batuan penutup berumur mesozoikum dan batuan sedimen laut dangkal yang berumur
tersier awal ke arah selatan. Di beberapa tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan
litologi yang paling dominan di JSNPT ialah batu gamping new guinea dengan ketebalan
mencapai 2000 m.
Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat intensif dan kuat
dengan komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga menghasilkan beberapa jenis
antiklin dengan kemiringan curam bahkan sampai mengalami pembalikan (overtuning).
Proses ini juga menghasilkan sesar balik yang bersudut lebar (reserve fault). Penebalan
batuan kerak yang diduga terbentuk pada awal pliosen ini memodifikasi bentuk daerah
JSNPT. Periode ini juga menandai kerak yang bergerak ke arah utara.membentuk sesar
sungkup. Mamberamo (the mamberamo thrust belt) dan mengawali alih tempat gautier (the
gautier offset).
3) Jalur sesar naik Mamberamo
Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak dan sesar geser
(shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi mamberamo dan batuan kerak pasifik
yang ada di bawahnya. (gb. 3). William, drr (1984) mengenali daerah luas dengan pola
struktur tak teratur. Di sepanjang jalur sesar sungkup dijumpai intrusi poton-poton batuan
serpih (shale diapirs) dengan radius seluas 50 km, hal ini menandakan zona lemah (sesar).
Poton-poton lumpur ini biasanya mempunyai garis tengah beberapa kilometer, umumnya
terdiri dari lempung terkersikkan dan komponen batuan tak terpilahkan dengan besar ukuran
fragmen beberapa milimeter hingga ratusan meter. Sekarang poton lumpur ini masih aktif dan
membentuk teras-teras sungai.

b. Irian jaya barat


1. Zona sesar sorong
Batas lempeng pasifik yang terdapat di Irian Jaya barat berupa sesar mengiri yang dikenal
dengan sistem sesar Sorong-Yapen (gambar). Zona sesar ini lebarnya 15 km dengan
pergeseran diperkirakan mencapai 500 km (dow, drr.,1985). Sesar ini dicirikan oleh
potongan-potongan sesar yang tidak teratur, dan dijumpai adanya bongkahan beberapa jenis
litologi yang setempat dikenali sebagai batuan bancuh. Zone sesar ini di sebelah selatan
dibatasi oleh kerak kontinen tinggian kemum dan sedimen cekungan selawati yang juga
menindih kerak di bagian barat. Di utara sesar geser ini ditutupi oleh laut, tetapi di pantai
utara menunjukkan harga anomali positif tinggi.

Hal ini menandakan bahwa dasar laut ini dibentuk oleh batuan kerak samudera. lima
kilometer kearah barat daya batuan kerak pasifik tersingkap di pulau Batanta, terdiri dari lava
bawah laut dan batuan gunung api busur kepulauan.

Perederan beberapa ratus kilometer dari zona sesar Sorong-Yapen pertama kali dikenal oleh
Visser Hermes (1962). Adalah sesar mengiri dan berlangsung sejak Miosen Tengah. Kejadian
ini didukung oleh bergesernya anggota batu serpih formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang
telah terseret sejauh 260 km dari tempat semula yang ada disebelah timurnya (lihat
pergeseran sesar Wandamen dibagian Timur) dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat
(allochtonous) yang berumur Miosen Tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut Pulau
Salawati (Visser & Hermes, 1962)

2. Zona Sesar Wandamen


Sesar Wandamen (Dow,1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar Ransiki ke Utara dan
membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung memanjang ke Barat daya pantai
sasera, dan dari zona kompleks sesar yang sajajar dengan leher burung. Geologi daerah Zona
Sesar Wandamen terdiri dari batuan alas berumur Paleozoikum Awal, batuan penutup
paparan dan batuan sediment yang berasal dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh
zona dislokasi dengan lebar sampai ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat curam
dan zona perlipatan isoklinal.

Perubahan zona arah sesar Wandamen dari Tenggara ke Timur di tandai bergabungnya
sesar-sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih tempat (allochtonous)
yang tidak luas tersusun oleh batuan sedimen mezozoic. Diatas satuan ini diendapkan
kelompok batu gamping New Guenia. Jalur sesar Wandamen dan Sesar Sungkup lainya di
zona ini merupakan bagian dari barat laut JSNPT.

3. Jalur Lipatan Lengguru (Lengguru Fold Belt)


Jalur Lipatan lengguru (JLL) adalah merupakan daerah bertopografi relative rendah
jarang yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini dicirikan oleh
pegunungan dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50 km, batuanya tersusun oleh
batu gamping New Guenia yang resistan. Jalur lipatan ini menempati daerah segitiga leher
burung dengan panjang 3000 km dan lebar 100 km dibagian paling selatan dan lebar 30 km
dibagian utara. Termasuk di daerah ini adalah batuan paparan sediment klastik Mesozoikum
yang secara selaras ditindih oleh batu gamping New Guenia (Kapur awal miosen). Batuan
penutup ini telah mengalami penutupan dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal
dengan thin skin deformation berarah barat laut dan hampir searah dengan posisi leher
burung. Intensitas perlipatan tersebut cenderung melemah kea rah utara zona perlipatan dan
meningkat kearah timur laut yang berbatasan dengan zona
4. Sesar Wandemen (Dow, drr.,1984)
JLL adalah thin slab kerak benua yang telah tersungkup-sungkup kan kearah barat daya
diatas kerak benua Kepala Burung (Subduksi menyusut = oblique subduction). Jalur ini telah
mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-80). Porsi bagian tengah dari JLL ini terlipat
kuat sehingga menimbulkan pengerutan. Dow drr (1985) menyarankan pengkerutan kerak
(crustal shortening) ini sebesar 40-60 km. diperkirakan proses pemendekan tersebut masih
berlangsung hingga sekarang. Jalur JLL di sebelah timur dibatasi oleh Sesar Wandamen di
selatan oleh sesar Tarera Aiduna dan dibagian barat oleh sesaar aguni. Hal ini dapat menutup
kemungkinan bahwa jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon jenis struktur yang
melibatkan batuan alas akibat gaya berat memampat.

Anda mungkin juga menyukai