Anda di halaman 1dari 10

FISIOGRAFI, TEKTONIK, DAN GEOLOGI KABUPATEN KUDUS

Disusun oleh :

• DINAR PRATIWI (1813034010)

• MIRANDA AGUSTIN LESTARI (1813034012)

• ANNISA FANI SAFIRA (1813034020)

• RIYANTO (1813034022)

• WAHYU DANANG ADITAMA (1813034046)

• KIKI ANDARESTA (1813034044)

• ALI NOVIANSYAH (1813034054)

• SHINTABELLA NURANI WASKITO (1853034002)

Mata Kuliah : Geologi Indonesia

Dosen : Irma Lusi Nugraheni, S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
KABUPATEN KUDUS

1.1 Fisografis Regional

Kabupaten Kudus adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibu kota kabupaten ini
adalah Kota Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota
Surabaya. Kota ini berjarak 51 kilometer dari timur Kota Semarang.

Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten Jepara di barat. Kudus dikenal sebagai kota
penghasil rokok (kretek) terbesar di Jawa Tengah dan juga dikenal sebagai kota santri. Kota ini
adalah pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Hal ini dapat dilihat dari adanya
tiga makam wali/sunan, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah. Di sebagian wilayah utara
terdapat pegunungan (yaitu Gunung Muria), dengan puncak Puncak Saptorenggo (1.602 m dpl),
Puncak Rahtawu (1.522 m dpl), dan Puncak Argojembangan (1.410 m dpl). Sungai terbesar adalah
Sungai Serang yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten
Demak. Kudus dibelah oleh Sungai Gelis di bagian tengah sehingga terdapat istilah Kudus Barat
dan Kudus Timur.
Kabupaten Kudus merupakan salah satu dari tiga puluh lima kabupaten atau kota dengan luas
wilayah terkecil di Propinsi Jawa diantara tengah yakni 42.516 Ha. Ditinjau dari posisi geografis
Kabupaten Kudus terletak 11.036’ - 110.50’ BT serta 6.51’ – 7.16’ LS. Jarak terjauh dari barat ke
timur adalah 16 KM dan dari utara ke selatan 22 km. Menurut data statistik, Kabupaten Kudus
terbagi menjadi 9 Kecamatan, 123 Desa dan 9 kelurahan, serta 707 RW, 3.698 RT dan 4343
Dukuh. Kudus secara umum mempunyai luas sebesar 42.516 hektar atau sekitar 1,31% dari luas
Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu 8.584 (20,19%),
sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha (2,46%) dari luas Kabupaten
Kudus. Luas wilayah tersebut terdiri dari 20.687 Ha (48,66%) merupakan lahan pertanian sawah
dan 7.563 Ha (17,79&) 64 adalah lahan pertanian bukan sawah sedangkan sisanya adalah lahan
bukan pertanian sebesar 14.266 Ha (33,55%).

Ditinjau dari tipografi, Kabupaten Kudus memiliki Katingan terendah 5 meter diatas permukaan
laut berada di Kecamatan Undaan dan ketinggian tertinggi 11600 meter di atas permukaan air laut
berada di Kecamaan Dawe. Kelerengan 0-8% menempati di daerah antara lain di Kecamatan
Undaan (Desa Undaan Kidul, Desa Undaan Lor, Desa Undaan Tengah), Kecamatan Kaliwungu
(Desa Blimbing Kidul, Desa Sidorekso, Desa Kaliwungu), Kecamatan Gebog, Kecamatan Dawe
(Desa Margorejo, Desa Samirejo, Desa Karangrejo, Desa Cendono, Kecamatan Jekulo (Desa
Jekulo. Kelerengan 8-15 % menempati sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe sebelah
selatan, Kecamatan Gebog (Desa Gribig) dan Kecamatan Mejobo (Desa Jepang). 65 Kelerengan
15-20% menempati Kecamatan Dawe (Desa Kajar) dan Gunung Patiayam di bagian timur.
Kelerengan 25-45% e=menempati di Daerah Gunung Patiayam bagian utara, Kecamatan Gebog
(Desa Padurenan). Kelerengan > 45% menepati Kecamatan Dawe (Desa Ternadi), Kecamatan
Gebog (Desa Rahtawu, Desa Menawan) di daerah Puncak Muria bagian selatan. Bulan Basah jatuh
antara bulan Oktober-Mei dan bulan kering antara Juni-September sedangkan bulan paling kering
jatuh sekitar bulan Agustus. Curah hujam yang jatuh di daerah Kudus berkisar antara 2.000-3.000
mm/tahun dengan curah hujan tertinggi di daerah puncak Gunung Muria yaitu antara 3.500-5.000
mm/tahun.
2.2 Geomorfologi Kudus

Wilayah Kabupaten Pati terletak pada ketinggian antara 0-1.000 m di atas permukaan air laut rata-
rata dan terbagi atas relief daratan,yaitu:

• Lereng Gunung Muria, yang membentang sebelah barat bagian utara Laut Jawa dan
meliputi Wilayah Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan
Gunungwungkal, dan Kecamatan Cluwak.
• Dataran rendah membujur di tengah sampai utara Laut Jawa, meliputi sebagian Kecamatan
Dukuhseti, Tayu, Margoyoso, Wedarijaksa, Juwana, Winong Gabus, Kayen bagian Utara,
Sukolilo bagian Utara, dan Tambakromo bagian Utara.
• Pegunungan Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil wilayah
Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, dan Pucakwangi.

Dengan melihat peta topografi wilayah Kabupaten Pati, wilayah dengan ketinggian 0-100 m dpl
merupaka wilayah yang terbesar yaitu meliputi wilayah seluas 100.769 Ha atau dapat dikatakan
bahwa topografi wilayah Kabuaten Pati sebagian besar merupakan dataran rendah sehingga
wilayah ini potensial untuk menjadi lahan pertanian.
2.3 Tektonik Kudus

Gunung Muria merupakan suatu Kompleks Pegunungan Berapi yang terletak di Kota Pati,
Kudus, dan Jepara. Dari citra satelit terlihat beberapa kenampakan lingkaran yang merupakan
kenampakan suatu morfologi maar. Berdasarkan analisis petrologi dari hasil coring, produk batuan
ini merupakan produk dari kegiatan erupsi dimasa lampau. Terlihat beberapa produk yang
memiliki umur yang berbeda. Dapat diketahui bahwa erupsi di sekitar gunung api maar ini telah
terjadi selama beberapa kali. Selama proses erupsi ini juga dipengaruhi oleh proses tektonik yang
kemudian menyebabkan terbentuknya sesar muria. Menurut beberapa ahli geokimia
menyimpulkan bahwa apabila dilihat dari kandungan kimianya, Muria dipengaruhi oleh kombinasi
Mid Ocean Ridge Benioff (MORB) dan sedimen lempeng Australia dengan lempeng Australia itu
sendiri berdasarkan pola diferensiasinya (NTT, 2000). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak
ada konsentrasi episenter di bawah Gunung api Muria sehingga peneliti ini menganggap bahwa
Gunung api muria ini tidak memiliki kemampuan untuk terjadi erupsi dikemudian hari. Namun
dengan berdasarkan analisis tektonik dengan data pendukung berupa gempa secara berulang pada
waktu yang berdekatan Pada Mei ini, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan aktivitas
vulkanik pada daerah ini yang mengarah pada reaktivasi sesar Muria.
Secara tektonik, patahan yang berada di Semenanjung Muria, yakni Patahan Tempur dan
Patahan Rahtawu, kedua patahan tersebut berkembang di kawasan gunung api yang memiliki
material batuan yang kurang padat (unconsolidated) hingga padat, dan sangat berpotensi
mengalami pergerakan ulang. Selain itu, kedua patahan ini berumur muda, yaitu sekitar 80.000
tahun yang lalu, sehingga diklasifikasikan sebagai patahan aktif (Cassadevall,1987). Begitu pula
menurut Billings (1979), kedua patahan di semenanjung Muria termasuk dalam kriteria patahan
aktif yang bergerak setidaknya 500.000 tahun yang lalu, dan diindikasikan memiliki skala
periodik untuk bergerak setiap 500.000 tahun. Sehingga, jika saat ini daerah di sekitar patahan
tersebut memperoleh pembebanan energi yang dapat melampaui patahan, dapat mengakibatkan
gempa bumi di sekitar Semenanjung Muria seperti halnya gempa bumi yang terjadi di bulan Mei
2018 ini.
Terkait dengan aspek sejarah tektonik Muria berdasarkan data geologi sekunder,
menunjukan bahwa Semenanjung Muria telah mengalami minimal dua rejim tektonik yaitu
peregangan (dekompresi) dan tektonik tekanan (kompresi). Keberadaan gunungapi Muria saat ini
menunjukan pernah terjadi interaksi yang komplek antara rejim tekanan dan keberadaan struktur
regangan di daerah ini. Proses tektonik tekanan ini diperkirakan mengakibatkan batuan dasar yang
berumur lebih tua mengalami pemampatan yang memungkinkan keluarnya magma melalui
bidang sesar yang teraktifkan kembali dan membentuk Komplek Gunungapi Muria [2] [3].
Berdasarkan sejarah tektonik yang berlangsung di daerah Muria berupa tetonik peregangan
(Paleogen) dan tektonik inversi berupa tektonik tekanan (Neogen Akhir), maka batuan vulkanik
berkadar potasium rendah boleh jadi berasal dari kegiatan ekstrusi pelelehan melalui bidang sesar
(Paleogen) yang teraktifkan kembali. Sebaliknya batuan vulkanik bekadar potasium rendah boleh
jadi berasal dari kegiatan intrusi pada fase tektonik tekanan (Plistosen).
Perlu kita ketahui bahwa daerah Kudus terdapat sesar yang pernah aktif yang salah satunya
adalah bernama sesar Muria yakni sesar yang memiliki magnitudo maksimum (Mmax) 6,2 dengan
laju geser sesar sekitar 1 mm per tahun. Sesar Muria terletak di dekat gunung muria,oleh karena
itu sesar ini diberi nama sesar Muria. Zona ini secara tektonik cukup kompleks karena ada beberapa
sesar aktif, Sebagai informasi, wilayah tersebut memang berada dalam area sesar aktif seperti Sesar
Lasem, Sesar Muria, Pati Thrust, serta sesar mikro yang tersebar di daratan dan di lepas pantai
Laut Jawa. Semua sesar ini pernah aktif dan ada catata aktivitasnya hasil monitoring BMKG

2.4 Geologi Kudus

Kompleks gunungapi Muria berada di bagian utara Pulau Jawa, tepatnya di Sunda back arc (busur
belakang Sunda). Semenanjung Muria merupakan suatu kumpulan/kompleks kegiatan volkanik.
Gunungapi Muria adalah yang terbesar dan tertinggi di kawasan ini, mencapai ketinggian 1625
meter di atas muka laut. Lokasi penelitian terletak pada koordinat 110°30’- 111°30’ Bujur Timur
dan 6°20’-6°50’ Lintang Selatan (gambar 1). Semenanjung Muria ini terbagi menjadi kabupaten
Kabupaten Jepara, Kudus dan Pati.

Pada lereng gunungapi Muria bagian tenggara tampak tinggian Patiayam yang merupakan batuan
Tersier yang terangkat akibat intrusi batuan beku berbentuk kubah. Dari beberapa sumber data
(Soemarno, 1982 dan Sukyar drr, 1998) batuan gunungapi Muria memperlihatkan tatanan kimia
yang beragam dari kalk-alkali normal hingga kadungan potasium yang tinggi. Hal ini menunjukan
bahwa sumber magma cukup dalam.

Casadevall (1987), berpendapat bahwa berdasarkan penelitian pentarikhan radiometrik kalium-


argon letusan terakhir terjadi pada 80.000 tahun lalu, sehingga menurutnya gunungapi Muria
diperkirakan JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 5, No. 2, Agustus 2007 64 berpotensi
untuk aktif kembali yang memicu seismisitas dan erupsi aliran lava serta erupsi eksplosif material
piroklastik. GEOLOGI UMUM Menurut Suwarti dan Wikarno (1992), satuan batuan paling tua
yang tersingkap di daerah telitian, yaitu Formasi Ngrayong yang terdiri atas perselingan napal,
batupasir dan batulempung dengan sisipan batugamping pasiran; berumur Miosen Tengah.

Napal berwarna putih keabu-abuan, berlapis kurang baik dengan ketebalan 20-30 cm dan banyak
mengandung foraminifera plangton. Batupasir gampingan berwarna kuning kecoklatan, agak
padat dan berlapis kurang baik dengan ketebalan mencapai 1 meter. Batulempung, agak keras,
setempat gampingan, berfosil foraminifera. Batugamping pasiran putih kecoklatan, mengandung
foraminifera besar, sebagian telah mengalami penghabluran ulang dengan tebal sisipan 10-30 cm.
Formasi ini mempunyai arah jurus umum baratdaya–timurlaut dengan kemiringan 10° hingga 15°.

Di daerah penelitian, Formasi Ngrayong tertindih selaras oleh Formasi Bulu yang terdiri atas
betugamping dengan sisipan batugamping pasiran dan batugamping lempungan yang berumur
Miosen Akhir. Formasi Bulu yang tertindih tak selaras oleh Formasi Patiayam yang terdiri atas
perselingan batupasir tufaan dan konglomerat tufaan, dengan sisipan batulempung, batugamping
dan breksi, dan berumur Pliosen. Batugamping berwarna putih abu-abu hingga kecoklatan,
berlapis tipis dan memiliki ketebalan perlapisan 4-15 cm mengandung foreminifera kecil.
Ketebalan seluruh perlapisan mencapai 70 cm. Batugamping pasiran berwarna kelabu,
mengandung mineral hitam dan berlapis tipis. Batugamping lempungan berwarna kelabu muda,
agak padat dan memiliki tebal perlapisan sekitar 5 cm dan 10 cm.

Kontak antara Formasi Bulu dan Formasi Patiayam tidak di temukan. Formasi Patiayam
merupakan perselingan batupasir tufaan dan konglomerat tufaan dengan sisipan batulempung,
batugamping dan breksi. Batupasir tufaan berwarna kuning kecoklatan dijumpai banyak kepingan
batu apung, ketebalan perlapisan antara 5-10 cm akan tetapi di beberapa tempat mencapai 1,5
meter. Konglomerat tufaan yang terdiri atas beragam material, ukuran fragmen 2-10 cm dan di
beberapa tempat mencapai 1 meter, kompak dan tebal lapisan antara 2-5 meter.
Terkadang dijumpai lensa batulempung tufaan berwarna abu-abu dan agak padat. Batulempung
tufaan berwarna kuning kelabu, berlapis baik dengan ketebalan perlapisan antara 5-10 cm. Tebal
lapisan antra 1-2 meter ditemukan sebagai sisipan dalam batupasir atau konglomerat. Batugamping
berwarna putih sampai kelabu, berfosil foraminifera dan moluska sebagai sisipan dalam batu pasir
atau konglomerat. Di sekitar gunungapi Genuk di bagian utara gunungapi Muria dijumpai struktur
lapisan bersusun dalam batupasir, konglomerat dan breksi.

Jenis batuan yang terdapat di Kudus adalah sebagai berikut :

1) Aluvium
Alluvium (dari bahasa Latin, alluvius) adalah sejenis tanah liat, halus dan dapat
menampung air hujan yang tergenang. Dengan demikian, padi sawah sangat sesuai ditanam
di tanah jenis alluvium. Tanah alluvium biasanya terdapat di tebingan sungai, delta sungai
dan dataran yang tergenang banjir. Banjir yang melimpah akan menimbulkan endapan
tanah alluvium di tepi sungai.
Aluvium terdiri dari kerikil, pasir, lempung, lanau, sisa tumbuhan, dan bongkah batuan
gunung api.
2) Lava Muria
Adalah magma yang keluar dari gunung api yang bersifat panas. Yang berkomposisi mafic
bersuhu tinggi dan memiliki fiscositas atau kekentalan yang rendah.
Lava Muria terdiri dari leusit, tefrit, leusitit, trakhit, dan sienit
3) Tuf Muria
Tuf (bahasa Inggris: tuff, dari bahasa Italia: tufo), atau batu putih, adalah jenis batuan
piroklastik yang mengandung debu vulkanik yang dikeluarkan selama letusan gunung
berapi. Tuf sebenarnya sama dengan tufa. Namun, istilah "tufa" lebih sering digunakan di
bidang konstruksi sedangkan "tuf" digunakan di bidang geologi.
Tuf Muria terdiri dari lahar dan tuf pasiran
4) Batuan Gunungapi Genuk
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan
bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.
Batuan Gunungapi Genuk terdiri dari breksi gunungapi dan tuf.

DAFTAR PUSTAKA

Bronto, Sutikno dan Sri Mulyaningsih. 2007. Gunung api maar di Semenanjung Muria.
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007: 43-54.
Wibowo, Basuki, dkk. 2011. Kajian Evolusi Geokimia Dan Kaitannya Dengan Tingkat
Bahaya Gunung Api Muria Terhadap Tapak Pltn Muria. Jakarta Selatan.

Astjario, P. dan D. Kusnida. 2007. Penafsiran Struktur Geologi Semenanjung Muria dari
Data Citra Satelit. Jurnal Geologi Kelautan, Volume 5 No.2 Agustus 2007.

Anda mungkin juga menyukai