TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2.1. Peta Geologi Lembar Nias Sumatera (B. Djamal, W. Gunawan, T.O.
Simanjuntak dan N. Ratman, 1994).
5
2.1.2. Stratigrafi Regional
Gambar 2.2. Korelasi Satuan Peta (B. Djamal, W. Gunawan, T.O. Simanjuntak dan N.
Ratman, 1994).
6
Nias, memanjang pada arah BaratLaut - Tenggara searah dengan daratan P. Nias.
Pada bagian atas, Formasi Lelematua menjemari dengan Formasi Gomo,
penyebaran formasi Gomo sebagian besar berada di bagian Timurlaut P. Nias dan
memanjang antara Baratlaut - Tenggara. Bagian atas Formasi Gomo ditindih
secara tidak selaras oleh Formasi Gunung Sitoli yang berumur Plio Plistosen.
Sebaran Formasi Gunung Sitoli sebagian besar berada pada sisi terluar P. Nias
yakni dibagian Timurlaut. Litologi formasi Gunung Sitoli sebagian besar terdiri
atas batugamping. Kegiatan selama Holosen lebih didominasi oleh endapan
permukaan berupa endapan aluvium yang umumnya berupa endapan rawa dan
pantai, terdiri atas bongkahan batugamping, pasir, Lumpur dan lempung dengan
ketebalan sekitar 2 hingga 5 m.
7
Gambar 2.3. Peta Geologi Gunung Sitoli
8
Sesar normal dijumpai dibagian utara, tengah dan timur memotong
formasi Lelematua dan Gomo. Kemiringan bidang sesar geser mendatar yang
dijumpai ditengah dan sebelah selatan Kota Gunungsitoli menunjukkan bidang
sesar hampir tegak. Sesar naik terjadi pada kompleks batuan ultrabasa dan batuan
malihiu yang arah jurusannya berkisar dari barat laut, tengara dan barat daya,
berlawanan dengan arah sesar pada umumnya. Pengangkatan di daerah ini terjadi
akibat tumbukkan lempeng Eurasia dengan lempeng IndoAustralia yang terjadi
dalam beberapa periode. Letak Kota Gunungsitoli diantara bidang zona
penunjaman (subduksi) lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia menjadikan
Kota Gunungsitoli sebagai salah satu wilayah yang berpotensi terjadinya gempa.
9
c. Formasi Gunungsitoli
Formasi Gunungsitoli terutama didominasi oleh batugamping terumbu dan
pada beberapa singkapan terdiri atas batugamping lanauan, batupasir
gampingan dan sisipan napal atau lempung pasiran. Pada umumnya perlapisan
sangat baik dengan struktur sedimen yang sering terjadi biasanya paralel
laminasi. Formasi Gunungsitoli diendapkan dalam lingkungan laut pada Plio-
Plistosen dan diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Gomo dan
Formasi Lelematua.
d. Aluvium
Endapan permukaan yang terjadi selama Holosen lebih didominasi oleh
endapan aluvium yang umumnya berupa endapan rawa dan pantai, terdiri atas
bongkahan batugamping, pasir, Lumpur dan lempung dengan ketebalan
sekitar 2 hingga 5 m.
2.2. Geohidrologi
2.2.1. Geohidrologi Gunung Sitoli
Kota Gunungsitoli mempunyai sungai-sungai besar dan kecil yang
memiliki potensi sebagai sumber air untuk pertanian dan juga dapat dipergunakan
oleh masyarakat untuk penyaluran air kotor dan air hujan. Berdasarkan data, di
wilayah Kota Gunungsitoli terdapat 102 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar
yang ditemui hampir di seluruh kecamatan. Sumber daya air permukaan yang
cukup potensial untuk menunjang pengembangan pertanian (untuk pertanian)
antara lain Sungai Muzoi, Gido Sebua, dll. Sungai-sungai tersebut pada musim
penghujan mempunyai debit air yang cukup besar, bahkan sampai menyebabkan
banjir dan tingkat kelongsoran 17 yang cukup tinggi, namun pada musim kemarau
terdapat beberapa sungai yang mengalami kekeringan. Terdapat beberapa pola
aliran sungai di wilayah Kota Gunungsitoli yaitu pola aliran sungai perbukitan
pada umumnya rectangular dan sub paralel, sedangkan aliran sungai dataran
berpola anastomatik. Pada pola anastomik, sungai-sungai tidak berkembang baik
oleh karena daerahnya landai, pola ini dijumpai di daerah pantai.
10
Gambar 2.4. Peta Geohidrologi Gunung Sitoli
11
2.2.2. Iklim dan Cuaca
Iklim dan Cuaca di Kota Gunungsitoli sangat dipengaruhi oleh posisi Kota
Gunungsitoli yang terletak di khatulistiwa Samudera Hindia dan suhu udara
berkisar antara 14,3- 30,4 dengan kelembaban sekitar 80- 90% dan kecepatan
angin antara 5-6 knot/jam. Kota Gunungsitoli yang terletak di daerah khatulistiwa
mengakibatkan curah hujan cukup tinggi sehingga relatif turun hujan sepanjang
tahun dan seringkali disertai dengan badai besar. Musim badai laut biasanya
berkisar antara bulan September – November, tetapi kadang juga terjadi pada
bulan Agustus, sehingga cuaca bisa berubah secara mendadak. Menurut badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) kota Gunungsitoli rata-rata curah hujan
pertahun 3.287 mm dan banyaknya hari hujan dalam setahun 272 hari. Akibatnya
banyaknya curah hujan maka kondisi alam di Kota Gunungsitoli sangat lembab
dan basah. Disamping struktur batuan dan susunan tanah yang label
mengakibatkan seringnya banjir bandang dan terdapat patahan jalan-jalan aspal
dan longsor, bahkan sering terjadi aliran sungai yang berpindah - pindah.
12
3. Akuifer Semi Tertekan (Semi Confined Aquifer)
Akuifer semi tertekan adalah akuifer yang seluruhnya jenuh air,
dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian
bawahnya merupakan lapisan kedap air.
13
jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air tanahnya atau makin
besar kandungan garamnya (misal air asin). Mineral lempung bersifat
menghantarkan arus listrik sehingga harga tahanan jenis akan kecil.
14
2. Menentukan Kedalaman Air Tanah Dengan Pengukuran Geolistrik Di
Daerah Tonga, Padang Lawas, Sumut.
Lokasi kegiatan berada di daerah Tonga yang termasuk Desa Pangikiran
Dolok dan Desa Napasimin, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang
Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Maksud kegiatan penelitian air tanah yang
dilakukan oleh Adang S. Soewaeli (2014) adalah untuk menduga kedalaman dan
ketebalan air tanah yang terdapat di batuan bawah permukaan, dengan pengukuran
geolistrik tahanan jenis (Resistivity) pendugaan (sounding) dengan susunan
elektrode Wenner. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pemetaan geologi
permukaan dan pemetaan geologi bawah permukaan dengan metode geolistrik
tahanan jenis VES (Vertical Electrical Sounding) dan tomografi (Imaging). Hasil
dari penelitian pada lokasi pengeboran uji (Exploration Well) air tanah di Gudang
Logistik adalah di titik VES.1 sekitar titik perpotongan lintasan tomografi 1, 2 dan
5. Pemanfaatan akuifer didapatkan pada kedalaman antara 17,00 – 34,00 m dan
kedalaman lebih dari 70 m. Di Mess Area di titik VES.9 atau titik tengah lintasan
tomografi 6, akuifer di kedalaman 11,90 – 52,30 m dan lebih dari 60 m.
Kedalaman pengeboran uji masing-masing lokasi adalah 150 m. Sesudah
pengeboran uji, perlu dilakukan uji pemompaan sumur untuk menentukan
kuantitas air tanah. Adanya dua hasil interpretasi (ambiquity) untuk nilai tahanan
jenis yang lebih kecil dari 5 Ωm, diduga akuifer kualitas payau - asin atau lapisan
serpih (shale).
15
menggunakan software HIRA. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil pada
lapisan pertama dengan ketebalan 1,00 - 1,55 meter dengan nilai tahanan jenis
84,00 hingga 200,00 Ωm, diinterpretasikan sebagai lapisan tanah penutup.
Lapisan kedua dengan ketebalan lapisan 2,30 – 4,15 meter dengan nilai tahanan
jenis 311,00 – 610,00 Ωm, diinterpretasikan sebagai lapisan batu pasir. Lapisan
ketiga dengan ketebalan lapisan 90,50 – 95,40 meter dengan nilai tahanan jenis
6,48 – 154,00 Ωm, diinterpretasikan sebagai lapisan lempung pasiran. Sedangkan
lapisan keempat dengan ketebalan lapisan tak hingga dengan nilai tahanan jenis
42.92 – 383.00 Ωm diinterpretasikan sebagai lapisan batu pasir vulkanik. Akuifer
tertekan (confined aquifer) terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan
mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer. Air akan mengalir
pada lapisan pembatasnya, karena akuifer tertekan merupakan akuifer yang jenuh
air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya (Aryono, 2003). Jenis akuifer
yang terdapat pada daerah penelitian ini diduga akuifer tertekan yaitu terletak
pada lapisan batu pasir vulkanik. Berdasarkan tata cara eksplorasi pengeboran air
tanah yang baik, titik sounding yang layak untuk dieksplorasi pada penelitian ini
yaitu titik TM-03 dengan kedalaman pengeboran 100 m. (Budiman Arif, dkk,
2013).
16