Anda di halaman 1dari 9

8

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Secara administratif daerah penelitian panas bumi Pulau Mangole
termasuk dalam Wilayah Kecamatan Pulau Mangole Kabupaten Kepulauan Sula
Provinsi Maluku Utara.
Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat pada posisi
geografis. (Lampiran 1.1 Peta lokasi dan kesampaian daerah):
No

Bujur Timur (BT)

Lintang Selatan (LS)

.
1.
2.
3.
4.

1240 15 00
1260 30 00
1240 15 00
1260 30 00

10 30 00
10 30 00
20 30 00
20 30 00

Tabel 2.1. Koordinat Lokasi Kesampaian Daerah


Daerah panas bumi pulau mangole dapat dicapai :
-

Dari kota Ternate dengan pesawat terbang perintis dan kapal laut dengan
waktu tempuh pesawat 30 menit dan dengan kapal laut 16 jam.

Dari Sanana ke Pulau Mangole (daerah penyelidikan panas bumi) dapat


dilakukan dengan cara yaitu dari Sanana menyeberang lautan menggunakan
kapal laut 2 jam,

Disambung dengan kapal boat menuju desa-desa tempat lokasi manifestasi


kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai lokasi manifestasi.
Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan laut Banda.


- Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Seram.
- Sebelah Timur berbatasan dengan laut Maluku.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Sulawesi Tengah.

2.2 Kondisi Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian


Dari peta Geologi Lembar Banggai dan Sanana yang disusun oleh Yasin
D. Sudana dan Sutisna K 1994 (Gambar 2.1 Peta geologi Pulau Mangole), batuan
yang ada di daerah penyelidikan terdiri dari batuan-batuan malihan, gunung api
dan granit berumur Paleozoikum Sampai Trias (J A. Katili: 345 sampai 215 Juta
Tahun).
Urutan stratigrafi lembar Sanana dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
Batuan malihan (Pzm) terdiri dari sekist, sekis mika, genes, filit, batu pasir malih
dan argilit yang berumur Karbon (J A. Katili: 345 Juta Tahun), Diatasnya secara
tak selaras terendapkan batuan gunung api Mangole (PTmv) yang diduga berumur
Permo sampai Trias (J A. Katili: 280 sampai 215 Juta Tahun). Batuannya terdiri
dari tuf, ignimbrit, tuf lapili dan breksi gunung api. Pluton granit (PTbg) yang
berumur Permo sampai Trias (J A. Katili: 280 sampai 215 Juta Tahun)
menerobos batuan malihan tersebut.

10

Formasi Bobong (Jbs), Formasi Buya (Jb) dan Formasi Tanamu (Kt)
menindih tak selaras batuan alas.
Formasi Bobong terdiri dari perselingan konglomerat, batu pasir dan
serpih bersisipan batubara. Formasi ini diduga berumur Jura Awal sampai Jura
Tengah (J A. Katili: 195 sampai 176 Juta Tahun).
Formasi Buya yang berumur Jura Tengah sampai Jura akhir

(J

A. Katili: 170 sampai 160 Juta Tahun) terdiri dari serpih, bersisipan batu pasir,
batu gamping, napal dan konglomerat. Batuan alas, Formasi Kabauw dan Formasi
Buya diterobos oleh tubuh kecil-kecil batuan beku bersusunan basal dan diabas
(Kdb).
Formasi Tanamu yang berumur Kapur Akhir (J A. Katili: 100 Juta
Tahun) menindih tak selaras Formasi Buya. Batuannya terdiri dari napal, batu
gamping kapuran dan serpih. Formasi Tanamu tertindih tak selaras Formasi
Salodik (Tms) yang berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah

(J

A. Katili: 22.2 sampai 15 Juta Tahun). Formasi ini terdiri dari batu gamping
bersisipan batu pasir.
Batuan yang termuda adalah Formasi Peleng (Ql) dan Aluvium (Qa) yang
berumur Quarter akhir (J A. Katili: 700 Tahun) yang menindih batuan yang
lebih tua secara tak selaras.

11

KURUN

MASA

ZAMAN

KUARTER

NEOGEN

PALEOGEN

KALA
HOLOSEN/RECENT
atas
PLISTOSEN
bawah
atas
PLIOSEN
bawah
atas
MIOSEN
tengah
bawah
atas
OLIGOSEN
bawah
atas
EOSEN
tengah
bawah
atas
PALEOSEN

KAPUR
JURA

TRIAS

PEREM
KARBON

DEVON
SILUR
ORDOVISIUM
KAMBRIUM
KRIPTOZOIKUM

ARKEO
ZOIKUM

bawah

PERKIRAAN
WAKTU
(JT THN)
0,01
0,7
1,8
3,2
5
12
15
22,5
33
38
44
50
55
58
65

atas
bawah
atas
tengah
bawah

100
141
160
176
195

atas

215

tengah

225

bawah

230

atas
bawah
atas
tengah
bawah
atas
tengah
bawah
atas
bawah
atas
bawah
atas
tengah
bawah

251
280
290
318
345
360
370
395
423
435
450
500
517
540
570

PRAKAMBRIUM

(Sumber: J A. Katili 1963)

Tabel 2.2. Skala waktu geologi

3000

12

13

2.3 Keadaan Geomorfologi Daerah Penelitian


2.3.1 Topografi
Kondisi topografi daerah penelitian umumnya adalah daerah perbukitan
yang bergelombang dengan kemiringan yang terjal rata-rata mencakup 25% antara
50 sampai 300 dan terdapat pada sepanjang daerah Auponia dan Buruakol
(Lampiran 1.2 Peta topografi Pulau Mangole).

2.3.2 Morfologi
Kondisi morfologi daerah penelitian Mangole berdasarkan bentuk bentang
alam dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, (Lampiran 1.3 Peta
geomorfo Pulau Mangole) yaitu:
1. Satuan Morfologi Perbukitan Terjal (ST), berada pada lokasi Auponia
menempati bagian Tenggara dan Timur, mencakup 40% dari daerah
penelitian, berketinggian antara 250 sampai 600 meter dari permukaan laut.
Kemiringan lereng > 150.
2. Satuan morfologi Perbukitan Bergelombang, berada pada lokasi Buruakol
menempati bagian Barat Daya, Tenggara dan Utara, mencakup 14% dari
wilayah penyelidikan, berketinggian antara 50 sampai 300 meter dari
permukaan laut. Kemiringan lereng > 5 sampai < 100.
3. Satuan morfologi Pedataran (SP) menempati bagian Barat Laut, Selatan dan
Timur Laut berada pada berada pada Kaporol dan Buruakol. Bagian Timur
dan bagian Selatan (dataran Aponia). daerah ini mencakup 20% wilayah
penelitian, berketinggian antara 0 sampai < 10 meter dari permukaan laut.
Kemiringan lereng 0 hingga < 50.

14

2.3.3 Vegetasi
Seperti umumnya wilayah Kepulauan Maluku, Sula pun merupakan
daerah agraris, khususnya perkebunan. Dari tanah Sula dihasilkan kelapa,
cengkeh, pala dan kakao. Selain produk tanaman pangan seperti padi ladang, ubi
kayu dan ubi jalar yang produksinya tergolong besar. Kecamatan Sanana dan
Taliabu Timur adalah penghasil utama kelapa yang produk akhirnya berupa kopra.
Sementara untuk komoditas perkebunan lain seperti cengkeh, pala dan kakao
banyak ditanam di Kecamatan Sanana dan Taliabu Barat (Lampiran 2.1 dan 2.2.
Vegetasi daerah penelitian).
Hutan Produksi Konversi yaitu Hutan yang dirancang dengan izin (IPK)
untuk pembukaan lahan dan konversi permanen menjadi bentuk tata guna lainnya,
khususnya industri kayu atau perkebunan. Sedangkan Hutan lindung, yaitu hutan
yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi-fungsi lingkungan, khususnya untuk
memelihara vegetasi dan stabilitas tanah pada lereng-lereng yang curam dan
melindungi daerah aliran sungai.

2.4 Iklim dan Curah Hujan


Secara umum wilayah Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis dan
iklim musim, karena wilayah Maluku Utara merupakan daerah kepulauan yang
dikelilingi oleh lautan maka iklim di wilayah dipengaruhi oleh lautan dan
bervariasi antara bagian wilayah Utara, Halmahera Timur serta Halmahera
Selatan. Rata-rata temperatur di Maluku Utara dari lokasi stasiun Labuha
temperatur rata-rata 240C temperatur maksimum 30,50C dan minimum 240C.

15

Berdasarkan curah hujan Propinsi Maluku Utara dapat dibagi dalam tiga wilayah
curah hujan, yaitu:
1. Wilayah dengan curah hujan antara 1000 sampai 2000 mm pertahun, daerah ini
meliputi beberapa Kabupaten di Maluku Utara bagian selatan yaitu: Pulau
Taliabu, Pulau Mangole, Pulau Sulabesi, Pulau Obi dan sekitarnya, Pulau
Bacan dan sekitarnya dan Pulau Halmahera bagian Selatan (Sebagian besar
kecamatan Gane Barat dan Gane Timur). Daerah ini memiliki curah hujan
terendah adalah 1676 mm pertahun dan yang tertinggi adalah 1720 mm
pertahun.
2. Wilayah dengan curah hujan antara 2000 sampai 2500 mm pertahun. Daerah
ini meliputi Pulau Kayoa dan sekitarnya, Pulau Makian dan sekitarnya, Pulau
Morotai, Pulau Halmahera bagian Tengah yang meliputi kecamatan Sahu,
Jailolo, Kao, Galela, sebagian Tobelo dan Ibu. Daerah ini memiliki curah hujan
terendah 2121 mm pertahun dan yang tertinggi 2413 mm pertahun.
3. Wilayah dengan curah hujan antara 2500 sampai 3000 mm pertahun. Daerah
ini meliputi Pulau Halmahera bagian Utara dan daerah sekitarnya, kecamatan
Ibu, Galela dan Loloda. Sedangkan untuk wilayah Kota Ternate dan sekitarnya,
curah hujan yang sangat tinggi terjadi pada bulan Mei dan Maret.

12

Gambar 2.2. Grafik Rata-Rata Curah Hujan 2006-2010 Kabupaten Kepulauan Sula

Anda mungkin juga menyukai