Batuan beku (Igneous Rock) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan
sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif
(vulkanik). Batuan yang terbentuk sebelumnya baik batuan beku, sedimen atau metamorf
dapat diterobos oleh intruisi magma. Perubahan lingkungan yang menyebabkan magma mulai
mendingin di bawah permukaan. Batuan yang terbentuk pada kondisi ini disebut sebagai
batuan beku pluton (plutonic rocks) atau sering disebut juga sebagai batuan beku intrusif.
Magma yang menerobos dapat mencapai permukaan. Manifestasi dari capaian magma
mencapai permukaan ditujukan sebagai aktivitas gunungapi (volcanic activity). Magma
lelehan yang mengalir keluar dari kepundan disebut sebagai lava. Lava yang mendingin
membentuk batuan beku ekstrusif.
Berdasarkan Bowens Reaction Series (Gambar 1.1), temperatur pada saat kristalisasi
menentukan terbentuknya jenis mineral dan assosiasi mineralnya. Kristalisasi memunculkan
mineral yang tertentu sesuai dengan kondisi komposisi asal magma. Pada magma basa
terbentuk mineral-mineral yang cenderung berwarna gelap. Sedangkan pada magma asam
1
cendrung membentuk mineral-mineral berwarna terang. Bila diklasifikasikan berdasar
warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu mineral mafic (gelap) dan mineral
felsic (terang).
Gambar 1.2 Klasifikasi batuan beku didasarkan pada komposisi (Tabel Rosenbusch)
Klasifikasi tekstur pada batuan beku didasarkan pada kecepatan pendinginan, karena
dapat mempengaruhi kristalisasi terutama pada pertumbuhan kristal (crystal growth).
2
c. Glass, pada aktivitas magma yang ekplosif ke permukaan, sering kali tidak cukup waktu
untuk membentuk kristal sehingga yang terbentuk adalah gela
d. Porfiritik, pendinginan magma dapat pula mengalami pendinginan perlahan yang
kemudian berubah mengalami pendinginan cepat. Magma yang semula perlahan-lahan
membentuk kristal yang relatif kasar, kemudian tiba-tiba dilingkungi oleh kristal halus
atau bahkan gelas kalau pendinginan sangat cepat. Kondisi ini akan memberikan
gambaran percampuran antara ukuran kristal kasan dan ukuran kristal halus dan atau
gelas.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan ukuran butir mineral dan tempat terjadi.
Berdasarkan tempat terbentuk dan sifat batuannya.
3
BATUAN SEDIMEN
Batuan sedimen (Sedimentary Rock) adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi
pada kondisi temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih
dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya diangkut oleh
air, udara, atau es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi di dalam cekungan
pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen itu kemudian terkompaksi,
mengeras, mengalami litifikasi, dan terbentuklah batuan sedimen.
Batuan sedimen memiliki tekstur klastik dan kristalin (non-klastik). Tekstur klastik
merupakan tekstur utama di dalam batuan sedimen. Kenampakan tekstural batuan sedimen
meliputi besar butir, pemilahan, bentuk butir, kebundaran dan hubungan antar butiran.
a. Besar Butir
Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang
dipakai adalah Skala Wenthworth (Gambar 2.1). Besar ukuran butir ditentukan oleh
beberapa faktor diantaranya Jenis Pelapukan, macam transportasi, waktu/jarak
transportasi. (Kimia dan Mekanis)
4
b. Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen,
artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin
baik. Perhatikan Gambar 2.2.
c. Bentuk Butir
Berdasar perbandingan diameter panjang (long) (l), menengah (intermediate) (i) dan
pendek (short) (s) maka terdapat empat bentuk butir di dalam batuan sedimen:
1. Oblate, bila l = i tetapi tidak sama dengan s.
2. Equant, bila l = i = s.
3. Bladed, bila l tidak sama dengan i tidak sama dengan s.
4. Prolate, bila i = s, tetapi tidak sama dengan l.
d. Kebundaran
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987)
membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan
rendah dan tinggi (Gambar 2.4). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).
6
Klasifikasi Batuan Sedimen
Pettijohn (1975), ODunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya
menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
a. Fragmen : Bagian butiran yang ukurannya paling besar dan dapat berupa pecahan-
pecahan batuan, mineral, cangkang-cangkang fsil atau zat organik lainnya.
b. Matriks : Bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan terletak diantara
fragmen sebagai massa dasar. Matriks dapat berupa batuan, mineral, maupun fosil.
c. Semen : Semen merupakan zat perekat pada batuan sedimen, semen mengisi rongga-
rongga antar butir antara fragmen dan matriks.
Ada beberapa jenis semen pada batuan sedimen, berdasarkan kandungannya semen
tersebut dibagi atas:
a. Semen karbonat
b. Semen Silikat
c. Semen Oksida
Untuk mengetahui jenis semen pada batuan sedimen dapat dilakukan dengan uji HCL.
7
BATUAN METAMORF
Metamorfisme
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan
asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau
temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan
antar butiran/kristalnya. Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh
karena itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini juga
tergantung pada jenis batuan asalnya. Agen atau media menyebabkan terjadinya proses
metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang
terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.
Jenis Metamorfisme
a. Metamorfisme thermal (kontak), terjadi karena aktifitas intrusi magma, proses yang
berperan adalah panas larutan aktif.
b. Metamorfisme dinamis, terjadi di daerah pergeseran/pergerakan yang dangkal (misalnya
zona patahan), dimana tekanan lebih berperan dari pada panas yang timbul. Seringkali
hanya terbentuk bahan yang sifatnya hancuran, kadang-kadang juga terjadi rekristalisasi.
c. Metamorfisme regional, proses yang berperan adalah kenaikan tekanan dan temperatur.
Proses ini terjadi secara regional, berhubungan dengan lingkungan tektonis.
Ada dua jenis tekstur batuan metamorf, yaitu foliasi dan non-foliasi.
a. Tekstur batuan metamorf foliasi
1. Gneiss
Lapisan permukaannya kasar dan tidak mempunyai batas yang jelas. Terlihat berlapis-
lapis karena susunan mineralnya searah atau karena barisantar mineral gelap dan
mineral terang berurutan, terdapat pada batuan orthometamorf.
8
2. Schist
Lapisan permukaannya halus, pararel dan mempunyai bidang batas yang jelas.
Biasanya ditandai dengan adanya mineral mika, kuarsa dan chlorite. Terdapat pada
batuan orthometamorf dan parametamorf.
3. Filitik
Lapisan permukaannya kasar, pararel dan jelas batasnya tetapi tidak begitu kompak.
Terdapat pada batuan metamorf.
4. Slaty
Lapisan permukaanya sangat halus, rapat dan pararel. Kristalnya sangat halu tetapi
batuannya sangat kompak.
b. Tekstur batuan metamorf Unfoliated
1. Homeoblastik, terdiri dari satu macam bentuk. Homeoblastik dibagi atas tiga, yakni :
Lepidoblastik, mineral-mineral pipih dan sejajar
Nematoblastik, bentuk menjarum dan sejajar
Granoblastik, berbentuk butir
Struktur pada batuan metamorf yang terpenting adalah foliasi, yaitu hubungan
tekstur yang memperlihatkan orientasi kesejajaran. Foliasi juga mencerminkan derajat
metamorfisme.
9
Untuk struktur foliasi merupakan struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan
dengan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan tersebut, struktur ini meliputi :
a. Gneissic
b. Schistosity
c. Phyllitic
d. Slaty
Pada batuan metamorf struktur foliasi, batuan pentingnya diantaranya adalah, batu sabak
(slate), sekis (schist), filit, gneiss, dan amfibolit. Sedangkan yang struktur non-foliasi anara
lain kwarsit, marmer/pualam (marble), grafit, dan serpentinit
10