Anda di halaman 1dari 39

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 GEOLOGI
1. Pengertian Geologi
Zuhdi (2019:1) berpendapat bahwa “geologi adalah ilmu (sains) yang
mempelajari komposisi bumi, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses
pembentukannya”. Sedangkan Zikri (2018:2) mendefinisikan “geologi adalah
kelompok ilmu yang mengupas mengenai berbagai sifat dan bahan yang
membentuk planet bumi, strukturnya, maupun proses yang sedang berjalan
didalam dan diatas permukaan permukaan planet bumi”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
geologi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang komposisi yang
membentuk bumi, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, serta proses pembentukan
bumi.

2. Mineral dan Batuan


a. Mineral
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk secara alamiah,
berfase padat, mempunyai komposisi, dan struktur tertentu. Batu bara bukan
termasuk mineral, karena berasal dari zat organik. Minyak bumi tidak termasuk
mineral karena berfase cair. Salju dan gletser termasuk mineral karena berfase
padat.
1) Sifat fisik mineral
Mineral dapat dikenali berdasarkan sifat fisik dari mineral tersebut
antara lain: warna, kilap, bentuk, belahan, kekerasan. Setiap mineral memiliki
warna yang khas, akan tetapi ada beberapa mineral yang memiliki warna yang
hampir sama. Kilap atau kilau mineral juga merupakan sifat fisik yang dapat
digunakan untuk identifikasi mineral. Bentuk kristal suatu mineral dikontrol oleh
ikatan kimia mineral tersebut. Belahan mineral dipengaruhi oleh ikatan lemah
antar molekul. Kekerasan mineral menunjukkan besarnya gaya tekan untuk
membelah atau merusak struktur mineral tersebut. Kekerasan mineral dinyatakan
dalam skala Mohs.
4

2) Bentuk kristal mineral


Melalui wujudnya sebuah kristal dapat ditentukan secara geometris
dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya. Dalam ilmu kristalografi geometri
dipakai enam jenis sistem sumbu, yaitu: sistem sumbu isomerik, sistem sumbu
tetragonal, sistem sumbu ortorombik, sistem sumbu monoklin, sistem sumbu
triklin, sistem sumbu heksagonal.
3) Sifat optik mineral
Pengenalan mineral yang terdapat pada batuan umumnya dilakukan
secara mikroskopis dengan cahaya terpolarisasi. Jenis cahaya yang tersebut dapat
diperoleh dengan memakai dua prismapolarisasi atau polarisator. Mineral tertentu
memiliki sifat memutar sumbu cahaya terpolarisasi dengan arah sudut putar yang
khas.
4) Variasi dalam komposisi
Sifat kristal pada mineral bisa rusak atau berubah oleh pengaruh suhu dan
tekanan. Semua mineral mempunyai komposisi kimia yang tertentu dan ditulis
dengan formula kimia tertentu, contoh: Quartz SiO2 (proporsi atau rasio
Si:O=1:2).
Bermacam-macam sampel dari 1 jenis mineral mungkin mempunyai
komposisi yang berbeda dengan tingkat perbedaannya tertentu.Karena mineral itu
bersifat kristal dan mempunyai komposisi kimia yang pasti dan sifat fisika yang
pasti.Sifat fisika suatu mineral mungkin juga bervariasi sesuai dengan variasi
komposisi kimianya. Komposisi mineral sangat bervariasi mulai dari unsur murni
dan garam sederhana sampai yang sangat komplek dengan bermacam-macam
bentuk seperti silikat.
b. Batuan
Batuan adalah sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Batuan
bisa terdiri dari satu macam mineral saja atau campuran beberapa mineral.
1) Batuan Beku, terbentuk oleh pembekuan magma.
2) Batuan sedimen, terbentuk karena endapan dari hasil pelapukan material-
material batuan.
3) Batuan metamorf, terbentuk dari hasil ubahan/alterasi dari mineral dan batuan
lain karena pengaruh tekanan dan temperatur. Tekanan dan temperatur yang
5

mempengaruhi pembentukan batuan ini sangat tinggi dibandingkan pada


pembentukan batuan beku dan sedimen sehingga mengubah mineral asal
menjadi mineral lain.
4) Siklus batuan

Gambar 1. Siklus Batuan


Sumber: Zuhdi (2019:10)

Batuan dapat mengalami perubahan dari satu tipe menjadi tipe batuan
yang lainnya. Batuan dari jenis apapun jika tertimbun kedalam bumi,
mendapatkan energi panas hingga meleleh, kemudian membeku kembali, maka
batuan tersebut akan menjadi batuan beku. Batuan jenis apapun jika mengalami
pelapukan, transportasi, kemudian terendapkan kembali, maka batuan tersebut
akan menjadi batuan sedimen. Batuan jenis apapun jika mengalami pemanasan
(pematangan termal) dan penekanan, maka batuan tersebut akan berubah menjadi
batuan metamorf. Gambar 1 menunjukkan siklus batuan yang dapat berubah
menjadi tipe batuan lain.

3. Batuan Beku
a. Pengertian Batuan Beku
Zikri (2018:2) mengemukakan bahwa “batuan beku atau batuan igneous
(dari Bahasa Latin: ignis, “api”) termasuk jenis batuan yang terbentuk dari
magma. Magma akan mendingin dan mengalami pengerasan. Proses pengerasan
ini dilalui dengan atau tanpa kristalisasi, baik di dalam lapisan bumi sebagai
batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif
(vulkanik)”. Sedangkan Zuhdi (2019:9) menjelaskan bahwa “batuan beku adalah
batuan yang terbentuk oleh pembekuan magma. Batuan beku dibagi menjadi
6

batuan plutonik dan batuan vulkanik. Batuan plutonik atau intrusive terbentuk
ketika magma mendingin dan terkristalisasi perlahan di dalam kerak bumi.
Sedangkan batuan beku vulkanik atau extrusive membeku dan terbentuk pada saat
magma keluar ke permukaan bumi sebagai lava atau fragment bekuan”.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa batuan beku
adalah batuan yang terbentuk karena pembekuan magma. Magma yang mendingin
dan terkristalisasi perlahan di dalam kerak bumi disebut sebagai batuan intrusif
(plutonik). Sedangkan magma yang membeku dan terbentuk pada saat keluar ke
permukaan bumi disebut sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
b. Proses Terbentuknya Batuan Beku
Batuan beku ini terbentuk karena adanya magma yang mengeras atau
mengalami pembekuan. Magma ini berasal dari batuan setengah cair ataupun oleh
batuan yang sudah ada sebelumnya, baik yang berada di mantel maupun di kerak
bumi. Secara umum, proses pelelehan tersebut terjadi pada salah satu proses dari
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, ataupun perubahan komposisi.
Selanjutnya untuk proses pembentukan batuan beku ini juga terkadang tergantung
pada jenis batuan bekunya masing-masing.
c. Klasifikasi Batuan Beku
1) Batuan Beku Berdasarkan Tempat Terbentuknya
a) Batuan Beku Dalam
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam perut
bumi, bahkan beberapa terbentuk dekat dengan dapur magma. Ini terjadi
karena proses pendinginan yang sangat cepat dan magma yang sangat kental.
Batuan ini sering juga disebut dengan batuan plutonik atau deep seated rock.
Contohnya batuan granit.
b) Batuan Beku Korok
Batuan beku korok merupakan batuan beku yang terbentuk pada celah-
celah litosfer (kerak bumi) atau lereng gunung. Batuan ini biasanya terbentuk
di dekat permukaan bumi. Batuan ini juga sering disebut dengan batuan beku
dike rock. Contohnya batu diorit.
c) Batuan Beku Luar
7

Batuan Beku Luar merupakan jenis batuan beku yang terbentuk di


permukaan bumi. Biasanya berlangsung karena proses pembekuan
berlangsung lambat, sehingga magma sudah menjadi lava (sudah keluar dari
gunung).
2) Batuan Beku berdasarkan kandungan SiO2 (silikat dioksida)
a) Batuan Beku Asam, merupakan jenis batuan beku yang kandungan
silikatnya lebih dari 66%.
b) Batuan Beku Intermediate, merupakan jenis batuan beku yang kandungan
silikatnya antara 52-66%.
c) Batuan Beku Basa, merupakan jenis batuan beku yang kandungan
silikatnya antara 45% sampai 52%.
d) Batuan Beku Ultrabasa, merupakan jenis batuan beku yang kandungan
silikatnya kurang dari 45%.
3) Batuan Beku berdasarkan Indeks Warnanya
Ada dua pendapat, yaitu :
a) Pendapat dari S.J Shand
(1) Leucoctaris Rock, merupakan batuan beku dengan kadar mineral
mafik kurang dari 30%.
(2) Mesococtik Rock, merupakan batuan beku dengan kadar mineral
mafik antara 30 – 60%.
(3) Melanocractik Rock, merupakan batuan beku dengan kadar mineral
mafik lebih dari 60%.
b) Pendapat S.J. Ellis
(1) Holofelsic, merupakan batuan beku yang indeks warnanya kurang
dari 10%.
(2) Felsic, merupakan batuan beku yang indeks warnanya 10-40%.
(3) Mafelsic, merupakan batuan beku dengan indeks warna 40-70%.
(4) Mafic, merupakan batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
4) Batuan Beku Berdasarkan Jenisnya
a) Batu Apung
Batu apung merupakan batu berwarna keabu-abuan, berpori-pori,
bergelembung, ringan, dan terapung dalam air. Batu apung terbentuk dari
8

pendinginan magma yang berupa gelembung-gelembung gas. Batu apung


berfungsi untuk mengamplas atau menghaluskan kayu. Di bidang industri,
batu apung digunakan sebagai bahan pengisi (filler), isolator temperatur
tinggi, dan kegunaan-kegunaan lain.

Gambar 2. Batu Apung


Sumber: Zikri (2018:61)

b) Batu Obsidian
Batu obsidian merupakan batu yang berbentuk seperti kaca dan tidak
terdapat kristal-kristal. Batu ini terbentuk dari lava permukaan yang
mendingin dengan cepat. Batu ini berfungsi sebagai alat pemotong atau ujung
tombak (pada zaman dahulu) dan bisa dijadikan sebagai kerajinan.

Gambar 3. Batu Obsidian


Sumber: Zikri (2018:61)

c) Batu Granit
Batu granit merupakan batu yang terdiri dari kristal-kristal kasar,
berwarna putih sampai abu-abu, dan ada beberapa yang berwarna jingga,
Batuan ini banyak ditemukan di pinggiran pantai atau sungai besar, atau bisa
juga di dasar sungai. Batu ini terbentuk dari pendinginan magma yang terjadi
secara perlahan di bawah permukaan bumi. Batu ini dapat digunakan sebagai
ubin lantai.
9

Gambar 4. Batu Granit


Sumber: Zikri (2018:61)

d) Batu Basalt
Batu basalt merupakan batuan yang terdiri dari kristal-kristal yang sangat
kecil, berwarna hijau keabu-abuan dan terdapat banyak lubang-lubang kecil.
Batu basalt terbentuk dari pendinginan lava yang mengandung gas akan tetapi
gasnya telah menguap. Batu basalt ini berfungsi sebagai bahan baku dalam
industri poles, bahan bangunan, pondasi bangunan atau jalan, dan lain
sebagainya.

Gambar 5. Batu Basalt


Sumber: Zikri (2018:62)

e) Batu Diorit
Batu diorit merupakan batu yang umumnya berwarna kelabu bercampur
putih atau hitam bercampur putih. Batu diorit terbentuk dari hasil peleburan
lantai samudera. Batu diorit berfungsi sebagai ornamen dinding atau pun
lantai bangunan gedung. Bisa pula digunakan sebagai bahan bangunan.

Gambar 6. Batu Diorit


Sumber: Zikri (2018:62)

f) Batu Andesit
Batu andesit merupakan batuan yang bertekstur halus, berwarna abu-abu
hijau atau sering pula merah serta jingga. Batu andesit terbentuk dari lelehan
10

lava gunung merapi yang meletus, kemudian membeku tatkala suhu lava yang
meleleh turun antara 900 sampai dengan 1.100 Derajat Celcius. Batu andesit
berfungsi sebagai ornamen pengindah dinding rumah, pagar.

Gambar 7. Batu Andesit


Sumber: Zikri (2018:62)

g) Batu Gabro
Batu gabro merupakan batuan yang berwarna hitam, hijau, atau abu-abu
gelap, tidak terdapat rongga atau lubang udara maupun retakan-retakan di
dalamnya. Mineral-mineralnya terlihat secara jelas dan mineral yang besar
menunjukkan bahwa mineral tersebut terbentuk pada suhu pembekuan yang
relatif lambat sehingga bentuk mineralnya tampak besar-besar. Batuan ini
terbentuk dari magma yang membeku di dalam gunung. Batuan ini berfungsi
sebagai bahan pelapis dinding.

Gambar 8. Batu Gabro


Sumber: Zikri (2018:62)

4. Batuan Sedimen
a. Pengertian Batuan Sedimen
Zikri (2018:64) mengemukakan bahwa “batuan sedimen adalah batuan
yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas”.
Sedangkan menurut Zuhdi (2019:17) “batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk karena proses diagenesis dari material batuan lain yang sudah
mengalami sedimentasi. Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, transportasi,
dan deposisi”.
Berdasarkan defenisi di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa batuan
sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari hasil sedimentasi material batuan
lain. Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, transportasi, dan deposisi.
11

b. Proses Terbentuknya Batuan Sedimen


Proses terbentuknya batuan sedimen dimulai dari adanya pengikisan
terhadap batuan beku. Pengikisan ini dapat disebabkan karena pergerakan air,
angin, es atau aktivitas makhluk hidup. Partikel-partikel yang terkikis akan
bergerak mengikuti media pengikutnya. Kemudian pada suatu titik akan berhenti
dan terkumpul di suatu tempat. Kemudian kumpulan partikel ini akan mengalami
proses pengendapan (sedimentasi). Sedimentasi merupakan proses pengendapan
material batuan secara gravitasi yang dapat terjadi di daratan, garis pantai ataupun
di dasar laut. Setelah mengendap, selanjutnya partikel-partikel tersebut akan
memadat membentuk batuan sedimen.
c. Klasifikasi Batuan Sedimen
1) Berdasarkan Pembentukannya
a) Batuan Sedimen Klastis
Merupakan jenis batuan yang terbentuk di alam melalui suatu proses
pengendapan dari material-material yang bervariasi, mulai dari ukuran
lempung sampai dengan bongkah batuan. Batuan sedimen klastis ini
terbentuk karena suatu pelapukan atau erosi pada pecahan batuan atau
mineral, sehingga batuan menjadi hancur atau pecah dan lalu mengendap di
tempat tertentu dan menjadi keras. Susunan kimia dan warna batuan ini
biasanya sama dengan batuan asalnya. Contohnya : batuan sedimen klastis
antara lain yaitu batu konglomerat, batu breksi, dan batu pasir.
b) Batuan Sedimen Kimiawi
Batuan sedimen kimiawi adalah batuan yang terbentuk karena adanya
pengendapan melalui suatu proses kimia pada mineral-mineral tertentu.
Misalnya, pada batu kapur yang larut oleh air kemudian mengendap dan
membentuk sebuah stalaktit dan stalagmit di gua kapur. Contohnya : batuan
sedimen kimiawi lainnya yaitu batuan anhidrit dan batu garam.
c) Batuan Sedimen Organik
Batuan sedimen organik atau batuan sedimen biogenik merupakan batuan
yang terbentuk karena adanya sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami
pengendapan di tempat tertentu. Contohnya : pada batu karang yang terbentuk
12

dari terumbu karang yang mati dan fosfat yang terbentuk dari kotoran
kelelawar serta batu gamping.
d) Batuan Volkanoklastik
Batuan sedimen yang berasal dari hasil aktivitas gunung api, seperti debu
yang diendapkan kembali. Contohnya: Pasir tuff (tuff gunung api),
Aglomerat.
2) Berdasarkan Jenisnya
a) Batu Konglomerat
Batu konglomerat merupakan batuan yang terbentuk dari material
kerikil-kerikil bulat, batu-batu dan pasir yang merekat satu sama lainnya.
Batu konglomerat terbentuk dari bahan-bahan yang lepas karena gaya
beratnya kemudian menjadi padat dan saling terikat. Batu konglomerat
berfungsi sebagai bahan pendukung bangunan (bukan bahan utama).

Gambar 9. Batu Konglomerat


Sumber: Zikri (2018:67)

b) Batu Pasir
Batu pasir merupakan batuan yang tersusun dari butiran-butiran pasir,
umumnya berwarna abu-abu, kuning, atau pun merah. Batu pasir terbentuk
dari bahan-bahan yang lepas karena gaya beratnya menjadi terpadatkan dan
menjadi saling terikat. Batu pasir dapat berfungsi sebagai material penyusun
gelas/kaca atau pun sebagai konstruksi bangunan.

Gambar 10. Batu Pasir


Sumber: Zikri (2018:67)

c) Batu Serpih
Batu serpih merupakan batu yang berbau seperti tanah liat, berbutir-butir
halus, berwarna hijau, hitam, kuning, merah, atau pun abu-abu. Batu serpih
terbentuk dari bahan-bahan yang lepas dan halus karena gaya beratnya
13

menjadi terpadatkan dan saling terikat. Batu ini dapat digunakan sebagai
bahan bangunan.

Gambar 11. Batu Serpih


Sumber: Zikri (2018:67)

d) Batu Gamping
Batu gamping merupakan batu yang agak lunak, berwarna putih keabu-
abuan, dan dapat membentuk gas karbon dioksida apabila ditetesi asam. Batu
ini terbentuk dari cangkang binatang lunak seperti siput, kerang, dan
binatang-binatang laut lainnya yang telah mati. Rangkanya yang terbuat dari
kapur tidak akan musnah, akan tapi memadat dan membentuk batu kapur.
Batu ini digunakan sebagai bahan baku semen.

Gambar 12. Batu Gamping


Sumber: Zikri (2018:68)

e) Batu Breksi
Batu breksi merupakan batuan yang terbentuk dari gabungan pecahan-
pecahan yang berasal dari letusan gunung berapi. Batu ini terbentuk karena
bahan-bahan ini terlempar tinggi ke udara dan mengendap di suatu tempat.
Batu ini berfungsi sebagai bahan kerajinan atau pun bahan bangunan.

Gambar 13. Batu Breksi


Sumber: Zikri (2018:68)

f) Stalaktit dan Stalagmit


Stalaktit dan stalagmit merupakan endapan-endapan yang terdapat pada
gua, yang umumnya berwarna kuning, coklat, krem, keemasan, atau pun
14

putih. Stalaktit dan stalagmit terbentuk dari air yang larut dan turun ke gua
dan menetes-netes dari atap gua ke dasar gua. Tetesan-tetesan air yang
mengandung kapur tersebut lama kelamaan kapurnya membeku dan
menumpuk sedikit demi sedikit sehingga menjadi batuan kapur yang
berbentuk runcing-runcing. Stalaktit dan stalagmit dapat berfungsi sebagai
panorama indah bagi pengunjung wisatawan yang mengunjungi gua.

Gambar 14. Stalaktit dan Stalagmit


Sumber: Zikri (2018:68)

g) Batu Lempung
Batu lempung merupakan batuan yang umumnya berwarna coklat,
keemasan, merah, atau abu-abu. Batuan ini umumnya terbentuk karena proses
pelapukan batuan beku yang menghasilkan material lempung dan umumnya
ditemukan disekitar batuan induknya. Kemudian material lempung ini
mengalami proses pengendapan sehingga membentuk batu lempung. Batu
lempung cocok dijadikan sebagai bahan kerajinan.

Gambar 15. Batu lempung


Sumber: Zikri (2018:68)

5. Batuan Metamorf
a. Pengertian Batuan Metamorf
Secara bahasa kata metamorf berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Meta”
yang artinya berubah dan “Morph” yang artinya bentuk. Zikri (2018:74)
menjelaskan bahwa “batuan metamorf merupakan batuan hasil transformasi atau
perubahan dari suatu tipe batu yang telah ada sebelumnya. Proses terbentuknya
batuan metamorf disebut dengan metamorfisme”. Sedangkan Zuhdi (2019:33)
berpendapat bahwa “batuan metamorf terbentuk oleh proses rekristalisasi di kerak
15

bumi pada kedalaman 3 hingga 20 km dari permukaan bumi, yang sebagian besar
terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair”.
Dari pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa batuan metamorf adalah
batuan yang terbentuk dari hasil transformasi atau perubahan dari batuan yang
telah ada sebelumnya. Batuan metamorf mengalami proses rekristalisasi di kerak
bumi pada kedalaman 3 hingga 20 km dari permukaan bumi.
b. Proses Terbentuknya Batuan Metamorf (Malihan)
Proses terbentuknya batuan metamorf dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan tekanan, temperatur, dan aktivitas kimia yang berhubungan dengan
batu yang sudah ada. Berikut adalah penjelasan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batuan metamorf.
1) Perubahan Temperatur
Perubahan suhu atau temperatur bisa terjadi karena intrusi magma atau
perubahan gradient geothermal. Atau juga dapat terjadi karena gesekan antar
massa batuan.
2) Perubahan Tekanan
Penyebab dapat terjadinya perubahan tekanan biasanya juga karena
aktivitas vulkanik dan tektonik.Perubahan tekanan juga dapat terjadi karena
bertumpuknya endapan dari jenis batuan yang sudah ada.
3) Aktivitas kimia
Aktivitas kimia baik fluida atau gas pada jaringan batuan yang sudah ada
dapat menjadi penyebab terbentuknya batuan metamorf karena berperan dalam
perubahan komposisi kimianya. Fluida dan gas aktif yang banyak ditemukan
adalah air, karbondioksida, asam hidroklorik, dan hidroflorik. Biasanya zat kimia
ini berperan sebagai katalis yang membentuk dan menyeimbangkan reaksi kimia.
4) Proses Perubahan Batuan Metamorf dari Batuan Asal
Batuan metamorf dapat terbentuk dari perubahan yang terjadi kepada
batuan beku atau batuan sedimen, berikut adalah prosesnya :
Magma mengalami pendinginan sehingga membeku membentuk batuan
beku. Kemudian batuan beku mengalami pelapukan dan erosi sehingga partikel-
partikelnya dibawa ke tempat lain oleh air, angin, atau es. Nah partikel yang
tertumpuk di suatu tempat ini akan mengalami sedimentasi (pengendapan)
16

sehingga membentuk batuan sedimen (beberapa batuan beku langsung menjadi


batuan metamorf). Lalu batuan sedimen tadi mengalami perubahan menjadi
batuan metamorf karena adanya peningkatan suhu, tekanan atau aktivitas kimi.
Batuan metamorf kemudian mendekati astenosfer dan berubah lagi menjadi
magma baru. Siklusnya kemudian kembali ke proses terbentuknya batuan beku.
c. Klasifikasi Batuan Metamorf
1) Berdasarkan Metamorfisme (Proses Pembentukan)
a) Batuan Metamorf Kontak (Thermal)

Gambar 16. Batuan Metamorf Kontak


Sumber: Zikri (2018:77)

Batuan metamorf kontak merupakan jenis batuan metamorf yang


mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya suhu yang sangat tinggi
atau sebagai akibat dari adanya aktivitas magma. Ada yang menyatakan pula
bahwa batuan metamorf kontak ini adalah batuan yang terbentuk karena
adanya pengaruh intrusi magma pada suhu yang sangat tinggi. Adanya suhu
yang sangat tinggi yang berasal dari aktivitas magma ini menyebabkan
terjadinya perubahan bentuk maupun perubahan warna batuan. Suhu yang
tinggi ini juga karena letaknya dekat dengan magma. Contoh dari batuan
metamorf kontak ini adalah batu kapur atau gamping menjadi batu marmer,
kemudian batuan batolit, batuan lakolit, dan juga batuan sill. Satu hal yang
perlu kita ketahui tentang batuan jenis ini, yakni batuan jenis ini dipengaruhi
oleh letak instrusinya, dimana semakin jauh letaknya dari intrusinya maka
derajat metamorfosisnya akan semakin berkurang.
b) Batuan Metamorf Dynamo (Tekanan)

Gambar 17. Batuan Metamorf Dynamo


Sumber: Zikri (2018:78)
17

Batuan metamorf dinamo merupakan jenis batuan yang mengalami


metamorfose sebagai akibat adanya tekanan yang tinggi yang berasal dari
tenaga endogen dalam waktu yang lama, serta dihasilkan dalam proses
pembentukan kulit bumi karena adanya tenaga endogen.
Batuan metamorf dinamo ini biasanya terjadi atau ada di bagian atas
kerak bumi. Adanya tekanan dengan arah berlawanan mengakibatkan
terjadinya perubahan butiran- butiran mineral ada yang berbentuk pipih dan
ada pula yang kembali menjadi bentuk kristal. Beberapa jenis batuan
metamorf ini berubah menjadi batuan hablur. Contohnya adalah batuan
serbuk dan juga serpih. Contoh lain dari batuan metamorf dinamo ialah batu
lumpur atau mudstone menjadi batu tulis atau slate. Batuan jenis ini banyak
dijumpai di daerah- daerah patahan ataupun lipatan.
c) Batuan Metamorf Kontak Pneumatolistis

Gambar 18. Bantuan Pneumatolistis


Sumber: Zikri (2018:78)
Jenis dari batuan metamorf selanjutnya adalah batuan metamorf kontak
pneumatolistis. Jenis batuan ini merupakan batuan yang mengalami proses
metamorfose sebagai akibat dari adanya pengaruh dari gas- gas yang ada pada
magma. Pengaruh dari gas yang panas ini menyebabkan perubahan komposisi
kimiawi mineral dari batuan ini. Contoh dari batuan metamorf kontak
pneumatolistis ialah batu kuarsa dengan gas borium berubah menjadi turmalin
atau sejenis batu permata. Contoh lain dari jenis batu ini yaitu batu kuarsa
dengan gas fluorium dan berubah menjadi topas.
2) Batuan Metamorf Berdasarkan Jenisnya
a) Batu Pualam atau Batu Marmer
Batu pualam atau marmer merupakan batu yang berasal dari batu
gamping/batu kapur dan memiliki campuran warna yang berbeda-beda,
mempunyai pita-pita warna, kristal-kristalnya sedang sampai kasar, Apabila
ditetesi asam akan mengeluarkan bunyi mendesah. Batu ini akan menjadi
18

keras dan mengkilap jika dipoles. Batu ini terbentuk karena batu kapur
mengalami perubahan suhu dan tekanan tinggi. Batu ini bisa digunakan
sebagai bahan ubin.

Gambar 19. Batu Marmer


Sumber: Zikri (2018:80)

b) Batu Sabak
Batu sabak merupakan batu yang berasal dari batu serpih, umumnya
berwarna abu-abu kehijau-hijauan dan hitam, dapat dibelah-belah menjadi
lempeng-lempeng tipis. Batu ini terbentuk apabila batu serpih terkena suhu
dan tekanan tinggi. Batu ini bisa dijadikan sebagai bahan kerajinan atau
bahan bangunan.

Gambar 20. Batu Sabak


Sumber: Zikri (2018:80)

c) Batu Gneiss (Ganes)


Batu gneiss atau ganes merupakan batu yang umumnya berwarna putih
keabu-abuan, terdapat goresan-goresan yang tersusun atas mineral-mineral,
mempunyai bentuk bentuk jajaran yang tipis dan terlipat pada sejumlah
lapisan dan terlihat urat-urat tebal yang terdiri dari butiran-butiran mineral.
Batu ini terbentuk pada saat batuan sedimen atau batuan beku yang
terpendam pada tempat yang dalam mendapatkan tekanan dan temperatur
yang tinggi. Batu ini bisa dijadikan sebagai kerajinan.

Gambar 21. Batu Gneiss


Sumber: Zikri (2018:81)
19

d) Batu Sekis
Batu sekis merupakan batu yang umumnya berwarna hitam, hijau dan
ungu, mineralnya umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang
yang diperlihatkan dengan kristal yang berkilau. Batuan ini terbentuk dari
perubahan batuan-batuan yang berubah bentuk pada taraf menengah. Batu ini
dapat digunakan sebagai sumber mika yang utama (komponen penting dalam
industri elektronika).

Gambar 22. Sekis


Sumber: Zikri (2018:81)

e) Batu Kuarsit
Batu kuarsit merupakan batu yang umumnya berwarna abu-abu,
kekuningan, coklat, atau merah, sering berlapis-lapis dan dapat mengandung
fosil. Batu ini merupakan perubahan dari batuan pasir yang mendapatkan
suhu yang tinggi. Batu ini dapat digunakan sebagai bahan kerajinan ataupun
konstruksi jalan raya.

Gambar 23. Batu Kuarsit


Sumber: Zikri (2018:81)

f) Batu Milonit
Batu milonit merupakan batuan yang terdapat butir-butir halus, dapat
dibelah, berwarna abu-abu, kehitaman, coklat, atau pun biru. Batu ini
terbentuk oleh mineral-mineral yang mengakibatkan pengurangan ukuran
butir-butir batuan awal. Batu ini dapat digunakan sebagai bahan kerajinan.

Gambar 24. Batu Milonit


Sumber: Zikri (2018:81)
20

2.2 Geomorfologi
1. Pengertian Geomorfologi
Menurut Thornbury (1958) “Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan
tentang bentuk lahan”. Sedangkan Verstappen (1983) berpendapat bahwa
“Geomorfologi merupakan studi yang mempelajari bentuk lahan dan proses yang
mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuk lahan
dan proses-proses itu dalam dalam susunan keruangan”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa geomorfologi
adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bentuk lahan
serta hubungan timbal balik antara bentuk lahan dan proses-proses yang terjadi di
dalamnya.

2. Konsep Dasar Geomorfologi


Terdapat 10 Konsep dasar geomorfologi yang berada di dalam buku
Principles of Geomorphology diantaranya sebagai berikut.
a. Proses-proses fisik serta hukumnya yang terjadi saat ini berlangsung selama
waktu geologi.
b. Struktur geologi tersebut ialah faktor pengontrol yang dominan di dalam
evolusi bentuk lahan.
c. Tingkat perkembangan relief permukaan bumi tergantung diproses-proses
geomorfologi yang berlangsung.
d. Proses-proses geomorfik tersebut terekam pada land forms yang menunjukan
karakteristik proses yang berlangsung.
e. Keragaman erosional agents tersebut tercermin pada produk serta urutan
landform yang terbentuk.
f. Evolusi geomorfologi tersebut memiliki kompleks.
g. Obyek alam di permukaan bumi umumnya itu berumur lebih muda dari
Pleistosen.
h. Interpretasi yang sempurna tentang landscapes melibatkan beragam faktor
geologi serta juga perubahan iklim selama Pleistosen.
i. Apresiasi iklim global tersebut kemudian diperlukan di dalam memahami
proses-proses geomorfik yang beragam, serta
21

j. Geomorfologi, umumnya itu mempelajari landform / landscapes yang terjadi


saat ini serta juga sejarah pembentukannya.

3. Proses-Proses Geomorfologi
a. Pelapukan
Pelapukan adalah proses disintegrasi atau disagregasi secara berangsur
dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan. Pelapukan sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim, temperatur dan komposisi kimia dari mineral-
mineral penyusun batuan. Pelapukan dapat melibatkan proses mekanis, aktivitas
kimiawi, dan aktivitas organisme (termasuk manusia).
1) Pelapukan mekanis
Adalah semua mekanisme yang dapat mengakibatkan terjadinya proses
pelapukan sehingga suatu batuan dapat hancur menjadi beberapa bagian yang
lebih kecil atau partikel-partikel yang lebih halus. Mekanisme dari proses
pelapukan mekanis antara lain adalah abrasi, kristalisasi es (pembekuan air) dalam
batuan, perubahan panas secara cepat (thermal fracture), proses hidrasi, dan
eksfoliasi/pengelupasan yang disebabkan pelepasan tekanan pada batuan karena
perubahan tekanan.

Gambar 25. Pelapukan Mekanis


Sumber: Noor (2012:15)

2) Pelapukan kimiawi (dikenal juga sebagai proses dekomposisi atau proses


peluruhan)
Adalah terurai/pecahnya batuan melalui mekanisme kimiawi, seperti
karbonisasi, hidrasi, hidrolisis, oksidasi dan pertukaran ion-ion dalam larutan.
Pelapukan kimiawi merubah komposisi mineral mineral dalam batuan menjadi
mineral permukaan seperti mineral lempung. Mineral-mineral yang tidak stabil
yang terdapat dalam batuan akan dengan mudah mengalami pelapukan apabila
berada di permukaan bumi, seperti basalt dan peridotit. Air merupakan agen yang
22

sangat penting dalam terjadinya proses pelapukan kimia, seperti pengelupasan


cangkang (speriodal weathering) pada batuan.

Gambar 26. Pelapukan Kimiawi


Sumber: Noor (2012:15)

3) Pelapukan organis (dikenal juga sebagai pelapukan biologis)


Merupakan istilah yang umum dipakai untuk menjelaskan proses
pelapukan biologis yang terjadi pada penghancuran batuan, termasuk proses
penetrasi akar tumbuhan kedalam batuan dan aktivitas organisme dalam membuat
lubang-lubang pada batuan (bioturbation), termasuk didalamnya aksi dari
berbagai jenis asam yang ada dalam mineral melalui proses leaching. Pada
hakekatnya pelapukan organis merupakan perpaduan antara proses pelapukan
mekanis dan pelapukan kimiawi.

Gambar 27. Pelapukan Organis


Sumber: Noor (2012:15)

Hasil akhir dari ketiga jenis pelapukan batuan tersebut diatas dikenal
sebagai soil (tanah). Oleh karena tanah merupakan hasil dari pelapukan batuan.
Proses pelapukan, baik secara mekanis yang disebabkan antara lain oleh
perubahan temperatur panas, dingin, angin, hujan, es, pembekuan pada batuan
menyebabkan batuan induk mengalami disintegrasi (perombakan) menjadi bagian
yang lebih kecil, sedangkan proses kimiawi yang disebabkan oleh larutan asam,
kelembaban merubah mineral-mineral menjadi ion-ion, oksidasi besi dan alumina,
mineral silika akan menghasilkan lapisan lapisan lempung.
23

b. Erosi
Erosi adalah istilah umum yang dipakai untuk proses penghancuran
batuan (pelapukan) dan proses pengangkutan hasil penghancuran batuan. Proses
erosi fisika disebut sebagai proses corration (erosi mekanis) sedangkan proses
erosi kimia disebut dengan corrosion. Agen dari proses erosi adalah gaya
gravitasi, air, es, dan angin. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, erosi dapat dibagi
menjadi 5 (lima) yaitu:
1) Erosi alur (Riil erosion)
Erosi alur adalah proses pengikisan yang terjadi pada permukaan tanah
(terrain) yang disebabkan oleh hasil kerja air berbentuk alur-alur dengan ukuran
berkisar antara beberapa milimeter hingga beberapa centimeter. Pada dasarnya
erosi alur merupakan tahap awal dari hasil erosi air yang mengikis permukaan
tanah (terrain) membentuk alur-alur sebagai tempat mengalirnya air. Pada
perkembangannya erosi alur akan berkembang menjadi erosi ravine.

Gambar 28. Erosi Alur


Sumber: Noor (2012:16)

2) Erosi Berlembar (Sheet Erosion)


Erosi berlembar adalah proses pengikisan air yang terjadi pada
permukaan tanah yang searah dengan bidang permukaan tanah, biasanya terjadi
pada lereng-lereng bukit yang vegetasinya jarang atau gundul.

Gambar 29. Erosi Berlembar


Sumber: Noor (2012:16)

3) Erosi drainase (ravine erosion)


24

Erosi drainase adalah proses pengikisan yang disebabkan oleh kerja air
pada permukaan tanah (terrain) yang membentuk saluran-saluran dengan lembah-
lembah salurannya berukuran antara beberapa centimeter hingga satu meter.

Gambar 30. Erosi Drainase


Sumber: Noor (2012:17)

4) Erosi saluran (gully erosion)


Erosi saluran adalah erosi yang disebabkan oleh hasil kerja air pada
permukaan tanah membentuk saluran-saluran dengan ukuran lebar lembahnya
lebih besar 1 (satu) meter hingga beberapa meter.

Gambar 31. Erosi Saluran


Sumber: Noor (2012:17)

5) Erosi lembah (valley erosion)


Erosi lembah adalah proses dari kerja air pada permukaan tanah (terrain)
yang berbentuk saluran-saluran dengan ukuran lebarnya diatas sepuluh meter.

Gambar 32. Erosi Lembah


Sumber: Noor (2012:18)
25

c. Mass Wasting
Mass wasting pada dasarnya adalah gerakan batuan, regolith, dan tanah
ke arah kaki lereng sebagai akibat dari pengaruh gaya berat (gravity) melalui
proses rayapan (creep), luncuran (slides), aliran (flows), rebah (topples), dan
jatuhan (falls). Mass wasting umumnya terjadi di daratan maupun di lautan
terutama di lereng benua. Longsoran merupakan satu contoh yang spektakuler dari
mass wasting.
Hasil pelapukan batuan yang berada di puncak puncak bukit akan
tertransport sebagai debris ke arah kaki bukit, sedangkan air sungai bertindak
sebagai ban berjalan yang membawa material hasil pelapukan menjauh dari
sumbernya. Walaupun sepanjang perjalanannya, material hasil pelapukan batuan
yang dibawa oleh air sungai kadang-kadang berhenti untuk sementara waktu,
namun pada akhirnya material tersebut akan diendapkan di tempat terakhir, yaitu
di laut.

Gambar 33. Mass Wasting Tipe Slumping


Sumber: Noor (2012:18)

Gambar 34.Mass Wasting Tipe Jatuhan


Sumber: Noor (2012:18)

d. Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranspor
oleh media air, angin, es/gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dari proses pengendapan material-material yang
diangkut oleh air sungai. Sedangkan Sand Dunes yang terdapat di gurun-gurun
26

dan di tepi pantai adalah hasil dari pengendapan material- material yang diangkut
oleh angin.

Gambar 35. Hasil Sedimentasi Pada Aliran Sungai


Sumber: Noor (2012:19)

Gambar 36. Hasil Sedimentasi Pantai


Sumber: Noor (2012:19)

Gambar 37. Hasil Sedimentasi Sungai (Point Bar)


Sumber: Noor (2012:19)

Gambar 38. Hasil Sedimentasi Sungai (Gosong Pasir)


Sumber: Noor (2012:19)

4. Jenis Bentuk Lahan (Landform)


Bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan/fisik yang terbentuk
oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual
yang unik dan berbeda satu sama lain. Verstappen (1983) mengklasifikasikan
bentuk lahan berdasarkan genesisnya (proses terjadinya) menjadi 10 macam yaitu:
a. Bentuk Lahan Asal Proses Volkanik (V)
27

Bentuk lahan yang berasal dari aktivitas vulkanisme. Contoh: kaldera,


kawah, laccolith.

Gambar 39. Bentukan Vulkanik


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

b. Bentuk Lahan Asal Proses Struktural (S)


Bentuk lahan yang berasal dari proses geologi. Contoh: bukit, patahan,
lipatan sinklin dan antiklin.

Gambar 40. Lipatan Pegunungan


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

c. Bentuk Lahan Asal Fluvial


Bentuk lahan akibat pengerjaan sungai. Contoh: meander, gosong pasir,
dataran banjir (flood plain), point bar.

Gambar 41. Meander


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

d. Bentuk Lahan Asal Solusional


Bentuk lahan akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut.
Contoh: bentukan di daerah karst yaitu stalagnit, stalaktit, dolina.
28

Gambar 42. Stalaktit dan Stalagnit


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

e. Bentuk Lahan Asal Denudasional


Bentuk lahan akibat proses erosi dan degradasi. Contoh: bukit sisa,
lembah sungai, lahan kritis.

Gambar 43. Bukit Sisa (Residual Hill)


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

f. Bentuk Lahan Asal Aeolin


Bentuk lahan akibat proses erosi angin. Contoh: gumuk pasir (sandune)
dan barchan.

Gambar 44. Gumuk Pasir


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

g. Bentuk Lahan Asal Marine


Bentuk lahan akibat aktivitas air laut. Contoh: tombolo, clift, arch, stack.
Selain itu terdapat kombinasi antara bentuklahan marine dengan fluvial (fluvio-
marine) karena sungai bermuara ke laut, contoh: delta, estuari.
29

Gambar 45. Tombolo Gambar 46. Delta


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

h. Bentuk Lahan Asal Glasial


Bentuk lahan akibat pengerjaan es. contoh: lembah menggantung.

Gambar 47. Glacial Ice Lake


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

i. Bentuk Lahan Asal Organik


Bentuk lahan akibat pengaruh aktivitas organisme. Contoh: mangrove,
terumbu karang.

Gambar 48. Terumbu Karang


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/

j. Bentuk Lahan Asal Antropogenik


Bentuk lahan akibat aktivitas manusia. Contoh: kota, pedesaan, waduk,
taman.

Gambar 49. Kota


Sumber: https://agnazgeograph.wordpress.com/
30

2.3 SIG & Kebencanaan


1. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional menjabarkan bahwa
sistem informasi geografis merupakan kumpulan yang terorganisir dari perangkat
keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain untuk
memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan
menampilkan semua bentuk informasi yang bersifat geografis.
Setiawan (2020:5) mendefinisikan bahwa “sistem informasi geografis
merupakan sistem informasi komputer yang digunakan untuk mengolah data yang
berhubungan dengan informasi geografis”. Sedangkan Burrough (1986)
mendefinisikan bahwa “SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan
untuk memasukkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan
kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang
berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan”.
Berdasarkan definisi di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa Sistem
Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan
untuk memasukkan, mengelola, menyimpan, menganalisis, serta menyajikan
informasi geografis untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan
perencanaan.

2. Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri atas 4 komponen pokok, yaitu
sebagai berikut.
a. Data
Data berfungsi sebagai data spasial dengan referensi kebumian dan
keruangan yang kemudian akan diolah. Terdapat dua jenis data yang akan
mendukung Sistem Informasi Geografis (SIG) diantaranya yaitu:
1) Data spasial
Data spasial merupakan data grafis yang dapat mengidentifikasi tampilan
lokasi geografi dalam bentuk garis, titik, dan poligon. Data spasial ini sendiri
diperoleh dari peta digital atau numerik yang disimpan. Selain itu titik berfungsi
untuk menggambarkan objek geografi yang berbeda-beda menurut skalanya.
Sebuah titik sendiri berfungsi menggambarkan kota pada suatu peta skala kecil,
31

juga memberi penggambaran objek yang lebih spesifik pada suatu wilayah kota,
misalnya saja pada pasar, jika pada peta skala besar. Sebuah garis juga dapat
menggambarkan objek geografi yang berbeda-beda menurut skalanya. Sebuah
garis menggambarkan jalan atau sungai pada peta skala kecil, tetapi
menggambarkan batas wilayah administratif pada peta skala besar. Area, Seperti
halnya titik dan garis, area juga dapat menggambarkan objek yang berbeda
menurut skalanya. Area dapat menggambarkan wilayah hutan atau sawah pada
peta skala besar.
2) Data atribut
Data atribut merupakan data berbentuk penjelasan yang setiap
fenomenanya kemudian terjadi di permukaan bumi. Data atribut berfungsi
menggambarkan berbagai gejala topografi sebab memiliki aspek kualitatif dan
deskriptif. Karenanya data atribut akan berperan penting dalam menjelaskan
berbagai objek geografi. Contohnya, pada atribut kualitas tanah yang terdiri dari
status luas lahan, kepemilikan lahan, tingkat kesuburan tanah serta berbagai
kandungan mineral di dalam tanah.
b. Perangkat Keras
Perangkat keras atau hardware pada Sistem Informasi Geografis (SIG)
sebagai suatu perangkat-perangkat fisik yang digunakan dalam suatu sistem
komputer. Perangkat keras pada Sistem Informasi Geografis (SIG) diantaranya
sistem komputer yang mendukung analisis pemetaan dan geografi. Perangkat
Keras pada Sistem Informasi Geografis (SIG) sendiri memiliki berbagai
kemampuan dalam penyajian citra dengan kecepatan dan resolusi yang tinggi dan
mampu mendukung operasi operasi basis data bervolume besar dengan kurun
waktu yang cepat. Perangkat keras SIG sendiri terdiri dari beberapa bagian untuk
mengolah data, menginput data, dan mencetak hasil proses. Pembagian
berdasarkan proses pada perangkat SIG mulai dari Input data yaitu scanner,
mouse, digitizer. Sementara olah datanya dilakukan oleh harddisk, RAM, VGA
Card, processor, Output data yaitu plotter, printer, screening.
c. Perangkat Lunak
Perangkat lunak atau software merupakan program yang digunakan
dalam mengoperasikan Sistem Informasi Geografis (SIG), ia berfungsi melakukan
32

proses penganalisaan, penyimpanan, visual data-data baik pada data spasial


maupun non-spasial. Program yang dapat digunakan pada SIG sendiri mulai dari
Arc/Info, Are View, ERDAS, dan ILWIS. Perangkat lunak yang harus ada pada
komponen software SIG diantaranya:
1) Alat untuk menampilkan data dan hasil analisa
2) Alat untuk memasukkan dan memanipulasi data SIG
3) Database Management System (DBMS)
4) Alat untuk menganalisa data
Salah satu perangkat lunak open source yang dapat digunakan untuk
pengelolaan data spasial serta pengembangan aplikasi SIG adalah Quantum GIS
yang dikembangkan di bawah bendera OSGeo.
d. Manajemen
Manajemen sebagai salah satu perangkat dalam SIG yaitu pada SDM
atau sumber daya manusia. Suatu proyek Sistem Informasi Geografis (SIG)
sendiri hanya akan berhasil jika dilakukan dengan manajemen yang baik.
Karenanya SIG harus dikerjakan oleh mereka yang memiliki kemampuan dalam
hal ini. Manusia sebagai pengguna SIG sendiri memiliki tingkat kemampuan yang
berbeda mulai dari yang spesialis mendesain hingga pemeliharaan sistem dan
pengguna SIG.

3. Tahapan Kerja Sistem Informasi Geografis (SIG)


Tahapan Kerja Sistem Informasi Geografis (SIG) mencakup tiga hal,
yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output). Seluruh informasi atau data
SIG pada suatu wilayah dapat disimpan, dimanipulasi, dan dianalisis secara
serentak melalui komputer. Selain menggunakan proses komputerisasi, langkah
manual juga dapat dilakukan meski kekurangannya ada pada waktu lebih lama
dalam pemrosesannya. Tahapan kerja Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Input
Dalam kerja Sistem Informasi Geografis (SIG) dibutuhkan data awal atau
database, yaitu data yang dikumpulkan selama survei dimasukkan dalam
komputer, atau peta-peta yang telah ada dilarik secara optis dan dimasukkan ke
dalam komputer. Database dapat digunakan untuk pengelolaan lebih lanjut. Input
33

atau data sendiri dapat diperoleh dari penelitian lapangan, peta, kantor pemerintah,
dan data citra penginderaan jauh.
b. Proses
Proses dalam suatu Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat berfungsi
juga untuk memanipulasi, memanggil, serta menganalisis data yang tersimpan
dalam suatu komputer. Jenis analisis data diantaranya:
1) Analisis lebar
Adalah Analisis yang mengolah data dari komputer, untuk kemudian
menghasilkan daerah tepian sungai yang lebar.
2) Analisis penjumlahan aritmatika
Analisis ini mengolah data di komputer, untuk kemudian menghasilkan
penjumlahan. Analisis ini sendiri dapat digunakan untuk peta berklasifikasi yang
kemudian akan menghasilkan klasifikasi baru.
3) Analisis garis bidang
Analisis pengolahan data ini dapat digunakan dalam penentuan region
atau wilayah pada suatu radius tertentu. Contohnya dalam menentukan suatu
daerah rawan gempa, rawan penyakit dan rawan banjir.
c. Output
Data yang telah dianalisis oleh Sistem Informasi Geografis (SIG)
kemudian akan menginformasikan kepada pengguna data sehingga kemudian
dapat dipakai sebagai dasar suatu pengambilan keputusan. Keluaran Sistem
Informasi Geografis (SIG) dapat berupa peta hardcopy atau peta cetak, rekaman
soft copy atau display. Dengan keberadaan Sistem Informasi Geografis (SIG)
kemudian setiap orang dapat membuat peta dan mengubah serta memodifikasinya
dengan cepat dan kapan bioskop. Selain itu pengguna Sistem Informasi Geografis
(SIG) juga dapat memproses ulang pembuatan peta dengan tingkat ketelitian
tinggi kapan saja contohnya pada pembuatan peta Amerika Selatan berdasarkan
berbagai informasi atau tema yang tersedia.

4. Manfaat Sistem Informasi Geografis (SIG)


SIG dapat digunakan sebagai alat dalam proses pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan, serta untuk visualisasi data spasial. Data geospasial dapat
dianalisis untuk menentukan beragam hal, diantaranya:
34

a. Lokasi suatu fitur dan hubungannya dengan fitur lain


b. Di mana persebaran fitur yang banyak dan dimana persebaran fitur yang
sedikit
c. Kepadatan fitur dalam ruang
d. Apa yang terjadi di dalam area of interest (AOI)
e. Apa yang terjadi di dekat a fitur atau fenomena tersebut
f. Bagaimana suatu area tertentu telah berubah dari waktu ke waktu (dan dalam
hal apa)

Berikut ini manfaat SIG dalam berbagai bidang, antara lain:


a. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, SIG dapat digunakan untuk menentukan
lokasi sekolah, membuat sistem informasi pendidikan dan sebagai alat bantu
pemahaman siswa saat pembelajaran geografi.
b. Geologi, Petambangan dan Perminyakan
Dalam bidang ini, SIG dapat digunakan untuk menentukan lokasi
keterdapatan mineral/cebakan bahan galian yang akan dieksploitasi. Selain itu,
SIG juga dapat dimanfaatkan untuk menganalisa limbah yang merupakan hasil
buangan industri tambang.
c. Sumber Daya Alam
Dalam bidang ini, SIG berguna untuk inventarisasi, manajemen dan
kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, analisa daerah rawan
bencana alam, dan pemantauan daerah kebakaran hutan dan lahan.
d. Perencanaan Wilayah
Dalam bidang ini, SIG dapat dijadikan sebagai media untuk perencanaan
pemukiman dan transmigrasi, perencanaan kota, pengembangan desa tertinggal,
perencanaan lokasi industri, pasar, pemukiman dan lainnya.
e. Lingkungan
Dalam bidang ini, SIG dapat dijadikan sebagai alat untuk menganalisa
dan memantau pencemaran udara, limbah berbahaya, pencemaran air, sungai, laut,
tanah, evaluasi pengendapan lumpur dan sedimen di pantai dan pemantauan
pencemaran minyak di laut.
f. Hidrologi dan Kelautan
35

Dalam bidang ini, SIG dapat digunakan untuk kegiatan inventarisasi dan
manajemen pengamatan pasang surut laut, manajemen daerah pesisir, manajemen
kawasan wisata laut, taman laut dan hutan bakau.
g. Transportasi dan Perhubungan
Dalam bidang ini, SIG dapat dimanfaatkan untuk manajemen
pemeliharaan, perencanaan dan perluasan jaringan jalan tol, rel kereta dan jalan
raya, penentuan jalur transportasi, analisa rawan kemacetan dan bahaya
kecelakaan dan pemantauan jalur mudik.
h. Telekomunikasi
Dalam bidang ini, SIG dapat digunakan pada saat perencanaan,
pemeliharaan dan analisa perluasan jaringan telekomunikasi, pembuatan sistem
informasi pelanggan dan fasilitas umum telekomunikasi seperti, telepon umum,
warnet dan lainnya. Selain itu, SIG dapat dimanfaatkan untuk menginventarisasi
jaringan telekomunikasi dan pelanggan TV kabel, antena parabola dan jaringan
internet.
i. Ekonomi, Bisnis, dan Marketing
Dalam bidang ini, dapat SIG digunakan untuk menentukan lokasi bisnis
prospektif seperti bank, pasar, mall, ATM, kantor cabang, showroom, outlet
makanan, gudang dan lainnya dengan memperhatikan lokasi konsumen dan
pelanggan di sekitar. Selain itu, SIG bisa digunakan untuk menganalisa rute
terpendek yang harus dilalui oleh salesmen.
j. Perpajakan
Dalam bidang ini, SIG dapat digunakan untuk memperkirakan potensi
pendapatan dari sektor pajak dengan membuat sistem informasi untuk penarikan
pajak dari sektor periklanan yang berasal dari perizinan dan pemasangan papan
komersil, misalnya baliho yang terkait dengan data posisi, ruang dan waktu.
k. Militer
Dalam bidang ini, SIG dapat diperlukan untuk penyediaan data spasial
untuk analisa rute-rute perjalanan logistik dan peralatan perang, pembuatan peta
elektronik yang dihubungkan dengan radar yang mampu mendeteksi kendaraan
atau pesawat musuh di wilayah teritorial negara.
l. Kesehatan
36

Dalam bidang ini,SIG dapat dimanfaatkan untuk menentukan distribusi


penderitan suatu penyakit, pola atau sebaran pandemi penyakit serta penentuan
lokasi unit-unit pelayanan kesehatan beserta tenaga medisnya.
m. Utilitas
Dalam bidang ini, SIG dapat dimanfaatkan dalam proses inventarisasi
dan manajemen informasi jaringan pipa air minum, sistem informasi pelanggan,
perencanaan jaringan tiang listrik, gardu listrik, tower BTS dan lainnya.

5. Pengertian Mitigasi Bencana


Mitigasi bencana merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi
risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat di
kawasan rawan bencana, baik itu bencana alam, bencana ulah manusia maupun
gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.

6. Jenis Mitigasi Bencana


Tujuan dari mitigasi sendiri adalah mengurangi kerugian pada saat
terjadinya bahaya di masa mendatang, mengurangi risiko kematian dan cedera
terhadap penduduk, mencakup pengurangan kerusakan dan kerugian-kerugian
ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik.
Mitigasi bencana dibagi menjadi 2 jenis, yakni mitigasi struktural dan
mitigasi non struktural.
a. Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural merupakan upaya dalam meminimalkan bencana
dengan membangun berbagai prasarana fisik menggunakan teknologi. Misalnya
dengan membuat waduk untuk mencegah banjir, membuat alat pendeteksi
aktivitas gunung berapi, menciptakan early warning sistem untuk memprediksi
gelombang tsunami, hingga membuat bangunan tahan bencana atau bangunan
dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga mampu bertahan
dan tidak membahayakan para penghuninya jika bencana terjadi sewaktu-waktu.
b. Mitigasi Non Struktural
Mitigasi non struktural merupakan suatu upaya dalam mengurangi
dampak bencana melalui kebijakan dan peraturan. Contohnya, UU PB atau
37

Undang-Undang Penanggulangan Bencana, pembuatan tata ruang kota, atau


aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas warga.

7. Strategi Mitigasi Bencana


Memahami bahwa bencana dapat diprediksi secara alamiah dan saling
berkaitan antara yang satu dan lainnya sehingga perlu di evaluasi secara terus
menerus. Upaya mitigasi bencana harus memiliki persepsi yang sama baik dari
aparat pemerintahan maupun masyarakatnya. Adapun strategi yang dapat
dilakukan agar upaya mitigasi bencana dapat terkoordinir dengan baik adalah
sebagai berikut.
a. Pemetaan
Pemetaan menjadi hal terpenting dalam mitigasi bencana, khususnya bagi
wilayah yang rawan bencana. Hal ini dikarenakan sebagai acuan dalam
membentuk keputusan antisipasi kejadian bencana. Pemetaan akan tata ruang
wilayah juga diperlukan agar tidak memicu gejala bencana. Sayangnya di
Indonesia pemetaan tata ruang dan rawan bencana belum terintegrasi dengan baik,
sebab memang belum seluruh wilayahnya dipetakan, Peta yang dihasilkan belum
tersosialisasi dengan baik, Peta bencana belum terintegrasi dan Peta bencana yang
dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda sehingga menyulitkan dalam proses
integrasinya.
b. Pemantauan
Pemantauan hasil pemetaaan tingkat kerawanan bencana pada setiap
daerah akan sangat membantu dalam pemantauan dari segi prediksi terjadinya
bencana. Hal ini akan memudahkan upaya penyelamatan saat bencana terjadi.
Pemantauan juga dapat dilakukan untuk pembangunan infrastruktur agar tetap
memperhatikan AMDAL.
c. Penyebaran Informasi
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara memberikan
poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten atau Kota dan Provinsi seluruh
Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan
penanganan bencana. Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap
bencana geologi di kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah sangat
38

berperan dalam penyebaran informasi ini mengingat wilayah Indonesia yang


sangat luas.
d. Sosialisasi, Penyuluhan, Pendidikan
Beberapa lapisan masyarakat mungkin ada yang tidak dapat mengakses
informasi mengenai bencana. Oleh karenanya menjadi tugas aparat pemerintahan
untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat. Adapun bahan penyuluhan hampir
sama dengan penyebaran informasi. Pelatihan difokuskan kepada tata cara
pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih
ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis dan
masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana.
Dengan pelatihan ini kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan terbentuk.
e. Peringatan Dini
Peringatan dini untuk memberitakan hasil pengamatan kontinu di suatu
daerah yang rawan bencana, dengan tujuan agar masyarakatnya lebih siaga.
Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah
daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan
diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana
berupa saran teknis, pengalihan jalur jalan (sementara atau seterusnya),
pengungsian dan saran penanganan lainnya.

8. Tahap Penanganan Bencana


Bagian paling kritis dari Pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh
akan sifat bencana. Dalam setiap negara dan daerah, tipe bahaya-bahaya yang
dihadapi juga akan berbeda-beda. Beberapa negara rentan terhadap banjir, yang
lain memiliki sejarah-sejarah tentang kerusakan badai tropis, dan yang lain
dikenal sebagai daerah gempa bumi. Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan
penanganan bencana kemudian dapat dibagi 4 kategori.
a. Mitigasi
Adalah kegiatan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara lain
membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa,
penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tersebut.
b. Kesiapsiagaan
39

Merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana.


Perencanaan dibuat berdasarkan bencana yang pernah terjadi dan bencana lain
yang mungkin akan terjadi. Tujuannya adalah meminimalkan korban jiwa dan
kerusakan sarana-sarana pelayanan umum juga meliputi upaya mengurangi
tingkat risiko, pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, serta pelatihan warga
di wilayah rawan bencana.
c. Respons
Merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana.
Tahap ini berlangsung sesaat setelah terjadi bencana. Rencana penanggulangan
bencana dilaksanakan dengan fokus pada upaya pertolongan korban bencana dan
antisipasi kerusakan yang terjadi akibat bencana.
d. Pemulihan
Merupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti semula.
Pada tahap ini, fokus diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi
korban serta membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak. Selain itu,
dilakukan evaluasi terhadap langkah penanggulangan bencana yang dilakukan.

9. Contoh Mitigasi Bencana


Secara geologis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama
dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Negara yang kita huni ini mendapat julukan ring of fire atau Lingkaran Api
Pasifik. Hal ini menjadi faktor di Indonesia sering terjadi bencana. Bencana
sendiri diartikan sebagai peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu
kehidupan masyarakat seperti kehilangan nyawa dan harta benda. Sementara
Mitigasi sebagai langkah antisipasinya, berikut dibawah ini beberapa contoh
mitigasi bencana
a. Contoh Mitigasi Bencana Alam
Bencana alam sebagai Peristiwa akibat faktor geologis (pergerakan
lempeng bumi), klimatologis (kondisi cuaca atau iklim), dan ekstra-terestrial
(benda luar angkasa). Contoh Mitigasi Bencana Bencana Alam, misalnya saja
pada Tanah Longsor. Adapun mitigasi bencana yang dapat dilakukan pada tanah
longsor adalah sebagai berikut.
1) Membangun Terasering dengan sistem drainase yang tepat
40

2) Membuat Peta rawan bencana tanah longsor


3) Melakukan pembuatan tanggul penahan runtuhan batuan
4) Penutupan rekahan di atas lereng
5) Melakukan Reboisasi di hutan yang gundul
6) Tidak mendirikan bangunan di daerah tebing atau tanah yang tidak stabil
7) Memperhatikan dan membuat sistem peringatan dini
8) Memantau informasi gejala tanah longsor dari media elektronik, misalnya
website BMKG
b. Contoh Mitigasi Bencana Non Alam
Bencana non-alam atau peristiwa akibat dari wabah, gagal teknologi, dan
epidemic. Misalnya saja pada bencana wabah penyakit, yang bisa dilakukan
adalah:
1) Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di
jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami risiko bila wabah
terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi
melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan.
2) Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya
pencegahan, respon cepat serta penanganan bila wabah terjadi.
3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya
manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi,
transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.
4) Upaya penguatan survei epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko dan
menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua
jajaran.
c. Contoh Mitigasi Bencana Sosial
Bencana sosial masuk diantaranya adalah kerusuhan. Adapun mitigasi
bencana yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara
stabilitas ketentraman dan ketertiban.
2) Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman aspirasi
politik, serta ditanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
41

3) Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara


konsisten, berkeadilan dan kejujuran.
4) Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya perlindungan
penghormatan, dan penegakan HAM.
5) Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan aparatur
negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdaya guna,
produktif, transparan, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Anda mungkin juga menyukai