BAB II
KARAKTERISTIK FORMASI
Gambar 2.1.
Siklus Batuan 15)
2.1.1. Batuan Beku
Berdasarkan cara pembentukannya batuan beku berasal dari pembekuan
magma dari permukaan bumi, atau pembekuan magma di permukaan. Pada
umumnya sifat atau ciri batuan beku antara lain :
1. Umumnya kristalin,
2. Butirannya interlocking secara rapat,
3. Masif.
Mineral-mineral dari batuan beku yang sering dijumpai pada umumnya
terbentuk pada saat penurunan temperatur dari magma yang menerobos ke atas,
peristiwa ini dikenal dengan istilah penghabluran.
butir, granularitas dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berkaitan
dengan komposisi kimia dan mineralogi maka tekstur berhubungan dengan
sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Pengamatan tekstur meliputi :
a. Tingkat kristalisasi.
Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung pada proses pembekuan
itu sendiri. Bila pembekuan magma berlangsung lambat maka akan terdapat cukup
energi pertumbuhan kristal pada saat melewati perubahan fase cair ke padat
sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar bila penurunan suhu
relatif cepat maka kristal yang dihasilkan kecil-kecil dan tidak sempurna. Derajat
kristalinitas (degree of cristalinity), merupakan keadaan proporsi antara massa
kristal dan massa gelas dalam batuan beku. Derajat kristalinitas yang dimaksud
disini adalah kuantitas rata-rata massa pembentuk dalam batuan beku, dari
proporsi massa pembentuknya, derajat kristalisasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
b. Ukuran kristal.
Ukuran kristal merupakan sifat tekstural yang mudah dikenali. Ukuran
kristal ini dapat menunjukkan tingkat kristalisasi pada batuan dan dapat dilihat
pada Tabel II.1. berikut.
Tabel II.1.
Kisaran Harga Ukuran Kristal dari Beberapa Sumber 6)
Cox, Price, W.T.G Heinric
Harte
Halus < 1 mm < 1 mm < 1 mm
Sedang 1 – 5 mm 1 – 5 mm 1 – 10 mm
Kasar > 5 mm 5 – 30 mm 10 – 30 mm
Sangat kasar > 30 mm > 30 mm
1. Afanitik.
Apabila ukuran butir individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang. Batuan ini dapat tersusun oleh kristal, gelas,
atau campuran keduanya. Selain itu dikenal istilah Mikrokristalin dan
Kriptokristalin. Jika individu kristalnya dapat dibedakan dengan mikroskop
maka teksturnya disebut mikrokristalin, sedangkan jika individu kristalnya
dapat dibedakan dengan mikroskop yang memakai perbesaran yang sangat
besar disebut kriptokristalin.
2. Fanerik.
Apabila ukuran butir individu kristal relatif agak besar, sehingga dapat
dibedakan dengan mata telanjang. Batuan ini dibedakan menjadi beberapa
kelompok menurut ukuran diameter butirannya.
Gambar 2.2.
Bowen Reaction Series 6)
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa jenuh tidaknya suatu magma
sangat ditentukan oleh kandungan silika di dalam magma tersebut. Berdasarkan
asosiasi mineral pembentuk batuan beku yang didasarkan pada seri reaksi Bowen,
pengelompokkan mineral dan jenis batuannya dapat diketahui seperti pada Tabel
II.2.
Tabel II.2.
Hubungan Asosiasi Mineral Pembentuk Batuan Beku Dengan Kelompok
Batuan Beku Yang Dibentuk 6)
Mineral Pembentuk Asosiasi Mineral Batuan Yang Terbentuk
yang dimiliki batuan tersebut, salah satunya adalah menurut Huang seperti terlihat
pada Tabel II.3 berikut :
Tabel II.3.
Klasifikasi Batuan Sedimen Menurut Huang
(Diktat Petrologi, 1989)
Dense, aphanitic, Chiefly calcite Limestone Readily react to cold HCl, Fossils rarely present, tend to
coarse-grained, be medium grained
crystalline,
porous, Not readily react to HCl, Fossils rarely present, tend to be
mosaic,oolitic Chiefly dolomite Dolomite medium grained
2. Golongan Karbonat.
Golongan ini terutama disusun oleh kelompok mineral karbonat (misal :
kalsit, dolomit, aragonit) dan cangkang-cangkang binatang karang. Golongan
ini terbentuk sebagai hasil :
o Sedimentasi mekanis : batugamping bioklastik, batugamping oolit.
o Sedimentasi organis : batugamping terumbu.
o Sedimentasi kimiawi : batugamping kristalin, dolomit.
3. Golongan Evaporit.
Golongan batuan ini diberikan terhadap batugaram karena asal terjadinya
disebabkan oleh proses evaporasi air laut. Umumnya golongan ini terdiri dari
13
5. Golongan Batubara.
Golongan ini terbentuk oleh adanya akumulasi zat-zat organik yang kaya
akan unsur karbon, yang umumnya terdiri dari tumbuh-tumbuhan, termasuk
sedimentasi organik. Contoh : gambut, bituminous dan antrasit.
Komposisi batuan sedimen kurang lebih sama dengan batuan asal. Dari
kandungan mineral batuan sedimen detritus, atas dasar inklusi yang ada pada
batuan kuarsa dapat menentukan jenis batuan asalnya.
2. Lingkungan pengendapan.
Lingkungan pengendapan antara lain adalah laut, darat dan daerah transisi.
Pada kenyataannya bahwa butir, cangkang, struktur/tekstur mencerminkan
lingkungan pengendapan yang sangat berpengaruh dalam identifikasi batuan.
b. Pelarutan (solution).
Terutama pada batuan karbonat, dimana akibat adanya pelarutan
menyebabkan terbentuknya rongga-rongga, jika tekanan cukup kuat
menyebabkan terbentuknya suatu struktur yang disebut stylolit. Stylolit
dapat memotong allochem (seperti fosil) atau butiran sehingga
menyebabkan pori-pori pada batuan sedimen.
c. Pembentukan mineral baru (authigenesis).
Mineral-mineral yang cukup stabil (seperti kuarsa) pada kondisi
diagenesis, tekanan dan temperatur rendah, akan tumbuh di lingkungan
pengendapan sebagai mineral tambahan atau muncul mneral-mineral baru
terhadap komponen endapan asli. Umumnya mineral-mineral authigenic
adalah karbonat, silika, feldspar, illite, serisit, gipsum dan anhidrit.
d. Penggantian (replacement).
Penggantian komponen sedimen oleh mineral-mineral authigenic juga
terjadi hanya pada temperatur rendah. Misalnya cangkang fosil diganti oleh
glaukonit, dan kalsit diganti oleh euhedral.
e. Sementasi (cementation) atau lithification.
Sementasi bisa terjadi akibat proses kimiawi (rekristalisasi) atau karena
tekanan yang terlalu besar (kompaksi). Biasanya selama proses kompaksi,
material sedimen yang sifatnya masih terlepas-lepas akan diikat satu sama
lain oleh mineral-mineral yang tumbuh (rekristalisasi) pada ruang antar
butir tersebut.
2.1.2.1. Batupasir
Batupasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang
dimaksud batupasir disini adalah batuan detritus yang pada umumnya berkisar
dari lanau sampai konglomerat.
16
Gambar 2.3.
Kumpulan Butir dan Pengkondensasian Batuan 8)
Distribusi ukuran dari unsur framework dapat digambarkan oleh
keseragaman ukuran dan perhitungan statistik dari ukuran. Karateristik ini
berhubungan dengan mengatur spesifik yang terbentuk dari endapan pasir.
Penafsiran analisa ukuran seperti itu dibahas di tempat lain. Suatu ukuran yang
17
b. Struktur Batupasir
Batupasir bervariasi karatekternya dari well-badded sampai pada masive.
Batupasir adalah flagg jika interbedded dan tipis dengan serpihan batu. Pada
umumnya semakin kasar batupasir, semakin tebal unit beddingnya.
Struktur Internal dari unit bedding menjadi hal yang paling penting.
Biasanya unit ini ditunjukan oleh cross–bedding, dengan skala dimana beberapa
fungsi kedua-duanya berupa coarness dari pasir dan ketebalan dari unit
sedimentasi. Pasir Crossbedded biasanya juga berbentuk triple mark.
Unit sedimentasi mungkin mempunyai struktur internal yang bernilai,
beberapa pasir jarang berbentuk cross-bedded, dan seperti dicatat di tempat lain,
greded-bedding dan cross-bedding terpisah satu sama lain, hal ini menandakan
dua jenis batupasir yang berbeda facies. Salah satu menandakan perairan yang
dangkal, bergelombang atau di atas profil keseimbangan; yang lain adalah untuk
bersifat menandakan pengendapan di bawah dasar gelombang dan karakteristik
ini sebagian besar batupasir yang terbentuk di perairan dalam.
18
B. Komposisi Batupasir.
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
orthoquartizes, graywacke dan arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada
jumlah kandungan mineral yang terdapat di dalam batuannya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedinen yang terbentuk dari
proses yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya terdiri dari
carbonate dan silica. Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang
relatif bersih terhadap kandungan shale dan clay. Tabel II.5 menunjukkan
komposisi kimia Orthoquartzites.
19
Tabel II.5.
Komposisi Kimia Orthoquartzites 8)
MINERAL A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1
A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)
B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
E. Oriskany ( Devonian) a). Loss of ignition
b). Includes SO3, 0,13 %.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, yaitu kuarsa, clay, mika flake {KAl2(OH)2 AlSi3O10},
magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku, feldspar dan mineral
lainnya. Material pengikatnya adalah clay dan carbonat. Indikator yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya mineral illite.
Hal yang sangat penting adalah bahwa graywacke itu mempunyai matriks
dan hal ini mengurangi porositasnya. Juga pemilahannya tidak baik, sehingga
sebagai batuan reservoir greywacke tidak terlalu baik. Graywacke banyak
berasosiasi dengan turbidit ataupun diendapkan oleh arus turbidit. Di Indonesia
batuan jenis ini masih belum ditemukan sebagai batuan reservoir, akan tetapi di
Amerika Serikat pada cekungan Ventura dan cekungan Los Angeles graywacke
atau batupasir turbit diketahui sebagai lapisan reservoir yang cukup penting.
20
M I N E RAL A B C D E F
Quartz 45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3
99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).
B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. “Matrix”
21
Tabel II.7.
Komposisi Kimia Graywacke 8)
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih dari quartz. Biasanya cukup bersih tetapi kebundaran daripada
butirannya tidak terlalu baik karena bersudut-sudut dan juga pemilahannya tidak
22
terlalu baik. Arkose biasanya didapatkan sebagai hasil pelapukan dari batuan
granit, sebagai contoh adalah ‘granit wash’ di Pendopo Sumatera Selatan yang
biasa bertindak sebagai batuan reservoir.
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II.8, dimana terlihat
bahwa arkose mengandung lebih sedikit silica, tetapi lebih banyak kandungan
alumina, lime, potash dan soda jika dibanding dengan orthoquartize.
Tabel II.8.
Komposisi Kimia Arkose 8)
M I N E RAL A B C D E F
SiO2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
TiO2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
FeO .... 1,63 0,72 1,30 1,22
MnO 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
MgO T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
CaO 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2O – 0,05
P2O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
CO2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9
A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).
B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.
C. Klasifikasi Batupasir
Sebagian besar jenis batupasir adalah graywackes, lithic sandtone, arkosic
sandstone dan orthoquartzites. Jenis-jenis tersebut berhubungan dan di bedakan
seperti pada Tabel II.9.
a. Batu pasir kwarsa
Batuan ini sangat penting dan kebanyakan reservoir batupasir adalah
kwarsa. Batupasir kwarsa biasanya merupakan batuan reservoir yang sangat baik
23
karena pemilahan yang baik, butiran terbentuk bundar dan pada padatannya tidak
terdapat matrik kecuali semen.
24
Tabel II.9.
Klasifikasi Batupasir 8)
a. Wacke immature.
o Jika feldspar < rock fragmen disebut lithic wacke.
o Jika feldspar > 25% dari rock fragmen disebut arkosit wacke.
o jika feldspar besarnya berkisar antara 10-25% dari rock fragmen
disebut feldspathic wacke.
b. Wacke mature.
Kandungannya kaya akan quartz dan chert, sedangkan feldspar dan
unstable rock fragmennya masing-masing <10% disebut quartz
wacke.
4. Penggantian (replacement).
Proses penggantian mineral menjdai mineral lain dan merubah komposisi
semula. Contoh : kalsit menjadi dolomite, kalsit menjadi anhidrit.
Sedangkan untuk komponen-komponen pembentuk batuan karbonat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
27
1. Alloche (butiran).
Merupakan butiran karbonat berukuran silt kasar-kerikil yang terdiri dari :
a. Fossil, fragmen-fragmen keras yang berasal dari organisme karbonat dan
cangkang-cangkang yang telah rusak. Organisme tersebut antara lain
molusca, echinoid, ostracod dan formanifera.
b. Ooid, kurang lebih berbentuk bulat, berukuran pasir, lapisan luar aragonite
atau kalsit, bagian tengahnya fibrous radial.
c. Pellet, berbentuk lonjong atau bulat, berukuran pasir, mikrokristalin
karbonat. Tidak menunjukkan struktur bagian dalam (beda dengan ooid).
d. Intraclast, merupakan fragmen yang berasal dari cekungan pengendapan
kemudian diendapkan kembali. Berukuran pebble keatas, berbeda dengan
dengan fragmen terrigenenous.
2. Microcrystalline calcite (micrite).
Agregat kalsit mikrogranular, merupakan agregat yang saling intelocking
dengan bentuk kristal euhedral, berukuran 20 m.
3. Sparry atau sapr (saprite)
Jernih, kristalin granular, terdapat pada lubang-lubang fragmen atau
mengisi ruang antar butir (semen).
Komposisi kimia dari batuan karbonat dapat menggambarkan adanya
sifat dari komposisi mineralnya, karena pada limestone sebagian besar terbentuk
dari unsur calcite yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%.
A. Tekstur Dan Struktur Batuan karbonat
Oleh karena asal polygenetic berasal dari batu karbonat yang merupakan
bagian dari detrital, pada sebagian biokimia dan kimia, dan pada sebagian
metasomatic mereka memperlihatkan berbagai struktur dan textur yang unik yang
berbeda dari kelompok batu yang lain. Karena alasan ini suatu uraian yang
terperinci hanya diberikan pada bagian yang berhadapan dengan beberapa batuan
karbonat.
Batugamping yang diendapkan secara mekanis, seperti yang telah
diharapkan, menunjukkan struktur dan tekstur yang sama seperti halnya
nonkarbonat sedimen klastik. Penyortiran, cross-bedding atau kedua-duanya baik
28
dalam skala kecil atau besar, dan bahkan graded breeding banyak ditunjukkan di
dalam batugamping.
Secara biokimia karbonat yang dibentuk mempunyai kumpulan struktur
dan tekstur berbeda. Khususnya pada biohermal dan struktur batukarang, yang
mana mungkin mempunyai ukuran besar, sediment bedding frame work yang
mana mempunyai struktur batukarang dan banyak modifikasi dari bedding yang
dihasilkan oleh sediment-secretering dan sediment-bidding algae yang dinamakan
algal struktur dan algal bedding.
Beberapa dari batugamping yang diendapkan mempunyai tekstur
membedakan, Seperti tekstur pada oolitic dan pisolitic dan struktur yang unik,
khususnya kumpulan beberapa travertines dan beberapa spongework tufas.
B. Komposisi Kimia Batuan Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat keduannya. Limestone adalah istilah yang biasa
dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % calcium
carbonate atau magnesium. Istilah dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi
carbonate melebihi unsure non-carbonatenya. Pada limestone fraksi disusun
terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite mineral penyusun
utamanya adalah mineral dolomite. Tabel II.10. menunjukkan komposisi kimia
yang terkandung pada batuan limestone.
Dolomite adalah batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur carbonate lebih besar daripada 50 % sedangakan untuk
batuan-batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan
dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur-
unsur yang dikandungnya. Untuk batuan yang unsur calcitenya melebihi dolomite
disebut dolomite limestone, dan untuk unsur dolomitenya lebih besar daripada
calcite dinamakan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite.
Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone,
kecuali unsur MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar,
seperti ditunjukkan pada Tabel II.11.
29
Tabel II.10.
Komposisi Kimia Limestone 8)
Tabel II.11.
8)
Komposisi Kimia Dolomite
30
Gambar 2.4.
Penampang dari Lingkungan Pengendapan Karbonat 6)
Terumbu yang berbentuk linier, atau yang sebagai penghalang biasanya
membentuk mamanjang juga sering kali cukup besar serta memperlihatkan suatu
asimetris dan biasanya terdapat pada suatu pinggiran cekungan. Seringkali
terumbu jenis demikian terdapat pada pinggiran suatu paparan, yaitu ditempat
dimana suatu paparan landai dan berenergi rendah tiba-tiba berubah menjadi suatu
cekungan yang dalam. Sehingga pada ujung paparan ini terbentuk kompleks
terumbu yang merupakan penghalang.
b. Gamping Klastik
Gamping klastik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik,
terutama asosiasinya dengan oolit dan biasanya disebut dengan kalkerenit. Batuan
reservoir yang terdapat oolit merupakan pangendapan yang berenergi tinggi dan
diendapkan pada jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan arus gelombang
yang kuat. Porositas yang terdapat biasanya porositas integranular yang kadang-
kadang diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas dapat mencapai 32 % tetapi
mempunyai permeabilitas 5 md.
c. Dolomite
Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penting dari
jenis batuan karbonat lainnya. Cara terjadinya dolomit ini tidak begitu jelas, tetapi
33
pada umumnya dolomit ini bersifat sekunder, atau sedikit banyak dibentuk
sesudah sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit banyak
menghasilkan berbagai macam interpretasi.
Salah satu teori mengenai hal ini ialah porositas timbul karena dolomitasi
batuan gamping, sehingga molekul kalsit diganti oleh molekul dolomit. Karena
molekul dolomit lebih kecil dari molekul kalsit, maka hasilnya akan merupakan
pengecilan volume sehingga timbul rongga-rongga.
Jadi jelaslah adanya hubungan antara dolomitasi dan porositas. Dolomit
yang biasanya mempunyai porositas yang baik bersifat sukrosik, yaitu berbentuk
hampir menyerupai gula pasir. Sering juga dolomit ini terdapat porositas yang
bersifat gerowong yang mungkin disebabkan karena banyak kalsit yang belum
diganti oleh dolomit, dan berbentuk patches atau berbentuk yang lebih besar dari
satu kristal. Semua bentuk itu kemudian dilarutkan dan menghasilkan porositas
gerowong ini. Dolomitasi juga terjadi dalam batuan gamping yang bersifat
terumbu. Bahkan banyak koral yang didolomitasi juga menimbulkan gerowong-
gerowong yang besar, sehingga akan memperlihatkan porositas interkristalin.
Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi:
a) Dolomit yang bersifat primer
Terbentuk dalam suatu laguna atau laut tertutup yang sangat luas, dengan
temperatur sangat tinggi.
b) Dolomit rubahan (replacement)
Terutama terjadi pada dolomitasi gamping yang bersifat terumbu, dengan
teori yang terkenal yaitu Supratidal Seepage Reflux. Disini dijelaskan
bahwa terumbu yang bersifat penghalang akan membentuk suatu laguna
dibelakangnya. Laguna ini hanya terisi air laut pada waktu-waktu badai,
dan air laut yang terdapat dibelakang terumbu yang menghalangi itu
menjadi tinggi kegaramannya. Akan tetapi air garam yang terjebak
didalam laguna yang demikian, Mg-nya akan sangat tinggi dan juga berat
jenisnya akan meningkat. Oleh karena itu akan terjadi suatu perembesan
kembali (reflux) melalui pori-pori yang terdapat dalam gamping kerangka
ataupun terumbu tersebut kembali lagi ke laut bebas.
34
tanah liat tidak sama dengan pasir, yang cenderung secara harfiah terendapkan.
Tabel II.12.
Tabel II.12.
Karakteristik Ukuran dari Cogenetic Coarse Dan Sedimen 8)
Perlapisan dari shale memiliki ketebalan berkisar antara 0.05 – 1.00 mm,
dengan kebanyakan dari perlapisan pada kisaran 0.1 – 0.4 mm. perlapisan ini
terbentuk akibat ; (1) Pertukaran dari partikel dengan unsur/butir bagus dan kasar
seperti silt dan clay, (2) Pertukaran lapisan terang dan lapisan gelap yang
dibedakan oleh kandungan organiknya, (3) Pertukaran kandungan antara calcium
carbonat dan silt. Pertukaran ini menyangkut berbagai material sepertinya adalah
dalam kaitan dengan tingkat kecepatan pengendapan differensial beberapa unsur
yang berbeda saat mengendap pada cekungan pengendapan.
3. Porositas
Porositas tanah liat yang baru saja mengalami proses pengendapan
mempunyai harga yang sangat besar. Mungkin bisa mencapai 50 % atau bahkan
lebih (Trask, 1931). Porositas serpihan secara harfiah kecil. Walaupun rata-rata
37
Tabel II.14.
Komposisi Kimia Shale 8)
38
Gambar 2.5.
Asal Mula Batuan Shale 8)
Istilah lumpur telah pula digambarkan sebagai suatu campuran silt-clay
(Shepard 1954). Oleh karena itu mudstone adalah suatu istilah lebih kepada
claystone untuk serpih atau kelompok argillite. Istilah argillite sendiri memiliki
pengertian tidak pasti, berlakulah istilah bagi suatu batu atau serpih yang telah
mengalami sesuatu yang lebih tinggi tingkat derajat indurasinya dibandingkan
dengan tingkatan awalnya, begitupun karakter antara sifatnya suatu shale dengan
slate. Grout (1932) menggunakan istilah argillite untuk suatu tanah liat atau
serpihan batu yang dikeraskan akibat dari pengkristalan ulang (recrystallization),
dan berlaku istilah slate untuk suatu batu karang (siltstone) serupa jika memiliki
suatu belahan sekunder (secondary cleavage).
Gambar 2.6.
Klasifikasi Hubungan Batuan Shale 8)
Klasifikasi batuan shale dapat digolongkan sebagai berikut :
42
bahan bersumber mekanis tiada atau jarang, batuan lumpur diperkaya dengan
bahan-bahan residual, dan dibawah kondisi tertentu mereka diperkaya dengan
presipitasi kimiawi seperti calcite, aragonite, siderite, chamosite, silica dan dalam
beberapa kasus bahan-bahan organis. Serpih dan batu yang berhubungan oleh
karena itu berjarak membentang dalam komposisi dan menunjukkan respon-
respon terhadap alam tektonik dan geomorfis dari akumulasi dasar, sebagaimana
arenit yang berhubungan dalam keluarga yang sama.
3. Hybrid shales dan Mudstones.
Pada kondisi stabilitas kekerasan yang besar dan relief yang rendah, tanah
asal bahan detrital mencapai minimum.Pada kondisi ini sedimentasi pada lembah
sungai yang berdampingan akan cenderung bersifat kimiawi. Pada kondisi
kekurangan pepeplanasi sempurna suplai klastik terrigenus menjadi kecil. Namun
walaupun kecil hal ini lebih mampu mengapresiasikan, tetapi tingkat
akumulasinya sangat rendah.
Walaupun sedimen yang dihasilkan mungkin menjadi serpih atau batuan
lumpur, ini akan lebih kaya daripada yang biasa dalam bahan-bahan endapan
kimiawi dan biokimia atau dalam bahan vulkanis. Batu hibrida dengan demikian
terbentuk memiliki komposisi kimia yang nyata dengan sesuatu yang mungkin
ditemukan. Secara normal mereka lebih kaya dalam satu konstituen atau lebih
daripada rata-rata serpih. Jika kaya akan kapur mereka adalah serpih calcareous
atau marls, jika kaya logam mereka adalah serpih ferriferous dan batuan lumpur,
jika kaya akan karbon mereka adalah serpih carbonaceous, jika kaya silika
mereka adalah serpih siliceous, dan semacamnya. Batuan hibrida disini dengan
cepat dideskripsikan. Jika komponen kimiawi di deduksi dari batuan, residunya
akan ditemukan lebih atau kurang dari serpih normal.
4. Carbonaceous Shales.
Serpih hitam adalah fosil dan banyak yang terpecah menjadi lembaran
semifleksibel tipis dalam ukuran yang besar. Mereka merupakan kekecualian
untuk bahan yang kaya organik. Mereka juga cenderung kaya akan logam sulfida,
biasanya pyrite, yang mengganti fossil, membentuk nodula, atau berada pada serat
disseminasi. Serpih hitam jarang yang mengandung fossil, atau pada yang terbaik
44
Batuan metamorf adalah batuan yang terjadi karena proses ubahan dari
batuan asal oleh suatu proses metamorfisme. Batuan asal tersebut dapat terdiri
dari batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf itu sendiri. Proses
metamorfisme yaitu suatu proses dimana batuan asal mengalami penambahan atau
kenaikan tekanan atau temperatur secara bersama-sama. Metamorfisme terjadi
dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan dimana batuan
asalnya terbentuk.
Banyak mineral-mineral hanya stabil dalam batas-batas tertentu dalam
temperatur, tekanan, dan kimiawi. Jika batuan tersebut dikenakan temperatur dan
tekanan yang lebih tinggi, maka batas kestabilan mineral dapat dilampaui,
penyesuaian mekanis dan kimiawi dapat terjadi meliputi proses-proses
rekristalisasi, reorientasi batuan dan membentuk mineral-mineral baru dengan
penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya sudah ada yang
stabil dalam kondisi baru dalam batas-batas tertentu. Proses ini berlangsung dari
fase padat ke fase padat tanpa tanpa melalui fase cair atau sering disebut sebagai
proses isokimia, dimana komposisi kimia batuan asal tidak berubah, tapi yang
berubah adalah susunan mineraloginya sehingga terbentuk mineral baru.
Batuan metamorf dibagi menurut kondisi tekanan dan temperatur yang
berpengaruh pada proses metamorfis dan luas penyebaran relatifnya menjadi 2
macam yaitu :
1. Metamorfisme lokal.
a. Metamorfisme thermal / lokal, Apabila magma naik ke atas (intrusi) dan
menerobos batuan sampingya maka panasnya akan diserap, selanjutnya
terjadi penurunan panas yang konstan. Pada magma yang mengalir tidak
akan pernah dijumpai proses metamorfisme karena panasnya cepat hilang.
Biasanya hanya terjadi proses oksidasi.
b. Metamorfisme kataklastik / dinamis, Jenis metamorfisme karena sesar,
dimana akibat penggerusan menimbulkan stress yang besar yang mana hal
ini sudah cukup untuk proses metamorfisis. Batuan mengalami
penggerusan, terbentuk fragmen-fragmen angular, kemudian direkrut
kembali oleh material-material disitu yang lebih halus, sehingga terbentuk
46
d) Phyllonitic
Struktur phyllonitic mempunyai gejala dan kenampakan yang sama
dengan struktur mylonitic, tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri
lainnya adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai
struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).
1. Mineral – mineral yang biasa terdapat dalam batuan metamorf dan batuan
beku, antara lain : kuarsa, feldspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksin,
olivine dan bijih besi.
2. Mineral – mineral yang biasa di batuan metamorf dan batuan sedimen :
kuarsa, muskovit, mineral – mineral lempung, kalsit dan dolomite.
50
2.1.4.1. Porositas
Porositas ( ) didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori – pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar–kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb Vs Vp
..................................................................................(2-
Vb Vb
1)
Keterangan :
Vb = Volume batuan total (bulk volume)
Vs = Volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = Volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume
batuan total (bulk volume).
Volume poritotal
x 100 %...............................................................(2-
bulk volume
2)
2. Porositas effektif, adalah persen volume pori–pori yang saling berhubungan
terhadap volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
x 100 %.........................................(2-
bulk volume
3)
52
Gambar 2.7.
Distribusi Porositas 15)
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah
batuan konglomerat, batupasir dan batugamping. Porositas sekunder dapat
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
Gambar 2.8.
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan 2)
2.1.4.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan
Definisi kuantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry
Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut
k dP
V ..........................................................................................(2-4)
dL
Keterangan:
V = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP / dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
54
Gambar 2.9.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas 2)
5)
....(2-6)
Dari persamaan 2-6. dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran
yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compresibel dan
inkompresibel.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg dan Kw, dimana masing–masing
untuk minyak, gas dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai
berikut :
Ko Kg Kw
K ro , K rg , K rw
K K K
56
Qw . w .L
Kw .................................................................................(2-8)
A ( P1 P2 )
Keterangan :
o = Viskositas minyak, Cp.
w = Viskositas air, Cp.
Gambar 2.10.
57
(2-9)
Saturasi air (Sw) adalah:
volume pori pori yang diisi air
Sw ……………………………….(2-
volume pori poritotal
10)
Saturasi gas (Sg) adalah:
volume pori pori yang diisioleh gas
Sg ………….………………(2-
volume pori poritotal
11)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan:
58
Sg + So + Sw = 1………………………………………….………...…(2-12)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1……………………………………………………………(2-13)
Terdapat tiga pengertian yang penting mengenai saturasi fluida, pengertian –
pengertian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
o Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang
porous, karena air lebih berat dari minyak dan minyak lebih berat dari gas,
sehingga akan cenderung terjadi gravity segregation dari ketiga fluida
tersebut.
o Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada reservoir apabila yang diproduksikan
minyak maka saturasi fluida berubah secara kontinyu.
o Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-
porinya adalah V, maka ruang pori – pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah:
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V………….…………...………...………(2-14)
2.1.4.4. Kompresibilitas Batuan
Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompresibilitas batuan,
antara lain :
1. Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
2. Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
3. Kompresibilitas pori–pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori–pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :
Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori–pori batuan.
59
Tekanan luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan dalam pada batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr . .......................................................................................(2-
Vr dP
15)
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp atau :
1 dV p
Cp . ......................................................................................(2-
V p dP *
16)
Keterangan :
Vr = Volume padatan batuan (grains).
Vp = Volume pori-pori batuan.
P = Tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan.
P* = Tekanan luar (tekanan overburden).
2.1.4.5. Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Gambar 2.11 memperlihatkan sistem air minyak
yang kontak dengan benda padat, dengan sudut kontak sebesar o(derajat). Sudut
kontak diukur antara fluida yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat,
60
yang berharga 0o-180o, yaitu antara air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi
(AT ) dapat dinyatakan dengan persamaan :
AT = so – sw = wo x cos wo ..........................................................(2-17)
Keterangan :
so = Tegangan permukaan minyak–benda padat, dyne/cm.
sw = Tegangan permukaan air–benda padat, dyne/cm.
wo = Tegangan permukaan minyak–air, dyne/cm.
wo = Sudut kontak minyak–air.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip ( < 90o ), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak
membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatip ( > 90o ), berarti batuan
bersifat oil wet.
Gambar 2.11.
Kesetimbangan Gaya Pada Permukaan Kontak
Air-Minyak-Padatan 2)
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik–menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir. Distribusi cairan dalam sistem pori–pori batuan tergantung pada
kebasahan. Distribusi pendular ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi
tidak kontinyu dan fasa yang tidak membasahi ada dalam kontak dengan beberapa
permukaan butiran batuan. Sedangkan distribusi funiculair ring adalah keadaan
dimana fasa yang membasahi kontinyu dan secara mutlak terdapat pada
permukaan butiran.
61
Keterangan :
Pc = Tekanan kapiler.
= Tegangan permukaan antara dua fluida.
cos = Sudut kontak permukaan antara dua fluida.
r = Jari-jari lengkung pori-pori.
= Perbedaan densitas dua fluida.
g = Percepatan gravitasi.
h = Tinggi kolom.
Gambar 2.12.
Fluida Wetting dan Non-Wetting dalam Tabung Kapiler 2)
Wn
Bobot isi asli Pnet =
Ww Ws ………………………………………..(2-
20)
Ws
Bobot isi jenuh Psat = …….……….....……………..
Ww Ws
………..(2-22)
Keterangan:
Tabel II.15.
Densitas Beberapa Jenis Batuan dalam Kondisi Kering 8)
Rock Dry Dry Dry
g / cm 3
kN / m
3
lb / ft
2
CfΔ P
Sc Sc mak 1 e ...............................................................(2-23)
i
Keterangan :
Scmak = Kekuatan batuan maksimum, psi
cf = Kompresibilitas batuan, fungsi dari komposisi batuan, psi-1
= Porositas batuan, fungsi dari waktu dan komposisi, dari data log %.
i = Porositas awal pada saat pengendapan, fungsi dari jenis batuan, %.
P = Pf – tekanan fluida (Pi) di dalam pori batuan (Pf - Pi), psi.
Tegangan dan regangan terjadi apabila ada suatu gaya yang dikenakan
pada batuan tersebut. Terdapat empat jenis kerusakan batuan yang umum, yaitu :
1. Flexure failure, Flexure failure terjadi karena adanya beban pada potongan
batuan akibat gaya berat yang ditanggungnya, karena adanya ruang pori
formasi di bawahnya.
2. Shear failure, kerusakan yang terjadi akibat geseran pada suatu bidang
perlapisan karena adanya suatu ruang pori pada formasi dibawahnya.
3. Crushing dan tensile failure, Crushing atau compression failure
merupakan kerusakan batuan yang terjadi akibat gerusan suatu benda atau
tekanan sehingga membentuk suatu bidang retakan.
4. Direct tension failure, Sedangkan direct tension, kerusakan terjadi searah
dengan bidang geser dari suatu perlapisan.
2.1.5.2. Elasticity
Elastisitas formasi sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan berada,
dapat ditunjukan pada batuan shale, karena semakin sukar diukur pada kedalaman
yang semakin bertambah. Adanya lumpur diatas formasi dengan tekanannya
mempersulit pemboran karena dengan tekanan ini maka strength batuan akan
bertambah. Elastisitas batuan menurut Onyia dijabarkan sebagai:
9 KpV2
E
3 K V s
…………...………………………………………….(2-24)
2 2
K = V s - 4/3V s ………………………………………….……………………..(2-25)
2
G = V s ……………………………………………………………...(2-26)
2 2 2 2
V = ½ (V c /V s )2 / (V c /V s )1 ..……….……………………...….......(2-27)
Keterangan :
68
E = Modulus young.
K = Bulk modulus.
G = Rigidity modulus.
Vc = Compression velocity, ft/sec.
Vs = Shear velocity, ft/sec.
= Bulk density, gr/cc.
v = Poisson’s Ratio.
2.1.5.3. Drillability
Drillability batuan merupakan ukuran kemudahan batuan untuk dibor,
yang besarnya dinyatakan dalam satuan besarnya volume batuan yang dibor pada
setiap unit energi yang diberikan pada batuan tersebut. Drillabilitas batuan dapat
ditentukan dari data pemboran (drilling record).
Drillabilitas batuan dapat dirumuskan melalui persamaan-persamaan
berikut ini dengan anggapan bahwa energi mekanik yang dibutuhkan pahat dalam
satu menit adalah:
Keterangan:
E = Energi mekanik yang dibutuhkan, lb-in
r = Jari-jari pahat, in
V
……………........…………………….………………........…(2-30)
E
(r 2 ) xR
………………………………………………............ (2-
Wx 2rxN
31)
4
D 2 xR
4 ……………………………………………………...…(2-
WxDxN
32)
1
RD 2
4 ………………………………………………………......(2-33)
WDN
keterangan :
D = Diameter pahat, in
2.1.5.4. Hardness
Hardness adalah ketahanan mineral terhadap goresan. Mineral yang
mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas goresan pada
70
2.1.5.5. Abrasiveness
Abrasiveness formasi merupakan sifat menggores dan mengikis dari
batuan, sehingga sering menyebabkan keausan pada gigi pahat dan diameter
pahat. Setiap batuan mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada
umumnya batuan beku mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu
pasir lebih abrasif daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir
ataupun shale.
Tf i
Af .......................................................................................(2-34)
m
Keterangan :
Tabel II.17.
Komposisi Fluida Reservoir 16)
72
Tabel II.18.
Alkana (CnH2n+2) 15)
No. Nama
Karbon, n
1 Methane
2 Ethane
3 Propane
4 Butane
5 Pentane
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
30 Triacontane
membentuk suatu rantai terbuka dan sisa valensi lainnya membentuk ikatan-ikatan
dengan hidrogen.
Didalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai membentuk molekul yang
berlainan susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain rumus
kimia sama tetapi struktur molekulnya berbeda. Hal semacam ini dikenal dengan
nama “isomeri”. Masing-masing senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat
isomeri disebut isomer, dan pada isomer hidrokarbon ini biasanya menunjukkan
adanya sifat-sifat fisika dan kimia berlainan. Sebagai contoh misalnya butana
yang mempunyai rumus kimia C4H10, tetapi struktur molekulnya dapat disusun
sebagai CH3CH2CH2CH3 yang disebut normal butana (n-butana) dan sebagai
CH3CHCH3 yang disebut isobutana.
Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik
yang berlainan dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan
sifat-sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan
perubahan didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan
perbedaan pada titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.
Tabel II.19.
Sifat – sifat Fisik n-Alkana 18)
Tabel II.20.
Sifat-sifat Fisik Alkena 18)
Name Formula Boiling Melting Specific
Point, Point, Gravity,
o o
F F 60o/60 oF
CH2 =CH2 -154.6 -272.5
Ethylene
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646
77
Selain ikatan ganda, senyawa hidrokarbon tak jenuh ada juga yang
mempunyai ikatan rangkap tiga (triple bond) yang dikenal sebagai deretan
asetilen. Rumus umum deretan asetilen adalah CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul
terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang berdekatan.
Pemberian nama untuk deret ini sama dengan untuk deret alkena dengan memberi
akhiran “una” (Inggris : “yne”).
Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena,
sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya lebih
reaktif dari alkana.Yang termasuk dalam hidrokarbon tak jenuh ini adalah seri
olefin, seri diolefin, dan seri asetilen.
a. Seri Olefin
Seri atau deretan olefin memiliki rumus umum CnH2n. Di dalam
hidrokarbon tak jenuh seri ini mempunyai ciri khusus yaitu di dalam
molekulnya terdapat satu ikatan rangkap dua. Sebagai contoh sebagai
berikut :
- Propilena : CH2 CH CH3
- Butilena : CH2 CH CH2 CH3
Golongan ini memiliki jumlah atom lebih sedikit daripada golongan
parafin. Tetapi tata cara penamaannnya sama dengan seri alkana hanya
akhiran “ana” diganti dengan “ena”.
b. Seri Diolefin
Seri atau deretan diolefin memiliki rumus umum C nH2n-2. Karakteristiknya
adalah dalam setiap molekul terdapat dua ikatan rangkap. Penamaannya
dengan menggunakan akhiran “adiena” dan letak kedua ikatan rangkapnya
dinyatakan dengan dua nomor yang diletakkan setelah nama dasar, sebagai
contoh sebagai berikut :
78
Gambar 2.13.
Seri Naftena sebagai Seri Homolog Hidrokarbon Utama dalam Minyak Bumi 15)
79
Dasar utama dalam variasi struktur naften ialah jumlah lingkaran yang
dapat bergabung menjadi suatu jaringan. Misalnya, mono-naften dan naften
bisiklis merupakan bagian utama dalam minyak bumi. Dalam fraksi titik didih
yang lebih tinggi lagi struktur ini dapat terdiri dari sepuluh lingkaran atau sepuluh
cincin dalam satu molekul. Diantara susunan naftena yang monosiklis, terutama
kisaran C1 – C11 paling banyak didapatkan.
b. Golongan Aromatik
Aromat adalah suatu hidrokarbon siklis berstruktur khas cincin aromat.
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon
lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah
CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan
tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan
parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam
minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.
mercaptan dan alkyl sulfide, Tiofin, sulfon, asam sulfonat, sulfoksil dan lain
sebagainya. Struktur molekul senyawa belerang dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 2.14
Gambar 2.14.
Struktur molekul Senyawa Belerang 15)
H2S merupakan gas tak berwarna yang memiliki titik didih -59,6 oC. H2S
ini berbau tidak enak dan tidak sedap. H2S ini merupakan gas beracun, dan dengan
adanya H2S dalam industri perminyakan merugikan, karena menimbulkan
kerusakan pada peralatan refinery, atau menyebabkan karat pada peralatan
produksi permukaan serta peralatan industrialisasi proses refinery. H 2S diserap
atau dipisahkan dari gas alam dengan ethanolamines. Gas alam yang mengandung
konsentrasi belerang disebut sour gas sedangkan yang tidak mengandung belerang
disebut sweet gas.
B. Senyawa Nitrogen
Senyawa nitrogen terdapat dalam minyak bumi terutama dalam residu atau
molekul berat dan sebagian terdapat dalam benzen dan aspalten. Kadar senyawa-
senyawa nitrogen dalam fluida reservoir bervariasi antara 0,01 % - 0,02 % berat
dan kadang-kadang bisa mencapai 0,65 %, misalnya dari lapangan minyak
Willmington, California, yang senyawa nitrogennya bisa melebihi 10 %. Senyawa
nitrogen yang terdapat dalam proses distilasi terutama ialah homolog piridin
dalam jangkauan C6 , C10 , quinolin dalam jangkauan C10 – C17 , dan turunan yang
berhidrogen, dan juga senyawa carbozol, indol dan pyrol. Asal nitrogen ini adalah
biogenik, misalnya dari protein dan pigmen. Fermentasi (peragian) protein
menghasilkan asam dan juga senyawa nitrogen yang mengandung cincin pyrol.
Semakin tinggi konsentrasi senyawa nitrogen maka akan memperbesar titik didih
81
fluida reservoir. Struktur molekul senyawa nitrogen dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15.
Struktur molekul Senyawa Nitrogen 15)
Senyawa-senyawa nitrogen yang ada dalam fluida reservoir antara lain
NO2, Piridin (C5H5N), Qinolin (C9H9N), Pirol (C4H4N), Indol (C6H6NHC2H2), dan
Karbosol (C12H6NH).
C. Senyawa Oksigen
Minyak bumi dapat juga mempunyai senyawa oksida sampai 2 % dalam
bentuk asam fenol. Ini biasanya dalam residu atau derivat tinggi. Beberapa jumlah
kecil fenol didapatkan dalam kerosin dan minyak solar. Minyak bumi dari formasi
paling muda biasanya mengandung asam yang paling tinggi. Asal asam ini tidak
begitu banyak diketahui. Ada yang berpendapat berasal dari hasil oksidasi
hidrokarbon, atau merupakan sebagian dari gugusan asam yang ada sebelumnya,
sebelum bergenerasi menjadi minyak. Kadar oksigen dalam minyak bumi
bervariasi antara 1 % - 2 % berat. Oksidasi minyak bumi dengan oksigen karena
kontak lama dengan udara dapat menaikkan konsentrasi dalam minyak bumi.
Senyawa ini dalam reservoir banyak terdapat sebagai senyawa asam organik yang
terdistribusi kedalam fasa khususnya fasa gas. Asam organik ini utamanya
terdapat sebagai asam naftena dan asam alifatik. Struktur molekul senyawa
oksigen dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.16.
82
Gambar 2.16.
Struktur molekul Senyawa Oksigen 15)
D. Senyawa Karbondioksida
Kadar karbondioksida lebih besar daripada senyawa nitrogen, yaitu sekitar
2 %. Senyawa karbondioksida sebagai senyawa impuritis yang harus dihindari
karena sifatnya sangat korosif yang mana karbondioksida bentuknya dalam
carbonic acid dan terdapat unsur air didalamnya. Dengan adanya senyawa
karbondioksida dalam industri perminyakan merugikan, karena menimbulkan
korosi pada peralatan produksi permukaan serta kerusakan pada peralatan
industrialisasi proses refinery.
Connate Water
From well # 23
Stover Faria,
McKean Country, Pa. Sea Water
Composition Ion Parts per million Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 ………….
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br- 320 ………….
I- 10 ………….
Total
126,200 34,540
Ion-ion penyusun air formasi terdiri dari ion-ion positif (kation) dan ion-
ion negatif (anion) yang membentuk garam.
Kation
Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
- Alkali : K+, Na+, dan Li+ yang membentuk basa kuat.
- Metal alkali tanah : Br++, Mg++, Ca++, Sr++, Ba++, dan Ra yang
membentuk basa lemah
- Ion Hidrogen
- Metal berat : Fe++, Mn++, membentuk basa yang berdissosiasi.
Calcium (Ca) merupakan penyusun terbesar pada air formasi yaitu
mencapai 30000 mg/lt. Bila bertemu dengan ion karbonat atau sulfat akan
bereaksi dan membentuk scale yang tersuspensi dalam air formasi. Begitu
juga dengan Magnesium (Mg) akan membentuk scale bila bertemu dengan
ion karbonat tetapi konsentrasi ion Mg dalam air formasi lebih kecil
daripada ion Calcium.
Anion
Anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah sebagai berikut :
- Asam kuat : Cl-, SO4=, NO3-
- Asam lemah : CO3=, HCO3-, S-
Chlorida (Cl) merupakan anion terbanyak dalam air formasi, sumber
terbesarnya NaCl. Konsentrasi ion Chlorida sebagai pengukur tingkat
keasaman air formasi. Sedangkan anion Carbonate (CO3) dan Bicarbonate
(HCO3) dapat membentuk scale
Ion-ion tersebut diatas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan
empat sifat, yaitu :
- Salinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya NaCl
dan Na2SO4
- Salinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat, misalnya
CaCl2, MgCl2, CaSO4, MgSO4
85
- Alkalinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam lemah, misalnya
Na2CO3 dan Na(HCO3)2
- Alkalinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam lemah,
misalnya CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2
B. Jumlah Kandungan Ion
Konsentrasi padatan yang terdapat di dalam air formasi dinyatakan dalam
beberapa cara yang berbeda. Diantaranya adalah parts per million, milligram per
liter dan persen padatan. Umumnya satuan part per million dan milligram per liter
dapat digunakan secara bertukaran. Kedua satuan ini identik bila dianggap bahwa
density air formasi adalah satu. Anggapan ini tidak tepat benar tetapi biasanya
memenuhi kelayakan untuk perhitungan engineering.
Satuan persen padatan dapat diperoleh dengan pembagian per million
dengan 10000. Satuan lain yang kadang-kadang digunakan adalah milli
equivalents per liter. Part per million dapat dikonversikan kedalam milli
equivalent per liter bila dibagi dengan berat equivalentnya. Untuk reaksi ionisasi,
berat equivalent diperoleh dengan membagi berat atom ion dengan valensinya.
Gambar 2.17.
Viscositas Gas pada Tekanan Atmosphire 1)
87
B. Densitas Gas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan antara rapatan gas tersebut
dengan rapatan suatu gas standart. Kedua rapatan diukur pada tekanan dan
temperatur yang sama. Biasanya yang digunakan sebagai gas standart adalah
udara kering massa tiap satuan volume dan dalam hal ini massa dapat diganti oleh
berat gas, m. Secara sistematis densitas gas dapat dirumuskan sebagai berikut :
g
BJ gas = u ,..................................... ........................................... (2-35)
Keterangan :
ρg = rapatan gas, gr/cm3
ρu = rapatan udara, gr/cm3
Definisi dari rapatan gas ρg = MP/RT, dimana M adalah berat molekul gas,
P adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur, sehingga bila gas
dan udara dianggap sebagai gas ideal, maka BJ gas dapat dituliskan dengan
persamaan sebagai berikut :
Mg .P
R.T Mg
BJ gas = ……..........................................................(2-
Mu.P 28,97
R.T
36)
Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis gas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
( BMtampak ) gas
BJ gas = ...............................................................(2-
28,97
37)
Z .n.R.T
Vres P
Bg = Zsc.n.R.T …………………………………...…………(2-
Vsc
Psc
38)
Sehingga dari persamaan diatas faktor volume formasi gas menjadi :
Z .T .Psc
Bg = ………………………………………………….….(2-
Zsc.Tsc .P
39)
dimana :
Z = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi reservoir
Zsc = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi standart
T = Suhu reservoir, oR
P = Tekanan reservoir, psia
Tsc = Suhu standart = 60 oF = 520 oR
Psc = Tekanan standart = 14,7 psia
Persamaan (2.39) dapat dituliskan sebagai berikut :
Z .T .(14,7) Z .T cuft
Bg 0,0282 ……………………………….(2-
(1).(520).P P scf
40)
atau
Z .T res .bbl
Bg 0,00504 …………………………………..…….
P scf
(2-41)
D. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya.
Kompresibilitas gas dapat dinyatakan dengan persamaan :
1 dV
Cg , ..................................................................................(2-42)
v dP
1 dV
Cg
V dP
P nRT dZ
Cg 2
P Z
nRTZ P dP
1 1 dZ
Cg
P Z dP
Cara lain untuk menentukan kompressibilitas gas adalah dengan
menggunakan hukum keadaan berhubungan, yaitu :
C pr
Cg ……………………………………………………………(2-46)
Ppc
keterangan :
Cpr = pseudo-reduced compressibility
Ppc = pseudo-critical pressure, psia
E. Faktor Deviasi Gas
90
Gambar 2.18.
Faktor Kompressibilitas untuk Natural Gas 1)
Penentuan harga z dari suatu gas alam dapat dilakukan melalui pengukuran
langsung, menggunakan korelasi Standing dan Katz, dan menggunakan “equation
of state”
Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat
dihitung. Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan Standing telah
membuat korelasi berupa grafik : z = f (Pr,Tr) dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Grafik tersebut memberikan hasil yang memuaskan bila gas tidak mengandung
CO2 dan H2S. Untuk gas yang mengandung kedua unsur tersebut perlu dilakukan
korelasi untuk harga Ppc dan Tpc dahulu sebelum menghitung Pr dan Tr.
F
A ….……………………………………………………………(2-49)
dv
dy
keterangan :
= viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress, dyne
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy
=
Gambar 2.19.
Pengaruh Viskositas Minyak terhadap berbagai Tekanan 16)
93
B. Densitas Minyak
Densitas Minyak sering dinyatakan dalam Spesific Gravity. Densitas
minyak adalah perbandingan antara berat fluida terhadap volume. Hubungan
antara Densitas Minyak dengan Spesific Gravity didasarkan pada berat jenis air,
dengan persamaan yang dapat dituliskan sebagai berikut :
o
SG minyak = ..............................................................................(2-
w
50)
keterangan :
o = densitas minyak, gr/cm3
w = densitas air, gr/cm3
Didalam dunia perminyakan, Spesific Gravity minyak sering dinyatakan
dalam satuan 0API. Hubungan antara SG minyak dengan 0API dapat dirumuskan
sebagai berikut :
141,5
0
API = 131,5 ,.......................................................................(2-
SG
51)
Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan .
Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.
Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.
Gambar 2.20.
Kelarutan Gas (Rs) sebagai Fungsi Tekanan 18)
D. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak adalah volume dalam barrel pada kondisi
reservoir yang ditempati oleh stock tank barrel minyak termasuk gas yang terlarut.
95
Atau dengan kata lain adalah perbandingan antara volume minyak termasuk gas
yang terlarut pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standart
(14,7 psia, 60 oF), dengan satuan bbl/stb.
Perubahan faktor volume formasi minyak terhadap tekanan untuk minyak
mentah jenuh ditunjukkan oleh Gambar 2.21. Tekanan reservoir awal adalah Pi
dan harga awal faktor volume formasi minyak adalah Boi. Dengan turunnya
tekanan reservoir dibawah tekanan bubble point (Pb), maka gas akan keluar serta
harga Bo turun.
Standing melakukan perhitungan Bo secara empiris adalah sebagai berikut :
54)
keterangan :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.
96
Gambar 2.21.
Grafik Hubungan Harga Bo terhadap Tekanan 11)
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb< P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat terjadinya
pengembangan gas.
Sedangkan untuk proses pembebasan gas tedapat dua proses, yaitu :
Differential Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan
secara kontinyu. Didalam proses ini penurunan tekanan sistem disertai
mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak hanya berada
dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu
saja dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses
ini berlangsung komposisi total sistem akan terus berubah.
Flash Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dalam
jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai, gas baru dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses diatas akan berbeda sesuai
dengan keadaan reservoir selama proses produksi berlangsung. Harga Bo pada
proses flash liberation lebih kecil dibandingkan dengan proses differential
liberation.
Proses produksi minyak dari reservoir sampai ke permukaan dapat
dianggap mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi
dalam tubing dan peralatan-peralatan di permukaan mendekati sistem flash
liberation.
E. Kompressibilitas Minyak
97
56)
keterangan :
Co = kompressibilitas minyak, psi-1
Cpr = pseudo reduced compressibility
Ppc = pseudo critical pressure, psi
57)
P
Ppr …………………………………………………………………
Ppc
……...(2.42)
keterangan :
P = tekanan waktu pengukuran, psia
Ppc = tekanan kritik semu, psia
98
Gambar 2.22.
Grafik Hubungan Cpr vs Ppr dan Tpr untuk Minyak 11)
Gambar 2.23.
Viskositas Air Formasi sebagai Fungsi Temperatur 11)
Manfaat dengan diketahuinya viskositas air formasi adalah untuk mengetahui
perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir terutama untuk mengontrol
gerakan air formasi di dalam reservoir.
B. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart yang merupakan fungsi
total padatan. Densitas air formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan dengan
membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi (B w) dan
perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada
kondisi reservoir. Faktor yang sangat mempengaruhi densitas air formasi adalah
kadar garam dan temperatur reservoir.
Persamaan densitas air formasi dapat dituliskan sebagai berikut :
w.st
w.res …………………………………………………………(2-
Bw
59)
keterangan :
w.res = densitas air formasi pada kondisi reservoir, lb/cuft
w. s tan dart = densitas air formasi pada kondisi standart, lb/cuft
Gambar 2.24.
Faktor Volume Formasi Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan 11)
Gambar 2.25.
Vwt sebagai Fungsi Suhu Reservoir 11)
102
Gambar 2.26.
Vwp sebagai Fungsi Tekanan Reservoir 11)
Gambar 2.27.
Kompresibilitas Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur 3)
E. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur yang sama.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan. Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-
mula menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu,
dan kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar
garam. Kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya
berat jenis gas. Untuk lebih jelasnya hubungan antara tekanan, temperatur, dan
kelarutan gas dalam air formasi terlihat pada gambar 2.28.
Gambar 2.28.
Kelarutan Gas dalam Air Formasi sebagai
104
Gambar 2.29.
105
Gambar 2.30.
Ilustrasi Tekanan Hidrostatik 11)
106
Tabel II.22.
Tipe Gradien Hidrostatik Rata-rata 12)
Typical average hydrostatic gradient
Geologic basin Hydrostatic pressure gradient Areas in U.S.A
-1 -1
(psi/ft) (kg.cm m )
Water
0.465 0.1074 Gulf Coast
Salt water
I
i 1
i .d i
....................………………………………….
Gobn .0,433
Dn
(2-69)
Keterangan :
Gobn = Gradien tekanan overburden, psi/ft
Ii = Ketebalan ke – i , ft
di = Berat jenis rata-rata ke – i, gr/cc
Dn = Kedalaman, ft
108
Gambar 2.31.
Penentuan Gradient Tekanan Overbuden 11)
Menurut Christman, gradien tekanan overburden dapat dinyatakan sebagai
berikut:
0,433
Gob d w . Dwt d b Db …….……………………………….…
D
(2-70)
Keterangan :
D = Kedalaman, ft
Dwt = Ketebalan cairan, ft
dw = Berat jenis cairan, gr/cc
Db = Berat jenis rata-rata batuan, gr/cc
Db = Kedalaman batuan (D – Dwt), ft.
D = Kedalaman, Ft
110
Gambar 2.32.
Kisaran Gradien Tekanan Fluida 16)
Pada Gambar 2.33. menggambarkan kisaran gradien tekanan fluida (Gf),
yaitu :
1. 0.433 psi/ft < GF < 0.465 psi/ft disebut Tekanan Normal,
2. Gf > 0.465 psi/ft disebut Tekanan Abnormal,
3. Gf < 0.433 psi/ft disebut Tekanan Subnormal.
Keterangan :
P = Tekanan formasi, psi
Pob = Tekanan overburden, psi
S = Tekanan kekuatan batuan, psi
112
Gambar 2.33.
Ilustrasi Tekanan Abnormal 11)
73)
Beberapa mekanisme terbentuknya tekanan abnormal adalah sebagai
berikut :
a. Incomplete Sediment Compaction.
Sedimentasi clay atau shale yang berlangsung cepat mengakibatkan
terbatasnya waktu bagi fluida untuk membebaskan diri. Di bawah kondisi
normal porositas awal yang tinggi ( 50%) berkurang karena air terbebaskan
melalui permeable sand atau penyaringan melalui clay atau shale. Jika proses
sedimentasi berlangsung cepat maka proses membebaskan fluida tidak dapat
terjadi, sehingga fluida terjebak di dalamnya.
b. Faulting
Patahan dapat menyebabkan redistrusi sedimen dan menempatkan zona-
zona permeable berlawanan dengan zona-zona impermeable, sehingga
membentuk penghalang bagi aliran fluida. Hal ini akan mencegah keluarnya
air dari shale, hal ini dapat menyebabkan tekanan dalam shale di bawah
kondisi terkompaksi.
c. Perubahan Fasa Selama Kompaksi
Mineral-mineral dapat mengalami perubahan fasa dengan bertambahnya
tekanan seperti: Gypsum+Anhydrite+freewater. Hal ini telah diperkirakan
bahwa gypsum setebal 50 ft akan menghasilkan kolom air setinggi 24 ft.
Sebaliknya anhydrite dapat terhindari pada kedalaman tertentu untuk
menghasilkan gypsum yang meningkatkan volume batuan sebesar 40%.
d. Pengendapan Batuan Garam Yang Padat.
113
Gambar 2.34.
Ilustrasi Tekanan Subnormal 11)
aquifer yang sama. Potentiometric surface dapat mencapai ribuan feet dibawah
atau diatas ground level.
Pf 1 Pob 2P
…..………………………………………………(2-
D 3 D D
74)
Keterangan :
Pf = Tekanan rekah, psi
Pob = Tekanan overburden, psi
P = Tekanan formasi, psi
D = Kedalaman, ft
Bila dianggap gradient tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi
/ft, maka
persamaan (2-46) menjadi :
116
Pf 1 P
1 2 ..………………………………………….....……..(2-
D 3 D
75)
2.3.4. Temperatur Bawah Permukaan
Temperatur dipengaruhi jauh dekatnya suatu titik dari pusat magma,
temperatur merupakan suatu fungsi terhadap kedalaman (gradient geothermal).
Temperatur juga dapat berpengaruh pada jenis minyak mentah yang terbentuk
antara 5,000 dan 20,000 kaki kedalaman, temperatur pada 20,000 kaki biasanya
temperatur terlalu tinggi dan hanya menghasilkan gas. Kondisi-kondisi pada
lapisan seperti akibat vulkanik dan tektonik (lipatan dan patahan) dapat
mempengaruhi terhadap gradien temperatur.
Dalam kenyataannya temperatur akan bertambah terhadap kedalaman,
yang mana sering disebut sebagai gradient geothermal seperti terlihat pada grafik
Gambar 2.35. Besaran gradien geotermis ini bervariasi pada satu tempat dan
tempat lain, dimana harga rata–ratanya adalah 2 oF /100 ft. Gradient geothermal
yang tertinggi adalah 4 oF /100ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF /100 ft.
Variasi yang kecil dari gradient geothermal ini disebabkan oleh sifat konduktivitas
thermal pada beberapa jenis batuan. Besarnya gradien geothermal pada suatu
daerah dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
T formasi Ts tan dard
Gradien geothermal ………………...….(2-76)
Kedalalaman Formasi
Harga gradien geothermal berkisar antara 0,5 oF/100 ft sampai 2,0 oF /100 ft.
Seperti diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik fluida
reservoir. Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut :
Td = Ta + @ x D………………………………...…………...….…....(2-77)
Keterangan :
Td = Temperatur reservoir pada kedalaman D, oF
Ta = Temperatur pada permukaan, oF
@ = Gradien temperatur, oF/100 ft
D = Kedalaman, ratusan ft.
117
Gambar 2.35.
Grafik Pengaruh Kedalaman Terhadap Temperatur 15)