Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KULIAH

TEKNIK EKSPLORASI

METALOGENIC PROVINSI INDONESIA

Disusun oleh :

Adi Saputro (710017194)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

2019

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan penyertaan, kasih, dan
karunianya sehingga sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Metalogenic Provinsi
Indonesia” dengan baik. Dalam penyusunan tugas atau makalah ini, tidak sedikit hambatan yang
kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan dari dosen pembimbing dan teman-teman, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat teratasi.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan di dunia pertambangan.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................................................1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................................3
1.3 Tujuan ...................................................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................................4

2.1. Pengertian Metallogenic Province ........................................................................................4

2.2. Metalogenic Provinsi Indonesia .............................................................................................5

2.3. Masing-masing Metalogenik Di Setiap Provinsi Indonesia ……………………………10

2.3.1. Pembagian Busur di Indonesia……………………………………….……………10


2.3.2. Geologi Regional Pembagian Litogenetik di Pulau Sulawesi…………………….11
2.3.3 Pembagian Litogenetik di Pulau Sulawesi……….……………………..………….12
2.3.4. Mandala Timur…………………………………………………………….……....13
2.3.5 Geologi Sulawesi………………………………………………………….……….14
2.3.6. Jenis Endapan Mineral……………………………………………………...……..16
2.3.7. busur sunda-banda………………………………………………………...……....16
2.3.8. Busur Indonesia Bagian Timur (IRIAN)…………………………………..……...17

2.4 . Sebaran Mineral dan Tipe Mineralisasi di Indonesia .....................................................21

BAB III. PENUTUPAN ...............................................................................................................23

iii
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................24

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Plate boundary ………………………….................................................................6


Gambar 2.2.1. Busur Magmatik kepulauan Indonesia ................................................................7

Gambar 2.2.3. Sumber Utama Busur Magmatik dan Blok Crustal di Indonesia ............................8

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya
penyebaran batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan geologi
indonesial yang kompleks. Tatanan geologi di Indonesia dipengaruhi kondisi tektonik
sehingga dengan demikian distribusi mineral dalam bentuk metallogenik province di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh setting tektonik. Setting tektonik di Indonesia telah
dapat dijelaskan dengan pendekatan teori tektonik lampeng (plate tectonic teori). Dalam
membahas metallogenic province dengan kaitannya dengan kerangka tektonik di
Indonesia akan diuraikan dengan membahas terlebih dahulu mengenai teori tektonik
lempeng, kerangka tektonik di Indonesia dan selanjutnya mengenai metallgenik province
di Indonesia.

Indonesia merupakan kepulauan yang dinamik yang terbentuk akibat pertumbuhan


3 lempeng Lempeng Eurasia, Lempeng India-australia dan lempeng pasifik. Pergerakan
tektonik convergence, spreading, subduction, obduction, collision dll di Indonesia dimulai
pada masa Carbon (10 Ma) yang selanjutnya diikuti oleh proses intrusi magmatik,
pembentukan batuan piroklastik dan batuan sediment seiring pembentukan volcano
magmatik arc. Busur kepulauan Indonesia yang juga bias didefinisikan sebagai Cenozoic
volcano plutonic arc memiliki bentangan sepanjang 9000 km dan sebagian besar dari
bentangan tersebut memiliki potensi sumberdaya mineral. Volcano magmatic arc atau
umumnya disebut busur magmatik yang merupakan produk dari proses tektonik,
memiliki kaitan yang erat dengan pembentukan proses-proses mineralisasi di kerak bumi.
Mineral logam pada umumnya terbentuk di Busur magmatik tersebut. Batuan – batuan
yang terbentuk pada Busur magmatik khususnya yang berasosiasi dengan mineralisasi
terdiri daribatuan vulkanik, batuan intrusif, batuan sediment dan sebagian kecil complex
ophiolite. Proses yang lama dan berkesinambungan hasil dari aktifitas tektonik di Indonesia
menghasilkan Indonesia memilki sumber daya alam khususnya sumberdaya mineral yang
berlimpah seperti timah, tembaga, emas, perak, nikel, bauksit, besi dan lain-lain.

Teori tektonik lempeng merupkan revolusi dalam Geoscience yang merubah pengertian
umum tentang dinamika bumi. Lempeng tektonik atau disebut juga lempeng lithosfer merupkan
lempengan yang berbentuk tidak beraturan yang merupakan batuan padat. Terdapat 2 jenis
lempeng utama yaitu lempeng/kerak

benua dan lempeng/kerak samudera selain itu juga terdapat lempeng yang merupakan
kombinasi dari kedua jenis tersebut. Lempeng memiliki variasi ukuran antara beberapa ratus

1
samapi ribuan kilometer. Ketebalan lempeng juga memeliki variasi yang luas yaitu antara 15 km
sampai 200 Km (sumber USGS). Lempeng atau kerak tersebut saling mengapung yang merupkan
manifestasi komposisi kedua jenis lempeng tersebut. Kerak benua memiliki komposisi utama batuan
granit yang disusun oleh mineral-mineral ringan seperti kuarsa dan feldspar. Sementara itu,
Komposisi utama kerak samudera adalah batuan basaltik yang lebih padat dan berat. Variasi
ketebalan lempeng merupakan sebagian kompensasi alamiah terhadap ketidak seimbangan berat
dan density dari kedua tipe lempeng/kerak tersebut. Dikarenakan batuan lempeng benua lebih
ringan maka kerak di bawah lempeng lebih tebal (sekitar 100 km) dibanding kerak di bawah
lempeng samudera yang hanya memiliki ketebalan 5 km. Lempeng-lempeng di seluruh dunia
telah diidentifikasi seperti diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1.1. Plate boundary (sumber Press and Siever, 1998 dalam Satyana A.H, 2005)

Teori tektonik lempeng menerangkan bahwa lempeng-lempeng di kerak bumi saling


bergerak diakibatkan arus konveksi di dalam astenosphere. Pergerakan lempeng dibagi
menjadi 3 jenis pergerakan utama :
• convergence dimana 2 lempeng saling bertemu,

• divergence (dimana 2 lempeng saling menjauh),

• transform (dimana 2 lempeng bergerak berlawan secara sliding).


Pertemuan lempeng-lempeng yang saling berinteraksi tersebut disebut plate margin.
Terdapat 3 tipe plate margins :
• Tipe destruktif yang saling menghancurkan antara lain plates collision,
plate subduction. Umumnya tipe ini diakibatkan pergerakan lempeng yang
convergence.
• Tipe konstruktif akibat pergerakan divergence contohnya pembentukan
lantai samudera di area MOR (mid oceanic ridge)
• Tipe Konservatif atau tidak ada penambahan atau penghancuran,

2
pergerakan transform.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Metalogenik ?
2. Bagaimana Penyebaran Metalogenik Di Setiap Maing-masing Provinsi Di Indonesia ?
3. Apa Masing-masing Metalogenik Di Setiap Provinsi Indonesia ?
4. Sebaran Mineral dan Tipe Mineralisasi di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Metalogenik
2. Mengetahui Penyebaran Metalogenik Di Setiap Masing-masing Provinsi Indonesia
3. Mengetahui Masing-masing Metalogenik Di Setiap Provinsi Indonesia
4. Mengetahui Sebaran Mineral dan Tipe Mineralisasi di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Metallogenic Province


Berbagai jenis cebakan mineral, cenderung terdapat dalam kelompok yang dinamakan
metallogenic province. Yang didefinisikan sebagai daerah terbatas pada kerak dimana cebakan
mineral berada dalam jumlah besar. Metallogenic province terbentuk akibat dari pengaruh iklim
atau tektonik lempeng. Cebakan mineral magmatic, hidrotermal dan stratabound semuanya
terbentuk dekat dengan batas lempeng saat ini atau yang lalu. Cebakan tersebut semuanya secara
langsung atau tidak, berkaitan dengan aktifitas magma yang diakibatkan tektonik lempeng.

2.2 METALOGENIC PROVINCE INDONESIA

Sebagai daerah pertemuan tiga lempeng aktif, Indonesia juga memiliki daerah busur
kepulauan yang menyebar sepanjangan wilayah timur – selatan Indonesia. Pergerakan lempeng –
lempeng secara aktif pada masa neogen menyusun Indonesia menjadi beberapa jalur aktif busur
magmatik. Indonesia memiliki 7 jalur utama busur magmatik dan beberapa busur minor. Ketujuh
busur mayor tersebut adalah:
1. Busur Sunda-Banda (Neogen)
2. Busur Sumatra-Meratus (Pertengahan dan Akhir Cretaceous)
3. Busur Halmahera (Neogen)
4. Busur Sulawesi-Timur Mindanao (Neogen)
5. Busur Kalimantan Tengah (pertengahan Tertiary dan Neogen)
6. Busur Tengah Irian Jaya (Neogen)
7. Busur Aceh (Neogen)

Pembagian Busur di Indonesia Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan
pulau lainnya. Apabila melihat busur-busur disekelilinya Benua Asia, maka bagian concaxnya
mengarah ke Asia tetapi Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaxnya yang menghadap
ke Asia dan terbuka ke arah Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola terbalik
atau inverted arc.Pulau Sulawesi terletak pada zone peralihan antara Dangkalan Sunda dan
dangkalan Sahul dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh Basin Sulawesi
( 5000 – 5500 m ). Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda utara dan Laut Banda
Selatan dengan kedalaman mencapai 4500 – 5000 m. Sedangkan untuk bagian Barat dibatasi oleh
Palung Makasar (2000-2500m).

4
Kepulauan Indonesia dengan 13,000 pulau memanjang 5,200 km terdiri dari
keberadaan busur Vulkanik zaman kenozoikum yang lokasinya menempaiti 15 % dari
vulkanik aktif di Indonesia. Busur Kenozoikaum mempunyai panjang 9,000 km, dimana 80%
diketahui sebagai pembawa mineral deposit (Carlile and Mitchell, 1994). Halmahera dan Irian
Jaya dapat diperkirakan sebagai bagian dari sirkum Pasifik, sedangkan sisanya merupakan
kompleks konvergen sepanjang timurlaut lempeng Indian – Australia (Hamilton, 1979).
Bersamaan dengan subduksi lain, Type I/magnetite – seri vulkanik – busur plutonik
dihasilkan pada zaman kenozoikum, dan didominasi oleh Cu phorfiri dan emas epithermal
Au. Pengaruh pembentukan metal ini menutup kemungkinan hubungan dari sabuk mineral
yang lain: Irian Jaya merupakan provinsi penghasil Cu – Au di Papua New Guinea. Sulawesi
Utara bisa jadi merupakan provinsi penghasil Cu – Au, kemenerusan kearah barat daya dari
Phillipina (Mindanau timur) (Carlile and Kirkegaard, 1985). Keberadaan Mineralisasi di
kalimantan Barat terletak di Bau Arah Serawak (Malaysia Timur).
Busur Kenozoikum Indonesia, sebagian, dalam kerak kraton, di Sumatra tengah dan
kepulauannya, termasuk kedalam sabuk barat daya Sn Asia. Ditempat lain, bagaimanapun
juga, busur – busur lebih tua dan muncul di seting kerak samudra (Carlile and Mitchell,
1994). Semua Au dan Cu – Au di Indonesia berumur Mio – Plio (Carlile and Mitchell, 1994),
dalam busur kepulauan daerah pasifik barat (Sillitoe, 1989).

5
Gambar 2.2.1. Busur Magmatik kepulauan Indonesia

Busur kepulauan Indonesia yang juga bisa didefinisikan sebagai Cenozoic volcano
magmatic arc memiliki bentangan sepanjang 9000 km dan 80 % bentangan tersebut
memiliki potensi sumberdaya mineral. Volcano magmatic arc atau umumnya disebut
busur magmatik yang merupakan produk dari proses tektonik, memiliki kaitan yang
erat dengan pembentukan proses-proses mineralisasi di kerak bumi. Mineral logam
pada umumnya terbentuk di Busur magmatik tersebut. Batuan – batuan yang
terbentuk pada Busur magmatik khususnya yang berasosiasi dengan mineralisasi terdiri

6
dari batuan vulkanik, batuan intrusif, batuan sediment dan sebagian kecil complex
ophiolite. Proses yang lama dan berkesinambungan hasil dari aktifitas tektonik di
Indonesia menghasilkan Indonesia memilki sumber daya alam khususnya
sumberdaya mineral yang berlimpah seperti timah, tembaga, emas, perak, nikel,
bauksit, besi dan lain-lain.
Carlile dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data mutakhir Simanjuntak (1986),
Sikumbang (1990), Cameron (1980), Adimangga dan Trail (1980), memaparkan busur-
busur magmatik seluruh Indonesia sebagai dasar eksplorasi mineral. Teridentifikasikan 15
busur magmatik, 7 diantaranya membawa jebakan emas dan tembaga, dan 8 lainnya belum
diketahui.

Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam tersebut adalah :

• Busur magmatik Aceh,

• Busur magmatik Sumatera-Meratus,

• Busur magmatik Sunda-Banda,

• Busur magmatik Kalimantan Tengah,

• Busur magmatik Sulawesi-Mindanau Timur,

• Busur magmatik Halmahera Tengah,

• Busur magmatik Irian Jaya.

7
Gambar 2.2.3. Sumber Utama Busur Magmatik dan Blok Crustal di Indonesia

Busur yang belum diketahui potensi sumberdaya mineralnya adalah

• Paparan Sunda,

• Borneo Barat-laut,

• Talaud,

8
• Sumba-Timor,

• Moon-Utawa dan

• dataran Utara Irian Jaya.

Cebakan tersebut merupakan hasil mineralisasi utama yang umumnya berupa


porphyry copper-gold mineralization, skarn mineralization, high sulphidation
epithermal mineralization, gold-silver-barite-base metal mineralization, low
sulphidation epithermal mineralization dan sedimen hosted mineralization. Distribusi
cebakan mineral emas-tembaga-perak dapat dilihat pada gambar 9.

Cebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi,


ketika kegiatan fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah.
Proses ini dikenal sebagai proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal
dan suhu rendah. Proses ini juga dapat terjadi di lingkungan batuan vulkanik (volcanic
hosted rock) maupun di batuan sedimen (sedimen hosted rock), yang lebih dikenal
dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn terdapat di Erstberg (Sudradjat, 1999).
Skarn Erstberg berupa roofpendant batugamping yang diintrusi oleh granodiorit.
Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur geologi setempat. Sebagai sebuah
roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik contact sampai metamorphic zone
(Zuharlan, 1993).
Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan
signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini
terdapat pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan gunungapi
muda berumur kurang dari 70 juta tahun. Sebagian besar host rock merupakan batuan
vulkanik, dan hanya beberapa yang merupakan sediment hosted rock. Cebakan emas
epitermal umumnya terbentuk pada bekas-bekas kaldera dan daerah retakan akibat sistem
patahan.

Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai


system porfiri (porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di
Papua, dengan mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih
utama kalkopirit yang banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain terdapat di
Pongkor dan Cikotok di Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratatotok di Minahasa.
Lingkungan lain adalah kondisi gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut yang masuk
ke dalam tubuh bumi berperan membawa larutan mineral ke permukaan dan
mengendapkannya. Contoh terbaik atas proses ini terjadi di Pulau Wetar, yang
menghasilkan mineral barit. Proses pengkayaan batuan karena pelapukan dikenal dengan
nama pengkayaan supergen. Batuan granitik yang lapuk akan menghasilkan mineral
pembawa aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat berhubungan dengan

9
keberadaanjalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua bersifat asam, sehingga
menghasilkan batuan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini antara lain terjadi di
Kalimantan Barat, Bangka, belitung dan Bintan.

2.3. Masing-masing Metalogenik Di Setiap Provinsi Indonesia

Sebagai daerah pertemuan tiga lempeng aktif, Indonesia juga memiliki daerah busur
kepulauan yang menyebar sepanjangan wilayah timur – selatan Indonesia. Pergerakan lempeng –
lempeng secara aktif pada masa neogen menyusun Indonesia menjadi beberapa jalur aktif busur
magmatik. Indonesia memiliki 7 jalur utama busur magmatik dan beberapa busur minor. Ketujuh
busur mayor tersebut adalah:
1. Busur Sunda-Banda (Neogen)
2. Busur Sumatra-Meratus (Pertengahan dan Akhir Cretaceous)
3. Busur Halmahera (Neogen)
4. Busur Sulawesi-Timur Mindanao (Neogen)
5. Busur Kalimantan Tengah (pertengahan Tertiary dan Neogen)
6. Busur Tengah Irian Jaya (Neogen)
7. Busur Aceh (Neogen)

2.3.1. Pembagian Busur di Indonesia

Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya. Apabila melihat
busur-busur disekelilinya Benua Asia, maka bagian concaxnya mengarah ke Asia tetapi Pulau
Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaxnya yang menghadap ke Asia dan terbuka ke arah
Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola terbalik atau inverted arc.Pulau
Sulawesi terletak pada zone peralihan antara Dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul dan
dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh Basin Sulawesi ( 5000 – 5500 m ).
Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda utara dan Laut Banda Selatan dengan
kedalaman mencapai 4500 – 5000 m. Sedangkan untuk bagian Barat dibatasi oleh Palung Makasar
(2000-2500m). Sebagian besar daerahnya terdiri dari pegunungan dan tataran rendah yang terdapat
secara sporadik, terutama terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan padat
penduduknya adalah dibagian lengan Selatan. Berdasarkan orogenesenya dapat dibagi ke dalam
tiga daeran (Van Bemmelen, 1949) sebagai berikut :

1.Orogenese di bagian Sulawesi Utara


Meliputi lengan Utara Sulawesi yang memanjang dari kepulauan Talaud sampai ke Teluk Palu –
Parigi. Daerah ini merupakan kelanjutan ke arah Selatan dari Samar Arc. Termasuk pada daerah
ini adalah Kepulauan Togian, yang secara geomorfologis dikatakan sebagai igir Togian (Tigian
Ridge). Daerah orogenese ini sebagain termasuk pada inner arc, kecuali kepulauan Talaud sebagai
Outer Arc.
2. Orogenese di bagian Sulawesi Sentral
Dibagian sentral ini terdapat tiga struktur yang menjalur Utara – Selatan sebagai berikut:

10
- Jalur Timur disebut Zone Kolonodale terdiri atas lengan timur dan sebagian yang nantinya
bersambung dengan lengan Tenggara. Sebagai batasnya adalah garis dari Malili – Teluk Tomori.
Daerah ini oleh singkapan-singkapan batuan beku ultra basis.
- Jalur Tengah atau Zone Poso, batas Barat jalur ini adalah Medianline. Zona ini merupakan
Graben yang memisahkan antara Zona Barat dan Timur.Dibagian Utara Zone ini terdapat Ledok
Tomini dan di Selatannya terdapat Ledok Bone. Daerah ini ditandai oleh mayoritas batuan Epi
sampai Mesometamorfik crystalline schist yang kaya akan muscovite.
- Jalur Barat atau Zona Palu, ditandai oleh terdapat banyaknya batuan grano – diorite, crystalline
schist yang kaya akan biotite dan umumnya banyak ditemui juga endapan pantai. Zona ini dibagian
Utara dibatasi oleh Teluk Palu – Parigi, di Selatan dibatasi garis dari Teluk Mandar – Palopo. Dari
Teluk Mandar – Palopo ke arah selatan sudah termasuk lengan Selatan – Sulawesi. Daerah jalur
Barat ini merupakan perangkaian antara lengan Utara Zone Palu dan lengan selatan merupakan
satuan sebagain Inner Arc.
3. Orogenese di bagian Sulawesi Selatan
Secara garis besar tangan selatan Sulawesi merupakan kelanjutan Zone Palu (Zone bagian barat
Sulawesi Tengah) dan tangan tenggara merupakan kelanjutan dari tangan Timur Sulawesi (Zone
Kolonodale). Secara Stratigrafi antara lengan selatan dan lengan tenggara banyak memiliki
kesamaan, begitu juga antara Zone Palu Lengan Utara dengan Zone Kolonodale Lengan Timur
dilain fihak. Walaupun demikian diantaranya terdapat perbedaan-perbedaan sebagai contoh bagian
ujung selatan (di Selatan D. Tempe).

2.3.2. Geologi Regional

Sulawesi terletak pada pertemuan Lempeng besar Eurasia, Lempeng Pasifik, serta
sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat
kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofi olit, dan bongkah dari
mikrokontinen terbawa proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van
Leeuwen, 1994). Berdasarkan keadaan litotektonik, Sulawesi dibagi tiga mandala, yaitu: Mandala
barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda; Mandala tengah
berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia; dan
Mandala timur berupa ofi olit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan
batuan sedimen berumur Trias - Miosen. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat
sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara
memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat dari Buol sampai sekitar Makassar.
Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan
batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat
mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen
berumurMesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos
granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan retas.

11
Secara geologi, sulawesi merupakan wilayah yang geologinya sangat komplek, karena merupakan
perpaduan antara dua rangkaian orogen ( Busur kepulauan Asia timur dan system pegunungan
sunda ).Sehingga, hamper seluruhnya terdiri dari pegunungan, sehingga merupakan daerah paling
berpegunungan di antara pulau- pulau besar di Indonesia (Sutardji, 2006 :100).

2.3.3 Pembagian Litogenetik di Pulau Sulawesi

Berdasarkan keadaan litotektonik Pulau Sulawesi dibagi 3 yaitu:


• Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano - Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik
(Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda;
• Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi
batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia;
• Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak
samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen

Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat.Bagian utara memanjang dari Buol sampai
sekitar manado Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen-
Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen-Oligosen. Bagian barat dari Buol
sampai sekitarMakassar. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat
kontinen yang terdiri atas batuan gunung api – sedimen berumur Mesozoikum- Mesozoikum
Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan
terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolit, stok, dan retas.

 Mandala Barat bagian Utara (Sulawesi Utara)


Geologi daerah Sulut didominasi oleh batugamping sebagai satuan pembentuk cekungan sedimen
Ratatotok.
• Satuan batuan lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksi-konglomerat
kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang didapatkan di
daerah Ratatotok – Basaan, serta breksi andesit piroksen.
• Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan
mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-trakit.
• Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas lava andesit-basal,
bom, lapili dan abu
• Kelompok batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu koral, endapan danau dan sungai
serta endapan alluvium.

 Mandala Barat Bagian Barat (Sulawesi Selatan)


Berdasarkan pengamatan geologi pada data penginderaan jauh dan lapangan, maka batuan di
daerah Enrekang dapat dibagi menjadi 8 satuan,yaitu:

12
• Satuan batupasir malih (Kapur Akhir)
• Satuan batuan serpih (Eosen-Oligosen Awal)
• Satuan batugamping (Eosen)
• Satuan batupasir gampingan (Oligosen- Miosen Tengah)
• Satuan batugamping berlapis (Oligosen-Miosen Tengah)
• Satuan klastika gunungapi (Miosen Akhir)
• Satuan batugamping terumbu (Pliosen Awal)
• Satuan konglomerat (Pliosen)
Struktur geologi yang berkembang di daerah ini terdiri atas sesar naik, sesar mendatar, sesar
normal dan lipatan yang pembentukannya berhubungan dengan tektonik regional

 Mandala Tengah

Urut-urutan stratigrafi dari muda hingga tua sebagai berikut :


• Endapan alluvium,
• Endapan teras (Kuarter),
• Batuan tufa (Pliosen - Kuarter),
• Batuan sedimen termetamorfose rendah dan batuan malihan yang keduanya termasuk Formasi
Tinombo (Kapur Atas - Eosen Bawah)
• Batuan Gunung Api (Kapur Atas – Oligosen Bawah) yang menjemari dengan Formasi Tinombo
• Batuan intrusi granit (Miosen Tengah – Miosen Atas) ditentukan menerobos batuan malihan
Formasi Tinombo.

2.3.4. Mandala Timur

Sesar Lasolo yg merupakan sesar geser membagi lembar daerah Kendari menjadi dua lajur, yaitu:
 Lajur Tinondo, yang menempati bagian barat daya
 Lajur Hialu yang menempati bagian timur laut daerah ini.
Struktur lipatan hasil analisis data gaya berat daerah ini menunjukkan potensi sumber daya geologi
yang sangat besar, berupa: panas bumi dan endapan hidrokarbon. Panas Bumi berada di sekitar
daerah Tinobu. Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo. Cebakan Hidrokarbon di sekitar pantai
dan lepas pantai timur daerah ini, seperti : daerah kepulauan Limbele, Teluk Matapere (Kepulauan
Nuha Labengke). Wawalinda, Telewata, Singgere, pantai utara Kendari, dan lain sebagainya.
Adapun Formasi batuan yang terdapat didaerah sulawesi selatan adalah formasi Latimojong yang
berumur Kapur. Formasi ini telah termetamorfisme dan menghasilkan filit, serpih, rijang, marmer,
kwarsit dan beberapa intrusi bersifat menengah hingga basa. Formasi Toraja yang terdiri dari
Tersier Eosen Toraja dan Tersier Eosen Toraja Limestone yang berumur Eosen terdiri dari
serpih, batugamping dan batupasir serta setempat batubara, batuan ini telah mengalami perlipatan
kuat. Kisaran umur dari fosil-fosil yang dijumpai pada umumnya berumur Eosen Tengah sampai
Miosen Tengah. Satuan Batuan termuda berupa endapan aluvial dan pantai yang terdiri dari

13
lempung, lanau, pasir kerikil dan setempat-setempat terdapat terdapat terumbu koral (Qal)
menempati daerah pesisir timur dan barat.

2.3.5 Geologi Sulawesi

Gambar Geologi Persebaran potensi endapan bahan galian sulawesi ( Van Leuween 1992)
Secara geologi, sulawesi merupakan wilayah yang geologinya sangat komplek, karena merupakan
perpaduan antara dua rangkaian orogen ( Busur kepulauan Asia timur dan system pegunungan
sunda ).Sehingga, hamper seluruhnya terdiri dari pegunungan, sehingga merupakan daerah paling
berpegunungan di antara pulau- pulau besar di Indonesia (Sutardji, 2006 :100) Secara rinci
fisiografi sulawesi adalah sebagai berikut :
 Lengan Utara Sulawesi
Pada lengan ini, fisiograsinya terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan aspek geologinya. Ketiga
bagian tersebut adalah :
1. Seksi Minahara, merupakan ujung timur dari lengan utarasulawesi dengan arah timur laut barat
daya yang bersambung dengan penggungan sangihe yang didirikan oleh aktifitas vulkanis
pegunungan soputan.
2. Seksi gorontalo merupakan bagian tengah dari lengan utara sulawesi dengan arah timur ke
bawah, namun aktifitas vulkanis sudah padam yang lebar daratanya sekitar 35 – 110 km, tapi
bagian baratnya menyempit 30 km ( antara teluk dondo dipantai utara dan tihombo di pantai selatan
). Seksi ini dilintasi oleh sebuah depresi menengah yang memanjang yaitu sebuah jalur antara
rangkaian pegunungan di pantai utara dan pegunungan di pantai selatan yang disebut zone limboto:
3. Jenjang sulawesi utara, merupakan lengan utara sulawesi yang arahnya dari utara ke selatan dan
terdapat depresi ( lanjutan zone limboto di gorontalo ) yang sebagian besar di tutup oleh vulkan –
vulkan muda, sedangkan antara lengan utara dan lengan timur di pisahkan oleh teluk tomini yang
lebarnya 100 km di bagian timur dan sampai 200 km di bagian barat sedangkan dasar teluknya
semakin dangkal kea rah barat ( ( kurang dari 2000 meter ) dan di bagian tengah teluk tomini
tersebut terdapat pegunungan di bawah permukaan air laut dengan bagian tinggi berupa kepulauan
togian ( Sutardji ; 2006 : 101 )
 Lengan Timur
Lengan timur sulawesi arahnya timur laut barat daya dan dapat di bedakan menjadi tiga bagian.
Tiga bagian tersebut adalah
1. Bagian timur, berupa semenanjung Bualeno yang di pisahkan dengan bagian tengah oleh tanah
genting antara teluk poh dan teluk besama
2. Bagian tengah, dibentuk oleh pegunungan Batui dengan pegunungan Batulumpu yang arahnya
timurlaut-baratdaya yang berangsur-angsur lenardari 20 km di timur sampai 80 km di utara Bunku.
3. Bagian barat, merupakan pegunungan tinggi yang membujur antara garis ujng Api sampai Teluk
Kolokolo bagian timur dan garis Lemoro sampai teluk Tomini di barat dan lebarnya sekitar 75-
100 km ( Sutardji, 2006 : 101 )

14
 Lengan Tenggara
Batas antara lengan tenggara dengan bagian tengah sulawesi adalah berupa tanah gentingantara
teluk Usu dengan teluk Tomori yang lebarnya 100 km. Sedangkan lengan tenggara Sulawesi dapat
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
• Bagian utara, berupa massip-massPeridotit dari pegunungan Verbeek yang di tengahnya terdapat
dua graben yaitu danau Matana dan Danau Tomini yang letaknya berada ntara teluk Palopo ( Ujung
utara teluk Bone ) dengan Teluk Tolo.
• Bagian Tengah, berupa Pegunungan Mekongga di sebelah barat dan sediment peridorit di sebelah
timur yang di batasi oleh Pegunuingan Tangeasinua, sedangkan antara kedua pegunungan tersebut
terdapat basin yang dialiri sungai Konewha, sedangkan kea rah tenggara jalur ini tenggelam dan
membentuk teluk-teluk dan pulau-pulau kecil serta berkelanjutan sampai kepulauan Manui.
• Bagian Selatan, merupakan suatu depresi yang membujur dari arah barat ke timur yang
membentang antara Kendari dan Kolaka yang diisi dataran Aluvial yang berawa sedangkan di
bagian selatannya berupa pegunungan dan bukit-bukit yang teratur dengan membujug barat ke
timur.
 Lengan Selatan
Bagian sulawesi selatan merupakan daerah yang dibatasi oleh garis enggara-baratlauit dari muara
sungai Karama sampai Palopo. Batas lengan utara dari garis timurlaut-barat daya dari palopo
sampai teluk Mandar. Namun secara geologis bagian barat lengan sulawesi tengah termasuk
Pegunungan Quarles yang lebih dekat hubungnnya dengan bagian selatan dengan lemngan selatan
( Sutardji, 2006 : 103 ).
Fisiografi lengan selatan berupa pegunungan seperti pegunungan yang ada di antara Majene yang
membujur utara-selatan, antara pegunungan Quarles dengan pegunungan Latimojong dipisahkan
oleh lembah Sadang dan diantara lembah Sadang dan teluk Bone terdapat Pegunungan Latimojong
yang membujur dari utara ke selatan dengan ketinggian sekitar 3000 mdpl. Pada bagian utara dan
selatan lengan ini dipisahkan oleh depresi dengan arah baratlau-tenggara yang terdapat danau-
danau seperti Tempe, Sidenreng, dan danau Buaya. Pada bagu\ian selatannya lengan ini
mempunyai ketinggian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian utara. Di daerah ini
ada dua jalur pegunungan yaitu di bagian barat dengan ketinggian diatas 1000 mdpl dan bagian
timur dengan ketinggian 800 mdpl yang dipisahkan oleh lembah Sungai Walaneia. Kedua jalur
pegunungan tersebut di sebelah selatan pegunungan Bontorilni, bersatu sebagai hulu sungai
Walaneia yang mengalir ke utara tertutup oleh vulkan besar Lampobatang. Sedangkan di luar
pantai Makasar terdapat dangkalan Spermonde dengan rangkaian karang, dan di luar pantai
Watampone terdapat dangkalan dengan rangkaian karang, laut dangkal dan sebelah baratnya
menurun sampai palung Bone

15
1. Sulawesi Tengah
Keempat lengan dari pulau Sulawesi bertemu di bagian tengah. Bagian ini di batasi oelh
garis yang melalui Donggala-parigi_Lemore Teluk Tomini dari lengan utara dan timur, garis dari
Mojene_palopor Dongi sampai teluk Temori membatasi dengan lengan selatan dan tenggara.
Bagian tengah Sulawesi terbagi dalam tiga zona yang memiliki perkembangan Geologi yang
berbeda dan mengarah utara-selatan (Sutardji, 2006:104). Ketiga zona tersebut adalah :
• Zona Palu, merupakan busur dalam vulkanis, tetapi telah padam, zona ini bersatu ke utara dengan
Sulawesi utara dan selatan dengan Sulawesi selatan Batuan utama seperti grafik.
• Zona Poso, emrupakan palung antara yang seperti Granit dan endapan sediment pantai batuan
metamosif dengan endapan konglomerat, batu pasar dan letaknya tidak selaras diatas batuan
metamotif.
•Zona Kolondale, merupakan busur luar dengan dicirikan oleh batuan ultra basa, batuan segimen
yang terdiri dari gamping dan batu api usia mesozaikum (Sutardji, 2006:104).

2.3.6. Jenis Endapan Mineral

Pada busur ini, aktivitas magmatik cenderung berada pada daerah bawah laut dan juga
tersusun oleh batuan sedimen sebagai akumulasi kegiatan tektonik aktif di daerah ini. Dominasi
busur ini adalah aktivitas lempeng aktif yang membentuk lengan – lengan kepulauan Sulawesi.
Akibat pertemuan tiga lempeng samudera yang berada di sulawesi arc menyebabkan magma basa
sehingga menghasilkan mineral yang mengandung logam berat. Akibatnya, mineralisasi yang
terjadi meliputi porfiri emas-tembaga, endapan sulfidasi tinggi, sediment hosted gold, dan urat
sulfidasi rendah.
Berdasarkan geologinya, lengan timur dan tenggara di dominasikan oleh batuan malihan
dan afiolit yang terobdaksi pada miosen ke atas. Mandala timur, Benua mini banggai-Sulawesi
berasal dariAustralia dan berumur Palezoikum-Mesozoikum (Smith and Silver, 1991 dalam
Soemandjuntak, 2004:26). Sedangkan pada lengan selatan di dominasi oleh batuan gunung api dan
lengan selatan di dominasik oleh batuan gunung api dan terobosan Miosen lebih muda yang
membentuk sabuk lipatan diatas tepi bagian timur daratan sunda (Katili 1978 dalam
Soemandjuntak, 2004:26). Pada bagian tengah pulau Sulawesi didominasi batuan yang berasal dari
aktivitas volkanik seperti granit. Sedangkan pada lengan utara di dominasi oleh batuan metamorf
seperti Sekis Kristalin dan Phelit. Dilihat dari Geologi regional di lengan selatan pulau Sulawesi
yang terdapat formasi latimojong yang terdiri atas batuan batu lava, batu pasir termetakan, batuan
sabak, filit dan sekis merupakan formasi batuan yang mirip dengan geologi Kalimantan Barat yaitu
tepian benua yang terbentuk oleh proses penunjaman. Sehingga diperkirakan Sulawesi dan
Kalimantan, dulunya merupakan satu kesatuan daratan lempeng Eurasia.

2.3.7. Busur sunda-banda

Busur ini terakhir di intrusi oleh granit pada Trias Akhir, kemungkinan berlangsung juga
pembentukan jalur timah putih di Asia Tenggara pada Awal Mesozoik dimana diintrusi juga oleh

16
pluton berumur Kapur Awal seperti dapat dijumpai pada Pegunungan Schwaner. Pada pertengahan
Eosen, terbentuk tufa riolit berumur 49,7 dan 48,6 juta tahun (Baharuddin dkk., 1990). Sebelum
Eosen Atas sampai Oligosen, terbentuk batuan sedimen. Kondisi pembentukan tufa riolit tersebut
kemungkinan akibat pemekaran yang berkaitan dengan pembentukan Laut Sulawesi.

Busur magmatik di tengah Pulau Kalimantan diketahui pada beberapa tahun terakhir dari
sisa-sisa erosi batuan andesitik sampai trahit-andesitik dari volkanik fasies sentral yang berumur
Oligosen Akhir sampai Awal Miosen, pada beberapa tempat berasosiasi dengan cebakan emas dan
beberapa daerah prospek logam. Batuan volkanik tersebut termasuk juga trahit-andesit yang
berumur 23 juta tahun tersingkap dekat tambang Kelian (van Leeuwen dkk., 1990), batuan
terobosan andesit dan basalt berumur 14,4 - 24 juta tahun di antara Kelian dan Gunung Muro (van
de Weerd dkk., 1987).

Busur kontinen ini melampar dari Kalimantan bagian timur laut ke arah selatan melewati
Kalimantan Tengah dan Barat dan menerus ke Serawak. Busur magmatik di tengah Pulau
Kalimantan ini diketahui pada beberapa tahun terakhir dari sisa-sisa erosi batuan andesitik sampai
trakhit-andesitik dari volkanik fasies sentral yang berumur Oligosen Akhir sampai Awal Miosen.
Busur ini sangat berkaitan dengan penunjaman ke arah selatan dengan jalur penunjaman umumnya
terletak pada bagian barat laut Serawak. penyebaran busur magmatik di Kalimantan (atas) dan
beberapa busur magmatik yang menghasilkan deposit mineral ekonomis ( Van De Weer dkk,
1997)

2.3.8. BUSUR INDONESIA BAGIAN TIMUR (IRIAN)

Wilayah Indonesia secara geografis terletak diantara dua benua yaitu Asia dan Australia
serta terletak diantara dua samudra yaitu Pasifik dan Hindia. Indonesia sebagai negara kepulauan
merupakan salah satu wilayah yang mempunyai tatanan geologi dan pola tektonik yang komplek
dimuka Bumi ini. Secara tektonik lempeng, Indonesia merupakan lokasi benturan antara tiga
lempeng utama litosfir yaitu Hindia-Australia di bagian selatan, Pasifik di sebelah timur laut dan
Eurasia di barat laut. Karena interaksi antara lempeng-lempeng tersebut, terjadi berbagai gejala-
gejala tektonik yang berkaitan dengan pembentukan busur kepulauan, kegunungapian,
kegempaan, cekungan, dan struktur geologi yang kompleks.

Secara fisiografis wilayah Indonesia dibatasi di sebelah selatan oleh suatu palung laut
dalam yang memanjang dan dapat diikuti mulai dari Burma-Andaman-Sumatra-Jawa hingga ke
Kepulauan Banda di bagian Timur Indonesia, yang merupakan jalur penekukan dan penyusupan
lempeng Hindia-Australia ke bawah lempeng Asia Tenggara. Antara Indonesia bagian timur dan
barat, terdapat perbedaan fisiografis yang mencolok.

17
Daerah busur tengah Irian Jaya memanjang dari kepala burung hingga Papua Nugini. Hal
ini berkaitan dengan pergerakan sabuk New Guinea, sebuah zona sabuk metamorfik dan
pembentukan ophiolit. Busur diikuti juga dengan subduksi di selatan dan diikuti penumbukan.
Kegiatan vulkanisme yang mengikuti adalah bersifat andesitik. Busur tengah Irian Jaya terbentuk
di lempeng aktif Pasifik. Deformasi yang terus terjadi mengakibatkan pembentukan deposit pada
daerah benua pasif yang terbentuk sebelumnya dengan dasar berupa batugamping jalur New
Guinea. Mineralisasi yang terjadi berupa porfiri yang kaya akan emas, badan bijih skarn.
Keberadaan ketujuh busur mayor ini berkaitan dengan mineralisasi aktif di Indonesia, terutama
terhadap emas dan tembaga. Jumlah endapan per km panjang busur tergantung pada masing -
masing busur dan kontrol lain yang berkaitan dengan mineralisasi. Pada gambar di atas
ditunjukkan daerah mineralisasi aktif sepanjang busur magmatik di Indonesia.
Busur mayor ini juga diikuti dengan keberadaan busur minor di sekitar. Busur minor tersebut
terdiri atas :
1. Busur Schwaner mountain (west Kalimantan, tonalitic - granodioritic batholiths, early
cretaceous)
2. Busur Sunda shelf (Karimata island, granitic, late cretaceous)
3. Busur Moon utawa (northern head of Irian Jaya, andesitic - sedimentary rocks - intruded
dioritic, middle miocene)
4. Busur West sulawesi (western Sulawesi, granitic, late miocene - pliocene)
5. Busur Northwest Borneo (andesitic, middle miocene)
6. Busur Sumba Timor (andesitic - andesite porphyry intrusions, palaeogene)
7. Busur Coastal Irian Jaya (Mamberamo, diorites, neogene possibly)
8. Busur Talaud (Northeast Sulawesi, andesitic-andesite blocks in melange, neogene)
Di Indonesia bagian barat terdapat busur-busur kepulauan, yang dibatasi oleh lautan dengan
kedalaman rata-rata berkisar antara 200 meter dan membentuk suatu paparan yang luas yang
dikenal dengan Sundaland. Di Indonesia bagian timur, busur-busur kepulauannya dibatasi oleh
lautan dengan kedalaman mencapai ribuan meter, dengan palung-palung dalam yang terdapat di
antara busur lengkung yang tajam dan beda relief yang sangat tajam. Kedua fisiografi yang berbeda
tersebut dibatasi oleh suatu garis imajiner yang membentang di atara Pulau Bali dan Pulau Lombok
di selatan dan menerus ke utara melalui Selat Makasar. Garis tersebut dikenal sebagai garis
Wallace yang awalnya merupakan garis pembatas yang memisahkan keragaman flora dan fauna
antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur. Fisiografi pada dasarnya merupakan
pencerminan dari kondisi geologi dan struktur suatu wilayah.
Adanya perbedaan tersebut menunjukan adanya perbedaan perkembangan tektonik yang menonjol
antara Indonesia bagian barat dan bagian timur. Pada Jurasic Akhir diperkitakan Blok Banda yang
sebelumnya bergabung dengan Gondawa terpisah dan menjauhi Sula Spur. Blok Argo lalu
terpisah kemudian melalui proses pemekaran (spreading).

Pemekaran berkembang ke barat menerus sampai pada margin dari Greater India 2. Busur
kepulauan dan fragmen-fragmen benua bergerak menjauh dari Gondawa sebagai hasil dari

18
rollback dari subduksi. Lalu 135 juta tahun yang lalu, India mulai terpisah dari Australia dan
Papua yang masih bergabung dengan Antartika. Pemekaran di Ceno Tethys memiliki orientasi
rata-rata NW-SE. Blok Argo dan Busur Woyla bergerak ke Asia Tenggara. Sekitar 25 juta tahun
kemudian India terpisah dari Australia. Blok Argo mendekati Sundaland dan pemekaran pada
Ceno-Tethys yang berarah NW-SE berhenti. Pusat pemekaran antara India-Australia berkembang
ke arah utara. Terjadi subduksi di bagian selatan Sumatra dan tenggara Kalimantan. Pada 90 juta
tahun yang lalu, Blok Argo mendekati Kalimantan sebelah barat laut Kalimantan dan Busur Woyla
mendekati tepian Sumatra. Koalisi-koalisi tersebut menyebabkan subduksi yang berlangsung
sebelumnya berhenti. India terus bergerak ke utara melalui subduksi pada Busur Incertus. Australia
dan Papua mulai bergerak perlahan menjauhi Antartika. Pada Kapur Akhir, India bergerak cepat
ke utara dikarenakan pemekaran yang cepat di bagian selatan dan terbentuk sesar-sesar tranform.

Tidak ada pergerakan yang signifikan antara Australia dengan Sundalandserta tidak terjadi
subduksi di bawah pulau Sumatra dan Jawa. Sekitar 55 juta tahun yang lalu, pergerakan Australia-
Sundaland menyebabkan terbentuknya subduksi sepanjang barat tepi Sundaland, di bawah Pulau
Sumba dan Sulawesi Barat, dan mungkin menerus ke utara. Batas antara lempeng Australia-
Sundaland pada bagian selatan Jawa merupakan zona strike-slip sedangkan pada selatan Sumatra
berupa zona strike-slip tangensional. Busur Incertus dan batas utara dari Greater India bergabung
dan terus bergerak ke utara. Pada 45 juta tahun yang lalu, Australia dan Papua mulai bergerak
dengan cepat menjauhi Antartika. Terbentuk cekungan di sekitar daerah Celebes dan Filipina serta
jalur subduksi yang mengarah ke selatan pada proto area Laut Cina Selatan. Pada 35 juta tahun
yang lalu, daerah Sundaland mulai berotasi berlawanan dengan arah jarum jam, bagian timur
Kalimantan dan Jawa secara relatif bergerak ke utara. Rotasi tersebut berlangsung disebabkan
karena adanya interaksi lempeng India ke Asia. Lalu pada 15 juta tahun yang lalu, bagian kerak
samudra pada Blok Banda yang berumur lebih tua dari 120 juta tahun yang lalu mencapai jalur
subduksi pada selatan Jawa. Palung berkembang ke arah timur sepanjang batas lempeng sampai
bagian selatan dari Sula Spur. Australia dan Papua mendekat ke posisi sekarang ini dan lengan-
lengan dari Sulawesi mulai bergabung. Lalu 5 juta tahun yang lalu jalur-jalur subduksi dan gunung
berapi berkembang hampir mendekati keadaan saat ini. Australia dan Papua terus bergerak ke
utara.

Struktur Geologi Wilayah Indonesia Timur dihasilkan sebagai akibat interaksi 4 buah
lempeng lithosfer (Eurasia, Laut Philipina, India dan Pasific). Di wilayah laut Maluku, zona Beniof
memanjang berlawanan arah, yaitu ke arah barat dan timur, dan busur vulkanik yangberkembang,
yaitu busur Sangihe (Morrice, dkk. , 1981). Zona Beniof memanjang 45o sepanjang 230 km di
bawah lempeng laut Philipina dibagian timur, tetapi penajaman (55o - 65o) sedalam 680 km bagian
tenggara lempeng Asia yang terletak di atas busur Sangihe (Cardwell, dkk., 1980). Perbedaan
panjangzona seismik antara busur bagian barat dan timur, mungkin berhubungan denganlamanya
tumbukan atau kecepatan tumbukan dari penajaman ke arah barat di bawah busur Sangihe. Busur
Sangihe relatif lurus berarah utara ± selatan sepanjang 300 km menunjukkan busur khusus.

19
Deretan vulkanik depan (Tongkoko ± Banua Wuhu) terletak 100 - 200km di atas zona Beniof, dan
gunungapi-gunungapi tumbuh meluas sampai 70 km dibelakang deretan vulkanik depan, dengan
demikian busur vulkanik berada 100 - 180km di atas sumber gempa. Di kepulauan Sangir terdapat
4 buah gunungapi aktif (Awu, Banua Wuhu, Api Siau,Raung), yang terletak pada garis sepanjang
50 km. Disamping itu ada tiga pulaulainnya (Kalama, Makalehi, Tagulandang) yang memiliki
morfologi vulkanik muda. G. Awu merupakan gunungapi aktif di ujung utara busur Sangir, dan
berada dibagianutara pulau Sangihe. Struktur geologi yang berkembang di daerah G. Awudan
sekitarnya, terdiri dari kaldera, kawah, sesar dan kelurusan vulkanik.

Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada
tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir.
Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam
dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai
batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New Guinea yang berumur Miosen.
Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai + 12.000 meter. Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas
tektonik besar pertama di Papua, yang merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia
dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi
dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisii benua membentuk
Jalur “Metamorf Rouffae” yang dikenal sebagai “Metamorf Dorewo" Akibat lebih lanjut tektonik
ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik ke tas jalur malihan dan membentuk
Jalur Ofiolit Papua Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang
merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada
Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir
halus, turbidit karbonan pada sisii benua membentuk Jalur “Metamorf Rouffae” yang dikenal
sebagai “Metamorf Dorewo”. Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan)
Lempeng Pasifik ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua. Peristiwa tektonik
penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang berawal dipertengahan
Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal
ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen (CT), dan
membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak pada
Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang komplek dengan kemiringan ke arah
utara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap ke
arah selatan Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah.
Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke Utara maupun
Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan
di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000 – 12.000 meter. Pemetaan Regional
yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase magmatisme di
daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme diperkirakan berkurang ke arah
selatan dani utara dengan pola yang dikenali oleh Davies (1990) di Papua Nugini. Fase
magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen

20
dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme berupa diorit
berkomposisi alkalin terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan Patahan
Orogenesa Melanesia Derewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme
termuda dan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu
patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-Batuan intrusi tersebut menerobos
hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea, dimana endapan porphiri Cu-Au dapat
terbentuk seperti Tembagapura dan OK Tedi di Papua Nugini. Hasil Penelitian yang dilakukan
oleh Nabire Bhakti Mining terhadap 5 contoh batuan intrusi di Distrik Komopa
menghasilkan umur antara 2,9 juta tahun sampai 3,9 juta tahun. Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun
yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I – suatu tipe magma yang kaya akan
komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi
di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di
kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk
sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Australia yang
diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang
menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), Sebagai akibat benturan lempeng
Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang
kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan.
Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tambaga
yang berasosiasi dengan emas dan perak.

2.4. Sebaran Mineral dan Tipe Mineralisasi di Indonesia


Berdasarkan Mandala Metalogenik, dapat diidentifikasi sebaran berbagai jenis mineral di
Indonesia. Karateristik mineral menetukan metode eksplorasi untuk mengungkap potensi sumber
daya mineral tersebut. Secara umum dapat dikelompokka beberapa tipe mineralisasi sebagai
berikut :
1. Tipe endapan mineral timah dan mineral ikutannya sangat berhubungan dengan
pembentukan batuan granit. Berupa jalur granitik yang memanjang dari indochina bagian
utara, Thailand, Malaysia hingga ke bagian utara pulau sumatera.
2. Tipe laterit nikel, terdapat di bagian timur Indonesia yang berasosiasi dengan batuan ultra
basa, seperti : Soroako (Sulawesi), P. Maluku, Halmahera, Gebe, Gag, Waigeo, dan Papua.
3. Tipe laterit bauksit, terdapat di bagina timur pulau Sumatera dan di Kalimantan, yang
berasosiasi dengan batuan granitik yang kaya ajan alumunium.
4. Tipe endapan pasir besi berupa plaser yang banyak terdapat di sekitar pesisir pantai,
berasosiasi dengan batuan berkomposisi menengah-basa.
5. Tipe minearalisasi emas-perak-tembaga yang dibedakan atas tiga jenis yakni :
a. tipe mineralisasi Au-Ag yang berasosiasi dengan Cu (dikenal dengan porfiri). Contoh
di Grasberg, Erstberg, Papua, terdapat jalur magmatik Irian Jaya; dan batuhijau di
Sumbawa, berada pada busur Sunda Banda bagian timur.

21
b. tipe mineralisasi Au-Ag yang tidak berasosiasi dengan Cu (dikenal dengan tipe/model
epitermal). Contoh cebakan emas G. Pongkor di Bogor, berada pada jalur magmatik
Sunda Banda, cebakan emas Gosowong di Halmahera, cebakan emas kelian di Kaltim.
c. tipe endapan Au sekunder yang dihasilkan dari endapan sedimen (dikenal dengan
tipe/model plaser), contoh di S. Barito, S. Kapuas, S. Kahayan (kalimantan)

22
BAB III
PENUTUPAN

Tipe dan bentuk cebakan mineral-mineral yang telah kita bahas sebelumnya sangat
menentukan jenis kegiatan eksplorasi yang harus dijalankan. Untuk jenis cebakan mineral yang
teratur baik isometris maupun berupa lapisan dengan sebaran komponen berharganya teratur.
Sedangkan untuk bijih yang tidak teratur dan apalagi sebaran komponen berharganya tidak teratur,
selain pengeboran, pembuatan terowongan juga akan sangat membantu dalam penentuan cadangan
dengan ketelitian yang lebih tinggi.
Untuk kondisi geologi Indonesia, Yaya Soenaryo dkk., (1996) mengelompokkan
keterdapatan endapan bijih berdasarkan batuan induknya ke dalam lima kelompok yakni :
a) Intrusive-hosted deposits
b) Vulcanic-hosted deposits
c) Sediment-hosted deposits
d) Metamorphic-hosted deposits
e) Ultramafic-hosted deposits
Secara umum endapan bahan galian memiliki tipe-tipe yang berbeda menurut genesa dan
bentuknya seperti berikut :
1) Tipe Magmatik ; tipe endapan pegmatik, tipe endapan greisen
2) Tipe hidrothermal
3) Vulkanogenik
4) Endapan tipe metemorfik dan metasomatik kontak
5) Tipe sedimenter
6) Endapan residual
7) Endapan placer

23
DAFTAR PUSTAKA

A. Machali Muchsin., d. (2012). Penyelidikan Mineral. Bandung: Badan Geologi Kementrian


Energi dan Sumber Daya Mineral.

Arthur. (2013, Mei). Endapan Mineral. Retrieved from de'Arthur Jr:


http://dearthurjr.blogspot.com/2013/05/endapan-mineral.html

Fajar, A. (2013, March 19). Endapan Pegmatit. Retrieved from Cerita Geologi:
http://ceritageologi.wordpress.com/2012/12/15/endapan-pegmatit/
Juner, A. (2010, Oktober 25). Endapan Sedimen Residual. Retrieved from Blog Spot:
http://angghajuner.blogspot.com/2010/10/endapan-sedimen-residual.html

24

Anda mungkin juga menyukai