Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulilahhirabbilalamin kita panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah


SWT yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Inayah-Nyalah kami dapat
membuat tugas dan menyusun makalah mengenai terknik pemercontoaan yang
berjudul asdasdasd.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalh ini masih terdapat
kekurangan, maka dari itu saya harapkan kritik dan saran mengenai tugas dan
pembuatan makalah ini. Semoga dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami
dan umumnya bagi para pembacanya. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia pertambangan, pengambilan sample merupakan salah satu hal
yang sangat penting, dimana dengan melakukan pengambilan sampel akan
diketahui arah dari kemenerusan suatu endapan bahan galian, mengetahui kualitas
dan juga kuantitas dari endapan bahan galian, serta dapat pula diketahui jumlah dari
cadangan dan juga pemodelan bahan galian. Untuk itu penggunaan metode sampel
yang baik dan juga tepat sangatlah diperlukan agar di dapatkan data yang mewakili
dari keadaan sampel di lapangan.
Dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya kebutuhan akan
bahan galian mangan, maka hal ini mendorong semakin banyak kegiatan eksplorasi
dan penyelidikan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan galian
Mangan. Mangan merupakan mineral logam yang digunakan sebagai salah unsur
untuk campuran logam menghasilkan baja, campuran logam untuk kebutuhan
baterai, dan kebutuhan industri lainnya.
Di Indonesia, cadangan mangan cukup besar dan tersebar di berbagai lokasi.
Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Jawa, Pulau
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Salah satu elemen
penting dalam proses penambangan adalah eksplorasi. Eksplorasi yang baik
merupakan penerapan good mining practices dalam pra produksi tambang di lokasi
IUP. Lama dan besar per satuan waktu produksi dapat dihitung dengan
memasukkan jumlah potensi mangan tersebut dengan sumber daya yang dimiliki
perusahaan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
proses pengambilan sampel yang tepat pada endapan bahan galian mangan dan
mengetahui cara menganalisis mangan pada suatu daerah.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikutL
1. Mengetahui sampling yang tepat pada bahan galian mangan
2. Mengetahui bagaimana cara sampling dilakukan
3. Mengetahui cara analisis mangan dengan pengambilan sampling
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Mangan
Mangan adalah salah satu mineral yang termasuk unsur terbesar yang
terkandung dalam kerak bumi. Dalam tabel periodik unsur kimia, Mangan memiliki
lambang Mn dengan nomor atom 25. Unsur kimia adalah zat kimia yang tidak dapat
dapat diubah menjadi zat kimia lain dengan cara biasa dan tidak dapat dipisah
menjadi zat yang lebih kecil. Unsur-unsur kimia dalam bentuk tabel ditampilkan
dalam bentuk tabel periodik unsur-unsur kimia. Nomor atom adalah angka yang
menunjukkan jumlah proton dalam inti atom. Yang berarti bahwa Mangan memiliki
25 jumlah proton dalam inti atomnya. Mangan mempunyai warna abu-abu besi
dengan kilap metalik sampai submetalik, kekerasan 2 6, berat jenis 4,8.
2.1.1 Genesa Mangan
Genesa mangan terbagi atas dua bagian yaitu endapan dan nodul. Istilah
nodul mangan umum digunakan walaupun sebenarnya kurang tepat, karena selain
mangan masih terkandung pula unsure besi, nikel, kobalt, dan molybdenum,
sehingga akan lebih sesuai bila dinamakan dengan nodul poli-metal. Secara
individu, nodul mempunyai kilap suram dengan warna cokelat tanah hingga hitam
kebiruan. Tekstur permukaan dari halus hingga kasar. Setiap nodul mengandung
satu atau lebih sisa-sisa makhluk air laut, fragmen batuan atau nodul lainnya. Nodul
ini diliputi oleh lapisan mangan, besi, dan logam oksida lainnya yang berbentuk
konsentris namun tidak terus-menerus.
Terdapat beberapa jenis endapan mangan yang dikenal di dunia dan dapat
menghasilkan bijih mangan yang bernilai ekonomis dan layak ditambang yang
secara geologi dapat dikelompokkan menjadi endapan mangan di darat dan
endapan mangan di laut dan lacustrine basin (Luke, 2002).
Banyak klasifikasi pengendapan mangan telah dilakukan, berdasarkan
genesa, kerangka tektonik, dan litologi (Varentsov 1964; Roy 1969; Ramkhmanov
dan Tchaikovsky 1972; Laznicka 1992). Pada umumnya setuju bahwa ada tiga jenis
utama dari endapan, yaitu endapan hidrotermal, endapan sedimenter dan endapan
residual.

Endapan Hidrotermal
Endapan mangan hidrotermal sering berupa stratabound, tapi mungkin juga
dapat terjadi sebagai bentuk yang tidak teratur, dan sebagai urat epitermal pada
berbagai host rock. Di beberapa tempat, tubuh bijih stratabound menampilkan
karakteristik tektonik, asosiasi batuan, mineralogi dan kimia yang memungkinkan
adanya korelasi terhadap endapan yang saat ini dihasilkan secara hidrotermal dalam
lingkungan laut, pada atau dekat pusat penyebaran, pertengahan lempeng gunung
bawah laut dan pola subduksi busur pulau bahkan emisi larutan hidrotermal pada
cekungan benua yang dangkal (misalnya danau) juga telah menghasilkan endapan
stratabound (Roy dalam Nicholson et al., (1997).
Menurut Riyanto (1989) endapan mangan merupakan hasil dari proses
terakhir diferensiasi magma, dimana larutan magma sisa yang belum membeku
terutama yang terdiri dari larutan yang berair dan dalam keadaan panas, dalam
perjalanannya menuju ke suatu tempat untuk membentuk endapan hidrotermal akan
mengisi tempat-tempat di dalam bumi seperti pada pori-pori atau lubang-lubang kecil
pada batuan beku, pengisian pada lubang-lubang yang terjadi akibat pembekuan
magma dari aliran lava, pengisian pada rekahan-rekahan seperti retak-retak lava
akibat pembekuan misalnya dalam dike atau rekahan-rekahan yang terjadi akibat
proses perlipatan suatu lapisan batuan, pengisian pada breksi vulkanik, pengisian
pada bidang perlapisan, pengisian pada patahan dan pengisian pada daerah-daerah
pergeseran lapisan.
Pada saat larutan hidrotermal menerobos batuan-batuan yang dilewatinya
mungkin akan terjadi pergantian susunan ikatan kimia dari batuan yang dilewati
tersebut. Proses ini bisa baik terjadi pada batuan yang reaktif dan biasanya batas-
batas daerah alterasi adalah sejajar dengan dinding lubang yang diterobos larutan
hidrotermal tersebut, batuan yang dilewati akan berubah baik secara kimia maupun
mineraloginya.
Endapan Sedimenter
Sebagian besar produksi mangan saat ini berasal dari endapan sediman
(Misra, 1999). Mangan oksida seperti pyrolusit, psilomelan dan cryptomelan
merupakan bijih mineral mangan yang umumnya di temukan pada endapan mangan
sedimenter. Pada beberapa endapan lain mengandung mangan karbonat seperi
rodokrosit dan manganit sedangkan mineral-mineral mangan yang didiagnosa
merupakan endapan metamorfosa terdiri dari berbagai jenis mangan oksida dan
hidroksida (seperti braunit, bixbit, hollandit, hausmanit, vredenbergit dan jacobsit)
serta mangan silikat seperti rodonit, garnet spesartin).
Pada endapan mangan sedimenter yang berperan sebagai batuan asal
adalah berbagai batuan sedimen seperti sandstone-claystone, lempung hitam,
pembentukan besi dan karbonat juga metamorf.
Menurut Riyanto (1989) terbentuknya oksida Mn biasanya berkaitan dengan
kegiatan vulkanik dan batuan yang bersifat basa. Setelah batuan melapuk, maka
butir-butir batuan itu mungkin menjadi mineral-mineral yang lebih stabil atau
mungkin pula akan larut, terangkut oleh aliran air dan diendapkan di tempat lain
sebagai endapan sedimen.
Biasanya baik Mn atau Fe di dalam keadaan reduksi Mn++ dan Fe++ larut
dalam asam organic dalam bentuk Fe(HCO3)2 dan Mn(HCO3)2. Larutan ini lalu
terangkut dan selanjutnya karena Mn(HCO3)2 lebih stabil dari Fe(HCO3)2, maka
Fe(HCO3)2 memisah dari larutan dan terbentuklah endapan Fe terlebih dahulu. Di
samping itu terjadinya pengendapan tersebut juga berhubungan dengan pH dari
larutan; bila larutan ber pH rendah maka Fe oksida mengendap, bila pH tinggi Mn
oksida mengendap dan bila pH netral maka Fe dan Mn akan sama-sama
mengendap. Sehingga pada proses pengendapan batuan kapur, maka Fe dalam
larutan mengendap lebih dahulu baru kemudian disusul oleh Mn.
2.2. Sampling
Sampling merupakan proses pengambilan sebagian komoditas dari seluruh
komoditas yang akan diperiksa kualitasnya, seluruh komoditas tersebut disebut
populasi sedangkan bagian komoditas yang terambil tersebut sample atau contoh.
Tujuan sampling ialah mendapatkan contoh yang selain kualitasnya bisa mewakili
kualitas seluruh populasi, jumlahnya pun relatif masih bisa ditangani. Faktor utama
yang menentukan tingkat kesulitan suatu sampling ialah variabilitas komponen-
komponen pembentuk populasi.
Sampling yang baik adalah sampling yang di samping dilakukan dengan
akurat dan presisinya tinggi, sehingga contoh mewakili seluruh populasi dengan
baik, jumlah contoh yang terambil pun harus dapat ditangani. Karena tak
seorangpun tahu berapa nilai kualitas sesungguhnya suatu komoditas, maka metode
sampling, sample preparation dan analysis dianggap tidak pernah ada yang 100%
sempurna. Nilai kualitas yang didapat dari suatu pengukuran hanyalah nilai
pendekatan. Nilai yang paling dekat dengan nilai sesungguhnya adalah nilai rata2
hasil analisis yang didapat oleh sebanyak mungkin pemeriksaan, dengan
menggunakan metode standar yang sama.
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan
pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
1. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable
thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga
pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk
mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut.
2. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan,
tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh
informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan
metode penambangan.
3. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan
kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front
kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan
material).
2.3. Metode Sampling
Terdapat beberapa metode sampling yang dapat digunakan untuk
pengambilan sampel, diantaranya yaitu :
1. Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan
membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih
(mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 m,
kedalaman 3-5 m) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan

Gambar 2.1
Gambar Sketsa Pembuatan Channel Sampling Pada Endapan Yang Berlapis
Contoh paritan diambil dengan lebar sekitar 4 sampai 6 cm dan dalamnya
sekitar 3 sampai 4 cm, dengan arah biasanya tegak lurus jurus lapisan. Jarak antara
satu parit dengan parit lainnya tergantung dari keseragaman dari bahan galiannya.
Untuk kebanyakan deposit, jarak antar parit kira-kira satu setengah meter, akan
tetapi untuk deposit bijih yang kaya dan tersebar setempat-setempat jarak tersebut
hanya dapat sekitar sepertiga meter saja. Umumnya satu contoh sudah cukup untuk
mewakili sepanjang 2 meter dari parit yang dibuat.
2. Metode Parit Uji (Trenching)
Metode ini berguna untuk menemukan bahan galian dan untuk memperoleh
data-data mengenai keadaan tubuh batuan (orebody) yang bersangkutan, seperti
ketebalan, sifat-sifat fisik, keadaan batuan di sekitarnya, dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada
tubuh bahan galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu dimana
lapisan penutup (over burden) kurang dari setengah meter. Trench yang dibuat
sebaiknya diusahakan dengan cara-cara berikut :
Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan
mengeringkan sendiri (shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan
adanya pompa.
Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para
pekerja masih sanggup mengeluarkan bahan galian cukup dengan lemparan.
Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup
sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar
kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila kebetulan
kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya
(strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan
ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan
tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya

Gambar 2.2
Bentuk Penampang Trenching

3. Metode Chipping
Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh pada endapan bijih yang
keras dan seragam, dimana pembuatan paritan sangat sukar karena kerasnya
batuan. Contoh diambil dengan cara dipecah dengan plu geologi dalam ukuran-
ukuran yang seragam dan tempat pengambilan tersebut dibuat secara teratur di
permukaan batuan. Jarak dari setiap titik pengambilan baik secara horisontal dan
vertikal dibuat sama (seragam) dan besarnya tergantung dari endapannya sendiri.
4. Metode Sumur Uji (Test Pitting)
Metode ini digunakan jika lapisan penutup (over burden) agak tebal (lebih dari
setengah meter), sehingga metode trenching menjadi tidak praktis karena
pembuatan selokannya harus agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada
pembuangan tanah hasil galian dan masalah pembuangan air yang mungkin
menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu yang lebih lama.
Dalam keadaan tersebut maka dipakai metode dengan pembuatan sumur uji (test
pitting) untuk mengambil contoh bahan galian. Pada umumnya ukuran lubang test pit
ini adalah dan kedalamannya dapat mencapai 35 meter, akan tetapi untuk jenis
over burden yang lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit harus dibuat lebih
besar untuk menghindari longsornya dinding, misalnya . Demikian pula ketika
kedalaman test pit besar, maka ukuran lubang juga harus dibuat lebih besar,
kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran lubang diperkecil. Jika
lapisan penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pit-nya dibuat miring,
sedangkan untuk material yang kompak dinding dibuat tegak dengan ukuran .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit, maka hal-hal
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Test pit harus bebas dari bongkah karena jika terhalang oleh bongkah maka
pembuatan test pit tersebut akan memakan waktu yang lama sehingga
memakan biaya yang mahal.
2. Penggunaan penyangga yang seadanya, untuk batuan yang kompak
penyanggaan tidak perlu dilakukan.
3. Penyanggaan dapat dihindari dengan cara dinding lubang dibuat miring dan
kemiringan tergantung material dari over bunden.

Gambar 2.3
Macam Bentuk Penampang Test Pit
2.4 Metode Analisis Laboratorium
Metode ini terdiri atas analisis laboratorium meliputi :
1. Analisis petrografi
Digunakan untuk mengidentifikasi mineralogi batuan dasar untuk menjawab
hubungan asosiasi mineral terhadap pengayaan kandungan nikel (genesa batuan
dan asosiasi mineral). Prosedur pelaksanaan yaitu membuat preparasi sayatan
batuan dasar dengan ketebalan standar 0.03 milimeter yang diambil dari proses
pemetaan maupun sumur uji dan inti bor, kemudian diamati dengan mikroskop
polarisasi.
2. Analisis mineragrafi
Saling berkaitan dengan analisis petrografi, digunakan untuk mendukung
analisis genesa perubahan batuan (serpentinisasi) serta kemunculan mineral logam
yang muncul dan berasosiasi dengan nikel. Prosedur pelaksanaan yaitu
menggunakan sayartan poles sampel batuan dasar, kemudian diamati dengan
menggunakan mikroskop mineragrafi atau mikroskop refleksi.

3. Analisis XRD
Ditujukan untuk mengidentifikasi nama-nama mineral yang terdapat pada
endapan nikel laterit. Dengan adanya analisis XRD ini dapat diketahui mineral-
mineral pembawa unsur Fe, Ni serta menganalisis perubahan yang terjadi pada
endapan nikel laterit akibat proses leaching oleh airtanah (Syafrizal et.al.,2011).
Prosedur standar analisis ini terdapat dua cara preparasi spesimen untuk analisis
XRD, yaitu cara kering dan basah. Cara kering menggunakan serbuk kering yang
dicetak pada cetakan aluminium yang merupakan cetakan standar untuk analisis
XRD berukuran 20 x 10 mm dan tebal 1 mm. Cara basah dilakukan dengan
meratakan serbuk sampel di atas gelas preparat dan menambahkan beberapa tetes
larutan kimia yang tidak akan merusak struktur kristal sampel, misalnya aseton dan
glikol (campuran 10% gliserol dan 90% etanol). Preparasi spesimen basah lainnya
adalah dengan mengikuti penyiapan sampel standar untuk analisis mineral lempung
yang dideskripsikan oleh serbuk sampel dicampur dengan air murni, dikocok dan
didiamkan sementara waktu sehingga butir-butir kasar akan terpisah. Hasil suspensi
larutan tersebut diteteskan di atas gelas preparat dan dibiarkan mengering selama
semalam pada suhu ruangan. Spesimen ini kemudian dianalisis dengan metode
XRD tanpa dan dengan penambahan larutan glikol (Herdianita et.al.1999). Sampel
dianalisis dengan alat Difraktometer sinar-X.
4. Spektroskopi X-Ray Fluorescence (XRF)
merupakan teknik analisis unsur yang membentuk suatu material dengan
menjadikan interaksi sinar-X dengan material analit sebagai dasarnya. XRF
spektroskopi banyak dimanfaatkan dalam analisa batuan karena membutuhkan
jumlah sampel yang relatif kecil (sekitar 1 gram). Dibutuhkan kalibrasi alat
spektrosopi XRF terlebih dahulu sebelum melakukan analisis untuk memastikan
tingkat presisi.
BAB III
KEGIATAN PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


3.1.1 Letak Wilayah
Lokasi daerah penelitian yaitu terletak pada daerah Sorowako, Sulawesi
selatan. Berada di ketinggian 1388 kaki dpl. Desa-desa di sekitar Sorowako yang
termasuk dalam Kecamatan Nuha adalah: Desa Nuha, Desa Matano, Desa Magani,
dan dusun disekitarnya antara lain: Pontada, Salonsa, Old Camp dan Lawewu.

Gambar 3.1
Peta lokasi daerah penelitian

3.1.2 Geologi Regional


Pulau Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi, yaitu :
1. Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunungapi
Paleogen.
2. Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum. Mandala Geologi Sulawesi
Timur, dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan ultramafik peridotite,
harzburgit, dunit, piroksenit dan serpintit yang diperkirakan berumur kapur.
3. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirkan oleh batuan dasar berupa batuan
metamorf Permo-Karbon, batuan plutonik yang bersifat granitis berumur
Trias dan batuan sedimen Mesozoikum.

Gambar 3.2
Peta Satuan Litotektonik Sulawesi (Syafrizal ,2011)

3.2 Kegiatan Penelitian


3.2.1 Pengambilan Sampel Nikel Laterit
1. Survei Geofisika
Survey geofisika dilakukan pada daerah sorowako untuk zonasi lapisan nikel
laterit
2. Pembuatan Sumur Uji
Dalam eksplorasi nikel laterit, sumur uji umumnya dilakukan berdasarkan
nilai anomali kandungan geokimia tanah serta topografi yang menunjang yaitu
morfologi lembah. Hal tersebut disebabkan karena pada daerah lembah kandungan
nikel pada saprolit lebih signifikan karena pola gerakan air tanah.umumnya dibuat
dengan peralatan manual penggalian seperti cangkul dan lainnya dengan tenaga
manusia. Gambar 4 menunjukan bentuk umum penampang sumur uji. Kedalaman
sumur dibuat berdasarkan kebutuhan eksplorasi, bahkan sampai batuan dasar
dengan lebar umum 3-5 meter. Spasi dari setiap titik pembuatan sumur uji juga
diperhitungkan dengan plot GPS untuk mencari kemenerusan secara lateral.

Gambar 3.3
Variasi penampang sumur uji.

3. Pengeboran
Dari hasil pemetaan daerah zona prospek laterit, lokasi terbagi menjadi 3
block yaitu block A, B dan C, dari ke-3 block ini dapat mengetahui
penyebaran Laterit yang dominan di Block B dan C serta sebagian berada di block
A yang penyebarannya tidak terlalu luas. Dari ketiga block ini, fokus pemboran di
lakukan pada block A dan block C saja.
4. Analisis Geokimia
Analisis geokimia yang digunakan dalam penentuan kandungan nikel dari
sampel yang diperoleh yaitu menggunakan metode XRF dengan alat Spektroskopi
X-Ray Fluorescence. Tabel 1 menunjukan salah satu hasil dari analisis XRF pada
sampel bed rock yang dianggap fresh daerah Sorowako, Sulawesi selatan (Syafrizal
et.al., 2011).
Tabel 3.1
hasil dari analisis XRF pada sampel original bed rock daerah Sorowako, Sulawesi
selatan
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Survei Geofisika


Metode geofisika yang digunakan yaitu berupa metode geolistrik.
Pengambilan data IP dilakukan di desa Srati pada 4 lintasan sepanjang 600 meter..
Lintasan dibuat tegak lurus jurus perlapisan batuan (3 buah) dan sejajar (1 buah)
dengan azimuth N 60 0 E dan N 150O E. Data hasil pengukuran lapangan dilakukan
pemrosesan dengan aplikasi Res2Dinv. Keberadaan mangan dapat dilokalisir
berdasarkan pengamatan singkapan di lapangan yang dipadukan dengan hasil
pengolahan data dengan menggunakan Res2Dinv
Berdasarkan analisis geofisika hasil pengolahan, maka keberadaan mangan
terindikasi oleh nilai tahanan jenis rendah (< 40 Ohm.m) dan nilai chargeabilitas
tinggi (135-250 msec). Hal ini sesuai dengan kenampakan mangan yang terdapat
pada meter ke 150 dan juga pada test pit di meter ke -90. Mangan yang terdapat
pada lintasan ini berupa lensa dan bentuk tidak teratur di sepanjang lintasan dengan
ukuran kecil hingga besar, kedalaman bervariasi di antara 5 sampai 40 meter.
Keberadaannya terkonsentrasi pada bagian tenggara sampai tengah di sepanjang
lintasan

Gambar 4.1
Penampang nilai resistivitas lintasan 1
4.2 Metode Sumur Uji
data yang diperoleh dengan menggunakan metode pembuatan sumur uji
pada lokasi daerah kegiatan Pada lokasi daerah kegiatan didapat pada bagian atas
sekitar 1,5 m berupa tanah merah podzolik bersifat pasiran dan mengandung
fragmen batuan beku serta dijumpai adanya indikasi mangan yang telah mengalami
pelapukan. Sedangkan ke arah bawah tersusun oleh breksi dengan fragmen andesit
di dalam masa dasar pasir kasar yang telah mengalami pelapukan. Semakin ke
bawah, fragmen batuan berukuran semakin besar

Gambar 4.2
Pembuatan Sumur Uji

4.3 Hasil Analisis Geokimia


Metode geokimia yang digunakan metode AAS untuk mengetahui kandungan
MnO2 dalam batuan Analisis kandungan mangan telah dilakukan pada 2 (dua)
lokasi yang berada di bawah batugamping Formasi Kalipucang yaitu di desa
Candirenggo (CA- 4.a) dan Bleber - Argopeni (CA-8.a). Sedangkan analisis nodul
mangan yang berada di dalam breksi Formasi Gabon didapatkan pada lokasi (SR-
10) di desa Srati
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Geokimia

Dari hasil analisis geokimia mangan diatas menunjukkan bahwa prosentase


rata-rata MnO2 dari desa Srati (49,89 %) berada di bawah Bleber (74,19 %) dan
Candirenggo (56,82 %). Manganese silica Srati kemungkinan merupakan mangan
primer karena berasosiasi dengan dengan lava, tufa hijau dan batuan teralterasi.
Mangan Candirenggo dan Bleber berupa lapisan dengan ketebalan 15-20 cm,
berasosiasi dengan paleo soil
BAB V
KESIMPULAN

Zonasi suatu endapan nikel laterit terdiri atas lapisan penutup, lapisan
limonit, lapisan saprolit, dan batuan dasar (batuan induk) yang terbentuk oleh proses
pelindian oleh larutan meteorik.
Endapan nikel laterit yang berasosiasi dengan batuan ultrabasa dalam
proses pembentukan cadangan ekonomis sangat dipengaruhi oleh faktor batuan
induk, iklim, agen kimia, topografi, dan struktur geologi.
Metode eksplorasi yang dapat diterapkan dalam pengumpulan data untuk
endapan nikel laterit yaitu metode pemetaan geologi, metode geolistrik tahanan
jenis, metode sumur uji, metode pengeboran disertai dengan analisis mineralogi dan
geokimia.
Penggunaan kombinasi data dari berbagai metode menghasilkan interpretasi
eksplorasi yang lebih komperhensif mengenai sumber daya mineral endapan nikel
laterit baik secara vertikal maupun kemenerusan secara lateral.
Dilihat dari hasil analisis laboratorium kadar nikel di block A yang tertinggi
terdapat pada titik A12 yaitu 1,22 berada pada kedalaman 3 m. Dari hasil
pengeboran 4 titik kadarnya rendah dan kedalamanya yang relatif dangkal maka
pengeboran diblock A bagian barat disarankan untuk ditutup atau tidak prospek
dan difokuskan ke block A bagian selatan serta selanjutnya mengarah ke block B.
Dari hasil analisis laboratoruim berdasarkan sampel dari handauger dan
Tes Pit maka diketahui kadar nikel untuk block B cukup tinggi karena ada yang
memenuhi standar diatas 1,8 sehingga memenuhi syarat untuk dilakukakan
eksploitasi. Setelah melakukan survey tinjau dilihat banyak singkapan batuan
serpentine yang tersingkap diatas permukaan yang sudah mengalami pelapukan
tingkat tinggi. Sedangkan untuk block C perlu dipertimbangan lagi karena
kadarnya relatif rendah, hanya ada beberapa sumur yang sudah memenuhi
standar yaitu diatas 1,8 sedangkan kebanyakan sumur lainnya, kadarnya rendah.
Jadi kesimpulan untuk block C adalah tidak prospek untuk dieksploitasi karena
penyebarannya tipis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad. W. 2005. Nickel Laterites. P.T Vale. Indonesia


2. Sulasmoro. B. 1985. Buletin : Kajian Nikel. Departemen Pertambangan dan
Energi. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pusat Pengembangan
Teknologi Mineral ; Bandung
3. Eltrit, Bima. 2012. Identifikasi Sebaan Nikel Laterit Dan Volume Bijih
Nikel. https://densowestliferz.wordpress.com. Diakses 25 Desember
2016 Pukul 19:30 WIB
4. Westlifer, Denso. 2011.Metoda Sampling Pada jenis-jenis Endapan.
https://densowestliferz.wordpress.com. Diakses 25 Desember 2016
Pukul 18:30 WIB

Anda mungkin juga menyukai