Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Daerah Penelitian


Pulau Nias merupakan bagian dari Pulau Sumatra dan terletak di baratdaya
Pulau Sumatra, merupakan bagian yang tenggelam dari punggungan atau busur
luar. Pulau ini dipisahkan dari pulau Sumatera oleh cekungan muka busur dan
selama ini secara klasik dianggap sebagai suatu prisma akresi, hasil dari
penunjaman kerak samudra India di bawah paparan Sunda (Moore dan Karig,
1980).

2.1.1. Geologi Regional Pulau Nias


Berdasarkan Mandala Geologi Pulau Sumatera, struktur geologi Pulau
Nias berupa lipatan, sesar dan kelurusan dengan arah umum Baratlaut - Tenggara.
Unsur lipatan baik antiklin maupun sinklin sebagian berarah Baratlaut dan
beberapa lainnya kearah Tenggara. Struktur sesar terdiri atas sesar naik yang
sejajar dengan lipatan, kemiringan lipatan kearah timur sekitar 30º - 40º. Pada
beberapa tempat sesar-sesar ini merupakan bidang kontak antara Kompleks
Bancuh dengan batuan sedimen yang lebih muda. Sebagian dari sesar naik dan
lipatan yang terjadi kemudian terpotong oleh sesar-sesar mendatar dan sesar
normal. Kelurusan sesar yang diidentifikasikan terjadi pada batuan berumur
tersier di daerah penyelidikan umumnya mempunyai arah Baratlaut-Tenggara.
Tektonika umum di Pulau Nias diawali pada Oligosen berupa pensesaran naik
kompleks Bancuh yang mengakibatkan batuan bancuh tersebut tersingkap di
permukaan. Selama kurun waktu antara Miosen Awal - Pliosen Awal, pada bagian
tinggian dari kompleks Bancuh terjadi proses sedimentasi yaitu dengan
diendapkannya Formasi Lelematua, dan Formasi Gomo. Selanjutnya selama
Pliosen – Pliostosen terjadi pengangkatan yang terjadi hampir pada semua formasi
yang ada.

4
Gambar 2.1. Peta Geologi Lembar Nias Sumatera (B. Djamal, W. Gunawan, T.O.
Simanjuntak dan N. Ratman, 1994).

5
2.1.2. Stratigrafi Regional

KORELASI SATUAN PETA


CORRELATION OF MAP UNITS

ENDAPAN PERMUKAAN BATUAN SEDIMEN BANCUH


SURFICIAL DEPOSITS SEDIMENTARY DEPOSITS MELANGE

Formasi Daerah Penelitian

Gambar 2.2. Korelasi Satuan Peta (B. Djamal, W. Gunawan, T.O. Simanjuntak dan N.
Ratman, 1994).

Berdasarkan Geologi Lembar Nias Sumatera (B. Djamal, W. Gunawan,


T.O. Simanjuntak dan N. Ratman, 1994), stratigrafi umum diawali dengan
terbentuknya batuan dari Kompleks Bancuh berumur Oligosen – Miosen Awal.
Formasi ini penyebarannya terletak hampir disepanjang bagian Baratlaut P. Nias.
Secara tidak selaras diatas Kompleks Bancuh diendapkan batuan sedimen Formasi
Lelematua berumur Miosen Awal- Pliosen Bawah dalam lingkungan Sub Litoral -
Neritik Luar. Penyebaran Formasi Lelematua umumnya berada dibagian tengah P.

6
Nias, memanjang pada arah BaratLaut - Tenggara searah dengan daratan P. Nias.
Pada bagian atas, Formasi Lelematua menjemari dengan Formasi Gomo,
penyebaran formasi Gomo sebagian besar berada di bagian Timurlaut P. Nias dan
memanjang antara Baratlaut - Tenggara. Bagian atas Formasi Gomo ditindih
secara tidak selaras oleh Formasi Gunung Sitoli yang berumur Plio Plistosen.
Sebaran Formasi Gunung Sitoli sebagian besar berada pada sisi terluar P. Nias
yakni dibagian Timurlaut. Litologi formasi Gunung Sitoli sebagian besar terdiri
atas batugamping. Kegiatan selama Holosen lebih didominasi oleh endapan
permukaan berupa endapan aluvium yang umumnya berupa endapan rawa dan
pantai, terdiri atas bongkahan batugamping, pasir, Lumpur dan lempung dengan
ketebalan sekitar 2 hingga 5 m.

2.1.3. Geologi Lokal Gunung Sitoli


Gunung Sitoli pada umumnya berbukit-bukit sempit dan terjal serta
pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut bervariasi antara 0 – 800 m,
terdiri dari dataran rendah sampai tanah bergelombang, berbukit - bukit dan
pegunungan. Mempunyai kemiringan lereng rata-rata 8% sampai 25%. Sedangkan
daerah dataran dapat dijumpai sepanjang pantai timur dengan kemiringan 0 - 8%.
Kota Gunungsitoli berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Nias yang terdiri atas
cakupan wilayah Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli
Alo’oa, Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kecamatan
Gunungsitoli Barat, dan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi.
Struktur geologi dan tektonik di Gunungsitoli tidak berbeda dengan
struktur geologi dan tektonik Pulau Nias yaitu berupa lipatan, sesar naik, sesar
normal, sesar geser mendatar dan kelurusan. Struktur regional berarah barat laut
tenggara (sejajar dengan arah memanjang pulau) dan kelurusan yang ditimbulkan
oleh sesar naik lipatan. Beberapa sesar mendatar dan sesar normal berskala kecil
berarah hampir Utara - Selatan. Struktur lipatan berupa antiklin dan sinklin
dijumpai dibagian Utara, Timur, dan Selatan Kota Gunungsitoli. Sesar naik
dijumpai dibagian barat merupakan batas formasi antara satuan tektonik dan
formasi Lelematua dan menunjukkan kemiringan bidang sesar kearah Timur Laut.

7
Gambar 2.3. Peta Geologi Gunung Sitoli

8
Sesar normal dijumpai dibagian utara, tengah dan timur memotong
formasi Lelematua dan Gomo. Kemiringan bidang sesar geser mendatar yang
dijumpai ditengah dan sebelah selatan Kota Gunungsitoli menunjukkan bidang
sesar hampir tegak. Sesar naik terjadi pada kompleks batuan ultrabasa dan batuan
malihiu yang arah jurusannya berkisar dari barat laut, tengara dan barat daya,
berlawanan dengan arah sesar pada umumnya. Pengangkatan di daerah ini terjadi
akibat tumbukkan lempeng Eurasia dengan lempeng IndoAustralia yang terjadi
dalam beberapa periode. Letak Kota Gunungsitoli diantara bidang zona
penunjaman (subduksi) lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia menjadikan
Kota Gunungsitoli sebagai salah satu wilayah yang berpotensi terjadinya gempa.

2.1.4. Stratigrafi Gunung Sitoli

Stratigrafi Gunungsitoli terdiri dri beberapa formasi, antara lain Formasi


Lelematua, Formasi Gomo, Formasi Gunungsitoli, dan Aluvium. Berikut urutan
stratigrafi daerah Gunungsitoli dari tertua hingga termuda.
a. Formasi Lelematua
Formasi Lelematua merupakan batuan sedimen berumur Miosen Awal -
Miosen Akhir yang terbentuk dalam lingkungan Sub Litoral - Neritik Luar dan
dan diendapkan secara tidak selaras diatas Kompleks Bancuh. Bagian atas
formasi ini menjari dengan Formasi Gomo. Litologi Formasi Lelelmatua ini
terdiri dari perselingan batupasir, batulempung , batulanau, konglomerat dan
tuf. Bersisipan tipis batubara dan serpih, berlapis baik dan terlipat kuat.
Umumnya berstruktur sedimen perlapisan sejajar, perlapisan bersusun dan
perarian terpelintir.
b. Formasi Gomo
Formasi Gomo terdiri dari litologi batulempung, napal, batupasir,
batugamping, bersisipan napal tufan, tuf, dan gambut. Berlapis baik dan
terlipat kuat. Pada bagian Bawah formasi ini kontak dengan bagian atas dari
Formasi Lelematua secara menjari jemari. Berdasarkan posisi stratigrafi
tersebut dan adanya fosil foraminifera plangtonik (Burlian Djamal dkk) maka
diperkirakan Formasi Gomo berumur Miosen Tengah-Pliosen Bawah dan
diendapkan pada lingkungan pengendapan Sub Litoral - Batial.

9
c. Formasi Gunungsitoli
Formasi Gunungsitoli terutama didominasi oleh batugamping terumbu dan
pada beberapa singkapan terdiri atas batugamping lanauan, batupasir
gampingan dan sisipan napal atau lempung pasiran. Pada umumnya perlapisan
sangat baik dengan struktur sedimen yang sering terjadi biasanya paralel
laminasi. Formasi Gunungsitoli diendapkan dalam lingkungan laut pada Plio-
Plistosen dan diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Gomo dan
Formasi Lelematua.
d. Aluvium
Endapan permukaan yang terjadi selama Holosen lebih didominasi oleh
endapan aluvium yang umumnya berupa endapan rawa dan pantai, terdiri atas
bongkahan batugamping, pasir, Lumpur dan lempung dengan ketebalan
sekitar 2 hingga 5 m.

2.2. Geohidrologi
2.2.1. Geohidrologi Gunung Sitoli
Kota Gunungsitoli mempunyai sungai-sungai besar dan kecil yang
memiliki potensi sebagai sumber air untuk pertanian dan juga dapat dipergunakan
oleh masyarakat untuk penyaluran air kotor dan air hujan. Berdasarkan data, di
wilayah Kota Gunungsitoli terdapat 102 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar
yang ditemui hampir di seluruh kecamatan. Sumber daya air permukaan yang
cukup potensial untuk menunjang pengembangan pertanian (untuk pertanian)
antara lain Sungai Muzoi, Gido Sebua, dll. Sungai-sungai tersebut pada musim
penghujan mempunyai debit air yang cukup besar, bahkan sampai menyebabkan
banjir dan tingkat kelongsoran 17 yang cukup tinggi, namun pada musim kemarau
terdapat beberapa sungai yang mengalami kekeringan. Terdapat beberapa pola
aliran sungai di wilayah Kota Gunungsitoli yaitu pola aliran sungai perbukitan
pada umumnya rectangular dan sub paralel, sedangkan aliran sungai dataran
berpola anastomatik. Pada pola anastomik, sungai-sungai tidak berkembang baik
oleh karena daerahnya landai, pola ini dijumpai di daerah pantai.

10
Gambar 2.4. Peta Geohidrologi Gunung Sitoli

11
2.2.2. Iklim dan Cuaca

Iklim dan Cuaca di Kota Gunungsitoli sangat dipengaruhi oleh posisi Kota
Gunungsitoli yang terletak di khatulistiwa Samudera Hindia dan suhu udara
berkisar antara 14,3- 30,4 dengan kelembaban sekitar 80- 90% dan kecepatan
angin antara 5-6 knot/jam. Kota Gunungsitoli yang terletak di daerah khatulistiwa
mengakibatkan curah hujan cukup tinggi sehingga relatif turun hujan sepanjang
tahun dan seringkali disertai dengan badai besar. Musim badai laut biasanya
berkisar antara bulan September – November, tetapi kadang juga terjadi pada
bulan Agustus, sehingga cuaca bisa berubah secara mendadak. Menurut badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) kota Gunungsitoli rata-rata curah hujan
pertahun 3.287 mm dan banyaknya hari hujan dalam setahun 272 hari. Akibatnya
banyaknya curah hujan maka kondisi alam di Kota Gunungsitoli sangat lembab
dan basah. Disamping struktur batuan dan susunan tanah yang label
mengakibatkan seringnya banjir bandang dan terdapat patahan jalan-jalan aspal
dan longsor, bahkan sering terjadi aliran sungai yang berpindah - pindah.

2.2.3. Jenis – Jenis Akuifer Airtanah


Akuifer merupakan suatu lapisan batuan yang mampu menyimpan dan
meloloskan air (Krussman, dkk, 1970). Secara hidrodinamik, di alam terdapat
beberapa jenis akuifer, yaitu :
1. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas adalah lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi
oleh air dan berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah pada
akuifer ini disebut dengan water table (preatik level), yaitu permukaan air
yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfer.

2. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)


Akuifer tertekan adalah akuifer yang seluruh jumlah air yang
dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang di atas maupun di bawah,
serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfer.

12
3. Akuifer Semi Tertekan (Semi Confined Aquifer)
Akuifer semi tertekan adalah akuifer yang seluruhnya jenuh air,
dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian
bawahnya merupakan lapisan kedap air.

4. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer)


Akuifer semi bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya yang
merupakan lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya merupakan
material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih
memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian akuifer ini
merupakan peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi tertekan.

Berdasarkan perlakuannya terhadap air tanah, terdapat lapisan-lapisan


batuan selain akuifer yang berada di bawah permukaan tanah. Lapisan-lapisan
batuan tersebut dapat dibedakan menjadi: Aquiclude, aquitard, dan aquifuge.
1. Aquiclude adalah formasi geologi yang mungkin mengandung air, tetapi
dalam kondisi alami tidak mampu mengalirkannya, misalnya lapisan
lempung, serpih, tuf halus, lanau. Untuk keperluan praktis, aquiclude
dipandang sebagai lapisan kedap air.

2. Aquitard adalah formasi geologi yang semi kedap, mampu mengalirkan


air tetap dengan laju yang sangat lambat jika dibanding dengan akuifer.
Meskipun demikian dalam daerah yang sangat luas, mungkin mampu
membawa sejumlah besar air antara akuifer yang satu dengan lainnya.

3. Aquifuge merupakan formasi kedap yang tidak mengandung dan tidak


mampu mengalirkan air.

Harga tahanan jenis batuan tergantung macam-macam materialnya, densitas,


porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu,
dengan demikian tidak ada kepastian harga tahanan. Jenis untuk setiap macam
batuan pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai harga tahanan

13
jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air tanahnya atau makin
besar kandungan garamnya (misal air asin). Mineral lempung bersifat
menghantarkan arus listrik sehingga harga tahanan jenis akan kecil.

2.3. Penelitian Terdahulu


Berikut adalah penelitian mengenai air tanah yang dilakukan oleh Syamsul
Amien (2006), Adang S. Soewaeli (2014), dan Budiman Arif, dkk (2013).
1. Penyelidikan Hidrogeologi Dengan Metode Geolistrik Schlumberger di
Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara
Lokasi penyelidikan berada di Dusun Tapak Kuda Desa Buluh Cina
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara
dengan jumlah titik ukur geolistrik sebanyak 23 titik. Penyelidikan ini dilakukan
dengan mengukur tahanan jenis dan pemetaan penyebaran lapisan penyalur
airtanah (akuifer) agar gambaran tentang kondisi airtanah dapat diketahui. Cara
untuk mengetahui keadaan akuifer airtanah, salah satunya adalah dengan metoda
Geolistrik yaitu menggunakan metoda tahanan jenis (resistivity) Schlumberger.
Berdasarkan singkapan batuan yang terdapat di daerah penyelidikan batuan yang
dominan berupa pasir lempungan dengan pasir berukuran butir sedang, berwarna
abu abu keputihan dan memiliki porositas yang cukup baik. Batuan akifer pada
sumur gali berupa pasir lempungan.dari satuan alluvial, untuk sumur bor dalam,
akifer diperkirakan berupa batupasir dari Formasi Julurayeu. Titik ukur HPR.1
dari hasil pengukuran geolistrik, Pada kedalaman 39,40 –≥ 157,70 meter dengan
tahanan jenis vertikal batuan sebenarnya 29 dan 17 Ωm adalah batuan dengan
tingkat porositas yang baik, fisikmeter dengan tahanan jenis vertikal batuan
sebenarnya 29 dan 17 Ωm adalah batuan dengan tingkat porositas yang baik, fisik
batuan yang kurang kompak dengan kesarangan air sedang – tinggi, dapat
bertindak sebagai akifer dangkal – dalam yang produktif, akumulasi air antar
butir/pori. Kalitas air baik, litologi Tufa dari Satuan Tufa Toba dan batupasir
berlapis, konglomerat dan batulumpur dari Formasi Julurayeu (Syamsul Amien,
2006).

14
2. Menentukan Kedalaman Air Tanah Dengan Pengukuran Geolistrik Di
Daerah Tonga, Padang Lawas, Sumut.
Lokasi kegiatan berada di daerah Tonga yang termasuk Desa Pangikiran
Dolok dan Desa Napasimin, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang
Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Maksud kegiatan penelitian air tanah yang
dilakukan oleh Adang S. Soewaeli (2014) adalah untuk menduga kedalaman dan
ketebalan air tanah yang terdapat di batuan bawah permukaan, dengan pengukuran
geolistrik tahanan jenis (Resistivity) pendugaan (sounding) dengan susunan
elektrode Wenner. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pemetaan geologi
permukaan dan pemetaan geologi bawah permukaan dengan metode geolistrik
tahanan jenis VES (Vertical Electrical Sounding) dan tomografi (Imaging). Hasil
dari penelitian pada lokasi pengeboran uji (Exploration Well) air tanah di Gudang
Logistik adalah di titik VES.1 sekitar titik perpotongan lintasan tomografi 1, 2 dan
5. Pemanfaatan akuifer didapatkan pada kedalaman antara 17,00 – 34,00 m dan
kedalaman lebih dari 70 m. Di Mess Area di titik VES.9 atau titik tengah lintasan
tomografi 6, akuifer di kedalaman 11,90 – 52,30 m dan lebih dari 60 m.
Kedalaman pengeboran uji masing-masing lokasi adalah 150 m. Sesudah
pengeboran uji, perlu dilakukan uji pemompaan sumur untuk menentukan
kuantitas air tanah. Adanya dua hasil interpretasi (ambiquity) untuk nilai tahanan
jenis yang lebih kecil dari 5 Ωm, diduga akuifer kualitas payau - asin atau lapisan
serpih (shale).

3. Pendugaan Potensi Air Tanah Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis


Konfigurasi Schlumberger (Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading
Kecamatan Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera
Barat)
Penelitian untuk menentukan letak dan kedalaman akuifer air tanah telah
dilakukan di Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading Kecamatan Lembah
Malintang Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan
metode geolistrik tahanan jenis dengan konfigurasi Schlumberger dengan empat
titik sounding yaitu TM_01, TM_02, TM_03 dan TM_04. Jarak antar masing-
masing titik sounding adalah 400 m. Pengolahan data dilakukan dengan

15
menggunakan software HIRA. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil pada
lapisan pertama dengan ketebalan 1,00 - 1,55 meter dengan nilai tahanan jenis
84,00 hingga 200,00 Ωm, diinterpretasikan sebagai lapisan tanah penutup.
Lapisan kedua dengan ketebalan lapisan 2,30 – 4,15 meter dengan nilai tahanan
jenis 311,00 – 610,00 Ωm, diinterpretasikan sebagai lapisan batu pasir. Lapisan
ketiga dengan ketebalan lapisan 90,50 – 95,40 meter dengan nilai tahanan jenis
6,48 – 154,00 Ωm, diinterpretasikan sebagai lapisan lempung pasiran. Sedangkan
lapisan keempat dengan ketebalan lapisan tak hingga dengan nilai tahanan jenis
42.92 – 383.00 Ωm diinterpretasikan sebagai lapisan batu pasir vulkanik. Akuifer
tertekan (confined aquifer) terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan
mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer. Air akan mengalir
pada lapisan pembatasnya, karena akuifer tertekan merupakan akuifer yang jenuh
air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya (Aryono, 2003). Jenis akuifer
yang terdapat pada daerah penelitian ini diduga akuifer tertekan yaitu terletak
pada lapisan batu pasir vulkanik. Berdasarkan tata cara eksplorasi pengeboran air
tanah yang baik, titik sounding yang layak untuk dieksplorasi pada penelitian ini
yaitu titik TM-03 dengan kedalaman pengeboran 100 m. (Budiman Arif, dkk,
2013).

16

Anda mungkin juga menyukai