Anda di halaman 1dari 40

Kata Pengantar

Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan taufik dan hidayahnya
dan memberi kenikmatan yang tiada henti, baik nikmat jasmani dan nikmat rohani, sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini yang insyaalah sesuai dengan yang diharapkan. Dalam
penuliasan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, guru-guru dan teman-teman yang sudah memberi dukungan dan motivasi
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan baik
dalam pemahaman atau penulisan, sangat besar harapan penulis ada saran atau kritik dari
guru-guru di sekolah MTs. Negeri Pandeglang II, teman-teman dan pembaca yang bersifat
membangun demi perbaikan penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfa’at bagi pembaca, terutama bagi penulis, Amin.

Kendari , juni 2017

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar …………………………………………………………..…........


Daftar Isi ……………………………………………………………………........
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………..............
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan Makalah……………………………………………..
1.4 Metode Analisis…………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Geologi Regional………………………………………………………...
1.2 Sejarah Geologi Papua………………………………………………...
1.3 Seting Tektonik Papua………………………………………………….
1.4 Fisiografi Daerah Papua……………………………………………….
1.5 Stratigrafi Daerah Papua………………………………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………….............
Daftar Pustaka………………………………………………………………........

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesatnya pertumbuhan kota pantai sejak 10 tahun terakhir diikuti oleh sejumlah
masalah, antara lain yang berkaitan dengan problem lingkungan dan keterbatasan
sumberdaya (lahan, air, bahan konstruksi, dan lain-lain).Perkembangan berikutnya diwarnai
oleh keragaman berdasar fungsi kota, sebagai kota administratif, perdagangan, industri, atau
campurannya. Perluasan kota mulai melampaui batas daya dukung lahan, fungsi alami
lingkungannya terabaikan dan sumberdayanya terpakai berlebihan. Berlebihnya pengambilan
sumber daya air tanah menimbulkan penurunan muka tanah (kompaksi) dan air tanahnya
sendiri, sementara kemampuan resapan air meteorik jauh berkurang oleh tutupan bangunan
dan jalan. Sedikit penyimpangan gejala alam - bahkan tanpa penyimpanganpun - pada
perioda tertentu, gejala alam dapat menimbulkan bencana bagi manusia.Saat bersamaan
antara terjadinya curah hujan berlebih dengan saat terjadinya pasang naik maksimum
menyebabkan banjir, akibat tertahannya air sungai masuk ke laut, atau saat pasang
maksimum dengan badai musim (barat) menyebabkan erosi pada pantai yang sudah tidak
terlindungi (bakau) dan mengalami kekurangan asupan sedimen. Pengerukan sedimen laut
mengubah titik hempasan enersi maksimum gelombang yang berdampak pada erosi pantai,
terlebih bila tidak ada lagi pelindungnya, seperti bakau dan atau terumbu karang. Kenaikan
suhu atmosfer global yang akan diikuti oleh naiknya paras muka laut adalah salah satu
ancaman serius walau masih memerlukan waktu cukup lama (skenario GCM: 1-4°C). Papua
merupakan salah satu pulau terbesar yang termasuk kedalam kepulauan Indonesia Bagian
Timur. Papua memiliki keadaan atau struktur geologi yang sangat kompleks termasuk Irian
Jaya didalamnya. Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi
utara Lempeng Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng
Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke
barat. Konfigurasi tektonik seperti ini mengakibatkan
1.2 RUMUSAN MASALAH
Makalah ini dirumuskan menjadi :
1. Bagaimana bentuk struktur geologi dan tatanan tektonik Papua?
2. Bagaimana fisiografi geografis dan geomorfologi Papua?
3. Bagaimana sejarah geologi dari Papua?
4. Bagaimana struktur sedimen dan stratigrafi Papua?
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui struktur geologi dan tatanan tektonik Papua
2. Mengetahui fisiografi geografis dan geomorfologi Papua
3. Mengetahui sejarah geologi dari Papua
1.4 METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunakan dalam penulisan makalah ini dibagi menjadi dua
tahap yaitu tahap pengumpulan data dan tahap pembahasan. Baik pada tahap pengumpulan
data maupun tahap pembahasan, penulis melakukan studi literatur dari berbagai sumber dan
situs internet.

BAB II
PEMBHASAN

2.1 GEOLOGI REGIONAL


Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian
Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan
dengan relief kasar, terjal sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan produk
vulkanisme, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini
berangsur berubah ke arah baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa
dan plateau batugamping.Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah, dataran
pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada
permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai
dataran danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai
sedang.
Pulau New Guinea (Papua) telah diakui sebagai hasil subduksi antara Lempeng
Australia dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), proses konvergen
dan deformasi kedua lempeng ini dimulai sejak Eosen dan terus beralangsung hingga
sekarang.
Berdasarkan proses tersebut kondisi geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat
dibagi ke dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan ekspresi dari keadaan geologi dan
tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut. Lempeng Australia yang berada di bawah laut
Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah
Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai
Kuarter Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984) Provinsi Tektonik
Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan sedimen klastis yang
mempunyai ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai MiosenTengah ditutupi oleh
batugamping berumur Pliosen-Plistosen (Dow dan Sukamto, 1984). Lebar dataran ini
membentang sepanjang 300 km. Masuk lebih ke dalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi
batuan yang terlipat kuat dan mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan sebutan
New Gunea Mobile Belt (Dow, 1977). Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh
sedimen paparan yang berada pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan
terdeformasi selebar 100 km.
2.2 SEJARAH GEOLOGI PAPUA
Papua terletak pada 1˚-9˚ LS dan 129˚-141˚ BT. Geologi Papua sangat kompleks
melibatkan interaksi antara lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Hampir seluruh
evolusi tektonik Kenozoikum merupakan hasil interaksi konvergen antara lempeng
IndoAustralia dan lempeng Pasifik (Hamilton, 1979; Dow et al., 1988). Papua Nugini dan
Pegunungan Central Range merupakan hasil tumbukan antara kontinen dan busur kepulauan
(Dewey and Bird, 1970). Pegunungan Central Range terbentuk dari batuan Mesozoikum yang
terlipat dan tersesarkan serta lapisan Kenozoikum yang terendapkan pada batas Kontinental
pasif. Di batasi oleh:

Keterangan: Warna Biru = Batu Gamping atau Dolomite Warna Merah = Batuan
Beku atau Malihan Warna Abu-abu = Sedimen lepas(kerikil, pasir, lanau) Warna Kuning =
Sedimen Padu(tak terbedakan) Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi
dengan masa yang panjang pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada
Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan
air tawar, laut dangkal sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk
lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok
Batu gamping New Guinea yang berumur Miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini
mencapai 12.000 meter. Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di
Papua,yang merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan
berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa
fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisii benua membentuk Jalur
Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai “Metamorf Dorewo” Akibat lebih lanjut tektonik ini
adalah terjadinya sekresi (penciutan) LempengPasifik ke tas jalur malihan dan membentuk
Jalur Ofiolit Papua. Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah
Orogenesa Melanesia yang berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya
tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan
pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua.
Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini
dicirikan oleh sistem yang komplek dengan kemiringan ke arah utara, sesar naik yang
mengarah ke Selatan, lipatan kuat ataurebah dengan kemiringan sayap ke arah selatan
Orogenesa Melanesia inidiperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah. Dari
pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke Utara maupun
Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang
diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000 - 12.000 meter.
Pemetaan Regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi
tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara dengan pola yang dikenali oleh Davies
(1990) di Papua Nugini. Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai
dioritik,diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo.
Fase kedua magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam Kelompok
Kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa Melanesia Derewo yang berumur Miosen
Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa instrusi dioritik
sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah
sampai kini. Batuan-Batuan intrusi tersebut menerobos hingga mencapai Kelompok
Batugamping New Guinea, dimana endapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk seperti
Tembagapura dan OK Tedi di Papua Nugini. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng
Pasifik yang terus berlangsunghingga sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam
cekungan molase tersebut.Menurut Smith (1990),sebagai akibat benturan lempeng Australia
dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan
4 batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya
telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan
sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat -
tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur
Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM,
Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo Mogo Obano,
Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom,
SobaTagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara didaerah Kepala Burung terdapat di
Aisijur dan Kali Sute
Geologi Papua merupakan manfestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan
masa yang panjang, yang berada pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif. Proses
sedimentasi tesebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan
pengendapannya berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam.
Proses sedimentasi ini menhasilkan endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah
karbonatan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New
Guinea yang berumur Miosen. Tebal keseluruhan endapan ini mencapai + 12.000 meter.
Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang muncul
akibat tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan
deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi
benua membentuk Jalur Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai “Metamorf Dorewo”.
Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik
ke atas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua.

Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia
yang berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton
Australia dengan Lempeng Pasifik.
Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-
Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini
terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang kompleks dengan
kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah
dengan kemiringan sayap ke arah selatan Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai
puncaknya pada Pliosen Tengah.

Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke


Utara maupun Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan
detritus yang diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000-12.000
meter.
Pemetaan Regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah
terjadi tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur
magmatisme diperkirakan berkurang ke arah selatan dani utara dengan pola yang dikenali
oleh Davies (1990) di Papua Nugini. Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik
sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik
Derewo. Fase kedua magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam
Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa Melanesia Derewo yang
berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa
instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai
Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-Batuan intrusi tersebut menerobos hingga mencapai
Kelompok Batugamping New Guinea, dimana endapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk
seperti Tembagapura dan OK Tedi di Papua Nugini. Tumbukan Kraton Australia dengan
Lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang menyebabkan deformasi batuan
dalam cekungan molase tersebut. mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan
tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam
yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari
komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa,
Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo-Mogo, Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda,
Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan
adanya busur kepulauan.Gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari Waigeo
Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc),
Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya
logam, emas dalam bentuk nugget. Batuan terobosan di Tembagapura berumur 3 juta tahun
(McMahon, 1990, data tidak dipublikasikan), sedangkan batuan terbosan OK Tedi berumur
Pliosen akhir pada kisaran 2,6 sampai 1,1 juta tahun. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh
Nabire Bhakti Mining terhadap 5 contoh batuan intrusi di Distrik Komopa menghasilkan
umur antara 2,9 juta tahun sampai 3,9 juta tahun. Selama Pliosen (7-1 juta tahun yang lalu)
Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, suatu tipe magma yang kaya akan
komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai
ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5-2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik
dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas
graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara
lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian
depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith
(1990), Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya
penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang
sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya

2.3 SETTING TEKTONIK


Setting Lempeng Tektonik Papua telah diulas oleh beberapa ahli geologi seperti Dow
dkk (1985), Smith (1990) dan Mark Closs (1990) dapat dijadikan sebagai kerangka dalam
menerangkan posisi dan sejarah tektonik. Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini
berada pada bagian tepi utara Lempeng Australia, yang berkembang akibat adanya
pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang
bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi
yeng berkaitan erat dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur
gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal. Menurut
Smith (1990), perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:

Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35-5 JT)


Pada bagian belakang busur Lempeng kontienental Australia terjadi pemekaran yang
mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping New Guinea selama Oligosen-
Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman,
membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama
periode 44-24 Juta Tahun yang (JT). Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek
intrusi yang terjadi pada Oligosen-Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan,
Komplek Porphir West Delta-Kali Sute di Kepala Burung Papua. Selanjutnya pada
Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng
Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Australia. Kejadian ini
membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papau diekspresikan oleh
adanya Formasi Tamrau Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng
Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke
lempeng Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon-Utawa dan busur
Maramuni di New Guinea.
Periode Miosen Akhir-Plistosen (15-2 JTL)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Australia di New Guinea
sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan
sebagian ini mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang
diperkirakan berusia 18-7 Juta Tahun. Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat
terjadinya prospek emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan
Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di
bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Australia terus berlanjut dan
pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan
di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan
tebal busur kepulauan Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian Landasan
Sayap Miosen seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan
Gunung Api Batanta dan Blok Arfak. Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan
berbentuk sutur antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang
diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung terus hingga 10 juta
tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan perkembangan dari busur Moon-
Utawa. Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur
mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu-Zona Patahan Markam. Pasca
tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong, Yapen,
Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala Burung.
Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia.
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan bahwa
pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas
perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian
cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar
Naik Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan
konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Australia dan pergerakan ke barat lempeng
Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu
mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara Barat sampai
sekarang. Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang
diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambatkan oleh irisan
stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara
Lempeng Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur
sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada
Miosen Awal. Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya terpotong
di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi
peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4-3,5 juta tahun yang lalu
(Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7-1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe
magma I, suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi
sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen
(3,5-2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian
pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari
peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh
adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi
landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), Sebagai akibat benturan lempeng
Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang
kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan.
Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan
tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam
yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari
komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa,
Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo Mogo, Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda,
Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan
adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari :Waigeo
Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc),
Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya
logam, emas dalam bentuk nugget.
a. Evolusi Tektonik Pulau Papua
Tektonik lempeng merupakan teori yang dapat menjelaskan mengenai pergerakan
lempeng-lempeng di muka bumi dan telah diterima umum sebagai teori yang valid dari
sebuah teori geologi. Teori ini menjelaskan bahwa di permukaan bumi ini, terdapat 7
lempeng besar dan lempeng-lempeng (lithosfer) kecil lainnya. Kesemuanya mempunyai
pergerakan aktif dan dinamik sebagai akibat kegiatan energi di inti bumi. Tiap-tiap lempeng
terdiri dari kerak benua (continental crust) dan kerak samudera (oceanic crust), yang
kesemuanya bergerak relative terhadap sesamanya. Bagian selatan Pulau Papua merupakan
tepi utara dari benua paling kuno, yaitu Gondwanaland Termasuk dalam bagian benua ini
adalah Benua Antartika, Benua Australia, India, Amerika Selatan, Selandia baru, dan
Kaledonia Baru. Pembentukan Pulau Papua telah banyak didiskusikan oleh para ahli geologi
dan mendapat perhatian yang cukup besar karena geologinya yang kompleks tersebut Pada
mulanya pulau Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling dalam. Awal terpisahnya
benua yang mencakup Papua di dalamnya(Benua Australia) terjadi pada masa Kretasius
Tengah(kurang lebih 100 juta tahun yang lalu). Lempeng Benua IndiaAustralia(atau biasa
disebut Lempeng Australia) bergerak ke arah Utara keluar dari posisi kutubnya dan
bertubrukkan dengan Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah Barat. Pulau Papua
merupakan pulau yang terbentuk dari endapan (sedimentation) dengan masa yang panjang
pada tepi utara kraton Australia yang pasif dimulai pada Zaman Karbon sampai Tersier
Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal, sampai
laut dalam dan mengendapkan batuan klastik kuarsa, termasuk lapisan batuan klastik
karbonat, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New
Guinea berumur Miocen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai lebih dari 12.000 meter.
Selain itu, Papua juga terbentuk berdasarkan pertumbukan yang dihasilkan dari interaksi
konvergen kedua lempeng yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia, dijelaskan bahwa
Lempeng Pasifik mengalami subduksi sehingga lempeng ini berada di bawah Lempeng
Australia. Pada saat dimulainya gerakan ke utara dan rotasi dari benua super ini, seluruh
Papua dan Australia bagian utara berada di bawah permukaan laut. Bagian daratan paling
Utara pada Lempeng India-Australia antara 90-100 juta tahun lalu berada pada 480 Lintang
Selata yang merupakan titik pertemuan Lempeng India-Australia dan Pasifik. Ketika
Lempeng India-Australia dan Lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, Pulau
Papua mulai muncul di permukaan laut pada sekitar 350 Lintang Selatan, dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa subduksi antara ke-2 lempeng tersebut telah menyebabkan endapan 5
Benua Australia terangkat sehingga memunculkan Pulau Papua. Proses ini berlanjut selama
masa Pleistosen hingga Pulau Papua terbentuk seperti sekarang ini. Proses pengangkatan ini
berdasarkan skala waktu geologi, kecepatannya adalah 2,5km per juta tahun. Apabila
dijabarkan berdasarkan periode-periodenya, maka aktivitas tektonik penting yang menjadi
cikal bakal Papua saat ini terjadi melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Pada Kala Oligosen terjadi
pergerakan tektonik besar pertama di Papua, yang merupakan akibat dari tumbukan Lempeng
Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini
menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus dan turbidit
karbonat pada sisi benua sehingga membentuk Jalur “Metamorf Rouffae yang dikenal
sebagai “Metamorf Dorewo". Akibat lebih lanjut dari aktivitas tektonik ini adalah terjadinya
sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit
Papua. 2. Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa
Melanesia yang dimulai pada pertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan
Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan
pengangkatan kuat dari batuan sedimen Karbon-Miosen(CT) dan membentuk Jalur Aktif
Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang
dimulai pada pertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia
dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat dari
batuan sedimen KarbonMiosen(CT) dan membentuk Jalur Aktif. . Periode terbentuknya
Pulau Papua 6 Proses konvergen antar lempeng juga mengakibatkan terbentuknya
pegunungan di Papua. Pegunungan tersebut adalah Pegunungan Jayawijaya yang memiliki
Puncak Jaya sebagai puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Australia dengan ketinggian
4.884 mdpl. Pada pegunungan ini ditemukan fosil hewan laut yang sekaligus merupakan
bukti bahwa Papua dahulu merupakan dasar lautan yang mengalami pengangkatan. Puncak
Wijaya mempunyai salju yang diyakini sebagai salju abadi.

2.3 Fisiografi dan Stratigrafi di Papua


Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian
Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan
dengan relief kasar, terjal, sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan gunung
api, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai menengah. Morfologi ini berangsur
berubah ke arah barat sampai selatan berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau
batugamping. Bagian Badan didominasi oleh Pegunungan Tengah, dataran pegunungan
tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat
laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau
yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea telah diakui sebagai hasil dari tumbukan Lempeng Australia
dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), Konvergensi dan deformasi
bagian tepi utara lempeng Australia yang berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai
sejak Eosen hingga sekarang.
Hal itu mengakibatkan kenampakan geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke
dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan kenampakan dari keadaan geologi
dan tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut. Kerak kontinen Lempeng Australia yang
berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari
Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur
Paleozoik sampai Kuarter Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan
sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai
MiosenTengah ditutupi oleh batugamping berumur Pliosen – Plistisen (Dow dan Sukamto,
1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih kedalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan
mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Guinea Mobile Belt (Dow,
1977). Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada
pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km berupa
perlipatan dan persesaran ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan Tengah disebut oleh Dow
dan Sukamto (1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses orogenesa dimulai pada awal
Miosen hingga Miosen Akhir dan mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir hingga Awal
Plistosen. Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan,
1978), selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55º dari selatan ke
arah barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen
paparan terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke
barat laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah tersebut
mengalami persesaran dan terkoyakan, perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin
sering mengalami pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran
mendatar mengiri (Dow dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile Belt New Guinea tersusun oleh
batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi
selama periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques
dan Robinson, 1997; Dow, 1977). Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan
ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari Sabuk Ophiolit Papua
dibagian utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api bawah laut yang berumur
Tersier. Endapan Gunung Api bawah laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil
erosi selama pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan Pantai Utara
(Visser dan Hermes, 1962). Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari
komplek patahan terbalikkan sehingga mendekatkan sabuk ophiolit untuk berhadapan dengan
sedimen dari Jalur Pegunungan Tengah. Pergerakan dari kerak samudera Pasifik sekarang
mempunyai batas di sebelah utara pantai Pulau New Gunea. Formasi stratigrafi yang
menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma intermediate berumur Pliosen berupa
kalk alkali stock dan batholit yang menempati sepanjang jalur struktur regional utama.
2. Stratigrafi
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh
sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium. Formasi ini juga disebut Formasi
Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar Peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan
metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem
tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.
Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan
pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem
yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh
batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang
diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium. Selanjutnya di atas Formasi
Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A
yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone yang berlapis baik.
Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir
halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar. Umur
formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang menghasilkan
Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan
sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan
ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur Paleozoikum
terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum,
serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan
Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit
dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur
Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum
ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim.
Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di
lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
a. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat
perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang
dengan sedikit bercak hijau muda. Formasi ini terdiri dari batulempung dan batupasir kasar
sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur
formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan
supratidal.
b. Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh
Kembelangan Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak terpisahkan. Kelompok ini diketahui
terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform. Kelompok Kembelangan terdiri
atas lapis batudebu dan batulumpur karboniferus pada lapisan bawah batupasir kuarsa
glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas, dimana pada bagian atasnya di
sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan; sedangkan di
daerah Leher dan Badan Burung Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 formasi yaitu
dari bawah ke atas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung), Formasi
(batupasir), Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai (batupasir). Kelompok ini
berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New
Guinea Limestone Group (NGLG).
c. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik,
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai
Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok ini berada di atas Kelompok
Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu (1). Formasi Waripi Paleosen hingga
Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan
(4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga Oligosen.
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh
sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen
Pertengahan. Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua
Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-
turut dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada
adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan
di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini
diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal
(sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan
batupasir kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen
yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir
halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari
batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih
yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut
dangkal dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama tersusun
oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih
karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan
Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.
5. Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal
sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai
kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga
formasi tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai
di daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat.
Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan
batulanau secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.Endapan aluvial
dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir, terutama terdiri dari
bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle
derived rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup
banyak dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo,
Utara Pegunungan Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya
terbentuk oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam
Lempeng Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc.
Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan
Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen.
7. Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona
deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang
terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu
(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea.
Gambar 2. Stratigrafi wilayah Papua

Tektonik Papua dan Sesar yang ada di Papua sekarang


Gambar 3. Peta Tektonik Papua

Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2 lempeng besar, yaitu lempeng
Pasifik kearah barat dan lempeng Indo-Australia yang ke arah utara dengan jalur subduksi
terdapat di perairan utara Papua sampai perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai
perairan selatan Kaimana. Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur
Melanesia dan lempeng Indo-Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar
pegunungan tengah yang memanjang dari barat ke timur di bagian tengah pulau Papua,
cekungan utara Papua dan pengangkatan di pesisir utara Papua dan di pegunungan
Jayawijaya (2mm/tahun). Sedangkan batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar
geser yang terjadi di bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen. Sesar ini merupakan sesar geser
mengiri, sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian selatan relatif bergerak ke timur.
Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan sebelah selatan. Lereng curam ini
berpotensi longsor dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran gempa. Gempa
yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di sekitar leher burung.
Gambar 4. Sesar Sorong

Sesar Sorong merupakan retakan besar dalam kerak bumi dan selama 40 juta tahun
telah melepaskan potongan daratan yang luas dari Papua sebelah utara dan pulau-pulau yang
terbentuk karena adanya sesar ini bergeser ke arah barat melintasi lautan ke arah Sulawesi.
Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang lalu dan masih aktif berkembang sampai
sekarang. Terlihat dari gambar diatas bahwa sesar ini bukan sesar tunggal melainkan 2 sesar
yang bergabung di daerah sorong dan kemudian terpisah bercabang di wilayah kepala
burung.
Selain Sesar Sorong masih banyak terdapat sesar aktif lain yang berpotensi menimbulkan
gempa merusak di pulau Papua, seperti Sesar Koor yang membentang dari Raja Ampat
sampai Sorong, Sesar Ransiki yang berawal dari Manokwari sampai Ransiki, sesar
Wandamen di sepanjang Teluk Wondama, Sesar Yapen yang membentang dari barat laut
Serui sampai Waropen, Sesar Anjak Argun dan Lipatan Lengguru yang membentang dari
timur laut sampai tenggara Fak-fak. Di bagian leher burung terdapat Sesar Tarera Aiduna dan
Sesar Weyland yang membentang dari barat daya sampai selatan kota Nabire, Sesar Waipona
yang membentang dari timur laut sampai tenggara Nabire, dan Sesar Direwo yang
membentang di utara Enarotali.
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa
tektonik, terutama gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunamibatuan
dasar Precambrian yang
Pre-Kambrium-Paleozoikum
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi
Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambrium, juga disebut Formasi
Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan
metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem
tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.
Umur formasi ini ditafsirkan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium yang didasarkan
pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumum ilur Devon.
Penentuan umur Formasi Modia dilakukan dengan metode fision track dari mineral zirkon
yaitu 650+ 6,3 juta tahun yang lalu (Quarles van Ufford,1996).
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang
ditutupi secaradisconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir
kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan
berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.

Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2
bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu
stromatolitik dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B
yang terdiri dari batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang
siur, serta laminasi sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan
fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna
yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996). Formasi
Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan
ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm. Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni,
batuan dasar yang berumur Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung
yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining Access
(GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar tersebut disebut
Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di sekitar Kepala
Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit
pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai
Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di
sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan
Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di
lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
Mesozoikum
Formasi Tipuma terdiri dari batulempung yang berwarna merah-kehijauan dan
batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan dengan ketebalan sekitar 550
meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan
dilingkungan supratidal.
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan
Grup yang tak terpisahkan, dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari
batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan; sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung
Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 Formasi yaitu dari bawah ke aas adalah Formasi
Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung), Formasi
Geomorfologi Ppua
1. Secara astronomis, irian terletak antara 00 19’ – 100 43’ LS dan 1300 45’ 1500 48’ BT,
mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. secara administratif pulau ini terdiri dari
papua sebagai wilayah RI dan papua Nugini yang terlatak di bagian timur. Fisiografi papua
dibedakan menjadi tiga bagian:
Semenanjung barat atau kepala burung yang dihubungkan oleh leher yang sempit terhadap
pulau utama (1300 – 1350 BT)
2. Pulau utama atau tubuh (1350 – 143,50 BT)
3. Bagian timur termasuk ekor (143,50 – 1510 BT)
Di sebelah utara papua terdapat bagian Samudra Pasifik yang dalamnya 4000m, dibatasi
oleh kepulauan Carolina di sebelah utara. Pulau-pulau karang yang muncul terjal dari dasar
samudra itu (Mapia di sebelah utara Manokwari) menunjukkan bahwa bagian samudra ini
merupakan block kontinen yang tenggelam. Block kontinen yang tenggelam di sebelah utara
Papua ini dianggap sebagai tanah batas “Melanesia”. Kearah selatan, Dangkalan Sahul (laut
Arafura) dan selat torres menghubungkan Papua dengan Australia.

1. Kepala burung dan Leher


`Sejajar dengan pantai utara Kepala burung terjadi rangkaian pegunungan yang
membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Ini terbagi oleh utara dan selatan oleh
sebuah depresi memanjang. Rangkaian utara tersusun dari batuan volkanis neogen dan
kuarter yang diduga masih aktif atau volkan Umsini pada tingkat solfatar. Rangkaian selatan
terdiri dari sediment tertier bawah dan per-tertier yang terlipat kuat. Arahnya timur-barat,
kemudian melengkung ke selatan sampai pegunungan lima. Bagian utara kepala burung
dipisahkan terhadap bagian selatan (Bombarai) oleh teluk Macculer yang luas tetapi dangkal,
karena sedimentasi yang besar dan di tandai dangkalan yang berisi pulau-pulau, parit-parit,
dan bukit-bukit yang terpisah-pisah.
2. Batang atau Daratan Utama
Bagian utara pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-tenggara yang
sejajar atau sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari tanah rendah dan bukit-
bukit, yaitu depresi memberamo-bewani yang sebagian jalin-menjalin dengan jalaur pantai
utara daratan utama. Depresi tersebut membujur dari pantai timur teluk geelvink di sepanjang
danau rambebai dan sentani sapai ke pantai finch dengan aitape. Disebelah selatan depresi ini
terdapat rangkaian pegunungan kompleks yang disebut rangkaiana pembagi utara. Rangkaian
pembagi utara ini merupakan deretan pegunungan dan pegunungan antara teluk geelvink di
bagian barat dan muara sungai sepik di bagian timur. Dibagian barat terdapat puncak dom
(1340 m), ke arah timur pegunungan van rees, yang secara melintang terpotong oleh sungai
mamberamo, yang di ikiuti oleh pegunungan gauttier (>1000 m), pegunungan poya,
karamoor, dan bongo. Di sebelah selatan pegunungan Cyclops terdapat sebuah sumbu
depresi.
3. Bagian timur (“ekor”) Papua
Mulai 143,50 BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-tenggara.
Bagian timur menujukkan beberapa bentang alam yang berbeda dengan daratan utama. Di
antara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah, terbentang sebuah depresi, ditandai oleh
lembah-lembah Ramu dan Markham. Ke arah timur zone ini melintas sampai teluk Huon.
Rangkaian tengah, dimana rangkaian victoe emanuel merupakan bagian yang relatif sempit
dari sistem pegunungan lengan papua. Perbedaan antara rangkaian tengah di bagian barat
daratan utama pada satu pihak dan bagian timur serta ekor di pihak lain adalah dibentuk oleh
perluasan volkanisme tertier dan kuarter di bagian timur tersebut. Pada tepi utara geantiklinal
terdapat unsur volkan lain, seperti gunung lamington, Trafalgar, victory goropu, dan gunung
dayman. Jalur volkanis membujur ini membujur sejajar sampai ke ujung tenggara ekor papua.
Jalur tersebut merupakan zone dalam yang volkanis dari sistem orogen, sedangkan zone luar
yang tidak volkanis merupakan pulau-pulau trobriand dan eoodlark, terletak sampai di
sebelah utaranya.
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala
Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief
kasar, terjal sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan produk vulkanisme,
batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini berangsur
berubah ke arah baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa
dan plateaubatugamping.Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah, dataran
pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada
permukaan dekat laut.
2. Geologi Papua merupakan manfestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa
yang panjang, yang berada pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif. Proses sedimentasi
tesebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan
pengendapannya berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam.
Proses sedimentasi ini menhasilkan endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah
karbonatan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New
Guinea yang berumur Miosen. Tebal keseluruhan endapan ini mencapai + 12.000 meter.
3. Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng
Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang
bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.
4. Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh
sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambrium, juga disebut Formasi Nerewip.

DAFTAR PUSTAKA
Sapiie, Benyamin. 2000. An Outline Of The Geology Of Indonesia (Irian Jaya). Ikatan Ahli
Geologi Indonesia – IAGI
http:/www.papua.go.id/ddppeqtamben/pro11111.htm

Tektonik Geologi Papua


Penulis : Demianus Nawipa*

I. Tektonik Regional

Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia,
yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara
dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.

Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yang berkaitan erat
dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur gunung api yang
berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990),
perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:
Gambar 1. Tektonik Papua dan PNG
a. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35– 5 JTL)

Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi pemekaran yang
mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping Papua Nugini selama Oligosen
– Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus.

Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman,
membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama
periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).
Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada Oligosen –
Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir West Delta – Kali
Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan
Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Indo-
Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung
Papua diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.

Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon ke arah
utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng Indo-Australia
membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua
Nugini.

b. Periode Miosen Akhir – Plistosen (15 – 2 JTL)


Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di Papua Nugini sangat
dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini
mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia
18 – 7 Juta Tahun yang lalu.

Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida ephitermal dan
logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara, Lempeng
Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya
penciutan ukuran selama Miosen Akhir.

Gambar 2. Keadaan Pulau Papua pada 15 ma Midle Miocene


Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Indo-Australia terus berlanjut dan
pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan tumbukan
di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia.
Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur kepulauan Gunung Api dan sedimen depan
busur membentuk bagian “Landasan Sayap Miosen” seperti yang diekspresikan oleh Gunung
Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur
Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh Busur Gunung Api
Mandi dan Arfak terus berlangsung hingga 10 juta tahun yang lalu dan merupakan akhir dan
penunjaman dan perkembangan dari busur Moon – Utawa.
Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur mulai dari
Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu – Zona Patahan Markam.
Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang Sorong,
Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di daerah Kepala
Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng
Australia.

Gambar 3. Keadaan Pulau Papua Pada 5 ma Early Pliocene

Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan bahwa
pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas
perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan
paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik
Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan konvergensi antara
pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan pergerakan ke barat lempeng Pasifik
mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan
pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh
tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di
bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng
Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar
naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada
Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian
yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran
bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun
yang lalu (Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma
I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi
sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi
pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon
dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-Australia yang
diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen
yang menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan
lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan
komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami
patahan dan perlipatan.

Gambar 4. Keadaan Pulau Papua Pada Zaman Recen (Sekarang)

Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan
tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.
Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan terdapat pada
lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg ,
DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo Mogo –
Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom,
Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan
adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari : Waigeo
Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc),
Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya
logam, emas dalam bentuk nugget.
—————-
II. Fisiografi dan Stratigrafi di Papua
1. Fisiografi
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala
Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief
kasar, terjal, sampai sangat terjal.
Batuan yang tersusun berupa batuan gunung api, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam
sampai menengah. Morfologi ini berangsur berubah ke arah barat sampai selatan berupa
dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh Pegunungan Tengah, dataran pegunungan tinggi dengan
lereng di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di
utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di
bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea telah diakui sebagai hasil dari tumbukan Lempeng Australia dengan
Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), Konvergensi dan deformasi bagian
tepi utara lempeng Australia yang berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai sejak
Eosen hingga sekarang.
Hal itu mengakibatkan kenampakan geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke
dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan kenampakan dari keadaan geologi dan
tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut.
Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah
utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya
tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai Kuarter Tengah (Visser dan
Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan
sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai
MiosenTengah ditutupi oleh batugamping berumur Pliosen – Plistisen (Dow dan Sukamto,
1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih kedalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan
mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Guinea Mobile Belt (Dow,
1977).
Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada pada
bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km berupa perlipatan
dan persesaran ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan Tengah disebut oleh Dow dan
Sukamto (1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses orogenesa dimulai pada awal Miosen
hingga Miosen Akhir dan mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir hingga Awal Plistosen.
Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan, 1978),
selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55º dari selatan ke arah
barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen
paparan terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke
barat laut tersebut.
Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah tersebut mengalami persesaran dan
terkoyakan, perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin sering mengalami
pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran mendatar mengiri (Dow
dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile Belt New Guinea tersusun oleh batuan
vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama
periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques Dozy dan
Robinson, 1997; Dow, 1977).
Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan ultramafik Mesozoik sampai Tersier dan
mendasari batuan intrusi dari Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara yang dibatasi oleh suatu
endapan gunung api bawah laut yang berumur Tersier.
Endapan Gunung Api bawah laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi
selama pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan Pantai Utara (Visser
dan Hermes, 1962).
Sabuk Ophiolite ini dibagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan
sehingga mendekatkan sabuk ophiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari Jalur
Pegunungan Tengah.
Pergerakan dari kerak samudera Pasifik sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai
Pulau New Gunea. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup
magma intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang menempati
sepanjang jalur struktur regional utama.
——————–
2. Stratigrafi
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap Formasi Awigatoh
sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium.
Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar Peta Timika.
Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping,
batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem
tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung.
Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan
pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang
ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir
kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan
berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian
yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik
dolostone yang berlapis baik.
Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir
halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar.
Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang
menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di
atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan
ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan
kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur Paleozoikum
terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum,
serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan
Tengah. Batuan dasar tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit
dan kuarsit.
Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang
disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan
terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam. Di sekitar
Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim.
Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di
lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara
tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
a. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat perbatasan di
sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit
bercak hijau muda.
Formasi ini terdiri dari batulempung dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu
kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias
Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.
b. Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan
Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak terpisahkan. Kelompok ini diketahui terbentang
mulai dari Papua Barat hingga Arafura Platform.
Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batudebu dan batulumpur karboniferus pada
lapisan bawah batupasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas,
dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan
batulempung karbonatan.
Sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4
formasi yaitu dari bawah ke atas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan
batulempung), Formasi (batupasir), Formsi Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai
(batupasir). Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan
Gamping New Guinea atau New Guinea Limestone Group (NGLG).
c. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik.
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi) karbonat yang dikenal sebagai
Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG).
Kelompok ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu
(1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3) Formasi Sirga
Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen Pertengahan hingga
Oligosen.
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan oleh sekuensi
silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan.
Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu
formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut dijumpai
di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua ke muada adalah
sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan
di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini
diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal
(sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan
batupasir kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga merupakan sedimen
yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir
halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur
Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai, terdiri dari batupasir
kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang
setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal
dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais terutama tersusun
oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau, batuserpih
karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan
Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500 meter.
5. Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang dikenal sebagai
Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan mempunyai kesamaan
litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi
tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di
daerah Badan Burung pada bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi
Klasafat yang berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau
secara selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan bajir, terutama
terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup (mantle derived
rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak
dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara
Pegunungan Gauttier dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk
oleh batuan ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng
Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini
disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan Pegunungan
Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga Pliosen.
7. Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan dalam zona
deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi atau peralihan, yang
terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu
(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea.
Gambar 2. Stratigrafi wilayah Papua
————————————-
III. Tektonik Papua dan Sesar yang ada di Papua sekarang

Gambar 3. Peta Tektonik Papua


Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2 lempeng besar, yaitu lempeng Pasifik
kearah barat dan lempeng Indo-Australia yang ke arah utara dengan jalur subduksi terdapat di
perairan utara Papua sampai perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai perairan
selatan Kaimana.
Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur Melanesia dan lempeng Indo-
Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar pegunungan tengah yang memanjang
dari barat ke timur di bagian tengah pulau Papua, cekungan utara Papua dan pengangkatan di
pesisir utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya (2mm/tahun).
Sedangkan batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar geser yang terjadi di
bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen.
Sesar ini merupakan sesar geser mengiri, sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian
selatan relatif bergerak ke timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan
sebelah selatan.
Lereng curam ini berpotensi longsor dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran
gempa. Gempa yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di sekitar
leher burung.

Gambar 4. Sesar Sorong


Sesar Sorong merupakan retakan besar dalam kerak bumi dan selama 40 juta tahun telah
melepaskan potongan daratan yang luas dari Papua sebelah utara dan pulau-pulau yang
terbentuk karena adanya sesar ini bergeser ke arah barat melintasi lautan ke arah Sulawesi.
Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang lalu dan masih aktif berkembang sampai
sekarang. Terlihat dari gambar diatas bahwa sesar ini bukan sesar tunggal melainkan 2 sesar
yang bergabung di daerah sorong dan kemudian terpisah bercabang di wilayah kepala
burung.
Selain Sesar Sorong masih banyak terdapat sesar aktif lain yang berpotensi menimbulkan
gempa merusak di pulau Papua, seperti Sesar Koor yang membentang dari Raja Ampat
sampai Sorong, Sesar Ransiki yang berawal dari Manokwari sampai Ransiki, sesar
Wandamen di sepanjang Teluk Wondama, Sesar Yapen yang membentang dari barat laut
Serui sampai Waropen, Sesar Anjak Argun dan Lipatan Lengguru yang membentang dari
timur laut sampai tenggara Fak-fak.
Di bagian leher burung terdapat Sesar Tarera Aiduna dan Sesar Weyland yang membentang
dari barat daya sampai selatan kota Nabire, Sesar Waipona yang membentang dari timur laut
sampai tenggara Nabire, dan Sesar Direwo yang membentang di utara Enarotali.
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa
tektonik, terutama gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.
———————————
IV. Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua pada zona Sesar Sorong antara lain
pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU, 135.8 BT) pada pukul 14:59:30.6 WIB dengan
magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21 km yang menimbulkan tsunami dengan 160 korban
jiwa. Hasil analisis dan penga
matan dari salah satu sumber menyatakan bahwa pensesaran gempa Biak adalah jenis sesar
naik. Gempa Biak ini diikuti oleh sekitar 300-an gempa susulan yang menunjukkan bahwa
telah terjadi banyak retakan pada kerak bumi di sekitar pusat gempa.
Pada tahun 2004 terjadi 2 kali gempa yang merusak kota Nabire, yaitu 6 pebruari dengan
magnitude 6.9 SR kedalaman 28 km dengan jarak hanya 6 km dari kota Nabire dan disusul
26 Nopember dengan magnitude 7.1 SR.
Di barat daya Manokwari pada 4 Januari 2009 terjadi gempa besar lainnya dengan magnitude
7.9 SR dan kedalaman 48 km. Gempa ini diikuti banyak gempa susulan sampai lebih empat
bulan kemudian. Tsunami yang timbul diduga adalah akibat adanya longsoran yang dipicu
oleh gempa yang terjadi di sekitar zona tersebut.[Sambung].
________________________________________________________________________
Penulis adalah Mahasiswa Teknik Geologi IST Akprind Yogyakarta

#Referensi dari buku :

[1] Andrew J.Marshall, Bruce M.Beehler, ekologi papua, geologi tektonik hal.71 – 89, di
translate dari yayasan obor indonesia, jakarta, 2012

[2] Sukandarrumidi, geologi sejarah, gadjah mada university press, ypgyakarta 2005

[3] Anonim, nawipa demi, pengolahan data gempabumi untuk menentukan nilai
percepatan tanah maksimum daerah nabire dan paniai berdasarkan peta geologi
belanda, sikripsi sarjana muda geologi Universitas Papua, tidak diterbitkan, 2012

[4] J.katili dan R.Marks, geologi umum, departemen urusan penelitian nasional, jakarta, _

[5] Kal Muller, introducing Papua, DW books jakarta, 2008,

#Refensi dari media internet :

[1] (baca : http://www.rajawow.com/2015/02/misteri-pulau-papua-yang-berusia-ratusan-juta-


tahun.html) dikutip pada 15 agustus 2012

[2] (dibaca : http://pariwisata.frontroll.com/berita-2977-7-surga-dunia-tersembunyi-di-


indonesia.html) dikutip pada 21 november 2015

[3] (dibaca : http://www.oocities.org/west_papua/geo_papua.htm) dikutip pada 21 november


2015

[4] (dibaca : https://www.papua.go.id/view-detail-peta-3/explanation-geologi.html) dikutip


pada 21 november 2015

Geologi Regional Pulau Papua

Geologi Indonesia merupakan salah satu ilmu yang mempelajari keadaan geologi setiap bagian dari
pulau Indonesia. Salah satu keadaan geologi yang dipelajari adalah pulau Papua (Irian Jaya).
Wilayah Indonesia yang membentang dari 85-141 BT dan 6 LU - 11 LS dan terletak diantara dua
benua yaitu Asia di sebelah Utara dan Australia di Selatan, merupakan salah satu wilayah yang
mempunyai tatanan geologi dan pola tektonik yang kompleks dimuka Bumi ini. Dengan pola
tektonik yang terdiri dari busur-busur kepulauan, serta sebagian besar diantaranya didominasi oleh
lautan, dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 200 meter di bagian Barat dan membentuk
suatu paparan yang luas, kemudian lainnya dengan kedalaman 4 hingga 7000 meter yang terletak di
Indonesia Bagian Timur, yang umumnya berbentuk palung-palung, maka wilayah Indosesia dapat
dikategorikan sebagai laboratorium alam yang lengkap dimuka Bumi.

Papua merupakan salah satu pulau terbesar yang termasuk kedalam kepulauan Indonesia Bagian
Timur. Papua memiliki keadaan atau struktur geologi yang sangat kompleks termasuk Irian Jaya
didalamnya. Konfigurasi Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng
Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke
utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.

Fisiografi Pulau Papua

Peta Fisiografi Pulau Papua


Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Kepala
Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief
kasar, terjal sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa batuan produk vulkanisme,
batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai intermedier. Morfologi ini berangsur
berubah ke arah baratdaya berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.

Bagian Badan didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan tinggi dengan lereng
di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di utara
terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian
utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.

Pulau New Guinea (Papua) telah diakui sebagai hasil subduksi antara Lempeng Australia
dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies (1987), proses konvergen dan
deformasi kedua lempeng ini dimulai sejak Eosen dan terus beralangsung hingga sekarang.

Berdasarkan proses tersebut kondisi geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi ke
dalam 3 provinsi tektonik yaitu :

1. Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)


2. New Guinea Mobile Belt (NGMB)
3. Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ophiolite Papua )

Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan ekspresi dari keadaan geologi dan tektonik
yang pernah terjadi di tempat tersebut. Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura
dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua,
batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai Kuarter
Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984)
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa didasari oleh batuan
sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km berumur Eosen sampai
MiosenTengah ditutupi oleh batugamping berumur Pliosen-Plistosen (Dow dan Sukamto,
1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.

Masuk lebih ke dalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan
mengalami persesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Gunea Mobile Belt (Dow,
1977). Kerak Kontinen Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada
pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km.

Sejarah Geologi Pulau Papua

Geologi Papua merupakan manifestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang
panjang, yang berada pada tepi Utara Kraton Benua Australia yang pasif. Proses sedimentasi
tersebut berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Ahir. Lingkungan pengendapannya yang
berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal, hingga sampai laut dalam. Proses sedimentasi ini
menghasilkan endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah karbonatan, dan berbagai
batuan karbonat yang ditutupi oleh kelompok Batugamping new Guinea yang berumur Miosen.
Tebal keseluruhan endapan ini mencapai kurang lebih 12.000 meter.

Kala Oligosen

Tektonik Pulau Papua pada umur Oligosen

Pada umur oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang muncul akibat tumbukan
antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan
metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi benua membentuk jalur
metamorf Rouffae yang dikenal sebagai "Metamorf Dorewo" . Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah
terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit
Papua.

Kala Miosen

Tektonik Pulau Papua pada umur Miosen

Pada kala Miosen terjadi peristiwa tektoni yang kedua melibatkan Orogenesa Melanesia yang
berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan adanya tumbukan Kraton Benua Australia dengan
Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-
Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak
pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang kompleks dengan kemiringan ke utara,
sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap ke arah
selatan. Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.

Kala Miosen - Plistosen

Tektonik Pulau Papua pada umurMiosen - Plistosen

Dari pertengahan umur Miosen sampai Plistosen cekungan molase berkembang baik ke utara
maupun selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang
diendapkan di cekungan - cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000 - 12.000 meter. Pemetaan
regional yang dilakukan oleh PT Freeport , menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase
magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme diperkirakan
berkurang ke arah selatan dan utara dengan pola yang dikenali oleh davies (1990) di Paua Nugini.
Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabro dampai diorit, diperkirakan berumur Oligosen
dan terdapat pada lingkungan Metamorfik darewo. Fase Kedua megmatisme berupa diorit
berkomposisi alkalin terlokalisir dalam kelimpok Kembengan pad sisi Seltan Patahan Orogenesa
Melanesia Darewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan
terpenting bersupa intrusi diorit sampai mozonit yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai
Pliosen Tengah hingga kini. Batuan intrusi ini menerobos hingga mencapai kelompok Batugamping
New Guinea, dimana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti di Tambang Tembagapura dan
OK Tedi di Papua Nugini. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus
berlangsung hingga sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan Molase tersebut.

Batuan terobosan di Tembagapura berumur 3 juta tahun (McMahon, 1990, data tidak dipublikasikan),
sedangkan batuan terbosan OK Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6 sampai 1,1 juta tahun.
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Nabire Bhakti Mining terhadap 5 contoh batuan intrusi di Distrik
Komopa menghasilkan umur antara 2,9 juta tahun sampai 3,9 juta tahun. Selama Pliosen (7-1 juta
tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, suatu tipe magma yang kaya akan
komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di
Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5-2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala
burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai
respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang diakibatkan oleh
adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan
dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), Sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik
adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen
diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu
selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan
emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan
terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg, Grasberg
, DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo-Mogo, Obano,
Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma,
Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute.
Sementara itu dengan adanya busur kepulauan Gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari
Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc),
Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam,
emas dalam bentuk nugget.

Referensi

Sapiie, Benyamin. 2000. An Outline Of The Geology Of Indonesia (Irian Jaya). Ikatan
Ahli Geologi Indonesia – IAGI

Anda mungkin juga menyukai