Anda di halaman 1dari 14

6

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Geografi Daerah Penelitian

2.1.1. Lokasi Dan Kesampaian Daerah

Secara administratif wilayah Desa Tanjung Jere terletak di wilayah

Kecamatan Gane Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Propinsi Maluku Utara.

Secara geografis Lokasi penelitian terletak pada, 00 24 30 LU dan 1280 00 00

LS.

Untuk mencapai daerah penelitian dapat dicapai dengan rute sebagai berikut:

a. Dari Ternate ke Sofifi

Penyebrangan dilakukan dengan menggunakan speed boat dengan waktu

yang di tempuh 60 menit perjalanan

b. Dari Sofifi ke Maffa

Menggunakan transportasi darat 4 jam

c. Dari Maffa ke Tanjung Jere

Menggunakan speed boot dengan waktu yang ditempuh 2 Jam

2.1.2 Batas Wilayah

Desa Tanjung Jere berbatasan langsung dengan :


a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Tengah
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Seram
c. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Halmahera
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku.
Lebih Jelasnya Lihat Pada Gambar 2.1 Peta Lokasi Kesampaian Daerah.
7

Gambar 2.1
Peta Lokasi Kesampaian Daerah

2.1.2. Iklim dan Curah Hujan

Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan dipengaruhi oleh iklim laut tropis

yang terdiri atas dua musim yaitu:

Musim hujan pada bulan November sampai Februari.

Musim kemarau pada bulan April sampai dengan bulan Oktober, yang

diselingi pancaroba pada bulan Maret dan Oktober.

Adapun curah hujan di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan berkisar

antara 1500 4500 mm per tahun. Curah hujan tertinggi (2500 4500 mm per

tahun) dapat dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan dan Kec. Gane Timur

dengan tipe A sampai C menurut klasifikasi Oldeman et al. Curah hujan terendah
8

(1500 2000 mm per tahun) dapat dijumpai di kecamatan Gane Barat, Gane

Timur, dan Kepulauan Bacan dan menurut klasifikasi Oldeman et al termasuk

tipe D1 (4 bulan basah berturutan dan 1 bulan kering).

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), daerah

Halmahera Selatan umumnya bertipe iklim B, dengan rata-rata curah hujan per

tahun 1.869 mm Bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih tinggi atau

sama dengan 60 mm. Bulan November dan bulan Desember adalah bulan dengan

curah hujan yang tertinggi. Periode curah hujan rendah berlangsung pada bulan

Agustus dan September dengan curah hujan terendah 99,6 mm pada bulan

September.

Kondisi Curah Hujan yang terjadi di Daerah Kabupaten Halmahera Selatan,

sesuai data pengamatan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika.

Tabel 2.1. Kondisi Curah Hujan Daerah Kabupaten Halmahera Selatan

450
400 2005 CH
350 2005 HH
300
2006 CH
250
200 2006 HH
150 2007 CH
100
50 2007 HH
0 2008 CH
2008 HH
2009 CH

Sumber: BMG Halmahera Selatan


9

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat curah hujan tertinggi

terjadi pada bulan November, Desember, Januari dan Februari, sedangkan tingkat

curah hujan terendah terjadi pada bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus dan

September.

2.2. Stratigrafi dan lithologi

2.2.1 Stratigrafi

Secara regional pembentuk stratigrafi di daerah penyelidikan adalah

kelompok batuan ultrabasa dan gabro terdiri dari: serpentinit, dunit, gabro, diabas

dan basalt. Serpentinit sebagai serpofit, antigorit dan krisotil, membentuk urat

halus dan berserabut sangat tipis. Gabro, abu-abu kehijauan, berkristal kasar,

pejal, sebagian terbreksikan, feldspar jenis labradorit bitownit, sebagian

terubah jadi clay, serisit, enstatit dan hipersten. Diabas berwarna hitam kehijauan,

bersusunan mineral labradorit, bitownit hipersten dan enstatit, diopsit dan augit.

Formasi Dodaga; Perselingan batulanau, batuserpih, napal dan batugamping.

Formasi Dorosagu : perselingan batupasir, batulanau, batulempung, serpih,

konglomerat dan batugamping, sangat kompak, berlapis sangat baik mengandung

fosil foraminifera. Formasi Tutuli ; Batugaming bersisipan napal dan patupasir

gampingan; umumnya berlapis baik. Formasi Bacan; breksi dan lava. Breksi

memiliki komponen andesit dan basal, setempat batugamping.

Diantara batuan beku komponen yang dapat dikenal adalah andesit

piroksen, kristal halus, afanitik kelabu, porfiritik berwarna merah dengan piroksen

sebagai fenokrisnya, andesit piroksen warna kehijauan, basal porfiritik kelabu tua
10

dengan fenokris piroksen dan feldspar. Lava berkomposisi basal, masif, sangat

keras, faneritik, kelabu tua kehitaman, mineral mafik terutama piroksin, kristal

kasar, sering bertekstur breksi dengan rekahan terisi urat silika dan Karbonat.

Umur Oligosen Akhir - Miosen Awal (Kadar, 1976), tersebar secara luas di daerah

Pulau Morotai, bagian utara Halmaher Utara, Pulau Rau dan Pulau Doi. Formasi

Weda; Adalah batuan sedimen yang terdiri dari batupasir berselingan dengan

batulempung, batulanau, napal, batugamping dan konglomerat. Formasai

Tingteng; Batugamping dengan sisipan batupasir gampingan, dan napal, umur

Miosen Atas Pliosen. Formasi Togawa; Batupasir tufaan, berselingan dengan

konglomerat. Formasai Kayasa (Qpk); Merupakan batuan gunungapi yang terdiri

dari lava dan breksi. Lava bersusunan andesit sampai basal, kelabu tua hingga

kehitaman dengan komposisi mineral terdiri dari piroksin, tekstur

porfiritik dengan feldspar sebagai fenokrisnya. Tufa (Qht); merupakan endapan

yang terdiri dari batuapung, dan tufa pasiran, lunak, umumnya berlapis mendatar,

dibeberapa tempat berlapis bersisipan tufa lempungan atau lempung tufaan

kelabu sangat lunak, mengandung lapisan tipis sisa tumbuhan. Batuan gunungapi

Holosen (Qhva/b) : Lava, breksi bersusunan andesit hingga basal (Qhvb). Diorit

(Di); putih keabuan, porfiritik, fenokris amfibol terdapat diantara masadasar

mikrolit plagioklas. Andesit (An); warna kelabu muda sampai tua, tekstur

porfiritik, mineral feldspar sebagai fenokris

2.2.2. Litologi

Litologi daerah Halmahera umumnya disusun oleh komplek batuaan

ultrabasa, batuan vulkanik Formasi Bacan dan batuan sedimen Formasi Weda.
11

Kompleks batuan Ultrabasa (Ub) merupakan batuan tertua diperkirakan berumur

Kapur yang terdiri dari serpentinit, piroksenit dan dunit umumnya berwarna

hitam, getas, kebanyakan terpecah, terbreksikan, setempat mengandung asbes dan

garneriet. Basalt di dalam kompleks ini berwarna kelabu kehitaman, getas. Secara

spesifik formasi-formasi batuan dapat di uraikan sebagai berikut:

a. Tmpt : Formasi Tingteng

Formasi Tingteng Berupa batu gamping hablur dan batug gamping

pasiran, sisipan napal dan batupasir. Batu gamping pasiran, kelabu dan

coklat muda, sebagian kompak; sisipan napal dan batupasir, kelabu, umur

Akhir Miosen Awal Pliosen

b. Tmpw : Formasi Weda

Formasi Weda (Tmpw) yang merupakan batuan sedimen diendapkan

terakhir kala Miosen Pliosen tersusun oleh batupasir berselingan dengan

batulempung, batulanau, napal, batugamping dan konglomerat

c. Tomb : Formasi Bacan

Batuan vulkanik di formasi bacan di endapkan kala oligosen miosen

bawah, terdiri dari lava, breksi dan tufa, dengan sisipan konglomerat dan

batu pasir, Diantara komponen batuan beku yang dapat dikenal adalah

andesit piroksen, kristal halus, afanitik kelabu.

d. Tomt : Formasi Tutuli

Formasi Tutuli tersebar Batugamping bersisipan napal dan batupasir

gampingan, umumnya berlapis baik


12

e. Tped : Formasi Dorosagu

formasi Dorosagu di dominasi batuan ultrabasa dan batuan sedimen di

dalamnya, Serpentinit, Peridotit, Dunit Terbreksikan serta Rijang dan

Metamorf di beberapa tempat merupakan ciri menonjol yang terdapat pada

formasi ini.

f. Tma : Formasi Amazing

Formasi Amasing (Tma) terjadi Kala Miosen Awal terdiri dari batupasir

tufaan berselingan dengan batulempung dan napal bersisipan

batugamping.

g. Kd : Formasi Dodaga

Formasi dodaga di dominasi oleh batuan lanau, pasir dan batu gamping.

h. Qpk : Formasi Kayasa

Untuk formasi kayasa tersusun oleh Lava, tufa, dan breksi bersusun

andesit dan basalt serta Batuan Beku, yaitu: Komplek Batuan Ultrabasa

(Ub), Gabro (Gb) dan Diorit (Di).

i. Tmr : Formasi Ruta

Pada Formasi Ruta, Selain satuan batugamping (Tmr) terjadi pulah

sedimentasi dari foraminifera plankton yang menghasilkan formasi ini.

j. Tmpo : Formasi Obi

Pada Kala Pliosen terjadi kegiatan gunungapi dan juga proses sedimentasi

masih berlangsung. Kegiatan gunungapi pada Kala Pliosen ini

mengusulkan satuan batuan gunungapi yang termasuk dalam Formasi

Obit. terdiri dari breksi dengan sisipan tufa pasiran dan batu lempung
13

2.3. Geologi Lokal

2.3.1. Geomorfologi Lokal

Secara geografis daerah penelitian memiliki satu satuan morfologi yaitu

satuan morfologi yang dominan datar dan perbukitan tak teratur. Satuan ini

dibentuk oleh komplek Formasi Weda (Tmpw) yang terdiri dari batu pasir, napal,

tufa, konglomerat, dan batu gamping. Dan bongkahan andesit, yang dilengan

Timur laut mengandung komponen batuan ultrabasa; diendapkan dalam

lingkungan sungai, delta dan rawa; yang sebelah selatan tanjung jere terdapat

endapan undak yang diduga dari kipas aluvium, termasuk dalam Formasi

Aluvium (Qa)

2.3.2. Stratigrafi Lokal

Secara stratigrafi batuan daerah penyelidikan yang berkaitan dengan

endapan pasir besi adalah batuan dari Formasi Bacan (Tomb) yang terdiri dari

breksi dan lava. Breksi memiliki komponen andesit dan basal, setempat

batugamping. Beberapa jenis batuan vulkanik sebagai produk aktivitas gunungapi

yang diperkirakan berkaitan erat dengan sumber pembentukan endapan pasir besi

di daerah yaitu dari batuan vulkanik, seperti breksi vulkanik, dan lava dari

Formasi Bacan.

Formasi Weda (Tmpw) yang terdiri dari batu pasir, napal, tufa, konglomerat, dan

batu gamping), dan endapan permukaan yaitu Aluvium (Qa) terdiri dari kerikil,

pasir, lumpur, dan bongkahan andesit, yang dilengan Timurlaut mengandung

komponen batuan ultrabasa; diendapkan dalam lingkungan sungai, delta dan rawa;

yang sebelah selatan tanjung Gurua terdapat endapan undakyang diduga dari kipas
14

aluvium.

Formasi Aluvium (Qa) terdiri dari kerikil, pasir, lumpur dan bongkahan

andesit, yang dilengan Timurlaut mengandung komponen batuan ultrabasa;

diendapkan dalam lingkungan sungai, delta dan rawa; yang sebelah selatan

tanjung jere terdapat endapan undak yang diduga dari kipas aluvium.

Daerah penyelidikan seluruhnya menempati tatanan batuan endapan

permukaan yang berumur Holosen, terdiri dari lumpur, pasir, kerikil dan kerakal

anekabahan. Pada umumnya urutan lapisan dari atas ke bawah berupa pasir, pasir

besi, kerikil, kerakal dan batuan dasar berupa lempung atau batuan gampingan.

Dan sebagian terdapat Terumbu Korar Terangkat di sekitar pesisir pentai daerah

penyelidikan.

Gambar 2.2
Peta Geologi Halmahera Selatan
15

2.4. Genesa Endapan Placer/pasir besi

Pasir Besi adalah endapan pasir yang mengandung partikel bijih besi

(magnetit), yang terdapat di sepanjang pantai, terbentuk karena proses

penghancuran oleh cuaca, air permukaan dan gelombang terhadap batuan asal

yang mengandung mineral besi seperti magnetit, ilmenit, oksida besi, kemudian

terakumulasi serta tercuci oleh gelombang air laut. Cebakan-cebakan placer

berdasarkan genesanya:

Table 2.2. Genesa Endapan Placer/pasir besi

Genesa Jenis

Terakumulasi insitu selama pelapukan Placer Residual

Terkonsentrasi dalam media padat yang bergerak Placer Eluvial

Terkonsentrasi dalam media cair yang bergerak

(air/sungai)
Placer alluvial/sungai

Terkonsentrasi dalam media cair yang bergerak

akibat pemusatan gelombang dan arus air laut di


Placer Pantai
sepanjang pantai

Terkonsentrasi dalam media gas/udara yang Placer Aeolian (jarang)

bergerak

Sumber : http//google.com (Tambang UNHAS,2009)

Placer residual : Partikel mineral/bijih pembentuk cebakan terakumulasi

langsung di atas batuan sumbernya (contoh : urat mengandung emas atau kasiterit)

yang telah mengalami pengrusakan/peng-hancuran kimiawi dan terpisah dari


16

bahan bahan batuan yang lebih ringan. Jenis cebakan ini hanya terbentuk pada

permukaan tanah yang hampir rata, dimana didalamnya dapat juga ditemukan

mineral-mineral ringan yang tahan reaksi kimia (misal : beryl).

Placer eluvial : Partikel mineral/bijih pembentuk jenis cebakan ini

diendapkan di atas lereng bukit suatu batuan sumber. Di beberapa daerah

ditemukan placer eluvial dengan bahan-bahan pembentuknya yang bernilai

ekonomis terakumulasi pada kantong-kantong (pockets) permukaan batuan dasar.

Placer sungai atau alluvial : Jenis ini paling penting terutama yang

berkaitan dengan bijih emas yang umumnya berasosiasi dengan bijih besi, dimana

konfigurasi lapisan dan berat jenis partikel mineral/bijih menjadi faktor-faktor

penting dalam pembentukannya. Telah dikenal bahwa fraksi mineral berat dalam

cebakan ini berukuran lebih kecil daripada fraksi mineral ringan, sehubungan :

Pertama, mineral berat pada batuan sumber (beku dan malihan) terbentuk dalam

ukuran lebih kecil daripada mineral utama pembentuk batuan. Kedua, pemilahan

dan susunan endapan sedimen dikendalikan oleh berat jenis dan ukuran partikel

(rasio hidraulik).

Placer pantai : Cebakan ini terbentuk sepanjang garis pantai oleh

pemusatan gelombang dan arus air laut di sepanjang pantai. Gelombang

melemparkan partikel-partikel pembentuk cebakan ke pantai dimana air yang

kembali membawa bahan-bahan ringan untuk dipisahkan dari mineral berat.

Bertambah besar dan berat partikel akan diendapkan/terkonsentrasi di pantai,

kemudian terakumulasi sebagai batas yang jelas dan membentuk lapisan.

Perlapisan menunjukkan urutan terbalik dari ukuran dan berat partikel, dimana
17

lapisan dasar berukuran halus dan/ atau kaya akan mineral berat dan ke bagian

atas berangsur menjadi lebih kasar dan/atau sedikit mengandung mineral berat.

Placer pantai (beach placer) terjadi pada kondisi topografi berbeda yang

disebabkan oleh perubahan muka air laut, dimana zona optimum pemisahan

mineral berat berada pada zona pasang-surut dari suatu pantai terbuka.

Konsentrasi partikel mineral/bijih juga dimungkinkan pada terrace hasil bentukan

gelombang laut. Mineral-mineral terpenting yang dikandung jenis cebakan ini

adalah : magnetit, ilmenit, emas, kasiterit, intan, monazit, rutil, xenotim dan

zirkon.

Suatu cebakan pasir besi selain mengandung mineral-mineral bijih besi

utama tersebut dimungkinkan berasosiasi dengan mineral-mineral mengandung Fe

lainnya di antaranya : Pirit (FeS2), markasit (FeS), Pirhotit (Fe1-xS), Chamosit

[Fe2AL2 SiO5(OH)4], ilmenit (FeTiO3),Wolframit (Fe,Mn)WO4), Kromit

(FeCr2O4) ; atau juga mineral-mineral non-Fe yang dapat memberikan nilai

tambah seperti : rutil (TiO2), Kasiterit (SnO2), Monasit [Ce,La,Nd,Th(PO4,SiO4)],

intan,emas (Au), platinum (Pt), Xenotim (YPO4), Zirkon (ZrSiO4) dan lain-lain.

2.5. Penyebaran Endapan Placer/pasir besi

Endapan pasir besi terbentuk pada lingkungan permukaan bumi yang

melibatkan kegiatan erosi dan pelapukan, dimana proses fisika dan kimiawi

berlangsung secara bersamaan pada saat pelapukan. Kegiatan erosi memisahkan

bahan-bahan lapuk dan menciptakan bahan baru yang tahan pelapukan untuk

membentuk kumpulan mineral bijih pada cekungan-cekungan di permukaan

bumi.Proses pelapukan kimiawi merupakan hal penting karena memisahkan


18

mineral-mineral non-resistan dari sumbernya dan mengumpulkan mineral-mineral

lain dengan susunan kimia tertentu, untuk menjadi formasi mineral baru yang

berasosiasi dengan unsur-unsur dari zona oksidasi. Kondisi iklim, topografi dan

Eh/pH menjadi faktor-faktor penentu dalam pelapukan kimiawi, dengan

keterlibatan atmosfir (oksigen, nitrogen, CO2), hidrosfir (air, uap air, es) dan

biosfir (tumbuhan dan mikro-organisma); terutama erat hubungannya dengan

proses pencucian (leached) dan pembentukan endapan mineral sekunder pada

lingkungan dekat permukaan.

Bijih besi dapat diendapkan pada lingkungan-lingkungan air tawar, danau,

tanah berlumpur (bogs), rawa-rawa, lagun dan air laut; dimana kondisi

pengendapannya menentukan susunan mineralogi, ukuran butir, kemurnian, luas

penyebaran dan stratigrafinya.Dalam lingkungan danau dan tanah berlumpur

akan diendapkan mineral Fe-hidroksida atau karbonat, dan tanpa adanya bahan

organik akan membentuk mineral Fe-oksida; yang kemungkinan dapat berasosiasi

dengan Mn.Di lingkungan rawa-rawa terbentuk mineral Fe yang bercampur

dengan tumbuhan, berasal dari bikarbonat Fe atau larutan organik yang

dipengaruhi oleh menurunnya konsentrasi CO2.

Proses pembusukan tumbuhan juga menimbulkan oksidasi sehingga Fe

dapat diendapkan sebagai karbonat (siderit). Fe dalam lingkungan ini dapat

diendapkan bersama-an dengan akumulasi batubara, sehingga membentuk lapisan

seperti batubara.Sebagian besar cebakan ekonomis bijih besi (terutama Fe-oksida)

terbentuk pada lingkungan laut (marin), baik air laut dangkal maupun laut terbuka.
19

Daerah-daerah air dangkal seperti laguna atau tepi laut benua (epeiric sea)

adalah lingkungan pengendapan yang sesuai untuk bijih besi. Kondisi optimum

pantai memberikan peluang melimpahnya/ terakumulasinya bijih besi pada

lingkungan laut dangkal. Keseimbangan pengendapan Fe dan Ca-karbonat

dipengaruhi oleh kondisi pH dan Eh air laut. Pirit (FeS2) akan diendapkan ketika

air sungai mengandung Fe bersifat sedikit asam memasuki air laut dengan Eh

rendah maupun pH asam atau alkalin. Sementara peningkatan Eh/pH pada air laut

akan mengendapkan siderit (FeCO3) dan kemudian hematit (Fe2O3), dan Fe-

oksida lainnya akan terjadi ketika air laut mengandung banyak O2 dan mempunyai

pH 7,8. Fe yang terlarut dan ditransport sebagai bikarbonat atau koloida dalam

larutan organik akan membentuk hematit atau goetit. Fe yang mencapai laut

terbuka akan diendapkan dalam jumlah besar sebagai Fe-silikat hidroksida,

glaukonit, grinalit, chamosit atau thuringit. Glaukonit[(K,Na)

(Al,Fe+3,Mg)2(Al,Si)4O10(OH)2] diendapkan pada lingkungan yang sama sekali

tidak teroksidasi/reduksi dalam lumpur laut dalam dan mengandung bahan

organik; dibentuk oleh pellet koloida silika dan lempung, dimana koloida Fe

menggantikan alumina dan menyerap K dari air laut. Grinalit merupakan Fe-

silikat sebagai hasil reaksi alkalin dengan garam Fe; sedangkan chamosit adalah

Fe-silikaterhidroksida berbentuk oolit dalam bijih.

Anda mungkin juga menyukai