Anda di halaman 1dari 24

IV GEOTEKNIK

4.1 Pengertian Geoteknik Secara Umum

Geoteknik atau dikenal sebagai engineering geology merupakan bagian


dari rekayasa perencanaan tambang (mine plan) yang didasarkan pada
pengetahuan yang terkumpul selama sejarah penambangan. Seorang mine plan
yang merancang terowongan, jalan raya, bendungan atau yang lainnya
memerlukan suatu estimasi bagaimana tanah dan batuan akan merespon tegangan,
sehingga dalam hal ini penyelidikan geoteknik merupakan bagian dari uji lokasi
dan merupakan dasar untuk pemilihan lokasi. Bagian dari ilmu geoteknik yang
berhubungan dengan respon material alami terhadap gejala deformasi disebut
dengan geomekanika.

Dalam urutan kegiatan pertambangan, eksplorasi merupakan proses


evaluasi teknis untuk mendapatkan model badan bijih. Model cadangan suatu
badan bijih yang diinterpretasikan dari hasil eksplorasi langsung maupun tak
langsung, sebelum ditentukan cara penambangannya apakah dengan open pit atau
underground mining harus dianalisis secara geoteknik. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keputusan tersebut adalah ketidakselarasan struktur geologi. Pola-
pola dari patahan, rekahan, dan bidang perlapisan mendominasi perilaku batuan
dalam tambang terbuka karena terdapat gaya penahan yang kecil untuk mencegah
terjadinya luncuran dan karena terdapat semacam gaya tekan ke atas dari
permukaan air yang terdapat dalam rekahan.

4.2 Peranan Geoteknik Dalam Tahapan


4.2.1 Pendahuluan
Geoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau
design tambang. Dalam penambangan secara terbuka (open pit), sudut kemiringan
adalah satu factor utama yang mempengaruhi bentuk dari final pit dan lokasi dari
dinding-dindingnya. Dikarenakan perbedaan keadaan geologinya, maka
kemiringan optimum dapat beragam, diantara berbagai pit dan bahkan dapat
beragam pula dalam satu pit yang sama
Ada beberapa sasaran geoteknik dalam tahapan penambangan antara lain:

a) Memberi masukan geoteknik pada program eksplorasi


b) Memberi petunjuk perancangan lereng
c) Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi
pertambangan.

4.2.2 Pra Kelayakan


Geoteknik diperlukan untuk memandu kepada arah desain pit yang
optimal dan aman (single slope degree, overall slope degree, tinggi bench, potensi
bahaya longsor yang ada misalnya longsoran bidang, baji, toppling busur, dll)
sesuai dengan kriteria SFnya. Selain itu juga geoteknik diperlukan dalam
pembangunan infrastruktur tambang seperti stock pile, port, jalan hauling diareal
lemah, dll. Beberapa sasaran geoteknik dalam tahapan pra studi kelayakan antara
lain:

a) Penyusunan model dasar geoteknik untuk lokasi termasuk penyalidikan


eksplorasi yang didasarkan pada data geoteknik dan hidrogeologi untuk
tiap massa batuan dan perkiraan awal dari parameter perancangan.
b) Memberi perancangan lereng secara detail
c) Mengetahui factor-faktor geoteknik dan hidro geologi yang mempengaruhi
perancangan tambang dan yang belum sesuai
d) Rancangan dan biaya dari akhir penyelidikan yang diperlukan untuk
tingkat studi kelayakan.

4.2.3 Kelayakan
Geoteknik berperan dalam pengawasan kondisi pit dan infrastruktur yang
ada, sebagai contoh pengawasan pergerakan lereng tambang, zona-zona potensi
longsor di areal tambang (pit dan waste dump) akibat proses penambangan.

a) Penyelidikan geoteknik dan hidrogeologi dilakukan lebih rinci dan spesifik


yang disesuaikan dengan alat dan metoda pertambangan.
b) Memberi penilaian statistic pada semua parameter teknik perancangan
termasuk rata-rata dan distribusi untuk semua unit geoteknik.
c) Bersama dengan perencana tambang memastikan factor-faktor geoteknik
yang berhubungan dengan perancangan.
d) Memberi perancangan lereng menurut falsafah yang disetujui oleh
perencana tambang dan pemilik proyek. Sudut perancangan lereng
tergantung pada pengembangan tambang.
e) Memberi perancangan lereng secara detail termasuk tinggi jenjang, lebar
berm, sudut jenjang, interamp dan sudut overall pit slope maksimum pada
tiap bagian perancangan tambang.

4.2.4 Operasional
Geoteknik berperan untuk memastikan bahwa kondisi waste dump dan pit
dalam kondisi aman dan tidak terjadi longsor dalam jangka waktu yang lama.

a) Menilai bagaimana kondisi geoteknik selama penyelidikan awal apakah


sesuai perancangan parameter kelayakan.
b) Menyusun dan melaksanakan secara terus-menerus pengumpulan data
sebagai bagian dari geologi pertambangan dan geoteknik.
c) Rancangan dan melaksanakan rencana pada studi kelayakan seperti:
peledakan akhir dan penggalian, penyangga lereng, mengubah geometri
lereng, dan depressurisation lereng.
d) Melaksanakan pemantauan lereng.
e) Rancangan dan melaksanakan rencana hidrogeologi, memantau debit
aliran air atau air bawah tanah.
f) Terus-menerus merubah perancangan lereng selama umur tambang seperti
perubahan kondisi geoteknis atau karena alasan ekonomi.

4.3 Peranan Geoteknik Dalam Penambangan Bentonite


4.3.1 Data Yang Diperlukan
Pemetaan geoteknik akan mempermudah dalam rencana pengendalian
system lereng seiring dengan kemajuan tambang, berikut data yang dibutuhkan
antara lain:
 Rock mass strength estimation
Merupakan asumsi serta pendekatan ilmiah mengenai kekuatan batuan
melalui pengujian lab beserta nilai indeks dan beberapa parameter
mengenai sifat batuan diperlukan, dalam hal ini beberapa pengujian kuat
Tarik dan kuat tekan diperlukan beserta parameter penilaian batuan seperti
RMR, rock strength index, joint spacingserta derajat pelapukan.
 Drill Core Logging
Merupakan kegiatan pemboran yang bertujuan untuk mengambil sampel
cutting dari alat bor, selanjutnya data tersebut dianalisis oleh wall site
geologist untuk menentukan RQD dari alat bor beserta penentuan terhadap
arah umum dari orientasi bidang diskontinuitas serta memberikan
informasi lain seperti kondisi batuan.
 Hidrologi dan Geohidrologi
Merupakan salah satu sumber kebutuhan data yang diperlukan dalam
mengetahui kondisi tanah pada keadaan jenuh yang bersumber dari air
hujan terutama untuk material penyusun tanah yang berpori besar karena
akan cepat jenuh dan menyebabkan bertambahnya berat lereng akibat
density dan tanah basah, menambah tekanan yang diterima oleh
permukaan tanah dan menyebabkan tingkat erosi semakin besar sehingga
material pada tanah tersebut akan mudah lapuk dan lepas.

Data utama yang dibutuhkan sebagai dasar analisis kemantapan suatu


lereng batuan adalah geometri lereng, struktur batuan, serta sifat fisik dan
mekanik batuan.

a) Geometri lereng yang perlu diketahui adalah orientasi (jurus dan


kemiringan) lereng.
b) Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah
adanya bidang-bidang lemah, yaitu bidang patah (sesar), perlapisan dan
rekahan.
c) Sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis
kemantapan lereng adalah:
 Bobot isi batuan
 Porositas batuan
 Kandungan air dalam batuan
 Kuat tekan, kuat Tarik dan kuat geser batuan
 Sudut geser dalam

Berdasarkan hasil pengujian percontoh di Laboraturium Mekanika Batuan,


yaitu peridotityang diambil mempunyai sifat fisik sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tabel Sifat Fisik Mekanik Batuan

Parameter Nilai
Berat Jenis (ton/m3) 5.21
Berat Isi Basah, y (ton/m3) 2.75
Berat Isi Kering, yd (ton/m3) 1.92
Angka Pori 0.4348
Porositas (%) 0.018
Derajat Kejenuhan (%) 3.94749
Batas Cair, WL (%) 5.55
Batas Plastis, WP (%) 47.43
Indeks Plastis, IP (%) 8.07
Kuat Tekan (Mpa) 239.958
Kohesi (Kn/m2) 92.2
Sudut Geser Dalam 20.81
Spasi Kekar Rata-Rata (m) 0.275
Kadar Air 32.74

4.4 Pengklafisikasian Massa Batuan


Beberapa sistem klasifikasi massa batuan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi (1946), Lauffer (1958), Deere
dan kawan-kawan (1967), Wickham dan kawan-kawan (1972), Bieniawski
(1973), Barton dan kawan-kawan (1974). Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan
pada hasil Keria dan Stini (1950) dan merupakan langkah maju dalam seni
penerowongan dengan diperkenalkannya konsep Stand-up time. Klasifikasi dari
Deere dan kawan-kawan (1967) memperkenalkan indeks Rock Quality
Designation (RQD), yang merupakan metode yang sederhana dan praktis untuk
mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor.

Konsep dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika


Serikat oleh Wickham dan kawan-kawan (1972, 1974), yang system pertama yang
memberikan gambaran rating klasifikasi untuk memberikan bobot yang relative
penting dari parameter klasifikasi. Klasifikasi Geomekanika (RMR system),
diusulkan oleh Bieniawski (1973), dan Q system oleh Barton dan kawan-kawan
(1974), telah dikembangkan secara terpisah dan kedua-duanya menyediakan data
kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bolt
dan shoterete.

Tabel 4.2 Klasifikasi Massa Batuan Yang Sering Digunakan

Name of Country of
Originator and date Applications
Classification Origin
1. Rock Load Terzaghi, 1946 USA Tunnel with
steel support

2. Stand-up time Lauffer, 1958 Austria Tunneling

3. NADA Pacher et all., 1964 Austria Tunneling

4. Rock quality Deere et all., 1972 USA Core logging,


Designation tunelling

5. RSR concept Wickhman et all., 1972 USA Tunneling

6. RMR system Bieniawski, 1973 South Tunnels,


Africa mines, slopes

(Geomechanics, Last midified, 1979-USA South Foundations


Classification) Weaver, 1975 Africa Rippability
Laubscher, 1977 South Mining
Olivier, 1979 Africa Weatherability
Ghose and Raju, 1981 South Coal Mining
Moreno Tallon, 1982 Africa Tunneling
India Hard rock
Kendorski et all., 1983 Spain mining
Nakao et all., 1983 USA Tunneling
Serafim and Pereira, 1983 Foundations
Japan Tunneling
Gonzales de Vallejo, Portugal Roof bolting in
1983 Spain coal
Mines Slope
Unal, 1983 USA Stability
Romana, 1985 Coal Mining
Newman, 1985 Spain Boreability
USA Dregeability
USA
Sandbak, 1985 India Coal mining
Smith, 1986 Canada Slope stability

7. Q-System Barton et all., 1974 Norway Tunnels,


Q-system extensions Kirsten, 1982 South chambers
Kirsten, 1983 Africa Excavability
South Tunneling
Africa
8. Strenght-size Franklin, 1975 Canada Tunneling

9. Basic International Society for General


Geotechnical Rock mechanic, 1981 communication
Description

10. Unified Williamson, 1984 USA General


Classification communication

4.4.1 Metode RMR (Rock Mass Rating)

Bieniawsky (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang


disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating
(RMR). Klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating menggunakan 5 parameter,
yaitu:

1. Kuat tekan uniaksial


2. RQD
3. Spasi ketidak-menerusan
4. Kondisi rekahan, meliputi: kekasaran (roughtness), lebar celah (aperture),
dan ketebalan bahan pemisah atau pengisi celah (width filled/gouge),
tingkat pelapukan (weathered) dan kemenerusan kekar atau terminasi
(extension).
5. Kondisi air tanah
A. Parameter Klasifikasi Massa Batuan Dan Pembobotannya
Tabel 4.3 Parameter Klasifikasi Massa Batuan RMR dan Pembobotannya ( VOL 1,
NO 1 (2017): JURNAL ILMIAH MAHASISWA TEKNIK KEBUMIAN )
N0. Parameter Pembobotan
Point-load
Strenght > 10 Mpa 4 - 10 Mpa 2 - 4 Mpa 1-2 Mpa  
Kekuatan
Index
Massa
1 Uniaxcial
Batuan 100 - 250
Compressive > 250 Mpa 50 - 100 Mpa 25 - 50 Mpa 5 - 25 Mpa 1 - 5 Mpa
Mpa
Strenght
Bobot 15 12 7 4 2 1
RQD 90 - 100% 75 - 90% 50 - 75% 25 - 50% < 25%
2
Bobot 20 17 13 8 3
Jarak Diskontuinitas > 2m 0.6 - 2m 200 - 600 mm 60 - 200 mm 60 mm
3
Bobot 20 15 10 8 5
Jarak Diskontuinitas
< 1m 1 - 3m 3 - 10m 10 - 20m > 20m
Kemenerusan Kekar
Bobot 6 4 2 1 0
Bukaan Kekar Tidak Ada < 0.1mm 0.1 - 1.0mm 1 - 5mm > 5mm
Bobot 6 5 4 1 0
Sangat
Kekerasan Kekar Kasar Sedikit Kasar Halus Slickensided
4 Kasar
Bobot 6 5 3 1 0
Material Pengisi Tidak Ada Keras < 5mm Keras > 5mm Lunak < 5mm Lunak > 5mm
Bobot 6 4 2 2 0
Tidak
Pelapukan Sedikit Lapuk Lapuk Sangat Lapuk Hancur
Lapuk
Bobot 6 5 3 1 0
Kondisi Air Tanah Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
5
Bobot 15 10 7 4 0
B. Kelas Pembobotan Massa Batuan (Rock Mass Rating ) Total

Tabel 4.4 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total RMR ( VOL 1, NO 1 (2017):
JURNAL ILMIAH MAHASISWA TEKNIK KEBUMIAN)
Bobot Total 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 < 20
Nomor Kelas I II III IV V
Deskripsi Batuan Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk

Terkait dengan materi yang dibahas, yaitu lereng, maka parameter tersebut
disesuaikan untuk keperluan analisis kestabilan lereng seperti yang ditentukan
oleh Priest & Hudson (1979). Nilai RQD(%) dihitung dengan rumus:

RQD (%) = 100 (0.1λ+1) e−0.1 × λ (4.1)


λ = banyaknya data kekar per meter
Data yang dimasukkan pada persamaan 4.1berupa data panjang scanline
sebesar 50 meterdandata banyak kekar pada lokasi penelitian sebanyak 30kekar.
Hasil perhitungan RQD yang diperoleh sebesar99,8%. Berdasarkan Tabel 4.3
maka nilai bobot Rock Mass Rating (RMR) untuk parameter RQD adalah 20.

Tabel 4.5 Rekapitulasi Pembobotan Rock Mass Rating( Vol 1, No. 1 (2017):
JurnalIlmiah Mahasiswa Teknik Kebumian )
No
Parameter RMR Hasil Yang Didapatkan Nilai Bobot
.

1 Kekuatan Batuan Utuh 100 - 250 Mpa 12

2 RQD 99,8% 20

3 Jarak Antara Spasi Kekar 0,6 - 2 Meter 15

4 Kondisi Kekar 14,27 14,27

5 Kondisi Air Tanah Lembab - Kering 11,83

Total Bobot RMR 73,10


Kelas Massa Batuan II Baik

4.4.2 Metode SMR ( Slope Mass Rating )


Untuk mengevaluasi stabilitas lereng batuan, Romana (1985) mengusulkan
sistem klasifikasi Slope Mass Rating (SMR).SMR diperoleh dari RMR
berdasarkan (Bieniawski, 1989) dengan mengurangi hubungan faktor penyesuaian
lereng dan menambahkan faktor tergantung pada metode penggalian (Singh &
Goel,1999).

SMR = RMR + (F1. F2. F3) +F4 (4.2)


Keterangan:
SMR = Slope Mass Rating
RMR = Rock Mass Rating
F1 = hubungan arah kemiringan diskontiniutas dan arah kemiringan lereng.
F2 = mengacu pada sudut kemiringan diskontiniutas .
F3 = hubungan antara permukaan lereng dengan kemiringan diskontinuitas.
F4 =merupakan faktor berkaitan dengan metode ekskavasi,
Parameter dalam penentuan SRM
1.Massa batuan berdasarkan Rock Mass Rating (RMR)
2.Arah discontinuitas (aj) dan arah lereng (as)
3.Sudut kemiringan discontinuitas (ßj) dan sudut kemiringan lereng (ßs)

SMR digunakan untuk menentukan kestabilan suatu lereng yang dikaitkan


dengan geometri lereng dan diskontinuitas. Pembobotan nilai SMR didasarkan
pada pers. (4.2) dan Pembobotan Massa Jenjang berdasarkan Romana, 1985.
Untuk lereng yang sangat stabil akan mengasilkan nilai SMR >80. Untuk SMR
range 60-80 termasuk dalam kelas stabil dengan kemungkinan bisa terjadi
longsoran berupa blok yang probalitasnya 20%. Untuk SMR range 40-60
termasuk dalam kelas sedang atau sebagian stabil yang dimana probalitas
longsornya 40% yang dikontrol oleh adanya kekar atau baji kecil. Untuk SMR
range 20-40 masuk kategori tidak stabil dengan probalitas 60% yang
kemungkinan terjadi longsoran bidang atau baji besar. Adapun untuk lereng yang
sangat tidak stabil memiliki nilai SMR 0-20 dengan probalitas longsor 90%
dengan jenis longsoran bidang atau seperti keruntuhan material lepas.
Tabel 4.6 Pembobotan Massa Batuan Slope Mass Rating ( Physical and Social
Geography Research Journal (PSGRJ), | Vol. 1 | No. 2| 2019 )
PEMBOBOTAN MASSA BATUAN (SMR)
Tidak Sangat Tidak
Tipe Formula Diskontunuitas Sangat Baik Baik Biasa Baik Baik
Lb = (αj-αs)
Lg = (αj-αs)
Derajat > 30° 30 - 20° 20 - 10° 10 - 5° < 5°
- 180
F1
Lbj = αi-αs
Lb = Lg =
Bobot 0.15 0.4 0.7 0.85 1
Lbj
Lb = ẞj
Derajat < 20° 20 - 30° 30 - 35° 35 - 45° 45°
Lbj = ẞi
F2
Lb = Lbj 0.15 0.4 0.7 0.85 1
Bobot
Lg 1 1 1 1 1
Lb = ẞj - ẞs
Derajat 10° 10 - 0° 0° 0 - 10° < -10°
Lbj = ẞi - ẞs
F3 Lg = ẞj + ẞs Derajat < 110° 110 - 120° > 120° - -
Lb = Lg =
Bobot 0 -6 -25 -50 -60
Lbj
Keterangan Lb = Longsoran Bidang αs = Arah Lereng
Lg = Longsoran Guling
ẞs = Dip Lereng
Lbj = Longsoran Baji
αj = Arah Diskontinuitas Bj = Dip Diskontinuitas
αi = Plunge Direction Dari Garis Intersection Bi = Plunge Dari Garis Intersection

Tabel 4.7 Pembobotan Massa Jenjang ( Physical and Social Geography Research
Journal (PSGRJ), | Vol. 1 | No. 2| 2019)
Pembobotan Massa Jenjang
Klasifikasi V IV III II I
Bobot Massa
0 - 20 20 - 40 40 - 60 60 – 80 >80
Jenjang

Sangat Tidak
Deskripsi Tidak Stabil Biasa Stabil Sangat Stabil
Stabil
Kestabilan
Sangat Tidak
Jenjang/Leren Tidak Stabil Sebagian Stabil Stabil Sangat Stabil
Stabil
g
Bidang Atau
Kemungkinan Seperti Dikontrol Oleh
Bidang Atau Berupa
Bentuk Keruntuhan Adanya Kekar Tidak Longsor
Baji Besar Blok
Longsoran Material Atau Baji Kecil
Lepas
Probalitas
0.9 0.6 0.4 0.2 0
Longsoran

Tabel 4.8 Jenis Perkuatan Lereng ( Physical and Social Geography Research
Journal (PSGRJ), | Vol. 1 | No. 2| 2019)
Jenis Perkuatan Lereng SMR
Kela
SMR
s Rekomendasi Perkuatan
Ia 91 -100 Tidak Ada
Ib 81 - 90 Tidak Ada Atau Scaling
II a 71 - 80 (Tidak ada. Paritan pada kaki lereng atau pagar) Dan Titik Baut Batuan
Paritan Pada Kaki Lereng Atau Pagar Lereng, Jala Kawan Dan Titik Baut
II b 61 - 70
Batuan
III a 51 - 60 Paritan Pada Kaki Lereng Dan Jala Kawat, Baut Batuan Dan Beton Semprot
(Paritan Pada Kaki Lereng Dan Jala Kawat), Jangkar Kabel Baja, Beton
III b 41 - 50
Semprot, Paritan Pada Kaki Lereng Dan Beton Gigi/Konvensional
Jangkar Kabel Baja, Beton Semprot, Dinding Penahan, Beton, Dan Penggalian
IV a 31 - 40
Kembali Drainase
IV b 21 - 30 Perkuatan Sistematis Beton Semprot, Dinding Penahan Dan Beton, Penggalian
Kembali Dan Kedalaman Drainase
Va 11 - 20 Gravitasi Atau Dinding Penahan Atau Penggalian Kembali

Tabel 4.9 Bobot Penyesuaian Metode Penggalian ( JP Vol.1 No.5 November 2017
ISSN 2549-1008)
Metode Penggalian Lereng Bobot F4
Alamiah 15
Presplitting 10
Smooth 8
Normal/Penggalian Alat Mekanis 0
Buruk -8

Romana (1985) mengembangkan suatu sistem klasifikasi slope mass


rating(SMR) yang memungkinkan sistem RMR diaplikasikan untuk menganalisis
kemantapan lereng. SMR menyertakan bobot parameter pengaruh orientasi
kekarterhadap metode penggalian lereng yang diterapkan. Hubungan antara slope
massrating (SMR) dengan rock mass rating (RMR) ditunjukkan pada
persamaandibawah ini.
SMR = RMR – (F1 x F2 x F3) + F4
SMR = 73,10 – (0,4 x 0,85 x 0) + 0
= 73,10 – 0
= 73,10

\4.5 AnalisisKemantapanLereng
4.5.1 Faktor Yang MempengaruhiStabilitasLereng
Dalamanalisis dan penentuanjenistindakanpengamanannya,
lerengbatuantidakdapatdisamakandenganlerengtanah, karena parameter material
dan jenispenyebablongsor di kedualerengtersebutsangatjauhberbeda.
Masalahkemantapanlereng pada umumnyatergantung pada
faktorpenyebabsebagaiberikut :
1. Lokasi, arah, frekuensi, kekuatan dan karakteristikdaribidang –
bidanglemah,
2. Keadaanteganganalamiahdalammassabatuan / tanah,
3. Konsentrasilokaldaritegangan,
4. Karakteristikmekanikdarimassabatuan / tanah,
5. Iklimterutamajumlahhujanuntuk di daerahtropis.
Stabilitaslereng pada lerengbatuanselaludipengaruhi oleh beberapafaktor
(Made Astawa Rai,1995) sebagaiberikut :
1. PenyebaranbatuanMacambatuanatautanah yang terdapat di
daerahpenyelidikanharusdiketahui, demikian juga
penyebaransertahubunganantarbatuan. Iniperludilakukankarenasifat-
sifatfisis dan mekanissuatubatuanberbedadenganbatuan lain
sehinggakekuatanmenahanbebannya jugaberbeda.
2. Relief PermukaanBumiFaktorinimempengaruhilajuerosi dan
pengendapansertamenentukanarahaliran air permukaan dan air tanah. Hal
inidisebabkankarenauntukdaerah yang curam, kecepatanaliran air
permukaantinggi danmengakibatkanpengikisanlebihintensifdibandingkan
pada daerah yanglandai, karenaerosi yang
intensifbanyakdijumpaisingkapanbatuanmenyebabkanpelapukan yang
lebihcepat. Batuan yang lapukmempunyaikekuatan yang
rendahsehinggakemantapanlerengmenjadiberkurang.
3. GeometrilerengGeometrilerengmencakuptinggilereng dan
sudutkemiringanlereng. Kemiringan dan
tinggisuatulerengsangatmempengaruhikemantapannya.
Semakinbesarkemiringan dan
tinggisuatulerengmakakemantapannyasemakinkecil. Muka air tanah yang
dangkalmenjadikanlerengsebagianbesarbasah dan
batuannyamemilikikandungan air yang
tinggi,sehinggamenyebabkankekuatanbatuanmenjadirendah dan
lerenglebihmudahlongsor.
4. StrukturbatuanStrukturbatuan yang
sangatmempengaruhikemantapanlerengadalahbidang-bidangsesar,
perlapisan dan rekahan. Oleh
karenaituperludiperhatikandalamanalisaadalahstruktur regional dan lokal.
Strukturbatuantersebutmerupakanbidang-bidanglemah dan
sekaligussebagaitempatmerembesnya air
sehinggabatuanmenjadilebihmudahlongsor.
5. Iklimmempengaruhitemperatur dan jumlahhujan, sehinggaberpengaruh
pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas,
lembabdengancurahhujantinggiakanmenyebabkan proses
pelapukanbatuanjauhlebihcepatdaripadadaerah sub-tropis. Karena
ituketebalantanahdidaerahtropislebihtebal dan
kekuatannyalebihrendahdaribatuansegarnya.
6. Tingkat Pelapukan Tingkat pelapukanmempengaruhisifat-
sifataslidaribatuan, misalnyaangkakohesi, besarnyasudutgeserdalam,
bobotisi,
dll.Semakintinggitingkatpelapukanmakakekuatanbatuanakanmenurun.
7. Hasil KerjaManusiaSelainfaktoralamiah, manusia juga
memberikanandilyang tidakkecil. Misalnyasuatulereng yang
awalnyamantapkarenamanusiamenebangipohonpelindung,
pengolahantanah yang tidakbaik, saluran airyang tidakbaik, penggalian /
tambang, dan lainnyamenyebabkanlerengtersebutmenjaditidakmantap,
sehinggaerosi dan longsoranmudahterjadi.
8. Sifat fisik dan mekanikbatuan Sifat fisikbatuan yang
mempengaruhikemantapanlerengadalah :bobotisi (density), porositas dan
kandungan air.Kuattekan, kuattarik, kuatgeser, kohesi dan
sudutgeserdalammerupakansifatmekanikbatuan yang juga
mempengaruhilereng.

4.5.2 TipeLongsoran Pada PenambanganBentonit


Ada beberapajenislongsoran yang umumdijumpai pada massabatuan di
tambangterbuka (Hoek and Bray, 1981) yaitu :
1. Longsoranbidang (plane failure),
2. Longsoranbaji (wedge failure),
3. Longsoranguling (toppling failure).
Tabel 4.8 Penentuan Tipe Longsoran Pada Penambangan Bentonit
Orientasi Set Bidang Lemah Tipe
Orientasi Lereng Set Pertama Longsora Keterangan
Lereng Set Kedua n
(Dominan)
Ketinggia Ara Kemiringa Ara Kemiringa Ara Kemiringa
n h n h n h n
Arah bidang lemah (101°) searah dengan arah
Utara 146 99 47 38 7 102 30 Bidang lereng (99°), kemiringan bidang lemah (30°)
lebih kecil daripada kemiringan lereng (47°)
2 bidang lemah berpotongan, arah longsor (242°)
50 41 96 64 tegak lurus arah lereng (175°), kemiringan
Timur 126 175 50 Baji longsor (41°) lebih kecil daripada kemiringan
206 62 241 81 lereng (50°) dan lebih besar dari sudut geser
dalam (33°)
2 bidang lemah berpotongan, arah longsor (321°)
112 53 153 78
tegak lurus arah lereng (222°), kemiringan
Selatan 130 222 50 Baji longsor (45°) lebih kecil daripada kemiringan
lereng (50°) dan lebih besar dari sudut geser
257 45 293 68 dalam (33°)

Arah bidang lemah (189°) berlawan arah dengan


Barat 165 356 42 167 54 189 70 Gulir arah lereng (356°), kemiringan bidang lemah
(70°) hampir tegak

X
4.5.3 Metode Analisis
Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dalam perancangan kemantapan
lereng ditambang terbuka, yaitu rencana penambangan, kondisi struktur geologi,
sifat-sifat fisik dan mekanik material pembentuk lereng dan kondisi air tanah. Dari
keempat parameter tersebut, struktur geologi yang paling dominan dalam mengontrol
kemantapan lereng batuan baik bentuk maupun arah longsoran lereng. Terdapat tiga
jenis metode analisis kemantapan lereng, yaitu:
1. Metode Analitik
Merupakan metode yang didasarkan atas analisis tegangan dan regangan yang
terdapat pada lereng.
2. Metode Empirik
Merupakan metode yang didasarkan atas pengamalan praktis dan analisis
statistik dari pengamatan berbagai pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
Klasifikasi massa batuan merupakan pendekatan empirik yang paling terkenal
dalam analisis kestabilan lereng (Goodman, 1980; Hook&Brown, 1980).
3. Metode Observasi
Merupakan metode yang didasarkan atas hasil pengamatan langsung terhadap
perpindahan yang terjadi pada massa batuan. Pengamatan dilakukan terhadap
lereng kerja (working slope) maupun lereng akhir (final slope).
Metode yang banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng adalah
metode kesetimbangan batas (limit equilibrium), menggunakan konsep faktor
keamanan, yaitu perbandingan antara gaya penahan dan gaya penggerak yang
diperhitungkan pada bidang gelincirnya. Namun pada metode ini sangat tidak efektif
untuk memprediksi longsoran pada batuan dan cara penanggulangannya (Maerz,
2000). Oleh karena itu penggunaaan desain empiris dan klasifikasi massa batuan
untuk melakukan analisis kestabilan lereng batuan menjadi penting (Franklin dan
Maerz, 1996), sehingga dalam menganalisis kestabilan lereng menggunakan
pendekatan empiris dengan klasifikasi massa batuan berupa RMR (rock mass rating)
yang kemudian diaplikasikan untuk analisis kestabilan lereng batuan dengan
menggunakan klasifikasi SMR (slope mass rating).
Tabel 4.9 Ambang Batas Nilai FK & PK Lereng Tambang Terbuka (SRK 2010)
FKmin FKmin PKmax
DampakLongso
JenisLereng (Statik (Dinami P[FK<
ran
) k) 1]
Tunggal/Jenja
Low-High 1.1 NA 25-50%
ng (Bench)
1.15-
Low 1 25%
Multi Jenjang 1.2
(Interramp) Medium 1.2 1 20%
High 1.2-1.3 1.1 10%
Low 1.2-1.3 1 15-20%
Keseluruhan
Medium 1.3 1.05 5-10%
(Overall)
High 1.5 1.1 ≤ 5%

Tabel 4.10 Trial And Error Kestabilan Lereng


Jenjang
FK Jenis Lereng FK Min
Tinggi Slope
90 3,517
5m 85 3,811 Single 1,1
80 4,070
90 2,777
10 m 85 2,717
80 2,970
90 1,634
20 m 85 1,691
80 1,869
90 1,305
30 m 85 1,321
80 1,469
85 1,109 Multiple 1,2
40 m 81 1,208
80 1,241
80 1,085
50 m 75 1,202
70 1,314
70 1,193
60 m 69 1,216
65 1,300
70 m 70 1,101
65 1,207
60 1,307
65 1,136
80 m 61 1,219
60 1,233
60 1,174
90 m 58 1,219
55 1,287
60 1,134
100 m 56 1,204
55 1,227
55 1,189
110 m 54 1,211
50 1,288
55 1,142
120 m 52 1,208
50 1,253
55 1,115
130 m 50 1,215
45 1,340
50 1,175
140 m 49 1,200
45 1,299
50 1,155
150 m 47 1,221
45 1,273
50 1,124
160 m 46 1,223
45 1,251
45 1,233
165 m 42 1,321 Overall 1,3
40 1,380
4.5.4 Geometri Jenjang (Bench Dimension)

Sebelum mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui


istilah-istilah pada jenjang (gambar 4.2).

Gambar 4.2 Bagian-bagian Jenjang

Dalam penentuan geometri jenjang, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

1. Sasaran produksi harian dan tahunan.


2. Ukuran alat mekanis yang digunakan.
3. Ultimate pit slope.
4. Slope stability.
Beberapa pihak yang mengeluarkan pendapat mengenai dimensi jenjang, antara lain :

1. Head Quarter of US Army (Pits and Quarry Technical Bulletin No 5-352)


2. Lewis (Elements of Mining)
3. L. Shevyakov (Mining of Mineral Deposits)
4. Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)
5. Popov (The Working of Mineral Deposit)
6. Young (Elements of Mining)
7. E. P. Pfeider (Surface Mining)
8. Head Quarter of US Army (Pits and Quarry Technical Bulletin No 5-352)

a. Lebar Jenjang Minimum (Wm)


Wmin = PM + Pa + Ja (4.3)

Dengan Wmin adalah lebar jenjang minimum (m), PM adalah panjang alat gali atau
muat (m), Pa adalah panjang alat angkut (m), Ja jarak aman dari pinggir (m).sehingga
diperoleh perhitungan sebagai berikut

Pm :7m
Pa :6m
Ja :2m
Maka :
Wmin = 7 m + 6 m + 2 m
= 15 m

b. Tinggi Jenjang
L =panjang boom

dengan L adalah tinggi jenjang

L= 6 meter

4.5.3 Geometri Bench Ideal

Berdasarkan percobaan trial and error pada program Slide 6.0 didapatkan data sebagai
berikut yang dimana
Tabel 4.10 Faktor Keamanan
Slope Angel Tinggi Bentonit
Uraian (m) 73o
Singel Slope 6 1,113
Over All Slope 17,6 34,461

4.6 Review Design Geometri Bench Yang Direncanakan

Gambar 4.3 Single Slope 73 ˚


Gambar 4.5 Overall Slope 26 ˚
4.7 Kemampugaruan Batuan

Dalam suatu kegiatan penambangan selalu dijumpai kegiatan penggalian. Sebelum


penggalian dilakukan maka dilakukan pembongkaran massa batuan. Penggalian bisa
dilakukan secara langsung tanpa pembongkaran apabila material bersifat lunak atau soft,
metode penggalian ini biasa disebut direct digging. Namun apabila material bersifat keras
maka perlu pembongkaran terlebih dahulu sebelum dilakukan penggalian. Pembongkaran
bisa dilakukan dengan penggaruan (ripping) maupun peledakan (blasting). Penggaruan
maupun peledakan tidak dilakukan serta merta begitu saja saat menjumpai material keras.
Namun perlu ada analisis lebih lanjut untuk menentukan metode pembongkaran yang sesuai
dengan sifat-sifat batuan maupun kondisi lapangan.

Metode penggalian sangat dipengaruhi oleh sifat material terutama kekerasannya. Oleh
sebab itu dalam suatu penggaruan (ripping), suatu massa batuan memiliki tingkat
kemampugaruan (rippability) tertentu, dari easy ripping sampai very hard ripping.
Kemampugaruan (rippability) merupakan suatu ukuran apakah suatu massa batuan mudah
digaru, sulit digaru atau bahkan tidak dapat digaru. Untuk menentukan tingkat
kemampugaruan suatu massa batuan, maka perlu studi atau investigasi lapangan seperti
pengumpulan data struktur, tingkat pelapukan dan air tanah. Hal ini dilakukan guna
mengklasifikasikan suatu massa batuan kedalam kelas tertentu. Dari kelas-kelas tersebut,
akan diketahui seberapa kemampugaruan massa batuan tersebut. Selain itu, akan diperoleh
rekomendasi metode penggalian dan alat yang sesuai untuk digunakan.

Kemampugaruan yang merupakan ukuran tingkat kemudahan suatu batuan untuk


digaru diperoleh dari studi lapangan, geologi maupun geoteknik. Dalam setiap kegiatan
penggalian batuan, salah satu sifat batuan yang sangat penting yang harus diukur adalah spasi
kekar dan orientasinya.

Secara umum kemampugaruan dipengaruhi oleh:

- Kuat tekan batuan


- Struktur batuan
- Pelapukan
Para peneliti terdahulu telah menemukan banyak faktor yang mempengaruhi
kemampugaruan batuan seperti perilaku massa batuan, kekuatan massa batuan, ukuran dan
kekuatan dari mesin yang digunakan dan faktor ekonomi. Ada peneliti yang menemukan
bahwa yang termasuk dalam sifat massa batuan meliputi jenis batuan, kekuatan, derajat
alterasi, struktur, abrasif, kadar air dan kecepatan gelombang seismik. Peneliti lain
menyebutkan bahwa kemapugaruan dipengaruhi oleh kekuatan dari batuan utuh dan perilaku
kekar pada massa batuan. Dalam perkiraan kemampugaruan, parameter batuan harus
dimasukan dan diuji untuk memperkirakan perilaku batuan tersebut. Dalam mekanika batuan
sendiri, penentuan sifat fisik dan mekanik batuan merupakan inti dalam perkiraan perilaku
massa batuan.

Sifat mekanik batuan di antaranya adalah kuat tekan uniaksial (Uniaxial Compressive
Strength) dan kekerasan batuan. Kuat tekan uniaksial batuan merupakan ukuran kemampuan
batuan untuk menahan beban atau gaya yang bekerja pada arah uniaksial.

Metode grading didasarkan pada sifat geomekanik batuan seperti diskontinuitas tingkat
pelapukan, ukuran butir dan kekuatan batuan. Sifatsifat tersebut dapat ditentukan dengan
rebound test, uji kekuatan batuan, klasifikasi massa batuan, dan uji-uji lainnya. Pada
dasarnya, pengujian tunggal tidak dapat mewakili sifat-sifat batuan tersebut. Oleh sebab itu,
banyak pengujian dilakukan baik pengujian langsung maupun tidak langsung pada batuan.
Massa batuan digali dengan 3 metode: penggalian langsung dan penggaruan.

Anda mungkin juga menyukai